Proposal Implementasi Ktsp Pai
-
Upload
nur-kholiq -
Category
Documents
-
view
1.455 -
download
3
Transcript of Proposal Implementasi Ktsp Pai
PROPOSAL
STRATEGI
GURU AGAMA DALAM MENGIMPLEMENTASIKAN KURIKULUM TINGKAT
SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
MATA
PELAJARAN AGAMA ISLAM
DI SMA
NEGERI 3 UNGGULAN KAYUAGUNG
A.
LatarBelakang Masalah
Pendidikan dalam arti luas adalah meliputi
semua perbuatan atau semua usaha dari generasi tua untuk mengalihkan
(melimpahkan) pengetahuannya, pengalamannya, kecakapan serta keterampilannya
kepada generasi muda, sebagai usaha untuk menyiapkan mereka agar dapat memenuhi
fungsi hidupnya baik jasmaniah maupun rohaniah.[1]
Sebagai usaha mentransformasikan nilai-nilai kebudayaan kepada generasi
penerus, pendidikan mempunyai peranan yang sangat penting dalam menentukan
eksistensi manusia. Tanpa pendidikan, maka mustahil peradaban manusia dapat
maju dan berkembang seperti sekarang.
Secara
garis besar lingkungan pendidikan dapat dibedakan menjadi tiga yaitu lingkungan
keluarga, masyarakat, dan sekolah. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam
Undang-undang No. 20 tahun 2005 tentang Sistem Pendidikan Nasional yang
menyebutkan bahwa pendidikan merupakan tanggung jawab bersama antara orang tua,
masyarakat dan pemerintah yang dalam pelaksanaannya dapat dilakukan melalui
jalur formal, non formal, dan informal.
Kondisi
pendidikan kita seakan-akan tidak pernah sepi oleh gonjang-ganjing pemerhati
pendidikan, dalam suasana formal baik melalui seminar dan lokakarya, simposium,
workshop, selalu dibahas bagaimana solusi yang diambil untuk meningkatkan
kualitas pendidikan. Demikian pula para pemerhati pendidikan dari berbagai
lapisan masyarakat awam tidak luput membincangkan kondisi pendidikan nasional
kita, dengan tidak mempermasalahkan tempat apakah di kedai-kedai kopi, di pasar
atau di pinggir-pinggir jalan, juga membahas tentang pendidikan, dan tentu
dengan acara mereka masing-masing.
Oleh
sebab itu, tugas dan peran guru dari hari ke hari semakin berat, seiring dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Guru sebagai komponen utama dalam
dunia pendidikan dituntut untuk mampu mengimbangi bahkan melampaui perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi yang berkembang dalam masyarakat. Melalui
sentuhan guru di sekolah diharapkan mampu menghasilkan peserta didik yang
memiliki kompetensi tinggi dan siap menghadapi tantangan hidup dengan penuh
keyakinan dan percaya diri yang tinggi. Sekarang dan ke depan, sekolah (pendidikan)
harus mampu menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas, baik secara
keilmuan (akademis) maupun secara sikap mental.
Agar
guru mampu mengemban dan melaksanakan tanggung jawabnya ini, maka setiap guru
harus memiliki berbagai kompetensi yang relevan dengan tugas dan tanggung jawab
tersebut. Dia harus menguasai cara belajar yang efektif, harus mampu membuat
model satuan pelajaran, mampu memahami
kurikulum secara baik, mampu mengajar di kelas, mampu menjadi model bagi siswa,
mampu memberikan nasihat dan petunjuk yang berguna, menguasai teknik-teknik
memberikan bimbingan dan penyuluhan, mampu menyusun dan melaksanakan prosedur
penilaian kemajuan belajar, dsb.[2]
Masalah
guru adalah masalah yang penting. Penting oleh sebab mutu guru turut menentukan
mutu pendidikan. Sedangkan mutu pendidikan akan menentukan mutu generasi muda,
sebagai calon warga negara dan warga masyarakat. Masalah mutu guru sangat
bergantung kepada sistem pendidikan guru.
Salah
satu komponen penting lainnya dari sistem pendidikan adalah kurikulum, karena
kurikulum merupakan komponen yang dijadikan acuan oleh setiap satuan pendidikan
dan penyelenggara, khususnya guru dan kepala sekolah. Oleh sebab itu, perlu
adanya perubahan pada kurikulum. Sejak Indonesia memiliki kebebasan untuk
menyelenggarakan pendidikan bagi anak-anak bangsanya, sejak saat itu pula
pemerintah menyusun kurikulum. Dalam hal ini kurikulum dibuat oleh pemerintah
pusat secara sentralistik, yaitu Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang
lebih dikenal dengan KTSP yang diberlakukan bagi seluruh anak bangsa di seluruh
tanah air Indonesia.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) merupakan revisi dan pengembangan dari
Kurikulum Berbasis Kompetensi atau ada yang menyebut Kurikulum 2004. KTSP lahir
karena dianggap KBK masih sarat dengan beban belajar dari pemerintah pusat
dalam hal ini depdiknas masih dipandang terlalu intervensi dalam pengembangan
kurikulum. Oleh karena itu, dalam KTSP beban siswa sedikit berkurang dan
tingkat satuan pendidikan (sekolah, guru, dan komite sekolah) diberikan
kewenangan untuk mengembangkan kurikulum, seperti membuat indikator, silabus,
dan beberapa komponen kurikulum lainnya.
Kebijakan
yang terus berubah-ubah walaupun dengan perencanaan matang, namun hal ini cukup
membuat pendidik dan pelaksana pendidikan merasa bosan, resah, dan akhirnya
lebih bersikap diam, bahkan bisa menjadi apatis dan membiarkan perubahan itu
berlalu saja. Misalnya saja dengan perubahan kurikulum pendidikan nasional,
mulai dari 1968, 1975, 1984, 1994, sampai Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK)
yang konon disiapkan untuk membuat para lulusan terampil dan cerdas. Tetapi
pada kenyataannya dengan berubahnya kurikulum itu juga selama ini mutu
pendidikan tidak berubah untuk menjadi baik. Jangan-jangan itu sebuah
kekeliruan, dan jika demikian hanya membuang waktu dan biaya saja.
Hingga
kini banyak pengamat pendidikan, ahli pendidikan, dan para pejabat pendidikan
mengartikan pendidikan berkualitas dengan ukuran perolehan nilai ujian atau
prestasi akademik. Demikian pula di Indonesia, perolehan nilai berupa Nilai
Ebta Murni (NEM) atau Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) sering kali dijadikan
jimat dalam kehidupan seseorang. Bagaimana tidak, NEM atau IPK itulah yang
kemudian menjadi senjata untuk melanjutkan sekolah atau melamar pekerjaan.
Apalagi
sejak beberapa tahun belakangan ini, Ujian Nasional (UN) masih menjadi momok
yang menakutkan bagi para siswa terutama SMA. Lalu dengan adanya ujian
nasional, kelulusan siswa ditentukan oleh pusat yang bahkan standar kelulusan
disamaratakan di semua daerah. Tujuan pemerintah memang bagus yaitu untuk
meningkatkan mutu pendidikan di Indonesia. Namun tentunya tidak segampang itu,
situasi dan kondisi yang ada di setiap daerah dan sekolah berbeda-beda (apalagi
yang di pelosok), harus dipertimbangkan oleh pemerintah.
Ujian
nasional ini bukan hanya memberatkan siswa sebagai peserta namun juga guru dan
sekolah karena dituntut untuk bisa memberikan materi yang baik agar siswanya bisa
lulus. Orangtua siswa juga tak kalah bingungnya dengan nasib anaknya apakah
akan bisa lulus ujian nasional atau tidak.
Kualitas
pendidikan dapat ditingkatkan melalui beberapa cara, seperti:
a. meningkatkan ukuran prestasi akademikmelalui ujian nasional atau ujian daerah yang menyangkut kompetensi danpengetahuan, memperbaiki tes bakat (Scholastic Aptitude Test),sertifikasi kompetensi dan profil portofolio (Portfolio Profile).
b. Membentuk kelompok sebaya untukmeningkatkan gairah pembelajaran melalui belajar secara kooperatif (CooperativeLearning).
c. Menciptakan kesempatan belajar baru disekolah dengan mengubah jam sekolah menjadi pusat belajar sepanjang hari dantetap membuka sekolah pada jam-jam libur.
d. Meningkatkan pemahaman dan penghargaanbelajar melalui penguasaan materi (Mastery Learning).
e. Membantu siswa memperoleh pekerjaan denganmenawarkan kursus-kursus yang berkaitan dengan keterampilan memperolehpekerjaan, bertindak sebagai sumber kontak informal tenaga kerja, membimbingsiswa menilai pekerjaan-pekerjaan, membimbing siswa membuat daftar riwayat hidupnyadan mengembangkan portofolio pencarian pekerjaan.[3]
Meskipun
berbagai nusaha telah dilakukan oleh pemerintah untuk memecahkan persoalan yang
ada, namun berdasarkan sinyalemen beberapa pihakl ternyata masih saja dijumpai
kelemahan dan kekurangan dalam penyelenggaraan pendidikan, baik di tingkat
dasar, menengah, maupun di jenjang pendidikan tinggi. Salah satu kekurangan
atau kelemahan yang mendasar tampak pada implementsi kurikulum, yang
notabenenya fungsi dan peranan ini berada di pundak para guru (praktisi
pendidikan). Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan dan keterampilan guru
dalam mengimplementasikankurikulum dianggap belum menggembirakan dan masih perlu
ditingkatkan, agar mereka dapat mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai
implementator kurikulum yang baik.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakangmasalah yang telah dipaparkan, maka permasalahan dalam penelitian skripsi inidapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pelaksanaan kurikulum tingkat satuan
pendidikan pada mata pelajaran pendidikan agama Islam di SMA Negeri 3
Unggulan
Kayuagung?
2. Kendala-kendala apa saja yang dihadapi dalam
penerapan kurikulum tingkat satuan pendidikan pada mata pelajaran agama Islam
di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung?
3. Bagaimana strategi guru agama dalam
mengoptimalkan penerapan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) mata
pelajaran agama Islam di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung?
C.
Tujuan dan Kegunaan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untukmenjawab dua permasalahan pokok sebagaimana telah dipaparkan pada rumusanmasalah di atas, tujuan penelitian skripsi ini adalah:
1. Untuk mengetahui secara pasti bagaimana
pelaksanaan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) pada mata pelajaran
agama Islam di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
2. Untuk mengetahui kendala-kendala apa saja
yang ditemukan dalam penerapan KTSP dan mencari alternatif pemecahannya.
3. Untuk mengetahui bagaimana strategi guru
agama dalam mengoptimalkan penerapan KTSP.
