Proposal
-
Upload
syayuti-ibrahim -
Category
Documents
-
view
363 -
download
5
Transcript of Proposal
KOMPOSISI BAB
BAB I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah B. Rumusan dan Batasan Masalah C. Pengertian Judul D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian E. Garis Besar Isi Skripsi
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Pendidikan Agama IslamB. Tujuan Pengajaran Agama Islam C. Metode Pembelajaran Agama IslamD. Faktor-faktor Pembentukan Kejiwaan dan Akhlak Siswa
BAB III. METODE PENELITIAN A. Populasi dan SampelB. Instrumen PenelitianC. Prosedur Pengumpulan DataD. Teknik Analisis Data
BAB IV. HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SMA Negeri 2 Seram Utara Kec. Seram Utara
Kabupaten Maluku Tengah1. Sejarah Berdirinya SMA Negeri 2 Seram Utara2. Struktur Organisasi SMA Negeri 2 Seram Utara3. Sarana Dan Prasarana4. Kurikulum SMA Negeri 2 Seram Utara5. Keadaan Guru & Siswa SMA Negeri 2 Seram Utara
B. Metode Pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 2 Seram UtaraC. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pembentukan Akhlak
Siswa SMA Negeri 2 Seram Utara
BAB V. P E N U T U PA. KesimpulanB. Saran
1
DRAFT SKRIPSI
Nama : Maimuna PelupessyNim/Nimko : 07210064/8452107064Program Study : Pendidikan Agama IslamJudul Skripsi : “Pengaruh Metode Pembelajaran Agama Islam
Terhadap Pembentukan Akhlak Siswa di SMA Negeri 2 Seram Utara”
A. Latar Belakang Masalah
Salah satu masalah yang dihadapi dunia pendidikan kita adalah
masalah lemahnya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran, anak
kurang didorong untuk mengembangkan kemampuan berpikir. Proses
pembelajaran di dalam kelas diarahkan kepada kemapuan anak untuk
menghafal informs, otak anak dipaksa untuk mengingat dan menimbun
berbagai informasi tanpa dituntut untuk memahami informasi yang
diingatnya kemudian dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari.
Kenyataan ini berlaku untuk semua mata pelajaran. Mata pelajaran
science tidak dapat mengembangkan kemampuan anak untuk berfikir kritis
dan sistematis, karena strategi pembelajaran berfikir tidak digunakan secara
baik dalam setiap proses pembelajaran di dalam kelas. Mata pelajaran
agama, tidak mampu mengembangkan sikap sesuai dengan norma-norma
2
agama, karena proses pembelajaran hanya diarahkan agar anak bisa
menguasai dan menghafal materi pelajaran.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional menyatakan bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana
untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, akhlak
mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan
negara.
Dari konsep pendidikan menurut undang-undang tersebut diatas,
mengandung beberapa pemahaman, sebagai berikut : Pertama, pendidikan
adalah usaha sadar yang terencana, hal ini berarti proses pendidikan di
sekolah bukanlah proses yang dilaksanakan secara asal-asalan dan untung-
untungan, melainkan dilaksanakan secara sadar dan bertujuan sehingga
segala sesuatu yang dilakukan guru dan siswa diarahkan pada pencapaian
tujuan.
Kedua, proses pendidikan yang terencana itu diarahkan untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran, hal ini berarti tidak
semata-mata berusaha untuk mencapai hasil belajar, melainkan bagaimana
memperoleh hasil atau proses belajar yang terjadi pada diri anak. Dengan
3
demikian, dalam pendidikan antara proses dan hasil belajar harus berjalan
secara seimbang. Pendidikan yang hanya mementingkan salah satu di
antaranya tidak akan dapat membentuk manusia yang berkembang secara
utuh.
Ketiga, suasana belajar dan pembelajaran itu diarahkan agar peserta
didik dapat mengembangkan potensi dirinya, ini berarti proses pendidikan
harus berorientasi kepada siswa (student active learning). Pendidikan
adalah upaya pengembangan potensi anak didik. Dengan demikian, anak
harus dipandang sebagai individu yang sedang berkembang dan memiliki
potensi. Tugas pendidikan adalah mengembangkan potensi yang dimiliki
anak didik, bukan menjejalkan materi pelajaran atau memaksa agar anak
dapat menghafal data dan fakta.
Keempat, akhir dari proses pendidikan adalah kemampuan anak
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan Negara. Hal ini berarti proses pendidikan berujung
kepada pembentukan sikap,pengembangan kecerdasan atau intelektual serta
pengembangan keterampilan anak sesuai dengan kebutuhan.
Menurut Wina Sanjaya bahwa dalam proses pendidikan,
pembelajaran didesain untuk membelajarkan siswa. Artinya, system
4
pembelajaran menempatkan siswa sebagai subjek belajar. Dengan kata
lain, pembelajaran ditekan atau berorientasi pada aktivitas siswa. Ada
beberapa asumsi perlunya pembelajaran berorientasi pada aktivitas siswa.1
Pertama, asumsi filosofis tentang pendidikan. Pendidikan merupakan
usaha sadar mengembangkan manusia menuju kedewasaan, baik
kedewasaan intelektual saja, tetapi mencakup seluruh potensi yang dimiliki
anak didik. Dengan demikian, hakikat pendidikan pada dasarnya adalah :
(a) interaksi manusia; (b) pembinaan dan pengembangan potensi manusia,
(c) berlangsung sepanjang hayat, (d) kesesuaian dengan kemampuan dan
tingkat perkembangan siswa, (e) keseimbangan antara kebebasan subjek
didik dan kewibawaan guru dan (f) pengingkatan kualitas hidup.
Kedua, asumsi tentang siswa sebagai subjek pendidikan, yaitu (a)
siswa bukanlah manusia dalam ukuran mini, akan tetapi manusia yang
sedang dalam tahap perkembangan, (b) setiap manusia mempunyai
kemampuan yang berbeda, (c) anak didik pada dasarnya adalah insane yang
aktif, kreatif dan dinamis dalam menghadapi lingkungannya, (d) anak didik
memiliki motivasi untuk memenuhi kebutuhannya. Asumsi tersebut
menggambarkan bahwa anak didik bukanlah objek yang harus dijejali
dengan informasi, tetapi mereka adalah subjek yang memiliki potensi dan
1 Dr. Wina Sanjaya, M.Pd. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. (Cet. VI : Jakarta, Kencana Predana Media Group, 2009) h. 135-136
5
proses pembelajaran seharusnya diarahkan untuk mengembangkan seluruh
potensi yang dimiliki anak didik.
Ketiga, asumsi tentang guru adalah : (a) guru bertanggungjawab atas
tercapainya hasil belajar peserta didik, (b) guru memiliki kemampuan
professional dalam mengajar, (c) guru mempunyai kode etik keguruan, (d)
guru memiliki peran sebagai sumber belajar, pemimpin (organisator) dalam
belajar yang memungkinkan terciptanya kondisi yang baik bagi siswa
dalam belajar.
Keempat, asumsi yang berkaitan dengan proses pengajaran adalah
(a) bahwa proses pengajaran direncanakan dan dilaksanakan sebagai suatu
system, (b) peristiwa belajar akan terjadi manakala anak didik berinteraksi
dengan lingkungan yang diatur oleh guru, (c) proses pengajaran akan lebih
aktif apabila menggunakan metode dan teknik yang tepat dan berdaya guna,
(d) pengajaran member tekanan kepada proses dan produk secara seimbang,
(e) inti proses pengajaran adalah adanya kegiatan belajar siswa secara
optimal.
