Prolaps genitalia

46
1 I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Prolapsus genitalia yaitu turunnya organ genital ke dalam introitus vagina bahkan bisa hingga keluar dari introitus vagina disebabkan karena lemahnya ligamentum dan otot-otot penyokong organ genital. Prolapsus genitalia dapat berupa uretrokel, uretrovesikokel, vesikokel (sistokel), prolapsus uteri, enterokel dan rektokel (Junizaf, 2002). Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga seviks berada didalam introitus vagina hingga berada diluar introitus atau keseluruhan uterus berada diluar introitus vagina. Telah banyak dilakukan penelitian dan diketahui bahwa faktor presdisposisi untuk terjadinya prolapsus uteri adalah melahirkan karena adanya trauma pada saat persalinan yang menyebabkan melemahnya otot-otot dan ligamentum penyokong uterus (Junizaf, 2007).

description

tinjauan pustaka materi prolaps genitalia. Kepaniteraan klinik stase OBGYN

Transcript of Prolaps genitalia

Page 1: Prolaps genitalia

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Prolapsus genitalia yaitu turunnya organ genital ke dalam introitus vagina

bahkan bisa hingga keluar dari introitus vagina disebabkan karena lemahnya

ligamentum dan otot-otot penyokong organ genital. Prolapsus genitalia dapat

berupa uretrokel, uretrovesikokel, vesikokel (sistokel), prolapsus uteri,

enterokel dan rektokel (Junizaf, 2002).

Prolapsus uteri adalah pergeseran letak uterus ke bawah sehingga seviks

berada didalam introitus vagina hingga berada diluar introitus atau

keseluruhan uterus berada diluar introitus vagina. Telah banyak dilakukan

penelitian dan diketahui bahwa faktor presdisposisi untuk terjadinya

prolapsus uteri adalah melahirkan karena adanya trauma pada saat persalinan

yang menyebabkan melemahnya otot-otot dan ligamentum penyokong uterus

(Junizaf, 2007).

Studi di Amerika Serikat dengan 16000 pasien menunjukkan frekuensi

prolapsus uteri sebesar 14,2%. Rata-rata usia dilakukannya tindakan bedah

untuk prolapsus uteri adalah 54,6 tahun. Perbedaan frekuensi berdasarkan ras

atau suku bangsa dimungkinkan berhubungan dengan faktor genetik. Sekitar

lebih dari 50% prolapsus uteri paling sering terjadi pada wanita yang sudah

lebih dari sekali melahirkan (multipara) (DeLancey, 2003).

Di Indonesia pendataan prolapsus uteri masih dikelompokkan menjadi

prolapsus genital, dari data rumah sakit Dr. Cipto Mangunkusumo Jakarta

pada tahun 1995-2000 telah dirawat 240 kasus prolapsus genitalia. Kasus

tersebut adalah kasus prolasus genitalia yang telah menimbulkan keluhan dan

Page 2: Prolaps genitalia

2

memerlukan penanganan. Pada penelitian yang dilakukan Djafar Siddik tahun

1968-1970 diperoleh kasus prolapsus genitalia sebesar 65 kasus dari 5371

kasus ginekolgi di rumah sakit Dr. Pringadi Medan, 69% dari temuan kasus

tersebut adalah wanita dengan umur 40 tahun. Sedangkan di rumah sakit

Jamil Padang didapatkan 94 kasus selama kurun waktu 5 tahun (1993-1998)

dan 40,03% terjadi pada wanita dengan grandemultipara (Junizaf, 2002;

Erman, 2001).

Penelitian tahun 1999-2003 yang dilakukan oleh Amir Fauzi dan K.

Anhar telah menjadi lebih spesifik terhadap kejadian prolapsus uteri di

Indonesia dan pada penelitiannya menemukan 43 kasus prolapsus uteri di

rumah sakit Mohd. Hoesin Palembang. Kasus terbanyak yaitu 29 kasus

prolapsus uteri didapatkan pada penderita dengan grandemultipara (47,44%),

dan 14 kasus lainnya pada penderita dengan multipara (32,56%) (Erman,

2001; Junizaf, 2002; Kemas, 2003). Penelitian terbaru yang dilakukan oleh

Said Alfin K pada rumah sakit Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh menemukan

bahwa dari total 2163 pasien ginekologi yg dirawat di RSUZDA dari tahun

2007-2010, 71 diantaranya merupakan penderita prolapsus uteri (Said, 2011).

Walaupun sudah dlakukan di beberapa kota di Indonesia tetapi belum

terdapat penelitian tentang kejadian prolapsus uteri di wilayah kerja rumah

sakit Margono Soekarjo Purwokerto. Sehingga peneliti merasa tertarik untuk

melakukan penelitian terhadap hubungan antara kejadian prolapsus uteri

dengan paritas di rumah sakit Margono Soekarjo Purwokerto periode Januari

- Desember 2011.

Page 3: Prolaps genitalia

3

B. Rumusan Masalah

Adakah hubungan antara paritas dengan kejadian prolapsus uteri di RS

Margono Soekarjo Purwokerto periode 01 Januari 2007 – 31 Desember 2011

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara paritas dengan kejadian prolapsus uteri di

RS Margono Soekarjo Purwokerto periode 01 Januari 2007 – 31

Desember 2011.

