Proposal

download Proposal

of 22

Transcript of Proposal

1. Judul :

ANALISIS KINERJA SAHAM PERBANKAN SEBELUM SESUDAH REVERSE STOCK SPLIT DI PT. BURSA EFEK INDONESIA

2. Latar Belakang Krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak yang sangat signifikan terhadap sektor perbankan yang ditandai dengan beberapa indikator kunci perbankan yang berada pada kondisi yang sangat mengkhawatirkan antara lain ; Non Performing Loan (NPL) bank-bank komersial mencapai 50 persen, tingkat keuntungan industri perbankan berada pada titik minus 18 persen dan Capital Adequacy Ratio (CAR) menunjukkankondisi minus 15 persen, sehingga dengan terpuruknya sektor perbankan akibat krisis tersebut memaksa pemerintah untuk melakukan tindakan membekukan kegiatan operasi perbankan dengan melikuidasi bank-bank yang dinilai tidak sehat dan tidak layak lagi untuk beroperasi. (Febryani, 2003). Dampak krisis perbankan yang terjadi tidak hanya mengakibatkan ratio keuangan perbankan menjadi memburuk tetapi juga berdampak terghadap telah berubahnya struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta / publik menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah dan meningkatnya jumlah lembar saham bank-bank publik dari semula paling besar kurang lima miliar lembar saham sebelum rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham. Pembengkakan jumlah lembar saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembar saham turun drastis dan harga saham perbankan juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level sekitar Rp.1.000an menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp.50 per lembar saham sebagai akibat terjadinya ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar sahamnya. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah jelas mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, sebaliknya bank yang memiliki 1

harga saham tinggi telah terbaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus.(Susiyanto, 2004). Krisis ekonomi tidak hanya dialami pada sektor perbankan saja, namun di sektor pasar modal juga terkena dampaknya yang tercermin dari lesunya perdagangan saham / obligasi. Hal ini ditandai dengan menurunnya nilai rata-rata transaksi harian (ekuitas) BEI, yang mana pada tahun 1999 nilai transaksinya sebesar Rp. 598,7 miliar, tahun 2000 menurun menjadi sebesar Rp. 513,7 miliar dan tahun 2001 semakin menurun lagi menjadi sebesar Rp. 396,7 miliar. Sedangkan untuk nilai Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada akhir tahun 1999 sebesar 676,919, pada akhir tahun 2000 menurun menjadi sebesar 416,321 dan pada akhir tahun 2001 menurun lagi menjadi sebesar 392,036. (Laporan BEJ, 2003). Untuk mengatasi dampak krisis multidimensi tersebut, maka perbankan perlu melakukan konsolidasi saham melalui reverse stock bagi saham-saham bank yang berharga relatif rendah dan jumlah lembar saham yang sangat besar dan sebaliknya melakukan stock split bagi saham bank yang harganya relatif tinggi, namun memiliki jumlah lembar saham yang tidak terlalu banyak. Dengan dilakukannya konsolidasi tersebut, diharapkan akan tercipta saham sektor perbankan yang lebih baik dan seimbang dan sekaligus dapat memberikan kemudahan bagi investor dalam memilih saham bank yang prospektif tanpa harus dibingungkan dengan perbedaan harga saham yang relatif besar dan perbedaan jumlah lembar saham yang besar pula. Untuk mengukur kinerja saham berupa pergerakan harga dan volume saham yang diperdagangkan melalui pasar modal diperlukan alat analisis yang dapat menunjukkan performance masing-masing saham sebelum dan sesudah

diterapkannya aksi korporat pemecahan saham (stock split) maupun penggabungan saham (reverse stock split) .

2

Selanjutnya dapat diketahui bahwa dari saham perbankan yang masih aktif saat ini sebanyak 23 (dua puluh tiga) emiten, terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split ) dengan data sebagai berikut ; Tabel 1.1. Emiten Saham Perbankan Yang Melakukan Aksi Reverse Stock Split Tahun 2001-2004No 1 2 3 4 5 6 Nama Emiten Bank Danamon (BDMN) Bank BII (BNII) Bank Lippo (LPBN) Bank BNI (BBNI) Bank Niaga (BNGA) Bank Permata (BNLI) Tanggal IPO 06.12.1989 21.11.1989 10.11.1989 25.11.1996 29.11.1989 15.01.1990 Jumlah Saham (ribuan) 4.917.481 47.818.300 3.915.733 13.281.687 7.880.462 7.743.125 Harga Perdana Rp. 12.000 11.000 15.000 850 12.500 9.900 Tanggal Reverse Stock 17.07.2001 13.06.2002 11.12.2002 23.12.2003 21.05.2004 08.06.2004

Sumber : BNI Securities dan diolah Penulis (2006) Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian terhadap saham sektor perbankan khususnya yang telah melakukan aksi korporat reverse stock split untuk mengetahui hasil kinerja sahamnya sebelum dan sesudah reverse stock split tersebut dengan judul Analisis Kinerja Saham Perbankan Sebelum & Sesudah Reverse Stock Split di PT. Bursa Efek Indonesia .