Pertumbuhan yang cepat dari teknologi di bidang kependidikan dan
tersedianya bermacam-macam alat pengajaran yang dapat membantu
menciptakan situasi belajar yang efektif, sekaligus telah memberikan
kesempatan dan tanggung jawab bagi guru. Kesempatan yang
6
memungkinkan para guru membangun dan menciptakan suasana
pengajaran yang menarik dengan menggunakan berbagai alat pengajaran,
seperti : gambar-gambar slide, film, radio, televise dan rekaman yang berisi
pengajaran. Tanggung jawab yang terpikul di pundak guru ialah memilih
metode dan menggunakan alat-alat tersebut denga cara yang tepat sehingga
memenuhi kepentingan, sikap serta bakat dan kebutuhan murid. Dengan
demikian bukan saja suasana pengajaran menjadi menyenangkan, tetapi
juga terarah kepada pencapaian tujuan-tujuan pengajaran yang telah
dirumuskan. Tanggung jawab ini menuntut kreativitas buru, bukan saja
dalam melatih diri untuk memiliki keterampilan yang memadai, melainkan
juga membuat berbagai metode dan alat yang praktis dan ekonomis sesuai
dengan tuntutan lingkungan sehingga komunikasi interaksi dapat berjalan
seefisien dan seefektif mungkin.
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh metode pembelajaran
Agama Islam terhadap pembentukan akhlak siswa, maka penulis merasa
perlu mengkajinya secara mendalam dengan mengajukan judul penelitian
“Pengaruh Metode Pembelajaran Agama Islam Terhadap Pembentukan
Akhlak Siswa di SMA Negeri 2 Seram Utara”.
7
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan tersebut, maka yang
menjadi permasalahan dalam penulisan skripsi ini adalah :
1. Bagaimana metode pembelajaran agama Islam di SMA Negeri 2 Seram
Utara?
2. Bagaimana pengaruh metode pembelajaran agama Islam terhadap
pembentukan akhlak siswa SMA Negeri 2 Seram Utara Masohi?
C. Pengertian Judul
Untuk mendapat gambaran konkrit sehingga tidak menimbulkan
kesimpulan yang berbeda-beda dan perluasan masalah dalam penulisan
skripsi ini, sekaligus untuk mempermudah pembahasan, maka perlu adanya
pembatasan pengertian judul sebagai berikut.
Pendidikan Agama adalah proses pewarisan dan pengembangan
budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan ajaran Agama
sebagaimana termaktub dalam Kitab Suci masing-masing agama. Pakar lain
berpendapat bahwa pendidikan Agama merupakan pergaulan yang
mengandung rasa kemanusiaan terhadap anak dan mengarahkan kepada
kebaikan disertai dengan perasaan cinta kasih dengan menyediakan suasana
yang baik dimana bakat dan kemampuan anak dapat tumbuh berkembang
8
secara lurus. Dengan demikian prestasi belajar siswa adalah hasil yang
diperoleh akibat perbuatan belajarnya dari; membaca, menulis dan latihan.
Hasil dari belajar berupa Perubahan pada tiga aspek yaitu Kognitif,
Psikomotor dan Apektif. Perubahan yang diperoleh dari akibat belajar
adalah dari tidak tahu menjadi tahu, tidak mengerti menjadi mengerti.
Hasil dari belajar juga bisa berupa angka (nilai).
D. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Pendidikan Islam
Dari segi bahasa, pendidikan dapat diartikan sebagai perbuatan (hal,
cara dan sebagainya) mendidik dan berarti pula pengetahuan tentang
mendidik atau pemeliharaan (latihan-latihan dan sebagainya) badan, batin
dan sebagainya.2 Dalam bahasa Arab, para pakar pendidikan pada
umumnya menggunakan kata tarbiyah untuk arti pendidikan. Menurut
Abdurrahman An-Nahlawi, ada tiga akar kata untuk istilah tarbiyah.
Pertama, raba yarbu yang artinya bertambah dan berkembang. Kedua,
rabiya yarba yang dibandingkan dengan khayifa-yakhfa yang berarti
tumbuh dan berkembang. Ketiga, rabba-yarubbu yang dibandingkan
2 W.J.S. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Cet. II; Jakarta Balai Pustaka, 1991), h. 250
9
dengan madda yamuddu yang berarti memperbaiki, mengurusi
kepentingan, mengatur, menjaga dan memperhatikan.3
Sedangkan pengertian pendidikan dari segi istilah sebagaimana
dalam Undang-Undang tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU RI No. 2
Th. 1989), bahwa pendidikan adalah usaha sadar untuk menyiapkan peserta
didik melalui kegiatan bimbingan, pengajaran dan atau latihan bagi
peranannya di masa yang akan datang.4 Selain itu menurut Bapak
Pendidikan Nasional, Ki Hajar Dewantara, pendidikan berarti daya upaya
untuk memajukan pertumbuhan budi pekerti (kekuatan batin, karakter)
pikiran (intellect) dan tubuh anak yang antara satu dan lainnya saling
berhubungan agar dapat memajukan kesempurnaan hidup, yakni kehidupan
dan penghidupan anak-anak yang dididik selaras dengan dunianya.5
Dari beberapa defenisi tersebut dapat diketahui bahwa pendidikan
adalah merupakan usaha atau proses yang ditujukan untuk membina
kualitas sumber daya manusia seutuhnya agar ia dapat melakukan
peranannya dalam kehidupan secara fungsional dan optimal.
3 Abdurrahman An-Nahlawi, dalam Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam (Cet. IV; Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 338.
4Undang-Undang Tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pelaksanaannya (UU RI No. 2 Thn. 1989) dalam Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam (Cet. IV; Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 338
5 Ki Hajar Dewantara dalam Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam (Cet. IV; Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 338
10
Adapun pengertian Islam secara bahasa, berasal dari bahasa Arab,
asalama, yuslimu, islaman yang berarti berserah diri, patuh dan tunduk.
Secara harfiah Islam dapat diartikan patuh, tunduk, berserah diri (kepada
Allah) untuk mencapai keselamatan. Sebagai agama yang bersumber pada
wahyu (Al Qur’an) dan As Sunnah, Islam memiliki ajaran yang
komprehensif, yaitu ajaran yang tidak hanya ditujukan untuk mencapai
kebahagiaan hidup di dunia, melainkan juga di akhirat nanti. Islam
memiliki ciri ajaran tauhid dan persatuan, memuliakan manusia,
memandang hukum alam sebagai ketentuan Tuhan, menghargai akal dan
ilmu, memberikan kebebasan, kemerdekaan, keadilan dan persatuan,
mengutamakan amal, mendorong terciptanya akhlaq yang mulia,
mengajarkan kehidupan sosial mengutamakan toleransi, mengutamakan
kepemimpinan yang beriman dan menghendaki ulama yang ahli dalam
bidangnya.
Dilihat dari segi tujuan Agama Islam diturunkan Allah kepada
manusia melalui utusan-Nya Rasulullah Muhammad saw, tidak lain adalah
untuk menjadi rahmat bagi sekalian alam. Tujuan tersebut mengandung
implikasi bahwa Islam sebagai agama wahyu mengandung petunjuk yang
bersifat menyeluruh, dimana sekalian alam ini akan memperoleh rahmat
11
(bahagia dan sejahtera) secara menyeluruh, meliputi kehidupan duniawi
dan ukhrawi, lahiriah dan batiniah, jasmaniah dan rohaniah.
Sebagai agama yang mengandung tuntunan yang komprehensif,
Islam membawa system nilai-nilai yang dapat menjadikan pemeluknya
sebagai hamba Allah yang mampu menikmati hidupnya dalam situasi dan
kondisi serta dalam ruang dan waktu yang seceptif (tawakkal) terhadap
kehendak khaliknya, seperti tercermin dalam segala ketentuan syari’at
Islam serta aqidah yang mendasarinya. Suatu pola kehidupan yang ideal
yang akan dibentuk melalui proses pendidikan sesuai syari’at Islam.
Sehingga jika kata pendidikan dan Islam disatukan menjadi
Pendidikan Islam, artinya secara sederhana adalah pendidikan yang
berdasarkan ajaran Islam, namun dalan arti yang lebih luas pendidikan
Islam memiliki pengertian yang bermacam-macam. Sebagian ada yang
mengatakan bahwa pendidikan Islam adalah proses pewarisan dan
pengembangan budaya manusia yang bersumber dan berpedomankan
ajaran Islam sebagaimana termaktub dalam Al Qur’an dan terjabar dalam
Sunnah Rasul.
