proposal irma.pdf

22
1 BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada era sekarang ini, konstruksi bangunan mengalami perkembangan yang pesat sehingga perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah konstruksi yang kuat terhadap tekan, dimulai dari konstruksi batu yang kemudian berkembang menjadi konstruksi beton. Kedua adalah konstruksi yang kuat terhadap tarik, diawali dari konstruksi bambu dan berkembang menjadi baja tulangan. Ketiga adalah konstruksi yang tahan terhadap tekan dan tarik, dimulai dari konstruksi kayu yang kemudian berkembang menjadi baja struktural hingga berlanjut menjadi beton bertulang. Untuk struktur bangunan yang memerlukan ruang yang luas seperti jembatan, maka jenis konstruksi ketiga yaitu konstruksi beton bertulang adalah pilihan yang tepat mengingat jembatan pada umumnya membutuhkan bentang yang panjang sehingga memerlukan konstruksi yang tahan terhadap tekan maupun tarik. Namun dalam perkembangannya, beton bertulang memiliki kelemahan yaitu apabila konstruksi ini diaplikasikan untuk struktur bentang panjang maka penampang akan mudah retak dan tidak efisien dalam menahan tegangan yang terjadi. Hal ini lah yang menjadi dasar dibuatnya konstruksi beton prategang yang merupakan kombinasi antara beton mutu tinggi dengan baja mutu tinggi. Melalui desain konstruksi yang baik maka konstruksi beton prategang ini dapat mengontrol keretakan ataupun lendutan pada penampang sehingga penampang dapat didesain lebih efisien. Dalam mendesain balok bertulang biasa, pada umumnya engineer mengatur kekuatan balok dalam menerima tegangan maksimum, sedangkan filosofi dasar dalam perancangan balok prategang adalah mengatur tegangan yang terjadi sesuai dengan keinginan. Secara teori balok prategang didesain tidak mempunyai keretakan dan mempunyai kapasitas tegangan yang besar pada penampang sehingga membuat kinerja dari beton menjadi efektif. Mengingat pentingnya untuk mengetahui kapasitas penampang beton prategang pada konstuksi jembatan maka analisis kinerja struktur beton prategang yang diaplikasikan terhadap konstruksi jembatan menjadi sasaran utama dalam penelitian ini. Tegangan- tegangan maupun gaya-gaya yang bekerja pada penampang dapat digunakan untuk mengontrol kinerja penampang itu sendiri dalam menahan gaya yang diberikan. Dengan menggunakan bantuan program Matlab V.2009 maka kapasitas penampang dalam menahan

Transcript of proposal irma.pdf

  • 1

    BAB 1

    PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Pada era sekarang ini, konstruksi bangunan mengalami perkembangan yang pesat

    sehingga perkembangannya dapat dibagi menjadi tiga bagian. Pertama adalah konstruksi

    yang kuat terhadap tekan, dimulai dari konstruksi batu yang kemudian berkembang menjadi

    konstruksi beton. Kedua adalah konstruksi yang kuat terhadap tarik, diawali dari konstruksi

    bambu dan berkembang menjadi baja tulangan. Ketiga adalah konstruksi yang tahan terhadap

    tekan dan tarik, dimulai dari konstruksi kayu yang kemudian berkembang menjadi baja

    struktural hingga berlanjut menjadi beton bertulang.

    Untuk struktur bangunan yang memerlukan ruang yang luas seperti jembatan, maka

    jenis konstruksi ketiga yaitu konstruksi beton bertulang adalah pilihan yang tepat mengingat

    jembatan pada umumnya membutuhkan bentang yang panjang sehingga memerlukan

    konstruksi yang tahan terhadap tekan maupun tarik. Namun dalam perkembangannya, beton

    bertulang memiliki kelemahan yaitu apabila konstruksi ini diaplikasikan untuk struktur

    bentang panjang maka penampang akan mudah retak dan tidak efisien dalam menahan

    tegangan yang terjadi. Hal ini lah yang menjadi dasar dibuatnya konstruksi beton prategang

    yang merupakan kombinasi antara beton mutu tinggi dengan baja mutu tinggi. Melalui desain

    konstruksi yang baik maka konstruksi beton prategang ini dapat mengontrol keretakan

    ataupun lendutan pada penampang sehingga penampang dapat didesain lebih efisien.

    Dalam mendesain balok bertulang biasa, pada umumnya engineer mengatur kekuatan

    balok dalam menerima tegangan maksimum, sedangkan filosofi dasar dalam perancangan

    balok prategang adalah mengatur tegangan yang terjadi sesuai dengan keinginan. Secara teori

    balok prategang didesain tidak mempunyai keretakan dan mempunyai kapasitas tegangan

    yang besar pada penampang sehingga membuat kinerja dari beton menjadi efektif.

    Mengingat pentingnya untuk mengetahui kapasitas penampang beton prategang pada

    konstuksi jembatan maka analisis kinerja struktur beton prategang yang diaplikasikan

    terhadap konstruksi jembatan menjadi sasaran utama dalam penelitian ini. Tegangan-

    tegangan maupun gaya-gaya yang bekerja pada penampang dapat digunakan untuk

    mengontrol kinerja penampang itu sendiri dalam menahan gaya yang diberikan. Dengan

    menggunakan bantuan program Matlab V.2009 maka kapasitas penampang dalam menahan

  • 2

    beban dapat disimulasikan dengan memasukkan properties-propertis yang telah diketahui

    sebelumnya.

    Dalam penelitian kali ini, penulis melakukan analisis kekuatan dan tegangan yang

    tejadi terhadap jembatan prategang dengan sistem kantilever yang dikerjakan per segmen

    (segmental). Analisa ini diharapkan dapat mengontrol elevasi jembatan ketika proses

    konstruksi dilakukan sehingga elevasi jembatan di sisi kanan akan memiliki tingi yang sama

    dengan elevasi di bagian kiri. Pada jembatan prategang ini, penampang girder yang

    digunakan ialah penampang I girder.

