Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

11

Click here to load reader

description

ini side job pertama gw mentranslate jurnal,, maap kepada author aslinya..

Transcript of Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

Page 1: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

Variasi Promotor pada DC-SIGN-Encoding Gene CD209

Berhubungan dengan Tuberkulosis

Abstrak

Latar Belakang

Tuberkulosis, yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, masih merupakan salah satu dari

penyebab mortalitas utama di dunia. C-type lektin DC-SIGN diketahui sebagai reseptor M. tuberculosis

utama pada sel dendritik manusia. Kami beralasan bahwa bila DC-SIGN berinteraksi dengan M.

tuberculosis sebagai mana dengan pathogen-patogen lain, maka variasi dari gen ini dapat memiliki

pengaruh skala besar dalam proses pathogenesis dari beberapa penyakit-penyakit infeksi termasuk

tuberculosis.

Metode dan Temuan

Kami menguji apakah polimorfisme pada CD209, gen yang mengkoding DC-SIGN, berhubungan dengan

suspektibilitas tuberculosis melalui sequencing dan analisa genotyping secara Cohort di Afrika selatan.

Kesimpulan

Observasi kami menunjukan bahwa kedua variant dari -871G dan -336A membentuk perlindungan

terhadap tuberculosis. Sebagai tambahan, distribusi geografik dari kedua allel ini, bersama status

philogenetik mereka, menunjukan bahwa frekuensi mereka pada populasi non-Afrika telah meningkat

sebagai hasil dari adaptasi genetic host terhadap riwayat paparan tiberkulosis yang lebih lama.

Pengkarakteran lebih lanjut dari konsekuensi biologikal pada variant tuberkulosis akan sangat krusial

untuk lebih menilai peran dari lektin dalam interaksi antara host system imun dan tuberkel basillus

sebagaimana yang terjadi pada patogen lain.

Page 2: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

Pendahuluan

Sepertiga dari populasi dunia diperkirakan terinfeksi Mycobacterium tuberculosis, yaitu agen etiologi

tuberkulosis (TB). Penyakit ini merupakan penyakit urutan teratas dari daftar WHO mengenai penyebab

kematian yang disebabkan agen infeksi tunggal, dengan angka kematian dua dan tiga juta orang per

tahun. Ciri dari TB yang membingungkan dan belum terpecahkan, baru diketahui sama minimnya

dengan 10% dari individu yang terinfeksi dan berkembang menjadi penyakit TB. Bukti epidemiologi

substansial mendukukng bahwa faktor yang berhubungan dengan host, seperti jenis kelamin, usia,

infeksi HIV, malnutrisi, dan vaksinasi BCG (Bacille Calmette-Guѐrin), mempengaruhi keseimbangan

antara basil tuberkel dan pertahanan imunitas host. Kemudian, terdapat peningkatan bukti bahwa

faktor genetic host menentukan perbedaan supseptibilitas host terhadap infeksi mikobakterial dan

dapat berperan terhadap pola dari penyakit klinisnya. Dari sudut pandang host, sistem imunitas innate

berperan sebagai lini pertama dari pertahanan host terhadap pathogen microbial, pengenalan awal

pathogen oleh system imun innate dimediasi oleh sel fagositik, seperti sel dendritik (DC) atau makrofag,

melalui reseptor germinal-encoded yang diketahui sebagai reseptor pattern recognition. DC memiliki

sebuah cakupan reseptor pattern recognition seperti C-type lectin dan Toll-liked reseptor, termasuk

dalam pengenalan produk yang dihasilkan dari metabolism microbial serta dalam induksi imunitas

adaptif. Faktanya, C-type lectin mendeteksi pathogen dengan karakter struktur karbohidratnya serta

menginternalisasikannya untuk proses antigen lebih lanjut dan untuk mempresentasikannya. Kami baru-

baru ini menemukan bahwa sebuah c-type lectin prototipik, DC-SIGN (dendritik sel dpesifik ICAM-3

pengankut nonintegrin) merupakan reseptor utama terhadap Mycobacterium tuberculosis pada DC

manusia. DC-SIGN secara spesifik walaupun tidak eksklusif, diekspresikan pada DC dan berfungsi sebagai

reseptor adhesi sel dan reseptor pengenal pathogen. Sebagai sebuah reseptor, DC-SIGN memegang

peran penting dalam berbagai fungsi DC, seperi interaksi DC-sel T dan integrasi DC. Disamping perannya

dalam pengenal seluler, DC-SIGN menyediakan reseptor uptake pathogen dan memediasi interaksi

dengan plethora dari pathogen selain M. tuberculosis. Tentu saja, hal ini menunjukan bahwa DC-SIGN

memungkinkan DC untuk menangkap bakteria lain seperti helicobater pylori dan beberapa strain

