Proposal Fix 20 Jan 15 Rev 1

112
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masa remaja merupakan masa yang memiliki keunikan tersendiri dalam perjalanan hidup manusia. Fenomena perilaku remaja yang bersifat negatif banyak ditemukan di lingkungan masyarakat. Pemberitaan di media massa hampir setiap saat memuat dan menayangkan kasus-kasus mengenai perilaku negatif remaja. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, sebagian besar korban penyalah gunaan narkoba berusia 15-25 tahun. Data lain mengungkap bahwa jumlah pengidap HIV di kalangan pengguna narkoba suntik berusia muda yakni dibawah 20 tahun. Salah satu penyebab perilaku negatif tersebut karena remaja tidak mampu mengontrol emosi (Rumini & Sundari, 2004). Menurut Goleman (2000) adanya kecenderungan yang sama, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami 1

description

kknkn

Transcript of Proposal Fix 20 Jan 15 Rev 1

BAB I

PAGE

BAB I

PENDAHULUANA. Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa yang memiliki keunikan tersendiri dalam perjalanan hidup manusia. Fenomena perilaku remaja yang bersifat negatif banyak ditemukan di lingkungan masyarakat. Pemberitaan di media massa hampir setiap saat memuat dan menayangkan kasus-kasus mengenai perilaku negatif remaja. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional, sebagian besar korban penyalah gunaan narkoba berusia 15-25 tahun. Data lain mengungkap bahwa jumlah pengidap HIV di kalangan pengguna narkoba suntik berusia muda yakni dibawah 20 tahun. Salah satu penyebab perilaku negatif tersebut karena remaja tidak mampu mengontrol emosi (Rumini & Sundari, 2004).Menurut Goleman (2000) adanya kecenderungan yang sama, yaitu generasi sekarang lebih banyak mengalami kesulitan emosi daripada generasi sebelumnya, seperti: lebih kesepian, pemurung, kurang menghargai sopan santun, lebih gugup, mudah cemas, lebih impulsif, dan agresif.

Kemerosotan emosi tampak pada semakin parahnya masalah spesifik seperti: nakal, agresif, bergaul dengan anak-anak bermasalah, menipu, sering bertengkar, bersikap kasar pada orang lain, membandel di sekolah maupun di rumah, keras kepala, suasana hatinya sering berubah-ubah, terlalu banyak bicara, sering mengolok-olok, serta bertemperamen tinggi. Munculnya bentuk-bentuk perilaku yang negatif tersebut, menurut Goleman (2000), merupakan gambaran adanya emosi-emosi yang tidak terkendalikan, mencerminkan semakin meningkatnya ketidakseimbangan emosi. Fenomena tersebut menunjukkan bahwa individu gagal dalam memahami, mengelola, dan mengendalikan emosinya. Berdasarkan hal itu, dapat dikatakan bahwa individu tersebut kurang memiliki kecerdasan emosi.

Menurut Stenberg dan Salovey (1997) dalam Shapiro (2008) kecerdasan emosi adalah kemampuan seseorang dalam mengenali perasaannya sendiri sewaktu perasaan atau emosi itu muncul dan individu tersebut memiliki kepekaan yang tinggi atas perasaan yang sesungguhnya sehingga mampu mengenali emosinya sendiri dan kemudian mengambil keputuan-keputusan secara mantap. Goleman (2000) juga menyebutkan bahwa koordinasi suasana hati adalah inti hubungan sosial yang baik. Apabila seseorang pandai menyesuaikan diri dengan suasana hati individu yang lain atau dapat berempati, orang tersebut akan memiliki tingkat emosionalitas yang baik dan akan lebih mudah untuk menyesuaikan diri dalam pergaulan sosial serta lingkungannya.Perilaku negatif tersebut juga sejatinya adalah ekspresi atas kecerdasan emosional remaja. Jika kecerdasan emosional tersebut tidak dapat dipenuhi dengan baik maka remaja akan cenderung berperilaku menyimpang (Sukmadinata, 2003). Stimulasi untuk membantu perkembangan emosional anak yang dapat dilakukan adalah memberikan perhatian dan kasih sayang untuk menumbuhkan rasa percaya diri anak sejak dini karena itu merupakan hal yang dibutuhkan, memberikan pujian yang positif untuk usaha dan perilaku baik yang anak lakukan (Wilopo, 2010).Menurut sobur (2003), persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu, sedangkan dalam arti luas adalah pandangan atau pengertian bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. De Vito (dalam Sobur, 2003) mengatakan persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita.Brehm dan Kassin (Mahasari, 2004), mengatakan bahwa stress merupakan pengalaman universal. Stres tidak memandang usia, dan setiap rentang perkembangan baik bayi, anak-anak, dewasa, dan lanjut usia pernah mengalami yang namanya stres. Bahkan stres dapat juga dialami oleh orang-orang dari berbagai bidang pekerjaan, baik pekerjaan kantor, tukang pos, pelajar, mahasiswa, bahkan mungkin saja seorang pelawak dapat juga mengalami stres. Pelajar dan mahasiswa masih dapat digolongkan sebagai remaja, dimana masa remaja merupakan periode yang dipenuhi tekanan dalam hidup dan dipenuhi oleh situasi stress yang berasal dari perpanjangan stress di masa yang akan dating (Kisher, dalam Maharsari, 2004).Pelajar termasuk salah satu kelompok yang rentan dengan kondisi stress, baik yang berhubungan dengan kehidupan pribadi seperti masalah uang saku, masalah keluarga dan juga konflik antar teman dan juga kehidupan belajar seperti tugas-tugas dan juga ujian nasional.

Adapun gejala-gejala yang menunjukan bahwa seseorang mengalami stress dibagi menjadi 2, yaitu gejala fisik, misalnya : terkena serangan sesak nafas, rasa mabuk, rasa mual, selera makan tidak sebagaimana mestinya, sering menderita gangguan pencernaan, mengalami gangguan tidur, merasa sering lelah, gelisah , pegal-pegal punggung, kesemutan, keringat dingin, pusing kepala, dan jantung berdebar-debar, dan juga gejala mental, dengan tanda-tanda merasa marah sepanjang waktu, tidak dapat mengambil keputusan, merasa tidak mampu menghadapi masalah, merasa menjadi orang gagal, merasa tidak diperhatikan, tidak menyukai orang lain, dan diri sendiri, sering merasa khawatir, merasa tidak dapat berkonsentrasi dan sulit menyelesaikan tugas, kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, dan kehilangan rasa humor.Seperti yang dipaparkan oleh Prawatasari (Oktasela, 2001) dalam penelitiannya yang mengungkapkan ada kaitan antara gejala emosi terutama saat stress dengan aktivitas saraf dan kekebalan tubuh. Secara empirik, terutama hasil penelitian dengan binatang mencoba membuktikan bahwa dalam keadaan stress, imunitas dapat menurun. Ia menyarankan penggunaan kecerdasan emosi saat menghadapi stress.Menurut Goleman, khusus pada orang-orang yang murni hanya memiliki kecerdasan akademis tinggi, mereka cenderung memiliki rasa gelisah yang tidak beralasan, terlalu kritis, rewel, cenderung menarik diri, terkesan dingin dan cenderung sulit mengekspresikan kekesalan dan kemarahannya secara tepat. Bila didukung dengan rendahnya taraf kecerdasan emosionalnya, maka orang-orang seperti ini sering menjadi sumber masalah. Karena sifat-sifat di atas, bila seseorang memiliki IQ tinggi namun taraf kecerdasan emosionalnya rendah maka cenderung akan terlihat sebagai orang yang keras kepala, sulit bergaul, mudah frustrasi, tidak mudah percaya kepada orang lain, tidak peka dengan kondisi lingkungan dan cenderung putus asa bila mengalami stress. Kondisi sebaliknya, dialami oleh orang-orang yang memiliki taraf IQ rata-rata namun memiliki kecerdasan emosional yang tinggi.Dalam Lisa Puspitasari (2010), dalam hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa persepsi dapat mempengaruhi pola asuh orang tua terhadap anak. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa persepsi remaja dapat mempengaruhi kecerdasan emosional pada remaja. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa persepsi remaja mempunyai hubungan positif dengan pola asuh orang tua yang akan mengakibatkan perubahan pada kecerdasan emosional individu.

Di Amerika Serikat, tahun 2013 penahanan kaum remaja karena tindak kejahatan dengan kekerasan telah mengalami laju paling tinggi, penahanan kaum remaja karena terlibat kasus perkosaan meningkat menjadi dua kali lipat, laju pembunuhan anak muda meningkat menjadi empat kali lipat, sebagian besar disebabkan oleh meningkatnya penembakan. Hal ini membuktikan tingginya luapan emosi remaja sehingga terjadi perilaku-prilaku negatif (Goleman, 2007).

Di Indonesia aksi-aksi kekerasan dapat terjadi di mana saja, seperti di jalan-jalan, di sekolah, di kompleks-kompleks perumahan, bahkan di pedesaan. Aksi tersebut dapat berupa kekerasan verbal (mencaci maki) maupun kekerasan fisik (memukul, meninju, dll). Pada kalangan remaja aksi yang biasa dikenal sebagai tawuran pelajar/masal merupakan hal yang sudah terlalu sering kita saksikan, bahkan cenderung dianggap biasa. Pelaku-pelaku tindakan aksi ini bahkan sudah mulai dilakukan oleh siswa-siswa di tingkat SLTP/SMP. Hal ini sangatlah memprihatinkan bagi kita semua. Aksi-aksi kekerasan yang sering dilakukan remaja sebenarnya adalah prilaku agresi dari diri individu atau kelompok (Hasbalah, 2003).Menurut Purwaningsih, (2007) kekerasan remaja mencapai tahap mengkhawatirkan karena sudah dianggap biasa. Riset Purwaningsih merupakan manifestasi kekhawatiran terhadap kekerasan yang terjadi di Indonesia. Penelitian dengan judul Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Agresif pada Remaja ini mengambil responden sebanyak 107 siswa remaja putra dan putri berusia lima belas sampai delapan belas tahun di sekolah SMUN 1 Bawang Banjarnegara. Metode skala digunakan Purwaningsih untuk mencari korelasi antara kecerdasan emosi dengan perilaku agresif remaja.Dari hasil penelitian menyimpulkan bahwa bahwa terdapat korelasi antara perilaku agresif dengan kecerdasan emosi. Kecerdasan emosi sangat mempengaruhi cara berpikir mereka. Pengelolaan kecerdasan emosi diperlukan oleh remaja, sebab agresivitas sering muncul secara spontan, Agresif, oleh penulis, diartikan sebagai sebuah tingkah laku kekerasan secara fisik, seperti penganiayaan, atau pun secara verbal melalui umpatan-umpatan atau pun vandalisme. Semua ini bukan tanpa sebab, remaja yang sedang mengalami transisi perubahan fisik dan psikologi yang dialami akan mempengaruhi kondisi emosinya. Emosi, menurut peneliti, merupakan suatu wilayah perasaan dari lubuk hati, naluri tersembunyi, dan sensasi emosi.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan terhadap 10 siswa kelas XII SMA Negeri 1 Bawang didapatkan hasil bahwa sebanyak 8 (80%) siswa mengatakan bahwa kecerdasan emosional yang dapat dipengaruhi oleh emosi, lingkungan, keluarga yang kesemuanya itu dapat mempengaruhi proses penerimaan pelajaran. Serta didapatkan juga sebanyak 10 (100%) siswa mengatakan mengalami kecemasan (stres) karena akan menghadapi Ujian Nasional (UN). Dari hasil tersebut dapat dilihat bahwa kecerdasan emosional sangat penting bagi siswa dalam menerima materi pelajaran. Selain itu siswa mengeluhkan nilai standar kelulusan cukup tinggi yang dapat mengakibatkan kecemasan (stres). Dengan adanya stress siswa akan merasa kesulitan dalam menangkap meteri pelajaran yang diajarkan oleh guru sehingga dapat mempengaruhi kecerdasan emosional.Berdasarkan fenomena diatas, peneliti tertarik untuk meneliti Bagaimana hubungan antara persepsi dan stress remaja terhadap kecerdasan emosional di SMA Negeri 1 Bawang?.B. Perumusan MasalahKecerdasan emosional sangat penting bagi siswa dalam menerima materi pelajaran. Selain itu siswa mengeluhkan nilai standar kelulusan cukup tinggi yang dapat mengakibatkan kecemasan (stres). Dengan adanya stress siswa akan merasa kesulitan dalam menangkap meteri pelajaran yang diajarkan oleh guru sehingga dapat mempengaruhi kecerdasan emosional.Berdasarkan uraian di atas maka peneliti tertarik untuk mengadakan penelitian tentang hubungan antara persepsi dan stres remaja terhadap kecerdasan emosional. Rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut:bagaimana hubungan persepsi remaja dan stres dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Negeri 1 Bawang Banjarnegara?.C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi remaja dan stres dengan kecerdasan emosional remaja di SMA Negeri 1 Bawang Banjarnegara.2. Tujuan KhususTujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Mendeskripsi karakteristik responden meliputi umur dan jenis kelamin.b. Mendeskripsikan persepsi remaja, stres remaja dan kecerdasan emosional pada remaja di SMA N 1 Bawang Banjarnegara.c. Menghubungkan persepsi remaja dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMA N 1 Bawang Banjarnegara.d. Menghubungkan stres remaja dengan kecerdasan emosional pada remaja di SMA N 1 Bawang Banjarnegara.D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti : Merangsang peneliti untuk menambah wawasan dalam melaksanakan penelitian dan mengadakan serta mengembangkan penelitian yang lebih luas dimasa yang akan datang.

2. Bagi responden :

Peneliti berharap penelitian ini dapat bermanfaat bagi responden untuk mengetahui seberapa besar tingkat stress dalam setiap tuntutan beban atas dirinya dan kecerdasan emosional dalam memehami dan berhubungan dengan orang lain agar bertindak bijaksana.3. Bagi Profesi Keperawatan :

Menambah pengetahuan perawat dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan kepada klien baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

4. Bagi Ilmu Pengetahuan

Sebagai bahan masukan untuk perkembangan ilmu keperawatan khususnya bidang keperawatan keluarga yang berkaitan dengan remaja khususnya tingkat stress, dan emosionalnya dan untuk memajukan riset keperawatan yang merupakan dasar penelitian lebih tentang topik terkait.E. PENELITIAN TERKAIT1. Yunita Anggaraningtya (2013)Dengan judul Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya pada siswa kelas XI di SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Alat ukur dalam penelitian ini menggunakan empat skala, yaitu skala kecenderungan perilaku agresi, skala koping stres, skala persepsi pola asuh otoriter dan skala konformitas teman sebaya. Analisis data menggunakan metode analisis regresi linear berganda. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai F-test= 9,108, p 0,05, dan nilai R = 0,395. Berdasarkan hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa hipotesis dalam penelitian ini dapat diterima, yaitu ada hubungan yang signifikan antara koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa nilai F-test sesudah dimoderasi lebih besar dari nilai F-test sebelum dimoderasi (9,108 > 8,411). Ini berarti bahwa konformitas teman sebaya sebagai variabel moderasi memperkuat hubungan koping stres dan persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi. Kontribusi koping stress, persepsi pola asuh otoriter terhadap kecendrungan perilaku agresi sebesar 15,6%.Persamaan dengan penelitian saya adalah neneliti tentang stres pada anak remaja di sekolah menengah

Perbedaan dengan penelitian saya adalah jurnal ini meneliti tentang persepsi pola asuh otoriter dengan kecenderungan perilaku agresi pada remaja yang dimoderasi oleh konformitas teman sebaya pada anak remaja. 2. Lisa Puspitasari (2010)Dengan judul Hubungan Antara Persepsi Terhadap Pola Asuh Orangtua Otoritatif Dengan Kecerdasan Emosional Pada Remaja Madya di SMA Negeri 2 Kudus Kelas X dan XI. Jumlah sampel penelitian sebanyak 203 orang, diambil dengan menggunakan teknik simple random sampling. Metode pengumpulan data menggunakan dua buah skala psikologi yaitu Skala Kecerdasan Emosional dan Skala Persepsi terhadap Pola Asuh Orangtua Otoritatif. Skala Kecerdasan Emosional 33 aitem (=0,908) dan Skala Persepsi terhadap Pola Asuh Orangtua Otoritatif 30 aitem (=0,916). Analisis data dilakukan dengan metode analisis regresi sederhana. Hasil analisis data menunjukkan koefisien korelasi rxy=0,506 dengan p=0,000 (p50%Rendah = 34)Ordinal

Variabel dependent

Kecerdasan emosionalKemampuan remaja untuk memahami dan berhubungan dengan orang lain agar bertindak bijaksana dalam menjalin hubungan.Kuesioner Tinggi 50%Rendah r table dengan taraf signifikan 5% dan tingkat kepercayaan 95%.

Untuk menguji validitas tersebut, dilakukan dengan menggunakan teknik kolerasi product moment ( Sugiyono, 2006), yaitu :

Keterangan :

R: angka korelasi

N: jumlah responden

x: nilai dari setiap point pernyataan

y: skor total

xy: nilai dari pernyataan dikali skor totaluji validitas dilakukan di SMK Negeri I Bawang Banjarnegara. Berdasarkan hasil uji validitas yang dilakukan kepada 20 responden uji coba (df=n-1=19;r tabel-0,456) menunjukkan seluruh item kuisioner pada 3 variabel penelitian valid. Kuisioner persepsi terdiri dari 15 item pertanyaan, dengan skor tertinggi terdapat pada item nomor 6 (0,913) dan terendah item nomor 3 (0,468). Kuisioner stress remaja terdiri dari 14 item kuisioner dengan skor tertinggi pada item 13 (0,902), dan terkecil item nomor 10 (0,466). Kuisioner kecerdasan emosional terdiri dari 14 item pertanyaan dengan skor tertinggi pada item nomor 13 (0,848), dan terkecil item nomor 1 (0,498).

