Proposal Penelitian
-
Upload
wahyu-fiya -
Category
Documents
-
view
344 -
download
0
Transcript of Proposal Penelitian
“ Pelaksanaan Kewajiban Suami-Istri dalam Keluarga Aktivis Jamaah Tabligh di
Kec. Pegantenan Kab Pamekasan “
A. Konteks Penelitian
Allah SWT menciptakan segala sesuatu yang ada di dalam alam semesta ini
berpasang-pasangan, saling melengkapi satu sama lain, saling mengisi, saling
mengimbangi, dan saling menyempurnakan. Karena berpasang-pasangan itu jika salah
satunya tidak ada, yang lain bakal merasa kehilangan, ketimpangan dan akan
memunculkan persoalan-persoalan lain.
Siang dan malam merupakan pasangan yang serasi yang memungkinkan terjadinya
kehidupan di muka bumi, jika bumi hanya memiliki siang saja, maka kehidupan di bumi
ini bakal musnah karena terlalu panas. Permukaan bumi bakal mendidih hanya dalam
hitungan beberapa jam saja, sebaliknya jika bumi hanya memiki malam, di bumi pun
tidak bakal muncul kehidupan, sebab permukaan bumi bakal membeku dalam hitungan
beberapa jam pula. Pergantian siang dan malam itulah yang menyebabkan munculnya
mekanisme kehidupan secara sempurna di muka bumi. Allah memperpasangkan siang
dan malam d1emi terciptanya kehidupan manusia di dalamnya, itulah yang digambarkan
Allah dalam firman-Nya dalam Al-Qur’an :
Artinya : “ dan pada pergantian malam dan siang, dan hujan yang diturunkan
Allah dari langit lalu dihidupkannya dengan air hujan itu bumi sesudah
matinya; dan paa perkisaran angina terdapat pula tanda-tanda
(Kekuasaan Allah) bagi kaum yang berakal” (Q.S. Al-Jaatsiyah : 05)
Begitu juga dengan kiri dan kanan, pemimpin dan rakyat, ulama’ dan awam dan
seterusnya merupakan pasangan serasi yang diciptakan oleh Allah, semuanya saling
membutuhkan satu sama lain.
Begitu juga Allah SWT menciptakan manusia di muka bumi ini secara berpasang-
pasangan, baik secara fisik maupun fungsinya. Secara fisikal laki-laki diciptakan untuk
berpasang-pasngan dengan perempuan, begitu juga sebaliknya. Dan secara fungsi
manusia juga membutuhkan pasangan-pasangan dalam skala yang lebih luas di bidang
sosial, politik, ekonomi, budaya, dan sebagainya.
1 Al-Qur’an dan terjemahannya (Madinah:Mujma’ Al-Malik Li Thiba’at Al-Mushaf,1421 H), hlm.,875.
1
Jika manusia tidak berpasangan, atau memilih pasangan yang lain, maka hasilnya
adalah masalah, baik secara individual ataupun sosial. Hal ini terjadi karena memang
laki-laki dan perempuan di ciptakan bersifat komplementer, saling melengkapi dan
membutuhkan2. Sebagaimana firman Allah :
Artinya : “….dan bahwasanya Dialah yang menciptakan berpasang-pasangan laki-
laki dan perempuan….” (Q.S. An-Najm : 45)3
Artinya : “dan kami jadikan kamu berpasang-pasangan” (Q.S. An-Naba’ : 8)4
Siapa saja yag tidak berpasangan, ia menyalahi fitrahnya. Akan muncul kerinduan
yang tidak bisa di bendung, dan jika penyalurannya salah maka akan memunculkan
masalah di kemudian hari.
Bukan hanya dalam skala individual, dalam skala sosial pun mereka yang tidak mau
saling tolong menolong dengan orang lain bakal mengalami maslah juga. Semua itu
karena Allah menciptakan semua mahluk di muka bumi ini termasuk manusia saling
berpasang-pasangan.
Agar bertemunya dua mahluk yang berbeda tersebut menjadi suatu pasangan
yang dapat mendatangkan ketentraman dan kedamaian hidup, maka perlu diatur dan
diikat dalam suatu lembaga yang di hormati dan di taati, yaitu lembaga perkawinan.
Perkawinan yang di syariatkan agama di kuatkan dengan ikrar yang di sebut Ijab
Qabul.5
Dalam Undang-undang No 1 Tahun 1974 tentang perkawinan di jelaskan bahwa
“Perkawinan dalah ikatan lahir batin seorang pria dengan seorang wanita sebagai ikatan
suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal
berdasarkan Katuhanan Yang Maha Esa”.6 Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam
juga di jabarkan tentang perkawinan dalam Bab II yang berbunyi “Perkawinan menurut
hukum islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidhan
untuk menaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah”.7
Perkawinan dalam Islam dimaksudkan sebagai pernyataan kebulatan tekad untuk
hidup bersama antara dua insan yang berbeda jenis untuk membangun sebuah rumah
2 Agus Musofa, Poligami yuuk!?. (Surabaya:Padma press,tt), hlm.,27.3 Al-Qur’an dan terjemahannya), hlm.,875.4 Ibid, hlm.,1014.5 Forum Kajian Kitab Kuning (FK-3). Kembang Setaman Perkawinan; Analisis Kritis Kitab ‘Uqud Al
Lujjayn, (Jakarta:Penerbit buku Kompas,2005), hlm.,6. 6 Undang-undang perkawinan (Surabaya:Wipres,2007), hlm.,457.7 Kompilasi Hukum Islam (Jakarta:Trinity,2007), hlm.,7.
2
tangga yang ditegakkan dengan tanggung jawab untuk semata-mata melaksanakan
anjuran Allah. Tujuannya adalah mewujudkan suatu kehidupan yang berbahagia dengan
ridho Allah atas dasar saling asah denga kasih dan sayang. Sebagaimana disebutkan
dalam firman Allah :
Artinya “Allah menjadikan bagi kamu istri-istri dari jenis kamu sendiri dan
menjadikan bagimu dn cucu dan memberimu rezeki dari yang baik-baik.
Maka mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari
nikmat Allah?”. (QS . An-Nahl : 72)8
Setiap pasangan suami istri sesungguhnya ingin membina dan mempertahankan
suasana hubungan rukun, damai dan serasi. Keluarga ”sakinah”. ”Mawaddah” dan
”rahmah” adalah harapan semua orang yang akan dan telah memasuki gerbang
pernikahan.
Kata Sakinah diatas terambil dari kata Sakana yang berarti diam / tenang sesuatu
yang bergejolak. Pengertian ini menunjukkan bahwa kecendrungan dan rasa
ketertarikan sebelum pernikahan yang bergejolak dalam diri seorang perempuan
maupun laki-laki akan menemukan rasa ketenangan dan ketentraman setelah menikah.
Kata Mawaddah yang tersusun dari huruf mim, wawu, dan double dal, maknanya
berkisar pada kelapangan dan kekosongan. Mawaddah adalah kelapangan dada dan
kekosongan jiwa dari kehendak buruk. Dapat dibayangkan apabila seseorang hidup
dengan tanpa kehendak buruk, maka hidup orang tersebut akan selalu diwarnai denagn
pemikirang yang positif (Positive Tinking). Berpikir positif memotivasi diri untuk selalu
maju dan berprestasi. Dengan begitu Kelurga yang mawaddah berarti keluarga yang
dinamis dan bermotivasi tinggi untuk meningkatkan prestasi.
Sedangkan yang terahir adalah kata Rahmah yang mempunyai makna kondisi
psikologis yang muncul dalam hati akibat menyaksikan ketidakberdayaan. Hal ini akan
mendorong yang bersangkutan untu menolong dan memberdayakannya. Dalam
kehidupan kelurga, masing-masing suami dan istri akan bersungguh-sungguh bahkan
bersusah payah demi kebaikan pasangannya9.
8 Al-Qur’an dan terjemahannya9 Lukman A. Irfan, Nikah; Seri tuntunan praktis ibadah (Yokyakarta : Pustaka Insan Madani, 2007), hlm., 3.
3
Namun tiga Kata di atas (Sakinah, Mawaddah, Rahmah) sangat mudah diucapkan
dan dibayangkan, tapi untuk mencapainya tidak semudah mengucapkannya.
Membangun keluarga sakinah adalah sebuah proses. Keluarga sakinah bukan berarti
keluarga yang tanpa masalah, tapi lebih kepada adanya keterampilan untuk mengola
konflik yang terjadi didalamnya. Usahapun telah dilakukan demi terwujudnya situasi
yang diidam-idamkan meski tanpa rencana, tanpa ilmu dan tanpa pengalaman.
