Proposal

download Proposal

of 34

description

ewe

Transcript of Proposal

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang PenelitianLaporan keuangan merupakan salah satu instrument penting dalam mendukung keberlangsungan suatu perusahaan dan juga sebagai media komunikasi antara manajemen (pihak intern perusahaan) dengan pihak luar perusahaan terutama bagi perusahaan yang telah go public. Semakin pesatnya jumlah perusahaan yang telah go public membuat permintaan akan laporan audit keuangan semakin tinggi pula. Laporan tersebut digunakan sebagai sumber informasi bagi para pengguna laporan keuangan. Jika tedapat penundaan yang tidak semestinya dalam pelaporan keuangan, maka informasi yang dihasilkan akan kehilangan relevansinya. Oleh karena itu, manajemen perlu mempertimbangkan manfaat relatif antara pelaporan yang tepat waktu dan handal. Untuk menyajikan informasi yang tepat waktu seringkali manajemen perlu melaporkan laporan keuangan sebelum aspek transaksi atau peristiwa lainnya diakui, sehinggga mengurangi keandalan informasi. Sebaliknya, jika laporan keuangan ditunda, maka investor akan mencari sumber informasi lain yang dapat digunakan sebagai dasar pembuatan keputusan investasi Kerangka Dasar Penyusunan dan Penyajian laporan Keuangan (KDPPLK, 2007: paragraf 43).Keinginan untuk menyampaikan laporan keuangan tersebut secara tepat waktu sering dihadapkan oleh berbagai kendala. Salah satu kendala yang dihadapi perusahaan tersebut dalam memenuhi ketepatan waktu laporan keuangan yaitu adanya keharusan laporan keuangan yang akan dipublikasikan diaudit oleh akuntan publik yang profesional dan independen. Semakin pendek waktu antara tanggal akhir periode laporan keuangan dengan tanggal publikasi laporan keuangan, semakin banyak manfaat yang diperoleh dari laporan keuangan (Ahmad & Kamarudin, 2003). Salah satu manfaatnya adalah memberikan andil bagi kinerja yang efisien di pasar saham yaitu sebagai fungsi evaluasi dan pricing, mengurangi tingkat insider trading dan kebocoran serta rumor di pasar saham (Owusu-Ansah, 2000). Perusahaan yang membutuhkan waktu lebih lama untuk menerbitkan laporan keuangannya dibandingkan perusahaan lain akan menyebabkan sahamnya relatif kurang diminati dibandingkan dengan perusahaan lain yang ketepatan waktunya lebih tinggi McGee (2007).Berdasarkan peraturan Badan Pengawas Pasar Modal (Bapepam) Nomor X.K.2, Lampiran Keputusan Ketua Bapepam Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala, Bapepam mewajibkan setiap perusahaan publik yang terdaftar di Pasar Modal wajib melaporkan laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan publik dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam-LK selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahuhan. Laporan keuangan tersebut juga harus memenuhi empat karakteristik kualitatif yang membuat laporan keuangan berguna bagi pemakainya, yaitu relevance, reliable, comparability, dan consistency. Ketentuan ini menunjukkan bahwa publikasi laporan keuangan turut dipengaruhi oleh jangka waktu penyelesaian audit.Perbedaan waktu antara tanggal laporan keuangan dengan tanggal laporan auditor independen mengindikasikan tentang lamanya waktu penyelesaian audit yang dilakukan oleh auditor. Perbedaan waktu tersebutlah yang didefinisikan sebagai audit lag. Beberapa definisi audit lag juga disampaikan pada beberapa penelitian. Audit lag menjadi faktor penting dalam pasar modal karena laporan keuangan auditan adalah sumber informasi yang paling dapat diandalkan oleh investor (Leventis, Weetman & Caramanis, 2005). Audit lag yang melewati batas waktu dari yang telah ditentukan oleh Bapepam, tentu berakibat pada keterlambatan publikasi laporan keuangan. Keterlambatan tersebut dapat mengindikasikan beberapa masalah yang terdapat di dalam suatu perusahaan maupun pada saat proses audit, sehingga memerlukan waktu yang lebih lama dalam penyelesaian auditnya. Kantor Akuntan Publik (KAP) harus melakukan audit atas laporan keuangan perusahaan sesuai dengan Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP). Standar Pekerjaan Lapangan menyatakan bahwa audit harus dilaksanakan dengan penuh kecermatan dan ketelitian. Standar ini juga menyatakan bahwa bukti audit yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan keterangan dan konfirmasi. Hal ini dilakukan agar diperoleh dasar yang memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan. KAP dapat memperpanjang waktu penyelesaian audit dan menunda publikasi laporan audit jika bukti audit yang diperoleh kurang memadai. Oleh karena itu, audit lag dapat menyebabkan keterlambatan publikasi laporan keuangan kepada publik. Beberapa penelitian terdahulu yang juga meneliti mengenai audit lag telah dilakukan di banyak negara dengan menggunakan beragam faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor yang terkait dengan perusahaan dan faktor yang terkait dengan KAP yang secara signifikan maupun tidak secara signifikan memengaruhi audit lag. Di Amerika Serikat, Ashton et al. (1987) menemukan bahwa audit lag cenderung lebih panjang pada perusahaan yang bukan industri keuangan, menerima opini wajar dengan pengecualian, tidak diperdagangkan di publik, memiliki pengendalian internal yang lemah, memiliki akhir periode laporan keuangan selain 31 Desember dan kurang menerapkan teknologi olah data yang kompleks. Di New Zealand, Habib and Bhuiyan (2010) meneliti hubungan antara KAP yang memiliki spesialisasi industri terhadap audit lag dan menemukan bahwa audit lag akan lebih pendek pada perusahaan yang diaudit oleh KAP yang memiliki spesialisasi industri. Penelitian lain yang membahas mengenai spesialisasi industry oleh KAP juga dilakukan oleh Siswanto (2011) yang hasilnya adalah spesialisasi industry berpengaruh negative terhadap audit lag.Di Indonesia, hasil penelitian Rachmawati (2008) menyimpulkan bahwa audit lag dipengaruhi oleh ukuran perusahaan dan ukuran KAP. Sedangkan hasil penelitian Lestari (2010) menyatakan bahwa profitabilitas, solvabilitas dan kualitas auditor mempengaruhi audit lag sedangkan ukuran perusahaan dan opini auditor tidak berpengaruh terhadap audit lag. Penelitian Sari (2011) mengkaji beberapa faktor yang mempengaruhi audit lag, antara lain debt to equity ratio, ukuran perusahaan, profitabilitas, ukuran KAP, opini auditor, perusahaan multinasional, dan lama perusahaan menjadi klien KAP. Hasilnya variable debt to equity ratio dan perusahaan multinasional berpengaruh positif terhadap audit lag, sedangkan variabel lainya tidak berpengaruh secra signifikan terhadap audit lag.Penelitian yang dilakukan oleh Almilia dan Setiady (2006) yaitu mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyelesaian penyajian laporan keuangan perusahaan di Bursa Efek Jakarta (BEJ) antara tahun 2003-2004. Faktor-faktor tersebut antara lain ukuran perusahaan, profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, umur perusahaan dan pelaporan item-item luar biasa dan/atau kontinjensi. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa variabel ukuran perusahaan dan umur perusahaan berpengaruh terhadap penyelesaian penyajian laporan keuangan. Sedangkan variabel profitabilitas, solvabilitas, likuiditas, dan item-item luar biasa dan/atau kontinjensi tidak memiliki pengaruh terhadap penyelesaian penyajian laporan keuangan.Berikutnya Subekti dan Widiyanti (2004) mengkaji faktor-faktor profitabilitas perusahaan, ukuran perusahaan, sektor industri perusahaan, jenis pendapat akuntan publik, dan ukuran Kantor Akuntan Publik (KAP). Menggunakan sampel tahun 2001 dari perusahaan yang terdaftar di BEJ, kelima faktor tersebut berpengaruh terhadap audit lag. Hasil penelitiannya konsisten dengan hasil penelitian Hanipah (2001), Halim (2000), dan Naim (1999) (dalam Subekti dan Widiyanti).Penelitian mengenai audit lag telah dilakukan di banyak negara dengan menggunakan beragam faktor. Faktor-faktor tersebut meliputi faktor yang terkait dengan perusahaan dan faktor yang terkait dengan KAP yang secara signifikan memengaruhi audit lag. Faktor perusahaan yang umumnya diteliti yaitu ukuran perusahaan yang diukur dari total aktiva perusahaan (Ashton, Bamber & Tse, 1989; Che-Ahmad & Abidin, 2008); jenis industri (Ahmad & Kamarudin, 2003), konsentrasi kepemilikan (Bamber, Bamber & Schoderbek, 1993), keberadaan extraordinary items (Carslaw & Kaplan, 1991), pengumuman laba rugi (Bamber et al. 1993; Prabandari & Rustiana, 2007), kondisi keuangan (Bamber et al. 1993; Lai & Cheuk, 2005), afiliasi dengan perusahaan multinasional (Hossain & Taylor, 1998) dan penerimaan opini selain opini Wajar Tanpa Pengecualian (Ashton et al. 1989; Merdekawati, 2010). Sedangkan faktor yang terkait dengan KAP yang umumnya berupa ukuran Kantor Akuntan Publik (Utami, 2006), pergantian KAP (Ettredge, Li & Sun, 2005), pergantian partner (Ettredge et al. 2005), KAP tenure (Habib & Bhuiyan, 2010; Utami, 2006), partner tenure (Chi, Huang & Liao, 2004) dan spesialisasi KAP (Habib & Bhuiyan, 2010), perusahaan multinasional (Sari, 2011).Dari berbagai penelitian di atas, menimbulkan keingintahuan tentang faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap audit lag perusahaan-perusahaan di Indonesia, khususnya untuk perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Obyek penelitian ini dibatasi pada jenis industri manufaktur dan periode sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah tahun 2007 sampai tahun 2011. Alasan pemilihan industri manufaktur sebagai obyek penelitian karena industri manufaktur merupakan populasi terbesar dalam kelompok industri nonkeuangan dan memiliki operasi yang kompleks. Ashton et al. (1987) menyatakan bahwa kompleksitas operasional perusahaan cenderung memiliki hubungan positif dengan lamanya audit lag.Sepanjang pengetahuan penulis, penelitian-penelitian terdahulu mengenai audit lag memang telah banyak yang menguji faktor-faktor dari sisi perusahaan, belum banyak yang menggabungkan faktor-faktor kualitas audit yang berasal dari KAP dan faktor-faktor dari perusahaan klien. Oleh karena keterbatasan tersebut, penulis tertarik untuk meneliti apakah hasil penggabungan dari penelitian-penelitian tersebut relevan bila diterapkan pada laporan keuangan auditan tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 semua perusahaan dengan tahun tutup buku tertanggal 31 Desember 2007 yang listed di Bursa Efek Indonesia yang diberi judul FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI AUDIT LAG PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR YANG TERDAFTAR DI BEI PERIODE 2007-20111.2. Perumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas, penelitian ini hendak menguji faktor-faktor yang mempengaruhi audit lag. Factor-faktor tersebut adalah spesialisasi KAP, KAP tenure, partner tenure, ukuran KAP, profitabilitas, solvabilitas, dan perusahaan multinasional. Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini dapat dijabarkan sebagai berikut:1. Apakah spesialisasi KAP berpengaruh terhadap audit lag?2. Apakah KAP tenure berpengaruh terhadap audit lag?3. Apakah partner tenure berpengaruh terhadap audit lag?4. Apakah ukuran KAP berpengaruh terhadap audit lag?5. Apakah profitabilitas berpengaruh terhadap audit lag?6. Apakah solvabilitas berpengaruh terhadap audit lag?7. Apakah perusahaan multinasional berpengaruh terhadap audit lag?

