Proposal

42
1 I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Konawe memiliki banyak sumber material yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan khususnya sebagai material campuran beton seperti batu pecah dan pasir. Diantara sedemikian banyak sumber material tersebut adalah batu pecah Pudonggala yang terletak di desa Pudonggala kecamatan Lasolo, batu pecah Tanggobu yang terletak di desa Tanggobu kecamatan Lambuya, pasir Pohara yang terletak di desa Pohara kecamatan Sampara, dan pasir Konawe yang terletak di desa Konawe kecamatan Wawotobi. Material-material tersebut telah banyak dan sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitarnya sebagai bahan bangunan khususnya rumah tinggal, selain itu pula material- material tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan campuran beton pada berbagai proyek pemerintah maupun swasta di sekitar kabupaten Konawe. Sebagai bahan campuran beton, kualitas dari masing-masing material yang digunakan dalam campuran tersebut sangat menentukan kuat tekan beton yang akan dihasilkan, gabungan antara batu pecah dan pasir yang digunakan memerlukan komposisi campuran (mix desain) yang tepat dan benar sehingga material-material tersebut di atas akan memberikan nilai kuat tekan yang optimum jika digabungkan satu dengan yang lainnya. Dalam menentukan komposisi campuran yang tepat antara material-material tersebut di atas, diperlukan adanya pemeriksaan dan uji laboratorium terhadap

description

terak nikel

Transcript of Proposal

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sulawesi Tenggara khususnya Kabupaten Konawe memiliki banyak sumber

    material yang dapat digunakan sebagai bahan konstruksi bangunan khususnya sebagai

    material campuran beton seperti batu pecah dan pasir. Diantara sedemikian banyak

    sumber material tersebut adalah batu pecah Pudonggala yang terletak di desa

    Pudonggala kecamatan Lasolo, batu pecah Tanggobu yang terletak di desa Tanggobu

    kecamatan Lambuya, pasir Pohara yang terletak di desa Pohara kecamatan Sampara,

    dan pasir Konawe yang terletak di desa Konawe kecamatan Wawotobi.

    Material-material tersebut telah banyak dan sering dimanfaatkan oleh penduduk

    sekitarnya sebagai bahan bangunan khususnya rumah tinggal, selain itu pula material-

    material tersebut telah banyak digunakan sebagai bahan campuran beton pada

    berbagai proyek pemerintah maupun swasta di sekitar kabupaten Konawe.

    Sebagai bahan campuran beton, kualitas dari masing-masing material yang

    digunakan dalam campuran tersebut sangat menentukan kuat tekan beton yang akan

    dihasilkan, gabungan antara batu pecah dan pasir yang digunakan memerlukan

    komposisi campuran (mix desain) yang tepat dan benar sehingga material-material

    tersebut di atas akan memberikan nilai kuat tekan yang optimum jika digabungkan

    satu dengan yang lainnya.

    Dalam menentukan komposisi campuran yang tepat antara material-material

    tersebut di atas, diperlukan adanya pemeriksaan dan uji laboratorium terhadap

  • 2

    karakteristik masing-masing material yang digunakan untuk selanjutnya dibuatkan

    analisa komposisi campuran yang tepat dan pencampuran sesuai komposisi campuran

    tersebut sebelum dilakukan uji kuat tekan di laboratorium.

    Berdasarkan hal tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

    penelitian tentang komposisi dan kuat tekan beton dengan menggunakan material

    batu pecah Pudonggala, batu pecah Tanggobu, pasir Pohara dan pasir Konawe yang

    digabungkan secara silang diantara keempat material tersebut dengan mengambil

    judul penelitian Analisis Komposisi dan Kuat Tekan Beton Dengan

    Menggunakan Material Dari Beberapa Tempat Di Kabupaten Konawe.

    1.2. RUMUSAN DAN BATASAN MASALAH

    Material batu pecah Pudonggala, batu pecah Tanggobu, pasir Pohara dan pasir

    Konawe akan dicampur secara silang sebagai berikut :

    - Campuran antara batu pecah Pudonggala dan pasir Pohara

    - Campuran antara batu pecah Pudonggala dan pasir Konawe

    - Campuran antara batu pecah Tanggobu dan pasir Pohara

    - Campuran antara batu pecah Tanggobu dan pasir Konawe

    Keempat macam campuran di atas di duga akan menghasilkan komposisi

    campuran dan nilai kuat tekan yang berbeda-beda.

    Agar tidak terjadi kesalahpahaman terhadap ruang lingkup dalam penelitian ini,

    maka penulis membatasi pokok bahasan sebagai berikut :

  • 3

    - Pemeriksaan material dibatasi pada kebutuhan pemeriksaan untuk

    perencanaan campuran beton.

    - Metode perancangan campuran adukan beton menggunakan metode adukan

    beton cara Inggris atau cara DOE (Departement of Environment) yang

    merupakan standar perencanaan yang di gunakan di Indonesia.

    - Mutu beton yang digunakan dalam perencanaan adalah mutu beton K.225

    dan beton K.300.

    - Umur beton yang digunakan untuk uji kuat tekan adalah umur beton 7 hari

    dan 28 hari.

    1.3. TUJUAN DAN KEGUNAAN

    Penelitian dan penulisan tugas akhir ini dilaksanakan dalam rangka untuk

    memenuhi salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar sarjana

    teknik pada Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Lakidende.

    Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan dan informasi

    bagi masyarakat dan pihak lain yang memerlukan khususnya masyarakat di

    kabupaten Konawe tentang komposisi campuran yang baik yang dapat memberikan

    kuat tekan yang tinggi pada campuran beton dengan menggunakan material-material

    tersebut di atas.

    Secara khusus penelitian ini dilakukan dalam rangka untuk mengetahui hasil-

    hasil berikut :

    - Komposisi campuran dan nilai kuat tekan yang dihasilkan dari campuran batu

    pecah Pudonggala dan pasir Pohara.

  • 4

    - Komposisi campuran dan nilai kuat tekan yang dihasilkan dari campuran batu

    pecah Pudonggala dan pasir Konawe.

    - Komposisi campuran dan nilai kuat tekan yang dihasilkan dari campuran batu

    pecah Tanggobu dan pasir Pohara.

    - Komposisi campuran dan nilai kuat tekan yang dihasilkan dari campuran batu

    pecah Tanggobu dan pasir Konawe.

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Semen Portland

    Semen portland ialah semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara

    menghaluskan klinker yang terutama terdiri dari silikat-silikat kalsium yang bersifat

    hidrolis dengan gips sebagai bahan tambahan. Semen portland merupakan bahan ikat

    yang penting dan banyak dipakai dalam pembangunan fisik. Di dunia sebenarnya

    terdapat berbagai macam semen, dan tiap macamnya digunakan untuk kondisi-

    kondisi tertentu sesuai dengan sifat-sifatnya yang khusus.

    Suatu semen jika diaduk dengan air akan terbentuk adukan pasta semen,

    sedangkan jika diaduk dengan air kemudian ditambah pasir menjadi mortar semen

    dan jika ditambah lagi dengan kerikil/batu pecah disebut beton. Bahan-bahan tersebut

    dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu bahan aktif dan bahan pasif.