Adapun kegunaan penelitian ini adalah:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan
dapat berguna bagi insan akademis dalam menambah wawasan dan memperkaya
pengetahuan tentang Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) khususnya
mata
pelajaran agama Islam.
2. Secara praktis penelitian ini dilakukan
untuk dijadikan bahan masukan bagi para guru di dalam mengimplementasikan
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP).
D. Kerangka Teori
Kurikulum memiliki pengertian yang cukup
kompleks, dan sudah banyak didefinisikan oleh para pakar. Esensinya, kurikulum
membicarakan proses penyelenggaraan pendidikan sekolah berupa acuan, rencana,
norma-norma yang dapat dipakai sebagai pegangan.
Dalam
pengertian yang lebih luas, kurikulum adalh semua pengalaman yang dengan
sengaja disediakan oleh sekolah bagi para siswanya untuk mencapai tujuan
pendidikan.[4] Definisi tentang kurikulum
secara umum tersebut mengacu kepada sejumlah pengalaman pendidikan yang
berpebgaruh dalam proses pendidikan. Sedangkan KTSP merupakan salah satu wujud
reformasi pendidikan yang memberikan otonomi kepada sekolah dan satuan
pendidikan untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan potensi, tuntutan, dan
kebutuhan masing-masing. Kurikulum harus bisa menjawab kebutuhan masyarakat
luas dalam menghadapi persoalan kehidupan yang dihadapi.[5]
Dengan
demikian, ada beberapa hal yang perlu dipahami dalam kaitannya dengan Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah sebagai berikut:
1.
KTSPdikembangkan sesuai dengan kondisi satuan pendidikan, potensi dan karakteristikdaerah, serta sosial budaya masyarakat setempat dan peserta didik.
2.
Sekolahdan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dansilabusnya berdasarkan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan,di bawah supervisi dinas pendidikan kabupaten/kota, dan departemen agama yangbertanggung jawab di bidang pendidikan.
3.
Kurikulumtingkat satuan pendidikan untuk setiap program studi di perguruan tinggidikembangkan dan ditetapkan oleh masing-masing perguruan tinggi dengan mengacupada Standar Nasional Pendidikan.[6]
KTSP
mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1.
KTSPmenekankan pada ketercapaian kompetensi siswa baik secara Kurikulum TingkatSatuan Pendidikan individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentukuntuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minatyang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.
2.
KTSPbeorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.
3.
Penyampaiandalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang bervariasi.
4.
Sumberbelajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsuredukatif.
5.
penilaianmenekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau
pencapaiansuatu kompetensi.[7]
E. Definisi Operasional
Agar penelitian ini lebih terarahkepada permasalahan yang akan dibahas, maka perlu adanya batasan-batasan sertaruang lingkup pembahasan melalui definisi operasional sebagai berikut:
1.
Strategi
Implementasi
Dalam
pendidikan, strategio merupakan keseluruhan usaha termasuk perencanaan, cara,
teknik, media, dan taktik yang digunakan guru yang memungkinkan terjadinya
proses belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan.[8]
Sedangkan implementasi adalah suatu proses penerapan ide, konsep, kebijakan
atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan dampak, baik
berupa perubahan pengetahuan, keterampilan, maupun nilai, dan sikap.[9]
Dengan
demikian, dapat dipahami bahwa strategi implementasi kurikulum tingkat satuan
pendidikan (KTSP) mata pelajaran agama Islam adalah tindakan nyata atau usaha
yang ditempuh seorang guru dalam implementasi KTSP, seperti diskusi profesi,
seminar, penataran, lokakarya, penyediaan buku kurikulum, dan kegiatan yang
dapat mendorong penggunaan kurikulum di lapangan.
2.
Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
Kurikulum
dipandang sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan
untuk mencapai sejumlah tujuan-tujuan pendidikan.[10]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan kurikulum operasional yang
pengembangannya diserahkan kepada daerah dan satuan pendidikan. E. Mulyasa
mendefenisiskan kurikulum tingkat satuan pendidikan sebagai suatu ide tentang
pengembangan kurikulum yang diletakkan pada posisi yang paling dekat dengan
pembelajaran, yakni sekolah dan satuan pendidikan.[11]
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum yang secara konsep berbasis kompetensi,
yang menekankan pada pengembangan kemampuan melakukan tugas dalam bentuk
penguasaaan terhadap kompetensi tertentu, misalnya penguasaan terhadap
nilai-nilai, sikap, pemahaman, dan melakukan sesuatu dengan penuh tanggung
jawab.
Kurikulum
tingkat satuan pendidikan dikembangkan oleh setiap kelompok atau satuan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah di bawah koordinasi dan supervisi Dinas
Pendidikan/kantor Departemen agama Kabupaten/Kota untuk Pendidikan Dasar dan
Dinas Pendidikan/Kantor Depag untuk pendidikan menengah dan pendidikan khusus.
[12]
Jadi,
kurikulum tingkat satuan pendidikan adalah kurikulum operasional yang disusun
dan dirancang disesuaikan dengan keadaan atau kondisi di Kayuaguing dan keadaan
peserta didik sendiri, sedangkan pemerintah yang dalam hal ini adalah BSNP (
Badan Standar Nasional Pendidikan) hanya menentukan kerangkanya.
Berdasarkan definisi sederhana di atas,
maka penelitian ini dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana strategi guru agama
dalam mengimplementasikan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) pada mata
pelajaran agama Islam.
F.
Kajian Pustaka
Berdasarkan studi kepustakaan yang telah
dilakukan penulis berkaitan dengan penelitian skripsi ini, maka dapat penulis
cantumkan beberapa karya penelitian yang telah dilakukan oleh para akademisi
yang berkenaan dengan pendidikan agama anak dalam keluarga.
Berdasarkan beberapa kajian pustaka yang
telah dipaparkan, penulis belum menemukan penelitian yang secara khusus
membahas strategi guru agama dalam mengimplementasikan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP) mata pelajaran agama Islam di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
Hal inilah yang memotivasi penulis, terlebih apabila kita melihat pada fenomena
yang terjadi dalam sekolah kita saat ini dimana banyak guru agama yang mulai
lalai akan keberlangsungan pendidikan agama anak didiknya.
G. Metodologi Penelitian
1. Jenis dan
Sumber Data
Jenis
penelitian yang diterapkan dalam tulisan ini adalah penelitian yang bersifat
kualitatif, yakni sebuah model penelitian yang secara alamiah bertujuan
menggambarkan keadaan sesungguhnya di lapangan.
Sumber data
yang digunakan pada penelitian ini ada dua macam, yaitu sumber data primer dan
sumber data sekunder. Sumber data primer adalah sumber data yang dikumpulkan
langsung dari tangan pertama, yaitu guru agama dan kepala sekolah. Sedangkan
sumber data sekunder adalah sumber data yang mendukung berupa bahan-bahan
perpustakaan yang berkenaan dengan kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Adapun
variabel dalam penelitian ini adalah strategi guru agama dan Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP).
2. Teknik Pengumpulan Data
a. Metode Observasi
Metode ini digunakan untuk mendapatkan
data di lapangan melalui pengamatan langsung berupa proses belajar mengajar,
teknik yang diterapkan, keadaan geografis, serta sarana dan prasarana ynag
dimiliki oleh SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
b. Metode Wawancara
Metode
ini dilakukan langsung untuk memperoleh data deskriptif, baik dalam bentuk
tulisan ataupun lisan mengenai hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan,
problematika, dan strategi yang dipakai dalam menerapkan Kurikulum tingkat
Satuan Pendidikan (KTSP). Wawancara ini ditujukan kepada instansi sekolah,
siswa, dan guru agama Islam.
c. Metode Dokumentasi
Metode
ini digunakan untuk mendapatkan data tentang jumlah pegawai, jumlah murid,
jumlah kelas, laboratorium, dan hal-hal lain yang berhubungan dengan penelitian
ini, seperti keadaan guru, kepala sekolah, serta latar belakang atau sejarah
berdirinya SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
3. Teknik Analisa Data
Analisis data
dalam penelitian ini lebih bersifat deskriptif kualitatif, dengan penarikan
kesimpulan secara induktif. Adapun dalam proses analisis data, penulis
menggunakan metode Huberman dan Miells, yakni:
1. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses
penyederhanaan dan transformasi data ‘kasar’ yang muncul dari data tertulis
di
lapangan dengan melalui beberapa tahap yaitu membuat ringkasan,
mengkode,
menulis tema, membuat partis, dan membuat memo.
2. Penyajian data
Yaitu informasi tersusun yang
memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan
tindakan.
3. Verifikasi/Penarikan Kesimpulan
Yaitu makna-makna yang muncul
dari data yang lulus diuji kebenarannya yang merupakan validitas dari data
tersebut.[13]
H.
Sistematika Pembahasan
Bab pertama merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakangmasalah, rumusan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, kerangka teori,definisi operasional, tinjauan pustaka, metodologi penelitian, dan sistematikapembahasan.
Bab kedua membahas tentang konsep dasar
kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) yang berisikan pengertian Kurikulum
Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), karakteristik KTSP, prinsip dan acuan
pengembangan KTSP, komponen KTSP, standar kompetensi KTSP, dan sistem evaluasi
KTSP.
Bab ketiga membahas tentang deskripsi
wilayah penelitian, yang berisikan sejarah berdirinya SMA Negeri 3 Unggulan
Kayuagung, letak geografis, keadaan guru, keadaan siswa, keadaan sarana dan
prasarana, serta kegiatan-kegiatan di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung.
Bab keempat merupakan bab inti pembahasan
yang mencoba melihat bagaimana strategi guru agama dalam mengimplementasikan
KTSP mata pelajaran agama Islam di SMA Negeri 3 Unggulan Kayuagung. Karena
fokus penelitian ini pada segi implementasi KTSP di SMA Negeri 3 Unggulan
Kayuagung, maka penulis juga berusaha dengan memberikan gambaran umum
sebab-sebab keberlangsungan dan kegagalan pelaksanaan KTSP.
Bab kelima akan diuraikan
kesimpulan-kesimpulan penelitian serta saran-saran yang mungkin dapat
bermanfaat dalam proses penerapan kurikulum ini selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Daradjat,Zakiyah. 2006. Ilmu Pendidikan Islam. Cet. Ke-6. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamzah B. Uno. 2007. ProfesiKependidikan: Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia.Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, Oemar. 2002. PerencanaanPengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik,Oemar, 2004, Pendidikan Guru; Berdasarkan Pendekatan Kompetensi.Jakarta: Bumi Aksara
Jamarah,Syaiful Bahri dan Aswan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar. Bandung:Rineka Cipta.