2. Uji Reliabilitas

Relibilitas menunjukan bahwa sesuatu instrument cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpulan data karena instrument tersebut sudah baik. Instrument yang reliable dapat menghasilkan data yang dipercaya. Jika datanya benar sesuai kenyataan, maka berapa kali pun diambil, hasilnya tetap sama (Sugiyono, 2006). Instrument dikatakan reliable apabila r-hitung > r table dengan taraf signifikan 5% dan tingkat kepercayaan 95%.

Sedangkan formula untuk menguji reabilitas persepsi remaja, digunakan rumus Alfa Cronbach yaitu :

Keterangan :

r: relibilitas instrument

k: banyaknya butir pernyataan atau banyaknya soal

: varians total

: jumlah varians butir

Uji reliabilitas menunjukkan seluruh kuisioner relable, dengan skor 0,917 pada kuisioner persepsi, 0,942 pada kuisioner stress remaj dan 0,926 pada kuisioner kecerdasan emosional

H. PENGOLAHAN DATAKegiatan pengolahan data terdiri dari

1. Editing

Editing adalah menerima daftar pernyataan yang telah disarankan untuk para pengumpul data.Tujuan editing adalah untuk mengurangi atau kekurangan yang ada di dalam daftar pernyataan yang telah di selesaikan sampai sejauh mungkin. Dalam data ini peneliti akan memeriksa data yang diperoleh baik nama, umur, jenis kelamin responden sehingga jika masih ada data yang belum lengkap akan dikembalikan pada responden untuk dilengkapi kembali.

2. Scoring Adalah penentuan jumlah skor, dalam penelitian ini menggunakan skala ordinal. Oleh karena itu hasil kuesioner yang telah di isi bila benar diberi skor 1 dan bila salah diberi skor 0. Kemudian di prosentasikan dengan cara jumlah jawaban benar dibagi jumlah soal dan dikalikan 100%.3. CodingCoding adalah mengklasifikasikan jawaban dari para responden ke dalam kategori-kategori. Klasifikasi dilakukan dengan menandai masing-masing jawaban dengan kode berupa angka, kemudian dimasukan ke dalam lembar tabel kerja guna mempermudah membacanya.4. Tabulating

Pekerjaan tabulating adalah pekerjaan membuat tabel, semua jawaban yang sudah diberi skor akan dimasukan kedalam tabel5. Procesing

Procesing adalah memperoleh data agar dapat di analisa. Memproses data dilakukan dengan cara memasukan data kuesioner ke program SPSS6. Cleaning

Cleaning (pembersihan data) merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientri.I. ANALISA DATAa. Analisa UnivariatAnalisa Univariat adalah untuk mengetahui distribusi frekuensi dari populasi masing-masing variable yang diteliti (Arikunto, 2002), tujuan analisa univariat adalah untuk menjelaskan karakteristik dari masing-masing variable yang diteliti. Data yang akan diproses dalam penelitian ini adalah persepsi remaja, stress dan kecerdasan emosional pada remaja. Analisa univariat digunakan untuk mengestimasi parameter populasi untuk data numeric terutama ukuran-ukuran tendensi sentral (mean, median, modus, standar deviasi) data kategorik dalam bentuk prosentase (Notoatmodjo, 2010). Perhitungan presentase menurut Arikunto (2002), dengan menggunakan rumus:

P = Fx 100%

N Keterangan :

P = Proporsi atau hasil presentase

F = Frekuensi

N = Total skor atau total setelah diobservasib. Analisa BivariatPada analisa ini digunakan satu uji hipotesa yaitu uji chi square, uji chi square digunakan untuk menganalisis hubungan variabel kategori dan variabel kategori. Variabel dalam penelitian ini, peneliti tentukan sebagai kategori. Menurut Dahlan (2008), pembuktian uji chi square dapat menggunakan formula:

Keterangan:

X2=Chi square

Fo=Frekuensi observasi

Fh=Frekuensi harapan

Apabila dari uji statistik didapatkan Sig 0,05 maka dapat dikatakan ada hubungan antara persepsi remaja dan stress dengan kecerdasan emosional. Apabila dari uji statistik didapatkan Sig>0,05 maka dapat dikatakan tidak ada hubungan antara persepsi remaja dan stress dengan kecerdasan emosional.DAFTAR PUSTAKAAgustiani, H. (2006). Psikologi Perkembangan Pendekatan Ekologi Kaitannya Dengan Konsep Diri. Bandung: PT. Refika Aditama.

Alia, A.D., (2012) Perbedaan Sikap Ayah Dan Ibu Terhadap Kekerasan Oleh Guru. Artikel Ilmiah Universitas Gunadarma.

Anggaraningtya, Y (2013). Hubungan antara Koping Stres dan Persepsi Pola Asuh Otoriter dengan Kecenderungan Perilaku Agresi pada Remaja yang dimoderasi oleh Konformitas Teman Sebaya pada Siswa Kelas XI SMK Muhammadiyah 4 Boyolali. Skripsi.Artha dan Supriyadi. (2013). Hubungan antara kecerdasan emosional dan self efficacy dalam pemecahan masalah penyesuaian diri remaja awal. Jurna Psikologi Udayana, 1 (1), 190-202.

Arikunto, S. (2002). Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik, edisi revisi 5, cetakan 12. Jakarta: PT Rineka Cipta.Asrori, M. & Ali, M. (2009). Psikologi Remaja Perkembangan Peserta Didik. Cetakan 5. Jakarta: PT. Bumi Aksara.Astuti. (2013). Hubungan kestabilan emosi dan kemandirian terhadap prestasi belajar keterampilan siswa SLTP SLB-C YSSD Surakarta Tahun Ajaran 2002/2003. Publikasi Skripsi Sarjana Ilmu Pendidikan Luar biasa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.Badan Koordinasi dan Keluarga Berencana. (2009). Buku penyuluhan bina keluarga remaja. Jakarta: Direktorat Pengembangan Ketahanan Keluarga BKKBN.

_________________. (2012). Pedoman pengelolaan pusat informasi dan konseling remaja dan mahasiswa. Jakarta: Direktorat Bina Ketahanan Remaja.

Bar-on, R. (2006). The Bar-On Model of Emotional-Social Intelligence (ESI). Psicothema 2006, 18, 13-25.

Baumrind, D. (2001). Current, Patterns of Parental. Authority Development-Psy-chology. Monograph 4 No.1.Bopak, L. (2004). Keperawatan Maternitas. Jakarta : EGCBracket, Lopes, Nezlek, Schotz, Sellin, and Salovy. (2004). Emotional intelligence and social interaction. Personality And Social Psychology Bulletin, 30 (8), 1018-1034.Budirahayu, (2003)Persepsi Pengertian Definisi dan Faktor yang Mempengaruhi:

http://www.duniapsikologi.com/persepsi-pengertian-definisi-dan-faktor-yang-mempengaruhi. Diakses tanggal 20 januari 2014Cahyaningsih, (1999) Komunikasi Dan Pola interaksi Keluarga. Jakarta: Rineka Cipta

Chaplin, J.P. (terj. Kartini Kartono). (2005). Kamus Lengkap Psikologi. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

Cole, M, et al. (2005).The Development of Children. New York: Worth ublishers

Dariyo, A. (2004). Psikologi perkembangan remaja. Jakarta: Ghalia Indonesia.

Depkes RI, 2003. Kesehatan Remaja, Problem dan Solusinya. Jakarta: Salemba Medika

Depkes RI. (2008). Hasil-hasil riset kesehatan dasar tahun 2007. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Djamarah, B. (2004). Pola Komunikasi Orang Tua dan Anak Dalam Keluarga, Jakarta: PT.Rineka Cipta

Ebin, S. (2005). Pengaruh Pola Asuh Orang Tua Dengan Kedisiplinan Siswa Kelas I dan II di SMU Negeri 8 Medan Tahun Ajaran 2004/2005, Medan: Skripsi Unimed

Friedman, (2008) buku ajar keperawatan keluarga. Jakarta: Rineka ciptaGinanjar, A. (2008). Rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual ESQ. Jakarta: Arga.

Gunarsa, S. D., & Gunarsa, Y. S. D., (2005). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta : BPK Gunung Mulia

Golemen, (2000) Emosional intelligence for adolescent. Jogjakarta: ErlanggaHadinoto, S.R. (2000). Achivement, Motivation, Parent Education Level And Child Rearing Practice In Four Ocenfational Group, Disertasi (tidak diterbitkan). Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM.

Hanif (2005) Perbedaan Tingkat Agresivitas Pada Siswa SMU Muhammadiyah I Yogyakarta berdasar pada Pola Asuh Dan Jenis Pekerjaan Orang Tua. Jurnal Penelitian Humaniora, Vol. 6 No. 2, 2005: 144-154.

Hapsariyanti D . (2006). Kecerdasan emosional dan penyesuaian diri. Jurnal Psikologi. 2 : 134-142. Hastuti, Dwi. (2008). Karakteristik Keluarga, Interaksi Ibu-Anak dan Pengasuhan Serta Pengaruhnya Terhadap Tumbuh Kembang Anak di Bogor dan Depok. Media Gizi & Keluarga, Juli 2008, 32 (1): 42-55.

Hastuti, Sri. (2007). Gaya hidup remaja di pedesaan. Medan: USU press.

Hawari, Dadang. (2008). Manajemen Stres, Cemas dan Depresi. Jakarta: FKUI

Helmi, FA., Ifham A. (2004). Hubungan Kecerdasan Emosi dengan Kewirausahaan pada Mahasiswa. Universitas Gajah Mada, YogyakartaHerlambang. (2008). Stres dan Gangguan Hormonal. Retrieved December 20, 2008, from Http://www.jambi-independent.co.id

Hoff, L.,A. (2009). People in crisis: Clinical diversity perspective (6th ed.). New York: Taylor and Francis Group.Hidayah, Nurul. (2007) . Identifikasi dan Pengelolaan Stress. Bandung : Alfabeta.Hurlock, E.B., (2003). Adolescent Development. Tokyo: McGraw-Hill, Kogakhusa Ltd.Istianah A, (2010) Hubungan antara persepsi terhadap pola asuh demokratis ayah dan ibu denganperilaku disiplin remaja. SkripsiKimmel, (2008).Tugas-tugasPerkembanganRemaja.

http://riasahirin.wordpress.com/2010/10/30/tugas-tugas-perkembangan-remaja/. Diakses pada tanggal 20 januari 2014Koeswara, E., (2008). Agresi Manusia. Bandung: PT Eresco.Lestari, K. (2007). Hubungan antara bentuk-bentuk dukungan social dengan tingkat resiliensi gempa di desa Canan, Kecamatan Wedi, Kabupaten Klaten. Publikasi Skripsi Sarjana Psikologi, Undip.

Lisma, (2010). Sumber daya manusia dan pemanfaatannya. Jakarta: PT.Rineka Cipta

Maisaroh, E., dan Falah, F. (2012). Religiusitas dan kecemasan menghdapi Ujian Nasional pada siswa Madrasah Aliyah. Proyeksi, 6(2), 78-88.Makmun, A. S (2003). Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya Remaja.

Mappiare, Andi, (2000). Psikologi Remaja. Surabaya: Usaha NasionalMardiya. (2000). Kiat-kiat Khusus Membangun Keluarga Sejahtera. Jakarta: BKKBN PusatMaryati, I. (2008). Hubungan Antara Kecerdasan emosi dan keyakinan diri (self-efficacy) dengan kreativitas pada siswa akselerasi. Publikasi Skripsi Sarjana Psikologi, Universitas UdayanaMonks, F. J., Knoers, A. M. P & Hadinoto S. R. (2001). Psikologi perkembangan: Pengantar dalam berbagai bagiannya. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.

Mutadin, Z, (2002). Kemandirian sebagai kebutuhan psikologis pada remaja, Terdapat pada http://www.epsikologi.com/remaja.html Diakses pada tanggal 3 Juni 2014.Notoatmodjo. (2007). Kesehatan masyarakat ilmu dan seni. Jakarta: Rineka Cipta.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.Patton, P. (1998). Emotional Intelligence. Alih Bahasa: Zaini Dahlan. Jakarta: Pustaka Delapratasa

Petranto, I. (2006). Rasa Percaya Diri Anak adalah pantulan Pola Asuh Orang Tuanya. Online: http://dwpptrijenewa.isuisse.com/bulletin/?p=32 (Accessed 15 April 2013)

Prihatina, Latifah, dan Johan. (2012). Konsep diri, kecerdasan emosional, tingkat stres, dan strategi koping remaja pada berbagai model pembelajaran. Jurnal Ilmiah keluarga dan Konseling, 5 (1), 48-57.Proverawati dan Misaroh. (2009). Menarche Menstruasi Pertama Penuh Makna. Yogyakarta : Nuha Medika

Puspitasari, L (2010). Hubungan antara Persepsi terhadap Pola Asuh Orangtua Otoritatif dengan Kecerdasan Emosional pada Remaja Madya di SMA Negeri 2 Kudus Kelas X dan XI. SkripsiRakhmat, (2004). Pengertian Persepsi. http://library.usu.ac.id (17 Maret 2014).Ramadhan, A., S. (2013). Kebijakan anak muda Indonesia: mengaktifkan peran anak muda. Jakarta: Youth Initiative & Civic Engagement.

Rawi, M. (2010). Aktualisasi Pendidikan Karakter Mengawal Masa Depan Moralitas Anak. Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan asar dan Menengah Kementerian Pendidikan Nasional Kegiatan Penyelenggaraan Sosialisasi/Diseminasi/Seminar/Workshop/Publikasi, Jakarta.

Rumini S, Sundari S. (2004). Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: Rineka Cipta

Robbin . (2001). Hubungan antara motivasi dengan Mengajar. Jakarta : Yudistira

Robbin, Stephen., & Judge, Timothy (2001) . Organization al Berhavoiur, Edisi 12. Jakarta: Salemba Empat.

Santrock, J. (2003) Hakikat Remaja dan Perkembangannya. Jakarta: P.T. Raja Grafindo Persada.

_________. (2007). Remaja (11th ed.). Jakarta: Erlangga.Saphiro, Lawrence E. (2008). Mengajarkan Emotional Intelligence Pada Anak. Jakarta : Gramedia.Sarwono, S.W. (2004). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada Satiadarma, M. P.& Waruwu, F. E (2003). Mendidik Kecerdasan. Jakarta: Pustaka Pelajar.Siwi, Luthifi, dan Pradana. (2011). Perbedaan kecerdasan emosional ditinjau dari persepsi penerapan disiplin orang tua pada mahasiswa UIEU. Jurnal Psikologi, 9 (1).Slamet, (2003).Pengaruh Persepsi Remaja terhadap Keharmonisan Keluarga di SMA N 1 Semarang.SkripsiSinurat, (2008). Mengelola Sumber Daya Manusia. Jogjakarta: Erlangga Sriati, (2008). Hubungan tingkat stres terhadap siklus menstruasi pada remaja kelas XII di SMAN 64 Jakarta. SkripsiSugiyono, (2008). Metode Penelitian Kunatitatif Kualitatif . Bandung : Alfabeta.

Sukmadinata, S. (2003). Psikologi Remaja. Jakarta : PT. Rajawali Press

Sukmadinata, S. (2005). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung : P.T. Remaja Rosdakarya.

Sunaryo (2002). Sekilas Tentang Persepsi Remaja.Bandung: PT Eresco.Sunarti, E. (2012). Peningkatan ketahanan dan kesjahteraan keluarga. Artikel [online].Supartini, Y. (2004). Buku Ajaran Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: GC

Sobur, (2003). Pustaka Konseling untuk remaja.Bandung:P.T. Remaja Rosdakarya

Purwaningsih, (2007). Hubungan antara Kecerdasan Emosi dengan Perilaku Agresif pada Remaja. Skripsi.Walgito, B. (1997). Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Andi OffsetWardoyo, (2002). Menelusuri Akar Kenakalan Remaja. Yogyakarta : Fakultas Psikologi UGM.Wening, L., S. (2011). Meningkatkan peran serta remaja dalam pelembagaan keluarga kecil bahagia sejahtera menuju penduduk tumbuh seimbang 2015. Artikel.Tarmidi dan Vanita, I. (2012). Hubungan antara kecerdasan emosi dengan kecemasan menghadapi ujian nasional pada siswa SMA swasta. Absrak [Online]. Widiastuti, dkk, (2009) Psikologi Remaja. Jakarta:Rieneka Cipta.Wijaya, Cece dkk. 2000. Kemampuan Dasar Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Remaja Rosdakarya Offset.Wiknjosatro, (2005). Ilmu kandungan. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.Wilopo, (2010). Remaja dan perkembangannya. Jakarta : Bina Mitra Press

Wong, S.,L. (2004). Depression level in inner city Asian American Adolescent: the Contributions of cultural orientation and interpersonal relationship. Journal of Human Behavior in the Social environment.

Yusof, N.M. & Yaacob, N.R.N. (2012). Emotional Intelligence and Attitude of Students from Public Institutes of Higher Learning. Science Journal of Psychology.Yusuf, Elvi A. (20Yusuf, Syamsu LN. (2003). Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: PT Rosda Karya Remaja.

Martin, A. D. (2011). Emotional Quality Management:Refleksi,Revisi dan Revitalisasi Hidup Melalui Kekuatan Emosi. Jakarta: HR Excellency.LAMPIRANFaktor persepsi :

Keadaan stimulasi

Situasi atau keadaan social

Keadaan orang yang mempersepsi

Hubungan dengan kecerdasan emosional

Respon stres :

Krontrol

Prediktabilitas

Persepsi

Respon koping

Kecerdasan Emosional Remaja

Persepsi remaja

Stres

Populasi

(Siswa SMA Negeri 1 Bawang)

Menentukan paparan

(Persepsi remaja, Stres)

Hasil analisis

Hasil Pengamatan

Pengambilan dalam satu waktu

Menentukan akibat

(Kecerdasan Emosi)

n = QUOTE

17

_1483365347.unknown

_1483366421.unknown

_1305051308.unknown

_1483214815.unknown

_1305051255.unknown