    1.2 Perumusan Masalah

    Bertitik tolak dari latar belakang yang telah dijelaskan sebelumnya maka penulis

    merumuskan permasalahannya sebagai berikut:

    a. Bagaimana kinerja penampang beton prategang I girder yang diaplikasikan pada

    konstruksi jembatan dalam menahan beban yang terjadi.

    b. Bagaimana mengontrol tegangan pada penampang prategang I girder pada

    konstruksi jembatan dengan sistem kantilever yang dikerjakan per segmen

    sehingga elevasi jembatan di sisi kanan akan memiliki tinggi yang sama dengan

    elevasi di bagian kiri.

    1.3 Tujuan Penelitian

    Tujuan penelitian ini adalah:

    a. Melakukan analisa kapasitas kekuatan ataupun tegangan terhadap penampang I

    girder precast dan prefab pada konstruksi jembatan prategang.

    b. Menganalisis kontrol defleksi yang mempengaruhi elevasi jembatan prategang

    dengan sistem kantilever (segmental) yang dikerjakan per segmen pada saat

    konstruksi dilaksanakan.

    c. Mengkaji kinerja struktur jembatan prategang terhadap beban yang bekerja seperti

    beban hidup, beban mati, beban superimposed dan beban-beban lainnya yang akan

    mempengaruhi kekuatan penampang I girder.

  • 3

    1.4 Batasan Masalah

    Permasalahan yang akan dikaji di dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Analisis yang dilakukan terbatas pada penampang I girder yang sebelumnya telah

    menerima tegangan (prategang).

    b. Baja yang digunakan untuk memberikan tegangan adalah 7 wire Grade 270, low

    relaxation A416-74 dengan diameter 12.7 mm.

    c. Jenis jembatan yang dianalisa adalah jembatan prategang dengan sistem kantilever

    yang dikerjakan secara segmental dan analisa terbatas pada struktur atas jembatan.

    d. Jenis pembebanan yang diaplikasikan pada struktur jembatan adalah beban mati,

    beban hidup, maupun beban superimposed tanpa memperhitungkan kondisi creep

    dan shringkage pada beton prategang.

    e. Analisa kapasitas penampang I girder dilakukan menggunakan program Matlab

    V.2009 dengan memasukkan propertis-propertis yang telah diketahui sebelumnya.

    1.5 Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai berikut :

    a. Memahami kinerja penampang I pada girder jembatan yang telah diberi tegangan

    sebelumnya (Pra-tegang) sehingga nantinya dapat digunakan sebagai bahan acuan

    dalam mendesain penampang yang baik dan efisien dalam menahan beban yang

    bekerja.

    b. Memaksimalkan kinerja pelaksanaan dalam konstruksi jembatan dengan sistem

    kantilever yang dikerjakan per segmen (Segmental).

  • 4

    BAB 2

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Jembatan

    2.1.1 Umum

    Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana transportasi

    jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang dapat dilintasi oleh

    sesuatu benda bergerak misalnya suatu lintas yang terputus akibat suatu rintangan atau sebab

    lainnya, dengan cara melompati rintangan tersebut tanpa menimbun / menutup rintangan itu

    dan apabila jembatan terputus maka lalu lintas akan terhenti. Lintas tersebut bisa merupakan

    jalan kendaraan, jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat

    berupa jalan kendaraan, jalan kereta api, sungai, lintasan air, lembah atau jurang. Jembatan

    juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas darat dengan konstruksi

    terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan struktur bangunan atas, yang

    menghubungkan dua ujung jalan yang terputus akibat bentuk rintangan melalui konstruksi

    struktur bangunan atas.

    2.1.2 Tipe Jembatan

    Seiring dengan perkembangan teknologi dunia konstruksi, telah banyak permodelan

    konstruksi jembatan yang bertujuan untuk menciptakan suatu konstruksi yang aman, nyaman,

    ekonomis, dan mudah pelaksanaannya. Berikut adalah beberapa permodelan konstruksi

    jembatan yang umum dipakai.

    Ditinjau dari berbagai aspek, maka jembatan diklasifikasikan atas :

    1. Ditinjau dari material yang digunakan, jembatan bisa dibedakan, yakni :

    a. Jembatan Kayu.

    b. Jembatan Gelagar Baja.

    c. Jembatan Beton Bertulang.

    d. Jembatan Komposit.

    2. Ditinjau dari statika konstruksi, jembatan bisa dibedakan antara lain :

    Berdasarkan analisa struktur (statika konstruksi) maka jembatan dapat di bagi atas dua

    bagian yaitu :

    a. Jembatan statis tertentu.

    b. Jembatan statis tak tertentu.

  • 5

    3. Ditinjau dari fungsi atau kegunaannya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

    a. Jembatan untuk lalu lintas kereta api (railway bridge).

    b. Jembatan untuk lalu lintas biasa atau umum (highway bridge).

    c. Jembatan untuk pejalan kaki (foot path).

    d. Jembatan berfungsi ganda, misalnya untuk lalu lintas kereta api dan mobil, untuk lalu

    lintas umum dan air minum, dan sebagainya.

    e. Jembatan khusus, misalnya untuk pipa-pipa air minum, pengairan, pipa gas, jembatan

    militer dan lain-lain.

    4. Ditinjau menurut sifat-sifatnya, jembatan bisa dibedakan antara lain :

    a. Jembatan sementara atau darurat.

    b. Jembatan tetap atau permanen.

    c. Jembatan bergerak, yaitu jembatan yang dapat digerakkan misalnya agar

    penyeberangan kapal-kapal di sungai tidak terganggu.

    5. Ditinjau dari bentuk struktur konstruksi, jembatan bisa dibedakan ,yakni :

    a. Jembatan gelagar biasa (Beam bridge).

    b. Jembatan portal (Rigid frame bridge).

    c. Jembatan rangka (Truss bridge).

    d. Jembatan gantung (Suspension bridge).

    e. Jembatan kabel penahan (Cable stayed bridge).