Kunandar.2007. Guru Profesional: Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan(KTSP) dan Sukses Dalam Sertifikasi Guru. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
.Mulyasa. 2004. Manajemen BerbasisSekolah: Konsep, Strategi dan Implementasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Mulyasa. 2006. Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan. Cet. Ke-1. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Muslich, Masnur. 2007. KTSP DasarPemahaman dan Pengembangan; Pedoman bagi Pengelola Pendidikan, PengawasSekolah, Kepala Sekolah, Komite Sekolah, Dewan Sekolah, dan Guru. Jakarta:Bumi Aksara.
Nurdin, Syafruddin, dan Basyiruddin Usman.2002. Guru Profesional & Implementasi Kurikulum. Jakarta: CiputatPers.
Muslich, Masnur. 2007. KTSPPembelajaran Berbasis Kompetensi dan Kontekstual Panduan bagi Guru, KepalaSekolah, dan Pengawas Sekolah. Jakarta: Bumi Aksara.
Nurkolis. 2003. Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model,dan Aplikasi. Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia.
Zuhairini, dkk.,
2004, Filsafat Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara.
[1]Zuhairini, dkk., Filsafat Pendidikan Islam, cet. 3, (Jakarta: BumiAksara, 2004), hal. 92
[2] Oemar Hamalik, Pendidikan GuruBerdasarkan Pendekatan Kompetensi, cet. 3, (Jakarta, Bumi Aksara, 2004),hlm. 40
[3]Nurkolis, Manajemen Berbasis Sekolah: Teori, Model, dan Aplikasi,(Jakarta: Gramedia Widiasarana Indonesia, 2003), hlm.78-79
[4] Oemar Hamalik, Perencanaan PengajaranBerdasarkan Pendekatan Sistem, cet. 2, (Jakarta: Bumi Akasara), hlm. 27
[5] Kunandar, Guru ProfesionalImplementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses SertifikasiGuru, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), hlm. 113
E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat SatuanPendidikan; Suatu Panduan Praktis, cet. 1, (Bandung: Remaja Rosdakarya,2006), hlm. 20
[7] Kunandar, hlm. 138
[8] Oemar Hamlik, Sistem dan ProsedurPengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan, (Bandung: TrigendaKarya, 1993), hlm. 59
[9]Kunandar, hlm.233
[10]Zakiyah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam, cet. 6, (Jakarta: Bumi Aksara,2006), hlm. 122
[11] E.Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan; Sebuah Panduan Praktis,cet. 1, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2006), hlm. 19
[12]Kunandar, hlm. 125
[13]Huberman, A. Michael, Mathew B. Anderson, Analisis Data Kualitatif,(Jakarta, Universitas Indonesia Press, 1992), terj. Tjetjep Rohedi, hlm.,16-18.
BAB II STRATEGI PEMBELAJARAN DAN KURIKULUM TINGKAT SATUAN PELAJARAN (KTSP)
Apr 28, '09 12:17 AMfor everyone
BAB II
STRATEGI PEMBELAJARAN
DAN
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PELAJARAN (KTSP)
A. Strategi Pembelajaran
1. Pengertian Strategi, Metode, dan Pendekatan Pembelajaran
Setiap orang mempunyai cara yang berbeda dalam melaksanakan suatu
kegiatan. Biasanya cara tersebut telah direncanakan sebelum pelaksanaan kegiatan.
Bila belum mencapai hasil yang optimal, dia berusaha mencari cara lain yang dapat
mencapai tujuannya. Proses tersebut menunjukkan bahwa orang selalu berusaha
mencari cara terbaik untuk mendapatkan hasil yang diharapkan.
Setiap orang yang menerapkan cara tertentu dalam suatu kegiatan
menunjukkan bahwa orang tersebut telah melakukan strategi. Dan strategi tersebut
dipakai sesuai dengan kondisi waktu dan tempat saat dilaksanakannya kegiatan.
Strategi pembelajaran terdiri atas dua kata, yaitu strategi dan pembelajaran.
Istilah strategi (strategy) berasal dari kata benda dan kata kerja dalam bahasa Yunani,
sebagai kata benda, strategos, merupakan gabungan kata “stratos” (militer) dan “ago”
(memimpin), sebagai kata kerja, stratego, berarti merencanakan (to plan).[1] Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia, strategi berarti rencana yang cermat mengenai
kegiatan untuk mencapai sasaran khusus.[2] Sedangkan secara umum strategi
mengandung pengertian suatu garis-garis besar haluan untuk bertindak dalam usaha
mencapai sasaran yang telah ditentukan.[3] Sedangkan penulis memahami kata
strategi sebagai suatu cara yang dianggap mampu untuk mencapai suatu tujuan yang
telah terprogram secara sistematis.
Sedangkan pembelajaran merupakan proses komunikasi dua arah, di mana
mengajar dilakukan oleh guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh
peserta didik atau siswa. Konsep pembelajaran menurut Corey adalah suatu proses di
mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut
serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan
respons terhadap situasi tertentu.[4] Pembelajaran menurut Dimyati dan Mudjiono
adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain instruksional untuk membuat
siswa belajar secara aktif, yang menekankan penyediaan sumber belajar.[5] Jadi,
menurut penulis, pembelajaran secara sederhana dapat diartikan sebagai upaya yang
dilakukan oleh pendidik (guru) untuk membantu peserta didik (siswa) aktif dalam
kegiatan belajar yang telah dirancang oleh guru.
Strategi yang diterapkan dalam kegiatan belajar mengajar disebut strategi
pembelajaran. Strategi pembelajaran menurut Slameto ialah suatu rencana tentang
pendayagunaan dan sarana yang ada untuk meningkatkan efektifitas dan efisien
pengajaran.[6] Menurut Nana Sudjana, strategi pembelajaran adalah tindakan guru
melaksanakan variabel pengajaran (yaitu tujuan, materi, metode, dan alat serta
evaluasi) agar dapat memengaruhi siswa mencapai tujuan yang telah ditetapkan.[7]
Dari berbagai pendapat mengenai strategi pembelajaran di atas, penulis
simpulkan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu rencana yang dilaksanakan
pendidik (guru) untuk mengoptimalkan potensi peserta didik agar siswa terlibat aktif
dalam kegiatan pembelajaran dan mencapai hasil yang diharapkan.
Strategi pembelajaran mencakup tujuan kegiatan pembelajaran, siapa yang
terlibat dalam kegiatan, isi kegiatan, proses kegiatan dan sarana penunjang kegiatan.
Tujuan strategi pembelajaran adalah terwujudnya efisiensi dan efektifitas kegiatan
belajar yang dilakukan peserta didik. Pihak-pihak yang terlibat dalam pembelajaran
adalah pendidik serta peserta didik yang berinteraksi edukatif antara satu dengan yang
lainnya. Isi kegiatan adalah materi belajar yang bersumber dari kurikulum suatu
program pendidikan. Proses kegiatan adalah langkah-langkah atau tahapan yang
dilalui pendidik dan peserta didik dalam pembelajaran. Sumber pendukung kegiatan
pembelajaran mencakup fasilitas dan alat-alat bantu pembelajaran.
Sekarang bagaimana upaya mengimplementasikan rencana yang sudah
disusun dalam kegiatan nyata agar tujuan yang telah disusun tercapai secara optimal,
ini yang dinamakan dengan metode. Ini berarti, metode digunakan untuk
merealisasikan strategi yang telah ditetapkan. Dengan demikian, bisa terjadi satu
strategi pembelajaran digunakan beberapa metode. Misalnya, untuk melaksanakan
strategi ekspositori bisa digunakan metode ceramah sekaligus metode tanya jawab
atau bahkan diskusi dengan memanfaatkan sumber daya yang tersedia termasuk
media pembelajaran. Oleh karenanya, strategi berbeda dengan metode. Strategi
menunjuk pada sebuah perencanaan untuk mencapai sesuatu, sedangkan metode
adalah cara yang dapat digunakan untuk melaksanakan strategi.
Istilah lain yang juga memiliki kemiripan dengan strategi adalah pendekatan
(approach). Sebenarnya pendekatan berbeda baik dengan strategi maupun metode.
Pendekatan dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses
pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk kepada pandangan tentang terjadinya suatu
proses yang sifatnya masih sangat umum. Oleh karenanya strategi dan metode
pembelajaran yang digunakan dapat bersumber atau tergantung dari pendekatan
tertentu. Misalnya, ada dua pendekatan dalam pembelajaran, yaitu pendekatan yang
berpusat pada guru (teacher-centred approaches) dan pendekatan yang berpusat pada
siswa (student-centred approaches). Pendekatan yang berpusat pada guru (teacher-
centred approaches) menurunkan strategi pembelajaran langsung (direct instruction),
pembelajaran deduktif atau pembelajaran ekspositori. Sedangkan pendekatan
pembelajaran yang berpusat pada siswa menurunkan strategi pembelajaran discovery
dan inkuiri serta strategi pembelajaran induktif.
Selain strategi, metode, dan pendekatan pembelajaran, terdapat juga istilah
lain yang kadang-kadang sulit dibedakan, yaitu teknik dan taktik mengajar. Teknik
dan taktik mengajar merupakan penjabaran dari metode pembelajaran. Teknik adalah
cara yang dilakukan seseorang dalam rangka mengimplementasikan suatu metode.
Misalnya, cara yang bagaimana yang harus dilakukan agar metode ceramah yang
dilakukan berjalan efektif dan efisien ? Dengan demikian, sebelum seseorang
melakukan proses ceramah sebaiknya memerhatikan kondisi dan situasi. Misalnya,
berceramah pada siang hari dengan jumlah siswa yang banyak tentu saja akan
berbeda jika ceramah itu dilakukan pada pagi hari dengan jumlah siswa yang terbatas.
Taktik adalah gaya seseorang dalam melaksanakan suatu teknik atau metode
tertentu. Dengan demikian, taktik sifatnya lebih individual. Misalnya, walaupun dua
orang sama-sama menggunakan metode ceramah dalam situasi dan kondisi yang
sama, sudah pasti mereka akan melakukannya secara berbeda, misalnya dalam taktik
menggunakan gaya bahasa agar materi yang dsampaikan mudah dipahami.
Dari penjelasan di atas, maka dapat ditentukan bahwa suatu strategi
pembelajaran yang diterapkan guru akan tergantung pada pendekatan yang
digunakan; sedangakan bagaimana menjalankan strategi itu dapat ditetapkan berbagai
metode pembelajaran. Dalam upaya menjalankan metode pembelajaran, guru dapat
menentukan teknik yang dianggapnya relevan dengan metode, dan penggunaan teknik
itu setiap guru memiliki taktik yang mungkin berbeda antara guru yang satu dengan
yang lain.