3. Perumusan Masalah Berdasarkan hasil uraian yang telah disampaikan di atas, maka penulis dapat merumuskan permasalahan menjadi sebagai berikut ; Bagaimana kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split).

3

4. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split).

5. Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian mengenai permasalahan ini, maka dapat memberikan manfaat bagi pihak perusahaan maupun pengetahuan, antara lain : 1) Dapat membantu memberikan pendapat dan sumbang saran bagi perbankan mengenai hasil analisa kinerja saham sebelum dan sesudah dilakukannya aksi penggabungan saham (reverse stock split) 2) Sebagai bahan masukan dan kajian bagi pengembangan ilmu pengetahuan terutama mengenai kebijakan dan strategi dalam meningkatkan kinerja saham perusahaan perbankan diharapkan

pengembangan ilmu

6. TINJAUAN PUSTAKA 6.1. Landasan Teori 6.1.1. Pasar Modal Di dalam Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, pengertian pasar modal dijelaskan sebagai kegiatan yang berkaitan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkan, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek. Pasar modal memberikan peranan yang cukup besar bagi perekonomian suatu negara yang memiliki dua fungsi pokok sebagai fungsi ekonomi dan fungsi keuangan. Pasar modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi, karena menyediakan fasilitas memiliki atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang kelebihan dana (investor) dan pihak yang memerlukan dana (issuer).

Dengan adanya pasar modal maka perusahaan publik dapat memperoleh dana segar 4

masyarakat melalui penjualan efek saham melalui prosedur IPO atau efek utang (obligasi). Sedangkan pasar modal dikatakan memiliki fungsi keuangan, memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan pemilik dana, sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. karena

(return) bagi

Menurut Tandelin

(2001,13) pasar modal berfungsi sebagai lembaga perantara, di mana dalam fungsi ini pasar modal menunjukkan peran yang sangat penting dalam menunjang

perekonomian, karena pasar modal dapat menghubungkan pihak yang membutuhkan dana dengan pihak yang memiliki kelebihan dana. Selain itu juga pasar modal dapat mendorong terciptanyaalokasi dana yang efisien, karena dengan adanya pasar modal, maka pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dapat memilih alternatif

investasi yang memberikan return yang paling optimal dengan asumsi investasi yang memberikan return yang lebih besar adalah sektor-sektor yang paling produktif yang ada di pasar, sehingga dana yang berasal dari investor dapat digunakan secara

produktif oleh perusahaan tersebut. Secara umum, manfaat keberadaan pasar modal dapat dikemukakan sebagai berikut ; 1. Menyediakan sumber pembiayaan (jangka panjang) bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal. 2. Memberikan wahana investasi yang beragam bagi investor, sehingga memungkinkan untuk melakukan diversifikasi dengan potensi keuntungan dan tingkat risiko yang dapat diperhitungkan. 3. Menyediakan leading indicator bagi perkembangan perekonomian suatu negara 4. Penyebaran menengah. 5. Penyebaran kepemilikan, keterbukaan dan profesionalisme menciptakan iklim berusaha yang sehat serta mendorong pemanfaatan manajemen profesional. kepemilikan perusahaan sampai lapisan masyarakat

5

6.1.2. Investasi Saham Saham merupakan salah satu produk yang diperjualbelikan di pasar modal yang dapat didefinisikan sebagai tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau badan dalam suatu perusahaan atau perusahaan terbatas yang berwujud berupa

selembar kertas yang menerangkan siapa pemiliknya. Sistem kepemilikan saham di pasar modal Jakarta saat ini tanpa menggunakan warkat, dimana bentuk kepemilikan tidak lagi berupa lembaran saham yang diberi nama pemiliknya, tapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat, sehingga penyelesaian transaksi akan semakin cepat dan mudah. Investasi saham memiliki 2 (dua) keuntungan yang dapat diperoleh pemodal dengan membeli saham berupa dividen dan capital gain. Dividen yang diberikan perusahaan dapat berupa dividen tunai, dimana pemodal atau pemegang saham mendapatkan uang tunai sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki dan dividen saham, dimana pemegang saham mendapatkan jumlah saham tambahan. Sedangkan capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan di pasar sekunder. (Rubrik Eurika,2002)

6.1.3. Penilaian Pergerakan Harga Saham Menurut Sunariyah (2003,152) bahwa untuk menghadapi pergerakan harga saham di pasar modal terdapat 2 (dua) pendekatan yang berguna untuk menilai harga suatu saham, antara lain ; 1. Analisis Teknikal ; Merupakan suatu teknik analisis yang menggunakan data atau catatan mengenai pasar itu sendiri untuk berusaha mengakses permintaan dan penawaran suatu saham tertentu atau pasar secara keseluruhan. Pendekatan menggunakan data pasar yang dipublikasikan, seperti harga analisis ini

saham, volume

perdagangan, indeks harga saham gabungan dan individu, serta faktor-faktor lain yang bersifat teknis. Analis teknis mempelajari sejarah dari harga saham dan sejarah harga dari bursa saham secara keseluruhan dengan mengembangkan berbagai

6

indikator untuk memberikan informasi yang berguna dari sisi volume dan harga. Beberapa kesimpulan menyangkut pendekatan analisis teknikal, antara lain a) Analisis teknikal didasarkan pada data pasar yang dipublikasikan. b) Fokus analisis teknikal adalah ketepatan waktu yang penekanannya hanya pada perubahan harga dan faktor-faktor internal melalui analisis pergerakan di dalam pasar dan atau suatu saham. c) Para analis teknikal dirancang cenderung lebih berkonsentrasi pada jangka pendek. 2. Analisis Fundamental ; Merupakan pendekatan yang didasarkan pada suatu anggapan bahwa setiap saham memiliki nilai intrinsik. Nilai intrinsik merupakan suatu fungsi dari variabelvariabel perusahaan yang dikombinasikan untuk menghasilkan suatu return yang diharapkan dan suatu resiko yang melekat pada saham tersebut. Hasil estimasi nilai intrinsik dibandingkan dengan harga pasar yang sekarang (current market price). Analisis fundamental mempelajari semua informasi yang berhubungan dengan

saham dan pasar yang dituju dengan mencoba melihat bisnis di masa yang akan datang dan perkembangan keuangan / finansial termasuk pergerakan dari harga

saham itu sendiri. Informasi fundamental yang dipelajari termasuk laporan keuangan, dan akun-akunnya, data industri seperti trend penjualan dan pemesanan serta melihat lingkungan ekonomi dan keuangan seperti trend dari tingkat suku bunga.

6.1.4

Volatilitas Harga Saham Menurut Alwi (2003,87) bahwa Volatilitas atau pergerakan naik-turun harga

saham dari suatu perusahaan go public menjadi fenomena umum yang sering dilihat di lantai bursa efek yang tidak banyak orang yang mengerti atau banyak yang masih bingung mengapa harga saham suatu perusahaan bisa berfluktuasi secara drastis pada periode tertentu. Sebagai salah satu instrumen mempengaruhi volatilitas harga saham di suatu ekonomi ada faktor-faktor yang bursa efek, baik harga saham

individual maupun harga saham gabungan misalnya IHSG dan indeks LQ45, yaitu 7

faktor internal (lingkungan mikro) dan eksternal (lingkungan makro). Lingkungan Mikro yang mempengaruhi volatilitas harga saham dan indeks harga saham antara lain ; 1. Pengumuman pengiklanan, tentang pemasaran, produksi, penjualan seperti

rincian kontrak, produk baru, perubahan harga,

penarikan produk baru, laporan produksi, laporan keamanan produk dan laporan penjualan. 2. Pengumuman pendanaan (financing announcements), seperti

pengumuman yang berhubungan dengan ekuitas dan hutang, sekuritas yang hybrid, leasing, kesepakatan kredit, pemecahan saham,

penggabungan saham, pembelian saham, joint venture dan lainnya 3. Pengumuman badan direksi manajemen (management board o

director announcements), seperti perubahan dan penggantian direksi, manajemen dan struktur organisasi. 4. Pengumuman penggabungan pengambilalihan diversifikasi, seperti laporan merger, investasi ekuitas, laporan take over oleh pengakuisisi dan diakuisisi, laporan divestasi dan lainnya. 5. Pengumuman investasi (investment announcements), seperti

melakukan ekspansi pabrik, pengembangan riset dan pengembangan, penutupan usaha dan lainnya. 6. Pengumuman ketenagakerjaan (labour announcements), seperti

negosiasi baru, kontrak baru, pemogokan dan lainnya. 7. Pengumuman laporan keuangan perusahaan, seperti peramalan laba sebelum akhir tahun dan setelah akhir tahun fiskal, EPS, DPS, PER, NPM, ROA, ROE, dan lain-lain.

8

Sedangkan Lingkungan Makro yang mempengaruhi volatilitas harga saham dan indeks harga saham antara lain ; 1. Pengumuman dari pemerintah, seperti perubahan suku bunga tabungan dan deposito, kurs valuta asing, inflasi, serta berbagai regulasi dan deregulasi ekonomi yang dikeluarkan pemerintah. 2. Pengumuman hukum (legal announcements), seperti tuntutan

karyawan terhadap perusahaan atau terhadap manajernya dan tuntutan perusahaan terhadap manajernya. 3. Pengumuman industri sekuritas (securities announcements), seperti laporan pertemuan tahunan, insider trading, volume / harga saham perdagangan, pembatasan / penundaan trading. 4. Gejolak sosial politik dalam negeri dan fluktuasi nilai tukar juga merupakan faktor yang berpengaruh signifikan pada terjadinya volatilitas harga saham di bursa efek suatu negara. 5. Berbagai lingkungan issue, baik dari dalam dan luar negeri, seperti issue

hidup, hak azazi manusia, kerusuhan massal, yang

berpengaruh terhadap perilaku investor.

6.1.5

Indeks Harga Saham Menurut Alwi (2003,89) bahwa suatu indeks diperlukan sebagai sebuah

indikator utama untuk menggambarkan pergerakan harga dari sekuritassekuritas. Indeks harga saham setiap hari dihitung menggunakan harga saham terakhir yang terjadi di bursa. Di pasar modal sebuah indeks diharapkan memiliki 5 (lima) fungsi, antara lain ; 1. Sebagai indikator untuk mengetahui tingkat perkembangan dan penurunan pasar. 2. Sebagai indikator tingkat keuntungan dari saham. 3. Sebagai tolak ukur (benchmark) kinerja suatu portofolio investasi 4. Sebagai dasar pembentukan portofolio dengan strategi pasif. 9

5. Menggambarkan perkembangan produk derivatif yang diperdagangkan di bursa. Indeks harga saham yang dipergunakan di Bursa Efek Indonesia (BEI) terdiri dari 2 (dua) macam, yaitu ; 1. Indeks harga saham individual yang mencerminkan perkembangan harga suatu saham. Indeks individual ini menggunakan indeks harga masingmasing saham terhadap harga dasarnya. Perhitungan indeks ini menggunakan prinsip yang sama dengan IHSG, yaitu: Harga Pasar/Harga Dasar x 100. 2. Indeks harga saham gabungan yang mencerminkan perkembangan pasar secara keseluruhan. Indeks harga saham yang digunakan dalam perhitungan di bursa adalah harga saham yang terjadi di pasar regular. Indeks Harga Saham Gabungan / IHSG (Composite Share Price

Indeks), menggunakan semua saham uang tercatat sebagai komponen perhitungan indeks. Untuk menghitung indeks harga saham

gabungan, dapat digunakan formula sebagai berikut :

Nilai Pasar = Jumlah saham tercatat x harga terakhir IHSG = ------------------------------------------------------------------Nilai Dasar = Jumlah saham tercatat x harga perdana

x 100

Pergerakan IHSG secara signifikan dipengaruhi oleh pergerakan / perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi besar, sebaliknya dalam indeks yang

dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai pasar, perubahan harga saham-saham dengan kapitalisasi kecil nyaris tidak berdampak terhadap IHSG. Hal ini karena timbangan bobot masing-masing saham berbeda satu sama lain, sehingga tidak

mengherankan jika pergerakan IHSG sangat ditentukan oleh saham-saham dengan kapitalisasi besar. Untuk kejadiankejadian sepert pemecahan lembar saham (stock split), dividen berupa saham (stock dividend), dividen tunai, nilai dasar IHSG tidak berubah, karena peristiwa-peristiwa ini tidak mengubah nilai pasar secara total. 10

6.1.6

Volatilitas Jumlah Saham Menurut Alwi (2003,91) terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah

saham yang beredar dan pergerakan (volatilitas) jumlah saham yang diperdagangkan di bursa efek, antara lain : 1. Bertambahnya emiten yang mencatatkan saham hasil penawaran umum d bursa efek (go public) 2. Perusahaan / emiten yang sudah go public melakukan corporate action. Corporate Action merupakan aktivitas emiten yang

berpengaruh terhadap jumlah saham yang beredar maupun harga saham di pasar. Adapun jenisjenis Corporate Action sebagai berikut : a. Emiten melakukan stock split saham, b. Emiten memberikan dividen saham bonus. c. Emiten memberikan repurchasing stock d. Emiten memberikan Dividen dalam bentuk saham

6.1.7. Penilaian Kinerja Saham Menurut Tandelin (2001,08) bahwa proses keputusan investasi merupakan suatu proses keputusan yang berkesinambungan (on going process) yang meliputi lima tahap keputusan yang berjalan terus-menerus sampai tercapai keputusan

investasi yang terbaik, yang terdiri dari lima tahap keputusan, yaitu: penentuan tujuan investasi, penentuan kebijakan investasi, pemilihan strategi portofolio,

pemilihan aset, serta pengukuran dan evaluasi kinerja portofolio. Dengan demikian, tahap kelima dalam proses keputusan penting untuk mengetahui apakah mampu memenuhi tujuan investasi tersebut merupakan tahap yang

kinerja portofolio yang telah dibentuk sudah Jika tahap

investasi yang ingin dicapai investor.

pengukuran dan evaluasi kinerja telah dilewati dan ternyata hasilnya kurang baik, maka proses keputusan investasi harus dimulai lagi dari tahap pertama, demikian seterusnya sampai dicapai keputusan investasi yang paling optimal. Tahap

pengukuran dan evaluasi kinerja ini meliputi pengukuran kinerja portofolio dan 11

zembandingan hasil pengukuran tersebut dengan kinerja portofolio lainnya melalui proses benchmarking. Dalam mengevaluasi kinerja suatu portofolio ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan antara lain; 1. Tingkat resiko 2. Periode waktu 3. Penggunaan patok duga (benchmark) yang sesuai 4. Tujuan investasi Selanjutnya untuk mengukur kinerja sebuah portofolio saham, tidak bisa

hanya melihat tingkat return yang dihasilkan oleh portofolio tersebut, tetapi juga harus memperhatikan faktor-faktor lain seperti tingkat resiko portofolio tersebut. Dengan berdasarkan pada teori pasar modal, beberapa ukuran kinerja saham sudah memasukkan faktor return dan resiko dalam perhitungannya, antara lain sebagai berikut;

6.1.7.1. Indeks Sharpe Indeks Sharpe dikembangkan oleh William Sharpe dan sering juga disebut dengan reward-to-variabililty ratio. Indeks Sharpe mendasarkan perhitungannya pada konsep garis pasar modal (capital market line) sebagai patok duga, yaitu dengan cara membagi premi resiko portofolio dengan standar deviasinya. TR dimana : Sp Rp RF TR = Indeks Sharpe Portofolio = Rata-rata return portofolio selama periode pengamatan = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan = Standar deviasi return portofolio selama periode pengamatan

12

Indeks Sharpe digunakan untuk membuat peringkat dari beberapa portofolio berdasarkan kinerjanya. Semakin tinggi indeks Sharpe suatu portofolio dibanding portofolio lainnya, maka semakin baik kinerja portofolio tersebut.

6.1.7.2. Indeks Treynor Indeks Treynor merupakan ukuran kinerja portofolio yang dikembangkan oleh Jack Treynor dan indeks ini sering disebut juga dengan reward to volatility ratio. Sama halnya seperti indeks Sharpe, pada indeks Treynor, kinerja portofolio dilihat dengan cara menghubungkan tingkat return portofolio dengan besarnya resiko dari portofolio tersebut. Perbedaannya dengan indeks Sharpe adalah penggunaan garis pasar sekuritas (security pasar modal seperti pada market line) sebagai patok duga, dan bukan garis

indeks Sharpe. Asumsi yang digunakan oleh Treynor

adalah bahwa portofolio sudah terdiversifikasi dengan baik, sehingga risiko yang dianggap relevan adalah risiko sistematis (diukur dengan beta). Cara mengukur indeks Treynor pada dasarnya sama dengan cara menghitung indeks Sharpe, hanya saja risiko yang diukur dengan standar deviasi pada indeks Sharpe diganti dengan beta portofolio. Dengan demikian, indeks Treynor suatu

portofolio dalam periode tertentu dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut ; p dimana Tp Rp p = Indeks Treynor Portofolio = Rata-rata return portofolio selama periode pengamatan = Beta portofolio

RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan

13

6.1.7.3. Indeks Jensen Indeks Jensen merupakan indeks yang menunjukkan perbedaan antara tingkat return aktual yang diperoleh portofolio dengan tingkat return yang diharapkan jika portofolio tersebut berada pada garis pasar modal. Persamaan untuk Indeks Jensen ini adalah:

dimana: Jp Rp RF p = Indeks Jensen Portofolio = Rata-rata return portofolio selama periode pengamatan = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan = Beta portofolio Persamaan indeks Jensen dengan indeks Treynor adalah bahwa kedua indeks ukuran kinerja portofolio tersebut menggunakan garis pasar sekuritas sebagai dasar untuk membuat persamaan. Sedangkan perbedaannya adalah bahwa indeks Treynor sama dengan slope garis yang menghubungkan posisi portofolio dengan return bebas risiko, sedangkan indeks Jensen merupakan selisih antara return portofolio dengan return portofolio yang tidak dikelola dengan cara khusus (hanya mengikuti return pasar)

6.1.8. Penggabungan (Stock Split)

Saham (Reverse Stock Split)

dan

Pemecahan Saham

Menurut Susiyanto (2004) bahwa banyak emiten bank yang telah melakukan aksi korporat berupa penggabungan saham (reverse stock) dan atau pemecahan saham (stock split) dilatar belakangi oleh adanya krisis keuangan dan perbankan yang telah terjadi tahun 1997 yang tidak hanya telah mengubah struktur kepemilikan bank dari sebelumnya milik swasta atau publik (private / public) menjadi milik negara / pemerintah karena adanya program rekapitalisasi ke sejumlah bank (bank rekap) melalui penyertaan modal pemerintah, tetapi juga telah mengakibatkan jumlah lembar saham, khususnya saham bank-bank publik yang di-bailout, menjadi sangat besar. 14

Dari semula

paling besar berjumlah kurang lima miliar lembar saham sebelum

rekapitalisasi, kemudian membengkak hingga menjadi ratusan miliar lembar saham. Pembengkakan jumlah saham pasca rekapitalisasi tersebut secara otomatis membuat nilai buku per lembarnya turun drastis dan harga saham bank juga menyesuaikan diri mengalami penurunan dari level Rp 1.000-an menjadi relatif rendah hingga di bawah Rp 50 per lembar saham. Sebagai akibat, terjadi ketimpangan (gap) yang sangat lebar antara harga saham maupun jumlah lembar saham sektor perbankan di pasar modal. Untuk saham bank yang memiliki harga relatif rendah mengalami kesulitan untuk bergerak naik maupun turun, kendati bank tersebut telah mengalami peningkatan kinerja secara substansial, terutama sepanjang tahun 2002 dan 2003. Sebaliknya, bank yang memiliki harga tinggi pun bisa jadi dibaca oleh investor sudah amat tinggi, meskipun sebenarnya dari aspek valuasi (valuation) masih cukup bagus.

6.1.9. Pemecahan Saham ( Stock Split) 2.1.9.1. Teori Stock Split Menurut Sabardi (1994,64) bahwa stock split merupakan peningkatan jumlah saham yang beredar dengan cara mengurangi nilai dari saham tersebut,

sedangkan menurut Riyanto (2001,275) bahwa stock split merupakan pemecahan jumlah lembar saham menjadi jumlah lembar yang lebih banyak dengan pengurangan harga nominal per lembarnya secara proporsional, sehingga dengan melakukan

stock split maka jumlah lembar saham akan bertambah secara proporsional dengan pengurangan harga nominal saham, misalnya perusahaan akan mengadakan stock split two to one stock split yang maksudnya bahwa dengan dua lembar saham baru akan ditukar dengan satu lembar saham lama. Menurut Susiyanto (2004) bahwa pemecahan saham (stock split) merupakan aksi emiten yang dilakukan dengan cara memecah nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih kecil sesuai dengan rasio stock split yang ditentukan. Perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan penambahan jumlah lembar saham, 15

