Proposal Fix PRIIINNTT 3 333

35
1 A. JUDUL KAJIAN REKONSTITUSI DAN REGIMEN DOSIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL BEDAH RSUD PADANG PANJANG. B. LATAR BELAKANG Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur, dan aktinomises yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lain nya (Subronto dan Tjahajati, 2001). Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (WHO, 2006). Sekarang, masalah serius yang dihadapi di Rumah Sakit adalah terjadi nya resistensi dari sejumlah antibiotika. (phil j microbial infect Dis 1982). Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan faktor penyebab yang potensial yang dapat menyebabkan resistensi, beberapa contoh penggunaan antibiotik yang tidak tepat antara lain; pengobatan infeksi yang tidak responsif, terapi demam yang tidak

description

LLL

Transcript of Proposal Fix PRIIINNTT 3 333

A. JUDUL

22

A. JUDUL

KAJIAN REKONSTITUSI DAN REGIMEN DOSIS ANTIBIOTIK PADA PASIEN RAWAT INAP DI BANGSAL BEDAH RSUD PADANG PANJANG.

B. LATAR BELAKANG

Antibiotika adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh berbagai jasad renik bakteri, jamur, dan aktinomises yang dapat berkhasiat menghentikan pertumbuhan atau membunuh jasad renik lain nya (Subronto dan Tjahajati, 2001).

Antibiotik merupakan golongan obat yang paling banyak digunakan di dunia terkait dengan banyaknya kejadian infeksi bakteri. Lebih dari seperempat anggaran rumah sakit dikeluarkan untuk biaya penggunaan antibiotik (WHO, 2006). Sekarang, masalah serius yang dihadapi di Rumah Sakit adalah terjadi nya resistensi dari sejumlah antibiotika. (phil j microbial infect Dis 1982).

Penyakit infeksi di Indonesia masih termasuk dalam sepuluh penyakit terbanyak. Penggunaan antibiotik yang tidak tepat merupakan faktor penyebab yang potensial yang dapat menyebabkan resistensi, beberapa contoh penggunaan antibiotik yang tidak tepat antara lain; pengobatan infeksi yang tidak responsif, terapi demam yang tidak diketahui penyebabnya, dosis yang tidak tepat, penggunaan antibiotik tunggal yang tidak tepat, informasi bakteriologi yang tidak memadai (Dipiro, 2009). Proses rekonstitusi sediaan antibiotik yang tidak sesuai GPP (Good Preparation Practices) dapat memicu ketidakefektifan terapi, bila berlangsung terus menerus dan masiv dapat menjadi salah satu pemicu terjadinya resistensi bakteri terhadap antibiotik tertentu (Lucida, 2014). Penelitian-penelitian sebelumnya yang dilakukan di beberapa rumah sakit di sumatera barat menyatakan bahwa ditemukan ketidaktepatan prosedur rekonstitusi injeksi antibiotik seperti jenis pelarut yang digunakan, volume pelarut, teknis aseptis, teknik pencampuran dan ruangan rekonstitusi serta penyimpanan setelah direkonstitusi.

Proses rekonstitusi dan pencampuran sediaan intravena di rumah sakit biasanya dilakukan oleh perawat. Proses ini perlu diawasi oleh farmasis sesuai Standar Kompetensi Apoteker Indonesia untuk memastikan bahwa pencampuran sediaan steril di rumah sakit sesuai dengan Praktek Penyiapan Obat yang Baik (Good Preparation Practices, GPP) sehingga terjamin sterilitas, kelarutan dan kestabilannya (Lucida, 2014). Oleh karena itu, berdasarkan penjelasan di atas penulis tertarik untuk mengevaluasi cara penyiapan dan penyimpanan injeksi antibiotik pada pasien rawat inap Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.

Berdasarkan survey awal dari penulis, didapatkan untuk antibiotik profilaksi di bangsal bedah RSUD Padang Panjang yang kebanyakan di resepkan oleh dokter adalah Cefepime dan terkadang dokter juga meresepkan antibiotik lain seperti Cefazolin, Cefoperazone, dan Ciprofloxacin dan pravelensi yang banyak timbul di bangsal bedah RSUD Padang panjang adalah apendisitis. Maka dari itu penulis disini hanya akan mengkaji rekonstitusi antibiotik cefepime dan sefatoksim dan juga regimen dosisnya..

C. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan:

1.Apakah cara penyiapan dan penyimpanan antibiotik rawat inap di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang telah sesuai dengan literatur?

2.Apakah sudah ada SOP (Standar Operasional Prosedur) tentang rekonstitusi sediaan injeksi antibiotik pada bangsal bedah RSUD Padang Panjang ?

