PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS...
Transcript of PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS...
PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN
DENGAN PENDENGARAN NORMAL
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH: Dian Pratiwi
NIM : 109103000017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1433 H/2012 M
i
PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE
AUDIOMETRY PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN DENGAN PENDENGARAN NORMAL
Laporan Penelitian ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh
gelar SARJANA KEDOKTERAN
OLEH: Dian Pratiwi
NIM : 109103000017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERISYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 1433 H/2012 M
ii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Laporan penelitian ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan
untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Ciputat, 25 September 2012
Dian Pratiwi
Materai
Rp 6000
iii
PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY PADA PENDENGARAN NORMAL
Laporan Penelitian
Diajukan kepada Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana
Kedokteran (S.Ked)
Oleh
Dian Pratiwi
NIM: 109103000017
Pembimbing 1 Pembimbing 2
dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1433 H/2012 M
iv
PENGESAHAN PANITIA UJIAN Laporan Penelitian berjudul PROFIL BRAINSTEM EVOKED RESPONSE AUDIOMETRY PADA ORANG USIA 19-21 TAHUN DENGAN PENDENGARAN NORMAL yang diajukan oleh Dian Pratiwi (NIM: 109103000017), telah diujikan dalam sidang di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan pada 25 September 2012. Laporan penelitian ini telah diterima sebagaisalah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran (S. Ked) pada Program Studi Pendidikan Dokter.
Jakarta, 25 September 2012
DEWAN PENGUJI
Ketua Sidang
dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed
Pembimbing 1
dr. Fikri Mirza Putranto,
SpTHT
Pembimbing 2
dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed
Penguji 1
dr. Zainal, SpTHT, PhD
Penguji 2
dr. Djauhari Widjajakusumah, PFK
PIMPINAN FAKULTAS
Dekan FKIK UIN SH Jakarta
Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And
Kaprodi PSPD FKIK UIN SH Jakarta
DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFR
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena
hanya atas rahmat dan karunia-Nya akhirnya penelitian ini dapat terwujud
walaupun begitu banyak cobaan dan hambatan yang penulis hadapi. Shalawat
serta salam tidak lupa penulis panjatkan kepada Nabi Muhammad SAW yang
telah membawa manusia menuju jalan lurus dan diridhoi Allah SWT.
Alhamdulillah penulis akhirnya dapat menyelesaikan Laporan Penelitian
ini yang berjudul “profil brainstem evoked response audiometry pada orang usia
19-21 tahun dengan pendengaran normal”, sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa selama proses penulisan laporan penelitian ini
banyak menemui hambatan baik yang datang dari faktor luar penulis maupun dari
dalam diri penulis. Mengatasi hambatan-hambatan tersebut, penulis banyak
mendapat dukungan, pengarahan, petunjuk dan bantuan dari berbagai pihak.
Untuk itu penulis ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Prof. Dr (hc). dr. M.K. Tadjudin Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. DR. dr. Syarief Hasan Lutfie, Sp.KFRselaku Kepala Program Studi
Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan.
3. dr. Fikri Mirza Putranto, SpTHT dan dr. Fika Ekayanti, M.Med.Ed sebagai
dosen pembimbing penelitian saya, yang telah banyak menyediakan
waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan arahan dan nasihat kepada
penulis selama penelitian dan penyusunan laporan penelitian ini.
4. drg. Laifa Annisa Hendarmin, Ph.D selaku penanggung jawab riset
Program Studi Pendidikan Dokter 2009.
vi
5. dr. Riva Auda, SpA sebagai penanggung jawab Skill lab dan Ratna
Pelawati, M.Biomed sebagai penanggung jawab laboratorium fisiologi
yang bersedia meminjamkan alat untuk mendukung penelitian sehingga
penelitian ini dapat berjalan.
6. Bapak (alm) yang telah menghantarkan penulis hingga menjadi mahasiswa
pendidikan dokter dan Ibu yang telah banyak memberikan kasih sayang,
doa dan dorongan baik moril maupun materiil
7. Kakak-kakak ku tersayang Arif Mustofa, Budi Nur R, Dian Rozandi dan
Ade Irma yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada
penulis selama penelitian berlangsung.
8. Husnita Thamrin, Pradipta Syuarsyaf, Rahmatul Fithri Yanti dan Khoirun
Mukhsinin Putra sebagai teman kelompok riset yang telah memberikan
banyak dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
9. Mas Yasin dan Mas Manaf yang telah membantu dalam peminjaman alat
penelitian.
10. Pak Richart selaku pustakawan bagian THT Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia yang telah membantu penulis dalam mencari
rujukan penelitian mengenai BERA.
11. Seluruh mahasiswa PSPD angkatan 2009 yang telah banyak memberikan
dukungan dan bantuan sehingga penelitian ini dapat terselesaikan.
Semoga dengan selesainya Laporan Penelitian ini dapat menambah
pengetahuan kita semua terutama mengenai pemeriksaan brainstem evoked
response audiometry.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Ciputat, 25 September 2012
Penulis
vii
ABSTRAK
Dian Pratiwi. Program Studi Pendidikan Dokter. Profil Brainstem Evoked Response Audiometry pada Orang Usia 19-21 Tahun dengan Pendengaran Normal. 2012
Brainstem evoked response audiometry(BERA) adalahsuatu pemeriksaan elektrofisiologi auditorik yang menilai integritas sistem pendengaran sentral dan perifer secara objektif. Pemeriksaan ini biasa digunakan untuk memperkirakansensitifitas pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir dan diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran. Tujuan: Menilai profil brainstem evoked response audiometrypada orang usia 19-21 tahun dengan pendengarannormal dan menilai profil BERA dengan kecepatan, intensitas dan stimulus yang berbeda. Desain penelitian: cross sectional. Sampel penelitian: Tiga puluh empat telinga pada orang usia 19-21 tahun dengan pendengaran normal.Hasil:Masa laten gelombang berbeda signifikan antara stimulus click dan stimulus tone burst.Serta terdapat perbedaan rata-rata masa laten pada kecepatan dan intensitas yang berbeda.Kesimpulan: Rata-rata profile Brainstem Evoked Response Audiometrypadapendengaran normal berbeda pada setiap stimulus, kecepatan dan intensitas stimulus yang berbeda.
Kata kunci: Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)
ABSTRACT
Dian Pratiwi. Medicine Study Programe. Brainstem Evoked Response AudiometryProfile in People Age 19-21 Years Old with Normal Hearing. 2012
Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) is anauditory electrophysiology that assesses the integrity of the central and the peripheral auditory system objectively. Aim:To assesses Brainstem Evoked Response Audiometryprofile inpeople age 19-21 years old with normal hearing and to assess BERAprofile based on differentrate,intensity and stimuly. Study design:Cross sectionalstudy. Specimen study:Thirty four ears with normal hearing in individual age 19 to 21 years old. Results:Wave latencies differed significanly between click stimuli andtone burst stimuli.There was also difference of average latencyin various rate andintensity. Conclusion: the average profile brainstem evoked response audiometry in normal hearing is difference in every difference stimuli, rate and intensity.
Keyword:Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR JUDUL............................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................... ii LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................. iii LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................ v
ABSTRAK ........................................................................................................ vii DAFTAR ISI ................................................................................................... viii DAFTAR TABEL .............................................................................................. x
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR SINGKATAN .................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................... xiii BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1
1.1.Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2.Rumusan masalah....................................................................................... 3
1.3.Tujuan penelitian ........................................................................................ 3
1.3.1.Tujuan umum: ..................................................................................... 3
1.3.2.Tujuan khusus ..................................................................................... 3
1.4. Manfaat penelitian ............................................................................. 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................ 5
2.1. Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran ............................................... 5
2.2. Fisiologi Pendengaran ............................................................................. 15
2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA) ................................... 16
2.3.1. Fisiologi BERA ................................................................................ 16
2.3.2. Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA) ........................................................................................................ 17
2.3.3. Analisis gelombang BERA ............................................................... 18
2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal ............... 19
2.3.5. Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA ............ 20
2.4.Kerangka teori .......................................................................................... 25
2.5.Kerangka konsep ...................................................................................... 26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 27
3.1. Desain Penelitian ..................................................................................... 27
3.2. Waktu dan Tempat Penelitian .................................................................. 27
ix
3.3.Populasi dan Sampel ................................................................................ 27
3.3.1.Jumlah Sampel .................................................................................. 28
3.3.2.Kriteria Sampel ................................................................................. 29
3.4.Cara Kerja Penelitian................................................................................ 30
3.5.Managemen Data ..................................................................................... 31
3.5.1. Pengumpulan Data............................................................................ 31
3.5.2. Pengolahan Data ............................................................................... 31
3.5.3. Analisis Data .................................................................................... 31
3.5.4. Penyajian Data.................................................................................. 31
3.6. Definisi Operasional ................................................................................ 31
3.6.1. Cara kerja ......................................................................................... 32
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................... 33
4.1. Hasil........................................................................................................ 33
4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel ........................................................ 33
4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second .. 34
4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second . 36
4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second... 38
4.1.5. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 87,7/ second .. 40
4.1.6. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-III, III-V, I-V pada Stimulus Tone BurstFrekuensi 500 Hz dengan Kecepatan 27,7/ second ................................................................... 42
4.1.7. Hasil Mean dan Standar Deviasi (ms) Masa Laten Gelombang dalam Berbagai Kecepatan, Intensitas dan Jenis Stimulus........................... 44
4.2. Pembahasan ............................................................................................ 45 4.3.Keterbatasan Penelitian ........................................................................... 48
BAB V SIMPULAN DAN SARAN .................................................................. 49
5.1.Simpulan .................................................................................................. 49
5.2. Saran ....................................................................................................... 49
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 50
LAMPIRAN ..................................................................................................... 52
x
DAFTAR TABEL
2.3.4. Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa........................
18
4.1.1. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 27,7/second ……..............................................................
33
4.1.2. Jumlah gelombang I, III dan V yang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 47,7/second ……...............................................................
35
4.1.3. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 67,7/second …...................................................................
37
4.1.4. Jumlah gelombang I, III danVyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 87,7/second ………............................................................
39
4.1.5. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 27,7/second …...................................................................
41
4.1.6. Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberianstimulus tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /second ……............
43
4.1.7. Hasil mean dan standar deviasi (ms) masa laten gelombang dalam berbagai kecepatan, intensitas dan jenis stimulus (n = 34 telinga).............
44
xi
DAFTAR GAMBAR
2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam ...................... 5 2.1.2. Struktur daun telinga ............................................................................ 6 2.1.3. Telinga bagian tengah .......................................................................... 7 2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam ............................................. 9 2.1.5. Potongan dari satu lingaran koklea ...................................................... 9 2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan
frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah ...........................................
11 2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per detik
................................................................................................................
12 2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya .................... 12 2.1.9. Jaras saraf pendengaran ........................................................................ 14 2.3.2. Pemeriksaan BERA .............................................................................. 17 4.2.1. Tonotopy sel saraf pendengaran di koklea berdasarkan frekuensi
suara.......................................................................................................
48
xii
DAFTAR SINGKATAN
ABR : auditory brainstem response
BERA : Brainstem evoked response audiometry
DB nHL : desibel normal hearing level
Hz : Hertz
ISI : interstimulus interval
ms : millisecond
sec : second
THT : telinga hidung tenggorok
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lembar Persetujuan .............................................................. 52
Lampiran 2. Lembar status penelitian ....................................................... 53
Lampiran 3. Deskripsi hasil penelitian ..................................................... 54
Lampiran 4. Hasil uji normalitas data ....................................................... 59
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) adalah suatu
pemeriksaanelektrofisiologi auditorik untuk menilai integritas darisistem
pendengaran sentral dan perifersecara objektif dan tidak invasif.1,2Pemeriksaan
BERA pertama kali diuraikan oleh Jewett dan Williston pada tahun 1971.Joint
Committee on Infant Hearing(JCIH) pada tahun 2007, telah mengusulkan
dilakukannya pemeriksaan BERA pada setiap bayi baru lahir sebagai pemeriksaan
standar yang dilakukan untuk identifikasi awal gangguan pendengaran pada bayi
baru lahir.3 Di Indonesia, berdasarkan Surat KeputusanMenteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor768/Menkes/SK/VII/2007 mengenai rencana strategi
nasional penanggulangan gangguan pendengaran dan ketulian untuk mencapai
sound hearing 2030, pemeriksaan BERA merupakan salah satu standar
pemeriksaan yang dilakukan untuk pemeriksaan dini gangguan pendengaran pada
bayi baru lahir.4Selain untuk pemeriksaan pendengaran pada bayi baru lahir,
BERA juga dapat digunakan untuk memperkirakan sensitifitas pendengaran,
diagnostik dalam menilai sistem saraf pusat pendengaran dan untukmemonitor
selama operasi pada fossa posterior2
Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA)adalah
pemeriksaan yang dilakukan dengan memberikan stimulus bunyi pada telinga
yang diberikan melalui head phone, insert probe, maupun bone fibrator berupa
bunyi click atau tone burst.Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potential
berupa aktivitas listrik yang dihasilkan olehpusat-pusat saraf pendengaran dari
koklea sampai kebatang otak sebagai respons dari stimulus yang diberikan.1
Respons yang muncul diproses melalui komputer dan menghasilkan limapuncak
gelombang yang masing-masing menggambarkan respons dari tiap pusat saraf
pendengaran, yaitu; gelombang I berasal dari bagian distal atau perifer dari
NervusVIII tempat serabut saraf meninggalkan koklea, gelombang II berasal dari
bagian proksimal saraf didekat batang otak, gelombang III merupakan kerjasama
2
dari saraf bagian proksimal dan nukleus koklea, gelombang IV dan V merupakan
kerjasama dari nukleus koklea, superior olivary complex dan lemniscus lateralis.2
Dari gelombang yang muncul dapat dianalisis morfologi gelombang, masa laten
dan amplitudo gelombang.1
Beberapa penelitian dan beberapa buku rujukan mengenai BERA
menunjukkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil
perekaman BERA.5Beberapa faktor tersebut yaitu; faktor internal yang meliputi
usia, jenis kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor
eksternal yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak
antar stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya
artefak listrik lingkungan. Perbedaan stimulus seperti stimulus clickdibandingkan
dengan stimulus jenis tone burst dari beberapa penelitian menunjukkan hasil
amplitudo gelombang stimulus click lebih besar dibandingkan stimulus tone burst.
