Proposal Metodologi
-
Upload
sitisaparina9204 -
Category
Documents
-
view
97 -
download
0
Transcript of Proposal Metodologi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang mempelajari gejala alam, benda
tak hidup, dan sesuatu yang abstrak. Dalam pelajaran fisika sangat diperlukan
contoh-contoh ataupun percobaan yang mendukung keefektifan pembelajaran.
Pembelajaran yang dituntut dalam fisika ialah pembelajaran yang berdasarkan
teori dan praktek, yang akan mempermudah siswa dalam memahami segala materi
fisika yang bersifat matematis dan teoritis.
Materi fisika banyak terkait beberapa pokok bahasan yang mempelajari
tentang berbagai gejala alam sampai kepada gerak suatu benda. Gerak benda
tersebut terbagi menjadi dua jenis pokok bahasan yaitu materi fisika dinamika
yang mempelajari gerak suatu benda dengan meninjau gaya penyebabnya dan
materi fisika kinematika yang mempelajari gerak suatu benda dengan tidak
meninjau gaya penyebabnya.
Fisika tergolong materi pelajaran yang matematis dan teoritis maka dalam
pembelajaran fisika sering digunakan alat bantu pembelajaran yaitu media
pembelajaran. Dengan menggunakan media pembelajaran dapat mempermudah
dalam memahami konsep-konsep fisika. Media pembelajaran juga dapat
membantu dalam menerapkan konsep-konsep fisika sehingga fisika dapat lebih
mudah dimengerti dan dipahami.
Media merupakan alat bantu pembelajaran yang dapat bertindak sebagai
penyalur informasi secara langsung ataupun tidak langsung dalam proses belajar-
mengajar. Penggunaan media diharapkan akan dapat mempermudah siswa dalam
menerima ilmu pengetahuan secara efektif dan efisien. Pembelajaran fisika akan
lebih mudah dipahami dengan adanya media pembelajaran fisika yang dapat
membantu dalam menerapkan konsep-konsep fisika secara sederhana atau secara
lebih mudah.
1
Media pembelajaran fisika diharapkan dapat selalu digunakan oleh guru
fisika dalam mengajarkan ilmu-ilmu fisika. Hukum Boyle merupakan salah satu
materi fisika yang bertumpu pada pokok bahasan teori kinetic gas. Hukum Boyle
merupakan materi yang membutuhkan media pembelajaran, sehingga diharapkan
adanya media sebagai alat bantu mengajar konsep hukum Boyle sehingga konsep
hukum Boyle dapat direlialisasikan secara langsung. Adapun media yang
digunakan adalah alat praktikum, hal ini disebabkan agar siswa dapat mencobakan
langsung konsep hukum Boyle.
Dari hasil survey yang telah dilakukan ternyata masih banyak siswa yang
kurang memahami konsep dasar hukum Boyle dengan baik dan mengalami
kesulitan dalam menyelesaikan soal-soal mengenai konsep hukum Boyle. Hal itu
terlihat dari rendahnya hasil Ulangan Harian yang dicapai oleh siswa SMA Negeri
5 Kota Jambi kelas XI IPA yang terlihat pada tabel berikut:
Tabel 1.1 Rata -Rata Nilai Ulangan Harian Materi Teori Kinetik Gas Siswa
Kelas XI IPA SMA Negeri 5 Kota Jambi.
No. KelasJumlah
SiswaSKBM
Nilai Rata-rata Ulangan
Harian
1. XI IPA RSBI 27 75 63
2. XI IPA Unggul 30 75 60
3. XI IPA 1 40 70 55
4. XI IPA 2 42 70 52
5. XI IPA 3 42 70 56
6. XI IPA 4 41 70 55
(Sumber: Guru Fisika SMA Negeri 5 Kota Jambi Kelas XI IPA)
2
Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa siswa SMA Negeri 5 Kota Jambi
belum mencapai Standar Ketuntasan Belajar Minimal (SKBM) yang diberikan
guru bidang studi fisika pada materi teori kinetik gas khususnya konsep hukum
Boyle. Penyebabnya adalah kurangnya minat siswa dalam belajar fisika karena
pelajaran fisika kurang menarik.
Oleh karena itu, para guru/pengajar dipandang perlu untuk
mengembangkan suatu media pembelajaran yang dapat membantu siswa untuk
dapat memahami materi pelajaran dengan lebih menarik, sehingga memberikan
dampak yang lebih efektif terhadap kemajuan siswa. Untuk membantu
memfasilitasi siswa dalam belajar konsep hukum Boyle, diperlukan media yang
tepat untuk dapat memperjelas materi pelajaran tersebut.
Dari uraian di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian dengan
judul: “Pembuatan Media Pembelajaran Fisika Percobaan Hukum Boyle
untuk Membuktikan Hukum Boyle Pada Materi Teori Kinetik Gas Pada
Kelas XI SMA”.
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1) Apakah model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan konsep
hukum Boyle layak digunakan sebagai media pembelajaran materi teori
kinetik gas pada kelas XI SMA?
2) Apakah media model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan konsep
hukum Boyle dapat meningkatkan motivasi peserta didik dalam
mempelajari materi teori kinetic gas?
3) Apakah media model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan konsep
hukum Boyle efektif untuk digunakan pada pembelajaran teori kinetik
gas?
3
1.3 Tujuan Penelitian
Dalam penelitian ini, tujuan yang hendak dicapai penulis antara lain
sebagai berikut:
1) Untuk dapat membuat model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan
konsep hukum Boyle sebagai media pembelajaran teori kinetik gas kelas
XI SMA.
2) Untuk meningkatkan motivasi belajar siswa dalam mempelajari teori
kinetik gas dengan menggunakan media model percobaan hukum Boyle
untuk menunjukkan konsep hukum Boyle.
3) Untuk mengetahui keefektifan penggunaan model percobaan hukum Boyle
untuk menunjukkan konsep hukum Boyle sebagai media pembelajaran
teori kinetik gas.
1.4 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1) Penggunaan media model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan
konsep hukum Boyle diharapkan dapat membangkitkan motivasi belajar
siswa dalam mempelajari materi teori kinetik gas.
2) Penggunaan media model percobaan hukum Boyle untuk menunjukkan
konsep hukum Boyle diharapkan efektif dalam pembelajaran di kelas
sehingga dapat memberikan pengalaman yang konkret yang mudah diingat
siswa.
3) Menambah wawasan penulis maupun pembaca tentang pentingnya
penggunaan media pembelajaran khususnya berupa alat peraga dalam
mempelajari teori kinetik gas.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Belajar
Belajar merupakan suatu proses yang tiada henti dialami oleh tiap individu
semasa hidupnya. Belajar merupakan proses perubahan perilaku sebagai hasil dari
pengalamannya. Seperti yang dikatakan Hamalik (2003) dalam bukunya yang
berjudul Kurikulum dan Pembelajaran, bahwa belajar adalah modifikasi atau
memperteguh kelakuan melalui pengalaman. Belajar merupakan suatu proses,
suatu kegiatan dan bukan hasil atau tujuan. Belajar bukan hanya mengingat, akan
tetapi lebih luas dari itu yakni mengalami. Pengalaman yang dimaksud tentu
didapat dari interaksi dengan lingkungan. Slameto (1988) juga mengungkapkan
bahwa belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan individu untuk
memperoleh suatu perubahan perilaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil
dari pengalaman individu itu sendiri dalam interaksi individu dengan lingkungan.
Ali (2002) mengemukakan bahwa belajar dapat diartikan sebagai proses
perubahan perilaku sebagai akibat interaksi individu dengan lingkungan. Interaksi
ini biasanya berlangsung secara disengaja. Kesengajaan itu sendiri tercermin dari
adanya faktor berikut:
1) Kesiapan (readiness) yaitu kapasitas baik fisik maupun mental untuk
melakukan sesuatu.
2) Motivasi, yaitu dorongan dari dalam diri sendiri untuk melakukan sesuatu.
3) Tujuan yang ingin dicapai.
Interaksi individu dengan lingkungan berlangsung secara disengaja
memiliki arti bahwa peserta didik ditempatkan pada situasi dimana proses
perubahan perilaku diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu. Dalam hal ini,
guru memiliki peran sentral dalam mengatur penyampaian pengalaman-
pengalaman yang akan dipelajari oleh peserta didik. Lebih lanjut, John Park
dalam Anshari (1983) menyatakan bahwa pendidikan adalah seni atau proses
5
dalam menyalurkan atau menerima pengetahuan dan kebiasaan-kebiasaan melalui
pengajaran dan studi. Jadi mengajar bukan hanya sekedar menyampaikan materi,
namun merupakan suatu seni tentang bagaimana guru membuat proses
pengubahan pengalaman itu membekas pada diri setiap peserta didik.
