Proposal

15

Click here to load reader

Transcript of Proposal

Page 1: Proposal

PENGARUH HARGA MINYAK DUNIA DAN TINGKAT SUKU BUNGA MONETER (BI RATE) TERHADAP NPL RATIO KREDIT PROPERTI

SERTA HUBUNGANNYA DENGAN TINGKAT PERTUMBUHAN KREDIT PROPERTI

Oleh: Luna Mantyasih Makarti (0906498603)

Ilmu Manajemen Keuangan, Pascasarjana FEUI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Tahun 2008 merupakan tahun yang sangat sulit bagi perekonomian dunia dikarenakan adanya krisis ekonomi global. Krisis yang awalnya disebabkan oleh persoalan sub-prime mortgage di Amerika Serikat mengakibatkan terjadinya kredit macet atau NPL (Non Performing Loan) dalam jumlah yang besar. Kejatuhan Lehman Brothers di bulan September 2008 semakin memperparah krisis finansial. Krisis keuangan dan ekonomi yang terjadi di Amerika Serikat sangat berpengaruh ke seluruh dunia, termasuk perekonomian Indonesia. Sektor properti salah satunya.

Sampai dengan akhir 2008 beberapa peristiwa menjadi hambatan yang mempengaruhi kinerja dari sektor properti. Meroketnya harga minyak dunia sampai di atas 100 USD per barrel dari awal sampai pertengahan tahun 2008 mengakibatkan naiknya biaya pembangunan maupun perawatan bangunan. Walaupun demikian, di akhir tahun 2008 harga minyak dunia telah mengalami penurunan yang cukup signifikan (± 70%) sampai di bawah 50 USD per barrel. Diharapkan tentunya dengan mulai menurunnya harga minyak, maka biaya untuk pembangunan maupun perawatan dari sektor properti akan mengalami penurunan yang cukup signifikan di tahun selanjutnya.

Tingginya suku bunga pada tahun 2008 juga ikut menyumbang masalah terhadap sektor properti. Selama tahun 2008 suku bunga BI (BI rate) telah beberapa kali mengalami peningkatan untuk memerangi inflasi, walaupun di akhir tahun sempat terjadi penurunan 25 basis poin. Naiknya BI rate akan merangsang terjadinya suku bunga pinjaman yang tinggi. Tingkat suku bunga KPR sudah mengalami peningkatan yang cukup besar dari awal tahun 2008. Hal ini tentunya sangat memberatkan para pengguna KPR.

Tidak hanya dari sisi konsumen saja, pihak pengembang dari sektor properti juga merasakan dampak dari kenaikan suku bunga tersebut. Di dalam melaksanakan pembangunan, tidak jarang pihak pengembang membiayai proyeknya menggunakan pinjaman. Tingkat suku bunga pinjaman yang tinggi dapat menambah beban pengembang untuk membangun ataupun menyelesaikan

Page 2: Proposal

proyeknya. Hal ini akan mengakibatkan banyaknya proyek yang dihentikan atau tidak jadi dilaksanakan akibat tingginya biaya.

Permasalahan kredit sektor properti di Amerika Serikat berimbas pada kegiatan ekonomi di Indonesia, khususnya sektor properti. Jumlah kredit properti yang gagal bayar (NPL) dari tahun 2008-2009 mengalami kecenderungan meningkat. Namun, diharapkan dengan mulai turunnya harga minyak dan ekspektasi akan mulai berkurangnya inflasi, maka BI rate akan dapat diturunkan lebih banyak lagi di masa yang akan datang. Dengan kata lain, intervensi pemerintah sangat dibutuhkan dalam menjamin upaya penyediaan kredit properti.

Permasalahan

Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah harga minyak dunia, inflasi, BI rate, kurs, dan tingkat pertumbuhan kredit properti berpengaruh secara serentak terhadap rasio NPL kredit sektor properti?

2. Apakah harga minyak dunia, inflasi, BI rate, kurs, dan tingkat pertumbuhan kredit properti berpengaruh secara parsial terhadap rasio NPL kredit sektor properti?

3. Apakah harga minyak dunia dan kurs berpengaruh secara serentak terhadap inflasi?4. Apakah harga minyak dunia dan kurs berpengaruh secara parsial terhadap inflasi?5. Apakah tingkat pertumbuhan kredit properti dipengaruhi secara signifikan oleh BI rate?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalahan tersebut, tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menemukan bukti empiris pengaruh variabel harga minyak dunia, kebijakan pemerintah (inflasi dan BI rate), dan kurs pada rasio NPL kredit properti dan hubungannya dengan tingkat pertumbuhan kredit properti. Sedangkan tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mempelajari pertumbuhan klasik masing-masing time series.2. Menyelidiki seberapa besar pengaruh variabel harga minyak dunia, inflasi, BI rate, kurs,

dan tingkat pertumbuhan kredit properti pada rasio NPL kredit sektor properti. 3. Menyelidiki seberapa besar pengaruh variabel harga minyak dunia dan kurs pada inflasi.4. Menyelidiki seberapa besar pengaruh BI rate terhadap tingkat pertumbuhan kredit

properti.

TINJAUAN LITERATUR

1. Kerangka Teori

Kredit Properti

Kredit properti merupakan semua pembiayaan dari perbankan untuk bidang usaha yang kegiatannya berkaitan dengan pengadaan tanah, bangunan dan fasilitasnya untuk dijual atau

Page 3: Proposal

disewakan. Kredit properti ini diberikan dalam bentuk kredit investasi, kredit modal kerja maupun kredit konsumsi.

Kredit properti terdiri dari tiga jenis kredit, yaitu kredit konstruksi, kredit real estate, dan kredit pemilikan rumah/apartemen (KPR/KPA). Kredit konstruksi umumnya diberikan kepada para usahawan atau kontraktor untuk membangun perkantoran, mal, ruko dan pusat bisnis lainnya. Kredit real estate diberikan kepada para pengembang untuk membangun kompleks perumahan kelas atas. Sedangkan KPR/KPA diberikan kepada perorangan yang akan membeli atau memperbaiki rumah atau apartemen.

Non Performing Loan

Non performing loan atau kredit bermasalah merupakan salah satu indikator kunci untuk menilai kinerja fungsi bank. Salah satu fungsi bank adalah sebagai lembaga intermediary atau penghubung antara pihak yang memiliki kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana.

Pendapatan terbesar suatu bank berasal dari pendapatan bunga atas kredit yang diberikan ke masyarakat dan sumber dana terbesar suatu bank juga berasal dari masyarakat atau Dana Pihak Ketiga (DPK). Dengan demikian, aktivitas atau fungsi utama suatu bank adalah menghimpun dana masyarakat yang memiliki kelebihan dana dan kemudian menyalurkan dana tersebut kembali ke masyarakat dalam bentuk kredit.

Kredit yang diberikan ke masyarakat bukannya tidak berisiko gagal atau macet. Bank Indonesia (BI) melalui Peraturan Bank Indonesia (PBI) menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) adalah sebesar 5%. Rumus perhitungan NPL adalah sebagai berikut:

Rasio NPL = (Total NPL / Total Kredit) x 100%

Harga Minyak Dunia

Manusia tidak lepas dari energi. Semua aktivitas pasti membutuhkan energi. Kebutuhan energi suatu negara erat kaitannya dengan jumlah penduduk dan tingkat perkembangan industri. Kebutuhan energi dunia saat ini masih sangat bergantung pada bahan bakar fosil terutama minyak bumi.

Pada dasarnya harga minyak dunia ditentukan oleh pasar, yaitu keseimbangan antara penawaran dan pemintaan. Pada pasar global, harga minyak ditetapkan dari pergerakan 3 bursa minyak utama, yaitu: The New York Mercantile Exchange (NYMEX), The International Petroleum Exchange in London (IPE) dan The Singapore International Monetary Exchange (SYMEX).

Harga minyak dunia berpengaruh pada besarnya biaya transportasi, harga barang dan jasa, serta ketersediaan beberapa produk seperti bahan makanan, air, dan kebutuhan lainnya. Jika harga minyak terlalu tinggi, harga barang dan jasa akan mengalami kenaikan sehingga dapat terjadi inflasi. Jika harga minyak terlalu rendah, maka akan terjadi pemborosan penggunaan minyak. Investor tidak akan tertarik untuk menanamkan modalnya pada industri perminyakan sehingga dapat mengakibatkan kerugian pada negara produsen minyak seperti negara-negara anggota

Page 4: Proposal

OPEC. Jika harga terlalu rendah, pengadaan minyak akan turun sampai harga kembali ke keadaan normal.

Kebijakan Bank Indonesia

Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral di Indonesia memiliki tugas untuk menjaga stabilitas moneter melalui nilai tukar dan juga inflasi. Untuk melihat stabilitas moneter, ada beberapa tolok ukur yang digunakan. Pertama, inflasi yang berada pada tingkat yang cukup rendah. Kedua, suku bunga pada tingkat yang wajar. Ketiga, nilai tukar rupiah yang realistis. Keempat, ekspektasi masyarakat terhadap perekonomian. Kesemuanya dapat dicapai melalui transmisi kebijakan moneter berupa operasi pasar terbuka (open market operation).

Untuk mengendalikan inflasi, Bank Indonesia mengeluarkan kebijakan berupa tingkat suku bunga moneter (BI rate). BI rate merupakan acuan bagi dunia perbankan Indonesia untuk menetapkan suku bunganya, baik untuk tabungan, deposito, kredit investasi, maupun kredit konsumsi. Penerapan tingkat suku bunga BI rate yang tidak tepat (baik terlalu tinggi maupun terlalu rendah) sama-sama akan menyebabkan timpangnya pergerakan perekonomian nasional.

Indonesia cenderung untuk memiliki tingkat inflasi yang tinggi dan nilai tukar yang volatile. Bila inflasi tinggi, maka BI rate nominal cenderung tinggi. Hal ini untuk menjaga agar BI rate tidak tergerus inflasi. BI rate yang terlalu tinggi akan mengakibatkan jumlah dana bank komersial diprioritaskan untuk disimpan di BI untuk mendapatkan untung besar. Hal ini akan mengakibatkan kurangnya kucuran dana untuk sektor riil dan otomatis pergerakan sektor riil terhambat.

Sebaliknya, BI berusaha menciptakan kondisi yang kondusif bagi investasi dengan cara menurunkan BI rate. Penurunan BI rate diharapkan akan meningkatkan kredit investasi masyarakat, pemerintah, maupun swasta, sehingga akan menggerakkan sektor riil dan roda perekonomian.

Inflasi dan Kurs

Inflasi merupakan bagian dari siklus ekonomi dan pasti dialami oleh setiap negara. Setiap negara memiliki tingkat inflasi yang berbeda. Penyebab munculnya inflasi adalah kebijakan-kebijakan ekonomi yaitu bunga bank. Dari teori ilmu ekonomi makro, dapat disebutkan bahwa suku bunga akan berpengaruh pada kesediaan orang untuk berinvestasi. Investasi tersebut akan mengakibatkan pertumbuhan uang akan lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan sektor riil sehingga akan terjadi inflasi. Ini dikarenakan daya beli uang selalu menurun dan kecenderungan pemberian pinjaman menjadi berlebihan.

Perubahan kurs mata uang berpengaruh pada kelancaran usaha nasabah. Jika nilai rupiah jatuh dibandingkan dengan valuta asing dan usaha tersebut dijalankan menggunakan bahan impor, maka akan menurunkan usaha nasabah. Dampaknya, akan meningkatkan kredit macet.

Page 5: Proposal

2. Penelitian Sebelumnya

Penelitian mengenai kredit macet dan variabel makroekonomi sudah banyak dilakukan dari berbagai sudut pandang. Berikut beberapa kajian mengenai NPL.

a. Yunis Rahmawulan (2008) menguji model

NPL = α1 GGDPt + α2 INFt + α3 SBIt + α4 GLONt + α5 LDRt

dan menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi NPL adalah pertumbuhan GDP pada 4 kuarter sebelumnya, inflasi, LDR, dan perubahan SBI. Kesimpulan ini berdasarkan analisis regresi berganda dangan hasil:

NPL = 13.31 + 13.67 GGDPt-4 + 0.28 INF – 14.74 LDR + 0.1954 ∆SBI (11.16) (2.5684) (5.7065) (-6.9389) (2.2229)R2 = 0.7927Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey: 0.33Uji Autokorelasi DW: 2.0875Uji Correlation Matrix: rendahProb Homoscedastic: 0.404

Pada uji regresi sederhana antara NPL dan pertumbuhan kredit (GLON) yang dilakukan sebelumnya, NPL dan pertumbuhan kredit tidak memiliki hubungan signifikan jika dimasukkan ke dalam regresi berganda. Pada alpha 5%, variabel GGDP (Growth of Gross Domestic Product) lag 4, INF (inflasi), LDR (Loan to Deposit Ratio), dan perubahan SBI secara bersama-sama mempengaruhi tingkat NPL sekarang. Variabel yang memberikan hubungan negatif adalah variabel LDR, semakin tinggi LDR maka semakin rendah NPL. Secara serempak semua variabel independent berpengaruh terhadap variabel dependent. Perubahan suku bunga SBI juga secara signifikan mempengaruhi NPL. Pada awal penginputan data, digunakan variabel perubahan kurs. Namun terjadi multikolinear pada variabel perubahan kurs dan inflasi. Sehingga variabel perubahan kurs tidak digunakan dalam penelitian. Variabel inflasi dipilih karena merupakan hasil akhir dari dampak perubahan kurs.

b. Peningkatan harga minyak dunia yang mencapai angka tertinggi dalam kurun waktu 20 tahun terakhir ternyata menyebabkan kegoncangan perekonomian dalam negeri yang mengakibatkan NPL meningkat tajam. Penelitian yang telah dilakukan di Thailand menghasilkan kesimpulan yaitu setiap kenaikan $1 harga minyak mentah Dubai akan mengakibatkan penurunan 0,2% GDP Thailand. Hal ini sekaligus mengakibatkan kenaikan inflasi 0,3% (The Nation Newspaper, 2007).

c. Jika dihubungkan antara kegagalan variabel ekonomi dengan NPL, faktor yang mempengaruhi kredit perbankan, studi kasus di negara Malaysia, hasilnya sama dengan

Page 6: Proposal

yang terjadi di Indonesia, yaitu variabel yang mempengaruhi kredit hanya variabel kredit periode sebelumnya (Syahrul, 2006).

d. Suryanti Lubis (2006) meneliti tentang faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan NPL pada perbankan di Sumatera Utara dengan hasil regresi

Y = 205.2628 + 0.353030 X1 + 0.087246 X2 t-1 – 11.35893 X3 (7.237669) (2.394380) (0.958908) (-6.933363)

yang menunjukkan bahwa:

a) Variabel suku bunga SBI (X1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan NPL

b) Variabel inflasi tahun sebelumnya (X2 t-1) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan NPL

c) Variabel Produk Domestik Regional Bruto (X3) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap peningkatan NPL

Variabel X1 (suku bunga SBI), variabel X2 t-1 (inflasi tahun sebelumnya), dan variabel X3 (PDRB) secara bersama-sama mampu memberikan penjelasan terhadap peningkatan NPL.

e. Mudrajat dan Suharjono, dalam bukunya: Teori dan Aplikasi, memaparkan fenomena berbeda antara kondisi di Indonesia dengan beberapa negara lain. Di negara Filipina terdapat hubungan satu arah antara total kredit domestik dengan pertumbuhan ekonomi (GDP), artinya pertumbuhan kredit di dalam negeri mendorong laju pertumbuhan ekonomi Filipina. Bukti empiris di Indonesia menggambarkan sebaliknya. Pertumbuhan ekonomi yang tinggi di Indonesia mendorong penciptaan beberapa lembaga keuangan bank dan bukan bank, termasuk mendorong laju ekspansi kredit oleh perbankan.

f. Pada papernya, Saurina (2005) menunjukkan adanya hubungan antara penyaluran kredit dengan risiko kredit. Semakin cepat laju penyaluran kredit berbanding lurus dengan kenaikan NPL. Pinjaman yang diberikan ketika boom period akan menyebabkan kemungkinan terjadi default lebih tinggi dibandingkan pada saat krisis. Saurina berkesimpulan tingkat pertumbuhan selama 4 tahun terakhir secara positif dan signifikan mempengaruhi tingkat NPL. Tingkat pertumbuhan kredit selama 3 tahun terakhir juga positif namun tidak signifikan. Hal ini juga menunjukkan penyaluran kredit saat booming, juga akan mempengaruhi tingkat NPL di masa yang akan datang. Dan dikarenakan masalah kredit mempunyai sifat yang persisten, maka variabel NPL periode sebelumnya dimasukkan sebagai variabel independen. Model Saurina (2005) membuktikan ada korelasi positif antara pertumbuhan kredit di masa lalu dengan masalah kredit yang dihadapi sekarang.

Page 7: Proposal

Penelitian Saurina menampilkan persamaan keterkaitan NPL dengan situasi perbankan dan makroekonomi, seperti pertumbuhan GDP, suku bunga, serta pertumbuhan kredit seperti berikut:

NPLit = αNPLit-1 + β1GDPGt + β2GDPGt-1 + β3RIRt + β4RIRt-1 + δ1LOANGit-2 + δ2LOANGit-3

+ δ3LOANGit-4 + χ1HERFRit + χ2HERFIit + θ1COLINDit + θ2COLFIRit + ωSIZEit + ηi + εit

NPLit : Rasio kredit macet per total kredit untuk bank I di tahun t, penelitian Saurina menggunakan ln(NPLit/(100-NPLit)), agar tidak membatasi nilai variabel

GDPG : Gross Domestic Product GrowthRIR : Real Interest RateLOANG : Loan Growth RateHERFI : Herfindahl Index for IndustryHERFR : Herfindahl Index for RegionCOLFIR : Collateral of firmCOLIND : Collateral of householdηi : profil bank (konstan)εit : random error

Pertumbuhan kredit yang tinggi di masa lalu ternyata sejalan dengan peningkatan NPL di masa ini. Penelitian yang telah dilakukan oleh J. Saurina dan G. Jimenez (2005), memperoleh hasil bahwa variabel pertumbuhan GDP signifikan mempengaruhi NPL, bunga bernilai positif dan signifikan. Namun semakin tinggi pertumbuhan kredit, maka semakin besar pula kemungkinan terjadi default pada satu tahun berikutnya. Hal ini dinyatakan dengan pertumbuhan kredit yang bernilai positif.

g. Tingkat suku bunga dapat mempengaruhi Loan to Deposit Ratio (LDR). Menurut Supriyanto (2003), setelah 5 tahun krisis, perbankan mulai bergairah kembali melempar kredit (rasio LDR meningkat) meskipun secara umum fungsi intermediasi belum bergairah secara optimal. Adanya gelagat penurunan suku bunga akan memberi kesempatan bagi bank-bank untuk memberikan kredit.

h. Koopman dan Lucas (2003) meneliti tentang siklus bisnis dan default pada resiko kredit. Data yang digunakan adalah data-data time series USA tahun 1933-1997, yang meliputi data GDP riil, credit spreads, dan tingkat kegagalan bisnis. Data dibedakan menjadi dua tipe siklus yang mengarah pada periode, yaitu periode sekitar 6 tahun dan periode 11-16 tahun. Dari hasil penelitian, untuk sampel data yang paling lama, nampak siklus yang kuat antara credit spread dan GDP pada siklus bisnis 6 tahun. Pada siklus 11 tahun juga terdapat hubungan yang signifikan antara default (kredit macet) dan GDP.

DATA DAN METODOLOGI

Page 8: Proposal

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Harga minyak dunia dan kurs berpengaruh positif terhadap inflasi dan rasio NPL kredit properti.

2. Tingkat suku bunga moneter (BI rate) berpengaruh negatif terhadap rasio NPL dan tingkat pertumbuhan kredit properti.

3. Inflasi dan tingkat pertumbuhan kredit sektor properti berpengaruh positif terhadap rasio NPL kredit properti.

Variabel-variabel

Variabel penelitian terdiri dari variabel bebas (independent variable) dan variabel terikat (dependent variable). Variabel terikat pada penelitian ini adalah NPL, inflasi, dan tingkat pertumbuhan kredit properti. Hubungan antar variabel digambarkan sebagai berikut:

NPL = Rasio NPL sektor properti (%)INF = Inflasi (%)

GLON = Tingkat pertumbuhan kredit

properti (%)

OIL = Harga minyak dunia ($)KURS = Nilai tukar rupiah ($)BI = BI rate (%)

Model yang terbentuk adalah:

1. NPL = C(10) + C(11)*OIL + C(12)*INF + C(13)*BI + C(14)*KURS + C(15)*GLON

2. INF = C(20) + C(21)*OIL + C(22)*KURS

3. GLON = C(30) + C(31)*BI

Data yang digunakan adalah data sekunder time series bulanan. Pengambilan sampel data berada pada rentang waktu Juni 2007-Juni 2009. Data suku bunga BI, inflasi, kurs, dan posisi pinjaman properti diperoleh dari Statistik Ekonomi dan Keuangan Indonesia (SEKI). Data NPL diperoleh dari Statistik Perbankan Indonesia (SPI) yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia. Sedangkan data harga minyak dunia diperoleh dari data historis OPEC Basket Price.

Metodologi Penelitian

NPL

GLON

INF

OIL

BI

KURS

Page 9: Proposal

DAFTAR PUSTAKA

Adnan, Muhammad A & Firdaus Furywardhana. 2006. “Evaluasi Non Performing Loan (NPL) Pinjaman Qardhul Hasan (Studi Kasus di BNI Syariah Cabang Yogyakarta)”. Jurnal Akuntansi dan Auditing Indonesia. Volume 10 No. 2. Desember 2006:155-171.

Alam, Pram P. 2008. “Analisis Faktor-Faktor yang Menyebabkan Peningkatan Non Performing Loan (NPL) dan Dampaknya Terhadap Penyaluran Kredit di Sektor UMKM (Studi Kasus di Bank BRI)”. Tesis Program Pascasarjana Manajemen dan Bisnis IPB.

Hendri, Jhon. “Non Performing Loan”. Melalui <http://jh-thamrin.blogspot.com/2009/04/non-performing-loan.html> [14/9/09]

Kania, Nurhifen (red). 2009. “BI Rate vs Lending Rate”. Warta Ekonomi. Edisi 12/XXI/2009. 15-28 Juni 2009: 16-21.

Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian. 2005. “Laporan Rumah Susun dan Kredit Properti April 2009”.

Koopman & Lucas. 2003. “Business and Default Cycles for Credit Risk”. Faculty of Economics and Business Administration Vrije Universiteit, Tinbergen Institute, Amsterdam.

Kusuma, Raghunala (red). 2006. “Harga Minyak Dunia (Crude Oil Exchange)”. Paper Mata Kuliah Kebijakan Energi. Jurusan Teknik Fisika Universitas Gadjah Mada. Tidak dipublikasikan.

Pengumpulan data dan

penyesuaian data

Regresi berganda: Penyusunan model OLS

Uji R2: cek pengaruh variabel independen secara menyeluruh

Uji t: melihat koef. regresi masing-masing variabel signifikan/tidak

Uji F: melihat keseluruhan model signifikan/tidak

Uji autokorelasi: menghindari adanya hub. autokorelasi antar sesama variabel

Uji multikolinearitas: menghindari adanya masalah hub. linear antar sesama variabel

Uji heterocedastic: menguji varian residual

Uji normalitas: menguji distribusi

normal pada residualModel NPL

Pembuktian hipotesis

Page 10: Proposal

Lubis, Suryanti. 2006. “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Peningkatan Non Performing Loan (NPL) pada Perbankan di Sumatera Utara”. Universitas Sumatera Utara. Tidak dipublikasikan.

Rahmawulan, Yunis. 2008. “Perbandingan Faktor Penyebab Timbulnya NPL dan NPF pada Perbankan Konvensional dan Syariah di Indonesia”. Tesis PSKTTI-UI.

Saurina, J. 2005. “Credit growth, problem loans and credit risk provisioning in Spain”. Working Paper.

Saurina, J., Gabriel Jimenez. 2005. “Credit Cycle, Credit Risk, and Prudential Regulation”. Working Paper. Banco de Espana.

Syahrul. 2006. “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Jumlah Uang Beredar dan Kredit/Pembiayaan: Studi Banding Bank Konvensional dan Syariah”. Tesis PSKTTI-UI.

The Nation. 2007. “Thailand’s economic forecast will be revised on November 23, when the recent oil price hikes as well as global economic conditions will be taken into account, a Finance Ministry said”. Newspaper of Thailand. October 23, 2007.

Tim Riset FBI. 2009. “Economic Outlook 2009: Perjuangan Melawan Krisis”. PT Finansial Bisnis Informasi.

______2009. "Mortgage Credit Crisis of 2008”. Encyclopedia of Business In Today's World. SAGE Publications. 6 Sep. 2009. Melalui <http://sage-ereference.com/businesstoday/Article_n666.html> [14/9/09]