Kecepatan stimulus yang dipercepat akan memperlambat masa laten dan
memperkecil amplitudo gelombang. Beberapa penelitian juga menunjukkan
semakin besar intensitas, akanmenghasilkan amplitudo gelombang yang semakin
tinggi dan masa laten yang lebih cepat. Pada buku James W. Hall disebutkan
bahwa hasil masa laten gelombang pada pemeriksaan BERA ditemukan lebih
lama pada bayi dengan usia < 12 bulan dan dewasa dengan usia > 25 tahun.
Berdasarkan penelitian dan teori dari beberapa rujukan mengenai pengaruh
faktor intensitas, jenis stimulus dan kecepatan pada pemeriksaan BERA, serta
pentingnya pemeriksaan BERA dan kegunaannya yang luas, para praktisidi
bidang THT yang melakukan pemeriksaan ini perlu memiliki parameter sendiri
untuk meningkatkan akurasi penilaian elektrofisiologidarijalursaraf
pendengaran.5Untukmendapatkan parameter tersebut, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui profilBrainstem Evoked Respons Audiometri (BERA)pada
pendengaran normalberdasarkan intensitas, kecepatan dan jenis stimulus yang
berbeda yaitu click dan tone burst.Olehkarena itu, kami melakukan penelitian
yang berjudul “Profil Brainstem Evoked Response Audiometry pada Orang Usia
19-21 Tahun dengan Pendengaran Normal”
3
1.2.Rumusan Masalah
Pemeriksaan brainstem evoked response audiometry(BERA) pentinguntuk
menentukan ada atau tidaknya gangguan pada konduksi sistem saraf
pendengaran.Hasil pemeriksaan BERA dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Beberapa diantaranya yaitu intensitas, kecepatan dan jenis stimulus.Para praktisidi
bidang THT yang melakukan pemeriksaan ini perlu memiliki parameter sendiri
untuk meningkatkan akurasi penilaian elektrofisiologidarijalursaraf
pendengaran.Untuk mendapatkan parameter tersebut, perlu dilakukan penelitian
untuk mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) pada
pendengaran normal. Dengan demikian, masalah penelitian ini adalah bagaimana
profilBrainstem Evoked Response Audiometry(BERA) padapendengaran normal?
1.3.Tujuan Penelitian
1.3.1. Tujuan Umum:
Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry(BERA) pada
pendengaran normal.
1.3.2.Tujuan Khusus
a. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA)
berdasarkanstimulus clickdan tone burst frekuensi 500 Hz pada orang usia
19-21 tahun dengan pendengaran normal.
b. Mengetahui profil Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
menggunakan stimulus click dan toneburst frekuensi 500 Hz
denganintensitas dan kecepatan yang berbeda pada orang usia 19-21 tahun
dengan pendengaran normal.
1.4.Manfaat Penelitian
1. Subjek Penelitian
Subjek penelitian dapat mengetahui kualitas dan kuantitas pendengarannya.
2. Praktisi kesehatan spesialis Telinga Hidung dan Tenggorok
Hasil penelitian rerata nilai normal Brainstem Evoked Respons Audiometri
(BERA)pada stimulus click dan tone burstdapat dijadikan patokan dalam
menentukan adanya gangguan konduksi saraf pendengaran pada pasien THT
4
serta dapat digunakan untuk menentukan kecepatan, intensitas dan jenis
stimulus yang efektif untuk pemeriksaan BERA.
3. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil Penelitian ini dapat dijadikan pertimbangan dan pedoman nilai normal
Brainstem Evoked Respons Audiometri (BERA) pada orang usia 19-21 tahun.
Hasil penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi data dasar bagi penelitian
selanjutnya.
4. Peneliti
Melalui penelitian ini peneliti dapat belajar mengenai pemeriksaan telinga,
pemeriksaan audiometri dan pemeriksaan Brainstem Evoked Response
Audiometry(BERA).Peneliti juga dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman dalam membuat penelitian ilmiah.
5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1.Anatomi dan Fisiologi Sistem Pendengaran
Telinga memiliki dua modalitas sensori yaitu pendengaran dan
keseimbangan.6Sistem pendengaran terbagi menjadi dua yaitu sistem
pendengaran perifer dan sistem pendengaran sentral. Sistem pendengaran perifer
dimulai dari telinga bagian luar hingga saraf pendengaran. Sistem pendengaran
sentral dimulai dari nukleus koklear dan berujung di korteks cerebri bagian pusat
pendengaran.7,8
Sistem saraf Pendengaran Perifer
Sistem saraf pendengaran bagian perifer dibagi menjadi telinga bagian
luar, telinga bagian tengah dan telinga bagian dalam.
Gambar 2.1.1. Struktur telinga manusia bagian luar, tengah dan dalam.
Sumber : Guyton and Hall, 2006
a. Telinga bagian luar
Telinga bagian luar terdiri dari 2 bagian utama yaitu pinnaatau auricula
dan saluran telinga. Auricula/pinna atau disebut daun telinga adalah bagian telinga
yang dapat terlihat dari luar. Daun telinga (pinna) ini terdiri dari tulang rawan atau
6
cartilago dan dilapisi oleh kulit. Fungsinya adalah menangkap gelombang suara
dan menyalurkannya ke meatus auditorius eksternus. Bagian auricula berlekuk-
lekuk dan memiliki nama yang spesifik pada setiap lekukannya. 6,7
Gambar 2.1.2. Struktur daun telinga.
Sumber : Fred and Lary, 2008
Saluran telinga (ear canal) memiliki panjang 2,5 cm, diameter 0,6 cm dan
berbentuk menyerupai huruf S. Dua pertiga saluran telinga terdiri dari kartilago
sedangkan sepertiga bagian medial dari saluran telinga adalah tulang keras.saluran
telinga bagian kartilago dan tulang ini dilapisi oleh sel epitel kulit yang terdapat
rambut dipermukaannya. Pada kulit yang melapisi saluran telinga terdapat sel
sebasea yang tersembunyi di bagian folikel rambut dan kelenjar seruminosa yang
berfungsi mensekresikan serumen (wax). Serumen yang terbentuk akan
berakumulasi di saluran telinga.Apabila serumen ini tidak dibersihkan akan
menyumbat saluran telinga bahkan dapat menutupi membran timpani atau
gendang telinga yang dapat menyebabkan gangguan pendengaran pada seseorang. 7,8
7
b. Telinga bagian tengah
Gambar 2.1.3. Telinga bagian tengah
Sumber : Guyton and Hall, 2006
Telinga bagian tengah terdiri dari membran timpani yang merupakan
bagian terminal dari saluran telinga dan tiga tulang kecil yaitu maleus, incus dan
stapes. Tangkai dari maleus atau disebut manubrium melekat pada membran
timpani sedangkan ujung yang lain dari maleus melekat pada incus, yang
kemudian menghubungkan dengan stapes. Pada telinga bagian tengah juga
terdapat dua muscullus yaitu muscullus tensor timpani yang berfungsi menarik
manubrium maleus ke medial sehingga mengurangi getaran suara dari membran
timpani dan muscullus stapedius yang kontraksinya menarik kaki dari stapes
menjauhi fenestra ovalis. 6,7
Kerja dari tulang-tulang pendengaran yang menyerupai pengungkit akan
mengurangi jarak pergerakan gelombang dan meningkatkan tenaga pergerakan
hingga 1.3 kali. Luas permukaan membran timpani yang rata-rata 55 milimeter
dan luas permukaan kaki stapes rata-rata 3.2 milimeter, keduanya memiliki
perbedaan rasio hingga 17 kali lipat. Besarnya tenaga pergerakan dari sistem
pengungkit tulang pendengaran dan perbedaan rasio permukaan membran timpani
dan luas permukaan kaki stapes mengakibatkan penekanan total sekitar 22 kali
lipat pada cairan koklea. Besarnya tekanan hingga mencapai 22 kali lipat ini
8
berfungsi untuk memberikan kesesuain impedansi antara gelombang suara di
udara dan getaran suara di cairan koklea. Hal ini disebabkan cairan memiliki
inersia yang lebih besar daripada udara sehingga memerlukan penekanan yang
lebih besar untuk menimbulkan getaran pada cairan. Pada frekuensi 300-3000
siklus per detik dapat dihasilkan kesesuian impedansi mencapai 50-75%.
Apabila sistem tulang pendengaran dan membran timpani tidak ada,
gelombang suara masih dapat dihantarkan langsung melalui udara dan menuju ke
koklea melalui fenestra ovalis tetapi sensitivitasnya berkurang 15-20 desibel.
Koklea tertanam pada labirin tulang yaitu kavitas tulang di dalam tulang
temporalis, hal ini mengakibatkan getaran diseluruh tulang tengkorak akan
menyebabkan getaran cairan pada koklea. Oleh karena itu, garpu tala atau
penggerak elektronik yang diletakkan pada protuberansia tulang tengkorak,
terutama pada prosessus mastoideus, akan menyebabkan seseorang mendengar
suara tersebut. 9
c. Telinga bagian dalam
Telinga bagian dalam merupakan struktur kompleks yang berada dalam
bagian padat dari tulang tengkorak yang disebut sebagai bagian petrous dari
tulang temporal. Karena struktur dari telinga bagian dalam yang kompleks, telinga
bagian dalam sering disebut sebagai labirin. Telinga bagian dalam dilapisi oleh
tulang pada bagian terluaryang disebut sebagai labirin tulang. Tulang labirin ini
terbagi menjadi tiga bagian utama yaitu; kanalis semisirkularis (anterior, lateral
dan posterior), vestibulum dan koklea. Bagian vestibulum berperan dalam
keseimbangan dan posture. Pada bagian koklea terdapat saraf sensori yang
berperan pada fungsi pendengaran.7,8
9
Gambar 2.1.4. Labirin oseus pada telinga bagian dalam.
Sumber : Fred and Lary, 2008
Koklea disebut juga sebagai sistem tuba yang melingkar-lingkar yang
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu skala vestibuli, skala media dan skala
timpani. Skala vestibuli dan skala media dipisahkan satu sama lain oleh membran
reissner (disebut juga membran vestibular). Struktur membran membran
reissneryang halus halus dan begitu mudah bergerak, sehingga tidak menghalangi
jalannya getaran suara dari skala vestibuli ke skala media.
Gambar 2.1.5. Potongan dari satu lingaran koklea.
Sumber : Guyton and Hall, 2006
10
Skala timpani dan skala media dipisahkan oleh membran basilar.
Membran basilar adalah membran yang memisahkan skala media dari skala
timpani, membran ini terdiri dari jaringan fibrosa. Skala vestibuli dan skala
timpani berisi cairan perilimfa yang memiliki konsentrasi K+ 4 mEq/L dan Na+
139 mEq/L. Skala media berisi cairan endolimfa yang dihasilkan oleh stria
vaskularis memiliki kadar K+ yang tinggu dan kadar Na+ yang lebih rendah
dibanding cairan di skala vestibuli dan timpani. Padapermukaan membran basilar
terletak organ corti. Organ corti yaitu organ reseptor pembangkitimpuls saraf
sebagai respons terhadap getaran membran basilar, mengandung serangkaian sel
sensitif secara elektromekanikyang disebut sebagai sel-sel rambut.
Sel-sel rambut pada organ corti merupakan organ reseptor akhir yang
membangkitkan impuls saraf sebagai respons terhadap getaran suara.Pada
membran basilar terdapat kurang lebih 20.000 sampai 30.000 serabut basilar yang
keluar dari pusat penulangan dikoklea disebut sebagai modiolus, menuju kearah
dinding luar. Serabut ini tertanam dalam membran basilar kakupada ujung
basalnya namun pada ujung lain nya elastis sehingga bebas bergerak seperti
buluh.
Panjang serabut basilardari fenestra ovalis dan basis koklea menuju ke
apeks semakin memanjang.Panjang serabut basilar didaerah fenestra ovalis sekitar
0,04 milimeter sedangkan pada ujung koklea atau di helikotrema meningkat
menjadi 0,5 milimeter. Semakin panjang serabut basilar dari fenestra ovalis ke
helikotrema diikuti dengan diameter serabut yang semakin menurun, sehingga
kekakuan akan menurun hingga lebih dari 100 kali lipat. Sebagai akibatnya
serabut yang kaku dan pendek didekat fenestra ovalis koklea akan memberikan
getaran yang terbaik pada frekuensi tinggi, sedangkan serabut yang panjang dan
lentur didekat ujung koklea memberikan getaran yang terbaik pada frekuensi
rendah.Resonansi frekuensi tinggi membran basilar terjadi di dekat basis, tempat
gelombang suara memasuki koklea melalui fenestra ovalis sedangkan resonansi
frekuensirendah terjadi di dekat helikotrema.
11
Gelombang suara yang masuk dan menggetarkan fenestra ovalis akan
menyebabkan membran basilar menekuk kearah fenestra rotundum, hal tersebut
membuat gelombang cairan bergerak disepanjang membran basilar menuju ke
arah helikotrema. Besar-kecilnya frekuensi suara akan mempengaruhi pola
transmisi dari gelombang suara. Seluruh gelombang suara yang berjalan di
membran basilar, pada awalnya lemah namun ketika gelombang tersebut sudah
mencapai titik resonansi frekuensi alami pada membran basilar, gelombang
tersebut menjadi kuat dan akan menggetarkan membran basilar kedepan dan
kebelakang sehingga energi yang ada pada gelombang dihamburkan. Gelombang
akan berhenti pada titik tersebut dan gagal untuk berjalan ke bagian membran
basilar yang tersisa.
Gambar 2.1.6. Perjalanan gelombang di sepanjang membran basilar berdasarkan
frekuensi suara tinggi, sedang dan rendah.
Sumber : Guyton and Hall, 2006
Dapat dilihat pada gambar 2.1.7, ketika frekuensi suara yang diberikan
tinggi, gelombang suara akan berjalan dalam jarak yang singkat sebelum akhirnya
mencapai titik resonansinya dan kemudian energi gelombang menghilang.
Gelombang frekuensi sedang berjalan setengah perjalanan kemudian menghilang
dan gelombang frekuensi rendah menempuh seluruh jarak dimembran basilar.
12
Gambar 2.1.7. Pola amplitudo gelombang pada frekuensi 200-8000 siklus per
detik.
Sumber : Guyton and Hall, 2006
Pada gambar 2.1.8 menggambarkan amplitudo getaran maksimum
frekuensi 8000 terjadi dibagian basis koklea sedangkan amplitudo frekuensi suara
200 atau kurang, terdapat di disepanjang dari membran basilar dekat dengan
helikotrema.
