PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang...

49
PROGRAM PERJUANGAN GABUNGAN SERIKAT BURUH INDEPENDEN (Federation of Independent Trade Union) BAB I PENGANTAR Indonesia adalah negeri kepulauan terdiri dari sekitar 13.690 pulau besar dan kecil, Indonesia juga salah satu Negara yang memiliki daratan dan lautan yang terluas didunia dengan luas seluruh daratan kira-kira 2.038.161 km2, bisa disamakan dengan 57 kali negeri Belanda, 3 kali negeri Jepang atau 31/2 kali negeri Perancis dan 2 kali Negeri Pakistan, teridiri dari lima pulau besar (Jawa, Sumatera, Kalimanta, Sulawesi dan Papua) dengan jumlah penduduk saat ini lebih kurang berjumlah 219,20 Juta jiwa diantaranya laki-laki 109,50 juta jiwa (50,16%) Perempuan 108,80 juta jiwa (49,84%) dimana penduduk usia 15 tahun keatas atau memasuki usia kerja (Tenagakerja) 159,36 juta jiwa (72,65%), dengan jumlah laki-laki 79,86 juta jiwa (50,14%) Perempuan 79,40 juta jiwa (49,86%). Adapun dalam kategori anak adalah usia 0-14 tahun adalah 59,94 juta jiwa (27,35%) sedangkan angkatan kerja yang telah mendapatkan pekerjaan 95,18 juta jiwa (98,55%) dengan rincian laki-laki 61,86 juta (65,00%) Perempuan 33,31 juta (35,00%) dengan berbagai sektor antara lain: PERTANIAN 42,32 juta (44,47%), INDUSTRI 17,11 juta (17,97%) JASA 35,75 juta (37,56%), FORMAL 28,79 juta (30, 25%), INFORMAL 66,39 juta (69,75%). Selain itu data orang yang belum mendapat pekerjaan/pengangguran 11,1 juta jiwa (10,45%) yang terdiri dari Laki-laki 5,81 juta (52,30%) dan Perempuan 5,30 juta (47,70%); Pusdatinnaker2006, dengan pertumbuhan 1, 63% pertahun dengan kepadatan penduduk terbesar dipulau Jawa yaitu 106 orang/km2, pulau Sumatera 80 orang/km2, pulau Kalimantan 26 orang/km2 dan Pulau Papua 20 orang/km2. Bangsa Indonesia didalamnya terdiri dari kurang lebih seratus sukubangsa dengan setiap suku bangsa mempunyai bahasanya sendiri disamping menggunakan bahasan Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan. Sebagai negeri agraris susunan masyarakat Indonesia terdiri dari dua golongan mayoritas yang utama yaitu Kaum Tani kurang lebih 42,32 juta keluarga dan Kaum Buruh Industri kurang lebih 17,11 juta orang, diikuti oleh pekerja bebas dan serabutan, sejumlah kaum terpelajar rendahan-menengah, pegawai rendahan, prajurit rendahan dan pedagang 1

Transcript of PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang...

Page 1: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

PROGRAM PERJUANGANGABUNGAN SERIKAT BURUH INDEPENDEN(Federation of Independent Trade Union)

