Proposal Bab123

22
Hubungan antara Pengetahuan tentang Hukuman dengan Keputusan Memberi Hukuman dan dengan Kematangan Emosi pada Guru Laki-laki dan Guru Perempuan Asri Rahayu PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ini mengenai hubungan antara pengetahuan tentang hukuman dengan keputusan memberi hukuman dan dengan kematangan emosi pada guru laki-laki dan perempuan. Seorang guru menghukum siswanya sudah bagian dari pendidikan sekolah di manapun. Masalahnya apakah guru itu memahami konsep hukuman dalam pendidikan dan pembelajaran? Hukuman itu harus cukup berat atau sebaiknya ringan-ringan saja? Tiap-tiap hukuman itu membebankan penderitaan bagi si terhukum. Suatu hukuman itu pantas apabila penderitaan yang ditimbulkan itu mempunyai nilai positif, atau mempunyai nilai pendidikan. Guru menghukum siswanya tidak hanya dengan tujuan mendidik namun seringkali disertai dengan amarah. Guru yang menghukum siswanya disertai dengan marah- marah, apakah itu berarti emosinya belum matang? Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan. Hukuman dapat pula diartikan sebagai suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak secara fisik maupun psikis apabila nanak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang sengaja

Transcript of Proposal Bab123

Page 1: Proposal Bab123

Hubungan antara Pengetahuan tentang Hukuman dengan Keputusan Memberi

Hukuman dan dengan Kematangan Emosi pada Guru Laki-laki dan Guru

Perempuan

Asri Rahayu

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penelitian ini mengenai hubungan antara pengetahuan tentang hukuman

dengan keputusan memberi hukuman dan dengan kematangan emosi pada guru laki-

laki dan perempuan. Seorang guru menghukum siswanya sudah bagian dari

pendidikan sekolah di manapun. Masalahnya apakah guru itu memahami konsep

hukuman dalam pendidikan dan pembelajaran? Hukuman itu harus cukup berat atau

sebaiknya ringan-ringan saja? Tiap-tiap hukuman itu membebankan penderitaan

bagi si terhukum. Suatu hukuman itu pantas apabila penderitaan yang ditimbulkan

itu mempunyai nilai positif, atau mempunyai nilai pendidikan. Guru menghukum

siswanya tidak hanya dengan tujuan mendidik namun seringkali disertai dengan

amarah. Guru yang menghukum siswanya disertai dengan marah-marah, apakah itu

berarti emosinya belum matang?

Hukuman merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk

menghilangkan dengan segera perilaku anak yang tidak diharapkan. Hukuman dapat

pula diartikan sebagai suatu bentuk sanksi yang diberikan pada anak secara fisik

maupun psikis apabila nanak melakukan kesalahan-kesalahan atau pelanggaran yang

sengaja dilakukan terhadap aturan-aturan yang telah ditetapkan. Seorang guru

seharusnya memiliki pengetahuan mengenai hukuman.

Banyak jenis hukuman yang dilakukan oleh guru. Ada guru yang

memutuskan untuk memberi hukuman yang ringan seperti menyanyi di depan

kelas, ada pula guru yang menghukum dengan kekerasan fisik. Di kawasan

Tambora, Jakarta Barat, seorang guru tersebut memukul tujuh siswanya dengan

rotan hingga menyebabkan luka gores karena terlambat masuk kelas setelah jam

istirahat selesai (Media Indonesia). Di kota Binjai, Sumatra Utara, Guru memukul

sembilan siswanya dengan penggaris kayu dan menjepit hidung mereka karena tidak

bisa menghafal 33 nama provinsi (Liputan6.com). Di daerah Dau, Malang, seorang

kepala sekolah membakar dua siswanya yang ketahuan naik kelas lewat jendela.

Page 2: Proposal Bab123

Berbagai hukuman dalam pendidikan tersebut, tidak kesemuanya patut dan dapat

digunakan dalam mendidik seorang anak. Seorang guru seharusnya memilih

hukuman yang paling tidak menimbulkan efek negative, namun bisa membuat

seorang siswa jera melakukan kesalahan.

Seorang guru menghukum siswanya juga dipengaruhi oleh kondisi

emosinya saat itu. Seorang guru yang baru saja bertengkar dengan keluarganya tentu

berbeda cara menghukumnya dengan seorang guru yang baru saja liburan bersama

keluarganya. Guru yang menunjukkan kematangan emosi tidak akan menghukum

siswanya karena ia sedang jengkel dengan keluarganya.

Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari pertumbuhan

dan perkembangan (Hurlock, 2004). Emosi merupakan suatu kondisi keterbangkitan

yang muncul dengan perasaan kuat dan biasanya respon emosi mengarah pada suatu

bentuk perilaku tertentu. Dariyo (2006) juga mendefinisikan kematangan emosi

sebagai keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan

emosi sehingga individu tidak lagi menampilkan pola emosional yang tidak pantas.

B. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan guru laki-laki

dan perempuan terhadap konsep hukuman dalam pendidikan atau pembelajaran,

mengetahui kematangan emosi guru laki-laki dan perempuan, keputusan guru laki-

laki dan perempuan dalam memberi hukuman, dan hubungan antara pengetahuan

tentang hukuman dengan keputusan memberi hukuman dan dengan kematangan

emosi pada guru laki-laki dan perempuan.

C. Hipotesis Penelitian

Pengetahuan tentang hukuman dan kematangan emosi bisa berhubungan

positif atau negatif dengan keputusan memberi hukuman pada guru laki-laki dan

perempuan karena keputusan memberi hukuman dipengaruhi oleh keduanya.

Page 3: Proposal Bab123

D. Kegunaan Penelitian

1. Bagi Subjek Penelitian (Guru)

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman kepada guru

mengenai hubungan antara pengetahuan tentang hukuman dengan keputusan

memberi hukuman dan kematangan emosi sehingga dapat menjadi referensi

dan pertimbangan guru apabila hendak menghukum siswanya.

2. Bagi Perkembangan Ilmu Psikologi

Penelitian ini diharapkan dapat memberi suatu pengetahuan baru bagi

perkembangan psikologi pendidikan khusunya dalam lingkup sekolah.

3. Bagi Masyarakat Akademik

Penelitian ini bermanfaat untuk memberikan penjelasan tentang

hubungan hubungan antara pengetahuan tentang hukuman dengan keputusan

memberi hukuman dan kematangan emosi pada guru laki-laki dan perempuan .

E. Asumsi Penelitian

Asumsi penelitian merupakan anggapan-anggapan dasar tentang suatu hal

yang dijadikan pijakan berfikir dan bertindak dalam melaksanakan penelitian.

Asumsi dalam penelitian ini antara lain:

1. Subjek penelitian (guru laki-laki dan wanita) pernah menghukum siswa.

2. Hubungan hubungan antara pengetahuan tentang hukuman dengan

keputusan memberi hukuman dapat diukur dengan kuesionaire.

3. Kematangan emosi dapat diukur dengan skala kematangan emosi.

F. Definisi Operasional

1. Pengetahuan tentang hukuman merupakan tahu tidaknya seorang guru

tentang suatu hukuman dan dampak-dampaknya bagi siswa

2. Keputusan memberi hukuman merupakan jenis hukuman yang dipilih guru

untuk menghukum siswa

3. Kematangan emosi merupakan perilaku yang ditunjukkan seorang guru

terhadap stimulus yang melibatkan emosi

Page 4: Proposal Bab123

KAJIAN TEORI

A. Pengetahuan tentang Hukuman

1. Pengertian Hukuman

Pengetahuan merupakan segala informasi yang diperoleh. Pengetahuan

tentang hukuman adalah segala informasi yang diperoleh dan diketahui. Hukuman

merupakan penyajian stimulus yang tidak menyenangkan untuk mengurangi dan

menghilangkan perilaku negatif yang dilakukan oleh siswa dan mempunyai nilai

yang mendidik. Hukuman dapat pula diartikan sebagai suatu bentuk sanksi yang

diberikan kepada siswa, baik sanksi yang berupa fisik seperti berjalan jongkok,

berdiri di depan kelas dan push up maupun yang berupa psikologis yakni hukuman

yang lebih menekankan pada keadaan psikologis seperti rasa maludan jera pada diri

siswa. Pendapat tersebut didukung oleh pandapat Langeveld (dalam Kartini

Kartono, 1992) yang mengemukakan bahwa

“Hukuman adalah perbuatan yang dengann sadar dan disengaja diberikan

serta mengakibatkan nestapa pada anak atau sesame manusia yang menjadi

tanggungan kita, dan pada umumnya ada dalam kondisi yang lebih lemah

secara fisik maupun psikis daripada kita.”

Hukuman merupakan salah satu alat pendidikan yang diberikan oleh pihak

sekolah terhadap setiap siswa yang melakukan pelanggaran dalam upaya

menegakkan peraturan atau tata tertib sekolah. Pihak sekolah yang biasanya secara

langsung memberi hukuman adalah guru.

2. Macam-macam hukuman

Pada prinsipnya hukuman diberikan karena adanya kesalahan yang

dilakukan oleh siswa. Jadi hukuman merupakan suatu akibat dari pelanggaran yang

digunakan untuk mengadakan perbaikan. Para ahli hokum mengemukakan

pandangannya tentang macam-macam teori hukuman. Teori hukuman menurut

Amier Daien Indrakusuma adaah sebagai berikut:

a. Teori Hukum Alam

Hukuman itu hendaknya merupakan akibat yang sewajar-wajarnya

dari suatu perbuatan. Hukuman ini dirasa terlalu berat jika

dibandingkan dengan perbuatan yang dilakukan, sehingga kita

cenderung untuk melarangnya dulu daripada menanggung akibatnya.

Page 5: Proposal Bab123

b. Teori Ganti Rugi

Dalam teori ganti rugi, anak diminta untuk bertanggung jawab atau

menanggung semua resiko dari perbuatannya. Misalnya, anak

mengotori lantai di kelas, maka dihukum haru s membersihkannya

c. Teori Menakut-nakuti

Hukuman diberikan untuk menakut-nakuti anak, agar anak tidak

melakukan pelanggaran atau perbuatan yang dilarang ini. Dalam hal

ini, nilai didik telah ada, tetapi perlu dijaga jangan sampai anak

tersebut tidak berbuat kesalahan lagi karena rasa takut saja.

d. Teori Balas Dendam

Teori ini termasuk hukkuman yang kurang baik, paling jahat, dan

paling tidak dapat dipertanggungjawabkan dalam dunia pendidikan

karena ini adalah hukuman yang didasarkan pada rasa sentiment.

e. Teori Memperbaiki

Hukuman yang terbaik yang dapat diterima dan diterapkan dalam

dunia pendidikan adalah hukuman yang bersifat memperbaiki.

Hukuman yang bisa menyadarkan anak pada keinsyafan atas

kesalahan yang diperbuatnya. Dengan adanya keinsyafan ini anak

akan berjanji dalam hatinya tidak akan mengulangi kesalahannya.

Hukuman ini disebut hukuman yang bernilai didik.

Piaget mengemukakan bahwa hukuman diklasifikasikan dalam dua bentuk, yaitu:

a. Hukuman yang bersifat ekspiatorik (expiaroty punishmet)

Hukuman ini tidak hanya dikaitkan dengan bobot tindakan yang salah,

tetapi harus melibatkan pertimbangan yang wajar antara bobot pelanggaran

penderitaan si pelanggar. Misalnya menampar, memukul.

b. Hubungan yang bersifat reprositas

Hukuman senantiasa dikaitkan dengan tindak kesalahannya. Dengan

hukuman ini pelaggar aturan dapat mengetahui akibat-akibat dari tindakan

yang salah. Hukuman ini disertai ganti rugi dan mengenal pengucilan.

