Proposal Abdul Hamid Lg

59
ROPOSAL TUGAS AKHIR DINAMIKA Fe, Mn DAN Cd DI DALAM TANAH PADA PROSES FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN TANMAN PURUN TIKUS, ECENG GONDOK, DAN KAYU GELAM PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN SISTEM LAHAN BASAH BUATAN DI PT JORONG BARUTAMA GRESTON (JBG) Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S1 pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat Disusun : ABDUL HAMID H1E111059 Pembimbing I Pembimbing II

description

kbkj

Transcript of Proposal Abdul Hamid Lg

ROPOSAL TUGAS AKHIR

DINAMIKA Fe, Mn DAN Cd DI DALAM TANAH PADA PROSES FITOREMEDIASI MENGGUNAKAN TANMAN PURUN TIKUS, ECENG GONDOK, DAN KAYU GELAM PADA AIR ASAM TAMBANG DENGAN SISTEM LAHAN BASAH BUATAN DI PT JORONG BARUTAMA GRESTON (JBG)Diajukan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat Sarjana S1

pada Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik

Universitas Lambung MangkuratDisusun :

ABDUL HAMID

H1E111059

Pembimbing I

Pembimbing II

PROGRAM STUDI S-1 TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARBARU

2015

BAB IPENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertambangan batubara yang lazim dilakukan di Kalimantan Selatan ialah dengan menggunakan sistem tambang terbuka (open pit mining). Kegiatan ini dimulai degan pembersihan vegetasi penutup lahan, pengupasan tanah, pemindahan batuan penutup (over burden), pengangkutan batubara, pengolahan/preparasi batubara (coal processing plant) yang meliputi proses peremukan (crushing), proses pengayakan (screening), dan penumpukan (stockpiling) setelah itu dilakukan pemuatan/pengapalan batubara. Kegiatan tersebut dilakukan secara berurutan dan diakhiri kegiatan penambangan terbentuk lubang tambang terbuka (void).

Keberadaan kegiatan pertambangan batubara memberikan dampak positif maupun negative. Salah satu sector penyumbang devisa negara yang dominan adalah sector pertambangan. Sector pertambangan selain sebagai sumber devisa, juga dapat menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar sehingga akan berdampak positif dalam pembukaan lapangan kerja. Salah satu yang menjadi komoditi yang menjadi unggulan pada sector pertambangan adalah batubara.

Salah satu damak negatif dari proses penambangan adalah timbulnya air asam tambang. Timbulnya air asam tambang ini tentu tidak bias diabaikan begitu saja karena dampaknya yang besar bagi kelestarian lingkungan serta bagi masyarakat sekitar baik secara langsung maupun tidak langsung, dan ini merupakan tantangan besar bagi perusahaan pertambangan yang berwawasan lingkungan. Air asam tambang terbentuk dari proses tersingkapnya batuan sulfide yang kaya akan piryte dan mineral sulfide lainnya yang bereaksi dengan air dan udara. Air asam tambang dapat terbentuk secara alamiah dimanapun pada setiap kondisi yang cocok (Nurisman, 2012).Menurut Riwandi (2007), air asam tambang (AAT), atau Acid Mine Drainage atau Acid Rock Drainage, merupakan bahan pencemar penting di sekitar wilayah penambangan batubara atau bahan mineral lainnya, karena sifatnya yang sangat masam (pH 2-3) mengandung logam-logam toksik (seperti Al, Fe, dan Mn). Oleh karena itu sebelum dialirkan ke perairan umum, AAT harus diperlakukan sedemikian rupa sehingga tingkat kemasaman dan kadar logamnya sampai batas ambang yang diterima.

Telah banyak dilakukan beberapa upaya dalam pengelolaan AAT (air asam tambang) baik secara fisika, kimia maupun biologi serta upaya pencegahan maupun penanganan AAT (air asam tambang) yang telah terbentuk. Saat ini banyak perusahaan pertambangan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan seperti memanfaatkan tumbuhan perairan rawa/gambut (constructed wetland) untuk mengatasi AAT (air asam tambang) atau dikenal sebagai fitoremediasi.

Prinsip dasar fitoremediasi adalah memulihkan tanah terkontaminasi, memperbaiki sludge (endapan/lumpur), sedimen dan air bawah tanah melalui proses pemindahan, degradasi atau stabilisasi suatu kontaminan. Menurut Widyati (2009), teknologi fitoremediasi dapat digunakan untuk memperbaiki lingkungan bekas pertambangan terutama untuk menurunkan logam-logam akibat terjadinya air asam tambang.. fitoremediasi merupakan teknologi yang murah, mudah dimonitor, logam yang diakumulasi mudah dipisahkan serta lebih aman dibandingkan teknologi menggunakan bahan kimia. Fitoremediasi harus memperhatikan pemilihan jenis yang tepat yaitu yang mempunyai sistem perakaran yang dapat menjangkau polutan, mempunyai biomassa besar, tahan terhadap polutan, tidak mengubah polutan menjadi lebih berbahaya serta harus vegetasi alami dari habitat tersebut.Menurut Suriawira (2003), kemampuan tanaman sebagai agen fitoremediasi (biofilter) karena mempunyai mikroba rhizosfera yang mampu mengurangi bahan organic dan anorganik disekitar akar sehingga mengubah pH air buangan, menurunkan kandungan logam-logam berat dan mereduksi beberapa jenis logam. Di sisi lain, tanah sebagai media tanam juga mempunyai peranan dalam memperbaiki kualitas AAT (air asam tambang) sehingga dengan kombinasi pengelolaan melalui metode fitoremediasi yang berwawasan lingkungan.

Dalam sistem fitoremedias peranan media tanam juga berpengaruh dalam menurunkan kandungan logam berat yang ada di air asam tambang. Selain itu hasil penelitian Ramadhani (2007) menunjukan bahwa purun tikus (Eleocharis dulcis) yang ditanam di tanah sulfat masam juga mempunyai peranan dalam menurunkan Besi (Fe) dan meningkatkan pH pada air genangan dan penelitian Iman (2012) juga menggunakan purun tikus (Eleocharis dulcis) yang tumbuh dimedia tanah sulfat masam juga mempunyai peranan dalam menurunkan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada air asam tambang, sehingga diperlukan kajian lebih mendalam tentang seberapa besar kandungan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) dalam tanah sistem fitoremediasi pada lahan basah buatan.1.2Perumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian tugas akhir ini yaitu:

1. Bagaimana kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan tipe aliran permukaan ?2. Bagaimana kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan ?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini yaitu:1. Menganalisis kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan tipe aliran permukaan ?

2. Menganalisis kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dah Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan ?

1.4Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian Tugas Akhir ini yaitu:

1. Memberikan analisis tentang kemampuan jerapan media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan.

2. Memberikan pengetahuan lebih tentang lahan basan buatan dan tanaman fitoremediasi.

1.5Pembatasan Masalah

Adapun batasan masalah pada penelitian ini meliputi:

1. Penelitian dilakukan dalam skala pilot.2. Sampel air asam tambang diambil dari PT. Jorong Barutama Greston (JBG).3. Menggunakan tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kau gelam pada lahan basah buatan.

4. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kemampuan serapan media tanah terhadap Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dengan proses fitoremediasi lahan basah buatan.BAB IITINJAUAN PUSTAKA

2.1Air Asam TambangAir Asam Tambang (AAT) atau acid mine drainage (AMD)/acid rock drainage (ARD) didefinisikan sebagai air asam tambang yang telah tercemar/terpengaruh oleh proses oksidasi mineral mineral sulfide yang terdapat pada batuan sebagai akibat kegiatan ekplorasi atau kegiatan eksploitasi bahan tambang sehingga menghasilkan air dengan kondisi asam (pH kurang dari 7). Sebagian besar permasalahan AAT berhubungan dengan penambangan batubara dan bijih primer, karena pada kedua sumber alam ini terkadang banyak mineral sulfide yang terkandung di dalamnya terutama mineral pyrite (FeS), baik pada badan bijih maupun batuan sampingnya (Iman, 2012).

Menurut Nurisman (2012) Dalam kegiatan penambangan terbentuknya air asam tambang tidak dapat dihindari. Hal ini disebabkan karena pada dasarnya penambangan merupakan kegiatan pembongkaran mineral dari batuan induk untuk kemudian diangkut, diolah dan dimanfaatkan sehingga dalam proses penambangan ini terjadi penyingkapan batuan. Untuk penambangan batubara sangat potensial terbentuk air asam tambang karena sifat batubara yang berasosiasi dengan pyrite dan air asam tambang akan semakin besar dan akan terbentuknya pada sistem tambang terbuka karena sifatnya yang berhubungan langsung dengan uadra bebas akan mempermudah bereaksi dengan udara dan air, serta dipengaruhi oleh kondisi cuaca.Pembentukan AAT dapat dijelaskan dengan persamaan sebagai berikut :

2FeS2+7O2+2H2O 2Fe2++4SO42-+4H+

4Fe2++O2+4H+ 4Fe3++2H2O

Fe3++3H2O Fe(OH)3+3H+

FeS2+14Fe2++8H2O 15Fe2++2SO42-+16H+Pada reaksi 1. Pyrite teroksidasi membentuk asam (H+), sulfat (SO42-) dan besi ferrous (Fe2+). Pada reaksi 2, besi ferrous akan teroksidasi membentuk besi ferri (Fe3+) dan air pada suasana asam. Pada reaksi 3, besi ferri membentuk hidroksida besi (Fe(OH)3) dan asam. Pada reaksi 4, hasil reaksi 2 akan bereaksi dengan pyrite yang ada dan bersi ferri bertindak sebagai katalis sehingga membentuk besi ferrous, sulfat dan asam (sukandarrumidi, 1995 dalam Rodianor, 2010).2.2 Mineral Mineral dalam Air Asam TambangKandungan utama dalam air asam tambang adalah mineral pyrite. Pyrite adalah suatu mineral yang terdiri atas besi dan sulfat disebut sebagai fool gold, karena warnanya seperti emas. Pyrite terbentuk dalam jumlah besar dan biasanya terdapat dalam deposit bahan-bahan tambang. Air asam tambang ini banyak melarutkan mineral-mineral besi dan elemen-elemen lainnya yang berpotensi sebagai racun yang berasal dari proses pertambangan seperti cadmium, zink, dll.

Hasil penelitian Bapedalda Propinsi Kalimantan Selatan (dalam Radianor, 2010), menyebutkan bahwa air yang berada pada lubang bekas galian batubara tersebut mengandung beberapa unsur kimia yaitu Fe, Mn, Fe4, Cu, Zn. Sulfat merupakan zat yang bersifat asam yang berpengaruh terhadap pH tanah dan tingkat kesuburan tanah. Selain air kubangan, limbah yang dihasilkan dari proses pencucian juga mencemari tanah dan mematikan berbagai jenis tumbuhan yang hidup di atasnya.Tembaga dan Zink adalah unsur-unsur yang dibutuhkan tanaman dan hewan (termasuk manusia) tapi dalam dosis yang tinggi dapat bersifat racun. Unsur cadmium bersifat sangat toksik bagi tumbuhan, hewan, manusia, dan hewan akuatik lainnya.

2.2.1 Besi (Fe)Besi yang murni adalah logam berwarna putih-perak, yang kukuh dan liat. Besi (Fe) melebur pada 1533oC. Jarang terdapat besi komersial yang murni, biasanya besi mengandung sejimlah kecil karbida, silisida, fosfida, dan sulfide dari besi, serta sedikit grafit. Zat-zat pencemar ini memainkan peranan penting dalam kekuatan struktur besi. Besi dapat dimagnitkan. Asam klorida encer atau pekat dan asam sulfat encer melarutkan besi, pada mana dihasilkan garam-garam besi(II) dang an hydrogen(Svehla,1979).

Pada perairan alami dengan pH sekitar 7 dan kadar oksigen terlarut yang cukup, ion ferro yang bersifat mudah larut dioksidasi menjadi ion ferri. Pada oksidasi ini terjadi pelepasan electron. Sebaliknya, pada reduksi ferri menjadi ferro terjadi penangkapan electron, proses oksidasi dan reduksi ini tidak melibatkan oksigen dan hydrogen.Sumber besi di alam adalah pyrite (FeS2), hematite (Fe2O3), magnetic (Fe3O4), limonite [FeO(OH)], goethite (HFeO2) dan orche [Fe(OH)3]. Senyawa besi pada umumnya bersifat sukar larut dan cukup banyak terdapat di dalam tanah. Kadang-kadang besi juga terdapat sebagai senyawa siderite (FeCO3) yang bersifat mudah larut dalam air.

Pada pH sekitar 7,5-7,7 ion ferri mengalami oksidasi dan berikatan dengan hidroksida membentuk Fe(OH)3 yang bersifat tidak larut dan mengendap (prespitasi) di dasar perairan, membentuk warna kemerahan dengan substrat dasar. Oleh karena itu, besi hanya ditemukam pada perairan yang berada dalam kondisi anaerob dan suasana asam. Fenomena serupa terjadi pada badan sungai yang meneriman aliran air pertambangan. Sebagai tanda terjadinyapemulihan (recovery) kualitas air, pada bagian hilir sungai peraira berwarna kemerahan karena terjadinya Fe(OH)3 sebagai konsekuensi dari meningkatnya pH dan terjadinya proses oksidasi besi.Besi berikatan dengan anion membentuk senyawa FeCl2, Fe(HCO3), dan Fe(SO4) pada perairan alami. Pada perairan yang diperuntukan bagi keperluan domestic, pengendapan ion ferri dapat mengakibatkan warna kemerahan pada porselin, bak mandi, pipa air dan pakaian. Kelarutan besi meningkat dengan menurunnya pH (Effendi, 2003 dalam Nordayani, 2013).2.2.2 Mangan (Mn)

Mangan adalah logam putih abu-abu. Mangan melebur pada suhu kira-kira 1250oC. enam oksida mangan dikenal orang, MnO, Mn2O3, MnO2, MnO3, Mn2O7, dan Mn3O4. Lima dari oksida-oksida ini mempunyai keadaan oksida masing-masing +2, +3, +4, +6, +7, sedangkan yang terakhir, Mn3O4, merupakan mangan(II)-mangan(II) oksida, (MnO.Mn2O3). Ion mangan(II) tidak;ah stabil; tetapi ada beberapa kompleks yang mengandung mangan dalam keadaan oksidasi +3, dikenal orang. Mangan tersebut mudah direduksi menjadi ion mangan(II). Meskipun ia dapat diturunkan dari mangan (III) oksida, Mn2O3, yang terakhir ini, bila direaksikan dengan asam mineral, menghasilkan ion mangan(II) (Svehla, 1979).

Menurut Munawar (dalam Hariadi, 2014), kelarutan Mn berkurang dengan meningkatnya pH, oleh karena itu kekahatan Mn terjadi paling sering pada tanah-tanah pH netral sampai alkali dan tanah dengan kadan bahan organic tinggi. Kadar air yang berlebihan pada tanah-tanah organic meningkatkan ketersediaan Mn karena kondisi reduktif mendorong perubahan Mn4+ menjadi Mn 2+ yang mudah tersedia bagi tumbuhan. Di dalam tanah dengan aerasi baik ber-pH tinggi, Mn mengendap sebagai MnO2, sedangkan pH rendah dapat mengendap sebagai MnCO3.

Mangan merupakannutrien renik yang essensial bagi tumbuhan dan hewan.logam ini berperan dalam pertumbuhan dan merupakan salah satu komponen penting pada sistem enzim. Defisiensi mangan dapat mengakibatkan pertumbuhan mangan terhambat, serta sistem saraf dan reproduksi terganggu. Pada tumbuhan, mangan merupakan unsur essensial dalam proses metabolism (Effendi, 2003 dalam Ulfa, 2013).Pada tanah masam yang kaya aktif Mn dan bahan organic akan menghasilkan Mn2+ terlarut yag tinggi pada 1-2 minggu setelah penggenangan akan tetapi akan menurun kembali dan stabil pada 10 ppm sedangkan batas kritis Mn pada tanah sebesar 15-60 ppm. Keracunan mangan dapat menimbulkan lemah pada kaki dan otot, muka kusam, dan dampak lanjutan bagi manusia yang keracunan mangan bicaranya lambat.

2.2.3 Cadmium (Cd)

Kadmium adalah logam berwarna putih perak, lunak, mengkilap, tidak larut dalam basa, mudah bereaksi, serta menghasilkan Kadmium Oksida bila dipanaskan. Kadmium (Cd) umumnya terdapat dalam kombinasi dengan klor (Cd Klorida) atau belerang (Cd Sulfit). Kadmium membentuk Cd2+ yang bersifat tidak stabil. Cd memiliki nomor atom 40, berat atom 112,4, titik leleh 321 0C, titik didih 767 0C dan memiliki masa jenis 8,65 g/cm3.Logam kadmium (Cd) memiliki karakteristik berwarna putih keperakan seperti logam aluminium, tahan panas, tahan terhadap korosi. kadmium (Cd) digunakan untuk elektrolisis, bahan pigmen untuk industri cat, enamel dan plastik. Logam kadmium (Cd) biasanya selalu dalam bentuk campuran dengan logam lain terutama dalam pertambangan timah hitam dan seng.

Kadmium (Cd) adalah metal berbentuk kristal putih keperakan. Cd didapat bersama-sama Zn, Cu, Pb, dalam jumlah yang kecil. Kadmium (Cd) didapat pada industri alloy, pemurnian Zn, pestisida, dan lain-lain.Logam kadmium (Cd) mempunyai penyebaran yang sangat luas di alam. Berdasarkan sifat-sifat fisiknya, kadmium (Cd) merupakan logam yang lunak ductile, berwarna putih seperti putih perak. Logam ini akan kehilangan kilapnya bila berada dalam udara yang basah atau lembab serta cepat akan mengalami kerusakan bila dikenai uap amoniak (NH3) dan sulfur hidroksida (SO2). Berdasarkan pada sifat kimianya, logam kadmium (Cd) didalam persenyawaan yang dibentuknya umumnya mempunyai bilangan valensi 2+, sangat sedikit yang mempunyai bilangan valensi 1+. Bila dimasukkan ke dalam larutan yang mengandung ion OH, ion-ion Cd2+ akan mengalami proses pengendapan. Endapan yang terbentuk dari ion-ion Cd2+ dalam larutan OH biasanya dalam bentuk senyawa terhidrasi yang berwarna putih.2.3 Lahan Basah Buatan

Ada tiga kelompok utama dalam pembagian Lahan basah, berdasarkan Sistem Klarifikasi Ramsar, yaitu : lahan basah pesisir dan lautan, lahan basah daratan, dan lahan basah buatan. Diantara ketiga kelompok utama lahan basah daratan, lahan basah buatan (human-made wetlands) mungkin bisa dianggap sebagai satu-satunya kelompok lahan basah yang memiliki potensi paling dilematis, karena di satu sisi pembangunan lahan basah buatan memang perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan tertentu (missal habitat mangrove diubah menjadi tambak) sementara di sisi lain pembangunan lahan basah buatan dianggap menjadi penyebab berkurangnya (atau bahkan hilangnya) fungsi dan nilai (manfaat) lahan basah alami (Puspita dkk., 2005).Keberadaan lahan basah buatan dapat memberikan pengaruh yang baik dan dapat pula memberikan peegaruh yang buruk bagi lingkungan sekitar. Pembangunan lahan basah buatan sebagai ekosistem baru dapat mencegah kepunahan serta meningkatkan populasi suatu jenis flora atau fauna. Sebagai contoh pembangunan kolam atau situ dapat memberikan kesempatan bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan air seperti teratai, kiambang, ikanm dan katak untuk hidup dan berkembang biak. Di sisi lain tidak sedikit pula pembagunan lahan basah buatan telah menyebabkan hilangnya habitat dan keanekaragaman jenis flora dan fauna di dalamnya; salah satu contoh adalah pembangunan tambak yang menyebabkan hilangnya habitat mangrove dan berbagai jenis biota di dalamnya (Puspita dkk., 2005).

Lahan basah buatan merupakan salah satu dari banyak unit pengolahan limbah dikembangkan untuk menurunkan kandungan logam berat di perairan. Menurut EPA, lahan basah buatan adalah suatu sistem perawatan yang mempergunakan proses alamiah yang melibatkan vegetasi lahan basah, tanah dan mikrobakteri yang berasosiasi didalamnya dengan tujuan memperbaiki kualitas air. Lahan basah buatan memiliki banyak fungsi yaitu diantaranya untuk filtrasi air. Ketika aliran air melewati lahan basah, mereka akan berjalan perlahan dan sebagian besar bahan pencemar akan terjerab oleh begetasi untuk kemudian terangkat atau berubah bentuk menjadi lebih tidak berbahaya. Tumbuhan yang hidup dalam lahan basah membutuhkan unsur hara ang terkandung dalam air. Jika yang tertahan adalah air yang mengandung bahan pencemar atau berbahaya bagi lingkungan namun bermanfaat bagi tumbuhan, maka bahan itu akan diserapnya (Wong, 1997 dalam Ayuningtyas, 2012)Pemindahan polutan di perairan dengan Lahan basah melibatkan proses yang komplek antara aspek biologi, fisika dan kimia. Pengambilan nutrient oleh tumbuhan tingkat tinggi dan penyimpanan logam berat di dalam akar adalah komponen biologi yang paling nyata pada ekosistem lahan basah. Dalam pengambilan polutan oleh tumbuhan, transformasi bakteri dan proses kimia-fisika termasuk adsorpsi, presitipasi dan sedimentasi dalam tanah dan rhizospere di zona akar adalah mekanisme utama untuk pengangkatan bahan pencemar. Ditinjau secara fisik, kimiawi dan biologis, peran lahan basah dalam proses penghilangan bahan pencemar dari air limbah terjadi menurut salah satu proses berikut (Widayati, 2009 dalam Ayuningtyas, 2012):1. Penyaringan bahann tersuspensi dan klorida yang teradpat dalam air.2. Asimilasi bahan pencemar ke dalam jaringan akar dan daun tumbuhan hidup.

3. Pengikatan atau pertukaran bahan pencemar dengan tanah lahan basah, bahan tanaman hidup, bahan tanaman mati dan bahan alga hidup.

4. Presipitasi dan netralisasi melalui pembentukan NH3 dan HCO3- dari penguraian bahan biologis karena kegiatan bakteri.

5. Presipitasi logam di lapisan oksidasi dan reduksi yang dikatalisir oleh aktivitas bakteri.

Besarnya volume air yang dialirkan ke dalam rawa buatan akan sangat tergantung pada jenis rawa buatan yang akan dibangun (tipe aliran permukaan/surface flow atau tipe aliran bawah permukaan/subsurface flow). Pada rawa buatan tipe surface flow (SF), volume air yang dialiri ke dalam rawa buatan cukup banyak (ketinggian paras air biasanya kurang dari 40 cm), sedangkan untuk rawa buatan tipe subsurface flow (SSF) aliran air dialirkan sampai setinggi 5cm dibawah permukaan substrat yang bertujuan agar aliran tetap berada dibawah permukaan tetapi air tetap membasahi perakaran tanaman (Fujita Research & Sim, 2004 dalam Puspita dkk., 2005).

2.3.1 Klasifikasi Lahan Basah BuatanSecara umum terdapat dua tipe lahan basah buatan yang berdasarkan pada pengaturan aliran air, untuk memungkinkan adaptasi lebih mudah dengan tujuan, ketersediaan tanah dah iklim, yaitu: (1) aliran permukaan atau surface flow (SF) dan (2) aliran bawah permukaan atau subsurface flow (SSF). Pada lahan basah tipe (1) air limbah mengalir diatas tanah yang ada memungkinkan kontak air limbah langsung ke aliran air yang ada dan memerlukan luasan tanah yang lebih banyak, tapi memungkinkan untuk menggunakan sebagai variasi tanah yang lebih besar untuk digunakan dalam pembuatan sel, menyerap aliran permukaan (run-off) lebih efektif dan lebih unggul untuk mempertahankan satwa liar asli, yang pada gilirannya akan terjadi control terhadap nyamuk.

Gambar 2.1 lahan basah buatan aliran permukaan (NSI, 2010 dalam Prihatini, 2012)

Rawa buatan dengan system aliran permukaan terdiri dari kolam atau saluran dengan media alami (tanah) atau buatan (pasir/kerikil) untuk menyokong pertumbuhan tanaman air. Tanaman air mencuat (emergent aquatic plant) tumbuh diatas media dan air limbah diolah pada saat air mengalir diatas permukaan media melalui rumpun tanaman dan serasah. Rawa buatan beraliran permukaan biasanya panjang dan sempit untuk mengurangi aliran air sungkat (hydraulic short circuiting) (Meutia, 2001 dalam Puspita dkk., 2005)Permukaan air terpapar ke atmosfer dan dimaksudkan mengalir secara horizontal pada system. System aliran permukaan ini didesain untuk menstimulasi terbentuknya lahan basah alami dengan air dangkal yang mengalir diatas tanah (Farooqi et al., 2008 dalam Prihatini, 2012). Selain aliran permukaan, terdapat pula jenis lahan basah buatanlainnya yaitu lahan basah buatan aliran bawah permukaan yang teradpat pada gambar 2.2.

Gambar 2.2 Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan

(NSI, 2010 dalam Prihatini, 2012)

2.3.2 Sistem Lahan Basah Aliran Permukaan (FWS-Wetlands)Instalasi pengolahan limbah cair dengan polaaliran permukaan atau free water surface constructed wetland (FWS) terdiri dari kolam atau saluran dengan menggunakan tanah atau medium untuk mendukung perakaran tumbuhan (jika ada) dan air. Sistem FWS ini sangant mirip dengan kondisi wetland secara alami (natural wetland) dan umumnya merupakan kolam yang ditanami berbagai jenis tanaman gulma air (Kurniadie, 2011).

Masalah dari instalasi pengolahan limbah cair dengan pola aliran permukaan atau free water surface flow ini adalah areal lahan yang diperlukan lebih luas, banyak nyamuk, estetika kurang baik serta dapat menimbulkan bau. Berdasarkan jenis dari gulma air, instalasi pengolahan limbah cair free surface dibagi kedalam beberapa sistem, yaitu:

1. Sistem dengan menggunakan gulma air yang terapung bebas seperti gulma air Elchornia crassibes, Pistia stratiotes, Lemna spp., Spirodela polyrhiza, Wolfia spp.2. Sistem dengan menggunakan gulma air terapung dengan akar yang menempel pada tanah seperti gulma air Nymphaea spp., Nuphar lutea dan Nelumbo nucifera.3. Sistem dengan menggunakan gulma air submerged seperti Myriophyllum spicatum, Potamogeton pectinatus. Elodea canadansis dan Ceratophyllum demersum.Jenis instalasi ini banyak dibuat di negara-negara tropis, karena jenis gulma iar ini tidak tahan pada cuaca dingin seperti negara-negara sub tropis serta tingkat pertumbuhan akan berkurang pada temperatur dibawah 10. Instalasi ini banyak digunakan untuk mengolah limbah cair industry pertanian, peternakan, industry telstil, industry logam serta pestisida (Vymazal dan Kropfelova dalam Kurniadie, 2011).

2.3.3 Sistem Lahan Basah Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands)Sistem lahan basah aliran bawah permukaan merupakan salah satu system pengolahan air limbah jenis lahan basah buatan, dimana prinsip kerja system pengolahan limbah tersebut dengan memanfaatkan simbiosis antara tumbuhan air dengan mikroorganisme dalam media di sekitar system perakaran (Rhizosphere) tanaman tersebut (Supradata, 2005). Pada rawa buatan aliran bawah permukaan aliran air dialirkan sampai setinggi sekitar 5 cm dibawah permukaan substrat agar aliran tetap berada dibawah permukaan tetapi air tetap membasahi perakaran tanah (Fujita Research & Sim dalam Puspita dkk., 2005)Meutia (dalam Puspita dkk., 2005) mengungkapkan Rawa buatan dengan system aliran bawah permukaan ini terdiri dari saluran-saluran atau kolam-kolam dangkal yang berisi tanah, pasir, atau media polos (batu atau kerikil) yang akan membantu proses penyaringan air. Air limbah mengalir di bawah permukaan media secara horizontal melalui zona perakaran tanaman rawa diantara kerikil/pasir.dalam system pengaliran air di baawh permukaan ini, mikroorganisme sangat berperan dalam menghilangkan bahan pencemar. Mikroorganisme yang menempel didekat akar menguraikan bahan pencemar secara aerob; kondisi substrat yang aerob di dekat perakaran tumbuhan ini disebabkan oleh adanya pasokan oksigen dari akar tanaman (Khiatuddin, 2003 dalam Puspita dkk., 2005).

Pengolahan air limbah dengan system lahan basah aliran bawah permukaan tersebut lebih dianjurkan karena beberapa alas an sebagai berikut:

1. Dapat mengolah limbah domestic, pertanian dan sebagian limbah industry termasuk logam berat.

2. Efisiensi pengolahan tinggi (80%).

3. Biaya perencanaan, pengoperasian dan pemeliharaan murah dan tidak membutuhkan ketrampilan yang tinggi

(Tangahu & warmadewanthi, 2001 dalam Supradata, 2009)

Haberl dan Langergraber, 2002 dalam Supradata 2009, mengungkapkan Berdasarkan pendekatan teknis maupun efektivitas biaya, system tersebut lebih banyak dipilih dengan alas an sebagai berikut :1. System lahan basah buatan seringkali pembangunannya lebih murah dibandingkan dengan alternative system pengolahan limbah lainnya.

2. Biaya operasional dan pemeliharaan yang rendah dan waktu operasionalnya secara periodic, tidak perlu secara kontinyu.

3. System lahan basah buatan ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap fluktuasi debit air limbah.4. Mampu mengolah air limbah dengan berbagai perbedaan jenis polutan maupun konsentrasinya.

5. Memungkinkan untuk pelaksanaan pemanfaatan kembali & daur ulang (reuse & recycling) airnya.Namun selain memiliki kelebihan, system lahan basah buatan aliran bawah permukaan juga memiliki kelemahan, seperti yang dijelaskan oleh Halvenson (2004) dalam tabel 2.1 berikut ini.

Tabel 2.1 Kelebihan dan Kekurangan dari Aliran Bawah PermukaanKelebihankekurangan

Penghilangan kontaminan memiliki presentasi yang sangat tinggi daripada system lahan basah buatan aliran permukaan, selain itu membutuhkan lahan yang sedikit untuk proses pengolahannya dibandingkan aliran permukaan.Membutuhkan lahan yang lebih luas dibandingkan dengan metode pengolahan secara konvensional, jika dilihat dari segi proses pengolahannya.

Dari segi biaya yang dikeluarkan berdasarkan total umur penggunaan lebih rendah dibandingkan secara konvensional.Proses persiapan lebih lambat dibandingkan pengolahan secara konvensional.

Biaya lebih sedikit dalam pengoperasian dibandingkan dengan system lahan basah buatan aliran permukaan.Biaya lebih mahal untuk pembangunannya dibandingkan dengan system lahan basah buatan aliran permukaan.

Resiko kerusakan ekologi dapat diminimalkan.Limbah yang mengandung TSS yang tinggi dapat menyebabkan proses penyumbatan dalam sistem.

Lebih mudah dalam hal perawatan karena tidak ada air yang menggenang.

Serangga tidak menimbulkan masalah sebab tinggi muka air berada dibawah muka media..

Menyediakan habitat untuk tanaman dan kehidupan makhluk hidup lainnya.

Sumber:Halverson (2004).Kriteria desain yang sering digunakan dalam system lahan basah buatan aliran bawah permukan tersaji dalam Tabel 2.2 berikut ini.

Tabel 2.2 Kriteria desain untuk pengolahan pada Aliran Bawah Permukaan

Kriteria desainMetode atau Sumber Referensi

ITRC dan Tchobanoglous & BurtonWPCFWoodKaldec dan Knight

HRT (hari) atau waktu tinggal4-15-2-72-4

HLR (cm/hari) atau debit pengolahan-2-200.2 3.08-30

Kedalaman Media49-79--30-60

Jumlah Areal yang Disediakan (acre/m3/day)0.001-0.0080.001-0.010.002-0.0170.0008-0.003

Sumber: Halverson (2004)2.4 Media tanam2.4.1 Tanah Sulfat Masam

tanah sulfat masam dikenal dengan sebutan cat clay yang diartikan sebagai lempung, berwarna kelabu dengan bercak kuning pucat. Bercak kuning ini merupakan senyawa produk oksidasi pirit sehingga menyebabkan tanah menjadi asam sampai sangat asam (pH 2-3). Tanah sulfat dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:1. Thionic fluvisols (hasil endapan/marin)

2. Thionic gleysols (kadar lempung yang tinggi)

3. Thionic histosols (lapisan gambut pada permukaan)

Lahan sulfat asam merupakan hasil endapan dari masa ribuan tahun silam. Proses pengendapan yang berlangsung ribuan tahun ini berkaitan dengan perubahan lingkunga bumi secara global berupa peningkatan permukaan laut akibat pencairan es dibagian kutub utara. Bebrapa hal yang mencirikan jenis tanah ini adalah bahan sulfidik/pirit, lapisan (horizon) sulfuric, bercak jarosit, dan bahan penetral berupa karbonat atau basa-basa tertukar lainnya.Vegetasi yang umum terdapat pada tanah sulfat masam antara lain piai (Achrosticum aereum), Galam (melaleuca leucadendron) dan purun tikus (Eleocharis dulcis) yang menempati wilayah sudah terbuka atau terbakar. Mutu air yang terdapat pada tanah sulfat masam sangat beragam, dipengaruhi oleh berbagai situasi dan kondisi, mutu air pada kawasan reklamasi system garpu di Kalimantan dari muara kolam semakin masam pH 2,76 dan kadar ionic (SO42-, Al3+ dan Fe2+) semakin tinggi sehingga terkontaminasi (Noor 2004 dalam Azizah, 2009). Pengamatan secara visual pada sifat fisik air pada tanah sulfat masam sepintas tidak menunjukkan bermasalah karena bersifat bening atau jernih, tetapi apabila diuji (cukup dengan lidah) akan terasa sangat masam.2.4.2 Pupuk kandang

Pupuk kandang adalah pupuk yang berasal dari campuran kotoran ternak atau hewan sejenis dan urine serta sisa-sisa makanan yang tidak dapat dihabiskan. Penggunaan pupuk kandang sudah cukup lama diidentifikasikan dengan keberhasilan progam pemupukan dari pertanian berkelanjutan. Hal ini disebabkan karena pupuk kandang memang dapat menambah tersedianya unsur hara bagi tanaman. Selain itu pupuk kandang juga mempunyai pengaruh positif terhasap sifat fisis dan kimiawi tanah, mendorong perkembangan jasad renik (Sutedjo, 2002 dalam Saragi, 2008).

Beberapa hasil penelitian apliaksi pupuk kandang ayam selalu memberikan respon tanaman yang terbaik pada musim pertama. Hal ini terjadi karena pupuk kandang ayam relative lebih cepat terdekomposisi serta mempunyai kadar hara yang cukup pula jika dibandingkan dengan jumlah unit yang sama dengan pupuk kandang lainnya. Pemanfaatan pupuk kandang ayam ini bagi pertanian organic menemui kendala karena pupk kandang ayam mengandung beberapa hormone yang dapat mempercepat pertumbuhan ayam.Bahan organic sangat berperan pada pembentukan struktur tanah yang baik dan stabil sehingga infiltrasi dan kemampuan menyimpan air. Pemberian pupuk kandang dengan nyata menurunkan besarnya aliran permukaan karena pupuk kandang memperbaiki sifat fisik tanah terutama struktur sehingga permeabilitas meningkat.Pemberian bahan organic juga berperan dalam memperbaiki sidat kimia tanah. Dari hasil penelitian Hanafiah, 1989 dalam Saragi , 2008, menunjukkan bahwa pemberian pupuk kandang ayam setelah 8 minggu dapat memperbaiki sifat kimiawi tanah Latosol Subang. Peningkatan takaran pupuk kandang diikuti oleh naiknya pH, kadar Ca-dd, C-Organik, N total, C/N, serta turunnya kadar Al dan Fe yang semuanya bersifat positif terhadap perbaikan sifat kimiawi tanah. Selain itu, bahan organic berfungsi sebagai sumber energy yang kemudian menyebabkan terjadinya pengendapan logam-sulfida.2.4.3 Bokashi

Salah satu jenis pupuk organic yang sekarang banyak digunakan adalah pupuk bokashi. Bokashi adalah suatu kata dlam bahasa jepang yang berarti bahan organic yang telah difermentasikan, pupuk Bokashi dibuat dengan menfermentasikan bahan-bahan organic (dedak, ampas kelapa, tepung ikan, dan sebagainya) dengan EM (effective Microorganism). Biasanya bokashi ditemukan dalam bentuk serbuk atau butiran. Bokashi sudah digunakan para petani jepang dalam perbaikan tanah secara tradisional untuk meningkatkan keragaman mikroba dalam tanah dan meningkatkan persediaan unsur hara bagi tanaman (Nasir, 2008 dalam Purtikoningrum, 2009).Pupuk organik Bokashi memiliki keunggulan dan manfaat, yaitu meningkatkan populasi, keragaman, dan aktivitas mikroorganisme yang menguntungkan, menekan perkembangan pathogen (bibit penyakit) yang ada di dalam tanah, mengandung unsur hara makro (N, P, dan K) dan unsur mikro seperti: Ca, Mg, B, S, dan lain-lain, menetralkan pH tanah, menambah kandungan humus tanah, meningkatkan granulasi atau kegemburan tanah, meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk anorganik dan meningkatkan kesuuran dan produksi tanaman. Penggunaan Bokashi EM secara rinci berpengaruh terhadap :

1. Peningkatan ketersediaan nutrisi tanaman.

2. Aktivitas hama dan penyakit/pathogen dapat ditekan.

3. Peningkatan aktivitas mikroorganisme indogenus yang menguntungkan seperti mycorhiza, Rhizobium, bakteri pelarut fosfat, dan lain-lain.4. Fiksasi nitrogen.

5. Mengurangi kebutuhan pupuk dan pestisida kimia (Nasir, 2008 dalam Purtikoningrum, 2009).

2.5 Tanaman Fitoremediasi2.5.1 Purun tikus

Purun tikus (Eleocharis dulcis) merupakan gulma yang tumbuh dan berkembang dilahan rawa psang surut yang berlumpur. Tumbuhan ini termasuk dalam family ) merupakan gulma yang tumbuh dan berkembang dilahan rawa psang surut yang berlumpur. Tumbuhan ini termasuk dalam family Cyperaceae atau golongan Teki. Batangnya silindris dan berdiameter 2-3 mm, tinggi dapat mencapai 150 cm, tidak bercabang, tidak berdaun dan berwarna hijau sehingga fotosintesis dilakukan melalui batang. Bung terletak pada bagian ujung batang. Purun tikus berakar rimpang di mana pada saat rimpang berumur 6-8 minggu akan membentuk anakan. Pembentukan bunga terjadi setelah anakan muncul di atas permukaan air yang tingginya kurang lebih 15 cm. setelah berbunga tumbuhan ini akan membentuk rimpang baru pada bagian ujung stolon yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. setelah berumur 7-8 bulan rimpang tidak produktif lagi sehingga rimpang akan mongering dan perlahan-lahan akan mati (Indrayati, 2011 dalam hariadi, 2014).

Gambar 2.3 Purun Tikus (Eleocharis dulcis)Tumbuhan ini banyak memiliki manfaat seperti air perasan umbinya mengandung antiiotik puchiin, efektif untuk melawan Staphylococcus aureus, Escherichia coli dan aerobacter aerogenes. Selain itu tanaman ini berfungsi sebagai komponen pengendali hama padi dan makanan hama belalang. Hama penggerek batang padi putih banyak meletakkan telurnya pada batang bagian atas tumbuhan tersebut sebanyak >6000 (Ariskin, 2011 dalam Iman, 2012)

Dari penelitian yang dilakukan iman (2012), purun tikus dapat dimanfaatkan sebagai biofilter untuk memperbaiki kualitas air pada musim kemarau dengan menyerap senyawa toksik terlarut dalam saluran air masuk (irigasi) dan saluran air keluar (drainase) seperti Fe dan SO4. Biofilter adalah terknologi untuk memperbaiki kualitas air dengan mengurangi konsentrasi besi (Fe) dan Sulfat (SO4) dalam air. Purun tikus ditata dan ditanam pada saluran air masuk dan atau keluar untuk mencegah masuknya zat beracun ke sawah. Tanaman ini juga dapat menaikan pH air 0,1-0.3 unit dan menurunkan 6-27 ppm Fe dan 30-75 ppm SO4.2.5.2 Eceng Gondok

Eceng gondok (Eichhornia crassipes) adalah tanamanyang hidup mengapung di air dan kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 - 0,8 meter. Tidak mempunyai batang. Daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk, berbentuk bulir, kelopaknya berbentuk tabung. Akarnya merupakan akar serabut.Tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes) yang berkembang di Indonesia berasal dari Amerika Selatan (Brasil). Tanaman ini didatangkan pada tahun 1894 sebagai koleksi Kebun Raya Bogor. Dalam perkembangannya, eceng gondok ditanam sebagai tanaman hias di kolam-kolam dan perairan lain (pinggiran sungai, waduk, danau dan lain-lain).

Eceng gondok merupakan tanam gulma di wilayah perairan yang hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur pada air yang dangkal. Eceng gondok berkembangbiak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif maupun generatif.Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari. Perkembangbiakannya yang demikian cepat menyebabkan tanaman eceng gondok telah berubah menjadi tanaman gulma di beberapa wilayah perairan di Indonesia. Di kawasan perairan danau, eceng gondok tumbuh pada bibir-bibir pantai sampai sejauh 5-20 m. Perkembangbiakan ini juga dipicu oleh peningkatan kesuburan di wilayah perairan danau (eutrofikasi), sebagai akibat dari erosi dan sedimentasi lahan, berbagai aktivitas masyarakat (mandi, cuci, kakus/MCK), budidaya perikanan (keramba jaring apung), limbah transportasi air dan limbah pertanian.(Joedodibroto, 1983).

Gambar 2.4 tanaman eceng gondok (Eichornia crassipes)Keunggulan dari eceng gondok adalah berpotensi sebagai komponen utama pembersih air limbah dari berbagai industri dan rumah tangga. Karena kemampuannya yang besar, tanaman ini diteliti oleh NASA untuk digunakan sebagai tanaman pembersih air di pesawat ruang angkasa (Little, 1979; Thayagajaran, 1984). Menurut penelitian Rudy Syahputra (2005) eceng gondok digunakan sebagai media dalam fitoremediasi untuk menurunkan konsentrasi logan Cu dan Zn.

2.5.3 Kayu GelamTumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L) merupakan pohon anggota suku jambu-jambuan (Myrtaceae) yang dimanfaatkan sebagai sumber minyak kayu putih (cajuput oil). Namanya diambil dari warna batangnya yang memang putih.merupakan salah satu tumbuhan penghasil minyak atsiri yang mana daun tumbuhan ini mengandung minyak atsiri sekitar 0,5 - 1,5% tergantung efektivitas penyulingan dan kadar minyak yang terkandung terhadap bahan yang disuling. (Lutony, 1994).

Gambar 2.5 Tanaman Kayu Gelam(Melaleuca leucadendron)Tumbuhan kayu putih (Melaleuca leucadendra (L). L) merupakan tumbuhan perdu yang mempunyai batang pohon kecil dengan banyak anak cabang yang menggantung ke bawah. Daunnya berbentuk lancip dengan tulang daun yang sejajar. Bunga kayu putih berwarna merah, sedangkan kulit batang kayunya berlapis-lapis dengan permukaan terkelupas. Keistimewaan tanaman ini adalah mampu bertahan hidup di tempat yang kering, di tanah yang berair, atau di daerah yang banyak memperoleh guncangan angin atau sentuhan air laut. Tanaman ini tumbuh liar di daerah berhawa panas. Tanaman kayu putih tidak memerlukan syarat tumbuh yang spesifik. Pohon kayu putih dapat mencapai ketinggian 45 kaki. Dari ketinggian antara 5 - 450 m di atas permukaan laut, terbukti bahwa tanaman yang satu ini memiliki toleransi yang cukup baik untuk berkembang. (Lutony, 1994).

BAB IIIMETODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari 6 sub bab, yaitu 3.1 rancangan penelitian, yang menjelaskan secara singkat tentang maksud dan penelitian yang dilakukan, diantaranya parameter penelitian, lokasi penelitian, dan objek penelitian. Sub bab 3.2 Bahan dan Alat Penelitian. Sub bab 3.3 variabel penelitian, yang berisi tentang variable bebas dan terikat pada penelitian. Sub bab 3.4 lokasi penelitian, yang menjelaskan tentang dimana lokasi-lokasi yang dijadikan tempat penelitian. Sub bab 3.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data, yang berisi tentang tahapan penelitian. Sub bab terakhir 3.6 Analisis Data yang menjelaskan bagaimana cara data akan dianalisis.

3.1Ringkasan Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada skala lapangan dan analisis laboratorium yang bertujuan antara lain untuk megetahui peranan dari media tanam dalam proses fitoremediasi untuk menurunkan kandungan kada Fe, Mn dan Cd pada air asam tambang dalam sistem lahan basah buatan aliran permukaan. Reactor yang digunakan berukuran 300 cm x 100 cm x 100 cm yang didesain sedemikian rupa sehingga tampak seperti lahan basah buatan pada umumnya. Tanaman yang digunakan untuk penelitian ini adalah purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam, sedangkan air asam tambang yang menjadi penelitian kali ini diambil dari salah satu kolam penampungan dan belum dilakukan treatment yang ada pada PT. Jorong Barutama Greston.Analisa data kandugnan logam Fe, Mn dan Cd pada media tanah disajikan dalam tabulasi data berupa table dan grafik serta analisis deskrisif, yaitu dengan membandingkan data hasil analisis kandungan Fe, Mn dan Cd pada media tanah sebelum perlakuan dengan setelah perlakuan pada reactor sehingga dapat menggambarkan perubahan hasil pengukuran.3.2 Bahan dan Peralatan Penelitian1.2.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam penelitian ini, meliputi :

1. Media tanam:

Tanah sulfat masam, sesuai dengan habitat dari tanaman purun tikus dan kayu gelam.

Tanah sulfat masam dicampurkan bokashi

Tanah sulfat masam dicampurkan pupuk kandang

2. Tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam

3. Air asam tambang batubara PT. Jorong Barutama Greston Kecamatan Jorong, Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan4. Bahan kimia untuk analisis parameter uji Fe, Mn dan Cd, meliputi air bebas mineral; asam nitrat (HNO3) pekat; larutan standar logam besi (Fe); logam Mangan (Mn) dengan kemurnian minimum 99,0%; gas asetilen (C2H2) Hp dengan tekanan minimum 100psi; larutan pengencer HNO3 0,05M; larutan pencuci HNO3 5% larutan kalsium dan udara tekan.

1.2.2 Peralatan Penelitian

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah:1. Reactor penelitian dengan dimensi 3 m x 1 m x 1m.

2. Gayung plastic sebagai alat penyiram tanaman.

3. AAS (Atomic Absorption Spectrophotometry) sebagai alat untuk mengukur kadar besi, mangan dan cadmium.

4. Botol plastic sebagai tempat menampung sampel media tanam yang akan diuji.

5. Kamera digital sebagai alat dokumentasi

1.3 Variabel Penelitian

Variabel Penelitian yang di ambil yaitu:

1. Variabel Bebas

Variabel bebas pada penelitian ini yaitu waktu kontak pada media tanah masam sulfat pada fitoremediasi..2. Variabel Terikat

Variabel terikat yaitu variable yang dipengaruhi oleh variable bebas. pada penelitian ini yaitu nilai kandungan Fe, Mn dan Cd tanah sulfat masam..

1.4 Lokasi Penelitian

Lokasi-lokasi yang digunakan sebagai tempat penelitian ini adalah :1. Lokasi pengambilan sampel air asam tambang di PT. Jorong Barutama Greston Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.2. Lokasi pengambilan contoh tanah sulfat masam dan tanaman purun tikus, eceng gondok, serta kayu gelam di Desa Puntik Tengah.3. Lokasi inkubasi, aklimatisasi dan pengujian reactor lahan basah buatan di PT. Jorong Barutama Greston Kabupaten Tanah Laut, Provinsi Kalimantan Selatan.

4. Lokasi pengujian kadar Fe, Mn dan Cd menggunakan spektrofotometri Serapan Atom (SSA) di Laboratorium Kimia, Fakultas MIPA, Universitas Lambung Mangkurat dan BLHD Banjarbaru, Kalimantan Selatan.1.5 Prosedur Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data1.5.1 Prosedur PenelitianProsedur penelitian sebagai berikut:1. Persiapan Tanaman Purun Tikus, Eceng Gondok dan Kayu Gelam

a. Menyiapkan media tanam tanah sulfat masam dengan membersihkan tanah dari bahan-bahan yang tidak diinginkan seperti daun, akar tanaman, batu, dll. Setelah bebas dari bahan-bahan yang tidak diinginkan kemudian memasukkannya ke dalam bak aerator.

b. Melakukan inkubasi setelah didapat tanah sulfat masam. Tujuan dilakukan inkubasi ini agar tanah sulfat masam tersebut berada dalam kondisi yang stabil. Hal tersebut juga berlaku untuk media tanah sulfat masam yang dicampurkan dengan pupuk kandan gdan bokashi. Penambahan atau pencampuran pupuk kandang dan bokashi sebanyak 10%.

c. Melakukan aklimatisasi tanaman dengan memberikan air rawa selama 3 hari, ditandai dengan penambahan tinggi tanaman sekitar 1-2 cm serta kondisi tanaman yang tidak kering.

d. Mengisi media tanam tanah sulfat masam pada masing-masing bak aerator dengan mencapai ketinggian 30 cm dari tinggi bak aerator. e. Menyiapkan tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam

f. Menanam tanaman purun tikus, eceng gondok, dan kayu gelam yang telah dipilih ke dalam reactor dengan jarak tanam masing-masing rumpun adalah 15 cm. pemilihan jarak berdasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh (Widyawati, 2013) dimana dari penelitian tersebut diketahui bahwa jarak tanam yang paling baik berada pada jarak 15 cm.g. Melakukan pengoperasian reactor dengan mengaliri reactor dengan air asam tambang batubara. Volume air didapat dari persamaan;

Vair = V reactor V media

Vair = (p x l x t reactor) (p x l x t media)

2. Pengoperasian Reaktora. Memasukkan air asam tambang batubara PT. Jorong Barutama Greston kedalam masing-masing reactor.b. Mengisi air asam tambang batubara sampai batas ketinggian.

c. Mengambil sampel media tanah dari reactor dan menempatkannya dalam plastic untuk pengujian parameter Fe, Mn dan Cd dan menganalisis jerapan tanah pada fitoremediasi.

d. Melakukan analisis laboratorium terhadap parameter media tanah

e. Melakukan analisis media tanah setelah perlakuan pada reactor, dan membandingkan dengan analisis media tanah sebelum perlakuan.

1.5.2 Teknik Pengambilan Data

Data didapatkan dari hasil pengujian laboratorium dengan pengukuran nilai kadar Besi, Mangan dan Cadmium pada tanah sulfat masam sebelum dan sesudah pengoperasian dengan interval 1,3,5,7,14,21,27 hari penelitian. Pengumpulan data dilakukan dengan pengumpulan data primer dan data sekunder:1. Data Primer

Data primer diperoleh dengan pengamatan secara langsung di laboratorium untuk mendapatkan informasi-informasi yang berhubungan dengan objek penelitian, khususnya untuk konsentrasi logam Fe, Mn dan Cd total yang diperiksa menggunakan AAS (Atomic absorption Spectrophotomerty).2. Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari studi literatur yang berhubungan dengan penelitian untuk mempermudah penelitian yang dilakukan.1.6 Analisis dataData hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik. Untuk mengetahui efisiensi atau persen kemampuan tanaman purun tikus, eceng gondok, serta kayu gelam dengan menggunakan sistem lahan basah buatan aliran permukaan dalam penurunan nilai Fe, Mn dan Cd, maka dilakukan analisis data yang diperoleh dari hasil pengamatan baik dari data utama ataupun data pendukung. Sedangkan untuk mempermudah dalam pengolahan data, maka dipergunakan uji statistic menggunakan Ms. Excel untuk uji nilai F dengan analisis ragam model linier aditif pada RAL (Rancangan Acak Lengkap) sedangkan uji lanjutan digunakan uji perbandingan nilai tengah perlakuan pada taraf 0,05.

Gambar 3.2 Diagram Alir prosedur Penelitian3.7Jadwal Kegiatan

Pada proposal Tugas Akhir ini dicantumkan jadwal kegiatan yang merincikan waktu dan jenis kegiatan yang akan dilakukan untuk membantu dalam penyelesaian penelitian sehingga dapat selesai tepat waktu. Berikut tabel jadwal kegiatan penelitian penyusunan tugas akhir.

Tabel 3.1 Jadwal Kegiatan Penelitian

NoNama KegiatanMinggu

12345678910111213141516

Persiapan

1Perizinan

2Pengkajian Pustaka

3Pengumpulan Data Awal

4Persiapan Alat dan Bahan

Pelaksanaan

1Pengumpulan Data Penelitian

2Analisis Data Penelitian

Pelaporan

1Pembuatan Draft dan Konsultasi

2Sidang

3Perbaikan

3.10Anggaran Biaya

Anggaran biaya penelitian disusun agar diketahui besar biaya yang diperlukan dalam melakukan penelitian. Berikut tabel anggaran biaya penelitian tugas akhir.

Tabel 3.2 Anggaran Biaya Penelitian

NoKomponenJumlahHarga Satuan (Rp)Jumlah (Rp)

1Alat dan Bahan

Wadah plastik penampung sampel sedimen505000250.000

Eicman Grab (sewa)6 Hari100.000/hari600.000

Tali raffia4 Buah1000040.000

Tali Nilon1 Kg20000/kg20.000

Kertas Label18 Lembar1000/lembar18.000

2Pengujian Parameter

Uji Fe sampel Tanah1878.0001.404.000

Uji Mn sampel Tanah1878.0001.404.000

Uji Cd Sampel Tanah1878.0001.404.000

Preparasi Sampel1840.000720.000

4Pembuatan Proposal, Laporan Akhir dan Progress report tiap 2 minggu

Kertas A4 80 gram5 rim40.000200.000

Tinta Hitam 1 Botol35.00035.000

Tinta Warna3 Botol35.000105.000

5Penjilidan Laporan

Jilid Spiral Untuk Progress Report410.00040.000

Jilid Buku Soft Cover untuk Proposal 330.00090.000

Jilid Buku Hard Cover untuk Laporan Akhir750.000350.000

Total6.520.000

DAFTAR PUSTAKA

Apriyanto, D dan Harini, R. 2012. Dampak Kegiatan Pertambangan Batubara Terhadap Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat di Kelurahan Loa Ipuh Darat, Tenggarong, Kutai Kertanegara. Fakultas Geografi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Indonesia.

Ayuningtyas, M. 2012. Studi PenyerapanLogan Fe dan Mn pada Air Asam Tambang oleh Purun Tikus (Eleocharis Dulcis) dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. BanjarbaruHalverson, Nancy V. 2004. Review of Constructed Subsurface Flow vs. Surface Flow Wetlands. Westinghouse Savannah River Company, U.S.Hariadi. R. 2014. Serapan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) pada Jaringan Beberapa Tumbuhan dalam Proses Fitoremediasi Air Asam Tambang. Skripsi. Program Studi Argoekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Iman, M.S. 2012. Rekayasa Penurunan Fe dan Mn pada Air Asam Tambang Batubara Menggunakan Tanaman Purun Tikus (Eleocharis Dulcis) dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Vertikal Bawah Permukaan. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. BanjarbaruNordayani, D. 2013. Pemanfaatan Limbah Kulit Singkong Sebagai Karbon Aktif Untuk Menurunkan Kandungan Besi (Fe) pada Air Asam Tambang Batubara di Kalimantan Selatan. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Nurisman, E. Cahyadi, R. Hadriansyah. I. 2012. Studi Terhadap Dosis Penggunaan Kapur Tohor (CaO) pada Proses Pengolahan Air Asam Tambanga pada Kolam pengendap Lumpur Air Laya PT. Bukit Asam (Persero), Tbk. Politeknik Akamigas Palembang. ISSN 20895925

Purtikoningrum. W. 2009. Penggunaan Pupuk Organik Bokashi Ditinjau dari Peningkatan Pendapatan Petani Pada Usahatani Padi Varietas IR 64 di Kabupaten Karanganyar. Skripsi. Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret. SurakartaPrihatini, N,S. 2012. Potensi Purun Tikus (Eleocharis Dulcis) sebagai Biofilter Besi (Fe) Pada Air Asam Tambang Batubara Menggunakan Constructed Wetland. Proposal Desertasi Universitas Brawijaya. Malang

Puspita, L., E. Ratnawati, I N. N. Suryadiputra, A. A. 2005. Lahan Basah Buatan di Indonesia. Wetlands International - Indonesia Programme. Bogor

Ramadhani M. 2007. Pola Kemampuan Menfilter Fe oleh Purun Tikus (Eleocharis Dulcis). Skripsi. Fakultas Pertanian UNLAM. Banjarbaru

Rodianor. 2010. Pemanfaatan Abu Layang Batubara Termodifikasi pada Pengolahan Air Asam Tambang dengan Metode osmofilter. Proposal Tesis. Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Saragi, Arnold. H. 2008. Pengaruh Pemberian Pupuk Kandang Ayam dan Dosis Kalium Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Peleng (Spinacia oleracea l.A). Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Medan

Supradata. 2005. Pengolahan Limbah Domestik Menggunakan Tanaman Hias Cyperus alternifolius, L. dalam Sistem Lahan Basah Buatan Aliran Bawah Permukaan (SSF-Wetlands). Tesis. Program Studi Magister Ilmu LingkunganSvehla. G. 1979. Buku Teks Analisis Anorganik Kuantitatif Makro dan Semimikro. Media Pustaka. Jakarta.

Ulfa. Q. 2013 Hubungan Populasi bakteri Terhadap Konsentrasi Fe dan Mn dalam Air Asam Tambang pada Horizontal Subsuface Flow Constructed Wetland Menggunakan Tanaman Purun Tikus (Eleocharis Dulcis). Skripsi. . Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Widyawati. R. 2013. Pengaruh Jarak dan Umur tanaman Purun Tikus (Eleocharis Dulcis) menggunakan Horizontal Subsuface Flow Constructed Wetland dalam penurunan Besi (Fe) dan Mangan (Mn) Pada Air Asam Tambang. Skripsi. Program Studi Teknik Lingkungan Fakultas Teknik Universitas Lambung Mangkurat. Banjarbaru

Ide Studi

kesimpulan

Pembahasan

Analisis data

Hasil laboratorium

Data Sekunder:

Keadaan dan kandungan media tanah fitoremediasi

Data Primer:

Pengamatan langsung dilapangan

Pengambilan sampel air asam tambang di PT. Jorong Barutama greston

Pengambilan media tanah dan tanaman fitoremediasi

Identifikasi Masalah

Pengumpulan

data

Observasi

Studi Literatur

i