Tujuan pembelajaran dalam suatu kegiatan pembelajaran hanya dapat
dicapai jika ada interaksi belajar-mengajar antara guru dan peserta didik dalam
proses pembelajaran di kelas. Interaksi tersebut harus dalam proses komunikasi
yang aktif dan edukatif antara guru dan peserta didik yang saling menguntungkan
kedua belah pihak agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efisien dan
efektif. Hanya dengan proses pembelajaran yang baik, tujuan pembelajaran dapat
dicapai sehingga siswa mengalami perubahan perilaku melalui kegiatan belajar
(Hadis. 2008). Komunikasi yang aktif diperoleh ketika siswa benar-benar terlibat
dalam proses pembelajaran tersebut. Agar tujuan pembelajaran tercapai seperti
yang diharapkan, partisipasi aktif siswa dapat dipicu dengan terlebih dahulu
menimbulkan motivasi belajar pada diri siswa. Hamalik (2001) mengungkapkan
beberapa faktor belajar efektif sebagai berikut:
1. Faktor kegiatan, penggunaan, dan pengulangan: Kegiatan dasar seperti
melihat, mendengar, merasakan, motoris maupun kegiatan–kegiatan
lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengalaman, sikap, kebiasaan,
dan minat.
2. Belajar memerlukan latihan, dengan jalan: relearning (mengingat),
recalling (menyimpulkan), dan receiving (meninjau kembali) agar
pelajaran yang terlupakan dapat dikuasai kembali dan pelajaran yang
belum dikuasai akan dapat lebih mudah dipahami.
3. Belajar siswa akan lebih berhasil jika siswa merasa berhasil mendapatkan
kepuasannya, belajar hendaknya dilakukan dalam suasana yang
menyenangkan.
6
4. Siswa yang belajar perlu mengetahi apakah ia berhasil atau gagal dalam
belajarnya. Keberhasilan akan menimbulkan kepuasan dan mendorong
belajar lebih baik, sedangkan kegagalan akan menimbulkan frustasi.
5. Faktor kesiapan belajar. Siswa yang telah siap belajar akan dapat
melakukan kegiatan belajar lebih mudah dan lebih berhasil.
6. Faktor minat dan usaha. Belajar dengan minat akan mendorong siswa
belajar lebih baik daripada belajar tanpa minat. Minat ini timbul apabila
siswa tertarik akan sesuatu yang dipelajarinya.
7. Faktor-faktor fisiologis. Kondisi badan siswa yang belajar sangat
berpengaruh dalam proses belajar. Badan yang lelah, lemah, akan
meyebabkan kurangnya perhatian dalam belajar.
8. Faktor intelegensi yakni tingkat kecerdasan siswa.
Walaupun faktor minat dan usaha menempati urutan keenam dari
beberapa faktor belajar efektif yang diungkapkan oleh Hamalik (2001), namun
tanpa adanya minat/motivasi peserta didik, belajar akan terkesan sebagai suatu
paksaan, dan menyebabkan tujuan pembelajaran tidak tercapai.
Dahar (1992) mengungkapkan beberapa fase belajar, yaitu fase perhatian,
retensi, reproduksi, motivasi, lalu muncul dalam bentuk penampilan. Pada fase
perhatian umunya siswa memberikan perhatian kepada model-model yang
menarik, berhasil, menimbulkan minat, dan popular. Pada fase retensi siswa
dilatih agar dapat tetap mengingat berbagai hal yang telah dipelajari melalui
proses pengamatan di lapangan. Pada fase reproduksi, siswa diharapkan dapat
mengingat kembali pesan dan kesan dari berbagai materi atau bahan pelajaran
yang dipelajari melalui pengamatan. Pada fase motivasi, bagaimana para siswa
dengan melalui fase perhatian, retensi, reproduksi, mereka termotivasi untuk aktif
dalam melakukan proses belajar melalui pengamatan dan akan dapat diamati oleh
guru di kelas.
7
2.2 Motivasi Belajar
Proses belajar merupakan suatu proses yang dengan sengaja diciptakan
untuk kepentingaan anak didik. Agar anak didik dapat belajar, guru berusaha
menciptakan lingkungan belajar yang kondusif dengan memanfaatkan semua
komponen yang tersedia. Dalam hal ini motivasi merupakan salah satu faktor
yang mempunyai arti penting bagi anak didik. Untuk itu, guru harus dapat
membangkitkan gairah belajar anak didik.
Kegiatan belajar mengajar yang penting adalah menciptakan kondisi atau
suatu proses yang mengarahkan siswa melakukan aktivitas belajar. Dalam hal ini
sudah barang tentu peran guru sangat penting. Bagaimana guru melakukan usaha-
usaha untuk dapat menumbuhkan dan memberi motivasi agar anak didiknya
melakukan aktivitas belajar dengan baik. Untuk dapat belajar dengan baik
diperlukan proses dan motivasi yang baik pula.
Kata ‘motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang
untuk melakukan sesuatu. Motif dapat dibedakan sebagai daya penggerak dari
dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi mencapai suatu
tujuan. Bahkan motif dapat diartikan sebagai suatu kondisi intern (kesiapsiagaan).
Berawal dari kata motif itu sendiri, maka motivasi dapat diartikan sebagai daya
penggerak yang telah menjadi aktif. Motif menjadi aktif pada saat-saat tertentu
terutama bila kebutuhan dirasakan mendesak (Sudirman. 2000).
Motivasi belajar merupakan kekuatan mental yang mendorong terjadinya
proses belajar. Motivasi belajar tersebut ada yang intrinsik dan ada pula yang
ekstrinsik. Dimyanti dan Mudjiono (2000) menyebutkan beberapa unsur yang
mempengaruhi motivasi belajar siswa, salah satunya ialah siswa memiliki
perasaan, perhatian, kemauan, ingatan, pikiran yang mengalami perubahan berkat
pengalaman. Pengalaman tersebut berpengaruh pada motivasi dan perilaku
belajar.
Lebih lanjut, Wahab (2002) mengemukakan bahwa salah satu aspek
penting dalam mengajar ialah membangkitkan motivasi anak untuk belajar. Hal
8
ini begitu penting karena motivasi seseorang adalah bagian internal manusia. Dia
menetapkan alasan dan membuat keputusannya sendiri berdasarkan apa
penglihatannya (perception) terhadap lingkungannya. Tentang bagaimana guru
mempengaruhi motivasi siswa adalah dengan menciptakan situasi eksternal
sehingga siswa akan bertindak sesuai dengan yang diharapkan.
Beberapa prinsip umum belajar:
a) Siswa akan belajar lebih baik bila keadaan siap. Siswa yang tidak siap
belajar tidak akan dapat mempelajari sesuatu secra efisien. Kesiapan itu
sendiri adalah merupakan gabungan antara kematangan, motivasi,
pengalaman, kemampuan, persepsi, bakat/kecerdasan, dan faktor0faktor
lainnya yang membuat seseorang siap untuk memperoleh pengajaran. Jika
guru menempuh cara yang tepat maka ia akan dapat membuat seseorang
yang tidak siap menjadi siap untuk belajar. Juga diakui bahwa belajar akan
berjalan secara lebih efektif jika siswa termotivasi untuk belajar.
b) Belajar yang tidak memberikan sesuatu yang baru, tidak memberikan
manfaat. Belajar yang didasari oleh incentive, misalnya belajar karena
dorongan dari luar tidak member hasil yang baik.
Untuk dapat membangkitkan motivasi belajar siswa, media merupakan
satu pilihan tepat. Kehadiran media dapat mengatasi berbagai masalah/fenomena-
fenomena fisika yang tidak dapat dijelaskan hanya dengan kata-kata verbal
teoritis.
2. 3 Media Pembelajaran
Media (bentuk jamak dari kata medium), merupakan kata yang berasal
dari bahasa latin medius, yang secara harfiah berarti ‘tengah’, ‘perantara’ atau
‘pengantar’ (Arsyad, 2002; Sadiman, dkk., 1990). Oleh karena itu, media dapat
diartikan sebagai perantara atau pengantar pesan dari pengirim ke penerima pesan.
Media dapat berupa sesuatu bahan (software) dan/atau alat (hardware).
Sedangkan menurut Gerlach & Ely (dalam Arsyad, 2002), bahwa media jika
dipahami secara garis besar adalah manusia, materi, atau kejadian yang
9
membangun kondisi, yang menyebabkan siswa mampu memperoleh pengetahuan,
keterampilan, atau sikap. Jadi menurut pengertian ini, guru, teman sebaya, buku
teks, lingkungan sekolah dan luar sekolah, bagi seorang siswa merupakan media.