Berdasarkan teori di atas dapat disimpulkan bahwa teori hukuman dengan

pembetulan atau memperbaiki merupakan teori yang digunakan dalam dunia

Page 6: Proposal Bab123

pendidikan. Teori yang tidak bisa diterima menurut pendidikan adalah Teori Balas

Dendam sedangkan Teori yang diragukan mengandung nilai pendidikan adalah Teori

Ganti Rugi. Teori Menjerakan dan Teori Menakut-nakuti mengandung nilai

pendidikan tetapi tidak sebaik Teori Perbaikan.

3. Tingkatan Hukuman

Hukuman yang dapat dikenakan kepada anak-anak bermacam macam jenis,

sehubungan dengan hal ini, Suwarno (1992: 177) mengungkapkan berdasarkan

pandangan W.Stern tedapat tiga tingkatan hukuman sesuai dengan perkembangan

anak, yaitu:

a. Hukuman Asosiatif, di mana penderitaan yang ditimbulkan akibat hukuman

tadi ada asosiasinya dengan kesalahan anak. Misalnya seorang anak yang

akan mengambil sesuatu di atas meja dipukul jarinya. Hukuman asosiasif

dipergunakan bagi anak kecil;

b. Hukuman Logis, di mana anak dihukum sehingga mengalami penderitaan

yang ada hubungan logis dengan kesalahannya. Hukuman logis ini

dipergunakan pada anak-anak yang sudah agak besar yang sudah mampu

memahami hubungan antara kesalahan yang diperbuatnya dengan hukuman

yang diterimanya;

c. Hukuman Moril, tingkatan ini tercapai pada anak-anak yang lebih besar, di

mana anak tidak hanya sekedar menyadari hubungan logis antara kesalahan

dengan hukumannya, tetapi tergugah perasaan kesusilaannya atau terbangun

kata hatinya, ia merasa harus menerima hukuman sebagai sesuatu yang harus

dialaminya.

B. Keputusan Memberi Hukuman

1. Memilih dan menentukan hukuman

Pengambilan keputusan merupakan kegiatan yang memberikan pedoman

seseorang dalam mengambil keputusan, sekaligus memperbaiki proses pengambilan

keputusan dalam kondisi yang tak pasti. Dalam penelitian ini keputusan memberi

hukuman merupakan apasaja hal-hal yang perlu dipertimbangkan oleh seorang guru

sebelum menentukan bentuk hukuman yang bagaimana yang akan diambil untuk

dikenakan pada siswa. Hal-hal yang perlu dipertimbangkan dalam memilih dan

Page 7: Proposal Bab123

menentukan hukuman (Amin Danien Indrakusuma, 1973:157) adalah sebagai

berikut:

a. Macam dan besar kecilnya pelanggaran: Besar kecilnya

pelanggaran akan menentukan berat ringannya hukuman yang harus

diberikan

b. Pelaku pelanggaran

c. Hukuman diberikan dengan melihat jenis kelamin: usia dan halus

kasarnya perangai dari pelaku pelanggaran

d. Akibat-akibat yang mungkin timbul dalam hukuman: Pemberian

hukuman jangan sampai menimbulkan akibat yang negatif pada diri

anak

e. Pilihlah bentuk-bentuk hukuman yang pedagogis: Hukuman yang

dipilih harus sedikit mungkin segi negatifnya baik dipandang dari

sisi siswa, guru, maupun dari orang tua

f. Sedapat mungkin jangan menggunakan hukuman badan: Hukuman

badan adalah hukuman yang menyebabkan rasa sakit pada tubuh

anak, hukuman badan merupakan sarana terakhir dari proses

pendisiplinan.

Mengenai hukuman badan (Adnan Hasan Sholih Baharits, 1966), sebagian

ahli membolehkan dengan alasan bahwa di lingkungan keluarga hal ini sering

dilakukan, dan sebagian lagi tidak membolehkan dengan alasan bahwa hukuman

badan tidak layak bagi manusia yang mempunyai akal, budi, pikiran dan hati.

Terlepas dari perbedaan di atas, satu hal yang harus diingat bahwa hukuman badan

itu tidak boleh sampai menimbulkan cedera atau cacat pada anak.

2. Bentuk Hukuman

Soejono (1980:169) mengemukakan bentuk hukuman dengan tiga bentuk, yaitu:

a. Bentuk Isyarat, usaha pembetulan kita lakukan dalam bentuk isyarat

muka dan isyarat anggota badan lainnya. Contohnya, ada seorang anak

didik yang sedang berbuat salah, misalnya bermain-main dengan

mengusik adiknya. Pendidik memandangnya dengan raut muka muram

yang menandakan bahwa ia tidak menyetujui anak didik berbuat

Page 8: Proposal Bab123

semacam itu. Ia menggelengkan kepala dan menggerakkan tangannya

sebagai tanda agar anak didik pergi meninggalkan adiknya. Apabila

anak didik karena asyiknya mengusik tadi tidak melihat bahwa pendidik

memandangnya, maka pendidik memberi isyarat pendahuluan dengan

bertepuk tangan untuk menarik perhatiaannya;

b. Bentuk kata, isyarat dalam bentuk kata dapat berisi kata-kata

peringatan, kata-kata teguran dan akhirnya kata-kata ancaman. Kalau

perlu bentuk isyarat diganti dengan bentuk kata berupa kata-kata

peringatan, menyebut nama anak yang nakal tadi dengan suara tegas

singkat, misalnya "Amir..!".

c. Bentuk Perbuatan, usaha pembetulan dalam bentuk perbuatan adalah

lebih berat dari usaha sebelumya. Pendidik mengeterapkan pada anak

didik yang berbuat salah, suatu perbuatan yang tidak menyenangkan

baginya atau ia menghalang-halangi anak didik berbuat sesuatu yang

menjadi kesenangannya. Misalnya, pendidik mengancam anak didik

seperti yang sudah diancamkan, atau tidak memperbolehkannya ikut

berjalan-jalan pada hari Ahad yang akan datang.

Pendapat lain sebagaimana diugkapkan oleh J.J. Hasibuan (1988:60), bahwa

bentuk-bentuk hukuman lebih kurang dapat dikelompokan menjadi empat

kelompok, yaitu:

a. hukuman fisik, misalnya mencubit, menampar, memukul dan lain

sebagainya

b. hukuman dengan kata-kata atau kalimat yang tidak menyenangkan, seperti

omelan, ancaman, kritikan, sindiran, cemoohan dan sejenisnya

c. hukuman dengan stimulus fisik yang tidak menyenangkan, sperti

menuding, memelototi, mencemberuti, dan sejenisnya

d. hukuman dalam bentuk kegiatan yang tidak menyenangkan, misalnya

disuruh berdiri di depan kelas, dikeluarkan dari kelas, didudukan di

samping guru, disuruh menulis suatu kalimat sebanyak puluhan kali atau

ratusan kali, dan sebagainya.

Page 9: Proposal Bab123

3. Kematangan Emosi

Kematangan emosi dapat dimengerti dengan mengetahui pengertian emosi

dan kematangan, kemudian diakhiri dengan penjelasan kematangan emosi sebagai

satu kesatuan. Istilah kematangan menunjukkan kesiapan yang terbentuk dari

pertumbuhan dan perkembangan (Hurlock, 2004).

Emosi merupakan suatu kondisi keterbangkitan yang muncul dengan

perasaan kuat dan biasanya respon emosi mengarah pada suatu bentuk perilaku

tertentu (Lazzarus, 1991). Selain itu, terdapat juga definisi emosi sebagai suatu

keadaan dalam diri individu yang memperlihatkan reaksi fisiologis, kognitif, dan

pelampiasan perilaku. Berdasarkan beberapa definisi emosi, dapat disimpulkan

bahwa emosi merupakan suatu keadaan yang dirasakan oleh individu dan disertai

dengan gejala-gejala fisiologis, perasaan, dan perilaku yang ditunjukkan.

Kematangan emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan

dari perkembangan emosi pada diri individu. Individu yang mencapai kematangan

emosi ditandai oleh adanya kesanggupan mengendalikan perasaan dan tidak dapat

dikuasai perasaan dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain,

tidak mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang lain.

Chaplin (1989) mendefinisikan kematangan emosi sebagai suatu keadaan

atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan perkembangan emosional. Ditambahkan

Chaplin (dalam Ratnawati, 2005), kematangan emosi adalah suatu keadaan atau

kondisi untuk mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosional seperti

anak-anak, kematangan emosional seringkali berhubungan dengan kontrol emosi.

Seseorang yang telah matang emosinya memiliki kekayaan dan keanekaragaman

ekspresi emosi, ketepatan emosi dan kontrol emosi. Hal ini berarti respon-respon

emosional seseorang disesuaikan dengan situasi stimulus, namun ekspresi tetap

memperhatikan kesopanan sosial (Stanford, 1965).

Anderson (dalam Mappiare, 1982), mengatakan bahwa seseorang yang

matang secara emosional akan sanggup mengendalikan perasaan dan tidak dapat

dikuasai perasaan dalam mengerjakan sesuatu atau berhadapan dengan orang lain,

tidak mementingkan diri sendiri tetapi mempertimbangkan perasaan orang lain.

Page 10: Proposal Bab123

Pengetahuan tentang hukuman (X1)

Kematangan Emosi (X2)

Keputusan Memberi Hukuman (Y)

METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Pendekatan ini bertolak

dari anggapan bahwa semua gejala yang diamati dapat diukur dan diubah dalam

bentuk angka sehingga memungkinkan digunakan teknik-teknik analisis statistik

(Suryabrata, 2000). Berdasarkan tujuan penelitian maka penelitian ini termasuk

dalam penelitian deskriptif korelasional. Penelitian bersifat deskkorelasional karena

penelitian bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara variabel yang

diteliti. Penelitian korelasional adalah penelitian yang digunakan untuk melihat

sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor berkaitan pada dua atau lebih faktor

lain berdasar koefisien korelasi. Penelitian yang bersifat deskriptif bertujuan untuk

menggambarkan secara tepat sifat-sifat individu, keadaan, gejala, serangkaian

peristiwa berulang-ulang atau adanya hubungan antara suatu gejala lain dalam

masyarakat.

Penelitian ini terdiri dari tiga variabel, yaitu dua variabel bebas dan satu

variabel terikat. bila dibuat rancangan penelitian ketiga variabel tersebut dapat

digambarkan sebagai berikut :

Gambar 3.1

Rancangan Penelitian

Page 11: Proposal Bab123

B. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Sugiyono (2004:90) mengemukakan populasi adalah obyek/subyek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti

untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Sedangkan menurut

Winarsunu (2006:11) populasi adalah seluruh individu yang dimaksudkan

untuk diteliti dan nantinya akan dikenai generalisasi. Populasi dalam Penelitian

ini adalah guru SMP dan SMA. Populasi dari penelitian ini mempunyai cirri-

ciri sebagai berikut:

a. Guru laki-laki dan perempuan

b. Aktif mengajar di SMP dan SMA

c. Usia 25-50 tahun

2. Sampel

Menurut Sugiyono (2003) sampel adalah “bagian dari jumlah dan

karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”. Pengambilan sampel atau

sampling berarti “mengambil sampel atau mengambil sesuatu bagian populasi

sebagai wakil (representasi) populasi itu (Kerlinger, 2003). Penelitian ini

menggunakan teknik purposive sampling yang dilakukan dengan cara

mengambil subjek didasarkan atas strata, random atau daerah tetapi didasarkan

atas adanya tujuan tertentu. Dalam penelitian ini terdapat 40 subjek penelitian

yang akan dijadikan sampel penelitian.

C. Instrumen Penelitian

1. Pengembangan Instrumen Penelitian

Intrumen penelitian disusun untuk mengukur nilai variabel yang diteliti

(Sugiyono, 2003). Instrumen dirancang untuk mengumpulkan data yang

diperlukan dalam penelitian. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini

adalah skala. Dasar pertimbangan menggunakan skala adalah instrumen ini

dapat dengan mudah memberikan gambaran penampilan, terutama di dalam

orang menjalankan tugas, yang menunjukkan munculnya frekuensi, munculnya

sifat-sifat (Arikunto, 2002:134). Langkah-langkah dalam pembuatan instrumen

adalah sebagai berikut:

Page 12: Proposal Bab123

a. Menyusun kisi-kisi instrumen yang berisi indikator-indikator variabel

pada skala

b. Menyusun item-item instrumen dengan memperhatikan item

Favorable dan item Unfavorable

c. Menelaah kesesuaian pernyataan instrumen yang disusun dengan

kisi-kisi instrumen. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah

item-item yang dikembangkan sudah mewakili setiap indikator yang

ditetapkan

d. Memeriksa kembali kata-kata yang digunakan apakah dapat

dimengerti oleh subyek penelitian dengan mencobanya pada

beberapa orang

e. Menyusun blue print, untuk mengetahui sebaran item, karena antara

item favorable dan item unfavorable sebarannya harus seimbang

f. Melakukan uji coba, sekaligus mengambil data penelitian

g. Melakukan penyekoran dan pembobotan jawaban dengan

menggunakan skala

h. Menghitung nilai validitas dan realibilitas.

Penelitian ini menggunakan dua kuesionare yaitu kuesionare

pengetahuan dan kuesionare keputusan memberi hukuman dan satu skala

kematangan emosi. Sedangkan metode pengembangan skala yang digunakan

adalah metode pengembangan skala model Likert yang dihilangkan pilihan

jawaban netralnya.

Page 13: Proposal Bab123

1. Kuesionare pengetahuan tentang hukuman

Blue print kuesionare pengetahuan hukuman

Subvariabel Indikator

Pengertian hukuman

Motivasi dan Tujuan Menghukum

MemperbaikiMenakut-nakuti Balas dendamMembiarkan saja agar siswa merasakan akibatnya sendiri

Tingkatan hukuman Pengetahuan tentang hukuman yang sesuai dengan perkembangan anak

2. Kuesionare Keputusan Memberi Hukuman

Blue print Skala kecerdasan Emosional

Subvariabel Indikator

Pertimbangan dalam menghukum

Motivasi memberikan suatu hukuman yang sesuai dengan jenis kelamin, usia, pelanggaran, akibat yang timbul dalam hukuman siswa

Bentuk hukuman Hukuman fisikHukuman psikis

3. Skala Kematangan Emosi

Blue print Skala kontrol diri

Subvariabel Indikator

Ekspresi emosi Kemampuan untuk berekspresi sesuai dengan emosiKemampuan mengekspresikan emosi sesuai dengan situasi

Ketepatan emosi Kemampuan memiliki emosi sesuai dengan stimulus

Kontrol emosi Kemampuan mengontrol emosi agar tidak mengganggu lingkungan sosial

Page 14: Proposal Bab123

D. Pengumpulan Data

Kegiatan pengumpulan data adalah upaya untuk mendapatkan data-data yang

diperlukan dalam penelitian ini. Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan

cara peneliti turun lapangan untuk menyebarkan kuesionare pengetahuan hukuman dan

keputusan memberi hukuman serta skala kematangan emosi kepada sampel penelitian.

E. Analisis Data

Setelah data yang dibutuhkan terkumpul selanjutnya data tersebut diolah. Dan

teknik pengolahan data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari analisis

deskriptif, analisis korelasional dan analisis regresi.

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk mendeskripsikan secara umum hasil

penelitian.

2. Analisis Korelasional

Analisis data yang digunakan menggunakan teknik analisis statistic Product

Moment untuk mengetahui hubungan antar variable.

3. Analisis Regresi

Analisis regresi berganda adalah analisis tentang hubungan antara satu variabel

dependent dengan dua atau lebih variabel independent (Arikunto, 2002). Sebagai syarat

penggunaan statistic parametric, maka sebelum data dianalisis terlebih dahulu dilakukan

uji asumsi terhadap data yang diperoleh, meliputi :

a) Uji normalitas, yaitu pengujian untuk mengetahui apakah nilai-nilai variabel yang

diteliti mengikuti distribusi kurve normal.

b) Uji linieritas, yaitu pengujian untuk mengetahui apakah varian dari subjek adalah

linier.