Keinginan dan harapan menjadi keluarga ”sakinah, mawaddah” dan ”rahmah” ini
mendapat legalitas dari ayat-ayat Allah dalam Al-Qur’an:
Artinya : “Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan
untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan
merasa tentram kepadanya. Dan dijadikan-Nya diantaramu rasa kasih
dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi kaum yang berfikir”. (QS.Ar-Rum : 21)10
Pada umumnya tujuan dari adanya pernikahan bergantung pada masing-masing
individu yang akan melakukannya, karena lebih bersifat subjektif. Namun demikian,
ada juga tujuan umum yang memang diinginkan oleh semua orang yang akan
melakukan pernikahan, yaitu untuk memperoleh kebahagiaan dan kesejahteraan lahir
batin menuju kebahagiaan dan kesejahteraan dunia ahirat.
Adapun tujuan pernikahan secara rinci dapat dikemukakan sebagai berikut 11:
1. Melaksanakan Libido Seksualitas الوطء تغيد
Semua manusia baik laki-laki maupun perempuan mempunyai insting seks,
hanya kadar dan intensitasnya yang berbeda. Dengan pernikahan, seorang laki-laki
dapat menyalurkan nafsu seksualnya kepada seorang perempuan dengan sah dan begitu
pula sebaliknya. Sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an :
................
Artinya : ”Isteri-isterimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam,
Maka datangilah tanah tempat bercocok-tanammu itu bagaimana
10 Al-qur’an dan Terjemahannya11 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1. (Bandung : CV. Pustaka Setia, 1999), hlm., 13.
4
saja kamu kehendaki. dan kerjakanlah (amal yang baik) untuk
dirimu........... ” (Q.S Al-Baqarah :223)12
2. Memperoleh Keturunan.
Insting untuk mendapatkan keturunan juga dimiliki oleh setiap laki-laki dan
perempuan. Akan tetapi perlu diketahui bhwa, mempunyai anaklah bukanlah suatu
kewajiban melainkan amanat dari Allah SWT. Walaupun dalam kenyataannya ada
seorang yang ditakdirkan untuk tidak mempunyai anak. Allah berfirman :
Artinya : ”Kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi, dia menciptakan apa
yang dia kehendaki. dia memberikan anak-anak perempuan kepada
siapa yang dia kehendaki dan memberikan anak-anak lelaki kepada
siapa yang dia kehendaki. Atau dia menganugerahkan kedua jenis
laki-laki dan perempuan (kepada siapa) yang dikehendaki-Nya, dan
dia menjadikan mandul siapa yang dia kehendaki. Sesungguhnya dia
Maha mengetahui lagi Maha Kuasa”. (Q.S. Asy-Syuura : 49-50)13
3. Memperoleh Kebahagiaan dan ketentraman السعادة طلب
Dalam kehidupan rumah tangga perlu adanya ketentraman, kebahagiaan, dan
ketenangan lahir batin. Dengan keluarga yang bahagia dan sejahtera akan dapat
mengantarkan pada ketenangan ibadah. Dalam Al-Qur’an Allah berfirman :
..................
Artinya : ”Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya
dia menciptakan isterinya, agar dia merasa senang
kepadanya..........” (Q.S. Al-A’raf : 189)14
4. Mengikuti Sunnah Nabi النبي السنة إتباع
Rasulullah SAW menyuruh ummatnya utuk mengikuti sunnahnya, termasuk
menikah. Sebagaimana Sabda beliau :
) , انا لكني وقال عليه واثنى الله حمد وسلم عليه الله صلى النبي أن مالك بن انس عن
( , , , , عليه, متفق مني فليس سنتي عن رغب فمن انساء واتزوج وافطر واصوم وانام اصلي
12 Al-Qut’an dan Terjemahannya.13 Ibid.14 Ibid.
5
Artinya : Dari Anas bin Malik. Bahwasanya Nabi SAW, telah memuji Allah dan
menyanjung-Nya dan bersabda ”(tetapi aku shalat dan aku tidur dan
aku berpuasa dan aku berbuka dan aku menikahi perempuan-
perempuan, mala barang siapa tidak suka caraku, bukanlah dari
golonganku)” Muttafa ’alaihi15.
Di dalam Al-qur’an Allah juga melukiskan perkawinan sebagai suatu perjanjian
yang sangat kuat yaitu akad nikah yang merupakan pondasi bagi bangunan hidup
berkeluarga dalam masing-masing anggota rumah tangga saling memikul tugas dan hak
dan tanggung jawab dengan sebaik-baiknya sehingga keluarga tersebut akan hidup
rukun dan damai dibawah ridho Allah SWT. Oleh karena itu, suami istri dituntut agar
terus menerus berupaya dan berusaha dengan segala upaya demi mewujudkan suatu
rumah tangga dibawah naungan kasih sayang dan saling mencintai dengan tujuan ingin
menegakkan nilai-nilai perkawinan yanng suci dengan melaksanakan kewajiban
keluarga dengan penuh keikhlasan.
Antara suami dan istri mempunyai kewajiban masing-masing yang harus
dilaksanakan, untuk mencapai kebahagiaan dalam keluarga, maka kewajiban-kewajiban
antara kedua belah pihak harus sama-sama di laksanakan. Misalnya seorang suami
wajib melindungi istri dan memberikan nafkah untuk keperluan hidup rumah tangga
suami dengan kemampuannya, dan istri berkewajiban mengatur rumah tangga dengan
sebaik-baiknya.
Kesejahteraan dan kebahagiaan hidup bersama menentukan kesejahteraan dan
kebahagiaan masyarakat. Sebaliknya rusak dan kekacauan hidup bersama yang bernama
keluarga ini akan menimbulkan rusak dan kacaunya bangunan masyarakat, karena
kehidupan dalam sebuah keluarga juga akan menentukan kehidupan dalam masyarakat.
Yang bertanggung jawab secara hukum untuk menyediakan semua perlengkapan
dalam rumah tangga adalah seorang suami, mulai dari pembayaran mahar ketika hendak
menikah sampai pada mempersiapkan peralatan dan kebutuhan dalam rumah tangga,
seperti tempat tidur, perabot dapur dan sebagainya. Semua nafkah istri dan semua anak-
anak adalah tanggung jawab suami, istri dalam hal ini tidak mempunyai tanggung
jawab, sekalipun mahar yanng diterimanya cukup besar, lebih besar dari pada
pembelian alat rumah tangga tersebut.
Siapapun laki-laki yang menikahi seorang perempuan, maka ia merupakan
kepala rumah tangga yang harus bertanggung jawab penuh terhadap keluarganya,
15 A. Hassan, terjemah Bulughul Maram (Bandung: Diponegoro, 2002), hlm., 431. 6
karena laki-laki merupakan pemimpin bagi perempuan, kepemimpinan laki-laki dalam
rumah tangga ini disinggung oleh Allah dalam Al-Qur’an :
Artinya : ”Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena
Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas
sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah
menafkahkan........” (Q.S An-Nisa’ : 34)
Kata ( ل (رجل) ar-rijal dalam ayat tersebut adalah bentuk jama’ dari kata (الرجا
rajul yang biasa diterjemahkan lelaki, walupun al-Qur’an tidak selalu menggunakannya
dalam arti tersebut. Banyak ulama’ yang memahami kata ar-rijal dalam ayat ini sebagai
suami. Fungsi kewajiban masing-masing jenis di singgung oleh ayat ini, serta perbedaan
latar belakang semua itu, disinggung oleh ayat ini dengan menyatakan bahwa para lelaki
atau suami adalah Qawwamun, pemimpin dan penanngung jawab atas perempuan, oleh
karena itu Allah telah melebihkan sebagian atas sebagian yang lain, dan karerna mereka,
yakni laki-laki secara umum atau suami telahmenfkahkan sebagian dari harta mereka
untuk membayar mahr dan biaya hidup untuk istri dan anak-anaknya16.
Islam telah menjadikan kepemimpinan kaum laki-laki di rumah dengan cara-
cara yang demokratis bukan otoriter, berdiri atas dasar kasih sayang dan tukar pendapat,
serta saling membantu di antara pasangan suami istri dan melaksanakan segala aktivitas
atas dasar keadilan.17 Dalam rumah tangga siapapun, laki-laki sebagai pemimpin bagi
keluarganya sendiri, mulai dari keluarga besar sampai pada keluarga yang kecil, dan
tidak menbedakan tempat dimana mereka tinggal, walaupun tempatnya terpencil
sekalipun, begitu juga dengan keluarga Aktivis jama’ah Tabligh yang mana istri dari
aktivis jama’ah tabligh ini sering di tinggal untuk melakukan khuruj. Para aktivis
jama’ah tabligh (JT) sewaktu-waktu harus keluar meninggalkan rumah dengan waktu
yang tidak bisa di tentukan lamanya untuk berdakwah.