BAB IPENGANTAR

Indonesia adalah negeri kepulauan terdiri dari sekitar 13.690 pulau besar dan kecil, Indonesia juga salah satu Negara yang memiliki daratan dan lautan yang terluas didunia dengan luas seluruh daratan kira-kira 2.038.161 km2, bisa disamakan dengan 57 kali negeri Belanda, 3 kali negeri Jepang atau 31/2 kali negeri Perancis dan 2 kali Negeri Pakistan, teridiri dari lima pulau besar (Jawa, Sumatera, Kalimanta, Sulawesi dan Papua) dengan jumlah penduduk saat ini lebih kurang berjumlah 219,20 Juta jiwa diantaranya laki-laki 109,50 juta jiwa (50,16%) Perempuan 108,80 juta jiwa (49,84%) dimana penduduk usia 15 tahun keatas atau memasuki usia kerja (Tenagakerja) 159,36 juta jiwa (72,65%), dengan jumlah laki-laki 79,86 juta jiwa (50,14%) Perempuan 79,40 juta jiwa (49,86%). Adapun dalam kategori anak adalah usia 0-14 tahun adalah 59,94 juta jiwa (27,35%) sedangkan angkatan kerja yang telah mendapatkan pekerjaan 95,18 juta jiwa (98,55%) dengan rincian laki-laki 61,86 juta (65,00%) Perempuan 33,31 juta (35,00%) dengan berbagai sektor antara lain: PERTANIAN 42,32 juta (44,47%), INDUSTRI 17,11 juta (17,97%) JASA 35,75 juta (37,56%), FORMAL 28,79 juta (30, 25%), INFORMAL 66,39 juta (69,75%). Selain itu data orang yang belum mendapat pekerjaan/pengangguran 11,1 juta jiwa (10,45%) yang terdiri dari Laki-laki 5,81 juta (52,30%) dan Perempuan 5,30 juta (47,70%); Pusdatinnaker2006, dengan pertumbuhan 1, 63% pertahun dengan kepadatan penduduk terbesar dipulau Jawa yaitu 106 orang/km2, pulau Sumatera 80 orang/km2, pulau Kalimantan 26 orang/km2 dan Pulau Papua 20 orang/km2. Bangsa Indonesia didalamnya terdiri dari kurang lebih seratus sukubangsa dengan setiap suku bangsa mempunyai bahasanya sendiri disamping menggunakan bahasan Indonesia yang berasal dari bahasa Melayu sebagai bahasa persatuan.

Sebagai negeri agraris susunan masyarakat Indonesia terdiri dari dua golongan mayoritas yang utama yaitu Kaum Tani kurang lebih 42,32 juta keluarga dan Kaum Buruh Industri kurang lebih 17,11 juta orang, diikuti oleh pekerja bebas dan serabutan, sejumlah kaum terpelajar rendahan-menengah, pegawai rendahan, prajurit rendahan dan pedagang kecil dan menegah. Mereka bersama-sama merupakan golongan yang paling menderita hidupnya secara ekonomi, politik dan kebudayaan di negeri ini. Sebaliknya tidak lebih dari 2% golongan masyarakat Indonesia menjadi bagian dari golongan masyarakat yang berkuasa secara ekonomi, politik dan kebudayaan. Golongan tersebut yaitu Pedagang dan Kaum Industri Rakitan Besar, Tuan tanah besar, pejabat sipil dan militer, dimana mereka hidup dalam gelimang kekayaan dan hak istimewa karena berkuasa atas politik Negara dan pemerintahan dengan topangan kekuatan bersenjata (militer), milisi sipil dan tukang pukul bayaran terutama sejak Sueharto berkuasa dan Orde Baru, mereka dapat hidup senang dan kaya raya tanpa keharusan bekerja keras sampai bermandikan keringat dan meneteskan darah. Meraka merampas paksa tanah

1

Page 2: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Kaum Tani dengan menyebarkan terror, intimidasi dan kekerasan bersenjata; Merampas Upah kaum buruh dengan licik dan serakah melalui peraturan negara (undang-undang); Menciptakan kebodohan, menghancurkan moral berjuang dan moral kerja rakyat dengan memberikan janji-janji palsu dan membagi-bagikan uang dengan maksud membeli kesetiaan; menghancurkan solidaritas dan praktik mulia gotong-royong, bahu-membahu dalam masyarakat dengan menanamkan kebencian dan pertentangan antar Suku, Ras dan Agama; Merusak pikiran dan kebudayaan kaum muda, pelajar, mahasiswa dan intelektual dengan jalan menyebarkan paham individualisme, kebebasan (liberalisme) dan anarkisme melalui sekolah-sekolah dan Universitas, buku-buku, film, karya sastra, seni lukis, musik dan media massa; Merampas kebebasan politik individu dan golongan rakyat yang mengkritik dan melawan kebijakan rezim yang berkuasa.

