Proposal Gizi

34
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Saat ini partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan masih belum menggembirakan. Berbagai program yang dilancarkan belum optimal dalam memberi efek kepada masyarakat, yakni perubahan perilaku masyarakat dalam memelihara kesehatannya secara mandiri. Gambaran perilaku masyarakat tersebut dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkannya, yakni masih tingginya angka-angka berbagai indikator yang merepresentasikan masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia seperti masih rendahnya status gizi (Baliwati,2006). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi nasional status gizi penduduk umur 6-14 tahun (usia sekolah) kategori kurus menurut jenis kelamin adalah laki-laki 13,3% dan perempuan 10,9%. Bila dilihat dari konsumsi energi dan protein, secara nasional persentase rumah tangga dengan konsumsi energi rendah sebesar 59,0% dan konsumsi protein rendah sebesar 58,5%. Di provinsi Sulawesi Selatan, status gizi penduduk usia 6-14 tahun kategori kurus adalah laki-laki 15,5% dan perempuan 13,4%, lebih tinggi di atas prevalensi nasional, dan termasuk pula di antara 21 provinsi dengan persentase konsumsi energi dan protein rendah lebih tinggi di atas angka nasional, yaitu sebanyak 71,7% dan 61,7%.

description

PROPOSAL PENELITIAN SKRIPSI

Transcript of Proposal Gizi

Page 1: Proposal Gizi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Saat ini partisipasi masyarakat dalam bidang kesehatan masih belum

menggembirakan. Berbagai program yang dilancarkan belum optimal dalam

memberi efek kepada masyarakat, yakni perubahan perilaku masyarakat

dalam memelihara kesehatannya secara mandiri. Gambaran perilaku

masyarakat tersebut dapat dilihat dari dampak yang ditimbulkannya, yakni

masih tingginya angka-angka berbagai indikator yang merepresentasikan

masih rendahnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia seperti masih

rendahnya status gizi (Baliwati,2006).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2007, prevalensi

nasional status gizi penduduk umur 6-14 tahun (usia sekolah) kategori kurus

menurut jenis kelamin adalah laki-laki 13,3% dan perempuan 10,9%. Bila

dilihat dari konsumsi energi dan protein, secara nasional persentase rumah

tangga dengan konsumsi energi rendah sebesar 59,0% dan konsumsi protein

rendah sebesar 58,5%. Di provinsi Sulawesi Selatan, status gizi penduduk

usia 6-14 tahun kategori kurus adalah laki-laki 15,5% dan perempuan 13,4%,

lebih tinggi di atas prevalensi nasional, dan termasuk pula di antara 21

provinsi dengan persentase konsumsi energi dan protein rendah lebih tinggi di

atas angka nasional, yaitu sebanyak 71,7% dan 61,7%.

Page 2: Proposal Gizi

2

Bila dilihat per kabupaten/kota di Sulawesi Selatan, prevalensi status

gizi penduduk umur 6-14 tahun kategori kurus di atas prevalensi nasional,

yaitu untuk laki-laki sebanyak 16 kabupaten/kota, termasuk kabupaten Barru,

dan prevalensi anak perempuan kurus terdapat di 14 kabupaten/kota. Dilihat

dari konsumsi energi dan protein, persentase RT dengan konsumsi energi

rendah di atas persentasi nasional sebanyak 20 kabupaten/kota dan konsumsi

protein rendah sebanyak 14 kabupaten/kota. Kabupaten Barru termasuk salah

satu kabupaten dengan persentase konsumsi energi dan protein kurang di atas

persentase nasional, di mana persentasi rumah tangga dengan konsumsi

energi kurang sebanyak 77,9% dan protein kurang sebanyak 64,2%.6

Terdapat kaitan yang sangat erat antara status gizi dengan konsumsi

makanan. Tingkat status gizi yang optimal akan tercapai apabila memenuhi

kebutuhan zat gizi. Namun demikian, status gizi seseorang dalam suatu masa

tidak hanya ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada saat itu, tetapi lebih

banyak ditentukan oleh konsumsi zat gizi pada masa lampau, bahkan jauh

sebelum masa itu. Ini berarti bahwa konsumsi zat gizi masa kanak-kanak

memberi andil terhadap status gizi setelah dewasa.

Posyandu merupakan salah satu Upaya Kesehatan Bersumber Daya

Masyarakat (UKBM) yang paling dikenal oleh masyarakat. Kegiatan yang

ada di posyandu terdapat lima kegiatan yaitu Keluarga Berencana (KB),

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), gizi, imunisasi dan penanggulangan diare

dapat digunakan sebagai upaya untuk menurunkan angka kematian bayi dan

balita. Posyandu merupakan tempat pelayanan kesehatan masyarakat yang

Page 3: Proposal Gizi

3

dapat mencapai masyarakat dengan perekonomian yang rendah. Posyandu

sebaiknya dilakukan secara rutin kembali seperti pada masa orde baru karena

posyandu dapat mendeteksi permasalahan gizi dan kesehatan di berbagai

daerah Indonesia. Permasalahan gizi buruk pada anak balita, kekurangan gizi,

busung lapar, dan masalah kesehatan lainnya termasuk kesehatan ibu dan

anak dapat dicegah apabila posyandu dapat diaktifkan kembali melalui lima

program kegiatan di posyandu secara menyeluruh di berbagai daerah

Indonesia (Depkes RI,2006).

Dalam melaksanakan program posyandu diperlukan dukungan

partisipasi masyarakat terutama ibu balita. Partisipasi sebagaimana

diungkapkan Adi,dkk (2008), adalah suasana dimana orang dalam (insider)

aktif berinisiatif, merencanakan dan melaksanakan yang bertujuan untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, dan orang luar (outsider) lebih banyak

berperan sebagai pendamping dan penasehat karenanya pendekatan

partisipasi haruslah bertujuan mendukung inovasi lokal menghargai

perbedaan dan kesulitan pihak lain, serta mengutamakan peningkatan

kemampuan lokal. Untuk dapat membentuk posyandu yang dapat bertahan

kelangsungannya diperlukan juga dukungan sosial sehingga masyarakat

terutama ibu balita terdorong aktif ikut serta dalam perencanaan, pelaksanaan,

pengawasan dan dapat menikmati hasil dari program posyandu tersebut.

Menurut Adi, dkk (2008) dengan adanya partisipasi masyarakat

perencanaan program posyandu diupayakan menjadi lebih terarah, artinya

rencana atau program yang disusun sesuai dengan yang dibutuhkan oleh

Page 4: Proposal Gizi

4

masyarakat, berarti dalam penyusunan program ditentukan prioritas, dengan

demikian pelaksanaan program tersebut akan terlaksana secara efektif dan

efisien. Salah satu indikasi pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah

keaktifan kedatangan masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan yang dalam

hal ini khususnya pemanfaatan posyandu. Kehadiran ibu di posyandu dengan

membawa balitanya sangat mendukung tercapainya salah satu tujuan

posyandu yaitu meningkatkan kesehatan ibu dan balita.

Tetapi kenyataannya, tidak semudah dan sesederhana seperti yang

diperkirakan. Partisipasi masyarakat merupakan hal yang kompleks dan

sering sulit diperhitungkan karena terlalu banyak faktor yang

mempengaruhinya. Faktor sosial budaya di masyarakat kita di mana peranan

bapak/suami sangat dominan dalam proses pengambilan keputusan, maka

umumnya anggota keluarga lainnya sangat kecil inisiatifnya. Hal ini juga

terlihat pada kader setempat agar dapat melakukan semua kegiatan di

posyandu, sehingga dalam pelaksanaannya saling membantu dan dapat

memberikan motivasi kepada ibu yang mempunyai balita agar senatiasa

patuh/mau dalam melakukan kunjungan ke posyandu.

Menurut Buchori (1993) faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

masyarakat yaitu faktor sosial yaitu dilihat dari adanya ketimpangan sosial

masyarakat untuk berpartisipasi, adanya dukungan sosial terhadap individu.

Menurut Kartini dkk (2005), dukungan kepada ibu balita dapat diberikan oleh

keluarga/suami, kader dan petugas kesehatan dalam bentuk-bentuk dukungan

emosional, dukungan penghargaan, dukungan instrumental, dukungan

Page 5: Proposal Gizi

5

informasi dan dukungan penilaian agar ibu balita mau berpartisipasi dalam

kegiatan posyandu dan dapat menikmati hasil dari program posyandu

tersebut. Faktor budaya yaitu adanya kebiasaan atau adat istiadat yang

bersifat tradisional statis dan tertutup terhadap perubahan. Faktor politik yaitu

apabila proses pembangunan yang dilaksanakan kurang melibatkan

masyarakat pada awal dan akhir proses pembangunan sehingga terkendala

untuk berpartisipasi dan pengambilan keputusan.

Menurut Azwar (2005), dalam upaya peningkatan partisipasi

masyarakat, pengetahuan dan sikap merupakan hal yang sangat penting untuk

terbentuknya tindakan seseorang. Menurut Hemas (2007), kenyataan

beberapa tahun terakhir ini, di beberapa daerah kinerja dan partisipasi kader

posyandu dirasakan menurun, hal ini disebabkan antara lain: krisis ekonomi,

kejenuhan kader karena kegiatan rutin, kurang dihayati peran sebagai kader

posyandu sehingga tugas di posyandu kurang menarik atau karena jarang

dikunjungi ibu-ibu balita. Penurunan kinerja posyandu ini dapat dilihat dari

data pada tahun 2005 dari 245.154 posyandu di Indonesia hanya 3,1 yang

mandiri, pada tahun 2006 kader yang aktif hanya 43,3% dan posyandu yang

buka setiap bulan dan cakupan penimbangan 43,3%. Program Posyandu juga

kurang berkembang, hal ini disebabkan karena para petugas lapangan sebagai

motivator dari program tersebut kurang atau tidak memberikan

dorongan/motivasi kepada masyarakat khususnya kepada ibu balita

kesehatannya secara terus menerus. Faktor dari masyarakat yaitu kader juga

dapat memberikan dukungan/dorongan kepada masyarakat agar dapat

Page 6: Proposal Gizi

6

mempengaruhi peran serta masyarakat, apabila kader aktif mengajak ibu

balita untuk ikut dalam kegiatan posyandu maka diharapkan ibu balita pun

akan tertarik untuk ikut serta.

Berdasarkan Riset Kesehatan Daerah tahun 2010, tingkat prevalensi gizi

buruk nasional menurun dari 5,4 % tahun 2007 menjadi 4,9 % tahun 2010.

Kendati demikian masih ada kesenjangan angka antar propinsi. Sebanyak 18

propinsi di Indonesia memiliki prevalensi gizi buruk yang tinggi, misalnya

Sulawesi Selatan 6,4 %, Nusa Tenggara Barat 10,6 % dan Nusa Tenggara

Timur 9 % (Jahari,2000).

Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kasus gizi buruk. Menurut

UNICEF dalam Katitira, 2008, ada dua penyebab langsung terjadinya kasus

gizi buruk. Pertama, kurangnya asupan yang berasal dari makanan. Hal ini

disebabkan terbatasnya jumlah makanan yang dikonsumsi atau makanannya

tidak memenuhi unsur gizi yang dibutuhkan karena alasan sosial dan ekonomi

yaitu kemiskinan. Kedua, akibat terjadinya penyakit yang mengakibatkan

infeksi. Hal ini disebabkan oleh rusaknya beberapa fungsi organ tubuh

sehingga tidak bisa menyerap zat-zat makanan secara baik. Rendahnya status

gizi jelas berdampak pada kualitas sumber daya manusia. Oleh karena status

gizi mempengaruhi kecerdasan, daya tahan tubuh terhadap penyakit,

kematian bayi, kematian ibu, dan produktivitas kerja.

Sudah banyak program penanggulangan gizi buruk yang dilakukan

oleh pemerintah sejak krisis moneter melanda Indonesia pada tahun 1998.

Upaya intervensi dilakukan pada umumnya secara langsung. Kegiatan

Page 7: Proposal Gizi

7

intervensi secara langsung dilakukan dengan program suplementasi gizi

seperti memberikan makanan tambahan pendamping ASI (MP-ASI) berupa

PMT-lokal, pemberian susu formula, pemberian suplementasi zat gizi mikro

berupa taburia dan pemberian multivitamin, disamping itu dilakukan

pemeriksaan klinis dan pengobatan penyakit serta dilakukan juga asuhan

perawatan. Upaya peningkatan partisipasi ibu dalam membina pertumbuhan

dan perkembangan anak balita dapat dilakukan antara lain melalui kegiatan

kelompok bina keluarga balita (BKB).

Di samping itu, kegiatan posyandu terus ditingkatkan melalui kegiatan

perbaikan gizi keluarga (UPGK), dan penyuluhan tentang pentingnya

imunisasi bagi balita dan pentingnya air susu ibu (ASI) bagi pertumbuhan dan

perkembangan balita. Kegiatan tersebut dapat dilaksanakan antara lain

melalui wadah PKK, KB, dan posyandu. Melalui gerakan PKK, wanita

berperan aktif dalam membina kesejahteraan keluarganya. Posyandu

hendaknya tidak hanya menjadi tempat anak untuk ditimbang, diberikan

makanan tambahan dan dipulangkan.

Pemberian makanan tambahan atau PMT bagi seseorang terhadap

tambahan makanan sehari – hari (suplementation) untuk mengurangi

kebutuhan gizinya. Dengan demikian makanan yang diberikan berbentuk

jajan atau makanan kecil, jumlahnya sekelas untuk memenuhi kekurangan

makanan seseorang terhadap kebutuhan yang dianjurkan. PMT sebagai sarana

penyuluhan merupakan salah satu cara penyuluhan gizi, khususnya untuk

Page 8: Proposal Gizi

8

meningkatkan keadaan gizi anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui

(Depkes,2000).

Tujuan umumnya adalah memberikan pengetahuan dan

menumbuhkan kesadaran maasyarakat ke arah perbaikan cari pembagian

pemberian makanan anak balita, ibu hamil dan ibu menyusui, tujuan

khususnya.Adalah memperluas jangkauan pelayanan program UPGK serta

mengumumkan kesadaran masyarakat untuk menggunakan bahan

makanan setempat dan dapat diusaahakan secara swadana. (Depkes, 2000).

PMT sebagai sarana pemulihan diberikan setiap hari, sampai keadaan

gizi penerima makanan tambahan TN menunjukkan perbaikan PMT sebagai

sarana penyususnan diberikan setiap hari, tetapi harus secara periodik agar

dapat mencapai tujuan PMT tersebut. (Depkes,2000)

Disadari atau tidak, program suplementasi gizi hanya mampu

mengatasi masalah dalam jangka pendek, atau ketika program itu masih

berlangsung. Ketika program itu sudah berakhir, maka prevalensi gizi buruk

akan kembali meningkat. Hal ini disebabkan kurangnya kesadaran

masyarakat akan keberlangsungan program karena menganggap bahwa

program tersebut milik kesehatan. Masyarakat tidak merasa bertanggung

jawab bahkan cenderung tidak meneruskan apa yang telah dirintis oleh

program gizi dalam menanggulangi gizi buruk.

Angka kunjungan ibu ke posyandu di Kecamatan Tanralili pada tahun

2013 adalah 97.7 % dan pada tahun 2014 sebesar 85,4 % meskipun menurun

Page 9: Proposal Gizi

9

dari tahun sebelumnya keadaan ini masih lebih tinggi dari target nasional

sebesar 80 % (Profil Puskesmas Tanralili,2015).

Dari data diatas memberi gambaran bahwa kunjungan ibu balita ke

posyandu sudah baik. Demikian pula program upaya perbaikan gizi keluarga

di posyandu melalui pemberian makanan tambahan sudah dilaksanakan tetapi

masih terdapat kasus gizi buruk Kecamatan Tanralili. Atas dasar

permasalahan tersebut penulis ingin melalukan penelitan tentang pengaruh

Pemberian Makanan Tambahan Terhadap Partisipasi Ibu di Posyandu di

Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dan latar belakang tersebut di atas dapat

dirumuskan masalah penelitian sebagai berikut: Apakah ada pengaruh antara

pemberian makanan tambahan penyuluhan terhadap partisipasi ibu di

posyandu di Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui pengaruh pemberian makanan tambahan

penyuluhan terhadap tingkat partisipasi ibu di Posyandu di Kecamatan

Tanralili Kabupten Maros.

Page 10: Proposal Gizi

10

D. Manfaat Penelitian

1. Sebagai masukan bagi Dinas Kesehatan Kabupaten Maros untuk

meningkatkan cakupan program kesehatan berbasis masyarakat

2. Sumber informasi kepada Petugas Kesehatan tentang cara meningkatkan

cakupan kegiatan gizi di puskesmas melalui peningkatan partisipasi ibu

ke posyandu.

3. Penelitian ini bermanfaat bagi peneliti dalam menambah wawasan dan

menjadi rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Page 11: Proposal Gizi

11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Penyuluhan

Makanan memegang peranan penting dalam tumbuh kembang anak,

karena anak yang sedang tumbuh kebutuhannya berbeda dengan orang

dewasa. Kekurangan makanan yang bergizi akan menyebabkan retardasi

pertumbuhan anak dan makanan yang berlebihan juga tidak baik karena

menyebabkan obesitas. Kecukupan pemberian makanan pada anak sangat

penting sebab kekurangan energi/zat gizi dapat mengganggu pertumbuhan

yang optimal, dan dapat pula menimbulkan penyakit gangguan gizi, baik

yang dapat disembuhkan ataupun tidak.

Pemberian makanan pada anak tergantung dari beberapa hal sebagai

berikut : pertama, jenis dan jumlah makanan yang diberikan. Jenis dan jumlah

makanan tambahan yang diberikan pada anak tergantung dari kemampuan

pencernaaan dan penyerapan saluran pencernaan. Kedua, kapan saat yang

tepat pemberian makanan. Waktu yang tepat pemberian makanan pada anak

tergantung pada beberapa faktor yaitu kemampuan pencernaan dan

penyerapan saluran pencernaan serta kemampuan mengunyah dan menelan.

Ketiga, umur anak pada saat makanan padat tambahan dini biasa diberikan.

Pada umur berapa makanan padat tambahan biasanya diberikan kepada anak

tergantung kebiasaan dan sosiokulltural masyarakat tersebut (Wiryo, 2002).

Page 12: Proposal Gizi

12

Makanan tambahan merupakan makanan yang diberikan kepada balita

untuk memenuhi kecukupan gizi yang diperoleh balita dari makanan sehari-

hari yang diberikan ibu. Makanan tambahan yang memenuhi syarat adalah

makanan yang kaya energi, protein dan mikronutrien (terutama zat besi, zink,

kalsium, vitamin A, vitamin C dan fosfat), bersih dan aman, tidak ada bahan

kimia yang berbahaya, tidak ada potongan atau bagian yang keras hingga

membuat anak tersedak, tidak terlalu panas, tidak pedas atau asin, mudah

dimakan oleh si anak, disukai, mudah disiapkan dan harga terjangkau.

Makanan tambahan diberikan mulai usia anak enam bulan, karena pada usia

ini otot dan syaraf di dalam mulut anak sudah cukup berkembang untuk

mengunyah, menggigit, menelan makanan dengan baik, mulai tumbuh gigi,

suka memasukkan sesuatu kedalam mulutnya dan suka terhadap rasa yang

baru (Wiryo, 2002).

Karena kebutuhan zat gizi tidak bisa dipenuhi hanya dengan satu jenis

bahan makanan. Pola hidangan yang dianjurkan harus mengandung tiga unsur

gizi utama yakni sumber zat tenaga seperti nasi, roti, mie, bihun, jagung,

singkong, tepung-tepungan, gula dan minyak. Sumber zat pertumbuhan,

misalnya ikan, daging, telur, susu, kacang-kacangan, tempe dan tahu. Serta

zat pengatur metabolisme, seperti sayur dan buah-buahan. Pola pemberian

makanan pada bayi dan anak sangat berpengaruh pada kecukupan gizinya.

Gizi yang baik akan menyebabkan anak bertumbuh dan berkembang dengan

baik pula (Depkes RI, 2005).

Page 13: Proposal Gizi

13

Makin bertambahnya usia anak makin bertambah pula kebutuhan

makanannya, secara kuantitas maupun kualitas. Untuk memenuhi

kebutuhannya tidak cukup dari susu saja. Di samping itu anak mulai

diperkenalkan pola makanan dewasa secara bertahap dan anak mulai

menjalani masa penyapihan. Adapun pola makanan orang dewasa yang

diperkenalkan pada balita adalah hidangan yang bervariasi dengan menu

seimbang (Waryana, 2010).

Masa balita merupakan awal pertumbuhan dan perkembangan yang

membutuhkan zat gizi. Konsumsi zat gizi yang berlebihan juga

membahayakan kesehatan. Misalnya konsumsi energi dan protein yang

berlebihan akan menyebabkan kegemukan sehingga beresiko terhadap

penyakit. Oleh karena itu untuk mencapai kesehatan yang optimal disusun

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan (Achadi, 2007).

Dasar perhitungan AKG tahun 2004 dilakukan dengan cara : (1)

Menetapkan berat badan untuk berbagai golongan umur. (2) Menggunakan

rujukan WHO/FAO (2002) dimana AKG untuk energi dan protein disesuaikan

dengan ukuran berat dan tinggi badan rata-rata penduduk sehat di Indonesia

(Almatsier, 2009).

Page 14: Proposal Gizi

14

Pola makan yang diberikan yaitu menu seimbang sehari-hari, sumber

zat tenaga, sumber zat pembangun dan sumber zat pengatur. Jadwal

pemberian makanan bagi bayi dan balita adalah tiga kali makanan utama

(pagi, siang dan malam) dan dua kali makanan selingan (diantara dua kali

makanan utama).

Berbagai kebijakan dan strategi telah diterapkan untuk mengurangi

prevalensi terjadinya kekurangan gizi. Untuk itu masyarakat perlu diberi

penyuluhan yaitu petunjuk dan ilmu pengetahuan tentang cara mengolah

makanan dari bahan yang ada di sekitar (lokal) untuk bayi, balita, ibu hamil

dan menyusui. Petunjuk tersebut harus disosialisasikan dengan lebih baik

pada masyarakat (Wiryo, 2002).

Di Indonesia upaya yang dilakukan pemerintah untuk menanggulangi

permasalahan gizi adalah dengan program PMT. Dimana yang menjadi

sasaran adalah penderita gizi kurang, baik itu balita, anak usia sekolah, ibu

hamil dan pada penderita penyakit infeksi, misalnya penderita TB Paru.

Dalam program ini memerlukan dana yang tidak sedikit dan sangat

diperlukan kerjasama pihak terkait (lintas program dan lintas sektor) dan yang

terpenting adalah kesadaran masyarakat itu sendiri dalam melakukan upaya-

upaya penanggulangan masalah gizi.

Page 15: Proposal Gizi

15

PMT ada 2 (dua) macam yaitu PMT Pemulihan dan PMT Penyuluhan.

PMT Penyuluhan diberikan satu bulan sekali di posyandu dengan tujuan

disamping untuk pemberian makanan tambahan juga sekaligus memberikan

contoh pemberian makanan tambahan yang baik bagi ibu balita. PMT

Pemulihan adalah PMT yang diberikan selama 60 hari pada balita gizi kurang

dan 90 hari pada balita gizi buruk dengan tujuan untuk meningkatkan status

gizi balita tersebut. Dalam hal jenis PMT yang diberikan harus juga

memperhatikan kondisi balita karena balita dengan KEP berat atau gizi buruk

biasanya mengalami gangguan sistim pencernaan dan kondisi umum dari

balita tersebut.

Program PMT bertujuan untuk pemulihan berat badan balita gizi

buruk dan gizi kurang menjadi membaik dalam satu periode 60 s/d 90 hari

sesuai dengan kebijakan pemerintah setempat. Pelaksana adalah Dinas

Kesehatan dalam hal ini Puskesmas yang diawali dengan penimbangan berat

badan balita di posyandu. Pada anak usia 6 bulan s/d 11 bulan diberi makanan

tambahan berupa bubur susu, pada anak usia 12 s/d 23 bulan dan pada anak

usia 25 s/d 59 bulan diberi susu formula. PMT pada prinsipnya adalah untuk

menambah kekurangan kalori dan protein dalam makanan si balita sehari-

hari. Sebagai pedoman pelaksanaan distribusi asupan makan dalam kelompok

umur di bawah ini ditampilkan tabel dari klasifikasi tersebut.

Page 16: Proposal Gizi

16

Untuk usia 6-11 bulan diberi Cerelac dimana takaran saji 5 sendok

makan (50 gr). Nilai gizi persajian adalah Energi Total 210 kkal, Lemak

4,5gr, Protein 8gr, Natrium 65mg. Untuk usia 12-24 bulan diberi SGM

Eksplor dimana takaran saji 1 sendok makan (35gr). Nilai gizi persajian

adalah Energi Total 160 kkal, Lemak 5gr, Protein 6 gr, Karbohidrat 21gr.

Untuk usia 25-59 bulan diberi SGM Aktif dimana takaran saji 3 sendok

makan (32,5gr). Nilai gizi persajian adalah Energi Total 140 kkal, Energi dari

lemak 35 kkal, Protein 5gr, Natrium 100gr dan Karbohidrat total 21gr.

Pemerintah Kabupaten Maros di dalam menindak lanjuti kerawanan

gizi masyarakat khususnya balita gizi kurang memanfaatkan Sistim

Kewaspadaan Pangan dan Gizi (SKPG). Dalam SKPG ditekankan perlunya

kerjasama dengan pemerintah pusat khususnya program yang ditujukan bagi

masyarakat miskin seperti Jaminan pemeliharaan Kesehatan bagi Masyarakat

miskin (Jamkesmas), antara lain : memberi pelayanan kesehatan dasar

melalui Puskesmas dan Rumah Sakit sebagai pusat rujukan. Penatalaksanaan

perbaikan gizi melalui pembentukan Tim Kewaspadaan Pangan dan Gizi,

komitmen Pemda, peningkatan kemampuan teknis dan pemantauan.

Intervensi pangan dan gizi berupa PMT bagi balita penderita gizi

buruk dan gizi kurang serta Pemberian PMT penyuluhan yang dilakukan di

posyandu setiap bulannya. Kegiatan PMT tersebut di atas didasarkan atas

pendapat yang menyatakan bahwa penyuluhan gizi bagi golongan tidak

mampu akan efektif jika disertai bantuan pangan berupa makanan tambahan.

Makanan tambahan merupakan makanan bergizi yang diberikan kepada

Page 17: Proposal Gizi

17

seseorang untuk mencukupi kebutuhannya akan zat - zat gizi agar dapat

memenuhi fungsinya di dalam tubuh manusia (Depkes RI, 2000).

Untuk mencapai keberhasilan program PMT, sangat diperlukan peran

serta masyarakat, agar hasil yang diperoleh dapat maksimal. Kegiatan ini

memerlukan kerja sama baik antar lintas sektoral (Rumah Sakit, PKK,

Dinsos, LSM dll) dan lintas program, yang sejak tahun 2006 Pemerintah

Kabupaten Maros sudah melaksanakan PMT dalam penanggulangan

kekurangan gizi pada balita (Profil Dinkes Kab.Maros,2012).

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian makanan

tambahan balita gizi buruk/kurang adalah : (a) Apabila anak belum mancapai

umur 2 tahun maka ASI tetap diberikan, (b) Balita gizi buruk/kurang perlu

diperhatikan dan pengamatan secara terus menerus terhadap kesehatan dan

gizi antara lain dengan pemberian makanan tambahan yang sesuai, (c) Anak

yang menderita gizi buruk/ kurang terkadang mempunyai masalah pada

fungsi alat pencernaan, hingga pemberian makanan tambahan memerlukan

perhatian khusus.

Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) diberikan kepada

bayi/anak selain ASI. MP-ASI diberikan mulai umur 6-24 bulan, merupakan

makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pemberian MP-ASI harus

dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlah. Hal ini dimaksudkan

untuk menyesuaikan kemampuan alat cerna bayi dalam menerima MP-ASI

(Depkes RI, 2005).

Page 18: Proposal Gizi

18

Menurut Nasution (2009), dalam penelitiannya tentang PMT pada

anak balita gizi kurang di Puskesmas Mandala Medan Sumatera Utara

mendapatkan hasil bahwa PMT selama 90 hari memberikan hasil positif yaitu

peningkatan dari status gizi kurang menjadi gizi baik sebanyak 70 %,

sementara sisanya 30 % tetap bertahan di status gizi kurang. Ada dibuat suatu

rekomendasi berdasarkan kesimpulan penelitian di atas agar upaya PMT terus

dilakukan untuk menanggulangi masalah gizi kurang.

Menurut Taopan (2005), menyatakan intervensi penanganan kasus

gizi buruk yang melanda anak balita di Nusa Tenggara Timur (NTT), ternyata

tidak cukup hanya dengan program PMT selama 90 hari. Alasannya adalah

bahwa anak balita setelah diintervensi PMT selama 90 hari, kondisi gizi

buruk anak tetap saja terjadi karena dalam keluarga tidak ada lagi makanan

bergizi yang tersedia untuk dikonsumsi. Cara efektif untuk menangani kasus

gizi buruk di NTT adalah memperbaiki kondisi ketahanan pangan masyarakat

dengan cara mengubah pola tanam. Gagal panen kelihatannya memiliki

hubungan kuat dengan kondis gizi buruk pada balita. Ia menambahkan kalau

persediaan pangan masyarakat cukup maka kemungkinan munculnya kasus

gizi buruk bisa ditekan. Ini yang bisa kita harapkan,

B. Partisipasi Ibu

Menurut Depkes RI (2000), Partisipasi masyarakat atau sering disebut

peran serta masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan keterlibatan

masyarakat secara aktif dan terorganinsasi dalam seluruh tahap

pembangunan, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,

Page 19: Proposal Gizi

19

monitoring dan evaluasi serta pengembangan. Perilaku masyarakat yang

berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan menuntut partisipasi aktif

masyarakat menciptakan derajat kesehatan yang optimal baginya. Undang-

Undang nomor 9 tahun 1960 tenteng pokok – pokok kesehatan, Garis Besar

Haluan Negara (GBHN) dan juga Sistem Kesehatan Nasional (SKN) telah

dinyatakan arti pentingya partisipasi masyarakat mutlak diperlukan

(Depkes,1985).

Bentuk partisipasi masyarakat yang dikemukakan pada SKN adalah

partisipasi perorangan dan keluarga, partisipasi masyarakat umum, partisipasi

masyarakat penyelengara upaya kesehatan, partisipasi masyarakat profesi

keshatan. Partisipasi masyarakat adalah keadaan dimana individu, keluarga

maupun masyarakat umum ikut serta bertanggung jawab terhadap kesehatan

diri, keluarga ataupun masyarakat lingkungannya. Tahap-tahap partisipasi

masyarakat dikelompokkan menjadi (1) partisipasi dalam tahap pengenalan

dan penentuan perioritas masalah; (2) Partisipasi dalam tahap penentuan cara

pemecahan masalah; (3) Partisipasi dalam tahap pelaksanaan termasuk

penyediaan sumber daya ; (4) Partisipasi dalam dalam tahap penilaian dan

pemantapan.

Suhendra (2006), partisipasi ditafsirkan sebagai pendekatan dan

tekhnik-tekhnik pelibatan masyarakat dalam proses-proses pemikiran yang

berlangsung selama kegiatan-kegiatan perencanaan dan pelaksanaan, serta

pemantauan dan evaluasi program pembangunan masyarakat.

Page 20: Proposal Gizi

20

Dalam metode partisipasi dikenal lima dasar program yaitu :

a. Penjajakan atau pengenalan program

b. Perencanaan kegiatan

c. Pelaksanaan atau pengorganisasian kegiatan

d. Pemantauan kegiatan

e. Evaluasi kegiatan

Partisipasi masyarakat pada umumnya bersifat mandiri, dimana

individu dalam melakukan kegiatan diatas inisiatif dan keinginan dari yang

bersangkutan, karena rasa tanggung jawab untuk mewujudkan

kepentingannya, ataupun kepentingan kelompoknya dan ada juga partisipasi

yang dilakukan bukan karena kehendak individu sendiri, tetapi karena

diminta atau digerakkan oleh orang lain atau kelompoknya. Depkes RI (2000)

menyebutkan bahwa dalam kegiatan posyandu, tingkat partisipasi masyarakat

disuatu wilayah dapat diukur dengan melihat perbandingan antara jumlah

anak balita didaerah kerja posyandu (S) dengan jumlah balita yang ditimbang

pada setiap kegiatan posyandu yang ditentukan (D). Angka D/S

menggambarkan kecakupan anak balita yang ditimbang, ini merupakan

indikator tingkat partisipasi masyarakat untuk menimbangkan anak balitanya.

Sedangkan anggota masyarakat yang menjadi kader, merupakan peran serta

masyarakat atau partisipasi dalam kegiatan posyandu. Kader merupakan

motor penggerak kegiatan posyandu.

Menurut Green (1980), perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor utama

yaitu faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), faktor-faktor

pemungkin (enabling factors), dan faktor-faktor penguat (reinforcing factors).

Page 21: Proposal Gizi

21

Faktor-faktor predisposisi mencakup pengetahuan dan sikap masyarakat

terhadap kesehatan, tradisi dan kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang

berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat

pendidikan, tingkat sosial ekonomi dan sebagainya. Hal di atas dapat

dijelaskan dengan contoh yaitu pemeriksaan kesehatan bagi ibu hamil dimana

diperlukan pengetahuan dan kesadaran ibu tersebut tentang pemanfaatan

pemeriksaan hamil, baik bagi kesehatan ibu sendiri dan janinnya.

Disamping itu, kadang-kadang kepercayaan, tradisi dan system nilai

masyarakat juga dapat mendorong atau menghambat ibu untuk periksa

kehamilan ke petugas kesehatan. Sebagai contoh perilaku ibu mengunjungi

posyandu membawa anak balitanya, akan dipermudah jika ibu tahu apa

manfaat membawa anak ke posyandu. Demikian juga, perilaku tersebut akan

dipermudah jika ibu yang bersangkutan mempunyai sikap yang positif

terhadap posyandu. Kepercayaan, tradisi sistem, nilai dimasyarakat setempat

juga dapat mempermudah (positif) atau mempersulit (negatif) terjadinya

perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2005).

Faktor-faktor pemungkin mencakup ketersedian sarana dan prasarana

atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat

pembuangan sampah, tempat pembuangan tinja, ketersediaan makanan yang

bergizi dan sebagainya, termasuk juga fasilitas pelayanan kesehatan seperti

Puskesmas, Rumah Sakit, Poliklinik, Posyandu, Polindes, Pos Obat Desa,

dokter atau bidan praktek swasta, dan sebagainya. Untuk perilaku sehat,

masyarakat memerlukan sarana dan prasarana pendukung, misalnya perilaku

Page 22: Proposal Gizi

22

pemeriksaan kehamilan. Ibu hamil yang periksa kehamilan ke tenaga

kesehatan tidak hanya karena ia tahu dan sadar manfaat pemeriksaan

kehamilan saja, melainkan ibu hamil tersebut dengan mudah harus dapat

memperoleh fasilitas atau tempat pemeriksaan kehamilan, misalnya

Puskesmas, Polindes, bidan praktek ataupun Rumah Sakit.

Fasilitas ini pada hakekatnya mendukung atau memungkinkan

terwujudnya perilaku kesehatan, maka faktor-faktor ini disebut faktor

pendukung atau faktor pemungkin. Faktor-faktor penguat meliputi faktor

sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, sikap dan perilaku para

petugas termasuk petugas kesehatan dan undang-undang, peraturan-peraturan

baik dari pusat maupun pemerintah daerah yang terkait dengan kesehatan.

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu

pengetahuan dan sikap positif, dan dukungan fasilitas saja, melainkan

diperlukan perilaku contoh dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, para

petugas terutama petugas kesehatan. Di samping itu undang-undang juga

diperlukan untuk memperkuat perilaku masyarakat tersebut. Misalnya

perilaku pemeriksaan kehamilan serta kemudahan memperoleh fasilitas

pemeriksaan kehamilan, juga diperlukan peraturan atau perundang-undangan

yang mengharuskan ibu hamil melakukan pemeriksaan kehamilan.

Menurut Suharto (2005), dalam penelitiannya yang berjudul

“Hubungan Antara Karakteristik Ibu dan Keaktifan Menimbangkan Anak di

Posyandu Desa Jendi Kecematan Selogiri Kabupaten Wonogiri”, faktor yang

berhubungan dengan keaktifan ibu dalam menimbangkan anaknya di

Page 23: Proposal Gizi

23

posyandu adalah faktor pendidikan ibu, faktor pengetahuan ibu, faktor status

pekerjaan dan faktor jumlah tanggungan keluarga. Menurut Supraisa (2002),

dalam penelitiannya faktor yang berhubungan dengan keikutsertaan ibu balita

pada kegiatan di posyandu adalah faktor umur balita, faktor jarak ke rumah ke

posyandu, faktor dukungan keluarga, dan faktor dukungan tokoh masyarakat

seperti kepala desa. Sedangkan faktor kelengkapan sarana posyandu dan

pengetahuan ibu tidak ada hubungan dengan keikutsertaan ibu ke posyandu.

Menurut Wijayanti(2005) dalam faktor yang berhubungan dengan partisipasi

ibu balita dalam kegiatan penimbangan di posyandu adalah faktor usia ibu,

faktor pendidikan, faktor pengetahuan, faktor jumlah tanggungan keluarga

dan faktor penghasilan keluarga.

C. Posyandu

Posyandu merupakan salah satu bentuk UKBM yang dikelola dan

diselenggarakan dari, oleh, dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan

pembangunan kesehatan, yang berguna untuk memberdayakan masyarakat

dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh

pelayanan kesehatan dasar, terutama untuk mempercepat penurunan angka

kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2000).

Menurut Briawan (2012), sasaran posyandu adalah seluruh

masyarakat, utamanya yaitu: bayi, anak balita, ibu hamil, ibu nifas dan ibu

menyusui serta Pasangan Usia Subur (PUS). Pelayanan posyandu pada hari

buka dilaksanakan dengan menggunakan 5 (lima) tahapan layanan yang biasa

disebut sistem 5 (lima) meja. Kelompok sasaran yang selama ini dilayani

Page 24: Proposal Gizi

24

dalam kegiatan yang ada di posyandu, yaitu 3 (tiga) kelompok rawan yaitu di

bawah dua tahun (baduta), di bawah lima tahun (balita), ibu hamil dan ibu

menyusui, dengan mempertimbangkan terhadap urgensi adanya gangguan

gizi yang cukup bermakna yang umumnya terjadi pada anak baduta yang bila

tidak diatasi dapat menimbulkan gangguan yang tetap, maka diberikan

perhatian yang khusus bagi anak baduta agar dapat tercakup dalam

pemantauan pertumbuhan di posyandu (Hartono, 2008).

Menurut Agustian (2009) tujuan penyelenggaraan posyandu yaitu:

1. menurunkan Angka Kematian Bayi (AKB), dan angka kematian ibu (ibu

hamil, melahirkan dan nifas);

2. membudayakan Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera (NKKBS);

3. meningkatkan peran serta dan kemampuan masyarakat untuk

4. mengembangkan kegiatan kesehatan dan KB serta kegiatan lainnya yang

menunjang untuk tercapainya masyarakat sehat dan sejahtera;

5. berfungsi sebagai Wahana Gerakan Reproduksi Keluarga Sejahtera,

Gerakan Ketahanan Keluarga dan Gerakan Ekonomi Keluarga Sejahtera.

Menurut Briawan (2012), pelaksanaan posyandu dikenal dengan

sistem 5 (lima) meja yang terdiri dari:

1. meja pertama

Kader mendaftar balita dan menulis nama balita pada satu lembar

kertas kecil dan diselipkan pada KMS. Peserta yang baru pertama kali

datang ke posyandu, maka dituliskan namanya, kemudian diselipkan satu

lembar kertas kecil yang bertuliskan nama bayi atau balita pada KMS.

Page 25: Proposal Gizi

25

Kader juga mendaftar ibu hamil dengan menulis nama ibu hamil pada

formulir atau register ibu hamil. Ibu hamil yang datang ke posyandu,

langsung menuju meja 4 sedangkan ibu hamil baru atau belum

mempunyai buku KIA, maka diberikan buku KIA.

2. meja kedua

Kader melakukan penimbangan balita dengan menggunakan timbangan

dacin, dan selanjutnya menuju meja 3.

3. meja ketiga

Kader mencatat hasil timbangan yang ada pada satu lembar kertas kecil

dipindahkan ke dalam buku KIA atau KMS. Cara pengisian buku KIA

atau KMS yaitu sesuai petunjuk petugas kesehatan.

4. meja keempat

Menjelaskan data KMS (keadaan anak) yang digambarkan dalam grafik,

memberikan penyuluhan, pelayanan gizi dan kesehatan dasar. Meja 4

dilakukan rujukan ke puskesmas pada kondisi tertentu, yaitu:

a. balita dengan berat badan di bawah garis merah;

b. berat badan balita 2 bulan berturut-turut tidak naik;

c. sakit (diare, busung lapar, lesu, badan panas tinggi, batuk 100 hari

dan sebagainya);

d. ibu hamil (pucat, nafsu makan berkurang, gondok, bengkak di kaki,

pusing terus menerus, pendarahan, sesak nafas, muntah terus

menerus dan sebagainya).

Page 26: Proposal Gizi

26

5. meja kelima

Khusus di meja 5, yang memberi pelayanan adalah petugas

kesehatan atau bidan. Pelayanan yang diberikan yaitu: imunisasi;

keluarga berencana; pemeriksaan ibu hamil; dan pemberian tablet tambah

darah, kapsul yodium dan lain-lain.

D. Keaktifan Ibu ke Posyandu

Menurut Mikklesen (2003), partisipasi adalah keterlibatan masyarakat

secara sukarela atas diri mereka sendiri dalam membentuk perubahan yang

diinginkan. Partisipasi juga dapat diartikan Mikkelsen sebagai keterlibatan

masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan diri

mereka sendiri.

Tingkat kehadiran ibu dikategorikan baik apabila garis grafik berat

badan pada KMS tidak pernah putus (hadir dan ditimbang setiap bulan di

posyandu), sedangkan apabila garis grafik tersambung dua bulan berturut-

turut, dan kurang apabila garis grafik pada KMS tidak terbentuk atau tidak

hadir dan tidak ditimbang setiap bulan di posyandu (Madanijah & Triana,

2007).

Setiap anak umur 12-59 bulan memperoleh pelayanan pemantauan

pertumbuhan setiap bulan, minimal 8 kali dalam setahun yang tercatat di

kohort anak balita dan prasekolah, buku KIA atau KMS, atau buku pencatatan

dan pelaporan lainnya. Ibu dikatakan aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam

mengunjungi posyandu sebanyak ≥ 8 kali dalam 1 tahun, sedangkan ibu

Page 27: Proposal Gizi

27

dikatakan tidak aktif ke posyandu jika ibu hadir dalam mengunjungi

posyandu < 8 kali dalam 1 tahun (Departemen Kesehatan RI, 2008).

Page 28: Proposal Gizi

28

BAB III

KERANGKA KONSEP

A. Dasar Penelitian Variabel yang Diteliti

Partisipasi masyarakat, diartikan sebagai adanya motivasi dan

keterlibatan masyarakat secara aktif dan terorganinsasi dalam seluruh tahap

pembangunan, mulai dari persiapan, perencanaan, pelaksanaan, pengendalian,

monitoring dan evaluasi serta pengembangan. Perilaku masyarakat yang

berpengaruh besar terhadap derajat kesehatan, dalam hal ini peneliti ingin

mngungkapkan permasalahan tentang hubungan pemberian makanan

tambahan (PMT) penyluhan siap saji dengan partisipasi ibu ke posyandu di

Desa Purnakaraya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros , dikarenakan

partisipasi ibu ke posyandu merupakan salah satu faktor penentu gizi

balitanya dapat terpenuhi.

B. Skema Kerangka Konsep

Berdasarkan konsep pemikiran seperti yang telah dikemukakan di atas

maka di susunlah kerangka konsep variabel yang diteliti sebagai berikut :

Penilaian Status Gizi

Partisipasi Ibu dan

anak balita di

Posyandu Pelangi

Penyuluhan Pengolahan

Makanan Tambahan

Pemberian Makanan

Tambahan

Page 29: Proposal Gizi

29

Keterangan :

Variable independen

Variable dependen

B. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Penilaian Status Gizi

Definisi Operasional Penilaian Status gizi adalah suatu

keseimbangan asupan seseoarang yang merupakan suatu indikator baik

tidaknya ketersedian makanan sehari hari.

Kriteria Objektif

a. Gzi baik bila BB/U dan TB/U Normal

b. Gizi buruk bila BB/U dan TB/U Tidak Normal

2. Penyuluhan PMT Pemulihan

Definisi Operasional Penyuluhan PMT Pemulihan merupakan

makanan tambahan disamping makanan sehari-hari, berbentuk makanan

lengkap porsi kecil,. Diberikan oleh puskesmas kepada semua balita, yang

merupakan keluarga miskin dan mempunyai kartu Askeskin yang

mendapat PMT dari puskesmas, dalam penelitian ini peneliti menyediakan

PMT penyulhan siap saji berupa makanan lengkap porsi kecil diantaranya

Sup, Bubur Ayam dan Telur ayam rebus serta memberikan penyuluhann

tentang bagaimana mengolah makanan tambahan yang baik.

Page 30: Proposal Gizi

30

3. Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

Definisi OperasionalStatus PMT adalah Pemberian Makanan

Tambahan yang berupa makanan Tinggi Kalori Tinggi Protein dengan

syarat mengandung 360-430 kkal energi dan 9-11 gram protein.

Kriteria Objektif dengan skala nominal yaitu :

a. (0), tidak mendapat PMT yang memenuhi standar energi dan protein

b. (1), mendapat PMT yang memenuhi standar energi dan protein

4. Partisipasi Ibu ke Posyandu

Definisi OperasionalPartisipasi ibu di posyandu adalah jumlah

kehadiran ibu di posyandu tiap bulan untuk menimbang anak balitanya.

Kriteria Objektif, dengan skala rasio:

a. Dikatakan aktif bila jumlah kehadiran ibu di posyandu ≥3 kali dalam

sebulan

b. Dikatakan tidak aktif bila jumlah kehadiran ibu di posyandu≤3 kali

dalam sebulan

B. Hipotesis

1. Hipotesis Null (Ho)

a. Tidak ada hubungan status gizi balita dengan partisipasi ke posyandu

Pelangi di Desa Purnakarya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros

b. Tidak ada hubungan pengolahan makanan tambahan (PMT)

penyuluhan siap saji dengan partisipasi ibu ke posyandu Pelangi di

Desa Purnakarya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

Page 31: Proposal Gizi

31

c. Tidak ada hubungan pemberian makanan tambahan (PMT)

penyluhan siap saji sup, telur ayam rebus dan bubur kacang hijau

dengan partisipasi ibu ke posyandu Pelangi di Desa Purnakarya

Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

2. Hipotesis Alternative (Ha)

a. Ada hubungan status gizi balita makanan tambahan (PMT)

penyluhan siap saji dengan partisipasi ke posyandu Pelangi di Desa

Purnakarya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

b. Ada hubungan pengolahan makanan tambahan (PMT) penyuluhan

siap saji dengan partisipasi ibu ke posyandu Pelangi di Desa

Purnakarya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

c. Ada hubungan pemberian makanan tambahan (PMT) penyluhan siap

saji sup, telur ayam rebus dan bubur ayam dengan partisipasi ibu ke

posyandu Pelangi di Desa Purnakarya Kecamatan Tanralili

Kabupaten Maros.

Page 32: Proposal Gizi

32

BAB IV

METODE PENELETIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif untuk mengetahui

hubungan antara variabel Penyuluhan Pemberian Makanan Tambahan (PMT)

siap saji, Pemberian Makanan Tambahan (PMT) serta pengetahuan ibu

mengolah bahan makanan tambahan siap sajiterhadap partisipasi ibu balita

dalam kegiatan di posyandu Pelangi desa Purnakarya Kecamatan tanralili

Kabupaten Maros.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di posyandu Pelangi Desa

Purnakarya pada wilayah Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros pada bulan

Mei 2015.

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Keseluruhan ibu yang mempunyai balita di wilayah kerja

posyandu Pelangi desa Purnakarya Kecamatan Tanralili Kabupaten Maros.

b. Sampel

Dalam penelitian ini sampel yaitu seluruh ibu yang mempunyai

balita di wilayah kerja posyandu Pelangi Desa Purnakarya Kecamatan

Tanralili Kabupaten Maros.

Page 33: Proposal Gizi

33

c. Responden

Responden dalam penelitian ini adalah ibu yang membawa balita

nya ke posyandu pelangi yang mendapat PMT penyuluhan siap saji.

D. Cara pengambilan sampel

Adapun teknik pengambilan sampel yang dilakukan yaitu dengan cara

purposive samplingyaitu teknik menentukan sampel dengan pertimbangan

tertentu sesuai dengan tujuan yang dikehendaki (Sugiyono, 2011).

E. Metode pengumpulan data

1. Data primer

Data primer diperoleh dengan wawancara secara langsung dengan

instrument kuisioner terhadap ibu yang membawa balita nya ke posyandu

untuk memperoleh PMT penyuluhan siap saji.

2. Data sekunder

Data sekunder diperoleh melalui catatan bagian gizi diwilayah kerja

posyandu pelangi Desa Purnakarya KecamatanTanralili Kabupaten Maros.

F. Instrumen Penelitian.

1. Kuisioner

2. Timbangan Bayi

G. Pengolahan data dan penyajian data

1. Pengolahan Data

Data yang telah diperoleh dari kuisiopner kemudian diolahmenggunakan

software SPSS Versi 18,0.

Page 34: Proposal Gizi

34

2. Penyajian dan analisa data

Data-data yang telah diolah dan dianalisis disajikan dalam bentuk

tabel frekuensi dan narasi dengan menggunakan uji chi-squareterutama

untuk menguji hipotesis yaitu :

1. Apabila nilai p <a, maka Ho ditolak;

2. Apabila nilai p ≤ a, maka Ho diterima;

Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap ibu serta

penghasilan orangtua baduta terhadap pemberian MP-ASI, data

dimasukkan dalam table silan 2x2 kemudian dihubungkan dengan rumus

chi-kuadrat pada a = 0,05.

H. Personalia Penelitian

1. Pembimbing I : Prof. Dr. Ir. H. Jalil Genisa, M.S

2. Pembimbing II : Ir. H. Rusdi, M.Kes

3. Peneliti :

a. Nama : Rosmiati

b. NIM : 1320013