Project Finance

30
UAS HUKUM PERMBIAYAAN PERUSAHAAN DISUSUN OLEH: Nurahman Adhiyamtomo NPM 1206307353

description

TBI

Transcript of Project Finance

Page 1: Project Finance

UAS HUKUMPERMBIAYAAN PERUSAHAAN

DISUSUN OLEH:

Nurahman Adhiyamtomo NPM 1206307353

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS INDONESIAPROGRAM MAGISTER ILMU HUKUM EKONOMI

SALEMBA 2013

Page 2: Project Finance

1. BOT

Salah satu jenis perjanjian yang banyak dilakukan di Indonesia saat ini adalah BOT (Build,

Operate and Transfer) yang sering sekali oleh banyak pihak disebut transaksi Build, Operate

and Transfer /bangun, guna dan serah, yaitu membangun, mengelola dan menyerahkan ialah

suatu bentuk hubungan kerjasama antara pemerintah dan swasta dalam rangka pembangunan

suatu proyek infrastruktur.

Menurut Pasal 1 ayat (12) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 38 Tahun 2008 Tentang

Pengelolaan Barang Milik Negara-Daerah, yang menyatakan bahwa Bangun guna serah

adalah pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara

mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, kemudian didayagunakan oleh

pihak lain tersebut dalam jangka waktu tertentu yang telah disepakati, untuk selanjutnya

diserahkan kembali tanah beserta bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya setelah

berakhirnya jangka waktu.

Sedangkan pasal 1 ayat (13) menyatakan bahwa Bangun serah guna adalah

pemanfaatan barang milik negara/daerah berupa tanah oleh pihak lain dengan cara

mendirikan bangunan dan/atau sarana berikut fasilitasnya, dan setelah selesai

pembangunannya diserahkan untuk didayagunakan oleh pihak lain tersebut dalam jangka

waktu tertentu yang disepakati.

Pengertian BOT menurut Keputusan Mentri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 Jo

SE - 38/PJ.4/1995 adalah:

1. Bentuk perjanjian kerjasama antara pemegang hak atas tanah dengan investor,

2. Pemegang hak atas tanah memberikan hak kepada investor untuk mendirikan bangunan

selama masa perjanjian,

3. Setelah masa perjanjian berakhir, investor mengalihkan kepemilikan atas bangunan

tersebut kepada pemegang hak atas tanah.

4. Bangunan yang didirikan investor dapat berupa gedung perkantoran, apartemen, pusat

perbelanjaan, rumah toko, hotel, dan/atau bangunan lainnya.

Build, operate, and transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun

oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari

1

Page 3: Project Finance

pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta

guna membangun proyek. Pihak pemerintah akan memberikan ijin untuk membangun,

mengopersikan fasilitas dalam jangka waktu tertentu dan menyerahkan pengelolaannya

kepada pembangunan proyek (swasta). Setelah melewati jangka waktu tertentu proyek atau

fasilitas tersebut akan menjadi milik pemerintah selaku milik proyek.

Bagi Pemerintah Daerah pembiayaan pembangunan infrastruktur dengan mengandalkan

APBD (Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah) juga dirasakan semakin terbatas

jumlahnya, untuk itu dibutuhkan pola-pola baru sebagai alternatif pendanaan yang tidak

jarang mellibatkan pihak swasta (nasional-asing) dalam proyek-proyek Pemerintah.

Kerja sama tersebut dimanifestasikan dalam bentuk perjanjian. Adapun bentuk kerja

sama yang ditawarkan antara lain Joint Venture berupa production sharing, manajemen

contract, technical assistance, franchise, joint enterprise, portofolio investmen, build operate

and transfer (BOT) atau bangun guna serah dan bentuk kerja sama lainnya.

Kerja sama ini menjadi alternatif solusi kerja sama yang saling menguntungkan, build

operate and transfer (BOT) dilakukan dalam jangka waktu yang lama bahkan nyaris dalam

jangka waktu satu generasi sehingga perlu dikaji lebih mendalam keuntungan dan kerugian

yang akan muncul dikemudian hari. Juga berkaca dari permasalahan-permasalahan yang

timbul di daerah lain yang menggunakan sistem kerja sama ini.

Unsur-unsur perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer/BOT) atau

BOT agreement, adalah:

1. Investor (penyandang dana)

2. Tanah

3. Bangunan komersial

4. Jangka waktu operasional

5. Penyerahan (transfer)

Menurut United Nations Industrial Development Organizations (UNIDO) 1996, tentang

Guidelines For Infrastructure Development Trought BOT (Viena Publication). Ada 3 pihak

utama yang berperan dalam proyek BOT yakni :

1. Host Government, Pemerintah setempat yang mempunyai kepentingan dalam

pengadaan proyek tersebut (legislative, regulatory, administratif) yang mendukung

2

Page 4: Project Finance

project company dari awal hingga akhir pengadaan project tersebut. Umumnya

didampingi oleh penasehat hukum, technical, dan financial.

2. Project Company, Konsorsium dari beberapa perusahaan swasta yang membentuk

proyek baru. Perannya adalah membangun dan mengoperasikan proyek tersebut dalam

konsesi kemudian mentransfer proyek tersebut kepada Host Government. Sebelumnya

Project company mengajukan proposal, menyiapkan studi kelayakan dan menyerahkan

penawaran proyek.

