PROPOSAL BELYN 2003.doc
-
Upload
belyn-kelvina-octaviana -
Category
Documents
-
view
260 -
download
3
Transcript of PROPOSAL BELYN 2003.doc
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Istirahat dan tidur merupakan kebutuhan dasar yang diperlukan semua
orang. Untuk mengimbangi setiap kegiatan yang dilakukan, manusia butuh
istirahat dan tidur. Tidur merupakan suatu kebutuhan manusia yang harus
dipenuhi. Setelah seseorang menjalankan aktivitas sehari-harinya, dibutuhkan
tidur yang cukup untuk memulihkan kondisi tubuh menjadi segar guna
menghadapi aktivitas kembali esok hari. Apabila seseorang tidak bisa melakukan
proses tidur, maka orang tersebut dicurigai mengalami gangguan tidur.(1)
Pola tidur akan menjadi terganggu bila seseorang mengalami gangguan tidur
dimana seseorang mengalami jeda dalam napas mereka atau kehilangan bernafas
saat tidur, yang mempengaruhi kadar oksigen darah, atau gerakan anggota badan
periodik, maka akan mengganggu pola tidur dan kualitas tidur seseorang. Tidur
sebagai kebutuhan dasar manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor
yang mempengaruhi gangguan pemenuhan tidur pada seseorang. Potter dan Perry,
seorang pakar psikologis mengemukakan faktor yang mempengaruhi tidur yaitu:
faktor fisiologis, psikologis, lingkungan dan gaya hidup.(2)
Setiap tahun diperkirakan sekitar 20% sampai 50% orang dewasa
melaporkan adanya gangguan tidur dan sekitar 17% mengalami gangguan tidur
yang serius.(3) Menurut National Sleep Foundation di Amerika, 95% responden
terbukti menggunakan beberapa perangkat seperti televisi, komputer atau ponsel
setidaknya beberapa malam dalam seminggu dalam waktu satu jam sebelum tidur.(4)
Gangguan tidur dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor yaitu penggunaan
teknologi informasi. Penelitian di Jepang oleh Ohida T dkk pada tahun 2004
menunjukkan beberapa faktor risiko terjadinya gangguan tidur, yaitu jenis
kelamin perempuan, pelajar, aktivitas fisik berlebih dan gaya hidup yang tidak
1
sehat (merokok dan minum minuman mengandung kafein).(5) Kualitas tidur juga
dapat dipengaruhi berbagai hal di lingkungan sekitar.(6)
Johnson dkk(7) melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara
menonton televisi dengan gangguan tidur pada remaja dan dewasa muda
menggunakan metode penelitian prospektif longitudinal. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa remaja yang menonton televisi lebih atau sama dengan 3 jam
per hari memiliki peningkatan risiko gangguan tidur yang bermakna pada saat
dewasa, sedangkan remaja yang membatasi menonton televisi hingga 1 jam atau
kurang mengalami penurunan risiko gangguan tidur saat dewasa yang bermakna.
Seiring dengan berkembangnya pembangunan negara yang terus meningkat,
memerlukan penggunaan teknologi untuk mempercepat dan meningkatkan output
sebagai hasil dari suatu proses pembangunan. Dengan berkembangnya
pembangunan negara, tidak dapat dipungkiri akan berkembang pula
perkembangan teknologi diberbagai aspek kehidupan. Perkembangan teknologi
tersebut baik berupa teknologi informasi, teknologi transportasi dan teknologi
proses produksi. Penggunaan teknologi informasi dan teknologi produksi yang
digunakan dalam berbagai bidang dan khususnya yang digunakan dalam dunia
kedokteran, dalam batas-batas tertentu akan berdampak negatif terhadap
kesehatan tubuh manusia yang pada akhirnya akan berdampak pula terhadap pola
tidur seseorang.
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswa di Semarang,
tidak terbukti adanya hubungan yang signifikan antara kebiasaan penggunaan
perangkat teknologi informasi dengan pola tidur.(3) Sedangkan penelitian yang
dilakukan pada mahasiswa di Universitas Tripoli membuktikan adanya
keterkaitan antara penggunaan perangkat teknologi informasi dengan pola tidur.(8)
Penelitian lain yang dilakukan pada mahasiswa di Chili membuktikan adanya
hubungan antara konsumsi minuman mengandung kafein dengan pola tidur.(9)
Penelitian lain yang dilakukan di Amerika membuktikan adanya hubungan antara
aktivitas fisik yang rendah dan pola tidur.(10)
2
Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian tentang hubungan antara
penggunaan alat-alat teknologi informasi dan pola tidur.
