Proposal Hilal

46
KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA PASIEN INFARK MIOKARD DI CARDIOVASCULAR CARE UNIT (CVCU) RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO MAKASSAR NAMA : NURHILAL NIM : P2500213414 PROGRAM PASCASARJANA FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS HASANUDDIN

description

anshari

Transcript of Proposal Hilal

Page 1: Proposal Hilal

KAJIAN DRUG RELATED PROBLEMS (DRPs) PADA

PASIEN INFARK MIOKARD DI CARDIOVASCULAR CARE UNIT

(CVCU) RSUP DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

MAKASSAR

NAMA : NURHILAL

NIM : P2500213414

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2015

Page 2: Proposal Hilal

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab nomor satu kematian

terbesar secara global, dimana lebih banyak orang meninggal setiap tahun

akibat penyakit kardiovaskular daripada penyakit lainnya. Pada tahun 2012,

menurut data dari World Health Organization (WHO) diperkirakan 17,5 juta

orang di dunia meninggal akibat penyakit kardiovaskular yang mewakili 31%

dari semua kematian global (7,4 juta orang akibat penyakit jantung koroner

dan 6,7 juta orang akibat stroke). Lebih dari tiga perempat dari kematian

akibat penyakit kardiovaskular terjadi pada negara dengan pendapatan

rendah dan menengah. Dari 16 juta kematian di bawah usia 70 akibat

noncommunicable diseases, 82% berada di negara-negara berpendapatan

rendah dan menengah dan 37% disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler.

(WHO, 2012)

Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu masalah kardiovaskular

yang utama karena menyebabkan angka perawatan Rumah Sakit Umum

Pusat dan angka kematian yang tinggi. Sebagian besar sindrom koroner akut

adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh darah koroner yang

koyak atau pecah. Kejadian ini akan diikuti oleh proses agregasi trombosit

Page 3: Proposal Hilal

dan aktivasi jalur koagulasi. Terbentuklah trombus yang kaya trombosit yang

akan menyumbat liang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun

parsial; atau menjadi mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang

lebih distal. Selain itu terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan

vasokonstriksi sehingga memperberat gangguan aliran darah koroner.

Berkurangnya aliran darah koroner menyebabkan iskemia miokardium.

Pasokan oksigen yang berhenti selama kurang-lebih 20 menit menyebabkan

miokardium mengalami nekrosis (infark miokard). (PERKI, 2014)

Infark miokard dapat dibedakan menjadi infark miokard dengan

elevasi segmen ST (STEMI : ST segment elevation myocardial infarction) dan

infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI : non ST segment

elevation myocardial infarction). Diagnosa infark miokard STEMI ditegakkan

melalui angina tipikal dengan riwayat nyeri dada yang berlangsung selama 20

menit atau lebih yang tidak membaik dengan pemberian niitrogliserin dan

perubahan EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk STEMI.

Infark miokard NSTEMI ditegakkan diagnosanya atas dasar keluhan angina

tipikalyang dapat disertai dengan perubahan EKG spesifik, dengan

peningkatan marka jantung.(PERKI, 2014)

Penatalaksanaan terapi infark miokard baik STEMI maupun NSTEMI

memiliki beberapa tahap. Penatalaksanaan infark miokard STEMI dimulai

sejak kontak medis , baik untuk diagnosis dan pengobatan, dilanjutkan

Page 4: Proposal Hilal

dengan terapi reperfusi, terapi fibrinolitik, subbagian khusus, logistik,

penilaian risiko dan pencitraan, terapi jangka panjang, dan komplikasi STEMI.

Untuk penatalaksanaan infark miokard NSTEMI berdasarkan stratifikasi rasio,

dapat ditentukan kebutuhan untuk dilakukan strategi invasif dan waktu

pelaksanaan revaskularisasi, kemudian perhatian terhadap populasi dan

situasi khusus, dan manajemen jangka panjang dan pencegahan sekunder.

(PERKI, 2014)

Pengobatan pasien infark miokard secara umum mengacu pada

pedoman tata laksana terapi dan standarisasi formularium yang ditetapkan

oleh rumah sakit. Pengobatan hendaknya bersifat rasional dan bertujuan

meningkatkan kualitas atau mempertahankan hidup pasien. Terapi obat yang

rasional, aman, dengan biaya yang efisien tergantung pada ketepatan

diagnosa, peresepan, monitoring, evaluasi terapi obat, pemahaman dan

kepatuhan pasien. (Adusumilli and Adepu, 2014)

Dalam perjalanan penyakit infark miokard ini, sering ditemukan

beberapa masalah yang terkait dengan pengobatan. Masalah yang terkait

penggunaan obat seperti efek yang tidak diharapkan, interaksi obat, alergi,

tidak tepat dosis, intoksikasi, dan lainnya.