3. Sponsor, yaitu yang berperan dalam hal pembiayaan dalam pengadaan proyek tersebut.

Jeffrey Delmon membagi pihak-pihak dalam BOT :

1. Lenders

Merupakan sebuah badan yang memberikan pinjaman pembiayaan dalam sebuah proyek.

Seperti perjanjian antara bank dengan pihak swasta. Dalam hal ini tidak ada kaitannya

dengan konstruksi.

2. Grantor dan Host Government

BOT disini adalah kontrak yang diadakan pada ketetapan sebuah konsesi oleh Pemerintah

Daerah atau perwakilan yang ditunjuk Pemerintah atau pihak yang membuat peraturan.

Grantor adalah pihak yang bertanggung jawab kepada hubungan antara proyek dan

Pemerintah setempat. Seperti perlindungan dari nasionalisasi, perubahan hukum dan

perubahan nilai mata uang.

3. Project Company

Bertugas merancang sarana khusus untuk menggunakan kontrak dari grantor untuk

mendesain, mengkonstuksi, mengoperasikan dan mentransfer.

4. Share Holders

Perusahaan yang khusus menangani tugas yang dibutuhkan dalam perjanjian konsesi.

5. Construction Contractor

Kontrak konstruksi akan mengadakan perjanjian dengan project company yaitu untuk

menjalankan proyek.

6. Offtake Purchaser

Dalam rangka pengalihan resiko dari project company dan lenders dapat dibuat sebuah

perjanjian dengan pembeli (purchaser) untuk menggunakan proyek dan segala yang dapat

menghasilkan.

3

Page 5: Project Finance

7. Input Supplier

Bagian dari project company untuk suplai kebutuhan proyek seperti bahan bangunan.

Jenis-jenis Kontrak yang terkait dalam kegiatan pembangunan dan pengoperasian

proyek/fasilitas infrastruktur dengan polaa BOO/BOT, meliputi antara lain:

1. Kontrak Konsesi (Concession Agreement) Kontrak antara Prinsipal dan Promotor.

Kontrak ini menjadi dasar dari kontrak-kontrak lainnya.

2. Kontrak Konstruksi (Construction Contract) Kontrak yang dibentuk antara Promotor dan

kontraktor. Dalam sejumlah proyek kedua pihak dapat menjadi satu pihak.

3. Kontrak Suplai (Supply Contract) Kontrak antara Supplier dan Promotor tentang suplai

bahan-bahan mentah untuk proyek bersangkutan.

4. Shareholder  Agreement Kontrak yang dibentuk antara Promotor dan Investor. Investor

disini dapat diartikan sebagai penyandang dana yang ikut membiayai proyek.

Dapat berasal dari Lembaga keuangan ataupun individu.

5. Kontrak Operasional (Operation Contract) Kontrak antara Promotor dan Operator

tentang pengoperasian atau pemeliharaan fasilitas yang telah dibangun.

6. Kontrak Pinjaman (Loan Agreement) Kontrak yang dibentuk antara Lender dan

Promotor seputar sumber pembiayaan. Lender dapat berupa Bank-bank investasi,

dana pensiun, lembaga penyedia kredit ekspor yang menyediakan dana bagi pembiayaan

fasilitas tertentu.

7. Offtake Contract Kontrak ini dibentuk antara User dan Promotor. Pola BOO/BOT ini

sangat kompleks sehingga membutuhkan pengetahuan yang cukup bagi aparat daerah

untuk melaksanakannya. Pelaksanaan yang salah akan membawa kerugian baik

bagi pemerintah daerah sendiri maupun bagi masyarakat, termasuk juga investor.

Perjanjian-perjanjian tersebut berkaitan satu sama lain dalam sebuah proyek. Sehingga

dari satu proyek akan terkait beberapa unsur di dalamnya. Berdasarkan unsur yang

terkandung dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer) maka

pada dasarnya ada pemisahan yang tegas antara Pemilik (yang menguasai tanah) dengan

Investor (penyandang dana). Pemisahan yang tegas terkait hak dan kewajiban para pihak.

4

Page 6: Project Finance

Kontrak tersebut harus tegas menyatakan semua hal yang berkaitan dengan waktu

pembangunan, pengelolaan, pengoperasian dan penyerahan nantinya.

Obyek dalam perjanjian sistem bangun guna serah (build, operate, and transfer):

1. Bidang usaha yang memerlukan suatu bangunan (dengan atau tanpa teknologi tertentu)

yang merupakan komponen utama dalam usaha tersebut disebut sebagai bangunan

komersial.

2. Bangunan komersial tersebut dapat dioperasikan dalam jangka waktu relatif lama, untuk

tujuan:

a. Pembangunan prasarana umum, seperti jalan tol, pembangkit listrik, sistem

telekomunikasi, pelabuhan peti kemas dan sebagainya.

b. Pembangunan properti seperti pusat perbelanjaan, hotel, apartemen dan

sebagainya.

c. Pembangunan prasarana produksi, seperti pembangunan pabrik untuk

menghasilkan produk tertentu.

Di samping itu kerja sama ini menganut asas kepastian hukum, hal ini dapat dilihat pada

saat berakhirnya perjanjian dan investor berkewajiban untuk mengembalikan lahan kepada

pemilik semula beserta fasilitas yang telah diperjanjikan dengan kepastian.

Ketentuan lain menyebutkan, bangun guna serah dilaksanakan berdasarkan surat perjanjian

yang sekurang-kurangnya memuat :

a. Pihak-pihak yang terikat dalam perjanjian

b. Objek bangun guna serah dalam bangun serah guna

c. Jangka waktu bangun guna serah dan bangun serah guna

d. Hak dan kewajiban para pihak yang terikat dalam perjanjian

e. Persyaratan lain yang dianggap perlu

Kerja sama ini menganut juga “asas musyawarah” dalam menyelesaikan permasalahan

antara para pihak yang melakukan perjanjian.

Setiap proyek BOT mempunyai ciri atau pertimbangan khusus tersendiri, namun dapat

diambil beberapa karateristik yang sama, antara lain:

a. Masa konstruksi, jika dibandingkan dengan pembangunan industri komersial lain,

biasanya proyek BOT mempunyai masa konstruksi yang lebih lama, karena

5

Page 7: Project Finance

dikombinasikan dengan kebutuhan mengkapitalisasikan modal sampai

penyempurnaan hasil dengan biaya tinggi.

b. Hasil akhir, biasanya mempunyai masa guna yang relatif lebih panjang yang pada

umumnya adalah 30 tahun.

c. Proyek yang telah jadi, umumnya hanya membutuhkan biaya pemeliharaan dan

operasi yang rendah.

d. Perlindungan investor terhadap resiko proyek sangat riskan, tetapi proyek BOT

merupakan suatu proyek konstruksi beresiko tinggi diikuti oleh suatu proyek

pengguna denganre siko rendah.

e. Sebagai suatu hasil dari konstruksi jangka panjang dan ongkos pembiayaan yang

tinggi, pengembalian dan kepada investor sangat mudah dipengaruhi masalah

keterlambatan penyempurnaan proyek.

Sistem BOT ini cocok untuk pemberi konsesi yang memiliki lahan tetapi tidak memiliki

biaya untuk mengolah dan membangun lahan tersebut dan juga untuk investor yang memiliki

dana atau modal yang besar dan juga sarana serta prasarana yang dapat menunjang

pelaksanaan proyek tersebut.

Keuntungan dalam BOT ini bagi pihak-pihak yang terkait, adalah sebagai berikut:

1. Bagi Pemerintah Daerah, pembangunan infrastruktur dengan metode BOT

menguntungkan, karena dapat membangun infrasturktur dengan biaya perolehan dana

dan tingkat bunga yang relatif rendah, dapat mengurangi pengunaan dana anggaran

publik dan juga mengurangi jumlah pinjaman publik, serta setelah masa konsensi

bangunan dan fasilitas yang ada akan diserahkan kepada pemerintah. Pemerintah Daerah

juga tidak menanggung resiko kemungkinan terjadinya perubahan kurs.

2. Bagi investor, pembangunan infrasruktur dengan pola BOT merupakan pola yang

menarik, karena memiliki hak penguasaan yang tinggi terhadap infrastruktur yang

dibangunnya, adanya kesempatan untuk memasuki bidang usaha dengan hak ekslusif

yang hanya dimiliki oleh pemerintah atau BUMN atau juga BUMD yang bersangkutan

serta mendapatkan keuntungan saat pengoperasian. Namun dengan kerja sama ini dapat

menguntungkan para pihak yang berjanji.

Kerugian sistem perjanjian BOT ini antara lain ialah:

6

Page 8: Project Finance

1. Bagi pemerintah melepaskan hak ekslusif beserta hak untuk mengelola untuk jangka

waktu tertentu.

2. Bagi investor usaha yang dilakukan mengandung resiko yang tinggi karena memerlukan

perhitungan dan pertimbangan yang matang selain itu juga menggunakan dana yang

sangat besar dan pembangunan proyek tersebut juga memiliki resiko kegagalan bangunan

yang dapat saja disebabkan karena salah perhitungan, salah pengerjaan, dan lain-lain.

2. Kredit

Black’s Law Dictionary memberikan definisi mengenai kredit, yaitu 1: “One’s ability

to borrow money; the faith in one’s ability to pay debts”. Dalam dunia bisnis, kata kredit

diartikan sebagai kesanggupan akan mengadakan transaksi dagang atau memperoleh

penyerahan barang atau jasa, dengan perjanjian akan membayarnya kelak 2. Menurut Edy

Putra Tje’Aman, dari sudut ekonomi, kredit diartikan sebagai penundaan pembayaran, atau

maksudnya adalah penerimaan uang dan/atau barang tidak dilakukan bersamaan, tetapi

pengembaliannya dilakukan pada masa tertentu yang akan datang [43]. UU Perbankan

menyebutkan bahwa kredit adalah:

”Kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu,

berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara bank dengan

pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam untuk melunasi utangnya setelah jangka

waktu tertentu dengan pemberian bunga”.

Menurut Veithzal Rivai dan Adria Permata Veithzal, terdapat dua fungsi yang saling

berkaitan dengan kredit. Pertama, tingkat keuntungan, yaitu tujuan untuk memperoleh hasil

dari kredit berupa keuntungan yang diraih dari bunga yang harus dibayar oleh nasabah. Oleh

karena itu, bank hanya akan menyalurkan kredit kepada usaha-usaha nasabah yang diyakini

mampu dan mau mengambalikan kredit yang telah diterimanya. Kedua, keamanan, yaitu

keamanan dari prestasi atau fasilitas yang diberikan harus benar-benar terjamin, sehingga

tujuan ’keuntungan’ dapat benar-benar tercapai tanpa hambatan yang berarti 3.