    2.2 Beton Prategang

    2.2.1 Konsep Dasar

    Beton prategang adalah material yang sangat banyak digunakan dalam kontruksi. Beton

    prategang pada dasarnya adalah beton di mana tegangan-tegangan internal dengan besar serta

    distribusi yang sesuai diberikan sedemikian rupa sehingga tegangan-tegangan yang diakibatkan

    oleh beban-beban luar dilawan sampai suatu tingkat yang diinginkan. Prategang meliputi

    tambahan gaya tekan pada struktur untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan gaya tarik

    internal dan dalam hal ini retak pada beton dapat dihilangkan. Pada beton bertulang, prategang

    pada umumnya diberikan dengan menarik baja tulangan. Gaya tekan disebabkan oleh reaksi baja

    tulangan yang ditarik, mengakibatkan berkurangnya retak, elemen beton prategang akan jauh

    lebih kokoh dari elemen beton bertulang biasa. Prategangan juga menyebabkan gaya dalam yang

    berlawanan dengan gaya luar dan mengurangi atau bahkan menghilangkan lendutan secara

    signifikan pada struktur.

    Beton yang digunakan dalam beton prategang adalah mempunyai kuat tekan yang cukup

    tinggi dengan nilai fc min 30 MPa, modulus elastis yang tinggi dan mengalami rangkak ultimit

  • 6

    yang lebih kecil, yang menghasilkan kehilangan prategang yang lebih kecil pada baja. Kuat tekan

    yang tinggi ini diperlukan untuk menahan tegangan tekan pada serat tertekan, pengangkuran

    tendon, mencegah terjadinya keretakan. Pemakaian beton berkekuatan tinggi dapat memperkecil

    dimensi penampang melintang unsur-unsur struktural beton prategang. Dengan berkurangnya

    berat mati material, maka secara teknis maupun ekonomis bentang yang lebih panjang dapat

    dilakukan.

    Keuntungan penggunaan beton prategang adalah:

    1). Dapat memikul beban lentur yang lebih besar dari beton bertulang.

    2). Dapat dipakai pada bentang yang lebih panjang dengan mengatur defleksinya.

    3). Ketahanan geser dan puntirnya bertambah dengan adanya penegangan.

    4). Dapat dipakai pada rekayasa konstruksi tertentu, misalnya pada konstruksi jembatan

    segmental.

    5). Berbagai kelebihan lain pada penggunaan struktur khusus, seperti struktur pelat dan

    cangkang, struktur tangki,struktur pracetak,dan lain-lain.

    Kekurangan struktur beton prategang relative lebih sedikit dibandingkan berbagai

    keuntungannya, diantaranya:

    1). Memerlukan peralatan khusus seperti tendon, angkur, mesin penarik kabel,dll.

    2). Memerlukan keahlian khusus baik didalam perencanaan maupun pelaksanaanya.

    2.2.2 Analisis Beton Prategang

    Ada tiga konsep yang dapat dipakai untuk menjelaskan dan menganalisis sifat-sifat dasar

    dari beton prategang. Hal ini dapat diterangkan sebagai berikut :

    1). Konsep Pertama

    Sistem Prategang Untuk Mengubah Beton Menjadi Bahan Yang Elastis. Konsep ini

    memperlakukan beton sebagai bahan yang elastis. Ini merupakan sebuah pemikiran dari Eugene

    Freyssnet yang memvisualisasikan beton prategang yang pada dasarnya adalah beton dari bahan

    yang getas menjadi bahan yang elastis dengan memberikan tekanan (desakan) terlebih dahulu

    (pratekan) pada bahan tersebut. Beban yang tidak mampu menahan tarikan dana kuat memikul

    tekanan (umumnya dengan baja mutu tinggi yang ditarik) sedemikiaan sehingga beton yang getas

    dapat memikul tegangan tarik. Dari konsep inilah lahir kriteria tidak ada tegangan tarik pada

    beton. Umumnya telah diketahui bahwa jika tidak ada tegangan tarik pada beton, berarti tidak

    akan terjadi retak, dan beton tidak merupakan bahan yang getas lagi melainkan bahan yang

    elastis. Dalam bentuk yang sederhana, ditinjau sebuah balok persegi panjang yang diberi gaya

  • 7

    prategang oleh sebuah tendon melalui sumbu yang melalui titik berat dan dibebani oleh gaya

    eksternal, lihat Gambar 2.1.

    Gambar 2.1 Distribusi Tegangan Sepanjang Penampang Beton Prategang konsentris

    Gaya partegang F pda tendon menghasilkan gaya tekan F yang sama pada beton yang juga

    bekerja pada titik berat tendon. Akibatnya gaya prategang tekan secara merata sebesar

    .(2.1)

    akan timbul pada penampang seluas A. jika M adalah momen eksternal pada penampang akibat

    beban dan berat sendiri balok, maka tegangan pada setiap titik sepanjang penampang akibat M

    adalah

    .(2.2)

    dimana y adalah jarak dari sumbu yang melalui titik berat dan I adalah momen inersia

    penampang. Jadi distribusi tegangan yang dihasilkan adalah

    .(2.3)

    2). Konsep Kedua

    Sistem Prategang Untuk Kombinasi Baja Mutu Tinggi Dengan Beton. Konsep ini

    mempertimbangkan beton prategang sebagai kombinasi (gabungan) dari baja dan beton, seperti

    pada beton bertulang, dimana baja menahan tarikan dan beton menahan tekanan. Dengan

    demikian kedua bahan membentuk kopel penahan untuk melawan momen eksternal, lihat

    Gambar 2.2. Hal ini merupakan konsep yang mudah. Dengan beton bertulang, dimana baja

    menahan gaya tarik dan beton menahan gaya tekan, dan kedua gaya membentuk momen kopel

    dengan momen diantaranya.

  • 8

    Gambar 2.2 Momen Penahan Internal Pada Beton Prategang dan Beton Bertulang

    Pada beton prategang, baja mutu tinggi dipakai dengan cara menariknya sebelum kekuatannya

    dimanfaatkan sepenuhnya. Jika beton mutu tinggi ditanamkan pada beton, seperti pada beton

    betulang biasa, beton sekitarnya akan mengalami retak sebelum seluruh kekuatan baja digunakan,

    Gambar 2.3.

    Gambar 2.3 Balok Beton Menggunakan Baja Mutu Tinggi

    3). Konsep Ketiga

    Sistem Prategang untuk Mencapai Keseimbangan Beban. Konsep ini terutama

    menggunakan prategang sebagai suatu usaha untuk membuat seimbang gaya-gaya pada sebuah

    batang. Pada keseluruhan desain struktur beton prategang, pengaruh dari prategang dipandang

    sebagai keseimbangan berat sendiri sehingga batang yang mengalami lenturan seperti pelat

    (slab), balok, dan gelagar (girder) tidak akan mengalami tegangan lentur pada kondisi

    pembebanan yang terjadi. Ini memungkinkan transformasi dari batang lentur menjadi batang

    yang mengalami tegangan langsung dan sangat menyederhanakan persoalan baik di dalam desain

    maupun analisis dan struktur yang rumit. Penerapan dari konsep ini menganggap beton diambil

    sebagai benda bebas dan menggantikan tendon dengan gaya-gaya yang bekerja pada beton

    sepanjang bentang. Sebagai contoh, sebuah balok prategang diatas dua tumpuan (simple beam)

    dengan tendon berbentuk parabola seperti Gambar 2.4.

  • 9

    Gambar 2.4 Balok Prategang Dengan Tendon Parabola

    2.2 Sistem Balanced Cantilever pada Jembatan

    2.1.1 Metode Kantilever

    Kantilever adalah balok horisontal dengan dukungan tetap di salah satu ujung-

    ujungnya. Pembahasan dimulai tentang karakteristik metode kantilever beton cor di tempat,

    akan sangat berguna untuk melihat sekilas model teori balok sederhana ditunjukkan dalam

    Gambar 2.5, yang juga dapat ditemukan dalam buku pelajaran tentang mekanika material.

    Dalam sistem dua dimensi dari sistem struktur, garis horizontal menggambarkan sumbu

    memanjang balok. Untuk perhitungan sederhana dari lendutan balok akibat beban, orang

    perlu mengetahui panjang balok, modulus elastisitas nya sebagai parameter material, dan

    momen inersia balok penampang. Beban pada balok tersebut dapat terjadi akibat beban dan

    momen-momen yang bekerja. Dengan informasi ini adalah mungkin untuk menentukan

    defleksi balok dan sudut yang dihasilkan dari balok horisontal sebelumnya pada setiap titik di

    sepanjang panjangnya. Hasil yang dicapai oleh pendekatan ini adalah mudah digunakan,

    untuk kemudian hasil output dari proses modelisasi dapat diambil.

  • 10

    Gambar 2.5 Balok Kantilever Beban Terbagi Merata

    Ketika analisis struktur dilakukan pada sistem kantilever, pendekatan pemodelan yang

    digunakan adalah semua pengaruh diperiksa secara terpisah dan akhirnya disuperposisikan

    dengan perilaku sistem secara keseluruhan. Contoh kantilever bebas dari penampang menerus

    yang terdiri dari segmen dengan umur yang berbeda dan didesain bersama dengan efek

    tendon prategang dari masing-masing faktor ini, dihitung secara terpisah sebagai ditunjukkan

    dalam Gambar 2.6. Sistem kantilever dibebankan melalui berat sendiri dan merupakan beban

    hidup seragam yang diantisipasi dalam kondisi layan, yang pada umumnya akan

    menghasilkan dengan nama momen kurva parabolik untuk balok kantilever. Tendon

    Posttensioning digunakan dalam balok kantilever untuk mengkompensasi beban mati. Untuk

    penyederhanaan akan diasumsikan bahwa tendon prategang yang ditambahkan dengan setiap

    segmen baru, terletak pada eksentrisitas yang sama dari sumbu netral penampang balok.

    Dengan asumsi lebih lanjut bahwa semua tendon lurus tanpa lengkungan (seperti akan

    digunakan dalam struktur jembatan nyata), superposisi dari saat-saat dari semua pasca

    penurunan tegangan tendon memberikan momen envelope, yang mengkompensasi beban

    mati.

  • 11

    Gambar 2.6 Post Tensioned dari Kantilever Segmental

    Dua poin besar yang diperiksa untuk menentukan jangka panjang tegangan dan

    deformasi dari sistem struktur berdasarkan material tergantung sifat-waktu, yaitu rangkak dan

    susut beton serta relaksasi baja. Data-data tersebut pada akhir konstruksi, biasanya

    diasumsikan sampai dengan hari ke 10.000 setelah mulai konstruksi. Sebelum akhir

    konstruksi sistem kantilever jembatan akan berubah menjadi sistem menerus, dalam beberapa

    kasus jika midspan hinges. Redistribusi Momen dari perletakan ke arah bentang akan terjadi.

    Umur segmen yang berbeda-beda, tentu akan memainkan peran saat menentukan tegangan

    dan deformasi sistem struktural pada akhir konstruksi.

    Hal ini relatif mudah untuk memberikan perkiraan nilai kasar untuk sistem struktural

    selesai. Gambar 2.7 menggambarkan prosedur yang diuraikan di bawah ini. Bentang di mana

    nilai saat lentur keseluruhan akan diberikan oleh peraturan desain dari sistem struktural pada

    akhir konstruksi. Ketika sistem struktur baru mencapai kontinuitas, semua momen lentur

    pada perletakan menjadi maksimum dan tidak ada redistribusi momen yang telah terjadi

    sejauh ini, yaitu pada saat penutupan midspan masih nol. Beberapa saat perlahan- lahan, akan

  • 12

    mendistribusikan dalam sistem struktural tergantung pada material sifat-waktu. Namun,

    tergantung pada efek waktu biasanya menunjukkan perilaku asimtotik. Oleh karena itu,

    standar desain dari 'tak terhingga' tidak akan pernah tercapai. Keadaan ideal dari 'tak

    terhingga' diberikan oleh sistem struktural yang berkelanjutan, dengan asumsi bahwa semua

    elemen yang dilemparkan dan dimuat pada saat yang sama. Perhitungan sistem struktural tak

    tentu yang sederhana dengan beban mati dan beban hidup diasumsikan menghasilkan

    diagram momen dengan nilai-nilai saat tertentu untuk perletakan dan bentangnya. Mengambil

    hasil dari kedua sistem ideal sebagai batas atas dan bawah, kesan awal dimensi saat nilai

    dalam struktur nyata dengan material tergantung sifat-waktu telah dihasilkan.

    Gambar 2.7 Upper and Lower Boundaries for Long-Term Bending Moments

    2.1.3 Konstruksi Balanced Cantilever

    Konstruksi Balanced Cantilever menunjukkan sebuah bangunan superstruktur

    jembatan dari kedua sisi pier jembatan. Metode pemasangannya juga dikenal dengan nama

    konstruksi kantilever bebas (Podolny dan Muller, 1982). (Fletcher, 1984) memberikan

    informasi bahwa elemen pier yang dipakai sebagai dasar dari kantilever dimulai, biasanya

    antara 6 dan 12 m panjang. Untuk mengimbangi berat dari kedua lengan kantilever

    superastruktur segmen-segmen akan ditempatkan di kedua ujungnya. Realisasi penempatan

    segmen baru tidak tepat pada waktu yang sama seperti yang diungkapkan Mathivat (1983).

    Oleh karena itu, pier dapat mengalami momen guling dan harus dirancang sesuai. Sementara

    menara dengan counterweights prategang atau vertikal dapat memberikan dukungan

  • 13

    tambahan. Gambar 2.8 skematis menunjukkan tahap konstruksi yang khas pada Balanced

    Cantilever Construction.

    Gambar 2.8 Konstruksi Balanced Cantilever

    Balanced cantilever dapat dilakukan dengan cor di tempat atau segmen pracetak. Untuk

    pengecoran di tempat metode balance kantilever mengatur dua traveler yang diperlukan, satu

    untuk setiap lengan kantilever itu. Untuk jembatan multi-span, traveler dapat dibongkar

    setelah menyelesaikan kantilever dari satu pier dan dapat diatur untuk penggunaan baru pada

    kantilever berikutnya.

    Dalam kasus jembatan dengan box girder, kedalaman pier akan menjadi segmen paling

    besar dari superstruktur. Segmen ini perlu dibangun sebelum proses kantilever untuk

    menyediakan platform yang bekerja dari traveler dapat mulai. Hal ini juga termasuk

    diafragma yang memfasilitasi aliran kekuatan dari lengan kantilever ke pier. Karena

    ukurannya, geometri, dan konstruksi terpisah dari bagian superstruktur segmen pier akan

    memakan waktu yang cukup lama untuk membangun. Hal ini dapat dimasukkan ke dalam

    tempat yang baik dengan segmen pracetak besar atau cor di tempat dengan bekisting

    dipasang pada poros pier. Desain menarik dari pier khusus, untuk kantilever disebutkan oleh

    Fletcher (1984), yang menunjukkan bahwa pier kembar yang terdiri dari dinding transversal

    menguntungkan karena menyediakan stabilitas bagi kantilever tapi memungkinkan gerakan

    horisontal superstruktur dari perpanjangan termal melalui peregangan dinding panel.

    2.1.4 Konstruksi Segmental pada sistem balance cantilever

    Konstruksi Segmental adalah metode konstruksi di mana beban utama yang ada pada

    elemen terdiri dari segmen-segmen yang telah di post tensioned satu sama lain (Podolny dan

    Muller, Construction and Design of Prestressed Concrete Segmental Bridges Concrete

  • 14

    International, 1982). Untuk analisa perhitungan, informasi mengenai perencanaan segmentasi

    dan penggunaan beton pracetak atau beton pengecoran di tempat merupakan hal yang

    penting. Ketika dilakukan pengecoran di tempat, umur dan kekuatan tekan beton dari segmen

    perlu dipertimbangkan. Podolny dan Muller menekankan secara khusus untuk menjaga

    segmen-segmen sesuai dengan bentuk geometri dan sebisa mungkin antara segmen yang satu

    dengan segmen yang lain terpasang sejajar.

    Konstruksi segmental memiliki ukuran teknis dalam hal metode pemasangan dan

    peralatan yang digunakan dalam konstruksi. Crane, pompa beton, form travelers, dan

    potongan peralatan lainnya memiliki ukuran tertentu untuk volume dan berat dari material

    yang harus di tahan dalam suatu waktu. Salah satu keuntungan dari konstruksi segmental

    adalah kemudahannya dalam mengaplikasikan pada proyek-proyek tertentu dan kapasitas

    peralatan yang tersedia, memungkinkan optimasi untuk pembangunan secara ekonomis.

    Urutan penempatan dari segmen-segmen membagi proses pembangunan secara keseluruhan

    menjadi lebih kecil dan dilakukan dengan langkah-langkah berulang yang memfasilitasi

    proses pembelajaran dan manajemen proyek (Fletcher, 1984). Konstruksi segmental menjadi

    pilihan dengan pertimbangan dari aspek ekonomi dan cepat untuk pemasangan bagian

    superstruktur jembatan. Dari beberapa penelitian menjelaskan bahwa metode pemasangan

    harus ada untuk jembatan segmental dan memberikan pilihan yang luas kepada perencana

    memilih metode yang cocok untuk proyek yang direncanakan. Subbagian dari superstruktur

    menjadi elemen, bisa dalam arah longitudinal dan melintang. Pemisahan di sumbu vertikal

    lebih jarang ditemukan. Hal ini digunakan misalnya di jembatan komposit superstruktur yang

    terdiri dari rangka baja atau box girder dengan dek pelat beton. Arah longitudinal dibagi

    menjadi beberapa bagian segmen yang membawa beban dari tiap elemen disepanjang

    bentang jembatan, misalnya dalam bentuk beberapa gelagar paralel pratekan standar

    AASHTO (American Association of State Highway and Transportation Oficials) yang akan

    ditutup dengan sebuah gelagar.

    2.1.5 Pengaruh Metode Pemasangan pada sistem balanced cantilever

    Sistem Balance cantilever harus aman terhadap momen guling pada saat beban

    konstruksi sampai penutupan bentang. Cara untuk mengurangi momen guling adalah

    penggunaan menara sementara dengan vertikal prategang untuk menahan kompresi vertikal

    dan tegangan dari lengan kantilever tidak seimbang.. Mathivat (1983) memberi contoh

    vertikal prategang dalam pier segmen untuk memperkaku superstruktur ke pier. Pier perlu

  • 15

    dirancang cukup kuat untuk menahan momen guling yang mungkin terjadi dari kombinasi

    yang paling menguntungkan. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Mathivat kemungkinan

    penyebab momen guling terjadi pada jembatan dengan sistem balanced cantilever adalah

    sebagai berikut:

    Tabel 2.1 Penyebab untuk imbalance kantilever

    Penyebab

    Ketidakseimbangan Contoh

    Progres kerja yang tidak

    tepat

    Pembetonan atau penempatan segmen yang lebih cepat di

    salah satu segmennya

    Konstruksi yang tidak tepat Perbedaan berat antara lengan kantilever kiri dan kanan

    Beban lapangan sementara Penempatan material di lengan kantilever

    Beban angina Kekuatan angin yang cukup kencang pada struktur

    Kesalahan konstruksi Kejatuhan pada saat pembetonan atau penempatan peralatan

    Gambar 2.9 mengilustrasikan beberapa penyebab ketidakseimbangan tersebut untuk

    penopang selama konstruksi.

    Gambar 2.9 Penyebab Kantilever Imbalance

    Perancah memiliki karakteristik yang sangat berbeda dengan metode yang disajikan

    sebelumnya pemasangan. Ini membuat struktur yang dibangun di atasnya dengan dukungan

    kurang lebih elastis. Defleksi dari bekisting dan perancah sendiri serta settlement di tanah

    yang didirikan perlu dipertimbangkan dalam perhitungan tegangan dan defleksi. Oleh karena

    itu, camber superstruktur perlu disesuaikan.

  • 16

    2.3 Konfigurasi Jembatan KA Jakarta

    2.3.1 Gambaran KA Jakarta secara Umum

    Permasalahan yang sekarang terjadi pada Bandara Internasional Soekarno-Hatta adalah

    terbatasnya akses dari dan ke bandara. Akses yang ada saat ini hanyalah melalui jalan raya,

    baik melalui jalan tol maupun non tol. Keterbatasan akses tersebut yang hanya mengandalkan

    prasarana jalan raya, sewaktu-waktu dapat menjadi persoalan yang serius, apabila pada akses

    tersebut terjadi gangguan.

    Study on Integrated Transportation Master Plan for Jabotabek (SITRAMP), JICA

    2004, mengindikasikan prioritas yang tinggi pada kebutuhan akan jaringan rel KA

    penghubung ke Bandara Soekarno-Hatta. Kebutuhan akan pelayanan KA-Bandara ini untuk

    mengakomodasi potensi dan kebutuhan pergerakan keluar/masuknya penumpang maupun

    barang dari/ke Bandara tersebut. Rencana pembangunan jalan KA yang menghubungkan

    Jakarta menuju Bandara Soekarno-Hatta telah dikaji pada tiga studi terdahulu yang

    merupakan studi prakelayakan yaitu Studi Prakelayakan Jalan KA Bandara lintas Tangerang

    - Departemen Perhubungan tahun 2003, PraStudi Kelayakan Akses Bandar Udara Soekarno-

    Hatta Berbasis Jalan Rel pada tahun yang sama dan Studi Kelayakan KA Bandara yang

    dilakukan oleh PT Railink yang bekerja sama dengan PT Wijaya Karya Tbk. dan PT Jasa

    Marga Tbk. Trase untuk jalan KA Bandara pada ketiga studi tersebut berbeda-beda, dan pada

    studi terakhir ditetapkan trase yang digunakan adalah menggunakan sebagian jalur KA

    eksisting dari Manggarai sampai dengan Angke lalu memasuki daerah Pluit dan mengarah ke

    bandara sejajar dengan jalan Tol Prof. Dr. Ir. Sediyatmo.

    Selain trase tersebut terdapat alternatif trase lain dengan memanfaatkan jalur KA

    eksisting yang terdekat menuju Bandara Soekarno-Hatta melalui DuriGrogolKalideres

    Tanah tinggi sampai dengan pintu belakang Bandara (M1). Trace jalur KA Jakarta Bandara

    Soekarno Hatta seperti dapat dilihat pada Gambar 2.10.

  • 17

    Gambar 2.10 Map trace jalur KA Jakarta Bandara Soekarno Hatta

    2.3.2 Penampang I Girder Jembatan KA Jakarta

    Jembatan KA Jakarta menggunakan penampang I girder sebagai balok yang digunakan

    untuk menahan beban pelat dan beban lainnya. Jembatan ini menerapkan konsep konstruksi

    segmental dalam proses pengerjaannya nanti. Untuk tiap bentang 40 m, penampang I girder

    dibagi menjadi 7 segmen seperti terlihat pada Gambar 2.11. Terlihat pada gambar 2.11 posisi

    tendon berubah-ubah sesuai panjang balok I girder. Penampang elemen jembatan dapat

    dilihat pada gambar 2.12, dimana 9 balok I girder yang dihubungkan menggunakan

    diafragma digunakan sebagai dudukan lantai jembatan yang akan menerima beban kereta api

    secara langsung. Pembesian lantai jembatan dan denah pembesiannya dapat dilihat pada

    gambar 2.13 dan 2.14.

    ST

    AM

    AN

    ST

    APR

    E

    Ren

    cana R

    est Area

    BANGU

    NAN S

    PBU

    PANJANG

    14 LA

    JUR

    TAMPUNGAN AIR

    MA

    SJID

    RENCANA REL KA BANDARA SOETA

    Jl. P

    em

    bangunan 3

    630 meter

    0 000

    0 500

    1 000

    1500

    2000

    2

    500

    3

    000

    3

    500

    4000

    4500

    5500

    6000

    6500

    7000

    750

    0

    8500

    9000

    9500

    10000

    10500

    11000

    11500

    12000

    12204.67

    PC = 1+330.63

    PT

    = 2+

    015.49

    PC

    = 2+

    021.92

    PT = 2+270.85

    PC = 3+592.04

    PT

    = 4+

    138.64

    PC

    = 4+

    519.06

    PT

    = 4+

    648.98

    PT = 5+478.16

    PC = 5+904.33

    PT = 6+

    400.79

    PC = 7+

    273

    PT =

    7+41

    9.37

    PC =

    7+75

    3.64

    PT = 8+252.05

    PT

    = 8+

    574.95

    PC

    = 9+

    472.42 PT = 10+049.86

    UN

    DE

    RP

    AS

    S_20m

    DS4 - 230

    DS4 - 238DS4 - 10

    DS1 - 157

    000

    0

    0

    050

    0100

    0108

    .869

    1000

    1050

    11001

    1501

    2001

    250

    1300

    1350

    14

    00

    14

    50

    14

    80

    .63

    3

    20

    00

    20

    50

    2100

    2150

    2200

    2250 2

    300

    2350

    2400 2

    433.9

    05

    0

    400

    0760.5

    37

    0800 0

    850

    0

    900

    0950

    1000

    1050

    1100

    1150

    1200

    1250

    1300

    1305.7

    07

    0000

    0050

    0100

    0150

    0

    190.7

    99

    BC1X2.5X1.3

    memutar

    memutar

    memutar

    memutar

    memutar

    memutar

    29900

    29950

    30000

    30050

    3010

    0

    3015

    0

    3020

    0

    30

    250

    30

    300

    30

    350

    30

    400

    30

    450

    30

    500

    30

    550

    30

    600

    3065

    0

    30

    700

    30

    750

    30

    800

    30

    850

    30

    900

    30

    9503

    1000

    31

    100

    31

    150

    31

    200

    31

    250

    31

    300

    31

    350

    31

    400

    31

    450

    31

    50

    0

    31

    55

    0

    31

    60

    0

    31

    65

    0

    31

    70

    0

    31

    750

    31

    800

    31

    850

    31

    900

    31

    95

    0

    32

    00

    0

    32

    05

    0

    32

    10

    0

    32

    150

    32

    200

    32

    2503

    2300

    32

    350

    32

    400

    3245

    0

    3250

    0

    32

    550

    32

    600

    32

    650

    32

    700

    32

    750

    32

    800

    32

    850

    32

    900

    32

    950

    33

    000

    33

    050

    33

    100

    33

    150

    33

    200

    33

    250

    33

    300

    33

    350

    33

    400

    33

    450

    33

    500

    33

    5503

    360033

    650

    33

    700

    33

    750

    33

    800

    33

    850

    33

    90

    0

    33

    95

    0

    34

    00

    0

    34

    05

    0

    34

    100

    34

    150

    34

    200

    34

    250

    34

    300

    34

    350

    34

    400

    34

    450

    34

    500

    34

    55

    0

    34

    60

    0

    34

    65

    0

    SC = 29

    +926.668

    CS

    = 3

    1+

    091.53

    1

    ST

    = 3

    1+

    261.531

    TC

    = 3

    1+

    385.44

    5

    CT

    = 3

    1+

    753.54

    3

    TS

    = 3

    1+

    870.229

    SC

    = 3

    2+

    09

    2.22

    9

    CS =

    32+

    507.9

    25

    ST =

    32+

    729.9

    25

    TS =

    32+

    923.1

    11

    SC

    = 3

    3+06

    3.111

    CS

    = 3

    4+

    06

    8.88

    9

    ST

    = 3

    4+

    208.889

    TS

    = 3

    4+

    405.443

    SC

    = 3

    4+

    54

    5.44

    3

    0000

    0050

    0100

    0150

    0200

    02500

    3000

    3500

    4000

    4500

    500

    0550

    0600

    0650

    07

    00

    07

    50

    08

    00

    08

    50

    0900

    0950

    1000

    1050

    1100

    1150

    1200

    1250

    1300

    13

    50

    TC

    = 0

    +085.03

    4

    CT

    = 0

    +303.47

    7

    TC

    = 0

    +499.73

    1

    CT

    = 0

    +935.88

    5

    TC

    = 1

    +214.24

    7

    09

    50

    10

    00

    10

    50

    1100

    1150

    1200

    1250

    1300

    1350

    1400

    1450

    1500

    1550

    1600

    1650

    17

    00

    17

    50

    1800

    1850

    1900 1

    950

    2000

    2050

    2100

    2150

    2200

    2250

    2300

    2333.3

    90

    CT

    = 1

    +122.411

    TC

    = 1

    +633.089

    CT

    = 1

    +803.126

    TC

    = 1

    +845.065

    CT

    = 2

    +111.845

    TC

    = 2

    +254.336

    CT

    = 2

    +333.390

    Mas

    jid

    Mas

    jid

    SEKO

    LAH

    LAPANGAN BOLA

    AR

    EA

    GA

    RD

    U IN

    DU

    K P

    LN

    JALUR

    TEGAN

    GAN T

    INGGI

    P A B R I KP A B R I K

    K A W A S A N P A B R I K

    P A B R

    I K

    P A

    B R

    I K

    K A

    Y U

  • 18

    Gambar 2.11 Tipikal penampang I-Girder pracetak-precast

    Gambar 2.12 Penampang elemen jembatan

    Gambar 2.13 Pembesian tulangan pelat lantai

  • 19

    Gambar 2.14 Denah pembesian lantai jembatan

  • 20

    BAB 3

    METODE PENELITIAN

    3.1 Tahapan Kegiatan Peneltian

    Tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

    a. Melakukan identifikasi masalah mengenai tahapan-tahapan pekerjaan konstruksi

    jembatan dengan sistem balance cantilever.

    b. Mendefiniskan parameter-parameter yang harus diperhatikan dalam pembangunan

    jembatan dengan sistem balance cantilever.

    c. Memilih studi kasus jembatan yang dibangun dengan sistem konstruksi kantilever

    yang ada di Indonesia, dalam penelitian ini digunakan kasus jembatan KA Jakarta.

    d. Studi pustaka tentang analisa konstruksi jembatan kantilever berupa teori, pustaka,

    makalah-makalah, jurnal yang berkaitan dengan teori sistem kantilever (Balance

    Cantilever) pada jembatan, pelaksanaan konstruksi, dan metode analisis nya.

    e. Mengumpulkan data-data jembatan KA Jakarta untuk penganalisaan penelitian

    konstruksi bertahap yang diperlukan. Data-data tersebut berupa dimensi

    penampang I girder yang digunakan, kabel prestress, kondisi batas struktur

    jembatan dan data-data pendukung lainnya.

    f. Menentukan standar pembebanan yang digunakan dalam menganalisa kapasitas

    penampang beton I girder jembatan.

    g. Memilih salah satu program komputer yang dapat digunakan untuk menganalisa

    kapasitas penampang I girder jembatan.

    h. Pemodelan jembatan KA Jakarta (Menggunakan Midas) secara keseluruhan

    dengan menginput geometri struktur, kondisi batas, beban, dan kombinasi

    pembebanan.

    i. Mengumpulkan output yang diperoleh dari pemodelan jembatan yang telah

    dilakukan sebelumnya.

    j. Menganalisa kapasitas penampang I girder jembatan dengan memasukkan

    tegangan-tegangan yang diperoleh sebelumnya dengan menggunakan program

    Matlab V.2009.

    k. Menganalisa perilaku jembatan seperti tegangan dan lendutan tiap segmen.

    l. Menganalisa elevasi gelagar jembatan dari proses tahap konstruksi.

    m. Mengumpulkan hasil akhir yang diperoleh dan mengeluarkan kesimpulan.

  • 21

    3.2 Bagan Alir Penelitian

    Lingkup kegiatan sebagaimana dijelaskan pada sub bab 3.1 sebelumnya akan

    dilaksanakan dengan bagan alir sebagaimana disajikan pada Gambar 3.1

    Gambar 3.1 Bagan alir penelitian

    Mulai

    Tinjauan Pustaka

    Pengumpulan data jembatan KA

    Jakarta (Geometri, material,

    section, beban, kondisi batas,

    tahapan konstruksi dan metode

    pelaksanaan konstruksi)

    Pemodelan Geometri jembatan

    secara menyeluruh

    Gaya-gaya maupun

    tegangan yang terjadi

    pada jembatan

    Run

    Program

    Analisa Kapasitas

    penampang I girder

    jembatan secara manual

    menggunakan program

    Matlab V.2009

    Menganalisa kapasitas

    penampang I girder dengan

    membandingkannya dengan

    tegangan maupun gaya yang

    terjadi pada jembatan

    Menganalisa elevasi gelagar

    jembatan dari tiap tahap

    konstruksi

    Hasil dan Kesimpulan

    Selesai

    A

    A

  • 22

    3.3 Tahapan Konstruksi Jembatan dengan Sistem Kantilever

    Pada metode ini, balok jembatan di cor (cast in situ) atau dipasang (precast) segmen

    demi segmen sebagai kantilever di kedua sisi agar saling mengimbangi (balance) atau satu

    sisi dengan pengimbang balok beton yang sudah dilaksanakan lebih dahulu. Namun untuk

    penelitian ini difokuskan kepada balok yang dipasang (precast).

    Urutan Metode Kantilever Precast antara lain:

    1). Mengecor bagian jembatan yang berfungsi sebagai balance pada abutment darat

    atau upper structure jembatan di atas pilar.

    2). Menetapkan cara transportasi precast segmen apakah menggunakan jembatan atau

    dari bawah melalui permukaan air menggunakan tongkang atau flat truck

    tergantung kondisi dilapangan.

    3). Memasang precast segmen dengan cara:

    a. Floating crane (khusus jembatan diatas air).

    b. Alat pengangkat yang dipasang di ujung segmen yang telah selesai dipasang.

    c. Gantry (tempat kerangka peluncuran).

    d. Gabungan dari semua alat.

    4). Membawa precast segmen yang siap dipasang.

    5). Memindahkan precast atau diangkat dengan kerekan yang bergerak sepanjang

    gantry atau alat lain untuk dipasang / disambung dengan segmen yang telah

    terpasang.

    6). Menyisakan satu segmen kecil pada pertemuan antara arah satu dan arah lainnya

    (di tengah bentang) yang akan dicor ditempat.

    7). Menggeser gantry apabila bentang yang dilayani telah selesai untuk memulai

    pemasangan yang berikutnya.

    Gambar 3.2 Metode Kantilver Precast