3.Apakah regimen dosis dan cara pemberian antibiotik di bangsal bedah RSUD Padang Panjang sudah sesuai standar terapi?

D. TUJUAN

Adapun tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui gambaran penggunaan injeksi antibiotik untuk terapi infeksi di Bangsal Bedah Padang Panjang terkait cara penyiapan dan dan regimen dosis antibiotik sebelum diberikan pada pasien.

E. LUARAN YANG DIHARAPKAN

1.Untuk memenuhi persyaratan dalam memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Andalas

2.Tersedianya SOP (Standar Operasional Prosedur) tentang rekonsitusi antibiotik pada bangsal bedah RSUD Padang Panjang

3.Sebagai salah satu sumber informasi bagi Rumah Sakit dan Fakultas Farmasi Universitas Andalas tentang cara pencegahan terjadinya resistensi penggunaan injeksi antibiotik.

F. KEGUNAAN

1.Memberikan informasi penggunaan antibiotik yang baik untuk mencegah terjadinya resistensi bakteri.

2.Sebagai acuan pembuatan SOP (Standar Operasional Prosedur) cara rekonstitusi sediaan injeksi antibiotik sefalosporin.

3.Sebagai sarana penambah ilmu pengetahuan bagi peneliti.

4.Memberikan informasi kepada pihak Rumah Sakit dan pihak Fakultas Farmasi Universitas Andalas tentang salah satu cara pencegahan terjadinya resistensi penggunaan antibiotik injeksi di RSUD Padang Panjang.

G. TINJAUAN PUSTAKA

G.1 Antibiotik

G.1.1 Definisi antibiotik

Antibiotik adalah zat yang dihasilkan oleh suatu mikroba, terutama fungi, yang dapat menghambat atau dapat membasmi mikroba jenis lain. banyak antibiotik dewasa ini dibuat secara semisintetik atau sintetik penuh. namun dalam praktek sehari-hari anti mikroba sintetik yang tidak diturunkan dari produk mikroba (misalnya sulfonamid dan kuinolon) juga sering digolongkan antibiotik (Setiabudy, 2007).

G.1.2 Penggunaan antibiotik di klinik

Rendahnya kesadaran masyarakat dalam penggunaan obat yang tidak rasional perlu diwaspadai dampaknya, khususnya pada generasi muda mendatang. Apalagi pemakaian antibiotika yang tidak berdasarkan ketentuan (petunjuk dokter) menyebabkan tidak efektifnya obat tersebut sehingga kemampuan membunuh kuman berkurang atau resisten. (kemenkes, 2015)

Penggunaan antibiotik di klinik bertujuan untuk membasmi mikroba penyebab infeksi. Penggunaan anbiobiotik ditentukan berdasarkan indikasi dengan mempertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut: gambaran klinik penyakit infeksi, yakni efek yang ditimbulkan dengan adanya mikroba dalam tubuh hospes, kemudian efek terapi antimikroba pada penyakit infeksi diperoleh hanya sebagai akibat kerja antimikroba terhadap biomekanisme mikroba, serta antimikroba dapat dikatakan bukan merupakan obat penyembuh penyakit infeksi tetapi antimikroba hanyalah menyingkatkan waktu yang diperlukan tubuh hospes untuk sembuh dari infeksi (Setiabudy, 2007). Gejala klinik infeksi terjadi akibat gangguan langsung oleh mikroba maupun oleh berbagai zat toksik yang dihasilkan oleh mikroba. Bila mekanisme pertahanan tubuh berhasil menyingkirkan mikroba dan zat toksik yang dihasilkan mikroba maka tidak perlu diberikan antibiotik (Setiabudy, 2007).

Antibiotika profilaksis adalah antibiotika yang diberikan dalam waktu singkat sebelum operasi dengan tujuan menunkan resiko terjadinya infeksi daerah operasi (IDO). Pada kenyataannya penggunaan antibiotika profikasis yang tidak sesuai sering terjadi. Biasanya kesalahan berupa tidak tepatnya waktu pemberian, penggunaan antibiotika profilaksis setelah 24 jam, ketidaktepatan dalam pemilihan antibiotika dan ketidaktepatan dalam pemilihan antibiotika dan ketidak tepatan regimen dosis

Gejala demam yang merupakan salah satu gejala sistemik dari infeksi paling umum tetapi tidak dapat dijadikan indikator utama dalam pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berdasarkan adanya demam tidak bijaksana karena:

1.Demam dapat disebabkan oleh infeksi virus pemberian antibiotik untuk proses penyembuahan tidak lazim.

2.Demam dapat juga terjadi sendirinya tanpa infeksi jadi pemberian antibiotik tidak tepat dalam hal ini.