1 Garner, Bryan A., Black’s Law Dictionary, Texas: West Publihing, 20042 Frans Hendra Winarta, “Penggunaan Undang-Undang Pemberantasan Tipikor Dalam Menangani Tindak Pidana Perbankan: Perspektif Penegakan Hukum”, Prosiding Tindak Pidana di Bidang Perbankan, Jakarta: CFISEL, 2007, hlm. 147.3 Muhamad Djumhana, Asas – Asas Hukum Perbankan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2008, hlm. 261-262.

7

Page 9: Project Finance

Proses pemberian kredit/pinjaman pada hakekatnya meneliti dan memastikan bahwa

terdapat unsur-unsur yang dikandung oleh kata pistis, credo dan trusworthiness itu; atau

untuk memastikan kelayakan suatu permohonan kredit, apakah dapat diterima atau ditolak 4.

Proses tersebut dimulai ketika permohonan dari calon debitor kepada bagian marketing, dan

ditangani oleh account/loan officer. Tugas mereka adalah mengumpulkan data/informasi dan

dokumen yang diperlukan untuk memproses permohonan kredit, melakukan analisis kredit,

memperoleh persetujuan pinjaman/pembiayaan internal, dan menangani serta memonitoring

pinjaman/pembiayaan yang diberikan.

Untuk memproses suatu permohonan kredit, account officer mengumpulkan

informasi atau data mengenai calon debitor, antara lain meliputi laporan keuangan

perusahaan debitor, jenis usaha, latar belakang usaha dan pemilik, track record dari

perusahaan dan pemilik, tujuan dari pinjaman, jaminan yang dapat diberikan, dan seterusnya 5. Setelah memproleh informasi yang diperlukan, account officer harus melakukan analisis

dan penilaian yang berkaitan dengan sifat dari calon debitor (charácter), modal yang dimiliki

(capital), kemampuan akan membayar kembali (capacity), jaminan yang akan diberikan

untuk mendukung kredit yang akan diberikan (collateral), kemudian apakah kondisi ekonomi

akan menunjang usaha si debitor sehingga dia dapat mengembalikan kreditnya (condition of

the economy), serta meneliti kegunaan kredit yang dimintakannya 6.

Semenjak terjadinya krisis moneter tahun 1997-1998, berdasarkan Surat Edaran BI

No.5/21/DPDN tanggal 29 September 2003 tentang Penerapan Manajemen Risiko bagi Bank

Umum, bank di Indonesia diwajibkan untuk memiliki bagian yang disebut risk management .

Dari segi perkreditan, bagian ini bersifat independen yang bertugas sebagai filter dan

melakukan “check and balance” terhadap, dalam hal ini, bagian marketing. Memo usulan

persetujuan kredit yang dibuat oleh account officer (bagian marketing) akan direview ulang

oleh bagian risk management dengan tujuan untuk memastikan bahwa, dari segi risiko,

usulan tersebut layak diteruskan, memenuhi kriteria standar perkreditan internal bank, serta

sesuai dengan ketentuan-ketentuan perbankan yang berlaku. Dari segi hukum, risiko yang

harus dikaji adalah, antara lain, kemungkinan timbulnya masalah atau tuntutan hukum,

ketiadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung secara memadai, atau kelemahan

4 Kasmir, Manajemen Bank, Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2006, hlm. 95.5 Munir Fuady, Hukum Perkreditan Kontemporer, hlm. 107.6 Kasmir. Op.Cit., hlm. 95.

8

Page 10: Project Finance

perikatan, seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak

sempurna 7.

Drs. Thomas Suyatno mengemukakan unsur-unsur kredit terdiri dari 8:

a. Kepercayaan, yaitu keyakinan dari si pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik

dalam bentuk uang, barang, atau jasa, akan benar-benar diterimanya kembali dalam

jangka waktu tertentu dimasa yang akan datang

b. Tenggang waktu, yaitu suatu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan

kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini,

terkandung pengertian nilai agio dari uang , yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi

nilainya dari uang yang akan diterima pada masa yang akan datang.

c. Degree of Risk, yaitu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari adanya jangka

waktu yang memisahkan antara pemberian prestasi dengan kontraprestrasi yang akan

diterima kemudian hari. Semakin lama kredti diberikan semakin tinggi pula tingkat

risikonya, karena sejauh-jauh kemampuan manusia untuk menerobos masa depan itu,

maka masih selalu terdapat unsur ketidaktentuan yang tidak dapat diperhitungkan. Inilah

yang menyebabkan timbulnya unsur risiko. Dengan adanya unsur risiko inilah, maka

timbullah jaminan dalam pemberian kredit.