Gambar 2.1.8. Organ corti dan sel-sel rambut yang terdapat didalamnya.
Sumber : Guyton and Hall, 2006
Reseptor sensorik yang sebenarnya terletak dalam organ corti yaitu dua
tipe sel saraf khusus yang disebut dengan sel rambut rambut dalam dan sel rambut
luar.Sel rambut interna atau “dalam” terdiri satu baris tunggal berjumlah sekitar
3500 dengan diameter yang berukuransekitar 12 mikrometer dan sel rambut “luar”
13
terdiri dari tiga sampai empat baris sel berjumlah sekitar 12000 dan mempunyai
diameter hanya sekitar 8 mikrometer. Pada bagian bawah dan samping dari sel
rambut bersinaps dengan ujung saraf koklearis. Saraf koklearis sebagian besar
berujung pada sel rambut dalam yaitusekitar 90-95% hal ini yang memperkuat
peranan umum sel ini dalam mendeteksi suara.
Serabut saraf yang dirangsang oleh sel rambut akan menuju ganglion
spiralis corti, yang terletak di modiolus (pusat) koklea. Neuron ganglion spiralis
akan mengirimkan akson seluruhnya sekitar 30.000 ke dalam nervus koklearis
kemudian ke dalam sistem saraf pusat pada tingkat medula spinalis bagian atas.
Jaras Saraf Pendengaran
Serabut saraf dari ganglion spiralis corti memasuki nukleus koklearis
dorsalis dan ventralis yang terletak pada bagian atas medula, selanjutnya semua
serabut bersinaps dan neuron tingkat dua berjalan pada sisi yang berlawanan dari
batang otak dan berakhir di nukleus olivarius superior. Sebagian serabut tingkat
dua berjalan di nukleus olivarius pada sisi yang sama. Serabut saraf kemudian
berjalan dari nukleus olivarius superior melalui lemniskus lateralis menuju
nukleus kolikulus inferior dan sebagian kecil berakhir di lemniskus lateralis.
Serabut saraf yang menuju ke nukleus kolikulus inferior akan menuju ke nukleus
genikulatum medialyaitu tempat seluruh serabut saraf bersinaps.Selanjutnya,
melalui radiasio auditorius jaras akan diteruskan ke korteks auditorik di girus
superior lobus temporalis.
14
Gambar2.1.9. Jaras saraf pendengaran.
Sumber : www.cochlea.org, 2009
Sinyal suara yang ditangkap oleh syaraf kedua telinga dijalarkan menuju
dua sisi otak, dan akan melewati tiga tempat persilangan yaitu; pada korpus
trapezoid, komisura diantara dua inti lemniskus lateralis dan di dalam komisura
yang menghubungkan dua kolikulus inferior. Penjalaran saraf ini akan lebih besar
pada sisi yang kontralateral.Beberapa serabut saraf kolateral dari traktus
auditorius berjalan langsung kedalam sistem aktivasi retikular dibatang otak.
Sistem ini menonjol secara menyeluruh ke atas dalam batang otak dan ke bagian
bawah ke dalam medula spinalis serta mengaktivasi seluruh sistem saraf pada
respons terhadap suara yang keras. Kolateral lain akan menuju ke vermis
serebelum yang teraktivasi ketika ada suara keras yang timbul mendadak.
Orientasi spasial dengan derajat yang tinggi dipertahankan dalam traktus
serabut dari koklea hingga ke korteks serebri. Terdapat 3 pola spasial yang
menghambat berbagai frekuensi suara di inti koklea, antara lain terdapat dua pola
di kolikulus inferior dan satu pola yang tepat untuk frekuensi suara yang berlainan
15
di korteks auditorik, serta terdapat lima pola lainnya yang kurang tepat di korteks
auditorik dan beberapa area lain yang berhubungan dengan pendengaran.
Kecepatan pelepasan impuls saraf di berbagai derajat saraf pendengaran
tergantung dari kekerasan suara. Paling sedikit impuls yang dikeluarkan oleh
serabut saraf tunggal yang memasuki inti koklea dari nervus auditorius yaitu 1000
impuls per detik. Pada suara dengan frekuensi 2000 sampai 4000 per detik impuls
nervus auditorius seringkali sinkron dengan gelombang suara namun tidak selalu
demikian pada setiap gelombang.
Pada batang otak tepatnya di traktus auditorius pelepasan impuls tidak
sinkron dengan frekuensi suara kecuali pada frekuensi suara < 200 siklus per
detik. Sinkronisasi suara terutama hilang di tingkat kolikulus inferior.7
2.2.Fisiologi Pendengaran
Proses pendengaran dimulai dari energi bunyi yang ditangkap oleh daun
telinga. energi suara masuk melalui liang telinga dan menyebabkan membran
timpani bergetar. Energi akustik diubah oleh membran timpani menjadi energi
mekanis. Dalam telinga tengah energi mekanis dihantarkan oleh-oleh tulang –
tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan stapes. Kaki dari stapes
menggerakkan oval window kemudian menginduksi gerakan perilimfa pada skala
vestibuli. Getaran diteruskan melalui membrana reisnerr yang mendorong
endolimfa sehingga mengakibatkanmembran basilar dan membran tektoria
bergerak seperti gelombang dari bagian basal menuju ke apeks . sel-sel rambut
bergerak relatif terhadap membran tektoria dan mengalami defleksi stereosilia,
sehingga kanal ion akan terbuka dan terjadi penglepasan ion bermuatan listrik dari
badan sel. Sel rambut akan mengalami depolarisasi sehingga terjadi eksitasi
neurotransmiter ke dalam sinapsyang kemudian mengakibatkan timbulnya
potensial aksi pada neuron-neuron saraf auditorik. Energi mekanis yang telah
diubah menjadi energi listrik yang kemudian ditransmisikan ke susunan saraf
pusat oleh saraf auditorik.1
16
2.3.Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA)
Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) atau istilah lainnya
Audiometry Brainstem Response (ABR) adalah suatu pemeriksaan elektrofisiologi
auditorik untuk menilai integritas dari sistem pendengaran sentral dan perifer
secara objektif dan tidak infasif. 1,2,3PemeriksaanBERA merupakan pemeriksaan
yang dilakukan dengan memberikan stimulus berupa bunyi click atau toneburst
untuk menilai fungsi dari saraf pendengaran dibatang otak.1,8 Pemeriksaan ini
biasa digunakan untuk memperkirakan sensitivitas pendengaran, alat diagnosis
fungsi sistem saraf pusat pendengaran, skrining pendengaran pada bayi baru lahir
dan anak, serta digunakan untuk memonitor fungsi saraf pusat pendengaran
selama operasi.1, 2
2.3.1. Fisiologi BERA
Pemeriksaan BERA akan mengukurevoked potentialberupa aktivitas listrik
yang dihasilkan oleh N.VIII, pusat-pusat neural dan traktus di dalam batang otak
terhadap respon dari stimulus bunyi yang diberikan.10,11 Stimulus bunyi yang
digunakan berupa bunyi click atau toneburst yang diberikan melalui headphone,
insert probe atau bone vibrator.Pada pemberian stimulus melalui insert probe
akan didapat stimulus yang paling efisien.
Stimulus clickmerupakan stimulus yang sering dipakai karena memiliki
impuls listrik dengan onset cepat dan durasi yang sangat singkat (0,1ms)
menghasilkan respon pada frekuensi rata-rata 2000-4000 Hz. Kelemahan pada
pemeriksaan dengan menggunakan stimulus click adalah tidak bisa menghasilkan
frekuensi yang spesifik. Tone burst juga merupakan stimulus dengan durasi yang
singkat namun memiliki frekuensi yang spesifik.
Prinsip polaritas stimulus adalah perubahan posisi membran earphone
akibat tekanan suara akan merubah posisi membran timpani. Tekanan positif akan
menggerakkan membran timpani ke arah dalam (condensation), ke arah luar
(rarefaction) dan secara bergantian secara berturut-turut (alternating polarity).
Stimulus yang menyebabkan gerakan membran timpani kearah luar (rarefaction)
akan menggerakan oval window kearah luar, diikuti oleh gerakan membran
basilaris koklea keatas yang akan menimbulkan depolarisasi. Sebaliknya stimulus
17
yang mendorong membran timpani ke arah dalam (condensation) akan
menggerakkan oval window kearah dalam diikuti gerakan membran basilar ke
arah bawah kemudian diikuti gerakan membran basilar keatas dan terjadi
depolarisasi. Depolarisasi yang terjadi akan menyebabkan sel rambut melepaskan
neurotransmiteryang akan menimbulkan potensial aksi dari saraf auditorik yang
selanjutnya akan direkam oleh elektoda yang telah ditempelkan pada kulit bagian
verteks dan kulit daerah mastoid.
2.3.2.Metode Pemeriksaan Brainstem Evoked Response Audiometry (BERA)
Gambar 2.3.2. Pemeriksaan BERA
Pemeriksaan BERA dilakukan diruangan yang tenang dan terlindung dari
medan elektrik. Subyek diperiksa dengan posisi tidur telentang dan relaks karena
aktivitas otot dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA. Ketegangan otot
karena cemas atau gerakan kuat mengatupkan rahang dapat menghasilkan energi
bising miogenik pada frekuensi 50-250 Hz, sehingga dapat mempengaruhi hasil
BERA.
Pada pemeriksaan BERA akan dilakukan perekaman gelombang sebagai
respons terhadap stimulus auditorik berupaevoked potential yang sinkron.
Perekaman ini dilakukan melalui pemasangan elektroda permukaan (surface
electrode) yang ditempelkan pada vertekskulit kepala (dahi), processus mastoid
ipsilateral dengan rangsangan suara dan mastoid kontralateral sebagai elektroda
referensi.1,6setelah elektroda terpasang, stimulus akan diberikan melalui
headphoneunilateral pada sisi telinga yang diperiksa. Stimulus yang diberikan
berupa stimulus click atau tone burst. Intensitas yang diberikan dimulai dari 80
18
dBnHL, kemudian diturunkan tiap 10 dB nHL sampai tercapai ambang dengar.
Rangsang suara diberikan mulai dari 20/sec. Reaksi yang didapat adalah hasil
rangsangan 2000 sweep melalui alat averager.Kemudian diproses melalui
program komputer dan ditampilkan sebagai lima gelombang defleksi positif
(gelombang I-V) setelah stimulus diberikan.12
2.3.3.Analisis gelombang BERA
Pada pemeriksaan BERA akan dihasilkan tujuh gelombang potensial
listrik yang menggambarkan potensial listrik yang berjalan melalui N.VIII dan
saraf pendengaran di batang otak. Lima gelombang pertama yang tergambar pada
hasil pemeriksaan merupakan gelombang yang terpenting. Masing-masing dari
gelombang tersebut menggambarkan potensial listrik yang timbul di tempat yang
spesifik pada sistem saraf pusat pendengaran, yaitu;
Gelombang I menggambarkan potensial yang muncul dari N. VIII di
koklea
Gelombang II menggambarkan potensial yang muncul dari nukleus
koklearis
Gelombang III dari kompleks olivari superior (setinggi pons)
Gelombang IV dari lemniskus lateralis
Gelombang V dari kolikulus inferior setinggi otak bagian tengah.6
Salah satu faktor penting dalam menganalisa gelombang BERA adalah
menentukan masa laten, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak stimulus
diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang
(gelombang I-V).
Terdapat 3 jenis masa laten,yaitu;
1. Masa laten absolute, yaitu waktu (milidetik) yang diperlukan sejak
stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing
gelombang (gelombang I, II, III, IV dan gelombang V)
2. Masa laten antar gelombang (intervawe latencyatau interpeak latency),
yaitu selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang
I – III, III – V dan I – V.
19
3. Masa laten antar telinga (interaural latency), yaitu membandingkan masa
laten absolut gelombang yang sama pada kedua telinga.1
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah pemanjangan masa laten fisiologik
yang terjadi bila intensitas stimulus diperkecil. Pemanjangan masa laten pada
beberapa frekuensi menunjukkan adanya suatu gangguan konduksi.1
2.3.4. Karakteristik gelombang BERA pada pendengaran normal
Tabel 2.3.4.Rata-rata karakteristik gelombang BERA dengan stimulus click berdasarkan jenis kelamin dan sisi telinga yang diperiksa
Sumber : Maria Carolina, dkk, 2008
Maria Carolina, dkk pada penelitian “Brainstem evoked response
audiometry in normal hearing subject” dengan 60 subyek penelitian berusia
antara 9 sampai 66 tahun yang dibedakan berdasarkan jenis kelamin dan sisi
telinga yang diperiksa menggunakan BERA dengan stimulus click didapatkan
hasil yang bermakna pada gelombang V telinga kanan yaitu dengan rata-rata
amplitudo pada laki-laki 5.67 ms dan pada perempuan 5.53 ms hasil penelitian
juga menunjukkan hasil yang bermakna pada masa laten gelombang I-V telinga
kanan yaitu dengan rata-rata amplitudo pada laki-laki 4,01 dan perempuan 3,85.5
20
2.3.5.Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan BERA
Profil hasil pemeriksaan BERA dapat bervariasi, hal ini disebabkan
adanya pengaruh beberapa faktor. Faktor yang mempengaruhi hasil pemeriksaan
BERA terbagi menjadi dua, yaitu; faktor internal yang meliputi usia, jenis
kelamin, suhu tubuh dan kelainan pada sistem pendengaran dan faktor eksternal
yang terdiri atas jenis transducer, jenis stimulus, kecepatan (rate), jarak antar
stimulus (interstimulus interval / ISI ), polaritas, intensitas dan adanya artefak
listrik lingkungan.
Berikut ini adalah pengaruh beberapa faktor terhadap profil hasil
pemeriksaan BERA.