1.3. Tujuan PenelitianBerdasarkan rumusan masalah diatas adapun tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:1. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh spesialisasi KAP terhadap audit lag.2. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh ukuran KAP terhadap audit lag.3. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh KAP tenure terhadap audit lag.4. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh partner tenure terhadap audit lag.5. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh profitabilitas terhadap audit lag.6. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh solvabilitas terhadap audit lag.7. Memperoleh bukti empiris mengenai pengaruh perusahaan multinasional terhadap audit lag.

1.4. Manfaat Penelitian1. Bagi perusahaanHasil penelitian ini dapat menjadi bahan acuan bagi perusahaan dalam upaya meningkatkan ketepatan waktu pelaporan keuangan dengan meminimalisasi faktor-faktor yang dapat memengaruhi lamanya proses pengauditan.2. Bagi KAPHasil penelitian ini dapat membantu KAP Big Four dan KAP Non Big Four untuk meningkatkan kualitas audit dan mengendalikan faktor-faktor yang dapat memengaruhi lamanya audit lag3. Bagi regulatorMembantu pemerintah dalam hal ini Bapepam-LK dan lembaga terkait lainnya dalam upaya meningkatkan efektifitas kebijakan terkait ketepatan waktu pelaporan keuangan dan lama penugasan KAP dan partner.4. Bagi penelitian selanjutnyaHasil penelitian ini dapat menjadi referensi bagi penelitian selanjutnya mengenai audit lag

.1.5. Sistematika PenulisanPenulisan ini menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:BAB IPENDAHULUAN bab ini berisi latar belakang yang mendasari dilakukannya penelitian ini. Selain itu, di bab ini juga dipaparkan perumusan masalah, tujuan dan manfaat dari penelitian ini serta sistematika penulisan.BAB IITUNJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS bab ini berisi landasan teori dan bahasan hasil-hasil penelitian sebelumnya yang sejenis, kerangka pemikiran, dan hipotesis.BAB IIIMETODE PENELITIAN bab ini berisi metode penelitian yang digunakan untuk melakukan penelitian ini, yang mencakup variabel penelitian dan definisi operasional variabel, populasi dan sampel, jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, dan metode analisis data.BAB IVANALISIS DAN PEMBAHASAN bab ini berisi uraian deskripsi objek penelitian, analisis data, dan interpretasi hasil penelitian.BAB VSIMPULAN, KETERBATASAN, DAN SARAN bab ini berisi simpulan, keterbatasan dan juga saran yang relevan dengan temuan atau hasil penelitian yang telah dilakukan.

BAB IITINJAUAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS2.1 Audit2.1.1 Pengertian AuditAudit merupakan pengumpulan dan pengevaluasian bukti untuk menentukan dan melaporkan tingkat kesesuaian antara informasi dengan kriteria yang telah ditetapkan. Selain itu, audit harus dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang yang independen dan berkompeten (Elder, Beasly & Arens, 2we008).Menurut Mulyadi (2002:9) secara umum auditing adalah suatu proses sistematis untuk memproleh dan mengevaluasi bukti secara obyektif mengenai pernyataan-pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan tingkat kesesuian antara pernyataan-pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah ditentukan, serta menyampaikan hasilnya kepada pihak yang berkepentingan.Menurut Haryono Jusup (2001:11), pengauditan adalah suatu prosses sistematis untuk mendapatkan dan mengevaluasi bukti yang berhubungan dengan asersi tentang tindakan-tindakan dan kejadian-kejadian ekonomi secara obyektif untuk menentukan tingkat kesesuaian antara asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan dan mengkomunikasikan hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.Boynton, Johnson and Kelly dalam Simbolon (2009) mendefinisikan audit sebagai suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan dan peristiwa ekonomi, dengan tujuan menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya serta penyampaian hasil kepada pihak-pihak yang berkepentingan.