    Kelompok aktif yaitu semen dan air, sedangkan yang pasif yaitu kerikil dan pasir

    (disebut agregat, agregat kasar dan agregat halus). Kelompok yang pasif disebut

    bahan pengisi sedangkan yang aktif disebut perekat/pengikat.

  • 5

    Fungsi semen ialah untuk merekatkan butir-butir agregat agar menjadi suatu

    massa yang kompak/padat. Selain itu juga untuk mengisi rongga-rongga diantara

    butiran agregat. Walaupun semen hanya mengisi kira-kira 10% saja dari volume

    beton, namun karena merupakan bahan yang aktif maka perlu dipelajari maupun

    dikontrol secara ilmiah.

    2.1.1 Sifat-Sifat Semen Portland

    a. Susunan Kimia

    Karena bahan dasarnya terdiri dari bahan-bahan yang terutama mengandung

    kapur, silika, alumina, dan oksida besi, maka bahan-bahan ini menjadi unsur-unsur

    pokok semennya. Sebagai hasil perubahan susunan kimia yang terjadi diperoleh

    susunan kimia yang kompleks, namun pada semen biasa dapat dilihat sebagaimana

    pada tabel 2.1. oksida-oksida tersebut berinteraksi satu sama lain untuk membentuk

    serangkaian produk yang lebih kompleks selama proses peleburan.

    Tabel 2.1. Susunan unsur semen biasa Oksida Persen

    Kapur, CaO Silika, SiO2

    Alumina, Al2O3

    Besi, Fe2O3

    Magnesia, MgO

    Sulfur, SO3

    Soda/Potash Na2O+K2O

    60 65 17 25

    3 8

    0.5 6 0.5 4 1 2

    0.1 1

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 06

  • 6

    Walaupun demikian, pada dasarnya dapat disebutkan 4 unsur yang paling

    penting. Keempat unsur itu ialah :

    - Trikalsium silikat (C3S) atau 3CaO.SiO2

    - Dikalsium silikat (C2S) atau 2CaO.SiO2

    - Trikalsium aluminat (C3A) atau 3CaO.Al2O3

    - Tetrakalsium aluminoferit (C4 AF) atau 4CaO.Al2O3.Fe2O3

    Dua unsur pertama (C3S dan C2S) biasanya merupakan 70 sampai 80 persen

    dari semen sehingga merupakan bagian yang paing dominan dalam memberikan sifat

    semen. Bila semen terkena air, C3S segera mulai berhidrasi, dan menghasilkan panas.

    Selain itu juga berpengaruh besar terhadap pengerasan semen., terutama sebelum

    mencapai umur 14 hari, sebaliknya C2S bereaksi dengan air lebih lambat sehingga

    hanya berpengaruh terhadap pengerasan semen setelah berumur lebih dari 7 hari, dan

    memberikan kekuatan akhir. Unsur C2S ini juga membuat semen tahan terhadap

    serangan kimia (chemical attack) dan juga mengurangi besar susutan pengeringan.

    Kedua unsur pertama ini membutuhkan air berturut-turut sekitar 24 dan 21 persen

    beratnya untuk terjadinya reaksi kimia, namun C3S, namun C3S

    Perubahan komposisi kimia semen yang dilakukan dengan cara mengubah

    persentase 4 komponen utama semen dapat menghasilkan beberapa jenis semen

    sesuai dengan tujuan pemakaiannya.

    Sesuai dengan tujuan pemakaiannya, semen portland di Indonesia dibagi

    menjadi 5 jenis, yaitu :

  • 7

    Jenis I : Semen portland untuk penggunaan umum yang tidak memerlukan

    persyaratan-persyaratan khusus seperti yang diisyaratkan pada jenis-

    jenis lain.

    Jenis II : Semen porland yang dalam penggunaannya memerlukan ketahanan

    terhadap sulfat dan panas hidrasi sedang.

    Jenis III : Semen portland yang dalam penggunaanya menuntut persyaratan

    kekuatan awal yang tinggi setelah pengikatan terjadi.

    Jenis IV : Semen portland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan panas

    hidrasi yang rendah.

    Jenis V : Semen porland yang dalam penggunaannya menuntut persyaratan sangat

    tahan terhadap sulfat.

    2.2. Agregat

    Agregat ialah butiran mineral alami yang berfungsi sebagai bahan pengisi

    dalam campuran mortar atau beton. Agregat ini menempati kira-kira sebanyak 70%

    volume mortar atau beton. Walaupun namanya hanya sebagai bahan pengisi, akan

    tetapi agregat sangat berpengaruh terhadap sifat-sifat terhadap sifat-sifat

    mortar/betonnya, sehingga pemilihan agregat merupakan suatu bagian penting dalam

    pembuatan mortar/beton.

    Dalam praktek agregat umumnya digolongkan menjadi 3 kelompok, yaitu :

    a. Batu, untuk besar butiran lebih dari 40 mm.

    b. Kerikil, untuk butiran antara 5 mm dan 40 mm

  • 8

    c. Pasir untuk butiran antara 0,15 mm dan 5 mm.

    Agregat harus mempunyai bentuk yang baik (bulat atau mendekati kubus).

    Bersih, keras, kuat dan gradasinya baik. Agregat harus pula mempunyai kestabilan

    kimiawi, dan dalam hal-hal tertentu harus tahan aus dan tahan cuaca.

    2.2.1. Berat Jenis Agregat

    Agregat dapat dibedakan berdasarkan berat jenisnya, yaitu agregat normal,

    agregat berat dan agregat ringan.

    Agregat normal ialah agregat yang berat jenisnya antara 2,5 sampai 2,7. agregat

    ini biasanya berasal dari agregat granit, basalt, kuarsa, dan sebagainya. Beton yang

    dihasilkan berberat jenis sekitar 2,3 dengan kuat tekan antara 15 Mpa (150 Kg/cm2)

    sampai 40 Mpa (400 Kg/cm2). Betonnyapun disebut beton normal.

    Agregat berat berberat jenis lebih dari 2,8 misalnya magnetik (Fe3 O4), barytes

    (BaSO4), atau serbuk besi. Beton yang dihasilkan juga berat jenisnya tinggi (sampai

    5), yang efektif sebagai dinding pelindung radiasi sinar X.

    Agregat ringan mempunyai berat jenis kurang dari 2,0 yang biasanya dibaut

    untuk nonstruktural, akan tetapi dapat pula untuk beton struktural atau blok dinding

    tembok. Kebaikannya ialah berat sendiri yang rendah sehingga strukturnya ringan dan

    fondasinya lebih kecil.

    Bila suatu agregat kering beratnya W, maka diperoleh berat jenisnya adalah :

    b.j. = W / Vb

    dimana Vb = Volume butiran agregat.