Pengertian ini sejalan dengan batasan yang disampaikan oleh Gagne (1985), yang
menyatakan bahwa media merupakan berbagai jenis komponen dalam lingkungan
siswa yang dapat merangsang untuk belajar.
Banyak batasan tentang media, Association of Education and
Communication Technology (AECT) memberikan pengertian tentang media
sebagai segala bentuk dan saluran yang digunakan untuk menyampaikan pesan
dan informasi. Dalam hal ini terkandung pengertian sebagai medium (Gagne, et
al., 1988) atau mediator, yaitu mengatur hubungan yang efektif antara dua pihak
utama dalam proses belajar -siswa dan isi pelajaran. Sebagai mediator, dapat pula
mencerminkan suatu pengertian bahwa dalam setiap sistem pengajaran, mulai dari
guru sampai kepada peralatan yang paling canggih dapat disebut sebagai media.
Heinich, et.al., (1993) memberikan istilah medium, yang memiliki pengertian
yang sejalan dengan batasan di atas yaitu sebagai perantara yang mengantar
informasi antara sumber dan penerima.
Dalam dunia pendidikan, sering kali istilah alat bantu atau media
komunikasi digunakan secara bergantian atau sebagai pengganti istilah media
pendidikan (pembelajaran). Seperti yang dikemukakan oleh Hamalik (1994)
bahwa dengan penggunaan alat bantu berupa media komunikasi, hubungan
komunikasi akan dapat berjalan dengan lancar dan dengan hasil yang maksimal.
Batasan media seperti ini juga dikemukakan oleh Reiser dan Gagne (dalam
Criticos, 1996; Gagne, et al., 1988), yang secara implisit menyatakan bahwa
media adalah segala alat fisik yang digunakan untuk menyampaikan isi materi
pengajaran. Dalam pengertian ini, buku/modul, tape recorder, kaset, video
recorder, camera video, televisi, radio, film, slide, foto, gambar, dan komputer
adalah merupakan media pembelajaran. Menurut National Education Association
-NEA (dalam Sadiman, dkk., 1990), media adalah bentuk-bentuk komunikasi baik
yang tercetak maupun audio visual beserta peralatannya.
10
Berdasarkan batasan-batasan mengenai media seperti tersebut di atas,
maka dapat dikatakan bahwa media pembelajaran adalah segala sesuatu yang
menyangkut software dan hardware yang dapat digunakan untuk meyampaikan
isi materi ajar dari sumber belajar ke pebelajar (individu atau kelompok), yang
dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan minat pebelajar sedemikian
rupa sehingga proses belajar (di dalam/di luar kelas) menjadi lebih efektif.
2. 3. 1 Posisi Media Pembelajaran
Bruner (1966) mengungkapkan ada tiga tingkatan utama modus belajar,
seperti: enactive (pengalaman langsung), iconic (pengalaman piktorial atau
gambar), dan symbolic (pengalaman abstrak). Pemerolehan pengetahuan dan
keterampilan serta perubahan sikap dan perilaku dapat terjadi karena adanya
interaksi antara pengalaman baru dengan pengalaman yang telah dialami
sebelumnya melalui proses belajar. Sebagai ilustrasi misalnya, belajar untuk
memahami apa dan bagaimana mencangkok. Dalam tingkatan pengalaman
langsung, untuk memperoleh pemahaman pebelajar secara langsung mengerjakan
atau membuat cangkokan. Pada tingkatan kedua, iconic, pemahaman tentang
mencangkok dipelajari melalui gambar, foto, film atau rekaman video.
Selanjutnya pada tingkatan pengalaman abstrak, siswa memahaminya lewat
membaca atau mendengar dan mencocokkannya dengan pengalaman melihat
orang mencangkok atau dengan pengalamannya sendiri.
Media pembelajaran merupakan suatu perantara seperti apa yang
dimaksud pada pernyataan di atas. Dalam kondisi ini, media yang digunakan
memiliki posisi sebagai alat bantu dalam kegiatan pembelajaran, yaitu alat bantu
mengajar bagi guru (teaching aids). Misalnya alat-alat grafis, photografis, atau
elektronik untuk menangkap, memproses, dan menyususn kembali informasi
visual atau verbal. Sebagai alat bantu dalam mengajar, media diharapkan dapat
memberikan pengalaman kongkret, motivasi belajar, mempertinggi daya serap
dan retensi belajar siswa. Sehingga alat bantu yang banyak dan sering digunakan
adalah alat bantu visual, seperti gambar, model, objek tertentu, dan alat-alat visual
lainnya. Oleh karena dianggap sebagai alat bantu, guru atau orang yang membuat
11
media tersebut kurang memperhatikan aspek disainnya, pengembangan
pembelajarannya, dan evaluasinya.
Dengan kemajuan teknologi di berbagai bidang, misalnya dalam teknologi
komunikasi dan informasi pada saat ini, media pembelajaran memiliki posisi
sentral dalam proses belajar dan bukan semata-mata sebagai alat bantu. Media
pembelajaran memainkan peran yang cukup pensting untuk mewujudkan kegiatan
belajar menjadi lebih efektif dan efisien. Dalam posisi seperti ini, penggunaan
media pembelajaran dikaitkan dengan apa-apa saja yang dapat dilakukan oleh
media, yang mungkin tidak mampu dilakukan oleh guru (atau guru melakukannya
kurang efisien). Dengan kehadiran media pembelajaran maka posisi guru bukan
lagi sebagai satu-satunya sumber belajar, tetapi sebagai fasilitator. Bahkan pada
saat ini media telah diyakini memiliki posisi sebagai sumber belajar yang
menyangkut keseluruhan lingkungan di sekitar pebelajar.
Hasil belajar seseorang diperoleh mulai dari pengalaman langsung
(kongkret) berdasarkan kenyataan yang ada di lingkungan hidupnya, kemudian
melalui benda-benda tiruan, dan selanjutnya sampai kepada lambang-lambang
verbal (abstrak). Untuk kondisi seperti inilah kehadiran media pembelajaran
sangat bermanfaat. Dalam posisinya yang sedemikian rupa, media akan dapat
merangsang keterlibatan beberapa alat indera. Di samping itu, memberikan solusi
untuk memecahkan persoalan berdasarkan tingkat keabstrakan pengalaman yang
dihadapi pebelajar. Kenyataan ini didukung oleh landasan teori penggunaan media
yang dikemukakan oleh Edgar Dale, yaitu teori Kerucut Pengalaman Dale (Dale’s
Cone of Experience) seperti Gambar 1 di bawah. Teori ini merupakan elaborasi
yang rinci dari konsep tiga tingkatan pengalaman yang dikemukakan oleh Bruner.
2. 3. 2 Fungsi Media Pembelajaran
Efektivitas proses belajar mengajar (pembelajaran) sangat dipengaruhi
oleh faktor metode dan media pembelajaran yang digunakan. Keduanya saling
berkaitan, di mana pemilihan metode tertentu akan berpengaruh terhadap jenis
media yang akan digunakan. Dalam arti bahwa harus ada kesesuaian di antara
keduanya untuk mewujudkan tujuan pembelajaran. Walaupun ada hal-hal lain
12
yang juga perlu diperhatikan dalam pemilihan media, seperti: konteks
pembelajaran, karakteristik pebelajar, dan tugas atau respon yang diharapkan dari
pebelajar (Arsyad, 2002). Sedangkan menurut Criticos (1996), tujuan
pembelajaran, hasil belajar, isi materi ajar, rangkaian dan strategi pembelajaran
adalah kriteria untuk seleksi dan produksi media. Dengan demikian, penataan
pembelajaran (iklim, kondisi, dan lingkungan belajar) yang dilakukan oleh
seorang pengajar dipengaruhi oleh peran media yang digunakan.
Pemanfaatan media dalam pembelajaran dapat membangkitkan keinginan
dan minat baru, meningkatkan motivasi dan rangsangan kegiatan belajar, dan
bahkan berpengaruh secara psikologis kepada siswa (Hamalik, 1986). Selanjutnya
diungkapkan bahwa penggunaan media pengajaran akan sangat membantu
keefektifan proses pembelajaran dan penyampaian informasi (pesan dan isi
pelajaran) pada saat itu. Kehadiran media dalam pembelajaran juga dikatakan
dapat membantu peningkatan pemahaman siswa, penyajian data/informasi lebih
menarik dan terpercaya, memudahkan penafsiran data, dan memadatkan
informasi. Jadi dalam hal ini dikatakan bahwa fungsi media adalah sebagai alat
bantu dalam kegiatan belajar mengajar.
Sadiman, dkk (1990) menyampaikan fungsi media (media pendidikan)
secara umum, adalah sebagai berikut: (i) memperjelas penyajian pesan agar tidak
terlalu bersifat visual; (ii) mengatasi keterbatasan ruang, waktu, dan daya indera,
misal objek yang terlalu besar untuk dibawa ke kelas dapat diganti dengan
gambar, slide, dsb., peristiwa yang terjadi di masa lalu bisa ditampilkan lagi lewat
film, video, fota atau film bingkai; (iii) meningkatkan kegairahan belajar,
memungkinkan siswa belajar sendiri berdasarkan minat dan kemampuannya, dan
mengatasi sikap pasif siswa; dan (iv) memberikan rangsangan yang sama, dapat
menyamakan pengalaman dan persepsi siswa terhadap isi pelajaran.
Fungsi media, khususnya media visual juga dikemukakan oleh Levie dan
Lentz, seperti yang dikutip oleh Arsyad (2002) bahwa media tersebut memiliki
empat fungsi yaitu: fungsi atensi, fungsi afektif, fungsi kognitif, dan fungsi
kompensatoris. Dalam fungsi atensi, media visual dapat menarik dan
mengarahkan perhatian siswa untuk berkonsentrasi kepada isi pelajaran. Fungsi
13
afektif dari media visual dapat diamati dari tingkat “kenikmatan” siswa ketika
belajar (membaca) teks bergambar. Dalam hal ini gambar atau simbul visual dapat
menggugah emosi dan sikap siswa. Berdasarkan temuan-temuan penelitian
diungkapkan bahwa fungsi kognitif media visual melalui gambar atau lambang
visual dapat mempercepat pencapaian tujuan pembelajaran untuk memahami dan
mengingat pesan/informasi yang terkandung dalam gambar atau lambang visual
tersebut. Fungsi kompensatoris media pembelajaran adalah memberikan konteks
kepada siswa yang kemampuannya lemah dalam mengorganisasikan dan
mengingat kembali informasi dalam teks. Dengan kata lain bahwa media
pembelajaran ini berfungsi untuk mengakomodasi siswa yang lemah dan lambat
dalam menerima dan memahami isi pelajaran yang disajikan dalam bentuk teks
(disampaikan secara verbal).
Dengan menggunakan istilah media pengajaran, Sudjana dan Rivai (1992)
mengemukakan beberapa manfaat media dalam proses belajar siswa, yaitu: (i)
dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa karena pengajaran akan lebih menarik
perhatian mereka; (ii) makna bahan pengajaran akan menjadi lebih jelas sehingga
dapat dipahami siswa dan memungkinkan terjadinya penguasaan serta pencapaian
tujuan pengajaran; (iii) metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata-mata
didasarkan atas komunikasi verbal melalui kata-kata; dan (iv) siswa lebih banyak
melakukan aktivitas selama kegiatan belajar, tidak hanya mendengarkan tetapi
juga mengamati, mendemonstrasikan, melakukan langsung, dan memerankan.
Berdasarkan atas beberapa fungsi media pembelajaran yang dikemukakan
di atas, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan media dalam kegiatan belajar
mengajar memiliki pengaruh yang besar terhadap alat-alat indera. Terhadap
pemahaman isi pelajaran, secara nalar dapat dikemukakan bahwa dengan
penggunaan media akan lebih menjamin terjadinya pemahaman yang lebih baik
pada siswa. Pebelajar yang belajar lewat mendengarkan saja akan berbeda tingkat
pemahaman dan lamanya “ingatan” bertahan, dibandingkan dengan pebelajar
yang belajar lewat melihat atau sekaligus mendengarkan dan melihat. Media
pembelajaran juga mampu membangkitkan dan membawa pebelajar ke dalam
suasana rasa senang dan gembira, di mana ada keterlibatan emosianal dan mental.
14
Tentu hal ini berpengaruh terhadap semangat mereka belajar dan kondisi
pembelajaran yang lebih hidup, yang nantinya bermuara kepada peningkatan
pemahaman pebelajar terhadap materi ajar.
2. 3. 3. Klasifikasi Media Pembelajaran
Usaha-usaha ke arah taksonomi media tersebut telah dilakukan oleh
beberapa ahli. Rudy Bretz, mengklasifikasikan media berdasarkan unsur
pokoknya yaitu suara, visual (berupa gambar, garis, dan simbol), dan gerak. Di
samping itu juga, Bretz membedakan antara media siar (telecommunication) dan
media rekam (recording). Dengan demikian, media menurut taksonomi Bretz
dikelompokkan menjasi 8 kategori: 1) media audio visual gerak, 2) media audio
visual diam, 3) media audio semi gerak, 4) media visual gerak, 5) media visual
diam, 6) media semi gerak, 7) media audio, dan 8) media cetak.
Pengelompokan menurut tingkat kerumitan perangkat media, khususnya
media audio-visual, dilakukan oleh C.J Duncan, dengan menyususn suatu hirarki.
Dari hirarki yang digambarkan oleh Duncan dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa
semakin tinggi tingkat hirarki suatu media, semakin rendah satuan biayanya dan
semakin khusus sifat penggunaannya. Namun demikian, kemudahan dan
keluwesan penggunaannya semakin bertambah. Begitu juga sebaliknya, jika suatu
media berada pada hirarki paling rendah. Schramm (dalam Sadiman, dkk., 1986)
juga melakukan pegelompokan media berdasarkan tingkat kerumitan dan
besarnya biaya. Dalam hal ini, menurut Schramm ada dua kelompok media yaitu
big media (rumit dan mahal) dan little media (sederhana dan murah). Lebih jauh
lagi ahli ini menyebutkan ada media massal, media kelompok, dan media
individu, yang didasarkan atas daya liput media.
Beberapa ahli yang lain seperti Gagne, Briggs, Edling, dan Allen,
membuat taksonomi media dengan pertimbangan yang lebih berfokus pada proses
dan interaksi dalam belajar, ketimbang sifat medianya sendiri. Gagne misalnya,
mengelompokkan media berdasarkan tingkatan hirarki belajar yang
dikembangkannya. Menurutnya, ada 7 macam kelompok media seperti: benda
untuk didemonstrasikan, komunikasi lisan, media cetak, gambar diam, gambar
15
gerak, film bersuara, dan mesin belajar. Briggs mengklasifikasikan media menjadi
13 jenis berdasarkan kesesuaian rangsangan yang ditimbulkan media dengan
karakteristik siswa. Ketiga belas jenis media tersebut adalah: objek/benda nyata,
model, suara langsung, rekaman audio, media cetak, pembelajaran terprogram,
papan tulis, media transparansi, film bingkai, film (16 mm), film rangkai, televisi,
dan gambar (grafis).
Sejalan dengan perkembangan teknologi, maka media pembelajaran pun
mengalami perkembangan melalui pemanfaatan teknologi itu sendiri. Berdasarkan
perkembangan teknologi tersebut, Arsyad (2002) mengklasifikasikan media atas
empat kelompok: 1) media hasil teknologi cetak, 2) media hasil teknologi audio-
visual, 3) media hasil teknologi berbasis komputer, dan 4) media hasil gabungan
teknologi cetak dan komputer. Seels dan Glasgow (dalam Arsyad, 2002) membagi
media ke dalam dua kelompok besar, yaitu: media tradisional dan media teknologi
mutakhir. Pilihan media tradisional berupa media visual diam tak diproyeksikan
dan yang diproyeksikan, audio, penyajian multimedia, visual dinamis yang
diproyeksikan, media cetak, permainan, dan media realia. Sedangkan pilihan
media teknologi mutakhir berupa media berbasis telekomunikasi (misal
teleconference) dan media berbasis mikroprosesor (misal: permainan komputer
dan hypermedia).
2.4 Teori kinetik gas
Hukum-hukum tentang Gas
Teori kinetik gas membahas hubungan antara besaran-besaran yang
menentukan keadaan suatu gas. Jika gas yang diamati berada di dalam ruangan
tertutup, besaran-besaran yang menentukan keadaan gas tersebut adalah volume
(V), tekanan (p), dan suhu gas (T). Menurut proses atau perlakuan yang diberikan
pada gas, terdapat tiga jenis proses, yaitu isotermal, isobarik, dan isokhorik.
Pembahasan mengenai setiap proses gas tersebut dapat Anda pelajari dalam uraian
berikut.
16
1) Hukum Boyle
Perhatikanlah Gambar 8.1 berikut.
Gambar 8.1 (a) Gas di dalam tabung memiliki volume V1 dan tekanan P1. (b)
Volume gas di dalam tabung diperbesar menjadi V2sehingga
tekanannya P2menjadi lebih kecil.