1.2. Permasalahan
Dengan memperhatikan latar belakang masalah diatas, dapat dirumuskan
masalah penelitian sebagai berikut : “Adakah hubungan antara penggunaan
teknologi informasi, aktivitas fisik, kebiasaan merokok, konsumsi kafein dan pola
tidur pada mahasiswa kedokteran ?”
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan umum
Untuk meningkatkan status kesehatan mahasiswa.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk menentukan adanya hubungan antara sosiodemografi dan pola tidur
2. Untuk menentukan adanya hubungan antara penggunaan perangkat
teknologi dan pola tidur
3. Untuk menentukan adanya hubungan antara aktivitas fisik dan pola tidur
4. Untuk menentukan adanya hubungan antara kebiasaan merokok dan pola
tidur
5. Untuk menentukan adanya hubungan antara konsumsi kafein dan pola
tidur
1.4. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara sosiodemografi dan pola tidur
2. Terdapat hubungan antara penggunaan teknologi informasi dan pola tidur.
3. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dan pola tidur
4. Terdapat hubungan antara kebiasaan merokok dan pola tidur
5. Terdapat hubungan antara konsumsi kafein dan pola tidur
3
1.5. Manfaat
Bagi ilmu pengetahuan:
Menambah ilmu tentang hubungan penggunaan teknologi informasi dengan
pola tidur.
Bagi profesi:
Sebagai referensi tentang hubungan penggunaan teknologi informasi
dengan pola tidur.
Bagi masyarakat:
1. Meningkatkan pengetahuan khususnya pada mahasiswa sehingga mereka
dapat mengatur waktu dalam menggunakan perangkat teknologi.
2. Memberi informasi kepada masyarakat, manajemen penggunaan perangkat
teknologi yang baik agar tidak mengganggu kualitas dan kuantitas tidur
4
BAB II
TINJAUAN DAN RINGKASAN PUSTAKA
2.1 Pola tidur
Pola tidur adalah model, bentuk atau corak tidur dalam jangka waktu yang
relatif menetap dan meliputi jadwal jatuh (masuk) tidur dan bangun, irama tidur,
frekuensi tidur dalam sehari, mempertahankan kondisi tidur dan kepuasan tidur.(11)
Tidur didefinisikan sebagai suatu keadaan bawah sadar saat orang tersebut dapat
dibangunkan dengan pemberian rangsangan sensorik atau rangsangan lainnya.
Pada beberapa orang tidur merupakan hal yang sulit dilakukan karena adanya
gangguan tidur. (12) Tidur merupakan salah satu cara untuk melepaskan kelelahan
jasmani dan kelelahan mental. Dengan tidur semua keluhan hilang atau berkurang
dan akan kembali mendapatkan tenaga serta semangat untuk menyelesaikan
persoalan yang dihadapi. Semua makhluk hidup mempunyai irama kehidupan
yang sesuai dengan beredarnya waktu dalam siklus 24 jam. Irama ini disebut
sebagai irama sirkadian. Pusat kontrol irama sirkadian terletak pada bagian ventral
anterior hipotalamus.(12)
2.2 Gangguan tidur
Gangguan tidur merupakan suatu kumpulan kondisi yang dicirikan dengan
adanya gangguan dalam jumlah, kualitas, atau waktu tidur pada seorang individu.
Pada kelompok remaja, kurangnya durasi tidur juga dapat terjadi akibat adanya
perubahan gaya hidup seperti konsumsi kafein berlebihan yaitu lebih dari 250
mg /hari, kebiasaan merokok, aktivitas fisik yang kurang. Kualitas tidur inadekuat
adalah fragmentasi dan terputusnya tidur akibat periode singkat terjaga di malam
hari yang sering dan berulang.(13)
Diagnostic and Statictical Manual of Mental Disorders edisi ke empat
(DSM-IV) mengklasifikasikan gangguan tidur berdasarkan kriteria diagnostik
klinik dan perkiraan etiologi. Tiga kategori utama gangguan tidur dalam DSM-IV
adalah gangguan tidur primer, gangguan tidur yang berhubungan dengan
5
gangguan tidur mental lain dan gangguan tidur lain, khususnya gangguan tidur
akibat kondisi medis umum atau yang disebabkan oleh zat.
Gangguan tidur primer terdiri atas dissomnia dan parasomnia. Dissomnia
adalah suatu kelompok gangguan tidur yang heterogen termasuk insomnia
primer, hipersomnia primer, narkolepsi, gangguan tidur yang berhubungan dengan
pernafasan, dan gangguan tidur irama sirkadian. Parasomnia adalah suatu
kelompok gangguan tidur termasuk gangguan mimpi menakutkan (nightmare
disorder), gangguan teror tidur dan gangguan tidur berjalan.