Pakar lain berpendapat bahwa pendidikan Islam merupakan
pergaulan yang mengandung rasa kemanusiaan terhadap anak dan
mengarahkan kepada kebaikan disertai dengan perasaan cinta kasih dengan
12
menyediakan suasana yang baik dimana bakat dan kemampuan anak dapat
tumbuh berkembang secara lurus.
Menurut Ahmad D. Marimba, pengarang buku Pengantar Filsafat
Pendidikan Islam, bahwa pendidikan Islam adalah bimbingan jasmani dan
rohani berdasarkan hukum-hukum agama Islam menuju kepada
terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam.6 Dengan
demikian, proses kependidikan Islam memiliki tugas pokok, yakni
membentuk kepribadian Islam dalam diri manusia selaku makhluk individu
dan sosial.
2. Sasaran dan Tujuan Pendidikan Islam
Secara umum, tujuan pendidikan Islam terbagi kepada: tujuan
umum, tujuan sementara, tujuan akhir dan tujuan operasional. Tujuan
umum adalah tujuan yang akan dicapai dengan semua kegiatan pendidikan
baik dengan pengajaran atau dengan cara lain. Tujuan sementara adalah
tujuan yang akan dicapai setelah anak didik diberi sejumlah pengalaman
tertentu yang direncanakan dalam sebuah kurikulum. Tujuan akhir adalah
tujuan yang dikehendaki agar peserta didik menjadi manusia-manusia
6Ahmad D. Marimba dalam Prof. DR. H. Abuddin Nata, M.A, Metodologi Studi Islam (Cet. IV; Jakarta PT RajaGrafindo Persada, 2004), h. 338
13
sempurnah (insan kamil) setelah ia menghabisi sisa umurnya. Sementara
tujuan operasional adalah tujuan praktis yang akan dicapai dengan sejumlah
kegiatan pendidikan tertentu.
Berikut ini uraian tujuan pendidikan Islam dalam perspektif para
ulama muslim. 7
a. Abdurrahman Saleh Abdullah mengatakan dalam bukunya
“Educational Theoy a Qur’anic Outlook”, bahwa pendidikan
Islam bertujuan untuk membentuk kepribadian manusia sebagai
khalifah Allah swt atau sekurang-kurangnya mempersiapkan ke
jalan yang mengacu kepada tujuan akhir. Tujuan utama khalifah
Allah adalah beriman kepada Allah dan tunduk serta patuh secara
total kepada-Nya. Tujuan pendidikan Islam menurutnya
dibangun atas tiga komponen sifat dasar manusia, yaitu :1)
Tubuh; 2) Ruh dan 3) akal, yang masing-masing harus dijaga.
b. Menurut Al Ghazali, tujuan pendidikan Islam dapat
diklasifikasikan kepada :
1) Membentuk insan purna yang pada akhirnya dapat
mendekatkan diri kepada Allah swt.
7 Dr. Armai Arief, M.A, Pengantar Ilmu dan Metodologi Pendidikan Islam (Cet. I; Jakarta Ciputat Pers, 2002), h. 19-20
14
2) Membentuk insan purna untuk memperoleh kebahagiaan
hidup, baik di dunia maupun di akhirat.
c. Menurut M. Djunaidi Dhany, tujuan pendidikan adalah :
1) Pembinaan kepribadian anak didik yang sempurna
a) Pendidikan harus mampu membentuk kekuatan dan
kesehatan badan serta pikiran anak didik;
b) Sebagai individu, maka anak harus dapat mengembangkan
kemampuannya semaksimal mungkin;
c) Sebagai anggota masyarakat, anak harus dapat memiliki
tanggungjawa sebagai warga Negara;
d) Sebagai pekerja, anak harus bersifat efektif dan produktif
serta cinta akan kerja.
2) Peningkatan moral, tingkah laku yang baik dan menanamkan
rasa kepercayaan anak terhadap agama dan kepada Tuhan.
3) Mengembangkan intelegensi anak secara efektif agar mereka
siap untuk mewujudkan kebahagiaannya di masa mendatang.
d. Tujuan pendidikan menurut Hasan Langgulung, bahwa tujuan
pendidikan harus dikaitkan dengan tujuan hidup manusia, atau
lebih tegasnya adalah untuk menjawab persoalan”untuk apa kita
15
hidup?”, Islam secara tegas telah memberikan jawaban
sebagaimana firman Allah swt :
Terjemahannya :
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”. 8 (QS. Adz-Dzariat :56)
Menyembah atau ibadah dalam pengertian luas berarti
mengembangkan sifat-sifat Tuhan pada diri manusia sesuai
dengan petunjuk Allah swt. Menurutnya tujuan hidup seorang
muslim sama artinya dengan do’a yang selalu dibaca dalam
shalat, yaitu :
Terjemahannya :
”Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam. Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah)". 9 (QS. Al-An’am: 162-163)
e. Menurut Omar Mohammad Al Toumy Al Ayaibany, tujuan
pendidikan mempunyai tahapan-tahapan sebagai berikut :
8 Departemen Agama RI, Ibid, h. 862
9 Departemen Agama RI, Ibid, h.216
16
1) Tujuan individual, tujuan ini berkaitan dengan masing-
masing individu dalam mewujudkan perubahan yang
diinginkan pada tingkah laku dan aktifitasnya, disamping
untuk mempersiapkan mereka dapat hidup bahagia baik di
dunia maupun di akhirat.
2) Tujuan sosial, tujuan ini berkaitan dengan kehidupan
masyarakat sebagai keseluruhan dan tingkah laku mereka
secara umu, disamping juga berkaitan dengan perubahan dan
pertumbuhan kehidupan yang diinginkan serta memperkaya
pengalaman dan kemajuan.
3) Tujuan professional, tujuan ini berkaitan dengan pendidikan
dan pengajaran sebagai sebuah ilmu, sebagai seni dan
sebagai profesi serta sebagai satu aktivitas masyarakat.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa inti dari tujuan
pendidikan Islam tersebut terfokus kepada :
a. Terbentuknya kesadaran terhadap hakikat diri manusia sebagai hamba
Allah yang diwajibkan menyembah kepada-Nya. Melalui kesadaran
itulah manusia akan berusaha agar potensi dasar keagamaannya (fitrah)
yang ia miliki dapat tetap terjaga kesuciannya sampai akhir hayatnya,
17
sehingga ia hidup dalam keadan beriman dan meninggal juga dalam
keadaan beriman.
b. Terbentuknya kesadaran akan fungsi dan tugasnya sebagai khalifah
Allah di muka bumi dan selanjutnya dapat wujudkan dalam kehidupan
sehari-hari. Melalui kesadaran inilah seseorang akan termotivasi untuk
mengembangkan potensi yang ia miliki.
3. Metode Pembelajaran Agama Islam
Pendidik yang sadar harus memahami dan menggunakan metode
yang efektif, dan selalu berusaha mencari kaidah-kaidah pendidikan yang
influentif dalam mempersiapkan anak secara mental dan moral, saintikal,
spiritual dan sosial, sehingga anak dapat mencapai kematangan yang
sempurna.
Beberapa prinsip yang menjadi landasan manhaj pendidikan moral
Islam, dan seharusnya menjadi perhatian semua komponen pendidikan,
baik itu keluarga, sekolah ataupun seluruh masyarakat, yaitu10 :
10 Syaik M. Jamaluddin Mahfuzh, Psikologi Anak dan Remaja Muslim (Cet.III; Jakarta. Pustaka Al Kausar, 2004),h. 198
18
1. Pembinaan jiwa agamis
Sesungguhnya iman yang mendalam akan membangun hati seorang
muslim dan membuatnya memiliki hubungan yang kuat dengan apa
yang diimani, tanpa terpengaruh oleh apapun. Sebagaimana sabda
Rasulullah SAW:
”Ibadah ialah kamu menyembah Allah seakan-akan kamu melihat-Nya dan apabila kamu tidak melihat-Nya, maka sesunggunya Dia melihatmu”.