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui tingkat paritas penderita prolapsus uteri di RS

Margono Soekarjo Purwokerto periode 01 Januari 2007 – 31

Desember 2011.

b. Mengetahui jumlah kejadian prolapsus uteri di RS Margono

Soekarjo Purwokerto periode 01 Januari 2007 – 31 Desember 2011.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Menambah pengetahuan dan khasanah ilmu dalam bidang

Obstetri dan Gynekologi terutama tentang kejadian prolapsus

uteri.

b. Menjadi sumber informasi dan data dasar khususnya tentang

kejadian Prolapsus uteri.

c. Sebagai bahan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya.

Page 4: Prolaps genitalia

4

2. Manfaat Praktis

Dapat dijadikan bahan atau bekal bagi tenaga kesehatan dalam

memberikan pelayanan kesehatan terutama dalam upaya pencegahan

dengan memberikan penyuluhan tingginya paritas wanita memiliki

faktor resiko lebih besar terjadinya prolapsus uteri.

Page 5: Prolaps genitalia

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Anatomi Panggul

1. Panggul

Pelvis dibentuk oleh 4 buah tulang, yaitu:

a. Dua buah ossae coxae yang membentuk dinding anterior dan lateral.

b. Os. sacrum dan os. coccygis (bagian dari columna vertebralis)

membentuk dinding dorsal pelvis (Wiknjosastro, 2007).

Panggul dibagi oleh apertura pelvis superior (pintu atas panggul)

yang dibentuk oleh promontorium sacralis di sebelah dorsal, linea

iliopectinea yang tersusun atas linea terminalis dengan pecten ossis pubis

di sebelah lateral, dan symphysis os pubis di sebelah anterior, menjadi:

a. Pelvis major

Merupakan bagian yang terdapat di depan vertebrae lumbalis

sebagai batas dorsal; fossa iliaca dengan m. iliacus berada di sebelah

lateral dan dinding abdomen bagian bawah di sebelah ventral. Pelvis

spurium ini juga merupakan bagian rongga perut. Fungsinya

menahan alat-alat atau organ-organ rongga perut dan menahan uterus

yang berisi fetus pada wanita hamil sejak bulan ketiga

(Wiknjosastro, 2007).

b. Pelvis minor, yaitu rongga di bawah apertura pelvis superior

tersebut.

1) Mempunyai pintu masuk panggul; apertura pelvis superior dan

pintu keluar; apertura pelvis inferior yang berupa 2 buah segitiga

Page 6: Prolaps genitalia

6

yang bersekutu pada alasnya (yakni garis yang menghubungkan

kedua tuber ischiadica).

a) Segitiga bagian dorsal trigonum anale dibentuk oleh kedua

lig. sacrotuberosa dan puncaknya terletak pada os

coccygis.

b) Segitiga bagian ventral trigonum urogenitale dibentuk oleh

ramus inferior ossis pubis dan ramus inferior ossis ischii

sebelah kiri dan kanan, dan puncaknya terletak pada

symphysis ossium pubis (yang diperkuat oleh lig.

arcuatum pubis) (Wiknjosastro, 2007).

c. Cavum pelvis (rongga panggul) terletak di antara pintu masuk dan

pintu keluar panggul, berupa saluran pendek yang melengkung

dengan bagian cekung ke depan (Thomson, 2003).

2. Dasar panggul

Karena manusia berdiri tegak lurus, maka dasar panggul perlu

mempunyai kekuatan untuk menahan semua beban yang diletakkan

padanya, khususnya isi rongga perut dan tekanan intraabdominal.Beban

ini ditahan oleh lapisan otot-otot dan fasia yang apabila mengalami

tekanan dan dorongan berlebihan atau terus-menerusdapat timbul

prolapsus genitalis (Wiknjosastro, 2007).

Pintu bawah panggul terdiri atas diafragma pelvis, diafragma

urogenital, dan lapisan-lapisan otot yang berada diluar (penutup genitalia

eksterna).

Page 7: Prolaps genitalia

7

Diafragma pelvis merupakan penutup bagian bawah dari rongga

perut, dan terbentuk oleh muskulus levator ani dan muskulus koksigeus

yang menyerupai sebuah mangkok serta fasia endopelvik (Wiknjosastro,

2007).

Muskulus levator ani ini terbagi menjadi iliokoksigeus,

pubokoksigeus, dan puborektalis, walaupun jauh subdivisinya disebut

pubouretralis, dan pubovaginalis dimana serabut-serabut levator ani

berinsersi dalam fasia yang menutupi uretra (Wiknjosastro, 2007).

Otot pubokoksigeus berjalan dari permukaan dalam tulang pubis

bagian anterior dan median membentang ke belakang menuju bagian

belakang rectum, setelah mengelilingi rectum dan vagina kembali ke

tulang pubis di sisi lain (Wiknjosastro, 2007).

Bagian lateral dari otot tersebut disebut iliokoksigeus yang

membentang dari spina ischiadika dan arkus tendius yang menutup otot

obturatorius interna terus kebelakang dan berinsersi di pinggir lateral

tulang koksigeus dan sacrum bagian bawah (Wiknjosastro, 2007).

Otot levator ani kanan-kiri membentuk levator plate yang kuat sekali

dan terbentang dari titik penggabungannya di belakang hiatus levator

dan terus ke belakang dan berinsersi di tulang koksigeus, central perineal

body, dan pada ligament anokoksigeus (Wiknjosastro, 2007).