Faktor internal
a. Usia
Usia yang terlalu tua akan menyebabkan hasil masa laten meningkat,
beberapa penelitian menemukan terjadinya peningkatan masa laten pada
usia antara 25 sampai 55 tahun dan rata-rata masa laten yang signifikan
meningkat pada usia antara 60 sampai 80 tahun.
b. Jenis kelamin
Hasil masa laten dan amplitudo pemeriksaan BERA pada laki-laki dan
perempuan akan berbeda. Pada perempuan masa laten lebih singkat dan
amplitudo lebih besar pada gelombang (III, IV, V dan VI) dibandingkan
dengan laki-laki.
c. Suhu tubuh
Suhu tubuh yang hypothermi (<35 C atau 95 F) atau hyperthermi
(>41,1 C atau 106 F) akan mengakibatkan hasil masa laten dari
pemeriksaan BERA memendek.12,13
d. Kelainan pada sistem pendengaran
Gangguan pendengaran pada subjek pemeriksaandapat mempengaruhi hasi
BERA. Pada tuli konduktif dapat mempengaruhi masa laten gelombang
pada semua intensitas stimulus. Diperlukan intensitas stimulus yang tinggi
pada subjek dengan tuli konduktif agar dapat menimbulkan respons. Pada
tuli konduktif tidak ada kelainan pada masa laten antar gelombang. Pada
21
ganngguan pendengaran tipe sensorineural di regio 1000-4000 Hertz dapat
menyebabkan pemanjangan masa laten semua gelombang BERA,
penurunan amplitudo gelombang dan kesulitan mendeteksi gelombang I.12
Faktor eksternal
a. Transducer
Transducer adalah alat yang berfungsi mengkonversikan energi dari satu
bentuk energi ke bentuk energi yang lain. Pada pemeriksaan auditory
evoked response, transducer akan menerima sinyal berupa sinyal elektrik
yang akan diubah menjadi bentuk sinyal suara dan disampaikan sebagai
stimulus konduksi udara. Jenis tranducer yang lain yaitutransducer yang
menghasilkanstimulus hantaran tulang. Transducer jenis ini akan
mengubah sinyal elektrik menjadi energi mekanik oleh oscilator atau
vibrator yang ditempelkan pada kepala subjek yang diperiksa.TDH-39
Earphone dengan bantalan MX41/AR adalah jenis earphone yang sering
digunakan untuk pemeriksaan audiometri, namun earphone jenis ini
kurang dianjurkan untuk pemeriksaan auditory evoked response. Earphone
TDH-39 adalah earphone elektrodinamis dengan impedansi elektrik yang
rendah. Pada intensitas tinggi, earphone TDH-39 akan menghasilkan
stimulus artefak yang mengakibatkan hasil pemeriksaan yang tidak valid.
Perubahan posisi earphone saat pemeriksaan, karena pergerakan kepala
dan lain hal dapat mengurangi akurasi dari stimulus yang diberikan.Insert
earphoneadalah tranducer yang paling tepat untuk pemeriksaanauditory
evoked response. Insert earphoneakan dimasukkan melalui meatus
akustikus eksternus dan menutup seluruh lubang telinga luar. Insert
earphonememiliki ujung yang dapat disesuaikan ukurannya berdasarkan
diameter lubang telinga orang yang diperiksa, ukuran yang biasa dipakai
pada orang dewasa adalah 13 mm dan 10 mm. Keuntungan dari earphone
jenis ini meliputi; mencegah kondisi kolaps liang telinga, rasa yang lebih
nyaman bagi subjek yang diperiksa, dapat mengurangi kebisingan yang
berasal dari luar, higiene dan infeksi dapat terkontrol karena ujung insert
earphone yang dapat diganti dan di disinfeksi, dapat mengurangi bunyi
nyaring transducer pada pemberian stimulus click, mengurangi munculnya
22
stimulus artifak dengan cara menjauhkan box dan elektroda, menghasilkan
respon frekuensi yang lebih datar dibandingkan dengan penggunakan
supraural earphone dan dapat menghindari terjadinya penyeberangan
stimulus ke bagian telinga yang tidak diperiksa.
Transducer jenis hantaran tulang meneruskan stimulus elektrik yang
diberikan berupa getaran pada tulang tengkorak. Getaran yang ditimbulkan
oleh probe yang ditempelkan ditulang tengkorak bagian frontal dan
temporal akan menggetarkan cairan di koklea dan sel rambut. kekurangan
dari transducer jenis ini yaitu pada pemberian stimulus dengan frekuensi
tinggi (contoh; 4000 Hz) akan menyebabkan hantaran stimulus bukan
hanya berupa hantaran tulang namun juga hantaran udara.
b. Stimulus
Terdapat dua jenis stimulus yang dipakai pada pemeriksaan BERA yaitu;
stimulus clickdan stimulus tone burst. Stimulus click memiliki onset yang
cepat dan durasi yang singkat (0,1 ms) yang akan menghasilkan respon
pada frekuensi rata-rata antara 2000-4000 Hz. Stimulus jenis tone burst
juga memiliki durasi yang singkat namun memiliki frekuensi yang lebih
spesifik dibandingkan dengan stimulus click.
c. Kecepatan (rate)
Kecepatan stimulus sekitar 20/second tidak begitu berpengaruh pada hasil
BERA. Namun penambahan kecepatan > 20 kali per detik akan
menyebabkan peningkatan masa laten dan penurunan amplitudo seiring
penambahan kecepatan yang diberikan. Perubahan ini tidak selalu sama
pada setiap komponen gelombang. Suatu contoh ketika kecepatn
gelombang dari 8-10/ second dan ditingkatkan kecepatannya menjadi 80-
90/second, amplitudo gelombang I menunjukan penurunan 50% dari
gelombang sebelumnya., namun gelombang V hanya menunjukkan sedikit
perubahan amplitudo yang berkurang sekitar 10-30% .
d. Jarak antar stimulus (interstimulus interval / ISI)
Jarak antar stimulus yaitu selang waktu diantara rangsangan yang berturut-
turut yang bisa ditentukan dengan membagi periode waktu dengan jumlah
rangsangan yang disajikan dalam satu periode, contohnya untuk kecepatan
23
rangsangan 10/detik maka ISI adalah 100 millisecond (ms). Pengaruh jarak
antar stimulus terhadap pemeriksan auditory evoked response berkaitan
dengan prinsip dasar fisiologi sistem saraf. Saraf membutuhkan waktu
recovery agar dapat berespons kembali pada stimulus berikutnya yang
diberikan. Apabila jarak antar stimulus panjang dan cukup untuk sebuah
saraf melakukan recovery, maka saraf mampu berespon dengan baik
terhadap stimulus berikutnya. Jika jarak antar stimulus pendek dan tidak
cukup untuk saraf melakukan periode recovery, maka stimulus yang
diberikan tidak dapat menimbulkan respons yang diinginkan. Pada hasil
perekaman auditory evoked responses, mungkin akan didapati masa laten
yang memanjang dan amplitudo yang menurun.
e. Polaritas
Terdapat tiga kategori polaritas stimulus pada BERA, yaitu ke arah dalam
(condensation),ke arah luar(rarefaction) dan berturut-turut(alternating).
Melalui sinyal elektrik positif dan pergerakannya melalui diafragma
transducermenuju ke membran timpani, sebuah sinyal click bertekanan
positif dihasilkan. Pergerakan ke arah positif atau polaritas positif disebut
sebagai “polaritas kondensasi”. Tekanan gelombang ke arah negatif
(polaritas negatif) dihasilkan oleh pergerakan diafragma transducer yang
menjauhi membran timpani, hal ini disebut sebagai “rarefaction polarity”.
Alternating polarity adalah perubahan antara condensation dan rarefaction
polarity yang dipresentasikan oleh stimulus berikutnya. Polaritas adalah
suatu hal yang penting pada stimulus click namun tidak penting bagi
stimulus yang bergaya suara atau tonal (toneburst). Prinsip dasar fisiologi
koklea penting untuk memahami efek dari polaritas click pada audiometry
evoked response. Berdasarkan beberapa investigasi oleh para ahli, jaras
aferent saraf pendengaran pertama kali diaktivasi oleh stimulus yang
bergerak dari membran basilar menuju ke scala vestibuli. Aktivitas koklear
dimulai ketika rarefaction atau polaritas negative dihasilkan, hal tersebut
menghasilkan pergerakan ke luar dari membran timpani dan menuju ke
kaki stapes pada oval window. Hasilnya, membran basilar yang berdeviasi
ke arah atas skala vestibuli di koklea, stereocilia di hair cell pada organ
24
corti akan tertekuk kearah stereocilia yang tertinggi dan menyebabkan
depolarisasi.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa rarefactionmemiliki masa laten
gelombang V yang lebih pendek dibandingkan dengan condensationpada
stimulus click.
f. Intensitas
Satuan ukuran untuk intensitas ini adalah desibel (dB), para klinisi
menetapkan intensitas dengan satuan desibel normal hearing level (dB
nHL) untuk stimulus (click, tone burst) yang diberikan pada pemeriksaan
BERA. Intensitas akan berpengaruh pada masa laten dan amplitudo yang
dihasilkan. Jika intensitas stimulus yang diberikan semakin besar, maka
amplitudo gelombang yang dihasilkan akan semakin besar dan masa laten
semakin cepat.
g. Artefak listrik lingkungan
Stimulus Artefak adalah bunyi atau suara yang tidak diinginkan pada saat
pemeriksaan yang timbul dari bising lingkungan yang dapat
mempengaruhi akurasi dari hasil pemeriksaan auditory evoked response.
Stimulus artefak ini dapat berasal dari transducer berupa medan
elektromagnetik yang menimbulkan aktivitas elektrik atau benda lain
didekat pemeriksaan yang juga memiliki aktivitas elektrik. Letak
transducer atau benda-benda elektrikyang terlalu dekat dengan mesin
perekamauditory evoked responsesyangdapat mengakibatkan timbulnya
stimulus artefak, maka dari itu untuk menghindari timbulnya stimulus
artefak, letak dari transducer dengan mesin perekam auditory evoked
responsesharus dijauhkan.12
25
2.4. Kerangka Teori
Brainstem evoked responses
audiometry (BERA)
Faktor internal
Faktor eksternal
usia
Jenis kelamin
Suhu tubuh
Kelainan sistem pendengaran
transducer
stimulus
Kecepatan dan interstimulus interval(ISI)
polaritas Intensitas
Artefak listrik lingkungan
Bunyi diterima oleh sistem pendengaran evoked potensial di Bagian distal N.VIII, superior olivary complex dan inferior colliculus
Click Tone burst
Frekuensi tdk spesifik (2-4 kHz)
Frekuensi spesifik (500 Hz)
Merangsang sel rambut bagian basal koklea
Merangsang sel rambut bagian apex koklea
Masa laten gelombang
Amplitudo gelombang
Tinggi Rendah Cepat Lama
Jarak tempuh perambatan gelombang dari oval window dekat
Jarak tempuh perambatan gelombang dari oval window jauh
Cepat Lambat
Waktu recovery sel saraf <
Waktu recovery sel saraf cukup
Berespon baik thdp stimulus selanjutnya
Tdk berespon baik thdp stimulus selanjutnya
Tinggi Rendah
Sel rambut mengeksitasi ujung saraf cepat
Sel rambut mengeksita-si ujung saraf lambat
26
2.5. Kerangka Konsep
Brainstem evoked responses
audiometry (BERA)
Faktor internal
Faktor eksternal
usia
Jenis kelamin
Suhu tubuh
Kelainan sistem pendengaran
transducer
stimulus Kecepatan dan interstimulus interval(ISI)
polaritas
Intensitas
Artefak listrik lingkungan
Keterangan:
= yang diteliti = tidak diteliti
Bunyi diterima oleh sistem pendengaran evoked potensial di Bagian distal N.VIII, superior olivary complex dan inferior colliculus
Click Tone burst
Frekuensi tdk spesifik (2-4 kHz)
Frekuensi spesifik (500 Hz)
Masa laten gelombang
Amplitudo gelombang
Tinggi Rendah Cepat Lama
Cepat Lambat Tinggi Rendah
27
BAB III METODE PENELITIAN
3.1.Desain Penelitian
Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian
deskriptifnumerikdengan pendekatan cross sectional untuk mengetahui profil
Brainstem Evoked Response Audiometri (BERA) menggunakan stimulus click dan
toneburstpada mahasiswa PSPD UIN Syarif Hidayatullah Jakarta usia 19-21
tahun dengan pendengaran normal.
3.2.Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan selama dua bulan dari tanggal 1Juni 2012– 30 Juli
2012.Penelitian dilakukan di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
3.3. Populasi dan Sampel
Populasi target penelitian ini adalah orang usia 19-21 tahun dengan
pendengaran normal.Populasi terjangkau penelitian adalah mahasiwa PSPD
angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan pendengaran normal.
Metode samplingpenelitian ini adalah simple random sampling, yakni metode
pengambilan sampel secara acak sederhana yang dilakukan pada mahasiwa PSPD
angkatan 2009.
28
3.3.1. Jumlah Sampel
Pada penelitian ini subjek penelitian yang digunakan adalah telinga. Sebuah
penelitian di Brazil mengenai BERA pada pendengaran normal yang dilakukan
oleh Maria Carolina Braga dkk didapatkan standar deviasi untuk masa laten antar
gelombang I-V adalah 0,21.5Jumlah sampel penelitian dihitung dengan rumus:
n =ቂఈ×ௌௗቃଶ
n untuk sampel = ቂ ଵ,ଽ ×,ଶଵ,ଵ
ቃଶ = 17
keterangan: Zα= derivat baku yang sesuai dengan derivat α
Untuk α= 5% uji dua arah, maka Zα 1,96 (ditetapkan peneliti)
S= simpang baku nilai rerata dalam populasi ( dari pustaka)
d = tingkat ketepatan absolut yang diinkan sebesar 10% (ditetapkan peneliti)
Berdasarkan Rule of Thumbs jika terdapat lebih dari satu faktor yang
berpengaruh maka jumlah sampel adalah 10 kali jumlah faktor perancu. Pada
penelitian ini terdapat tiga faktor yang berpengaruh yaitu kecepatan, jenis
stimulus dan intensitas. Sesuai dengan rumus tersebut dibutuhkan 30 telinga.
30 telinga + 10% drop out = 33 telinga
Jumlah sampel yang dibutuhkan untuk penelitian ini adalah 33
telinga.Padasatu individu penelitian dapat didapatkan 2 telinga sekaligus sehingga
dibutuhkan 17 orang dengan pendengaran kedua telinga normal.
29
3.3.2.Kriteria Sampel
3.3.2.1.Kriteria Inklusi
Orang dengan usia 19-21 tahun yang terdaftar sebagai mahasiswa PSPD
angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Bersedia ikutserta dalam penelitian dengan menandatangani lembar
persetujuan.
3.3.2.2.Kriteria Ekslusi
Memiliki riwayat cedera pada kepala.
Memiliki riwayat infeksi pada telinga.
Hasil pemeriksaan audiometri, ambang dengar telingapada salah satu
frekuensi (500Hz,1000Hz,2000Hz dan 4000 Hz) >25 dB nHL.