Klas buruh sebagai salah satu klas yang ada dalam masyarakat Indonesia, adalah klas sosial yang lahir pada kondisi masyarakat berklas yaitu antara kaum bermilik (the have)/(borjuis/kapitalis) dengan tak bermilik (the poor)/(Proletar). Buruh merupakan anak kandung kapitalisme yang telah tumbuh dari embrio penindasan parasit feodalisme. Perjuangan klas dan perkembangan kekuatan produktif telah menghancurkan isi dan membongkar bingkai rapuh penindasan feodalisme. Kelahiran masyarakat baru ini bukanlah akhir dari penindasan. Kaum bermilik (borjuasi) menjadi pihak yang mendominasi kaum tak bermilik. Dominasi ini dibangun dalam susunan sosial yang menempatkan kaum tak bermilik menjadi buruh yang terpaksa menjual tenaganya untuk memperoleh upah untuk menyambung penghidupan dan mempertahankan kelangsungan umat manusia. Buruh tidak memiliki alat-alat produksi dan bekerja di industri, jasa, dan perkebunan. Pekerja industri diperkerjakan di sektor-sektor tekstil, garment, pertambangan, pengolahan hasil tambang, logam, kimia, rokok, dll. Pekerja jasa dipekerjakan di sektor transportasi, hotel, swalayan atau mall, cleaning service, dll. Buruh perkebunan terdapat di perkebunan teh, gula, sawit, karet dll.

Klas buruh adalah kalangan yang paling menentukan dalam proses produksi. Perkembangan sosial masyarakat secara umum adalah hasil kerja sosial buruh. Buruh memiliki perasaan yang kuat untuk bersatu yang merupakan hasil dari bentuk aktivitas kesehariaanya di pabrik. Hal tersebut disebabkan tugas dan pekerjaan perseorangan yang dilakukan buruh memiliki salinghubungan yang integral dalam sistem proses produksi di pabrik. Buruh memiliki watak disiplin sebagai syarat untuk menciptakan proses produksi yang efesien dan baik. Setiap kelalaian akan mempengaruhi proses produksi.

Namun pekerjaan mereka diancam oleh adanya kepemilikan individual atas alat dan hasil-hasil produksi. Butir-butir keringat dan tenaga yang diperas setiap hari tidak dihargai dengan upah yang setimpal. Keuntungan dan kekayaan memusat pada segelintir pemiliki modal (kapitalis) saja yang mengakibatkan kemiskinan menyebar luas di berbagai ruang sosial.

Saat ini, perkembangan perputaran modal yang anarkis sudah menembus batas-batas sosial kebangsaan. Hampir tidak ada satu wilayah pun yang terbebas dari penghisapan modal yang ekspansionis (meluas). Mayoritas umat manusia berbagai bangsa dipaksa tunduk dalam perbudakan modern. Di balik tembok-tembok pabrik, kebun-kebun besar, sawah-sawah dan ladang, jalan-jalan raya,

2

Page 3: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

sampai pelosok kampung-kampung miskin, kekuasaan modal merangsek dan merusak sendi-sendi kehidupan sosial dan menciptakan kontradiksi yang semakin tinggi.

Era ini adalah era imperialisme. Imperialisme adalah tahapan tertinggi, terbusuk dan sekarat dalam sejarah perkembangan kapitalisme. Imperialisme menciptakan tanah jajahan sebagai sumber eksploitasi sumber alam, tenaga kerja murah dan pasar komoditinya. Imperialisme adalah suatu bentuk penjajahan yang paling akhir yang akan mempersatukan umat manusia dalam perjuangan bersama melawan penindasan modal atas manusia. Imperialisme tidak bisa menghindari krisis dalam tubuhnya karena adanya kontradiksi dasar dalam tubuh kapitalisme monopoli ini, yaitu antara karakter sosial produksi dengan kepemilikan individual atas kapital dan keuntungan.

Kaum buruh dan rakyat pekerja lainnya, khususnya di negeri jajahan, setengah jajahan dan jajahan model baru (neokolonialisme) merupakan kaum yang paling menderita akibat penindasan imperialisme. Mereka ditindas kekuatan kapitalis monopoli asing (imperialis) dan rezim reaksi boneka imperialis dibawah kediktaturan bersama borjuasi besar komprador dan tuan tanah. Kekuatan kapitalis monopoli dan borjuasi komprador tidak pernah mengangkat kemajuan kekuatan produktif rakyat Indonesia. Imperialisme telah bersekutu dengan feodalisme sebagai basis sosialnya untuk menghisap dan menindas rakyat. Mereka hanya menciptakan keterbelakangan, kemiskinan, kebodohan, dan penderitaan seluruh rakyat Indonesia.

Oleh karena itu, program perjuangan ini merupakan titik pendirian, pandangan dan metode perjuangan GSBI dan kaum buruh Indonesia pada umumnya dalam melawan penindasan kapitalisme. Program ini menjadi dasar sikap dan tindakan organisasi GSBI disemua tingkatan dan kaum buruh Indonesia pada umumnya dalam perjuangan demokratisnya demi terpenuhi hak-hak sosial ekonomi dan politik. GSBI yang menghimpun kaum buruh dalam program ini, menempatkan diri sebagai bagian kekuatan rakyat Indonesia dalam melawan penindasan imperialisme dan sisa-sisa feodalisme untuk mencapai pembebasan sosial dan pembebasan demokratis nasional.

Akar Krisis Dalam Masyarakat Indonesia dan Masalah Utama Kaum Buruh Indonesia

Bangsa Indonesia sebagai negara secara formal telah memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agusutus 1945, tapi dalam kenyataanya Indonesia tidak bisa dinyatakan sebagai negeri yang sudah merdeka sepenuhnya (seratus persen). Penghisapan ekonomi, dominasi politik, subordinasi kebudayaan dan tekanan militer yang dilakukan negeri-negeri imperialis telah menghilangkan kemerdekaan secara sistematis. Imperialisme melakukan re-kolonisasi (penjajahan kembali) atas Indonesia telah dimulai sejak perjuangan revolusioner 1945.

Berbagai siasat licik dilakukan imperialisme Belanda yang berujung pada Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 untuk melikuidasi kemerdekaan bangsa

3

Page 4: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Indonesia. Namun, sebagai kekuatan imperialisme paling lemah dalam persatuan Imperialisme Eropa, Belanda tidak memiliki kemampuan ekonomi, politik, budaya maupun militer yang memadai. Hal ini didasari oleh imperialisme Amerika Serikat (AS) yang kemudian melanjutkan upaya re-kolonisasi Indonesia melalui berbagai tindakan kontra revolusioner terhadap kepemimpinan Soekarno.

Tingginya propaganda anti kolonialisme dan imperialisme pada dekade 1950-an dan 1960-an di Indonesia mempertinggi nafsu Imperialisme AS untuk membubarkan kemerdekaan politik yang diraih dengan darah, keringat dan nyawa Rakyat Indonesia, rangkaian peristiwa berdarah yang didalangi imperialisme AS memuncak pada tahun 1965/1966 ketika jutaan kaum patriotik Indonesia menjadi tumbal kembalinya dominasi imperialisme.

Imperialisme menciptakan sebuah rezim boneka yang berjuluk, Orde Baru (ORBA). Rezim ini lahir dari gerakan anti rakyat dan demokrasi dan berkuasa selama 32 tahun. Orba mengeluarkan berbagai kebijakan yang menguntungkan imperialisme. Kebijakan pertama kali yang dicanangkan adalah Undang-undang No. 1 tahun 1967 tentang Penanaman Modal asing (PMA). Undang-undang ini mengawali proses “industrialisasi” menurut skema Industri Subsitusi Impor (ISI) dan Industri Orientasi Ekspor (IOE). Pada saat itu, berbagai pola investasi—dalam bentuk Foreign Direct Investment (Investasi asing langsung/FDI) dan bentuk investisasi portofolio—mengalir deras dan mendongkrak kenaikan angka pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Kebijakan ini dicanangkan, sampai sekarang, di saat rakyat Indonesia hidup dalam karakter sosial penindasan setengah feodal. Karakter sosial ini hidup ketika praktek hubungan produksi yang kapitalistik tumbuh di tengah dominasi sisa-sisa feodalisme di pedesaan. Hubungan produksi setengah feodal adalah hambatan bagi perputaran dan akumulasi kapital di dalam negeri.Tidak ada satu negeri pun yang memasuki era industrialisasi secara mandiri tanpa melampui atau mengakhiri dominasi sisa-sisa feodalisme. Kehancuran feodalisme adalah salah satu syarat untuk perkembangan kekuatan produktif yang akan memberikan landasan kokoh bagi tumbuhnya industri. Dalam situasi seperti itu, industrialisasi yang dicanagkan Orba sesungguhnya tidak memiliki fondasi sosial yang kokoh.

Hari ini Indonesia sebagai Negara, sudah sepenuhnya merupakan bagian integral dari globalisasi kapitalisme-dengan pasar bebasnya, dimana rezim yang berkuasa saat ini adalah menjadi agen resminya atas sistem ini yang bertindak sebagai penjaga, penyedia berbagai sarana bisnis yang dibutuhkan oleh kapitalis-imperialis- terutama sebagai jalur bisnis pemodal raksasa dari berbagai negara imperialis pimpinan AS. Indonesia sekarang adalah negeri neo-kolonial dan setengah feodal, dengan sia-sisa penindasan feodal yang sangat berat. Sebagai negeri agraris Indonesia memiliki potensi alam yang sangat kaya raya baik didarat maupun dilaut. Akan tetapi semua kekayaan alam Indonesia itu baik yang ada di laut, udara dan darat telah habis dan ludes dijual obral oleh setiap rezim yang berkuasa kepada para imperialisme. Mereka para penguasa dengan menggunakan hasil-hasil penjualan obral kekayaan alam bangsa Indonesia sehingga kehidupan mereka bersama-sama kroninya berlimpah ruah dan

4

Page 5: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

bermewah-mewah diatas penderitaan dan kemiskinan kaum buruh, kaum tani, kaum miskin kota dan juga para nelayan miskin.

Kekuasaan yang dibangun oleh rezim yang berkuasa saat ini adalah kekuasaan diktatur, dimana melakukan teror terhadap kaum buruh dan rakyat tertindas lainnya dengan leluasa mereka melakukan penindasan secara politik dan ekonomi untuk mendapatkan keuntungan maksimal dengan cara membuka pintu selebar-lebarnya bagi modal asing, sehingga ekonomi Indonesia saat ini menjadi ekonomi yang sepenuhnya tergantung kepada imperialisme [modal asing], tergantung secara finansial, tergantung dalam masalah perdagangan, tergantung dalam teknologi termasuk tergantung dalam masalah politik dan militer sehingga sejak rezim orde baru berkuasa Indonesia tidak bisa hidup tanpa bantuan kaum imperialis baik lewat Bank Dunia, IMF dan badan-badan keuangan Internasional lainnya.

Ketergantungan secara finansial Indonesia terhadap imperialisme dimulai sejak rezim orde baru berkuasa, dimana jalan yang ditempuh untuk mengatasi kesukaran ekonomi pada saat itu ditempuh dengan jalan melakukan pinjaman luar negeri yang setiap tahun jumlahnya semakin meningkat. Sampai sekarang utang luar negeri Indonesia tidak kurang dari 134,362 milyar dolar AS merupakan 38, 5 % dari PDB Indonesia, padahal utang luar negeri yang “sehat” tidak boleh melebihi dari 25 % PDB. Untuk pembayaran bunga nya saja dan angsuran pokok untuk tahun anggaran 2006 telah menghabiskan sekitar 26, 5 % dari APBN atau Rp. 171, 6 trilyun.Ketergantungan Indonesia secara finansial dan tekhnologi ditunjukan juga oleh dominasi kaum imperialis dalam penguasaan semua sektor ekonomi Indonesia oleh kaum Imperialis. Sejak diberlakukannya UU penanaman modal asing [UU PMA] No. 1 tahun 1967, maka modal asing mengalir masuk ke Indonesia, karena diberikan insentif yang menggiurkan [keringanan pajak, kebebasan pajak untuk barang modal, masa operasional modal yang panjang, tenaga kerja berlimpah dan murah] serta yang lain-lainnya.

Selanjutnya akibat dari penerapan ekonomi pasar bebas ---- globalisasi ----- ini telah berlangsung privatisasi aset-aset Negara/terutama BUMN untuk dibeberapa sektor kegiatan ekonomi, mulai dari pabrik semen, telekomunikasi [Indosat dan Telkom], pengelolaan pelabuhan laut dan telah dipersiapkan untuk menjual Bandara Sukarno-Hatta dan perusahaan penerbangan Garuda serta Bank terbesar dinegeri kita yaitu Bank Mandiri, sektor pendidikan juga tak luput dari Privatisasi yaitu sekolah dan Universitas-universitas juga di Privatisasi. Perusahaan yang masih kita miliki secara berangsur tapi pasti akan menjadi milik asing sebab pemodal asing lah yang mampu membelinya.

Pemilikan asing itu tidak saja terbatas hanya industry manufaktur, pertambangan tetapi telah meluas sampai ke industry jasa, khusunya bank-bank. BCA dengan Aset Rp. 147, 85 trilyun – 15, 19 % sahamnya telah dimiliki oleh Asing. Danamon dengan aset Rp. 66, 88 trilyun – 69, 6 % sahamnya telah dikuasai oleh Asia Finans, BII dengan Aset Rp. 47, 34 trilyun – 63, 75 % sahamnya telah dikuasai Commerce Asset Berhad, Bank Lippo dengan Aset Rp. 27, 53 trilyun – 87,5 % sahamnya dikuasai oleh Santubong, NISP dengan aset Rp. 9, 49 trilyun – 72, 29 %

5

Page 6: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

sahamnya dikuasai OCBC Singapura dan Bank Buana yang memiliki aset Rp. 15, 86 trilyun – 61, 1 % sahamnya dikuasai oleh UGBUI Singapura.

Misalkan sampai dengan Maret 2005, tidak kurang dari 42, 33 % dari aset perbankkan dinegeri kita dimiliki oleh pihak Bank Asing dan telah meruntuhkan dominasi bak BUMN. Bank-bank asing ini bukan hanya memiliki aset yang besar, melainkan juga menghimpun dana pihak ketiga tidak kurang dari 43 ,38 % jauh melampaui pencapaian Bank BUMN yang hanya mencapai 37,9%. Bank-bank inilah yang ikut merangsang konsumerisme masyarakat kita dengan kebijaksanaan penyaluran kreditnya bukan terutama kepada sektor riel [produktif], melainkan untuk kebutuhan konsumtif, seperti untuk pemilikan rumah, membeli mobil, kendaraan bermotor dan sebagainya.

Masalah modal asing bukan hanya sekedar masalah pengurasan sumberdaya alam Indonesia dan sumberdaya manusia Indonesia, melainkan juga menyangkut masalah politik dan kemandirian serta kedaulatan Negara.

Karena yang menjadi prinsip untuk mewujudkan system ekonomi neo-liberal ini adalah; (1). Segala sesuatu semuanya diserahkan pada mekanisme pasar/Aturan Pasar; yaitu menghapus segala peraturan pemerintah yang membatasi perusahaan dalam berinvestasi maupun berusaha. Ditekankan adanya keterbukaan seluas-luasnya atas perdagangan internasional dan investasi serta tidak adanya control harga, kebebasan untuk gerak modal, barang, jasa serta konsumen. (2) Memotong pengeluaran negara pada sektor yang tidak produktif; yaitu anggaran pada sektor pelayanan sosial dianggap dapat mendistori pasar sehingga harus di kurangi atau di hilangkan, maka yang namanya subsidi pendidikan, BBM kesehatan dan anggaran untuk penggguran harus di pangkas, karena tidak memberikan keuntungan. (3). Deregulasi; yaitu mengurangi dan menghilangkan segala dari pemerintah yang dapat menghambat/memberatkan pengusaha, liberalisasi seluruh kegiatan ekonomi termasuk mengghapus segala jenis proteksi yang diberikan oleh pemerintah. (4). Privatisasi; yaitu penjualan asset-asset Negara di bidang barang dan jasa kepada swasta.

Pemerintah Indonesia dewasa ini dikendalikan oleh kombinasi penguasa dan pengusaha reaksioner yang terdiri dari para borjuasi besar, borjuasi komprador, borjuasi birokrat dan tuan-tuan tanah feodal, dalam kedudukannya secara terus menerus melakukan tindaknnya secara opensif melaksanakan perintah-perintah dari majikannya yaitu para TNC/MNC dalam menjalankan prinsip-prinsip ekonomi neo-liberal, dimana dengan berbagai strategi dan skenarionya telah disiapkan seperti liberalisasi pasar, swatanisasi/privatisasi dan deregulasi. Dan demi kelancaran pelaksanaan setiap programnya mereka tidak segan-segan bertindak dan berlaku anarkis, sadis dan membabi buta. Sebagaimana kita saksikan baik secara sembunyi-sembunyi ataupun terang-terangan.

Kenaikan BBM dalam setahun sebanyak dua kali kenaikan yang mencapai angka 100% yang mengakibatkan harga kebutuhan pokok terus naik dan selalu berganti-ganti tanpa mampu dikendalikan, diberlakukannya Perpres 36, Revisi UUK No. 13 tahun 2003, kebijakan rezim upah murah, pengurangan berbagai subsidi langsung buat rakyat [pendidikan, kesehatan], penggusuran rakyat miskin kota,

6

Page 7: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

perampasan tanah kaum tani di desa, pengangguran yang semakin tinggi, penjualan-aset-aset negara/privatisasi BUMN, penyerahan pengelolaan sumberdaya alam ke pada pihak asing, kemiskinan, kelaparan, kekurangan gizi bahkan sampai busung lapar, kesehatan mayarakat yang buruk hingga mengakibatkan kematian ibu melahirkan maupun bayi dan pendidikan yang mahal, angka putus sekolah yang tinggi, tingginya perbuatan dan tindakan kriminalitas dalam masyarakat, meningkatnya refresifitas yang dilakukan oleh apparatus pemerintah kepada rakyat (petani dan buruh), meningkatnya kekerasan dan penjualan perempuan dan anak, dll adalah fakta tak terbantahkan sebagai wajah suram bangsa Indonesia dan ini semakin jelas membuktikan bahwa rezim yang berkuasa adalah tidak pernah berpihak pada kaum buruh dan rakyat tertindas tapi hanya sebagai agen dari para imperialisme/kapitalis monopoli. Kita setiap hari terus disuguhi demagogi dan jargon-jargon untuk menutupi kebobrokan dan kelakuan mereka yang menyengsarakan rakyat.

Salah satu korban terparah dalam kebijakan pemerintahan dan atau rejim boneka imperialisme adalah kaum buruh Indonesia dimana PHK besar-basaran terjadi, system kerja kontrak bahkan outsoucing semakin meluas sehingga pekerjaan buruh Indonesia menjadi semakin parah dan suram karena system kerja kontrak telah menjadikan buruh Indonesia semakin jauh dari sejahtera bahkan tanpa jaminan sosial. lebih lanjut buruh Indonesia hari ini pekerjaannya tidak hanya bekerja, tetapi buruh Indonesia pekerjaannya mencari pekerjaan sebagaimana diungkapkan oleh Chatib Basri, yaitu pekerjaan buruh Indonesia hari ini adalah sibuk membuat lamaran pekerjaan saja, ini berangkat dari fakta sistem kerja kontrak dan outsourcing yang pada prakteknya buruh hanya dikontrak dalam waktu seminggu, paling lama tiga bulan maka setelah itu buruh Indonesia harus kembali bersiap-siap membuat lamaran baru untuk melamar pekerjaan, dengan situasi demikian upah yang murah adalah suatu kepastian, hukum yang tidak berpihak, praktek anti serikat/union busting, kriminalisasi aktivis buruh, jaminan kesejahteraan buruh yg rendah, penutupan perusahan, dllnya.

Jika layak untuk dipercaya data yang dikeluarkan BPS, misalkan tingkat kemiskinan di Indonesia pada tahun 2007 tercatat 37,17 juta jiwa atau 16,58% dari 224,18 juta jiwa jumlah penduduk Indonesia. Dimana angka ini sebenarnya mengalami penurunan dibandingkan tahun 2006 yang menunjukkan angka penduduk miskin di Indonesia berjumlah 39,05 juta jiwa atau 17,75% dari jumlah penduduk Indonesia, sementara data 2006 orang yang belum mendapatkan pekerjaan adalah penganggur 11,1jt [10,45%] yang terdiri pria 5,81jt [52,30%] dan Wanita 5,30jt [47,70%]. Dari data tersebut memaparkan bahwa Kemiskinan dan Pengangguran menjadi soal utama Negeri Ini, yang menujukkan bahwa ---- Negara tidak Sanggup Menjamin Kesejahteraan Warganya --- padahal menyediakan lapangan pekerjaan dan memberikan penghidupan yang layak adalah menjadi tanggung jawab Negara yang diamanatkan dalam Konstitusi UUD 1945. Maka dari fakata-fakta di atas Golongan yang berkuasa dan kaya-raya ini sepenuhnya bertanggung jawab atas semakin meluas dan mendalamnya derajat pengangguran dan kemiskinan rakyat yang mengakibatkan semakin intensifnya tindakan kriminal, kekerasan dalam rumah tangga/KDRT terhadap perempuan dan anak, perjudian, penjualan anak, perempuan dan prostitusi, anak putus sekolah, stress, penyakit jiwa dan bunuh diri serta penjualan dan pemakaian narkotika-obat bius disemua golongan masyarakat.

7

Page 8: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Semua keadaan ini disebabkan oleh karena penguasa atau rejim hari ini adalah merupakan kaki tangan dan boneka imperialisme yang tentunya sepenuhnya mengabdi kepada kaum kapital, maka sesungguhnya Indonesia hari ini adalah Negara yang tidak memiliki kedaulatan penuh untuk mengelola segala sumber dan potensi yang dimiliki, ini artinya Indonesia tidak memiliki kedaulatan atas Ekonomi, politik, kebudayaan bahkan tidak memiliki kedaulatan pengelolaan atas militernya.

Begitu juga dengan keadaan umum krisis yang berlangsung secara terus menerus yang memiliki dua akar utama yaitu imperialisme yang menjadikan Indonesia sebagai negeri neokolonialisme (penjajahan model baru) segaligus mendominasi dan akar kriris lainnya yaitu sisa-sisa feodalisme. dalam situasi demikian maka menimbulkan banyak kontradiksi/pertentangan diantaranya kontradikasi antara kapitalis monopoli/Imperialisme dengan kapitalis monopoli/Imperialisme lain, kontradiksi antara Imperialisme dengan Negri anti Imperialisme, kontradiksi pemerintah boneka dengan rakyatnya dan yang utama kontra diksi antara Imperialisme dengan seluruh rakyat.

Situasi Kongkret Penindasan Buruh Indonesia

Di Indonesia, industrialisasi dibangun oleh persekongkolan antara kapitalis besar monopoli asing dengan klas-klas reaksioner lokal, tuan tanah feodal, kapitalis komprador dan kapitalis birokrat. Persengkokolan ini tidak pernah bermaksud baik untuk memperkuat industri dalam negeri. Industri ini hakekatnya adalah ekspansi kapital asing untuk merebut pasar dan bahan baku yang menjadikan Indonesia sebagai pelayan atas segala kepentingan Imperialisme. Dengan demikian, industrialisai yang dicanangkan Orde Baru bukanlah buah dari pemupukan kapital di dalam negeri melainkan ekspansi kapital dari negeri-negeri imperialisme. Indusrialisasi yang dicanangkan Ordebaru sama dengan re-kolonisasi atas Indonesia oleh imperialisme.

Skema industrialisasi dengan skema ini tentu saja tidak memiliki fondasi yang kokoh. Hal ini terbukti ketika proses integrasi kapital uang (finance capiatal) dengan industri semakin kuat, kontradiksi internal dalam struktur ekonomi Indonesia semakin tajam. Meski demikian, dasar yang menjadi fondasi dari kontradiksi-kontradiksi tersebut tetap sama; yakni akibat adanya pertentangan antara karakter sosial dalam produksi dengan kepemilikan individual atas alat dan hasil produksi.

Orde baru berupaya mengaburkan kontradiksi dasar dalam struktur industri Indonesia dengan memaksakan pemberlakuan konsepsi Hubungan Industrial Pancasila. Konsepsi ini memiliki perangkat yang lengkap: Pertama, rumusan-rumusan fundamental ideologis, yang intinya berisi ancaman-ancaman terhadap setiap kritik atau perlawanan klas buruh. Kedua, Dari segi politik, yang memuat kebijakan-kebijakan anti buruh, anti mogok, dan anti kebebasan berserikat. Ketiga, dari segi organisasi, berupa pewadahtunggalan organisasi massa (ormas). Keempat, dari segi militer berupa represifitas, kriminalisasi, penahanan dan

8

Page 9: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

pembunuhan aktivis buruh yang kritis. Salah satu kasus yang belum terungkap adalah kematian Marsinah.Namun krisis tidak bisa dihindari ketika perkawinan kapital uang dengan industri terjalin semakin erat. Mulai pada pertengahan dekade 1980-an, benih-benih krisis mulai terlihat ketika pemerintah mencanangkan paket deregulasi ekonomi, yaitu Paket Oktober 1988, yang memperluas akses dan dominasi kapital uang. Krisis semakin tajam pada dekade 1990-an. Gelombang PHK semakin membesar. Buruh-buruh pun mulai bangkit dari ketakutan. