Proposal MOTIVASI Mobilisasi
-
Upload
steven-bhule-garay -
Category
Documents
-
view
120 -
download
25
description
Transcript of Proposal MOTIVASI Mobilisasi
PROPOSAL
HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN LATIHAN MOBILISASI PADA PASIEN POST OPERASI
DI RSUD MASOHI
OLEH :
AGNESIA LEHALIMA
NIM P.1103153
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STIKES PASAPUA
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN
2015
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pelayanan Keperawatan merupakan suatu bentuk tahapan-
tahapan yang dilakukan oleh perawat guna membantu proses
penyembuhan yang diderita oleh pasien. Proses ini dimulai dari
mengkaji, menganalisis, menentukan diagnose keperawatan,
menentukan rencana keperawatan, melakukan tindakan keperawatan,
serta mengevaluasi hasil dari tindakan tersebut. Pelayanan
keperawatan sebagai pelayanan professional ditujukan pada berbagai
respon individu dan keluarga terhadap masalah kesehatan yang
dihadapinya termasuk respon pasien yang menjalani pembedahan
seperti pada pasien post operasi.
Pasien yang belum pulih peristaltic ususnya pasca
pembedahan dapat menderita illeus/obstruksi usus (penyumbatan
pada usus), hal ini disebabkan Karena kurangnya melakukan
mobilisasi setelah pembedahan. Dampak negatife lain yang
diakibatkannya lama pemulihan pasien pasca operasi, menyebabkan
pasien harus berlama-lama dalam posisi tirah baring. Posisi tirah
baring yang lama akan meningkatkan terjadinya komplikasi yang
serius seperti pembentukan thrombus sehingga aliran balik vena
mengalami hambatan. Selain itu, pasien harus menunggu waktu yang
lama untuk dapat makan dan minum, sehingga pasien menanggung
rasa lapar dan haus yang cukup lama. Dampak negative yang lain dari
semakin lamanya pasien mendapatkan asupan makanan dan nutrisi
adalah pemulihan kesegaran dan kebugaran pasien semakin lama,
dan ini akan berakibat lamanya perawatan di ruang rawat. Waktu
perawatan Length of stay (LOS) merupakan salah satu indicator
penilaian dalam akreditasi rumah sakit. Semakin lama Length of stay
maka penilaian terhadap rumah sakit tersebut semakin buruk..
Latihan mobilisasi merupakan proses aktivitas yang dilakukan
pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan diatas tempat tidur
(latihan pernafasan, latihan batuk efektif, dan menggerakan tungkai).
Sampai dengan pasien dapat turun dari tempat tidur kemudian
berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar kamar. Mobilisasi dini
pasien pasca bedah dapat dilakukan dengan gerakan yang
sederhana, seperti menggerakan tangan, menggerakan kaki, serta
membalik tubuh kesamping kiri dan kanan. Mobilisasi dini dapat
mempertahankan keadaan homeostatis dan komplikasi yang timbul
akibat immobilisasi dapat ditekan seminimal mungkin.
Pada latihan gerak diperlukan motivasi atau rangsangan
dorongan dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang
sehingga orang tersebut memperlihatkan perilaku untuk latihan gerak.
Semakin kuat motivasi seseorang, maka semakin cepat dalam
memperoleh tujuan dan kepuasan. Namun pasien seringkali tidak
melakukan mobilisasi karena merasa nyeri dan takut luka
pembedahan menjadi robek akibat bergerak.
Menurut Kozier (1995) bahwa kemauan pasien dalam
melaksanakan mobilisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara
lain seperti usia, status perkembangan, pengalaman yang lalu/
riwayat pembedahan sebelumnya, proses penyakit/ injury, gaya hidup,
tingkat pendidikan, dan pemberian informasi oleh petugas kesehatan.
Taufik (2007) menjabarkan factor-faktor yang mempengaruhi motivasi
dibagi dua yaitu factor intrinsic dan factor ekstrinsik yaitu kebutuhan,
harapan, minat, dorongan keluarga, lingkungan, dan media.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Rismalia (2010)
menunjukkan bahwa ketakutan akan lepasnya atau robeknya jahitan
pada luka operasi menyebabkan pasien malas untuk melakukan
mobilisasi dini. Ditemukan juga bahwa pengetahuan pasien yang
kurang akan manfaat mobilisasi dini menjadi sebab pasien enggan
melakukan mobilisasi dini. Kurangnya pengetahuan pasien
dikarenakan pasien belum pernah mendapatkan informasi mengenai
mobilisasi dini. Umumnya, perilaku pasien untuk melakukan mobilisasi
dini karena mengikuti anjuran perawat atau dokter, jika dokter atau
perawat telah menganjurkan untuk melakukan mobilisasi dini maka
pasien itu mau untuk melakukan mobilisasi dini. Hal ini dapat
disimpulkan bahwa sebagian besar pasien kurang mengetahui
tentang mobilisasi dini sehingga mengakibatkan pasien malas untuk
mobilisasi dini.
Data dari RSUD Masohi, kabupaten Maluku Tengah pada
tahun 2014 terdapat 280 orang, yang di rawat di ruang bedah.
sedangkan. pada triwulan pertama tahun 2015 terdapat 73 orang yang
dirawat pada ruang bedah RSUD Masohi. Rata-rata pasien yang
dirawat dalam satu bulan berjumlah 24 orang (rekam medic RSUD
Masohi, 2015)
Dari latar belakang inilah peniliti tertarik melakukan penelitian
tentang “ Hubungan Motivasi Dengan Latihan Mobilisasi Pada Pasien
Post Operasi di RSUD Masohi Tahun 2015 ”.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka penulis
merumuskan masalah yaitu : “ Apakah ada Hubungan motivasi
dengan latihan mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD
Masohi?”.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
Hubungan motivasi dengan latihan Mobilisasi pada pasien post
operasi di RSUD Masohi.
2. Tujuan khusus
Tujuan khusus dalam penelitian ini adalah :
a. Diketahui motivasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi.
b. Diketahui latihan mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD
Masohi.
c. Teranalisa hubungan motivasi dengan latihan mobilisasi pada
pasien post operasi di RSUD Masohi.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian dibagi menjadi 2, yaitu :
1. Manfaat aplikatif
Hasil dari penelitian ini diharapkan untuk menambah
wawasan dalam mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah.
menganalisa, dan menginformasikan data sekaligus
mengaplikasikan teori yang telah didapat selama masa study
serta meningkatkan ilmu dan pengetahuan dalam bidang
keperawatan.
2. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah
pengetahuan dan masukan bagi pengembangan ilmu
keperawatan, khusunya keperawatan medical bedah yang
berkaitan dengan post operasi apendisitis.
Hasil Penelitian ini juga diharapkan dapat manjadi
masukan bagi Rumah Sakit khususnya perawat dalam
memberikan asuhan keperawatan terutama pendidikan
kesehatan bagi pasien tentang pentingnya motivasi latihan
mobilisasi pada pasien post operasi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Umum tentang post operasi
Operasi merupakan tindakan pembedahan pada suatu bagian
tubuh (Hancock,1999). Pembedahan memiliki tiga fase salah satunya
fase post operasi.
1. Definisi post Operasi
Post operasi adalah suatu fase yang dimulai dengan masuknya
pasien ke ruang pemulihan dan berakhir dengan evaluasi tindak
lanjut pada tatanan klinik atau ruangan perawatan bedah atau
dirumah ( Brunner &Studdarth, 2001).
2. Tujuan post operasi
Menurut Brunner &Studdarth (2001), tujuan dari fase post operasi
adalah sebagai berikut :
a. Mengawasi kemajuan pasien sewaktu masa pemulihan
b. Mencegah dan segera mengatasi komplikasi yang terjadi
c. Menilai kesadaran dan fungsi vital tubuh pasien untuk
menentukan saat pemindahan / pemulangan pasien
3. Penatalaksanaan Post Operasi
Menurut Jitowiyono & Kristiyanasari (2010), dalam melakukan
perawatan post operasi yaitu:
a. Monitor tanda-tanda vital merupakan indicator secara dini
tentang hipovolemia. Syok merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi setelah operasi, sehingga monitor tanda-tanda vital
diperlukan untuk meminimalisasi syok.
b. Monitor intake dan output dan konsentrasi, menurunkan output
dan konsentrasi urine akan meningkatkan kepekaan atau
endapan sebagai salah satu kesan adanya dehidrasi dan
membutuhkan peningkatan cairan. Beri cairan sedikit demi
sedikit tapi sering.
c. Kaji tingkat nyeri, lokasi dan karateristik nyeri.
d. Anjurkan penafasan dalam, pernafasan dalam menghirup O2
secara adekuat sehingga otot-otot menjadi relaks sehingga
dapat mengurangi rasa nyeri.
e. Mengajarkan mobilisasi dini agar otot-otot dapat kembali kuat
seperti semula, serta mencegah hilangnya kemampuan otot
setelah operasi.
B. Tinjauan Umum tentang Mobilisasi
1. Pengertian Mobilisasi
Menurut Widuri (2010), aktivitas adalah suatu energy atau
kemampuan bergerak pada seseorang secara bebas, mudah, dan
teratur untuk mencapai suatu tujuan, yaitu untuk memenuhi
kebutuhan hidupnya baik secara mandiri maupun dengan bantuan
orang lain maupun dan hanya dengan bantuan alat.
Menurut Hidayat (2006), mobilitas atau mobilisasi
merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara bebas,
mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
2. Tujuan Mobilisasi
Menurut Widuri (2010), tujuan mobilisasi/aktivitas meliputi:
a. Memenuhi kebutuhan dasar manusia
b. Mencegah terjadinya trauma
c. Mempertahankan tingkat kesehatan
d. Mempertahankan interaksisosial dan peran sehari-hari
e. Mencegah hilangnya kemampuan fungsi tubuh
3. Macam-macam Mobilisasi
Menurut Hidayat (2006), mobilitas dibagi menjadi dua macam,
yaitu:
a. Mobilisasi Penuh
Mobilisasi penuh merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak secara penuh dan bebas sehingga dapat melakukan
interaksi social dan menjalankan peran sehari-hari. Mobilisasi
penuh ini merupakan fungsi saraf motorik volunteer dan
sensorik untuk dapat mengontrol seluruh area tubuh
seseorang.
b. Mobilisasi Sebagian
Mobilisasi sebagian merupakan kemampuan seseorang untuk
bergerak dengan batasan jelas dan tidak mampu bergerak
secara bebas karena dipengaruhi oleh gangguan saraf motorik
dan sensorik pada area tubuhnya. Hal ini dapat dijumpai pada
kasus cedera atau patah tulang dengan pemasangan traksi.
Pasien paraplegia dapat mengalami mobilitas sebagian pada
ekstremitas bawah karena kehilangan kontrol motorik dan
sensorik.
Mobilisasi sebagian ini dibagi menjadi dua jenis, yaitu:
1) Mobilisasi sebagian temporer, merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
sementara. Hal tersebut dapat disebabkan oleh trauma
reversible pada sistem musculoskeletal, contohnya adanya
dislokasi sendi dan tulang.
2) Mobilisasi sebagian permanen, merupakan kemampuan
seseorang untuk bergerak dengan batasan yang sifatnya
menetap. Hal tersebut disebabkan oleh rusaknya sistem
saraf yang reversible, contohnya terjadinya hemiplegia
karena stroke, paraplegia karena cedera tulang belakang,
poliomyelitis karena terganggunya sistem saraf motorik dan
sensorik.
4. Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Mobilisasi
Menurut Widuri (2010), mobilisasi seseorang dapat
dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya:
a. Tingkat Usia dan Status Perkembangan
Terdapat perbedaan kemampuan mobilisasi pada tingkat usia
yang berbeda. Hal ini dikarenakan usia mempengaruhi tingkat
perkembangan neuromuscular dan tubuh secara
proporsional, postur, pergerakan dan reflex akan berfungsi
secara optimal. Pengaruh terbesar terlihat pada usia kanak-
kanak dan lanjut usia:
1) Bayi
Tulang belakang bayi pada masa bayi masih lentur. Sejalan
dengan pertumbuhan dan peningkatan stabilitas, tulang
belakang torakal menjadi tegak, dan garis tulang belakang
lumbal muncul sehingga memungkinkan duduk dan berdiri
Sistem musculoskeletal bayi bersifat fleksibel. Ekstremitas
lentur dan persendian mempunyai rentang lengkap. Pada
bayi yang matang, sistem menjadi lebih kuat, bayi mampu
melawan pergerakan, meraih dan menggenggam objek.
Pada saat bayi tumbuh, perkembangan sistem
musculoskeletal membutuhkan dukungan berat badan
untuk berdiri dan berjalan. Karena berat badan tidak
tersebar sama rata sepanjang garis gravitasi, maka postur
tidak seimbang, dan sering terjatuh.
2) Toddler
Postur tubuh agak berpunggung lengkung dengan perut
menonjol. Ketika anak berjalan, tungkai dan kakinya
biasanya berjauhan dan kaki agak terbuka. Pada akhir
masa Toddler, penampakan postur berkurang
keanehannya, yaitu garis pada tulang belakang serviks, dan
lumbal menonjol serta eversi pada kaki menghilang.
3) Usia Pra Sekolah dan Sekolah
Pada usia tiga tahun, tubuh lebih ramping, lebih tinggi, dan
lebih baik keseimbangan. Perut yang menonjol berkurang,
kaki tidak terbuka berjauhan, lengan dan tungkai makin
panjang. Anak juga tampak lebih terkoordinasi. Dari usia
tiga tahun sampai permulaan remaja sistem
musculoskeletal terus berkembang. Tulang panjang di
lengan dan tungkai bawah. Otot, ligament, dan tendon yang
lebih kuat, mengakibatkan perbaikan postur dan
peningkatan kekuatan otot. Koordinasi lebih baik
memungkinkan anak melakukan tugasnya yang
membutuhkan ketrampilan motorik yang baik.
4) Remaja
Tahap remaja ditandai dengan pertumbuhan yang pesat.
Pertumbuhan kadang tidak seimbang. Sehingga remaja
tampak aneh dan tidak terkoordinasi. Pertumbuhan dan
perkembangan remaja putri biasanya lebih dahulu
dibandingkan dengan remaja putra. Pinggul membesar,
lemak disimpan di lengan atas, paha dan bokong.
Perubahan bentuk pada remaja putra menghasilkan
pertumbuhan tulang panjang dan peningkatan massa otot.
Tungkai menjadi lebih panjang dan pinggul lebih sempit.
Perkembangan otot meningkat di dada, lengan, bahu dan
tungkai atas.
5) Dewasa
Orang dewasa yang mempunyai postur dan kesejajaran
tubuh yang besar umumnya merasa senang, terlihat bagus,
dan umumnya percaya diri. Pada masa dewasa sehat juga
memerlukan perkembangan musculoskeletal dan
koordinasi untuk melakukan aktivitas sehari-hari.
Perubahan postur normal dan kesejajaran tubuh pasca
masa dewasa terjadi terutama pada wanita hamil
Perubahan tersebut akibat respons adaptif tubuh terhadap
penambahan berat dan pertumbuhan fetus. Pusat gravitasi
berpindah ke bagian anterior. Wanita hamil bersandar ke
belakang dan punggungnya agak lengkung. Wanita hamil
biasa mengeluh sakit punggung.
6) Lanjut Usia
Kehilangan total massa tulang progresif terjadi pada lanjut
usia. Beberapa kemungkinan untuk penyebab kehilangan
ini meliputi aktivitas fisik, perubahan hormonal, dan resorpsi
tulang aktual. Pengaruh kehilangan tulang adalah tulang
menjadi lebih lemah; tulang belakang lebih lunak dan
tertekan, tulang panjang kurang resisten untuk
membengkuk. Selain itu lanjut usia mengalami perubahan
status fungsional sekunder akibat perubahan status
mobilisasi. Lanjut usia berjalan lebih lambat dan tampak
kurang terkoordinasi. Lanjut usia juga membuat langkah
yang lebih pendek, menjaga kaki mereka lebih dekat
bersamaan sehingga mengurangi dasar dukungan.
Keseimbangan tubuh tidak stabil dan lansia sangat
beresiko untuk jatuh dan cedera.
b. Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cedera)
Proses penyakit dapat mempengaruhi kemampuan mobilitas
karena dapat mempengaruhi fungsi sistem tubuh. Sebagai
contoh, orang yang menderita fraktur femur akan mengalami
keterbatasan pergerakan dalam ekstermitas bagian bawah.
c. Gaya Hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi kemampuan
mobilitas seseorang karena gaya hidup berdampak pada
perilaku atau kebiasaan sehari-hari.
d. Emosi
Rasa aman dan gembira dapat mempengaruhi aktivitas tubuh
seseorang. Keresahan dan kesusahan dapat menghilangkan
semangat, yang kemudian sering dimanifestasikan dengan
kurangnya aktivitas.
e. Tingkat Energi
Energi adalah sumber untuk melakukan mobilitas. Agar
seseorang dapat melakukan mobilitas dengan baik, dibutuhkan
energy yang cukup.
f. Kebudayaan
Kemampuan melakukan mobilitas dapat juga dipengaruhi
kebudayaan. Sebagai contoh, orang yang memiliki budaya
sering berjalan jauh memiliki kemampuan mobilitas yang kuat,
sebaliknya ada orang yang mengalami gangguan mobilitas
(sakit) karena adat dan budaya tertentu dilarang untuk
beraktivitas.
g. Pekerjaan
Seseorang yang bekerja di kantor kurang melakukan aktivitas
bila dibandingkan dengan petani atau buruh.
h. Keadaan Nutrisi
Kurangnya nutrisi dapat menyebabkan kelemahan otot, dan
obesitas dapat menyebabkan pergerakan menjadi kurang
bebas. Pengkajian kemampuan mobilitas dilakukan dengan
tujuan untuk menilai kemampuan gerak ke posisi miring, duduk,
berdiri, bangun, dan berpindah tanpa bantuan.
Tabel 2.1. Kategori tingkat kemampuan aktivitas
Tingkat Aktivitas Kategori
Tingkat 0 Mampu merawat diri sendiri secara penuh
Tingkat 1 Memerlukan penggunaan alat
Tingkat 2Memerlukan bantuan atau pengawasan orang lain
Tingkat 3Memerlukan bantuan, pengawasan orang lain dan alat
Tingkat 4Sangat tergantung dan tidak dapat melakukan atau berpartisipasi dalam perawatan
5. Tahap-tahap Mobilisasi pada Pasien Pasca Operasi
Mobilisasi pasca operasi yaitu proses aktivitas yang
dilakukan pasca pembedahan dimulai dari latihan ringan di atas
tempat tidur (latihan pernapasan, latihan batuk efektif, dan
menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa turun dari
tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar kamar.
Menurut Cetrione dalam Rismalia (2010) tahap-tahap
mobilisasi pada pasien pasca operasi meliputi:
a. Pada saat awal (6 sampai 8 jam setelah operasi), pergerakan
fisik bisa dilakukan di atas tempat tidur dengan menggerakkan
tangan dan kaki yang bisa ditekuk dan diluruskan,
mengkontraksikan otot- otot termasuk juga menggerakkan
badan lainnya, miring ke kiri atau ke kanan.
b. Pada 12 sampai 24 jam berikutnya atau bahkan lebih awal lagi
badan sudah bisa diposisikan duduk, baik bersandar maupun
tidak dan fase selanjutnya duduk di atas tempat tidur dengan
kaki yang dijatuhkan atau ditempatkan di lantai sambil digerak-
gerakkan.
c. Pada hari kedua pasca operasi, rata-rata untuk pasien yang
dirawat di kamar atau bangsal dan tidak ada hambatan fisik
untuk berjalan, semestinya memang sudah bisa berdiri dan
berjalan di sekitar kamar atau keluar kamar, misalnya ke toilet
atau kamar mandi sendiri. Pasien harus diusahakan untuk
kembali ke aktivitas biasa sesegera mungkin, hal ini perlu
dilakukan sedini mungkin pada pasien pasca operasi untuk
mengembalikan fungsi pasien kembali normal.
6. Rentang Gerak dalam Mobilisasi
Menurut Carpenito dalam Rizmalia (2010) mobilisasi ada tiga
rentang gerak, yaitu:
a. Rentang gerak pasif
Rentang gerak pasif ini berguna untuk menjaga kelenturan otot-
otot dan persendian dengan menggerakkan otot orang lain
secara pasif misalnya perawat mengangkat dan menggerakkan
kaki pasien.
b. Rentang gerak aktif
Hal ini untuk melatih kelenturan dan kekuatan otot serta sendi
dengan cara menggunakan otot-ototnya secara aktif misalnya
pasien berbaring sambil menggerakkan kakinya.
c. Rentang gerak fungsional
Berguna untuk memperkuat otot-otot dan sendi dengan
melakukan aktivitas yang diperlukan.
7. Latihan ROM Pasif dan Aktif
Klien yang mengalami keterbatasan mobilitas tidak mampu
melakukan beberapa atau semua latihan rentang gerak dengan
mandiri. Keterbatasan ini dapat diidentifikasi pada klien yang salah
satu ekstremitas mempunyai keterbatasan gerakan atau klien yang
mengalami imobilisasi secara keseluruhan.
Pasien yang mobilitas sendinya terbatas karena penyakit,
diabilitas, atau trauma memerlukan latihan sendi untuk mengurangi
bahaya imobilitas. Latihan berikut dilakukan untuk memelihara dan
mempertahankan kekuatan otot serta memelihara mobilitas
persendian.
a. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Tangan
Atur posisi lengan dengan menjauhi sisi tubuh dan siku
menekuk dengan lengan. Pegang tangan pasien dengan satu
tangan dan tangan yang lain memegang pergelangan tangan
pasien. Tekuk tangan pasien ke depan sejauh mungkin.
b. Fleksi dan Ekstensi Siku
Atur posisi lengan pasien dengan menjauhi sisi tubuh dengan
telapak tangan mengarah ke tubuhnya. Letakkan tangan di
atas siku pasien dan pegang tangannya dengan tangan
lainnya. Tekuk siku pasien sehingga tangannya mendekat
bahu. Lakukan dengan kembalikan ke posisi sebelumnya.
c. Pronasi dan Supinasi Lengan Bawah
Atur posisi lengan bawah menjauhi tubuh pasien dengan siku
menekuk. Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan
pasien dan pegang tangan pasien dengan tangan lainnya.
Putar lengan bawah pasien sehingga telapaknya
menjauhinya. Kembalikan ke posisi semula. Putar lengan
bawah pasien sehingga telapak tangannya menghadap ke
arahnya. Kembalikan ke posisi semula.
d. Pronasi Fleksi Bahu
Atur posisi tangan pasien di sisi tubuhnya. Letakkan satu
tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya. Angkat lengan pasien pada posisi
semula.
e. Abduksi dan Adduksi
Atur posisi lengan pasien di samping badannya. Letakkan satu
tangan perawat di atas siku pasien dan pegang tangan pasien
dengan tangan lainnya. Gerakan lengan pasien menjauh dari
tubuhnya ke arah perawat. Kembalikan ke posisi semula.
f. Rotasi Bahu
Atur posisi lengan pasien menjauhi tubuh dengan siku
menekuk. Letakkan satu tangan perawat di lengan atas pasien
dekat siku dan pegang tangan pasien dengan tangan yang
lainnya. Gerakkan lengan ke bawah sampai menyentuh
tempat tidur, telapak tangan menghadap ke bawah.
Kembalikan lengan ke posisi semula. Gerakkan lengan ke
belakang sampai menyentuh tempat tidur, telapak tangan
menghadap ke atas. Kembalikan lengan ke posisi semula.
g. Fleksi dan Ekstensi Jari-jari
Pegang jari-jari kaki pasien dengan satu tangan sementara
tangan lain memegang kaki. Bengkokkan (tekuk) jari-jari kaki
ke bawah. Luruskan jari-jari kemudian dorong ke belakang.
Kembalikan ke posisi semula.
h. Infers dan Efersi Kaki
Pegang separuh bagian atas kaki pasien dengan satu jari dan
pegang pergelangan kaki dengan tangan satunya. Putar kaki
ke dalam sehingga telapak kaki menghadap ke kaki lainnya.
Kembalikan ke posisi semula. Putar kaki keluar sehingga
bagian telapak kaki menjauhi kaki yang lain.
i. Fleksi dan Ekstensi Pergelangan Kaki
Letakkan satu tangan perawat pada telapak kaki pasien dan
satu tangan yang lain di atas pergelangan kaki. Jaga kaki
lurus dan rileks. Tekuk pergelangan kaki, arahkan jari-jari kaki
ke arah dada.
j. Fleksi dan Ekstensi Lutut
Letakkan satu tangan di bawah lutut pasien dan pegang tumit
pasien dengan tangan yang lain. Angkat kaki, tekuk pada lutut
dan pangkal paha. Lanjutkan menekuk lutut ke arah dada
sejauh mungkin. Ke bawahkan kaki dan luruskan lutut dengan
mengangkat kaki ke atas. Kembalikan ke posisi semula.
k. Rotasi Pangkal Paha
Letakkan satu tangan perawat pada pergelangan kaki dan
satu tangan yang lain di atas lutut. Putar kaki menjauhi
perawat. Putar kaki ke arah perawat. Kembalikan ke posisi
semula.
l. Abduksi dan Adduksi Pangkal Paha
Letakkan satu tangan perawat di bawah lutut pasien dan satu
tangan pada tumit. Jaga posisi kaki pasien lurus, angkat kaki
kurang lebih 8 cm dari tempat tidur, gerakkan kaki menjauhi
badan pasien. Gerakkan kaki mendekati badan pasien.
C. Tinjauan Umum tentang Motivasi
1. Definisi motivasi
Menurut Jahja (2011), motivasi merupakan keadaan dalam
diri individu atau organisme yang mendorong perilaku kearah
tujuan. Dengan demikian dapat dikemukakan motivasi memiliki tiga
aspek, yaitu :
a. Keadaan terdorong dalam organisme, yaitu kesiapan bergerak
karena kebutuhan misalnya kebutuhan jasmani, karena
keadaan lingkungan, atau karena keadaan mental seperti
berfikir dan ingatan;
b. Perilaku yang timbul karena keadaan ini; dan
c. Sasaran atau tujuan yang dituju oleh perilaku tersebut.
Menurut Ngalim (2007), teori motivasi ada beberapa macam,
salah satunya adalah teori naluri. Manusia sebagai makhluk yang
“sadar” akan diri sendiri dapat menyadari bahwa ia “didorong”, ia
merasa bahwa ada sesuatu didalam dirinya yang mendorongnya
berbuat dan bertindak.
Dalam garis besarnya nafsu tersebut dibagi menjadi tiga,
yaitu :
a. Dorongan nafsu mempertahankan diri sendiri, seperti mencari
makanan jika lapar, menghindarkan diri dari bahaya, menjaga
diri agar tetap sehat, mencari perlindungan agar hidup tetap
aman dan sebagainya.
b. Dorongan nafsu mengembangkan diri sendiri, seperti dorongan
ingin tahu, melatih dan mempelajari sesuatu yang belum
diketahuinay. Pada manusia dorongan nafsu inilah yang
menjadikan kebudayaan manusia makin maju dan makin tinggi.
c. Dorongan nafsu mempertahankan jenis. Manusia ataupun
hewan secara sadar maupun tidak sadar, selalu menjaga agar
jenis atau keturunannya tetap berkembang atau tetap hidup.
Dorongan ini antara lain terjelma dalam adanya perjodohan dan
perkawinan serta dorongan untuk memelihara dan mendidik
anak.
Dengan dimilikinya ketiga naluri pokok itu, maka kebiasaan-
kebiasaan atau tindakan-tindakan dan tingkah laku manusia
yang dibuatnya sehari-hari mendapat dorongan atau digerakan
oleh ketiga naluri tersebut. Oleh karena itu menurut teori ini
untuk memotivasi seseorang harus berdasarkan naluri mana
yang akan dituju dan perlu dikembangkan.
2. Fungsi Motivasi
Menurut Setiawati & Dermawan (2008), motivasi erat
kaitannya dengan tujuan, apapun bentuk kegiatannya akan lebih
mudah tercapai jika diawali dengan sebuah motivasi yang jelas.
Untuk itu dalam proses pembelajaran dan pembentukan perilaku,
motivasi memiliki beberapa fungsi antara lain:
a. Motivasi sebagai pendorong individu untuk berbuat
Fungsi motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang
untuk berbuat sesuatu. Dengan motivasi individu dituntut untuk
melepaskan energi dalam kegiatannya. Anak-anak akan pergi
ke sekolah untuk belajar, mahasiswa pergi ke kampus untuk
kuliah, petani membawa hasil bumi untuk dijual di pasar,
ataupun perawat bkerja di fasilitas kesehatan untuk bekerja
sama dengan profesi lain dalam memberikan asuhan
keperawatan,dan contoh lain sebagainya.
b. Motivasi sebagai penentu arah perubuatan
Motivasi akan menuntun seseorang untuk melakukan kegiatan
yang benar-benar sesuai dengan arah dan tujuan yang ingin
dicapainya. Misalnya, untuk menjadi perawat seseorang harus
mendalami ilmu keperawatan yang didapat dari kuliah di
perguruan tinggi.
c. Motivasi sebagai proses seleksi perbuatan
Motivasi akan memberikan dasar pemikiran bagi individu unutk
memprioritaskan kegiatan mana yang harus dilakukan.
d. Motivasi sebagai pendorong pencapaian prestasi
Prestasi dijadikan motivasi utama bagi seseorang dalam
melakukan kegiatan. Andik virmansya berlatih keras untuk
mencapai target menjadi pemain terbaik pada liga super
Indonesia.
