PROPOSAL Analisis Kebijakan Pasar Tradisional
-
Upload
rilo-pambudi -
Category
Documents
-
view
2.686 -
download
41
Transcript of PROPOSAL Analisis Kebijakan Pasar Tradisional
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Pasar tradisional memiliki posisi khusus di dalam pemerintahan Indonesia.
Karena, keberadaan pasar tradisional menjadi pusat ekonomi masyarakat.
Ketergantungan pedagang kecil pada keberadaan pasar tradisional membuat
pemerintah sebagai regulator perlu melindungi dan memberdayakannya.
Kebijakan-kebijakan telah dibuat, antara lain dalam Peraturan Menteri Dalam
Negeri Republik Indonesia (PERMENDAGRI) Nomor 20 Tahun 2012 Tentang
Pengelolaan Dan Pemberdayaan Pasar Tradisional. Peraturan tersebut mengatur
tentang berbagai aspek agar pasar tradisional tetap dapat dimanfaatkan konsumen
sebagai pusat perbelanjaan guna memenuhi kebutuhan. Tujuan Kebijakan ini
untuk mewujudkan pasar tradisional yang tertib, teratur, aman, bersih dan sehat;
sebagai pelayan masyarakat; penggerak roda perekonomian daerah dan berdaya
saing dengan pusat toko dan pasar modern seperti yang tertuang pada pasal 2
kebijakan tersebut. Dengan adanya PERMENDAGRI Nomor 20 Tahun 2012
menjadi tanggung jawab pemerintah untuk mengelola dan memberdayakan agar
pasar tradisional mampu berkembang dan tetap menjadi pusat ekonomi
masyarakat.
Pegelolaan pasar tradisional masih belum berkembang. Pengelolaan yang
masih tradisional pula yang mengakibatkan sulit berkembangnya. Pasar dan toko
modern yang terus berkembang menuntut pasar tradisional harus bertahan di
dalam persaingan. Kondisi pasar yang kotor, tak tertata dan kumuh menyebabkan
konsumen enggan berbelanja di pasar tradisional. Pedagang-pedagang kurang
memperhatikan kebersihan dan tataan dagangannya. Maka dari itu, peran
pemerintah sebagai fasilitator perlu melakukan langkah-langkah untuk
memberdayakan pasar tradisional.
Banyak kebijakan yang mengatur tentang pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional di Indonesia. Selain PERMENDAGRI No. 20 Tahun 2012,
sebelumnya ada Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 dan Peraturan
Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2008 yang mengatur
1
Tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko
Modern. Peraturan-peraturan tersebut dibuat guna membantu pasar tradisional
agar dapat bertahan dan bersaing dengan perkembangan perekonomian khususnya
dalam perdagangan.
Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta merupakan wilayah
dengan pasar tradisional yang banyak. Tercatat 30 pasar tradisional menurut data
Kantor Pengelolaan Pasar Kabupaten Bantul tahun 2011 yang tersebar di berbagai
wilayah di Bantul. Keberadaan pasar tradisional tersebut dapat membangun
perekonomian masyarakat Bantul yang mayoritas adalah masyarakat agraris
dengan hasil alam menjadi komoditas utamanya serta 14 % dari penduduknya
yang bekerja di lingkungan pasar tradisional yang digolongkan pada berbagai
profesi seperti pedagang, buruh gendong dan tukang parkir. Kondisi demikian
membuat Pemerintah Kabupaten Bantul menganggap pasar tradisional tidak
hanya diberdayakan tetapi juga dilindungi.
Pemerintah Kabupaten Bantul menyadari pemberdayaan pasar tradisional
dapat meningkatkan ekonomi masyarakat. Pemerintah telah membuat seperangkat
peraturan daerah yang memberikan perlindungan terhadap pasar tradisional yaitu
Peraturan Bupati Bantul Nomor 27 A Tahun 2011 Tentang Petunjuk Pelaksanaan
Pengelolaan Pasar Tradisional. Pemerintah Kabupaten Bantul pun sebelumnya
telah mengeluarkan kebijakan untuk melindungi pasar tradisional yaitu
pembatasan pembangunan ritel (toko) modern serta aturan ketat pada pendirian
toko modern dari segi lokasi dan jarak dari pasar tradisional. Dengan penerapan
kebijakan tersebut memungkinkan pasar tradisional dapat semakin berkembang
dan menjadi tujuan utama konsumen dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Implementasi kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional
merupakan hal teknis yang harus dilaksanakan oleh pemerintah. Kebijakan
relokasi pasar dan pembatasan ritel tidak cukup untuk mengembangkan pasar
tradisional. Kondisi pasar yang kumuh dan kotor menunjukkan bahwa
pengelolaan pasar tidak berjalan dengan baik. Sehingga perlu adanya langkah
selanjutnya untuk menyelesaikan hal tersebut.
Dengan kondisi pasar tradisional Niten setelah diundangkannya kebijakan
pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional yang masih belum mencapai
2
tujuan kebijakan. Maka penelitian mengenai implementasi kebijakan tersebut
terhadap kondisi pasar tradisional perlu dilakukan agar evaluasi dapat dilakukan
pemerintah terhadap penerapan kebijakan yang telah dibuat dan dijalankan dengan
efisien. Kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional sudah
mencakup berbagai hal yang dibutuhkan sebuah pasar tradisional supaya lebih
berkembang dan memiliki daya saing yang bagus. Aspek-aspek tentang cara-cara
teknis pengelolaan pasar yang seharusnya pun tercantum dalam kebijakan
tersebut. Namun, pelaksanaan yang kurang baik menyebabkan kebijakan ini tidak
efektif. Evaluasi tersebut dapat menjadi tolok ukur keberhasilan pemerintah
menerapkan suatu kebijakan dengan melibatkan pihak yang melakukan penelitian,
dalam hal ini mahasiswa sebagai masyarakat umum yang ikut merasakan dampak
kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional.
Jika pemerintah akan melaksanakan suatu program, maka pemerintah
harus membuat kebijakan atau peraturan yang terkait dengan program tersebut.
Dengan adanya kebijakan dari pemerintah, maka suatu program yang akan
dilaksanakan memiliki kekuatan hukum. Jadi, dengan adanya kekuatan hukum
dari suatu program itu, dapat dikatakan bila terjadi pelanggaran di dalamnya,
harus ada tindak lanjut hukum yang dilakukan. Peran regulasi dalam implementasi
kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional ini pun demikian. Jika
terjadi kendala, atau masalah untuk tercapainya tujuan kebijakan ini, maka telah
ada kekuatan hukum yang mengikatnya.
B. Identifikasi Masalah
Masalah yang muncul berkenaan dengan proses penerapan kebijakan
pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional, dapat diidentifikasikan sebagai
berikut :
a. Masih belum jelasnya hasil implementasi kebijakan pemberdayaan pasar
tradisional Niten di kabupaten Bantul terhadap pengelolaan pasar
tradisional.
b. Belum nampak peningkatan kualitas sistem dan proses pengelolaan pasar
tradisional Niten di kabupaten Bantul setelah diundangkannya kebijakan
pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional.
3
c. Adanya keluhan masyarakat terhadap kondisi pasar tradisional Niten di
kabupaten Bantul yang cenderung kotor, tidak aman dan kumuh.
C. Pembatasan Masalah
Pembatasan masalah dilakukan agar penelitian lebih terfokus dan terarah
serta tidak keluar dari sasaran pokok penelitian. Oleh karena itu, pembahasaan
penelitian ini dibatasi dalam konteks permasalahan yang terdiri dari :
1. Proses pelaksanaan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar
tradisional di pasar Niten.
2. Dampak penerapan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar
tradisional terhadap semua pihak yang terkait.
D. Rumusan Masalah
Perumusan masalah berguna untuk mengatasi ketidaksesuaian tujuan
kebijakan pengelolaan & pemberdayaan pasar tradisional Niten kabupaten Bantul
dalam penelitian. Berdasarkan masalah yang menjadi fokus penelitian, maka dari
itu penelitian dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pelaksanaan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional di pasar Niten?
2. Apa dampak penerapan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar
tradisional terhadap semua pihak yang terkait?
E. Tujuan Penelitian
Dari penelitian yang akan dilakukan telah ditetapkan tujuan-tujuan
penelitian yang relevan dengan data-data yang diperoleh. Maka dari itu, tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Memahami proses pelaksanaan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional di pasar Niten.
2. Memahami dampak penerapan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional di pasar Niten terhadap semua pihak yang terkait.
4
F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk :
a. Bagi peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman bagi peneliti
mengenai proses penerapan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional Niten di kabupaten Bantul. Penelitian ini juga dapat
bermanfaat untuk memahami kondisi dan upaya yang dilakukan
pemerintah kabupaten Bantul untuk memberdayakan pasar tradisional
Niten di kabupaten Bantul.
b. Bagi pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi dasar bagi pemerintah sebagai
bahan untuk mengevaluasi penerapan kebijakan pengelolaan dan
pemberdayaan pasar tradisional khususnya pasar tradisional Niten di
kabupaten Bantul.
c. Bagi Masyarakat
Penelelitian ini dapat memberikan pemahaman untuk masyarakat
mengenai proses penerapan kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan
pasar tradisional di pasar Niten, kabupaten Bantul. Dengan pemahaman
dari masyarakat, dapat mendorong masyarakat untuk ikut berpartisipasi
dalam kebijakan tersebut.
5
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Kajian Konseptual
1. Kebijakan Publik
Kebijakan (policy) adalah suatu kumpulan keputusan yang diambil oleh
seorang pelaku atau kelompok politik, dalam usaha memilih tujuan dan cara
untuk mencapai tujuan itu. Pada prinsipnya, pihak yang membuat kebijakan-
kebijakan itu mempunyai kekuasaan untuk melaksanakannya. Sedangkan
menurut buku Kamus Administrasi Publik (Chandler dan Plato, 1988:107)
public policy adalah pemanfaatan yang strategis terhadap sumberdaya-
sumberdaya yang ada untuk memecahkan masalah-masalah publik atau
pemerintah.
Pada umumnya, bentuk kebijakan dapat dibedakan atas (1) bentuk
regulatory yaitu mengatur perilaku orang, (2) bentuk redistributive yaitu
mendistribusikan kembali kekayaan yang ada, atau mengambil kekayaan dari
yang kaya lalu memberikannya kepada yangmiskin. (3) bentuk distributive
yaitu melakukan distribusi atau memberikan akses yang sama terhadap
sumberdaya tertentu, dan (4) bentuk constituent yaitu yang ditujukan untuk
melindungi negara. Masing-masing bentuk ini dapat dipahami dari tujuan dan
target suatu program atau proyek sebagai wujud kongkrit atau terjemahan dari
suatu kebijakan. Dan program atau proyek tersebut merupakan wujud nyata
dari pelaksanaan bentuk-bentuk kebijakan diatas.
2. Implementasi kebijakan
Dalam pelaksanaan kebijakan, terdapat dua model implementasi
kebijakan publik yang efektif, yaitu model linier dan model interaktif
(Baedhowi, 2004: 47). Pada model linier, pengambilan keputusan merupakan
aspek yang paling disoroti, sedangkan pelaksanaan kebijakan kurang
dianggap sebagai tanggung jawab kelompok lain. Keberhasilan pelaksanaan
kebijakan tergantung pada kemampuan instansi pelaksana. Implementasi
yang gagal ditanggungjawabkan pada manajemen pelaksana, sehingga
6
pelaksana harus berhati-hati dan tanggap dengan penerapan kebijakan model
linier.
Sedangkan, model interaktif menganggap pelaksanaan kebijakan
sebagai proses yang dinamis, karena setiap pihak yang terlibat dapat
mengusulkan perubahan dalam berbagai tahap pelaksanaan. Pelaksanaan
kebijakan tidak harus selalu sesuai rencana, tergantung permasalahan yang
timbul dan perhitungan yang dilakukan pihak pelaksana dalam menganalisis
masalah. Jika dalam pelaksanaan kebijakan terdapat faktor yang tidak
diperhitungkan dalam perencanaan, maka pelaksana berwenang mengubah
prosedur atau cara pada proses pelaksanaan. Dengan ini berarti terlaksananya
kebijakan tergantung dari kecermatan megnanalisa dan ketepatan langkah
yang dilakukan pelaksana kebijakan.
Suatu kebijakan dibuat berlandaskan hukum yang ada, dengan demikian
masyarakat menerima kebijakan sebagai suatu kewajiban yang harus
dilaksanakan. Menurut D.L. Weimer dan Aidan R.Vining (1999:398) ada tiga
faktor umum yang mempengaruhi keberhasilan dari implementasi kebijakan
yaitu (1) logika yang digunakan oleh suatu kebijakan, yaitu sampai seberapa
benar teori yang menjadi landasan kebijakan atau seberapa jauh hubungan
logis antara kegiatan-kegiatan yang dilakukan dengan tujuan atau sasaran
yang telah ditetapkan; (2) hakekat kerjasama yang dibutuhkan, yaitu apakah
semua pihak yang terlibat dalam kerjasama telah merupakan suatu assembling
yang produktif dan (3) ketersediaan sumberdaya manusia yang memiliki
kemampuan, komitmen untuk mengelola pelaksanaannya.
Menurut Gow dan Mors, dalam implementasi kebijakan terdapat
berbagai hambatan antara lain (1) hambatan politik, ekonomi, dan
lingkungan, (2) kelemahan institusi, (3) ketidakmampuan SDM di bidang
teknis dan administratif, (4) kekurangan dalam bantuan teknis, (5) kurangnya
desentralisasi dan partisipasi, (6) pengaturan waktu (timing), (7) sistem
informasi yang kurang mendukung. (8) perbedaan agenda tujuan antara aktor,
(9) dukungan yang berkesinambungan (Turner dan Hylme, 1997: 66-67).
Semua hambatan ini dapat dengan mudah dibedakan atas hambatan dari
dalam dan dari luar. Hambatan dari dalam dapat dilihat dari ketersediaan dan
7
kualitas input yang digunakan seperti SDM, dana, sturktur organisasi,
informasi, sarana dan fasilitas yang dimiliki, serta aturan, sistem dan prosedur
yang harus digunakan. Dan hambatan dari luar dapat dibedakan atas semua
kekuatan yang berpengaruh langsung ataupun tidak lansung kepada proses
implementasi itu sendiri, seperti peraturan atau kebijakan pemerintah,
kelompok sasaran, kecenderungan ekonomi, politik, kondisi sosial budaya,
dsb.
Setiap kebijakan pastilah mengandung resiko untuk gagal bila diterapkan
kepada masyarakat. Hogwood dan Gunn (1986) telah membagi pengertian
kegagalan kebijakan (policy failure) ini dalam 2 (dua) kategori, yaitu non
implementation (tidak terimplementasikan) dan unsuccessful implementation
(implementasi yang tidak berhasil). Tidak terimplementasikan mengandung
arti bahwa suatu kebijaksanaan tidak dilaksanakan sesuai dengan rencana,
mungkin karena pihak-pihak yang terlibat di dalam pelaksanaannya tidak mau
bekerjasama, atau mereka telah bekerja secara tidak efisien, bekerja setengah
hari, atau karena mereka tidak sepenuhnya menguasai permasalahan, atau
kemungkinan permasalahan yang dikerjakan di luar jangkauan kekuasaannya,
sehingga betapapun gigih usaha mereka, hambatan-hambatan yang ada tidak
sanggup mereka tanggulangi. Akibatnya, implementasi yang efektif sukar
untuk dipenuhi.
Sementara itu, implementasi yang tidak berhasil biasanya terjadi
manakala suatu kebijakan tertentu telah dilaksanakan sesuai dengan rencana,
namun mengingat kondisi eksternal ternyata tidak menguntungkan (semisal
tiba-tiba terjadi peristiwa pergantian kekuasaan, bencana alam dan
sebagainya) kebijaksanaan tersebut tidak berhasil dalam mewujudkan dampak
atau hasil akhir yang dikehendaki.
Menurut Grindle (1980: 10) dan Quade (1984: 310), untuk mengukur
kinerja implementasi suatu kebijakan publik harus memperhatikan variabel
kebijakan, organisasi dan lingkungan. Perhatian itu perlu diarahkan karena
melalui pemilihan kebijakan yang tepat maka masyarakat dapat berpartisipasi
memberikan kontribusi yang optimal untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
Selanjutnya, ketika sudah ditemukan kebijakan yang terpilih diperlukan
8
organisasi pelaksana, karena di dalam organisasi ada kewenangan dan
berbagai sumber daya yang mendukung pelaksanaan kebijakan bagi
pelayanan publik. Sedangkan lingkungan kebijakan tergantung pada sifatnya
yang positif atau negatif. Jika lingkungan berpandangan positif terhadap suatu
kebijakan akan menghasilkan dukungan positif sehingga lingkungan akan
berpengaruh terhadap kesuksesan implementasi kebijakan. Sebaliknya, jika
lingkungan berpandangan negatif maka akan terjadi benturan sikap, sehingga
proses implementasi terancam akan gagal. Lebih daripada tiga aspek tersebut,
kepatuhan kelompok sasaran kebijakan merupakan hasil langsung dari
implementasi kebijakan yang menentukan efeknya terhadap masyarakat.
3. Analisis Kebijakan Publik
Menurut E.S. Quade analisis kebijakan adalah satu bentuk analisis yang
menghasilkan dan menyajikan informasi sedemikian rupa sehingga dapat
memberi landasan dari apa pembuat kebijakan dalam membuat keputusan
(William Dunn, 2000 : 95). Proses analisis kebijakan memiliki berbagai
kegiatan di dalamnya mulai dari meneliti sebab munculnya kebijakan publik,
akibat dari implementasi kebijakan dan kinerja pelaksana kebijakan serta
program publik. Dengan demikian, analisis kebijakan memiliki manfaat
sebagai salah satu alat untuk melakukan evaluasi kebijakan.
Menurut William Dunn (2000, 119-121) Analisis kebijakan terdiri dari dua
bentuk yaitu analisis kebijakan prospektif, analisis kebijakan retrospektif dan
analisis kebijakan yang terintegrasi. Analisis kebijakan prospektif berupa
produksi dan transformasi informasi sebelum aksi kebijakan dimulai dan
diimplementasikan cenderung merinci cara beroperasinya para ekonom,
analis sistem dan peneliti operasi. Sedangkan analisis kebijakan retrospektif
sebagai pencitraan dan transformasi informasi sesudah aksi kebijakan
dilakukan. Analisis kebijakan retrospektif mencakup berbagai tipe kegiatan
yang dikembangkan oleh tiga kelompok analis :
1. Analis yang berorientasi pada disiplin (Discipline-oriented analysts)
9
Kelompok ini terdiri dari ilmuwan politik dan sosiologi. Di sini mereka
berusaha untuk mengembangkan dan menguji teori yang didasarkan pada
teori dan menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi kebijakan.
Kelompok ini jarang mengidentifikasikan tujuan-tujuan dan sasaran spesifik
dari para pembuat kebijakan dan tidak melakukan usaha apa pun untuk
membedakan variabel-variabel kebijakan yang merupakan hal yang dapat
diubah melalui manipulasi kebijakan, dan variabel situasional yang tidak
dapat dimanipulasi.
2. Analis yang berorientasi pada masalah (Problem-oriented analists)
Kelompok ini terdiri dari ilmuwan politik dan sosiologi dan juga berusaha
untuk menerangkan sebab-sebab dan konsekuensi dari kebijakan. Meskipun
begitu, para analis ini kurang memberikan perhatian pada pengembangan dan
pengujian teori-teori yang dianggap penting di dalam disiplin ilmu sosial,
tetapi lebih menaruh perhatian pada identifikasi variabel-variabel yang dapat
dimanipulasi oleh para pembuat kebijakan.
3. Analis yang berorientasi pada aplikasi (Applications-oriented analysts)
Kelompok ini mencakup ilmuwan politik dan sosiologi, tetapi juga orang-
orang yang datang dari bidang studi profesional pekerjaan sosial (Social
Works) dan administrasi publik dan bidang studi yang sejenis seperti
penelitian evaluasi. Kelompok ini berusaha untuk menerangkan sebab dan
konsekuensi kebijakan dan program publik, tetapi tidak menaruh perhatian
terhadap pengembangan dan pengujian teori-teori dasar. Lebih jauh,
kelompok ini tidak hanya menaruh perhatian pada variabel-variabel
kebijakan, tetapi juga melakukan identifikasi tujuan dan sasaran kebijakan
dari para pembuat kebijakan dan pelaku kebijakan.
Kemudian analisis kebijakan yang reintegrasi merupakan bentuk analisis
yang mengkombinasikan gaya operasi para praktisi yang menaruh perhatian
pada penciptaan dan transformasi informasi sebelum dan sesudah tindakan
kebijakan yang diambil. Analisis kebijakan yang reintegrasi tidak hanya
mengharuskan para analis untuk mengkaitkan tahap penyelidikan retrospektif
dan perspektif, tetapi juga menuntut Arta analis untuk secara terus menerus
menghasilkan dan mentransformasikan informasi setiap saat.
10
4. Jenis Pasar
a. Pasar Tradisional
Pasar adalah tempat bertemunya calon penjual dan calon pembeli
barang dan jasa. Pasar merupakan pusat perbelanjaan yang juga menjadi
pusat ekonomi. Pasar bukan hanya sebagai tempat jual beli, tetapi pasar
berfungsi sebagai tempat penyebaran dan penyimpanan barang, serta
tempat berpindahnya komuditas dari satu orang ke orang lain, atau dari
satu tempat ke tempat yang lain. Di dalamnya terdapat aktivitas-aktivitas
ekonomi, sosial dan politik. Aktivitas yang timbul dalam interaksi orang di
dalam pasar dapat menimbulkan standar-standar baru dalam tataran adat-
budaya dalam masyarakat. Proses munculnya adat baru tersebut timbul
dari kebiasaan dan persepsi pihak-pihak yang ada di dalam komunitas
pasar. Dalam analisis kebijakan publik, pemerintah dapat mengukur
keberhasilan kebijakan salah satunya dengan analisis kemungkinan
kebiasaan baru yang muncul setelah kebijakan diterapkan. Dalam hal ini,
pasar yang akan diterapkan kebijakan adalah pasar tradisional.
Pasar tradisional adalah pasar yang tumbuh dan berkembang di
masyarakat dan pedagangnya sebagian besar adalah orang pribumi
(Feriyanto : 2006). Dari pengertian pasar tersebut, dijelaskan bahwa pasar
tradisional adalah kondisi dimana masyarakatlah yang menciptakan
kondisi tersebut. Pasar tradisional tersebut sebagian besar muncul dari
kebutuhan masyarakat umum yang membutuhkan tempat untuk menjual
barang yang dihasilkan serta konsumen yang membutuhkan barang-barang
tertentu untuk kebutuhan hidup sehari-hari. Pasar tradisional memiliki
fungsi yang positif bagi peningkatan perekonomian daerah;
Pasar tradisional sebagai pusat pengembangan ekonomi rakyat
Pasar tradisional sebagai sumber retribusi daerah
Pasar tradisional sebagai tempat pertukaran barang
Pasar tradisional sebagai pusat pertukaran uang daerah
Pasar tradisional sebagai salah satu lapangan kerja
11
Secara umum pasar tradisional memiliki beberapa kelebihan dan
kekurangan tersendiri. Kekurangan pasar tradisional yaitu kondisi tempat
yang becek, semrawut, kumuh, panas, dan tidak aman. Kelebihannya
adalah strategis dari segi lokasi (dekat dengan pemukiman), adanya tawar
menawar yang secara psikologis memberikan nilai positif pada proses
interaksi penjual dan pembeli, menjual barang kebutuhan sehari-hari
dengan harga barang yang relatif murah, karena jalur distribusi lebih
pendek dan tidak terkena pajak atau pungutan yang lain (Feriyanto: 2006).
Jadi, pasar tradisional memiliki ciri khas tersendiri, yaitu selain adanya
tawar-menawar juga memberikan keramahan dan keakraban antara penjual
dan pembeli.
Pasar tradisional memiliki potensi yang yang tidak bisa diabaikan baik
secara ekonomis maupun sosial. Secara ekonomis mampu menghidupi
ribuan orang, atau merupakan arena untuk memenuhi kebutuhan hidup
atau ruang bagi pemberdayaan ekonomi rakyat.1 Secara sosial adalah
terbentuknya suatu komunitas didalamnya yang dapat menciptakan sautu
adat budaya yang baru.
b. Pasar Modern
Pasar modern tidak banyak berbeda dari pasar tradisional, namun
pasar jenis ini penjual dan pembeli tidak bertransakasi secara langsung
melainkan pembeli melihat label harga yang tercantum dalam barang
(barcode), berada dalam bangunan dan pelayanannya dilakukan secara
mandiri (swalayan) atau dilayani oleh pramuniaga. Barang-barang yang
dijual, selain bahan makanan makanan seperti; buah, sayuran, daging;
sebagian besar barang lainnya yang dijual adalah barang yang dapat
bertahan lama. Contoh dari pasar modern adalah pasar swalayan,
hypermarket, supermarket, minimarket, departement store, shopping
centre, dan sebagainya. pasar modern umumnya mempunyai persediaan
barang di gudang yang terukur. Dari segi harga, pasar modern memiliki
1 Ekonomi rakyat adalah usaha ekonomi yang menjadi sumber penghasilan keluarga atau perorangan untuk memenuhi kebutuhan dasar hidupnya (basic- needs) yaitu sandang, pangan dan papan. Kesehatan dan pendidikan ( Gunawan: 1999),
12
label harga yang pasti (tercantum harga sebelum dan setelah dikenakan
pajak). Pasar modern juga memberikan pelayanan yang baik dengan
adanya pendingin udara.
5. Kebijakan Pengelolaan Pasar Tradisional
Kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar dikeluarkan pemerintah
pusat Indonesia pada awal tahun 2012 yaitu PERMENDAGRI No. 20 tahun
2012 tentang Pengelolaan dan Pemberdayaan Pasar Tradisional.Dalam pasal
2 kebijakan tersebut bertujuan untuk menciptakan pasar tradisional yang
tertib, teratur, aman, bersih dan sehat; meningkatkan pelayanan kepada
masyarakat; menjadikan pasar tradisional sebagai penggerak roda
perekonomian daerah; dan menciptakan pasar tradisional yang berdaya saing
dengan pusat perbelanjaan dan toko modern. Kebijakan dibuat untuk
mengelola dan terus mengembangkan potensi-potensi pasar tradisional guna
membangun ekonomi daerah. Daerah yang memiliki produksi kebutuhan
pokok harian yang banyak dapat menjadi salah satu indikator potensi pasar
tradisional di daerah tersebut. Pasar tradisional langsung dibawah naungan
Pemerintah Daerah (PEMDA) yang kebijakannya diatur langsung dalam
Peraturan Daerah (PERDA). Kebijakan tersebut menyangkut penelolaan dan
pemberdayaan. Dalam pengelolaan meliputi :
a. Perencanaan perencanaan fisik dan perencanaan non fisik. Perencanaan
fisik meliputi pembangunan pasar baru dan rehabilitasi pasar lama,
sedangkan perencanaan non fisik untuk melaksanakan kegiatan-kegiatan
sesuai dengan standar operasional dan prosedur yang ditetapkan.
b. Kelembagaan meliputi penetapan struktur organisasi pengelola pasar
tradisional dengan Keputusan Bupati/Walikota.
c. Persyaratan dan Kewajiban Pemakai Tempat Usaha mengenai Kewajiban
pemakai tempat usaha, dan persyaratan pemakaian tempat usaha.
Penarikan/karcis/retribusi yang diatur oleh ketentuan-ketentuan yang
sama dalam PERDA. Besarnya retribusi terkait dengan status tempat
dagang, ada yang menggunakan kios, los, dan dasaran terbuka hingga
retribusi dalam pengelolaan kebersihan, keamanan dan listrik. Masing-
13
masing mempunyai aturan main yang berbeda-beda. Demikian pula
waktu penarikan, ada yang harian dan bulanan.
d. Pelaksanaan meliputi kegiatan sesuai dengan rencana fisik dan non fisik.
e. Pengendalian dan Evaluasi dilakukan terhadap kebijakan pengelolaan,
pasar tradisional, pengelola dan pedagang, pendapatan dan belanja
pengelolaan pasar, dan sarana dan prasarana pasar.
Selanjutnya, adalah pemberdayaan yang bertujuan untuk meningkatkan
profesionalisme pengelola pasar, meningkatkan kompetensi pedagang pasar,
dan meningkatkan kualitas dan pembenahan sarana fisik pasar.
Oleh sebab itu, PEMDA adalah penanggung jawab utama dalam
pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional. PEMDA melalui Kantor
Pengelolaan Pasar menjalankan fungsinya untuk melaksanakan kebijakan
tersebut.
Masing-masing pasar memiliki masalah yang berbeda-beda. Ada yang
kondisi pasar tidak tertata secara teratur, bangunan yang sudah rapuh dan
bocor, atau tentang penanganan pembuangan sampah. Dalam kondisi seperti
ini banyak bermunculan mall, hypermarket atau grosir, plaza dan pasar
modern, sehingga pasar tradisional menjadi kalah bersaing dan mulai
ditinggalkan.
14
B. Kerangka Berfikir Teoritis
Sesuai dengan peraturan Bupati Bantul No. 27 A tahun 2011 tentang
Petunjuk Pelaksanaan Pengelolaan Pasar Tradisional, Pengelolaan Pasar
Tradisional merupakan segala usaha dan tindakan yang dilakukan dalam rangka
optimalisasi fungsi pasar tradisional melalui perencanaan, pengorganisasian,
pelaksanaan, pengendalian, pengawasan dan pengembangan secara
berkesinambungan. Kebijakan pengelolaan pasar
15
Kebijakan Pasar Tradisional
PelaksanaanOrganisasi
- Struktur organisasi
- Keahlian pelaksana
Interpretasi
- Sesuai dengan peraturan
- Sesuai dengan petunjuk
pelaksana
- Sesuai dengan petunjuk
teknis
- Prosedur kerja
- Program kerja
- Jadwal kegiatan
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Pelaksanaan penelitian internship di Pasar Niten Baru yang berlokasi di
dusun Niten, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Pasar Niten merupakan salah satu
pasar yang direlokasi atau dibangun kembali setelah mengalami kerusakan akibat
gempa bumi pada tahun 2006.
Penelitian juga dilakukan di Kantor Pengelolaan Pasar yang berlokasi di
Jalan Gajah Mada No. 1 Bantul. Kantor Pengelolaan Pasar merupakan pendukung
penyelenggaraan pemerintah daerah yang dipimpin oleh seorang Kepala Kantor
yang berkedudukan di bawah dan bertanggungjawab kepada Bupati melalui
Sekretaris Daerah. Kantor Pengelolaan Pasar mempunyai tugas melaksanakan
penyusunan dan pelaksanaan kebijakan daerah Bidang Pengelolaan Pasar.
B. Rancangan Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif. Penelitian
kualitatif adalah penelitian atau inkuiri naturalistik atau alamiah, etnografi,
interaksionis simbolic, perspektif kedalam, etnometodologi, the chicago school,
fenomenologis, studi kasus, interpretatif, ekologis, dan deskriptif (Bogdan dan
Biklen, 1982:3).
Rancangan penelitian menjelaskan secara rinci hal-hal yang berkaitan
dengan metode penelitian yang dilakukan sehingga diharapkan mampu
mempermudah peneliti dalam mengumpulkan data, mengolah data dan menarik
kesimpulan. Berikut adalah rancangan penelitian:
a. Studi literatur
b. Menentukan data yang dibutuhkan.
c. Observasi lapangan.
d. Pengolahan dan analisis data yang didapatkan.
e. Penarikan kesimpulan..
f. Menyusun laporan.
16
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian yang diteliti adalah Kepala Kantor Pengelolaan Pasar
Kabupaten Bantul sebagai penangungjawab, pengendali dan pengawas kebijakan
pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional Niten yang berada di Kabupaten
Bantul. Kedua adalah Kepala Pasar Niten Kabupaten Bantul sebagai pelaksana
kebijakan di lapangan. Terakhir adalah pedagang pasar yang bertindak sebagai
pihak yang mengikuti kebijakan.
D. Metode Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode studi
literatur, observasi dan wawancara. Studi literatur merupakan metode penelitian
dengan membaca dan menganalisis buku dan pustaka yang berkaitan dengan
penelitian yang dilakukan. Pustaka yang relevan dengan objek dan lokasi
penelitian diharapkan dapat memudahkan proses pengumpulan data. Dari literatur
dapat didapatkan indikator-indikator yang digunakan sebagai dasar dari format
pengamatan. Studi literatur dilakukan untuk membandingkan teori-teori dengan
hasil observasi dan wawancara. Studi literatur mencari teori tentang sistem
pengelolaan pasar, kebijakan, pemberdayaan pasar dan metode penulisan
penelitian. Data yang didapat dari studi literatur berupa data sekunder. Data
sekunder adalah data yang sudah tersedia. Dalam penelitian ini data sekunder
dapat berupa draf kebijakan pengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional.
Observasi dilaksanakan dengan cara mengamati langsung gejala tertentu
disertai pendataan pengamatan yang langsung dilakukan di Pasar Niten Baru,
Bantul. Dalam observasi ini menggunakan alat bantu berupa format pengamatan
untuk mencatat setiap gejala yang nampak dari obyek penelitian, seperti yang
tercantum di dalam lampiran. Data yang dikumpulkan dengan metode ini adalah
data tentang kondisi pasar Niten secara menyeluruh. Metode observasi dilakukan
dengan kunjungan langsung ke Kantor Pengelolaan Pasar kabupaten Bantul dan
Kantor Pengelola Pasar Niten.
17
Wawancara adalah suatu percakapan atau tanya jawab langsung antara
interviewer dan interview dengan tujuan untuk mendapatkan informasi atau data
yang diinginkan. Wawancara telah diakui sebagai teknik pengumpulan data atau
informasi yang penting dan banyak dilakukan dalam pengembangan sistem
informasi. Dalam penelitian ini, wawancara ditujukan kepada pihak-pihak yang
mempunyai keterkaitan dengan keberadaan pasar Niten seperti,
pemerintah/pengelola pasar, pedagang, dan masyarakat umum/konsumen
E. Teknik Analisis Data
1. Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
dengan menggunakan :
a. Metode literatur
Pada studi literatur dipelajari pemahaman dan konsep-konsep dari buku
tugas akhir dan referensi-referensi yang berhubungan dengan proses
penerapan kebijakan penengelolaan dan pemberdayaan pasar tradisional.
b. Observasi
Observasi dilakukan untuk membandingkan data yang diperoleh dari
referensi dengan keadaan sesungguhnya di pasar tradisional Niten
Bantul.
c. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan itu
dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang
memberikan jawaban.
2. Reduksi Data
Merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada
penyederhanaan, pengabstrakan, transformasi data kasar yang muncul
daricatatan-catatan lapangan (Miles,1992:16). Langkah-langkah yang
dilakukan adalah menajamkan analisis, menggolongkan kedalam tiap
permasalahan melalui uraian singkat, mengarahkan, membuang yang tidak
perlu, dan mengorganisasikan data sehingga kesimpulan-kesimpulan finalnya
dapat ditarik dan diverifikasi.
18
3. Penyajian Data
Penyajian data merupakan analisis merancang deretan dan kolom
sebuah matriks untuk data kualitatif dan menentukan jenis serta bentuk data
yang dimasukkan ke dalam kotak-kotak matriks (Miles, 1992:17-18).
Penyajian data diarahkan agar data hasil reduksi terorganisasikan, tersusun
dalam pola hubungan, sehingga makin mudah dipahami. Penyajian data untuk
memudahkan peneliti memahami apa yang terjadi dan merencanakan kerja
penelitian selanjutnya.
4. Penarikan Kesimpulan
Menurut Miles (1992:20) kesimpulan adalah tinjauan ulang pada
catatan di lapangan atau kesimpulan dapat ditinjau sebagai makna yang
muncul dari data yang harus diuji kebenarannya, kekokohannya dan
kecocokannya, yaitu yang merupakan validitasnya.
F. Keabsahan Data
Yang dimaksud dengan keabsahan data adalah bahwa setiap keadaan harus
memenuhi:
1. Mendemonstrasikan nilai yang benar,
2. Menyediakan dasar agar hal itu dapat diterapkan, dan
3. Memperbolehkan keputusan luar yang dapat dibuat tentang konsistensi dari
prosedurnya dan konetralan dari temuan dan keputusan-keputusannya.
Dalam penelitian ini untuk melakukan keabsahan data digunakan teknik
Triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan kebsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau
sebagai pembanding terhadap data itu. Teknik triangulasi yang paling banyak
digunakan ialah pemeriksaan melalui sumber lainnya. Denzin (1978)
membedakan empat macam triangulasi sebagai teknik pemeriksaan yang
memanfaatkan penggunaan sumber, metode, penyidik, dan teori.
19
DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam. 2004. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Penerbit PT
Gramedia Pustaka Utama.
Keban, Yeremias T. 2008. Enan Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep,
Teori dan Isu. Yogyakarta : Gava Media.
Moleong, Lexy J. 2012. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung :
PT Remaja Rosdakarya.
Wahab, Solichin Abdul. 2005. Analisis Kebijaksanaan: Dari Formulasi Ke
Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Sadilah, Emiliana, dkk. 2011. Eksistensi Pasar Tradisional: Relasi dan Jaringan
Pasar Tradisional di Kota Semarang-Jawa Tengah. Yogyakarta : Balai
Pelestarian Sejarah dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
20