Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

31
PROPOSAL KEBIDANAN POLTEKKES BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berdasarkan pengamatan World Health Organization (WHO) Tahun 2007, angka kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa, pada Tahun 2009 jumlah kematian ibu sebanyak 2650 orang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan Negara- negara Association South East Asian (ASEAN), yang berarti kemampuan untuk memberikan pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu (Saifuddin, 2008). Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien. Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien (Pohan, 2007). 1 Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, Angka Kematian Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 357 per 100.000 kelahiran hidup sedangkan pada Tahun 2010 sebesar 263 per 100.000 kelahiran hidup. Angka Kematian Ibu mulai menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target MDGs (Millennium Development Goals) yang tinggal 3 Tahun lagi yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi 102 per 100.000 kelahiran hidup pada Tahun 2015, untuk menurunkan Angka Kematian Ibu diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran dan nifas (WHO, 2011).

Transcript of Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Page 1: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

PROPOSAL KEBIDANAN POLTEKKES

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Berdasarkan pengamatan World Health Organization (WHO) Tahun 2007, angka

kematian ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas adalah sebesar 500.000 jiwa dan angka

kematian bayi sebesar 10.000.000 jiwa, pada Tahun 2009 jumlah kematian ibu sebanyak 2650

orang. Angka kematian ibu (AKI) di Indonesia masih sangat tinggi jika dibandingkan Negara-

negara Association South East Asian (ASEAN), yang berarti kemampuan untuk memberikan

pelayanan kesehatan masih memerlukan perbaikan yang bersifat menyeluruh dan lebih bermutu

(Saifuddin, 2008).

Salah satu syarat yang paling penting dalam pelayanan kesehatan adalah pelayanan yang

bermutu. Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila memberikan kepuasan kepada pasien.

Kepuasan pasien dalam menerima pelayanan kesehatan mencakup beberapa dimensi, salah satu

diantaranya adalah kelancaran komunikasi antara petugas kesehatan (termasuk bidan) dengan

pasien. Hal ini berarti pelayanan kesehatan bukan hanya pengobatan secara medis saja melainkan

juga berorientasi pada komunikasi karena komunikasi sangat penting dan berguna bagi pasien

(Pohan, 2007).

1

Menurut data Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) pada tahun 2007, Angka Kematian

Ibu sebesar 228 per 100.000 kelahiran hidup, Tahun 2009 Angka Kematian Ibu sebesar 357 per

100.000 kelahiran hidup sedangkan pada Tahun 2010 sebesar 263 per 100.000 kelahiran hidup.

Angka Kematian Ibu mulai menjadi sorotan terkait sulitnya mencapai target MDGs (Millennium

Development Goals) yang tinggal 3 Tahun lagi yaitu menurunkan Angka Kematian Ibu menjadi

102 per 100.000 kelahiran hidup pada Tahun 2015, untuk menurunkan Angka Kematian Ibu

diperlukan upaya-upaya yang terkait dengan kehamilan, kelahiran dan nifas (WHO, 2011).

Page 2: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Di Propinsi Bengkulu pada Tahun 2007 berdasarkan hasil Survei Kesehatan Daerah

jumlah kematian ibu sebanyak 58 orang terdiri dari kematian ibu hamil sebanyak 5 orang,

kematian ibu bersalin 44 orang dan kematian ibu nifas sebanyak 9 orang. Angka Kematian Ibu di

Propinsi Bengkulu sebesar 157,49 per 100.000 kelahiran hidup, tidak jauh berbeda dengan

Tahun 2006 yaitu sebesar 158,87 per 100.000 kelahiran hidup (Depkes, 2010).

Dalam memantau program pelayanan kesehatan ibu hamil dapat di nilai dengan

menggunakan indikator cakupan K1 dan K4, secara nasional cakupan K1 Tahun 2010 adalah

95,26% dan cakupan K4 adalah 85,56%, jumlah tersebut masih kurang dari target nasional tahun

2012 yaitu cakupan K1 100% dan K4 95%. Sedangkan cakupan K1 di Provinsi Bengkulu Tahun

2010 adalah 91,2% dan cakupan K4 adalah 85,8% dengan target cakupan tahun 2015 K1 100%

dan K4 95%. Di Puskesmas Lingkar Barat Kota Bengkulu pada Tahun 2009 didapatkan cakupan

K1 94% dan cakupan K4 84%, pada Tahun 2010 cakupan K1 95% dan cakupan K4 96%,

sedangkan pada Tahun 2011 cakupan K1 84% dan cakupan K4 86%. Dari uraian diatas

kunjungan ibu hamil mengalami kenaikan dan penurunan tiap tahunnya, banyak faktor yang

dapat mempengaruhi tingkat kepuasan ibu hamil dalam melakukan kunjungan Antenatal Care

salah satunya adalah komunikasi bidan dalam Antenatal Care (Depkes, 2010).

Komunikasi baik antara bidan dengan ibu hamil sangat mempengaruhi kepuasan ibu

hamil dalam mendapat pelayanan oleh bidan. Sehingga dapat diperoleh rasa saling percaya

antara bidan dan pasien. Hal ini dapat dilakukan dengan cara setelah melakukan perawatan

kehamilan, bidan mendengarkan dengan penuh perhatian apabila ada keluhan dari penderita

menanggapi dengan baik apabila ada pertanyaan. Konseling merupakan komunikasi

interpersonal yang berkaitan dengan hak klien untuk memperoleh informasi, indikator mutu

Page 3: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

pelayanan kesehatan, membantu klien dalam menentukan pilihan, memahami kondisi yang

dihadapi oleh klien, memberikan rasa puas pada klien (Saifuddin, 2006).

Dari survey awal dengan melakukan wawancara pada 3 orang ibu hamil trimester I dan

III yang dilakukan peneliti pada salah satu Bidan Praktek Swasta di Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Barat Bengkulu, diperoleh bahwa 1 ibu hamil trimester III mengatakan puas dan 2 ibu

hamil trimester I dan III mengatakan cukup puas dengan pelayanan Antenatal Care yang

diberikan oleh bidan. Menurut ibu hamil yang mengatakan cukup puas, kekurangpuasannya

karena merasa bidan kurang perhatian dan ibu hamil kurang memahami penjelasan yang

diberikan oleh bidan.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti merasa tertarik untuk mengangkat judul

penelitian “Hubungan Komunikasi Bidan dengan Tingkat Kepuasan Ibu Hamil dalam Antenatal

Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu”.

B. Masalah Penelitian

Dari latar belakang tersebut diatas penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut:

“Apakah ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam

Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu?”

C. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Tujuan umum

Untuk mempelajari hubungan komunikasi Bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam

Antenatal Care pada ibu hamil di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat

Bengkulu.

2. Tujuan khusus

Page 4: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

a. Untuk mengetahui komunikasi Bidan dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah

Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.

b. Untuk mengetahui tingkat kepuasan pasien Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Genap Sri

Lingkar Barat Bengkulu.

c. Untuk mengetahui hubungan komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam

Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi profesi bidan

Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dan sekaligus sebagai bahan

perencanaan peningkatan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu.

2. Bagi institusi

Hasil penelitian ini dapat memberikan pemahaman bagi peserta didik mengenai komunikasi dan

tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care.

3. Bagi ibu hamil

Diharapkan ibu hamil merasa puas terhadap komunikasi bidan dalam Antenatal Care sehingga

dapat meningkatkan kunjungan dalam memeriksakan kehamilannya.

4. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini dapat berguna dalam menambah wawasan untuk mengembangkan ilmu

pengetahuan dan pengalaman dibidang penelitian dan untuk memenuhi tugas akhir di STIKES

Tri Mandiri Sakti Bengkulu Program Studi DIII Kebidanan penulisan Karya Tulis Ilmiah tentang

komunikasi bidan dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Barat.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Komunikasi Bidan

a. Pengertian Komunikasi

Kata komunikasi berasal dari kata “to commune” yang berarti “menjadikan milik bersama”.

Beberapa ahli menyampaikan pengertian komunikasi. Komunikasi adalah proses pertukaran

informasi (Taylor, 1993, dalam Wulandari, 2009). Komunikasi adalah proses penyampaian

informasi, makna dan pemahaman dari pengirim pesan kepada penerima pesan (Burgess, 1988,

Page 5: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

dalam Wulandari, 2009). Komunikasi adalah kegiatan mengajukan pengertian yang diinginkan

dari pengirim informasi kepada penerima informasi dan menimbulkan tingkah laku yang

diinginkan penerima informasi (Yuwono, 1985, dalam Wulandari, 2009).

Dari ketiga pengertian diatas, intinya adalah komunikasi merupakan seni penyampaian informasi

(pesan, ide, sikap, gagasan) dari komunikator atau penyampai berita, untuk mengubah serta

membentuk perilaku komunikan atau penerima berita (pola, sikap, pandangan, dan

pemahamannya), ke pola dan pemahaman yang dikehendaki bersama (Uripni, 2003).

6

Komunikasi adalah suatu proses interaksi antarpribadi atau proses penyampaian informasi

dengan menggunakan bentuk verbal maupun non verbal untuk mencapai tujuan tertentu

(Wulandari, 2009). Komunikasi adalah suatu pertukaran pikiran, perasaan, pendapat, dan

pemberian nasihat yang terjadi antara dua orang atau lebih yang bekerja sama (Tappen, 1995,

dalam Suarli, 2010).

Komunikasi kebidanan adalah bentuk komunikasi yang digunakan oleh bidan dalam memberikan

asuhan kebidanan kepada klien. Komunikasi kebidanan merupakan penggambaran terjadinya

interaksi antara bidan dengan klien dalam upaya pemenuhan kebutuhan klien. Sebagaimana

diketahui, klien atau pasien menuntut pelayanan yang paripurna, baik fisik maupun psikologis

terutama klien yang mengalami ketidak stabilan emosi selama proses adaptasi terhadap suatu

perubahan status misalnya menjadi ibu, menjadi orang tua, mengalami kehamilan yang pertama.

Karena keadaan tersebut, klien perlu memperoleh pendampingan dan kedekatan dengan tenaga

pelayanan kesehatan yang salah satunya adalah bidan (Uripni, 2003).

Melalui komunikasi bidan dapat menyampaikan ide dan pikirannya kepada pasien, dan kemudian

bidan dapat mengetahui pikiran dan perasaan pasien terhadap penyakit yang diderita dan juga

sikap perilaku pasien terhadap dirinya sendiri. Dengan demikian segala tindakan bidan disepakati

oleh pasien, dan pasien itu sendiri ikut membantu segala penyembuhan yang dilakukan

terhadapnya bila dilakukan tindakan tanpa diberi penjelasan terlebih dahulu, atau pendapat klien

tidak diminta atau sebaliknya pasien menyembunyikan perasaannya, maka upaya penyembuhan

akan kurang berhasil (Dalami, 2009).

b. Tujuan komunikasi

Komunikasi bertujuan untuk memudahkan, melancarkan, melaksanakan kegiatan tertentu dalam

mencapai suatu tujuan. Artinya dalam proses komunikasi, terjadi suatu pengertian yang

diinginkan bersama sehingga tujuan lebih mudah tercapai (Uripni, 2003).

Komunikasi juga bertujuan untuk menciptakan hubungan yang baik antara bidan dengan pasien

agar mampu meredakan segala ketegangan emosinya dan memahami dirinya serta mendukung

tindakan konstruktif terhadap kesehatannya dalam rangka mencapai kesembuhan. Upaya yang

dilakukan oleh bidan sebaiknya tidak hanya diakhiri oleh penyembuhan akan tetapi diikuti rasa

kepercayaan diantara kedua belah pihak atas tindakan pelayanan yang dilakukan. Oleh karena itu

emosi perlu terkendali dan pemahaman atas masalah yang dihadapi dan upaya pemecahannya

perlu dijaga (Dalami, 2009).

c. Jenis-jenis komunikasi

Komunikasi dapat dibedakan atas komunikasi verbal dan komunikasi non verbal (Wulandari,

2009).

Page 6: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

1) Komunikasi verbal merupakan komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai alat sehingga

komunikasi verbal ini sama halnya dengan komunikasi kebahasaan. Komunikasi kebahasaan

dapat dijalin secara lisan (vokal) dan ditulis (visual), contoh penggunaan komunikasi verbal

adalah ketika memberi penjelasan kepada klien, saat membuat catatan perkembangan. Pada

semua contoh komunikasi verbal ini terdapat kata-kata dan bahasa yang dikomunikasikan kepada

orang lain.

2) Komunikasi non verbal, merupakan komunikasi yang tidak menggunakan bahasa lisan maupun

tulisan, tetapi menggunakan bahasa isyarat tubuh (kinestik). Informasi dapat dikomunikasikan

kepada orang lain secara nonverbal dengan berbagai cara, seperti gerakan tubuh (Gesture),

ekspresi wajah, postur tubuh (postural), penggunaan sentuhan, posisi tubuh, suara, kondisi fisik

umum, gaya berpakaian, dan keadaan diam. Contohnya seperti memegang tangan orang dan

menariknya menginformasikan mengajak.

d. Proses komunikasi

Komunikasi akan berlangsung dengan baik apabila terdapat elemen-elemen yang mendukung

proses komunikasi (Uripni, 2003) antara lain meliputi:

1) Komunikator (sender), yaitu pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lainnya.