Suhu badan hipotermi (<35 C) atau hipertermi (> 41,1 C) saat dilakukan
pemeriksaan BERA.
30
3.4. Cara Kerja Penelitian
Mahasiswa PSPD UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2009
Memenuhi kriteria dari penelitian :
Usia 19-21 tahun Bersedia ikutserta dalam penelitian
Penandatanganan lembar persetujuan
(informed consent)
Pemeriksaan awal :
Pemeriksaan fisik telinga
Pemeriksaan penala : Rinne +/+, Weber = tidak ada lateralisasi
Pemeriksaan otoskopi : membran timpani intak, warna jernih,
massa (-), serumen (-)
Pemeriksaan audiometri : ambang dengar < 25 dB nHL pada
frekuensi 500 Hz, 1 kHz, 2 kHz dan 4 kHz
Pengumpulan, pengolahan dan penyajian data
Pemeriksaan suhu tubuh : 36,5 C - 37,5 C
Pemeriksaan bera click dan toneburst pada frekuensi 500 Hz dengan
kecepatan 27,7/sec , 47,7/sec , 67,7/sec dan 87,7/sec diperiksa pada
intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL, dilakukan pada 34 telinga (17
orang)
31
3.5. Managemen Data
3.5.1.Pengumpulan Data
Data yang diperoleh dari anamnesis, hasil pemeriksaan awal akan dicatat
dalam lembar status penelitian dan data hasil pemeriksaan BERA dikumpulkan
dalam bentuk soft copy.
3.5.2.Pengolahan Data
Data yang tercatat dan terkumpul akan dilakukan editing untuk kemudian
dimasukkan ke dalam program komputer Statistical Package for Social
Sciences(SPSS) version 20.0 untuk diolah lebih lanjut.
3.5.3. Analisis Data
Data yang diperoleh dari penelitian ini merupakan data numerik. Data
yang didapat kemudian diolah menggunakan uji statistik distribusi normal (uji
Shapiro-Wilk, karena sampel yang di gunakan kurang dari 50).
3.5.4. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dalam bentuk narasi, teks, grafik dan tabel.
3.6.Definisi Operasional No. Variabel Definisi Pengukur Alat ukur Skala
pengukuran 1. Masa laten waktu (milidetik) yang
diperlukan sejak stimulus diberikan sampai terjadi evoked potential untuk masing-masing gelombang (gelombang I, II, III, IV dan gelombang V). Satuan : millisecond (ms)
Dokter spesialis THT (pembimbing)
Data rekam medik
Numerik
2. Masa laten antar gelombang
selisih waktu antar gelombang, misalnya masa laten antar gelombang I – III, III – V dan I – V. Satuan : millisecond (ms)
Dokter spesialis THT (pembimbing)
Data rekam medik
Numerik
3. Amplitudo gelombang
deviasi maksimal atau puncak suatu gelombang dari garis dasar. Pada pemeriksaan BERA ditampilkan lima defleksi positif yaitu gelombang
Dokter spesialis THT (pembimbing)
Data rekam medik
Numerik
32
I, II, III, IV dan V yang masing-masing puncaknya menggambarkan evoked potential dari saraf pendengaran. Satuan : mikro volt (V)
3.6.1. Cara kerja
Pemeriksaan BERA dilakukan di ruangan yang tenang dan subyek peneliti
berbaring dengan posisi telentang. Pemeriksaan dimulaidengan membersihkan
kulit di daerah dahi kepala (verteks) dan kedua mastoid menggunakan gel
pembersih.Selanjutnya,menempelkan elektroda permukaan pada kulit daerah
verteks, kulit mastoid ipsilateral dan memasangan elektroda pada mastoid
kontralateral sebagai elektroda referensi. Memberikan stimulus berupa bunyi
clickdengan kecepatan 27,7/sec, 47,7/sec, 67,7/sec , 87,7/secdan tone burst
frekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7/sec.Besar intensitas stimulus yang
diberikan sebesar 80 dB nHL , 70 dB nHL dan 60 dB nHL.Merekam setiap reaksi
yang timbul terhadap stimulus, kemudian menilai morfologi
gelombang,amplitudo, masa laten absolut gelombang I, III, V dan beda masing-
masing masa laten absolut (inter peak latency) antara gelombang I-III, III-V dan I-
V pada setiap intensitas.
33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode cross sectional
yang bersifat deskriptif numerik untuk mengetahui profil BERA pada
pendengaran normal. Penelitian dilakukan mulai bulan Juli 2012 sampai Agustus
2012. Sampel penelitian adalah mahasiswa program studi pendidikan dokter
angkatan 2009 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dengan rentang usia antara 19-21
tahun yang memiliki pendengaran normal. Jumlah sampel penelitian adalah 34
telinga (17 orang).
Responden yang diperiksa BERA merupakan responden yang tidak
memiliki riwayat trauma kepala dan riwayat infeksi telinga yang didapatkan dari
hasil wawancara. Tidak ditemukan kelainan telinga pada pemeriksaan fisik telinga
dan pemeriksaan ambang dengar menggunakan audiometrihasilnya < 25 dB pada
setiap frekuensi (500 Hz, 1000 Hz, 2000 Hz dan 4000 Hz). Pemeriksaan BERA
dan penentuan lokasi gelombang dilakukan oleh dr. Fikri Mirza Putranto, Sp.THT
selaku pembimbing 1.
4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel
Tabel 4.1.1. Karakteristik Distribusi Sampel
Jumlah Presentase Min. Maks. Mean Median Std.deviasi
Jenis kelamin
Laki-laki 6 35, 3 %
Perempuan 11 64,7 %
Usia 19 21 20,53 21.00 0,624
19 tahun 1 5,9 %
20 tahun 6 35,3 %
21 tahun 11 58,8 %
Jenis kelamin responden terdiri dari 6 laki-laki (35,3 %) dan 11perempuan
(64,7 %). Usia responden paling muda 19 tahun dan yang tertua 21 tahun.
34
Responden dengan usia 19 tahun 1 orang (5,9 %), 20 tahun 6 orang (35,3 %) dan
21 tahun 10 orang (58,8 %).
4.1.2. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-
III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 27,7/ second
Grafik 4.1.2.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus clickkecepatan 27,7 /second
Pada grafik 4.1.2menggambarkan rata-rata masa laten gelombang
menggunakan stimulus click dengan kecepatan 27,7/second (sec) pada berbagai
intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang I, III
dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB nHL
sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB nHL.
Pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu 1,7 ± 0,1
millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa laten
gelombang I yaitu 2,1 ± 0,2 ms.
Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang I-III, III-V dan I-
V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan. Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB
nHL yaitu 2,2 ± 0,1 ms, pada intensitas 70 dB nHL 2,1 ± 0,1 ms dan intensitas 60
dB nHL 2,1 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas
80 dB nHL adalah 1,8 ± 0,2 ms, 70 dB nHL 1,9 ± 0,4 ms dan intensitas 60 dB
nHL 1,8 ± 0,2 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80
1,7
3,9
5,6
1,9
4,0
5,9
2,1
4,2
6,0
-
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
I III V
mill
isec
ond
masa laten gelombang
80 dB nHL
70 dB nHL
60 dB nHL
35
dB nHL adalah 4,0 ± 0,2 ms, 70 dB nHL 4,0 ± 0,3 ms dan intensitas 60 dB nHL
3,9 ± 0,2 ms.
Hasil uji normalitas sebaran data gelombang I, III dan V pada intensitas
80, 70 dan 60 dB nHL menggunakan shapiro-wilk seluruhnya menunjukkan
sebaran data yang tidak normal (p < 0,05).
Tabel 4.1.2Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 27,7/second
80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL
n missing n missing N Missing
I 31 3 33 1 28 6
III 31 3 34 0 34 0
V 30 4 34 0 34 0
Pada tabel 4.1.2, dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V
dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus click intensitas 80, 70 dan
60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa adalah 34 telinga. Pada
pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan 27,7/sec dengan intensitas 60 dB
nHL gelombang I dapat terdeteksi pada 28 responden dan 6 responden tidak dapat
terdeteksi, sedangkan gelombang III dan V pada seluruh responden dapat
terdeteksi.Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 1 gelombang pada gelombang I
yang tidak dapat terdeteksi dari 34 responden yang diperiksa, sedangkan
gelombang III dan V seluruhnya dapat terdeteksi pada intensitas ini.
36
4.1.3. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-
III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 47,7/ second
Grafik 4.1.3.Rata-rata masa laten gelombang I, III dan V dengan stimulus clickkecepatan 47,7 /second
Keterangan : * = p > 0,05
Pada grafik 4.1.3 menggambarkan rata-rata masa laten gelombang I, III
dan V menggunakan stimulus click dengan kecepatan 47,7/second (sec) pada
berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang
I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB
nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB
nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu
1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa
laten gelombang I yaitu 2,1 ± 0,3 ms.
Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang I-III, III-V dan I-
V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya
perbedaan.Rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL
2,2 ± 0,3 ms, intensitas 70 dB nHL 2,2 ± 0,2 ms dan 60 dB nHL 2,2 ± 0,3 ms.
Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL 1,9 ± 0,1
ms, intensitas 70 dB nHL 1,9 ± 0,1 ms dan 60 dB nHL 1,9 ± 0,2 ms. Rata-rata
1,8
4,0
5,9
1,9
4,1
6,0
2,1*
4,4
6,3*
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
I III V
mill
isec
ond
masa laten gelombang
80 dB nHL
70 dB nHL
60 dB nHL
37
masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL 4,1 ± 0,1 ms,
intensitas 70 dB nHL 4,1 ± 0,2 ms, dan 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.
Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk pada hasil
gelombang I dan III pada intensitas 60 dB nHL menunjukan sebaran data yang
normal (p > 0,05), sedangkan pada hasil yang lain menunjukan sebaran data yang
tidak normal (p < 0,05).
Tabel 4.1.3Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 47,7/second
80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL
n missing n missing n Missing
I 34 0 31 3 26 8
III 34 0 34 0 34 0
V 34 0 34 0 34 0
Pada tabel 4.1.3, dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V
dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus clickkecepatan 47,7/sec
pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa
adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan
47,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL gelombang I, III dan V seluruhnya dapat
terdeteksi pada 34 responden yang diperiksa. Pada intensitas 70 dB nHL terdapat
3 responden yang hasil gelombang I nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 60
dB nHL terdapat 8 responden yang gelombang I nya tidak muncul. Gelombang III
dan V pada seluruh intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL) di kecepatan 47,7/sec
seluruhnya dapat terdeteksi.
38
4.1.4. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-
III, III-V, I-V pada StimulusClick dengan Kecepatan 67,7/ second
Grafik 4.1.4. Masa laten gelombang I, III dan V pada stimulus click dengan kecepatan 67,7 /second
Keterangan : * = p > 0,05
Pada grafik 4.1.4menggambarkan rata-rata masa laten gelombang I, III
dan V menggunakan stimulus click dengan kecepatan 67,7/second (sec) pada
berbagai intensitas yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang
I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB
nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB
nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I yaitu
1,8 ± 0,1 millisecond (ms), sedangkan pada intensitas 60 dB nHL rata-rata masa
laten gelombang I yaitu 2,3 ± 0,4 ms.
Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang I-III, III-V dan I-
V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan
yang signifikan pada setiap perbedaan intensitas.Rata-rata masa laten antar
gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,3 ± 0,4 ms, intensitas 70 dB
nHL 2,1 ± 0,2 ms, 60 dB nHL 2,1 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar
gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 2,0 ± 0,2 ms, intensitas 70 dB
1,8
4,1*
6,0
2,0*
4,2*
6,2
2,3*
4,5*
6,4*
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
I III V
mill
isec
ond
masa laten gelombang
80 dB nHL
70 dB nHL
60 dB nHL
39
nHL 2,0 ± 0,1 ms, dan intensitas 60 dB nHL 2,0 ± 0,2 ms.Rata-rata masa laten
antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL adalah 4,2 ± 0,1 ms, intensitas 70
dB nHL 4,2 ± 0,2 ms, dan intensitas 60 dB nHL 4,1 ± 0,3 ms.
Hasil uji normalitas sebaran data menggunakan shapiro-wilk, sebaran data
tidak normal terlihat pada gelombang I intensitas 80 dB nHL, gelombang V pada
intensitas 80 dB nHL dan gelombang V intensitas 70 dB nHL dengan nilai p <
0,05.
Tabel 4.1.4Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 67,7/second
80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL
n Missing n missing n Missing
I 33 1 28 6 22 12
III 34 0 32 2 34 0
V 34 0 34 0 34 0
Pada tabel 4.1.4,dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V
dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus clickkecepatan 67,7/sec
pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa
adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan
67,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL terdapat 1 dari 34 responden yang diperiksa
gelombang I nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 6
responden yang hasil gelombang I nya tidak dapat terdeteksi dan 2 dari 34
responden gelombang III nya tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 60 dB nHL
terdapat 12 responden yang gelombang I nya tidak terdeteksi.
40
4.1.5. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-
III, III-V, I-V pada Stimulus Click dengan Kecepatan 87,7/ second
Grafik 4.1.5. Masa laten gelombang I, III dan V pada stimulus click dengan kecepatan 87,7 /second
Keterangan : * = p > 0,05
Pada grafik 4.1.5menggambarkan rata-rata masa laten gelombang I, III
dan V menggunakan stimulus click dengan kecepatan 87,7/second (sec) pada
berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten gelombang
I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan intensitas 80 dB
nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada intensitas 60 dB
nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I adalah
1,8 ± 0,1 ms , intensitas 70 dB nHL 2,1± 0,2 ms dan 60 dB nHL 2,6 ± 0,3 ms .
Perbandingan hasilrata-rata masa laten antar gelombang I-III,dan III-V
pada intensitas 80,70 dan 60dB nHL tidak menunjukkan adanya perbedaan yang
signifikan pada setiap perbedaan intensitas.Hasil rata-rata masa laten antar
gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL 2,2 ± 0,2 ms, intensitas 70 dB nHL 2,2
± 0,3 ms dan 60 dB nHL 2,2 ± 0,4 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang III-V
pada intensitas 80 dB nHL 2,0 ± 0,1 ms, intensitas 70 dB nHL 2,0 ± 0,2 ms dan
60 dB nHL 1,9 ± 0,3 ms. Rata-rata masa laten antar gelombang I-V intensitas 80
1,8*
4,1*
6,1*
2,1*
4,3*
6,3*
2,6*
4,7*
6,6*
0,0
1,0
2,0
3,0
4,0
5,0
6,0
7,0
I III V
mill
isec
ond
masa laten gelombang
80 dB nHL
70 dB nHL
60 dB nHL
41
dB nHL 4,3 ± 0,1 ms , intensitas 70 dB nHL 4,2 ± 0,3 ms, dan 60 dB nHL 4,0 ±
0,3 ms. Pada rata-rata masa laten antar gelombang I-V terlihat adanya sedikit
penurunan masa laten pada intensitas yang lebih rendah.