tetapi tidak mengubah jumlah modal capital). Dengan kata lain, aksi

ditempatkan dan modal disetor

(paid in

pemecahan saham tidak akan mengurangi atau

menambah nilai investasi dari pemegang saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang investor memiliki 1.000 lembar saham bank X, yang akan melakukan stock split dengan perbandingan 2 : 1 atau nilai nominal saham X akan dipecah menjadi dua bagian yang sama, dan harga saham X di pasar sekarang ini sebesar Rp 1.000, yang berarti investor tersebut memiliki nilai investasi Rp 1 juta. Setelah dilakukan pemecahan saham, nilai investasi investor tetap sama, yaitu Rp 1 juta. Secara teoritis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang dimilikinya meningkat dua kali lipat menjadi 2.000 lembar, dan harga saham turun setengahnya menjadi Rp 500. 2.1.9.2. Tujuan Pemecahan Saham (Stock Split) Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan pemecahan saham / stock split adalah untuk membuat harga saham menjadi lebih rendah dari sebelumnya (bukan menurunkan harga saham), mensejajarkan harga sahamnya

dengan saham-saham bank sejenisnya atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, membentuk harga saham menjadi lebih wajar dan meningkatkan likuiditas saham

6.1.10.

Penggabungan Saham (Reverse Stock Split)

6.1.10.1. Teori Reverse Stock Split. Menurut Susiyanto (2004) bahwa penggabungan saham (reverse stock split) merupakan aksi emiten yang berkebalikan dengan stock split, yaitu dengan cara menggabungkan nilai nominal saham menjadi nominal yang lebih besar sesuai

dengan rasio reverse stock split yang telah ditentukan, dimana perubahan nilai nominal tersebut hanya mengakibatkan pengurangan jumlah lembar saham, tetapi tidak mengubah jumlah modal ditempatkan dan modal disetor (Paid in Capital). Dengan kata lain seperti halnya aksi stock split (pemecahan saham), aksi reverse stock split (penggabungan saham) juga tidak akan mengurangi atau menambah nilai investasi atau modal dari pemegang saham / investor. Sebagai ilustrasi, jika seorang 16

investor memiliki 2.000 lembar saham bank Y yang akan melakukan reverse stock dengan perbandingan 2 : 1 atau nilai nominal saham Y akan digabung menjadi dua bagian, dan harga saham Y di pasar sekarang ini sebesar Rp 500 yang berarti

investor tersebut memiliki nilai investasi sebesar Rp 1 juta, maka setelah dilakukan penggabungan saham nilai investasi investor tetap sama, Rp 1 juta. Secara teoretis, yang berubah adalah jumlah lembar saham yang dimilikinya turun menjadi 1.000 lembar, dan harga saham naik dua kali lipat menjadi setengahnya

Rp 1.000.

6.1.10.2. Tujuan Penggabungan Saham (Reverse Stock Split) Menurut Susiyanto (2004) bahwa tujuan perusahaan melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) adalah untuk membentuk harga saham menjadi lebih tinggi dari sebelumnya (bukan menaikkan harga saham),

mensejajarkan harga saham dengan saham-saham Bank sejenisnya atau yang dianggap memiliki karakteristik yang sama, menaikkan posisi saham dari saham yang masuk kategori papan pengembangan ke papan utama dan saham yang lebih wajar. membentuk harga

6.1.10.3. Resiko Reverse Stock Split. Reverse Stock Split dapat menimbulkan dampak dan risiko sebagai berikut : 1. Adanya kemungkinan harga saham perbankan di pasar akan turun kembali setelah reverse stock dilaksanakan. Penurunan harga saham yang disebabkan oleh kondisi pasa adalah faktor risiko yang tidak dapat dihindari oleh setiap pemegang saham. Akan tetapi dengan diharapkan walaupun terjadi penurunan dilaksanakannya reverse stock,

harga saham karena kondisi

perbankan dan ekonomi Indonesia secara umum, harga saham perbankan akan tetap berada diatas kriteria Delisting menurut peraturan BEI. 2. Adanya kemungkinan terjadinya pecahan saham serta kepemilikan saham kurang dari satu satuan perdagangan saham (odd lot).

17

6.2 Penelitian Terdahulu Beberapa penelitian tentang analisa kinerja saham telah dilakukan, antara lain oleh Yahya Marwazi (2002) mengenai analisis kinerja saham ; Studi Komparatif di Bursa Efek Jakarta ( BEJ ), dengan kesimpulan bahwa dari pengukuran kinerja saham yang diteliti menunjukkan bahwa 70 % saham turun kinerjanya dari kondisi performed pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000) menjadi underperformed pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001), yang berarti bahwa kinerja saham pada periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001) lebih buruk dibandingkan pada periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000) dan terdapat perbedaan kinerja saham yang cukup signifikan pada BEJ, baik ditinjau dari pemodal domestik maupun pemodal asing, dimana periode II (Juli 2000 s/d Juni 2001) kinerja sahamnya lebih buruk dibandingkan dengan periode I (Juli 1999 s/d Juni 2000). Penelitian lainnya telah dilakukan oleh Fatmawati dan Asri (1999) mengenai pengaruh stock split terhadap likuiditas saham yang menyimpulkan bahwa secara keseluruhan aktifitas stock split berpengaruh secara signifikan terhadap tingkat harga saham, volume turnover dan persentase spread. Hasil penelitian menunjukkan adanya penurunan harga rata-rata saham sesudah stock split, sedangkan persentase spread sesudah stock split mengalami peningkatan. Penelitian yang sama dilakukan oleh Ewijaya dan Nur Indriantono (1999) yang menyimpulkan bahwa stock split berpengaruh negatif terhadap perubahan harga saham relatif. Harga pasar saham sesudah stock split yang diharapkan naik justru menurun. Hal ini menunjukkan bahwa keputusan untuk melakukan stock split akan merugikan investor lama.

Penelitian lainnya dilakukan oleh Frits Rajagukguk (2001) mengenai pengaruh stock split terhadap volume perdagangan saham pada sektor perbankan di Bursa Efek Jakarta dengan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan volume perdagangan saham antara sebelum dengan sesudah dilakukannya stock split dan terdapat perbedaan

harga saham antara sebelum dengan sesudah dilakukannya stock split.

18

6.3 Kerangka Konseptual Penelitian Dalam mengkaji kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split, maka terdapat beberapa faktor yang perlu dilakukan, antara lain ; Analisa pergerakan tingkat harga saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split. Analisa pergerakan volume saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split. Penggabungan analisa di atas dapat diketahui baik tidaknya kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi reverse stock split tersebut, sehingga secara ringkas pola pemikiran tersebut dapat diskemakan sebagai berikut;

7. Metode Penelitian 7.1. Rancangan Penelitian Penelitian ini merupakan studi kasus yang bersifat deskriptif yaitu suatu keadaan yang menggambarkan fenomena-fenomena yang terjadi selama penelitian berlangsung yang dalam prosesnya bukan sekedar mengumpulkan data tetapi juga mengolah, menganalisis dan menginterpretasikan serta memberikan saran-saran.

19

7.2. Populasi, Sampel, Besar Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel Pengambilan data sampel dilakukan pada perusahaan perbankan yang telah terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ), dimana dari 23 (dua puluh tiga) emiten perbankan yang masih aktif saat ini, hanya terdapat 6 (enam) emiten yang telah melakukan aksi penggabungan saham (reverse stock split) dengan menganalisis data perkembangan harga dan volume saham setiap harinya selama 12 (dua belas) bulan sebelum dan sesudah dilakukannya aksi korporat reverse stock split dengan teknik pengambilan data berikut ;

7.3. Lokasi dan Waktu Penelitian Lokasi penelitian di PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) selama 1 (satu) bulan terhitung sejak bulan Maret s/d April 2006.

7.4. Metode Pengumpulan Data Penelitian ini dilakukan dengan tujuan memperoleh jawaban atas

permasalahan yang telah dirumuskan dengan data yang dipergunakan dalam penelitian ini berupa data sekunder yang diperoleh dari sumber data internal pusat informasi BEI.

7.6 Metode Analisis Data Untuk menganalis permasalahan, beberapa teknik analisa yang dipergunakan untuk menganalisis kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split, antara lain ;

7.6.1. Indeks Sharpe Sp = `Rp `RF

20

Dimana Sp = Indeks Sharpe Portofolio Rp = Rata-rata return portofolio r selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan

7.6.2. Indeks Treynor Tp = `Rp `RF p

Tp = Indeks Treynor Portofolio `Rp = Rata-rata return portofolio r selama periode pengamatan `RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan p = Beta portofolio r

7.6.3. Indeks Jensen Jp = `Rp [`RF + (`RM `RF) p]

Jp = Indeks Jensen Portofolio Rp = Rata-rata return portofolio r selama periode pengamatan RF = Rata-rata tingkat return bebas resiko selama periode pengamatan RM = Resiko pasar portofolio p = Beta portofolio r

21

Selanjutnya dilakukan pengujian atas perbedaan kinerja saham perbankan sebelum dan sesudah dilakukannya reverse stock split dengan menggunakan statistik non parametrik uji Mc Nemar dan uji t-test.

22