Adapun pembagian kredit yang biasa dilakukan oleh Bank kepada berbagai pihak seperti

Perusahaan dalam hal ini UMKM ataupun perorangan yang berdasarkan jangka waktu dan

penggunaannya adalah:9

a. Kredit Investasi, yaitu kredti jangka menengah atau panjang yang diberikan kepada

debitor untuk membiayai barang-barang modal dalam rangka rehabilitasi, modernisasi,

perluasan ataupun pendirian proyek baru, misalnya pembelian tanah dan bangunan

pendirian proyek untuk perluasan pabrik, yang pelunasannya dari hasil usaha dengan

barang-barang modal yang dibiayai tersebut. Jadi kredit investasi adalah kredit jangka

menengah atau panjang yang tujuannya untuk pembelian barang modal dan jasa yang

7 Tri Widiyuwono, Agunan Kredit Dalam Financial Engineering, Jakarta: Ghalia Indonesia, 2009, hlm. 9.8 Thomas Suyatno, Dasar-dasar Perkreditan, PT Gramedia, Jakarta, 1993

9 Hermansyah, SH., M.Hum., Hukum Perbankan Nasional Indonesia, Kencana, Jakarta, 2011, halaman 60

9

Page 11: Project Finance

diperlukan untuk rehabilitasi, modernisasi, perluasan, proyek penempatan kembali

dan/atau pembuatan proyek baru.

b. Kredit Modal Kerja, yaitu modal kerja yang diberikan baik dalam rupiah maupun valuta

asing untuk memenuhi modal kerja yang habis dalam satu siklus usaha dengan jangka

waktu maksimal 1 (satu) tahun dan dapat diperpanjang sesuai kesepakatan antara para

pihak yang bersangkutan. Dapat juga dikatakan bahwa kredit ini diberikan untuk

membiayai modal kerja, dan modal kerja adalah jenis pembiayaan yang diperlukan oleh

perusahaan untuk operasi perusahaan sehari-hari.

c. Kredit Konsumsi, yaitu kredit jangka pendek atau panjang yang diberikan kepada debitor

untuk membiayai barang-barang kebutuhan atau konsumsi dalam skala kebutuhan rumah

tangga yang pelunasannya dari penghasilan bulanan nasabah debitor yang bersangkutan.

Dengan perkataan lain, kredit konsumsi merupakan kredit perorangan untuk tujuan

nonbisnis, termasuk kredit pemilikan rumah. Kredit konsumsi biasanya digunakan untuk

membiayai pembelian mobil atau barang konsumsi barang tahan lama lainnya.

Dalam memberikan kredit kepada pihak yang membutuhkan, perbankan memiliki acuan

prinsip-prinsip yang harus dipenuhi dalam prinsip analisis kredit 6 C’s yaitu:10

1. Character, adalah keadaan watak/sifat dari nasabah, baik dalam kehidupan pribadi

maupun dalam lingkungan usaha. Kegunaan dari penilaian terhadap karakter ini adalah

untuk mengetahui sampai sejauh mana iktikad/kemauan nasabah untuk memenuhi

kewajibannya (willingness to pay) sesuai dengan perjanjian yang telah ditetapkan.

2. Capital, adalah jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon nasabah. Semakin

besar modal sendiri dalam perusahaan, tentu semakin tinggi kesungguhan calom nasabah

dalam menjalankan usahanya dan bank akan merasa lebih yakin dalam memberikan

kredit.

3. Capacity, adalah kemampuan yang dimiliki calon nasabah dalam menjalankan usahanya

guna memperoleh laba yang diharapkan. Kegunaan dari penilaian ini adalah untuk

mengetahui/mengukur sampai sejauh mana calon nasabah mampu untuk mengembalikan

atau melunasi utang-utangnya (ability to pay) secara tepat waktu dari usaha yang

diperolehnya.

10 Veithzal Rivai dan Andria Permata Veithzal, Credit Management Handbook, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006

10

Page 12: Project Finance

4. Collateral, adalah barang-barang yang diserahkan nasabah sebagai agunan terhadap

kredit yang diterimanya. Collateral tersebut harus dinilai oleh bank untuk mengetahui

sejauh mana risiko kewajiban finansial nasabah kepada bank. Penilaian terhadap jaminan

ini meliputi jenis, lokasi, bukti pemilikan, dan status hukumnya.

5. Condition of Economy, yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya yang

mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat yang kemungkinannya

mempengaruhi kelancaran perusahaan calon debitur.

6. Constraint, adalah batasan dan hambatan yang tidak memungkinkan suatu bisnis untuk

dilaksanakan pada tempat tertentu, misalkan pendirian suatu usaha pompa bensin yang

disekitarnya banyak bengkel las atau pembakaran batu bata.

3. Joint Venture

Joint venture merupakan salah satu bentuk kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh

penanam modal dalam negeri dan penanam modal asing melalui usaha patungan untuk

melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia.

Joint venture atau usaha patungan ini termasuk sebagai kegiatan Penanaman Modal

Asing sebagaimana telah didefinisikan dalam Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang

Penanaman Modal (UUPM) didalam pasal 1 huruf (c).

Lebih lanjut didalam Pasal 27 UUPM, maka Pemerintah mengoordinasi kebijakan

penanaman modal, baik koordinasi antar instansi Pemerintah dengan Bank Indonesia, antar

instansi Pemerintah dengan pemerintah daerah, maupun antar pemerintah daerah. Koordinasi

pelaksanaan kebijakan penanaman modal ini dilakukan oleh Badan Kepala Koordinasi

Penanaman Modal (“BKPM”). BKPM merupakan lembaga independen non-departemen

yang bertanggung jawab langsung kepada Presiden. Presiden kemudian menetapkan

Peraturan Presiden No. 90 Tahun 2007 tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal pada 3

September 2007 (“Perpres No. 90/2007”).