Drug Related Problems/DRPs (masalah yang terkait dengan obat)

adalah suatu kejadian terkait dengan terapi obat yang secara nyata atau

potensial mengganggu pencapaian hasil terapi yang diinginkan (PCNE 2013)

Page 5: Proposal Hilal

atau setiap kejadian yang tidak diinginkan, dialami oleh seorang pasien yang

melibatkan atau diduga melibatkan terapi obat sehingga dapat mengganggu

tercapainya tujuan terapi yang diinginkan (Cipolle et.al, 2007).

Drug Related Problems/DRPs didefinisikan sebagai kejadian yang

berpotensi mempengaruhi outcome kesehatan pada pasien. DRPs dapat

terjadi pada semua proses penggunaan obat mulai dari peresepan hingga

penyerahan dan juga karena tidak adanya follow up dan pengkajian outcome

terapeutik. Pharmaceutical care menjadi kegiatan kooperatif dengan tenaga

kesehatan profesional lainnya dan bersentuhan langsung dengan pasien

untuk meningkatkan kualitas penggunaaan obat dan mencapai harapan

outcome terpeutik. Pharmaceutical care mengidentifikasi dan mengatasi baik

aktual maupun berpotensi terjadinya DRPs. . (Adusumilli and Adepu, 2014)

Berdasarkan hal tersebut diatas, maka dilakukan penelitian tentang

kajian drug related problems (DRPs) pada pasien infark miokard.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah berapa besar tingkat kejadian

Drug Related Problems /DRPs pasien infark miokard di Cardiovascular Care

Unit (CVCU) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

Page 6: Proposal Hilal

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat kejadian

Drug Related Problems /DRPs pasien infark miokard di Cardiovascular Care

Unit (CVCU) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo

Makassar.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui adanya :

a) Indikasi tidak diterapi

b) Pemilihan obat tidak sesuai

c) Dosis subterapi

d) Kegagalan pasien menerima obat

e) Overdosis

f) Reaksi obat yang merugikan

g) Interaksi obat

h) Terapi tanpa indikasi

Page 7: Proposal Hilal

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat mendapatkan pola dan frekuensi kejadian

Drug Related Problems /DRPs pasien infark miokard serta menjadi bahan

pertimbangan dalam menentukan terapi farmakologis pasien infark miokard

di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Rumah Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar.

Page 8: Proposal Hilal

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Infark miokard

1. Definisi

Infark adalah area nekrosis koagulasi pada jaringan

akibat iskemia lokal, disebabkan oleh obstruksi sirkulasi ke

daerah itu, paling sering karena trombus atau embolus. Proses

infark miokardium terjadi segera setelah terjadi sumbatan

koroner akut, aliran darah di pembuluh darah koroner di luar

sumbatan menjadi terhenti, kecuali sejumlah kecil aliran

kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya. (Guyton and Hall,

2007 )

Infark miokard didefinisikan secara universal

berdasarkan dua kriteria utama yakni kriteria untuk Infark

miokard akut dan kriteria sebelum terjadinya Infark miokard

(Braunwald dkk, 2015).

a. Kriteria untuk Infark miokard akut

Istilah infark miokard akut digunakan bila terjadi nekrosis

miokard yang konsisten dengan iskemia miokard akut. di

bawah ini merupakan beberapa kondisi yang menjadi salah

satu kriteria diagnosa infark miokard :

Page 9: Proposal Hilal

i. Deteksi kenaikan dan / atau penurunan nilai biomarka

jantung , dengan setidaknya satu nilai di atas persentil

ke-99 URL dan dengan setidaknya salah satu dari

kriteria di bawah ini :

Gejala iskemia

Perubahan gelombang T segmen ST yang baru atau

dianggap baru secara signifikan atau left bundle

branch block (LBBB) yang baru

Pengembangan patologis gelombang Q pada EKG

Adanya bukti pencitraan terhadap hilangnya viabilitas

atau munculnya kelainan kinetik regional yang baru

dari miokardium

Identifikasi suatu trombus intrakoroner dengan

angiografi atau otopsi

ii. Kematian jantung dengan gejala iskemia miokard

sugestif dan diduga terjadi perubahan iskemik baru pada

EKG atau LBBB yang baru, namun kematian terjadi

sebelum biomarka jantung ditentukan atau sebelum

nilainya mengalami peningkatan.

iii. Percutaneous Coronary Intervention terkait infark

miokard yang berubah-ubah didefinisikan melalui

Page 10: Proposal Hilal

peningkatan nilai ctn (untuk> 5 × persentil ke-99 URL)

pada pasien dengan nilai-nilai dasar yang normal (≤99th

persentil dari URL) atau kenaikan nilai ctn> 20% jika nilai

dasar mengalami kenaikan dan stabil atau menurun.

Selain itu,

Gejala sugestif iskemia miokard,

Perubahan iskemik baru pada EKG,

Temuan angiografi konsisten dengan komplikasi

prosedural,

Pencitraan perlu dilakukan untuk mendeteksi kelainan

kinetik miokardium

iv. Trombosis stent dengan infark miokard bila terdeteksi

dengan angiografi koroner atau otopsi dengan iskemia

miokard dan dengan kenaikan dan / atau penurunan nilai

biomarka jantung dan setidaknya satu nilai yang lebih

tinggi dari persentil ke-99 URL.

v. Coronary Artery Bypass Grafting dengan infark miokard

yang berubah-ubah didefinisikan melalui peningkatan

nilai biomarka jantung (untuk> 10 × persentil ke-99 URL)

pada pasien dengan yang nilai normal dasar ctn

(persentil ≤99th URL). Selain itu,

Page 11: Proposal Hilal

Gelombang Q patologis yang baru atau LBBB yang

baru,

Angiografi menggambarkan graft baru atau

oklusi arteri koroner yang baru, atau

Perlunya bukti pencitraan terhadap hilangnya

viabilitas atau munculnya kelainan kinetik regional

yang baru dari miokardium

b. Kriteria sebelum terjadinya infark miokard

Salah satu dari kriteria berikut memenuhi diagnosis untuk

sebelum terjadinya infark miokard :

i. Gelombang Q patologis dengan atau tanpa gejala

tidak adanya penyebab non iskemik

ii. Imaging evidence of a region of loss of viable

myocardium that is thinned and fails to contract in the

absence of a nonischemic cause

iii. Temuan patologis dari sebelum terjadi infark miokard

2. Patologi penyakit

Patologi infark miokard yaitu kematian sel miokard akibat

iskemia berkepanjangan. (Thygesen K. dkk, 2012).

Kejadian infark miokard diawali dengan terbentuknya

aterosklerosis yang kemudian ruptur dan menyumbat pembuluh

Page 12: Proposal Hilal

darah. Segera setelah terjadi sumbatan koroner akut aliran darah di

pembuluh darah koroner di luar sumbatan menjadi terhenti, kecuali

sejumlah kecil aliran kolateral dari pembuluh darah di sekitarnya.

Daerah otot yang sama sekali tidak mendapat aliranatau alirannya

sangat sedikit sehingga tidak dapat mempertahankan fungsi otot

jantung, dikatakan mengalami infark. (Guyton and Hall, 2007 )

Segera setelah onset infark, sejumlah kecil daerah kolateral

mulai merembes ke dalam daerah infark, dan hal ini bersamaan

dengan dilatasi progresif pembuluh darah lokal. Pada tahap

selanjutnya, dinding pembuluh darah menjadi sangat permeabel dan

membocorkan cairan; jaringan otot lokal menjadi edem, dan sel otot

jantung mulai membengkak akibat berkurangnya metabolism seluler.

Dalam waktu beberapa jam hamper tanpa suplai darah, sel-sel otot

jantung akan mati. (Guyton and Hall, 2007 )

3. Kategori Infark miokard

Infark miokard akut dapat didefinisikan dari beberapa presentasi

klinik, gambaran elektrokardiogram (EKG), biokimia, dan karakteristik

patologik.(Chairperson F.dkk, 2008)

Gejala utama yang memulai penegakan diagnosa dan

pemberian terapi adalah nyeri dada, namun klasifikasi pasien

Page 13: Proposal Hilal

didasarkan pada elektrokardiogram (EKG). Dua kategori pasien

sebagai berikut: (Bassand JP.dkk, 2011)

Pasien dengan nyeri dada akut dan persisten (> 20 menit) elevasi

ST-segmen. Hal ini dinamakan Acute Coronary Syndrome

elevasi-ST (STE-ACS) dan umumnya menggambarkan jumlah

oklusi koroner akut. Sebagian besar berkembang menjadi ST-

elevasi Miocard Infarction (STEMI). Tujuan terapi adalah untuk

mencapai reperfusi yang cepat, lengkap, dan berkelanjutan

dengan angioplasti primer atau terapi fibrinolitik.