Keluar rumah atau yang lebih di kenal dengan khuruj bagi Aktivis Jemaah
Tabligh merupakan sebuah kewajiban tersendiri, bahkan seolah-olah Khuruj ini
termasuk dalam bagian tak terpisahkan dari syariat islam yang murni dan suci.18 Selain
itu, mereka juga berpendapat jika ada diantara jama’ah yang disuruh memilih antara
16 M. Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah, pesan, kesan dan keserasian Al-Qur’an. Vol. 2, (Tanggerang: Lentera Hati, 2002), hlm., 424. 17 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga Sakinah. (Solo : Era Intermedia, 2005), hlm., 300.18.Abu Salma al-Atsari. Mengenal-tabligh. http://mengenaltabligh.blogspot.com
7
khuruj dan haji, maka mereka lebih memilih dan menyatakan keutamaan khuruj,
sembari menyatakan, ”jika kita berhaji maka pahalanya dan kebaikannya adalah untuk
kita sendiri, namun jika kita melaksanakan khuruj maka pahala dan kebaikannya selain
untuk kita, juga untuk manusia lainnya”. Bahkan mereka lebih memuliakan khuruj
dibandingkan jihad fi sabilillah, sebab menurut mereka khuruj itulah jihad fi sabilillah.19
Lamanya khuruj yang di lakukan oleh Anggota Jemaah Tabligh berbeda-beda,
bagi para pelajar hanya satu hari satu malam atau sampai tiga hari. Sedangkan untuk
orang-orang yang sudah dewasa mulai dari empat puluh hari, satu tahun bahkan seumur
hidup, tergantung bagi mereka yang hendak melakukannya20.
Yang di lakukan para aktivis Jema’ah Tabligh ketika melakukan khuruj adalah
berdakwah kepada umat. Bahkan mereka berdalil tentang disyariatkannya khuruj ini
dengan mimpi pendiri jama’ah tabligh, yakni Maulana Ilyas Al-Kandahlawi yang
bermimpi tentang tafsir Al-Qur’an Surat Ali Imran 110 yang berbunyi :
..........
Artinya : ”Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia,
menyuruh kepada yang ma'ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan
beriman kepada Allah...........” (QS. Ali Imran: 110)21
Kata ”ukhrijat” dalam ayat tersebut di tafsirkan dengan makna keluar untuk
mengadakan perjalanan (siyahah). Dan mereka juga berpedoman pada hadist nabi yang
berbunyi “Balligu ‘anni walau aayah…” (Sampaikan dariku walau satu ayat…).
Keluarga yang semestinya mendapatkan perhatian penuh dengan kasih sayang
yang di landasi cinta kasih dari seorang Suami, hanya menjadi bayangan semu bagi
mereka yang mempunya Bapak atau suami sebagai Aktivis Jama’ah Tabligh, kerena
Bapak atau suami mereka harus keluar rumah untuk berdakwah. Maka dari itu dalam
tulisan ini penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ”pelaksanaan
kewajiban suami-Istri dalam keluarga Aktivis Jama’ah Tabligh di Kecamatan
Pegantenan Kabupaten Pamekasan”.
B. Fokus Penelitian
19 Ibid.20 Hasil wawancara dengan salah satu Anggota Aktivis Jama’ah Tabligh, wawancara ini di lakukan melalui media Haendpoon.21 Al-Qur’an dan Terjemahannya.
8
Adapun Fokus Penelitian dalam penulisan ini merupakan tolak ukur untuk
melakukan penelitian lebih mendalam terkait judul di atas. Adapun Penulisan ini
terfokus pada beberapa permasalahan di abawah ini :
1. Bagaimana Pelaksanaan Kewajiban Suami-Istri dalam keluarga Aktivis Jama’ah
Tabligh di Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan ?
2. Bagaimana Respon Istri Aktivis Jama’ah Tabligh pada saat Suaminya
melakukan Khuruj ?
3. Solusi apa yang akan di lakukan dalam Pelaksanaan Kewajiban bagi suami-istri
dalam keluarga Jama’ah Tabligh ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini merupakan gambaran operasionalisasi penelitian masing-
masing masalah sebagaimana dirumuskan dalam fokus penelitian diatas, Adapun
tujuanya adalah :
1. Untuk mendiskripsikan tata cara Pelaksanaan kewajiban Suami-Istri dalam
keluarga Aktivis Jama’ah Tabligh ?
2. Untuk mengetahui respon istri apabila ditinggal suaminya di saat melakukan
khuruj.
3. Untuk mengetahui solusi yang dilakukan oleh pasangan suami-istri dalam
keluarga Aktivis Jama’ah Tabligh saat melaksanakan masing-masing
kewajibannya.
D. Kegunaan Penelitian
Kegiatan Penelitian ini di harapkan banyak memberikan khzanah keilmuan bagi
semua kalangan, khusunya pihak-pihak terkait yang meliputi antara lain :
1. Penelitian ini sangat diharapkan memberikan wawasan keilmuan bagi penulis
sendiri, hususnya di bidang Al-Akhwal Al-sakhsiyah, fiqih Munakahat, dan lebih
spesifik lagi di bidang pelaksanaan kewajiban suami-istri aktivis Jama’ah
tabligh.
2. Bagi Aktivis Jama’ah tabligh merupakan suatu sumbangan pengetahuan baru,
husunya dalam melaksanakan kewajiban terhadap keluarga yang ditinggalkan
selama melakukan huruj, keluarga merupakan amanat yang harus dijaga dan di
ayomi. Mereka wajib dipenuhi kebutuhannya, bagaimanpun juga tanggung
9
jawab sebagi seorang suami tidak akan pernah hilang jika status perkawinan
masih ada.
3. Bagi instansi STAIN pamekasan, penelitian ini akan menjikan sumabangan
dalam memperkaya wawasan keilmuan, hususnya dalam bidang pelaksanaan
tnggung jawab suami terhadap istri n begitu pula sebaliknya, dan juga penelitian
ini akan menjadi bahan acuan bagi mahasiswa STAIN untuk penelitian
berikutnya.
E. Definisi Istilah
Defisi istilah disini merupakan penegasan istilah beberapa kalimat yang terdapat
pada judul penelitian ini agar tidak terjadi multi tafsir dalam memahaminya.
1. Pelaksanaan
Pelaksanaan ini merupakan praktik atau pengaplikasian secara nyata terhadap
teks yang tersirat dan tersurat dalam sebuah teori.
2. Kewajiban Suami Istri
Kewajiban suami istri adalah kewajiaban kedua belah pihak yang harus di
tunaikan kepada masing-masing pasangannya agar mencapai ketenangan hati,
dan ketentrman sehingga kebahagiaan hidup berumah tangga menjadi sempurna.
3. Keluarga
Keluarga mempunyai beberapa arti diataranya adalah kaum kerabat, sanak
saudara, satuan kekerabatan dasar dalam suatu masyarakat. Keluarga juga bisa di
artikan bagian kecil dari masyarakat besar yang terdiri dari Bapak, ibu, dan
anak-anaknya22.
Keluarga juga bisa diartikan lembaga rumah tangga, dimana laki-laki dan
perempuan bertemu untuk saling melakukan aktivitas bersama. Lembaga ini
adalah perwujudan hak dan kewajiban seseorang.
4. Jama’ah Tabligh
Sekelompok jama’ah yang mempunyai misi untuk berdakwah dengan cara
khuruj (Keluar dari lingkungannya) untuk menyebarkan agama Allah, mereka
berdakwah keluar dari rumahnya meninggalkan keluarga, istri, anak, sanak
famili, dan kerabat yang lain, lamanya khuruj yang dilakukan oleh aktivis
Jama’ah Tabligh berbeda-beda, ada yang khuruj hanya satu minggu, empat
22 M. Dahlan Y al-barry dan L. Lya Sofyan Yaqub. Kamus Induk Istilah Ilmiah, seri intelektual, (Surabaya : Target Press, 2003), hl., 372.
10
puluh hari, setahun dan lain sebagainya, mereka tersebar ke seitap penjuru dunia,
bukan hanya di indonesia saja.
Jadi pengertian terhadap judul ”Pelaksanaan Kewajiban Suami Istri Pada
Keluarga Aktivis Jam’ah Tabligh ” adalah proses penunaian kewajiban suami terhadap
istri dalam keluarga aktivis Jama’ah tabligh, begitu juga sebaliknya. Tata cara
penunaian kewajiban kedua belah pihak yang jarang bertemu karena salah satu pihak
diantara mereka harus meninggalkan rumah dalam waktu yang tidak di ketahui,
khususnya di Kecamatan Pegantenan Kabupaten Pamekasan.
F. Kajian Pustaka
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada semua
mahluk-Nya, baik pada manusia, hewan maupun tumbuh-tumbuhan. Ia adalah suatu
cara yang dipilih oleh Allah SWT sebagai jalan bagi mahluk-Nya untuk berkembang
biak, dan melestarikan hidupnya.
Pernikahan akan berperan setelah masing-masing pasangan siap melakukan
peranannya yang positif dalam mewujudkan tujuan dan pernikahn itu sendiri. Allah
SWT berfirman sebagai berikut :
.......
Artinya : ” Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah
menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya Allah
menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah
memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang
banyak............” (Q.S. An-Nisa’ : 1)23
Allah SWT tidak menjadikan manusia seperti mahluk lainnya, yang hidup bebas
mengikuti nalurinya dan berhubungan antara jantan dan betina secara anatgik atau tidak
ada aturan. Akan tetapi, untuk menjaga kehormatan dan martabat manusia, maka Allah
mengadakan aturan sesuai dengan martabat tersebut, yaitu pernikahan.
Untuk bisa melakukan pernikahan Allah SWT melalui Rasulnya telah mengatur
hukum tersendiri dalam pernikahan, diantara hukum-hukum tersebut adalah adanya
akad.dalam pernikahan.
Akad nikah adalah kewajiban perkawianan, sekaligus penerimaan mereka
sebagai suami istri, untuk hidup bersama sebagai pasangan dan mitra berdampingan
yang menyatu dan terhimpun dalam suka dan duka. Oleh karena itu, islam memandang
23 Al-Qur’an dan terjemahannya.11
perkawinan sebagai suatu perjanjian yang kokoh dan kuat (mitsaqan ghalidzan), yang
seharusnya tidak mudah patah dan tidak gampang bubrah (berantakan), bahkan
sebaliknya, ikatan perkawinan seharusnya dapat menumbuhkan rasa tenang dan tentram
(sakinah) dalam kehidupan berkeluarga atau berumah tangga24.
Rumah tangga yang ideal digambarkan oleh Al-Qur’an sebagai rumah tangga
yang dihiasi oleh mawaddah warahmah, saling mengasihi dan saling menyayangi.
Dalam kehidupan keluarga antara suami istri mempunyai peran dan fungsi masing-
masing, keduanya mempunyai tanggung jawab dan kewajiban yang harus dipenuhi,
sehingga mengarungi rumah tangga tidak mudah untuk mengambil keputusan sepihak.
1. KEWAJIBAN SUAMI ISTRI
A. Pengertian Kewajiban Dalam Rumah Tangga
Pada dasarnya sebuah kewajiaban bukan hanya terdapat dalam pernikahan
antara suami dan istri saja, akan tetapi kewajiban juga terdapat dalam beberapa ibadah
yang sudah termaktub dalam Al-Qur’an dan hadits, seperti Shalat, Puasa, Zakat, dan
Haji bagi yang mampu. Kata ”Kewajiban” berasal dari kata wajib yang diberi imbuhan
”ke” dan ”an”, dalam Kamus besar bahasa Indonesia kewajiban adalah sesuatu yang
harus dikerjakan, sesuatu yang harus dilaksanakan, sesuatu yang berkenaan dengan
tugas atau pekerjaan25. Dalam bahasa Arab wajib bersal dari kata وجب. Definisi wajib
menurut berbagai kitab fiqih adalah sebagai berikut :
عقابا ينال تركه واذا ثوابا ينال المكلف فاذافعله
Artinya : “Apabila dikerjakan oleh orang mukallaf26 maka akan mendapatkan
pahala, dan apabila ditinggalkan akan mendapatkan siksa”27.
wajib bisa juga disebut sebagai fardhu, sedangkan fardhu itu sendiri mempunyai
dua bagian, pertama, Fardhu ‘ain ( عين .(فرض Kedua, Fardhu Kifaya ( كفيا .(فرض
Fardhu ‘ain ( عين : adalah (فرض
والصيام كالصالة مكلف كل على فعله الواجب
Artinya : “Sesuatu yang wajib dikerjakan oleh setiap orang mukallaf, seperti
shlat Fardhu, dan Puasa28”.
Adapun Fardhu Kifaya ( كفيا : adakah (فرض
24 FK-3 Kembang staman Perkawinan, hlm., 6.25 Umi Kulsum dan Windy Novia, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Surabaya : Yashiko Press,2006), hlm., 693. 26 Mukallaf adalah orang islam baik laki-laki maupun perempuan yang sudah Baligh dan berakal (tidak gila).27 Umar Abdul Jabbar, Mubadiul fiqhiyyah ‘ala madzhabi imam as-Syafi’I. Juz 2, (Surabaya : sumber ilmu,tt), hlm., 4.28 Ibid.
12
الجنازة كصالة الباقين عن سقط واحد فعله واذا المكلفين جميع على فعله الواجب
Artinya : “Sesuatu yang wajib dilakukan oleh semua orang Mukallaf, dan
apabila ada salah seorang yang mengerjakan diantara mereka, maka
lepaslah tanggungan orang yang lain seperti shalat Janazah29”.
Sedangkan pengertian wajib dalam Ilmu tauhid adalah sesuatu yang dapat
diterima akal fikiran, seperti adanya Tuhan yang wajib ada, Tuhan wajib mendengar,
melihat, dan lain sebagainya. Pembagian Wajib dalam ilmu tauhidpun dibagi dua
bagian. Pertama. Wajib Nadzhari, yaitu mengambil suatu kesimpulan dengan cara
difikirkan secara baik dan hati-hati terlebih dahulu. Kedua, Wajib Daruri, yaitu
mengambil suatu kesimpulan dengan mudah tanpa harus mengerahkan banyak fikiran,
seperti 1 x 1 = 2, 2 x 2 = 4, dan lain sebagainya30.
Adapun kewajiban suami istri adalah kewajiban bersama yang harus
dilaksanakan dan di hormati oleh masing-masing pasangan agar kewajiban masing-
masing pasangan tersebut bisa ditunaikan, dan tujuan pernikahan yang sudah
ditargetkan al-Qur’an bisa tercapai. Pada dasarnya didalam islam laki-laki dan
perempuan mempunyai derajat yang sama, hal ini di firmankan Allah dalam al-Qur’an :
Artinya : “Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun
perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami
berikan kepadanya kehidupan yang baik[839] dan Sesungguhnya
akan kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih
baik dari apa yang Telah mereka kerjakan” (Q.S. An-Nahl : 97)31.
Dalam rumah tangga, keluarga ibarat sebuah batu-batu bangunan suatu bangsa,
yang terbentuk dari sekumpulan keluarga dimana satu dengan yang lainnya saling
menopang dan berhungan erat32. Yang menjadikan erat hubungan tersebut adalah akad
yang sudah diikrarkan antara mempelai laki-laki dengan orang tua mempelai perempuan
(peralihan tanggung jawab sekaligus peralihan hukum dari haram menjadi halal),
tanggung jawab dan kewajiban-kewajiban yang dipikul bersama dalam keluarga yang
dibina.
29 Ibid.30 Dja’far Sabran, Risalah Tauhid, (Tanggerang : LekDis Nusantar, 2006), hlm.,5.
31 Al-Qur’an dan terjemahannya.32 Mawardi Noor dkk, Garis-garis Besar Syari’at Islam, (Jakarta : Khairul Bayan, 2002), hlm., 7.
13
B. Kewajiban Suami Terhadap Istri
Suami sebagai pemimpin dalam rumah tangga mempunya beberapa kewajiban
kepada istrinya, kewajiban tersebut merupakan tanggung jawab yang harus di
laksanakan, karena kewajiban suami merupakan hak yang harus didapatkan oleh istri.
Adapun kewajiban suami terhadap istri mencakup keajiban materi berupa kebendaan
dan kewajiban nonmeteri yang bukan berupa kebendaan33.
1. kewajiaban materi berupa kebendaan.
Sesuai dengan pengahasilannya, suami mempunyai kewajiban kepada istri :
a. Memberi Nafkah,
Nafkah berarti mengeluarkan biaya. Ini menjadi kewajiban, karena tiga
hal : karena hubungan keluarga, karena pemilikan (hamba sahaya), dan
karena perkawinan34.
Dalam keluarga, memberikan nafkah kepada istri merupakan kewajiban
pokok suami sebagai kepala rumah tangga. Sedangkan bagi istri, pemberian
itu adalah hak yang mesti diterima.
Secara etimologis Kata nafkah berasal dari kata anfaka انفق , Al-Infaq
, االنفاق yang artinya mengeluarkan. Sedangkan secara terminologis
nafakah adalah memenuhi semua kebutuhan dan keperluan hidup istri
meliputi: makanan, pakaian, tempat tinggal, perabotan, pelayanan, biaya
rumah tangga, termasuk juga biaya pendidikan anak35.
Nafkah wajib dikeluarkan suami untuk istrinya sebagai imbalan atas
kekhususan diri istrinya untuk suami, sesuai dengan hukum akad yang sah.