Sesuai dengan Pasal 28 UU Penanaman Modal dan Pasal 2 Perpres No. 90/2007, maka

BKPM memiliki tugas utama untuk melaksanakan koordinasi kebijakan dan pelayanan di

bidang penanaman modal berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Dengan kewenangan yang diberikan kepadanya, BKPM mengeluarkan Peraturan Kepala

BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan

Penanaman Modal pada 23 Desember 2009 (“Perka BKPM No. 13/2009”). Pengendalian

11

Page 13: Project Finance

Pelaksanaan Modal ini dimaksudkan untuk melaksanakan pemantauan, pembinaan, dan

pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban, dan

tanggung jawab penanam modal.

Tujuan dari pengendalian pelaksanaan modal ini adalah agar dapat:

i. memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi

masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan;

ii. melakukan bimbingan dan fasilitasi penyelesaian masalah dan hambatan

yang dihadapi oleh perusahaan;

iii. melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan

penggunaan fasilitas fiskal serta melakukan tindak lanjut atas penyimpangan

yang dilakukan oleh perusahaan.

Dengan demikian, diharapkan tercapainya kelancaran dan ketepatan pelaksanaan

penanaman modal serta tersedianya data realisasi penanaman modal.

Pengawasan pelaksanaan penanaman modal diatur dalam Pasal 6 huruf (c) Perka BKPM

No. 13/2009 dilakukan melalui:

i. penelitian dan evaluasi atas informasi pelaksanaan ketentuan penanaman modal

dan fasilitas yang telah diberikan;

ii. pemeriksaan ke lokasi proyek penanaman modal; dan

iii. tindak lanjut terhadap penyimpangan atas ketentuan penanaman modal.

Badan yang berwenang melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal

tersebut adalah:

a. Perangkat Daerah Kabupaten/Kota bidang Penanaman Modal (“PDKPM”)

terhadap seluruh kegiatan penanaman modal di kabupaten/kota;

b. Perangkat Daerah Provinsi bidang Penanaman Modal (“PDPPM”) terhadap

penanaman modal yang kegiatannya bersifat lintas kabupaten/kota dan

berdasarkan peraturan perundang-undangan menjadi kewenangan pemerintahan

provinsi;

c. BKPM terhadap penggunaan fasilitas fiskal penanaman modal yang menjadi

kewenangan pemerintah;

d. instansi teknis terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan yang mengatur kegiatan usaha.

12

Page 14: Project Finance

Dalam melaksanakan tugas pengawasan sebagaimana disebut di atas, PDKPM

melakukan koordinasi dengan instansi daerah terkait. Sedangkan PDPPM melakukan

koordinasi dengan PDKPM dan instansi daerah terkait, di mana BKPM melakukan

koordinasi dengan PDKPM, PDPPM dan instansi daerah terkait.

Dalam hal-hal tertentu, BKPM dapat langsung melakukan pemantauan, pembinaan dan

pengawasan atas kegiatan penanaman modal yang menjadi kewenangan pemerintahan daerah

provinsi atau kabupaten/kota. Demikian sebagaimana diatur dalam Pasal 10 Perka BKPM

No. 13/2009. Perka BKPM ini kemudian diubah dengan Peraturan Kepala BKPM No. 7

Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Kepala BKPM No. 13 Tahun 2009 tentang

Pedoman dan Tata Cara Pengendalian Pelaksanaan Penanaman Modal (“Perka BKPM No.

7/2010”).

4. Venture Capital

Venture Capital atau yang disebut juga Modal Ventura didalam bahasa Indoneia, adalah

usaha yg mengandung resiko. Modal Ventura adalah modal yg ditanamkan pd usaha yg

mengandung resiko (risk capital), krn investasi tdk dikaitkan dg jaminan (collateral).

Menurut Keppres 61/1988 ttg Lembaga Pembiayaan:

“Perusahaan Modal Ventura (venture capital company) adlh badan usaha yg

melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyertaan modal ke dalam suatu

perusahaan pasangan usaha (investee company) utk jangka waktu tertentu.”

Modal ventura sebagai salah satu alternatif sumber pembiayaan, dalam menjalankan

usahanya akan berjalan sebagai layaknya perusahaan pada umumnya yaitu mencari

keuntungan, hanya saja dalam menjalankan usahanya mempunyai ciri-ciri khusus

sebagaimana dikemukakan oleh Agusty Ferdinand (Suara Merdeka, 1994) :

1. Perusahaan jenis ini bukan merupakan lembaga penyalur kredit, mekanisme

hubungan tidak diatur sebagai mekanisme kreditur-debitur, tetapi sebagai mitra usaha

yang memiliki derajat kepentingan yang sama atas kinerja ekonomi dari usaha yang

dikembangkan bersama. Yang muncul adalah suatu mekanisme joint concern.

2. Bila efek sinergi yang dikembangkan, maka tidak dikenal yang namanya nasabah atau

klien sebagaimana yang ada pada lembaga perbankan. Hal ini berarti bahwa derajat

keterbukaan yang dikembangkana bersama untuk tujuan bersama mencari

13

Page 15: Project Finance

keuntungan, dengan demikian dari pihak perusahaan modal ventura akan terlibat

secara langsung dalam kegiatan manajerial dalam perusahaan mitra usahanya.

3. Tidak ada biaya bunga, bukan berarti perusahaan modal ventura sebagai lembaga

sosial yang memberi derma kepada mitra usahanya. Perusahaan modal ventura akan

memasukkan keahliannya dalam manajemen dan teknologi (disamping modalnya),

karena dengan cara demikian inilah perusahaan modal ventura akan menjalankan

kegiatannya dalam mitra usahanya dan keuntungan yang akan diperolehnya adalah

deviden.

4. Menanggung risiko secara bersama-sama, mengingat bahwa mekanisme

pendanaannya adalah penyertaan modal, berarti risiko usaha akan ditanggung

bersama-sama dengan pemegang saham lainnya pada perusahaan mitra usaha. Berarti

risiko usaha akan dibagibersama dalam bentuk rendahnya deviden yang akan

dihasilkan. Inilah sebabnya tuntutan akan keterbukaan manajemen atas semua aspek,

sehingga perusahaan modal ventura harus masuk dalam kegiatan manajerial.

5. Mendidik wirausahawan individual untuk tumbuh dalam sistem manajemen yang

benar. Artinya sumbangan yang paling substantif adalah pengembangan manajemen

agar mitra usaha mampu tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan.

Selain ciri-ciri tersebut di atas, sebenarnya ada dua jenis mekanisme modal ventura

yang dikemukakan oleh O.P. Simorangkir ( 2000 : 171), yaitu :

1. Single Tier Approach, adalah bentuk pengelolaan dimana perusahaan modal ventura

menghimpun dana dan mengelola dana yang diinvestasikan dalam bentuk penyertaan

modal pada perusahaan modal ventura yang berfungsi sebagai perusahaan

penyandang dana (fund company) dan sebagai perusahaan pengelola dana

(management company).

2. Two Tier Approach, adalah bentuk pengelolaan modal ventura yang melibatkan

dua badan usaha yang terpisah, yang satu sebagai perusahaan penyandang dana (fund

company) dan yang lain sebagai pengelola (management company) yang melakukan

pengelolaan terhadap dana dari fund company yang bersangkutan.

14

Page 16: Project Finance

5. Vectoring (Anjak Piutang)

Factoring dalam bahasa Indonesia diterjemahkan menjadi Anjak Piutang maksudnya piutang

yang dialihkan. Sedangkan pengertian Factoring/Anjak Piutang menurut John Downes dan

Jordan Elliot Goodman dalam Dictionary of Finance and Investment Terms adalah 11:

“Type financial service why a firm sells or transfer title to its account receivable to a

Factoring company, which then acts a principal, not as agent. The receivables are

sold without recources, meaning that the Factor can not turn to the seller in the event

accounts prove un collectible”

Istilah Factoring sering menjadi perdebatan tentang asal usul terjemahan menjadi Anjak

Piutang. Di dalam Black’s Law Dictionary menyebutkan bahwa Factoring adalah ”The

buying accounts receivable at a discount. The price is discounted because the factor (who

buys them) assumes the risk of delay in collection and loss on the accounts receivable”

Sedangkan pengertian Anjak Piutang berdasarkan Surat Keputusan Menteri Keuangan

No.448/KMK.017/2000 adalah “kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan atau

pengalihan serta pengurusan piutang jangka pendek suatu perusahaan dari transaksi

perdagangan dalam atau luar negeri”.12

Menurut pejabat Departemen Keuangan kata Anjak Piutang dipilih oleh lembaga ahli Bahasa

Indonesia tanpa mendiskusikannya terlebih dahulu dengan Departemen Keuangan. Dengan

demikian perkataan Anjak Piutang merupakan istilah baru dalam perbendaharaan bahasa

Indonesia.

Menurut Keppres No. 61 Tahun 1988 tentang Lembaga Pembiayaan, anjak piutang

merupakan usaha pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau pengalihan serta pengurusan

piutang atau tagihan jangka pendek dari suatu perusahaan yang terbit dari suatu transaksi

perdagangan dalam dan luar negeri.

Pengertian Anjak Piutang atau Factoring juga dijumpai dalam referensi formal isi kamus

Bank Indonesia, merupakan hukum kegiatan pembiayaan dalam bentuk pembelian dan/atau

pengalihan serta pengurusan piutang atau tagihan jangka pendek atau perusahaan atas

transaksi perdagangan dalam atau luar negeri, sedangkan perusahaan yang melakukan Anjak

Piutang disebut penganjak-piutang (Factoring) dan pengertian penganjak-piutang yaitu

11 Budi Rachmat., Anjak Piutang Solusi Cash Flow Problem, Cetakan Ke 1, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2003), hal. 1.12 Ibid

15

Page 17: Project Finance

adalah pihak yang kegiatannya membeli piutang pihak lain dengan menanggung resiko tak

terbayar utang (Factor).13

Dari definisi di atas dapat disebutkan bahwa anjak piutang adalah suatu teknik pendanaan

jangka pendek dengan memanfaatkaan piutang yang dimiliki oleh suatu perusahaan.

Perusahaan yang bersangkutan menjual atau menyerahkan hak atas piutangnya kepada

perusahaan kepada perusahaan anjak piutang. Kemudian perusahaan anjak piutang

menyerahkan uang kepada perusahaan tersebut sebesar persentase tertentu dari jumlah nilai

piutang. Sebagai imbalan, perusahaan anjak piutang membebankan biaya administrasi dan

bunga pada perusahaan tersebut.14

Gatot Wardoyo, dalam makalahnya berjudul “Beberapa aspek mengenai Factoring (Anjak

Piutang)” mengemukakan bahwa Anjak Piutang mengandung dua aspek hukum yang

penting, yaitu :

1) Transaksi penjualan tagihan, meskipun tagihan yang dijual dan dilakukan

oleh Clien kepada factor belum dilunasi, akan tetapi pengalihan tersebut

diberitahukan kepada customer dan diminta kepadanya untuk membayar

kepada factor.