    (Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 17)

  • 9

    2.2.2. Ukuran Maksimum Butir Agregat

    Adukan beton dengan tingkat kemudahan pengerjaan yang sama atau beton

    dengan kekuatan yang sama, akan membutuhkan semen yang lebih sedikit apabila

    dipakai butir kerikil yang besar-besar. Oleh karena itu, untuk mengurangi jumlah

    semen (sehingga biaya pembuatan beton berkurang) dibutuhkan ukuran butir-butir

    maksimum agregat yang sebesar-besarnya. Pengurangan jumlah semen juga berarti

    pengurangan panas hidrasi, dan ini berarti mengurangi kemungkinan beton untuk

    retak akibat susut atau perbedaan panas yang besa. Walaupun demikian, besar butir

    maksimum agregat (dapat juga diartikan ukuran maksimum butir kerikil/batu pecah)

    tidak dapat terlalu besar, karena ada faktor-faktor lain yang membatasi. Faktor-faktor

    yang membatasi besar butir maksimum agregat adalah :

    a. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari kali jarak bersih

    antar baja tulangan atau antara baja tulangan dengan cetakan.

    b. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/3 kali tebal plat.

    c. Ukuran maksimum butir agregat tidak boleh lebih besar dari 1/5 kali jarak

    terkecil antara bidang samping cetakan.

    Dengan pertimbangan tersebut di atas, maka ukuran maksimum butir agregat

    umumnya dipakai 10 mm, 20mm, 30 mm, atau 40 mm. Jika tidak dipakai baja

    tulangan, misalnya beton untuk pondasi sumuran, ukuran maksimum agregat dapat

    sebesar 150 mm.

    2.2.3. Gradasi Agregat

  • 10

    Gradasi agregat ialah distribusi ukuran butiran dari agregat. Bila butir butir

    agregat mempunyai ukuran yang sama (seragam) volume pori akan besar. Sebaliknya

    bila ukuran butir-butirnya bervariasi akan terjadi volume pori yang kecil. Hal ini

    karena butiran yang kecil mengisi pori di antara butiran yang lebih besar, sehingga

    pori-porinya menjadi sedikit , dengan kata lain kepampatannya tinggi.

    Sebagai pernyataan gradasi dipakai nilai persentase dari berat butiran yang

    tertinggal atau lewat di dalam suatu susunan ayakan. Susunan ayakan itu ialah ayakan

    dengan lubang : 76 mm (3), 38 mm (11/2), 19 mm (3/4), 9,6 mm (3/8) , 4,80 mm

    (No. 4), 2,40 mm (No. 8), 1,20 mm (No. 16), 0,60 mm (No. 30), 0,30 mm (No. 50),

    dan 0, 15 mm (No. 100).

    Menurut peraturan di inggris (British Standard)yang juga dipakai di Indonesia

    saat ini (dalam SK - SNI- T - 15 1990 03) kekasaran pasir dapat dibagi menjadi

    empat kelompok menurut gradasinya, yaitu pasir halus, agak halus, agak kasar, dan

    kasar, sebagaimana tampak pada tabel 2.1 dan Gambar 2.1. adapun gradasi kerikil

    yang baik sebaiknya masuk di dalam batas-batas yang tercantum dalam Tabel 2.2 dan

    Gambar 2.2.

    Tabel 2.1. Gradasi Pasir

    (mm) ASTM10 3/8" 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 1004,8 No.4 90 - 100 90 - 100 90 - 100 95 - 1002,4 No.8 60 - 95 75 - 100 85 - 100 95 - 1001,2 No.16 30 - 70 55 - 90 75 - 100 90 - 1000,6 No.30 15 - 34 35 - 59 60 - 79 80 - 1000,3 No.50 5 - 20 8 - 30 12 - 40 15 - 50

    0,15 No.100 0 - 10 0 - 10 0 - 10 0 - 15

    Daerah I Daerah II Daerah IIILubang Ayakan Persen berat butir yang lewat ayakan

    Daerah IV

  • 11

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 21

    Gambar 2.1. Kurva Gradasi Pasir

    Tabel 2.2. Gradasi Kerikil

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 22

    Gambar 2.2. Kurva Gradasi Kerikil

    40 1 1/2" 95 - 100 100 100 10020 3/4" 30 - 70 95 - 10010 3/8" 10 - 35 25 - 554,8 No.4 0 - 5 0 - 10

    20 mm

    Persen butir yang lewat ayakanBesar butir maksimum :

    Lubang Ayakan

    (mm) ASTM 40 mm

    40

    60

    80

    100

    120

    Butir

    Lo

    los

    Aya

    kan

    (%

    )

    I

    II

    III

    IV

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    120

    104,82,41,20,60,30,15Lubang Ayakan (mm)

    Bu

    tir Lo

    los

    A

    yaka

    n (%

    )Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 41

  • 12

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 41

    Oleh peraturan tersebut (yang dibuat berdasarkan hasil-hasil penelitian

    sebelumnya) telah ditetapkan bahwa untuk campuran beton dengan diameter

    maksimum agregat sebesar 40 mm, 30mm, 20mm, 10mm, gradasi agregatnya

    (campuran pasir dan kerikil/batu pecah) harus berada di dalam batas-batas yang

    tertera dalam tabel 2.3, 2.4, 2.5, dan 2.6 atau kurva yang tampak pada Gb. 2.3,

    Gb.2.4, Gb,2.5, dan 2.6. Pada gambar tersebut, bila gradasi agregat campuran masuk

    dalam kurva 1 dan kurva 2 akan diperoleh adukan beton yang kasar, cocok untuk

    faktor air semen rendah, mudah dikerjakan namun mudah terjadi pemisahan kerikil.

    Bila gradasi campuran masuk dalam kurva 3 dan kurva 4 akan diperoleh adukan

    beton yang halus, tampak lebih kohesif, lebih sulit dikerjakan sehingga perlu faktor

    40 mm 20 mm

  • 13

    air semen agak tinggi. Gradasi campuran yang ideal ialah yang masuk dalam kurva 2

    dan kurva 3.

    Tabel 2.3. Persen butir yang lewat ayakan, (%) untuk agregat dengan butir maksimum 40 mm

    Lubang Ayakan Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 (mm) ASTM

    38 1 1/2 100 100 100 100 19 3/4 50 59 67 75 9,6 3/8" 36 44 52 60 4,8 No.4 24 32 40 47 2,4 No.8 18 25 31 38 1,2 No.16 12 17 24 30 0,6 No.30 7 12 17 23 0,3 No.50 3 7 11 15 0,15 No.100 0 0 2 5

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 22

    Gambar 2.3. Kurva Gradasi Standar Agregat Dengan Butir Maksimum 40 mm

    100

    50

    36

    2418

    127

    30

    100

    59

    44

    3225

    1712

    70

    100

    67

    52

    4031

    2417

    11

    2

    100

    75

    60

    4738

    3023

    15

    50102030405060708090100

    38199,64,82,41,20,60,30,15Lubang Ayakan (m m )

    Pers

    en Lo

    los

    Aya

    kan

    (%

    )

    Kurva 1Kurva 2Kurva 3Kurva 4

  • 14

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 42

    Tabel 2.4. Persen butir yang lewat ayakan, (%) untuk agregat dengan butir maksimum 30 mm

    Lubang Ayakan Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 (mm) ASTM

    38 1 1/2 100 100 100 19 3/4 74 86 93 9,6 3/8" 47 70 82 4,8 No.4 28 52 70 2,4 No.8 18 40 57 1,2 No.16 10 30 46 0,6 No.30 6 21 32 0,3 No.50 4 11 19

    0,15 No.100 0 1 4 Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 23

    Gambar 2.4. Kurva Gradasi Standar Agregat Dengan Butir Maksimum 30 mm

    100

    74

    47

    28

    1810

    640

    100

    86

    70

    52

    40

    3021

    11

    1

    10093

    82

    70

    57

    46

    32

    19

    40102030405060708090100

    38199,64,82,41,20,60,30,15Lubang Ayakan (mm )

    Pers

    en Lo

    los

    Aya

    kan

    (%

    )

    Kurva 1Kurva 2Kurva 3

  • 15

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 42

    Tabel 2.5. Persen butir yang lewat ayakan, (%) untuk agregat dengan butir maksimum 20 mm

    Lubang Ayakan Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 (mm) ASTM

    19 3/4 100 100 100 100 9,6 3/8" 45 55 65 75 4,8 No.4 30 35 42 48 2,4 No.8 23 28 35 42 1,2 No.16 16 21 28 34 0,6 No.30 9 14 21 27 0,3 No.50 2 3 5 12

    0,15 No.100 0 0 0 2 Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 23

    Gambar 2.5. Kurva Gradasi Standar Agregat Dengan Butir Maksimum 20 mm

    100

    45

    3023

    169

    20

    100

    55

    3528

    2114

    30

    100

    65

    4235

    2821

    50

    100

    75

    4842

    3427

    12

    2 0102030405060708090100

    199,64,82,41,20,60,30,15Lubang Ayakan (m m )

    Pers

    en Lo

    los

    Aya

    kan

    (%

    )

    Kurva 1Kurva 2Kurva 3Kurva 4

  • 16

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 43

    Tabel 2.6. Persen butir yang lewat ayakan, (%) untuk agregat dengan butir maksimum 10 mm

    Lubang Ayakan Kurva 1 Kurva 2 Kurva 3 Kurva 4 (mm) ASTM

    9,6 3/8" 100 100 100 100 4,8 No.4 30 45 60 75 2,4 No.8 20 33 46 60 1,2 No.16 16 26 37 46 0,6 No.30 12 19 28 34 0,3 No.50 4 8 14 20

    0,15 No.100 0 1 3 6 Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 23

    Gambar 2.6. Kurva Gradasi Standar Agregat Dengan Butir Maksimum 10 mm

    100

    30

    2016

    124

    0

    100

    45

    3326

    19

    81

    100

    60

    4637

    28

    14

    3

    100

    75

    60

    46

    34

    20

    60102030405060708090100

    9,64,82,41,20,60,30,15Lubang Ayakan (m m )

    Pers

    en Lo

    los

    Aya

    kan

    (%

    )

    Kurva 1Kurva 2Kurva 3Kurva 4

  • 17

    Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 43

    Dalam praktek diperlukan suatu campuran pasir dan kerikil dengan

    perbandingan tertentu agar gradasi campuran dapat masuk di dalam kurva standar di

    atas.

    2.2.4. Modulus Halus Butir

    Modulus- halus butir (fineness modulus) ialah suatu indek yang dipakai

    untuk menjadi ukuran kehalusan atau kekasaran butir-butir agregat. Modulushalus

    butir (mhb) ini didefinisikan sebagai jumlah persen kumulatif dari butir-butir agregat

    yang tertinggal di atas suatu set ayakan dan kemudian di bagi seratus. Susunan lubang

    ayakan itu ialah sebagi berikut : 40 mm, 20 mm, 10 mm, 4,80 mm, 2,40 mm, 1,20

    mm, 0, 60 mm, 0,30 mm, dan 0,15 mm.

    Makin besar nilai modulus halus menunjukan bahwa makin besar butir-butir

    agregatnya. Pada umumnya pasir mempunyai modulus halus butir antara 1,5 sampai

    3,8. Adapun mhb kerikil biasanya di antara 5 dan 8.

    Modulus halus butir selain untuk menjadi ukuran kehalusan butir juga dapat

    dipakai untuk mencari nilai perbandingan berat antara pasir dan kerikil, bila kita akan

    membuat campuran beton. Modulus halus butir agregat dari campuran pasir dan

    kerikil untuk bahan pembuat beton berkisar antara 5,0 dan 6,5.

    Hubungan antara mhb pasir, mhb kerikil, dan mhb campurannya dapat

    dinyatakan dengan rumus sebagai berikut :

    W = %100xPCCK

  • 18

    Dimana : W = Persentase berat pasir terhadap berat kerikil

    K = Modulus halus butir kerikil

    P = Modulus halus butir pasir

    C = Modulus halus butir campuran

    (Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 26)

    2.2.5. Serapan dan Kadar Air Dalam Agregat

    Pori-pori mungkin menjadi reservoar air bebas di dalam agregat. Persentase

    berat air yang mampu diserap oleh suatu agregat jika di rendam dalam air disebut

    serapan air.

    Jika agregat basah ditimbang beratnya W, kemudian dikeringkan dalam tungku

    (oven) pada suhu 1050C sampai beratnya tetap (Wk), maka kadar air agregat basah itu

    adalah :

    K = %100xWk

    WkW ,

    (Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 26)

    Agregat yang jenuh air (pori-porinya terisi penuh oleh air), namun

    permukaannya kering sehingga tidak mengganggu air bebas di permukaannya disebut

    agregat jenuh kering muka.

    Jika agregat yang jenuh kering muka ini kemudian dimasukkan ke dalam

    tungku pada 1050C sampai beratnya tetap, yaitu Wk, maka kadar air agregat jenuh

    kering muka itu sebesar :

  • 19

    Kjkm = %100xWk

    WkWjkm

    (Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 26)

    2.2.6. Persyaratan Agregat

    Agregat untuk bahan bangunan sebaiknya dipilih yang memenuhi persyaratan

    sebagai berikut :

    a. Butir-butirnya tajam, kuat dan bersudut. Ukuran kekuatan agregat dapat

    dilakukan dengan pengujian ketahanan aus dengan mesin Los Angeles, atau

    dengan bejana Rudeloff. Persyaratan menurut Standar Bidang Pekerjaan Umum

    seperti pada tabel 2.7.

    Tabel 2.7. Persyaratan kekerasan agregat kasar untuk beton.

    Kekuatan Beton Mesin Los Angeles Maksimum bagian

    yang hancur, menembus ayakan 1,7 mm (No. 12) %

    Kelas I (sampai 100 Kg/cm2) 50 Kelas II (sampai 100 Kg/cm2 200 Kg/cm2 ) 40 Kelas III (di atas 200 Kg/cm2) 27 Sumber : Teknologi Beton, Kardiyono Tjokrodimuljo, 1996 - Hal. 39

    b. Tidak mengandung tanah atau kotoran lain yang lewat ayakan 0,075 mm (No.

    200). Pada agregat halus jumlah kandungan kotoran ini harus tidak lebih dari 5%

    untuk beton sampai 10 MPa (100 Kg/cm2), dan 2,5% untuk beton mutu yang

    lebih tinggi. Pada agregat kasar kandungan kotoran ini dibatasi sampai

  • 20

    maksimum 1 persen. Jika agregat mengandung kotoran lebih dari batas-batas

    maksimum tersebut maka harus dicuci dengan air bersih.

    2.3. Air

    Air yang memenuhi syarat sebagai air minum memenuhi syarat pula untuk

    bahan campuran beton (tetapi tidak berarti air pencampur beton harus memenuhi

    standar persyaratan air minum).

    Secara umum, air yang dapat dipakai untuk bahan pencampur beton ialah air

    yang bila dipakai akan dapat menghasilkan beton dengan kekuatan lebih dari 90%

    kekuatan beton yang memakai air suling.

    Dalam hal terdapat kesulitan air di daerah terpencil misalnya yang tidak

    terdapat air minum atau air untuk penggunaan umum, dan kualitas air yang ada di

    khawatirkan, maka perlu dilakukan pengujian kualitas air.

    Kekuatan beton dan daya tahannya berkurang jika air mengandung kotoran.

    Pengaruh pada beton diantaranya pada lamanya waktu ikatan awal adukan beton,

    serta kekuatan betonnya setelah mengeras.

    Air laut umumnya mengandung 3,5% larutan garam, sekitar 78 persennya

    adalah sodium klorida dan 15 persennya adalah magnesium sulfat. Adanya garam-

    garam dalam air dapat mengurangi kekuatan beton samapai 20%. Air laut tidak boleh

    digunakan untuk campuran beton pada beton bertulang atau beton prategang karena

    resiko terhadap korosi tulangan lebih besar.

    Dalam pemakaian air untuk beton itu sebaiknya air memenuhi syarat sebagai

    berikut :

  • 21

    a. Tidak mengandung lumpur (benda melayang lainnya) lebih dari 2 gram/liter.

    b. Tidak mengandung garam-garam yang dapat merusak beton (asam, zat organik,

    dan sebagainya lebih dari 15 gram/liter.

    c. Tidak mengandung klorida (Cl) lebih 0,5 gram/liter.

    d. Tidak mengandung senyawa sulfat lebih dari 1 gram/liter.

    III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini akan dilakukan mulai bulan April 2005 yang bertempat di

    Laboratorium Pengujian dan Konstruksi Sipil Fakultas Teknik Universitas Haluoleo

    Kendari.

    3.2. Alat dan Bahan

    Alat-alat yang digunakan dalam penelitian di laboratorium disesuaikan dengan

    jenis-jenis pemeriksaan yang akan dilaksanakan terhadap karakteristik material yang

    akan digunakan yang meliputi :

    3.2.1. Pemeriksaan analisa saringan

    Peralatan :

    - Timbangan / neraca dengan ketelitian 0,2 % dari benda uji.

  • 22

    - Satu set saringan dengan ukuran 76 mm (3), 38 mm (11/2), 19 mm (3/4), 9,6 mm (3/8) , 4,80 mm (No. 4), 2,40 mm (No. 8), 1,20 mm (No. 16), 0,60 mm (No. 30), 0,30 mm (No. 50), dan 0, 15 mm (No. 100).

    - Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

    (110 5)0C. - Alat pemisah contoh.

    - Mesin pengguncang saringan.

    - Talam.

    - Kuas, sikat kuningan, sendok dan lain-lain.

    Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan Tanggobu, agregat halus pasir Pohara dan Konawe dengan berat minimum sebagau berikut : - Agregat halus

    Ukuran maksimum No.4 ; berat minimum 500 gram. Ukuran maksimum No.8 ; berat minimum 100 gram.

    - Agregat kasar

    Ukuran maksimum 3,5 ; berat minimum 35 kg. Ukuran maksimum 3 ; berat minimum 30 kg.

    Ukuran maksimum 2,5 ; berat minimum 25 kg. Ukuran maksimum 2 ; berat minimum 20 kg.

    Ukuran maksimum 1,5 ; berat minimum 15 kg. Ukuran maksimum 1 ; berat minimum 10 kg. Ukuran maksimum 3/4 ; berat minimum 5 kg.

  • 23

    Ukuran maksimum 1/2 ; berat minimum 2,5 kg. Ukuran maksimum 3/8 ; berat minimum 1 kg.

    3.2.2. Pemeriksaan kadar air agregat

    Peralatan :

    - Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.

    - Oven pengering yang suhunya dapat diatur konstan ( 110 5 )0 C - Cawan Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan

    Tanggobu, agregat halus pasir Pohara dan Konawe.

    3.2.3. Pemeriksaan kadar lumpur agregat

    Peralatan :

    - Saringan No. 16 dan No. 200.

    - Bejana gelas dan pengaduk.

    - Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu ( 110 5 ) 0 C.

    - Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram.

    - Container / wadah.

    - Penjepit.

    - Desikator.

    Bahan :

  • 24

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan

    Tanggobu, agregat halus pasir Pohara dan Konawe.

    3.2.4. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat kasar

    Peralatan :

    - Keranjang kawat ukuran 3,35mm atau 2,36 mm (no.6 atau no.8) dengan

    kapasitas kira-kira 5 kg.

    - Tempat air dengan kapasitas dan bentuk yang sesuai untuk pemeriksaan.

    Tempat ini harus dilengkapi degan pipa sehingga permukaan air selalu

    tetap.

    - Timbangan dengan kapasitas 5 kg dan ketelitian 0,1% dari berat contah

    yang ditimbang dan dilengkapi dengan alat penggantung keranjang.

    - Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

    (110 5 )0C.

    - Alat pemisah contoh.

    - Saringan no. 4.

    Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan

    batu pecah Tanggobu.

    3.2.5. Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan agregat halus

    Peralatan :

    - Timbangan kapasitas 1kg atau lebih dengan ketelitian 0,1 gram.

  • 25

    - Piknometer dengan kapasitas 500ml.

    - Kerucut terpancung (cone) diameter bagian atas (40 3) mm, diameter

    bagian bawah (90 3)mm dan tinggi (75 3)mm dibuat dari logam

    tebal minimum 0,8mm.

    - Batang penumbuk yang mempunyai bidang penumbuk rata, berat (340

    15) gram, diameter permukaan penumbuk (25 3)mm.

    - Saringan no. 4.

    - Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi sampai

    (110 15 )0C.

    - Pengukur suhu dengan ketelitian pembacaan 10C.

    - Bejana tempat air.

    - Pompa hampa udara (Vacum Pump) atau tungku.

    - Air suling.

    - Desikator.

    Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat halus pasir Pohara dan pasir

    Konawe.

    3.2.6. Pemeriksaan berat isi

    Peralatan :

    - Timbangan yang memiliki ketelitian 0,1 % berat contoh.

  • 26

    - Talang yang berkapasitas cukup besar untuk mengeringkan contoh

    agregat.

    - Tongkat pemadat diameter 15mm panjang 60cm yang ujungnya bulat.

    - Mistar perata ( straight edge ).

    - Wadah baja yang cukup kaku berbentuk silinder dengan alat pemegang.

    Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan

    Tanggobu, agregat halus pasir Pohara dan Konawe.

    3.2.7. Pemeriksaan keausan agregat kasar dengan mesin Los Angeless

    Peralatan :

    - Mesin Los Angeles.

    Mesin ini terdiri dari silinder baja tertutup pada kedua sisinya dengan diameter 71cm (28) panjang dalam 50cm (20). Silinder bertumpu pada dua poros pendek terus menerus berputar pada poros mendatar. Silinder berlubang untuk memasukkan benda uji. Penutup lubang terpasang rapat sehingga permukaan dalam silinder tidak terganggu. Dibagian dalam silinder terdapat bilah baja melintang penuh setinggi 8,9cm (3,56).

    - Saringan no.12 dan saringan lainnya.

    - Timbang dengan ketelitian 5 gram.

    - Bola-bola baja dengan diameter rata-rata 4,6cm (1 7/8) dan berat

    masing-masing antara 390 gram sampai 445 gram.

  • 27

    - Oven yang dilengkapi dengan pengatur suhu untuk memanasi

    sampai (110 5)0C.

    Bahan :

    Benda uji yang digunakan berupa agregat kasar batu pecah Pudonggala dan

    batu pecah Tanggobu.

    3.2.8. Mix desain beton

    Peralatan :

    - Kubus/silinder beton

    - Concrete Vibrator

    - Sendok-sendok

    - Concrete Mixer

    - Talam-talam

    - Bak perendam

    - Kunci-kunci baut

    Bahan-bahan :

    - Batu pecah Pudonggala

    - Pasir Konawe

    - Batu pecah Tanggobu

    - Pasir Konawe

    - Semen Bosowa

    - Air

  • 28

    3.2.9. Pemeriksaan kuat tekan beton

    Peralatan :

    - Mesin Kuat Tekan (Compression Machine).

    Bahan :

    Benda uji kubus beton yang telah di rendam selama 7 dan 28 hari.

    3.3. Benda Uji

    Benda uji dibuat berdasarkan kebutuhan pengujian kuat tekan beton, untuk

    masing-masing mix desain dibuatkan 3 buah benda uji. Benda uji yang dibuat berupa

    kubus beton dengan ukuran tinggi 15 cm, lebar 15 cm dan panjang 15 cm. Rincian

    dan jumlah total kebutuhan benda uji dapat dilihat pada tanel 3.1. di bawah ini :

    Tabel 3.1. Rincian kebutuhan benda uji kubus beton

    No. Gabungan Material Mutu Beton

    Kebutuhan Benda Uji Menurut Total

    Umur Kubus Beton (Buah) (Buah) 7 Hari 28 Hari

    1. Batu Pecah Pudonggala - K.225 3 3 6 dan Pasir Pohara - K.300 3 3 6

    2. Batu Pecah - K.225 3 3 6

  • 29

    Pudonggala dan Pasir Konawe - K.300 3 3 6

    3. Batu Pecah Tanggobu - K.225 3 3 6 dan Pasir Pohara - K.300 3 3 6

    4. Batu Pecah Tanggobu - K.225 3 3 6 dan Pasir Konawe - K.300 3 3 6

    Total Kebutuhan Benda Uji Keseluruhan 48

    3.4. Prosedur Penelitian

    3.4.1. Penyiapan Bahan Penelitian

    Bahan penelitian di ambil dilokasi pengambilan material berupa batu pecah

    hasil olahan mesin pemecah batu (stone crusher) dan pasir yang berada di pinggir

    sungai, benda uji diambil secara acak, untuk batu pecah yang dimabil dari timbunan

    material diambil secara acak dari tiap tumpukan yang ada sehingga dapat mewakili

    keseluruhan material batu pecah yang ada, sedangkan untuk pasir yang berupa pasir

    kali pengambilannya dilakukan dari tumpukan material yang telah dikumpulkan oleh

    para pekerja pengumpul pasir secara acak pula yaitu dengan cara diagonal, sebagian

    sampel diambil dari sisi kiri sungai, sebagianya lagi diambil dari sisi kanan sungai

    dari beberapa tumpukan material yang ada sehingga dapat mewakili keseluruhan

    material. Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan dan penyiapan material

    adalah sebagai berikut :

    - Sekop

    - Cangkul

  • 30

    - Karung

    - Sendok-sendok

    - Kendaraan angkut untuk mobilisasi material dari lokasi pengambilan

    sampel ke laboratorium (motor/mobil angkutan).

    Penyiapan bahan penelitian disesuaikan dengan rencana kebutuhan benda uji

    untuk mix desain beton, jumlah dan banyaknya benda uji yang disiapkan dapat

    dihitung sebagai berikut :

    Tabel 3.2. Perkiraan kebutuhan material

    No. Gabungan Material Perkiraan Komposisi Campuran Kebutuhan material Kebutuhan masing- Total Mutu K.225

    (6 bh) Mutu K.300

    (6 bh) benda uji total (M3)

    masing material (M3) (M3) (1 : 1,5 : 2,5) (1 : 1,25 : 2) K.225 K.300 K.225 K.300

    1. Batu Pecah Pudonggala dan Pasir Pohara - Semen Bosowa 1 0,2 1 0,2353 0,00405 0,00476 0,00881 - Pasir Pohara 1,5 0,3 1,25 0,2941 0,02025 0,02025 0,006075 0,00596 0,01203 - Batu Pecah Pudonggala 2,5 0,5 2 0,4706 0,010125 0,00476 0,01489

  • 31

    5 4,25 2. Batu Pecah Pudonggala dan Pasir Konawe - Semen Bosowa 1 0,2 1 0,2353 0,00405 0,00476 0,00881 - Pasir Konawe 1,5 0,3 1,25 0,2941 0,02025 0,02025 0,006075 0,00596 0,01203 - Batu Pecah Pudonggala 2,5 0,5 2 0,4706 0,010125 0,00476 0,01489 5 4,25

    3. Batu Pecah Tanggobu dan Pasir Pohara - Semen Bosowa 1 0,2 1 0,2353 0,00405 0,00476 0,00881 - Pasir Pohara 1,5 0,3 1,25 0,2941 0,02025 0,02025 0,006075 0,00596 0,01203 - Batu Pecah Tanggobu 2,5 0,5 2 0,4706 0,010125 0,00476 0,01489 5 4,25

    4. Batu Pecah Tanggobu dan Pasir Konawe - Semen Bosowa 1 0,2 1 0,2353 0,00405 0,00476 0,00881 - Pasir Konawe 1,5 0,3 1,25 0,2941 0,02025 0,02025 0,006075 0,00596 0,01203 - Batu Pecah Tanggobu 2,5 0,5 2 0,4706 0,010125 0,00476 0,01489 5 4,25 Catatan : Kebutuhan satu buah benda uji (0,15x0,15x0,15) M3 = 0,00338 M3

    Perkiraan Total Kebutuhan Material : - Semen Bosowa = 0,03526 M3 disediakan 2 zak semen - Pasir Pohara = 0,02406 M3 disediakan 2 karung - Pasir Konawe = 0,02406 M3 disediakan 2 karung - Batu Pecah Pudonggala = 0,02978 M3 disediakan 2 karung - Batu Pecah Tanggobu = 0,02978 M3 disediakan 2 karung

    3.4.2. Pemeriksaan Awal Bahan Penelitian

    b. Agregat Kasar (batu pecah Pudonggala dan batu pecah Tanggobu)

    Pemeriksaan terhadap agregat kasar meliputi pemeriksaan :

    - Pemeriksaan Analisa saringan

    Prosedur Pemeriksaan :

  • 32

    Benda uji dikeringkan didalam oven dengan suhu (110 5)0C, sampai berat tetap.