Hasil uji normalitas sebaran data pada semua hasil rerata masa laten
gelombang I, III dan V pada pemeriksaan BERA menggunakan stimulus
clickkecepatan 87,7/sec pada semua intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL)
menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05).
Tabel 4.1.5Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberian stimulus click kecepatan 87,7/second
80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL
n Missing n missing n Missing
I 29 5 21 13 11 23
III 34 0 33 1 29 5
V 33 1 34 0 34 0
Pada tabel 4.1.5,dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V
dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus clickkecepatan 87,7/sec
pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang diperiksa
adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus click kecepatan
87,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL terdapat 5 dari 34 responden yang diperiksa
gelombang I nya tidak dapat terdeteksi dan 1 dari gelombang V yang tidak dapat
terdeteksi. Pada intensitas 70 dB nHL terdapat 13 dari 34 responden yang hasil
gelombang I nya tidak dapat terdeteksi dan 1 dari 34 responden gelombang III nya
tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 60 dB nHL terdapat 23 dari 34 responden
yang gelombang I nya tidak terdeteksi dan 5 responden yang gelombang III nya
tidak dapat terdeteksi.
42
4.1.6. Masa Laten Gelombang I, III, V dan Masa Laten Antar Gelombang I-
III, III-V, I-V pada Stimulus Tone BurstFrekuensi 500 Hz dengan
Kecepatan 27,7/ second
Grafik 4.1.6.Masa laten gelombang I, III, dan V pada stimulus tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /sec
Keterangan : * = p > 0,05
Pada grafik 4.1.6menggambarkan rata-rata masa laten gelombang I, III
dan V menggunakan stimulustone burst dengan kecepatan 27,7/second (sec)
pada berbagai intensitas, yaitu; 80, 70, dan 60 dB nHL. Rata-rata masa laten
gelombang I, III dan V tercepat didapatkan pada pemberian stimulus dengan
intensitas 80 dB nHL sedangkan rata-rata masa laten terpanjang ditemukan pada
intensitas 60 dB nHL. Contoh pada intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten
gelombang I adalah 3,5 ± 0,4ms , intensitas 70 dB nHL 3,6± 0,5ms dan 60 dB
nHL 3,9 ± 0,5 ms .
Hasil rata-rata masa laten antar gelombang I-III pada intensitas 80 dB nHL
2,2 ± 0,5 ms, intensitas 70 dB nHL 2,4 ± 0,6 ms dan 60 dB nHL 2,3 ± 0,4 ms.
Rata-rata masa laten antar gelombang III-V pada intensitas 80 dB nHL 2,2 ± 0,5
ms, intensitas 70 dB nHL 2,0 ± 0,5 ms dan 60 dB nHL 2,3 ± 0,6 ms. Rata-rata
masa laten antar gelombang I-V pada intensitas 80 dB nHL 4,3 ± 0,4 ms ,
intensitas 70 dB nHL 4,4 ± 0,5 ms, dan 60 dB nHL 4,7 ± 0,7 ms.
3,5*
5,7*
7,8
3,6*
6,0*
8,1*
3,9*
6,4*
8,7*
0,01,02,03,04,05,06,07,08,09,0
10,0
I III V
mill
isec
ond
masa laten gelombang
80 dB nHL
70 dB nHL
60 dB nHL
43
Hasil uji normalitas sebaran data pada semua hasil rerata masa laten
gelombang I, III dan V pada pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone
burst kecepatan 27,7/sec pada semua intensitas (80, 70 dan 60 dB nHL)
menunjukan sebaran data yang normal (p > 0,05) kecuali pada gelombang V
intensitas 80 dB nHL.
Tabel 4.1.6Jumlah gelombang I, III dan Vyang terdeteksi pada pemberianstimulus tone burstfrekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7 /second
80 dB nHL 70 dB nHL 60 dB nHL
n Missing N missing n Missing
I 33 1 30 4 14 20
III 33 1 33 1 25 9
V 33 1 33 1 30 4
Pada tabel 4.1.6,dapat dilihat jumlah kemunculan gelombang I, III dan V
dari hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone burst kecepatan
27,7/sec pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Jumlah seluruh responden yang
diperiksa adalah 34 telinga. Pada hasil pemeriksaan BERA stimulus tone burst
frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/sec dengan intensitas 80 dB nHL dari 34
responden yang diperiksa, terdapat 1 pada gelombang I, 1 pada gelombang III dan
1 dari gelombang V yang tidak dapat terdeteksi. Pada intensitas 70 dB nHL
terdapat 4 dari 34 responden yang hasil gelombang I nya tidak dapat terdeteksi, 1
pada gelombang III dan I pada gelombang V yang tidak dapat terdeteksi. Pada
intensitas 60 dB nHL terdapat 14 responden pada gelombang I, 9 responden pada
gelombang III dan 4 responden pada gelombang V yang kemunculan
gelombangnya tidak dapat terdeteksi.
44
4.1.7.Hasil Mean dan Standar Deviasi (ms) Masa Laten Gelombang dalam
Berbagai Kecepatan, Intensitas dan Jenis Stimulus
Tabel 4.1.7.Hasil mean dan standar deviasi (ms) masa laten gelombang dalam berbagai kecepatan, intensitas dan jenis stimulus (n = 34 telinga)
Gelombang
Masa laten antar gelombang
I III V I-III III-V I-V Stimulus click kecepatan 27,7/sec
Intensitas 80 dB nHL 1,7 ± 0,1 3,9 ± 0,1 5,6 ± 0,2 2,2 ± 0,1 1,8 ± 0,2 4,0 ± 0,2 Intensitas 70 dBnHL 1,9 ± 0,2 4,0 ± 0,2 5,9 ± 0,3 2,1 ±0,1 1,9 ±0,4 4,0 ± 0,3 Intensitas 60 dB nHL 2,1 ± 0,2 4,2 ± 0,2 6,0 ± 0,2 2,1 ± 0,3 1,8 ± 0,2 3,9 ± 0,2 Stimulus click kecepatan 47,7/sec
Intensitas 80 dB nHL 1,8 ± 0,1 4,0 ± 0,2 5,9 ± 0,1 2,2 ± 0,3 1,9 ± 0,1 4,1 ± 0,1 Intensitas 70 dB nHL 1,9 ± 0,1 4,1 ± 0,2 6,0 ± 0,2 2,2 ± 0,1 1,9 ± 0,1 4,1 ± 0,2 Intensitas 60 dB nHL 2,2± 0,3 4,4± 0,2 6,3± 0,2 2,2± 0,3 1,9± 0,2 4,1± 0,3 Stimulus click kecepatan 67,7/sec
Intensitas 80 dB nHL 1,8 ± 0,1 4,1 ± 0,1 6,0 ± 0,1 2,3 ± 0,4 2,0 ± 0,2 4,2 ± 0,1 Intensitas 70 dB nHL 2,0 ± 0,2 4,2 ± 0,2 6,2 ± 0,2 2,1 ± 0,2 2,0 ± 0,1 4,2 ± 0,2 Intensitas 60 dB nHL 2,3 ± 0,4 4,5 ± 0,3 6,4 ± 0,2 2,1 ± 0,3 2,0 ± 0,2 4,1 ± 0,3 Stimulus click kecepatan 87,7/sec
Intensitas80 dB nHL 1,8 ± 0,1 4,1 ± 0,1 6,1 ± 0,1 2,2 ± 0,2 2,0 ± 0,1 4,3 ± 0,1 Intensitas70 dB nHL 2,0 ± 0,2 4,2 ± 0,2 6,3 ± 0,1 2,2 ± 0,3 2,0 ± 0,2 4,2 ± 0,3 Intensitas60 dB nHL 2,6 ±0,3 4,7± 0,3 6,6 ± 0,2 2,2 ± 0,4 1,9 ± 0,3 4,0 ± 0,3 Stimulus tone burst 500 Hz kecepatan 27,7/sec
Intensitas80 dB nHL 3,5 ± 0,4 5,7 ± 0,5 7,8 ± 0,3 2,2 ± 0,5 2,2 ± 0,5 4,3 ± 0,4 Intensitas70 dB nHL 3,6 ± 0,5 6,0 ± 0,5 8,0 ± 0,6 2,4 ± 0,6 2,0 ± 0,5 4,4 ± 0,5 Intensitas60 dB nHL 3,9 ± 0,5 6,4 ± 0,8 8,7 ± 0,6 2,3 ± 0,4 2,3 ± 0,6 4,7 ± 0,7
Pada tabel 4.1.7 tercantum rata-rata (mean) dan standar deviasi dari hasil
masa laten gelombang I, III, V, masa laten antar gelombang I-III, III-V dan I-V
pada pemeriksaan BERA menggunakan stimulus click kecepatan 27,7/sec,
47,7/sec, 67,7/sec , 87,7/sec dan stimulus tone burst frekuensi 500 Hz kecepatan
27,7/sec pada intensitas stimulus 80,70 dan 60 dB nHL.
45
4.2.Pembahasan
Pada hasil pemeriksaan BERA pada stimulus clickataupun stimulus tone
burst dengan berbagai intensitas (80,70,60 dB nHL) menunjukkan bahwa semakin
besar intensitas yang diberikan, masa laten gelombang I, III dan V semakin
singkat, sedangkan semakin rendah intensitas yang diberikan maka masa laten
gelombang semakin lama. Sebagai contoh pada grafik 4.1.5, pada pemeriksaan
BERA stimulus tone burst dengan frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/sec pada
intensitas 80 dB nHL rata-rata masa laten gelombang I adalah 1,8 millisecond
(ms), ketika intensitas yang diberikan diturunkan menjadi 70 dB nHL masa laten
memanjang sebesar 0,3 ms menjadi 2,1 ms dan pada intensitas 60 dB nHL
memanjang sebesar 0,5 ms menjadi 2,6 ms. Pengaruh besar intensitas juga
terlihat pada gelombang III dan V.
Menurunnya masa laten seiring dengan meningkatnya intensitas yang
diberikan pada stimulus clickatau stimulus tone burstdapat disebabkan karena
pada intensitas bunyi yang besar akan menyebabkan amplitudo getaran di
membran basilar koklea dan sel-sel rambut meningkat.Hal tersebut menyebabkan
sel-sel rambut mengeksitasi ujung saraf dengan lebih cepat sehingga evoked
potential yang terekam pada pemeriksaan BERA dengan intensitas yang tinggi
akan lebih cepat muncul dan nilai masa laten lebih singkat.9,14
Stimulus yang lemah mungkin tidak mampu merangsang serabut saraf.
Namun, bila kekuatan stimulus kuat maka dapat mencapai titik terjadinya
stimulasi sehingga potensial aksi akan lebih cepat terjadi.15
Besar intensitas terlihat tidak berpengaruh pada masa laten antar
gelombang I-III, III-V dan I-V meskipun intensitas yang diberikan tinggi atau
rendah. Contohnya dapat dilihat pada grafik 4.1.4, pada masa laten antar
gelombang I-III terlihat masa laten pada 80, 70 dan 60 dB nHL sama yaitu 2,2 ms.
hal tersebut juga dijumpai pada masa laten antar gelombang III-V dan I-V dalam
berbagai kecepatan. Masa laten merupakan waktu yang diperlukan suatu impuls
untuk bergerak sepanjang akson dari tempat perangsangan untuk kemudian
menghasilkan potensial aksi yang akan terekam di elektroda perekam. Durasi
masa laten akan bergantung pada panjangnya akson atau jarak antara tempat
46
perangsangan dengan elektroda perekam, ini sebabnya perbedaan intensitas tidak
berpengaruh pada masa laten antar gelombang I-III, III-V maupun I-V karena
jarak yang ditempuh suatu impuls tidak berubah meskipun intensitas berubah.16
Pada hasil dapat dijumpai bahwa perbedaan kecepatan stimulus yang
diberikan pada stimulus click dapat mempengaruhi panjang masa laten. Semakin
cepat stimulus dalam satu detik yang diberikan maka masa laten gelombang
semakin memanjang. Hal ini dapat dilihat dari perbandingan rata-rata kecepatan
masa laten pada setiap kecepatan stimulus yang diberikan terutama pada
gelombang V. Contoh pada stimulus click dengan kecepatan 27,7/sec rata-rata
masa laten gelombang V dengan intensitas 80 dB nHL adalah 5,6 ms, pada
kecepatan 47,7/sec masa laten meningkat menjadi 5,9 ms, kecepatan 67,7/sec
masa laten menjadi 6,0 ms dan pada kecepatan 87,7/sec menjadi 6,1 ms. Hasil
menunjukkan peningkatan masa laten yang nyata pada setiap peningkatan
kecepatan yang diberikan, terutama pada masa late gelombang V. Hal ini sesuai
dengan teori yang dikatakan pada Jamess W. Hall new handbook of auditory
evoked responses bahwa pada peningkatan kecepatan stimulus dari 20/sec
menjadi 80/sec akan terjadi peningkatan masa laten gelombang V dari 0,4 ms
sampai 0,6 ms.17
Pemanjangan masa laten pada peningkatan kecepatan stimulus yang
diberikan berhubungan dengan periode refrakter suatu sel saraf. Pada serabut saraf
yang telah tereksitasi, potensial aksi baru tidak dapat terjadi selama membran
masih dalam keadaan depolarisasi akibat potensial aksi sebelumnya. Hal ini
dikarenakan kanal natrium (Na+) dan kanal kalsium (K+) keduanya menjadi inaktif
dan tidak ada sinyal perangsangan yang diberikan kepada kanal sesudah potensial
aksi timbul. Gerbang kanal akan terbuka kembali setelah potensial membran
mendekati nilai potensial membran saat istirahat. Selanjutnya, dalam waktu
sepersekian detik gerbang kanal yang inaktif akan aktif kembali dan potensial aksi
yang baru dapat dimulai kembali. Waktu ketika potensial aksi kedua tidak dapat
dicetuskan meskipun dengan stimulus yang lebih kuat dibangdingkan stimulus
sebelumnya disebut sebagai periode refrakter absolut/ masa refrakter absolut.