Suatu gas yang berada di dalam tabung dengan tutup yang dapat
diturunkan atau dinaikkan, sedang diukur tekanannya. Dari gambar tersebut dapat
Anda lihat bahwa saat tuas tutup tabung ditekan, volume gas akan mengecil dan
mengakibatkan tekanan gas yang terukur oleh alat pengukur menjadi membesar.
Hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) suatu gas yang berada di ruang
tertutup ini diteliti oleh Robert Boyle. Saat melakukan percobaan tentang
hubungan antara tekanan dan volume gas dalam suatu ruang tertutup, Robert
Boylemenjaga agar tidak terjadi perubahan temperatur pada gas (isotermal). Dari
data hasil pengamatannya, Boyle mendapatkan bahwa hasil kali antara tekanan (p)
dan volume (V) gas pada suhu tetap adalah konstan. Hubungan, tersebut dikenal
dengan Hukum Boyle yang dapat dinyatakan berikut ini:
“Apabila suhu gas yang berada dalam ruang tertutup dijaga konstan,
maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”.
17
Hasil pengamatan Boyle tersebut kemudian dikenal sebagai Hukum Boyle
yang secara matematis dinyatakan dengan persamaan
pV = konstan
atau
p1V1 = p2V2
Dalam bentuk grafik, hubungan antara tekanan (p) dan volume (V) dapat
dilihat pada Gambar 8.2.
18
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian yang dilakukan termasuk ke dalam kategori development
research. Dalam hal ini penulis mencoba membangun (membuat) suatu media
untuk membantu penyampaian materi hukum boyle pada pokok bahasan teori
kinetik gas.
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian
Pembuatan media percobaan hukum boyle dilakukan di rumah penulis.
Sedangkan penelitian terhadap kelayakan media tersebut dilakukan dalam selang
selesainya pembuatan media.
3.3 Alat dan Bahan Penelitian
Alat yang digunakan antara lain:
1. Palu 2. Pisau / Cutter
Bahan yang digunakan antara lain:
1. Papan kayu
19
2. Penggaris
3. Pipa kecil panjang
4. Pipa U 5. Suntikan 60 ml
20
6. Tabung bening kaca
7. Alkohol 70 %
8. Air berwarna
Keterangan bahan yang digunakan:
1. Papan kayu berfungsi
sebagai bantalan.
2. Penggaris berfungsi sebagai batas ukur.
21
3. Pipa kecil panjang berfungsi sebagai tempat air berwarna.
4. Pipa U berfungsi sebagai
manometer tabung terbuka
5. Suntikan 60 ml berfungsi
sebagai pompa.
6. Tabung bening kaca
berfungsi sebagai tangki.
22
7. Alkohol 70 % dimasukkan kedalam pipa U (manometer sederhana)
8. Air Berwarna berfungsi sebagai air pembatas.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Prosedur penelitian pembuatan alat media percobaan hukum
boyle.
Sebelum masuk ke tahap pelaksanaan pembuatan alat, terlebih dahulu
penulis menyediakan dan membeli semua alat dan bahan yang diperlukan.
Tahap Pelaksanaan:
1. Membuat manometer
sederhana dengan
menggunakan pipa U
dan penggaris,
kemudian direkatkan
pada papan kayu
sebagai bantalannya.
2. Menempelkan
manometer sederhana
pada bantalan papan
kayu.
23
3. Memasang paku kabel
untuk merekatkan pipa
kecil panjang.
4. Bagian tutup botol
diberi tiga lubang
kemudian masukkan
selang. Untuk lebih
merekatkannya agar
tidak ada udara yang
keluar, maka dibagian
bawahnya diberi karet
perekat.
5. Menghubungkan
kembali tutup botol
dengan botol bening
kaca.
24
6. Selang bagian tengah
dihungkan ke pompa
(suntikan 60 ml).
7. Selang bagian kiri
dihubungkan ke pipa
kecil panjang.
8. Selang bagian kanan
dihubungkan ke
manometer sederhana
(pipa U).
25
9. Hasil akhirnya:
3.4.2 Prosedur kerja model pecobaan hukum boyle.
1. Susunlah alat dan bahan seperti gambar di bawah ini!
26
2. Isilah pipa kecil panjang dengan sedikit air berwarna sebagai pembatas
ruang, lalu hubungkan dengan tangki.
3. Isilah pipa U dengan alkohol (berfungsi sebagai manometer terbuka),
kemudian hubungkan keselang yang telah terhubung ke tangki.
4. Ukurlah volume ruang V dengan Cara mengalikan panjang pipa dari air
berwarna sebagai pembatas sampai ujung pipa L dan luas penampang pipa
A, yaitu V = A. L. Adapun tekanan udara berdasarkan manometer sama
dengan tekanan udara luar B.
5. Masukkan sedikit udara ke dalam tangki dengan cara membuka selang
yang terhubung ke pompa (suntikan 60 ml), kemudian dihubungkan
kembali. Setelah itu pompa sampai permukaan alkohol dalam manometer
naik ± 1 cm (h1 = 1 cm). Kemudian tentukan berapa volume saat itu.
Adapun tekanan udara dalam tangki menjadi h1 + B.
6. Ulangi langkah nomor 4 dengan memvariasikan volume V dan mencatat
tekanan udara tangki berdasarkan tinggi permukaan alkohol pada
manometer.
7. Masukkan data berupa V dan p pada masing-masing kondisi dalam tabel,
kemudian buatlah grafik hubungan antara V dan p.
NO Li Vi = ALi hi Pi = hi + B
Ket:
A = 0,03 m2
B = 1 atm = 1,01 x 105 Pa
27
3.4.3. Pengujian kelayakan percobaan hukum boyle
Pengujian kelayakan alat melalui pemberian angket kepada tim ahli yang
menilai kelayakan media percobaan hukum boyle. Angket yang dibuat
berdasarkan kisi-kisi instrument penilaian media pembelajaran.
Tabel Kisi-kisi lembar observasi Tim Ahli terhadap media pembelajaran
No Aspek Penilaian Indikator Instrumen
1. Aspek
Pembelajaran
Topik yang jelas 1
Relevansi media dengan tujuan
pembelajaran
2
Relevansi media dengan Isi materi 3
Mampu menjelaskan konsep
pembiasan cahaya pada lensa
cembung
4
Kesesuaian dengan sasaran didik 5
Merangsang cara berpikir peserta
didik
6
Mempermudah pemahaman 7
Ilmiah 8
2. Aspek
Karakteristik dan
Desain Media
Kemudahan Penggunaan 9 dan 10
Kepraktisan 11
Sederhana 12
Daya jangkauan 13
Kelancaran penggunaan media 14
Menarik perhatian 15
3. Aspek
Kompetabilitas
Ketersediaan bahan untuk pembuatan 16
Ketersediaan suku cadang 17
28
3.5 Pengumpulan Data
Metode Pengumpulan data terbagi ke dalam 2 bagian:
1) Metode Eksperimen
Metode eksperimen merupakan kegiatan percobaan untuk meneliti suatu
peristiwa atau gejala yang muncul pada kondisi tertentu dan setiap gejala yang
muncul diamati dan dikontrol secermat mungkin sehingga dapat diketahui
hubungan akibat munculnya gejala tersebut. Metode ini digunakan pada saat
pembuatan media percobaan hukum boyle dengan mendata seluruh alat dan bahan
yang dibutuhkan kemudian menuliskan langkah pembuatan media tersebut.
2) Metode Angket
Metode angket digunakan untuk mengetahui pendapat responden setelah
menerima materi pelajaran teori kinetic gas untuk membuktikan hukum boyle
dengan media percobaan hukum boyle. Angket yang dibuat berdasarkan kisi-kisi
instrument penilaian media pembelajaran.
Tabel Kisi-kisi angket uji coba lapangan
No Dimensi Indikator Instrumen
1. Efektifitas
Kesesuaian dengan materi teori kinetik gas untuk menunjukkan konsep hukum boyle
1
Dapat mengkonkritkan konsep hukum boyle
2
Dapat mempermudah memahami konsep hukum boyle
3
2.Aktifitas Belajar
Kemampuan meningkatkan kreatifitas dalam menggunakan maupun menciptakan alat peraga
4
Kemampuan meningkatkan interaksi sesama teman
5
3. Motivasi Belajar
Meningkatkan minat belajar siswa 6Kemenarikan dalam mengikuti proses pembelajaran
7
Kegembiraan dalam menggunakan 8
29
alat
Bentuk angket yang digunakan berupa kuesioner yang berbentuk skoring.
Angket disebar setelah pembelajaran selesai. Dalam angket ini ada 4 alternatif
jawaban, yaitu:
untuk jawaban Tidak Cocok dengan dengan skor 1
untuk jawaban Kurang Cocok dengan skor 2
untuk jawaban Cocok dengan skor 3
untuk jawaban Sangat Cocok dengan skor 4
3.6 Teknik Analisis Data
Untuk mengungkap sejauh mana kelayakan media Ingenhausz sederhana,
dapat atau tidaknya meningkatkan motivasi belajar siswa, serta keefektifan
penggunaan media tersebut, digunakanlah rumus prosentase sebagai berikut:
Prosentase Jawaban = Jumlah Skor Jawaban/Jumlah Skor Ideal x 100%
Skor jawaban adalah jumlah skor yang diperoleh seluruh responden yang
tergabung dalam anggota sampel berdasarkan daftar kuesioner yang digunakan
dalam penelitian ini. Sedangkan pemberian skor dengan alternatif jawaban SS, S,
KR, TS, dan STS berturut-turut adalah 4, 3, 2, dan 1. Skor yang dapat dicapai oleh
20 responden untuk masing-masing rumusan masalah dan berdasarkan rentang
skor ideal dan skor minimal maka dapat dibuat rentang sebanyak 4 kelas dengan
interval sebagai berikut:
Persentase maksimal : 4/4 x 100% = 100%
Persentase minimal : 1/4 x 100% = 25 %
Rentang kelas : 100% - 25% = 75%
Interval : 75%/4=19 %
1. Keefektifan alat sebagai media pembelajaran:
Skor ideal = 20 x 3 x 4 = 240
30
Tabel 1.1 Kriteria efektifan alat sebagai media pembelajaran
2. Dapat atau tidaknya meningkatkan aktivitas belajar siswa:
Skor ideal = 20 x 2 x 4 = 160
Tabel 1.2 Kriteria dapat atau tidaknya meningkatkan aktivitas belajar siswa
3. Dapat atau tidaknya meningkatkan motivasi belajar siswa:
Skor
ideal = 20 x 3 x 4 = 240
Tabel 3.3 Kriteria dapat atau tidaknya meningkatkan motivasi
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
31
Interval Kriteria Penilaian
> 82% - ≤ 100% Sangat Efektif
> 63% - ≤ 82% Efektif
> 44% - ≤ 63% Cukup Efektif
> 25% - ≤ 44% Tidak Efektif
Interval Kriteria Penilaian
> 82% - ≤ 100% Sangat Meningkatkan
> 63% - ≤ 82% Meningkatkan
> 44% - ≤ 63% Cukup Meningkatkan
> 25% - ≤ 44% Tidak Meningkatkan
Interval Kriteria Penilaian
> 82% - ≤ 100% Sangat Meningkatkan
> 63% - ≤ 82% Meningkatkan
> 44% - ≤ 63% Cukup Meningkatkan
> 25% - ≤ 44% Tidak Meningkatkan
Penelitian yang penulis lakukan adalah tentang percobaan hukum boyle
sebagai media pembelajaran pada materi teori kinetik gas khususnya untuk
membuktikan konsep hukum boyle. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
keefektifan percobaan hukum boyle sebagai media pembelajaran, serta untuk
mengetahui peningkatan aktivitas belajar siswa dan peningkatan motivasi siswa
jika menggunakan media ini. Pengambilan data mengenai tiga komponen tersebut
dilakukan secara peers group, artinya bahwa perlakuan yang sebelumnya
ditujukan kepada siswa kelas XI SMA digantikan dengan kelas pengganti yang
dianggap dapat mewakili kelas tersebut. Dalam hal ini peneliti melakukan
penelitian terhadap 20 responden dari satu angkatan, yaitu mahasiswa angkatan
2009. Berikut daftar mahasiswa yang yang tergabung dalam peers group:
NO NAMA ANGKATAN1 Alma'ruf Putra 20092 Anita Wahyuni DS 20093 Desriyanti 20094 Dian Pertiwi Rasmi 20095 Dwiarie Yuantriervi 20096 Ermawati 20097 Heni Juhani 20098 Lutvi Primawati 20099 Maria Magdalena. S 200910 Medya Minalisa 200911 Mirnaliyanti 200912 Mislina 200913 Monalisa Yusiska 200914 Puti Silvia Desti 200915 Siti Bararoh 200916 Sylvi Nanda Laili 200917 Tito Tamara Akbar 200918 Widia Gama 200919 Wika Noverma Hardina 200920 Wulan Ana Pertiwi 2009
Pengambilan data dari rumusan masalah dalam penelitian ini dilakukan
dengan memberikan angket yang terdiri dari 8 pertanyaan. Pertanyaan 1-3
mewakili indikator keefektifan penggunaan media percobaan hukum boyle,
pertanyaan 4-5 mewakili indikator dapat atau tidaknya media dalam
32
meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan pertanyaan 6-8 mewakili indikator
dapat atau tidaknya media tersebut meningkatkan motivasi belajar siswa.
4.1.1 Keefektifan percobaan hukum boyle sebagai media pembelajaran
pada materi teori kinetik gas untuk membuktikan hukum boyle.
33
Efektif atau tidaknya alat ini digunakan sebagai media pada materi teori
kinetik gas untuk membuktikan hukum boyle dapat dilihat dari banyaknya
responden yang memberikan pendapat. Keefektifan alat ini sebagai media
pembelajaran dapat dinilai dari tiga pertanyaan pertama yaitu no 1,2, dan 3.
Berdasarkan diagram di atas, pada diagram pertama ada 1 orang responden yang
menjawab sangat sesuai, dan 19 orang responden menyatakan sesuai.
Mengkonkritkan konsep hukum boyle dapat dilihat pada diagram ke-dua, pada
diagram ini ada 1 orang yang menjawab sangat mengkonkritkan, 18 orang
menjawab mengkonkritkan, dan 1 orang menjawab kurang mengkonkritkan. Pada
pertanyaan ketiga yang menyatakan penggunaan alat ini dapat membuat siswa
dapat memahami konsep hukum boyle, 19 orang memahami, dan 1 orang kurang
memahami.
Berdasarkan tiga diagram di atas pada pertanyaan pertama ada 5%
responden menyatakan sangat sesuai, dan 95% menyatakan sesuai terhadap
penggunaan media percobaan hukum boyle pada materi teori kinetik gas untuk
membuktikan hukum boyle. Sebesar 5% responden menyatakan bahwa percobaan
hukum boyle sangat mengkonkritkan konsep hukum boyle, 90% menyatakan
mengkonkritkan, dan 5% menyatakan kurang mengkonkritkan. Serta sebesar 95%
memahami konsep hukum boyle melalui percobaan hukum boyle, dan 5%
menyatakan kurang memahami.
34
Besar presentasi dari ketiga pertanyaan di atas yang mewakili rumusan
maslah yang ada, maka perhitungan skor presentasi ketiga pertanyaan diatas
adalah sebesar 75 %, dimana jika nilai ini disesuaikan dengan kriteria penilaian
maka presentasi ini berada pada rentang > 63% - ≤ 82%, dan ini berarti media ini
efektif untuk dijadikan media pembelajaran pada materi teori kinetic gas untuk
membuktikan hukum boyle.
4.1.2 Kriteria dapat atau tidaknya model percobaan hukum boyle dapat
meningkatkan aktivitas belajar siswa
35
Kriteria dapat atau tidaknya penggunaan model percobaan hukum boyle
sebagai media pembelajaran pada materi teori kinetik gas untuk membuktikan
hukum boyle dapat dilihat dari besarnya persentasi yang ada pada diagram di atas.
Pada diagram pertama yang mengacu pada peningkatan kreatifitas siswa, 3 orang
menyatakan sangat setuju, 16 orang menytakan setuju, dan 1 orang menyatakan
kurang setuju. Presentasi jawaban sangat setuju ialah sebesar 15%, setuju sebesar
80 %, dan 5% orang menyatakan kurang setuju.
Pertanyaan kedua mengenai peningkatan interaksi siswa, 2 orang
menyatakan sangat setuju, 17 orang menjawab setuju, dan 1 orang menjawab
kurang setuju. Presentasi jawaban sangat setuju ialah sebesar 10%, setuju sebesar
85 %, dan 5% orang menyatakan kurang setuju.
Dari presentasi yang didapat maka besar nilai rata-ratanya adalah 76,87%
jika dilihat dari kriteria penilaian maka nilai tersebut berada pada rentang > 63% -
≤ 82%, dimana pada rentang ini menyatakan bahwa model percobaan hukum
boyle dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa.