Dari gangguan tidur primer tersebut, yang berkaitan dengan usia lanjut
adalah insomnia dan hipersomnia primer. Kriteria diagnostik untuk insomnia
primer adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur
yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan. Gangguan tidur yang
disertai keletihan pada siang hari menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
Kriteria diagnostik untuk hipersomnia primer adalah mengantuk berlebihan
di siang hari selama sekurangnya satu bulan seperti yang ditunjukkan oleh episode
tidur yang memanjang atau episode tidur siang hari yang terjadi hampir setiap
hari. Mengantuk berlebihan di siang hari menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain.(11)
2.2.1 Epidemiologi gangguan tidur
Studi yang dilaksanakan oleh Liu X dkk di Sekolah di provinsi Shandong,
Cina. Hasil studi menyatakan rata-rata lama tidur di malam hari adalah 7,64 jam
dan menurun dengan meningkatnya usia.(13)
Penelitian yang dilakukan oleh Johnson EO dkk pada remaja 13 hingga 16
tahun mengenai epidemiologi insomnia sesuai DSM-IV pada remaja
menunjukkan bahwa prevalensi gangguan tidur adalah 10,7% dengan usia median
timbulnya gangguan tidur adalah 11 tahun.(13)
6
Perbedaan tingkat sosial ekonomi keluarga, gaya hidup dan lingkungan
urban dan suburban dapat mempengaruhi pola tidur pada remaja. Proses
modernisasi di urban dimana media tehnologi informasi semakin berkembang dan
kurangnya pemantauan orang tua terhadap remaja mengakibatkan terjadinya
perubahan pola tidur pada remaja yang sehingga terjadi gangguan tidur.
Patten dkk melakukan penelitian berbasis populasi secara longitudinal
dengan Teenage Attitudes and Practices Survey pada remaja berusia 12 hingga 18
tahun untuk mengevaluasi faktor yang berkaitan dengan perkembangan dan
persistensi gangguan tidur pada remaja.(13)
2.3 Fisiologi tidur
Setiap malam seseorang mengalami dua tipe tidur yang saling bergantian
yaitu: tipe rapid eye movement (REM), tipe non rapid eye movement (NREM).
Fase awal tidur didahului oleh fase NREM yang terdiri dari 4 tahap, lalu diikuti
oleh fase REM. Keadaan tidur normal antara fase NREM dan REM terjadi secara
bergantian antara 4-7 kali siklus semalam. Bayi baru lahir total tidur 16- 20
jam/hari, anak-anak 10-12 jam/hari, kemudian menurun 9-10 jam/hari pada umur
diatas 10 tahun dan kira-kira 7-7,5 jam/hari pada orang dewasa.
Tidur NREM terbagi menjadi 4 tahap. Pada tahap satu merupakan antara
fase terjaga dan fase awal tidur. Fase ini didapatkan kelopak mata tertutup, tonus
otot berkurang dan tampak gerakan bola mata kekanan dan kekiri. Fase ini hanya
berlangsung 3-5 menit dan mudah sekali dibangunkan. Gambaran EEG biasanya
terdiri dari gelombang campuran alfa, beta dan kadang gelombang teta dengan
amplitudo yang rendah. Tidak didapatkan adanya gelombang sleep spindle dan
kompleks K. Tidur tahap dua didapatkan bola mata berhenti bergerak, tonus otot
masih berkurang, tidur lebih dalam dari pada fase pertama. Gambaran EEG terdiri
dari gelombang theta simetris. Terlihat adanya gelombang sleep spindle,
gelombang verteks dan komplek K (gelombang tajam negatif diikuti komponen
positif) pada rekaman EEG. Tidur tahap tiga merupakan lebih dalam dari fase
sebelumnya. Gambaran EEG terdapat lebih banyak gelombang delta simetris
7
antara 25%-50% serta tampak gelombang sleep spindle. Tidur tahap empat
merupakan tidur yang dalam serta sukar dibangunkan. Gambaran EEG didominasi
oleh gelombang delta sampai 50% tampak gelombang sleep spindle. Fase tidur
NREM, ini biasanya berlangsung antara 70 menit sampai 100 menit, setelah itu
akan masuk ke fase REM.(12)
Sepanjang tidur malam yang normal, tidur REM yang berlangsung 5 sampai
30 menit biasanya muncul rata-rata setiap 90 menit. Bila seseorang sangat
mengantuk, setiap tidur REM berlangsung singkat dan bahkan mungkin tidak ada.
Sebaliknya sewaktu orang menjadi semakin lebih nyenyak sepanjang malam,
durasi tidur REM juga semakin lama. Pola tidur REM berubah sepanjang
kehidupan seseorang seperti periode neonatal bahwa tidur REM mewakili 50%
dari waktu total tidur. Periode neonatal ini pada EEG-nya masuk ke fase REM
tanpa melalui tahap 1 sampai 4. Pada usia 4 bulan pola berubah sehingga
persentasi total tidur REM berkurang sampai 40% hal ini sesuai dengan
kematangan sel-sel otak, kemudian akan masuk ke periode awal tidur yang
didahului oleh fase NREM kemudian fase REM pada dewasa muda dengan
distribusi fase tidur sebagai berikut: NREM (75%) yaitu : tahap 1: 5%; tahap 2 :
45%; tahap 3 : 12%; tahap 4 : 13%, REM; 25 %.(11)
Beberapa hal penting yang didapatkan pada tidur REM seperti tidur rem
biasanya disertai mimpi yang aktif dan pergerakan otot tubuh yang aktif,
seseorang lebih sukar dibangunkan oleh rangsangan sensorik selama tidur
gelombang lambat, namun orang-orang terbangun secara spontan di pagi hari
sewaktu episode tidur REM, tonus otot diseluruh tubuh sangat berkurang,
frekuensi denyut jantung dan pernafasan biasanya menjadi ireguler, ini merupakan
sifat dari keadaan tidur dengan mimpi, walaupun ada hambatan yang sangat kuat
pada otot-otot perifer, masih timbul pergerakan otot yang tidak teratur, keadaan
ini khususnya mencakup pergerakan mata yang cepat, otak menjadi sangat aktif
dan metabolisme di seluruh otak meningkat sebanyak 20%. Pada EEG terlihat
pola gelombang otak yang serupa dengan terjadi selama keadaan siaga.(11)
8
2.1.2 Peranan neurotransmitter
Keadaan jaga atau bangun sangat dipengaruhi oleh sistim ascending reticulary
activity system (ARAS). Bila aktifitas ARAS ini meningkat orang tersebut dalam
keadaan tidur. Aktifitas ARAS menurun, orang tersebut akan dalam keadaan
tidur. Aktifitas ARAS ini sangat dipengaruhi oleh aktifitas neurotransmiter seperti
sistem serotoninergik, noradrenergik, kholonergik, histaminergik.
I. Sistem serotonergik
Hasil serotonergik sangat dipengaruhi oleh hasil metabolisma asam amino
trypthopan. Dengan bertambahnya jumlah tryptopan, maka jumlah serotonin yang
terbentuk juga meningkat akan menyebabkan keadaan mengantuk/tidur. Bila
serotonin dari tryptopan terhambat pembentukannya, maka terjadi keadaan tidak
bisa tidur/jaga. Menurut beberapa peneliti lokasi yang terbanyak sistem
serotogenik ini terletak pada nukleus raphe dorsalis di batang otak, yang mana
terdapat hubungan aktifitas serotonis dinukleus raphe dorsalis dengan tidur REM.
II. Sistem adrenergik
Neuron-neuron yang terbanyak mengandung norepineprin terletak di badan
sel nukleus cereleus di batang otak. Kerusakan sel neuron pada lokus cereleus
sangat mempengaruhi penurunan atau hilangnya REM tidur. Obat-obatan yang
mempengaruhi peningkatan aktifitas neuron noradrenergik akan menyebabkan
penurunan yang jelas pada tidur REM dan peningkatan keadaan jaga.
III. Sistem kholinergik
Sitaram et al membuktikan dengan pemberian prostigimin intra vena dapat
mempengaruhi episode tidur REM. Stimulasi jalur kholihergik ini, mengakibatkan
aktifitas gambaran EEG seperti dalam keadaan jaga. Gangguan aktifitas
kholinergik sentral yang berhubungan dengan perubahan tidur ini terlihat pada
orang depresi, sehingga terjadi pemendekan latensi tidur REM. Pada obat
antikolinergik (scopolamine) yang menghambat pengeluaran kholinergik dari
lokus sereleus maka tampak gangguan pada fase awal dan penurunan REM.
9
IV. Sistem histaminergik
Pengaruh histamin sangat sedikit mempengaruhi tidur.
V. Sistem hormon
Pengaruh hormon terhadap siklus tidur dipengaruhi oleh beberapa hormon
seperti ACTH, GH, TSH, dan LH. Hormon hormon ini masing-masing disekresi
secara teratur oleh kelenjar pituitary anterior melalui hipotalamus patway. Sistem
ini secara teratur mempengaruhi pengeluaran neurotransmiter norepinefrin,
dopamin, serotonin yang bertugas menagtur mekanisme tidur danbangun.
Kegunaan tidur belum sepenuhnya diketahui, tetapi tidur merupakan proses
penting dalam konsolidasi ingatan serta proses penyembuhan. Lamanya
kebutuhan tidur bervariasi antara tiap orang dan sangat sulit untuk menilai berapa
lama tidur yang dibutuhkan oleh seseorang untuk dapat berfungsi optimal.
Pola tidur remaja perlu perhatian lebih karena berhubungan pada performa
sekolah. Pada 20 tahun terakhir ini, para peneliti mengenai tidur menyadari
perbedaan perubahan pola tidur pada remaja. Perubahan tersebut ialah jam
biologis remaja atau disebut irama sirkadian. Pada permulaan masa pubertas, fase
tidurnya menjadi telat. Untuk terjatuh tidur menjadi lebih malam dan bangun tidur
lebih telat pada pagi hari. Dan remaja tersebut lebih waspada pada malam hari dan
menjadi lebih susah tidur.
Menurut penelitian, remaja membutuhkan waktu 9 sampai 9.25 jam untuk
tidur dalam sehari. Namun nyatanya sekitar 8 jam sehari karena pengaruh waktu
sekolah. Waktu tidur dan bangun berdasarkan waktu sekolah dan kehidupan sosial
akan mengkontribusi pengurangan waktu tidur pada remaja. Penelitian yang
dilakukan oleh Iglowstein dkk terhadap anak di Swiss mendapatkan hasil bahwa
anak usia 12 sampai 15 tahun memiliki rata-rata jumlah waktu tidur sebanyak 8,4
sampai 9,3 jam per hari.(13)
Durasi tidur dianggap sebagai faktor dari gaya hidup, seperti aktivitas fisik,
status merokok dan sejenisnya. Namun, pola tidur sebenarnya bukan hanya
10
kebiasaan yang bisa bebas dipilih, tetapi juga dapat dipengaruhi oleh aktivitas
fisik, mental, penggunaan perangkat teknologi atau kondisi sosial. Dengan
demikian, jika waktu atau tempat berbeda dampak tidur terhadap kesehatan
mungkin berbeda.
2.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi pola tidur
2.4.1 Teknologi informasi
Teknologi dewasa ini berkembang sangat pesat, di satu sisi perkembangan
teknologi semakin mempermudah pekerjaan manusia, tetapi di sisi lain ada
sebagian dari aktivitas sehari-hari yang terdegradasi akibat kecanggihan teknologi.
Teknologi yang semula diciptakan untuk kemudahan dan efisiensi justru disisi
lain semakin mendekonstruksi kegiatan manusia. Secara ekonomi, teknologi
sangat berguna dan bermanfaat, tetapi secara sosial ada penurunan gradual dalam
aspek kualitas kehidupan sosial. Komunikasi antar individu tidak lagi terkukung
oleh batasan ruang dan waktu. Salah satu teknologi yang mendukung kemudahan
telekomunikasi adalah telepon seluler (ponsel) hingga chatting via internet.
Selain perangkat teknologi seperti ponsel, terdapat pula perangkat teknologi
lain yang dewasa ini sering digunakan baik pada anak-anak maupun hingga
dewasa. Perangkat teknologi tersebut antara lain televisi, komputer, tablet, video
game dll. Setiap anak menghabiskan total 6 jam sehari untuk menonton televisi,
bermain video game, mendengarkan musik atau membaca majalah, namun
sebagian besar orangtua tidak menanggapi hal ini dengan serius. Menonton
televisi pada saat ingin tidur juga tidak dianjurkan karena terbukti dapat
mengganggu pola tidur dan tidur tidak lelap. (14)
Berdasarkan penelitian sebelumnya telah menunjukkan bahwa penggunaan
media elektronik, seperti televisi, komputer, internet dan video game berhubungan
dengan gangguan tidur.(15-17) Mekanisme hubungan ini beragam dan mencakup
lama penggunaan media elektronik antara orang-orang bergantung mengubah pola
11
tidur.(18) Beberapa penelitian menjelaskan bahwa waktu yang dihabiskan dalam
penggunaan internet mengganggu jadwal tidur-bangun.(19)
2.4.2 Aktivitas fisik
Aktivitas dan olah raga mempengaruhi tidur dengan cara meningkatkan
kelelahan, tampak bahwa aktivitas fisik meningkatkan baik tidur REM maupun
NREM. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Mark S. Tremblay dkk. di
Kanada, menjelaskan bahwa terdapat hubungan potensial antara aktivitas fisik
dan tidur.(20) Waktu tidur yang lebih singkat membuat waktu terbangun lebih
panjang, sehingga meningkatkan peluang dalam bergerak. Namun, cukup atau
tidaknya kualitas tidur dapat mengakibatkan kelelahan saat terjaga,
mengurangi aktivitas non-fisik dan atau kegiatan aktif selama waktu luang.
Rendahnya tingkat aktivitas fisik harian dapat mengurangi kualitas dan atau
kuantitas tidur, sedangkan pengeluaran energi yang memadai cenderung
meningkatkan karakteristik tidur.(21)
2.4.3 Kebiasaan merokok
Menurut sebuah penelitian, gangguan pola tidur dapat disebabkan oleh
banyak faktor salah satunya adalah faktor gaya hidup yang meliputi kafein,
alkohol dan nikotin yang berasal dari rokok. Ketergantungan nikotin
menyebabkan seorang perokok harus menghisap rokok terus-menerus dan
menimbulkan berbagai akibat terhadap tubuh, salah satunya adalah gangguan pola
tidur.(22)
2.4.4 Kebiasaan konsumsi kafein
Kafein merupakan alkaloid alami yang ditemukan dalam jumlah bervariasi-
ing dalam biji, daun, dan buah-buahan lebih dari 60 tanaman. Kafein telah banyak
digunakan oleh semua orang di seluruh dunia. Kandungan alaminya biasa terdapat
dalam kopi dan teh dan ada pula yang ditambahkan ke dalam minuman ringan
(soft drinks) seperti minuman bersoda. Kafein paling sering dikonsumsi sebagai
12
kopi (71%), minuman ringan (16%), dan teh (12%).(23) Kafein adalah stimulan
yang dapat membantu seseorang untuk tetap terjaga dan mungkin dapat
membantu orang tersebut untuk bekerja lebih baik. Minuman berkafein sudah
menjadi bagian dalam pola makan sehari-hari dan mudah untuk didapat. Oleh
karena itu, kafein banyak digunakan untuk menjaga kewaspadaan dan
performance, atau untuk membantu menyingkirkan rasa kantuk.
Pengaruh negatif konsumsi kafein dari aspek kesehatan yaitu dapat
mengganggu pola tidur mereka dan dengan demikian mengganggu perkembangan
normal mereka.(23) Beberapa peneliti telah meneliti hubungan antara konsumsi
minuman berenergi dan pola tidur.(24,25)
13
14
15
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka konsep
Dalam penelitian ini, variabel yang diteliti adalah variabel bebas yang terdiri
dari karakteristik responden berupa jenis kelamin, umur, tempat tinggal dan sosio
ekonomi. Variabel bebas lainnya yaitu penggunaan perangkat Informasi
Teknologi, aktivitas fisik dan gaya hidup seperti kebiasaan merokok dan
konsumsi kafein. Sedangkan variabel tergantungnya adalah pola tidur pada
mahasiswa. Kerangka konsep dalam penelitian ini adalah seperti terlihat pada
gambar dibawah ini:
Variabel Independen Variabel Dependen
16
Penggunaan perangkat informasi teknologi
Aktivitas fisik
Pola tidur
Gaya hidup
Kebiasaan merokok Konsumsi kafein
Karakteristik responden
Usia Jenis kelamin Tempat tinggal Sosioekonomi
Gambar 3.1 Kerangka konsep
17
18
19
20
BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1. Desain penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian analitik dengan desain
potong silang (cross sectional) untuk mengetahui hubungan penggunaan teknologi
dengan pola tidur pada mahasiswa.
4.2. Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti selama
lima bulan yaitu mulai dari September 2013 sampai dengan Januari 2014.
4.3. Populasi dan sampel
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah mahasiswa yang masih aktif
terdaftar di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti. Teknik pengambilan sampel
digunakan dengan teknik simple random sampling.
Gambar 4.1. Alur pemilihan sampel mahasiswa
21
Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
Angkatan 2010 Angkatan 2011 Angkatan 2012
Populasi
PerempuanLaki-laki Laki-lakiPerempuanLaki-laki Perempuan
Sub populasi
SampelSampel SampelSampelSampelSampel
Keterangan
n0 : Besar sampel optimal yang dibutuhkan
z : Pada tingkat kemaknaan 95% besarnya 1,96
p : Prevalensi 10,7%(10)
q : Prevalensi yang tidak mengalami gangguan pola tidur (1-p)
d : Akurasi dari ketepatan pengukuran, untuk p = > 10 % adalah 0,05
Keterangan
n : Besar sampel yang dibutuhkan untuk populasi yang finit
n0 : Besar sampel dari populasi infinit
N : Besar populasi mahasiswa angkatan 2010-2012 adalah 870
Do : 15% : 126 + 18,9 = 145
22
Penelitian dilakukan pada mahasiswa fakultas kedokteran di Universitas
Trisakti. Kelompok mahasiswa terbagi menjadi 3 angkatan dan besar sampel yang
diperlukan adalah 145 orang, dengan masing-masing angkatan yaitu 48 orang.
4.4 Bahan dan instrumen penelitian
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Instrumen yang digunakan untuk memperoleh data dalam penelitian ini
adalah kuesioner atau daftar pertanyaan mengenai penggunaan perangkat
teknologi dalam kehidupan sehari-hari, aktivitas, tempat tinggal dan jenis
kelamin.
Data primer pada penelitian ini terdiri dari data karakteristik responden, data
mengenai frekuensi penggunaan perangkat teknologi dalam kehidupan sehari-hari,
aktivitas fisik, kebiasaan merokok dan konsumsi kafein. Data sekunder pada
penelitian ini yaitu data mengenai jumlah mahasiswa di Fakultas Kedokteran
Universitas Trisakti.
Pengumpulan data primer dilakukan dengan pemberian kuesioner kepada
responden yang akan diisi sendiri oleh responden. Sedangkan data sekunder
didapatkan dari bagian kemahasiswaan Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti
untuk mengetahui jumlah mahasiswa di Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
4.5 Analisis data
Setelah didapatkan data dan dikoreksi secara seksama. Data dimasukkan
kemudian dianalisis dengan menggunakan program SPSS versi 17.0. Pada
penelitian ini, uji statistik yang digunakan adalah dengan analisis bivariat dengan
analisis korelasi. Dengan teknik analisis ini, untuk melihat adanya hubungan
antara variabel dependen dan variabel independen pada penelitian ini.
23
4.6 Alur penelitian
Gambar 4.2. Alur penelitian
4.7 Etika penelitian
Penelitian ini diminta dari Fakultas Kedokteran Universitas Trisakti.
24
Persiapan penelitian
Pemilihan sampel yang akan diwawancara
Pendistribusian kuesioner kepada mahasiswa
terpilih
Pengisian kuesioner (self enumeration)
Verifikasi hasil pengisian kuesioner
Pengolahan data
Analisis data
4.8 Penjadwalan penelitian
Tabel 3. Penjadwalan penelitian
KegiatanWAKTU
Bulan 6-7 Bulan 8 Bulan 9 Bulan 10 Bulan 11 Bulan 12 Bulan 1Tgl 19-27 Juni
Tgl 2-23 Juli
Tgl 28
Tgl 30
Tgl 10
Tgl 20
Tgl 10
Tgl 20
Tgl 5
Tgl 15
Tgl 20
Tgl 30
Persiapan dan pengumpulan dataPenyusunan dan penyelesaian BAB I (Pendahuluan)Penyusunan dan penyelesaian BAB II (Tinjauan Pustaka)Penyusunan dan penyelesaian BAB III (Metode)
UJIAN PROPOSAL
Penyusunan dan penyelesaian BAB IV (Hasil)Penyusunan dan penyelesaian BAB V (Pembahasan)Penyusunan dan penyelesaian BAB VI (Kesimpulan dan Saran)Persiapan ujian skripsiPenyusunan manuskrip E-jurnal
25
4.9 Pembiayaan
Dalam proses penelitian ini menghabiskan biaya sebanyak yang telah dirinci
sebagai berikut ini:
1. Transportasi Rp. 400.000
2. Fotokopi Rp. 100.000
3. Jilid Rp. 50.000
4. Keperluan ATK Rp. 300.000
5. Biaya lain-lain Rp. 500.000
Total pengeluaran Rp. 1.400.000
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Permana MGC. Insomnia dan hubungannya terhadap faktor psikososial pada pelayanan kesehatan primer. E-jurnal Medika Udayana 2013; 2:2
2. Nurlela S, Saryono, Yuniar I. Faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pasien post operasi Laparotomi di ruang rawat inap Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan 2009; 5:1
3. Sulistiyani C. Beberapa faktor yang berhubungan dengan kualitas tidur pada mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Diponegoro Semarang. Jurnal Kesehatan Masyarakat FKM Undip 2012; 1:280-92
4. Annual Sleep in America Poll Exploring Connections with Communications Technology Use and Sleep. (monograph on the internet). America: National Sleep Foundation. 2011. Available at: www.sleepfoundation.org.Accessed June 23, 2013.
5. Ohida T, Osaki Y, Doi Y, Tanihata T, Minowa M, Suzuki K, et al. An epidemiologic study of self-reported sleep problems among Japanese adolescents. Sleep 2004; 27:978-85
6. National Sleep Disorders Research Plan. Normal sleep, sleep restriction and health consequences. Available at:http://www.nhlbi.nih.gov/health/prof/sleep/res_plan/section4/section4d.html.Accessed June 23 2013.
7. Johnson JG, Cohen P, Kasen S, First MB, Brook JS. Association between television viewing and sleep problems during adolescence and early adulthood. Arch Pediatr Adolesc Med 2004; 158:562-68.
8. Taher YA, Samud AM, Ratimy AH, Seabe AM. Sleep complaints and daytime sleepiness among pharmaceutical students in Tripoli. Libyan J Med 2012; 7:3-6
9. Velez JC, Souza A, Traslavina S, Barbosa C, Wosu A, Andrade A, et al. The epidemiology of sleep quality and consumption of stimulant beverages among patagonian chilean college students. Sleep 2013; 2:2.
10. Schmid SM, Hallschmid M, Jauch-Chara K, Wilms B, Benedict C, Lehnert H, et al. Short-term sleep loss decreases physical activity under free-living conditions but does not increase food intake under time-deprived laboratory conditions in healthy men. American of Journal Nutrition 2009; 90:1476-82.
11. Prayitno A. Gangguan pola tidur pada kelompok usia lanjut dan penatalaksanaannya. Univmed 2002; 21:24
12. Candra GADP. Gangguan pola tidur pada usia lanjut dan penatalak Diagnosis dan penanganan insomnia kronik. E-Jurnal Medika Udayana 2013; 5:2
13. Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Tidur normal dan gangguan tidur. Sinopsis Psikiatri Jilid 2. Tangerang: Binarupa Aksara Publisher, 2010.p.210-2117.
27
14. Nur’aini. Perbedaan gangguan tidur pada remaja urban dan suburban. USU Institutional Repository. 2011; 7:5
15. Committee on communications. Children, adolescents and advertising Pediatrics 2006; 118:2563-9
16. Bulck VDJ. Television viewing, computer game playing, and Internet use and self-reported time to bed and time out of bed in secondary school children. Sleep 2004; 27: 101–4.
17. Choi K, Son H, Park M, Han J, Kim K, et al. Internet overuse and excessive daytime sleepiness in adolescents. Psychiatry Clin Neurosci 2009; 63: 455–462.
18. Wolniczak I, Ca´ceres-DelAguila JA, Palma-Ardiles G, Arroyo KJ, Solı´s-Visscher R, Paredes-Yauri S, et al. Association between facebook dependence and poor sleep quality: a study in a Sample of Undergraduate Students in Peru. Plos One 2013; 8
19. Cheung LM, Wong WS. The effects of insomnia and internet addiction on depression in Hong Kong Chinese adolescents: an exploratory cross-sectional analysis. J Sleep Res 2011; 20: 311–317.
20. Tremblay MS, Esliger DW, Tremblay A, Colley R. Incidental movement, lifestyle-embedded activity and sleep: new frontiers in physical activity assessment. Can J Public Health 2007; 96:213...
21. Sochat T, Ofra FB, Orna T. Sleep patterns, electronic media exposure and daytime sleep-related behaviours among Israeli adolescents. Acta Paediatrica 2010; 99:1396-400.
22. Mushoffa MA, Husein AN, Bakhriansyah M. Hubungan antara perilaku merokok dan kejadian insomnia pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lambung Mangkurat. Jurnal Berkala Kedokteran 2013; 9:74...
23. Heckman MA, Weil J, De Mejia EG. Caffeine (1, 3, 7-trimethylxanthine) in foods: a comprehensive review on consumption, functionality, safety, and regulatory matters. J Food Sci 2010; 75:81.
24. Mc Ilvain GE, Noland MP, Bickel R. Caffeine consumption patterns and beliefs of college freshmen. Am J Health Edu 2011; 42: 235–44.
25. Malinauskas BM, Aeby VG, Overton RF, Carpenter-Aeby T, Barber-Heidal K. A survey of energy drink consumption patterns among college students. Nut J 2007; 6:35.
26. Jane FG. The prevalence of sleep disorders in college students: Impact on Academic Performance. J Am Coll Health 2010; 59:2...
27. Tsui YY, Wing YK. A study on the sleep patterns and problems of University Business Students in Hong Kong. J Am Coll Health 2009; 58:2...
28. Miller NL, Shattuck LG, Matsangas P. Longitudinal study of sleep patterns of United States Military Academy Cadets. Sleep 2010; 33:1628-30.
29. National University of Singapore. Instruments. Available at:http://scholarbank.nus.edu.sg/termsofuse/Accessed August 27 2013
28
30. Yilmaz MB, Orhan F. High school students educational usage of Internet and their learning approaches. World J Edu Tech 2010; 2:100-12.
31. Baxter-Jones ADG, Elsenmann JC, Mirwald RL, Faulkner RA, Bailey DA. The influence of physical activity on lean mass accrual during adolescence: a longitudinal analysis. J Appl Physiol 2008; 105: 734-41.
32. World Health Organization. Tobacco Free Initiative (TFI). Available at:http://www.who.int/tobacco/surveillance/gats/en/Accessed July 22 2013
33. Kurahashi N, Inoue M, Iwasaki M, Sasazuki S, Tsugane S. Coffee, green tea, and caffeine consumption and subsequent risk of bladder cancer in relation to smoking status: a prospective study in Japan. Japanese Cancer Sci 2008; 100: 284-91.
29