Kleibsiella pneumonia, juga virus seperti HIV-1, Ebola, cytomegalovirus, hepatitis-C, dengue, dan SARS,

serta parasit seperti Leishmania pifonai, dan Schistosoma mansoni. Dalam perkembangannya, data

terakhir menunjukan bahwa DC-SIGN dapat memediasi event signaling interseluler yang menggiring

Page 3: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

terjadinya sekresi cytokine. Pada basis ini, hal ini telah diajukan bahwa lectin dapat digunakan oleh

pathogen-patogen termasuk m. tuberculosis, sebagai bagian dari strategi penghindaran terhadap

perkembangan keuntungan mereka.

Kemampuan dari DC-SIGN untuk berinteraksi dengan M. tuberculosis dan pathogen lain, masuk akal

bahwa variasi dari gen DC-SIGN dapat mempengaruhi pathogenesis beberapa penyakit infeksi termasuk

TB. Kami juga telah menggali hubungan antara CD209 dalam: Cohort pada orang Asli warna Afrika

Selatan.

Metodologi

Pasien dan Metode

Studi ini dilaksanakan dalam penelitian cohort dari 711 individu termasuk 351 orang penderita TB dan

360 orang sehat sebagai kontrol, yang tinggal di area Cape Town. Beberapa daerah suburban (pinggiran

kota) tertentu di Capetown memiliki angka insiden TB tertinggi di dunia, meskipun dengan vaksinasi BCG

ekstensif. Dalam hal ini, populasi penelitian kami berasal dari 2 pinggiran kota yang telah dipelajari

secara ekstensif karena keseragaman etnisnya (dikenal sebagai warna Afrika Selatan) dan status sosio-

ekonominya yang sama tinggi dengan insiden TB, serta prevalesinya rendah atas HIV. kemudian, group

penelitian kami ini mewakili populasi homogeny yang ada sekarang, yang sebelumnya menerima input

genetic dari Khoisian, Malaysian, dan keturunan Eropa. Jadi, hal ini mewakili sebuah komunitas yang

berasal dari populasi dengan kerentangan berbedea terhadap TB, serta menawarkan

kemungkinan/peluang unik untuk memotong varian genetic yang berperan dan asal geografis/etnis yang

mungkin ada.

Pasien TB dikonfirmasi secara bakteriologis memiliki TB paru (Smear-positif dan/atau kultur-positif). Usia

rata-rata mereka ( + deviasi standar) adalah 36 + 10,9 tahun dan 51,8% diantaranya adalah laki-laki.

Group kontrol merupakan individu dengan tanpa status kesehatan yang berelasi dan berasal dari

komunitas yang sama, dengan status sosio-ekonomi, akses menuju fasilitas kesehatan dan peluang

diagnosis yang sama, serta dengan tanpa tanda ataupun riwayat TB sebelumnya (rata-rata usia 34,6 +

12,9 tahun, 22 % laki-laki). Resiko tahunan dari infeksi pada daerah pinggir kota ini diperkirakan pada

2,5% pada 1987 dan 2,8-2,5% pada 1999 dan tampaknya bahwa pada lingkungan ini sebagian besar dari

Page 4: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

group kontrol telah terpapar dengan M.tuberculosis. Kemudian subject dalam penelitian ini adalah

negative-HIV dan berusia lebih dari 18 tahun. Informconsent dilaksanakan pada seluruh partisipan, dan

penelitian ini telah di approved/disetujui oleh komite etik fakultas Ilmu Kesehatan, universitas

Stellenbosch (Afrika Selatan).

Prosedur Laboratoris dan Analisa Statistik

Untuk mengidentifikasi CD209 single nucleotide polymorphism (SNPs) dan menghindari bias ketidak

pastian dalam pemilihan marker untuk diujikan, kami pertama-tama mensequencing/mengurutkan

seluruh region genomic CD209 (7codon axons, region flankin intronic, dan 1.000 pasang basa yang

disituasikan pada 5’ dari kodon awal), dalam 28 individu yang dipilih secara acak (56 kromosom). Dengan

menggunakan polymorphisme dengan frekuensi allele minimum pada 0,05, kemudian data unphased

genotyping dikonversi kedalam haplotypes dengan menggunakan algoritma EM (Expectation

Maximization) yang diimplementasikan dalam haploview. Untuk mengevaluasi akurasi dari algoritma

ME, rekonstruksi haplotype dilaksanakan secara parallel menggunakan Bayesian statistical method yang

diimplementasikan dalam phase v.2.1.1. Hasil ekuivalen didapat dengan menggunakan kedua metode,

dengan semua haplotype menunjukan support statistical pada level tinggi. Untuk mendapatkan jumlah

SNP minimal yang menjelaskan diversitas haplotype, kami menggunakan software BEST v1.0. Delapan

SNP haplotype-tagging kemudian dipilih untuk meng-genotype seluruh panel dari 711 individu. Lebih

lanjut, stratifikasi populasi potensial antara case dan kontrol di ujikan dengan genotyping marker 25

unlinked SMM dalam keseluruhan penelitin Cohort ini. Sampel DNA di genotyping dengan polarisasi

fluorosence (VICTOR-2TM technology PerkinElmer, Wellesley, California, United States) atau TaqMan

assay (ABF Prism 7000 Sequence detection system,: Applied Biosystem, Faster City, California, united

States). Uji statistical untuk genotyping dan asosiasi haplotypik dilakukan dengan menggunakan STATA

8.2 dan Haploview v.3.1 test secara aktif. Frekuensi Haplotype didapat dengan melihat kemiripan

fraksional dari tiap-tiap haplotype untuk tiap individu (contohnya jika seseorang individu telah dinilai

memilik kemiripan 40% dengan haplotype A dan 60% dengan haplotype B, 0,4 dan 0,6 ditambahkan

untuk perhitungan A dan B, secara respektif.

Hasil dan Diskusi

Page 5: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

Dua varian dilokasikan pada region promoter CD209 (-871 A/G dan -336 A/G) menghambat distribusi

frekuensi secara signafkan yang terdistorsi anatara pasien TB dan kontol, sebagaimana diindikasikan

oleh test Chi-square. Untuk varian -871, genotype GG dan GA tidak terlalu sering terobservasi pada

kelompok case (16,8%) dibandingkan dengan kelompok kontrol (27,2%) (p=8,2 x 10 -4). Untuk varian -

336, genotype GG dan GA lebih sering pada kelompok case 976%) daripada kelompok kontrol (61,9%)

(p=0,01). Observasi ini menunjukan bahwa allele -371A (odd ratio [OR] : 1,85 : 95% CI: 1,29-2,660 dan

allele -336G (OR: 1,48 : 9,3% CI: 1,08-2,02) meningkatkan resiko berkembangnya TB pada penelitian

Cohort Afrika selatan ini. Pada level haplotype (table 2), Chi Square test pada awalnya menunjukan

bahwa distribusi global frekuensi haplotype secara signifikan berbeda antara case dan kontrol (p = 1,2 x

10-5). Satu haplotype (H30) menjadi haplotype utama yang bertanggung jawab terhadap distribusi

frekuensi yang terdistorsi. Haplotype ini, yang mengandung -8716G dan -336A ditemukan berhubungan

erat dengan kelompok kontrol (p = 1,6 x 10 -3 : OR: 1,73 : 95% CI: 1,22-2,38). Hubungan dengan haplotype

ini dan dengan -871G ditemukan sangat signifikan (p = 1,3 x 10-2 dan 6,6 x 10-3, secara respektif), bahkan

setelah koreksi Bonferroni konservatif untuk pengujian multiple.

Walaupun penelitian cohort kami ini menggunakan komunitas homogen masa kini yang telah mendapat

kontribusi genetik dari populasi berbeda yang telah terjadi selama generasi ke generasi, staratifikasi

populasi antara case dan kontrol dapat merupakan faktor confounding yang mengarah pada pada

asosiasi spurious positif. Penggunaan populasi campuran dalam studi pemetaan hubungan dapat

menjadi sangat berguna untuk mengidentifikasi varian genetic penyebab penyakit yang berbeda antara

populasi-populasi parental. Bagaimanapun, ketika pencampuran terjadi terlalu sering, frekuensi allelic

dapat berbeda secara konsidensial diantara kelompok case dan kontrol, yang menggambarkan

keberagaman kontribusi genetic dari populasi parental pada tiap-tiap subpopulasi (contohnya, kelompok

case dan kontrol), daripada asosiasi murni antara varian genetic bawaan dan phenotype hasil studi.

Dalam kasus ini, penelitian Cohort dilaksanakn untuk memunculkan stratifkasi populasi. Untuk

mengujikan secara formal dan untuk mengkualitasisasi tingkatan latar belakang perbedaan genetic

salah satu dari kelompok case dan kontrol, kami menggenotype keseluruhan cohort untuk panel dari

marker SNP yang tidak berhubungan disequilibrium dengan lokus kandidat CD209 dan dengan gene

yang diketahui lainnya, dan secara acak didistribusikan ke seluruh genome, serta polymorphic diantara

group etnik mayoritas. Rata-rata statistik x2 diantara 25 SNPs sebagai perbandingan dari frekuensi allele

antara kelompok case dan kontrol tidak terstratifikasi secara signifikan. Sebagai koreksi tambahan untuk

proses stratifikasi, kami membagi nilai x2 yang didapat untuk gene kandidat CD209 dengan tingkat

Page 6: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

stratifikasi yang terdeteksi (1,25). Walaupun setelah koreksi konservatif, asosiasi yang terobservasi

dengan -336 dan -871 sebagimana H3, didapat tetap signifikan (-336 p = 2,8 x 10-2 : -871 p = 2,71 x 10-3 :

H3 p = 4,8 x 10-3). Hasil observasi ini mendukung ide bahwa variasi -871G dan -336A secara genuine

benar berhubungan dengan peran protektif terhadap TB.

Untuk melihat secara nyata kedalam distribusi frekuensi dari kedua SNP, kami menggonotypekannya

kedalam 254 kromosom manusia dari orang-orang Afrika subsahara, eropa, dan asia timur seperti

halnya dalam delapan kromosom simpanse. Kami mengobservasi bahwa bentuk -871G dan -336A, yang

ajukan sebagai perlindungan melawan TB, dihubungkan dengan allel derivate pada manusia, kami juga

mengobservasi bahwa bentuk ini ditemukan/muncul pada frekuensi lebih tinggi pada Eurasian

dibandingkan African (table 4). Bentuk -871G tidak ditemukan pada populasi Afrika dimana bentuk ini

mencapai frekuensi tinggi (20%-40%) pada populasi Eropa dan Asia. Tidak adanya kombinasi haplotype

yang mucul dari -871G dan -336A pada populasi sub-Sahara dan Afrika, tetapi muncul pada populasi

warna kulit South African dan menunjukan bahwa hal ini diperkenalkan melalui percampuran secara

historical dengan European dan Asian. Observasi ini menegaskan kekuatan dari penggunaan populasi

campuran untuk dapat lebih mudah memahami isu historical yang berhubungan dengan asal

geographis/etnis dari disease affecting-allel dan menunjukan bahwa prevalensi mereka bervariasi pada

nenek moyang dari populasi campuran tersebut (misalnya, frekuensi berbeda dari H3 pada orang Afrika

versus non Afrika Table. 4).

Dalam konteks TB, telah dapat ditunjukan bahwa supseptibilitas yang ada saat ini ditentukan oleh

riwayat sebelumnya terhadap paparan. Terdapat bukti yang meyakinkan bahwa TB telah menjadi

endemic di eropa selama beberapa ratus tahun, dimana di Afrika, mungkin telah jarang sebelum kontak

dengan orang eropa yang terinisiasi. Hal ini diharapkan M. tuberculosis memiliki tekanan selektif yang

lebih kuat terhadap populasi eropa daripada Afrika. Hasil kami menunjukan kecenderunagn terhadap

hypothesis ini dan menunjukan bahwa allele protektif -871G dan -336A meningkat pada frekuensi

populasi non-Afrika sebagai hasil dari adaptasi genetic terhadap paparan TB dalam periode yang lama.

Dampak potensial dari tuberculosis pada frekuensi dari allel yang resisten pada populasi eropa telah

dipetakan dengan menggunakan data epidemiologi dan modeling statistic. Penulis telah mengevaluasi

perubahan yang diharapkan pada frekuensi allel resistan, selama periode 300 tahun koresponden

terhadap puncak epidemic TB di eropa. Mereka menyimpulkan bahwa jika alel resisten yang diberikan

berada pada frekuensi rendah pada permulaan seleksi epidemic oleh M. tuberculosis sendiri, dapat

meningkatkan frekuensi dari allele ini, tetapi tidak cukup untuk membawanya ke tingkat signifikan

Page 7: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis

secara epidemiologi. Dalam konteks ini, karena DC-SIGN diketahui berinteraksi dengan cakupan

pathogen yang luas, hal ini menunjukan bahwa kecenderungan peningkatan frekuensi yang terobservasi

hari ini baik untuk -871G dan -336A pada populasi non-Afrika (khususnya -871G yang tidak terlihat pada

populasi Afrika sub-Sahara) mungkin telah terbawa, tidak hanya oleh tekanan selektif dari

M.tuberculosis, tetapi juga oleh agen infeksi lainnya. Kemudian, dua penelitian independent baru-baru

ini telah melaporkan sebuah asosiasi genetic antara varian -336A dan perlindungan melawan infeksi HIV

parenteral dan derajat keparahan dari patogenesis dengue. Sebagi contoh, walaupun infeksi HIV, terlalu

baru untuk meninggalkan tanda pada seleksi CD209, observasi ini menerangkan aksi pathogen-patogen

yang mungkin terjadi dalam membentuk pola variabilitas gen ini.

Dari sudut pandang fungsional, allele -336A telah ditunjukan dapat mempengaruhi area ikatan dan

memodulasi aktivitas transkripsi in vitro dengan meningkatkan tingkat ekspresinya. Dalam konteks TB,

meingkatnya level ekspresi DC-SIGN oleh DC dapat menghasilkan tangkapan yang lebih baik, dan dalam

pemprosesan antigen microbial, menimbulkan respon Sel T yang lebih kuat dan lebih luas. kemudian,

kami baru-baru ini telah menunjukan bahwa ekspresi DC-SIGN diinduksi dalam macrophage alveolar

pada pasien TB aktif dan bahwa M. tuberculosis secara preferensial di fagosit oleh DC-SIGN-expressing

macrophage pada individu dengan TB tersebut. Jadi, prevalensi tertinggi terlihat diantara individu sehat

dari variant -336A, yang berhubungan dengan peningkatan ekspresi DC-SIGN, dan mungkin mendasari

peningkatan efisiensi dari fagosit host, seperti DC dan makrofag, untuk mengkontrol infeksi yang terjadi.

Sebagai tambahan mengenai varian -336A, data genetic kami menunjukan asosiasi yang kuat anatra

allele -871G dengan kelompok kontrol sehat, dan juga mengenai konsekuensi fungsional dari varian ini,

yaitu bahwa baik sendiri maupun di kombinasi dengan -336A, hasilnya tetap jelas.

Sebagai kesimpulan, asosiasi signifikan ditemukan bagi promoter variant CD209 bersama-sama dengan

status fagositik dan distribusi frekuensinya, secara kuat menunjukan bahwa allele -871g dn -338A dapat

menurunkan resiko berkembanya TB. Secara lebih umum, hasil penelitian kami, bersama dengan

laporan tentang asosiasi promoter variasi CD209 dengan suseptibilitas HIV dan patogensis dengue,

menunjukan bahwa variasi pada lectin ini dapat menjadi kepentingan yang krusial dari hasil sejumlah

infeksi akibat pathogen yang berinteraksi dengan DC-SIGN. Studi mendetail in vitro dan in vivo penilaian

konsekuensi fungsional dari variant CD209 pada kualitas respon imun host terhadap pathogen, temasuk

M. tuberculosis, saat ini dibutuhkan sebagi perkembangan landasan ilmu dan treatment pathway-

targeted yang efektif.

Page 8: Promoter Variation Dalam DC_SIGN-Encoding Gene Berhubungan Dengan Tuberckulosis