    Saring benda uji lewat susunan saringan dengan ukuran saringan paling besar ditempatkan diatas. Saringan diguncang dengan tangan

    atau dengan mesin pengguncang selama 15 menit.

    - Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

    Prosedur Pemeriksaan : Cuci benda uji untuk menghilangkan debu atau bahan-bahan lain

    yamg melekat pada permukaan. Keringkan benda uji dalam oven pada suhu 1050C sampai berat

    tetap.

    Dinginkan benda uji pada suhu kamar selama 1-3 jam kemudian timbang dengan ketelitian 0,5 gram ( BK).

    Rendam benda uji dalam air pada suhu kamar selama 24 jam. Keluarkan benda uji dari dalam air, kemudian dilap dengan kain

    penyerap sampai selapt air pada permukaan agregat hilang (agregat ini dinyatakan dalam keadaan jenuh air kering permukaan atau SSD).

    Dalam keadaan SSD tersebut benda uji ditimbang (Bj). Letakkan benda uji didalam keranjang, goncangkan batumya untuk

    mengeluarkan udara yang tersekap dan tentukan beratnya didalam air (Ba).

    Ukur suhu air untuk penyelesaian perhitungan kepada suhu standar (250C).

    - Pemeriksaan berat isi

    Persiapan benda uji.

  • 33

    Masukkan contoh agregat kedalam talam sekurang kurangnya sebanyak kapasitas wadah sesuai daftar. Keringkan dalam

    oven dengan suhu ( 110 5 )0 C sampai berat tetap, baru kemudian digunakan sebagai benda uji. Pelaksanaan pemeriksaan. Berat isi lepas :

    Timbang dan catat berat wadah uji ( W1 ). Masukkan benda uji kedalam wadah, lakukan hal ini dengan

    hati hati agar tidak terjadi pemisahan butir, untuk ini dapat digunakan sendok atau skop dengan ketinggian jatuh maksimum 5cm.

    Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata. Timbang berat benda uji beserta wadah ( W2 ). Hitung berat benda uji ( W3 = W2 W1 )

    Berat isi agregat ukuran butir maksimum 38,1mm ( 1 ) dengan cara penusukan : Timbang dan catat berat wadah uji (W1). Isilah wadah dengan benda uji dalam 3 lapis yang sama

    tebal, setiap lapis dipadatkan dengan tongkat pemadat sebanyak 25 kali tusukan secara merata. Pada pemadatan tongkat harus tepat masuk sampai lapisan bagian bawah tiap tiap lapisan.

    Ratakan permukaan benda uji dengan mistar perata. Timbang berat benda uji beserta wadah (W2 ). Hitung berat benda uji ( W3 = W2 W1 ).

    Berat isi padat ukuran butir antara 38,1mm ( 1) sampai 101,6mm ( 4) dengan cara penggoyangan : Timbang dan catat berat wadah uji (W1).

  • 34

    Isilah wadah dengan benda uji dalam tiga lapis yang sama tebal.

    Padatkan setiap lapisan dengan cara menggoyang-goyangkan wadah seperti berikut : Letakkan wadah diatas tempat yang kokoh dan datar,

    angkatlah salah satu sisinya kira-kira setinggi 5cm kemudian lepaskan.

    Ulangi hal ini pada sisi yang berlawanan. Padatkan

    setiap lapisan sebanyak 25 kali untuk lapisan. Ratakan permukaan benda uji dengan menggunakan mistar

    perata.

    Timbang dan catatlah berat wadah beserta benda uji (W2). Hitung berat benda uji ( W3 = W4 W5 ).

    - Pemeriksaan kadar air

    Prosedur Pemeriksaan :

    Catat dan timbang berat kontainer / wadah kosong ( W1 ) Masukkan benda uji kedalam kontainer / wadah, kemudian timbang

    dan catat beratnya ( W2 ). Hitung berat benda uji ( W3 = W2 W1 ). Keringkan benda uji beserta wadah dalam oven dengan suhu ( 110

    5 )0 C sampai beratnya tetap. Setelah kering, timbang dan catatlah berat benda uji beserta wadah (

    W4). Hitunglah berat benda uji kering oven ( W5 = W4 W1 ). Hitunglah nilai kadar air agregat tersebut.

    - Pemeriksaan kadar lumpur

  • 35

    Prosedur Pemeriksaan : Masukkan contoh agregat kurang lebih 1,25 kali berat benda uji

    kedalam cawan dan keringkan dalam oven dengan suhu ( 110 5 )0 C sampai beratnya tetap.

    Timbang benda uji dengan berat ( W1 ) Masukkan benda uji kedalam bejana, tuangkan air bersih kedalam

    bejana tersebut sehingga benda uj terendam. Aduk contoh benda uji, sehingga terpisah dari bagian halus. Tuangkan suspensi yang kelihatan keruh dengan perlahan lahan

    kedalam susunan ayakan. Ulangi langkah 3,4 dan 5 diatas beberapa kali, sehingga air cucian

    didalam bejana kelihatan jernih. Bilas butiran butiran yang tertinggal diatas ayakan dan didalam

    bejana. Tampung butiran butiran yang tertinggal diatas ayakan dan didalam

    bejana. Keringkan butiran tersebut didalam oven dengan suhu ( 110 5 )0 C

    sampai beratnya tetap. Timbang dan catat beratnya ( W2 ). Lakukan percobaan ini ganda ( duplo ).

    - Pemeriksaan keausan agregat kasar dengan mesin Los Angeless

    Prosedur Pemeriksaan : benda uji dan bola-bola baja dimasukkan kedalam mesin los angeles. Setelah selesai pemutaran, keluarkan benda uji dari mesin kemudian

    saring dengan saringan no.12. butiran yang tertahan diatasnya dicuci

  • 36

    bersih, selanjutnya dikeringkan dalam oven pada suhu (110 5)0C sampai berat tetap.

    c. Agregat halus (pasir Pohara dan pasir Konawe)

    Pemeriksaan terhadap agregat halus meliputi pemeriksaan :

    - Pemeriksaan Analisa saringan

    Prosedur Pemeriksaan : Sama dengan agregat kasar

    - Pemeriksaan berat jenis dan penyerapan

    Prosedur Pemeriksaan :

    Keringkan benda uji dalam oven pada suhu (110 5)0C sampai berat tetap. Yang dimaksud dengan berat tetap adalah keadaan berat benda

    uji selama 3 kali proses penimbangan dan pemanasan dalam oven dengan selang waktu 2 jam berturut-turut, tidak akan mengalami perubahan kadar air lebih besar daripada 0,1 %.

    Dinginkan pada suhu ruang, kemudian rendam dalam air selama 24 jam.

    Buang air perendam hati-hati, jangan ada butiran yang hilang, tebarkan agregat diatas talam, keringkan diudara panas dengan cara membalik-balikkan benda uji. Lakukan pengeringan sampai tercapai keadaan kering permukaan jenuh.

    Periksa keadaan kering permukaan jenuh dengan mengisikan benda uji kedalam kerucut terpancung, padatkan dengan batang pengaduk sebanyak 25 kali, angkat kerucut terpancung. Keadaan kering permukaan jenuh tercapai bila benda uji runtuh akan tetapi masih dalam keadaan tercetak.

  • 37

    Segera setelah tercapai keadaan kering permukaan jenuh masukkan 500 gram benda uji kedalam piknometer. Masukkan air suling sampai mencapai 90% isi piknometer, putar sambil diguncang sampai tidak terlihat gelembung udara didalamnya. Untuk mempercepat proses ini dapat dipergunakan pompa hampa udara, tetapi harus diperhatikan jangan sampai ada air yang ikut terisap, dapat juga dilakukan dengan merebus piknometer.

    Rendam piknometer dalam air dan ukur suhu air untuk penyesuaian

    perhitungan kepada suhu standar 250C. Tambahkan air sampai mencapai tanda batas. Timbang piknometer berisi air dan benda uji sampai ketelitian 0,1

    gram (Bt). Keluarkan benda uji, keringkan dalam oven dengan suhu (110

    10)0C sampai berat tetap, kemudian dinginkan benda uj dalam desikator.

    Setelah benda uji dingin kemudian timbanglah (Bk). Tentukanberat piknometer berisi air penuh dan ukur suhu air guna

    penyesuaian dengan suhu standar 250C (B).

    - Pemeriksaan berat isi

    Prosedur Pemeriksaan : Sama dengan agregat kasar

    - Pemeriksaan kadar air

    Prosedur Pemeriksaan : Sama dengan agregat kasar

  • 38

    - Pemeriksaan kadar lumpur

    Prosedur Pemeriksaan : Sama dengan agregat kasar

    3.4.3. Metode Pengerjaan Mix Desain yang digunakan

    Rencana campuran (mix desain beton) yaitu menggunakan cara inggris yang

    lebih dikenal dengan cara DOE sebagai berikut :

    Prosedur Mix Desain Beton Cara DOE

    1. Penentuan batas kekuatan tekan, dalam hal ini deviasi standar digunakan untuk perhitungan batas kekuatan beton.

    2. Nilai batas kekuatan beton (tekan), dapat dihitung dengan mengalikan deviasi standar rencana dengan faktor 1,64 (untuk kemungkinan gagal 5%)

    3. Seleksi dari faktor air dan semen dapat dilakukan dengan menggunakan

    tabel. 4. Seleksi mengenai sifat pengerjaan beton.

    Beton yang harus dibuat harus memenuhi persyaratan : a. Tidak boleh terlalu basah. b. Harus tetap dipadatkan dengan baik atau yang diisyaratkan oleh PBI

    1971.

    5. Seleksi mengenai ukuran maksimum agregat kasar. Ukuran maksimum agregat kasar tidak boleh melebihi :

    a. 1/5 jarak terkecil antara bidangbidang samping cetekan. b. 1/3 dari tinggi plat

    c. dari jarak bersih minimum antara batang-batang atau berkas tulangan.

  • 39

    6. Seleksi kadar air bebas ditentukan dengan menggunakan tabel. 7. Penentuan kadar air semen.

    Kadar air semen = nbebas/seme air faktor

    bebas air kadar

    8. Seleksi kadar agregat halus dan kasar. a). Kadar agregat halus = kadar agregat total dikali proporsi agregat halus. b). Kadar agregat kasar = kadar agregat total dikurang kadar agregat halus.

    9. Perbandingan bahan-bahan campuran beton dengan cara DOE. Jumlah bahan halus ditentukan dengan cara penimbangan.

    (Laporan Praktikum Uji Bahan Universitas Haluoleo, Martinus R, dkk., 2002)

    Perhitungan Mix Desain Beton Cara DOE

    - M = K S

    Dimana : M = Strength margin

    S

    = Standar deviasi k = koefisien yang diambil : k = 2,33 jika kemungkinan gagal 1 % k = 1,96 jika kemungkinan gagal 2,5 % k = 1,64 jika kemungkinan gagal 5 % k = 1,28 jika kemungkinan gagal 10 %

    - fm = Fc + (k s) dimana : fm = rencana tegangan rata-rata. Fc = tegangan karateristik.

    - berat agregat kasar = berat total agregat berat pasir.

    - Kadar semen = semen dan bebas air anperbanding

    bebas air kebutuhan

    - berat agregat total = D We Ww dimana : D = berat jenis beton basah.

  • 40

    We = kadar semen Ww = jumlah air bebas.

    - Berat agregat halus = % pasir berat total agregat.

    - Berat jenis agregat gabungan SSD = a BJ SSD pasir + b BJ SSD kerikil.

    dimana : a = prosentase pasir b = prosentase kerikil

    (Laporan Praktikum Uji Bahan Universitas Haluoleo, Martinus R, dkk., 2002)

    3.4.4. Pelaksanaan Pencampuran

    Pencampuran dilaksanakan dengan mencampurkan agregat kasar, halus, semen

    dan air dengan menggunakan concrete mixer (alat pencampur beton) sesuai dengan

    hasil rancangan mix desain yang diperoleh sesuai dengan cara DOE di atas,

    selanjutnya material yang sudah tercampur dimasukkan ke dalam cetakan kubus

    beton dengan dilakukan penusukan secara merata dan menggunakan concrete vibrator

    (alat penggetar campuran beton) untuk memadatkan dan memampatkan pori-pori

    campuran dalam cetakan kubus beton.

    DAFTAR PUSTAKA

  • 41

    Anonimous ; Peraturan Beton Bertulang Indonesia 1971 N.I. 2. Yayasan Dana

    Normalisasi Indonesia, Bandung, 1971.

    Harold N. Atkins, PE. ; Highway Materials, Soils, and Concretes, Four Edition.

    Pearson Education Inc. Upper Saddle River, New Jersey 07458, 2003.

    Kardiyono Tjokrodimuljo. ; Teknologi Beton. Nafiri, Yogyakarta, 1996.

    Martinus R, dkk. ; Laporan Praktikum Uji Bahan. Universitas Haluoleo., 2002

    Silvia Sukirman ; Perkerasan Lentur Jalan Raya, Nova, Bandung, Januari 1995.

    Stephanus Hindarko, Ir. ; Bahan dan Praktek Beton. Erlangga. Jakarta, 1999.

    PROPOSAL TUGAS AKHIR

  • 42

    ANALISIS KOMPOSISI DAN KUAT TEKAN BETON DENGAN MENGGUNAKAN MATERIAL DARI BEBERAPA TEMPAT DI

    KABUPATEN KONAWE

    OLEH:

    ASHLI WAHIDAH I NYOMAN WINANTRA 200 201 001 202 201 007

    FAKULTAS TEKNIK JURUSAN TEKNIK SIPIL

    UNIVERSITAS LAKIDENDE 2005