2) Pembayaran dimuka yang dilakukan oleh factor kepada Clien dianggap

sebagai pinjaman, sedangkan tagihan yang diterima oleh Factoring dari

Clien diberlakukan sebagai jaminan.15

Dalam perkembangan bisnis anjak piutang muncul beberapa jenis atau variasi, bahkan

sering dapat mempunyai bentuk-bentuk kombinasi satu sama lain. Dilihat dari sudut

keterlibatan penjual piutang (Clien) anjak piutang dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu :

1) With Resource Factoring.

Cara kerja jenis anjak piutang ini, yaitu apabila pihak perusahaan anjak

piutang (Factor) tidak mendapatkan atau tidak semuanya mendapatkan

tagihannya dari pihak nasabah (pelanggan) maka penjual piutang (Clien)

masih tetap bertanggung jawab untuk melunasinya.

13 Rinus Pantow, Op., Cit, hal. 714 Handowo Dipo, Sukses Memperoleh Dana Usaha, (Jakarta : Pustaka Utama Grafity, 1993), hal. 2815 Suharnoko dan Endah Hartati, Doktrin Subrogasi, Novasi, dan Cessie,(Jakarta: Prenada Media, 2006), hal. 129-130.

16

Page 18: Project Finance

Bahkan ada jenis With Recourse Factoring yang memberikan opsi untuk

pihak Perusahaan Anjak Piutang (Factor) untuk menjual piutangnya kembali

kepada para penjual piutang (Clien) semula.

2) Without Recourse Factoring.

Cara kerja jenis anjak piutang ini, yaitu yang meletakkan beban tagihan

beserta seluruh resikonya sepenuhnya pada pihak perusahaan anjak piutang

(Factor). Jika terjadi kegagalan dalam hal penagihan piutang jenis ini adalah

merupakan tanggung jawab pihak perusahaan anjak piutang (Factor) sendiri.

Sementara pihak penjual piutang (Clien) tidak lagi bertanggung jawab dan

tidak dapat dikembalikan penagihan kepada pihak Clien.

Selain jenis anjak piutang yang dilihat dari segi pertanggung jawabannya, ada juga

jenis anjak piutang yang dilihat dari segi negara tempat kedudukan para pihak, dalam

keadaan ini anjak piutang, dibagi dalam dua (2) bagian.

(a) Domestic Factoring

Yaitu cara kerja pengalihan piutang melalui Anjak Piutang yang semua pihak

berada dalam satu Negara.

(b) Intenational Factoring

Yaitu cara kerja anjak piutang dalam hal pihak nasabahnya berada di luar negeri.

Untuk International Factoring ini sering disebut juga dengan istilah Exsport

Factoring.

Dilihat dari segi service (jasa) yang diberikan maka anjak piutang dapat dibagi ke

dalam :

(a) Financial Factoring

Yaitu dalam hal perusahaan anjak piutang memberikan jasa atau bantuan

finansial. Jasa finansial ini diberikan lewat advance paymen oleh perusahaan

anjak piutang (Factor) kepada penjual piutang (Clien) sebelum jatuh tempo atau

sebelum ditagihnya piutang.

Dalam keadaan yang demikian perusahaan anjak piutang (Factor) dapat

memberikan bantuan berupa pembayaran sampai 80% atau bahkan sampai dengan

90% dari jumlah piutang dagang, segera setelah diadakan kontrak Factoring dan

menyerahkan bukti-bukti penjualan.

17

Page 19: Project Finance

(b) Non Financial Factoring

Dalam hal yang demikian perusahaan anjak piutang (Factor) memberikan jasa non

finansial sehingga perusahaan anjak piutang (Factor) melayani kepentingan kredit

managemen penjual piutang (Clien).

Jasa non-finansial ini dibagi menjadi empat bagian, yaitu :

(1) Cr edit investigation

Besarnya resiko yang dihadapi penjual piutang (Clien ) sampai sebelum

menyetujui pembelian piutang maka penjual piutang (Clien ) meminta

perusahaan anjak piutang (Factor) untuk menilai kemampuan membayar (credit

standing) dari nasabah (Costumer) dengan sebaik-baiknya.

(2) Sales ledger administration

Cara kerja sales ledger administration sama dengan fungsi sales accounting,

yaitu dengan melakukan pembukuan penagihan atas penjulan yang dilanjutkan

dengan memberi laporan posisi hutang pada nasabah penjual piutang.

(3) Credit control termasuk collection

Dalam hal ini perusahaan Anjak Piutang (Factor) memonitor penjualan yang

dilakukan pihak penjual piutang dengan baik, aktivitasnya termasuk juga untuk

menetapkan prosedur penagihannya agar piutang dagang dapat diselesaikan pada

waktunya.

(4) Protection againt credit risk

Dalam hal ini perusahaan anjak piutang (Factor) mengusahakan cara-cara

pengamanan terhadap resiko bad debs (penagihan).

18