3.Pemberian antibiotik yang tidak pada tempatnya dapat merugikan pasien dan dapat menimbulkan resistensi (Setiabudy, 2007).

G.1.3 Pimilihan antibiotik

Pemilihan jenis antibiotik harus berdasar pada:

a.Informasi tentang spectrum kuman penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik.

b.Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab infeksi.

c.Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

d.Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective dan aman.

(Kemenkes, 2011).

Untuk mengetahui kepekaan mikroba terhadap antibiotik secara pasti perlu dilakukan pembiakan mikroorganisme penyebab infeksi, yang diikuti dengan uji kepekaan. Bahan biologik dari hospes untuk pembiakan, diambil sebelum pemberian antibiotik. Setelah pengambilan bahan tersebut, terutama dalam keadaan penyakit infeksi berat, terapi dengan antibiotik dapat dimulai dengan memilih antibiotik yang tepat berdasarkan gambaran klinik pasien. Dalam praktik sehari-hari tidak memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan biakan pada setiap terapi penyakit infeksi. Bila dapat diperkirakan kuman penyebab dan pola kepekaannya, dapat dipilih antibiotik yang tepat. Bila dari hasil uji kepekaan ternyata pilihan antibiotik yang pertama digunakan tepat serta gejala klinik jelas membaik dapat dilanjutkan terus dengan menggunakan antibiotik tersebut. Apabila hasil uji sensitivitas menunjukkan ada antibiotik yang lebih efektif, sedangkan dengan antibiotik yang digunakan pertama gejala klinik penyakit menunjukkan perbaikan-perbaikan yang meyakinkan, antibiotik yang digunakan pertama sebaiknya dilanjutkan. Tetapi bila hasil perbaikan klinik kurang memuaskan, antibiotik yang diberikan semula seharusnya diganti dengan yang lebih tepat, sesuai dengan hasil uji sensitivitas (Setiabudy, 2007).

Kondisi tubuh hospes juga perlu dipertimbangkan untuk memilih antibiotik yang tepat, untuk pasien yang terinfeksi tetapi juga mengalami penyakit pada ginjal maka dipilih antibiotik yang paling aman tetapi efek antibiotik yang maksimal. kemudian dalam menilai ongkos tidsk cukup hanya memperhitungkan harga satuan obat tetapi harus pula memperhatikan lama terapi yang diberikan .

Pada infeksi berat seringkali harus segera diberikan antibiotik sementara hasil pemeriksaan mikrobiologik belum diperoleh. Pemilihan ini harus didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotik terbaik untuk infeksi tersebut. Memilih antibiotik yang didasarkan pada luas spektrum kerjanya, tidak dibenarkan karena hasil terapi tidak lebih unggul daripada hasil terapi dengan antibiotik berspektrum sempit, sedangkan superinfeksi lebih sering terjadi dengan antibiotik berspektrum luas. Kecuali pada pasien sepsis, antibiotik spektrum luas perlu diberikan sampai hasil culture and sensitivity test keluar. Penyebab kegagalan terapi selain kepekaan mikroba terhadap antibiotik adalah akibat dosis yang kurang, lama terapi yang tidak sesuai, kesalahan dalam menetapkan etiologi, faktor farmakokinetik, pilihan antibiotik yang kurang tepat dan faktor pasien (Setiabudy, 2007).

G.1.4 Konsep farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik

Keberhasilan pengobatan dengan natibiotik ditentukan oleh bnyak faktor, namun ada dua faktor yang sangat menentukan yaitu faktor farmakokinetik dan farmakodinamik terhadap daya hambat atau daya bunuh mikroba penyebab infeksi. Ada dua pola daya hambat atau daya bunuh mikroba yaitu:

1.Concentration dependent killing

pada pola ini antimikroba menghasilkan daya bunuh maksimal terhadap mikroba bila kadarnya relatif tinggi dalam darah, tetapi tidak perlu mempertahan kadar tinggi selam mungkin. Antibiotik yang termasuk pada pola ini adalah aminoglikosida, fluorokuinolon, dan ketolid. Untuk mendapatkan efektivitas ini obat diberikan dengan dosis yang besar dan biasanya diberikan dengan rute bolus/infus selama sampai 1 jam.

2.Time dependent killing

pada pola ini antimikroba akan menghasilkan daya bunuh maksimal pada konsentrasi dipertahankan cukup lama diatas kadar hambat minimal mikroba dalam darah. Yang termasuk dalam pola ini adalah antibiotik golongan penisilin, sepalosporin, linezoid dan eritromisin. Untuk mendapatkan efektivitas klinis yang maksimal obat ini diberikan secara infus continou atau dapat juga diberikan dengan infus berkala (intermittent infusion) tetapi dibagi dalam beberapa kali pemberian perhari.