4.1.3 Kriteria dapat atau tidaknya meningkatkan motivasi belajar siswa
36
Motivasi belajar siswa timbul saat melihat sesuatu yang baru, berdasarkan
permasalahan yang ada maka dapat dilihat kelayakan suatu media untuk
digunakan dalam pembelajaran. Peningkatan minat belajar siswa untuk materi ini
dapat dilihat bahwa pada pertanyaan pertama ada 1 orang yang menyatakan
sangat setuju, dan 19 orang setuju. Besar perbandingan presentasinya adalah 5 :
95 persen. Pertanyaan selanjutnya digunakan untuk menentukan ketertariakn
siswa pada materi pembelajaran, ada 1 responden yang menyatakan sangat
tertarik, 18 responden menyatakan tertarik, dan 1 responden menyatakan kurang
37
tertarik Besar perbandingannya adalah 5 : 90 : 5 persen. Sedangkan pada soal
terakhir yang menentukan tinggkat kebahagiaan siswa dalam mengikuti
pembelajaran, ada 2 orang menyatakan sangat gembira, dan 15 orang menyatakan
gembira, dan 3 orang menyatakan kurang gembira.
Besar presentasi rata-ratanya adalah sebesar 75 %, sehingga berdasarkan
kriteria dapat dilihat bahwa nilai tersebut berada pada rentang > 63% - ≤ 82%,
dan ini dinyatakan dapat meningkatkan keaktivan siswa.
4.2 Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian di atas terlihat bahwa, penggunaan Model
Percobaan Hukum Boyle sebagai media pembelajaran pada materi teori kinetik
gas untuk membuktikan konsep hukum boyle dinilai efektif yaitu dengan tingkat
prosentase 75%. Hal ini dikarenakan pembuatan alat ini cukup mudah, sehingga
siswa mampu menggunakannya sendiri, yaitu dengan merangkai model percobaan
seperti yang telah tertera pada petunjuk penggunaan, kemudian mengikuti
prosedur kerja yang telah disediakan.
Peningkatan aktivitas siswa dengan menggunakan media ini didapat
prosentase sebesar 76,87%, besar prosentase ini menyatakan bahwa aktivitas
belajar siswa meningkat dengan pemakaian media ini. Hal ini terlihat dari
banyaknya responden yang menjawab setuju dengan pertanyaan yang diberikan.
Seperti meningkatnya interaksi siswa dengan teman sekelasnya, selain itu dengan
adanya demonstrasi ini memungkinkan lahirnya kreatifitas yang dapat
menghasilkan alat peraga baru.
Dapat atau tidaknya penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle ini
untuk meningkatkan motivasi belajar siswa memberikan tingkat prosentase
sebesar 75% berdasarkan kriteria penilaian rentang persentase tersebut
menyatakan bahwa media ini dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Hal ini
terlihat dari jawaban responden terhadap ketertarikannya pada media tersebut.
Selain sederhana, media ini juga menampilkan prinsip kerjanya yang
memperlihatkan perubahan tekanan dan volume yang selalu berbanding terbalik
38
pada temperatur tetap, keadaan ini dapat terlihat pada grafik yang telah diperoleh.
Sehingga mampu menarik minat siswa dalam belajar.
Kondisi di atas adalah suatu proses pembelajaran yang seharusnya
berlangsung, seperti yang diungkapkan oleh Hamalik (2001) bahwa kegiatan
dasar seperti melihat, mendengar, merasakan, motoris, maupun kegiatan-kegiatan
lainnya yang diperlukan untuk memperoleh pengalaman, sikap, kebiasaan, dan
minat. Di awal telah disebutkan bahwa belajar bukanlah hanya suatu hasil atau
tujuan, melainkan belajar adalah modifikasi atau memperteguh kelakuan melalui
pengalaman (Hamalik. 2003). Dengan adanya media pembelajaran fisika
percobaan hukum boyle, siswa dapat secara langsung melihat dan melatih
kemampuan motorisnya dalam mempelajari materi teori kinetik gas, khususnya
untuk membuktikan konsep hukum boyle.
Setelah melakukan uji ahli ke salah satu dosen, maka hasil yang diperoleh
adalah sebagai berikut:
39
Dari data diatas, dapat diambil kesimpulan bahwa media pembelajaran
fisika model percobaan hukum boyle layak untuk diproduksi dengan revisi sesuai
saran.
Alat sederhana ini tidak bersifat permanent, karena alat ini dapat
dibongkar pasang dengan mudah. Cara merangkai dan menggunakannya juga
40
mudah sehingga siswa dapat melakukannya sendiri. Selain itu, alat ini juga dapat
menunujukan dengan cukup jelas pembuktian konsep hukum boyle.
Semakin efektif suatu alat dijadikan sebagai media, maka semakin baik
proses berlangsungnya kegiatan pembelajaran tersebut. Jika proses pembelajaran
baik maka motivasi siswa akan meningkat dan tujuan pembelajaran yang
diinginkan juga dapat tercapai. Kegiatan pembelajaranpun tidak akan
membosankan. Jadi, berdasarkan hasil penelitian maka Penggunaan Model
Percobaan Hukum Boyle efektif pada materi teori kinetik gas untuk membuktikan
konsep hukum boyle.
41
Lampiran 1.
Tabel Distribusi Frekuensi Bobot Pertanyaan Angket
NO NAMANOMOR PERTANYAAN
1 2 3 4 5 6 7 81 Alma'ruf Putra 3 3 3 3 3 3 3 32 Anita Wahyuni DS 3 3 3 3 3 3 3 33 Desriyanti 3 3 3 3 3 3 3 34 Dian Pertiwi Rasmi 3 3 3 3 3 3 3 35 Dwiarie Yuantriervi 3 3 3 3 3 3 3 36 Ermawati 3 3 3 3 3 3 3 37 Heni Juhani 3 3 3 3 4 4 3 38 Lutvi Primawati 3 3 3 4 3 3 4 39 Maria Magdalena. S 3 2 2 3 3 3 2 210 Medya Minalisa 3 3 3 3 3 3 3 311 Mirnaliyanti 4 4 3 4 4 3 3 412 Mislina 3 3 3 3 3 3 3 213 Monalisa Yusiska 3 3 3 3 3 3 3 314 Puti Silvia Desti 3 3 3 3 3 3 3 315 Siti Bararoh 3 3 3 3 3 3 3 316 Sylvi Nanda Laili 3 3 3 3 3 3 3 317 Tito Tamara Akbar 3 3 3 2 2 3 3 218 Widia Gama 3 3 3 3 3 3 3 319 Wika Noverma Hardina 3 3 3 3 3 3 3 320 Wulan Ana Pertiwi 3 3 3 4 3 3 3 4
JUMLAH 61 60 59 62 61 61 60 59JUMLAH/INDIKATOR 180 123 180
Lampiran 2.
42
Tabel Rekap Hasil Intrument Angket Penelitian dan Persentasenya.
PERNYATAAN A B C D
1 1 5% 19 95% 0 0% 0 0%
2 1 5% 18 90% 1 5% 0 0%
3 0 0% 19 95% 1 5% 0 0%
4 3 15% 16 80% 1 5% 0 0%
5 2 10% 17 85% 1 5% 0 0%
6 1 5% 19 95% 0 0% 0 0%
7 1 5% 18 90% 1 5% 0 0%
8 2 10% 15 75% 3 15% 0 0%
TOTAL 11 7% 141 88% 8 5% 0 0%
Lampiran 3.
Perhitungan Skor Tiap Pertanyaan
43
Secara umum:
Jumlah responden = 20 orang
Tiap indikator berisikan satu pertanyaan, dan tiap pertanyaan diberi skor
maksimal 4, sehingga skor ideal tiap pertanyaan:
Skor ideal = 20 x 1 x 4 = 80
Perhitungan skor tiap indikator.
Keefektifan penggunaan model percobaan hukum boyle sebagai media
pembelajaran materi teori kinetik gas untuk membuktikan hukum boyle.
Indikator : 1. Kesesuaian media dengan materi pembelajaran.
Nomor pertanyaan : 1
Pertanyaan : Apakah Model Percobaan Hukum Boyle sesuai digunakan
sebagai media pembelajaran pada materi teori kinetik gas
untuk menunjukkan konsep hukum boyle?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 61
Prosentase Jawaban = Jumlah Skor Jawaban/Jumlah Skor Ideal x 100%
= (61/80) x 100%
= 76,25 %
Indikator : 2. Kesesuaian dengan konsep materi yag diajarkan.
Nomor pertanyaan : 2
Pertanyaan : Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle
dapat mengkonkritkan konsep hukum boyle?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 60
44
Prosentase Jawaban = (60/80) x 100%
= 75 %
Indikator : 3. Kesesuaian dengan pemahaman konsep
materi pelajaran.