2) Pesan (message), yaitu isi dari komunikasi yang disampaikan oleh seseorang.

3) Media (channel), yaitu suatu alat bantu atau saluran untuk menyampaikan pesan terdiri atas 3

bagian lisan, tertulis, dan elektronik.

4) Penerima (receiver), yaitu pihak yang menerima pesan dari pengirim pesan.

5) Tanggapan (response), yaitu serangkaian reaksi dari pihak penerima atas pesan-pesan yang

disampaikan kepadanya.

6) Umpan balik (feedback), yaitu respon penerima yang disampaikan kepada pengirim pesan.

7) Lingkungan, yaitu situasi yang dapat mempengaruhi terjadinya komunikasi.

Page 7: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Dalam proses komunikasi setiap unsur memiliki peranan yang sangat penting dalam

membangun proses komunikasi, artinya tanpa keikutsertaan satu unsur akan memberi pengaruh

pada jalannya suatu komunikasi.

e. Model Komunikasi

Menurut Tamsuri (2005), adapun model komunikasi yang menggambarkan proses komunikasi

antara lain:

1) Model komunikasi satu arah

Model yang melibatkan tiga unsur dasar dalam komunikasi, yaitu pengirim (komunikator),

pesan, dan penerima pesan (komunikan).

2) Model komunikasi dua arah

Unsur-unsur yang terlibat pada model ini meliputi: unsur pengirim atau sumber, pesan, saluran,

penerima, dan umpan balik (feedback) (David, 1990, dalam Tamsuri, 2005).

3) Model komunikasi Heliks

Model ini menyatakan bahwa komunikasi yang dilakukan manusia dapat dilakukan secara terus-

menerus dan bersifat dinamis, sehingga komunikasi yang terbentuk antara satu manusia dan

manusia lain dapat berkembang, baik dalam tema maupun konteks yang terjadi (Tamsuri, 2005).

4) Model komunikasi Ellits & McClintok (1990)

Model ini menyatakan bahwa komunikasi tidak hanya melibatkan unsur penyampaian pesan

(direct message), tetapi juga ada pesan tambahan yang menyertai suatu proses komunikasi

(Tamsuri, 2005).

Hubungan antar manusia yang baik mendasari keberhasilan dalam berkomunikasi. Oleh karena

itu, komunikasi secara efektif sangat diperlukan untuk memberikan kemudahan dalam

memahami pesan. Komunikasi yang mampu menghasilkan perubahan sikap (attitude, change)

pada orang yang terlihat dalam komunikasi. Tujuan komunikasi yang efektif adalah memberi

kemudahan dalam memahami pesan yang disampaikan antara pemberi dan penerima sehingga

bahasa lebih jelas, lengkap, pengiriman, dan umpan balik seimbang dan melatih penggunaan

bahasa nonverbal secara baik (Uripni, 2003).

f. Faktor yang mempengaruhi komunikasi

Proses komunikasi di pengaruhi oleh beberapa faktor (Potter&Perry, 1993, dalam Wulandari,

2009) antara lain:

1) Perkembangan

Page 8: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Agar dapat berkomunikasi efektif dengan seorang, bidan harus mengerti pengaruh

perkembangan usia, baik dari sisi bahasa maupun proses berfikir orang tersebut. Cara

berkomunikasi anak remaja berbeda dengan anak balita. Kepada remaja mungkin perlu belajar

bahasa “gaul” mereka, sehingga komunikasi diharapkan akan lancar.

2) Persepsi

Persepsi adalah pandangan pribadi seseorang terhadap suatu kejadian atau peristiwa. Persepsi ini

dibentuk oleh pengharapan atau pengalaman. Perbedaan persepsi dapat mengakibatkan

terhambatnya komunikasi. Misalnya, kata “beton” akan menimbulkan perbedaan persepsi antara

ahli bangunan dengan orang awam.

3) Nilai

Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga penting bagi bidan untuk menyadari

nilai seseorang. Bidan perlu berusaha untuk mengetahui dan mengklarifikasi nilai sehingga dapat

terjadi interaksi yang tepat dengan klien. Misalnya, memandang tindakan abortus tidak sebagai

dosa, sementara bidan memandang tindakan abortus sebagai tindakan dosa. Hal ini dapat

menyebabkan konflik antara bidan dan klien.

4) Latar belakang sosial budaya

Bahasa dan gaya komunikasi akan sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya juga akan

membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.

5) Emosi

Emosi merupakan perasaan subyektif terhadap suatu kejadian. Emosi seperti perasaan marah,

sedih, senang akan dapat mempengaruhi bidan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Bidan

perlu mengkaji emosi klien dan keluarganya sehingga mampu memberi asuhan kebidanan

Page 9: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

dengan tepat. Selain itu, bidan perlu mengevaluasi emosi yang ada pada dirinya agar dalam

melakukan asuhan kebidanan tidak terpengaruh oleh emosi bawah sadarnya.

6) Jenis kelamin

Setiap jenis kelamin mempunyai gaya sendiri dalam berkomunikasi yang berbeda-beda. Lakoff

(1975) menemukan bahwa dalam percakapan, laki-laki cenderung langsung dan aktif sedangkan

perempuan terlalu sopan dan pasif.

7) Pengetahuan

Tingkat pengetahuan mempengaruhi komunikasi. Seseorang yang tingkat pengetahuannya

kurang sulit merespon pertanyaan yang mengandung bahasa verbal dibandingkan dengan tingkat

pengetahuan yang lebih tinggi. Bidan perlu mengetahui tingkat pengetahuan pasien sehingga

dapat berinteraksi dengan baik dan akhirnya dapat memberi asuhan kebidanan yang tepat kepada

klien.

8) Peran dan hubungan

Gaya berkomunikasi sesuai dengan peran dan hubungan antar perorangan yang berkomunikasi.

Cara berkomunikasi seorang bidan dengan kolegannya, dengan cara berkomunikasi bidan

dengan klien akan berbeda, tergantung peran. Demikian juga dengan orang tua dan anak.

9) Lingkungan

Lingkungan interaksi akan mempengaruhi komunikasi yang efektif. Suasana yang bising tidak

ada privasi yang tepat akan menimbulkan kerancuan, ketegangan, dan ketidaknyamanan. Untuk

itu bidan perlu menyiapkan lingkungan yang tepat dan nyaman sebelum melakukan interaksi

dengan klien. Lingkungan fisik mempengaruhi tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke

tempat yang lain. Misalnya, saat berkomunikasi dengan sahabatnya akan berbeda apabila

berbicara dengan pimpinan.

Page 10: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

10) Jarak

Jarak dapat mempengaruhi komunikasi. Jarak tertentu akan memberi rasa aman dan kontrol.

Pada saat pertama kali klien berinteraksi dengan bidan, bidan perlu memperhitungkan jarak yang

tepat pada saat melakukan komunikasi dengan klien.

11) Citra diri

Manusia mempunyai gambaran tertentu mengenai dirinya, status sosial, kelebihan dan

kekurangannya. Citra diri terungkap dalam komunikasi. Contoh, pembicaraan orang tua dengan

anaknya dengan menentukan ekspresi dan persepsi orang, misalnya “kamu mesti jadi bidan

karna akan dihormati dan mudah mendapatkan uang”.

12) Kondisi fisik

Kondisi fisik mempunyai pengaruh terhadap komunikasi. Artinya indra pembicaraan mempunyai

andil terhadap kelancaran terhadap komunikasi. Misalnya, orang tuna wicara akan kesulitan

apabila berbicara dengan orang normal.

Setiap pasien mempunyai hak-hak yang harus diberikan, tanpa memandang suku bangsa, usia,

agama, sosio-ekonomi, status perkawinan, partai politik, kehidupan seksual ataupun jumlah anak

dalam keluarga (Saifuddin, 2006).

Hak-hak keluarga:

1) Hak untuk memperoleh informasi tentang kondisi dan keadaan apa yang sedang mereka alami.

2) Hak untuk bertanya mendiskusikan tentang kondisi atau keadaan dirinya dan harapan pasien dari

sistem pelayanan.

3) Hak pasien untuk dilayani secara pribadi

4) Hak untuk menyatakan pandangannya

5) Hak untuk memutuskan secara bebas

Tingkat kesabaran yang tinggi dan teknik berkomunikasi yang efektif merupakan syarat yang

harus dimiliki oleh penolong atau petugas kesehatan dalam menghadapi orang sakit. Komunikasi

juga merupakan salah satu bentuk kewajiban penolong terhadap pasien untuk memperoleh

informasi objektif dan lengkap tentang apa yang sedang dialaminya, upaya yang akan atau

Page 11: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

sedang dilakukan oleh penolong dan hasil tindakan pengobatan yang telah diberikan. Oleh sebab

itu komunikasi harus selalu berlangsung dalam berbagai tahap (Saifuddin, 2006) yaitu:

1) Sebelum pelayanan dilakukan

2) Selama prosedur klinik

3) Setelah tindakan atau pengobatan

Dalam komunikasi harus terdapat komunikator, pesan, saluran komunikasi, metode komunikasi,

komunikasi, dan umpan untuk mencapai hubungan yang baik.

2. Kepuasan dan Mutu Pelayanan Kesehatan

a. Kepuasan pelayanan ANC

1) Pengertian

Kepuasan adalah perasaan konsumen dalam hal ini ibu hamil setelah membandingkan hasil yang

diperoleh dengan harapan yang dimiliki, dimana hasil yang diharapkan sesuai maka konsumen

akan puas (Supranto, 2006).

2) Aspek-aspek kepuasan :

a) Aspek kognitif

Ibu hamil merasa puas dengan informasi yang diberikan oleh bidan.

b) Aspek afektif

Ibu hamil diperhatikan oleh bidan dengan penuh perhatian, mendengarkan keluhan dan

mempunyai empati yang tinggi.

c) Aspek perilaku

Ibu hamil melakukan evaluasi atas kemampuan komunikasi bidan dalam memberikan anjuran

yang diberikan.

3) Dimensi kepuasan

Menurut Azwar (1996), secara umum dimensi kepuasan dibedakan atas dua macam:

a) Kepuasan yang mengacu pada penerapan kode etik dan standar pelayanan

(1) Hubungan bidan dan pasien

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang bermutu, hubungan bidan dan pasien

yang baik harus dapat dipertahankan. Diharapkan setiap bidan dapat dan bersedia memberikan

perhatian yang cukup kepada pasiennya secara pribadi, menampung dan mendengarkan semua

Page 12: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

keluhan, serta menjawab dan memberikan keterangan yang sejelas-jelasnya tentang segala hal

yang ingin diketahui pasien.

(2) Kenyamanan pelayanan

Kenyamanan yang dimaksudkan disini tidak hanya yang menyangkut fasilitas yang disediakan,

tetapi juga sikap serta tindakan para pelaksana ketika menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

(3) Kebebasan melakukan pilihan

Memberikan kebebasan kepada pasien untuk memilih serta menentukan pelayanan kesehatan.

(4) Pengetahuan dan kompetensi teknis

Makin tinggi tingkat pengetahuan dan kompetensi teknis pelayanan kesehatan maka makin tinggi

pula mutu pelayanan kesehatan.

(5) Efektifitas pelayanan

Makin efektif pelayanan kesehatan makin tinggi pula mutunya.

(6) Keamanan tindakan

Untuk dapat dikatakan pelayanan kesehatan yang bermutu, aspek keamanan harus diperhatikan.

Pelayanan medis yang membahayakan pasien, bukanlah pelayanan yang baik.

b) Kepuasan yang mengacu pada penerapan sesuai persyaratan pelayanan kesehatan.

(1) Available (ketersediaan layanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut tersedia di masyarakat.

(2) Appropriate (kewajaran pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan tersebut bersifat wajar, dalam arti sesuai

dengan kebutuhan masalah medis yang dihadapi.

(3) Continue (kesinambungan pelayanan)

Page 13: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan bersifat berkesinambungan, dalam arti

tersedia setiap waktu dan ataupun pada setiap kebutuhan.

(4) Acceptable (penerimaan pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat diterima oleh pemakai jasa

pelayanan.

(5) Accessible (ketercapaian pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan dapat dicapai oleh pemakai jasa

pelayanan.

(6) Affordable (keterjangkauan pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat dijangkau oleh

pemakai jasa pelayanan.

(7) Efficient (efisisensi pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan

secara efisien.

(8) Effectivity (efektifitas pelayanan)

Suatu pelayanan dikatakan bermutu apabila pelayanan kesehatan tersebut dapat diselenggarakan

secara efektif.

Kepuasan sangat bersifat subjektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun,

walaupun demikian, tentu saja kita harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada

pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita dapat memberikan

pelayanan yang terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas sampai dengan

pelaksanaannya. Pada saat berhubungan dengan pelanggan dengan standar yang diperkirakan

dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal bagi pelanggan (Barata, 2003).