Di bawah otot levator ani terdapat diafragma urogenital yang

menutup hiatus genitalis, dibentuk oleh aponeurosis muskulus

transversus perinei profundus dan muskulus transversus superfisialis

Page 8: Prolaps genitalia

8

berjalan antara arkus pubis kanan-kiri. Di dalam sarung aponeurosis itu

terdapat muskulus rhabdosfingter urethrae (Wiknjosastro, 2007).

Lapisan paling luar (distal) dibentuk oleh muskulus bulbokavernosus

yang melingkari genital eksterna, muskulus perinei transversus

superfisialis, muskulus iskhiokavernosus dan muskulus sfingter ani

eksternus (Wiknjosastro, 2007).

Semua otot dibawah pengaruh saraf motorik dan dapat dikejangkan

aktif. Fungsi otot-otot tersebut diatas adalah sebagai berikut:

a. Muskulus levator ani berfungsi mengerutkan lumen rectum,

vagina, uretra dengan cara menariknya ke arah dinding tulang

pubis, sehingga organ-organ pelvis di atasnya tidak dapat turun

(prolaps), mengimbagkan tekanan intraabdominal dan tekanan

atmosfer, sehingga ligament-ligamen tidah perlu bekerja

mempertahankan letak organ-organ pelvic di atasnya, sebagai

sandaran uterus, vagina bagian atas, rectum dan kantung kemih.

Bila otot levator rusak atau mengalami defek maka ligament

seperti ligament kardinale, sakro uterine mempunyai kerja yang

berat (Wiknjosastro, 2007).

b. Diafragma urgenital berfungsi memberi bantuan pada otot

levator ani menahan organ-organ pelvis (Wiknjosastro, 2007).

c. Muskulus sfingter ani eksternus diperkuat oleh muskulus levator

ani menutup anus (Wiknjosastro, 2007).

Page 9: Prolaps genitalia

9

d. Muskulus bulbokavernosus mengecilkan introitus vagina di

samping meperkuat fungsi muskulus sfingter vesisae internus

yang terdiri atas otot polos (Wiknjosastro, 2007).

Pada introitus vaginae ditemukan juga bulbus vestibuli yang terdiri

atas jaringan yang mengandung banyak pembuluh darah sehingga dapat

membesar jika pembuluh darah terisi (Wiknjosastro, 2007).

3. Jaringan penunjang alat genital

Uterus berada di rongga panggul dalam ateversiofleksio sedemikian

rupa sehingga bagian depannya setinggi simfisis pubis dan bagian

belakang setinggi artikulasio sakrokoksigea (Wiknjosastro, 2007).

Jaringan ikat di parametrium, dan ligamentum-ligamentum

membentuk suatu sistem penunjang uterus, sehingga uterus terfiksasi

relatif cukup baik (Wiknjosastro, 2007).

Jaringan-jaringan itu ialah:

a. Ligamentum kardinale sinistrum dan dekstrum (mackenrodt)

merupakan ligamentum yang terpenting untuk mencegah agar

uterus tidak turun. Ligamentum ini terdiri atas jaringan ikat tebal,

dan berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral ke

dinding pelvis. Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah,

antara lain vena dan arteri uterina (Wiknjosastro, 2007).

b. Ligamentum sakrouterinum sinistrum dan dekstrum, yakni

ligamentum yang juga menahan uterus supaya tidak banyak

bergerak, berjalan, melengkung dari bagian belakang serviks kiri dan

Page 10: Prolaps genitalia

10

kanan melalui dinding rektum ke arah os sakrum kiri dan kanan

(Wiknjosastro, 2007).

c. Ligamentum rotundum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum

yang menahan uterus dalam antefleksi, dan berjalan dari sudut

fundus uteri kiri dan kanan ke daerah inguinal kiri dan

kanan(Wiknjosastro, 2007).

d. Ligamentum puboservikale sinistrum dan dekstrum, berjalan dari os

pubis melalui kandung kencing, dan seterusnya sebagai ligamentum

vesikouterinum sinistrum dan dekstrum ke serviks (Wiknjosastro,

2007).

e. Ligamentum latum sinistrum dan dekstrum, yakni ligamentum yang

berjalan dari uterus ke arah lateral, dan tidak banyak mengandung

jaringan ikat. Sebetulnya ligamentum ini adalah bagian peritoneum

viserale yang meliputi uterus dan kedua tuba, dan berbentuk lipatan.

Di bagian lateral dan belakang ligamentum ini ditemukan indung

telur (ovarium sinistrum dan dekstrum). Untuk memfiksasi uterus

ligamentum ini tidak banyak artinya (Wiknjosastro, 2007).

f. Ligamentum infundibulopelvikum, yakni ligamentum yang menahan

tuba Falopii, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di

dalamnya ditemukan urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan

vena ovarika. Sebagai alat penunjang ligamentum ini tidak banyak

artinya (Wiknjosastro, 2007).

Page 11: Prolaps genitalia

11

g. Ligamentum ovarii propium sinistrum dan dektrum, yakni

ligamentum yang menahan tuba Falopii, berjalan dari sudut kiri dan

kanan belakang fundus uteri ke ovarium (Wiknjosastro, 2007).

Ligamentum-ligamentum dan jaringan-jaringan di parametrium tidak

semuanya berfungsi sebagai penunjang uterus. Terdapat ligamentum-

ligamentum yang mudah sekali dikendorkan, sehingga alat-alat genital

mudah berganti posisi. Ligamentum latum sebenarnya hanya satu lipatam

peritoneum yang menutupi uterus dan kedua tuba, dan terdiri atas

mesosalpink, mesovariun, dan mesometrium. Di lipatam tersebut

ditemukan jaringan ikat yang letaknya disebut intraligamenter (di dalam

ruangan ligamentum latum). Ruangan tersebut berhubungan pula dengan

ruangan retroperitoneal yang terdapat di atas otot-otot dasar panggul dan

di daerah ginjal (Wiknjosastro, 2007).

4. Sistem uropoetik di rongga panggul

Ureter yang di abdomen letaknya retroperitoneal masuk ke pelvis

minor melewati arteria iliaka interna dan melintasi arteri uterina dekat

pada serviks hampir tegak lurus, dan akhirnya bermuara di kandung

kencing sisi belakang di trigonum Lieutaudi (Wiknjosastro, 2007).

Vesika urinaria (kandung kencing) umumnya mudah menampung

350 ml, akan tetapi dapat pula terisi cairan 600 ml atau lebih. Bagian

kandung kencing yang mudah berkembang adalah bagian yang diliputi

oleh peritoneum viserale. Pada dasar kandung kencing terdapat trigonum

Lieutaudi, yang bersamaan dengan uretra, dihubungkan oleh septum

vesiko-uretro-veginale dengan dinding depan vagina. Di trigonum

Page 12: Prolaps genitalia

12

Lieutaudi bermuara kedua (atau lebih) ureter. Dasar kandung kencing ini

terfiksasi, tidak bergerak atau tidak mengembang seperti bagian atas

yang diliputi oleh serosa. Di septum septum vesiko-uretro-vaginale

terdapat fasia yang dikenal sebagian fasia Halban (Wiknjosastro, 2007).

Dinding kandung kencing mempunyai lapisan otot polos yang kuat,

beranyaman seperti anyaman tikar. Selaput kandung kencing di daerah

kandung kencing di daerah trigonum Lieutaudi licin dan melekat pada

dasarnya. Pada daerah kandung kencing dan bagian atas uretra terdapat

muskulus lissosfingter, terdiri atas otot polos, dan berfungsi menutup

jalan urine setempat (Wiknjosastro, 2007).

Uretra panjangnya 3,5-5 cm berjalan dari kandung kencing kedepan

di bawah dan belakang simfisis, dan bermuara di vulva. Pada wanita

yang berbaring arahnya kurang lebih horisontal. Di sepanjang uretra

terdapat muskulus sfingter. Yang terkuat adalah muskulus lissosfingter

dan muskulus rhabdosfingter. Yang terakhir ini adalah bagian dari

diafragma urogenitale (Wiknjosastro, 2007).

5. Rektum

Rektum berjalan melengkung sesuai dengan lengkungan os sakrum,

dari atas ke anus. Antara rektum dan uterus terbentuk ekskavasio

rektouterina, terkenal sebagai kavum Douglasi, yang diliputi oleh

peritoneum viserale. Dalam klinik rongga ini mempunyai arti penting:

rongga ini menonjol jika ada cairan (darah atau asites) atau ada tumor di

daerah tersebut. Dasar rongga tersebut terletak 5-6 cm di atas anus. Anus

ditutup oleh muskulus sfingter ani eksternus, diperkuat oleh muskulus

Page 13: Prolaps genitalia

13

bulbokavernosus, muskulus levator ani, dan jaringan ikat perineum

(Wiknjosastro, 2007).

B. Prolapsus Uteri

1. Definisi

Prolapsus uteri adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh

karena kelemahan otot atau fascia yang dalam keadaan normal

menyokongnya (Junizaf, 2007)

2. Etiologi

a. Genetik dan Ras

Pada penelitian (Schaffer, 2005) telah dibuktikan bahwa wanita

berkulit hitam, dan dan wanita Asia menunjukkan risiko terendah

terjadinya prolapsus, sedangkan wanita Hispanik tampaknya

memiliki risiko tertinggi. Meskipun perbedaan dalam komponen

kolagen telah dibuktikan antara ras, namun perbedaan tulang

panggul dalam settiap ras mungkin juga berperan. Misalnya,

perempuan kulit hitam, umumnya arcus pubis < 90 derajat dan

umumnya bentuk panggulnya adalah android atau antropoid. Bentuk

panggul ini mengurangi resiko untuk terjadinya prolapsus uteri

dibandingkan dengan ras barat dimana rata-rata bentuk panggulnya

ginekoid.

b. Usia dan Menopause

Pada wanita yang telah lanjut usia atau usia lebih dari 60 tahun

dan mengalami menopause hal ini menyebabkan karena turunnya

kadar estrogen pada wanita yang telah menopause, kekurangan

Page 14: Prolaps genitalia

14

estrogen ini yang menyebabkan berkurangnya komponen jaringan

ikat elastin yang mengakibatkan elastisitas struktur pada otot dasar

panggul menurun dan menjadi lemah (Baziad, 2008; Moeloek, 2005;

DeLancey, 2003).

c. Tekanan Intraabdomen

Peningkatan tekanan intraabdominal yang berlangssung lama

diyakini mempunyai peranan dalam patogenesis Prolapsus uteri.

Contohnya dalam kasus ini adalah pasien yang sering mengangkat

beban yang berat, batuk kronis dan berulang serta adanya massa

intraabdomen berupa cairan (acites) dan padat (tumor). Selain itu,

penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) juga telah terlibat dalam

pengembangan POP (Moeloek, 2005; DeLancey, 2003).

d. Multiparitas

Kelahiran merupakan faktor resiko terbesar karena berperan

langsung terhadap trauma obstetrik yang dialami organ-organ

panggul, kelahiran akan menimbulkan peregangan otot-otot dasar

panggul dan jika terjadi beberapa kali kelahiran makan akan terjadi

trauma berulang yang mengakibatkan kelemahan otot-otot dan

ligamentum dasar panggul yang menyokong uterus (Moeloek, 2005;

DeLancey, 2003).

Page 15: Prolaps genitalia

15

3. Patofisiologi

Skema 2.1. Patofisiologi Prolapsus Uteri (Smith, 1989; Norton, 1990;

Junizaf, 2007).

4. Gejala

Gejala-gejala prolapsus sangat berbeda dan bersifat individual.

Kadangkala penderita yang satu berbeda dengan yang lainnya dan

prolapsus yang cukup berat dapat tidak mempunyai keluhan apapun,

sebaliknya penderita lain dengan prolapsus yang ringan saja telah

mempunyai banyak keluhan.

Prolapsus uteri dapat menyebabkan gejala sebagai berikut :

a. Miksi sering dan sedikit-sedikit. Mula-mula pada siang hari,

kemudian bila lebih berat juga pada malam hari.

Persalinan per vaginam

Trauma Obstetri

Laserasi

sering mengangkat beban, batuk kronis dan berulang, massa intraabdomen (tumor, acites) , PPOK

Peregangan otot, fascia, dan ligamentum dasar panggul

Usia dan Menoupose

(usia >60 tahun)

Berkurangnya kadar hormon estrogen

Otot, fascia, dan ligamentum kehilangan elastisitas dan

kekuatannya

Prolapsus Uteri

Page 16: Prolaps genitalia

16

b. Perasaan seperti kandung kencing tidak dapat dikosongkan

seluruhnya.

c. Stress incontinence, yaitu tidak dapat menahan kencing jika batuk,

mengejan. Kadang-kadang dapat terjadi retensio urine pada sistokel

besar sekali.

d. Pengeluaran serviks uteri dari vulva mengganggu penderita waktu

berjalan dan bekerja. Gesekan portio uteri oleh celana menimbulkan

lecet sampai luka dan dekubitus pada portio uteri.

e. Leukorea karena kongesti pembuluh darah di daerah serviks dan

karena infeksi serta luka pada portio uteri (Sakala EP, 1997; Erman,

2001; Junizaf, 2002; DeLancey, 2003)

5. Klasifikasi

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo/FK UI pembagian

prolapsus uteri sebagai berikut:

1. Prolapsus derajat I, bila serviks uteri belum melewati introitus vagina

tetapi uterus terletak di bawah kedudukan normal,

2. Prolapsus uteri derajat II, bila serviks sudah melewati introitus vagina,

3. Prolapsus uteri derajat III, bila seluruh uterus sudah melewati introitus

vagina (Junizaf, 2007).

Menurut International Continence Society Terminology

menggunakan POP Quantification membagi klasifikasi prolapsus sebagai

berikut :

Tabel 2.1. Staging Prolapsus Uteri

Page 17: Prolaps genitalia

17

Stage 0

No prolapse is demonstrated. Points Aa, Ap, Ba, and Bp are all at –3

cm and either point C or D is between –TVL (total vaginal length) cm

andVL–2) cm (ie, the quantitation value for point C or D is –

[TVL–2] cm).

Stage I

The criteria for stage 0 are not met, but the most distal portion of the

prolapse is > 1 cm above the level of the hymen (ie, its quantitation

value is < –1 cm).

Stage

IIThe most distal portion of the prolapse is 1 cm proximal to or

distal to the plane of the hymen (ie, its quantitation value is –

1 cm but +1 cm).

Stage

III

The most distal portion of the prolapse is > 1 cm below the plane of

the hymen but protudes no further than 2 cm less than the total vaginal

length in centimeters (ie, its quantitation value is > +1 cm but < +

[TVL–2] cm).

Stage

IV

Essentially, complete eversion of the total length of the lower genital

tract is demonstrated. The distal portion of the prolapse protrudes to at

least (TVL–2) cm (ie, its quantitation value is +[TVL–2] cm).

In most instances, the leading edge of stage IV prolapse is the cervix

or vaginal cuff scar.

6. Diagnosis

a. Anamnesis

Gejala yang timbul akan diperberat saat berdiri atau berjalan

dalam waktu lama dan pulih saat berbaring. Pasien merasa lebih

nyaman saat pagi hari, dan gejala memberat saat siang hari karena

banyaknya aktifitas (DeLancey, 2003).

b. Pemeriksaan fisik

Page 18: Prolaps genitalia

18

Pemeriksaan fisik berupa pemeriksaan pelvis lengkap, termasuk

pemeriksaan rektovaginal untuk menilai tonus sfingter. Alat yang

digunakan adalah spekulum Sims atau spekulum standar tanpa bilah

anterior. Penemuan fisik dapat lebih diperjelas dengan meminta

pasien meneran atau berdiri dan berjalan sebelum pemeriksaan. Hasil

pemeriksaan fisik pada posisi pasien berdiri dan kandung kemih

kosong dibandingkan dengan posisi supinasi dan kandung kemih

penuh dapat berbeda 1-2 derajat prolaps. Prolaps uteri ringan dapat

dideteksi hanya jika pasien meneran pada pemeriksaan bimanual

(DeLancey, 2003).

Pemeriksaan fisik juga harus dapat menyingkirkan adanya

kondisi serius yang mungkin berhubungan dengan prolaps uteri,

seperti infeksi, strangulasi dengan iskemia uteri, obstruksi saluran

kemih dengan gagal ginjal, dan perdarahan. Jika terdapat obstruksi

saluran kemih, terdapat nyeri suprapubik atau pada pemeriksaan

perkusi kandung kemih berbunyi timpani. Jika terdapat infeksi, dapat

ditemukan discharge serviks purulen (DeLancey, 2003).

7. Komplikasi

Komplikasi yang dapat menyertai prolapsus uteri menurut Junizaf.

2007 adalah:

a. Keratinisasi mukosa vagina dan porsio uteri.

Prosidensia uteri disertai dengan keluarnya dinding vagina

(inversio), karena itu mukosa vagina dan serviks uteri menjadi tebal

serta berkerut dan berwarna keputih-putihan.

b. Dekubitus.

Page 19: Prolaps genitalia

19

Jika serviks uteri terus ke luar dari vagina maka ujungnya bergeser

dengan paha pada pakaian dalam, sehingga hal ini dapat

menyebabkan luka dan radang yang lambat laun dapat menjadi ulkus

yang disebut ulkus dekubitus. Dalam keadaan demikian perlu

dipikirkan kemungkinan suatu keganasan, lebih-lebih pada penderita

yang berusia lanjut. Pemeriksaan sitologi biopsi perlu dilakuakan

untuk mendapatkan kepastian akan adanya proses keganasan

tersebut.

c. Hipertrofi serviks uteri dan elongasio kolli.

Jika serviks uteri turun ke dalam vagina sedangkan jaringan penahan

dan penyokong uterus masih kuat maka akibat tarikan ke bawah di

bagian uterus yang turun serta karena pembendungan pembuluh

darah, maka serviks uteri mengalami hipertrofi dan menjadi panjang

pula. Hal yang terakhir ini dinamakan elongasio kolli. Hipertrofi

ditentukan dengan pemeriksaan pandang dan perabaan. Pada

elongasio kolli serviks uteri pada perabaan lebih panjang dari

biasanya.

d. Gangguan miksi dan stress inkontinensia.

Pada prolapsus uteri tutunnya uterus dapat mengakibatkan

penyempitan pada ureter sehingga dapat menyebabkan terjadinya

hidroureter dan hidronefrosis.

e. Infeksi saluran kencing.

Adanya retensi air kencing akan mudah menimbulkan infeksi.

Sistitis yang terjadi dapat meluas ke atas dan dapat menyebabkan

pielitis dan pielonefritis yang akhirnya keadaan tersebut dapat

menyebabkan gagal ginjal.

f. Infertilitas..

Serviks uteri yang turun sampai dekat pada introitus vagina atau

sama sekali ke luar dari vagina sehingga tidak akan mudah terjadi

kehamilan

g. Kesulitan pada waktu persalinan.

Page 20: Prolaps genitalia

20

Jika wanita dengan prolapsus uteri hamil maka pada waktu

persalinan dapat menimbulkan kesulitan dikala pembukaaan

sehingga kemajuan persalinan jadi terhalang

8. Penatalaksanaan

Penatalaksanan pada prolapsus uteri bersifat individual, terutama

pada mereka yang telah ditemukan gejala yang menimbulkan keluhan

dan pada pasien prolapsus uteri dengan komplikasi, namun secara umum

penatalaksanan dengan kasus ini terdiri dari dua cara yakni konservatif

dan operatif (Junizaf, 2007; Decherrney, 2007; Schorge, 2008).

a. Pengobatan Konservatif

Pengobatan cara ini tidak seberapa memuaskan tetapi cukup

membantu para penderita dengan prolapsus uteri. Cara ini biasanya

diberikan pada penderita prolapsus ringan tanpa keluhan, pada

penderita yang masih ingin mendapatkan anak lagi, penderita yang

menolak untuk melakukan tindakan operasi dan pada kondisi yang

tidak memungkinkan untuk dilakukan tindakan operasi (Junizaf,

2007).

Tindakan yang dapat diberikan pada penderita antara lain,

adalah:

1) Latihan-latihan otot dasar panggul.

Latihan ini sangat berguna pada penderita prolapsus uteri

ringan terutama yang terjadi pada penderita pasca persalinan

yang belum lewat enam bulan. Tujuannya untuk menguatkan

otot-otot dasar panggul dan otot-otot yang mempengaruhi miksi.

Latihan ini dilakukan selama beberapa bulan. Latihan ini disebut

Page 21: Prolaps genitalia

21

dengan latian kegel atau lebih dikenal dengan nama senam

kegel. Caranya adalah di mana penderita disuruh menguncupkan

anus dan jaringan dasar panggul seperti biasanya setelah buang

air besar atau penderita disuruh membayangkan seolah-olah

sedang mengeluarkan air kencing dan tiba-tiba

menghentikannya (Decherrney, 2007; Moeloek, 2005;

DeLancey, 2003).

2) Stimulasi otot-otot dengan alat listrik.

Kontraksi otot-otot dasar panggul dapat pula ditimbulkan

dengan alat listrik, elektrodenya dapat dipasang di dalam

pessarium yang dimasukkan ke dalam liang vagina (Moeloek,

2005; DeLancey, 2003; Junizaf, 2007).

3) Pengobatan dengan pessarium.

Pengoabatan dengan pessarium sebetulnya hanya bersifat

paliatif saja, yakni menahan uterus ditempatnya selama alat

tersebut digunakan. Oleh karena itu jika pessarium diangkat

maka timbul prolapsus kembali. Prinsip pemakaian pessarium

ialah bahwa alat tersebut mengadakan tekanan pada dinding

vagina bagian atas sehingga bagian dari vagina tersebut beserta

uterus tidak dapat turun dan melewati vagina bagian bawah. Jika

pessarium terlalu kecil atau dasar panggulnya terlalu lemah

maka pessarium akan jatuh dan prolapsus uteri akan timbul

kembali (Moeloek, 2005; DeLancey, 2003; Junizaf, 2007).

b. Pengobatan Operatif

Page 22: Prolaps genitalia

22

Prolapsus uteri biasanya disertai dengan adanya prolapsus

vagina, sehingga jika dilakukan pembedahan untuk prolapsus uteri

maka prolapsus vagina perlu ditangani pula secara bersamaan.Ada

kemungkinan terdapat prolapsus vagina yang membutuhkan

pembedahan, padahal tidak ada prolapsus uteri atau prolapsus uteri

yang ada belum perlu dilakukan tindakan operasi. Indikasi untuk

melakukan operasi pada prolapsus vagina ialah jika didapatkan

adanya keluhan pada penderita (Junizaf, 2007).

Indikasi untuk melakukan operasi pada prolapsus uteri

tergantung dari beberapa faktor, seperti umur penderita,

kemungkinannya untuk masih mendapatkan anak lagi atau untuk

mempertahankan uterus, tingkatan prolapsus uteri dan adanya

keluhan yang ditemukan pada penderita (Junizaf, 2007).

C. Paritas

Paritas (para) menurut kamus kedokteran Dorland adalah seorang wanita

yang pernah melahirkan keturunan yang mampu hidup tanpa memandang

apakah anak tesebut hidup pada saat lahir (Dorland, 2002).

Paritas dapat diklasifikasikan menurut jumlahnya, yaitu sebagai berikut:

1. Primipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak, yang cukup

besar untuk hidup didunia luar.

2. Multipara adalah wanita yang telah melahirkan seorang anak lebih dari

satu kali dan kurang dari lima.

3. Grandemultipara adalah wanita yang telah melahirkan 5 anak atau lebih

(Varney, 2006).

Page 23: Prolaps genitalia

23

D. Hubungan Paritas dengan Prolapsus Uteri

Prolapsus uteri terdapat dalam berbagai tingkatan, dari yang paling

ringan sampai prolapsus uteri totalis. Terutama akibat persalinan, khususnya

persalinan per vaginam yang susah dan terdapatnya kelemahan-kelemahan

ligamentum dan otot yang tergolong dalam fascia endopelvis dan fascia dasar

panggul (Decherrney AH, 2007; Junizaf, 2007).

Proses persalinan pervaginam meneyebabkan peregangan dan robekan

ligamentum dan otot-otot pada dasar panggul. Proses persalinan per vaginam

yang berulang kali (lebih dari empat kali) dan terjadi terlampau sering merupakan

faktor utama dan merupakan penyebab paling signifikan dari terjadinya prolaps

uteri pada wanita. Kelainan prolapsus ini dapat menimbulkan gejala ataupun tanpa

menimbulkan gejala tergantung pada beratnya kelainan itu sendiri, ini juga yang

menjadikan salah satu faktor atas indikasi dilakukannya tindakan operatif pada

kasus prolapsus uteri. Selain faktor tersebut masih terdapat beberapa faktor lain

seperti umur penderita, keinginan untuk masih mendapatkan anak dan atau untuk

mempertahankan uterus (Smith, 1989; Norton, 1990; Junizaf, 2007).

Page 24: Prolaps genitalia

Paritas

Kejadian Prolapsus Uteri

Primipara

Multiparitas

Grande Multipara

Genetik dan Ras

Usia dan Menopause

Tekanan intraabdomen

PPOK

Sering mengangkat berat

Batuk kronis dan berulang

Massa intraabdominal, berupa cairan (acites), dan atau padat (tumor)

Paritas Prolapsus Uteri

24

E. Kerangka Teori

Skema 2.2. Kerangka Teori Penelitian

F. Kerangka Konsep

Skema 2.3. Kerangka Konsep Penelitian

G. Hipotesis

Page 25: Prolaps genitalia

25

Terdapat hubungan antara paritas dengan kejadian prolapsus uteri di rumah

sakit Margono Soekarjo Purwokerto Periode Januari - Desember 2011..

Page 26: Prolaps genitalia

26

III. METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakaan rancangan analitik

observasional asosiasi dengan pendekatan studi case control untuk

mengetahui hubungan atara variabel bebas berupa paritas dengan variabel

terikat berupa kejadian prolapsus uteri.

B. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

a. Populasi Target

Populasi target pada penelitian ini adalah semua pasien wanita

dengan prolapsus uteri di rumah sakit Margono Soekarjo

Purwokerto.

b. Populasi Terjangkau

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah semua pasien wanita

dengan prolapsus uteri yang dirawat inap di rumah sakit Margono

Soekarjo Purwokerto periode Januari – Desember 2011.

c. Populasi Sampel

Populasi sampel pada penelitian ini adalah populasi terjangkau yang

memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling,

dengan kelompok kontrol diambil dengan teknik pengambilan simple

random sampling dengan jumlah menyesuaikan jumlah kelompok kasus.

Estimasi besar sampel minimal menurut Lemeshow(1997) yaitu :

Page 27: Prolaps genitalia

27

n1=n2 = (Zα √2 PQ+Zβ √P 1 Q1+P 2Q2)

2

(P 1−P 2)2

n1=n2= (1,96√0,43875+0,842√0,3775 )2

0,352

n1=n2= 1,922

0,1225

n1=n2= 30,093

Keterangan :

n = Jumlah minimal sampel penelitian

Zα = Standar deviasi normal dengan derajat kemaknaan 95% (1,96)

Zβ=¿Kekuatan penelitian (80%) =0,842

OR = Odd Ratio = 5,667

P2 = Proporsi untuk sifat tertentu yang diperkirakan terjadi pada

populasi 50% (0,5)

P1 = ( ¿ ) P 2

(¿ ) P 2+(1−P2 )

P = (P 1+P 2)

2

Q = 1 – P

Sampel penelitian yang diambil memenuhi kriteria berikut:

a. Kriteria inklusi untuk kelompok kasus

1) Pernah melahirkan secara per vaginam.

2) Sudah dilakukan tindakan operatif berupa histerektomi

b. Kriteria inklusi kelompok kontrol

1) Pernah melahirkan secara per vaginam.

2) Tidak terdiagnosis prolapsus uteri.

Page 28: Prolaps genitalia

28

c. Kriteria eksklusi kelompok kasus

1) Sampel dengan data sekunder tidak lengkap

2) Tidak memiliki riwayat peningkatan intraabdominal, dilihat dari

pekerjaan, lama bekerja, riwayat batuk kronis berulang, dan ada

tidaknya massa di abdomen berupa cairan (acites) dan padat

(tumor)

3) Berusia lebih dari 60 tahun.

d. Kriteria eksklusi kelompok kontrol

1) Sampel dengan data sekunder tidak lengkap

2) Tidak memiliki riwayat peningkatan intraabdominal, dilihat dari

pekerjaan, lama bekerja, riwayat batuk kronis berulang, dan ada

tidaknya massa di abdomen berupa cairan (acites) dan padat

(tumor)

3) Berusia lebih dari 60 tahun.

C. Variabel Penelitian

1. Variabel Bebas (Independen Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah paritas

2. Variabel Terikat (Dependen Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah kejadian prolapsus uteri

D. Definisi Operasional Variabel

1. Prolapsus Uteri

adalah turunnya uterus dari tempat yang biasa oleh karena kelemahan otot

atau fascia yang dalam keadaan normal menyokongnya diperoleh dari

data dalam catatan medik

Page 29: Prolaps genitalia

29

Sumber data : Data sekunder

Skala : Kategorikal, Nominal

Kategori : Terjadi prolaps

Tidak terjadi prolaps

2. Paritas

Adalah seorang wanita yang pernah melahirkan keturunan secara per

vaginam yang mampu hidup tanpa memandang apakah anak tesebut

hidup pada saat lahir.

Sumber data : Data sekunder

Skala : Kategorikal, Ordinal

Kategori : Primipara

Multipara

Grande Multipara

E. Prosedur Pengumpulan Data

1. Instrument yang digunakan :

Data sekunder yang didapatkan dari catatan rekam medik selama

kurun waktu satu tahun dan Checklist yang berisi tentang:

a. Nomor register catatan medik.

b. Umur.

c. Jumlah anak.

d. Keluhan.

e. Paritas yang dikategorikan dalam primipara, multipara dan grande

multipara.

Page 30: Prolaps genitalia

30

f. Kejadian prolapsus uteri yang digolongkan menjadi prolaps dan tidak

prolaps.

2. Cara Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data sekunder

yaitu dengan melihat catatan medik pasien dalam hal ini ibu yang pernah

melahirkan per vaginam di RSMS dengan di diagnosis prolapsus uteri

sebagai kelompok kasus dan yang tidak terjadi prolapsus uteri sebagai

kelompok kontrol. Adapun cara pengambilan data dalam penelitian ini

adalah :

a. Peneliti mengajukan ijin pada direktur rumah sakit Margono Soekarjo

Purwokerto.

b. Setelah mendapat ijin, peneliti mengamati catatan medik pasien untuk

mendapat data yang diperlukan.

c. Dari populasi yang didapatkan selama satu tahun, diambil secara

keseluruhan untuk digunakan sebagai sampel penelitian.

d. Sampel yang memenuhi kriteria inklusi dipilih dan dilakukan

pencatatan data dengan mengisi lembar checklist sesuai dengan data

yang dibutuhkan berdasarkan catatan medik pasien.

F. Analisa Data

Analisis data pada penelitian ini meliputi analisis univariat dan

analisis bivariat. Analisis data menggunakan program SPSS (Statistical

Package for the Social Sains). Analisis univariat digunakan untuk

mendiskripsikan tiap variabel dan hasil penelitian, kemudian dihitung

frekuensi dan presentasenya. Analisis bivariat digunakan untuk

Page 31: Prolaps genitalia

31

menyatakan hubungan analisis terhadap dua variabel yakni hubungan

antara kejadian prolapsus uteri dengan paritas, analisis bivariat

menggunakan uji Chi-Square jika uji Chi-Square tidak memenuhi syarat

maka digunakan uji Kolmogorov-Smirnov sebagai uji alternatif.

G. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian atau pengambilan data sampel akan dilakukan selama satu bulan

yaitu pada bulan Juni 2012. Penelitian dilakukan di Bagian Rekam Medik/

Catatan Medik RS Margono Soekarjo Purwokerto.