Masa refrakter absolut adalah saat terjadinya potensial aksi hingga repolarisasi
47
mencapai sepertiga, selanjutnya diikuti oleh masa rerakter relatif yaitu periode
yang dimulai dari refrakter absolut hingga awal depolarisasi ikutan atau ambang
menurun kembali. Pada masa refrakter relatif stimulus yang lebih kuat dari
stimulus sebelumnya dapat menimbulkan eksitasi dari serabut saraf.9,16
Perbedaan jenis stimulus yang diberikan pada pemeriksaan BERA yaitu
stimulus click dan tone burst juga menunjukkan hasil yang berbeda. Pada
pemeriksaan BERA dengan kecepatan yang sama yaitu 27,7/sec terdapat
perbedaan pada hasil masa laten pada kedua jenis stimulus tersebut. Hal tersebut
dapat dilihat dari rata-rata masa laten pada grafik 4.1.2 dan rata-rata masa laten
pada grafik 4.1.6, contoh pada masa laten gelombang I intensitas 80 dB nHL
stimulus click kecepatan 27,7/sec rata-rata masa laten adalah 1,7 ms sedangkan
pada intensitas dan kecepatan yang sama pada stimulus tone burst rata-rata masa
laten gelombang I lebih panjang yaitu 3,5 ms. Masa laten gelombang V pada
stimulus click kecepatan 27,7/sec intensitas 80 dB nHL adalah 5,6 ms sedangkan
pada stimulus tone burst frekuensi 500 Hz dengan kecepatan 27,7/sec intensitas
80 dB nHL adalah 7,8 ms.
Pemanjangan masa laten pada stimulus tone burst dibandingkan dengan
stimulus click juga terlihat pada rata-rata masa laten gelombang III, I-III, III-V
dan I-V pada intensitas 80, 70 dan 60 dB nHL. Masa laten BERA dengan stimulus
tone burstakan lebih lama pada frekuensi stimulus tone burst yang rendah (1000
dan 500 Hz) dibandingkan dengan stimulus click yang frekuensinya tidak spesifik
(2000-4000 Hz). Pemanjangan masa laten ini karena waktu yang diperlukan
olehstimulus tone burst frekuensi rendahuntuk berjalan dari regio basal koklea
menuju ke bagian apex dari koklea. Waktu yang dibutuhkan stimulus berjalan dari
daerah basal koklea menuju bagian apex koklea dengan intensitas 85 hingga 90
dB nHL untuk masa laten normal gelombang V sekitar 5,5 ms untuk stimulus
click dan 8 hingga 10 ms untuk stimulus tone burst dengan frekuensi 500 Hz.18
48
Gambar 4.2.1 Tonotopy sel saraf pendengaran di koklea berdasarkan frekuensi suara
Sumber : http://bio1152.nicerweb.com/Locked/media/ch50/pitch.html
Pada gambar 4.2 dapat dijelaskan bahwastimulus clickyang memiliki
frekuensi antara 2000 Hz hingga 4000 Hz akan merangsang bagian basal dari
kokleadan stimulus tone burstfrekuensi 500 Hz merangsang bagian apex dari
koklea. Jarak oval window yang lebih dekat ke bagian basal dari koklea dibanding
dengan bagian apex koklea menyebabkan waktu yang diperlukan untuk
melakukan perangsangan lebih cepat pada bagian basal dibandingkan dengan
bagian apex koklea, sehingga masa laten gelombang akan lebih panjang pada
stimulus tone burst.
4.3. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan penelitian ini adalah pemeriksaan BERA yang dilakukan
pada subjek penelitian yang relatif lama. Pada menit-menit akhir pemeriksaan
BERA, subjek penelitian sudah gelisah dan banyak bergerak sehingga
menimbulkan banyak artefak listrik lingkungan yang dapat mempengaruhi hasil
pemeriksaan. Hasil pemeriksaan BERA pada menit-menit akhiryaitu pemeriksaan
pada stimulus tone burst frekuensi 500 Hz banyak yang tidak dapat terbaca
gelombangnya sehingga data yang di dapatkan sedikit.
49
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1. Simpulan
1. Gambaran hasil pemeriksaan BERA pada pendengaran normal dengan
berbagai stimulus, intensitas dan kecepatan yang berbeda menunjukan
gambaran yang berbeda.
2. Gambaran hasil pemeriksaan BERA menggunakan stimulus tone burst
menunjukan masa laten gelombang yang lebih lama dan amplitudo
gelombang yang lebih pendek dibanding menggunakan stimulus clickpada
pendengaran normal.
3. Gambaran hasil rata-rata masa laten gelombang I, III dan V pada
pendengaran normal semakin lama ketika kecepatan yang digunakan
semakin cepat.
4. Hasil rata-rata masa laten gelombang pada intensitas yang semakin rendah
menunjukan masa laten yang semakin lama.
5.2. Saran
Peneliti menyarankanagar dalam pemeriksaan BERA sebaiknya tidak
menggunakan kecepatan tinggi , karena pada kecepatan yang tinggi, amplitudo
gelombang yang terekam semakin rendah sehingga gelombang akan lebih sulit
dideteksi. Pada kecepatan tinggi juga menyebabkan hasil masa laten gelombang
memanjang. Berdasarkan hasil penelitian, peneliti menyarankan pemeriksaan
BERA menggunakan kecepatan stimulus 27,7/sec karena hasil amplitudo
gelombang tinggi dan mudah diidentifikasi, sehingga hasil pemeriksaan lebih
akurat.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai profil BERA pada
pendengaran normal pada berbagai intensitas, kecepatan dan jenis stimulus yang
lain agar dapat dijadikan reverensi tambahan bagi operator BERA dalam
melakukan pemeriksaan.
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Efiaty AS,Iskandar N, Bashirudin J, Restuti RD, et all editors. Buku ajar
ilmu kesehatan telinga hidung tenggorokan kepala leher.Ed 6. Jakarta:
Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2007.
2. Stach, Brad A. Clinical audiology an introduction.2nd edition.Michigan:
Department of otolaryngology-head and neck surgery Hendry Ford
Hospital Detroid; 2010.p357-382
3. Hall, James W.Objective assessment of hearing/ James W.Hall III and De
Wet Swanepoel.United states of Amerika:McNaughton and Gunn,
Inc;2010.p.68
4. Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor768/Menkes/SK/VII/2007
5. Esteves MCBN, Aringa AHBD, Arruda GV, Aringa ARD, Nardi JC.
brainsteam evoked response audiometry in normal hearing
subjects.http://www.scielo.br/pdf/bjorl/v75n3/v75n3a18.pdf.2009;75(3):42
0-425
6. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL, et all authors. Ganong’s
review of medical physiology. 23rd edition. United states of America:
McGraw Hill companies; 2010
7. Moller AR. Hearing: anatomi, physiology and disorders of auditory
system/ A.R. Moller. 2nd edition. United states of America: Elsevier Inc;
2006
8. Bess FH, Humes LE. Audiology the fundamentals/ Fred. H Bess, Larry E.
Humes. 4th edition. Philadelpia: Lippincott Williams and Wilkins;2008
9. Guyton AC. Text book of medical physiology / Arthur C. Guyton, John E.
Hall. 11th edition. Philadelpia: Elsevier Inc;2006
10. Bhattacharyya N. Medscape reference:auditory braindsteam response
audiometry. http://emedicine.medscape.com/article/836277-overview#a1.
Update date 30 jun 2011
11. Linda J. Vorvick. Medlineplus:baer-brainsteam auditory evoked response.
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003926.htm. update date
8 maret 2010
51
12. Hall,James W.new handbook of auditory evoked responses/James
W.Hall,III.United states of Amerika:Pearson education Inc;2006.p. 58-105
13. Bickley, Lynn S.Buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan Bates/
Lynn S Bickley. alih bahasa; Hartono A . Dwijayanti L,Karolina
S,editor.ed 8.Jakarta: EGC;2009. p.84
14. Hall,James W.new handbook of auditory evoked responses/James
W.Hall,III.United states of Amerika:Pearson education Inc; 2006.p 181
15. Guyton AC. Text book of medical physiology / Arthur C. Guyton, John E.
Hall. 11th edition. Philadelpia: Elsevier Inc;2006.p.69
16. Barret KE, Barman SM, Boitano S, Brooks HL, et all authors. Ganong’s
review of medical physiology. 22rd edition. United states of America:
McGraw Hill companies; 2005
17. Hall,James W.new handbook of auditory evoked responses/James
W.Hall,III.United states of Amerika:Pearson education Inc; 2006.p 182-
183
18. Hall, James W.Objective assessment of hearing/ James W.Hall III and De
Wet Swanepoel.United states of Amerika:McNaughton and Gunn,
Inc;2010.p.86
52
Lampiran 1 Lembar persetujuan
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan
kesehatan, sehingga kita mampu beraktifitas sebagaimana mestinya.
Dalam rangka menyelesaikan penelitian tentang “Profil Brainstem Evoked
Response Audiometry pada Orang Usia 19-21 Tahun dengan Pendengaran
Normal” kami mohon partisipasi Anda dalam kegiatan ini. Kami akan
merahasiakan semua data yang kami dapat, dan tidak akan menggunakan hasil
penelitian ini untuk hal-hal yang melanggar 52okum. Sebagai tanda persetujuan,
mohon isi form dibawah ini serta tanda persetujuannya.
Form Persetujuan
Saya yang bertanda tangan dibawah ini,
Nama :
Usia :
Alamat :
Angkatan :
bersedia untuk menjadi sampel pada penelitian ini dengan mengikuti serangkaian
pemeriksaan yang ada, tanpa ada paksaan.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Jakarta, 2012
(….......................................)
53
Lampiran 2
Lembar status penelitian
LEMBAR STATUS PENELITIAN
No status penelitian
Tanggal pemeriksaan : ….....................
1. IDENTITAS Nama : Jenis kelamin : laki-laki / perempuan Usia : Tempat / tanggal lahir : Alamat : No telepon :
2. PEMERIKSAAN TELINGA TELINGA KANAN PEMERIKSAAN
OTOSKOPI TELINGA KIRI
Keutuhan membrane
Warna Kelainan lateral
membrane timpani
Kelainan membrane timpani
3. PEMERIKSAAN PENALA TELINGA KANAN TELINGA KIRI RINNE WEBER SWABACH
4. PEMERIKSAAN AUDIOMETRI Telinga kanan Telinga kiri 500 1000 2000 4000 500 1000 2000 4000 AC Ambang dengar = Ambang dengar =
54
Lampiran 3
Deskripsi hasil penelitian
a. Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus click kecepatan 27,7/second
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error click 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL 31 1.5 1.9 1.668 .1045 .523 .421 .797 .821 click 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL 31 3.7 4.2 3.874 .1413 .340 .421 -.696 .821 click 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL 30 4.9 5.9 5.637 .2059 -1.649 .427 4.304 .833 click 27,7/sec gelombang I-III 80 dB 31 2.0 2.5 2.203 .1472 .545 .421 -.214 .821 click 27,7/sec gelombang III-V 80 dB 30 1.2 2.0 1.773 .1680 -1.370 .427 3.397 .833 click 27,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL 30 3.4 4.3 3.963 .2220 -.656 .427 .178 .833 click 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL 33 1.7 2.4 1.903 .1704 .917 .409 1.324 .798 click 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL 34 3.7 4.4 4.006 .1613 .543 .403 .032 .788 click 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL 34 5.4 7.2 5.876 .2934 2.609 .403 12.381 .788 click 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL 33 1.8 2.4 2.100 .1436 -.067 .409 -.485 .798 click 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 34 1.5 3.4 1.909 .3579 2.877 .403 9.982 .788 click 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 33 3.5 5.3 3.973 .3034 2.421 .409 11.160 .798 click 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL 28 1.8 2.9 2.118 .2212 1.681 .441 4.586 .858 click 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL 34 4.0 4.9 4.191 .2193 1.474 .403 1.964 .788 click 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL 34 5.6 6.5 6.041 .2002 -.320 .403 .215 .788 click 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 28 1.3 2.8 2.061 .2780 -.140 .441 2.451 .858 click 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL 34 1.2 2.2 1.841 .1777 -1.257 .403 4.022 .788 click 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 28 3.2 4.2 3.904 .2285 -1.712 .441 3.495 .858 Valid N (listwise) 24
55
(Lanjutan)
b. Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus click kecepatan 47,7/second
Descriptive Statistics
N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error
click 47,7/sec gelombang I 80 dB nHL 34 1.6 2.0 1.756 .1106 .698 .403 -.323 .788 click 47,7/sec gelombang III 80 dB nHL 34 3.8 4.6 4.009 .1640 1.340 .403 3.806 .788 click 47,7/sec gelombang V 80 dB nHL 34 5.6 6.1 5.909 .1379 -.683 .403 -.681 .788 click 47,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 34 1.1 2.9 2.235 .2718 -1.850 .403 9.355 .788 click 47,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 34 1.4 2.1 1.888 .1343 -1.368 .403 4.019 .788 click 47,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL 34 3.8 4.5 4.141 .1520 -.042 .403 -.194 .788 click 47,7/sec gelombang I 70 dB nHL 31 1.7 2.2 1.923 .1543 .119 .421 -.882 .821 click 47,7/sec gelombang III 70 dB 34 3.8 4.6 4.124 .1615 1.060 .403 2.091 .788 click 47,7/sec gelombang V 70 dB 34 5.7 6.4 6.044 .1779 -.412 .403 .046 .788 click 47,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL 31 1.8 2.6 2.181 .1493 .290 .421 1.711 .821 click 47,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 33 1.5 2.2 1.942 .1415 -.611 .409 2.154 .798 click 47,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 31 3.8 4.5 4.123 .1875 .364 .421 -.509 .821 click 47,7/sec gelombang I 60 dB nHL 26 1.5 3.0 2.177 .2819 .650 .456 2.689 .887 click 47,7/sec gelombang III 60 dB nHL 34 4.1 5.0 4.362 .2425 1.223 .403 1.001 .788 click 47,7/sec gelombang V 60 dB nHL 34 5.9 6.7 6.276 .2061 .182 .403 -.612 .788 click 47,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 26 1.3 2.8 2.177 .3326 -.276 .456 1.289 .887 click 47,7/sec elombang III-V 60 dB nHL 34 1.3 2.3 1.912 .1935 -.950 .403 2.399 .788 click 47,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 26 3.4 4.8 4.088 .2790 -.099 .456 1.739 .887 Valid N (listwise) 24
56
(Lanjutan)
c. Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus click kecepatan 67,7/second