G.1.5 Penggolongan antibiotik

Berdasarkan struktur kimia, antibiotik digolongkan sebagai berikut :

1.Golongan makrolida, contohnya eritromisin, dll.

2.Golongan aminoglikosida, contohnya amikasin, gentamisin, dll.

3.Golongan florokinolon, contohnya vankomisin, kloramfenikol, doksisiklin, ciprofloksasin, dll.

4.Golongan beta laktam, contohnya amoksisilin, ampisilin, seftriakson, sefotaksim, imipenem, meropenem, dll (Di Piro, 2008).

G. 2 Antibiotik yang dipakai

G. 2.1 Cefepime

Cefepime merupakan antiobiotik Beta-Lactam golongan sefalosporin generasi keempat. Berdasarkan aktivitas spektrum, dklasifikasikan sebagai sefalosporin generasi keempat. Aktivitas spektrumnya lebih luas dibandingkan dengan sefalosporin generasi pertama dan kedua dan lebih aktif dari pada sefalosproin generasi ketiga terhadap enterobacteriaceae yang memproduksi diinduksi Beta-laktamase. Bersifat Bakterisida.

Rekonstitusi

Rekonstitusi vial untuk infus IV dengan 0,9% natrium klorida, 5 atau 10% dextrosa, (1/6) natrium M laktat, 5% dektrosa dan 0,9% natrium klorida, laktat ringer dan 5% injeksi dektrosa. Rekonstitusi vial mengandung 500 mg, 1 g, atau 2 g cefepime dengan 5, 10, atau 10 mL salah satu larutan IV ini masing-masing diberikan larutan mengandung sekitar 100, atau 160 mg /ml , dan kemudian encerkan dengan dosis yang tepat dalam larutan IV yang kompatibel.

Pemberian lanjutan

Berikan infus IV setelah sekitar 30 menit

IM Injeksi Rekonstitusi

Untuk injeksi im, rekonstitusi botol berisi 500 mg atau 1 g cefepime dengan 1,3 ml atau 2,4 ml ,masing-masing Aqua Pro Injeksi (API), 0,9% natrium klorida, dekstrosa 5%, 0,5% atau lidokain hidroklorida, atau API bacteriostatik untuk injeksi (dengan paraben atau benzil alkohol) untuk larutan yang memberikan dosis sekitar 280 mg/ ml.

Dosis

Produk yang tersedia sebagai cefepime hidroklorida, dosis dinyatakan dalam cefepime, dihitung perbedaan anhidrat.

Pasien Pediatric

General Pediatric Dosis

IV atau IM

Anak-anak 2 bulan sampai 16 tahun dengan berat 1 bulan.

Perhatian

Kontraindikasi

1. Hipersensitivitas cefepime, sefalosporin lainnya, penisilin, atau Beta-Laktam lainnya.

2. Larutan yang mengandung dextrosa dapat terkontraindikasi pada pasien dengan alergi diketahui produk jagung.

G. 2. 2 Cefazolin

(British Pharmacopoeia, 2009).Antibiotik Beta-Laktam golongan sefalosporin generasi pertama. Obat pilihan untuk pengobatan profilaksis peioperatif untuk berbagai prosedur, termasuk jantung, dada noncardiac, esofagus, saluran cerna, saluran empedu, ginekologi dan obsteri, kepala dan leher, neurologis, ortopedi, dan bedah vaskular.

Sebagat obat atau regimen dengan aktivitas terhadap bakteri anaerob direkomendasikan untuk prosedur yang terkena paparan bakteri Bacteroides fragilis atau bakteri usus anaerob lainnya (misalnya, bedah kolorektal, usus buntu). Metronidazol dapat digunakan bersama dengan cefazolin untuk membantu cakupan anaerobik.

Dosis dan Pemberian

Pemberian

Melalui suntikan IV atau infus atau dengan injeksi IM

IV injeksi

Rekonstitusi mengandung 500 mg atau 1 g cefazolin dengan 2 atau 2,5 mL masing-masing, API untuk injeksi diberikan pada larutan yang mengandung sekitar 225 atau 330 mg/ml masing-masingnya. Kemudian lanjutkan dengan mengencerkan larutan dalam API sekitar 5 ml.

Pemberian lanjutan

Suntikan langsung ke pembuluh darah selama 3-5menit atau pelahan ke dalam tabung larutan IV sesuai dengan bebas mengalir.

IV infusi

Rekonstitusi dan dilusi

Rekonstitusi vial mengandung 500 mg atau 1 g cefazolin dengan 2 atau 2,5 mL, masing-masing, API untuk diberikan larutan yang mengandung sekitar 225 atau 330 mg / mL, masing-masing. Kemudian encerkan larutan dalam 50-100 mL larutan IV yang kompatibel. Rekonstitusi kembali (mengaktifkan) tersedia secara komersial sistem pengiriman obat Duplex mengandung 1 atau 2 g cefazolin liofilisasi dan 50 mL injeksi dekstrosa di ruang terpisah sesuai dengan arah produsen. Larutan injeksi premixed tersedia secara komersial (beku) pada suhu kamar (25 C) atau di bawah pendingin (5 C); tidak mencair dengan cara merendamnya dalam bak air atau dengan paparan radiasi gelombang mikro. Sebuah endapan mungkin telah terbentuk di injeksi beku, tetapi harus larut dengan sedikit atau tanpa agitasi setelah mencapai suhu kamar. Buang injeksi dicairkan jika solusi berawan atau mengandung endapan tidak larut atau jika segel wadah atau port stopkontak yang tidak utuh atau kebocoran ditemukan. Jangan gunakan dalam koneksi seri dengan wadah plastik lainnya, karena penggunaan tersebut bisa mengakibatkan emboli udara dari udara sisa yang diambil dari wadah utama sebelum pemberian cairan dari wadah sekunder selesai. IM Injection

Menyuntikkan IM dalam ke massa otot besar.

Rekonstitusi

Rekonstitusi vial mengandung 500 mg atau 1 g cefazolin dengan 2 atau 2,5 mL, masing-masing, air steril untuk injeksi untuk memberikan Larutan yang mengandung sekitar 225 atau 330 mg / mL, masing-masing. Kocok sampai larut.

Dosis

Tersedia sebagai cefazolin natrium; dosis dinyatakan dalam cefazolin.

Pasien Pediatric

Infeksi ringan sampai moderat berat

> IV atau IM

Anak-anak> 1 bulan usia: 25-50 mg / kg sehari dalam 3 atau 4 dosis terbagi.

Infeksi parah

> IV

Anak-anak> 1 bulan usia: 50-100 mg / kg sehari dalam 3 atau 4 dosis terbagi.

Dewasa

Infeksi ringan Disebabkan oleh Bakteri Gram-positif

> IV atau IM

250-500 mg setiap 8 jam.

Sedang untuk Infeksi Parah

> IV atau IM

500 mg-1 g setiap 6-8 jam.

Berat, Infeksi yang mengancam jiwa

> IV atau IM

1-1,5 g setiap 6 jam. Dosis sampai 12 g sehari telah digunakan.

Perioperatif Profilaksis

> General Dewasa Dosis

IV atau IM: Produsen merekomendasikan 1 g diberikan 0,5-1 jam sebelum operasi; 0,5-1 g selama operasi untuk prosedur yang panjang (misalnya, 2 jam); dan 0,5-1 g setiap 6-8 jam selama 24 jam pasca operasi. Produsen juga merekomendasikan bahwa profilaksis dilanjutkan selama 3-5 hari setelah operasi di mana terjadinya infeksi mungkin sangat dahsyat (misalnya, operasi jantung terbuka, artroplasti prostetik).

Kebanyakan dokter merekomendasikan 1-2 g diberikan dalam waktu 60 menit dari sayatan awal dan, jika operasi> 4 jam atau kehilangan darah besar terjadi, dosis intraoperatif tambahan diberikan setiap 4-8 jam. Dosis pasca operasi biasanya tidak perlu dan dapat meningkatkan risiko resistensi bakteri.

Perhatian

kontraindikasi

1. Dikenal hipersensitivitas terhadap cefazolin atau sefalosporin lainnya.

2.Hipersensitif terhadap jagung atau jagung produk: sistem pengiriman Duplex mengandung liofilisasi cefazolin dan injeksi dekstrosa dan injeksi premixed (beku) yang mengandung cefazolin di injeksi dekstrosa.(AHFS, 2011).H.3Cefoperazone(British Pharmacopoeia, 2009).Dosis dan Administrasi

Cefoperazone adalah generasi ketiga cephalosporin antibiotik digunakan sama dengan ceftazidime dalam perlakuan infeksi rentan, terutama yang disebabkan Pseudomonas spp. Cefoperazone diberikan sebagai garam natrium dengan suntikan otot dalam IV dengan infus intermiten atau kontinu. Dosis umum adalah 2 sampai 4 g sehari dalam 2 dosis terbagi.Pada infeksi berat, hingga 12 g sehari dalam 2 sampai 4 dosisterbagi dapat diberikan. Jika cefoperazone digunakan dengan aminoglikosida, obat harus diberikan secara terpisah. Cefoperazone juga telah diberikan dengan beta-Lacta-mase inhibitor sulbaktam. (British Pharmacopoeia, 2009).Farmakokinetik

Cefoperazone diberikan parenteral sebagai garam natrium. Dengan dosis intramuskular setara dengan cefoperazone 1 atau 2 g, konsentrasi plasma puncak 65 dan 97 mikrogram / mL telah dilaporkan setelah 1 sampai 2 jam. Plasma paruh cefoperazone adalah sekitar 2 jam, tetapi mungkin prolonge d pada neonatus dan di-pasien.

pasien dengan penyakit hati atau saluran empedu. Cefoperazone 82-93% terikat pada protein plasma, tergantung pada konsentrasi. Cefoperazone tersebar luas di jaringan tubuh dan cairan, meskipun penetrasi di untuk CSF umumnya sedikit. Melintasi plasenta, dan konsentrasi rendah telah terdeteksi dalam ASI. Cefoperazone diekskresikan terutama di empedu dimana dengan cepat mencapai konsentrasi tinggi. Eskresi kemih terutama oleh filtrasi glomerulus. Sampai dengan 30% dari dosis diekskresikan tidak berubah dalam urin dalam waktu 12 sampai 24 jam, proporsi ini dapat ditingkatkan pada pasien dengan penyakit hati atau empedu. (British Pharmacopoeia, 2009).Efek samping dan Kewaspadaan

Cefoperazone memiliki potensi untuk kolonisasi dan superinfeksi dengan organisme resisten. Perubahan flora usus dapat lebih ditandai daripada dengan sefotaksim karena ekskresi bilier besar cefoperazone; diare dapat terjadi lebih sering. Cefoperazone berisi N-methylthiotetrazole sisi rantai, struktur yang terkait dengan hypoprothrombinaemia. Hypoprothrombinaemia telah dilaporkan di pasien diobati dengan cefoperazone. Waktu protrombin harus dipantau pada pasien berisiko hypopro-hrombinaemia dan vitamin K yang digunakan jika diperlukan. (British Pharmacopoeia, 2009).G.1.7.1.4 Ciprofloxacin

Dosis dan PemberianPemberianBerikan per oral atau dengan infus IV.IVIV rute umumnya dicadangkan untuk pasien yang tidak mentolerir atau tidak dapat mengambil obat oral dan untuk pasien lain di antaranya IV rute menawarkan keuntungan klinis. Pasien yang menerima IV ciprofloxacin awalnya dapat beralih ke ciprofloxacin oral ketika klinis yang tepat.Pasien yang menerima ciprofloxacin oral atau IV harus terhidrasi dengan baik dan harus diinstruksikan untuk minum cairan bebas.(AHFS, 2011).Perioperatif Profilaksis

Profilaksis perioperatif pada pasien berisiko tinggi menjalani operasi genitourinari.Tidak dianjurkan untuk pasien dengan prosedur bedah urologi paling steril menjalani urin. Mereka yang memiliki kultur urin positif (atau tidak tersedia) dan mereka dengan kateter sebelum operasi harus diperlakukan untuk mensterilkan urin sebelum operasi atau menerima dosis pra operasi tunggal anti-infeksi (misalnya, ciprofloxacin) aktif terhadap urologi patogen yang paling mungkin.Profilaksis perioperatif menggunakan anti-infeksi yang sesuai (misalnya, siprofloksasin) juga dianjurkan pada pasien yang menjalani prostatektomi transurethral, biopsi prostat transrectal, atau prosedur yang melibatkan penempatan prostesis urologi (misalnya, transplantasi penis, sfingter buatan, sling pubovaginal sintetis, jangkar tulang untuk rekonstruksi panggul).(AHFS, 2011).Rekonstitusi

Siapkan suspensi lisan dengan mencampur mikrokapsul untuk suspensi dengan pengencer yang disediakan oleh produsen.Kocok kuat selama sekitar 15 detik sebelum pemberian dosis masing-masing.(AHFS, 2011).IV Infusion

Infus IV harus diberikan ke dalam vena besar untuk meminimalkan ketidaknyamanan dan mengurangi risiko iritasi vena. Jika satu set Y-jenis administrasi yang digunakan, solusi IV lainnya yang mengalir melalui pipa harus dihentikan sementara ciprofloxacin sedang diinfus.Ciprofloxacin konsentrat yang mengandung 10 mg / mL harus diencerkan sebelum infus IV.

Larutan ciprofloxacin untuk infus IV yang mengandung 2 mg / mL di injeksi dekstrosa 5% dapat diberikan tanpa pengenceran lebih lanjut.1,2-g farmasi paket massal yang berisi 10 mg / mL harus diencerkan sebelum digunakan. Paket massal farmasi dimaksudkan untuk digunakan dalam program farmasi campuran dan harus digunakan hanya untuk persiapan admixtures untuk infus IV.(AHFS, 2011).Pengenceran

Encerkan ciprofloxacin mengandung 10 mg / mL di 0,9% injeksi natrium klorida atau 5% dextrose injeksi untuk memberikan larutan yang mengandung 1-2 mg / mL.1,2-g paket sediaan farmasi massal yang berisi 10 mg / mL harus diencerkan dalam 0,9% injeksi natrium klorida atau 5% dextrose injeksi untuk memberikan solusi yang mengandung 0,5-2 mg / mL.(AHFS, 2011).Administrasi LanjutanBerikan infus IV selama 1 jam.

Dosis

Tersedia sebagai ciprofloxacin, hidroklorida ciprofloxacin, campuran ciprofloxacin dan ciprofloxacin hidroklorida, dan sebagai ciprofloxacin laktat; dosis dinyatakan dalam ciprofloxacin.Persiapan tablet extended-release (Cipro XR, ProQuin XR) hanya digunakan untuk pengobatan infeksi saluran kemih tertentu (UTI). Ini persiapan diperpanjang-release tidak dipertukarkan dengan satu sama lain dan tidak dipertukarkan dengan persiapan lainnya lisan ciprofloxacin (tablet konvensional, suspensi oral).

Berdasarkan parameter farmakokinetik (yaitu, AUC), regimen berikut dianggap setara: tablet konvensional ciprofloxacin 250 mg setiap 12 jam-ciprofloxacin 200 mg IV setiap 12 jam; ciprofloxacin tablet konvensional 500 mg setiap 12 jam-ciprofloxacin 400 mg IV setiap 12 jam; ciprofloxacin tablet konvensional 750 mg setiap 12 jam-ciprofloxacin 400 mg IV setiap 8 jam.(AHFS, 2011).I.METODE PELAKSANAAN

I.1. Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Penelitian ini akan dilaksanakan selama kurang lebih tiga bulan di Bangsal BedahRSUD Padang Panjang(Agustus-Oktober).I.2. Prosedur Penelitian

I.2.1.Penetapan Kriteria Penderita

Penderita yang dipilih adalah pasien yang menerima injeksi antibiotik sepalosporin generasi ketiga, di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.

I.2.2. Penetapan Sampel yang Akan DievaluasiSampel yang dipilih adalah rekam medik pasien yang menerima terapi injeksi antibiotik sepalosporin generasi ketiga, di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.I.2.3.Pengambilan DataA. Data yang diambil adalah data rekam medik pasien, data laboratorium pendukung catatan dokter/perawat di bangsal, serta pengamatan terhadap respon klinis pasien di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.Data rekam medik:

a. Nama, umur, jenis kelamin, berat.

b. Keluhan pasienc. Jenis obat dan dosis yang diterima pasiend. Diagnosis riwayat penyakit pasien.e. Waktu pemberian obatData laboratorium pendukung diantaranya adalah:

a. Suhu tubuhb. Jumlah sel darah putih (leukosit)c. Nilai serum kreatinin.B. Mengamati perawat merekonstitusi injeksi kering, seperti:

a. pelarut yang digunakan

b. cara melarutkan

c. cara pemberian

d. cara penyimpanan injeksi yang sudah direkonstitusi

e. ruangan tempat merekonstitusif. waktu pemberian

C. Mengamati respon klinis pasien terhadap pengobatan yang diterima.

a. efektif atau tidaknya terapi, dapat dilihat dari gfafik suhu tubuh.

b. gejala efek samping obat,seperti:

Reaksi lokal sepeti panas dan reaksi hipersensitif.

c. gejala lain terkait adverse drug reaction yang dikeluhkan pasien,seperti:

reaksi alergi,reaksi toksik dan timbulnya super infeksi.

I.2.4. Penetapan Kriteria Obat

Obat yang dikaji adalah antibiotik injeksi Cefepim, Cefazolin, Cefoperazone, dan Ciprofloxacin yang diberikan kepada pasien di Bangsal Bedah RSUD Padang Panjang.I.2.5. Analisis Data dan Penarikan Kesimpulan

I.2.5.1. Analisis Data

Data yang dikumpulkan diolah menggunakan statistik deskriptif. Data disajikan dalam bentuk tabel dan diagram kemudian dianalisa. Kemudian hasil yang diperoleh dibandingkan dengan standar yang telah ditetapkan terlebih dahulu. Hasil perbandingan akan menunjukan keberhasilan dan kerasionalan penggunaan obat yang ditinjau dari :

a. Kesesuaian pemilihan antibiotik dan regimen dosis yang diberikan kepada pasien.

b. Kesesuaian pelarut yang digunakan.

c. Cara penyiapan dan pemberian obat yang tepat terhadap pasien.

d. Ruangan tempat melarutkan.I.2.5.2. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan berdasarkan analisa regimen dosis terhadap status penyakit pasien dan respon klinis pada pasien di bangsal Bedah RSUD Padang Panjang serta cara penyiapan antibiotik injeksi yang digunakan dibandingkan dengan literatur.J.JADWAL KEGIATAN

NoKegiatanBulan ke

123456

1Persiapan / Pelaksanaan Penelitian

2Pengolahan Data

3Penulisan Skripsi/makalah

Seminar

4Persiapan Seminar Hasil

5Penyempurnaan Skripsi dan Persiapan Ujian Akhir

6Ujian Akhir

DAFTAR PUSTAKA

Alginda, Lahvem.2012. Analisis Regimen Dosis Dan Cara Penyiapan Injeksi Antibiotik Sepalosporin Generasi Ketiga Pada Pasien Rawat Inap Di Bangsal Penyakit Dalam Rsud Dr.M.Zein Painan.Padang:Universitas Andalas.American Society of Health-System Pharmacists Customer Service Department.2011.AHFS Drug Information Essentials.American Society of Health-System Pharmacists Customer Service Department, inc. 7272 Wisconsin Avenue Bethesda.Association Pharmacist American.2010. Drug Information Handbook 18th edition. USA: Lexi-Comp.BNF. 2009. British National Formulary. BMJ Group and Rps Publishing Volume 57.Dipiro. 2008. Pharmacotherapy Handbook ed.7th. USA : McGrawHill.Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Dasar Dispending Sediaan Steril. Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Farmasi dan Alat Kesehatan. Deparetemen Kesehatan RI.Febiana,Tia. 2012. Kajian Rasionalitas Penggunaan Antibiotik Di Bangsal Anak RSUP Dr. Kariadi Semarang Periode Agustus-Desember 2011.Diponegoro: Uiversitas DiponegoroKEMENKES RI. 2011. Pedoman Pelayanan Kefarmasian Untuk Terapi Antibiotik.Jakarta: KEMENKES RI.Lestari,Wulan.2010. Studi Penggunaan Antibiotik Berdasarkan Sistem ATC/DDD dan Kriteria Gyysens di Bangsal Penyakit Dalam RSUP DR.M.Djamil Padang.Padang : Universitas Andalas.Lucida, heny.2014. Kajian Kompatibilitas Sediaan Rekonstitusi Parenteral dan Pencampuran Sediaan Intravena Pada Tiga Rumah Sakit Pemerintah di Sumatera Barat. Padang :Universitas Andalas.McEvoy & Gerald. 2008. AHFS Drugs Information. USA: American Societyof health system pharmacists.Michael T, Madigan. 2000. -lactam Antibiotiks.Brock Biology of Microorganism13th Edition.Muhammad, AAW. 2014. Antibiotics 4thclass. University of technology Applied Science Departement Biotechnology Division. New Zealand.

Rao, TV. MD. 2011. Learning Resources for Medical Microbiologist in Developing World. Diagnostic Microbiology LaboratoryRegional Health Forum WHO South-East Asia, Antibiotiks, Volume 2, number 2. Available from : http://www.searo.who.int/EN Update September 4th 2006, Accassed January 30th 2009.Selected Articles From Treatment Guidelines With Updates from The Medical Letter, 2005.Handbook of Antimicrobial Therapy 17th Edition.New York: The Medical Letter, inc.1000 main street New Rochelle 10801-7537.Setiabudy, Rianto. 2007. Farmakologi dan Terapi Edisi 5. Jakarta: Departemen Farmakologi dan Terapeutik FKUI.T.C.H. Leung, C.N.P. Lui, L.W.Chen, W.H. Yung, Y.S.Chan, K.K.I. Yung. 2012. Ceftriaxone Ameliorates Motor Deficit and Protects Dopaminergic Neurons In 6-Hydroxy Dopamine-Lesioned Rats. ACS Chem Neurosci.

The Department of Health.2009. British pharmacopoeia. London: The Department Of Health, Social Services And Public Safety.Trissel, Lawrence A. 2009. Handbook On Injectable Drugs ed 15th. American Society Of Health System Pharmacists.World Health Organization.The Rational Use Drugs. World Health Organization, 1987: 1-5.Yufi,AllanBara.2012. Analisis Regimen Dosis dan Cara Penyiapan Meropenem Pada Pasien Rawat Inap di Irna Penyakit Dalam RSUP Dr. M. Djamil Padang. Padang : Universitas Andalas.