Page 14: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

b. Mutu pelayanan kesehatan

1) Pengertian mutu

Beberapa pakar berpendapat tentang mutu (Saifuddin, 2006):

a) Mutu adalah tingkat kesempurnaan dari penampilan sesuatu yang sedang diamati (Winston,

1956, dalam Saifuddin, 2006).

b) Mutu adalah sifat yang dimiliki oleh suatu program (Donabedian, 1980, dalam Saifuddin, 2006).

c) Mutu adalah totalitas dari wujud serta ciri dari suatu barang atau jasa, yang didalamnya

terkandung sekaligus pengertian rasa aman atau pemenuhan kebutuhan para pengguna (Din ISO

8402, 1986, dalam Saifuddin, 2006).

d) Mutu adalah kepatuhan terhadap standar yang telah ditetapkan (Crosby, 1984, dalam Saifuddin,

2006).

Mutu pelayanan kesehatan adalah penampilan atau kinerja yang menunjuk pada tingkat

kesempurnaan pelayanan kesehatan, yang di satu pihak dapat menimbulkan kepuasan pada setiap

pasien sesuai dengan tingkat kepuasan rata-rata penduduk, serta dipihak lain tata cara

penyelenggaraannya sesuai dengan standard dan kode etik profesi yang telah ditetapkan

(Saifuddin, 2006).

2) Dimensi Mutu menurut Azwar, (1996):

a) Interpersonal relationship : hubungan antar manusia

b) Affordability : pelayanan yang diberikan dapat dijangkau oleh masyarakat.

c) Acceptability : pelayanan yang diberikan dapat diterima oleh masyarakat.

d) Safety : pelayanan yang diberikan aman

e) Efficiency : pelayanan yang diberikan efisien.

f) Continuity of care : pelayanan yang diberikan berkelanjutan, terkoordinir dari waktu ke waktu.

Page 15: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

g) Respect and caring : sopan, hormat, dan penuh perhatian

h) Legitimacy /accountability : pelayanan yang diberikan dapat dipertanggung jawabkan.

i) Timeliness : tepat waktu.

Penelitian yang dilakukan Roberts dan Prevost dalam Prawirohardjo, (2006) membuktikan

adanya perbedaan dimensi mutu:

a) Bagi pemakai jasa pelayanan kesehatan:

Mutu pelayananan kesehatan lebih terkait pada dimensi ketanggapan petugas memenuhi

kebutuhan pasien, kelancaran komunikasi petugas dengan pasien, keprihatinan serta

keramahtamahan petugas dalam melayani pasien dan kesembuhan penyakit yang sedang diderita

pasien.

b) Bagi penyelenggara pelayanan kesehatan:

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi kesesuaian pelayanan kesehatan yang

diselenggarakan dengan perkembangan ilmu tekhnologi mutakhir dan otonomi profesi dalam

menyelenggarakan pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan pasien.

c) Bagi penyandang dana:

Mutu pelayanan kesehatan lebih terkait pada dimensi efisiensi pemakai sumber dana, kewajaran

pembiayaan dan kemampuan menekan beban biaya penyandang dana.

3) 14 prinsip Deming :

a) Peningkatan mutu merupakan tujuan yang secara konsisten hendak dicapai.

b) Menerapkan filosofi mutu.

c) Mengurangi ketergantungan pada pengawasan.

d) Hentikan pendapat bahwa “ harga membawa nama”.

e) Peningkatan yang berkesinambungan sistem pelayanan dan produksi.

Page 16: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

f) Pendidikan dan pelatihan karyawan.

g) Kepemimpinan yang mempunyai komitmen terhadap mutu.

h) Menghilangkan rasa takut dalam iklim kerja.

i) Menghilangkan barier antar unit kerja.

j) Membatasi slogan.

k) Mengurangi penekanan pada angka pencapaian target.

l) Menghilangkan hambatan terhadap kepuasan kerja.

m) Merencanakan dan melaksanakan program diklat yang membangun.

n) Melaksanakan proses perubahan.

c. Standar Pelayanan Kesehatan

Standar adalah spesifikasi dari fungsi atau tujuan yang harus dipenuhi oleh suatu sarana

pelayanan kesehatan agar pemakai jasa pelayanan kesehatan dapat memperoleh keuntungan yang

maksimal dari pelayanan kesehatan yang diselenggarakan (Saifuddin, 2006).

Standar dalam pelayanan kesehatan banyak macamnya. Untuk dapat memahami macam

standar tersebut, perlulah terlebih dahulu diketahui unsur-unsur yang terdapat dalam pelayanan

kesehatan. Standar dalam pelayanan kesehatan dapat dibedakan pula atas 4 macam (Saifuddin,

2006). Ke empat standar unsur-unsur tersebut adalah :

1) Standar masukan (standard of input)

Adalah yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur masukan.

Standar masukan ini dibedakan atas 3 macam :

a) Standar tenaga (standard of man power).

Di sini ditetapkanlah persyaratan minimal tenaga kerja yang harus tersedia yakni yang

menyangkut jumlah, jenis, dan kualifikasi.

Page 17: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

b) Standar sarana (standard of facilities)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal sarana yang harus bersedia yakni yang menyangkut

jumlah, jenis dan spesifikasi.

c) Standar dana

Di sini ditetapkan persyaratan minimal dana yang harus bersedia, yakni yang menyangkut,

alokasi, serta pengelolaan.

2) Standar proses (standard of process)

Yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur proses, yang dikenal dengan nama standard of

conduct dibedakan atas dua macam :

a) Standar tindakan medis (standard of medical procedure)

Ke dalam standar tindakan medis termasuk persyaratan minimal tata cara anamnesa,

pemeriksaan fisik, pemeriksaan sepanjang, diagnosis terapi, dan pelayanan tindak lanjut.

b) Standar tindakan non medis (standard non medical procedure)

Ke dalam standar tindakan non medis termasuk persyaratan minimal tata cara pendaftaran,

konseling, penyuluhan, dan pengaturan pelayanan rujukan.

3) Standar lingkungan (standard of environment)

Yang menunjuk pada persyaratan minimal unsur lingkungan. Standar lingkungan ini dapat

dibedakan atas 3 macam :

a) Standar kebijakan (standard of policy)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal kebijakan yang harus dianut oleh suatu institusi kesehatan

dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

b) Standar organisasi (standard of organization)

Page 18: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Di sini ditetapkan persyaratan minimal struktur organisasi yang harus dianut oleh suatu institusi

kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

c) Standar manajemen (standard of management)

Di sini ditetapkan persyaratan minimal prinsip-prinsip manajemen yang harus dipenuhi oleh

suatu institusi kesehatan dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan.

4) Standar keluaran (standard of output)

Yang menunjuk pada penampilan penyelenggaraan yang diselenggarakan, di kenal dengan nama

standard of performance. Dibedakan atas dua macam :

a) Standar keluaran aspek medis

Kedalam standar ini termasuk antara lain angka kesembuhan, angka efek samping, angka

komplikasi, dan angka kematian.

b) Standar keluaran aspek non medis

Kedalam standar ini termasuk antara lain hubungan dokter pasien, keramahtamahan petugas,

keluhan pasien, dan kepuasan pasien.

Untuk dapat terselenggaranya pelayanan kesehatan yang memenuhi syarat, keempat

standar ini perlulah dipantau serta dinilai secara sistematis, objektif, dan berkesinambungan.

Apabila ditemukan penyimpangan, perlulah segera diperbaiki, sedemikian rupa sehingga

perlawanan kesehatan yang diselenggarakan dapat dipertanggung jawabkan.

d. Konsep pelayanan ANC

Antenatal care yaitu pemeriksaan kehamilan yang dilakukan untuk memeriksa keadaan

ibu dan janin secara berkala, yang diikuti dengan upaya koreksi terhadap penyimpangan yang

ditemukan (Depkes, 2009). Pengawasan Antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga

Page 19: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

profesional untuk ibu selama masa kehamilannya yang dilaksanakan sesuai dengan standar

pelayanan antenatal yang ditetapkan (Saifuddin, 2006)

1) Tujuan ANC

Menurut Saifuddin (2006) tujuan asuhan antenatal adalah :

a) Memantau kemajuan kehamilan untuk memastikan kesehatan ibu dan tumbuh kembang bayi

b) Meningkatkan dan mempertahankan fisik, mental dan sosial ibu dan bayi.

c) Mengenali sedini mungkin adanya ketidaknormalan atau komplikasi yang mungkin terjadi

selama hamil, termasuk riwayat penyakit secara umum, kebidanan dan pembedahan.

d) Mempersiapkan persalinan cukup bulan, melahirkan dengan selamat, ibu maupun bayinya

dengan trauma seminimal mungkin.

e) Mempersiapkan ibu agar masa nifas berjalan normal dan pemberian ASI eksklusif.

f) Mempersiapkan peran ibu dan keluarga dalam menerima kelahiran bayi agar dapat tumbuh

kembang secara normal.

2) Kebijakan

a) Kebijakan program

Antenatal sebaiknya dilakukan paling sedikit empat kali selama kehamilan (WHO) yaitu satu

kali trimester pertama, satu kali trimester kedua, dua kali trimester ketiga (Saifuddin, 2006).

b) Kebijakan teknis

Setiap kehamilan dapat berkembang menjadi masalah atau komplikasi setiap saat. Itu sebabnya

mengapa ibu hamil memerlukan pemantauan selama kehamilan. Penatalaksanaan ibu hamil

secara keseluruhan meliputi komponen-komponen sebagai berikut (Saifuddin, 2006) :

(1) Mengupayakan kehamilan yang sehat

Page 20: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

(2) Melakukan deteksi dini komplikasi, melakukan penatalaksanaan awal serta rujukan bila

diperlukan.

(3) Persiapan persalinan yang bersih dan aman.

(4) Perencanaan antisipatif dan persiapan dini untuk melakukan rujukan bila terjadi komplikasi.

e. Standar pelayanan ANC

Standar pelaksanaan antenatal yang dilakukan pada ibu hamil pada setiap kunjungan

terdapat 6 standar (Depkes RI, 2009):

1) Identifikasi ibu hamil

Melakukan kunjungan rumah dan berinteraksi dengan masyarakat secara berkala untuk

memberikan penyuluhan dan motivasi ibu, suami dan anggota keluarganya agar memeriksakan

kehamilan sejak usia dini dan teratur.

Hasil yang diharapkan :

a) Ibu memahami tanda dan gejala kehamilan.

b) Ibu, suami dan masyarakat menyadari manfaat pelayanan kehamilan secara dini dan teratur.

c) Meningkatkan ibu hamil yang memeriksakan diri sebelum kehamilan 12 minggu.

2) Pemeriksaan dan pemantauan antenatal

Memberikan sedikitnya empat pelayanan, pemeriksaan meliputi anamnesa dan

pemantauan ibu dan janin secara seksama untuk menilai apakah perkembangannya berlangsung

normal.

Hasil yang diharapkan :

a) Ibu hamil mendapatkan pelayanan antenatal minimal 4 kali selama kehamilan.

b) Meningkatkan pemanfaatan jasa bidan oleh masyarakat.

c) Deteksi dini dan penanganan komplikasi kehamilan.

Page 21: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

d) Ibu hamil, suami, keluarga dan masyarakat mengetahui tanda bahaya kehamilan dan tahu apa

yang harus dilakukan.

e) Mengurus transportasi rujukan jika sewaktu-waktu terjadi kegawatdaruratan.

3) Palpasi Abdominal

Melakukan pemeriksaan abdominal secara seksama dan melakukan palapasi untuk

memperkirakan usia kehamilan.

Hasil yang diharapkan :

a) Perkiraan usia kehamilan yang lebih baik.

b) Diagnosis dini kelainan letak dan merujuknya sesuai kebutuhan.

c) Diagnosis dini kehamilan ganda dan kelainan lain, serta merujuknya sesuai dengan kebutuhan.

4) Pengelolaan Anemia pada Kehamilan

Melakukan pencegahan. Penemuan, penaganan, dan/atau rujukan semua kasus anemia

pada kehamilan sesuai ketentuan yang berlaku.

Hasil yang diharapkan :

a) Ibu dengan anemia berat segera dirujuk.

b) Penurunan jumlah ibu melahirkan dengan anemia.

c) Penurunan jumlah bayi baru lahir dengan anemia.

5) Pengelolaan Dini Hipertensi pada Kehamilan

Menemukan secara dini setiap kenaikan tekanan darah pada kehamilan dan mengenal

tanda serta gejala pre eklamsi.

Hasil yang diharapkan :

a) Ibu hamil dengan tanda preeklampsi mendapat perawatan yang memadai dan tepat waktu.

b) Penurunan angka kesakitan dan kematian akibat eklampsi.

Page 22: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

6) Persiapan persalinan

Memberikan saran yang tepat kepada ibu hamil, suami serta keluarga pada trimester III

untuk memastikan bahwa persiapan persalinan yang aman dan bersih direncanakan dengan baik

termasuk transportasi.

Hasil yang diharapkan :

a) Ibu hamil dan masyarakat tergerak untuk merencanakan persalinan yang bersih dan aman.

b) Persalinan direncanakan di tempat yang aman dan memadai.

c) Adanya persiapan sarana transportasi untuk merujuk ibu bersalin jika perlu.

d) Rujukan tepat waktu telah dipersiapkan bila diperlukan.

3. Hubungan komunikasi bidan terhadap tingkat kepuasan ibu hamil dalam mendapatkan

pelayanan ANC

Komunikasi kebidanan merupakan faktor pendukung pelayanan kebidanan profesional

yang dilaksanakan oleh bidan, dalam mengekspresikan peran dan fungsinya, salah satu

kompetensi bidan yang harus dimiliki adalah kemampuan berkomunikasi dalam pelayanan

kebidanan. Kemampuan berkomunikasi akan mendasari upaya pemecahan klien, mempermudah

pemberian bantuan kepada klien, baik pelayanan medik maupun pelayanan psikologi yang

diberikan dengan pendekatan konseling (Uripni, 2003).

Ibu hamil disarankan untuk menemui petugas kesehatan bila merasakan tanda-tanda

bahaya atau merasakan khawatir (Saifuddin, 2008). Jika ibu mempercayai bidan, maka

kemungkinan besar ia akan kembali lagi ke bidan yang sama untuk persalinan dan kelahiran

bayinya. Apabila diperlukan, komunikasi hanya berlangsung diantara pasien penolong saja.

Keterbukaan, rasa aman, dan jaminan kerahasiaan informasi hanya mungkin dilaksanakan pada

suasana yang bersifat pribadi atau adanya privasi bagi pasien.

Page 23: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Kepuasan sangat bersifat subjektif, sehingga sulit sekali untuk mengukurnya. Namun,

walaupun demikian, tentu saja kita harus tetap berupaya memberikan perhatian kepada

pelanggan (customer care) dengan segala daya, sehingga paling tidak kita dapat memberikan

pelayanan yang terbaik, yang dimulai dari upaya menstandarkan kualitas sampai dengan

pelaksanaannya. Pada saat berhubungan dengan pelanggan dengan standar yang diperkirakan

dapat menimbulkan kepuasan yang paling optimal bagi pelanggan (Barata, 2003).

Untuk meningkatkan kepuasan pada ibu hamil maka perlu dilakukan komunikasi yang

efektif antara pasien-petugas kesehatan. Sehingga peran bidan dalam memberikan pelayanan

bukan hanya dari kemampuan medis saja melainkan komunikasi juga sangat berpengaruh

(Saifuddin, 2008).

A. Kerangka Teori

Proses Komunikasi:

Komunikator (sender)

Pesan (message)

Media (channel)

Penerima (receiver)

Tanggapan (response)

Lingkungan

Aspek-aspek Kepuasan:

Aspek kognitif

Aspek afektif

Aspek perilaku

Bagan 1: Kerangka teori Penelitian

B. Kerangka Konsep

Komunikasi bidan dalam Antenatal Care

Tingkat Kepuasan

Page 24: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Bagan 2: Kerangka konsep penelitian

C. Hipotesa

Ho: Tidak ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam

Antenatal Care.

Ha: Ada hubungan antara komunikasi bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal

Care.

Page 25: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah studi deskriptif korelatif, yaitu penelitian

yang dilakukan dengan tujuan utama mendeskripsikan atau memaparkan komunikasi

bidan dengan tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care di Bidan Praktek Swasta

Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu. Penelitian ini dilakukan dengan

menempuh langkah-langkah pengumpulan data, klasifikasi, pengolahan atau analisa data,

membuat kesimpulan dan laporan. Dalam melakukan penelitian ini peneliti

menggunakan jenis penelitian deskriptif korelatif melalui pendekatan “Cross Sectional”

dengan metode yaitu penelitian survei. Menurut Notoatmodjo (2010) Pendekatan Cross

Sectional adalah pengambilan data pada suatu waktu tertentu, dimana data tersebut dapat

menggambarkan pada waktu tersebut.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja Puskesmas

Lingkar Barat Kota Bengkulu pada Bulan Agustus Tahun 2012.

35

C. Populasi, Sampel dan Tehnik Sampling

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian atau obyek ruang yang akan diteliti

(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini semua ibu hamil yang memeriksakan

kehamilannya sampai bulan Agustus 2012 di Bidan Praktek Swasta Wilayah Kerja

Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu sejumlah 40 ibu hamil.

2. Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang dipilih dengan sampling tertentu untuk bisa

memenuhi atau mewakili populasi (Notoatmodjo, 2010) :

Page 26: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Sampel dalam penelitian ini adalah semua responden yang sesuai kriteria inklusi yang

ditetapkan. Besar sampel dalam penelitian ini adalah sejumlah 36 ibu hamil.

Kriteria sampel :

Kriteria Inklusi adalah kriteria atau ciri-ciri yang perlu dipenuhi oleh setiap anggota populasi

yang dapat diambil sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).

Yang menjadi kriteria inklusi dalam penelitian ini adalah :

1) Ibu hamil yang telah memeriksakan kehamilannya minimal dua kali di Bidan Praktek Swasta

Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.

2) Ibu hamil yang bersedia menjadi responden.

3. Teknik sampling

Pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling

yang berarti sampel diambil dari responden yang sesuai dengan kriteria yang telah

ditentukan (Notoatmodjo, 2010).

D. Variabel Penelitian

Dalam penelitian ini digunakan dua variabel, yaitu :

1. Variabel Independent

Suatu variabel yang menjadi sebab timbulnya atau berubahnya variabel dependent, dapat

dikatakan sebagai variabel yang mempengaruhi (Setiawan, 2010). Variabel independent

dalam penelitian ini adalah komunikasi bidan dalam memberikan pelayanan Antenatal Care.

2. Variabel Dependent

Adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel independent (Setiawan, 2010). Variabel

dependent dalam penelitian ini adalah tingkat kepuasan ibu hamil dalam Antenatal Care.

E. Definisi Operasional

1. Komunikasi Bidan

Page 27: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Komunikasi bidan adalah suatu proses penyampaian informasi oleh bidan kepada

pasien baik secara verbal yaitu dengan menggunakan bahasa maupun secara nonverbal yaitu

tidak menggunakan bahasa melainkan bahasa tubuh seperti sentuhan, kontak mata dan

lainnya. Pengukuran komunikasi bidan di ukur dengan berbagai item pertanyaan dalam

kuesioner yang dinyatakan dengan membandingkan antara hasil yang diperoleh dengan

harapan yang diinginkan.

Alat ukur : Kuesioner

Skala : Ordinal

Hasil ukur : Nilai 2, bila jawaban Ya

Nilai 1, bila jawaban Tidak

Sedangkan kategori pelaksanan komunikasi bidan dibagi menjadi 3 (tiga) :

Baik : bila skor total ≥ 16

Cukup : bila skor total 11-15

Kurang : bila skor total ≤ 10

2. Tingkat Kepuasan

Pelayanan kesehatan yang bermutu sehingga penerima pelayanan kesehatan puas

terhadap pelayanan yang diterima dengan penyelenggaran yang sesuai dengan kode etik dan

standar yang ditetapkan. Pengukuran kepuasan komunikasi diukur dengan berbagai item

pertanyaan dalam kuesioner.

Alat ukur : Kuesioner

Skala : Ordinal

Hasil ukur : Nilai 2, bila jawaban Ya

Nilai 1, bila jawaban Tidak

Kategori tingkat kepuasan dibagi 3 (tiga) :

Puas : bila total skor ≥ 16

Page 28: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Cukup Puas : bila total skor 11-15

Kurang Puas : bila total skor ≤ 10

F. Metode Pengumpulan Data

1. Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah :

a. Data primer yang diperoleh secara langsung dari responden dengan mengisi

kuesioner.

b. Data sekunder yang diperoleh dari register ibu hamil di Bidan Praktek Swasta

Wilayah Kerja Puskesmas Lingkar Barat Bengkulu.

2. Metode pengumpulan data

Cara pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan

alat ukur berupa kuesioner yang berisi 20 item pertanyaan kepada responden. Responden

tinggal memberikan tanda tertentu pada pertanyaan yang disediakan. Selama pengisian

kuesioner, peneliti berada tidak jauh dari responden agar dapat memberikan petunjuk

pengisian bila ada hal yang tidak atau kurang dimengerti. Apabila kondisi tidak

memungkinkan, data diambil dengan wawancara terstruktur dengan menggunakan kuesioner

yang sama, dimana jawabannya dipilih responden dituliskan pada lembar kuesioner oleh

pewawancara.

G. Instrumen atau Alat Penelitian

Instrumen adalah alat pada waktu penelitian menggunakan sesuatu metode. Alat

dalam penelitian ini adalah kuesioner, yaitu sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan

untuk memperoleh informasi dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya, atau hal-

hal yang ia ketahui (Arikunto, 2007). Ditinjau cara responden menjawab kuesioner, penelitian

ini menggunakan pertanyaan tertutup dimana pertanyaan dirumuskan sedemikian rupa

sehingga kemungkinan jawaban yang diberikan responden sangat terbatas. Kuesioner ini

diadopsi dari kuesioner penelitian sebelumnya Pratiwi (2010) dan telah diuji menggunakan

uji validitas dengan analisa butir adalah skor-skor yang ada pada butir yang dimaksud

Page 29: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

dikorelasikan dengan skor total, selanjutnya dihitung dengan rumus product moment. Jika R

≥ r tabel maka dikatakan butir soal itu valid. Setelah diperoleh harga R, kemudian hasilnya

dikonstitusikan dengan harga r product moment. Item yang dinyatakan valid adalah item

dengan hasil lebih dari r tabel pada tingkat kepercayaan 95%, yaitu lebih dari 0,444. Hasil uji

reliabilitas menunjukkan reliabilitas instrumen dengan rumus cronbach alpha, bila

dikonstitusikan dengan R product moment. Jika R ≥ r tabel maka dikatakan butir soal itu

valid. Item yang dinyatakan reliabel adalah item dengan hasil lebih dari r tabel pada tingkat

kepercayaan 95%, yaitu lebih dari 0,444.

Tabel 1. Kisi-kisi kuesioner

No Variabel

Penelitian

Indikator Nomor

pertanyaan

Jumlah

1. Komunikasi

Bidan

- Pengertian Komunikasi

- Proses komunikasi

- Jenis komunikasi

- Faktor yang mempengaruhi

komunikasi

3, 4, 5, 9, 10

7, 8

1,2

6

5

2

2

1

Total pertanyaan 10

2. Tingkat

kepuasan

- Kepuasan pelayanan ANC

- Mutu pelayanan kesehatan

11, 12, 13,

14, 16,

15, 17, 18,

19, 20

5

5

Total pertanyaan 10

H. Metode Pengolahan dan Analisa Data

1. Metode pengolahan data

Setelah pengisian kuesioner selesai, kuesioner ditarik kembali untuk dilakukan pengolahan

data sebagai berikut (Narbuko. dkk, 2005).

a. Editing

Yaitu memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh para responden untuk

mengurangi kesalahan atau kekurangan yang ada dalam daftar pertanyaan yang sudah

diselesaikan.

Pemeriksaan ini dilakukan terhadap :

1) Kelengkapan jawaban.

Page 30: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

2) Keterbacaan tulisan.

3) Kejelasan makna jawaban.

4) Kesesuaian jawaban.

5) Relevansi jawaban.

b. Coding

Setelah data terkumpul dan selesai di edit di lapangan, tahap berikutnya yaitu mengkode data,

yaitu mengklasifikasikan jawaban-jawaban dari para responden ke dalam kategori-kategori

dengan memberi tanda / kode berbentuk angka pada masing-masing jawaban.

Langkah dalam melakukan coding yaitu :

1) Menentukan kategori yang akan digunakan.

2) Mengalokasikan jawaban-jawaban responden pada kategori-kategori tersebut.

c. Tabulating

Tabulating dilakukan dengan memasukkan data yang telah diberi kode ke dalam tabel yang

tersedia.

d. Entry

Memasukan data yang sudah di lakukan editing dan coding tersebut kedalam Komputer yaitu

untuk memastikan apakah semua data sudah siap di analisis

e. Cleaning

Untuk memastikan apakah semua data sudah siap dianalisis.

2. Analisis Data

Hasil data yang diolah disajikan secara Deskriptif.

Untuk semua variabel akan ditampilkan distribusi frekuensi yang diperoleh dari analisa data

univariat.

a. Analisis univariat

Page 31: Proposal kebidanan poltekkes AKBID PARAMATA RAHA

Untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari variabel-variabel yang di teliti, baik

variabel independent maupun variable dependent. Langkah - langkah yang dilakukan dalam

analisa univariat adalah sebagai berikut :

1) Mengukur jumlah skor masing-masing responden.

2) Jumlah skor masing-masing responden dikategorikan sesuai dengan ketentuan yang sudah di

tuliskan pada definisi operasional.

3) Menghitung presentase kategori komunikasi bidan dan tingkat kepuasan ibu hamil.

b. Analisis Bivariat

Untuk menguji hipotesis antara variabel independent dengan variabel dependent atau

melihat ada atau tidak nya hubungan antara kedua variabel yaitu komunikasi bidan dan

tingkat kepuasan ibu hamil.diolah dengan komputer menggunakan program SPSS dengan

tekhnik analisis statistic.

Bila chi square hitung lebih kecil dari tabel chi square maka Ha diterima, dan apabila chi

square hitung lebih besar dari chi square stabel maka Ha ditolak (Alimul, 2007).

Diposkan oleh Fitri Biki di 23.31

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar