Program Puskesmas Dalam Pemeberantasan Dbd

31
PROGRAM PUSKESMAS dalam PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD Kevin Dyonghar 10 2007 072 ______________________________________________________________________________ _______________ Mahasiswa Program Studi Sarjana Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana Jakarta 2011 Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat www.ukrida.ac.id BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah kasusnya. Selain itu Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit DBD Page 1

description

program puskesmas dalam pemberantasan dbd

Transcript of Program Puskesmas Dalam Pemeberantasan Dbd

PROGRAM PUSKESMAS dalam PEMBERANTASAN PENYAKIT DBD

Kevin Dyonghar10 2007 072_____________________________________________________________________________________________

Mahasiswa Program Studi Sarjana KedokteranFakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida WacanaJakarta 2011Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Baratwww.ukrida.ac.id

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar BelakangPenyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia yang cenderung semakin luas penyebarannya dan semakin meningkat jumlah kasusnya. Selain itu penyakit DBD merupakan penyakit endemic dan menular, dimana setiap saat dapat menimbulkan kematian dan Kejadian Luar Biasa (KLB). Di Indonesia penyakit DBD masih merupakan masalah kesehatan karena masih banyak daerah yang endemic. Daerah endemic DBD pada umumnya merupakan sumber penyebaran penyakit ke wilayah lain. Setiap KLB, DBD umumnya dimulai dengan peningkatan jumlah kasus di wilayah tersebut.Vector penyakit ini adalah Aedes aegypti, yang berkembang biak di air jernih dan tersebar luas di rumah-rumah dan tempat-tempat umum di seluruh Indonesia kecuali yang ketinggian lebih dari 1.000 meter diatas permukaan laut. Karena sampai saat ini belum ada obat untuk membunuh virus Dengue maka pemberantasan penyakit DBD ditekan pada pengendalian vector dan menyuluhan kepada masyarakat.Untuk membatasi penyebaran penyakit DBD diperlukan pengasapan (fogging) secara massal, abatisasi massal, dan penggerakkan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yang terus-menerus oleh masing-masing keluarga. PSN-DBD minimal sekali seminggu secara rutin agar setiap rumah bebas dari jentik nyamuk Aedes aegypti. Penyakit DBD mempunyai perjalanan yang sangat cepat dan sering menjadi fatal karena banyak pasien yang meninggal akibat penanganan yang terlambat. Untuk itu penyuluhan dan eukasi kepada masyarakan mengenai tanda dan gejala dini sangat penting berperan dalam program puskesmas mengenai pemberantasan penyakit DBD.

1.2. Tujuan Mempelajari tentang Program-program puskesmas dalam melakukan pemberantasan penyakit-penyakit melular yaitu Demam Berdarah Dengue Mempelajari tentang bagaimana peran Dokter di puskesmas dalam menjalankan tugasnya sebagai pelayan kesehatan bagi masyarakat Mempelajari tentang peran dan fungsi Puskesmas bagi masyarakat Mempelajari tentang Upaya Kesehatan Pokok Puskesmas Mempelajari tentang bagaimana melakukan pendekatan sistem dalam hal Pencatatan dan Pelaporan Terpadu Puskesmas (SP2TP) Mempelajari tentang bagaimana Pola Transmisi Penyakit sehingga dapat menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit DBD

BAB IIISISkenario :: Pada akhir tahun berdasarkan evaluasi program pemberantasan DHF masih didapatkan prevalensi DHF berkisar 18% dengan tingkat CFR 4%. Rata-rata penderita datang terlambat sehingga terlambat juga dirujuk ke Rumah Sakit. Berdasarkan pemantauan jentik, didapatkan Angka Bebas Jentik (ABJ) adalah 60%. Kepala Puskesmas akan melakukan revitalisasi program pemberantasan DHF dan ingin didapatkan insidens yang serendah-rendahnya dan CFR 0%.

2.1. KONSEP DASAR PUSKESMASA. Pengertian Puskesmas adalah unit pelaksana teknis dinas kesehatan kabupaten/kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. 11. Unit Pelaksana Teknis Sebagai unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (UPTD), puskesmas berperan menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia. 2. Pembangunan Kesehatan Pembangunan kesehatan adalah penyelenggaraan upaya kesehatan oleh bangsa Indonesia untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang optimal. 3. Penanggungjawab Penyelenggaraan Penanggungjawab utama penyelenggaraan seluruh upaya pembangunan kesehatan di wilayah kabupaten/kota adalah Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sedangkan puskesmas bertanggungjawab hanya sebagian upaya pembangunan kesehatan yang dibebankan oleh dinas kesehatan kabupaten/kota sesuai dengan kemampuannya. 4. Wilayah Kerja Secara nasional, standar wilayah kerja puskesmas adalah satu kecamatan, tetapi apabila di satu kecamatan terdapat lebih dari dari satu puskesmas, maka tanggungjawab wilayah kerja dibagi antar puskesmas, dengan memperhatikan keutuhan konsep wilayah (desa/kelurahan atau RW). Masing-masing puskesmas tersebut secara operasional bertanggungjawab langsung kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. B. Visi Visi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah tercapainya Kecamatan Sehat menuju terwujudnya Indonesia Sehat. Kecamatan Sehat adalah gambaran masayarakat kecamatan masa depan yang ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan, yakni masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan berperilaku sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Indikator Kecamatan Sehat yang ingin dicapai mencakup 4 indikator utama yakni: a. Lingkungan sehat b. Perilaku sehat c. Cakupan pelayanan kesehatan yang bermutu d. Derajat kesehatan penduduk kecamatan Rumusan visi untuk masing-masing puskesmas harus mengacu pada visi pembangunan kesehatan puskesmas di atas yakni terwujudnya Kecamatan Sehat, yang harus sesuai dengan situasi dan kondisi masyarakat serta wilayah kecamatan setempat. C. Misi Misi pembangunan kesehatan yang diselenggarakan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya misi pembangunan kesehatan nasional. Misi tersebut adalah: 1. Menggerakkan pembangunan berwawasan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu menggerakkan pembangunan sektor lain yang diselenggarakan di wilayah kerjanya, agar memperhatikan aspek kesehatan, yakni pembangunan yang tidak menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan, setidak-tidaknya terhadap lingkungan dan perilaku masyarakat. 2. Mendorong kemandirian hidup sehat bagi keluarga dan masyarakat di wilayah kerjanya. Puskesmas akan selalu berupaya agar setiap keluarga dan masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya makin berdaya di bidang kesehatan, melalui peningkatan pengetahuan dan kemampuan menuju kemandirian untuk hidup sehat. 3. Memelihara dan meningkatkan mutu, pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan. Puskesmas akan selalu berupaya menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar dan memuaskan masyarakat, mengupayakan pemerataan pelayanan kesehatan serta meningkatkan efisiensi pengelolaan dana sehingga dapat dijangkau oleh seluruh anggota masyarakat. 4. Memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat berserta lingkungannya. Puskesmas akan selalu berupaya memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta memulihkan kesehatan perorangan, keluarga dan masyarakat yang berkunjung dan yang bertempat tinggal di wilayah kerjanya, tanpa diskriminasi dan dengan menerapkan kemajuan ilmu dan teknologi kesehatan yang sesuai. Upaya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan yang dilakukan puskesmas mencakup pula aspek lingkungan dari yang bersangkutan. D. Tujuan Tujuan pembangunan kesehatan yang diselenggarkan oleh puskesmas adalah mendukung tercapainya tujuan pembangunan kesehatan nasional yakni meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang yang bertempat tinggal di wilayah kerja puskesmas agar terwujud derajat kesehatan yang setinggi-tingginya dalam rangka mewujudkan Indonesia Sehat.1,2E. Fungsi 1. Pusat penggerak pembangunan berwawasan kesehatan. Puskesmas selalu berupaya menggerakkan dan memantau penyelenggaraan pembangunan lintas sektor termasuk oleh masyarakat dan dunia usaha di wilayah kerjanya, sehingga berwawasan serta mendukung pembangunan kesehatan. Di samping itu puskesmas aktif memantau dan melaporkan dampak kesehatan dari penyelenggaraan setiap program pembangunan di wilayah kerjanya. Khusus untuk pembangunan kesehatan, upaya yang dilakukan puskesmas adalah mengutamakan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. 2. Pusat pemberdayaan masyarakat. Puskesmas selalu berupaya agar perorangan terutama pemuka masyarakat, keluarga dan masyarakat termasuk dunia usaha memiliki kesadaran, kemauan, dan kemampuan melayani diri sendiri dan masyarakat untuk hidup sehat, berperan aktif dalam memperjuangkan kepentingan kesehatan termasuk pembiayaannya, serta ikut menetapkan, menyelenggarakan dan memantau pelaksanaan program kesehatan. Pemberdayaan perorangan, keluarga dan masyarakat ini diselenggarakan dengan memperhatikan kondisi dan situasi, khususnya sosial budaya masyarakat setempat. 3. Pusat pelayanan kesehatan strata pertama. Puskesmas bertanggungjawab menyelenggarakan pelayanan kesehatan tingkat pertama secara menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan. Pelayanan kesehatan tingkat pertama yang menjadi tanggungjawab puskesmas meliputi: a. Pelayanan kesehatan perorangan Pelayanan kesehatan perorangan adalah pelayanan yang bersifat pribadi (private goods) dengan tujuan utama menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan perorangan, tanpa mengabaikan pemeliharaan kesehatan dan pencegahan penyakit. Pelayanan perorangan tersebut adalah rawat jalan dan untuk puskesmas tertentu ditambah dengan rawat inap. b. Pelayanan kesehatan masyarakat Pelayanan kesehatan masyarakat adalah pelayanan yang bersifat publik (public goods) dengan tujuan utama memelihara dan meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit tanpa mengabaikan penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan. Pelayanan kesehatan masyarakat tersebut antara lain promosi kesehatan, pemberantasan penyakit, penyehatan lingkungan, perbaikan gizi, peningkatan kesehatan keluarga, keluarga berencana, kesehatan jiwa serta berbagai program kesehatan masyarakat lainnya.

2.2. POLA TRANSMISI PENYAKIT DHF3Demam berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan Virus Dengue. Penyakit tersebut merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya semakin luas. Demam Berdarah Dengue (DBD), disebut juga dengan istilah Dengue Hemoragic Fever (DHF), pertama kali dilaporkan di Indonesia pada tahun 1968. Hingga kini, DBD masih menjadi salah satu masalah kesehatan di Indonesia karena prevalensinya yang tinggi dan penyebarannya yang semakin meluas.

Dari desain teori di atas, maka akan diketahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap keadaan sakit atau tidak sakit demam berdarah di wilayah yang telah ditentukan sebelumnya.Faktor-faktor yang terkait dalam penularan penyakit DBD adalah sebagaiberikut:1. Kepadatan penduduk : penduduk yang padat lebih mudah untuk terjadi penularan demam berdarah.2. Mobilitas penduduk : memindahkan penularan dari suatu tempat ke tempat lain.3. Kualitas perumahan : jarak antara satu rumah dengan rumah yang lain, pencahayaan, bentuk rumah, bahan bangunan, kesemuanya akan mempengaruhi penularan.4. Pendidikan : akan mempengaruhi cara berpikir dalam penerimaan penyuluhan dan cara pemberantasan yang dilakukan.5. Perilaku : jika rajin dan senang akan kebersihan dan cepat tanggap masalah akan mengurangi resiko penularan penyakit.6. Golongan umur : akan mempengaruhi peluang terjadinya penularan penyakit.7. Kerentanan terhadap penyakit : lebih rentan maka akan lebih mudah tertular penyakit.

Gejala umum DHF, Diagnosis dan Pengobatan di Puskesmas3,4a. Gejala/tanda : Mendadak panas tinggi selama 2-7 hari, tampak lemah dan lesu Seringkali uluhati terasa nyeri karena perdarahan di lambung Tampak bintik-bintik merah seperti bekas gigitan nyamuk disebabkan pecahnya pembulu darah kapiler di kulit Untuk membedakannya kulit direnggangkan apabila bintik merah hilang, bukan tanda DHF. Kadang-kadang terjadi perdarahan di hidung (mimisan) Bila sudah parah, penderita gelisah, ujung tangan dan kaki dingin dan berkeringat. Bila tidak segera ditolong dapat meninggal dunia. Hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan trombositopenia (100.000/m3). Biasanya baru terjadi pada hari ketiga atau keempat. Pada orang normal 4-10 trombosit/LP (dengan rata-rata 10/LP) menunjukan jumlah trombosit yang cukup. Rata-rata kurang dari 2-3/LP dianggap rendah (kurang dari 100.000). Hemokonsentrasi, Ht meningkat 20% atau lebih dari nilai sebelumnya. Biasanya terjadi pada hari ke-3 atau 4. Contoh waktu pertama kali datang = 30%, nilai Ht pemeriksaan berikutnya =38% nilai Ht meningkat Bila tidak tersedi alat haemotrokit/centrifuge dapat digunakan perhitungan hemoglobin sahlib. Diagnosis Adanya 2 atau 3 kriteria klinik yang disertai trombositopenia sudah cukup untuk mendiagnosis demam berdarah dengue.c. Pengobatan di PuskesmasPada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan kapiler dan sebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada kasus DBD dengan komplikasi perlu perawatan intensif.7 Tirah baring selama masih demam Obat antipiretik atau kompres panas hangat. Untuk menurunkan suhu dianjurkan pemberian parasetamol. Asetosal/salisilat tidak dianjurkan oleh karena dapat menyebabkan gastritis, perdarahan atau asidosis. Diajurkan pemberian cairan elektrolit (mencegah dehidrasi sebagai akibat demam, anoreksia dan muntah) per oral, jus buah, sirup, susu. Disamping air putih, dianjurkan diberikan selama 2 hari. Pasien harus diawasi ketat terhadap kejadian syok. Periode kritis adalah pada saat suhu turun pada umumnya hari ke-3 -5 fase demam. Pemeriksaan kadar hematokrit berkala untuk pengawasan hasil pemberian cairan yaitu menggambarkan derajat kebocoran plasma dan pedoman kebutuhan cairan vena. Jenis cairan kristaloid : larutan ringer laktat ( RL), larutan ringer asetat (RA), larutan garam faali (GF), detroksa 5% dalam larutan ringer laktat (D5/RL), detroksa 5% dalam larutan ringer asetat (D5/RA). (catatan : untukresusitasi syok dipergunakan larutan RL atau RA tidak boleh larutan yang mengandung dekstran) Cairan koloid : dekstran 40, plasma, albumin.

1.5. PENYAJIAN DATA1Data evaluasi program dalam hal ini dapat berupa data sekunder yang berasal dari Data Kependudukan Kelurahan setempat dan Laporan Bulanan Puskesmas Kelurahan setempat pada periode tertentuBerikut merupakan contoh program Puskesmas dalam melakukan pemberantasan penyakit DBD:1. MASUKAN Tenaga Dokter Kooedinator P2M dan PKM Petugas Laboratorium Petugas Administrasi Kader aktif Jumantik DanaDana untuk pelaksanaan program dapat diperoleh di:1. APBD : sebagai contoh, APBD menyediakan anggaran untuk pengawasan dan monitoring, sarana diagnosis, bahan cetakan, kegiatan pemecahan masalah di kotamadya. 2. Swadaya Masyarakat : contoh, menyediakan anggaran untuk operasional, pemeliharaan, pelaksanaan, pencegahan dan penanggulangan DBD Sarana MedisMeliputi hal-hal dibawah ini :a. Poliklinik set : stetoskop, timbangaan BB, thermometer, tensimeter, senterb. Alat pemeriksaan hematokritc. Alat penyuluhan kesehatan masyarakatd. Formulir laporan Standart Operasional dan KDRS (kasus DBD di Rumah Sakit)e. Obat-obatan simptomatis untuk DBD (analgetik dan antipiretik)f. Buku petunjuk program DBDg. Bagan penatalaksanaan kasuk DBDh. Larvasida Non-MedisMeliputi hal-hal dibawah ini :a. Gedung puskesmasb. Ruang tungguc. Tuang administrasid. Ruang periksae. Ruang tindakanf. Laboratoriumg. Apotikh. Perlengkapan administrasii. Formulir laporan MetodeTerdapat metode untuk:1. Penemuan penderita tersangka DBDKasus dilihat dari jumlah suspe DBD yang dating ke puskesmas2. Rujukan penderita DBD Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.

3. Penyuluhan Kesehatan pada Penyuluhan masyarakat meliputi :a. Penyuluhan Perorangan : terhadap individu yang berobat melalui konselingb. Penyuluhan Kelompok : Melalui diskusi, ceramah, penyuluhan melalui poster.4. Surveilan kasus DBDAngka Bebas Jentik : presentasi rumah yang bebas jentik disbanding dengan jumlah rumah yang diperiksa5. Surveilans vectorPengamatan Jentik Berkala : presentasi jumlah rumah yang diperiksa jentik dibanding dengan jumlah rumah yang diperiksa6. Pemberantasan vectora. Abatisasi : pemberian bubuk abate pada tempat penampungan air yang tidak bias dikurasb. Kegiatan 3 M : dengan Badan Gerakan 3M yang perwujudannya melalui Jumat bersih selama 30 menit setiap satu minggu sekali. Dilakukan dengan pengawasan kader. Menguras, menutup, dan mengubur tempat pertumbuhan jentik.c. Fogging focus 7. Pencatatan dan Pelaporan 2. PROSES1,5 PerencanaanAda perencanaan tertulis mengenai: Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus Pencatatan dan Pelaporan PengorganisasianTerdapat strukur organisasi tertulis dan pemberian tugas yang jelas dalam melaksanakan tugasnya. Pelaksanaan1. Penemuan penderita tersangka DBDKasus dilihat dar jumlah suspect DBD yang datang ke puskesmas2. Rujukan penderita DBD Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif. 3. Penyuluhan Kesehatan : Perorangan dan Kelompok4. Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas Jentik (berapa kali per tahun)5. Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik Berkala (berapa kali per tahun) 6. Pemberantasan vector : Melalui program Abatisasi, kegiatan 3M, dan Fogging focus7. Pencatatan dan Pelaporan : ada tidaknya terjadi wabah

Pengawasan dan PengendalianMelalui pencatatan dan pelaporan yang dilakukan Bulanan Triwulanan Tahunan

3. KELUARAN Penemuan penderita tersangka DBD : dilihat dari jumlah pasien suspect DBD yang datang ke puskesmas Contoh : 128 orang/tahun Rujukan penderita DBD : Bila terdapat tanda-tanda penyakit DBD, seperti mendadak panas tinggi 2-7hari, tampak lemah dan lesu, suhu badan antara 38OC sampai 40OC atau lebih, tampak bintik-bintik merah pada kulit dan jika kulit direnggangkan bintik merah itu tidak hilang, kadang-kadang ada perdarahan hidung, mungkin terjadi muntah darah atau BAB darah, tes Torniquet positif.Contoh : dilakukan rujukan 100% kasus Penyuluhan dan penggerakkan masyarakat untuk PSN (pemberantasan sarang nyamuk)Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalur-jalur informasi yang ada:a. Penyuluhan Kelompok:PKK, Organisaasi social masyarakat lain, kelompok agama, guru, murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi, dll.b. Penyuluhan Perorangan Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu Kepada penderita/keluarganya di puskesmas Kunjungan rumah oleh kader/ petugas puskesmasc. Penyuluhan melalui media massa : TV, radio, dll . Surveilans kasus DBD : hasil Angka Bebas JentikSurvei jentik dilakukan dengan cara melihat atau memeriksa semua tempat atau bejana yang dapat menjadi tempat berkembangbiakan nyamuk Aedes aegypti dengan mata telanjang untuk mengetahui ada tidaknya jentik,yaitu dengan cara visual. Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada tidaknya jentik disetiap tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengetahui kepadatan jentik Aedes aegypti adalah: House Indeks (HI), yaitu persentase rumah yang terjangkit larva dan atau pupa. HI = Jumlah Rumah Yang Terdapat Jentik x 100% Container Indeks (CI), yaitu persentase container yang terjangkit larva atau pupa. CI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100% Breteau Indeks (BI), yaitu jumlah container yang positif per-100 rumah yang diperiksa. BI = Jumlah Container Yang Terdapat Jentik x 100 rumah Dari ukuran di atas dapat diketahui persentase Angka Bebas Jentik (ABJ), yaitu jumlah rumah yang tidak ditemukan jentik per jumlah rumah yang diperiksa. ABJ = Jumlah Rumah Yang Tidak Ditemukan Jentik x 100% Jumlah Rumah Yang Diperiksa Merupakan salah satu indicator keberhasilan program pemberantasan vector penular DBD. Angka Bebas Jentik sebagai tolak ukur upaya pemberantasan vector melalui gerakan PSN-3M menunjukan tingkat partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD. Rata-rata ABJ yang dibawah 95% menjelaskan bahwa partisipasi masyarakat dalam mencegah DBD di lingkunagnnya masing-masing belum optimal. Contoh : 3x/ tahun dengan cakupan ABJ 96,07% Surveilans vector : melalui Pengamatan Jentik BerkalaPemeriksaan Jentik Berkala (PJB) merupakan bentuk evaluasi hasil kegiatan yang dilakukan tiap 3 bulan sekali disetiap desa/kelurahan endemis pada 100 rumah/bangunan yang dipilih secara acak (random sampling). Angka Bebas Jentik dan House Indeks lebih menggambarkan luasnya penyebaran nyamuk disuatu wilayah. Pemberantasan vector : Perlindungan perseorangan, yaitu memberikan anjuran untuk mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan dengan obat anti serangga yang dapat dibeli di took-toko seperti baygon, dll.5-7a. Menggunakan insektisida Abatisasi : adalah menaburkan bubuk abate ke dalam penampung air untuk membunuh larva dan nyamuk. Cara melakukan abatisasi : untuk 10 liter air cukup dengan 1 gram bubuk abate. Bila tidak ada alat untuk menakar gunakan sendok makan. Satu sendo makan peres ( diratakan atasnya) berisi 10 gram abate, selanjutnya tinggal membagi atau menambah sesuai jumlah air.dalam takaran yang dianjurkan seperti di atas, aman bagi manusia dan tidak akan menimbulkan keracunan. Penaburan abate perlu di ulang selama 3 bulan.7 Fogging dengan malathion atau fonitrothion. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena penyemprotan hanya mematikan nyamuk dewasa. b. Tanpa insektisida Pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melaksanakan penyuluhan 3M: Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurangnya seminggu sekali Menutup rapat-rapat tempat penampungan air Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastic bekas dan lain-lain.Selain itu ditambah dengan cara yang dikenal dengan istilah 3M Plus, seperti : Ganti air vas bunga, minuman burung dan tempat-tempat lain seminggu sekali Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan lain-lain, misalnya dengan tanah. Bersihkan/keringkan tempat-tempat yang dapat menampung air seperti pelepah pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah kosong, dan lain-lain. Pemeliharaan ikan pemakan jentik nyamuk Pasang kawat kasa di rumah Pencahayaan dan ventilasi memadai Jangan biarkan menggantuk pakian di rumah Tidur menggunakan kelambu Gunakan obat nyamuk untuk mencegah gigtan nyamuk.

Pencatatan dan Pelaporan: kalau seandainya terjadi wabaha. Sesuai dengan ketentuan/sistim pelaporan yang berlaku, pelaporan penderita demam berdarah dengue menggunakan formulir: W 1/ laporan KLB (wabah) W 2/ laporan mingguan wabah SP2TP :LB 1 / laporan bulanan data kesakitan LB 2 /laporan bulanan data kematianSedangkan untuk pelaporan kegiatan menggunakan formulir LB3 / Laporan bulanan kegiatan Puskesmas (SP2TP)b. Penderita demam berdarah / suspect demam berdarah perlu diambil specimen darahnya (akut ataupun konvalesens) untuk pemeriksaan serologis. Specimen dikirim bersama-sama de Balai Laboratorium Kesehatan (BLK) melalui Dinas KEsehatan Dati II setempat.

2. LINGKUNGAN Lingkungan Fisik: Jarak dengan pemukiman penduduk (dekat/jauh) Transportasi (mudah/sukar) Jarak dengan fasilitas umum Lingkungan Non-Fisik1. Mata Pencaharian penduduk (terbanyak)2. Tingkat pendidikan3. UMPAN BALIK Adanya pencatatan dan Pelaporan Sesuai dengan waktu yang ditetapkan Masukan dalam program pemberantasan DBD selanjutnya Rapat kerja (berapa kali / tahun)Antara kepala puskesmas dengan Pelaksana Unit untuk1. Membahas laporan kegiatan bulanan2. Evaluasi program yang telah dilakukan4. DAMPAK LANGSUNG : apakah terjadi penurunan angka morbiditas dan mortalitas kasus DBD TIDAK LANGSUNG : apakah terjadi peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

BAB IIIPENUTUPBerdasarkan tujuan dari Puskesmas yaitu mendukung tercapainya pembangunan kesehatan nasional maka Puskesmas memegang peranan penting dalam suksesnya program pemberantasan penyakit menular (P2M) yang merupakan salah satu Upaya Kesehatan Wajib Puskesmas. Pada Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit Demam Berdarah Dengue, penting bagi para petugas puskesmas untuk melakukan pendekatan system dan menbandingkan antara cakupan dengan target yang telah ditetapkan. Pemberantasan DBD dibandingkan dengan target variable yang dinilai: jumlah penderita DBD, pemeriksaan jentik berkala, kegiatan penyuluhan DBD, pemberantasan vector yaitu: kegiatan fogging, abatisasi dan gerakan 3M/ gerakan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN). Untuk itu masyarakat harus mempunyai pengetahuan dan sikap yang baik tentang penyakit DBD dan PSN DBD.Tujuan dari program penelitian puskesmas ini untuk mengetahui pelaksanaan PSN DBD sehingga dapat diketahui permasalahan yang ada untuk dapat meningkatkan ABJ dan untuk menurunkan angka kesakitan DBD.1,4-7

DAFTAR PUSTAKA

1. Ryan YS. Evaluasi Program Pemberantasan Demam Berdarah Dengue di Puskesmas Tomang Periode Oktober 2007 sampai dengan September 2008. Kepaniteraan Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana. Jakatra 2008.2. Kebijakan Dasar Puskesmas. Diunduh dari http://dinkes-sulsel.go.id/new/images/pdf/buku/kebijakan%20dasar%20puskesmas.pdf. 12 Juli 2012.3. Thomas S. Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Edisi 3. Jakarta; Departemen Kesehatan 2007.4. Widoyono. Demam Berdarah Dengue (DBD). Dalam: Penyakit Tropis Epidemiologi, Penularan, Pencegahan & Pemberantasannya. Jakarta. Erlangga.2008.5. Hadisantoso. Modul Latihan Pemberantasan Sarang Nyamuk Demam Berdarah Dengue (PSN DBD). Cetakan IV. Dinas Kesehatan DKI Jakarta. Jakarta.1998.6. Hadinegoro SR, Soegijanto S, Wuryadi S, Suroso T. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue di Indonesia. Jakarta. Departemen Kesehatan. 2001.7. Karmila. Peran Keluarga dan Petugas Puskesmas terhadap Penanggulangan penyait Demam Berdarah Dengue. Diunduh dari http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/6972/1/09E01773.pdf. 12 Juli 2011.

Blok 26_Community Medicine_Program Puskesmas dalam Pemberantasan Penyakit DBDPage 21