Pasien dengan nyeri dada akut tetapi tanpa persisten segmen

elevasi ST. Pasien-pasien ini memiliki depresi segmen ST lebih

persisten atau transient atau gelombang T yang inversi,

gelombang T datar, pseudo-normalisasi gelombang T, atau

terdapat presentasi perubahan pada EKG. Strategi awal pada

pasien ini adalah untuk mengurangi iskemia dan gejalanya, untuk

memantau serial EKG pasien, dan pengukuran ulang penanda

nekrosis miokard. Pada presentasi klinik, diagnosa non elevasi –

segmen ST ACS (NSTE-ACS), berdasarkan pengukuran

troponin, akan lebih khusus menjadi non elevasi-ST Miocard

Infarction (NSTEMI) atau angina tidak stabil.

Page 14: Proposal Hilal

Gambar 1. Iskemik miokard dan infark (Thygesen K. dkk, 2012)

B. Farmakoterapi Infark Miokard

1. Pasien infark miokard dengan elevasi segmen-ST (STEMI)

Fibrinolisis merupakan strategi reperfusi yang penting, terutama

pada tempat yang tidak melakukan intervensi koroner perkutan

(IKP) pada pasien STEMI dalam waktu yang disarankan. Terapi

fibrinolitik diberikan dalam 12 jam sejak awitan gejala pada pasien-

pasien-pasien tanpa indikasi kontra apabila IKP primer tidak bias

dilakukan oleh tim yang berpengalaman dalam 120 menit sejak

kontak medis pertama.(PERKI, 2014).

Page 15: Proposal Hilal

Tabel 1. Dosis Obat Fibrinolitik (Steg G, 2012)

Terapi fibrinolitik dilanjutkan dengan pemberian antiplatelet dan

antikoagulan sebagai terapi tambahan. Dosis antiplatelet dan

antikoagulan sebagai terapi tambahan pada pemberian fibrinolisis

tertera pada tabel 2.

Page 16: Proposal Hilal

Tabel 2. Dosis antiplatelet dan antikoagulan sebagai terapi

tambahan pada fibrinolisis (Steg G, 2012)

2. Pasien infark miokard dengan non elevasi segmen-ST (NSTEMI)

Obat yang digunakan pada pasien berisiko rendah (Depkes, 2006)

Aspirin & Klopidogrel

Jika aspirin intoleransi dan klopidogrel tidak dapat digunakan,

gunakan :

Ticlopidine

Nitrat

Tablet sublingual atau spray atau IV

Page 17: Proposal Hilal

(kontraindikasi pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam

ke belakang. Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan

gagal RV)

β-bloker oral (jika tidak kontra indikasi)

antagonis kalsium non-dihidropiridin jika sukar untuk

meneruskan pengobatan yang terdahulu.

Senyawa penurun lipid

Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet LDL-c> 2.6 mmol/L (100

mg/dL) dimulai dalam 24-96 jam setelah masuk RS.Dilanjutkan

pada saat keluar RS

Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul sendiri

atau dalam kombinasi dengan obnormalitas lipid lain

Heparin

(tidak dilanjutkan jika diagnosa enzim kardiak sekunder normal)

test stress direkomendasikan meskipun selama berada di RS atau

dalam 72 jam

Obat yang digunakan pada pasien berisiko tinggi :

Pengobatan Iskemia

Nitrat

Tablet sublingual atau spray (max 3 dosis). Jika sakit tidak

berkurang, lanjutkan dengan pemakaian IV. Nitrogliserin IV

Page 18: Proposal Hilal

lazimnya diganti dengan nitrat oral dalam 24 jam periode bebas

sakit. Regimen dosis oral seharusnya memiliki interval bebas

nitrat untuk mencegah berkembangnya toleransi. Kontraindikasi

pada pasien yang menerima sildenafil dalam 24 jam yang lalu.

Gunakan dengan perhatian pada pasien dengan gagal RV.

β-bloker

Direkomendasikan jika tidak ada kontraindikasi. Jika sakit dada

berlanjut, gunakan dosis pertama IV yang diikuti dengan tablet

oral. Semua β-bloker itu keefektifannya sama, tetapi β-bloker

tanpa aktivitas simpatomimetik intrinsik lebih disukai.

Morfin sulfat

Direkomendasikan jika sakit tidak kurang dengan terapi anti

iskemia yang cukup dan jika terdapat kongesti pulmonary atau

agitasi parah. Dapat digunakan dengan nitrat selama tekanan

darah dimonitor. 1-5 mg IV setiap 5-30 menit jika diperlukan, perlu

diberikan juga obat anti muntah. Penggunaan disertai perhatian

jika terjadi hipotensi pada penggunaan awal nitrat

Pilihan Pengobatan Lain Untuk Iskemia :

Antagonis Kalsium

Dapat digunakan ketika β-bloker kontra indikasi (verapamil &

diltiazem lebih disukai). Antagonis kalsium dihidropiridin dapat

Page 19: Proposal Hilal

digunakan pada pasien yang sulit sembuh hanya setelah gagal

menggunakan nitrat dan β-bloker Inhibitor ACE. Diindikasikan

pada hipertensi yang tetap (walaupun sedang menjalani

pengobatan dengan nitrat dan β-bloker), disfungsi sistolik LV,CHF.

Terapi Antiplatelet dan Antikoagulan

Esensial untuk memodifikasi proses penyakit & kemungkinan

perkembangannya menuju kematian, MI atau MI berulang.

Aspirin dan Klopidogrel

Sebaiknya diinisiasi dengan baik. Untuk pasien intoleransi aspirin

& ketika klopidogrel tidak dapat digunakan.

Heparin

Heparin bobot molekul rendah (LMWH = low molecular weight

heparin) secara subkutan atau heparin tidak terfraksinasi (UFH =

unfractioned heparin) secara IV dapat ditambahkan sebagai terapi

antiplatelet.

Antagonis GP IIb/IIIa

Penggunaannya direkomendasikan sebagai tambahan aspirin &

UFH pada pasien dengan iskemia berlanjut atau dengan risiko

tinggi lainnya & untuk pasien yang intervensi koroner

percutaneous direncanakan

Modifikasi risiko :

Page 20: Proposal Hilal

Senyawa menurun lipid

- Inhibitor HMG-CoA reduktase & diet untuk LDL-c> 2,6 mmol/L

(100mg/dL) dimulai dengan 24-96 jam setelah masuk RS

Diteruskan saat keluar RS

- Fibrat atau niasin jika HDL-c < 1 mmol/L (40 mg/dL) muncul

sendiri atau kombinasi dengan abnormalitas lipid lain.

C. Drug Related Problems (DRPs)

1. Definisi

Drug related problems (DRPs) atau masalah terkait obat

didefinisikan sebagai kejadian yang yang berpotensi mempengaruhi

outcome kesehatan pada pasien. DRPs dapat terjadi pada semua

proses penggunaan obat mulai dari peresepan hingga penyerahan

serta tidak adanya follow up dan pengkajian outcome terapeutik juga

dapat berkontribusi pada DRPs. (Adusumilli and Adepu, 2014)

Drug related problems (DRPs) didefinisikan sebagai beberapa

kejadian yang tidak diharapkan yang dialami pasien yang melibatkan

atau diduga melibatkan terapi obat yang secara aktual atau berpotensi

menggangu harapan dan pencapaian outcome pasien secara optimal.

(Cipolle et.al, 2007)

2. Klasifikasi

Page 21: Proposal Hilal

Klasifikasi Drug Related Problems (DRPs) terdiri dari berbagai

macam pola dengan sistematika yang berbeda-beda. (Adusumilli and

Adepu, 2014)

a) The ABC of DRPs

i. Tipe A (aksi obat) efek merugikan

ii. Tipe B (reaksi pasien) efek merugikan

iii. Tipe C (statistik) efek merugikan

b) American Society of Hospital Pharmacists (ASHP)

i. Pengobatan tanpa indikasi

ii. Kondisi dimana obat tidak diresepkan

iii. Peresepan pengobatan tidak sesuai pada kondisi khusus

iv. Ketidaksesuaian dosis, bentuk sediaan, waktu pemberian, rute

pemberian, atau metode pemberian.

v. Duplikasi pengobatan

vi. Peresepan obat pada pasien alergi obat tersebut

vii. Kejadian aktual dan yang berpotensi menghasilkan efek

merugikan

viii. Interaksi signifikan baik aktual maupun berpotensi pada obat-

obat, obat-penyakit, obat-nutrisi, dan obat-tes laboratorium

ix. Gangguan terapi pengobatan oleh penggunaan obat secara

social atau rekreasional.

Page 22: Proposal Hilal

x. Gagal menerima keuntungan penuh dari terapi yang diresepkan

xi. Masalah yang timbul dari pengaruh biaya terapi

xii. Kurangnya pemahaman terhadap pengobatan

xiii. Kegagalan pasien mematuhi pengobatan

c) Klasifikasi Cipolle/Morley/Strand

i. Kebutuhan untuk terapi tambahan

ii. Terapi yang tidak perlu

iii. Salah obat

iv. Dosis terlalu rendah

v. Reaksi obat yang merugikan

vi. Dosis terlalu tinggi

vii. Masalah kepatuhan

d) Granada consensus

i. Indikasi

Pasien tidak menggunakan obat yang dibutuhkan

Pasien menggunakan obat yang tidak dibutuhkan

ii. Efektivitas

Pasien menggunakan obat yang keliru

iii. Pengobatan

Pasien menggunakan obat dengan dosis, interval, atau durasi

yang lebih rendah

Page 23: Proposal Hilal

iv. Keamanan

Pasien menggunakan obat dengan dosis, interval, atau durasi

yang lebih tinggi

Pasien menggunakan obat yang menyebabkan reaksi yang

merugikan

e) Pendekatan Hanlon

i. Indikasi

ii. Efektivitas

iii. Dosis

iv. Arahan benar

v. Arahan praktis

vi. Interaksi obat-obat

vii. Interaksi obat-penyakit

viii. Duplikasi

ix. Durasi

x. Biaya

f) Klasifikasi Hepler-Strand

i. indikasi tidak diterapi

ii. pemilihan obat yang tidak sesuai

iii. dosis subterapi

Page 24: Proposal Hilal

iv. gagal menerima obat

v. overdosis

vi. reaksi merugikan

vii. interaksi obat

viii. penggunaan obat tanpa indikasi

Page 25: Proposal Hilal

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan

mengikuti rancangan deskriptif analitik dan pengambilan data

secara prospektif.

B. Waktu dan lokasi penelitian

Waktu penelitian dilaksanakan pada periode bulan April - Juli

dan lokasi penelitian di Cardiovascular Care Unit (CVCU) Rumah

Sakit Umum Pusat Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar.

C. Bahan dan alat penelitian

Bahan penelitian untuk mengkaji Drug Related Problems /DRPs

berupa rekam medik pasien meliputi informasi umum pasien (usia,

jenis kelamin, TB, BB), regimen terapi (jenis obat, dosis pemberian

dan aturan pemakaian), serta kondisi klinis pasien berdasarkan

informasi dalam rekam medis dan penilaian klinisi

Alat penelitian untuk mengkaji DRPs digunakan standar acuan

penilaian DRPs yaitu Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut

Page 26: Proposal Hilal

oleh PERKI 2014, ACCF/AHA Guideline for the Management of

ST-Elevation Myocardial Infarction 2013, ACCF/AHA Focused

Update of the Guideline for the Management of Patients With

Unstable Angina/Non -ST-Elevation Myocardial Infarction 2012,

Pharmacotherapy-A pathophysiologic Approach 2008 meliputi

kajian DRPs berdasarkan Hepler and Strand Classifications.

D. Populasi dan sampel

Populasi adalah pasien infark miokard di Cardiovascular Care

Unit (CVCU) RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Sampel

adalah pasien infark miokard rawat inap di CVCU RSUP. Dr.

Wahidin Sudirohusodo periode April – Juli 2015. Kriteria inklusi dari

sampel yakni :

1. Infark miokard dengan elevasi segmen ST (STEMI : ST

segment elevation myocardial infarction)

2. Infark miokard dengan non elevasi segmen ST (NSTEMI : non

ST segment elevation myocardial infarction)

3. Bersedia menjadi sampel penelitian.

Kriteria eksklusi dari sampel penelitian yakni pasien yang tidak

bersedia menjadi sampel penelitian

Page 27: Proposal Hilal

E. Definisi operasional

1. Drug Related Problems /DRPs dalam penelitian ini adalah kejadian

yang tidak diharapkan yang dialami oleh pasien akibat atau diduga

akibat terapi obat secara aktual maupun potensial menganggu

outcome terapi yang diharapkan

2. Indikasi tidak diterapi adalah kondisi ketika pasien membutuhkan

terapi obat tetapi tidak menerima terapi. Problems pasien dilihat

dari hasil diagnosa dokter dan data laboratorium serta keluhan

yang dialami pasien.

3. Pemilihan obat tidak sesuai dilihat berdasarkan penggunaan obat

pasien yang tidak diperbolehkan pada pasien infark miokard pada

situasi atau kondisi tertentu sesuai dengan standar acuan

penelitian

4. Dosis subterapi maksudnya dosis yang diberikan terlalu rendah

untuk memberikan respon terapi yang diinginkan atau frekuensi

maupun durasi terapi tidak sesuai dengan standar terapi pada

pasien infark miokard.

5. Kegagalan dalam menerima obat dilihat berdasarkan kepatuhan

pasien terhadap terapi yang diberikan serta faktor lain yang

mempengaruhi kegagalan mendapat terapi seperti

ketidakmampuan secara ekonomi.

Page 28: Proposal Hilal

6. Overdosis maksudnya penggunaan obat dalam dosis berlebihan

meliputi dosis obat yang diberikan untuk pasien lebih tinggi

dibanding standar terapi atau durasi terapi berlebihan dari

ketentuan dan standar acuan penelitian.

7. Reaksi obat merugikan merupakan suatu kondisi klinis (aktual)

pasien mengalami reaksi efek merugikan dari obat yang digunakan

8. Interaksi obat merupakan hasil kajian literatur kejadian interaksi

antara obat dengan obat lainnya yang digunakan pasien.

9. Terapi tanpa indikasi berarti pasien menerima obat tanpa adanya

problems medis yang jelas pada diri pasien dalam rekam medis;

atau jika terapi non obat lebih sesuai dengan kondisi pasien; atau

adanya terapi obat untuk mengatasi efek samping obat lain; atau

karena duplikasi obat yang digunakan pasien.

10.Penilaian tingkat kejadian DRPs dilakukan dengan cara mencatat

kejadian DRPs setiap pasien berdasarkan klasifikasi yang

ditentukan.

Page 29: Proposal Hilal

F. Prosedur penelitian

1. Pengajuan proposal penelitian

Berdasarkan kajian literatur dan studi pustaka maka

proposal berjudul Kajian Drug Related Problems (DRPs) Pasien Infark

Miokard di Cardiovascular Care Unit (CVCU) RSUP Dr. Wahidin

Sudirohusodo Makassar ini disusun dan diajukan

2. Pengajuan izin etika penelitian (ethical clearance)

Penelitian dilakukan melibatkan sampel penelitian berupa

pasien infark miokard. Untuk mendapat data sesuai tujuan penelitian

diperlukan pengajuan izin etika penelitian kepada Komite Etik Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

3. Pengajuan izin penelitian di Rumah Sakit Umum Pusat

Rencana penelitian akan dilakukan di Cardiovascular Care

Unit (CVCU) RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar. Untuk

mendapatkan ijin penelitian, dibuat surat permohonan izin penelitian

kepada Direktur melalui bagian Pendidikan dan Penelitian (Diklit)

RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo Makassar

4. Penetapan sampel yang akan di evaluasi

Sampel adalah pasien dengan kriteria inklusi infark miokard

dengan elevasi segmen ST dan non elevasi segmen ST. Selanjutnya

Page 30: Proposal Hilal

meminta kesediaan pasien sebagai sampel penelitian dengan mengisi

inform consent .

5. Pengambilan Data

a) Pencatatan rekam medik pasien

Jenis data yang dikumpulkan selama penelitian meliputi

karakteristik pasien (nama, no.rekam medik, usia, jenis kelamin) serta

kondisi klinis pasien (mulai MRS dan komorbiditas)

b) Data profil pengobatan

Jenis data profil pengobatan pasien dibutuhkan untuk

melakukan kajian DRPs meliputi regimen terapi (jenis obat, jumlah

obat, dosis pemberian, dan aturan pemakaian) serta data pelengkap

sesuai rekam medis pasien antara lain hasil diagnosa, hasil

laboratorium, pemeriksaan marka jantung, dan gambaran

elektrokardiogram (EKG). Metode wawancara juga dilakukan untuk

menggali informasi yang tidak ada dalam rekam medis terkait efek

pengobatan pasien seperti kejadian merugikan akibat obat atau efek

samping selama penggunaan obat. Selain itu wawancara juga

dimaksudkan untuk mengetahui apakah pasien gagal menerima obat

akibat ketidakpatuhan terapi maupun kemampuan ekonomi atau

faktor lain misal intoleransi dengan efek samping obat

Page 31: Proposal Hilal

G. Analisis data

1. Data pengobatan pasien dilakukan kajian DRPs berdasarkan standar

acuan penelitian.

2. Hasil kajian DRPs dikelompokkan berdasarkan poin dan klasifikasi

DRPs berdasarkan standar acuan penelitian.

Klasifikasi DRPs berdasakan Hepler And Strand Classification

a) Indikasi tidak diterapi

b) Pemilihan obat tidak tepat

c) Dosis subterapi

d) Gagal menerima obat

e) Over dosis

f) Adverse reactions

g) Interaksi obat

h) Terapi tanpa indikasi

3. Untuk mengetahui tingkat kejadian maka setiap poin DRPs

dipersentasekan dengan cara menghitung sesuai rumus :

Jumlah kasus DRPs untuk setiap poin DRPs x 100%

Total kasus DRPs

Page 32: Proposal Hilal

H. KERANGKA TEORI

Presentasi Klinik

Diagnosa

EKG

Biomarka

Diagnosa akhir

Manifestasi akhirEKG

IM gelombang QIM non gelombang Q

Negatif Positif Positif Negatif

Elevasi STElevasi non ST

Ruptur plak dengan trombus

Vasospasme / disfungsi endotel

Aterosklerosis dan imbalansi suplai kebutuhan

Imbalansi suplai kebutuhan

Penyebab imbalansi kebutuhan suplai 02

I S K E M I A

Sindrom Koroner Akut (Aterotrombotik)

Imbalansi suplai kebutuhan (Aterotrombotik)

Angina ≠ stabil NSTEMI tipe IAngina ≠ stabilNSTEMI tipe II STEMI

F A R M A K O T E R A P I

Drug related problems (DRPs)

Page 33: Proposal Hilal

I. KERANGKA KONSEP

PASIEN INFARK MIOKARD (IM) :

IM elevasi segmen-ST

IM non elevasi segmen-ST

FARMAKOTERAPI

Indikasi

Dosis

Lama pemberian

Drug Related Problems (DRPs)

Indikasi tidak diterapi

Pemilihan obat tidak sesuai

Dosis subterapi

Gagal menerima obat

Over dosis

Reaksi obat merugikan

Interaksi obat

Terapi tanpa indikasi

Page 34: Proposal Hilal

DAFTAR PUSTAKA

Adusumulli P.K. Adepu R.. 2014. Drug Related Problems : An Over View of Various Classification Systems Vol 7. Issue 4

Chairperson F., Bax J., Bietriu A., et al. 2008. Management of acute myocardial infarction in patients presenting with persistent ST-segment elevation

Cipolle, R.J., Strand L.M., and Morley P.C.. 1998. Pharmaceutical Care

Practice. The McGraw-Hill Companies, New York

Departemen Kesehatan RI. 2006. Pharmaceutical Care Untuk Pasien Penyakit Jantung Koroner : Fokus Sindrom Koroner Akut. Depkes RI : Jakarta

Guyton A.C., Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. hlm 266

Hamm C.W., Bassand P., Agewall S., et al. 2011. ESC Guidelines for the management of acute coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-segment elevation :The Task Force for the management of acute coronary syndromes (ACS) in patients presenting without persistent ST-segment elevation of the European Society of Cardiology (ESC). Eur Heart J ;32:2999-3054

Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. 2014. Pedoman Tatalaksana Sindrom Koroner Akut. PERKI. Jakarta

Scirica M.B., Morrow D.A. 2015. ST Elevation Myocardial Infarction : Pathology, Pathopysiology, and Clinical Features. In: Braunwald’s Heart Disease: A Textbook Of Cardiovascular Medicine, 10th ed. Elseiver , Singapore ;1069-70.

Page 35: Proposal Hilal

Steg G, James SK, Atar D, et al. 2012. Management of Acute Myocardial Infarction in Patients Presenting with Persistent ST-segment Elevation: The Task Force on the Management of ST-Segment Elevation Acute Myocardial Infarction of the European Society of Cardiology. Eur Heart J ;33:2586-90.

Thygesen K, Alpert JS, Harvey D., et al. 2007. Universal Definition of Myocardial Infarction. : White on behalf of the Joint ESC/ACCF/AHA/WHF Task Force for the Redefinition of Myocardial Infarction Eur Heart J ;28:2525-38

World Health Organization. 2012. World Health Report-Cardiovascular Disease. (Online. Diakses 7 Januari 2015 )