Di dalam Al-Qur’an Allah berfirman tentang wajibnya memberikan nafkah
dalam beberapa surat, diantaranya adalah :
Artinya : “……dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada
para ibu dengan cara yang makruf……… ” (Al-Baqarah : 233)36
33 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, hlm., 162.34 A. Mujib Mahalli, Menikahlah, engku menjadi kaya; kado pernikahan untuk pasangan muda, (Yokyakarta : Mitra pustaka, 2003), hlm., 555.35 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, hlm., 16236 Al-Qur’an dan terjemahannya
14
Artinya : ”Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut
kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezkinya hendaklah
memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah
kepadanya…….” (Q.S. At-Talaq : 7)37
Rasulullah juga bersabda dalam haditsnya tentang kewajiban
memberikan nafkah kepada keluarga
والتضربوهن تكتسون مما واكسوهن كلون تأ مما اطعموهن
Artinya : “(Wahai kaum lelaki), berilah mereka (kaum perempuam)
makanan sesuai dengan yang kalian makan dan beri mereka
pakaian dari penghasilan yang kalian dapatkan. Kalian jangan
memukul dan menghina mereka”
Kewajiban suami untuk memberi nafkah kepada istrinya juga merupakan
hal yang adil dan masuk akal, karena sang istri menghususkan dirinya untuk
suami serta kehidupan rumah tangganya.
Beberapa ulama’ telah memberikan perincian hal-hal penting yang harus
diberikan sebagai nafkah. Hal-hal tersebut dapat disesuaikan dengan
kebutuhan masa kini agar selaras dengan keadaan negeri dan standar
kehidupan mereka.
Suami wajib menyediakan kebutuhan bagi keluarganya, apabila ia tidak
mampu membelanjai keluarganya atau jika pendapatannya terlalu rendah
untuk memenuhi standar hidup yang layak, istri berkeinginan, maka
keduanya boleh bekerja untuk menambah penghasilan. Walaupun demikian :
1) Suami berhak untuk membatasi dan mengahiri pekerjaan istrinya
bilamana perlu.
2) Suami berhak melarang pekerjaan yang dirasanya akan
menjerumuskan istrinya pada kejahatan, kesesatan, atau penghinaan.
3) Istri berhak berhenti dari pekerjaanya kapan saja.
4) Setiap pendapatan yang diperoleh istri adalah milik keluarga bukan
milik pribadi istri38.
Seorang istri berhak menerima nafkah dari suaminya, apabila memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
Dalam ikatan perkawinan yang sah
Menyerahkan dirinya kepada suaminya
37 Ibid.38 A Rahman I Doi, Karakteristik Hukum Islam & Perkawinan. (Jakarta : Sriguting, 1996), hlm., 371.
15
Suaminya dapat menikmati dirinya
Tidak menolak apabila diajak pindah tempat yang dikehendaki
suaminya. Kecuali suami bermaksud merugikan istri dengan
membawa membawanya pindah, atau membahayakan keselamatan
diri dan hartanya.
Kedaunya saling dapat menikmati39.
Suami juga tidak wajib memberikan nafkah kepada istrinya untuk hal-hal
berikut :
Bila dia keluar rumah dan pergi ketempat lain tanpa persetujuan
suami atau tanpa alasan yang dibenarkan agama.
Bila istri bepergian tanpa izin suami.
Bila istri ihram tanpa persetujuan suami.
Bila istri menolak bersetubuh dengan suaminya.
Bila istri dipenjara karena melakukan tindak pidana.
Bila suaminya meninggal dan istrinya menjadi janda. Dan si istri
berhak mewarisi harta peninggalan suaminya sesuai dengan haknya40.
b. Memberikan tempat tinggal.
Selain memberikan nafkah kepada istri dan keluargnya, suami juga wajb
memberikan tempat tinggal yang syar’i (rumah pribadi) untuk istrinya. Allah
berfirman alam Al-Qur’an :
Artinya : “ Tempatkanlah mereka (para isteri) di mana kamu bertempat tinggal
menurut kemampuanmu……..” (A-Talaq : 6)41
Suami wajib menyediakan tempat tinggal untuk istrinya baik usia istrinya
masih muda (anak kecil), sudah dewasa, masih memiliki orang tua atau sudah
yatim, kaya atau miskin, butuh dibangunkan rumah atau tidak, durhaka ataupun
tidak durhaka, merdeka ataupun budak42.
Apabila suami belum menyediakan tempat tinggal istrinya, maka hakim
memutuskannya untuk memberikan uang sewa tempat tinggal jika sang istri
memintanya. Hakim aharus memperhatikan ekonomi suami dan harga pasaran
rumah kontrakan43.39 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, hlm., 166.40 A Rahman I Doi, Karakteristik Hukum Isla, hlm., 370.41 Al-Qur’an dan terjemahannya.42 Abu Abdillah Musthfa bin Al-‘Adawi, Ahkam an Nikah wa Az Zifat terj. Tanya Janya Jawab Masalah Nikah dari A sampai Z. (Jokjakarta : Media Hidayah, 2005), hlm., 188.43 Abdul Majid Mahmud Mathlub, Panduan Hukum Keluarga, hlm., 272.
16
Tempat tinggal yang diberikan suami tidak sesuai denag syari’at bila tidak
mencukupi hal-hal beriku :
1) Sesuai dengan keadaan ekonomi suami, baik rumah tersebut berupa
Villa, rumah susun atau mess.
2) Lengkap dengan perabotan penting yang dibutuhkan keluarga. Hal ini
juga harus memperhatikan ekonomi suami dan status sosialnya.
3) Tempat tinggal tersebut tidak campur dengan keluarga kedua suami istri,
kecuali anak suami yang belum mumayyiz. Hal ini dimaksudkan agar
sang istri mendapatkan kebebasan penuh.
4) Berada dilingkungan keluarga yang baik, sehingga aman dari gangguan
luar terhadap jiwa dan harta benda44.
Jadi, pemberian nafkah dan tempat tinggal, merupakan nafkah yang berbentuk
meteri kebendaan. Termasuk meteri kebendaan lainnya adalah baju atau sering disebut
denga kiswah. Semua itu merupakan kewajiban suami untuk memberikannya kepada
istri demi tercapainya tujuan pernikahan.
2. Kewajiban non materi yang bukan berupa kebendaan
Berdasarkan kewajiban suami terhadap istri yang buka berupa kebendaan antara
lain adalah :
1. Berlaku sopan kepada istri, menghormatinya serta memperlakukannya
dengan baik. Allah SWT berfirman :
Artinya : “……dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian
bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah)
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Q.S. An-Nisa’ :
19).
Artinya : “…. dan mereka mempunyai hak yang seimbang dengan
kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. akan tetapi para
44 Ibid.17
suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada
isterinya……” (Q.S. Al-Baqarah : 228)
2. Memberi Perhatian penuh kepada Istri.
Kebahagiaan istri tidak hanya terletak pada pemberian nafkah
yang melimpah, tetapi da hall aim yang lebih penting dalam menciptakan
kebahagiaan dalam rumah tangga, yaitu memberikan perhatian penuh
kepada istri, sehingga komunikasi antara suami dan istri dapat
menambah rasa kasih dan saying sekaligus selalu tercipta keharmonisan
dalam rumah tangga.
3. Setia kepada istri sehingga menjaga kesucian nikah dimana saja berada.
Diantara menjaga kesucian nikah adalah sama-sama menjaga
rahasia suami istri, tidak menceritakan hal-hal buruk yang terjadi dalam
keluarganya kepada orang lain, sehingga antara suami dan istri sama-sam
saling mempercayai satu sama lain. Menyebarkan rahasia menimbulkan
dampak yang sangat negatif bagi pasangan suami istri, dapat
menghancurkan bangunan rumah tangga yang kokoh, lantara suami istri
tidak ada rasa percaya lagi.
4. Berusaha mempertinggi keimanan, ibadah dan kecerdasan hati.
5. Membimbing istri sebaik-baiknya
Suami sebagai kepala rumah tangga harus bisa menuntun istrinya ke
jalan yang lurus. Seorang perempuan ibarat tulang rusuk yang bengko,
sehingga mudah patah, maka untuk meluruskannya dibutuhkan
kesabaran, ketelatenan dari seorang suami.
6. Memberikan kemerdekaan kepada istri untuk berbuat, bergaul ditengah-
tengah masyarakat, Selama tidak melanggar aturan syari’at islam.
7. Memaafkan sekaligus menerima kekurangan istri, karena tidak ada
manusia yang dilahirkan dalam keadaan sempurna, baik secara dhahir
maupun bathin.
8. Tidak memaksa kerja keras dalam urusan rumah tangga, karena kekuatan
tenag perempuan dan laki-laki berbeda, Allah menciptakan perempuan
dalam keadaan lemah lembut, berbeda dengan laki-laki.
9. Melindungi istri dan memberikan keperluan hidup rumah tangga sesuai
dengan kemampuannya.
10. Bersenggama.
18
Bersenggama merupakan nafkah bathin yang harus diberikan oleh
seorang suami. Karena memenui kebutuhan biologis, melindungi dan
membagi kebahagiaan adalah bagian dari kewajiban yang harus
dilaksanakan. Jumhur ulama’ sepakat bahwa bersenggama hukumnya
wajib selama tidak ada udzur syar’i45.
Kompilasi Hukum islam (KHI) menjelaskan secara rinci tentang kewajiban suami
terhadap istri salam pasal 80 sebagai berikut :
1. Suami adalah Pembimbing terdap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai urusan hal-hal rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri bersama.
2. Suami wajibmelindungi istrinya dan memberikan segla sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuan-nya
3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermamfaat bagi agama, nusa, dan bngsa.
4. Sesuai denagn penghasilannya suami menanggung :a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi istri.b. Biaya rumah tangga, biaya pearawatan dan biaya pengobatan bagi istri
dan anakc. Biaya pendidikan bagi anak.
5. kewajiban suami terhadap istrinya seperti tersebut pada ayat (4) hurus a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tahkim sempurna dari istrinya.
6. Istri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat (4) huruf a dan b.
7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat (5) gugur apabila istri nusyuz46
Pasal 81 KHI menjelaskan tentang tempat kediaman.
1. Suami wajib menyediakan tempat kediaman bagi istri dan anak-anaknya, atau bekas istri yang masih dalam ‘iddah.
2. Tempat kediaman adalah tempat tinggal yng layak untuk istri selama dalam ikatan perkawinan, atau dalam iddah talak atau iddah wafat.
3. Tempat kediaman disediakan untuk melindungi istri dan anak-anaknya dari ganggun pihak lain, sehingga mereka merasa aman dan tenteram. Tempat kediaman juga berfungsi sebagai penyimpanan harta kekayaan. Sebagai tempat menata dan mengatur alat-alat rumah tangga.
4. Suami wajib melengkapi tempat kediaman sesuai dengan kemampuannya serta disesuaikan dengan keadaan lingkungan tempat tinggalnya, baik berupa alat perlengkapan rumah tangga maupun sarana penunjang lainnya47.
Perspektif fikih dan KHI diatas tentang kewajiaban suami terhadap istri merupakan
sebuah kewajiban yang harus ditunaikan sesuai dengan aturan yang berlaku, jadi jelas
bahwa suami merupakan pemimpin bagi istri dalam rumah tangga yang diembannya.
45 A. Mujib Mahalli, Menikahlah, engkau menjadi kaya, hlm., 264.46 Kompilasi Hukum Islam, hlm., 28.47 Ibid.
19
C. Kewajiban Istri Terhadap Suami
Di antara beberapa kewajiban istri terhadap suami adalah sebagai berikut :
1. Taat dan patuh kepada suami.
2. Pandai Mengambil hati suami melalui makanan dan minuman
3. Mengatur Rumah Dengan Baik
4. Menghormati Keluarga suami
5. Bersikap sopan, penuh senyum kepada suami
6. Tidak mempersulit suami, dan selalu memberi semangat pada suami
7. Ridha dan bersyukur terhadap pemberian suami
8. Selalu berhemat dan suka menabung
9. Selalu berhias, bersolek untuk atau dihadapan suami
10. jangan selalu cemburu buta.48
Ketaatan seorang istri terhadap suami dimungkinkan sejauh dalam kerangka
ketaatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi jika suami melakukan kemaksiatan
terhadap Allah dan Rasul-Nya, maka tidak berhak lagi untuk ditaati. Dengan dimikian,
ketaatan seperti ini berlaku juga pada suami terhadap istri. Rasulullah SAW bersabda :
الخالق معصية في لمخلوق الطاعة
Artinya : “Tidak ada ketaatan terhadap seorang manusia untuk melakukan
kemaksiatan kepada Allah”
Seorang muslimah yang salehah adalah yang bersikap baik kepada suaminya dan
selalu mentaatinya setelah ketaatannya kepada Allah dan Rasulullah SAW, wanita
seperti ini pantas untuk dipuji dan menjadikan sebagai wanita ideal yang harus dipilih
oleh lelaki49.
Dalam KHI kewajiban istri disebutkan dalam pasal 83 sebagai berikut :
1. kewajiban utama bagi seorang istri ialah berbakti lahir dan batin kepada suami didalam batas-batas yang dibenarkan oleh hukum islam.
2. Istri menyelenggarakan dan mengatur keperluan rumah tangga sehari-hari dengan sebaik-baiknya50.
D. Kewajiban Bersama Suami Istri
Dalam keluarga lengkap, pemimpin tertinggi adalah suami istilah
manajemennya dinamakan top manager. Kemudian pemimpin kedua adalah isteri yang
dapat disebut middle manager atau sekaligus lower manager. Dan aplikasinya cukuplah
dengan pembagian tugas. Suami sebagai kepala keluarga (yang memimpin isterinya)
48 Slamet Abidin dan Aminuddin, Fiqih Munakahat 1, hlm., 172.49 Dr. ‘Aidh al-Qarni, Menjadi Wanita Paling Bahagia, (Jakarta : Qisthi Press, 2007), hlm.,95.50 Kompilasi Hukum Islam, hlm., 30.
20
dan isteri sebagai ibu rumah tangga51. Apabila pembagian tugas dalam keluarga tersebut
berjalan dengan baik, hak dan kewajiban masing-masing pasangan terpenuhi, maka
untuk mewujudkan keluarga sakinah, mawaddah, warahmah akan benar-benar tercapai.
Kewajiban bersama antara suami dan istri termaktub dalam firman Allah sebagai
berikut :
Artinya : “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai
wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan
mereka Karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang
Telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan
pekerjaan keji yang nyata. dan bergaullah dengan mereka secara
patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka
bersabarlah) Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu,
padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak” (Q.S.
An-Nisa’ : 19)52
Ayat tersebut merupakan petunjuk yang bersifat umum dalam pergaulan antara
suami dan istri, agar diantara merka dapat bergaul secara makruh (baik). Pergaulan
tersebut bukan saja meliputi aspek fisik, tetapi juga aspek psikis atau perasaan, dan
aspek ekonomi yang menjadi penyangga tegaknya bahtera rumah tangga53.
Dalam keluarga, banyak sekali kewajiban bersama suami dan istri yang harus
dilaksanakan, antara lain ialah :
1. Hadhanah.
Hadanah adalah mendidik dan Merawat Anak. Yang dimaksud dengan
perkataan ”mendidik” disini ialah menjaga, memimpin dan mengatur segala
hal anak-anak yang belum dapat menjaga dan mengatur dirinya sendiri. Selain
itu, suami dan istri juga bertanggungjawab dalam hal pendidikan anak,
terutama dalam hal agama. Apabila tidak mampu dididik sendiri, maka
51 Arda Dinata, Manajemen Kepemimpinan dalam Rumah Tangga, http://sigitwahyu.net . Diakses tanggal 12 Januari 2010.52 Al-Qur’an dan terjemahannya.53 Ach. Rofiq, Hukum Islam di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,2003), hlm., 182.
21
diserahkan kepada lembaga sekolah ataupun pondok pesantren. Yang jelas,
tanggung jawab pendidikan anak, menjadi tanggung jawab orang tua.
Rasulullah bersabda :
NلO ودP ك OQQلRوSم Oد SQQولO ةU، عSلSى ي Sر RQQطUلفR SوSاُهO ا بS أ SQQف Uه UQQانSدWوSَهO وR ي
S أ
UهU ان Sر WQQصS Oن وR يS UهU أ ان SQQسWجSمO أبي عن البخQQاري ]رواُه... ي
[هريرة
Artinya: “Setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah. Ibu-bapaknyalah yang
menjadikan anak-anak itu menjadi Yahudi atau Nasrani atau
Majusi.” [HR. al-Bukhari dari Abu Hurairah]
Setiap amanah Allah harus dijaga dan dipelihara sedemikian rupa sesuai
dengan ajaran Islam, sebagai sebuah kewajiban kepada kedua orang tua.
Demikian pula terhadap pendidikan anak menjadi tanggung jawab kedua orang
tua, sebagaimana tersirat dalam firman Allah :
Artinya : ”.......dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya,
sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil". (Q.S.
Al Isra’ : 24)54
Oleh karena itu, suami dan istri mempunyai kewajiban yang sama dalam
pengasuhan dan pendidikan anak sebagai amanah Allah yang diberikan kepada
mereka berdua. Apabila dua orang bercerai sedangkan keduanya mempunyai
anak yang belum mumayyiz, maka istrilah yang lebih berhak untuk mendidik
dan merawat anak itu hingga ia mengerti akan kemaslahatan dirinya.
2. Saling menutupi kekurangan masing-masing
Suami istri hendaknya saling menutupi kekurangan satu sama lain.
Semua yang menjadi rahasia keduanya, hendaknya saling ditutupi dan digaja.
Tidak boleh menmbicarakan kejelekan suami / istri kepada tetangga ataupun
masyarakat55.
Berdasarkan hadis yang diriwayatkan imam muslim, yang artinya :
54 Al-Qur’an an Terjemahannya.
55 Ahmad Naufa Khoirul Faizun, Hak Dan Kewajiban Suami Dan Istri Dalam Keluarga. http://ahmadnaufa.wordpress.com. Diaksesk tanggal 10 Januari 2011.
22
“ Dari abi sa’id al-Khudri ra., bahwasanya Rasulullah saw bersabda: bahwa
sejelek-jelek tempat manusia dihadapan Allah besok di yaumil qiyamah
adalah suami yang menggauli istrinya dan istrinya pun melayani suaminya
lalu suami tersebut membeberkan rahasia (kejelekan-kejelekan) istrinya.”
(HR Muslim)
3. Saling mencintai, menghormati, setia dan saling Bantu lahir dan bathin satu
sama lain.
4. Memiliki tempat tinggal tetap yang ditentukan kedua belah pihak.
5. Menegakkan rumah tangga.
6. Melakukan musyawarah dalam menyelesaikan problema rumah tangga tanpa
emosi.
7. Menerima kelebihan dan kekurangan pasangan dengan ikhlas.
8. Menghormati keluarga dari kedua belah pihak baik yang tua maupun yang
muda.
9. Saling setia dan pengertian.
10. Tidak menyebarkan rahasia / aib keluarga.
Sedangkan dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) masalah kewajiban suami istri
diatur dalam pasal 77 yang berbunyi sebagai berikut ;
1. Suami istri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2. Suami Istri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahir batin yang satu kepada yang lain.
3. Suami istri memikul kewajiban untuk mengasuh dan memlihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan jasmani, maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya.
4. Suami istri wajib memlihara kehormatannya.5. Jika suami atau istri melalikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan
gugatan kepada Pengadilan Agama.Dalam pasal 78 KHI juga menjelaskan bahwa :
1. Suami istri harus mempuyai tempat kediaman yang tetap.2. Rumah kediaman yang dimaksud dalam ayat (1), ditentukan oleh suami istri
bersama.
Kedukan suami istri dalam keluarga di jabarkan dalam pasal 79 KHI yang
berbunyi sebagi berikut :
1. Suami adalah kepala keluarga, dan istri ibu rumah tangga.2. Hak dan kedudukan istri adalah seimbang dengan hak dan kedudukan suami
dalam kehidupan rumah tangga dan pergaulan hidup bersama dengan masyarakat.
23
3. masing-masing pihak berhak untuk melakukan perbuatan hukum56.
Jadi, dalam kehidupan rumah tangga antara suami dan istri sama-sama
mempunyai kewajiban dan kedudukan yang sama, sehingga bila kewajiban dan
kedudukan itu sama-sama di lakukan, dan dihormati. Maka untuk membentuk keluarga
yang sakinah, mawadah dan warahmah benar-benar akan tercapai dan ini adalah
harapan bersama semua keluarga.
2. JAMA’AH TABLIGH
A. Profil Pendiri Jama’ah Tabligh
Pendiri jama'ah Tabligh ini adalah Muhammad Ilyas al-Kandahlawy lahir pada
tahun 1303 H (1886) di desa Kandahlah di kawasan Muzhafar Nagar, Utara Pradesh,
India. Ayahnya bernama Syaikh Ismail dan Ibunya bernama Shafiyah al-Hafidzah.
Keluarga Maulana Muhammad Ilyas terkenal sebagai gudang ilmu agama dan memiliki
sifat wara'. Saudaranya antara lain Maulana Muhammad yang tertua, dan Maulana
Muhammad Yahya. Sementara Maulana Muhammad Ilyas adalah anak ketiga dari tiga
bersaudara ini.
Maulana Muhammad Ilyas pertama kali belajar agama pada kakeknya Syeikh
Muhammad Yahya, beliau adalah seorang guru agama pada madrasah di kota
kelahirannya. Kakeknya ini adalah seorang penganut madzhab Hanafi dan teman dari
seorang ulama, sekaligus penulis Islam terkenal, Syeikh Abul Hasan Al-Hasani An-
Nadwi yang menjabat sebagai seorang direktur pada lembaga Dar Al-'Ulum di
Lucknow, India. Sedangkan ayahnya, yaitu Syaikh Muhammad Ismail ada1ah seorang
ruhaniawan besar yang suka menjalani hidup dengan ber'uzlah, berkhalwat dan
beribadah, membaca al-Quran dan melayani para musafir yang datang dan pergi serta
mengajarkan a1-Quran dan ilmu-ilmu agama.
Syaikh Muhammad Ismail selalu mengamalkan doa ma'tsur dari Hadits untuk
waktu dan keadaan yang berlainan. Perangainya menyukai kedamaian dan keselamatan
serta bergaul dengan manusia dengan penuh kasih sayang dan kelembutan, tidak
seorang pun meragukan dirinya. Bahkan beliau menjadi tumpuan kepercayaan para
ulama sehingga mampu membimbing berbagai tingkat kaum Muslimin yang terhalang
oleh perselisihan di antara mereka.
Adapun ibunda Muhammad Ilyas, yaitu Shafiyah al-Hafidzah adalah seoarang
hafidzah a1-Quran. Istri kedua dari Syaikh Muhammad Ismail ini selalu
56 Kompilasi Hukum Islam, hlm., 28.24
mengkhatamkan al-Quran, bahkan sambil bekerja pun mulutnya senantiasa bergerak
membaca ayar-ayat al-Quran yang sedang ia hafal.
Maulana Muhammad Ilyas sendiri mulai mengenal pendidikan pada sekolah
Ibtidaiyah (dasar). Sejak saat itulah ia mulai menghafal al-Quran, hal ini disebabkan
pula oleh tradisi yang ada dalam keluarga Syaikh Muhammad Ismail yang kebanyakan
dari mereka adalah hafidzh al-Qur'an.
Pada suatu ketika saudara tengahnya, yakni Maulana Muhammad Yahya pergi
belajar kepada seorang alim besar dan pembaharu yang ternama yakni Syaikh Rasyid
Ahmad al-Gangohi, di desa Gangoh, kawasan Saranpur, Utar Pradesh, India. Maulana
Muhammad Yahya belajar membersihkan diri dan menyerap ilmu dengan bimbingan
Syaikh Rasyid. Hal ini pula yang membuat Maulana Muhammad Ilyas tertarik untuk
belajar pada Syaikh Rasyid sebagaimana kakaknya.
Akhirnya Maulana I1yas memutuskan untuk belajar agama menyertai kakaknya
di Gangoh. Akan tetapi selama tinggal dan belajar di sana, Maulana Ilyas selalu
menderita sakit. Sakit ini ditanggungnya selama bertahun-tahun lamanya, tabib Ustadz
Mahmud Ahmad putra dari Syaikh Gangohi sendiri telah memberikan pengobatan dan
perawatan kepadanya.
Sakit yang dideritanya menyebabkan kegiatan belajarnya menurun, akan tetapi
dia tidak berputus asa. Banyak yang menyarankan agar ia berhenti belajar untuk
sementara waktu, ia menjawab, "Apa gunanya aku hidup jika dalam kebodohan".
Dengan ijin Allah swt., Maulana pun menyelesaikan pelajaran Hadits Syarif, Jami'at
Tirmidzi dan Shahih Bukhari. Kemudian dalam tempo waktu empat bulan dia sudah
menyelesaikan Kutubus Sittah. Tubuhnya yang kurus dan sering terjangkit penyakit
semakin membuatnya bersemangat dalam menuntut ilmu, begitu pula kerisauannya
yang bertambah besar terhadap keadaan umat yang jauh dari syariat Islam.
Ketika Syaikh Gangohi wafat pada tahun 1323 H, Muhammad Ilyas baru
berumur dua puluh lima tahun dan merasa sangat kehilangan guru yang paling
dihormati. Hal ini membuatnya semakin taat beribadah pada Allah. Dia menjadi
pendiam dan hanya mengerjakan ibadah, dzikir, dan banyak mengerjakan amal-amal
infiradi.
Pada sekitar bulan Ju1i 1944 Maulana menderita penyakit yang cukup akut. Dia
hanya bisa berbaring di tempat tidur dengan ditemani para pembantu dan muridnya.
Akhirnya, pada tanggal 13 Ju1i 1944, Maulana telah siap nntuk menempuh
perjalanannya yang terakhir. Ia bertanya kepada salah seorang yang hadir, "Apakah
besok hari Kamis?", yang di sekelilingnya menjawab, "Benar!". Kemudian ia berkata
25
1agi, "Periksalah pakaianku, apakah ada najisnya atau tidak!". Orang-orang yang berada
di sekelilingnya berkata bahwa pakaian yang dikenakannya masih dalam keadaan suci.
Lantas Muhammad Ilyas turun dari dipan untuk berwudlu dan mengerjakan shalat Isya'
dengan berjama'ah. Maulana berpesan kepada orang-orang agar memperbanyak dzikir
dan doa pada malam itu. Dia berkata, "Yang ada di sekelilingku ini pada hari ini
hendaklah menjadi orang-orang yang dapat membedakan antara perbuatan setan dan
perbuatan malaikat Allah". Pada pukul 24.00 Maulana pingsan dan sangat gelisah,
dokter segera dipanggil dan obat pun segera diberikan, kata-kata Allahu Akbar terus
terdengar dari mulutnya. Ketika malam telah menjelang pagi, dia mencari putranya
yang bernama Maulana Muhammad Yusuf dan Maulana Ikromul Hasan. Ketika
dipertemukan dia berkata, "Kemarilah kalian, aku ingin memeluk, tidak ada lagi waktu
setelah ini, sesungguhnya aku akan pergi". Akhirnya Maulana menghembuskan nafas
terakhirnya, dia pulang ke rahmatullah sebelum adzan Subuh.
Dia tidak banyak meninggalkan karya-karya tulisan tentang kerisauannya akan
keadaan umat. Buah pikirannya dituangkan dalam lembar-lembar kertas surat yang
dihimpun oleh Maulana Manzoor Nu'mani dengan judul Aur Un Ki Deeni Dawat yang
ditujukan kepada para ulama dan seluruh umat Islam yang mengambil usaha dakwah
dalam Jama'ah Tabligh. Karyanya yang paling nyata adalah bahwa dia telah
meninggalkan kerisauan dan ide-ide bagi umat Islam hari ini serta metode kerja dakwah
yang telah menyebar ke seluruh pelosok dunia.
B. Latar Belakang Berdirinya Jama’ah Tabligh
Karena semangat yang tinggi untuk memajukan agama, Maulana Ilyas
kemudian mendirikan maktab di Mewat, tetapi kondisi geografis yang agraris
menyebabkan masyarakatnya lebih menyukai anak-anak mereka pergi ke kebun atau ke
sawah dari pada ke madrasah atau maktab untuk belajar agama, membaca atau menulis.
Dengan demikian Maulana Ilyas dengan terpaksa meminta orang Mewat untuk
menyiapkan anak-anak mereka belajar dengan pembiayaan yang ditanggung oleh
Maulana sendiri. Besarnya pengorbanan Maulana untuk memajukan pendidikan agama
bagi masyarakat Mewat tidak mendapatkan perhatian. Bahkan mereka enggan menuntut
ilmu, mereka lebih senang hidup dalam kondisi yang sudah mereka jalani selama
bertahun-tahun turun temurun.
Maulana melihat bahwa kebodohan, kegelapan dan sekularisme yang melanda
negerinya sangat berpengaruh terhadap madrasah-madrasah. Para murid tidak mampu
menjunjung nilai-nilai agama sebagaimana mestinya, sehingga gelombang kebodohan
26
semakin melanda bagaikan gelombang lautan yang melaju deras sampai ratusan mil
membawa mereka hanyut. Namun tetap saja masyarakat masih belum memiliki spirit
keagamaan. Interest mereka tidak terlalu besar untuk mengirimkan anak-anak mereka
untuk belajar ilmu di madrasah. Faktor utama dari semua ini adalah ketidaktahuan
mereka terhadap pentingnya ilmu agama, mereka pun kurang menghargai para alumnus
madrasah yang telah memberikan penerangan dan dakwah. Orang Mewat tidak bersedia
mendengarkan apalagi mengikutinya. Kesimpulannya bahwa madrasah-madrasah yang
ada itu tidak mampu mengubah warna dan gaya hidup masyarakat.
Kondisi Mewat yang sangat miskin pengetahuan itu semakin menambah
kerisauan Maulana Ilyas akan keadaan umat Islam terutama masyarakat Mewat.
Kunjungan-kunjungan diadakan bahkan madrasah-madrasah banyak didirikan, tetapi hal
itu belum bisa menjadi solusi terbaik untuk mengatasi problem yang dihadapi
masyarakat Mewat. Kondisi buruk yang terus berlarut ini akhirnya menjadi inspirasi
bagi Muhammad Ilyas untuk mengirimkan delegasi Jama'ah Dakwah ke Mewat. Pada
tahun 1351 H /1931 M, Maulana menunaikan haji yang ketiga ke tanah suci Makkah.
Kesempatan tersebut ia pergunakan untuk menemui tokoh-tokoh India yang ada di Arab
guna mempromosikan usaha dakwah, dengan harapan agar usaha ini dapat terus
dijalankan di tanah Arab.
Keinginannya yang besar menyebabkan ia berkesempatan menemui Sultan Ibnu
Sa'ud yang menjadi raja tanah Arab untuk mempromosikan usaha dakwah yang
dibawanya. Selama berada di Makkah, Jama'ah ini melakukan banyak aktifitas
pergerakan secara intensif, setiap hari sejak pagi sampai petang, usaha dakwah terus
dilakukan untuk mengajak masyarakat mentaati perintah Allah dan menegakkan
dakwah.
Setelah pulang dari haji tersebut, Maulana mengadakan dua kunjungan ke
Mewat, masing-masing disertai jama'ah dengan jumlah yang cukup besar, minimal
berjumlah seratus orang. Bahkan di beberapa tempat, jumlah itu justru semakin
membengkak. Kunjungan pertama dilakukan selama satu bulan dan kunjungan kedua
dilakukan hanya beberapa hari saja. Dalam kunjungan tersebut dia selalu membentuk
jama'ah-jama'ah yang dikirim ke kampung-kampung untuk berjaulah (berkeliling dari
rumah ke rumah) guna menyampaikan pentingnya agama. Dalam hati Muhammad
memiliki konfidensi penuh bahwa kebodohan, kelalaian serta hilangnya semangat
agama dan jiwa keislaman itulah yang menjadi sumber kerusakan. Adapun satu-satunya
jalan untuk memberantas virus tersebut adalah dengan membujuk masyarakat Mewat
agar keluar dari kampung halamannya guna memperbaiki diri dan memperdalam
27
agama, serta melatih disiplin dalam hal positif sehingga tumbuh kesadaran untuk
mencintai agama lebih daripada dunia dan mementingkan amal dari mal (harta). Dari
Mewat inilah secara berangsur-angsur usaha tabligh meluas ke Delhi, United Province,
Punjab, Khurja, Aligarh, Agra, Bulandshar, Meerut, Panipat, Sonepat, Karnal, Rohtak
dan daerah Iainnya. Begitu juga di bandar-bandar pelabuhan banyak jama'ah yang
tinggal dan terus bergerak menuju tempat-tempat yang ditargetkan seperti halnya daerah
Asia Barat. Setelah jama'ah ini terbentuk, mereka tak lelah memperluas sayap dakwah
dengan membentuk beberapa jaringan di sejumlah negara. Jama'ah ini memiliki misi
ganda yaittl ishlah diri (peningkatan kualitas individu) dan mendakwahkan kebesaran
Allah swt. kepada seluruh umat manusia.
Perkembangan Jama'ah cukup fantastis. Setiap hari banyak jama'ah yang dikirim
ke daerah-daerah yang menjadi target operasi dakwah. Selain itu, masing-masing
anggota jama'ah ada yang kemudian membentuk rombongan baru. Dengan usaha
tersebut, Jama'ah Tabligh ingin mempererat tali silaturrahim antara kaum Muslimin
dengan Muslim yang lain. Gerakan Jama'ah tidak hanya tersebar di India tetapi sedikit
demi sedikit telah menyebar ke berhagai negara.
Muhammad Ilyas tanpa henti terus memberi motivasi dan arahan untuk
menggerakkan mesin dakwah ini agar sampai ke seluruh alam. Ketika usianya sudah
menjelang senja, Maulana terus bersemangat hingga tubuhnya yang kurus tidak mampu
lagi untuk digerakkan ketika ia menderita sakit. Pada hari terakhir dalam sejarah
hidupnya, Maulana mengirim utusan kepada Syaikhul Hadits Maulana Zakariya,
Maulana Abdul Qodir Raipuri, dan Maulana Zafar Ahmad, bahwa ia akan
mengamanahkan kepercayaan sebagai Amir Jama'ah kepada sahahat-sahabatnya seperti
Hafidz Maqhul Hasan, Qozi Dawud, Mulvi Ihtisamul Hasan, Mulvi Muhammad Yusuf,
Mulvi In'amul Hasan dan Mulvi Sayyid Raza Hasan. Pada saat itu terpilihlah Mulvi
Muhammad Yusuf sebagai pengganti Maulana Muhammad Ilyas dalam memimpin
usaha dakwah dan tabligh.
C. Ajaran-Ajaran Jam’ah Tabligh
28
G. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Secara opersional, penelitian ini menggunakan metode panelitian kualitatif,
2. Kehadiran Peneliti
3. Lokasi Penelitian
Dalam penelitian ini penulis meneliti di daerah kecamatan Pegantenan
Kabupaten Pamekasan, karena dikecamatan tersebut masyarakat yang menjadi
aktivis Jama’ah Tabligh, sehingga hal ini memudahkan penulis untuk
mengumpulkan data. Penulis ingin mengetahui fenomena yang terjadi pada
keluarga aktivis Jama’ah tabligh dalam melaksanakan kewajiban kepada istri
ataupun suaminya.
4. Sumber Data
5. Prosedur Pengumpulan Data
6. Instrumen Penelitian
7. Analisis Data
8. Pengecekan Keabsahan Temuan
9. Tahap Penelitian
29