2. Jenis-jenis Strategi Pembelajaran
Ada beberapa strategi pembelajaran yang dapat digunakan. Menurut Rowntree
(1974) sebagaimana yang dikutip oleh Wina Sanjaya mengelompokkan ke dalam
strategi penyampaian-penemuan atau exposition-discovery learning, dan strategi
pembelajaran kelompok dan strategi pembelajaran individual atau groups-individual
learning.[8]
Dalam strategi exposition, bahan pelajaran disajikan kepada siswa dalam
bentuk jadi dan siswa dituntut untuk menguasai bahan tersebut. Sebagaimana yang
dikutip oleh Wina, Roy Killen menyebutnya dengan strategi pembelajaran langsung
(direct instruction). Mengapa dikatakan strategi pembelajaran langsung? Sebab dalam
strategi ini, materi pelajaran disajikan begitu saja kepada siswa; siswa tidak dituntut
untuk mengolahnya. Kewajiban siswa adalah menguasainya secara penuh. Dengan
demikian, dalam strategi ekspositori guru berfungsi sebagai penyampai informasi.
Berbeda dengan strategi discovery. Dalam strategi ini bahan pelajaran dicari dan
ditemukan sendiri oleh siswa melalui berbagai aktivitas, sehingga tugas guru lebih
banyak sebagai fasilitator dan pembimbing bagi siswanya. Karena sifatnya yang
demikian strategi ini sering juga dinamakan strategi pembelajaran tidak langsung.
Strategi belajar individual dilakukan oleh siswa secara mandiri. Kecepatan,
kelambatan, dan keberhasilan pembelajaran siswa sangat ditentukan oleh kemampuan
individu siswa yang bersangkutan. Bahan pelajaran serta bagaimana mempelajarinya
didesain untuk belajar sendiri. Contoh dari strategi pembelajaran ini adalah belajar
melalui modul, atau belajar bahasa melalui kaset audio.
Berbeda dengan strategi pembelajaran individual, belajar kelompok dilakukan
secara beregu. Sekelompok siswa diajar oleh seorang guru atau beberapa orang guru.
Bentuk belajar kelompok itu bisa dalam pembelajaran kelompok besar atau
pembelajaran klasikal; atau bisa juga siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil
semacam buzz group. Strategi kelompok tidak memperhatikan kecepatan belajar
individual. Setiap individu dianggap sama. Oleh karena itu, belajar dalam kelompok
dapat terjadi siswa yang memiliki kemampuan tinggi akan terhambat oleh siswa yang
mempunyai kemampuan biasa-biasa saja; sebaliknya siswa yang memiliki
kemampuan kurang akan merasa tergusur oleh siswa yang mempunyai kemampuan
tinggi.
Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran
juga dapat dibedakan antara strategi pembelajaran deduktif dan strategi pembelajaran
induktif.
Strategi pembelajaran deduktif adalah strategi pembelajaran yang dilakukan
dengan mempelajari konsep-konsep terlebih dahulu untuk kemudian dicari
kesimpulan dan ilustrasi-ilustrasi; atau bahan pelajaran yang dipelajari dimulai dari
hal-hal yang abstrak, kemudian secara perlahan-lahan menuju hal yang konkrit.
Strategi ini disebut juga strategi pembelajaran dari umum ke khusus.
Sebaliknya, dengan strategi induktif, pada strategi ini bahan yang dipelajari
dimulai dari hal-hal yang konkrit atu contoh-contoh yang kemudian secara perlahan
siswa dihadapkan pada materi yang kompleks dan sukar. Strategi ini kerap dinamakan
strategi pembelajaran dari khusus ke umum.
3. Pertimbangan Pemilihan Strategi Pembelajaran
Pembelajaran pada dasarnya adalah proses penambahan informasi dan
kemampuan baru. Ketika kita berpikir informasi dan kemampuan apa yang harus
dimiliki oleh siswa, maka pada saat itu juga kita semestinya berpikir strategi apa yang
harus dilakukan agar semua itu dapat tercapai secara efektif dan efisien. Ini sangat
penting untuk dipahami, sebab apa yang harus dicapai akan menentukan bagaimana
cara mencapainya.
Sebelum menentukan strategi pembelajaran yang dapat digunakan, ada
beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan:
a. Pertimbangan yang berhubungan dengan tujuan yang ingin dicapai.
Pertanyaan-pertanyaan yang dapat diajukan adalah:
1) Apakah tujuan pembelajaran yang ingin dicapai berkenaan dengan aspek kognitif, afektif, atau psikomotor ?
2) Bagaimana kompleksitas tujuan pembelajaran yang ingin dicapai, apakah tingkat tinggi atau tingkat rendah ?
3) Apakah untuk mencapai tujuan itu memerlukan keterampilan akademis ?
b. Pertimbangan yang berhubungan dengan bahan atau materi pembelajaran:
1) Apakah materi pelajaran itu berupa fakta, konsep, hukum, atau teori tertentu ?
2) Apakah untuk mempelajari materi pembelajaran itu memerlukan prasyarat tertentu atau tidak ?
3) Apakah tersedia buku-buku sumber untuk mempelajari materi itu ?
c. Pertimbangan dari sudut siswa:
1) Apakah strategi pembelajaran sesuai dengan tingkat kematangan siswa ?
2) Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan minat, bakat, dan kondisi siswa ?
3) Apakah strategi pembelajaran itu sesuai dengan gaya belajar siswa ?
d. Pertimbangan-pertimbangan lainnya:
1) Apakah untuk mencapai tujuan hanya cukup dengan satu strategi saja ?
2) Apakah strategi yang kita tetapkan dianggap satu-satunya strategi yang dapat digunakan ?
3) Apakah strategi itu memiliki nilai efektivitas dan efisiensi ?[9]
Dari berbagai pertanyaan di atas, merupakan bahan pertimbangan dalam
menetapkan strategi yang ingin diterapkan. Misalkan untuk mencapai tujuan yang
berhubungan dengan aspek kognitif, akan memiliki strategi yang berbeda dengan
upaya untuk mencapai tujuan yang berhubungan dengan aspek afektif atau aspek
psikomotor, dll.
4. Posisi dan Peran Guru dalam Pembelajaran
Posisi dan peran guru dalam proses pembelajaran, dimana guru harus
menempatkan diri sebagai:
a. Pemimpin belajar, dalam arti guru sebagai perencana, pengorganisasi, pelaksana dan pengontrol kegiatan belajar peserta didik.
b. Fasilitator belajar, dalam arti guru sebagai pemberi kemudahan kepada peserta didik dalam melakukan kegiatan belajarnya melalui upaya dalam berbagai bentuk.
c. Moderator belajar, dalam arti guru sebagai pengatur arus kegiatan belajar peserta didik. Guru sebagai moderator tidak hanya mengatur arus kegiatan belajar, tetapi juga bersama peserta didik harus menarik kesimpulan atau jawaban masalah sebagai hasil belajar peserta didik, atas dasar semua pendapat yang telah dibahas dan diajukan peserta didik.
d. Evaluator belajar, dalam arti guru sebagai penilai yang objektif dan komprehensif. Sebagai evaluator, guru berkewajiban mengawasi, memantau proses pembelajaran peserta didik dan hasil belajar yang dicapainya. Guru juga berkewajiban untuk melakukan upaya perbaikan proses belajar peserta didik, menunjukkan kelemahan dan cara memperbaikinya, baik secara individual, kelompok, maupun secara klasikal.[10]
Dari penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa posisi dan peran guru dalam proses
pembelajaran sangat penting dan mempunyai tanggung jawab yang besar sebagi
pemimpin belajar, fasilitator, moderator dan evaluator belajar bagi peserta didiknya.
B. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP)
1. Pengertian Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Istilah kurikulum awal mulanya digunakan dalam dunia olahraga pada zaman
Yunani Kuno. Secara etimologis, kurikulum berasal dari bahasa Yunani yaitu Currir
yang artinya pelari dan Curere yang berarti tempat berpacu. Jadi istilah ini berasal
dari dunia olahraga pada zaman Romawi Kuno di Yunani yang mengandung
pengertian suatu jarak yang harus ditempuh oleh pelari dari garis start sampai garis
finish.[11]
Sedangkan secara terminologis, kurikulum adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan
pendidikan tertentu. Tujuan tertentu meliputi tujuan pendidikan nasional serta
kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan
peserta didik. Oleh sebab itu, kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk
memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang
ada di daerah.[12]
Definisi-definisi kurikulum juga banyak dirumuskan oleh para ahli
pendidikan, diantaranya yang dikemukakan oleh Nasution yang memberikan definisi
kurikulum sebagai alat yang dilakukan berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran
dan hal-hal yang diharapkan akan dipelajari oleh siswa yakni pengetahuan, sikap dan
keterampilan.[13]
Dalam perkembangannya kurikulum dapat dipandang sebagai kurikulum
tradisional dan kurikulum modern. Secara tradisional menurut Oemar Hamalik yang
dikutip oleh Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi dikatakan bahwa
“kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk
memperoleh ijazah”.[14] Sementara itu, menurut pandangan modern bahwa
kurikulum merupakan segala usaha yang menjadi tanggung jawab dari suatu lembaga
pendidikan formal ataupun non formal untuk mempengaruhi belajar anak, baik di
dalam maupun di luar kelas.[15] Sedangkan menurut Ahmad Rohani dan Abu
Ahmadi, kurikulum adalah program belajar untuk peserta didik terdiri dari
pengetahuan ilmiah, pengalaman dan kegiatan belajar mereka yang telah disusun
secara sistematis untuk mencapai tujuan program, isi dan struktur program dan
strategi pelaksanaan program.[16] Kurikulum tidak hanya sebatas mata pelajaran,
tetapi menyangkut pengalaman-pengalaman di luar sekolah sebagai kegiatan
pendidikan.[17]
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pengertian
kurikulum adalah sejumlah pengalaman pendidikan yang telah direncanakan dan
harus dikuasai oleh peserta didik secara menyeluruh dalam segala aspek untuk
mengubah tingkah laku sesuai dengan tujuan Pendidikan Nasional dan tujuan
tersebut harus mencakup tiga aspek yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik.
Penyempurnaan kurikulum yang berkelanjutan merupakan keharusan, agar
sistem pendidikan nasional selalu relevan dan kompetitif. Hal tersebut juga sejalan
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pasal 35 dan 36 yang
menekankan perlunya peningkatan Standar Nasional Pendidikan sebagai acuan
kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan
pendidikan nasional.[18]
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan atau yang selanjutnya disingkat KTSP.