3. Jenis Motivasi
Menurut setiawati dan darmawan (2008) motivasi dapat
dibedahkan menjadi beberapa jenis,antara lain:
a. Motivasi bawaan
Motivasi jenis ini ada sebagai insting manusia sebagai mahkluk
hidup, motivasi untuk berumah tangga, motivasi untuk
memenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Motivasi
untuk terhindar dari serangan penyakit. Motivasi ini akan terus
berkembang sebagai konsekuensi logis manusia.
b. Motivasi yang dipelajari
Motivasi ini akan ada dan berkembang kerena adanya
keingintahuan sesorang dalam proses pembelajarannya. Orang
yang belajar tentang pengobatan dan perawatan sinusitis,
maka orang tersebut termotivasi untuk membaca materi saluran
pernafasan, penyakit saluran pernafasan, jenis pengobatan dan
perawatan yang biasa dilakukan, tidak itu saja ia harus mencari
dan mempelajari apa akibat lanjut dari sinusitis.
c. Motivasi kognitif
Motivasi kognitif bermakna bahwa motivasi akan muncul karena
adanya desakan proses pikir, sehingga motivasi ini sangat
individualistic. Dua puluh peserta penyuluhan kesehatan
dengan topic menghindari penyakit Gastritis pada remaja putri.
Motivasi dari masing-masing peserta penyuluhan secara
kognotif tidak sama. Sebagaian peserta hanya ingin
mengatahui kaitan antara pola makan remaja dengan timbulnya
penyakit Gastritis. Sebagian lainnya ingin mengatahui secara
jelas mulai dari perjalan penyakit dan sampai bagaimana cara
menghindari penyakit Gastritis pada remaja putri.
d. Motivasi ekspresi diri
Motivasi individu dalam melakukan aktivitas/kegiatan bukan
hanya untuk memuaskan kebutuhannya saja tetapi ada
kaitannya dengan bagaimana individu tersebut berhasil
menampilkan diri dengan kegiatan tersebut. Jusno berlatih
keras sepak bola bukan hanya untuk masuk kualifikasi sepak
bola disekolah, malainkan ia juga ingin terlihat keren dan trendi
di depan teman sepermainannya.
e. Motivasi aktualisasi diri
Olga Syaputra telah berhasil membuktikan bahwa dengan
berakting dan menjadi host dirinya bisa memberikan banyak
makna buat seluruh penonton dan pemerhati film. Karnyanya
menjadi sumber inspirasi ribuan bahkan jutaan orang bahwa
motivasi berakting bukan semata memuaskan hobi saja
melainkan bisa dijadikan sebagai bentuk aktualisasi diri.
Menurut Setiawati & Dermawan (2008), Empat kondisi
yang membentuk motivasi pada manusia adalah:
a. Timbulnya alasan
Kegiatan yang dilakukan oleh individu bisa diawali dengan
berbagai motivasi. Olahraga sebagai hobi, olahraga sebagai
kesanangan, olahraga hanya dikarenakan ingin mendapatkan
pengakuan oleh kelompoknya, olahraga untuk membunuh
kejenuhan dan olahraga untuk mencapai sebuah prestasi.
Alasan-alasan itulah yang menjadi beberapa pertimbangan
individu untuk melakuakan sebuah kegiatan.
b. Memilih
Banyaknya kegiatan yang bisa dilakukan oleh individu tidak
mungkin dikejakan sekaligus, untuk itulah individu berhak untuk
memilih kegiatan apa saja yang akan segera dilakukannya.
Mengobati asam urat ke pengobatan alternative ataupun ke
pelayanan kesehatan. Pada kondisi ini individu menimbang-
nimbang kemana tujuannya dan atas dasar motivasi kegiatan
berobat dilakukan.
c. Memutuskan
Factor pendorong yang kuat dalam diri individu akan
mempercepat proses pengambilan keputusan. Pergi ke
pelayanan kesehatan akan mendapatkan informasi yang jelas
terkait asam urat, diperiksa dengan alat yang sudah diteliti
dengan akurat penggunaannya, mendapatkan pengobatan
yang tentunya sudah melewati laboratorium uji obat. Factor-
faktor itulah yang memberikan keyakinan dan motivasi untuk
memutuskan berobat ke pelayanan kesehatan.
d. Timbulnya Kemauan
Segera setelah diputuskan maka individu akan bertindak dalam
bentuk aktivitas/kegiatan berobat. Pemeriksaan dilakukan pada
kandungan asam uratnya, setelah mengikuti pengobatan yang
telah ditentukan.
4. Bentuk –bentuk Motivasi
Menururut Setiawati & Darmawan (2008), motivasi dapat dibedakan
menjadi beberapa bentuk, antara lain :
a. Memberi Angka
Angka hanyalah sebuah symbol yang harus dimaknai oleh
seseorang dalam konteks pencapaian hasil. Angka adalah
ukuran yang bisa dijadikan motivasi untuk meraih sesuatu.
Seseorang akan berusaha untuk mencapai angka tertentu
untuk meraih hasil yang diharapkan. Misalnya nilai kelulusan
ujian adalah 70, maka pelajar termotivasi untuk merncapai
angka tersebut agar bisa lulus.
b. Memberi Hadiah
Hadiah bisa dijadikan motivasi bagi individu untuk melakukukan
suatu kegiatan. Hadiah merupakan sesuatu penguatan bagi
seseorang untuk sungguh-sungguh melakukan kegiatannya.
Hadiah tidak akan sama dimaknai oleh seseorang dengan
kegiatan yang sama. Misalnya, bagi orang yang suka menyayi
dan berhasil meraih prestasi pada lomba menyanyi, hadiah
sangatlah bermakna, tapi bagi orang yang tidak suka
menyanyi, maka hadiah tidak akan bermakna apa-apa.
c. Menjadikan Kompetisi
Kompetisi atau permainan dalam proses belajar sangatlah
dibutuhkan. Dengan adanya kompetisi peserta didik akan saling
memicu diri untuk meraih tujuan yang ingin dicapai. Kompetisi
dalam belajar akan membuat peserta didik menyadari
pentingnya sebuah motivasi.
d. Memeberi Evaluasi
Evaluasi merupakan suatu hal yang akan memotivasi peserta
didik untuk dapat belajar lebih giat. Evaluasi perlu dilakukan
sewaktu-waktu atau bersifat formatif. Evaluasi akan
memberikan gambaran sejauh mana peserta didik mampu
menerima informasi yang telah disampaikan oleh pengajar.
Hindari evaluasi yang menjadi rutinitas, karena ini hanya akan
membuat orang menjadi bosan. Sebaiknya, selalu
menginformasikan terlebih dahulu apabila akan dilakukan
evaluasi.
e. Memberikan Pujian
Pujian merupakan bentuk reinforcement bagi peserta didik yang
telah berhasil melalui suatu kegiatan pembelajaran. Pujian
diberikan harus pada waktu dan kejadian yang tepat, sehingga
pujian akan berdampak sebagai motivasi belajar bagi peserta
didik. Pujian akan bersifat menyenangkan dan menghibur.
Pujian adalah obat yang mujarab bagi para peserta didik untuk
bangkit dan maju dari keterpurukan hasil pembelajaran. Pujian
yang tidak tepat dan berlebihan akan berakibat buruk pada
peserta didik.
f. Memberikan Hukuman
Hukuman adalah bentuk reinforcemen negatif. Hukuman akan
bermakna kalau diberikan dengan prinsip-prinsip yang benar.
Berikan hukuman pada peserta didik yang bersifat mendidik,
bukan mencelakai atau mempermalukan. Hukuman diberikan
tentunya setelah peserta didik mengetahui terlebih dahulu
aturan berlaku selama proses pembelajaran. Hukuman yang
tepat membuat peserta didik menyadari akan kesalahan
yang telah diperbuat dan memperbaiki kesalahan menjadi
keberhasilan tertunda.
5. Klasifikasi Motivasi
Motivasi dibedakan menjadi motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsik.
a. Motivasi intrinsik yaitu motivasi-motivasi yang dapat berfungsi
tanpa harus dirangsang dari luar. Dalam diri individu sendiri,
memang telah ada dorongan itu. Seseorang melakukan
sesuatu karena ia ingin melakukannya. Misalnya orang yang
gemar membaca tanpa ada yang mendorongnya, ia akan
mencari sendiri buku-buku untuk dibacanya. Orang yang rajin
dan bertanggung jawab tanpa usaha menunggu komando,
sudah belajar dengan sebaik-baiknya
b. Motivasi ekstrinsik yaitu motivasi-motivasi yang berfungsi
karena ada perangsang dari luar. Misalnya, seseorang
melakukan sesuatu karena untuk memenangkan hadiah yang
khusus ditawarkan untuk perilaku tersebut.
Motivasi Latihan Mobilisasi
BAB III
KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS DAN DEFENISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Latihan gerak diperlukan motivasi atau rangsangan dorongan
dan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki seseorang sehingga
orang tersebut memperlihatkan perilaku untuk melakukan latihan
gerak. Semakin kuat motivasi seseorang, maka semakin cepat dalam
memperoleh tujuan dan kepuasan.
Untuk memudahkan penulisan penelitian ini, maka kerangka
konsep yang digunakan peneliti adalah seperti pada gambar berikut :
Variable Indenpenden variable dependen
Faktor-Faktor Yang Dapat Mempengaruhi Mobilisasi :
Tingkat Usia dan Status Perkembangan
Kesehatan Fisik (Proses Penyakit/Cedera)
Gaya Hidup Emosi Tingkat Energi Kebudayaan Pekerjaan Keadaan Nutrisi
Keterangan :
= V. Independen yang diteliti
= V. Dependen yang diteliti
= penghubung antara variabel
= variabel perancu
Gambar 3.1
Kerangka konsep
B. Hipotesis
Hipotesis penelitian merupakan prediksi dari hasil penelitian
atau hubungan yang diharapkan antar variable yang dipelajari. Jadi
hipotesis penelitian menterjemahkan tujuan penelitian kedalam
dugaan yang jelas dari hasil penelitian yang diharapkan (Saryono,
2011).
Hipotesis dalam penelitian ini adalah :
Ha :
Ho : Tidak Ada hubungan motivasi dengan latihan mobilisasi
pada pasien post operasi di RSUD Masohi.
Ada hubungan motivasi dengan latihan mobilisasi pada
pasien post operasi di RSUD Masohi.
C. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah uraian tentang batasan variable
yang dimaksud, atau tentang apa yang diukur oleh variable yang
bersangkutan (Notoatmodjo, 2010).
Definisi operasional dari penelitian ini dapat dilihat dalam tabel
berikut. :
Tabel 3.1 Definisi Operasional
VariabelDefenisi
operasionalAlat ukur
Skala Hasil ukur
Motivasi melakukan latihan mobilisasi
Dorongan ataupun pembangkit tenaga yang dimiliki pasien post operasi di rumah sakit yang mau berbuat dan bekerja sama secara optimal dalam melakukan sesuatu yang telah direncanakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kuesioner
Ordinal
Baik : bila skor ≥ 10
Kurang : bila skor < 10
Mobilisasi pasien post operasi
Kemampuan pasien post operasi di Rumah Sakit untuk bergerak secara bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Lembar observasi
Ordinal Melakukan : bila skor ≥ 8
Tidak melakukan : bila skor < 8
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian kuantitatif dengan
menggunakan pendekatan cross-sectional study yaitu suatu rancangan
penelitian observasional yang dilakukan untuk mengetahui hubungan
variabel dependen dengan variable independen dimana penelitiannya
dilakukan pada saat yang bersamaan (Budiman, 2011).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan diruang bedah RSUD Masohi,
Kabupaten Maluku Tengah
2. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada tahun 2015.
C. Populasi
Populasi adalah keseluruhan objek penelitian atau objek yang
diteliti (Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah pasien
post operasi di RSUD Masohi yang dirawat.
D. Sampel
Sampel adalah objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh
populasi (Notoatmodjo, 2010). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan adalah teknik Purposive Samping yaitu pengambilan sampel
dilakukan hanya atas dasar pertimbangan penelitinya saja yang
menganggap unsur-unsur yang dikehendaki telah ada dalam anggota
sampel yang diambil.
Sampel dalam penelitian ini adalah pasien post operasi yang
dirawat di ruang bedah RSUD Masohi, yang dipilih menggunakan rumus
penentuan jumlah sampel dari populasi tertentu, dimana rumus untuk
menghitung sampelnya menggunakan rumus Lameshow (Sugiono,
2007) yaitu :
Keterangan :
N = Jumlah sampel minimal
Z2 = Derajat ketepatan (1.96)
d = Taraf kesalahan 10%(0,1)
P = Proporsi yang dikehendaki (0.5)
Maka jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini, adalah :
n=Z2. P(1−P)
d2
n=1.962 x 0.5(1−0.5)
0.12
n=¿ 96.04
Jadi total sampel minimal yang diperlukan sebanyak 96
orang/responden.
Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya,
maka sebelum melakukan pengambilan sampel ditentukan kriteria
inklusi dan kriteria ekskusi (Notoadmodjo,2010), sebagai berikut :
1. Kriteria inklusi
Kriteria inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh
setiap anggota populasi yang dapat diambil sampel (Notoatmodjo,
2010). Kiteria inklusi dalam penelitian ini adalah
a. Pasien post operasi,
b. Pasien dapat diajak kerja sama,
c. Dapat membaca dan menulis
d. Bersedia menjadi responden
2. Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah ciri-ciri anggota populasi yang tidak dapat
diambil sabagai sempel (Notoatmodjo, 2010). Kriteria eksklusi
dalam penelitian ini adalah :
a. Pasien memiliki respon yang lambat
b. Pasien dalam keadaan tidak sadar
E. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan
dalam pengumpulan data (Notoatmodjo, 2010). Instrument dalam
penelitian ini menggunakan lembaran observasi dan kuesioner.
Observasi atau pengamatan adalah suatu prosedur yang berencana,
yang antara lain meliputi melihat, mendengar, dan mencatat sejumlah
dan taraf aktivitas tertentu atau situasi tertentu yang ada hubungannya
dengan masalah yang diteliti. Sedangkan kuesioner adalah teknik
pengumpulan data/informasi yang berupa pertanyaan tertulis, dan
bertujuan untuk mendapatkan tanggapan dari responden.(Notoatmodjo,
2010).
1. Variable motivasi
Instrumen yang digunakan dalam mengukur data untuk variable
motivasi adalah kuesioner, yang baku dan dimodifikasi sesuai
kebutuhan. Kuesioner diberikan langsung pada responden tanpa
diwakilkan, dan berisikan 20 pertanyaan dengan menggunakan
skala guttman. Jawaban hanya benar / salah, dimana pertanyaan
yang dijawab benar mendapat skor 1 sedangkan pertanyaan yang
dijawab salah mendapat skor 0. Nilai tertinggi adalah 20 dan yang
terendah adalah 0.
2. Variable mobilisasi
Instrumen yang digunakan untuk variable mobilisasi adalah
lembaran observasi dan berisikan pernyataan-pernyataan, yang
menunjukan tingkah laku mobilisasi responden dengan
menggunakan skala guttman. Kegiatan mobilisasi reponden yang
dilakukan baik mendapat skor 1, dan kegiatan yang dilakukan
responden kurang, mendapat skor 0. Nilai tertinggi adalah 20 dan
yang terendah adalah 0.
F. Prosedur pengolahan Data
Menurut Notoatmodjo (2010), data diolah dan dikumpulkan
melalui tahap-tahap sebagai berikut :
1. Editing
Hasil wawancara, angket, atau pengamatan dari lapangan harus
dilakukan penyuntingan (editing) terlebih dahulu. Secara umum
dengan maksud memeriksa kelengkapan data, kesinambunga
data dan keseragaman data dalam usaha melengkapi data yang
masih kurang
2. Coding
Untuk memudahkan pengolahan data, semua data jawaban
disederhanakan dengan memberikan simbol untuk setiap
kategori.
3. Tabulating
Sebelum data dimasukan dalam computer, terlebih dahulu
dibuatkan program. Untuk penelitian ini di pakai SPSS windows.
Setelah itu kemudian data ditabulasi sesuai dengan variable
yang diteliti dan kebutuhan analisa untuk memudahkan proses
pengolahan data. Data dikelompokan kedalam suatu tabel
menurut sifatnya yang dimiliki, kemudian dianalisa secara
statistik.
G. Analisis Data
Analisa data merupakan suatu kegiatan yang dilakukan setelah
data dari seluruh responden atau sumber data lain terkumpul.
Kegiatan dalam analisis data adalah mengelompokkan data
berdasarkan variable dari seluruh responden, menyajikan data tiap
variabel yang diteliti, melakukan perhitungan untuk menjawab
rumusan masalah dan melakukan perhitungan untuk menguji
hipotesis yang telah diajukan (Sugiono, 2010).
Analisis data yang digunakan oleh peneliti adalah analisisa
univariat dan bivariate.
1. Analisa univariat digunakan untuk memperoleh gambaran setiap
variable, distribusi frekuensi berbagai variable yang diteliti baik
variable independen (Motivasi) maupun variable dependen
(latihan Mobilisasi).
2. Analisis Bivariat dilakukan terhadap dua variable yaitu hubungan
motivasi dengan latihan mobilisasi pada pasien post operasi
appendicitis di RSUD Masohi. Uji stastistik yang digunakan pada
penelitian ini adlah uji chi square ( p < 0,05).
H. Etika Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan manusia sebagai
subyek, maka penelitian ini dilaksanakan setelah mendapat surat
pengantar dari Prodi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan ( STIKES) Pasapu – Ambon. Kemudian diserahkan
kepada Direktur RSUD Masohi,setelah mendapat surat balasan dari
RSUD Masohi barulah dilakukan penelitian dengan menekankan pada
etika meliputi :
1. Informed concent (lembar Persetujuan)
Peneliti memberikan penjelasan mengenai maksud dan tujuan
penelitian pada responden, bila responden bersedia maka
peneliti memberikan lembaran persetujuan untuk
ditandatangani. Apabila responden menolak, maka peneliti
tidak akan memaksa dan tetap menghormati haknya.
2. Anonymity (tanpa Nama)
Peneliti tidak mencantumkan nama responden pada lembar
penyajian data akan tetapi hanya mencantumkan kode.
3. Confidentiality ( kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi yang diberikan oleh responden dijamin
oleh peneliti, bahwa informasi tersebut hanya boleh diketahui
oleh peneliti dan pembimbing serta hanya kelompok data
tertentu saja yang akan disajikan atau dilaporkan sebagai hasil
penelitian. Selanjutnya lembar pengumpul data dimusnahkan
Hasil dan Kesimpulan
Penyajian Data
Analisa data
Variable independen
Motivasi
Variable Dependen
Latihan mobilisasi
Pengumpulan Data
Kuesioner dan lembaran observasi
Sampel
pasien post operasi apendisitis
Populasi
Seluruh pasien post operasi apendisitis
oleh peneliti dengan cara dibakar setelah jangka waktu dua
tahun.
I. Alur Penelitian
Gambar 4.1
Alur Penelitian
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Profil Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada RSUD Masohi, yang berada di
ibukota kabupaten Maluku Tengah. RSUD Masohi, yang memiliki motto :
“ Kepuasan Pelanggan Adalah Prioritas Kami “, dan dengan visi : “
Menjadi Rumah Sakit Handal Dan Terpercaya ”. Serta misi : “
Menjadikan Sumber Daya Manusia yang Professional, Mewujudkan
Sarana Dan Prasarana Rumah Sakit Yang Ideal, dan Mewujudkan
Pelayanan Bermutu, Mudah dan Manusiawi ”.
Data dari penelitian ini diambil pada dua ruangan yaitu ruang
dahlia yang merupakan ruang bedah pada RSUD masohi, dan ruang
Anggrek yang merupakan Ruang rawat Bedah Persalinan.
Respon yang didapat pada penelitian ini sebanyak 40 orang, yang
terbagi dalam beberapa tingkatan usia, dan jenis kelamin. Yang akan di
jelaskan pada hasil penelitian.
B. Hasil Penelitian
1. Hasil Analisa Univariat
a. Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Tabel 5.1 Distribusi responden berdasarkan jenis kelamin
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas, sebaran responden berdasarkan jenis
kelamin laki-laki sebanyak 18 orang atau 45%, dan yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 22 atau 55%.
b. Distribusi reponden berdasarkan usia
Tabel 5.2 Distribusi reponden berdasarkan usia
No Jenis KelaminJumlah
n %
1 11-20 thn 4 10
2 21-30 thn 6 15
31-40 thn 22 55
41-50 thn 4 10
> 50 thn 4 10
Total 40 100
jenis kelamin
Frequency PercentValid
PercentCumulative
Percent
laki-laki 18 45.0 45.0 45.0
perempuan 22 55.0 55.0 100.0
Total 40 100.0 100.0
Sumber : data primer
Berdasarkan tabel diatas, responden yang berusia antara 11-20
tahun sebanyak 4 orang (10%), yang berusia 21-30 tahun
sebanyak 6 orang (15%), yang berusia 31-40 tahun sebanyak
22 orang (55%), yang berusia 41-50 tahun sebanyak 4 orang
(10%) dan yang berusia diatas 50 thn sebanyak 4 orang (10%).
c. Distribusi motivasi responden
Tabel 5.3 Motivasi responden
No motivasi
Jumlah
n %
1 baik 36 90
2 kurang 4 10
Total 40 100
Sumber : data primer
Dari responden sebanyak 40 orang, didapatkan bahwa
responden yang memiliki motivasi baik sebanyak 36 orang
(90%), sedangkan responden yang memiliki motivasi kurang
sebanyak 4 orang (10%).
d. Distribusi latihan mobilisasi responden
Tabel 5.4 Latihan mobilisasi
Nolatihan
mobilisasi
Jumlah
n %
1 melakukan 35 87.5
2tidak
melakukan5 12.5
Total 40 100
Sumber : data primer
Dari responden sebanyak 40 orang, didapatkan bahwa
responden yang melakukan latihan mobilisasi sebanyak 35
orang (87.5%) sedangkan responden yang tidak melakukan
latihan mobilisasi sebanyak 5 orang (12.5%).
2. Hasil analisa Bivariat
a. Hubungan Motivasi Dengan Latihan Mobilisas Pada Pasien
Post Operasi di RSUD Masohi.
Tabel 5.5 Tabulasi silang hubungan motivasi dengan latihan
mobilisas pada pasien post operasi di RSUD Masohi.
motivasi * lat.mobilisasi Crosstabulation
lat.mobilisasi
Total5 9 10 11
motivasi 7 4 0 0 0 4
12 0 0 1 0 1
13 1 1 0 0 2
14 0 0 9 0 9
15 0 2 4 2 8
16 0 2 2 1 5
17 0 0 2 1 3
18 0 1 6 1 8
Total 5 6 24 5 40
Tabel diatas menjelaskan bahwa dari 40 orang responden, 4 orang
responden memiliki motivasi kurang, dan 36 orang memiliki motivasi
baik.
Hasil uji statistic menggunakan uji chi-square didapatkan hasil (p) =
0.000 dengan demikian maka (p) > 0.05, berarti Ho diterima, yang
artinya ada hubungan yang signifikan antara motivasi dan latihan
mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi.
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Motivasi Pada Pasien Post Operasi Di RSUD Masohi
Motivasi merupakan dorongan dari dalam diri seseorang maupun
dari luar, untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Notoadmodjo (2010)
menyatakan bahwa dorongan tersebut yang akan memampukan
seseorang untuk bertindak atau berperilaku. Hal yang sama juga
diungkapkan oleh Hariandja (2007) bahwa factor pendorong tersebut
dapat dilihat dalam bentuk ketekunan seseorang untuk mencapai
keinginan, tujuan dan atau memenuhi kebutuhannya.
Hasil penelitian yang dilakukan dari 40 orang responden didapat
bahwa motivasi pasien di RSUD Masohi, pasien yang memiliki motivasi
baik sebanyak 36 orang (90%), sedangkan pasien yang memiliki
motivasi kurang sebanyak 4 orang (10%). Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa mayoritas motivasi pada pasien post operasi di
RSUD Masohi, berada pada kategori motivasi baik dengan presentasi
mencapai 90%.
Tingginya motivasi pada pasien post operasi didorong oleh
kemauan untuk mencapai tujuan tertentu. Hal ini dibenarkan oleh
Setiawati & Dermawan (2008), bahwa motivasi akan menuntun
seseorang untuk melakukan kegiatan yang benar-benar sesuai dengan
arah dan tujuan yang ingin dicapainya.
B. Latihan Mobilisasi Pada Pasien Post Operasi Di RSUD Masohi.
Latihan mobilisasi merupakan latihan gerak tubuh untuk
mencapai suatu tujuan. Menurut Hidayat (2006), mobilitas atau
mobilisasi merupakan kemampuan individu untuk bergerak secara
bebas, mudah, dan teratur dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
aktivitas guna mempertahankan kesehatannya.
Hasil penelitian yang dilakukan menyatakan bahwa Latihan
mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi, yang melakukan
latihan mobilisasi sebanyak 35 orang (87.5%), dan yang tidak
melakukan latihan mobilisasi sebanyak 5 orang (12.5%). Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa hampir semua pasien melakukan
latihan mobilisasi demi mencapi kesembuhan dengan presentase
sebesar 87.5%.
Latihan mobilisasi sangat perlu dilakukan oleh pasien post
operasi dimulai dari latihan ringan di atas tempat tidur (latihan
pernafasan dan menggerakkan tungkai) sampai dengan pasien bisa
turun dari tempat tidur, berjalan ke kamar mandi dan berjalan keluar
kamar. Pasien harus diusahakan untuk kembali ke aktivitas biasa
sesegera mungkin, hal ini perlu dilakukan sedini mungkin pada pasien
pasca operasi untuk mengembalikan fungsi tubuh pasien kembali
normal.
C. Hubungan Motivasi Dengan Latihan Mobilisasi Pada Pasien Post
Operasi Di RSUD Masohi.
Bardasarkan hasil perhitungan analisis hubungan motivasi
dengan latihan mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi,
diperoleh hasil signifikansi (p) sebesar 0.000, nilai (p) < 0.05 yang
berarti bahwa Ho ditolak dan Ha diterima. Dengan demikian
disimpulkan bahwa ada hubungan antara motivasi dengan latihan
mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rita Epiana (2014),
bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi dengan latihan
mobilisasi pada pasien post operasi appendicitis di RSUD dr.
Moewardy, Surakarta.
Latihan mobilisasi memerlukan motivasi atau dorongan dari
dalam diri seseorang atau dari orang lain untuk mencapai kesembuhan
dan untuk mengembalikan fungsi tubuh kembali seperti normal dengan
cepat. Sehingga dapat disimpulkan bahwa semakin baik motivasi maka
semakin sering pula latihan mobilisasi yang dilakukan. Menurut
Setiawati & Dermawan (2008), motivasi erat kaitannya dengan tujuan,
apapun bentuk kegiatannya akan lebih mudah tercapai jika diawali
dengan sebuah motivasi yang jelas. Hal ini mencerminkan fungsi
motivasi dipandang sebagai pendorong seseorang untuk berbuat
sesuatu. Dengan motivasi individu dituntut untuk melakukan latihan
mobilisasi untuk mencapai kesembuhan yang optimal.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Rismalia (2009), bahwa
perilaku untuk melakukan mobilisasi dini dapat dipengaruhi oleh faktor
seperti motivasi, orang yang dianggap penting dan dukungan.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada pasien post operasi
di RSUD Masohi, sesuai dengan tujuan penelitian maka dapat diambil
beberapa simpulan sebagai berikut :
1. Pasien pos operasi di RSUD Masohi memiliki motivasi baik
sebanyak 36 orang (90%), sedangkan pasien yang memiliki
motivasi kurang sebanyak 4 orang (10%).
2. Latihan mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD Masohi, yang
melakukan latihan mobilisasi sebanyak 35 orang (87.5%), dan yang
tidak melakukan latihan mobilisasi sebanyak 5 orang (12.5%).
3. Terdapat hubungan yang signifikan antara motivasi dengan latihan
mobilisasi pada pasien post operasi. Semakin besar motivasi maka
semakin tinggi latihan mobilisasi pada pasien post operasi di RSUD
Masohi.
B. Saran
1. Penelitian ini diharapkan menambah wawasan dalam
mempersiapkan, mengumpulkan, mengolah. menganalisa, dan
menginformasikan data sekaligus mengaplikasikan teori yang telah
didapat selama masa study serta meningkatkan ilmu dan
pengetahuan dalam bidang keperawatan pada penelitian
selanjutnya dengan menggunakan sampel yang lebih banyak.
2. Hasil Penelitian ini juga diharapkan dapat manjadi masukan bagi
Rumah Sakit, khususnya perawat dalam memberikan asuhan
keperawatan terutama pendidikan kesehatan bagi pasien tentang
pentingnya motivasi latihan mobilisasi pada pasien post operasi.