2.1.2 Jenis AuditMenurut Mulyadi (2002:30) Audit dikelompokan menjadi 3 golongan yaitu: 1. Audit Laporan Keuangan (Financial Audit)Audit laporan keuangan merupakan sudit yang dilakukan oleh auditor independen atas laporan keuangan yang disajikan oleh klienya untuk menyatakan pendapat mengenai kewajaran atas laporan tersebut. Dalam audit laporan ini auditor independen mengevaluasi kewajaran laporan keuangan yang disajikan oleh menejemen secara keseluruhan dibandingkan dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku umum. Dalam pengertianya apakah laporan keuangan secara umum merupakan informasi yang dapat diverifikasi lalu telah disajikan sesuai dengan kriteria tertentu. Umumnya kriteria yang dimaksud adalah standar akuntansi yang berlaku umum seperti prinsip akuntansi yang berterima umum. Hasil audit atas laporan keuangan tersebut disajikan dalam bentuk tertulis berupa laporan audit yang kemudian dibagikan kepada para pemakai informasi keuangan.2. Audit Kepatuhan (Compliance Audit)Audit kepatuhan merupakan audit yang tujuanya untuk menentukan apakah yang diaudit sesuai dengan kondisi atau peraturan tertentu. Hasil audit kepatuhan pada umumnya dilaporkan kepada pihak yang berwenang membuat kriteria. Audit kepatuhan banyak dijumpai dalam pemerintahan. 3. Audit Operasional/Menejemen (Operasional Audit)Audit operasional merupakan pemeriksaan atas semua atau sebagian prosedur dan metode operasional organisasi untuk menilai efisiensi, efektifitas, dan ekonomisasinya. Audit operasional dapat menjadi menejemen yang efektif dan efisien untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Hasil dari audit operasional berupa rekomendasi-rekomendasi perbaikan bagi menejemen sehingga audit jenis ini lebih merupakan konsultasi menejemen. 2.1.3 Manfaat AuditMenurut Haryono Jusuf (2001:46) terdapat empat macam maanfaat dari audit yaitu :1. Akses ke pasar modalUndang-undang pasar modal mewajibkan perusahaan publik untuk diaudit laporan keuanganya agar bias didaftarkan dan menjual sahamnya di pasar modal. Tanpa laporan keuangan yang diaudit, perusahaan akan ditolak untuk melakukan akses ke pasar modal.2. Biaya modal menjadi lebih rendahPerusahaan-perusahaan kecil sering kali mengaudit laporan keuanganya dalam rangka mendapatkan kredit dari bank atau dalam upaya mendapatkan persyaratan pinjaman yang lebih menguntungkan.3. Mencegah terjadinya ketidakefisienan dan kecuranganApabila karyawan mengetahui bahwa perusahaan akan diaudit oleh auditor independen, mereka cenderung untuk lebih berhati-hati agar dapat memperkecil terjadinya penyalahgunaan aset perusahaan. Selain itu karena asersi-asersi dalam laporan keuangan atau diversifikasi, maka kemungkinan manajemen melakukan kecurangan dalam laporan keuangan akan menjadi kecil.4. Perbaikan dalam pengendalian dan operasionalBerdasarkan observasi yang dilakukan selama auditor melakukan proses audit, auditor independen seringkali dapat memberikan berbagai saran untuk memperbaikin pengendalian intern dan mencapai efisiensi operasional yang lebih besar dalam organisasi klien. Manfaat ekonomis biasanya lebih dirasakan oleh perushaan kecil dan menengah.2.1.4 Proses AuditMenurut Elder et al. (2008), proses audit dilakukan dalam 4 tahap, yaitu:1. Merencanakan dan merancang pendekatan audit.Terdapat tiga aspek penting dalam tahapan ini yaitu (1) memperoleh pemahaman atas entitas terkait dan lingkungannya, (2) memahami pengendalian internal dan melakukan penilaian risiko pengendalian dan (3) melakukan penilaian salah saji material.

2. Melakukan uji kontrol dan uji substantif atas transaksi.Uji kontrol dilakukan untuk menilai tingkat efektifitas sistem pengendalian internal dari perusahaan klien. Sedangkan uji substantif atas transaksi dilakukan untuk menilai pencatatan transaksi yang dilakukan perusahaan klien dengan memverifikasi sejumlah transaksi.3. Melakukan prosedur analitis dan uji rincian saldo.Prosedur analitis merupakan penggunaan perbandingan dan hubungan untuk menilai tingkat kewajaran saldo atau data-data lainnya. Sedangkan uji rincian saldo merupakan prosedur untuk menguji salah saji moneter dalam penyajian saldo akhir di laporan keuangan. 4. Melengkapi proses audit dan menerbitkan laporan audit.Auditor menggabungkan seluruh informasi yang dikumpulkan untuk mencapai kesimpulan apakah laporan keuangan perusahaan klien disajikan secara wajar. Ketika proses audit selesai, Kantor Akuntan Publik (KAP) akan mengeluarkan laporan audit.2.1.5 Pengertian dan Jenis AuditorMenurut Mulyadi (2002:26) auditor dapat didefinisikan sebagai orang, badan atau tim yang melaksanakan kegiatan audit dengan mempunyai kualifikasi tertentu, misalnya auditor harus merupakan seorang akuntan. Mulyadi juga menyebutkan bahwa orang atau kelompok yang melaksanakan audit dapat dibedakan menjadi tiga golongan :1. Auditor InternAuditor intern adalah auchteer yang bekerja dalam perusahaan negara maupun swasta) yang tugas pokoknya adalah menentukan apakah kebijakan dan prosedur yang ditetapkan oleh manajemen puncak telah dipatuhi, menentukan baik atau tidaknya penjagaan terhadap kekayaan organisasi, serta menentukan keandalan informasi yang dihasilkan oleh berbagai bagian organisasi.

2. Auditor PemerintahAuditor pemerintah adalah auditor profesional yang bekerja di instansi pemerintah yang tugas pokoknya melakukan audit atas pertanggungjawaban yang ditujukan kepada pemerintah.3. Auditor IndependenAuditor independen adalah auditor profesional yang menyediakan jasanya kepada masyarakat umum, terutama dalam bidang audit atas laporan keuangan yang dibuat oleh kliennya. Audit tersebut ditujukan untuk memenuhi kebutuhan para pemakai informasi keuangan, seperti kreditur, investor, calon investor dan instansi pemerintah.2.2 Standar AuditBerdasarkan SPAP standar Auditing adalah sepuluh standar yang ditetapkan dan disahkan oleh IAPI, yang terdiri dari standar umum, standar pekerjaan lapangan, dan standar pelaporan beserta interpretasinya. Standar auditing merupakan pedoman audit atas laporan keuangan historis. Standar auditing terdiri atas sepuluh standar dan dirinci dalam bentuk Pernyataan Standar Auditing (PSA). Dengan demikian PSA merupakan penjabaran lebih lanjut masing-masing standar yang tercantum di dalam standar auditing.1. Standar Umuma. Audit harus dilaksanakan oleh seseorang atau lebih yang memiliki keahlian dan pelatihan tehnis yang cukup sebagai auditor.b. Dalam semua hal yang berhubungan dengan perikatan, independensi dalam sikap mental harus dipertahankan oleh auditor.c. Dalam pelaksanaan audit dan penyusunan laporanya, auditor wajib menggunakan kemahiran profesionalnya dengan cermat dan seksama.2. Standar Pekerjaan Lapangana. Pekerjaan harus direncanakan sebaik-baiknya, dan jika digunakan asisten harus disupervisi dengan semestinya.b. Pemahaman memadai atas pengendalian intern harus diperoleh untuk merencanakan audit dan menentukan sifat, saat, dan lingkup pengujian yang akan dilakukan.c. Bukti audit kompeten yang cukup harus diperoleh melalui inspeksi, pengamatan, permintaan, keterangan, dan konfirmasi sebagai dasar memadai untuk menyatakan pendapat atas laporan keuangan yang diaudit. 3. Standar Pelaporana. Laporan audit harus menyatakan apakah laporan keuangan telah disusun sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia.b. Laporan auditor harus menunjukkan atau menyatakan, jika ada, ketidakkonsistenan penerapan prinsip akuntansi dalam penyusunan laporan keuangan periode berjalan dibandingkan dengan penerapan prinsip akuntansi tersebut dalam periode sebelumnya.c. Pengungkapan informatif dalam laporan keuangan harus dipandang memadai, kecuali dinyatakan lain dalam laporan auditor.d. Laporan auditor harus memuat suatu pernyataan pendapat mengenai laporan keuangan secara keseluruhan atau suatu asersi bahwa pernyataan demikian tidak dapat diberikan. Jika pendapat secara keseluruhan tidak dapat diberikan, maka alasannya harus dinyatakan. Dalam hal nama auditor dikaitkan dengan laporan keuangan, maka laporan auditor harus memuat petunjuk yang jelas mengenai sifat pekerjaan audit yang dilaksanakan, jika ada, dan tingkat tanggung jawab yang dipikul oleh auditor.

2.3 Regulasi Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Auditan Regulasi untuk menyampaikan laporan keuangan auditan di Indonesia diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, dan Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam-LK) Nomor: KEP-36/PM/2003 tentang Kewajiban Penyampaian Laporan Keuangan Berkala. Undang-Undang (UU) No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT) Pasal 68 mengatur mengenai kewajiban direksi untuk menyerahkan laporan keuangan perseroan kepada akuntan publik untuk diaudit apabila:1. Kegiatan usaha Perseroan adalah menghimpun dan/atau mengelola dana masyarakat;2. Perseroan menerbitkan surat pengakuan utang kepada masyarakat;3. Perseroan merupakan Perseroan Terbuka;4. Perseroan merupakan Persero;5. Perseroan mempunyai aset dan/atau jumlah peredaran usaha dengan jumlah nilai paling sedikit Rp 50.000.000.000,- (lima puluh miliar rupiah); atau6. Diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan.Laporan keuangan auditan tersebut disampaikan secara tertulis oleh direksi dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Apabila kewajiban audit atas laporan keuangan perusahaan oleh akuntan publik tidak dipenuhi, maka laporan keuangan tersebut tidak dapat disahkan oleh RUPS. Setelah memperoleh pengesahan RUPS, laporan keuangan dapat dipublikasikan melalui surat kabar.UU No. 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mengatur perusahaan publik wajib menyampaikan laporan berkala dan laporan insidental lainnya kepada Bapepam-LK. Lampiran Keputusan Ketua Bapepam-LK Nomor: KEP-36/PM/2003 menyatakan bahwa setiap emiten dan perusahaan publik yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) wajib menyampaikan laporan keuangan berkala, yaitu laporan keuangan tahunan dan laporan keuangan kuartalan. Laporan keuangan tahunan harus disertai dengan laporan akuntan publik dengan pendapat yang lazim dan disampaikan kepada Bapepam-LK selambat-lambatnya pada akhir bulan ketiga (90 hari) setelah tanggal laporan keuangan tahunan.2.4 Audit LagAudit lag adalah interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai dengan tanggal penandatanganan laporan audit (Dyer & Mc Hugh, 1975; McGee, 2009; Khasharmeh & Aljifri, 2010; Rachmawati, 2008; Al-Ajmi, 2008; dan Perdhana, 2009). Menurut Lawrence dan Briyan (1988) audit lag adalah lamanya hari yang dibutuhkan auditor untuk menyelesaikan pekerjaan auditnya, yang diukur dari tanggal penutupan tahun buku hingga tanggal diterbitkannya laporan keuangan audit.Lamanya waktu penyelesaian audit dapat mempengaruhi ketepatan waktu informasi tersebut untuk dipublikasikan sehingga berdampak pada reaksi pasar terhadap keterlambatan informasi dan mempengaruhi tingkat ketidakpastian keputusan yang didasarkan pada informasi yang dipublikasikan. Untuk melihat ketepatan waktu biasanya suatu penelitian melihat keterlambatan (lag).Dyer dan Mchugh dalam Respati (2004) menggunakan tiga kriteria keterlambatan dalam penelitiannya: 1. Preleminary lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai penerimaan laporan akhir preliminary oleh bursa; 2. Auditors report lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal laporan auditor ditandatangani; 3. Total lag : interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai tanggal penerimaan laporan dipublikasikan di bursa. Audit delay juga dikenal dengan istilah audit report lag.

2.5. Spesialisasi KAPSalah satu dimensi kualitas audit yang mendiferensiasikan KAP berkualitas tinggi adalah tingkat spesialisasi industri yang dimiliki KAP tersebut (Habib & Bhuiyan, 2010). Casterella, Francis, Lewis and Walker (2004) mendefinisikan spesialisasi industri sebagai strategi diferensiasi yang bertujuan untuk memperoleh daya saing terhadap KAP non spesialis. KAP yang memiliki spesialisasi industri mampu membagi biaya pelatihan terkait industri tertentu terhadap klien yang lebih banyak dan menghasilkan skala ekonomis yang tidak mudah diduplikasi oleh KAP non spesialis (Mayhew & Wilkins, 2003). Selain itu, spesialisasi industri yang dimiliki oleh KAP mempunyai dampak positif karena dapat meningkatkan audit fee (Francis & Stokes, 1986).Spesialisasi industri didefinisikan dalam ukuran pangsa pasar KAP (Francis Reichelt and Wang, 2005). KAP disebut sebagai spesialis dalam sebuah industri jika KAP tersebut memiliki porsi terbesar dari total aset seluruh industri (Mayhew & Wilkins, 2003). Hasil penelitian Habib and Bhuiyan (2010) menyatakan bahwa KAP yang memiliki spesialisasi industri mampu menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan dengan KAP non spesialis dengan adanya pengetahuan terkait industri tertentu. Dengan adanya pengetahuan tersebut KAP dapat lebih memahami sistem pelaporan keuangan klien dan menyelesaikan isu-isu akuntansi yang kompleks dalam waktu yang relatif lebih cepat. 2.6. Audit TenureDalam penelitian ini digunakan dua ukuran untuk menguji pengaruh audit tenure terhadap audit lag, yaitu KAP tenure dan partner tenure. Dua ukuran ini digunakan karena penelitian sebelumnya baru menguji hubungan antara audit tenure pada level KAP terhadap audit lag (Habib & Bhuiyan, 2010; Halim, 2000 dan Utami, 2006)2.6.1. KAP TenureMyers, Myers and Omer (2003) mendefinisikan KAP tenure sebagai lamanya sebuah KAP dipertahankan oleh perusahaan. Sedangkan Habib dan Bhuiyan (2010) mengartikan audit tenure sebagai jumlah lamanya suatu perusahaan diaudit oleh sebuah KAP. Di Indonesia, KAP tenure dibatasi maksimal sampai dengan 6 tahun buku sesuai dengan PMK No.17/PMK.01/2008. Jasa audit umum atas laporan keuangan dapat diberikan kembali kepada klien yang sama melalui KAP setelah 1 (satu) tahun buku. Pembatasan ini dimaksudkan agar KAP tidak terlalu dekat dengan klien sehingga dapat mencegah terjadinya skandal akuntansi. Chi, et al. (2004) menyatakan bahwa pengetahuan terkait klien tertentu yang diperoleh selama proses audit membantu meningkatkan pemahaman dan meningkatkan kemampuan mengidentifikasi dan mengevaluasi risiko. Selain itu, Geiger and Raghunandan (2002) menemukan bahwa KAP menjadi lebih efisien dalam pengumpulan dan evaluasi bukti audit saat tenure meningkat. (Gul, Jaggi & Krishnan, 2007; Myers et al. 2003) juga menemukan bukti bahwa KAP tenure mempengaruhi kualitas pelaporan keuangan.Hasil penelitian Ashton et al. (1987) dan Utami (2006) menemukan bahwa semakin lama menjadi klien KAP, semakin pendek audit lag. Hal ini dikarenakan KAP tidak perlu lagi memahami karakteristik perusahaan, sistem pengendalian internal perusahaan, dan sebagainya. Hasil ini berbeda dengan yang ditemukan Halim (2000) yaitu semakin lama menjadi klien KAP maka semakin lama audit lag. 2.6.2. Partner TenurePartner menurut PMK No.17/PMK.01/2008 adalah akuntan publik atau seseorang yang bertindak sebagai sekutu pada KAP berbentuk usaha persekutuan. Partner dapat memberikan jasa audit dan jasa lainnya yang berkaitan dengan akuntansi, keuangan, manajemen, kompilasi, perpajakan, dan konsultasi sesuai dengan kompetensi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.Chi et al. (2004) mendefinisikan partner tenure sebagai jumlah lamanya tahun dimana terjadi hubungan antara klien dengan partner. Di Indonesia, jangka waktu pemberian jasa audit oleh seorang partner dibatasi maksimal 3 (tiga) tahun. Partner dapat menerima kembali penugasan audit umum untuk klien setelah 1 (satu) tahun buku tidak memberikan jasa audit umum atas laporan keuangan klien tersebut.2.7. Ukuran KAPKAP di dunia internasional diklasifikasikan menjadi dua kelompok, yaitu Big Four dan Non Big Four. Big Four adalah empat KAP terbesar di dunia yang memiliki kantor di berbagai negara atau berafiliasi dengan KAP lokal di suatu negara. KAP Big Four terdiri dari PricewaterhouseCoopers (PwC), Deloitte Touche Tohmatsu (DTT), Ernst and Young (EY), dan Klynveld Peat Marwick Goerdeler (KPMG). KAP di Indonesia yang berafiliasi dengan KAP Big Four adalah:1. KAP Tanudiredja, Wibisana dan Rekan berafiliasi dengan PwC.2. KAP Osman Bing Satrio dan Rekan berafiliasi dengan DTT.3. KAP Purwantono, Sarwoko dan Sandjaja berafiliasi dengan EY.4. KAP Sidharta dan Widjaja berafiliasi dengan KPMG.Hossain and Taylor (1998) menyatakan bahwa KAP yang berafiliasi dengan KAP internasional memiliki insentif yang lebih kuat untuk menyelesaikan audit lebih cepat dalam rangka mempertahankan reputasi mereka. Selain itu, KAP yang besar dan terkenal memiliki sumber daya manusia yang lebih banyak daripada KAP yang lebih kecil sehingga KAP besar cenderung dapat menyelesaikan audit dengan lebih cepat. Ahmad and Kamarudin (2003) menjelaskan bahwa KAP besar lebih mampu melaksanakan audit secara lebih efektif dan efisien serta memiliki fleksibilitas dalam menjadwal pelaksanaan audit sehingga audit dapat diselesaikan dengan tepat waktu. Ashton et al. (1987) berargumen bahwa KAP besar akan menyelesaikan audit dengan lebih tepat waktu karena mereka lebih berpengalaman sehingga dapat melaksanakan audit dengan lebih efisien. Selain itu, KAP internasional cenderung lebih efisien dalam pelaksanaan audit karena mereka menggunakan teknologi audit yang lebih superior (Ponte, Rodriguez & Dominguez, 2005).Al-Ajmi (2008) menyatakan bahwa pengguna laporan keuangan perusahaan memperhitungkan ketepatan waktu sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas audit. KAP besar memiliki kualitas audit yang lebih tinggi karena adanya pengawasan yang lebih tinggi dan memiliki sumber daya yang lebih banyak, qualified, dan independen. 2.8. ProfitabilitasMenurut Hanafi dan Halim (1996) Profitabilitas adalah ukuran mengenai kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan selama periode tertentu. Dalam Supranoto (1990) Profitabilitas adalah kemampuan suatu kesatuan usaha (entity) untuk memperoleh laba. Profitabilitas menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk menghasilkan keuntungan, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun modal saham tertentu. Profitabilitas perusahaan dilihat dari net profit (laba/rugi bersih sesudah pajak). Jika perusahaan mengumumkan rugi atau tingkat profitabilitas rendah, akan membawa reaksi negatif dari pasar dengan menurunnya penilaian atas kinerja perusahaan.Dengan menggunakan Return on Asset (ROA) yaitu perbandingan antara jumlah laba yang dihasilkan terhadap asset yang digunakan, sehingga menunjukan sejumlah perusahaan mampu untuk menghasilkan laba dari sumber daya ( aset ) yang dimiliki. Dengan demikian kemungkinan Profitabilitas yang diukur dengan Return on Asset dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit.2.9. SolvabilitasMenurut Supranoto (1990:198) solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangnya pada saat jaruh tempo. Analisis solvabilitas difokuskan terutama pada reaksi dalam neraca yang menunjukan kemampuan untuk melunasi utang lancar dan utang tidak lancar.Solvabilitas merupakan kemampuan suatu perusahaan untuk membayar semua hutang-hutangnya baik jangka pendek maupun jangka panjang. Tingginya rasio debt to equity mencerminkan tingginya resiko keuangan perusahaan. Dengan kata lain tingginya resiko ini menunjukkan adanya kemungkinan bahwa perusahaan tersebut tidak bisa melunasi kewajiban atau hutangnya baik berupa pokok maupun bunga. Resiko perusahaan yang tinggi mengindikasikan bahwa perusahaan mengalami kesulitan keuangan.Alasan yang dapat mendukung hubungan antara rasio debt to equity adalah pertama, bahwa rasio debt to equity mengindikasikan kesehatan dari perusahaan. Proporsi rasio debt to equity yang tinggi akan meningkatkan kegagalan perusahaan sehingga auditor akan meningkatkan perhatian bahwa ada kemungkinan laporan keuangan kurang dapat dipercaya. Kedua, mengaudit hutang memerlukan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan mengaudit modal. Biasanya mengaudit utang lebih melibatkan banyak staf dan lebih rumit dibandingkan mengaudit modal. Dengan demikian solvabilitas yang di ukur dengan rasio debt to equity dapat mempengaruhi waktu penyelesaian audit.2.10. Perusahaan MultinasionalPerusahaan multinasional merupakan perusahaan internasional/multinasional yang memiliki saham lebih dari 50 persen pada anak perusahaan (cabang) yang beroperasi di Indonesia. Perusahaan yang memiliki persentase kepemilikan modal pada anak perusahaan lebih dari 50% atau memiliki pengendalian atas anak perusahaan wajib menyajikan laporan keuangan konsolidasi (IAI, 2007; BAPEPAM, 2000). 2.11. Perumusan Hipotesis2.11.1. Spesialisasi KAP dan Audit LagHabib dan Bhuiyan (2010) melakukan penelitian tentang audit lag terhadap perusahaan-perusahaan yang terdaftar di New Zealand Stock Exchange dan New Zealand Alternative Market (NZAX) periode tahun 2004 sampai tahun 2008. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 502 perusahaan. Penelitian tersebut menguji hubungan antara audit lag dengan spesialisasi KAP. Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa audit lag cenderung lebih pendek bagi perusahaan yang diaudit oleh KAP yang memiliki spesialisasi industri. KAP yang memiliki spesialisasi industri mampu membagi biaya pelatihan terkait industri tertentu terhadap klien yang lebih banyak dan menghasilkan skala ekonomis yang tidak mudah diduplikasi oleh KAP non spesialis (Mayhew & Wilkins, 2003). Motivasi KAP untuk menjadi spesialis adalah adanya penekanan pemahaman industri klien seperti yang dinyatakan dalam standar umum audit.Hasil penelitian Habib and Bhuiyan (2010) menyatakan bahwa KAP yang memiliki spesialisasi industri mampu menyelesaikan audit lebih cepat dibandingkan dengan KAP non spesialis dengan adanya pengetahuan terkait industri tertentu. Dengan adanya pengetahuan tersebut KAP yang memiliki spesialisasi industri dapat lebih memahami sistem pelaporan keuangan klien dan menyelesaikan isu-isu akuntansi yang kompleks dalam waktu yang relatif lebih cepat. Dengan demikian KAP yang memiliki spesialisasi industri dapat menyelesaikan laporan audit lebih cepat dan menghasilkan audit lag yang lebih pendek.Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh spesialisasi KAP terhadap audit lag, maka disusun hipotesis sebagai berikut:Hipotesis 1:Perusahaan yang diaudit oleh KAP spesialis memiliki audit lag yang lebih pendek dibandingkan perusahaan yang diaudit KAP non spesialis.

2.11.2. Audit Tenure2.12.2.1 KAP Tenure dan Audit LagHasil penelitian Habib and Bhuiyan (2010) menyatakan bahwa KAP tenure memiliki pengaruh signifikan terhadap lamanya audit lag. Habib dan Bhuiyan (2010) menemukan bukti bahwa semakin pendek KAP tenure, lamanya audit lag akan meningkat. KAP tenure yang pendek menyebabkan audit lag meningkat karena KAP belum familiar dengan sistem akuntansi dan karakteristik klien sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang lebih banyak untuk menyelesaikan audit. Chi et al. (2004) menemukan bahwa KAP tenure yang pendek menghasilkan kualitas audit yang rendah. Namun dilihat dari definisi kualitas audit menurut De Angelo (1981) yang dilihat dari sisi independensi, KAP tenure yang pendek menjadikan kualitas audit lebih baik karena KAP lebih independen saat hubungan KAP-klien yang belum lama. Ghosh and Moon (2005) menemukan bukti bahwa semakin panjang KAP tenure akan mendorong kualitas laba yang lebih baik, dimana kualitas laba dijadikan proksi kualitas audit. Kondisi tersebut dikarenakan KAP sudah memahami klien dengan baik sehingga mampu mendeteksi salah saji. Dengan pemahaman yang lebih baik, KAP juga dapat menyelesaikan audit dengan lebih cepat. Di sisi lain, KAP tenure yang lama berpotensi menyebabkan KAP dapat mengkompromikan sistem akuntansi yang dilakukan klien apabila klien tersebut merupakan aset penting bagi KAP yang perlu dipertahankan. Kondisi tersebut menjadikan KAP kurang independen dan kualitas audit yang dihasilkan lebih rendah. Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh KAP tenure terhadap audit lag, maka disusun hipotesis sebagai berikut:Hipotesis 2a:KAP tenure berpengaruh terhadap audit lag.2.12.2.2 Partner Tenure dan Audit LagChen et al. (2004) menemukan bahwa lamanya partner tenure tidak menyebabkan kualitas laba yang semakin rendah. Namun, Turner, Mock and Manry (2008) menemukan bukti bahwa ketika partner tenure meningkat, kualitas audit juga akan ikut meningkat. Hal ini dikarenakan tenure yang semakin panjang memungkinkan partner untuk semakin memahami sistem akuntansi dan karakteristik klien sehingga kualitas audit yang dihasilkan semakin baik. Offerman (2007) menemukan bahwa partner mampu menemukan kesalahan dan salah saji ketika sudah memahami klien dengan baik. Dengan demikian, partner tenure yang semakin panjang akan mendorong penyelesaian laporan audit yang lebih cepat. Sedangkan hasil penelitian Carey and Simnett (2006) menunjukkan bahwa partner tenure yang semakin lama berhubungan dengan semakin rendahnya kemauan partner mengeluarkan opini going concern sehingga mengurangi independensi dan kualitas audit.Partner tenure yang pendek menyebabkan audit lag yang lebih panjang karena partner membutuhkan waktu untuk memahami klien. Selain itu, ketika menjalani masa penugasan, partner harus mempelajari praktek bisnis, operasi dan sistem pelaporan keuangan klien yang membutuhkan usaha lebih (Flanigan, 2002). Kualitas audit yang dihasilkan dalam kondisi tersebut masih rendah karena partner belum dapat memahami sepenuhnya karakteristik klien, sehingga belum dapat mendeteksi salah saji. Kualitas audit yang dihasilkan pada saat partner tenure pendek lebih tinggi dibanding tenure panjang jika dilihat dari definisi kualitas audit menurut De Angelo (1981) yang dikaitkan dengan tingkat independensi.Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh partner tenure terhadap audit lag, maka disusun hipotesis sebagai berikut:Hipotesis 2b:Partner tenure berpengaruh terhadap audit lag.2.11.3. Ukuran KAP dan Audit LagCarslaw and Kaplan (1991), Hossain and Taylor (1998) dan Merdekawati (2010) tidak berhasil menemukan bukti bahwa ukuran KAP mempengaruhi audit lag. Sedangkan, penelitian Ahmad and Kamarudin (2003), Rachmawati (2008), Perdhana (2009) dan Khasharmeh and Aljifri (2010) menemukan bahwa perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four memiliki audit lag yang lebih pendek. Hal ini disebabkan KAP Big Four mampu melaksanakan audit yang lebih efisien dan efektif dibandingkan KAP yang lebih kecil serta memiliki fleksibilitas dalam menjadwal pelaksanaan audit sehingga audit dapat diselesaikan dengan lebih tepat waktu (Ahmad & Kamarudin, 2003). Di sisi lain diasumsikan bahwa KAP Big Four memiliki afiliasi dengan KAP internasional sehingga mempunyai insentif kuat untuk menyelesaikan audit tepat waktu untuk mempertahankan reputasi.Ashton et al. (1987) berargumen bahwa KAP Big Four akan menyelesaikan audit lebih tepat waktu karena lebih berpengalaman sehingga dapat melaksanakan audit dengan lebih efisien. KAP internasional cenderung lebih efisien dalam pelaksanaan audit karena mereka menggunakan teknologi audit yang lebih superior (Ponte et al., 2005). Al-Ajmi (2008) menyatakan bahwa pengguna laporan keuangan perusahaan memperhitungkan ketepatan waktu sebagai salah satu faktor yang menentukan kualitas audit. KAP Big Four memiliki kualitas audit yang lebih tinggi karena adanya pengawasan yang lebih tinggi dan memiliki sumber daya yang lebih banyak, qualified, dan independen. Owusu-Ansah (2000) menyatakan bahwa perusahaan melaporkan laporan keuangannya dengan lebih tepat waktu jika perusahaan tersebut di audit oleh salah satu dari KAP Big Four.Berdasarkan teori dan penelitian sebelumnya mengenai pengaruh ukuran KAP terhadap audit lag, maka diajukan:Hipotesis 3:Perusahaan yang diaudit KAP Big Four memiliki audit lag yang lebih pendek dibandingkan perusahaan yang diaudit KAP Non Big Four.2.11.4. Profitabilitas dan Audit LagProfitabilitas diukur dengan menggunakan Return on Assets (ROA). Penelitian terdahulu mengenai pengaruh profitabilitas terhadap audit lag oleh Dyer and McHugh (1975), Carslaw and Kaplan (1991), Ahmad and Kamarudin (2003), Prabandari and Rustiana (2007), dan Khasharmeh and Aljifri (2010) menatakan bahwa perusahaan dengan tingkat profitabilitas tinggi memiliki audit lag yang rendah. Sedangkan Carslaw and Kaplan (1991) menyatakan bahwa perusahaan yang memiliki tingkat profitabilitas tinggi membutuhkan waktu audit yang lebih cepat untuk menyampaikan kabar baik kepada publik. KAP yang menghadapi perusahaan yang mengalami kerugian cenderung lebih berhati-hati dalam melakukan audit yang memungkinkan proses audit menjadi lebih lama. Diharapkan terdapat pengaruh negatif antara profitabilitas terhadap lamanya audit lag.Hipotesis 4:Tingkat profitabilitas yang tinggi memiliki memiliki audit lag yang lebih rendah.

2.11.5. Solvabilitas dan Audit LagDalam penelitian ini, solvabilitas diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) yang menggambarkan proporsi utang dibandingkan ekuitas dalam struktur modal perusahaan. Pengaruh negatif tingkat utang yang tinggi terhadap audit lag telah dibuktikan oleh Abdulla (1996) dan Khasharmeh and Aljifri (2010). Hal ini dikarenakan perusahaan dengan solvabilitas tinggi harus segera menyampaikan laporan keuangan auditan kepada kreditur dan menyampaikan laporan tersebut kepada publik. Diharapkan terdapat hubungan negatif antara solvabilitas (DER) terhadap audit lag.Hipotesis 5:Tingkat solvabilitas yang tinggi memiliki memiliki audit lag yang lebih rendah.2.11.6 Perusahaan Multinasional Perusahaan multinasional pada umumnya cenderung menyelesaikan proses audit lebih cepat dibandingkan dengan perusahaan domestic. Hal ini dikarenakan anak perusahaan multinasional harus secepatnya menyiapkan laporan untuk tujuan konsolidasi. Selain itu, saham perusahaan multinasional termasuk saham yang terjual habis di pasar (blue chips), sehingga anak perusahaan termotivasi untuk mengkomunikasikan informasi lebih cepat kepada publik dibandingkan perusahaan domestik. Hossain dan Taylor (1998) dan Haron et al (2006) berhasil menemukan bukti empiris hubungan yang signifikan antara anak perusahaan multinasional dengan audit delay memerlukan waktu audit yang lebih lama karena lingkup audit menjadi lebih luas untuk induk perusahaan. Hipotesis 6:Perusahaan multinasional memiliki audit lag yang lebih pendek dibandingkan dengan perusahaan domestic.

2.12 Kerangka PemikiranKualitas Audit: Spesialisasi KAP KAP Tenure PartnerTenure Ukuran KAP Profitabilitas Solvabilitas Ukuran Perusahaan Perusahaan Multinasional

Audit Lag

Gambar 3.1. Kerangka PemikiranGambar 3.1 menjelaskan kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB IIIMETODE PENELITIAN3.1. Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia (BEI). Perusahaan manufaktur dipilih sebagai obyek penelitian karena memiliki populasi terbesar dalam kelompok industri nonkeuangan.Perusahaan yang dipilih sebagai sampel harus memiliki data berturut-turut pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 (balanced panel). Pemilihan sampel dilakukan dengan metode purposive sampling, yaitu pemilihan sampel berdasarkan kriteria yang telah ditentukan, yaitu sebagai berikut:1. Perusahaan harus terdaftar (listed) di BEI sejak 1 Januari 2007 sampai dengan 31 Desember 2011.2. Perusahaan memiliki laporan keuangan secara lengkap selama tahun 2007 sampai tahun 2011 dan mempublikasikan laporan keuangannya di website BEI.3. Perusahaan menyajikan laporan keuangan dalam mata uang Rupiah.4. Perusahaan harus menyajikan laporan auditor independen dalam laporan keuangannya 5. Perusahaan memiliki periode laporan keuangan yang berakhir pada 31 Desember.Berdasarkan pemilihan sampel dengan menggunakan kriteria purposive sampling, diperoleh sebanyak 236 sampel firm years. Dengan demikian data yang akan digunakan dalam penelitian ini berjumlah 236 firm years untuk tahun 2007-2011. Penjelasan mengenai rincian pemilihan sampel penelitian dapat dilihat pada tabel 3.1

Tabel 3.1KriteriaJumlah

Perusahaan terdaftar di BEI tahun 2007132

Perusahaan tidak menyajikan laporan keuangan secara lengkap berturut-turut dari tahun 2007 sampai tahun 2011(52)

Perusahaan tidak menyajikan laporan auditor dalam laporan keuangan(3)

Laporan keuangan memiliki akhir periode selain 31 DesemberPerusahaan menyajikan laporan keuangan dalam mata uang asing0(8)

Jumlah Sampel Terpilih69

Rincian Pemilihan Sampel Penelitian

3.2. Jenis dan Sumber DataJenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari laporan keuangan auditan perusahaan manufaktur dan data-data perusahaan di Indonesian Capital Market Directory (ICMD). Laporan keuangan auditan tersebut berada dalam periode tahun 2007 sampai tahun 2011 yang telah dipublikasikan secara lengkap di BEI.3.3. Definisi Operasional VariabelVariabel penelitian ini dibagi menjadi tiga yaitu variabel independen, variabel dependen dan variabel kontrol Variabel independen dalam penelitian ini adalah spesialisasi KAP, partner tenure, KAP tenure dan ukuran KAP. Audit lag menjadi variabel dependen dan profitabilitas, solvabilitas dan ukuran perusahaan menjadi variabel kontrol.

3.3.1 Variabel DependenAudit lag adalah interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai dengan tanggal penandatanganan laporan audit (McGee, 2007; Tanyi et al, 2010; Rachmawati, 2008; Al-Ajmi, 2008; Habib & Bhuiyan, 2010; Perdhana, 2009 dan Merdekawati, 2010). Dalam penelitian ini, audit lag diukur dengan jumlah hari antara tanggal berakhirnya periode laporan keuangan dengan tanggal penandatangan laporan audit.Jika terdapat kejadian setelah penandatanganan laporan audit yang memengaruhi laporan keuangan secara signifikan, dimungkinkan muncul dual-dated audit report yaitu laporan audit yang menggunakan dua tanggal, yaitu tanggal penyelesaian field work kecuali untuk kejadian tersebut dan tanggal penyelesaian pemeriksaan kejadian itu (Elder et al. 2008). Jika ditemukan dual-dated audit report dalam penelitian ini, maka tanggal yang digunakan adalah tanggal terakhir.3.3.2 Variabel Independen3.3.2.1 Spesialisasi KAPPenelitian sebelumnya mengukur spesialisasi dengan jumlah total asset atau total pendapatan perusahaan yang diaudit (Balsam et al. 2003, Behn et al. 2008). Dalam penelitian ini menggunakan pengukuran yang dilakukan oleh Knechel et al. (2007) yang menggunakan batas ambang spesialisasi industri 30 persen untuk meyakinkan bahwa The Big 4 diklasifikasikan sebagai spesialisasi industri.Spesialisasi auditor diukur dengan menggunakan variabel dummy, diberi nilai 1 jika KAP tersebut memiliki pangsa pasar paling sedikit 30% dan diberi nilai 0 jika auditor memiliki pangsa pasar kurang dari 30% (Knechel, Naiker and Pacheco., 2007). Penghitungan pangsa pasar mengikuti Romanus, Maher and Fleming (2008) yang dirumuskan sebagai berikut: ik (1)

3.3.2.2 Audit TenureAudit tenure dibagi menjadi dua yaitu:1. KAP tenure, diukur dari jumlah tahun lamanya menjadi auditor suatu perusahaan dihitung selama periode penelitian yaitu dihitung dari tahun 2007 sampai tahun 2011.2. Partner tenure, diukur dari jumlah tahun lamanya menjadi partner audit suatu perusahaan dihitung selama periode penelitian yaitu dihitung dari tahun 2006 sampai tahun 2010.3.3.2.3 Ukuran KAPVariabel ukuran KAP diukur secara dengan mengelompokkan KAP menjadi KAP Big Four dan KAP Non Big Four. Perusahaan yang diaudit oleh KAP Big Four diberi nilai 1, lainnya diberi nilai 0.3.3.2.4 ProfitabilitasProfitabilitas, diukur dengan Return on Assets (ROA) yaitu perbandingan laba bersih terhadap total aktiva. ROA dirumuskan sebagai berikut: Return On Assets (ROA) = Earnings before Interests and Taxes (2) Total Assets3.3.2.5 SlovabilitasSolvabilitas, diukur dengan Debt to Equity Ratio (DER) yaitu perbandingan antara total hutang terhadap total ekuitas perusahaan. DER dirumuskan sebagai berikut:Debt to Equity Ratio (DER) = Total Debt (3) Total Equity

3.3.2.6 Perusahaan MultinasionalPerusahaan multinasional, diproksikan dengan variabel dummy. Jika perusahaan dimiliki perusahaan asing dengan kepemilikan lebih dari 50 persen, diberi nilai 1, dan sebaliknya diberi nilai 0.3.4. Uji Asumsi KlasikSebelum melakukan uji hipotesis, pengujian beberapa asumsi klasik akan dilakukan. Uji statistik regresi berganda dikatakan model yang baik jika model tersebut terbebas dari asumsi-asumsi klasik statistik antara lain uji normalitas, uji autokorelasi, heteroskedastisitas dan multikolinearitas.3.4.1. Uji NormalitasPengujian normalitas bertujuan untuk melihat apakah variabel dependen dan variabel independen dalam model regresi membentuk distribusi normal. Model regresi yang baik adalah yang memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Untuk melihat normalitas data dapat dilakukan dengan melakukan metode one-sample Kolmogorov-Smirnov Test.Konsep dasar dari uji normalitas Kolmogorov-Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data yang akan diuji normalitasnya dengan distribusi normal baku. Jika hasil pengujian nilai Asymp. Sig. (2-tailed) menunjukkan angka kurang dari =0.05, dimana merupakan tingkat signifikansi, berarti terdapat perbedaan yang signifikan dan dapat disimpulkan distribusi data tidak normal. Sebaliknya jika nilai Asymp. Sig. (2-tailed) lebih dari =0,05 maka tidak terjadi perbedaan yang signifikan dan dapat disimpulkan data terdistribusi normal.Selain itu juga akan uji normalitas juga akan dilakukan dengan melihat histogram dan grafik P-P Plot. Jika pada histogram nilai rata-rata residual mendekati 0 dan varian mendekati 1, maka data telah membentuk distribusi normal. Jika pada grafik P-P Plot pola sebaran titik data berada di sekitar garis diagonal dan searah dengan garis diagonal tersebut, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.3.4.2. Uji AutokorelasiPengujian autokorelasi digunakan untuk menguji apakah dalam sebuah model regresi linier terdapat korelasi antara residual factor pada periode t dengan kesalahan pada periode t-1. Autokorelasi yang kuat dapat menyebabkan dua variabel yang tidak berhubungan menjadi berhubungan. Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dapat dilakukan dengan uji Durbin Waston (DW), yaitu jika nilai statistik DW terletak antara dU dan (4 dU), berarti bebas dari autokorelasi. Jika nilai DW lebih kecil dari dL atau DW lebih besar dari (4 dL) berarti terdapat autokorelasi. Nilai dL dan dU dapat dilihat pada tabel Durbin Watson3.4.3. Uji MultikolinearitasUji multikolinearitas digunakan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi yang kuat di antara variabel-variabel independen yang diikutsertakan dalam pembentukan model. Adanya multikolinearitas dapat menyebabkan bias pada hasil penelitian khususnya pada saat pengambilan keputusan mengenai pengaruh uji parsial masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen. Untuk mendeteksi adanya multikolinearitas dalam penelitian ini digunakan nilai Variance Inflation Factor (VIF) dan tolerance value untuk masing-masing variabel independen. Jika suatu variabel independen mempunyai nilai VIF melebihi 5 dan tolerance value kurang dari 0.2 berarti telah terjadi multikolinearitas yang kuat antar variabel independen.3.4.4. Uji HeterokedastisitasUji heteroskedastisitas digunakan untuk menguji apakah dalam model regresi liner terdapat ketidaksamaan variance dari residual factor dari satu pengamatan ke pengamatan lainnya. Model regresi yang baik adalah bersifat homokedastisitas yaitu nilai independen tertentu masing-masing mempunyai kesalahan dengan nilai varian yang sama atau bersifat homokedastisitas. Jika model yang diperoleh ternyata tidak memenuhi asumsi tersebut, maka dalam model tersebut terjadi heterokedastisitas. Pada penelitian ini, uji heterokedastisitas dilakukan dengan white-test yang terdapat pada program Eviews 6. Suatu model dapat dikatakan terdapat gejala heterokedastisitas jika nilai probabilitas Chi-Square kurang dari nilai = 0.05, dimana merupakan tingkat signifikansi. 3.5. Uji HipotesisMetode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode regresi berganda. Analisis regresi berganda bertujuan untuk membuat perkiraan numerikal atas suatu variabel dengan menggunakan lebih dari satu variabel independen.Model yang digunakan dalam penelitian ini dikembangkan dari model yang disarankan oleh Ashton et al. (1987), Carslaw and Kaplan (1991), Al-Ajmi (2008) dan Habib and Bhuiyan (2010), sebagai berikut.AUD_LAG = 0+AUD_LAG 1SPECi + 2KAP_TEN i+3PART_TEN i+ 4BIG4 i +5ROAi+6DERi+7 MNC + i (4)Dimana,0=Konstanta

AUD_LAG=interval jumlah hari antara tanggal laporan keuangan sampai dengan tanggal penandatanganan laporan audit

SPEC=diberi angka 1 jika KAP menguasai minimal 30% dari jumlah total aset perusahaan klien dalam satu sub industri, dan 0 jika lainnya

KAP_TEN=jumlah tahun sebuah KAP menjadi auditor perusahaan klien

PART_TEN=jumlah tahun seorang partner mengaudit perusahaan klien

BIG4=diberi angka 1 jika perusahaan diaudit oleh KAP Big 4, dan 0 jika lainnya

ROA=Return on Assets yaitu perbandingan laba bersih terhadap total aktiva

DER=Debt to Equity Ratio perbandingan antara total hutang terhadap total ekuitas perusahaan

MNC=Diberi angka 1 jika perusahaan dimiliki perusahaan asing dengan kepemilikan lebih dari 50 persen, diberi nilai 1, dan sebaliknya diberi nilai 0.

i=Tingkat kesalahan

1

21