”Hatilah-hatilah kamu, jangan sampai Dia melihatmu melakukan apa yang Dia larang”. (HR. Al Bukhari dan Muslim)
Apabila seorang pemuda semenjak kecil membiasakan dirinya merasa
senantiasa diawasi oleh Allah dalam setiap gerak-gerik dan perbuatan
yang ia lakukan seraya yakin bahwa Allah akan membalas meridhai
setiap hamba yang taat kepada-Nya dan memurkai oarng yang durhaka
kepada-Nya. Hal itu akan memudahkannya melakukan apa yang
diperintahkan Allah serta menjauhi apa yang dilarang-Nya, sehingga
jika ada godaan nafsunya untuk berbuat maksiat, ia akan menolak dan
berpaling dari perbuatan tersebut. Jiwa seperti ini yakin bahwa Allah
kuasa menyiksanya, Allah Maha Melihat dan Maha Mendengar,
sebagaiman Firman Allah SWT :
19
Terjemahannya :
”Tidakkah kamu perhatikan, bahwa Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi? tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah keempatnya. dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah keenamnya. dan tiada (pula) pembicaraan antara jumlah yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan dia berada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian dia akan memberitahukan kepada mereka pada hari kiamat apa yang Telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”. (QS. Al Mujadilah: 7)11
Hati yang bersih dan sehat adalah cahaya yang menunjukan seseorang
pada langkah-langkah kehidupan yang benar dan yang memberikan rasa
ketenangan serta kepuasan pada jiwa. Sehingga jika pendidikan dan
kesadaran hati diberikan kepada anak sejak dini, akan menegakkan dan
menguatkan jiwa yang sehat dan bersih. Salah satu diantaranya adalah
dengan membiasakan anak melakukan ibadah shalat. Sesungguhnya
penopang hati yang paling kuat ialah keyakinan adanya Tuhan Yang
Maha Kuasa. Pendidikan dan pengajaran apapun tidak akan ada
gunanya bagi jiwa yang tidak memiliki keyakinan tersebut. Manusia
11 Departemen Agama RI, Al Qur’an dan Terjemahannya (Jakrata, CV Atlas, 1998)., h.
20
yang masih bodoh dan belum tersentuh oleh pendidikan, ternyata
dengan keyakinan yang kuat terhadap Allah SWT memiliki aklak yang
lebih baik dan lebih mulia.
Salah satu pola pendidikan yang baik untuk mendidik hati ialah
membiasakan seorang remaja agar mau introspeksi diri. Cara mendidik
seorang remaja agar mau introspeksi diri sendiri harus berdasarkan pada
kesadaran. Dengan cara seperti ini akan membuahkan beberapa hal
positif :
- Membuat hati remaja menjadi bersih
- Tertanam sifat keberanian moral yang tinggi
- Hasrat yang tinggi untuk berlaku lurus dan tidak akan mengulangi
kesalahan yang pernah dilakukannya
- Mau menerima nasehat dan pengarahan dengan lapang dada
- Mau menerima sanksi hukuman yang proporsional dan sesuai dengan
kesalahannya.
Satu hal yang sangt patut direnungkan bahwa para penyeru kekafiran
yang ingin merusak tradisi serta nilai-nilai Islam begitu antusias
menyebarkan racun ideologi dengan dalih kebebasan dan kemerdekaan
berpikir yang kebetulan memang sejalan dengan keinginan para remaja
muslim dan benar-benar sesuai dengan kebutuhan jiwanya. Karena
21
kematangan akal dan jiwa mereka yang belum sempurna, maka
merekapun dengan penuh antusias menyambutnya, sehingga sebagai
pendidik harus bersikap santun, lebih lapang dada dan menggunakan
kata-kata yang lembut dalam memberikan nasehat.
Terjemahannya :
”Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah Lembut terhadap mereka. sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu[246]. Kemudian apabila kamu Telah membulatkan tekad, Maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Al Iman : 159)12
[246] Maksudnya: urusan peperangan dan hal-hal duniawiyah lainnya, seperti urusan politik, ekonomi, kemasyarakatan dan lain-lainnya.
Oleh karena itu pendidikan yang benar terhadap remaja harus
berorientasi pada pengakuan kepribadiannya yang baru berkembang
12 Departemen Agama RI, Ibid, h.
22
dan upaya membantunya mewujudkan apa yang diharapkannya dengan
menggunakan pola-pola edukatif yang benar.
[
2. Pembinaan dengan dorongan dan kecaman.
Metode-metode pembinaan dengan dorongan dan kecaman adalah salah
satu metode yang sangat baik sebagaimana yang telah dicontohkan
Allah SWT dalam Al Qur’an :
Terjemahannya :
”Sesungguhnya Al Quran Ini memberikan petunjuk kepada (jalan) yang lebih lurus dan memberi khabar gembira kepada orang-orang Mu'min yang mengerjakan amal saleh bahwa bagi mereka ada pahala yang besar,
Dan Sesungguhnya orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, kami sediakan bagi mereka azab yang pedih”. (QS. Al Isra’ : 9-10)13
Terhadap orang-orang yang taat dan selalu menjaga hukum-hukum
Allah Ta’ala dijanjikan kebajikan yang agung bahwa mereka akan
berada di tempat kembali yang baik. Dan terhadap orang-orang yang
melanggar hukum-hukum Allah, disampaikan ancaman yang keras
13 Departemen Agama RI, Ibid, h.
23
bahwa mereka akan ditimpa siksa yang pedih dan akan menerima akibat
yang buruk.
Bagi kebanyakan ahli pendidikan Islam, diantaranya Ibnu Sina, Al
Abdari dan Ibnu Khladun, melarang pendidik menggunakan metode
hukuman kecuali dalam keadaan sangat darurat. Dan hendaknya tidak
segera menggunakan pukulan, kecuali setelah mengeluarkan ancaman,
perinagatan dan memerintah orang-orang yang disegani untuk
mendekat, sehingga mampu merubah sikapnya. Dengan demikian,
dapat memberikan bekas yang diinginkan dalam upaya memperbaiki
anak dan membentuk moral serta spiritualnya.
Ibnu Khaldun menetapkan bahwa sikap keras yang berlebihan terhadap
anak, berarti membiasakan anak bersikap penakut, lemah dan lari dari
tugas-tugas kehidupan.
Metode yang diberikan Rasulullah dalam memberikan teguran untuk
memperbaiki penyimpangan anak, adalah dengan cara : (1)
menunjukkan kesalahan dengan pengarahan. Al Bukhari dan Muslim
meriwayatkan dari Umar bin Salmah ra, ia berkata : ” Ketika aku kecil,
berada dalam asuhan Rasulullah saw. Pada suatu hari ketika tanganku
bergerak kesana kemari di atas piring berisi makanan, berkatalah
Rasulullah saw, ”wahai anak, sebutlah nama Allah, makanlah dengan
24
tangan kananmu dan makanlah apa yang ada di dekatmu”. (2)
Menunjukkan kesalahan dengan keramahtamahan. Al Bukhari dan
Muslim meriwayatkan dari Sahal bin Sa’ad ra. Bahwa Rasulullah saw
diberi minuman dan beliau minum sebagaian, di sebelah kanannya
duduk seorang anak dan di sebelah kirinya beberapa orangtua,
Rasulullah saw berkata kepada anak itu ;”apakah engkau mengizinkan
aku untuk memberi kepada mereka?” maka anak itu menjawab ”tidak,
demi Allah, bagianku yang diberikan engkau tidak akan saya berikan
kepada siapapun.” Ini menggambarkan betapa Rasulullah telah
meminta izin kepada seorang anak dan mengajarkan
keramahtamahannya. (3) Menunjukan kesalahan dengan memberikan
isyarat sebagaimana yang pernah Rasulullah memalingkan wajah Al
Fadhal ketika memandang seorang wanita yang datang bertanya ke pada
Rasulullah, dengan demikian Rasulullah saw memperbaiki kesalahan Al
Fadhal melihat wanita yang bukan muhrim. (4) Menunjukan kesalahan
dengan kecamanan. Sebagaimana Rasulullah juga pernah mengecam
Abu Dzar ketika mencaci seseorang dengan menyebutnya ”anak wanita
hitam” dengan mengatakan, ”wahai Abu Dzar, sesungguhnya kamu
masih berperilaku jahiliyyah”. Kemudian memberinya nasihat yang
sesuai dengan tempat dan serasi dengan pengarahan. (5) Menunjukan
25
kesalahan dengan memutuskan hubungan (meninggalkan). Rasulullah
dan para sahabat pernah memberikan hukuman dengan meninggalkan
dan memutuskan hubungan dalam upaya memperbaiki kesalahan,
meluruskan yang bengkok, sehingga yang menyimpang kembali kepada
jalan yang benar. (6) Menunjukkan kesalahan dengan memukul.
Sebagaimana sabda Rasulullah : ”Suruhlah anak-anak kalian
mengerjakan shalat sejak mereka berusia tujuh tahun dan pukullah
mereka jika melalaikannya ketika mereka berusia sepuluh tahun dan
pisahkan mereka dari tempat tidurnya.” Persyaratan memberikan
hukuman pukulan adalah : Orang tua tidak melakukan pemukulan
setelah semua metode lain telah dilakukan, hukuman pukulan tidak
diberikan saat orang tua dalam keadaan sangat marah, dikhawatirkan
akan membahayakan anak dan ketika memukul, hendaknya
menghindari anggota badan yang peka, seperti kepala, muka, dada, dan
perut. (7) Menunjukan kesalahan dengan memberikan hukuman yang
menjerakan. Hukuman dilaksanakan di hadapan orang banyak, agar
menjadi pelajaran dan membuat anak menjadi jera, sehingga anak
benar-benar tidak mengulangi kesalahan yang sama.
3. Perpaduan antara pendidikan akal dengan pendidikan agama
26
Perpaduan pendidikan spiritual dan pendidikan akal akan memunculkan
kepribadian yang tangguh, sebab akal yang terus berkembang akan
sangat bermanfaat bagi kehidupan dan kemampuan seseorang.
Spiritual yang juga terus berkembang dengan mantap akan dapat
menjaga diri dai kesalahan dan kekeliruan. Jika kita sebagai pendidik
mampu membuat seorang anak memahami segala sesuatu dengan
hatinya dan mencintai kehidupan dengan akalnya, maka ia akan menjadi
generasi pilihan yang bisa diandalkan. Dalam pandangan nilai-nilai
spiritual Islam, daya kepemimpinan seseorang itu ada pada kekuatan
akal yang dipadu dengan kelembutan perasaan.
4. Pendidikan dengan keteladanan
Dr. Abdullah Nashih Ulwan mengemukakan bahwa keteladanan dalam
pendidikan adalah metode influentif yang paling meyakinkan
keberhasilannya dalam padangan sosial. Karena pendidikan adalah
contoh terbaik dalam padangan anak, yang akan ditirunya dalam tindak-
tanduknya dan tata santunya, disadari ataupun tidak, bahkan tercetak
dalam jiwa dan perasaan suatu gambaran pendidik tersebut, baik dalam
ucapan atau perbuatan, baik material atau spiritual, diketahui atau tidak
diketahui.
27
Dengan demikian, para orang tua harus menyadari bahwa memberikan
teladan yang baik adalah penopang dalam upaya meluruskan
kebengkokan anak, bahkan merupakan dasar dalam meningkatkan
keutamaan, kemuliaan dan etika sosial yang terpuji. Tanpa memberikan
teladan yang baik, pendidikan terhadap anak-anak tidak akan berhasil
dan nasihat tidak akan membekas, sehingga mereka dapat menjadi buah
hati sebagi ”matahai perbaikan dan purnama petunjuk” yang anggota
masyarakat dapat menikmati sinarnya dan bercermin kepada akhlaq
mereka yang mulia, disamping membenarkan firman Allah :
Terjemahannya :
Mereka Itulah orang-orang yang Telah diberi petunjuk oleh Allah, Maka ikutilah petunjuk mereka. Katakanlah: "Aku tidak meminta upah kepadamu dalam menyampaikan (Al-Quran)." Al-Quran itu tidak lain hanyalah peringatan untuk seluruh ummat.(QS. Al An’am ; 90).14
Terjemahannya :
14 Departemen Agama RI,Ibid., h.201
28
”Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka Allah dan rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) yang mengetahui akan yang ghaib dan yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang Telah kamu kerjakan”.(QS. At Taubah ; 105).15
5. Pendidikan dengan Perhatian
Yang dimaksud dengan pendidikan dengan perhatian adalah
mencurahkan, memperhatikan dan senantiasa mengikuti perkembangan
anak dalam akidah dan moral, persiapan spiritual dan sosial, disamping
selalu bertanya tentang situasi pendidikan jasmani dan daya hasil
ilmiahnya. Pendidikan ini dianggap sebagai asas terkuat dalam
pembentukan manusia secara utuh, yang menunaikan hak setiap orang
yang memiliki hak dalam kehidupan, kewajiban secara sempurna.
Islam, dengan universalitas prinsip dan peraturannya yang abadi,
memerintahkan para bapak, ibu dan para pendidik untuk memperhatikan
dan senantiasa mengikuti serta mengontrol anak-anaknya, dalam segala
segi kehidupan dan pendidikan yang universal. Sebagaimana
penjelasan Allah dalam Al Qur’an surat At Tahrim; 6, berikut :
15 Departemen Agama RI,Ibid., h.298
29
Terjemahannya :
”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan”.16
Sayyidina Ali ra. Menafsiran qu anfusakum, dengan ”didiklah dan
ajarilah mereka ”. Sayyidina Umar ra. Menafsirkan : ”melarang mereka
dari apa yang dilarang Allah dan memerintahkan kepada mereka apa
yang diperintahkna oleh Allah. Dengan demikian terciptalah
pemeliharaan mereka dari api neraka.
Memperhatikan anak dan mengontrol yang dilakukan orang tua
merupakan asas yang paling utama. Hal ini disebabkan anak selamanya
terletak di bawah proyeksi perhatian dan kontrol pendidikan terhadap
gerak-gerinya, ucapan, perbuatan dan orientasinya. Jika melihat sesuatu
yang baik, dihormati, maka doronglah sang anak untuk melakukannya.
Dan jika melihat sesuatu yang jahat, cegahlah mereka, berilah
peringatan dan jelaskan akibat yang membinasakan dan membahayakan.
Jika orang tua melalaikan anaknya, sudah barang tentu anak didik akan
menyeleweng dan terjerumus ke jurang kehancuran dan kebinasaan.
16 Departemen Agama RI, Ibid., h. 951
30
Perhatian yang diberikan meliputi : perhatian segi keimanan, moral,
mental dan intelektual, kondisi jasmani, psikologi, hubungan sosial
anak, dan spiritual anak.
C. Faktor-faktor Pembentukan Kejiwaan dan Akhlak Siswa
Manusia pada hakekatnya merupakan makhluk monodualis, artinya bahwa
di dalam jiwa manusia terdapat dua sifat yang bertentangan (ambivalensi) yaitu
manusia sebagai makhluk individual, sekaligus sebagai makhluk sosial ia
memiliki akunya yang berada dengan akunya orang lain, tetapi adalah suatu
kenyataan bahwa manusia itu tidak akan hidup tanpa bantuan individu lain. Hal
ini berarti, bahwa hidupnya seorang manusia sangat tergantung pada yang lain.
Ketergantungan hidup manusia yang tak terelakan seperti itu
menempatkan faktor-faktor yang di luar dirinya ikut mempengaruhi
perkembangan dirinya.
Atas dasar kerangka tersebut, sesungguhnya perkembangan jiwa
seseorang (anak) sangat dipengaruhi oleh faktor yang berasal dari dalam dirinya
sendiri (internal) dan faktor yang berasal dari luar (eksternal). Faktor internal
berupa kemampuan dan bakat yang dialaminya, sedangkan faktor eksternal
berupa lingkungan. Faktor lingkungan ini dapat dibedakan menjadi lingkungan
manusia dan non manusia. Lingkungan manusia dapat dibedakan lagi menjadi
lingkungan alam dan lingkungan budaya.
31
Proses sosialisasi dan perkembangan jiwa, dipengaruhi oleh beberapa
faktor :
1. Bakat
Yang merupakan kemampuan kodrati sebagai karunia Tuhan atau yang juga
disebut sebagai faktor pemabawaan. Faktor ini bersifat genetik, artinya
bawaan diperoleh dari keturunan. Banyak kenyataan menunjukkan bahwa
faktor ini sering kita lihat pengaruhnya terhadap perkembangan jiwa
kemampuan, pribadi sikap dan tingkah laku seseorang. Faktor ini pula
dipengaruhi oleh peranan keluarga dalam membimbing.
2. Faktor budaya
Pengaruh faktor ini akan nampak dengan jelas kita saksikan dalam perbedaan
budaya desa dan benturan-benturan budaya kota serta segala problematikanya,
menjadikan anak kota menjadi matang berfikir di dalam menghadapi dan
memecahkan problema hidup yang timbul.
Dari sudut negatif dan positifnya kerangka berfikir kedua kelompok anak dari
latar belakang yang berbeda tersebut, maka dapat dinilai bahwa kerangka
berfikir anak kota kurang begitu cepat dalam mengambil keputusan dan
tindakan karena sedikit faktor yang dipertimbangkan, maka kerangka berfikir
anak desa biasanya lebih cepat dalam mengambil keputusan. Oleh karena
itulah, maka sering kita lihat usia kawin anak desa relatif lebih awal dibanding
dengan anak kota.
32
3. Fakor Alam ( Natural)
Biasanya anak yang dilahirkan di daerah panas akan lebih cepat mencapai
kematangan jiwanya dibandingkan anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan
di daerah yang dingin. Hal ini menunjukkan bahwa geografi atau keadaan
alam ikut serta mempengaruhi perkembangan jiwa anak tersebut.
4. Faktor Lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan masyarakat yang terkecil, namun lingkungan
tersebut justru banyak menentukan dalam proses perkembangan jiwa anak,
yang merupakan lingkungan pertama yang dikenal oleh anak.
5. Faktor Lingkungan Pergaulan Anak ( Peer Group)
Lingkungan ini merupakan pengembangan lebih lanjut bagi kancah
penjelajahan seorang anak dalam rangka mengenal dan mempelajari dunia
yang dijadikan tempa berpijak, ia akan mengembangkan kemampuan jiwanya
dan menggabungkan dirinya dengan masyarakat lain sebagai proses
sosialisasi, melalui interaksi dengan kawan sebayanya, peer group,
pengaruhnya cukup menentukan terhadap proses perkembangan jiwa anak.
6. Faktor Masyarakat
Setiap sistim sosial yang berlaku di masyarakat, ikut mempengaruhi kerangka
dan pola fikir, sikap dan tingakah laku anggota masyarakat. Faktor ini dapat
diklasifikasikan sesuai usia . Masa 13 – 19 tahun (masa odolensi atau
33
pubertas). Pada masa ini perkembangan jasmaninya mengalami perubahan
dan pertumbuhan yang begitu cepat menimbulkan kebingungan dan kelakuan
anak di dalam mengambil sikap atu tingakah laku. Masa ini juga ditandai
dengan matangnya alat kelamin dan mulai berfungsinya kelenjar-kelenjar
yang menimbulkan dorongan tertentu, pertumbuhan atau kemasakan ini lebih
cepat pada anak perempuan dari pada anak laki-laki. sedangkan jiwanya, di
samping perkembangan intelegensia (dan berfikir logis), fantasi mereka
menjadi sangat kuat, hingga sering terjadi pertentangan dengan pemikiran
kritis logis. Anak sering berfantasi, melamun, berkreasi dengan ide-ide baru
yang penuh dengan cita-cita, disamping itu juga ia mencari kebenaran dan
mencari tujuan hidup, adapun emosinya mengalami pergolakan hebat sebagai
akibat dari adanya perubahan-perubahan, baik pada aspek jasmani maupun
jiwanya. Ia juga beradaptasi dengan keadaan yang baru, tekanan-tekanan, dan
penekanan sering menimbulkan ketegangan, untuk itu dibutuhkan
kemampuan dan keberanian untuk menghadapi perubahan dan pergolakan ini,
perubahan ini sering menyebabkan anak kehilangan keseimbangan jiwa. Pada
masa ini, berbeda dengan masa sebelumnya, karena anak merasa tertarik pada
seks yang lain, juga rasa solidaritas yang kuat.
7. Faktor Integrasi Pengalaman Dalam Kepribadian
34
Tiap anak dibentuk juga oleh lingkungan dan pengalaman-pengalaman,
bagaimana lingkungan dan pengalaman mempengaruhi individu itu
tergantung pada dan merefleksikan faktor kedua, yaitu :
Faktor-faktor atau sifat yang khusus dan integrasi yang unik adalah cara bagaimana seorang anak melihat dan menghadapi lingkungan di sekitarnya, masalahnya dalam hasil dari kepribadiannya secara keseluruhan dan dari interaksi kepribadian dengan lingkungannya, rencananya, motivasinya, jawabannya adalah ciptaannya sendiri yang unik dan sebenarnya dalam bidang bimbingan apabila kita memakai istilah mengenal anak itu berarti kita lebih mementingkan hal-hal yang khusus dan bertujuan melihat kepribadian yang unik itu dibedakan dengan tingkah laku.17
Karena pengetahuan yang umum biasanya akan memberikan gamabaran
tentang kejiwaan anak, sehingga yang penting untuk diketahui adalah sebagai
berikut :
”konsep anak tentang diri sendiri, motif-motif kemauan, perasaan dan kebutuhan-kebutuhan yang khusus pada diri si anak”.18
Pengertian dan pengetahuan (pengalaman) pembimbing tentang anak
tergantung pada pengetahuan dan pengalaman yang diperolehnya dalam suatu
konteks atau situasi mengenal anak berarti mengenal respon dan tingkah
lakunya, mengenal tidak hanya berarti atau meliputi pengumpulan data-data
atau tingkah laku tentang anak. Dan untuk mengetahui secara mendalam
17 Lihat Wasty Soemanto, op.cit., h. 17118 Lihat ibid., h. 173
35
tentang faktor yang mempengaruhi perkembangan jiwa anak, menurut penulis
perlu dikenal pribadi si anak secara mendalam, yang aspeknya banyak sekali
dan cukup kompleks, misalnya :
a. Mengenai variasi dalam kecepatan perkembangan jasmani, jiwa dan
rohani,
b. Mengenal persepsi (penerimaan) dunia sekitar anak,
c. Mengenal tingkah laku yang hanya dimiliki karena harapan dan
kebudayaan,
d. Mengenal tingkah laku sebagai gejala saja,
e. Mengenal bahwa tingkah laku yang dipelajari juga dapat diubah dengan
proses belajar,
f. Mengenal jika anak tidak berhasil/mampu menyesuaikan diri dengan
faktor-faktor dalam lingkungannya ia akan mengambil sikap dan tingkah
laku tertentu untuk menutupi kegagalannya.
Dengan melihat masa perkembangan dan pertumbuhan anak, maka pada
prinsipnya orang tua dituntut untuk lebih memperhatikan sistem
perkembangannya, karena pentinnya perwujudan para orang tua terhadap
pertumbuhan dan perkembangan anak, menjadi hal yang sangat penting
menggerakkan dari awal managemen yang lebih baik dalam membina dan
pengasuhnya di samping itu pembinaan yang terarah dan terkendali terhadap si
anak sangat penting untuk ditumbuhkembangkan.
