Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

79
EFEKTIVITAS PROSES PELAKSANAAN MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA BANDUNG (STUDI KASUS DI SMA TARUNA BAKTI BANDUNG, SMA TERPADU KRIDA NUSANTARA BANDUNG DAN SMA NEGERI 3 BANDUNG) PROPOSAL PENELITIAN Sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) Semester Ganjil mata kuliah Metodologi dan Statistik Penelitian Manajemen Pendidikan Lanjut, diampu oleh Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja Oleh Denny Kodrat NPM: 4103810413007 PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN/MANAJEMEN PENDIDIKAN PROGRAM PASCASARJANA Denny Kodrat | Proposal Penelitian 0

description

Proposal Penelitian dengan menggunakan mixed method

Transcript of Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Page 1: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

EFEKTIVITAS PROSES PELAKSANAAN MANAJEMEN PENDIDIKAN KARAKTER TINGKAT SEKOLAH MENENGAH ATAS DI KOTA BANDUNG

(STUDI KASUS DI SMA TARUNA BAKTI BANDUNG, SMA TERPADU KRIDA NUSANTARA BANDUNG DAN SMA NEGERI 3 BANDUNG)

PROPOSAL PENELITIAN

Sebagai Ujian Akhir Semester (UAS) Semester Ganjil mata kuliah Metodologi dan Statistik Penelitian Manajemen Pendidikan Lanjut, diampu oleh Prof. Dr. H. Rochman Natawidjaja

OlehDenny Kodrat

NPM: 4103810413007

PROGRAM DOKTOR ILMU PENDIDIKAN/MANAJEMEN PENDIDIKAN

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS ISLAM NUSANTARA

2013

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 0

Page 2: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan, sebagaimana yang pernah dikemukakan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan, Prof. Dr. Moh. Nuh, merupakan obat untuk memerangi kemiskinan dan

keterbelakangan peradaban. Pernyataan ini menegaskan bahwa betapa pendidikan masih

diyakini memegang peranan penting dalam pembangunan manusia, karena kemajuan

peradaban sejatinya merupakan kemajuan manusia. Semakin tinggi sebuah peradaban,

maka hal itu mengindikasikan semakin majunya manusia. Begitupula dengan kemiskinan.

Usia kemiskinan sama tuanya dengan usia peradaban manusia. Tentunya, usia pendidikan

pun setua pula usia peradaban manusia. Oleh karenanya, pendidikan selalu menjadi jalan

keluar tanpa alternatif (no alternative way) untuk sebuah upaya membangun peradaban dan

memerangi kemiskinan.

Kewajiban negara yang utama di bidang pendidikan dapat dilihat dalam pembukaan

konstitusi negara Republik Indonesia, yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa. Lebih lanjut,

dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 dijelaskan fungsi dan tujuan pendidikan nasional,

yaitu:

Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Salah satu kebijakan pemerintah dalam mengembangkan kemampuan dan

membentuk watak serta peradaban adalah dengan menggulirkan pendidikan karakter. Hal

ini didasarkan bahwa pendidikan merupakan pembentukan karakter (character building).

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 1

Page 3: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Bahkan, pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana pengkulturan dan pemanusiaan,

disebabkan peran pendidikan karakter bukan saja bersifat integratif, dalam arti

mengukuhkan moral intelektual peserta didik, melainkan juga bersifat kuratif, baik secara

personal maupun sosial, yakni bisa menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit sosial

(Koesoema, 2010:116).

Realitas dunia pendidikan saat ini masih didominasi oleh cerita-cerita buram penuh

kekerasan. Misalnya tawuran antarpelajar. Komisi Nasional Perlindungan Anak mencatat

telah terjadi 147 kasus tawuran dengan korban jiwa sebanyak 82 anak sepanjang 2012

(Megapolitan.com). Tawuran pelajar ini bahkan hampir merata disetiap jenjang, baik jenjang

pendidikan dasar, menengah hingga perguruan tinggi. Tidak hanya kasus kekerasan tawuran

saja yang cukup mengkhawatirkan, kasus amoral lain seperti seks bebas, aborsi,

penyalahgunaan obat-obat terlarang hingga kasus kekerasan seksual cukup mendominasi

dunia pendidikan. Belum lagi masalah-masalah penyimpangan moral yang terjadi di mikro

pendidikan, misalnya mencontek dan bullying, menjadi masalah yang cukup serius untuk

disikapi bersama para pemangku kepentingan (stakeholders).

Berkaca dari fenomena persoalan pendidikan di atas, konsep pendidikan karakter

menjadi menarik untuk diteliti terlebih bila ditelaah bagaimana penerapan dan pengelolaan

pendidikan karakter ini oleh sekolah sebagai lembaga pendidikan formal. Sementara itu,

kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) 2013 menekankan pada pendidikan karakter

dengan tujuan meningkatkan mutu proses dan hasil pendidikan yang mengarah pada

pembentukan budi pekerti dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu dan

seimbang sesuai dengan standard kompetensi lulusan pada setiap satuan pendidikan

(Mulyasa, 2013). Peneliti memilih satuan pendidikan SMA Taruna Bakti Bandung sebagai

subjek penelitian dengan pertimbangan bahwa sekolah ini dikenal menjadikan pendidikan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 2

Page 4: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

karakter sebagai misi sekolahnya, selain menjadi sekolah pembauran multi etnis. Selain itu,

dengan kiprahnya yang lebih dari 60 tahun, sekolah ini tidak hanya memiliki jejak rekam

yang baik secara akademis, popular secara nama, dan menjadi salah satu dari sedikit sekolah

swasta yang menempati 5 (lima) besar sekolah unggulan di kota Bandung, namun juga

memiliki kekhasan dalam misi pendidikannya, yaitu menjadikan pendidikan karakter dan

pembauran sebagai bagian dari softskill yang tidak terpisahkan.

SMA Taruna Bakti, terakreditasi A sejak tahun 2007 terletak di Jalan L.L.R.E

Martadinata 52 Kota Bandung, persis berada di tengah-tengah pusat perbelanjaan factory

outlets dan pusat pemerintahan provinsi Jawa Barat (Gedung Sate) dan Kejaksaan Provinsi

Jawa Barat. Sekolah ini berdiri di bawah naungan Yayasan Taruna Bakti yang didirikan oleh

masyarakat dengan ketua umumnya Drs. K. Kamajaya, M.Sc. Yayasan Taruna Bakti sendiri

saat ini mengelola satuan pendidikan Play group, Taman Kanak-kanak, Sekolah Dasar,

Sekolah Menengah Pertama, Sekolah Menengah Atas dan Akademi Sekretari Taruna Bakti.

Untuk kegiatan SMA, proses manajemen dan pembelajarannya berada di gedung utama Jl.

L.L.R.E. Martadinata no. 52 lantai 3 dan 4. Berdasarkan observasi awal yang dilakukan,

disiplin dan keramahtamahan sangat ditekankan. Senyum, Tegur dan Sapa menjadi salah

satu etika yang ditekankan baik kepada siswa juga guru. Siswa harus berada di sekolah

sebelum jam 06.30. Sesudah jam tersebut, Siswa-siswa yang terlambat mendapatkan sanksi

tidak diperkenankan masuk kelas sebelum menyelesaikan tugas terlambat yang dibuat oleh

guru jam pertama dan dipantau serta diadministrasikan oleh guru piket. Ucapan-ucapan

seperti “Assalamu’alaikum, selamat pagi,” dan diikuti mencium tangan dari siswa ke guru

menjadi keseharian para siswa dan guru di sekolah.

Hasil observasi awal di atas dikuatkan oleh penuturan Kepala Sekolah melalui

wawancara informal yang dilakukan peneliti. Kepala Sekolah menegaskan bahwa SMA

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 3

Page 5: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Taruna Bakti adalah sekolah yang sangat menekankan pendidikan karakter, bahkan jauh

sebelum pemerintah menyuarakan urgensi pendidikan karakter. Salah satu nilai yang

ditekankan selama 2013 adalah respect (menghormati/menghargai). Setiap komponen;

siswa, guru maupun pegawai berupaya untuk menghayati dan mewujudkan nilai respect ini.

Akan tetapi, Kepala Sekolah mengakui di tengah-tengah upaya

mengimplementasikan pendidikan karakter di sekolah ini, terdapat beberapa persoalan

mendasar, yaitu pertama, tidak semua siswa berasal dari lingkungan keluarga yang

harmonis. Banyak di antara diasuh secara single parent. Sehingga, kompensasi yang

cenderung ke arah negatif seperti absensi, keterlambatan, pelanggaran, sering dilakukan

oleh para siswa sekadar untuk mencari perhatian. Lingkungan keluarga yang kondusif dapat

menjaga kesinambungan pendidikan karakter yang ditekankan di sekolah. Sebaliknya,

lingkungan keluarga yang bermasalah, dapat menyebabkan terputusnya sosialisasi dan

internalisasi nilai-nilai yang diterima siswa di sekolah. Kedua, SMA Taruna Bakti adalah

sekolah non-asrama. Kebersamaan dengan siswa di sekolah tidak berlangsung 1x24 jam

seperti yang terjadi di sekolah berasrama (boarding school).

Sekolah kedua adalah SMA Terpadu Krida Nusantara menempati tanah seluas 25 Ha

yang terletak di wilayah Bandung Timur, tepatnya di desa Cipadung, Cibiru. SMA ini memiliki

akreditasi A dan mengedepankan pendidikan karakter yang terlihat dari ungkapan visinya,

yaitu “Menjadi sekolah berasrama terkemuka dalam pengembangan potensi peserta didik di

bidang akademik, keagamaan dan keterampilan dengan disiplin tinggi serta mampu bersaing

secara nasional dan internasional”. Selain itu, SMA Krida Nusantara ini memiliki slogan

“Mendidik anak untuk disiplin, bebas rokok, narkotika dan tawuran.” Selain itu, dengan

konsep sekolah asrama (boarding school), proses pendidikan bisa relatif terpantau selama 24

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 4

Page 6: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

jam dengan dibimbing oleh kepala sekolah, kepala asrama para guru kelas, wali kelas, guru

asrama hingga tenaga kependidikan.

Sekolah ketiga adalah SMA Negeri 3 Bandung, terletak di jalan Belitung 8 Bandung,

memiliki slogan “Knowledge is power, but character is more” bervisi “Menjadi sekolah

berbasis riset terdepan dalam pembentukan karakter unggul dalam imtak dan iptek”.

Sekolah ini dalam kurun waktu selama dua dekade menjadi sekolah dengan nilai passing

grade teratas se-kota Bandung dan memiliki perolehan A dalam status akreditasinya.

Sebagaimana sekolah-sekolah formal lainnya, SMA Negeri 3 Bandung ini memiliki 64 tenaga

pendidik dengan status PNS dan 8 guru honorer, ditunjang dengan 32 tenaga kependidikan

serta dilengkapi dengan berbagai fasilitas sekolah yang memadai.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, peneliti tertarik untuk mendalami

efektivitas proses pelaksanaan manajemen pendidikan karakter pada tingkat Sekolah

Menengah Atas dengan mengambil 3 (tiga) kasus di SMA Taruna Bakti, SMA Krida nusantara

dan SMA Negeri 3 Bandung

B. Fokus Penelitian dan Rumusan Masalah

Manajemen berfokus pada perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing),

Pelaksanaan (Actuating) dan Pengawasan (Controlling). Oleh karenanya, penelitian ini

difokuskan kepada efektivitas disetiap tahapan dari mulai tahapan perencanaan hingga

pengawasan. Untuk itu dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimana perencanaan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

2. Bagaimana pengorganisasian pendidikan karakter pada tingkat SMA.

3. Bagaimana pelaksanaan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

4. Bagaimana pengawasan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 5

Page 7: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

5. Bagaimanakah efektivitas proses manajemen pendidikan karakter pada tingkat SMA

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memperoleh deskripsi yang rinci dan jelas tentang:

1. Perencanaan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

2. Pengorganisasian pendidikan karakter pada tingkat SMA.

3. Pelaksanaan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

4. Pengawasan pendidikan karakter pada tingkat SMA.

5. Efektivitas proses penerapan manajemen pendidikan karakter pada tingkat SMA.

D. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik teoretik dan praktis.

1. Manfaat Teoretik

Secara teoretik penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk mengembangkan

keilmuan dalam bidang manajemen pendidikan dan secara khusus manajemen pendidikan

karakter. Hasil penelitian ini juga dapat menjadi bahan acuan bagi penelitian-penelitian

selanjutnya.

2. Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada pimpinan yayasan,

pimpinan sekolah, guru, dan seluruh warga sekolah, bahkan para pemerhati pendidikan

tentang pedoman pelaksanaan pendidikan karakter.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 6

Page 8: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

E. Batasan Penelitian

Penelitian ini difokuskan kepada efektivitas proses pelaksanaan manajemen berkarakter

di tingkat SMA. Efektivitas sendiri dapat diukur melalui 4 (empat) pendekatan yaitu

pendekatan sasaran (goal approach), pendekatan sistem (system approach), pendekatan

proses (process approach) dan pendekatan gabungan dari tiga gabungan pendekatan

tersebut (Lubis dan Huseini, 1987). Pengukuran efektif juga didasarkan pada pendapat

Windham (1988) bahwa efektivitas pendidikan, dalam hal ini, manajemen pendidikan

berkarakter dapat dilihat dari proses input-proses-output dan outcomenya. Penelitian ini

membatasi efektivitas hanya pada pendekatan proses dan sasaran serta faktor-faktor yang

mempengaruhi efektivitas proses pelaksanaan manajemen pendidikan kepribadian.

II. ACUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Manajemen dan Manajemen Pendidikan

1. Pengertian Manajemen dan Manajemen Pendidikan

Kata manajemen sering dihubungkan dengan istilah bahasa Italia maneggiare yang

berarti ‘mengendalikan’. Kata ini mendapat pengaruh dari bahasa Perancis manège yang

berarti ‘kepemilikan kuda’ (yang berasal dari Bahasa Inggris yang berarti seni mengendalikan

kuda). Bahasa Perancis lalu mengadopsi kata ini dari bahasa Inggris menjadi ménagement,

yang memiliki arti seni melaksanakan dan mengatur. Berdasarkan etimologinya, istilah

manajemen sebenarnya berasal dari bahasa Latin manus yang berati ‘tangan’ dan agere

yang berarti ‘melakukan’.

Dalam perkembangannya, istilah manajemen mendapatkan pengertian yang lebih

spesifik dan variatif dari para ahli. Harold Koontz dan Hein Weirich (dalam Kambey, 2006:2),

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 7

Page 9: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

mendefinisikan manajemen sebagai “proses mendisain dan memelihara lingkungan di mana

orang-orang bekerja bersama dalam kelompok-kelompok untuk mencapai tujuan-tujuan

tertentu secara efisien”. Sementara itu, Sanches (dalam Kambey, 2006:2), mendefinisikan

manajemen sebagai “proses mengembangkan manusia”.

Manajemen bukan sekedar proses melakukan sesuatu, melainkan sebagai seni. Mary

Parker Follet (dalam Sule dan Saefullah, 2010:5) menegaskan bahwa “manajemen is the art

of getting things done through people.” Artinya, manajemen adalah seni menyelesaikan

sesuatu melalui orang lain. Manajemen sebagai proses ataupun seni senantiasa terarah pada

suatu tujuan yang hendak dicapai dan melalui tahapan-tahapan yang pasti, yakni

perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian. Hal ini dikuatkan oleh

pernyataan Nickels dkk. (dalam Sule dan Saefullah, 2010:6). Mereka menyebutkan

pengertian manajemen sebagai “the process used to accomplish organizational goals

through planning, organizing, directing, and controlling people and other organizational

goals”. Definisi sesungguhnya dari kata manajemen ternyata banyak, tergantung pada

persepsi masing-masing ahli. Namun, terdapat salah satu definisi klasik tentang manajemen

yang dirumuskan oleh George Terry (dalam Indrajit dan Djokopranoto, 2011:315), yakni

“management is a distinct process consisting of planning, organizing, actuating, and

controlling, performed to determine and accomplish stated objetctives by the use of human

beings and other resources”. Manajemen adalah suatu proses perencanaan,

pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengontrolan melalui orang atau sumber daya lain

untuk mewujudkan tujuan. Proses yang dikemukakan Terry inilah yang secara populer

dikenal dengan singkatan POAC (planning, organizing, actuating, controlling).

Berdasarkan pengertian yang diberikan oleh para ahli di atas, maka manajemen

dalam arti luas adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan proses perencanaan,

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 8

Page 10: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian sumber daya organisasi untuk mencapai

tujuan secara efektif dan efisien. Sementara itu dalam arti sempit, yakni dalam konteks

lingkungan pendidikan, “manajemen adalah perencanaan program sekolah, pelaksanaan

program sekolah, kepemimpinan kepala sekolah, pengawas/evaluasi, dan sistem informasi

sekolah” (Usman, 2011:5). Lebih lanjut Usman (2011:12) mengemukakan definisi

manajemen pendidikan sebagai berikut:

Manajemen pendidikan adalah seni dan ilmu mengelola sumber daya pendidikan untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.

Dari definisi di atas, Usman menjabarkan tujuan dan manfaat manajemen pendidikan

(2011:13), antara lain:

1. Terwujudnya suasana belajar dan proses pembelajaran yang aktif, kreatif, efektif,

menyenangkan dan bermakna.

2. Terciptanya peserta didik yang aktif mengembangkan potensi dirinya.

3. Terpenuhinya salah satu dari 5 kompetensi tenaga kependidikan, yaitu

kompetensi manajerial.

4. Tercapainya tujuan pendidikan secara efektif dan efisien.

5. Terbekalinya tenaga kependidikan dengan teori tentang proses dan tugas

administrasi pendidikan.

6. Teratasinya masalah mutu pendidikan.

7. Terciptanya perencanaan pendidikan yang merata, bermutu, relevan, dan

akuntabel.

8. Meningkatnya citra positif pendidikan.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 9

Page 11: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Secara ringkas, Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen Administrasi Pendidikan UPI,

2011:88) menegaskan bahwa pentingnya manejemen agar pelaksanaan suatu usaha

terencana secara sistematis dan dapat dievaluasi secara benar, akurat dan lengkap sehingga

mencapai tujuan secara produktif, berkualitas, efektif dan efisien.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen

Fungsi manajemen sebenarnya telah tertuang dalam definisi manajemen yang

dikemukan oleh para ahli, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan

pengendalian/pengawasan. Fungsi-fungsi tersebut merupakan elemen dasar yang akan

selalu ada dan melekat di dalam proses manajemen yang akan dijadikan acuan oleh

manajer/pemimpin dalam melaksanakan kegiatan untuk mencapai tujuan.

Secara garis besar Gerloff (dalam Kusdi, 2009:9) menunjukkan melalui sebuah tabel

dinamika proses manajemen sebagai berikut:

Fungsi Tindakan Resultan/EfekPlanning Menentukan berbagai tujuan,

strategi, dan arah yang ingin dicapai.

Dasar bagi desain dan kebijakan organisasi

Organizing Menentukan aktivitas-aktivitas pokok.

Mengelompokkan aktivitas-aktivitas menjadi jabatan-jabatan.

Mengelompokkan jabatan dan menentukan tanggung jawab

Mengisi jabatan dengan orang-orang yang sesuai.

Struktur kerja formal dengan mengidentifikasi jabatan, hubungan pelaporan dan koordinasi, departemen-departemen, serta prosedur yang dibutuhkan.

Menciptakan situasi yang memungkinkan munculnya struktur kerja informal.

Directing Memprakarsai dan memfokuskan tindakan para bawahan menuju tujuan.

Aliran komunikasi dari atas ke bawah yang mengaktifkan rencana formal dan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 10

Page 12: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

mendukung prioritas-prioritasnya.

Controlling Memonitor kinerja dan mengarahkan upaya menuju tujuan yang sudah direncanakan

Standard-standar kerja, media pelaporan, dan metode-metode standard yang merupakan bagian dari struktur

2.1. Perencanaan

Banghart dan Trull (dalam Sagala, 2010:56) mengemukakan: “Educational planning is

first of all a rational process”. Artinya perencanaan pendidikan adalah langkah paling awal

dari semua proses rasional. Dengan kata lain sebelum melaksanakan kegiatan lain, langkah

pertama yang mestinya dibuat adalah perencanaan.

Perencanaan pada dasarnya merupakan suatu proses memikirkan dan menetapkan

secara matang arah, tujuan dan tindakan sekaligus mengkaji berbagai sumber daya dan

metode yang tepat. Pengertian serupa dikemukakan oleh Gibson (dalam Sagala, 2010:56),

“perencanaan mencakup kegiatan menentukan sasaran dan alat sesuai untuk mencapai

tujuan yang telah ditentukan”. Perencanaan yang dibuat secara matang akan berfungsi

sebagai kompas untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk itu Sergiovanni (dalam Sagala,

2010:57) menegaskan: “plans are guides, approximation, goal post, and compass setting not

irrevocable commitments or dicision commandments”.

Lebih lanjut Mulyati dan Komariah (dalam Tim Dosen, 2011:93-95) mengemukakan

fungsi perencanaan sebagai berikut:

- Menjelaskan dan merinci tujuan yang ingin dicapai.

- Memberikan pegangan dan menetapkan kegiatan-kegiatan yang harus dilakukan

untuk mencapai tujuan tersebut.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 11

Page 13: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

- Organisasi memperoleh standar sumber daya terbaik dan mendayagunakan sesuai

tugas pokok fungsi yang telah ditetapkan.

- Menjadi rujukan anggota organisasi dalam melaksanakan aktivitas yang konsisten

prosedur dan tujuan.

- Memberikan batas kewenangan dan tanggung jawab bagi seluruh pelaksana.

- Memonitor dan mengukur berbagai keberhasilan secara intensif sehingga bisa

menemukan dan memperbaiki penyimpangan secara dini.

- Memungkinkan untuk terpeliharanya persesuaian antara kegiatan internal dengan

situasi eksternal.

- Menghindari pemborosan.

Berdasarkan jangkauan waktunya, perencanaan dapat dibagi menjadi perencanaan

jangka pendek, misalnya satu minggu, satu bulan, satu semester dan satu tahun,

perencanaan jangkah menengah yaitu perencanaan yang dibuat untuk jangka waktu tiga

sampai tujuh tahun, dan perencanaan jangka panjang dibuat untuk jangka waktu delapan

sampai dua puluh lima tahun. Sementara itu proses perencanaan dilaksanakan secara

kolaboratif, yakni melibatkan warga sekolah. Alasan pentingnya melibatkan mereka dalam

perencanaan dikemukakan oleh Hoyle dan Moedjiarto (dalam Sagala, 2010:57). Masyarakat

sekolah akan bertanggungjawab atas perencanaan yang ditetapkan dan akan menimbulkan

sense of belonging (rasa memiliki), sehingga mendorong warga sekolah untuk bersama-sama

berusaha agar rencana tersebut berhasil.

2.2. Pengorganisasian

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 12

Page 14: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Mengorganisasikan adalah proses mengatur, mengalokasikan dan mendistribusikan

pekerjaan, wewenang, dan sumber daya di antara anggota organisasi untuk mencapai tujuan

organisasi. Stoner (dalam Tim Dosen, 2011:94) menyatakan bahwa mengorganisasikan

adalah “proses mempekerjakan dua orang atau lebih untuk bekerja sama dalam cara

terstruktur guna mencapai sasaran spesifik atau beberapa sasaran”. Pada intinya

mengorganisasikan berarti:

- menentukan sumber daya kegiatan yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan

organisasi.

- merancang dan mengembangkan kelompok kerja yang berisi orang yang mampu

membawa organisasi pada tujuan.

- menugaskan seseorang atau kelompok orang dalam suatu tanggung jawab tugas

dan fungsi tertentu.

- mendelegasikan wewenang kepada individu yang berhubungan dengan

keleluwasaan melaksanakan tugas.

Pengorganisasian yang tepat akan membuat posisi orang jelas dalam struktur dan

pekerjaannya melalui pemilihan, pengalokasian dan pendistribusian kerja yang profesional.

Untuk itu seorang manajer memerlukan kemampuan memahami sifat pekerjaan dan

kualifikasi orang yang harus mengisi jabatan.

2.3. Pelaksanaan

Pelaksanaan, pengimplementasian, atau penggerakkan (actuating) merupakan

proses implementasi program agar bisa dijalankan oleh seluruh pihak dalam organisasi serta

proses memotivasi agar semua pihak dapat bertanggung-jawab dengan penuh kesadaran

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 13

Page 15: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

dan produktivitas yang tinggi (Sule dan Saefulla, 2010:8). Proses memotivasi berarti

mendorong semua pihak agar mau bekerja sama, ikhlas dan bergairah untuk mencapai

tujuan yang sesuai dengan rencana-rencana yang telah ditentukan atau diorganisir

sebelumnya. Hal ini ditegaskan oleh Terry (dalam Kambey, 2006:70), “Actuating is setting all

members of the group to want to achieve and to strike to achieve the objective willingly and

keeping with the managerial planning and organizing the efforts”.

Dalam konteks manajemen sekolah, fungsi tersebut dijalankan oleh kepala sekolah,

yakni melalui tindakan merangsang guru dan personal sekolah lainnya melaksanakan tugas-

tugas dengan antusias dan kemauan yang baik untuk mencapai tujuan dengan penuh

semangat (Sagala, 2010:60). Menurut Sagala (2010:62-63), kepala sekolah dalam

menjalankan fungsinya perlu memperhatikan beberapa faktor seperti keefektifan organisasi

kerja yang terdiri dari sejumlah unit kerja (kelas, guru kelas, bimbingan penyuluhan, usaha

kesehatan sekolah), kepekaan terhadap sejumlah kebutuhan pelayanan persoan sekolah,

pelatihan guru, koordinasi yang meliputi pembagian kerja dan spesialisasi atas dasar

tanggung jawab profesionalnya masing-masing, semangat kerja sama, tersedianya fasilitas

dan kontak hubungan yang lancer bagi semua pihak dan memulai tahapan suatu kegiatan

dengan benar dan mempertahankan kualitas pekerjaan sebagai proses yang kontinu.

Koordinasi dapat diwujudkan melalui 1) konfrensi atau pertemuan lengkap yang

mewakili unit kerja di sekolah, 2) pertemuan berkala untuk pejabat-pejabat tertentu, 3)

pembentukan panitia gabungan jika diperlukan, 4) pembentukan badan koordinasi staf

untuk mengkoordinir kegiatan, 5) mewawancarai personal sekolah untuk mengetahui hal

yang penting berkaitan dengan tugas dan tanggungjawabnya, 6) memorandum atau instruksi

berantai, dan , 7) ada dan tersedianya buku pedoman organisasi dan tatakerja.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 14

Page 16: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

2.4. Pengawasan

Sagala merangkum beberapa pengertian pengawasan dari beberapa pakar berikut

(dalam Sagala, 2010:65). Pertama, Oteng Sutisna menghubungkan fungsi pengawasan

dengan tindakan administrasi. Baginya pengawasan dilihat sebagai proses administrasi

melihat apakah apa yang terjadi itu sesuai dengan apa yang seharusnya terjadi, jika tidak

maka penyesuaian yang perlu dibuatnya. Kedua, Hadari Nawawi menegaskan bahwa

pengawasan dalam administrasi berarti kegiatan menukur tingkat efektivitas kerja personal

dan tingkat efesiensi penggunaan metode dan alat tertentu dalam usaha mencapai tujuan.

Ketiga, Johnson mengemukakan pengawasan sebagai fungsi sistem yang melakukan

penyesuaian terhadap rencana, mengusahakan agar penyimpangan-penyimpangan tujuan

sistem hanya dalam batas-batas yang dapat ditoleransi.

Dalam kaitannya dengan manajemen sekolah, Sagala menegaskan bahwa

pengawasan adalah salah satu kegiatan mengetahui realisasi perilaku personal sekolah dan

apakah tingkat pencapaian tujuan pendidikan sesuai yang dikehendaki, kemudian dari hasil

pengawasan apakah dilakukan perbaikan. Pengawasan meliputi pemeriksaan apakah semua

berjalan sesuai rencana yang dibuat, instruksi-instruksi yang dikeluarkan, dan prinsip-prinsip

yang ditetapkan, antara lain seperti yang dikemukakan oleh Massie (dalam Sagala, 2010:65):

- Tertuju kepada strategis sebagai kunci sasaran yang menentukan keberhasilan.

- Menjadi umpan balik sebagai bahan revisi dalam mencapai tujuan.

- Fleksibel dan responsif terhadap perubahan-perubahan kondisi dan lingkungan.

- Cocok dengan organisasi pendidikan.

- Merupakan kontrol diri sendiri.

- Bersifat langsung yaitu pelaksanaan kontrol di tempat pekerja.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 15

Page 17: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

- Memperhatikan hakikat manusia dalam mengontrol para personal pendidikan.

Sejalan dengan prinsip-prinsip tersebut, Oteng Sutisna (Sagala, 2010:65) menegaskan

bahwa tindakan pengawasan terdiri dari tiga langkah universal, yaitu (1) mengukur

perbuatan atau kinerja; (2) membandingkan perbuatan dengan standar yang ditetapkan dan

menetapkan perbedaan-perbedaan jika ada; dan (3) memperbaiki penyimpangan dengan

tindakan pembetulan.

Lebih lanjut Stoner (dalam Sagala, 2010:66) membagi pengawasan dalam empat

langkah berikut:

- Pertama, menetapkan standar dan metode untuk mengukur prestasi yang

mencakup di dalamnya penetapan standar dan ukuran untuk segala macam

keperluan, mulai dari target pencapaian kurikulum sampai pada target

pencapaian mutu lulusan.

- Kedua, mengukur prestasi kerja yang dilakukan secara berkesinambungan,

repetitif dan frekeunsinya tergantung pada jenis aktivitas yang sedang diukur.

- Ketiga, membandingkan hasil yang telah diukur dengan sasaran dan standar yang

telah ditetapkan sebelumnya.

- Keempat, mengambil tindakan korektif, jika hasil-hasil yang dicapai tidak

memenuhi standar dan analisis menunjukkan perlunya diambil tindakan.

B. Konsep Dasar Pendidikan Karakter

1. Pengertian Pendidikan

Kata bahasa Inggris education yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia

menjadi pendidikan, secara etimologis berasal dari kata kerja bahasa Latin educare.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 16

Page 18: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Koesoema (2010:53) mengemukakan bahwa bisa jadi secara etimologis, kata pendidikan

berasal dari dua kata kerja yang berbeda, yaitu dari kata educare dan educere. Secara

distingtif, Koesoema mendeskripsikan makna kedua istilah tersebut sebagai berikut.

Kata educare memiliki konotasi ‘melatih’, ‘menjinakkan’, atau ‘menyuburkan’. Dalam

konteks ini pendidikan dipahami sebagai “sebuah proses yang membantu menumbuhkan,

mengembangkan, mendewasakan, membuat yang tidak tertata atau liar menjadi semakin

tertata, semacam proses penciptaan kultur dan tata keteraturan dalam diri maupun dalam

diri orang lain”. Pengertian pendidikan seperti ini senada dengan pendapat kaum behavioris

seperti Watson dan Skinner yang menekankan pendidikan sebagai proses perubahan tingkah

laku (Mudyahardjo, 2001:7). Pendidikan juga berarti “proses pengembangan berbagai

macam potensi yang ada dalam diri manusia, seperti kemampuan akademis, relasional,

bakat, talenta, kemampuan fisik atau daya-daya seni”.

Sementara itu, kata educere merupakan gabungan dari preposisi ex (keluar dari) dan

kata kerja ducere (memimpin). Secara harafiah educere berarti “suatu kegiatan untuk

menarik keluar atau membawa keluar”. Dalam arti ini, pendidikan dimengerti sebagai

“sebuah proses pembimbingan keluar yang terarah pada satu tujuan tertentu”. Proses

pembimbingan keluar ini bisa berarti secara internal, yakni keluar dari keterbatasan fisik

kodrati yang dimiliki sehingga tetap bertahan hidup, dan secara eksternal lebih mengacu

pada kecerdasan sosial individu, antara lain tampak dari kemampuan bekerja sama dengan

orang lain untuk mencapai tujuan bersama.

Di pihak lain, menurut John Dewey (dalam Muslich, 2011:67) pendidikan adalah

“proses pembentukan kecapakan fundamental secara intelektual dan emosional ke arah

alam dan sesama manusia. Sementara itu dalam konteks Indonesia, pengertian pendidikan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 17

Page 19: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

secara sistematis tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 ayat 1 yang berbunyi demikian:

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Jadi, pengertian pendidikan mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia.

Bahkan, pendidikan adalah hidup itu sendiri, sebab pendidikan berlangsung seumur hidup

(life-long education), mencakup segala lingkungan dan situasi hidup yang mempengaruhi

pertumbuhan individu (Mudyahardjo, 2001:3).

2. Pengertian Karakter

Secara etimologis istilah “karakter” berasal dari bahasa Yunani karasso, berarti ‘cetak

biru’, ‘format dasar’, atau ‘sidik’ seperti dalam sidik jari. Interpretasi atas istilah ini

bermacam-macam. Mounier (dalam Koesoema, 2010:90-91) mengajukan dua cara

interpretasi, yaitu pertama, karakter sebagai “sekumpulan kondisi yang telah diberikan

begitu saja, atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita”

(karakter bawaan atau given character). Kedua, karakter sebagai “tingkat kekuatan melalui

mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter adalah sebuah proses

yang kehendaki” (willed). Senada dengan pengertian karakter di atas, Ohoitmur (dalam

Rataq dan Korompis, 2011:11), menegaskan bahwa “karakter personal terdiri dari dua unsur

yakni karakter bawaan dan karakter binaan. Karakter bawaan merupakan karakter yang

secara hereditas menjadi ciri khas kepribadiannya. Sedangkan karakter binaan merupakan

karakter yang berkembang melalui pembinaan dan pendidikan secara sistematis.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 18

Page 20: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Menurut Pusat Bahasa Depdiknas (dalam Kemendiknas, 2010:12) karakter diartikan

sebagai “bawaan, hati, jiwa, kepribadian, budi pekerti, perilaku, personalitas, sifat, tabiat,

temperamen, watak.” Berkarakter berarti “berkepribadian, berperilaku, bersifat, bertabiat,

dan berwatak”. Individu yang berkarakter baik atau unggul adalah seseorang yang berusaha

melakukan hal-hal yang terbaik terhadap Tuhan, dirinya, sesame dan lingkungannya dengan

cara mengoptimalkan potensi dirinya dan disertai dengan kesadaran, emosi dan

motivasinya.

Musfiroh (dalam Kemendiknas, 2010:12) berpendapat bahwa “karakter mengacu

kepada serangkaian sikap, perilaku, motivasi dan keterampilan”. Karakter berhubungan

dengan karakteristik psikologis individual. Hal ini ditegaskan oleh Berkowitz (2002:69)

sebagai berikut: “Character as an individual’s set of psychological characteristics that affect

that person’s ability and inclination to function morally. Simply put, character is comprised of

those characteristics that lead person to do the right thing or not to do the right thing.”

Karakter adalah kumpulan dari karakteristik psikologis individual yang mempengaruhi bakat

seseorang dan kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan moralitas. Dengan kata lain

karakter itu terdiri dari karakteristik-karakteristik yang menuntun seseorang untuk

melakukan sesuatu yang baik atau melakukan sesuatu yang tidak baik.

3. Pendidikan Karakter

3.1. Pengertian Pendidikan Karakter

Elkind dan Sweet (dalam Kemendiknas, 2010:13) menyebutkan pendidikan karakter

dimaknai sebagai berikut: “character education is the deliberate effort to help people

understand, care about, and act upon core ethical values”. Pendidikan karakter adalah suatu

usaha sengaja untuk membantu orang memahami, peduli dan bertindak menurut nilai-nilai

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 19

Page 21: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

etika. Sementara itu menurut Ramli (dalam Kemendiknas, 2010:13), pendidikan karakter

memiliki esensi dan makna yang sama dengan pendidikan moral dan pendidikan akhlak.

Tujuannya adalah membentuk pribadi anak, supaya menjadi manusia yang baik, warga

masyarakat, dan warga negara yang baik.

Pendidikan moral dan pendidikan karakter tidaklah sama. Perbedaannya terletak

pada ruang lingkup dan lingkungan yang membantu individu dalam mengambil keputusan.

Dalam pendidikan moral, ruang lingkupnya adalah kondisi batin seseorang. Sedangkan dalam

pendidikan karakter ruang lingkupnya selain terdapat dalam diri individu, juga memiliki

konsekuensi kelembagaan, yang keputusannya tampil dalam kinerja dan kebijakan lembaga

pendidikan (Koesoema, 2010:198).

Koesoema (2010:42) menyebutkan bahwa pendidikan karakter sebenarnya

dicetuskan pertama kali oleh ahli pendidikan Jerman F.W. Foerster (1869-1966). Lahirnya

pendidikan karakter bisa dikatakan sebagai sebuah usaha untuk menghidupkan kembali

pedagogi ideal-spiritual yang sempat hilang diterjang arus positivisme yang dipelopori oleh

filsuf dan sosiolog Perancis Auguste Comte (1798-1857). Tujuan pendidikan menurut

Foerster adalah untuk pembentukan karakter yang terwujud dalam kesatuan esensial antara

si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang dimilikinya. Karakter menjadi semacam

identitas yang mengatasi pengalaman kontingen yang selalu berubah. Dari kematangan

karakter inilah kualitas seorang pribadi diukur. Lebih lanjut Foerster menyebutkan kekuatan

karakter seseorang tampak dalam empat ciri fundamental yang mesti dimiliki. Kematangan

keempat ciri fundamental karakter inilah yang memungkinkan manusia melewati tahap

individualitas menuju personalitas.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 20

Page 22: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Pertama, keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan

hierarki nilai. Karakter tidak terbentuk selalui merupakan sebuah kesediaan dan keterbukaan

untuk mengubah dan dari ketidakteraturan menuju keteraturan nilai.

Kedua, koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat

mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing pada situasi baru atau

takut risiko. Koherensi merupakan dasar yang membangun rasa percaya satu sama lain.

Kredilibitas seseorang akan runtuk apabila tidak ada koherensi.

Ketiga, otonomi atau kemampuan seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari

luar sehingga menjadi nilai-nilai bagi pribadi. Hal ini tampak dari penilaian keputusan pribadi

tanpa terpengaruh atau desakan dari pihak lain.

Keempat, keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang

untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan merupakan dasar bagi

penghormatan atas komitmen yang dipilih.

Lebih lanjut, Koesoema sendiri (2010:193-190) melihat pendidikan karakter sebagai

keseluruhan dinamika relasional antarpribadi dengan berbagai macam dimensi, baik dari

dalam maupun dari luar dirinya, agar pribadi itu semakin dapat menghayati kebebasannya

sehingga ia dapat semakin bertanggungjawab atas pertumbuhan dirinya sendiri sebagai

peribadi dan perkembangan orang lain dalam hidup mereka. Pendidikan karakter memiliki

dua dimensi sekaligus, yakni dimensi individual dan dimensi sosio-struktural. Dimensi

individual berkaitan erat dengan pendidikan nilai dan pendidikan moral seseorang.

Sedangkan dimensi sosio-kultural lebih melihat bagaimana menciptakan sebuah sistem

sosial yang kondusif bagi pertumbuhan individu.

Tidak hanya di Indonesia, pendidikan karakter juga menjadi perhatian di belahan

dunia lain, seperti di Amerika. Character Education Partnership (CEP) (dalam Koesoema,

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 21

Page 23: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

2012:57), sebuah program nasional pendidikan karakter di Amerika Serikat, mendefinisikan

pendidikan karakter demikian.

Sebuah gerakan nasional untuk mengembangkan sekolah-sekolah agar dapat menumbuhkan dan memelihara nilai-nilai etis, tanggung jawab dan kemauan untuk merawat satu sama lain dalam diri anak-anak muda, melalui keteladanan dan pengajaran tentang karakter yang baik, dengan cara memberikan penekanan pada nilai-nilai universal yang diterima oleh semua. Gerakan ini merupakan usaha-usaha dari sekolah, distrik, dan Negara bagian yang sifatnya intensional dan proaktif untuk menanamkan dalam diri para siswa nilai-nilai oral inti, seperti perhatian dan perawatan (caring), kejujuran, keadilan (fairness), tanggung jawab dan rasa hormat terhadap diri dan orang lain.

Sementara itu Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di Amerika Serikat

(dalam Koesoema, 2012:57-58), mendefinisikan pendidikan karakter sebagai berikut.

Sebuah proses pengajaran kepada anak-anak tentang nilai-nilai kemanusiaan dasar, termasuk di dalamnya kejujuran, keramahtamahan, kemurahan hati, keberanian, kebebasan, persamaan, dan rasa hormat. Tujuannya adalah untuk menumbuhkan diri siswa sebagai warga Negara yang dapat bertanggungjawab secara moral dan memiliki disiplin diri.

Pendidikan karakter baik di Indonesia, maupun di Amerika memuat nilai-nilai yang

kurang lebih sama. Dalam konteks Indonesia, Kemendiknas secara detail (2011)

menyebutkan delapan belas nilai dalam pendidikan karakter, yaitu religius, jujur, toleransi,

disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan,

cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, gemar membaca, peduli

lingkungan, dan peduli sosial, serta tanggung jawab. Koesoema (2010:208-2011) mengambil

garis besarnya saja dengan menyebutkan delapan nilai, yakni keutamaan, keindahan, kerja,

cinta tanah air, demokrasi, kesatuan, menghidupi nilai moral, dan kemanusiaan.

3.2. Prinsip-Prinsip Dasar Pendidikan Karakter

Koesoema (2010:218-220) mengemukakan bahwa pendidikan karakter di sekolah

memerlukan prinsip-prinsip dasar yang mudah dimengerti dan dipahami oleh siswa dan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 22

Page 24: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

setiap individu yang bekerja dalam lingkup pendidikan itu sendiri. Beberapa prinsip dasar itu

antara lain sebagai berikut.

a. Karaktermu ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu

katakan atau kamu yakini.

b. Setiap keputusan yang kamu ambil menentukan akan menjadi orang macam apa

dirimu.

c. Karakter yang baik mengandaikan bahwa hal yang baik itu dilakukan dengan

cara-cara yang baik, bahkan seandainya pun kamu harus membayarnya secara

mahal, sebab mengandung risiko.

d. Jangan pernah mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai

patokan bagi dirimu. Kamu dapat memilih patokan yang lebih baik dari mereka.

e. Apa yang kamu lakukan itu memiliki makna dan transformatif. Seorang individu

bisa mengubah dunia.

f. Bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah bahwa kamu menjadi

pribadi yang lebih baik, dan ini akan membuat dunia menjadi tempat yang lebih

baik untuk dihuni.

3.3. Metode Integral bagi Pendidikan Karakter

Koesoema (2010:212-217) menyebutkan secara praktis dan sederhana lima unsur

yang bisa dipertimbangkan dalam upaya mengarahkan sekolah pada penghayatan

pendidikan karakter yang realistis, konsisten, dan integral. Koesoema menegaskan bahwa

kelima unsur itu bisa menjadi menjadi pedoman dan patokan dalam menghayati dan

mencoba menghidupi pendidikan karkater di dalam setiap lembaga pendidikan. Lima hal

tersebut bisa dikatakan sebagai lingkaran dinamis dialektis yang senantiasa berputar

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 23

Page 25: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

semakin maju. Kelima unsur itu adalah mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas,

praksis prioritas, dan refleksi.

a. Mengajarkan

Pendidikan karakter mengandaikan pengetahuan teoretis tentang konsep-konsep

nilai tertentu. Artinya, untuk dapat melakukan yang baik, adil, dan bernilai, maka peserta

didik pertama-tama perlu mengetahui dengan jelas apa itu kebaikan, keadilan dan nilai.

Perilaku berkarakter mendasarkan diri pada tindakan sadar subjek dalam melaksanakan

nilai. Untuk inilah, salah satu unsur penting dalam pendidikan karakter adalah mengajarkan

nilai-nilai sehingga anak didik memiliki gagasan konseptual tentang nilai-nilai pemandu

perilaku yang bisa dikembangkan dalam mengembangkan karakter pribadinya.

Proses diseminasi nilai tidak hanya berlangsung di dalam kelas, melainkan bisa

memanfaatkan berbagai macam unsur lain, misalnya proses perencanaan kurikulum. Dalam

merencanakan kurikulum perlu dilihat apakah telah terdapat nilai-nilai etis yang

menyerambah dalam kurikulum sehingga sekolah memiliki nilai-nilai yang ditawarkan

(proposed values). Cara lain adalah dengan mengundang pembicara tamu dalam sebuah

seminar, diskusi, publikasi, dll, untuk secara khusus membahas nilai-nilai utama yang dipilih

sekolah dalam kerangka pendidikan karakter bagi para peserta didik.

b. Keteladanan

“Verba movent exempla trahunt”, ungkapan bahasa Latin ini berarti kata-kata

memang dapat menggerakkan orang, namun teladan itulah yang menarik hati. Untuk itu

pendidikan karakter merupakan tuntutan terutama bagi para pendidik sendiri. Sebab,

pengetahuan yang baik tentang nilai akan menjadi kredibel ketika gagasan teoretis normatif

itu ditemui oleh peserta didik dalam praksis kehidupan di sekolah.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 24

Page 26: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Keteladanan menjadi salah satu hal klasik bagi berhasilnya pendidikan karakter. guru

sesungguhnya menjadi jiwa bagi pendidikan karakter itu sendiri. Konsistensi dalam

mengajarkan pendidikan karakter tidak sekadar melalui apa yang dikatakan melalui

pembelajaran di dalam kelas, melainkan nilai itu juga tampil dalam diri guru di kehidupannya

di luar kelas. Indikasi adanya keteladanan dalam pendidikan karakter adalah apakah

terdapat model peran dalam diri insan pendidik. Demikian juga, apakah secara kelembagaan

terdapat contoh-contoh kebijakan serta perilaku yang bisa diteladani oleh siswa sehingga

apa yang mereka pahami tentang nilai-nilai itu memang dekat dengan hidup mereka, dan

mereka dapat menemukan afirmasi dalam perilaku individu atau lembaga sebagai

manifestasi nilai.

c. Menentukan prioritas

Pendidikan karakter menghimpun banyak kumpulan nilai yang dianggap penting bagi

realisasi atas visi lembaga pendidikan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan mesti

menentukan standar atas karakter yang akan ditawarkan kepada peserta didik. Untuk ini,

setiap pihak yang terlibat perlu memahami secara jernih apakah prioritas nilai yang ingin

ditekankan dalam pendidikan karakter di lingkungan sekolahnya. Selain prioritas nilai,

diperlukan juga penentuan sekumpulan perilaku standar yang diketahui dan dipahami oleh

peserta didik, orang tua dan masyarakat.

d. Praksis prioritas

Unsur lain yang sangat penting bagi pendidikan karakter adalah verifikasi di lapangan

tentang karakter yang dituntutkan itu. verifikasi yang dimaksudkan antara lain bagaimana

sikap sekolah terhadap pelanggaran atas kebijakan sekolah, bagaimana sanksi itu diterapkan

secara transparan sehingga menjadi praksis kelembagaan. realisasi visi dalam kebijakan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 25

Page 27: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

sekolah merupakan salah satu cara untuk mempertanggungjawabkan pendidikan karakter di

hadapan publik.

e. Refleksi

Setelah tindakan dan praksis pendidikan itu terjadi, perlulah diadakan semacam

evaluasi, pendalaman atau refleksi, untuk melihat sejauh mana lembaga pendidikan telah

berhasil atau gagal dalam melaksanakan pendidikan karakter. Keberhasilan dan kegagalan

itu lantas menjadi sarana untuk meningkatkan kemajuan yang dasarnya adalah pengalaman

itu sendiri. Oleh karena itu perlu dilihat, apakah para siswa setelah memperoleh kesempatan

untuk belajar dari pengalaman dapat menyampaikan refleksi pribadinya tentang nilai-nilai

tersebut dan membagikannya dengan teman lain? Apakah ada diskusi untuk semakin

memahami nilai pendidikan karakter yang hasil-hasilnya bisa diterbitkan dalam jurnal, koran

sekolah, dll?

Di samping kelima unsur di atas, Koesoema pada bukunya yang lain mendeskripsikan

secara detail pelbagai metode integral untuk mewujudkan pendidikan karakter yang utuh

dan menyeluruh bagi setiap kegiatan yang ada di dalam lingkungan sekolah. Metode integral

berarti terkait upaya pengembangan kualitas individu, desain program yang sesuai dengan

tanggung jawab individu, dan upaya membangun lingkungan yang ramah atau kondusif bagi

pertumbuhan individu sesuai dengan tahap perkembangan kepribadiannya. Berikut pelbagai

metode integral yang disarikan dari pemikiran Koesoema (2012:70-82).

a. Menyebar ke seluruh kehidupan sekolah

Metode pendidikan karakter seperti ini didesain secara khusus agar seluruh dinamika

kehidupan sekolah senantiasa berjiwa pembentukan karakter. Pendidikan karakter utuh dan

menyeluruh memasuki seluruh fase kehidupan sekolah, mulai dari siswa-siswa masuk

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 26

Page 28: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

melalui gerbang sekolah, kantin, aula, ruang kelas, perpustakaan sampai mereka kembali

melalui gerbang yang sama untuk pulang ke rumah.

b. Prioritas nilai dan keutamaan (core values)

Lembaga pendidikan mesti menentukan prioritas nilai atau keutamaan apa yang akan

diraih. Prioritas nilai dan keutamaan ini menjadi dasar penting bagi pertumbuhan individu

agar mereka tumbuh menjadi pribadi yang baik. Nilai-nilai yang diprioritaskan itu dijunjung

tinggi, disepakati bersama, dihormati, dan diteladankan oleh para pendidik dan orang-orang

lain dalam perkataan dan perbuatan. Dengan demikian, diharapkan para siswa dapat

menangkap bahwa nilai-nilai tersebut sungguh merupakan nilai-nilai bersama yang ingin

diperjuangkan oleh seluruh komunitas sekolah. Dalam setiap pembicaraan, diskusi atau

berhadapan dengan berbagai masalah di sekolah, setiap anggota komunitas senantiasa

menyadari bahwa segala peristiwa dalam lembaga pendidikan mesti diletakkan dalam

kerangka pengembangan prioritas nilai, yang menggerakkan dinamika kehidupan sekolah.

c. Mengembangkan tiga dimensi pengolahan hidup

Metode pendidikan karakter utuh dan menyeluruh mengembangkan seluruh dimensi

pengolahan diri manusia secara integral, yakni meliputi olah pikir, olah hati, dan olahraga.

Olah pikir berarti mengajarkan individu untuk dapat memahami nilai-nilai dan keutamaan

secara benar. Individu mengetahui mengapa ia melakukan sebuah tindakan dan mengapa

tindakan yang dilakukan itu dapat dibenarkan secara moral (moral reasoning). Olah hati

berarti upaya menanamkan pemahaman yang benar dalam diri individu sampai pemahaman

tersebut sungguh menjadi bagian berharga dalam dirinya. Dengan kata lain, individu

menghidupi dan mencintai nilai-nilai yang telah diajarkan kepadanya. Olah hati

mengarahkan individu agar mampu membangun komitmen menjadi pribadi berintegritas

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 27

Page 29: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

secara mendalam (moral loving). Selanjutnya, olah raga merupakan pembadanan dari

praksis nilai, yaitu merawat tubuh diri dan orang lain. Penghargaan atas tubuh menjadi

tanda dihargainya harkat dan martabat manusia. Olah raga mengindikasikan bahwa tindakan

bermoral itu hanya dapat diverifikasi dalam praksis dan tindakan, di mana fungsi organis

tubuh berperan penting. pemahaman dan penghargaan atas tubuh secara benar membuat

individu mampu juga menghargai keberadaan fisik orang lain apapun keadaan mereka.

d. Pengembangan organisasi dan manajemen

Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh juga menyebar sampai pada pembentukan

organisasi dan manajemen sekolah yang berjiwa pembentukan karakter, baik itu berupa

kebijakan-kebijakan maupun keputusan-keputusan yang diambil. Definisi tugas yang jelas

dari masing-masing individu, proses pengaturan relasi antar individu dalam kerangka

organisasi perlu diperjelas, sehingga masing-masing individu dalam lembaga pendidikan

tersebut memiliki pemahaman akan cakupan tanggung jawab mereka secara spesifik dan

khas. Sekolah yang memiliki manajemen yang baik mampu merealisasikan visi dan misi

lembaga ke dalam praksis, membentuk tradisi pendidikan yang kokoh, serta memiliki

kepemimpinan yang berkelanjutan.

e. Pengembangan kultur sekolah yang menumbuhkan (caring community)

Pendidikan karakter akan semakin efektif, relevan dan berkesinambungan jika

terarah pada pengembangan kultur sekolah yang menghargai individu dalam

mengembangkan karakter pribadinya. Pengembangan kultur sekolah yang baik pada

gilirannya akan berpengaruh pada pengembangan kultur sekolah di lingkungan pendidikan

lain. Dalam hal ini, lembaga pendidikan sebagai sebuah pelaku bagi pengembangan

pendidikan tidak dapat berdiri sendiri, atau hidup bagi dirinya sendiri. Kehadirannya yang

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 28

Page 30: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

bermutu dan bai semestinya juga dapat menjadi contoh dan model sekolah-sekolah lain di

sekitarnya. Dengan demikian, kultur pendidikan karakter di satu sekolah yang baik dapat

memengaruhi lingkungan pendidikan lain di sekitarnya.

f. Eksplisit, direncanakan, terpadu

Pendidikan karakter mesti berciri eksplisit, direncanakan (planned), dan terpadu

(integrated). Pendidikan karakter mesti bersifat eksplisit. Artinya, isi, pendekatan, dan

bentuk praksisnya di dalam atau di luar kelas, disampaikan secara transparan kepada seluruh

pemangku kepentingan sekolah, yakni siswa, guru, orang tua, ataupun masyarakat.

Pendidikan karakter dilakukan secara sengaja dan direncanakan. Ada niat, kehendak

dan kemauan untuk secara sengaja mengembangkan pendidikan karakter di sekolah. Guru,

tim pendidikan karakter, penanggung jawab setiap kelas, serta anggota komunitas lain

terlibat dalam desain dan perencanaan strategis pendidikan karakter. Melalui perencanaan

secara sadar, keberhasilan pendidikan karakter dapat dievaluasi dan dinilai untuk

pengembangan selanjutnya.

Pendidikan karakter dipraktikkan secara terpadu, dan melibatkan sebanyak mungkin

pihak yang berkepentingan dengan pengembangan pendidikan karakter di sekolah.

Pendidikan karakter menjadi kepentingan bersama yang akan berdampak luas dalam

masyarakat. Untuk itu, kerja sama intensif dan saling mendukung antara lembaga

pendidikan dengan masyarakat sangatlah penting. keterpaduan ini juga mempersyaratkan

adanya simultanitas program, yakni berjalannya berbagai macam program secara serentak

dan bersama-sama. Simultanitas program mengandaikan adanya pembenahan praksis di

lapangan bukan memulai dari awal atau menunggu program pendidikan matang. Caranya

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 29

Page 31: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

adalah dengan mulai membuat skala prioritas hal-hal mendesak mana yang mesti dilakukan

segera.

g. Pertumbuhan motivasi individu

Sifat utuh dan menyeluruh pendidikan karakter merangkum persoalan tentang

motivasi moral. Artinya, sifat itu mencakup bagaimana menumbuhkan dalam diri individu

sebuah semangat pembaruan diri terus-menerus dalam kebersamaan untuk menghidupi dan

menghayati nilai-nilai moral inti yang diperjuangkan. Dengan mengembangkan motivasi

dalam diri individu, program tidak sekedar dipaksakan dari atas. Sebaliknya, ada rasa

memiliki, rasa satu panggilan untuk menghayati dan melaksanakan setiap program

pengembangan sebagai bagian dari tugas panggilan hidupnya di dunia.

Dengan motivasi moral, tampaklah bahwa setiap anggota komunitas menghargai dan

menjunjung tinggi nilai-nilai moral inti dalam hidup mereka. Untuk mendukung tumbuhnya

motivasi internal yang muncul dari dalam, setiap tindakan bermoral baik mesti memperoleh

penghargaan secara natural, pujian yang wajar. Upah perilaku bermoral yang baik adalah

pujian tulus dari komunitas, kesadaran, dan kebanggaan diri bahwa individu tersebut

menjadi contoh bagi integritas moral seorang pribadi. Rasa hormat dan pujian ini dilakukan

secara wajar dan normal dalam setiap sisi kehidupan sekolah.

h. Pengembangan professional

Pendidikan karakter utuh dan menyeluruh menyertakan pengembangan professional

para pelakunya sebagai bagian penting. Tujuannya adalah pengayaan serta peningkatan

kemampuan agar guru dapat menjadi pendidik karakter yang efektif, seperti lokakarya

tentang cara mengajar yang baik dan efektif, teknik berkomunikasi dengan orang lain,

manajemen kelas, dan lain sebagainya, yang dirasakan relevan bagi kinerja dan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 30

Page 32: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

pengembangan tugas guru. Di sini dibutuhkan pengetahuan dan keterampilan agar individu

yang terlibat dalam dunia pendidikan bertumbuh secara sehat dan professional.

i. Kerja sama dengan banyak pihak

Metode pengembangan pendidikan karakter juga melibatkan berbagai macam pihak

dalam komunitas pendidikan. keterlibatan semua pihak diperlukan karena pendidikan

karakter menyangkut kepentingan seluruh anggota komunitas, terutama guru, staf pendidik,

dan karyawan tenaga kependidikan. Keyakinan bersama (shared believed) mesti muncul

pada hal-hal yang esensial: nilai-nilai dan keutamaan, prinsip-prinsip pendidkan karakter,

dan nilai-nilai yang diprioritaskan dan ingin dikembangkan oleh lembaga pendidikan.

Selain itu, pendidikan karakter di lembaga pendidikan juga berusaha menjembatani

dan menghubungkan pendidikan karakter dalam konteks tantanan perubahan masyarakat

yang lebih luas. Integrasi dan kerja sama antara sekolah dengan masyarakat, terutama orang

tua, merupakan sebuah keharusan. Lembaga pendidikan melibatkan komunitas yang lebih

besar agar terlibat dalam pengembangan dan promosi pendidikan karakter di lingkungan

sekolah. Komunitas yang lebih luas itu antara lain kelompok bisnis, kelompok organisasi

kepemudaan, organisasi pemerintah dan non-pemerintah.

j. Terintegrasi dalam kurikulum

Metode pendidikan karakter yang terintegrasi dalam kurikulum ini mempergunakan

berbagai macam materi pembelajaran yang ada dalam kurikulum demi pembentukan

karakter siswa. Pembelajaran di dalam kelas mesti menghargai keunikan setiap peserta didik

dan membantu mengembangkan karakter mereka.

Proses pembelajaran di kelas terarah pada pembentukan karakter siswa melalui

pendalaman materi, baik tematis maupun non-tematis. Guru memiliki tanggung jawab

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 31

Page 33: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

dalam merancang dan mengembangkan pendidikan karakter dalam konteks kelas, yaitu

melalui pengajaran, manajemen kelas dan pembuatan kesepakatan kelas yang mendukung

tercapainya pengembangan belajar di dalam kelas. Melalui metode pembelajaran yang

melibatkan siswa secara aktif, menghargai perbedaan dalam belajar, dan perhatian pada

pertumbuhan individu, diharapkan karakter siswa dapat berkembang.

k. Memberikan ruang bagi tindakan

Setiap anggota komunitas diberikan ruang untuk bertindak dan mempraktikkan nilai-

nilai yang diperjuangkan. Dalam hal ini, lembaga pendidikan memberikan harapan yang jelas

tentang apa yang dapat mereka lakukan. Tujuannya agar para siswa terlibat dalam tindakan-

tindakan yang terkait dengan pengembangan kehidupan moral mereka, baik di lingkungan

sekolah maupun di masyarakat. Caranya adalah dengan memberikan penekanan pada unsur

pengembangan tanggung jawab pribadi, sprotivitas dalam olah raga, kesediaan untuk

membantu orang lain, dan pelayanan pada sekolah ataupun komunitas. Metode ini akan

semakin efektif ketika lembaga pendidikan mampu memberikan pada siswa berbagai macam

kesempatan dan kemungkinan untuk melaksanakan nilai-nilai itu dalam setiap kebijakan dan

program yang dibuat oleh sekolah, yang membuat mereka terlibat aktif dalam kehidupan

sekolah.

l. Kepemimpinan pendidikan berkarakter

Peranan kepala sekolah sebagai pemimpin sangatlah penting dalam pengembangan

dan keberlangsungan program pendidikan karakter. Namun, kepemimpinan kepala sekolah

tidaklah berdiri sendiri. Ada berbagai macam jenis kepemimpinan yang bisa terlibat bagi

pengembangan pendidikan karakter. Untuk itu berbagi tanggung jawab mesti ditumbuhkan.

Semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengembangan pendidikan karakter, akan

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 32

Page 34: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

semakin lestari pengembangan program tersebut. Pembentukan Tim Pendidikan Karakter

sekolah yang melibatkan berbagai macam pemangku kepentingan sekolah merupakan hal

yang tidak dapat diabaikan.

m. Sistem evaluasi berkesinambungan

Agar pendidikan karakter dapat berlangsung lestari dan menjadi semakin baik, maka

diperlukan sistem evaluasi pendidikan karakter yang berkesinambungan. Sistem evaluasi ini

mesti memotret sekolah sebagai lembaga pendidikan, mengevaluasi program yang didesain

dan dibuat, serta memiliki sistem evaluasi individual secara berkelanjutan utnuk melihat

sejauh mana setiap individu sungguh telah bertumbuh dan berkembang dalam

pembentukan diri menjadi pribadi berkarakter.

Sekolah menentukan indikator-indikator keberhasilan dan menilah keseluruhan

program untuk melihat keberhasilan program pendidikan karakter sesuai dengan visi-misi

yang ingin dicapai. Oleh karena itu, harus ada sistem evaluasi kualitatif dan kuantitatif utnuk

menilai sejauh mana program pendidikan karakter itu berhasil diterapkan.

Sekolah juga menilai dan mengevaluasi sejauh mana program pendidikan karakter

mampu mengembangkan dan menumbuhkan prestasi akademik siswa serta membantu

mereka untuk semakin termotivasi dalam membentuk diri sebagai pelajar yang bertanggung

jawab.

3.4. Desain Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter yang efektif dan utuh menyertakan tiga basis desain dalam

pemrogramannya. Tiga basis yang dimaksud adalah basis kelas, basis kultur sekolah dan

basis komunitas. Berikut intisari desain pendidikan karakter menurut Koesoema (2012:105-

153).

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 33

Page 35: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

3.4.1. Pendidikan karakter berbasis kelas

Kelas yang dimaksud bukan saja bangunan fisik, melainkan lebih pada corak

relasional yang terjadi antara guru dan murid dalam proses pendidikan. Untuk itu pendidikan

karakter berbasis kelas membahas lebih tentang bagaimana lembaga pendidikan dapat

memaksimalkan corak relasional yang terjadi dalam kelas agar masing-masing individu dapat

bertumbuh secara sehat, dewasa, dan bertanggung jawab.

Desain kurikulum pendidikan karakter berbasis kelas terjadi melalui dua ranah yang

berjalan seiring, yaitu intstruksional dan non-instruksional. Ranah instruksional terkait secara

langsung dengan tindakan pembelajaran dan pengajaran di dalam kelas, yakni proses

pembelajaran bersama terhadap materi kurikulum yang diajarkan. Sedangkan ranah non-

instruksional mengacu pada unsur-unsur di luar dinamika belajar mengajar di dalam kelas,

seperti motivasi, keterlibatan, manajemen kelas, pembuatan norma, aturan dan prosedur,

komitmen bersama, dan lingkungan fisik.

a. Ranah Instruksional

Desain pendidikan karakter berbasis kelas yang sifatnya instruksional dapat terjadi

melalui dua cara, yaitu bersifat pengajaran tematis dan non-tematis. Pertama, pendidikan

karakter berbasis kelas instruksional tematis adalah diberikannya materi pembelajaran

tertentu tentang pendidikan karakter melalui proses belajar mengajar. Pendidik memilih

satu tema tertentu untuk dibahas bersama. Sekolah mengalokasikan waktu khusus untuk

pengembangan pembentukan karkater, baik melalui pengajaran tradisional, dialogis, diskusi

kelompok, maupun pada pembuatan proyek bersama. Sifat pendidikan karakter berbasis

kelas instruksional tematis ini adalah parsial selektif. Artinya, program pendidikan karakter

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 34

Page 36: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

yang dilaksanakan sungguh membidik satu tema khusus atau memilih tema tertentu tentang

nilai yang dipilih dan akan dibahas dalam pendidikan karakter.

Kedua, pendidikan karakter berbasis kelas instruksional non-tematis. Ini adalah

sebuah model pendekatan pembelajaran bagi pembentukan karakter dengan

mempergunakan momen-momen pembelajaran yang sifatnya terintegrasi dalam kurikulum,

proses pembelajaran dan terkait secara inheren dalam materi pembelajaran. Dalam proses

pengajarannya tidak ditentukan ada tema khusus yang mau dibahas, tetapi terintegrasi

dengan materi yang telah ada. Selain itu, tidak ada alokasi waktu khusus untuk melatih dan

mengajarkan pembentukan karkater karena dengan model ini pembentukan karakter yang

dilakukan terintegrasi melalui kurikulum yang ada dalam setiap mata pelajaran. Guru

mempergunakan proses belajar mengajar sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya

untuk menanamkan nilai-nilai tertentu. Sebagai contoh konkretnya, guru diminta membuat

silabus, yang di dalamnya dimasukkan kolom ‘karakter’. Sehingga, di dalam Rencana

Pelaksanaan Pembelajaran (RPP), beberapa nilai yang bisa dibentuk, diajarkan dalam proses

pembelajaran mesti disebut secara eksplisit.

b. Ranah Non-Instruksional

Ranah non-instruksional bagi pendidikan karakter berbasis kelas tertuju pada

penciptaan lingkungan belajar yang nyaman dan kondusif bagi pembentukkan atau

pengembangan karakter siswa. Penciptaan lingkungan yang dimaksud meliputi manajemen

kelas, pendampingan perwalian, dan membangun konsensus kelas.

Pertama, manajemen kelas berarti menciptakan dan menjaga sebuah lingkungan

pembelajaran yang mendukung pengajaran dan meningkatkan prestasi siswa. Guru dan

siswa berhadapan dan berdialog secara langsung sebagai pribadi. Secara bersama-sama

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 35

Page 37: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

mereka membentuk komunitas belajar. Perjumpaan dalam kelas terjadi secara terencana

dan teratur melalui penjadwalan mata pelajaran yang diorganisir dan diarahkan agar tujuan

pembelajara dapat tercapai, yaitu penguasaan materi, keterampilan teknis, pengayaan

pribadi tentang objek pembelajaran tertentu.

Kedua, pendampingan perwalian. Kegiatan pembinaan wali kelas sesungguhnya

menjadi tempat penting bagi penanaman nilai dan pembentukan karakter siswa. Siswa di

ajak berkumpul bersama melalui berbagai macam cara. Di dalamnya warga kelas

mengevaluasi dinamika kelas mereka, mengembangkan dinamika kelompok, mencoba

mencari cara-cara penyelesaian konflik secara damai. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam

program perwalian kelas antara lain, saling menghormati, tanggung jawab bersama, saling

membantu dalam proses belajar, pembelajaran demokrasi dengan mengajak siswa

menentukan tujuan kelas secara bersama beserta cara-cara praktis untuk mencapai tujuan,

keterbukaan dan persahabatan. Tujuan utama pendampingan kelas adalah membangun

kesepakatan bersama kelas demi kemajuan dan keberhasilan mereka sebagai komunitas

kelas yang belajar.

Ketiga, membangun konsensus kelas. Dasar dari pengembangan ini adalah hubungan

timbale balik satu sama lain berdasarkan kepercayaan (trust), rasa hormat (respect), dan

saling menumbuhkan dan merawat (caring). Kelas yang baik memiliki aturan bersama yang

dipahami oleh setiap anggota komunitas kelas sehingga proses belajar mengajar menjadi

lancar. Dalam mengembangkan konsensus kelas, keterlibatan setiap anggota kelas sangatlah

diperlukan. Kesepakatan kelas mesti dipahami, disetujui dan disepakati oleh anggota

komunitas kelas.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 36

Page 38: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Pada pendidikan karakter berbasis kelas tersebut, dapat disimpulkan beberapa

karakteristik yang menjadi cara bertindak dalam pengembangan pendidikan karakter

berbasis kelas, antara lain:

- Guru sebagai fasilitator pembelajaran.

- Guru sebagai motivator pembelajaran.

- Guru sebagai desainer program.

- Guru sebagai pembimbing dan sumber keteladanan.

- Isi kurikulum menjadi sumber bagi pembentukan karakter.

- Metode pengajaran dialog bukan monolog.

- Mempergunakan metode pembelajaran melalui kerja sama (collaborative

learning).

- Partisipasi komunitas kelas dalam pembelajaran.

- Penciptaan kelas sebagai komunitas moral.

- Penegakkan disiplin moral.

- Penciptaan lingkungan kelas yang demokratis.

- Membangun sebuah ‘rasa tanggung jawab bagi pembentukan diri’.

- Pengelolaan konflik moral melalui pengajaran.

- Solusi konflik secara adil dan tanpa kekerasan.

3.4.2. Pendidikan karakter berbasis kultur sekolah

Dalam konteks pendidikan, kultur sekolah merupakan sebuah pola perilaku dan cara

bertindak yang telah terbentuk secara otomatis menjadi bagian yang hidup dalam sebuah

komunitas pendidikan. Dasar pola perilaku dan cara bertidaknya adalah norma sosial,

peraturan sekolah, dan kebijakan pendidikan di tingkat lokal. Oleh karena itu kultur sekolah

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 37

Page 39: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

dapat dikatakan seperti kurikulum tersembunyi (hidden curriculum) yang lebih efektif

memengaruhi pola perilaku dan cara berpikir seluruh anggota komunitas sekolah. Kultur

sekolah berjiwa pendidikan karakter terbentuk ketika dalam merancang sebuah program,

setiap individu dapat bekerja sama satu sama lain melaksanakan visi dan misi sekolah

melalui berbagai macam kegiatan.

Pada pendidikan karakter berbasis kultur sekolah terdapat integrasi antara idealisme

lembaga pendidikan, yakni visi dan misi, dengan berbagai macam struktur yang

mendefinisikan kinerja individu melalui cakupan tanggung jawabnya. Dalam

mengembangkan pendidikan karakter berbasis kultur sekolah, berbagai macam momen

dalam dunia pendidikan dapat menjadi titik temu. Momen pendidikan ini dapat bersifat

struktural, polisional, dan eventual. Momen pendidikan yang struktural adalah peristiwa

yang berkaitan erat dengan proses regulasi dan administrasi sekolah. Momen struktural ini

di antaranya adalah proses pembentukan kesepakatan kerja, peraturan yayasan, peraturan

sekolah, job description setiap jabatan dan kedudukan.

Momen pendidikan yang bersifat polisional adalah kebijakan pendidikan on the spot

yang dilaksanakan secara rutin dan sifatnya tradisional. Kebijakan yang bersifat rutin adalah

berbagai keputusan dan tindakan yang diambil dalam kerangka pengembangan mutu

sekolah. Misalnya, kebijakan tentang penerimaan siswa baru, ujian sekolah, pengaturan

jadwal pelajaran, kegiatan ekstrakurikuler, perwalian dan pengembagan professional guru.

Sedangkan, yang bersifat tradisional adalah kebijakan rutin dalam rangka pengembangan

pendidikan yang senantiasa berulang setiap tahun, seperti rapat-rapat kerja, pertemuan

orang tua murid, penerimaan rapor, dll.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 38

Page 40: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Momen pendidikan yang bersifat eventual adalah peristiwa-peristiwa pendidikan

yang terjadi secara khas dan muncul karena terjadinya peristiwa tertentu yang merupakan

tanggapan nyata sekolah atas peristiwa di luar lembaga pendidikan, dan memengaruhi

kinerja lembaga pendidikan. Momen pendidikan eventual ini tidak dapat diprediksi, namun

membutuhkan keputusan dan tanggapan langsung dari pihak sekolah untuk menyikapinya.

Sasaran pertama pendidikan karakter berbasis kultur sekolah mengarah pada

pertumbuhan lembaga pendidikan sebagai komunitas moral. Prinsip-prinsip moral dasar

semestinya menjadi dasar bertindak dan pengambilan keputusan. Prinsip-prinsip yang

dimaksud adalah berbuat baik, jangan merusak, setiap individu berharga di dalam dirinya,

dan prinsip moral dasar tersebut mesti senantiasa diingat oleh para pendidik dan pengambil

keputusan.

Di samping itu, menumbuhkan kultur demokratis dalam lingkungan sekolah

merupakan salah satu strategi pengembangan pendidikan karkater berbasis kultur sekolah.

Mengembangkan kultur demokratis di sekolah tidak berarti menghapus otoritas yang dimiliki

guru. Intinya adalah bagaimana setiap individu, terutama guru, menghayati tanggung jawab

moral yang diembannya secara akuntabel dan transparan dalam kebersamaan dengan

komunitas. Kehidupan bersama adalah tanggung jawab bersama dan melibatkan seluruh

anggota untuk membangunnya. Dialog, komunikasi, kesediaan untuk saling mendengarkan

dan menghargai perbedaan adalah ciri medasar sebuah komunitas demokratis. Beberapa

momen yang dapat menjadi praksis strategis pengembangan kultur demokratis di sekolah,

misalnya: proses pemilihan ketua kelas, ketua OSIS, dan kepengurusan lain atau evaluasi

atas kehidupan bersama.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 39

Page 41: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Adapun momen-momen dalam dunia pendidikan yang dapat dijadikan sebagai

pengembangan kultur sekolah antara lain:

- Momen pengembangan diri sepertu kelompok diskusi, jurnalistik, karya ilmiah,

seni teater, menggambar, dll.

- Momen perayaan dan kekeluargaan, dies natalis sekolah, atau syukuran

kelulusan.

- Apresiasi dan pengakuan akan prestasi orang lain.

- Masa orientasi sekolah (MOS).

- Pemilihan para pengurus OSIS, Dewan Kelas, Presidium.

- Kebijakan pendidikan.

- Kolegialitas antarguru.

- Pengembangan professional guru.

- Merawat tradisi sekolah.

- Asosiasi guru-orang tua.

3.4.3. Pendidikan karakter berbasis komunitas

Lembaga pendidikan tidak berdiri sendiri, melainkan memiliki ikatan yang erat

dengan komunitas-komunitas lain, baik yang terlibat secara langsung atau tidak langsug.

Komunitas-komunitas itu antara lain:

- Komunitas sekolah: siswa, guru, karyawan, staf sekolah, pengurus yayasan, dll.

- Komunitas keluarga: orang tua, wali siswa, komite sekolah.

- Komunitas masyarakat: LSM, pengusaha, berbagai perkumpulan sosial, dll.

- Komunitas politik: pejabat birokrasi negara bidang pendidikan, mulai dari pejabat

di tingkat dinas pendidikan sampai kementrian pendidikan nasional.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 40

Page 42: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Pendidikan karakter berbasis komunitas berusaha merancang berbagai macam corak

kerja sama dan keterlibatan antara lembaga pendidikan dengan komunitas-komunitas dalam

masyarakat. Tujuannya adalah agar kehadiran lembaga pendidikan semakin bermakna dan

bermutu, mampu menjawab aspirasi setiap anggota komunitas tentang harapan mereka,

fungsi, dan peran lembaga pendidikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

4. Efektivitas

Pengertian dasar efektivitas umumnya menunjukkan pada taraf tercapainya hasil.

Meski demikian, efektivitas senantiasa dipadankan dengan efesien, padahal terdapat

perbedaan diantara keduanya. Efektivitas menekankan pada hasil yang dicapai, sedangkan

efisiensi lebih melihat bagaimana cara mencapai hasil yang dicapai dengan

membandingkan antara input dan outputnya. Istilah efektif (effective) dan efisien (efficient)

merupakan dua istilah yang saling berkaitan dan patut dihayati dalam upaya untuk

mencapai tujuan suatu organisasi. Tentang arti efektif dan efesien terdapat beberapa

pendapat. Bernard dalam Prawirosentono (1999:27) menegaskan sebagai “When a specific

desired and is attained we shall say that the action is effective….When the unsought

concequences are unimportant or trivial, the action is efficient.” Sementara itu, Drucker

dalam Kisdarto (2002:139) menyebutkan bahwa “Effectiveness is to do the right things,

while efficiency is to do the things right”. Handoko (1989:169) menyatakan bahwa

efektivitas merupakan salah satu indikator untuk mengukur keberhasilan suatu kegiatan

atau program.

Harjana (2000:24) berpendapat bahwa kriteria yang digunakan untuk

mengukur efektivitas adalah:

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 41

Page 43: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

1. Siapa penerima atau pemakai (receiver atau user) yang menggambarkan apakah

semua orang yang dituju (sasaran) menerima pesan yang disampaikan;

2. Isi pesan (content), yang menggambarkan apakah semua isi pesan yang

disampaikan sesuai dengan tujuan penyampaian pesan;

3. Ketetapan waktu (timing), yang menggambarkan apakah pesan yang disampaikan

tersedia dan diterima oleh khalayak sasaran tepat pada waktunya;

4. Media komunikasi (meda) yang menggambarkan apakah jenis saluran yang

digunakan untuk menyampaikan pesan tepat dan sesuai dengan karakteristik dan

kondisi khalayak sasaran;

5. Format, yang menggambarkan apakah pesan yang disampaikan disajikan atau

dikemas dalam bentuk yang tepat dan sesuai dengan khalayak sasaran;

6. Sumber pesan (source) yang menggambarkan apakah sumber yang menyampaikan

pesan berasal dari pihak yang berkompeten.

Selanjutnya, Harjana (2000:24) menggambarkan pengertian efektivitas secara umum yaitu

mencakup:

1. Mengerjakan hal-hal yang benar;

2. Mencapai tingkat di atas pesaing;

3. Membawa hasil;

4. Menangani tantangan masa depan;

5. Meningkatkan laba atau keuntungan;

6. Mengoptimalkan penggunaan sumber daya.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 42

Page 44: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Menurut Lubis dan Huseini (1987:55) efektivitas organisasi dapat dinyatakan sebagai

tingkat keberhasilan organisasi dalam usaha untuk mencapai tujuan atau sasarannya.

Efektivitas merupakan konsep yang sangat penting karena mampu memberikan gambaran

mengenai keberhasilan organisasi dalam mencapai sasarannya. Pengukuran efektivitas dapat

didekati dengan beberapa pendekatan, yaitu:

1. Pendekatan sasaran (goal approach), dalam pengukuran efektivitas memusatkan

perhatian pada aspek output, yaitu dengan mengukur keberhasilan organisasi dalam

mencapai tingkatan output yang direncanakan. Pendekatan sasaran dalam

pengukuran efektivitas dimulai dengan identifikasi sasaran organisasi dan mengukur

tingkat keberhasilan organisasi dalam mencapai sasaran tersebut. Dengan demikian,

pendekatan ini mencoba mengukur sejauhmana organisasi berhasil merealisasikan

sasaran yang hendak dicapainya. Sasaran yang penting diperhatikan dalam

pengukuran efektivitas dengan pendekatan ini adalah sasaran yang sebenarnya

(operative goal) bukan berdasarkan sasaran resmi (official goal).

2. Pendekatan sistem (System resource approach), mengukur efektivitas melalui

keberhasilan organisasi dalam mendapatkan berbagai macam sumber yang

dibutuhkannya. Organisasi harus dapat memperoleh berbagai macam sumber yang

dibutuhkannya dan juga memelihara keandalan sistem organisasi agar bisa menjadi

efektif. Pendekatan ini didasarkan pada teori mengenai keterbukaan sistem

organisasi. Secara lebih luas, pendekatan sumber mempergunakan beberapa dimensi

berikut untuk mengukur efektivitas organisasi:

a. Kemampuan organisasi untuk memanfaatkan lingkungan untuk memperoleh

berbagai jenis sumber yang bersifat langka dan nilainya tinggi.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 43

Page 45: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

b. Kemampuan para pengambil keputusan dalam organisasi untuk

menginterpretasikan sifat-sifat lingkungan secara tepat.

c. Kemampuan organisasi untuk menghasilkan output tertentu dengan

menggunakan sumber-sumber yang berhasil diperoleh.

d. Kemampuan organisasi dalam memelihara kegiatan operasionalnya sehari-hari.

3. Pendekatan proses (process approach) melihat kegiatan internal organisasi dan

mengukur efektivitas melalui berbagai indikator internal seperti efisiensi atau iklim

organisasi. Pendekatan proses menganggap efektivitas sebagai efisiensi dan kondisi

(kesehatan) dari organisasi internal. Pendekatan ini tidak memperhatikan lingkungan

organisasi dan memusatkan perhatian terhadap kegiatan yang dilakukan terhadap

sumber-sumber yang dimiliki oleh organisasi, yang menggambarkan tingkat efisiensi

serta kesehatan organisasi.

4. Pendekatan gabungan merupakan gabungan dari tiga macam pendekatan di atas.

Pendekatan-pendekatan di atas dapat digabungkan secara bersamaan terutama jika

informasi yang diperlukan seluruhnya tersedia.

C. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang model pendidikan karakter sudah pernah dilakukan dengan judul

“Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama: Studi Kasus Pada SMA Lokon St.

Nikolaus Tomohon” oleh Riny Cintya Kumendong, Program Pascasarjana UNIMA, Tahun

2012. Penelitian ini menyoroti tentang bagaimana perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi

pendidikan karakter siswa berasrama.

Dari penelitian tersebut disimpulkan, pertama, perencanaan pendidikan karakter di

SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon dibuat oleh masing-masing unit dan sub-unit yang ada di

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 44

Page 46: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

lembaga pendidikan Lokon dan kemudian dirumuskan bersama dalam rapat koordinasi

antarunit, yakni sekolah, asrama, dan yayasan.

Kedua, pelaksanaan pendidikan karakter di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon

dilaksanakan dengan cara mengimplementasikan program pendidikan karakter yang telah

dirumuskan sebelumnya ke dalam kegiatan konkret sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Pendidikan karakter merupakan bagian dari kurikulum yang diatur dan dilaksanakan oleh

sekolah dan asrama. Di sekolah pendidikan karakter diintegrasikan dalam tiap-tiap mata

pelajaran. Sedangkan di asrama pendidikan karakter dilaksanakan dalam bentuk pembinaan

dan pendampingan personal maupun kelompok.

Ketiga, evaluasi pendidikan karakter di SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon, dilakukan

dengan menggunakan catatan data-data yang secara valid dibuat berdasarkan kenyataan.

Sekolah tidak membuat format penilaian tersendiri untuk pendidikan karakter karena sudah

terintegrasi dalam mata pelajaran. Sementara asrama menggunakan raport sendiri dalam

penilaian pendidikan karakter. Nilai pendidikan karakter siswa diambil dari catatan-catatan

yang dibuat oleh pamong, pembina asrama saat proses pendampingan berlangsung.

Penilaian pendidikan karakter didasarkan pada indikator-indikator yang dijabarkan dari tiga

nilai utama, yakni Veritas, Virtus, Fides (Kebenaran, Kebajikan, Iman). Nilai pendidikan

karakter dibuat dalam bentuk penilaian kualitatif, bukan kuantitatif.

Relevansinya dengan penelitian yang akan peneliti laksanakan adalah terletak pada

konsep dasar manajemen dan fungsi-fungsi manajemen, serta konsep pendidikan karakter

yang akan digunakan, diterapkan dan dikembangkan pada lingkungan pendidikan formal

seperti sekolah yang merupakan inti dari objek penelitian ini.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 45

Page 47: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode dan Alasan Penggunaan Metode

Penelitian ini akan menggunakan metode campuran (mixed method) dengan

menggabungkan kualitatif dan kuantitatif secara sekuen (Cresswell, 2003), dengan tujuan

untuk saling melengkapi gambaran hasil studi mengenai fenomena yang diteliti dan untuk

memperkuat analisis penelitian (Gay, et all, 2006; Cresswell, 2005; Sugiyono, 2011:399).

B. Lokus dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada SMA Taruna Bakti Bandung, SMA

Kridanusantara dan SMA Negeri 3 Bandung. Waktu penelitian direncanakan akan

dilaksanakan selama 5 (lima) bulan terhitung sejak penyusunan proposal penelitian hingga

perbaikan Desertasi (September 2013– Januari 2014).

C. Sumber Data/Populasi dan Sampel

Sumber data dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi dua, yaitu sumber data

primer dan sumber data sekunder. Sumber data primer adalah pernyataan dan tindakan dari

orang-orang yang diamati atau yang diwawancarai yang dicatat melalui catatan tertulis atau

melalui perekaman dan pengambilan foto. Selebihnya adalah sumber data sekunder seperti

tulisan/dokumen, foto dan statistik (Moleong: 2007:157). Data primer diperoleh dari

informan yaitu kepala sekolah, wakil kepala sekolah, guru, dan perwakilan siswa. Data

sekunder bersumber dari dokumen-dokumen resmi yang ada berupa catatan, gambar, foto

serta bahan lain yang dapat mendukung penelitian ini.

Selain itu, karena desain penelitian ini menggunakan desain penelitian campuran,

maka selain menggunakan wawacara, data akan didapat dengan menggunakan survey

dengan kuisioner kepada populasi dalam penelitian ini yaitu seluruh warga sekolah di tiga

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 46

Page 48: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

sekolah tersebut meliputi pimpinan sekolah, pengawas, guru, tenaga kependidikan, siswa

serta stakeholder terkait dengan instrumen yang sebelumnya sudah divalidasi terlebih

dahulu. Penarikan sampel berdasarkan teknik purposive sampling dimana sampel akan

dipilih berdasarkan kriteria tertentu.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang akan dilakukan adalah trianggulasi atau gabungan

dari tiga teknik sekaligus, yaitu observasi partisipatif, wawancara mendalam dan studi

dokumentasi. Calon peneliti akan menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-

beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Observasi partisipatif, wawancara

mendalam dan dokumentasi akan digunakan untuk semua sumber data secara serempak

(Sugiyono, 2011:330). Selain itu, teknik survey dengan penyebaran sejumlah pertanyaan

dalam kuisioner dilakukan kepada seluruh civitas akademika sekolah tersebut yang meliputi

pimpinan sekolah, guru, tenaga kependidikan, siswa.

E. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini data akan dianalisis secara interaktif dan berlangsung secara

terus-menerus sampai datanya sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data mengikuti flow

model yang dikemukakan oleh Miles dan Huberman (Sugiyono, 2011:337), yaitu data

reduction, data display dan conclusion drawing/verification. Langkah-langkah analisis data ini

dapat digambarkan sebagai berikut:

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 47

Page 49: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Periode pengumpulan data

Reduksi data

Antisipasi Selama Setelah

Display data

Selama Setelah

Kesimpulan/verifikasi

Selama Setelah

Komponen dalam analisis data (flow model)Sumber: Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2011: 337)

Berdasarkan gambar tersebut peneliti melakukan pengumpulan data melalui

kegiatan anticipatory sebelum melakukan reduksi data. Selanjutnya model interaktif dalam

analisis data seperti gambar di bawah ini:

Komponen dalan analisis data (interactive model)

Sumber: Miles dan Huberman dalam Sugiyono (2011: 338)

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 48

Analisis

Data reduction

Data Display

Data

collection

Data

collection

Data Display

Data reduction

Conclusion:

drawing/verifyin

g

Page 50: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

F. Rencana Pengujian Keabsahan Data

Dalam pemeriksaan dan pengecekan keabsahan data peneliti akan menggunakan

teknik pemeriksaan seperti yang dikemukakan oleh Sugiyono (2011:367-378) yakni: 1)

Credibility (Derajat Kepercayaan) yaitu perpanjangan pengamatan, peningkatan ketekunan

dalam penelitian, tringulasi, diskusi dengan teman sejawat, analisis kasus negatif,

menggunakan bahan referensi, dan member check.2) Transferability (keteralihan) yaitu

mendeskripsikan secara rinci, jelas, dan sistematis temuan-temuan yang diperolah di

lapangan ke dalam format yang telah disiapkan. 3) Dependability (kebergantungan) adalah

melakukan audit keseluruhan aktivitas peneliti dalam melakukan penelitian.4) Confirmability

(kepastian) adalah menguji hasil penelitian, dikaitkan dengan proses yang dilakukan.

G. Uji Validitas dan Realibilitas Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, seluruh instrumen penelitian kuantitatif dilakukan uji validitas dan

realitibitas. Uji tersebut dimaksudkan untuk memastikan bahwa instrumen penelitian ini

shah dan handal.

1. Uji Validitas

Uji validitas digunakan untuk menunjukan sejaumana instrumen penelitian ini

mengukur apa yang diukur. Pengukuran uji validitas dilakukan dengan menggunakan

Pearson Product Moment dengan rumus:

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 49

Page 51: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Note:

r = r-hitung

Xi = Nilai variabel

Yi = Nilai total variable setiap responden

N = total responden

(Arikunto, 2006: 170)

Uji Reliabilitas

Untuk uji reliabilitas digunakan penghitungan alpha cronbach dengan rumus:

r11 =

Note:

r11 = instrument reliability

k = total questions

= total each variant

= total variants

Untuk mengakurasikan perhitugan uji validitas dan reliabilitas, maka program statistic SPSS

17 for Windows akan digunakan.

IV. JADWAL PENELITIAN

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 50

Page 52: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Penelitian ini direncanakan akan berlangsung selama 5 (lima) bulan, yakni dari bulan

September 2013 sampai dengan Januari 2014, terhitung sejak penulisan Rencana Usulan

Penelitian (RUP) dengan jadwal sebagai berikut:

5

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, Jhon.W. (2003). Research Design. Qualitative, Quantitative and Mixed Methods Approaches. London. Sage Publication.

Creswell, Jhon.W. (2005). Educational Research: Planning, Conducting and Evaluating Quantiative and Qualitative Research. Boston: Pearson

Gay, L.R. Mills, Geoffrey. Airasian, Peter. (2006). Educational Research: Competencies for Analysis and Application. Ohio: Pearson.

Harjana, Andre. (2000). Audit Komunikasi: Teori dan Praktek. Jakarta: Grasindo. Kambey, Daniel C. (2006). Landasan Teori Administrasi/Manajemen. Manado: Tri Ganesha

Nusantara.

Kisdarto, Atmosoeprato. (2002). Menuju SDM Berdaya – Dengan Kepemimpinan Efektif dan Manajemen Efisien. Jakarta: elex Media Komputindo.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 51

Page 53: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Koesoema, Doni A. (2010). Pendidikan Karakter: Strategi Mendidik Anak Di Zaman Global. Jakarta: Grasindo.

________________ (2012). Pendidikan Karakter Utuh dan Menyeluruh. Yogyakarta: Kanisius.

Kusdi. (2009). Teori Organisasi dan Administrasi. Jakarta: Salemba Humanika.

Lubis, S.B. Hari, dan Huseini, Mertani. (1987). Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: Pusat Antar Universitas Ilmu-Ilmu Sosial, Universitas Indonesia

Prawirosentono, Suyadi. (1999). Kebijakan Kinerja Pegawai. Jogyakarta: BPFE

Megapolitan, Tawuran Antarpelajar, [Online] (http://www.megapolitan.com, diakses 21 Desember 2012).

Moleong, Lexy J. (2007). Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi). Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Mudyahardjo, Redja. (2001). Pengantar Pendidikan. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Mulyasa, Enco. (2013). Pengembangan dan Implementasi Kurikulum 2013. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Muslich, Masnur. (2011). Pendidikan Karakter: Menjawab Tantangan Krisis Multidimensional. Jakarta: Bumi Aksara.

Ratag, Mezak A. & Korompis, Ronald, (2009). Kurikulum Berbasis Kehidupan: Pandangan tentang Pendidikan Menurut Ronald Korompis. Tomohon: Yayasan Pendidikan Lokon.

Sagala, Syaiful, (2010). Manajemen Strategik Dalam Peningkatan Mutu Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono, (2011). Metode Penelitian Pendidikan, Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Sule, Ernie Tisnawati dan Saefullah, Kurniawan, (2010). Pengantar Manajemen. Jakarta: Kencana.

Tim Dosen Administrasi Pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia, (2011). Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Usman, Husaini. (2011). Manajemen: Teori, Praktik, dan Riset Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara.

Wikipedia Indonesia, Manajemen, [Online] (http://id.wikipedia.org/wiki/Indonesia .manajemen , diakses 5 April 2013).

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 52

Page 54: Proposal: Efektivitas Pelaksanaan Manajemen Pendidikan Karakter (Mixed Method)

Windham, Douglas. M. (1988). Improving the Efeciency and Educational System: Indicator of Educational Efectiveness and Efeciency. New York: State University of New York at Albany

Tesis:

Kumendong, Riny Cintya, 2012. Manajemen Pendidikan Karakter Siswa Berasrama. Studi Kasus Pada SMA Lokon St. Nikolaus Tomohon. Manado: Program Studi Manajemen Pendidikan Universitas Negeri Manado.

Denny Kodrat | Proposal Penelitian 53