KTSP merupakan kurikulum yang dikembangkan sesuai dengan satuan pendidikan,
potensi sekolah/daerah, karakteristik sekolah/madrasah, sosial budaya masyarakat
setempat dan karakteristik peserta didik. KTSP juga merupakan upaya untuk
menyempurnakan kurikulum agar lebih familiar dengan guru, karena mereka banyak
dilibatkan dan diharapkan memiliki tanggung jawab yang memadai. KTSP yang
merupakan penyempurnaan dari Kurikulum 2004 (KBK) adalah kurikulum
operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan
pendidikan/sekolah. Departemen Pendidikan Nasional mengharapkan paling lambat
tahun 2009/2010, semua sekolah telah melaksanakan KTSP.[19]
Kurikulum ini disebut juga Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK) karena
menggunakan pendekatan kompetensi dan kemampuan minimal yang harus dicapai
oleh peserta didik pada setiap tingkatan kelas dan pada akhir satuan pendidikan
dirumuskan secara eksplisit.
KTSP juga dapat diartikan kurikulum operasional yang disusun,
dikembangkan dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang sudah siap dan
mampu mengembangkannya dengan memperhatikan Undang-undang No. 20 tahun
2003 tentang Sisdiknas pasal 36 yang berbunyi[20] :
1) Pengembangan kurikulum dilakukan dengan mengacu pada Standar Nasional Pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional.
2) Kurikulum pada semua jenjang dan jenis pendidikan dikembangkan dengan prinsip diversifikasi sesuai dengan satuan pendidikan, potensi daerah dan peserta didik.
3) Kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka Negara Kesatuan Republilk Indonesia dengan memerhatikan :
a. Peningkatan iman dan takwa;
b. Peningkatan akhlak mulia;
c. Peningkatan potensi, kecerdasan, dan minat peserta didik;
d. Keragaman potensi daerah dan lingkungan;
e. Tuntutan pembangunan daerah dan nasional;
f. Tuntutan dunia kerja;
g. Perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni;
h. Agama;
i. Dinamika perkembangan global; dan
j. Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan.
4) Ketentuan mengenai pengembangan kurikulum sebagaimana dimaksudkan dalam ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.[21]
Jadi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan itu adalah kurikulum operasional
yang disusun dan dilaksanakan oleh setiap satuan pendidikan yang telah mampu atau
siap untuk melaksanakannya dengan mengacu pada Standar Pendidikan yang telah
ditetapkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP).
Adapun komponen-komponen KTSP adalah sebagai berikut:
1. Visi, Misi dan Tujuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan.
a. Visi Satuan Pendidikan, meliputi: berorientasi ke depan, dikembangkan
bersama oleh warga sekolah, merupakan perpaduan antara langkah strategis
dan sesuatu yang dicita-citakan, berbasis nilai dan mudah diingat dan
membumi (kontekstual).
b. Misi Satuan Pendidikan.
Berdasarkan visi satuan pendidikan, maka ditentukan misinya (sejumlah
langkah strategis menuju visi yang telah dirumuskan).
c. Tujuan Satuan Pendidikan Tingkat Satuan Pendidikan.
1). Tujuan pendidikan dasar adalah meletakkan dasar kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
2). Tujuan pendidikan menengah adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut.
3). Tujuan pendidikan menengah kejuruan adalah meningkatkan kecerdasan,
pengetahuan, kepribadian, akhlak mulia serta keterampilan untuk hidup
mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut sesuai dengan kejuruannya.
2. Struktur dan Muatan KTSP mencakup mata pelajaran, muatan lokal,
pengembangan diri, beban belajar, ketuntasan belajar, kenaikan dan kelulusan,
penjurusan, pendidikan kecakapan hidup, pendidikan berbasis keunggulan lokal
dan global.
3. Kalender Pendidikan
Satuan pendidikan dasar dan menengah dapat menyusun kalender pendidikan
sesuai dengan kebutuhan daerah, karakteristik sekolah, kebutuhan peserta didik
dan masyarakat dengan memerhatikan kalender pendidikan sebagaimana dimuat
dalam Standar Isi (SI).
4. Pengembangan Silabus
Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu kelompok mata pelajaran tertentu
yang mencakup standar kompetensi, kompetensi dasar, materi pokok, kegiatan
pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi, penilaian, alokasi waktu dan
sumber belajar.
5. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
RPP adalah penjabaran dari silabus sebagai rencana guru dalam pelaksanaan
pembelajaran untuk setiap pertemuan. Dalam RPP guru harus menyusun strategi
dan langkah-langkah apa yang akan digunakan dalam kegiatan belajar mengajar.
Penyusunan RPP harus mengacu pada silabus.[22]
Penjabaran dari empat komponen tersebut disusun dalam satu dokumen KTSP
yang terdiri dari dua bagian, yaitu: Dokumen I dan Dokumen II. Seperti terlihat
dalam bagan berikut ini:
Bagan 1
Dokumen KTSP
Dokumen I:
BAB I : Pendahuluan
1.1. Latar belakang (dasar pemikiran penyusunan KTSP)
1.2. Tujuan pengembangan KTSP
1.3. Prinsip pengembangan KTSP (sesuai karakteristik sekolah)
BAB II : Tujuan Pendidikan
2.1. Tujuan pendidikan (disesuaikan dengan jenjang satuan pendidikan)
2.2. Visi sekolah
2.3. Misi Sekolah
2.4. Tujuan sekolah
BAB III : Struktur dan Muatan Kurikulum
3.1. Struktur Kurikulum
a. Mata pelajaran
b. Muatan lokal,
c. Pengembangan diri,
d. Beban belajar,
e. Ketuntasan belajar,
f. Kenaikan dan kelulusan,
g. Penjurusan,
h. Pendidikan kecakapan hidup,
i. Pendidikan berbasis keunggulan lokal dan global.
3.2. Muatan Kurikulum
a. Standar Kompetensi
b. Kompetensi Dasar
BAB IV : Kalender Pendidikan
Dokumen II :
A. Silabus
1.1. Silabus dari SK/KD yang dikembangkan pusat
1.2. Silabus dari SK/KD yang dikembangkan sekolah (Muatan lokal dan mata pelajaran
tambahan)
B. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP).[23]
2. Karakteristik Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan merupakan bentuk operasional
pengembangan kurikulum dalam konteks desentralisasi pendidikan dan otonomi daerah,
yang akan memberikan wawasan baru terhadap sistem yang sedang berjalan selama ini.
Hal ini diharapkan dapat membawa dampak positif terhadap peningkatan efesiensi dan
efektivitas kinerja sekolah, khususnya dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.
Karakeristik KTSP bisa diketahui antara lain dari bagaimana sekolah dan satuan
pendidikan dapat mengoptimalkan kinerja, proses pembelajaran, pengelolaan sumber
belajar, profesionalisme tenaga kependidikan dan sistem penilaian. Menurut E. Mulyasa
ada beberapa karakteristik KTSP sebagai berikut:[24]
1. Pemberian Otonomi Luas Kepada Sekolah dan Satuan Pendidikan
KTSP memberikan otonomi luas kepada sekolah dan satuan pendidikan, disertai
seperangkat tanggung jawab untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kondisi
setempat. Sekolah dan satuan pendidikan juga diberi kewenangan dan kekuasaan
yang luas untuk mengembangkan pembelajaran sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
peserta didik serta tuntutan masyarakat.
2. Partisipasi Masyarakat dan Orang Tua yang Tinggi
Dalam KTSP, pelaksanaan kurikulum didukung oleh partisipasi masyarakat dan
orang tua peserta didik yang tinggi. Orang tua peserta didik dan masyarakat tidak
hanya mendukung sekolah melalui bantuan keuangan tetapi melalui komite sekolah
dan dewan pendidikan merumuskan serta mengembangkan program-program yang
dapat meningkatkan kualitas pembelajaran.
3. Kepemimpinan yang Demokratis dan Profesional
Dalam KTSP, pengembangan dan pelaksanaan kurikulum didukung oleh adanya
kepemimpinan sekolah yang demokratis dan profesional. Kepala sekolah dan guru-
guru sebagai tenaga pelaksana kurikulum merupakan orang-orang yang memiliki
kemampuan dan integritas profesional.
4. Tim Kerja yang Kompak dan Transparan
Dalam KTSP, keberhasilan pengembangan kurikulum dan pembelajaran didukung
oleh kinerja tim yang kompak dan transparan dari berbagai pihak yang terlibat dalam
pendidikan.
Di sisi lain, Kunandar dalam bukunya yang berjudul “Guru Profesional,
Implementasi KTSP dan Sukses dalam Sertifikasi Guru” mengemukakan bahwa sebagai
sebuah konsep sekaligus sebagai sebuah program KTSP memiliki karakteristik sebagai
berikut:
1. KTSP menekankan pada ketercapaian kompetensi siswa, baik secara individual maupun klasikal. Dalam KTSP peserta didik dibentuk untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat yang pada akhirnya akan membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.
2. KTSP berorientasi pada hasil belajar (learning outcomes) dan keberagaman.3. Penyampaian dalam pembelajaran menggunakan pendekatan dan metode yang
bervariasi.
4. Sumber belajar bukan hanya guru, tetapi sumber belajar lainnya yang memenuhi unsur edukatif.
5. Penilaian menekankan pada proses dan hasil belajar dalam upaya penguasaan atau pencapaian suatu kompetensi.[25]
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa karakteristis KTSP itu, selain
memiliki kerja sama antara pihak sekolah dengan masyarakat, juga memiliki karakteristik
yang lebih ditekankan pada usaha pembentukan kompetensi peserta didik. Hal ini dapat
dilihat pada tujuan KTSP, yaitu untuk membentuk dan mengembangkan pengetahuan,
pemahaman, kemampuan, nilai, sikap dan minat peserta didik, yang pada akhirnya akan
membentuk pribadi yang terampil dan mandiri.
3. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Secara umum, ada beberapa prinsip dalam pengembangan kurikulum, diantaranya
adalah sebagai berikut :
a. Prinsip Relevansi
Ada dua macam relevansi dalam pengembangan kurikulum yaitu: relevan ke luar
dan relevan ke dalam. Relevan ke luar maksudnya tujuan, isi dan proses belajar yang
tercakup dalam kurikulum hendaknya relevan dengan tuntutan, kebutuhan dan
perkembangan masyarakat. sedangkan relevan ke dalam maksudnya ada kesesuaian
antara komponen-komponen kurikulum, yaitu: antara tujuan, isi, proses penyampaian
dan penilaian.
b. Prinsip fleksibilitas
Maksudnya kurikulum hendaknya memilih sifat lentur atau fleksibel. Kurikulum
mempersiapkan anak untuk kehidupan sekarang dan yang akan datang, di sini dan di
tempat lain, bagi anak yang memiliki latar belakang dan kemampuan yang berbeda.
c. Prinsip kontinuitas
Adalah kesinambungan, artinya perkembangan dan proses belajar anak
berlangsung secara berkesinambungan, tidak terputus-putus atau terhenti-henti.
d. Prinsip praktis
Artinya mudah dilaksanakan, menggunakan alat-alat sederhana dan biaya juga
murah.
e. Prinsip efektifitas
Artinya walaupun kurikulum tersebut murah, sederhana dan murah tetapi
keberhasilannya tetap harus diperhatikan. Keberhasilan pelaksanaan kurikulum ini
baik secara kuantitas maupun kualitas[26]
Di dalam “Panduan Penyusunan KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah yang
disusun oleh BSNP (2006)”, dinyatakan bahwa KTSP dikembangkan sesuai dengan
relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan
supervisi Dinas Pendidikan atau Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk
pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah.