36
E. Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif yang
maksudkan untuk memperoleh data tentang Metode Pembelajaran Agama
Islam di SMA Negeri 2 Seram Utara.
1. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah seluruh sumber data yang memunkinkan member
informasi yang berguna bagi masalah penelitian atau keseluruhan objek
penelitian.19
Menurut Herman Warsito, populasi adalah kumpulan unsur atau elemen
yang menjadi objek penelitian dan elemen populasi itu suatu analisis
atau kelompok objek, baik manusia, gejala, nilai tes, benda atau
peristiwa.20
Dari pengertian di atas, dapat diketahui bahwa populasi bukan hanya
objek penelitian yang terjadi di lokasi penelitian saja, akan tetapi
populasi itu menyangkut seluruh hal dari objek penelitian. Dengan
19 Nana Sudjana dan Ibrahim, Peneltian Pendidikan (Bandung; Sinar Baru, 1999), h. 4820 Herman Warsito, Pengantar Metode Penelitian (Cet. III, Jakarta; Gramedia Pustaka,
1992), h. 49
37
demikian dapat dikatakan bahwa populasi itu adalah keseluruhan
individu termasuk objek dan subjek penelitian.
Sehingga yang menjadi populasi dalam penelitian ini adalah kepala
seoklah, semua staf pengajar, karyawan/karyawati, dan siswa SMA
Negeri 2 Seram Utara.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian populasi atau wakil yang diteliti.21 Pada setiap
penelitian yang memerlukan sejumlah responden yang harus berminat
menjadi data yang diteliti. Secara ideal harus diselidiki keseluruhan
populasi, namun karena populasi terlampau besar, maka diambil
sejumlah yang bersifat representatif, yang mewakili seluruh populasi
tersebut.
Berdasarkan hal tersebut, penulis mengambil anggota sampel yang akan
diteliti terdiri dari : Kepala Sekolah, Guru Pendidikan Agama Islam dan
siswa Kelas I, II dan III.
21 Suharsimi Arikumto. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek (Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta, 1992), h. 104
38
b. Instrumen Penelitian
Instrument penelitian adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data.22 Sehubungan dengan itu maka penulis menggunakan
instrument sebagai berikut :
1. Observasi
Observasi adalah pengamatan yang diteliti dan sistematis serta
dilakukan secara berulang-ulang.23
2. Interview
Interview atau wawancara adalah percakapan atau Tanya jawab lisan
antara dua orang atau lebih secara langsung.24 Dalam melakukan
penelitian ini penulis menggunakan pedoman wawancara.
Pedoman wawancara adalah salah satu bentuk instrument yang sering
digunakan dalam penelitian guna memperoleh data atau keterangan
secara langsung dari responden. Oleh karena itu, sebelum teknik ini
22 Cholid Narbako dan H. Abu. Ahmadi, Metodologi Penelitian (Memberikan Bekal Teoritis Pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah Yang Benar), (Jakarta;Bumi Aksara), h. 62
23 Nana Sudjana dan Ibrahim, op. cit., h. 84
24 Mas’ud Hasan Abdul Qahar, dkk, Kamus Ilmiah Populer (Bandung; Bintang Pelajar, t.th), h. 172
39
digunakan dalam penelitian maka perlu diketahui terlebih dahulu
sasaran, maksud dan masalah apa yang diperlukan.
3. Angket
Angket atau questionari adalah daftar pertanyaan yang didistribusikan
melalui pos untuk diisi dan dikembalikan atau dapat juga dijawab
dibawah pengawasan peneliti.25 Angket merupakan alat pengumpulan
data berupa formulir-formulir yang berisi pertanyaan-pertanyaan kepada
responden untuk mendapatkan jawaban atau tanggapan dan informasi
yang diperlukan.
4. Dokumentasi
Metode ini penulis gunakan untuk memperoleh data sejarah berdirinya
SMA Negeri 2 Seram Utara Masohi, data guru, siswa, struktur
organisasi serta keadaan sarana dan prasarana yang ada di SMA Negeri
2 Seram Utara.
c. Prosedur Pengumpulan Data
Dalam pengumpulan data ditempuh melalui dua tahap, yakni tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan.
1. Tahap Persiapan
25 Nasution, Metode Penelitian (Cet. III, Jakarta; Bumi Aksara, 2009), h. 128
40
Tahap persiapan ini dilakukan dengan beberapa kegiatan, yaitu study
pustaka yang ada hubungannya dengan judul yang akan diteliti.
Disamping itu penulis juga melakukan penjajakan pada lokasi
penelitian, kemudian penulis menyusun rancangan serta instrument
penelitian berupa dokumen observasi/ interview, angket dan
dokumentasi.
Untuk penelitian lapangan terlebih dahulu penulis melengkapi surat ijin
penelitian ke sekolah tempat penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah :
a. Library Research adalah metode pengumpulan data dengan cara
riset kepustakaan, yaitu membaca dan mengkaji berbagai reverensi
baik buku-buku, majalah, surat kabar maupun karangan-karangan
ilmiah lainnya yang berhubungan dengan pembahasan skripsi ini.
Dalam metode ini penulis menggunkan teknik sebagai berikut :
1. Kutipan langsung, yaitu penulis mengutip secara langsung dari
buku-buku atau reverensi lainnya yang reriable sesuai asli tanpa
mengubah reaksi dan tanda bacanya;
41
2. Kutipan tidak langsung, yaitu mengutip sebuah buku atau
reverensi lain dengan mengambil ide dari suatu pembahasan
kemudian merumuskannya dalam bentuk ulasan dan ikhtiar.
b. Field Research adalah metode yang digunakan dalam pengumpulan
data dengan mengadakan penelitian di SMA Negeri 2 Seram Utara.
Dalam hal ini penulis menggunakan cara observasi, interview,
angket dan dokumentasi.
d. Teknik Analisis Data
Teknik analisa data yang digunakan peneliti adalah sebagai berikut :
1. Analisis kualitatif deskriptif, dimaksudkan untuk mengelola data yang
bersifat kualitatif, yakni data dianalisis secara kualitatif meliputi
kategorisasi dan yang selanjutnya diinterpretasikan dengan pola pikir
sebagai berikut :
a. Metode Induktif
Menurut Sutrisno Hadi, metode induktif adalah suatu metode
penelitian yang berdasarkan kepada hal-hal yang bersifat khusus dan
dari hasil tersebut dapat dipakai sebagai kesimpulan umum.26
26 Sutrisno Hadi, Metodolodi Research ( Cet. XX, Yogyakarta; Andi Offset, 1987), h. 42
42
Dengan demikian dapat dipahami bahwa metode induktif dapat
digunakan penulis untuk menarik kesimpulan berdasarkan teori yang
sudah ada tentang gejala-gejala yang akan diamati dari hasil-hasil
yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum.
b. Metode Deduktif
Metode deduktif adalah suatu penulisan atau pengolahan data yang
bertolak dari pengetahuan yang bersifat umum, kemudian dari
padanya diambil kesimpulan yang bersifat khusus.27
Dari pengertian tersebut, dapatdipahami bahwa metode deduktif
digunakan untuk memberikan sarana penghubung antara teori dan
pengamatan, dimana hal tersebut memungkinkan penulis untuk
menarik kesimpulan dari hal-hal yang bersifat umum kepada hal-hal
yang bersifat khusus.
2. Komparatif
Komparatif adalah suatu cara menganalisis data untuk membandingkan
beberapa pendapat, gagasan atau teori dari para ahli atau guru-guru
kemudian menarik kesimpulan generalisasinya.
3. Analisis kuantitatif deskriptif, dimaksudkan untuk mengolah data yang
berupa angka-angka. Dalam mengolah data tersebut digunakan statistic
27 Ibid, h. 24
43
deskriptif untuk memperoleh gambaran tentang nilai rata-rata,
persentase, skor maksimum dan minimum dan sebagainya.
Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung persentase adalah :
F P = x 100%
NDimana :
P : Angka persentase
F : Frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N : Jumlah frekuensi/banyaknya individu
F. Tujuan Dan Kegunaan Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Sesuai permasalahan skripsi ini, tujuan penulisan ini adalah sebagai
berikut :
a. Untuk memberikan kajian secara mendalam tentang bagaimana Metode
Pembelajaran Agama Islam di SMA Negeri 2 Seram Utara.
b. Mengetahui Pengaruh metode pembelajaran agama Islam terhadap
pembentukan akhlak siswa SMA Negeri 2 Seram Utara.
2. Kegunaan Penelitian
44
Dalam penelitian ini diharapkan bermanfaat dan berguna sebagai :
a. Bahan informasi pentingnya metode pembelajaran agama Islam
terhadap pembentukan akhlak siswa SMA Negeri 2 Seram Utara
b. Sebagai bahan bagi setiap pelaku pendidikan, khususnya guru
pendidikan agama Islam dan kepala sekolah tentang metode efektif dan
efisien dalam pembentukan akhlak siswa SMA Negeri 2 Seram Utara
c. Sebagai salah satu usaha untuk memenuhi dan melengkapi syarat yang
diperlukan dalam rangka penyelesaian study untuk memperoleh gelar
sarjana dalam bidang pendidikan Islam pada Sekolah Tinggi Islam
(STAIS) Said Perintah Masohi.
G. Garis-Garis Besar Isi Skripsi
Untuk memperoleh gambaran singkat dari keseluruhan isi skripsi,
maka penulis menguraikannya ke dalam garis-garis besar sebagai berikut.
Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan, yang berfungsi untuk
mempermudah dalam mencari alternatif dari isi keseluruhan, sedangkan
pemabahasan dalam bab ini meliputi: latar belakang masalah, rumusan dan
batasan masalah, pengertian judul, tujuan dan kegunaan serta garis besar isi
skripsi.
45
Bab Kedua, tinjauan umum tentang pengertian pendidikan dan
berbagai permasalahannya, secara khusus mengemukakan tentang
pengertian pendidikan agama Islam, tujuan pendidikan agama Islam,
metode pembelajaran agama Islam serta faktor-faktor pembentukan akhlak
siswa.
Bab Ketiga, Metode Penelitian, yang menguraikan tentang
bagaimana cara menentukan populasi dan sampel, instrumen penelitian,
prosedur pengumpulan data serta teknik analisis data.
Bab Keempat, Hasil penelitian, merupakan bab inti dari skripsi ini,
berisikan uraian tentang gambaran umum SMA Negeri 2 Seram Utara
Kecamatan Seram Utara Kabupaten Maluku Tengah, metode pembelajaran
Agama Islam di SMA Negeri 2 Seram Utara dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pembentukan akhlak siswa SMA Negeri 2 Seram Utara.
Bab Kelima, Penutup yang berisikan kesimpulan dan saran,
menyimpulkan secara keseluruhan pembahasan pada bab-bab sebelumnya
dilanjutkan dengan saran-saran.
46
DAFTAR PUSTAKA
Ambo Enre Abdullah, Pendidikan di Era Otonomi Daerah-Gagasan & Pengalaman. Cet.I;Yogyakarta: Pustaka Timur,2005
Aristo rahadi, Drs. Media Pembelajaran. Jakarta: Departemen Pendidikan nasional, Dirjen dikdasmen,2003
Bedjo Sujanto, M.Pd., Dr. Manajemen Pendidikan Berbasis Sekolah (Model Pengelolaan Sekolah di Era Otonomi Daerah. Cet.I; Jakarta: CV. Sagung Seto,2007
Budi Raharjo, Manajemen Berbasis Sekolah, Jakarta; Departemen Pendidikan Nasional, 2003
Burhanuddin Tola, MA., Dr. Standar Penilaian Kelas. Cet.II; Jakarta : Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Kelembagaan Agama Islam, Direktorat Madrasah dan Pendidikan Agama Islam pada Sekolah Umum,2005
Cholid Narbako dan H. Abu. Ahmadi, Metodologi Penelitian (Memberikan Bekal Teoritis Pada Mahasiswa Tentang Metodologi Penelitian serta Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah Diharapkan dapat Melaksanakan Penelitian dengan Langkah-Langkah Yang Benar), (Jakarta;Bumi Aksara
Daryanto.H.M, Drs. Administrasi Pendidikan. Cet.II; Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2001
Dede Rosyada, MA., Dr. Paradigma Pendidikan Demokratis Sebuah Model Pelibatan Masyarakat dalam Penyelenggaraan Pendidikan. Cet. II; Jakarta : Predana Media,2004
Depdikbud. Pedoman Pengelolaan Administrasi Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama, Jakarta : Direktorat Sarana dan Prasarana Direktorat Jenderal Dikdasmen, 1973
47
Direktorat Jenderal Pendidikan Islam departemen Agama RI. Undang-undang dan Peraturan Pemerintah RI tentang Pendidikan, Jakarta : Departemen Agama RI,2006
Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan (Edisi Revisi). Cet.I; Jakarta : PT. RajaGrafindo,2006
Herman Warsito, Pengantar Metode Penelitian Cet. III, Jakarta; Gramedia Pustaka, 1992
Ibrahim Bafadal,M.Pd., Dr. Seri Peningkatan Mutu Pendidikan Berbasis Sekolah “Peningkatan Profesionalisme Guru Sekolah Dasar” Dalam Kerangka Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah . Cet.I; Jakarta PT Bumi Aksara,2003
Mas’ud Hasan Abdul Qahar, dkk, Kamus Ilmiah Populer. Bandung; Bintang Pelajar
M. Chan dan Tuti T. Sam. Kebijakan Pendidikan Era Otonomi Daerah. Cet. I; Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada,2005
Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru (Cet IX edisi revisi, Bandung 2004
Mulyasa. E, M.Pd., Dr. Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Cet.IX; Bandung : PT. Remaja Rosdakarya,2007
Nana Sujana. TuntunanPenyusunan Karya ilmiah. Cet. VIII; Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2004
Nana Sudjana dan Ibrahim, Peneltian Pendidikan Bandung; Sinar Baru, 1999
Nasution, Metode Penelitian Cet. III, Jakarta; Bumi Aksara, 2009
Nur Kholis, Drs. M.Ed. Admin. Kiat Sukses Jadi Praktisi Pendidikan. Cet.I; Yogyakarta : Palem, 2004
Omar Hamalik, Dr., Prof. Pendidikan Guru Berdasarkan Pendekatan Kompotensi. Cet.II; PT Bumi Aksara,2003
48
Omar Hamalik, Dr., Prof. Proses Belajar Mengajar. Cet.II; PT Bumi Aksara,2003
Permendiknas. Standar Kepala Sekolah/Madrasah, Standar Pengawas Sekola, Standar Kualifikasi Akademik dan Kompotensi Guru. Cet.I; Jakarta; Asah Mandiri, 2008
Soebagio Atmodiwirio. Manajemen Pendidikan di Indonesia. Cet.I; Jakarta : PT. Ardadizya Jaya, 2000
Soetjipto,Prof dan Raflis Kosasi, Drs., M.Sc. Profesi Keguruan. Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1999
Suharsimi Arikumto. Prosedur Penelitian Pendekatan Praktek Cet. VIII; Jakarta: Rineka Cipta, 1992
Sutrisno Hadi, Metodolodi Research Cet. XX, Yogyakarta; Andi Offset, 1987
Tilaar. H.A.R, M.Sc., Dr., Prof. Membenahi Pendidikan Nasional, Cet. I; Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002
Tafsir Ahmad. Pendidikan Agama Dalam Keluarga. Cet.I; Bandung : Remaja Rosdakarya,1996
Tahido Yanggo Huzaemah,Hj. Fiqih Anak, Metode Islam dalam Mengasuh dan mendidik anak serta hokum-hukum yang berkaitan dengan aktifitas anak. Cet.I. Jakarta : Al Mawardi, 2004