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error click 67,7/sec gelombang I 80 dB nHL 33 1.6 2.2 1.827 .1526 .686 .409 -.305 .798 click 67,7/sec gelombang III 80 dB nHL 34 3.8 4.3 4.056 .1260 -.141 .403 -.623 .788 click 67,7/sec gelombang V 80 dB nHL 34 5.7 6.3 6.032 .1571 -.575 .403 -.410 .788 click 67,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 33 1.8 4.1 2.285 .3633 4.032 .409 20.402 .798 click 67,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 34 1.8 2.2 1.988 .1175 .241 .403 -.545 .788 click 67,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL 33 3.7 4.6 4.197 .2069 -.318 .409 -.229 .798 click 67,7/sec gelombang I 70 dB nHL 28 1.7 2.4 2.007 .1923 .396 .441 -.467 .858 click 67,7/sec gelombang III 70 dB nHL 32 3.9 4.6 4.169 .1554 .781 .414 1.172 .809 click 67,7/sec gelombang V 70 dB nHL 34 5.8 6.6 6.179 .1754 -.095 .403 .176 .788 click 67,7/sec gelombang I-III 70 dB 27 1.8 2.5 2.148 .1718 .058 .448 -.526 .872 click 67,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 32 1.7 2.4 2.003 .1492 .068 .414 .830 .809 click 67,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 28 3.8 4.5 4.171 .1843 .072 .441 -.807 .858 click 67,7/sec gelombang I 60 dB nHL 22 1.5 3.0 2.327 .3718 -.151 .491 -.119 .953 click 67,7/sec gelombang III 60 dB nHL 34 4.1 5.1 4.468 .2962 .842 .403 -.478 .788 click 67,7/sec gelombang V 60 dB nHL 34 6.0 6.9 6.432 .2198 .034 .403 -.378 .788 click 67,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 22 1.6 2.8 2.141 .2720 .523 .491 .814 .953 click 67,7/sec gelombang III-V 60 dB 34 1.3 2.3 1.962 .2188 -.970 .403 1.552 .788 click 67,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 22 3.6 5.0 4.118 .3126 .895 .491 1.799 .953 Valid N (listwise) 17
57
(Lanjutan)
d. Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus click kecepatan 87,7/second
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error click 87,7/sec gelombang I 80 dB nHL 29 1.6 2.1 1.845 .1325 -.029 .434 -1.145 .845 click 87,7/sec gelombang III 80 dB nHL 34 3.8 4.4 4.112 .1472 .269 .403 -.094 .788 click 87,7/sec gelombang V 80 dB nHL 33 5.7 6.4 6.152 .1503 -.914 .409 1.310 .798 click 87,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 29 1.8 2.5 2.248 .1573 -.883 .434 1.561 .845 click 87,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 33 1.8 2.3 2.030 .1075 .629 .409 1.185 .798 click 87,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL 29 4.0 4.6 4.290 .1496 -.017 .434 -.186 .845 click 87,7/sec gelombang I 70 dB nHL 21 1.5 2.7 2.048 .2400 .332 .501 2.342 .972 click 87,7/sec gelombang III 70dB nHL 33 4.0 4.7 4.252 .1716 1.335 .409 1.446 .798 click 87,7/sec gelombang V 70 dB 34 6.0 6.6 6.288 .1552 -.051 .403 -.823 .788 click 87,7/sec gelombang I-III 70 dB 21 1.5 2.6 2.167 .2595 -.391 .501 .749 .972 click 87,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 33 1.5 2.3 2.027 .1825 -1.220 .409 2.711 .798 click 87,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 21 3.5 4.9 4.205 .2991 .098 .501 1.148 .972 click 87,7/sec gelombang I 60 dB nHL 11 2.0 3.0 2.582 .3188 -.703 .661 -.343 1.279 click 87,7/sec gelombang III 60 dB nHL 29 4.2 5.3 4.648 .3522 .416 .434 -1.065 .845 click 87,7/sec gelombang V 60 dB nHL 34 6.2 7.1 6.588 .2508 .154 .403 -.868 .788 click 87,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 10 1.3 2.8 2.200 .3944 -1.155 .687 2.898 1.334 click 87,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL 29 1.3 2.4 1.928 .2827 -.495 .434 -.439 .845 click 87,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 11 3.3 4.6 4.027 .3608 -.364 .661 .595 1.279 Valid N (listwise) 9
58
(Lanjutan)
e. Deskripsi masa laten gelombang I, III, V, I-III, III-V dan I-V pada stimulus tone burst frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/second
Descriptive Statistics N Minimum Maximum Mean Std. Dev Skewness Kurtosis
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Std. Error tone burst 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL 33 2.8 4.1 3.527 .3752 -.374 .409 -.793 .798 tone burst 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL 33 4.5 6.5 5.706 .4756 -.157 .409 -.200 .798 tone burst 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL 33 7.4 8.5 7.809 .3106 .296 .409 -.861 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL 33 1.3 3.3 2.200 .5256 .730 .409 -.439 .798 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL 33 1.6 4.5 2.155 .5106 3.191 .409 13.810 .798 tone burst 27,7/sec gelombnag I-V 80 dB nHL 33 3.7 5.1 4.294 .4000 .490 .409 -.784 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL 30 1.7 4.4 3.563 .5149 -1.527 .427 4.827 .833 tone burst 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL 33 5.0 6.9 6.030 .5503 -.057 .409 -1.275 .798 tone burst 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL 33 5.9 9.0 8.052 .5762 -1.558 .409 4.899 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL 30 1.7 4.0 2.390 .6332 .840 .427 -.297 .833 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL 33 1.5 2.8 2.079 .3426 .962 .409 .127 .798 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL 30 3.6 5.3 4.430 .4998 .289 .427 -.830 .833 tone burst 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL 14 3.0 5.0 3.857 .5185 .456 .597 .770 1.154 tone burst 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL 25 5.4 9.0 6.436 .8056 1.337 .464 2.916 .902 tone burst 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL 30 7.7 10.2 8.723 .5935 .217 .427 .292 .833 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL 14 1.8 3.2 2.307 .4582 1.021 .597 .257 1.154 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL 25 1.6 4.0 2.300 .6442 1.314 .464 .874 .902 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL 14 3.6 6.2 4.671 .7141 .488 .597 -.051 1.154 Valid N (listwise) 14
59
Lampiran 4
Hasil uji normalitas data a. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V
pada stimulus click kecepatan 27,7/second Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
click 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL .272 24 .000 .839 24 .001 click 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL .188 24 .029 .872 24 .006 click 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL .206 24 .010 .853 24 .003 click 27,7/sec gelombang I-III 80 dB .226 24 .003 .907 24 .030 click 27,7/sec gelombang III-V 80 dB .180 24 .042 .875 24 .007 click 27,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .139 24 .200* .945 24 .206 click 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL .150 24 .176 .916 24 .048 click 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL .233 24 .002 .911 24 .037 click 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL .275 24 .000 .720 24 .000 click 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .166 24 .086 .932 24 .106 click 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .259 24 .000 .698 24 .000 click 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .265 24 .000 .739 24 .000 click 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL .165 24 .089 .866 24 .004 click 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL .293 24 .000 .691 24 .000 click 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL .223 24 .003 .903 24 .025 click 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .152 24 .158 .948 24 .243 click 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .182 24 .038 .864 24 .004 click 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .222 24 .003 .828 24 .001 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
b. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada
stimulus click kecepatan 47,7/second Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
click 47,7/sec gelombang I 80 dB nHL .342 24 .000 .825 24 .001 click 47,7/sec gelombang III 80 dB nHL .227 24 .002 .846 24 .002 click 47,7/sec gelombang V 80 dB nHL .230 24 .002 .898 24 .019 click 47,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .183 24 .036 .922 24 .064 click 47,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .211 24 .007 .872 24 .006 click 47,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .181 24 .042 .929 24 .095 click 47,7/sec gelombang I 70 dB nHL .232 24 .002 .887 24 .012 click 47,7/sec gelombang III 70 dB .235 24 .001 .909 24 .033 click 47,7/sec gelombang V 70 dB .232 24 .002 .897 24 .018 click 47,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .188 24 .028 .927 24 .085 click 47,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .195 24 .019 .920 24 .059 click 47,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .131 24 .200* .961 24 .452 click 47,7/sec gelombang I 60 dB nHL .149 24 .180 .928 24 .089 click 47,7/sec gelombang III 60 dB nHL .294 24 .000 .814 24 .001 click 47,7/sec gelombang V 60 dB nHL .153 24 .151 .943 24 .193 click 47,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .171 24 .066 .945 24 .211 click 47,7/sec elombang III-V 60 dB nHL .191 24 .023 .933 24 .111 click 47,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .162 24 .105 .952 24 .295
60
(Lanjutan)
c. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada
stimulus click kecepatan 67,7/second Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
click 67,7/sec gelombang I 80 dB nHL .272 17 .002 .817 17 .004 click 67,7/sec gelombang III 80 dB nHL .202 17 .064 .910 17 .101 click 67,7/sec gelombang V 80 dB nHL .214 17 .037 .865 17 .018 click 67,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .260 17 .003 .910 17 .102 click 67,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .190 17 .104 .916 17 .127 click 67,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .235 17 .013 .871 17 .023 click 67,7/sec gelombang I 70 dB nHL .195 17 .087 .930 17 .219 click 67,7/sec gelombang III 70 dB nHL .213 17 .040 .927 17 .190 click 67,7/sec gelombang V 70 dB nHL .248 17 .007 .889 17 .045 click 67,7/sec gelombang I-III 70 dB .166 17 .200* .957 17 .585 click 67,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .250 17 .006 .901 17 .071 click 67,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .185 17 .127 .938 17 .293 click 67,7/sec gelombang I 60 dB nHL .122 17 .200* .970 17 .823 click 67,7/sec gelombang III 60 dB nHL .227 17 .020 .893 17 .052 click 67,7/sec gelombang V 60 dB nHL .149 17 .200* .928 17 .205 click 67,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .179 17 .153 .959 17 .614 click 67,7/sec gelombang III-V 60 dB .150 17 .200* .937 17 .282 click 67,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .145 17 .200* .948 17 .425 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
d. Ujinormalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada
stimulus click kecepatan 87,7/second Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
click 87,7/sec gelombang I 80 dB nHL .284 9 .035 .863 9 .102 click 87,7/sec gelombang III 80 dB nHL .250 9 .109 .918 9 .375 click 87,7/sec gelombang V 80 dB nHL .289 9 .029 .885 9 .179 click 87,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .249 9 .114 .896 9 .231 click 87,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .272 9 .054 .805 9 .024 click 87,7/sec gelombang I-V 80 dB nHL .255 9 .096 .940 9 .586 click 87,7/sec gelombang I 70 dB nHL .278 9 .043 .862 9 .101 click 87,7/sec gelombang III 70dB nHL .280 9 .040 .844 9 .063 click 87,7/sec gelombang V 70 dB .208 9 .200* .899 9 .248 click 87,7/sec gelombang I-III 70 dB .183 9 .200* .858 9 .091 click 87,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .283 9 .036 .848 9 .071 click 87,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .198 9 .200* .901 9 .259 click 87,7/sec gelombang I 60 dB nHL .205 9 .200* .933 9 .510 click 87,7/sec gelombang III 60 dB nHL .154 9 .200* .959 9 .788 click 87,7/sec gelombang V 60 dB nHL .239 9 .147 .955 9 .745 click 87,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .241 9 .139 .784 9 .013 click 87,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .167 9 .200* .934 9 .524 click 87,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .189 9 .200* .953 9 .723 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
61
(Lanjutan)
e. Uji normalitas shapiro-wilk pada gelombang I,III, V, I-III, III-V dan I-V pada
stimulus tone burst frekuensi 500 Hz kecepatan 27,7/second Tests of Normality
Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk Statistic df Sig. Statistic df Sig.
tone burst 27,7/sec gelombang I 80 dB nHL .124 14 .200* .985 14 .993 tone burst 27,7/sec gelombang III 80 dB nHL .253 14 .015 .922 14 .237 tone burst 27,7/sec gelombang V 80 dB nHL .283 14 .003 .804 14 .006 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 80 dB nHL .277 14 .005 .694 14 .000 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 80 dB nHL .226 14 .052 .897 14 .101 tone burst 27,7/sec gelombnag I-V 80 dB nHL .259 14 .012 .864 14 .035 tone burst 27,7/sec gelombang I 70 dB nHL .193 14 .165 .913 14 .172 tone burst 27,7/sec gelombang III 70 dB nHL .164 14 .200* .926 14 .271 tone burst 27,7/sec gelombang V 70 dB nHL .137 14 .200* .950 14 .560 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 70 dB nHL .291 14 .002 .748 14 .001 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 70 dB nHL .211 14 .092 .844 14 .019 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 70 dB nHL .215 14 .079 .887 14 .073 tone burst 27,7/sec gelombang I 60 dB nHL .111 14 .200* .969 14 .858 tone burst 27,7/sec gelombang III 60 dB nHL .182 14 .200* .923 14 .243 tone burst 27,7/sec gelombang V 60 dB nHL .155 14 .200* .920 14 .218 tone burst 27,7/sec gelombang I-III 60 dB nHL .164 14 .200* .881 14 .060 tone burst 27,7/sec gelombang III-V 60 dB nHL .208 14 .100 .827 14 .011 tone burst 27,7/sec gelombang I-V 60 dB nHL .148 14 .200* .955 14 .647 *. This is a lower bound of the true significance. a. Lilliefors Significance Correction
62
Lampiran 5
Daftar riwayat hidup
DATA PERSONAL
Nama : Dian Pratiwi
Jenis kelamin : Perempuan
TTL : Magetan, 17 Desember 1990
Alamat : RT 17 RW 05 Desa Krajan Kec. Parang Kab. Magetan
Usia : 21 tahun
Agama : Islam
Email : [email protected]
RIWAYAT PENDIDIKAN
1997-2003 : Sekolah Dasar Negeri Krajan II Kec.Parang Kab. Magetan
Jawa Timur
2003-2006 : Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Magetan Kab.
Magetan Jawa Timur
2006-2009 : Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Magetan Kab.
Magetan Jawa Timur
2009-sekarang :Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta