Proposal

29
  PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA POTENSI LIMBAH INDUSTRI RUMPUT LAUT SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PEMBUATAN BIOETANOL DI INDONESIA BIDANG KEGIATAN : PKM GAGASAN TERTULIS Diusulkan oleh : Dwi Agustina Triwisari C34052955 / 2005 Prastika Dwi Ulfana C34053786  / 2005 Ayupry Diptasari F24051589/ 2005 INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

Transcript of Proposal

PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

POTENSI LIMBAH INDUSTRI RUMPUT LAUT SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PEMBUATAN BIOETANOL DI INDONESIA

BIDANG KEGIATAN : PKM GAGASAN TERTULIS

Diusulkan oleh : Dwi Agustina Triwisari Prastika Dwi Ulfana Ayupry Diptasari C34052955 / 2005 C34053786/ 2005 F24051589/ 2005

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009

HALAMAN PENGESAHAN USULAN PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA

1.Judul Kegiatan

Dwi Agustina Triwisari C34052955 Teknologi Hasil Perairan Institut Pertanian Bogor Jl. Bateng, gg. Masjid no.77 Darmaga, Bogor/ 081 331 475 010 4. Anggota Pelaksana Penulisan : 3 orang 5. Dosen Pendamping a. Nama Lengkap dan Gelar : Dr. Ir. Sukarno, M. Sc b. NIP : 131 664 402 c. Alamat Rumah dan No. HP: Gedung Fateta lt. 2 IPB Darmaga/ 0811119721

2. Bidang Kegiatan 3. Ketua Pelaksana Kegiatan a. Nama Lengkap b. NIM c. Jurusan d. Perguruan Tinggi e. Alamat Rumah dan No.HP

: Potensi limbah industri rumput laut sebagai bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia : PKM Gagasan Tertulis : : : : :

Menyetujui, Ketua Departemen

Bogor, 24 Maret 2009 Ketua Pelaksana Kegiatan

Dr. Ir. Dahrul Syah M.Sc NIP. 131878503 Wakil Rektor Bidang Akademik dan Kemahasiswaan,

Dwi Agustina Triwisari NIM. C34052955

Dosen Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS NIP. 131.473.999

Dr. Ir. Sukarno, M. Sc NIP. 131 664 402

ii

RINGKASAN POTENSI LIMBAH INDUSTRI RUMPUT LAUT SEBAGAI BAHAN BAKU ALTERNATIF PEMBUATAN BIOETANOL DI INDONESIA Dwi Agustina Triwisari, Prastika Dwi Ulfana, Ayupry Dipta Sari Perikanan Indonesia memiliki potensi produksi hasil laut yang besar, seperti ikan, moluska, krustasea, rumput laut dan komoditas perairan lainnya. Salah satu komoditi perairan Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan adalah rumput laut. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan rumput laut di pasar lokal dan ekspor masih lebih besar dari penawarannya. Oleh karena itu pemerintah Saat ini tengah menggalakkan peningkatan produksi komoditi rumput laut (Hirmen et al. 2002). Sehingga untuk ke depannya produksi rumput laut di Indonesia akan selalu mengalami peningkatan. Data produksi rumput laut tahun 2008 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebesar 15 ribu ton, setelah pada tahun sebelumnya mencapai 135 ribu ton (Budiono 2008). Nilai produksi yang sangat besar ini dikarenakan permintaan rumput laut sebagai bahan baku industri yang cukup besar baik di dalam maupun di luar negeri. Akhir-akhir ini banyak diberitakan mengenai krisis pangan dan energi yang terjadi di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut PDSI (2008), saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber yang tidak terbarukan (minyak, batubara dan gas), yakni sekitar 80,1%, dimana masingmasing adalah minyak sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas 20,44%. Sumber energi terbarukan, tapi mengandung resiko tinggi adalah energi nuklir sekitar 6,3%. Dilain pihak sumber energi yang terbarukan lainnya baru sekitar 13,6% yang dikembangkan, terutama biomassa tradisional sekitar 8,5%. Salah satu paradigma yang mulai dikembangkan untuk menjadi solusi adalah menggali lebih banyak potensi sumber daya untuk produksi biomassa yang terbarukan dan berkelajutan. Limbah hasil industri pengolahan rumput merupakan sumber biomassa yang potensial untuk dikembangkan menjadi alternatif sumber energi terbarukan di Indonesia. Tujuan dari penulisan karya tulis ini antara lain : (1) Menggali potensi limbah industri rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia, (2) memberikan informasi kepada masyarakat terkait potensi limbah rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bietanol, (3) memberikan solusi terhadap permasalahan sumber energi terbarukan di Indonesia. Berdasarkan metodenya penulisan karya tulis ini termasuk dalam penulisan gabungan eksposisi dan deskripsi tentang pemanfaatan limbah rumput laut sebagai bahan baku slternatif pembuatan bioetanol. Penulisan ini menggunakan pendekatan studi studi literatur, diskusi serta analisi dan sintesis,. Sumber data yang digunakan dalam studi literatur berasal dari buku, jurnal, artikel, surat kabar, dan internet. Data yang telah didapat kemudian diolah dengan diskusi antara tim penulis.