Pengembangan KTSP mengacu pada Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh
BSNP serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP
untuk “Pendidikan Khusus” dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi
dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun
oleh BSNP[27]. KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan
lingkungannya.
Kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip bahwa peserta didik memiliki posisi
sentral untuk mengembangkan kompetensinya agar menjadi manusia yang beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
2. Beragam dan terpadu.
Kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan keragaman karakteristik peserta
didik, kondisi daerah, jenis dan jenjang pendidikan, serta menghargai dan tidak
diskriminasi terhadap perbedaan agama, suku, budaya, adat istiadat, status sosial
ekonomi dan jender.
3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni. Kurikulum
dikembangkan atas dasar kesadaran bahwa ilmu pengetahuan, teknologi dan seni
yang berkembang secara dinamis, dan oleh karena itu semangat dan isi kurikulum
mendorong peserta didik untuk mengikuti dan memanfaatkan secara tepat
perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni.
4. Relevan terhadap kebutuhan kehidupan.
Pengembangan kurikulum dilakukan dengan melibatkan pemangku kepentingan
(stakeholders) untuk menjamin relevansi pendidikan dengan kebutuhan kehidupan,
termasuk di dalamnya kehidupan kemasyarakatan, dunia usaha dan dunia kerja.
5. Menyeluruh dan berkesinambungan
Maksudnya adalah substansi kurikulum mencakup keseluruhan dimensi kompetensi,
bidang kajian keilmuan dan mata pelajaran yang direncanakan dan disajikan secara
berkesinambungan antar semua jenjang pendidikan.
6. Belajar sepanjang hayat
Maksudnya adalah dalam pengembangan KTSP, kurikulum diarahkan kepada proses
pengembangan, pembudayaan dan pemberdayaan peserta didik yang berlangsung
sepanjang hayat.
7. Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Maksudnya adalah kurikulum dikembangkan dengan memerhatikan kepentingan
nasional dan kepentingan daerah untuk membangun kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara.[28]
4. Landasan Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Dalam pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) terdapat
beberapa landasan yang harus diperhatikan. Landasan-landasan tersebut adalah sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas
Dalam Undang-Undang Sisdiknas dikemukakan bahwa Standar Nasional
Pendidikan (SNP) terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga
kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian
pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Lebih lanjut dikemukakan bahwa kurikulum disusun sesuai jenjang pendidikan
dalam kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dengan memperhatikan
peningkatan iman dan takwa, peningkatan akhlak mulia, peningkatan potensi,
kecerdasan dan minat peserta didik, keragaman potensi daerah dan lingkungan,
tuntutan pembangunan daerah dan nasional, tuntutan dunia kerja, perkembangan ilmu
pengetahuan, teknologi dan seni, agama, dinamika perkembangan global, persatuan
nasional, dan nilai-nilai kebangsaan.
Dalam Undang-undang Sisdiknas juga dikemukakan bahwa kurikulum
pendidikan dasar dan menengah wajib memuat Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Bahasa, Matematika, IPA, IPS, Seni dan Budaya, Pendidikan
Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kejuruan dan Muatan Lokal.
2. Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
Peraturan Pemerintah nomor 19 tahun 2005 adalah peraturan tentang Standar
Nasional Pendidikan (SNP). SNP merupakan kriteria minimal tentang sistem
pendidikan di seluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa KTSP adalah kurikulum operasional yang
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI).
SKL adalah kualifikasi kemampuan llusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan
keterampilan. Sedangkan SI adalah kualifikasi kompetensi lulusan yang mencakup
materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan
jenis pendidikan tertentu.
3. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 22 Tahun 2006 mengatur tentang
Standar Isi untuk satuan pendidikan Dasar dan Menengah yang selanjutnya disebut
Standar Isi (SI), mencakup lingkup materi minimal dan tingkat kompetensi minimal
untuk mencapai kompetensi lulusan minimal pada jenjang dan jenis pendidikan
tertentu.
4. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 Tentang Standar
Kompetensi Lulusan
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 23 tahun 2006 mengatur Standar
Kompetensi Lulusan untuk satuan pendidikan dasar dan menengah diguanakan
sebagai pedoman penilaian dalam menentukan kelulusan peserta didik.
5. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 Tentang Pelaksanaan
Permendiknas No. 22 dan 23
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional No. 24 Tahun 2006 mengatur tentang
pelaksanaan SKL dan SI. Dalam peraturan ini dikemukakan bahwa Pendidikan Dasar
dan Menengah mengembangkan dan menetapkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dasar dan menengah sesuai kebutuhan satuan pendidikan yang
bersangkutan.[29]
5. Prosedur Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang kompleks dan melibatkan
berbagai komponen, yang tidak hanya menuntut keterampilan teknis dari pihak
pengembang dalam mengembangkan berbagai komponen kurikulum, tetapi harus pula
memahami berbagai faktor yang mempengaruhinya.
Sebagai sebuah rencana, kurikulum harus dirancang berdasarkan pada berbagai
kondisi yang ada. Itulah sebabnya proses penyusunan dan pengembangan kurikulum
merupakan sebuah proses berantai yang berkesinambungan antara proses yang satu
dengan proses yang lain. Kurikulum sebagai suatu rencana pada intinya adalah upaya
untuk menghasilkan lulusan, atau mengubah input peserta didik dari kondisi awal
menjadi peserta didik yang memiliki kompetensi. Kompetensi merupakan kombinasi
yang baik dari penguasaan ilmu (knowledge), keterampilan dalam melaksanakn pekerjaan
(skill), dan sikap yang dituntut untuk menguasai suatu pekerjaan (attitude) dalam
kehidupannya sehari-hari.
Dalam proses penyusunan dan pengembangan kurikulum tersebut pada intinya
dibagi menjadi tiga bagian proses, yaitu bagian pertama akan menghasilkan kurikulum
sebagai suatu ide, kemudian berlanjut pada bagian kedua yang diwujudkan dalam sebuah
dokumen perencanaan, dan dari dokumen perencanaan kemudian diimplementasikan
dalam pelaksanaan kegiatan akademik. Dari proses implementasi tersebut dapat
dilakukan langsung pada dokumen kurikulum, namun juga dapat dilakukan pada area
yang lebih mendasar, yaitu pada ide.
Keseluruhan tahapan pembuatan dan pengembangan kurikulum tersebut dapat
digambarkan dalam gambar berikut pada halaman selanjutnya:[30]
Bagan 2
Bagan Tahapan Pembuatan dan Pengembangan KTSP
Idealisme pimpinan Proses Analisis SWOT
Kebutuhan Stakeholders
Ketersediaan Sumber Daya
Karakteristik Siswa
Kompetensi Lulusan
Yang Diinginkan
Standar Nasional Proses Pelatihan, Pembuatan
Pedoman Pembuatan Review dan Pengesahan
Komposisi Tim Pembuat
Landasan-Landasan yang
digunakan
Struktur dan
organisasi kurikulum
Proses
Pengembangan
Proses Pembelajaran
Hasil Evaluasi Monitoring dan Evaluasi
Pengukuran Outcomes
Pengukuran daya saing
sekolah
Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan
untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. Standar Nasional Pendidikan
terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan
prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan
standar nasional pendidikan tersebut yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi
Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan
kurikulum.[31]
Pengembangan dan penetapan kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar dan
menengah memerhatikan panduan penyusunan kurikulum tingkat satuan pendidikan
dasar dan menengah yang disusun Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) (Pasal 1
ayat 3 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006). Satuan pendidikan dasar dan menengah
dapat mengadopsi atau mengadaptasi model kurikulum tingkat satuan pendidikan dasar
dan menengah yang disusun oleh BSNP (Pasal 1 ayat 4 Permen Diknas Nomor 24 Tahun
2006). Kurikulum satuan pendidikan dasar dan menengah ditetapkan oleh kepala satuan
pendidikan dasar dan menengah setelah memerhatikan pertimbangan dari komite Sekolah
atau Komite Madrasah (Pasal 1 ayat 5 Permen Diknas Nomor 24 Tahun 2006).
Dalam KTSP, pengembangan kurikulum dilakukan oleh guru, kepala sekolah,
komite sekolah, dan dewan pendidikan. Tim pengembang ini ditetapkan berdasarkan
musyawarah dari pejabat daerah setempat, komisi pendidikan pada Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD), pejabat pendidikan daerah, kepala sekolah, tenaga kependidikan,
perwakilan orang tua siswa dan tokoh masyarakat.
Proses Pengembangan KTSP tersebut dapat dilihat pada bagan berikut ini pada
halaman selanjutnya: [32]
Bagan 3
Bagan Pengembangan Kurikulum
Konteks Pendidikan
Kebangkitan Islam, Clean and Good Governance, Otonomi Daerah, Millenium Goals 2015 (globalisasi), Demokratisasi, Pembangunan Berkelanjutan, Perkembangan
IPTEKS serta Ekonomi Berbasis Spiritual,Moral dan Intelektual
KURIKULUM AKTUAL
PROSES PEMBELAJARAN
Dari gambar di atas, tampak bahwa pengembangan kurikulum mencakup beberapa
tingkat, yaitu :
1. Pengembangan Kurikulum Tingkat Nasional
Dalam kaitannya dengan KTSP pengembangan kurikulum tingkat nasional
dilakukan dalam rangka mengembangkan Standar Nasional Pendidikan, yang pada saat
ini mencakup standar kompetensi lulusan (SKL) dan standar isi (SI) untuk setiap satuan
pendidikan pada masing-masing jenjang dan jenis pendidikan, terutama pada jalur
pendidikan sekolah.
2. Pengembangan KTSP
Pada tahap pengembangan KTSP, kegiatan yang dilakukan, antara lain :
a. Menganalisis dan mengembangkan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) dan Standar
Isi (SI).
b. Merumuskan visi dan misi serta merumuskan tujuan pendidikan pada tingkat satuan
pendidikan.
c. Berdasarkan SKL, SI, visi, misi serta tujuan satuan pendidikan, selanjutnya
dikembangkan pada bidang studi-bidang studi yang akan diberikan untuk
merealisasikan tujuan tersebut.
d. Mengembangkan dan mengidentifikasikan tenaga-tenaga kependidikan (guru dan non
guru) sesuai dengan kualifikasi yang diperlukan dengan berpedoman pada standar
tenaga kependidikan yang ditetapkan oleh BSNP.
e. Mengidentifikasikan fasilitas pembelajaran yang diperlukan untuk memberi
kemudahan belajar sesuai dengan standar sarana dan prasarana pendidikan yang
ditetapkan oleh BSNP
3. Pengembangan Silabus
Kegiatan-kegiatan yang dilakukan pada tingkat ini, antara lain adalah:
a. Mengidentifikasi standar kompetensi dan kompetensi dasar serta tujuan setiap bidang
studi.
b. Mengembangkan kompetensi dasar dan materi standar yang diperlukan dalam
pembelajaran.
c. Mendeskripsikan kompetensi dasar serta mengelompokkannya sesuai dengan ruang
lingkup dan urutannya.
d. Mengembangkan indikator untuk setiap kompetensi serta kriteria pencapaiannya dan
mengelompokkannya sesuai dengan ranah pengetahuan, pemahaman, kemampuan,
nilai dan sikap.
e. Mengembangkan instrumen penilaian yang sesuai dengan indikator pencapaian
kompetensi.
4. Pengembangan RPP
Berdasarkan standar kompetensi dan standar isi dalam silabus yang telah
diidentifikasi dan diurutkan sesuai dengan tingkat pencapaiannya pada setiap bidang
studi, selanjutnya dikembangkan program-program pembelajaran. kegiatan
pengembangan kurikulum pada tingkat ini adalah menyusun dan mengembangkan
rencana pelaksanaan pembelajaran atau persiapan mengajar.
5. Kurikulum Aktual
Kurikulum aktual adalah interaksi antara peserta didik dengan guru dan lingkungan
pembelajaran. Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa bagaimanapun bagusnya suatu
kurikulum maka aktualisasinya sangat ditentukan oleh profesionalisme guru dalam
melaksanakan pembelajaran dan pembentukan kompetensi peserta didik.[33]
Setelah dilakukan pengembangan kurikulum, tugas selanjutnya adalah penyusunan
kurikulum. Dalam penyusunan KTSP pada tingkat sekolah/madrasah tertentu dapat
dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1. Melakukan analisis SWOT (Strenght/kekuatan, Weakness/kelemahan, Opportunity/peluang, Threat/ancaman) terhadap konteks kondisi dan kebutuhan pada tingkat satuan pendidikan, visi, misi dan tujuan sekolah/madrasah, standar isi dan standar kompetensi lulusan. Hal ini dapat dilakukan oleh top manager, komite sekolah/madrasah, para konselor dan konsultan ahli bila diperlukan.
2. Penyiapan draf penyusunan isi KTSP sesuai hasil analisis dan model KTSP yang dikembangkan di satuan pendidikan masing-masing.
3. Melakukan pembahasan, review dan validasi model dan isi KTSP yang dihasilkan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan-kegiatan khusus atau forum-forum rapat kerja sekolah/madrasah dan konsultan ahli bila diperlukan.
4. Melakukan revisi dari hasil review dan validasi KTSP
5. Finalisasi produk KTSP yang akan dilaksanakan pada tahun ajaran yang ditetapkan setelah mendapatkan pengesahan dari komite sekolah/madrasah dan diketahui oleh dinas tingkat kabupaten/kota yang bertanggung jawab di bidang pendidikan untuk tingkat SD dan SMP dan tingkat provinsi untuk tingkat SMA dan SMK. Sementara dokumen KTSP pada MI, Mts, MA dan MAK dinyatakan berlaku oleh kepala madrasah setelah mendapatkan pengesahan dari komite madrasah dan diketahui oleh Mapendais Kandepag Kotamadya/Kabupaten untuk MI dan MTs dan Kabid Mapendais KANWIL Depag untuk MA dan MAK.[34]
Langkah-langkah tersebut secara sederhana dapat digambarkan dalam bagan 4
berikut ini:
Bagan 4
Bagan Prosedur Penyusunan KTSP
Analisis SWOT
Analisis Konteks
Penyusunan KTSP
5. Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Secara sederhana implementasi bisa diartikan pelaksanaan atau penerapan.
Pengertian lain dikemukakan oleh Schulbart (1986) bahwa implementasi merupakan
sistem rekayasa. Pengertian ini memperlihatkan bahwa kata implementasi bermuara pada
aktifitas, adanya aksi, tindakan atau mekanisme suatu sistem. Ungkapan mekanisme
mengandung arti bahwa implementasi bukan sekedar aktifitas, tetapi suatu kegiatan yang
terencana dan dilakukan secara sungguh-sungguh berdasarkan acuan norma tertentu
untuk mencapai tujuan kegiatan. Implementasi juga merupakan suatu proses penerapan
ide, konsep, kebijakan atau inovasi dalam suatu tindakan praktis sehingga memberikan
dampak, baik berupa perubahan pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Oleh
karena itu, implementasi tidak berdiri sendiri tetapi dipengaruhi oleh objek berikutnya
yaitu kurikulum.[35] Implementasi kurikulum merupakan bagian tak terpisahkan dari
pengembangan kurikulum.
Definisi lain tentang implementasi kurikulum mengemukakan bahwa “implementasi
sebagai proses pengajaran”. Argumentasinya, karena biasanya pengajaran adalah
implementasi kurikulum desain yang mencakup aktifitas pengajaran dalam bentuk
interaksi antara guru dan siswa di bawah naungan sekolah.[36]
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa implementasi kurikulum berarti suatu
proses guru atau staf pengajar melaksanakan kurikulum (kurikulum yang sudah ada)
dalam situasi pembelajaran di kelas (sekolah, universitas/institut dan sebagainya). Atau
dengan kata lain, implementasi kurikulum adalah proses aktualisasi kurikulum potensial
menjadi kurikulum aktual oleh guru/staf pengajar di dalam proses belajar mengajar
(perkuliahan).
Implementasi kurikulum dapat diartikan sebagai aktifitas kurikulum tertulis
(Written Curriculum) adalah bentuk pembelajaran. Berdasarkan hal tersebut maka dapat
disimpulkan bahwa implementasi kurikulum adalah operasionalisasi konsep kurikulum
yang masih bersifat potensial (tertulis) menjadi aktual dalam bentuk kegiatan
pembelajaran.
Sedangkan definisi implementasi KTSP adalah suatu penerapan ide, konsep dan
kebijakan kurikulum dalam suatu aktivitas pembelajaran sehingga peserta didik
menguasai seperangkat kompetensi tertentu, sebagai hasil interaksi dengan lingkungan.
[37]
Pembelajaran berbasis KTSP setidaknya dipengaruhi oleh tiga faktor berikut:
a. Karakteristik kurikulum; yang mencakup ruang lingkup KTSP dan kejelasannya
bagi pengguna di lapangan.
b. Strategi pembelajaran; yaitu strategi yang digunakan dalam pembelajaran seperti
diskusi, pengamatan, dan tanya jawab, serta kegiatan yang dapat mendorong
pembentukan kompetensi peserta didik.
c. Karakteristik pengguna kurikulum yang meliputi pengetahuan, keterampilan, nilai
dan sikap guru terhadap kurikulum serta kemampuannya untuk merealisasikan
kurikulum dalam pembelajaran.[38]
Selain hal di atas (Mars: 1980) mengemukakan sebagaimana dikutip oleh E.
Mulyasa, ada tiga faktor yang mempengaruhi implementasi kurikulum, yaitu: dukungan
kepala sekolah, dukungan rekan sejawat guru dan dukungan internal yang datang dari
dalam diri guru sendiri. Dari berbagai faktor tersebut guru merupakan faktor penentu di
samping faktor-faktor lain. Dengan kata lain, keberhasilan implementasi KTSP sangat
ditentukan oleh faktor guru, karena bagaimanapun baiknya sarana pendidikan apabila
guru tidak melaksanakan tugas dengan baik, maka hasil implementasi kurikulum
(pembelajaran) tidak akan memuaskan.[39]
Dalam garis besarnya implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
mencakup tiga kegiatan pokok, yaitu pengembangan program, pelaksanaan pembelajaran
dan evaluasi.[40]
Dari penjelasan tersebut, maka diambil kesimpulan bahwa dalam pelaksanaan KTSP
hal yang paling penting diperhatikan adalah potensi dan perkembangan peserta didik.
Karena peserta didik merupakan subyek dalam kegiatan pembelajaran.
Adapun penjelasan kegiatan implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan itu
adalah:
a. Pengembangan Program
Pengembangan program Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan meliputi :
1) Pengembangan program tahunan
Program tahunan merupakan program umum setiap mata pelajaran untuk
setiap kelas, yang dikembangkan oleh guru mata pelajaran yang bersangkutan.
Program ini perlu dipersiapkan dan dikembangkan oleh guru sebelum tahun
ajaran, karena merupakan pedoman bagi pengembangan program-program
berikutnya. Sumber-sumber yang dapat dijadikan bahan pengembangan program
tahunan ini, antara lain: Daftar standar kompetensi, ruang lingkup dan urutan
kompetensi dan kalender pendidikan.
2) Program semester
Program semester berisikan garis-garis besar mengenai hal-hal yang hendak
dilaksanakan dan dicapai dalam semester tersebut. Program semester ini
merupakan penjabaran dari program tahunan. Pada umumnya program semester
ini berisikan tentang kegiatan bulanan, pokok bahasan yang hendak disampaikan,
waktu yang direncanakan dan keterangan-keterangan.
3) Program modul
Program modul adalah program yang dikembangkan dari setiap kompetensi
dan pokok bahasan yang akan disampaikan yang merupakan penjabaran dari
program semester dan berisi lembar kegiatan peserta didik, lembar kerja, kunci
lembar kerja, lembar soal, lembar jawaban dan kunci jawaban. Dengan program
ini diharapkan peserta didik dapat belajar secara mandiri.
4) Program mingguan dan harian
Program ini merupakan penjabaran dari program semester dan program
modul. Melalui program ini dapat diketahui tujuan-tujuan yang telah dicapai dan
yang perlu diulang bagi setiap peserta didik. Melalui program ini juga
diidentifikasikan kemajuan belajar setiap peserta didik, sehingga dapat diketahui
peserta didik yang mendapat kesulitan dalam setiap modul yang dikerjakan dan
peserta didik yang memiliki kecepatan belajar di atas rata-rata kelas. Bagi peserta
didik yang cepat bisa diberikan pengayaan, sedang bagi yang lambat dilakukan
pengulangan modul untuk mencapai tujuan yang belum tercapai dengan
menggunakan waktu cadangan.
5) Program pengayaan dan remedial
Program ini merupakan pelengkap dan penjabaran dari program mingguan
dan harian. Berdasarkan hasil analisa terhadap kegiatan belajar dan tugas-tugas
modul, hasil tes dan ulangan dapat diperoleh tingkat kemampuan belajar setiap
peserta didik.
6) Program bimbingan dan konseling
Dalam pelaksanaan KTSP, sekolah kewajiban memberikan program
pengembangan diri melalui bimbingan dan konseling kepada peserta didik yang
menyangkut pribadi, sosial, belajar, dan karir.[41]
b. Pelaksanaan Pembelajaran
Pembelajaran pada hakikatnya adalah proses interaksi antara peserta didik
dengan lingkungannya, sehingga terjadi perubahan prilaku ke arah yang lebih baik.
Dalam interaksi tersebut banyak sekali faktor yang mempengaruhinya, baik faktor
internal yang datang dari individu, maupun faktor eksternal yang datang dari
lingkungan. Dalam pembelajaran, tugas guru yang paling utama adalah
mengondisikan lingkungan agar menunjang terjadinya perubahan prilaku bagi peserta
didik.
Pada umumnya pelaksanaan pembelajaran berbasis KTSP mencakup tiga hal,
yaitu: Pre tes, Pembentukan Kompetensi, dan Post tes. Pre Tes adalah awal
pembelajaran yang bertujuan untuk menyiapkan peserta didik dalam proses belajar
mengajar, untuk mengetahui tingkat kemajuan peserta didik, untuk mengetahui
kemampuan awal yang dimiliki oleh peserta didik dan untuk mengetahui darimana
seharusnya proses pembelajaran dimulai. Sedangkan pembentukan kompetensi
merupakan kegiatan bagaimana kompetensi peserta didik dibentuk dan bagaimana
tujuan-tujuan belajar direalisasikan. Adapun post tes adalah tes pada akhir
pembelajaran yang bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan peserta didik
terhadap kompetensi yang telah ditentukan, untuk mengetahui kompetensi dan tujuan-
tujuan yang telah dikuasai oleh peserta didik dan yang belum dikuasai, untuk
mengetahui peserta didik yang belum mengikuti kegiatan remedial serta sebagai
bahan acuan untuk melakukan perbaikan terhadap kegiatan pembelajaran dan
pembentukan kompetensi yang telah dilaksanakan, baik terhadap perencanaan,
pelaksanaan, maupun evaluasi.[42]
Sedangkan dalam pelaksanaannya, KTSP dilaksanakan dengan memperhatikan
prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Pelaksanaan kurikulum didasarkan pada potensi, perkembangan dan kondisi
peserta didik untuk menguasai kompetensi yang berguna bagi dirinya. Dalam
hal ini peserta didik harus mendapatkan pelayanan pendidikan yang bermutu,
serta memperoleh kesempatan untuk mengekspresikan dirinya secara bebas,
dinamis dan menyenangkan.
2. Kurikulum dilaksanakan dengan menegakkan kelima pilar belajar, yaitu :
belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, belajar
untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif, belajar untuk hidup
bersama dan berguna bagi orang lain, dan belajar untuk membangun dan
menemukan jati diri, melalui proses pembelajaran yang efektif, aktif, kreatif dan
menyenangkan.
3. Pelaksanaan kurikulum memungkinkan peserta didik mendapat pelayanan yang
bersifat perbaikan, pengayaan dan percepatan sesuai potensi, tahap
perkembangan dan kondisi peserta didik dengan tetap memperhatikan
keterpaduan pengembangan pribadi peserta didik yang berdimensi ke-Tuhanan,
keindividuan, kesosialan dan moral.
4. Kurikulum dilaksanakan dalam suasana hubungan peserta didik dan pendidik
yang saling menerima, menghargai, akrab, hangat dan terbuka dengan prinsip
Tut Wuri Handayani, Ing Madia Mangun Karsa, Ing Ngarsa Sung Tulada (di
belakang memberikan daya dan kekuatan, di tengah membangun semangat dan
prakarsa dan di depan memberikan contoh dan teladan).
5. Kurikulum dilaksanakan dengan menggunakan pendekatan multistrategi dan
multimedia, sumber belajar dan teknologi yang memadai dan memanfaatkan
lingkungan sekitar sebagai sumber belajar.
6. Kurikulum dilaksanakan dengan mendayagunakan kondisi alam, sosial, budaya
dan kekayaan daerah untuk keberhasilan pendidikan dengan muatan seluruh
bahan kajian secara optimal.
7. Kurikulum mencakup seluruh komponen kompetensi mata pelajaran, muatan
lokal dan pengembangan diri diselenggarakan dalam keseimbangan, keterkaitan
dan kesinambungan yang cocok dan memadai antarkelas dan jenis serta jenjang
pendidikan.[43]
c. Evaluasi Hasil Belajar.
Evaluasi hasil belajar dalam implementasi Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan dapat dilakukan dengan penilaian kelas, tes kemampuan dasar, penilaian
akhir satuan pendidikan dan sertifikasi, benchmarking, dan penilaian program.
1) Penilaian Kelas
Penilaian kelas dilakukan dengan ulangan harian, ulangan umum dan ujian
akhir. Ulangan harian dilakukan setiap selesai proses pembelajaran dalam
kompetensi tertentu. Ulangan harian ini terdiri dari seperangkat soal yang harus
dijawab para peserta didik, dan tugas-tugas terstruktur yang berkaitan dengan
konsep yang sedang dibahas.
2) Tes Kemampuan Dasar
Tes kemampuan dasar dilakukan untuk mengetahui kemampuan membaca,
menulis dan berhitung yang diperlukan dalam rangka memperbaiki program
pembelajaran (program remedial). Tes kemampuan dasar dilakukan pada setiap
tahun akhir kelas III.
3) Penilaian akhir satuan pendidikan dan sertifikasi
Pada setiap akhir semester dan tahun pelajaran diselenggarakan kegiatan
penilaian guna mendapatkan gambaran secara utuh dan menyeluruh mengenai
ketuntasan belajar peserta didik dalam satuan waktu tertentu. Untuk keperluan
sertifikasi, kinerja, dan hasil belajar yang dicantumkan dalam Surat Tanda Tamat
Belajar (STTB) tidak semata-mata didasarkan atas hasil penilaian pada akhir
jenjang sekolah.
4) Benchmarking
Benchmarking merupakan suatu standar untuk mengukur kinerja yang sedang
berjalan, proses dan hasil untuk mencapai suatu keunggulan yang memuaskan.
Ukuran keunggulan dapat ditentukan ditingkat sekolah, daerah atau nasional.
Penilaian dilaksanakan secara berkesinambungan sehingga peserta didik dapat
mencapai satuan tahap keunggulan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan
usaha dan keuletannya.
5) Penilaian Program
Penilaian program dilakukan oleh Departemen Pendidikan Nasional dan Dinas
Pendidikan secara continue dan berkesinambungan. Penilaian program dilakukan
untuk mengetahui kesesuaian KTSP dengan dasar, fungsi dan tujuan pendidikan
nasional serta kesesuaiannya dengan tuntutan perkembangan masyarakat dan
kemajuan zaman.[44]
[1] Sudjana S, Strategi Pembelajaran, cet. 3, (Bandung: Falah Production, 2000), hal. 5
[2] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), edisi ke-3, cet. 1, hal. 1092
[3] Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), cet. 2, hal.5
[4] Syaiful Sagala, Konsep dan Makna Pembelajaran: Untuk membantu memecahkan problematika belajar dan mengajar, (Bandung: Alfabeta, 2003), hal. 61
[5] Dimyati dan Mudjiono, Belajar dan Pembelajaran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1999), hal. 297
[6] Slameto, Proses Belajar Mengajar dalam Sistem Kredit Semester (SKS), (Jakarta: Bumi Aksara, 1991), hal. 50
[7] Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar, (Bandung: Algensindo, 2002), hal. 147
[8] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, ed. 1, cet. 5, (Jakarta: Kencana, 2008), hal. 128
[9] Ibid, hal. 130
[10] Hamzah B. Uno, Profesi Kependidikan Problema, Solusi, dan Reformasi Pendidikan di Indonesia, ed. 1, cet. 2, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), hal. 27-28
[11] Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan: Suatu Analisa Psikologi Pendidikan, (Jakarta: Pustaka Al-Husna, 1986), hal. 176
[12] Tim Pustaka Yustisia, Panduan Lengkap KTSP, (Yogyakarta: Pustaka Yustisia, 2008), hal. 145
[13] Nasution, Azas-Azas Kurikulum, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), hal. 9
[14] Iskandar Wiryokusumo dan Usman Mulyadi, Dasar-Dasar Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: PT. Bina Aksara, 1998), hal. 3
[15] Team Pembina Mata Kuliah Didaktik Metodik/Kurikulum IKIP Surabaya, Pengantar Didaktik Metodik Kurikulum PBM, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1993), hal. 97
[16] Ahmad Rohani dan Abu Ahmadi, Pengelolaan Pengajaran, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), hal. 485
[17] Abdullah Idi, Pengembangan Kurikulum: Teori dan Praktik, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 1999), hal. 5
[18] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Panduan Praktis), (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 8-9
[19] Masnur Muslich, KTSP: Dasar Pemahaman dan Pengembangan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), hal. 10
[20] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat…………Op. Cit., hal. 12
[21] UU. RI tentang Guru dan Dosen dan Undang-Undang Sisdiknas, (Jakarta: Asa Mandiri, 2007), hal. 66
[22] Kunandar, Op. Cit, hal. 145-151
[23] Tim Pustaka Yustisia, Op.Cit, hal. 150
[24]E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan……Op.Cit, hal.29-31
[25] Kunandar, Op.Cit., hal. 138
[26] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktek, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2005), hal. 150-151
[27] Tim Pustaka Yustisia, Op.Cit., hal. 50
[28] Muhaimin, Sutiah dan Sugeng Listyo Prabowo, Op. Cit., hal. 21-23
[29] E. Mulyasa, Op.Cit., hal 24-28
[30] Muhaimin, Op.Cit., hal. 24-25
[31] Tim Pustaka Yustisia, Op.Cit., hal. 50
[32] E. Mulyasa, Op.Cit., hal. 21-22
[33] Ibid ,hal. 148-151
[34] Muhaimin, dkk, Op.Cit, hal. 35-36
[35] Syafruddin Nurdin, Guru dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat Pers, 2002), hal. 70
[36] Ibid, hal. 72
[37] Kunandar, Op.cit, hal. 233
[38] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu Panduan Praktis), (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 246-247
[39] Ibid. hal. 247
[40] Kunandar, Op.Cit, hal. 236
[41] Ibid, hal. 236-241
[42] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Suatu panduan praktis), (Jakarta: Remaja Rosda Karya, 2007), hal. 255-258
[43] Muhaimin, dkk, Op.Cit, hal. 23-24
[44] Kunandar, Op. Cit., hal. 236
http://zanikhan.multiply.com/profile