Nomor pertanyaan : 3
Pertanyaan : Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle
membuat Anda lebih memahami konsep hukum boyle?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 59
Prosentase Jawaban = (59/80) x 100%
= 73,75 %
Rekapitulasi dari ketiga indikator di atas adalah sebagai berikut:
Jumlah responden = 20 orang
Jumlah pertanyaan = 3 butir
Skor ideal = 20 x 3x 4 = 240
Skor total = 180
Prosentase jawaban = (180/240) x 100% = 75 %
Apabila hasil ini dikonsultasikan dengan kriteria penilaian maka
prosentase jawaban ini berada dalam interval > 63% - ≤ 82%, yang berarti bahwa
model percobaan hukum boyle ini efektif digunakan sebagai media pembelajaran
pada materi teori kinetic gas untuk membuktikan hukum boyle.
Dapat atau Tidaknya Meningkatkan aktivitas belajar siswa
Indikator : 1. Kreatifitas
45
Nomor pertanyaan : 4
Pertanyaan : Apakah demonstrasi Model Percobaan Hukum Boyle
meningkatkan kreatifitas Anda dalam menggunakan
maupun menciptakan alat peraga yang lebih baik lagi?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 62
Prosentase Jawaban = (62/80) x 100%
= 77,5%
Indikator : 2. Meningkatkan kerjasama
Nomor pertanyaan : 5
Pertanyaan : Apakah demonstrasi Model Percobaan Hukum Boyle
meningkatkan interaksi anda dengan sesama teman?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 61
Prosentase Jawaban = (61/80) x 100%
= 76,25%
Rekapitulasi dari kedua indikator di atas adalah sebagai berikut:
Jumlah responden = 20 orang
Jumlah pertanyaan = 2 butir
Skor ideal = 20 x 2 x 4 = 160
Skor total = (123/160) x 100% = 76,87%
Apabila hasil ini dikonsultasikan dengan kriteria penilaian pada tabel 3.2
didapat bahwa prosentase jawaban diatas yaitu 76,87% berada dalam interval >
63% - ≤ 82%, yang berarti bahwa model percobaan hukum boyle mampu
46
meningkatkan aktivitas peserta didik dalam mempelajari materi teori kinetic gas
untuk membuktikan konsep hukum boyle.
Kriteria dapat atau tidaknya meningkatkan motivasi belajar siswa
Indikator : Meningkatkan minat belajar.
Nomor pertanyaan : 6
Pertanyaan : Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle
meningkatkan minat belajar Anda?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 61
Prosentase Jawaban = (61/80) x 100%
= 76,25%
Indikator : ketertarikan ternhadap proses pembelajaran
Nomor pertanyaan : 7
Pertanyaan : Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle
membuat Anda tertarik mengikuti proses pembelajaran?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 60
Prosentase Jawaban = (60/80) x 100%
=75%
Indikator : kegembiraan dalam mengikuti proses pembelajaran
Nomor pertanyaan : 8
Pertanyaan : Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle
membuat Anda gembira mengikuti proses pembelajaran?
Jumlah skor jawaban pertanyaan = 59
47
Prosentase Jawaban = (59/80) x 100%
=73.77%
Rekapitulasi dari ketiga indikator di atas adalah sebagai berikut:
Jumlah responden = 20 orang
Jumlah pertanyaan = 3 butir
Skor ideal = 20 x 3 x 4 = 240
Skor total = 180
Prosentase jawaban = (180/240) x 100% = 75 %
Apabila hasil ini dikonsultasikan dengan kriteria penilaian pada tabel 3.3
didapat bahwa prosentase jawaban berada dalam interval > 63% - ≤ 82%, yang
berarti bahwa model percobaan hukum boyle dapat meningkatkan motivasi
peserta didik dalam mempelajari materi teori kinetik gas untuk membuktikan
konsep hukum boyle.
Lampiran 4.
Angket Uji Ahli
48
LEMBAR EVALUASI AHLI MEDIA PELAJARAN FISIKA
Petunjuk:
Lembar evaluasi ini dimasudkan untuk mengetahui pendapat bapak/ibu
tentang penggunaan media pembelajaran percobaan hukum boyle. Penilaian dari
bapak/ibu akan sangat membantu perbaikan program ini. Sehubungan dengan hal
tersebut mohon perkenaan bapak/ibu untuk memberikan tanda “√” pada kolom
penilaian Ya atau Tidak untuk setiap pertanyaan. Atas perkenaan bapak/ibu untuk
mengisi lembar evaluasi ini, saya ucapkan terima kasih.
Evaluator :
Mapel/Kelas : Fisika/XI
Materi : Teori Kinetik Gas
No Pertanyaan Ya Tidak Komentar
1 Apakah media mempunyai topik
yang jelas?
2 Apakah media sesuai dengan tujuan
pembelajaran?
3 Apakah media relevan dengan
materi yang harus dipelajari siswa?
4 Apakah media membantu
menjelaskan konsep hukum boyle?
5 Apakah media ini sesuai dengan
taraf berfikir siswa SMA kelas XI ?
6 Apakah media ini dapat merangsang
cara berfikir siswa?
7 Apakah media ini dapat
mempermudah pemahaman siswa
mengenai konsep hukum boyle?
8 Apakah media ini bersifat ilmiah?
49
9 Apakah media ini dapat dengan
mudah digunakan oleh siswa?
10 Apakah siswa dapat belajar mandiri
dengan menggunakan media ini?
11 Apakah media ini praktis digunakan
sebagai media pembelajaran?
12 Apakah media yang dibuat bersifat
sederhana?
13 Apakah media ini terjangkau untuk
dibuat?
14 Apakah media ini bersifat lancar,
artinya tidak ada hambatan dalam
penggunaanya?
15 Apakah media ini menarik untuk
digunakan sebagai media
pembelajaran?
16 Apakah bahan yang digunakan
untuk membuat media ini mudah
didapat?
17 Apakah suku cadang dari media
yang dibuat dapat dicari dengan
mudah?
Komentar atau saran umum:
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
………………………………………………………………………………………
……………………………………………………
Kesimpulan:
Program ini dinyatakan:
1. Layak diproduksi tanpa revisi.
50
2. Layak untuk diproduksi dengan revisi sesuai saran.
(lingkari pada nomor sesuai kesimpulan Bapak/Ibu)
Ahli media,
( )
Lampiran 5.
Angket Penilaian Siswa
51
Pembuatan Model Percobaan Hukum Boyle untuk Menunjukkan Konsep
Hukum Boyle Sebagai Media Pembelajaran pada Materi Teori Kinetik Gas
Kelas XI SMA
ANGKET PENELITIAN
Nama :
Nim :
Keterangan:
4 = sangat cocok 2 = kurang cocok
3 = cocok 1 = tidak cocok
Petunjuk Pengisian Angket:
1. Isilah angket dengan tanda silang (x) pada pilihan jawaban anda.
2. Pilihlah salah satu jawaban dari setiap pertanyaan
SOAL
Efektifitas
1. Apakah Model Percobaan Hukum Boyle sesuai digunakan sebagai media
pembelajaran pada materi teori kinetik gas untuk menunjukkan konsep hukum
boyle?
A. sangat sesuai C. kurang sesuai
B. sesuai D. tidak sesuai
52
2. Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle dapat mengkonkritkan
konsep hukum boyle?
A. sangat mengkonkritkan. C. kurang mengkonkritkan.
B. mengkonkritkan. D. tidak mengkonkritkan
3. Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle membuat Anda lebih
memahami konsep hukum boyle?
A. sangat memahami C. kurang memahami
B. memahami D. tidak memahami.
Aktivitas Belajar
4. Apakah demonstrasi Model Percobaan Hukum Boyle meningkatkan kreatifitas
Anda dalam menggunakan maupun menciptakan alat peraga yang lebih baik
lagi?
A. sangat setuju C. kurang setuju
B. setuju D. tidak setuju
5. Apakah demonstrasi Model Percobaan Hukum Boyle meningkatkan interaksi
anda dengan sesama teman?
A. sangat setuju C. kurang setuju
B. setuju D. tidak setuju
Motivasi Belajar
6. Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle meningkatkan minat
belajar Anda?
A. sangat berminat C. kurang berminat
B. berminat D. tidak berminat
53
7. Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle membuat Anda tertarik
mengikuti proses pembelajaran?
A. sangat tertarik C. kurang tertarik
B. tertarik. D. tidak tertarik.
8. Apakah penggunaan Model Percobaan Hukum Boyle membuat Anda gembira
mengikuti proses pembelajaran?
A. sangat gembira C. kurang gembira
B. gembira D. tidak gembira
54