iii

Limbah industri rumput laut ini dapat mencapai 65-75% dari bahan baku segar yang diolah (Kim et al. 2008). Jumlah yang sangat besar ini sering terbuang begitu saja tanpa ada pemanfaatan lebih lanjut yang dapat meningkatkan nilai tambahnya. Limbah industri rumput laut berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia. Etanol sebagai campuran bahan bakar berfungsi untuk menambah volume BBM (bahan bakar minyak), sebagai peningkat angka oktan dan sumber oksigen untuk pembakaran yang lebih bersih pengganti Methyl Tetra Buthyl Eter (MTBE). Ketersediaan sumber daya yang melimpah menjadi faktor utama yang menunjang pengembangan potensi limbah rumput laut tersebut. Pada tahun 2008 dari 1.682.542 ton jumlah limbah rumput laut yang dihasilkan di Indonesia dapat menghasilkan 6.985,9 ton etanol yang setara dengan 6.985.900 liter per tahun. Selain itu, pemanfaatan limbah rumput laut ini memiliki banyak manfaat antara lain (1) menjadi salah satu sumber bahan baku alternatif untuk energi terbarukan di Indonesia, (2) meningkatkan nilai tambah pada industri pengolahan rumput laut sehingga terbentuknya sistem zero waste industri dan (3) menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan. Berdasarkan hal di atas, perlu adanya kerjasama antara pihak pemerintah, akademisi, dan petani dalam pengembangan limbah rumput laut ini sebagai sumber bahan baku alternatif energi terbarukan di Indonesia. Kerjasama tersebut terkait dalam intensif peningkatan teknologi pengolahan limbah rumput laut di Indonesia. Serta mendukung lebih banyak adanya penelitian mengenai pengaplikasian limbah rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia.

iv

DAFTAR ISI

Judul ................................................................................................................. i Lembar pengesahan ......................................................................................... ii Ringkasan ....................................................................................................... iii Daftar Isi.......................................................................................................... v Daftar Tabel .................................................................................................... vi Daftar Gambar ............................................................................................... vii I. Pendahuluan ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1 1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2 1.3 Tujuan ............................................................................................. 3 1.4 Manfaat Penulisan ........................................................................... 3 II. Telaah Pustaka ............................................................................................ 4 2.1 Rumput Laut ................................................................................... 4 2.2 Selulosa ........................................................................................... 5 2.3 Bioetanol ......................................................................................... 6 III. Metodologi Penulisan................................................................................. 8 IV. Pembahasan ............................................................................................... 9 4.1 Potensi Sumber Daya Limbah Rumput Laut di Indonesia ................. 9 4.2 Proses Pembuatan Bioetanol dari Limbah Rumput Laut ................. 10 4.3 Potensi Pengembangan Bioetanol dari Limbah Rumput Laut ......... 13 V. Kesimpulan dan Saran .............................................................................. 15 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 15 5.2 Saran.............................................................................................. 15

Daftar Pustaka ............................................................................................... 16 Lampiran ....................................................................................................... 18

v

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Komposisi kimia rumput laut ............................................................. 5 Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan SNI 06-3565-1994 ............................ 7 Tabel 3. Perusahaan produsen Agar di Indonesia............................................ 10 Tabel 4. Konsentrasi glukosa dari hidrolisis menggunakan enzim ................. 11 Tabel 5. Perhitungan kasar perkiraan jumlah produksi bioetanol dari limbah rumput laut. 13

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Gracilaria sp. ................................................................................. 4 Gambar 2. Struktur selulosa ............................................................................. 8

vii

I. PENDAHULUAN

1. Latar Belakang Perikanan Indonesia memiliki potensi produksi hasil laut yang besar, seperti ikan, moluska, krustasea, rumput laut dan komoditas perairan lainnya. Salah satu komoditi perairan Indonesia yang sangat berpotensi untuk dikembangkan adalah rumput laut. Hal ini dikarenakan jumlah permintaan rumput laut di pasar lokal dan ekspor masih lebih besar dari penawarannya. Oleh karena itu pemerintah Saat ini tengah menggalakkan peningkatan produksi komoditi rumput laut (Hirmen et al. 2002). Sehingga untuk ke depannya produksi rumput laut di Indonesia akan selalu mengalami peningkatan. Data produksi rumput laut tahun 2008 menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan sebesar 15 ribu ton, setelah pada tahun sebelumnya mencapai 135 ribu ton (Budiono 2008). Nilai produksi yang sangat besar ini dikarenakan permintaan rumput laut sebagai bahan baku industri sangat besar baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2007, Indonesia diperkirakan akan menguasai 31% pangsa pasar rumput laut (Eucheuma dan Gracillaria) dan akan terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan Indonesia akan menguasai 35% pangsa pasar dunia (Zatnika 2004). Peningkatan ini didukung oleh kegiatan intensif budi daya rumput laut yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Sampai saat ini, jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan hanya berkisar kurang dari 10 jenis, selebihnya Indonesia memiliki potensi sekitar 540 jenis rumput laut yang belum banyak dikembangkan. Rumput laut tersebut sangat banyak penggunaannya, karena dapat diolah secara sederhana menjadi komoditi segar yang dapat langsung dikonsumsi, kemudian produk perantara seperti tepung rumput laut (karagenan) hingga menjadi bahan baku untuk kosmetik, farmasi, dan pangan. Pada umumnya permintaan cukup besar terhadap produk olahan rumput laut seperti agar dan karagenan. Akhir-akhir ini banyak diberitakan mengenai krisis pangan dan energi yang terjadi di beberapa negara di dunia, termasuk Indonesia. Menurut PDSI

(2008), saat ini sumber energi dunia masih didominasi oleh sumber yang tidak terbarukan (minyak, batubara dan gas), yakni sekitar 80,1%, dimana masingmasing adalah minyak sebesar 35,03%, batubara sebanyak 24,59% dan gas 20,44%. Sumber energi terbarukan, tapi mengandung resiko tinggi adalah energi nuklir sekitar 6,3%. Dilain pihak sumber energi yang terbarukan lainnya baru sekitar 13,6% yang dikembangkan, terutama biomassa tradisional sekitar 8,5%. Salah satu paradigma yang mulai dikembangkan untuk menjadi solusi adalah menggali lebih banyak potensi sumber daya untuk produksi biomassa yang terbarukan dan berkelajutan. Limbah hasil industri pengolahan rumput laut merupakan sumber biomassa yang potensial untuk dikembangkan menjadi alternatif sumber energi terbarukan di Indonesia. Pemerintah Indonesia, dalam hal ini Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergi tersebut akan mencapai 30% dari pasokan energi nasional pada tahun 2025 (Indaryanto 2005).

I.2 Perumusan Masalah Indonesia sebagai salah satu negara maritim terbesar di dunia memiliki kekayaan alam berupa jenis dan jumlah rumput laut yang melimpah. Rumput laut tersebut salah satunya dimanfaatkan sebagai sumber penghasil agar-agar. Setiap harinya industri penghasil agar menghasilkan limbah sebanyak 65-70% dari bahan baku yang masuk (Kim et al. 2008). Menurut pengakuan salah satu industri penghasil agar, dalam sehari mereka mampu menghasilkan kurang lebih 30 ton limbah agar yang tidak terpakai. Kandungan limbah yang dihasilkan oleh pengolahan rumput laut tersebut salah satunya adalah karbohidrat. Karbohidrat tersebut berupa selulosa. Selulosa yang terkandung di limbah tersbut mencapai 15-25 % (Kim et al. 2008). Potensi selulosa yang cukup besar ini, ternyata dapat dimanfaatkan dalam proses pembuatan bioetanol. Selulosa dapat dirubah menjadi gula sederhana (glukosa)

2

melalui proses sakarifikasi, kemudian media gula tersebut dimanfaatkan oleh khamir untuk menghasilkan etanol. Etanol inilah yang kemudian disebut sebagai bioetanol yang dijadikan sebagai campuran dalam BBM (Bahan akar Minyak) berfungsi untuk menambah volume BBM (bahan bakar minyak), sebagai peningkat angka oktan dan sumber oksigen untuk pembakaran yang lebih bersih pengganti Methyl Tetra Buthyl Eter (MTBE) yang ramah lingkungan.

I.3 Tujuan Tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut: 1. Menggali potensi limbah industri rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia 2. Memberikan informasi kepada masyarakat terkait potensi limbah rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bietanol. 3. Memberikan solusi terhadap permasalahan sumber energi terbarukan di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan a. Bagi Mahasiswa Mahasiswa melatih kemampuannya untuk bertindak kreatif dan inovatif dalam mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajarinya di masyarakat. b. Bagi Perguruan Tinggi : Karya tulis ini diharapkan memberikan kontribusi dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta meningkatkan citra dan nama baik institusi perguruan tinggi. c. Bagi Lingkungan, masyarakat dan pemerintah Karya tulis ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang manfaat limbah, sehingga dapat diaplikasikan dalam kehidupan nantinya. Penulis dapat membantu pemerintah mengatasi beberapa permasalahan tentang pemanfaatan limbah industri yang melimpah dan menjadikannya sebagai bahan tambahan dalam bahan bakar yang ramah lingkungan.

3

II. TELAAH PUSTAKA

2.1 Rumput Laut Alga laut diklasifikasikan menjadi makroalga dan mikroalga. Makroalga terdiri dari banyak sel dan berbentuk koloni (Castro dan Huber 2003). Makroalga termasuk alga merah, alga hijau, dan alga coklat dan umumnya disebut dengan rumput laut. Struktur rumput laut lebih kompleks daripada alga uniselular. Rumput laut tidak memiliki daun, batang, dan akar sejati. Bagian tubuhnya disebut dengan thallus, dapat berupa filament, lembaran tipis berdaun banyak, persegi dengan kulit keras, atau lumut raksasa. Jenis rumput laut yang telah banyak dimanfaatkan berasal dari marga Euchema, Gelidium, Gracilaria, Hypnea, dan Sargassum, sedangkan jenis lainnya seperti Caulerpa dan Dictosphaeria masih dimanfaatkan dalam skala kecil untuk konsumsi lokal (Atmadja et al. 1996). Rumput laut jenis Euchema cottonii merupakan rumput laut dari jenis alga hijau (Chlorophyceae). Rumput laut jenis ini memiliki thallus yang licin dan silindris, berwarna hijau, hijau kuning, abu-abu, dan merah. Tumbuh melekat pada substrat dengan alat perekat berupa cakram. (Atmadja et al. 1996). Rumput laut jenis ini dikenal sebagai penghasil karagenan, sehingga masuk ke dalam kelompok carrageenophytes. Karagenan yang dihasilkan merupakan senyawa polisakarida yang dapat diekstrak dengan air panas yang memiliki kemampuan untuk membentuk gel.

Gambar 1. Gracilaria sp.

4

Secara kimia, rumput laut terdiri dari air (27,8%), protein (5,4%), karbohidrat (33,3%), lemak (8,60%), serta serat kasar (3,0%), dan abu (22,25%) (Suriawiria 2003) . Uji proksimat yang dilakukan pada ampas rumput laut kering didapatkan presentase masing-masing komponen kadar air adalah 11.28%, kadar abu 36,05%, kadar lemak 0,42%, kadar protein 1,86%, kadar serat kasar 8,96% dan karbohidrat 41,43% (Harvey 2009).

2.2 Selulosa Selulosa merupakan substansi organik yang paling melimpah di alam. Selulosa tidak larut di dalam air dan tidak dapat dicerna oleh tubuh manusia. Selulosa diikiat oleh -1,4 glikosidik membentuk rantai polimer linier panjang dengan struktur yang seragam, ikatan ini sangat stabil sehingga sulit dicerna oleh manusia. Alga coklat dan hijau memiliki, sebuah struktur polisakarida, berupa selulosa yang secara esensial mirip dengan tumbuhan terestrial dan terdapat sekitar 10% dari bobot keringnya (Kennedy 1989). Tabel 1. Komposisi kimia rumput lautJenis alga Alga Merah Gelidium amansii, marocco Selulosa (%) 16,8 Galaktan (%) 55,2 (gal 28 % AHG 27 %) 56,4 Karbohidrat (%) 72,0 Protein (%) 21,1 etc (lipid ash) (%) 6,9

Gelidium amansii, joju Gracilaria E. cotonii Alga Hijau Codium fragile Alga Undaria Coklat pinattinda Laminaria japonica Sumber : Kim et al. 2008

23

79,4

11,8

8,8

19,7 7,1 10,9 2,4 6,7

44,4 43,4 47,8 38,7 40,0

74,1 50,5 58,7 41,1 46,7

11 4,9 34,7 24,2 12,2

14,9 44,6 6,6 34,7 38,1

Pada Tabel 1 diatas dapat diketahui besarnya kandungan selulosa dalam Gracilaria sebesar 19,7 % dan kandungan karbohidrat yang cukup tinggi dibandingkan dengan rumput laut jenis lain. Selulosa dapat dikonversi menjadi produk-produk bernilai ekonomi yang lebih tinggi seperti glukosa, etanol, dan pakan ternak dengan cara menghidrolisis selulosa dengan bantuan selulase sebagai

5

biokatalisator atau dengan cara hidroloisis secara asam atau basa (Kim et al. 2008). Salah satu keunggulan serat yang dimiliki oleh rumput laut adalah tidak adanya komponen lignin yang harus dieliminasi (Kim et al. 2008).

Gambar 2. Struktur selulosa (Anonim 2008)

2.3 Bioetanol Bioetanol merupakan produk fermentasi yang dapat dibuat dari substrat yang mengandung karbohidrat (gula, pati, atau selulosa). Etanol adalah salah satu senyawa alkohol dengan rumus kimia C2H5OH yang berupa cairan, tidak berwarna, jernih, mudah menguap, memiliki bau yang sangat halus, dan rasa yang pedas. Sifat fisika dari etanol adalah bersifat polar disebabkan karena gugus hideoksil (ROH). Seperti air, etanol dapat membentuk ikatan hydrogen. Karena adanya ikatan hydrogen ini maka etanol memiliki titik didih yang lebih tinggi dari senyawa lain yang memiliki berat formula yang sama. Etanol juga memiliki nilai pH sebagai asam lemah. Etanol mudah menguap meskipun pada suhu rendah, mudah terbakar dan mendidih pada suhu 78 0C. Syarat mutu etanol berdasarkan SNI dapat dilihat dari Tabel 2. Etanol diperoleh melalui proses fermentasi yang dilakukan oleh khamir. Fermentasi merupakan proses pemecahan karbohidrat dan asam amino dalam keadaan anaerob. Polisakarida mula-mula dipecah menjadi unit-unit gula sederhana, kemudian glukosa dipecah menjdai senyawa yang lebih sederhana tergantung dari jenis fermentasi (Fardiaz 1989).

6

Tabel 2. Syarat mutu etanol berdasarkan SNI 06-3565-1994Spesifikasi Prima super Kadar etanol maks 96.8% (v/v) min 96.3 % (v/v) Bahan yang dapat dioksidasikan (Uji Barbet) Minyak Fusel Aldehid (Asetaldehid) Logam berat Keasaman (Asam asetat) Sisa penguapan Metanol Sumber: BSN (1994) maks 4 mg/l maks 4 mg/l maks 15 mg/l maks 50 mg/l maks 15 mg/l maks 15 mg/l maks 30 mg/l maks 50 mg/l maks 60 mg/l maks 50 mg/l min 20 menit min 8 menit Kualitas Prima 1 min 96.1 % (v/v) Prima 2 min 95 % (v/v)

Pada kondisi anaerobik, khamir memetabolisme glukosa menjadi etanol sebagian besar melalui jalur Embden Meyerhof Parnas. Setiap mol glukosa akan diubah menjadi dua mol etnaol , oleh karena itu secara teoriis setiap glukosa memberikan 0,51 g etanol. Pada kenyataannya etanol tidak melebihi 90-95% dari hasil teoritis (Oura 1983).

7

III. METODOLOGI PENULISAN

Metodologi penulisan karya tulis ini adalah:

1. Data sekunder dari studi literatur Studi literatur dengan penggunaan data sekunder dilakukan baik dari internet, buku, jurnal, dan artikel.

2. Diskusi Berdasar dari permasalahan yang ada serta data dan potensi yang dimiliki, diskusi dilakukan untuk melahirkan suatu solusi yang dapat menjawab permasalahan tersebut.

3. Analisis dan Sintesis Analisis dilakukan terkait permasalahan energi di Indonesia. Selain itu analisis konstruktif dilakukan selama membahas potensi yang dimiliki oleh hasil limbah industri pengolahan rumput laut sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia.

8

IV. ANALISIS DAN SINTESIS

4.1 Potensi Sumber Daya Limbah Rumput Laut di Indonesia Berdasarkan catatan Ditjen Perikanan Budidaya Departemen Kelautan dan Perikanan, produksi rumput laut nasional pada tahun 2004 baru mencapai 410.570 ton. Pada tahun 2005 jumlah produksi tersebut meningkat menjadi 910.636 ton, kemudian pada tahun 2006 terus meningkat hingga mencapai 1.079.850 ton. Pada tahun 2007, tercatat sebanyak 1.343.700 ton rumput laut dihasilkan dalam waktu satu tahun (Anonima 2007). Nilai produksi yang sangat besar ini dikarenakan permintaan rumput laut sebagai bahan baku industri sangat besar baik di dalam maupun di luar negeri. Pada tahun 2007, Indonesia diperkirakan akan menguasai 31% pangsa pasar rumput laut (Eucheuma dan Gracillaria) dan akan terus meningkat. Pada tahun 2010 diperkirakan Indonesia akan menguasai 35% pangsa pasar dunia (Zatnika 2004). Peningkatan ini didukung oleh kegiatan intensif budi daya rumput laut yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Sampai saat ini, jenis rumput laut yang banyak dibudidayakan hanya berkisar kurang dari 10 jenis, selebihnya Indonesia memiliki potensi sebanyak 540 jenis rumput laut yang belum banyak dikembangkan. Rumput laut di Indonesia merupakan sumber bahan baku penghasil agar dan karagenan. Permintaan terhadap agar dan karagenan cukup tinggi di Indonesia. Selain itu, produk olahan rumput laut tersebut juga merupakan produk ekspor yang potensial sebagai sumber devisa negara. Di Indonesia terdapat kurang lebih 14 perusahaan besar yang bergerak sebagai produsen olahan rumput laut, yakni agar (Depperin 2009). Tabel 3 merupakan data perusahaan produsen agar di Indonesia. Menurut Anonimb (2007), dari 100% rumput laut segar yang diolah, 65% sisanya menghasilkan limbah olahan yang belum diolah dan dioptimalkan dengan baik di Indonesia. Besarnya potensi dan prospek pengolahan rumput laut masih belum diimbangi dengan penanganan pengolahan limbahnya. Sehingga limbah pengolahan rumput laut cenderung terbuang dan hanya menjadi sampah organik.

9

Pada tahun 2008 limbah dari pengolahan rumput laut sekitar 1.682.542 ton. Jumlah yang besar ini sangat disayangkan jika tidak diolah dan dimanfaatkan dengan baik (Harvey 2009). Tabel 3. Perusahaan produsen Agar di IndonesiaNo. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. NAMA PERUSAHAAN AGER BOGATAMA, PT ALLOY JELLY/ALLOY MANDIRI FOOD PT CARAGENAN INDONESIA INDOFREEZE INDUSTRIAL LTD, PT INDOKING ANEKA AGAR-AGAR INDUSTRI, PT JELY AGAR-AGAR MERLINDO REKAMATRA,PT MULTI KARYA FLORA, PT PRATAMA AGUNG RIYANA CIPTA PANGAN, CV SATELIT SRITI, PT SINAR KENCANA SURABAYA, PT SINDURA AGUNG TOP FOOD INDUSTRY, CV LOKASI Tangerang, BANTEN Tangerang, BANTEN Malang, JAWA TIMUR Bogor, JAWA BARAT Dairi, SUMATERA UTARA Tangerang, BANTEN Bandung, JAWA BARAT Malang, JAWA TIMUR Jakarta Utara, D.K.I. JAKARTA Cirebon, JAWA BARAT Pasuruan, JAWA TIMUR Surabaya, JAWA TIMUR Jakarta Barat, D.K.I. Jakarta Timur, D.K.I.

Sumber : Depperin (2009)

Perlu adanya pemanfaatan dan pengolahan limbah sehingga dapat menerapkan prinsip Zero Waste Industry. Produk olahan limbah tersebut dapat menjadi suatu produk yang memiliki nilai tambah yang jauh lebih tinggi jika dibandingkan dengan nilai produk awalnya. Berdasarkan Kim et al. (2007) dari 100% bahan rumput laut segar yang akan diolah menjadi agar dapat menghasilkan limbah olahan sekitar 65-75%. Limbah hasil olahan rumput laut tersebut masih mengandung selulosa dan kadar selulosa yang dikandung oleh limbah mencapai 15-25 %. Selulosa tersebut merupakan bahan baku yang berpotensi untuk pembuatan bioetanol.

4.2 Proses Pembuatan Bioetanol Dari Limbah Rumput Laut Bioetanol dapat dibagi menjadi tiga jenis berdasarkan bahan baku pembuatannya, yakni starch-based ethanol, sugar-based ethanol, dan

lignocellulosic ethanol. Pembuatan bioetanol berbahan limbah olahan rumput laut ini termasuk ke dalam kelompok sugar-based ethanol (Kim et al. 2007). Hal ini dikarenakan limbah selulosa yang digunakan sebagian besar merupakan komponen selulosa yang dapat dirubah menjadi monomer gula sederhana melalui

10

proses hidrolisis. Pada lampiran 1 merupakan diagram alir proses pembuatan etanol dari limbah pengolahan rumput laut (Harvey 2009). Limbah rumput laut yang diperoleh pertama-tama dilakukan pengecekan terhadap kualitas mutu dengan uji proksimat sederhana, selanjutnya sampel limbah tersebut dihidrolisis. Menurut Kim et al. (2007), hidrolisis dapat dilakukan dengan dua metode, yaitu penggunaan enzim selulase dan penambahan asam kuat. Konsentrasi glukosa yang dihasilkan dari proses fermentasi menggunakan enzim dapat dilihat di Tabel 4. Tabel 4. Konsentrasi glukosa dari hidrolisis menggunakan enzim Substrat Enzim 0h Selulosa selulaseSumber: Kim et al. (2007)

Konsentrasi glukosa (g/l) 3h 7,68 6h 7,94 24 h 9,64 48 h 9,63 72 h 10,23 144 h 11,6

0,44

Berdasar tabel di atas diketahui bahwa konsentrasi glukosa meningkat seiring dengan semakin lamanya waktu hidrolisis dengan menggunakan enzim. Diketahui selama 144 jam diperoleh konsentrasi rendemen glukosa sebesar 11,6 gram/l. Menurut Kim et al. (2007) diperkirakan 46% dari selulosa dapat dirubah menjadi glukosa dalam waktu 144 jam dengan menggunakan enzim selulase. Selain penggunaan enzim sebagai katalisator hidrolisis, penggunaan asam dalam proses hidrolisis juga sering digunakan. Menurut Harvey (2009), gula pereduksi yang bisa didapatkan dari limbah rumput laut ini mencapai 16%. Kadar gula ini cukup baik untuk proses fermentasi. Amerine dan Cruess (1960) menyatakan bahwa glukosa dapat difermentasikan dengan baik pada kadar gula pereduksi 15-20%. Rendemen glukosa yang dapat diperoleh dari proses hidrolisis ini sekitar 15,8 % dari 20 gram basis basah limbah yang dihidrolisis dengan 400 ml asam sulfat pada suhu 200 0C selama 1 jam. Rendemen glukosa menurun seiring dengan semakin tingginya konsentrasi asam sulfat yang ditambahkan (Kim et al. 2007). Berikut ini merupakan konsentrasi glukosa yang diperoleh dari hasil hidrolisis asam (H2SO4).

11

Sumber: Kim et al. 2007

Gambar 4. Konsentrasi glukosa yang diperoleh dari hidrolisis asam H2SO4 Saat ini lebih banyak digunakan proses hidrolisis selulosa dengan menggunakan asam dibandingkan dengan enzim. Hal ini dikarenakan penggunaan asam lebih ekonomis dibandingkan dengan enzim. Disamping itu bila dilihat dari segi efisiensi persentase jumlah rendemen glukosa yang diperoleh dari hidolisis asam tidak jauh berbeda dengan penggunaan enzim. Proses hidrolisis tersebut akan menghasilkan gula sederhana berupa glukosa. Glukosa ini akan dijadikan sebagai media dalam proses fermentasi sebagai sumber karbonnya. Proses fermentasi memanfaatkan mikroorganisme untuk menghasilkan etanol. Mikroorganisme jenis khamir fermentatif misalnya, dapat melakukan fermentasi alkohol melalui galur glikolisis dengan reaksi sebagai berikut: C6H12O6 (Glukosa) 2C2H5OH (etanol) + 2CO2 (karbondioksida)

Etanol yang dihasilkan dari proses fermentasi tersebut yang kemudian disebut sebagai bioetanol dan dijadikan sebagai campuran dalam BBM (Bahan Bakar Minyak) berfungsi untuk menambah volume BBM (bahan bakar minyak),

12

sebagai peningkat angka oktan dan sumber oksigen untuk pembakaran yang lebih bersih pengganti Methyl Tetra Buthyl Eter (MTBE) yang ramah lingkungan.

4.3. Potensi Pengembangan Bioetanol dari Limbah Rumput Laut Menurut Harvey (2009) pada tahun 2008 limbah dari pengolahan rumput laut sekitar 1.682.542 ton. Jumlah yang cukup besar ini dapat menimbulkan masalah terhadap lingkungan, jika tidak dimanfaatkan. Berikut ini merupakan perhitungan kasar perkiraan jumlah produksi bioetanol dari limbah industri rumput laut Tabel 5. Perhitungan kasar perkiraan jumlah produksi bioetanol dari limbah rumput lautTahun Jumlah limbah rumput laut Kandungan selulosa (25% dari total limbah) 2008 1.682.542 ton Rendemen glukosa (16% dari selulosa) Rendemen etanol (10,38% dari rendemen glukosa)

420.635,5 ton

67.301,680 ton

6.985,9 ton

Sebanyak 1.682.542 ton limbah industri rumput laut tersebut kurang lebih 420.635,5 ton (asumsi 25% nya Kim et al.( 2007)) merupakan selulosa. Selulosa tersebut masuk ke dalam proses hidrolisis dan dapat dihasilkan glukosa kira-kira 67.301,680 ton glukosa per tahun (asumsi 16% Kim et al.( 2007)). Glukosa selanjutnya difermentasikan oleh mikroba menjadi alkohol dengan asumsi rendemen etanol yang terbentuk mencapai 10,38% (Harvey 2009) atau sekitar 6.985,9 ton etanol atau 6.985.900 kg etanol yang setara dengan 6.985.900 liter per tahun. Pendayagunaan limbah industri rumput laut sebagai bahan baku bioetanol ini ditujukan khususnya sebagai campuran dalam BBM (Bahan akar Minyak). Bioetanol ini berfungsi untuk menambah volume BBM (bahan bakar minyak), sebagai peningkat angka oktan dan sumber oksigen untuk pembakaran yang lebih bersih pengganti Methyl Tetra Buthyl Eter (MTBE) yang ramah lingkungan. Besarnya potensi tersebut, sangat disayangkan jika hanya dipandang sebelah mata saja oleh pemerintah dan para pemerhati lingkungan. Hal ini dikarenakan jumlah kebutuhan dan produksi bioetanol dunia maupun di Indonesia 13

akan selalu meningkat setiap tahunnya. Selain itu, pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementrian Negara Riset dan Teknologi telah mentargetkan pembuatan minimal satu pabrik biodiesel dan gasohol (campuran gasolin dan alkohol) pada tahun 2005-2006. Selain itu, ditargetkan juga bahwa penggunaan bioenergi tersebut akan mencapai 30% dari pasokan energi nasional pada tahun 2025 (Anonima 2005). Berdasar hal diatas, dapat dibuktikan bahwa masih banyak sumber energi alternatif lainnya yang bisa didayagunakan secara optimal. Pemerintah harus berani membuat sebuah regulasi yang berisi tentang aturan, standarisasi serta penggunaan energi yang tepat guna. Teknologi yang digunakan haruslah teknologi yang menghasilkan pengganti minyak, sebagaimana minyak adalah energi yang tidak terbarukan. Teknologi yang mendukung penyediaan energi yang lestari (sustainable energy supply). Teknologi energi yang bersih dan efisien untuk mendukung pelestarian lingkungan.

14

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan Limbah industri rumput laut berpotensi sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di Indonesia. Ketersediaan sumber daya yang melimpah menjadi faktor utama yang menunjang pengembangan potensi limbah rumput laut tersebut. Pada tahun 2008 dari 1.682.542 ton jumlah limbah rumput laut yang dihasilkan di Indonesia dapat menghasilkan 6.985,9 ton etanol yang setara dengan 6.985.900 liter per tahun. Selain itu, pemanfaatan limbah rumput laut ini memiliki banyak manfaat antara lain (1) menjadi salah satu sumber bahan baku alternatif untuk energi terbarukan di Indonesia, (2) meningkatkan nilai tambah pada industri pengolahan rumput laut sehingga terbentuknya sistem zero waste industri dan (3) menanggulangi masalah pencemaran lingkungan yang ditimbulkan.

5.2 Saran Perlu adanya kerjasama antara pihak pemerintah, akademisi, dan petani dalam pengembangan limbah rumput laut ini sebagai sumber bahan baku alternatif energi terbarukan di Indonesia. Kerjasama tersebut terkait dalam intensif peningkatan teknologi pengolahan limbah rumput laut di Indonesia. Serta mendukung lebih banyak adanya penelitian mengenai pengaplikasian limbah rumput laut Indonesia. sebagai sumber bahan baku alternatif pembuatan bioetanol di

15

DAFTAR PUSTAKA

Anonima. 2007. Budidaya rumput laut. www.bexi.com [12 April 2008] Anonimb. 2007. Limbah rumput laut bahan baku pupuk organik. www. rumputlaut.org [19 November 2008] Atmadja WS, Kadi A, sulistijo dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut Indonesia. PUSLITBANG Oseanologi. Jakarta: LIPI Budiono. 2008. Produksi rumput laut naik 10%. www.okezone.com [11 Februari 2009] Castro P dan Michael H. 2003. Marine Biology. 4th ed. New York: McGraw-Hill Companies, Inc. [Depperin] Departemen Perindustrian. 2009. Daftar Perusahaan Pengolah Agar di Indonesia. www.depperin.com [1 April 2009] Fardiaz, S. 1989. Fisiologi Fermentasi. Bogor: Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor Glicksman, M. 1983. Food Hydrocoloids. Vol. III. Boca Raton: CRC Press, Florida Grethlein. 1978. Chemical Breakdown of Cellulosic Material. J. Appl. Chem. Bioethanol. Reinhold Publ., Corporation, New York Harvey F. 2009. Produksi Bioetanol dari Limbah Karegenan. [skripsi] Bogor: Departemen Teknologi Hasil Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Insitut Pertanian Bogor Hirmen, Pedju M, Mous PJ, Jos. 2002. Seaweed Cultture as an Alternative Livelihood for Local Coastal Villages Around Komodo National Park.

16

Dalam The Nature Conservacy Coastal and Marine Program Indonesia. www. rumputlaut.org [28 Januari 2009] Indartono YS. 2005. Bioethanol, Alternatif Energi Terbarukan: Kajian Prestasi Mesin dan Implementasi di Lapangan.www.beritaiptek.com [4 April 2009] Kennedy JF. Carbohydrate Chemstry. Oxford: Clarendon Press

Kim GS, Myung KS, Kim YJ, Oh KK, Kim JS, Ryu HJ, dan Kim KH. 2007. Methode of Producing Biofuel Using Sea Algae. Seoul: World Intelectual Property Organization Oura E. 1983. Reaction roduct of Yeast Fermentation. Dalam H. Dellweg (ed). Biotechnology Volume III. New York: Academic Press [PDSI] Pusat Data dan Sistem Informasi. 2008. Indonesia menjajagi perkembangan biodiesel dari rumput laut. www.dkap.go.id [3 Februari 2008] Phillips, GO dan PA William.2000. Handbook of Hydrocoloids. Boca Raton: CRC Press, Boston New York, Washington, DC. Zatnika A. 2004. Produksi Rumput Laut Indonesia. www.jasuda.net [1 April 2009].

17

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Bioetanol dari Limbah Rumput Laut (Harvey 2009)Limbah rumput laut

Uji proksimat

Dikeringkan dan dihaluskan

Diambil 200 gram

Hidrolisis

Penyaringan (nilon mesh 150)

Uji kadar gula

filtrat Gula 2%, ZAI 1% dan NPK 0,5% Penambahan nutrisi

Pengaturan pH (4,5-5)

Media

Pasteurisasi, 5 menit

@

18

@

Media

Kultur starter

Fermentasi dan inkubasi

Etanol

19

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

I. Ketua Nama Ttl Alamat Scientific Paper No. 1. judul Pemanfaatan Ikan Gindara sebagai Obat Alternatif Berdarah 2. Pengaruh Penambahan NPK pada limbah Rumput Laut sebagai 2008 Penghasil Protein Sel Tunggal : Dwi Agustina Triwisari : Semarang, 3 Agustus 1986 : Jl. Bateng, gg. Masjid no.77 Darmaga, Bogor : Tahun Demam 2007

20

II. Anggota Nama Ttl Alamat Karya Ilmiah No. 1. Judul : Prastika Dwi Ulfana : Tangerang, 6 November 1987 : Wisma Nafisa, Desa Balebak, Darmaga Bogor : Tahun

Pengaruh Penambahan NPK pada limbah Rumput Laut sebagai 2008 Penghasil Protein Sel Tunggal

21

Nama Ttl Alamat Karya Ilmiah : No. 1. Judul

: Ayupry Diptasari : Jakarta, 11Juni 1987 : Jl. Bateng, gg. Masjid no.77 Darmaga, Bogor

Tahun

Pengaruh Lokasi Sarana Air Minum dengan Jamban Terhadap 2004 Kesehatan Keluarga di Kampung Sukaruas, Desa Sukaeaja, Kecamatan Rajapolah, Tasikmalaya, Jawa-Barat Pemanfaatan Limbah Tulang Ayam Sebagai Sumber Kalsium 2006-2007 pada Produk SPREAD, Dalam kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa Food Security in Indonesia Based on The Local Resources 2007

2.

3.

4.

Rice Bran Potential in Fighting Cholesterol Diseases, Presented 2007 in the NSPC (National Students Paper Competition)

5.

Fermented Coconut Milk (Cocogurt) The Potential of Indonesia 2008 Probiotic Product

Penghargaan Ilmiah : 1.Juara 2 Penyaji makalah ilmiah pada 6th Competition). 2. Juara 1 NSPCA (National Students Paper Competition In Agriculture) bertema Global Warming, Indonesian Food & Agriculture NSPC (National Studens Paper

22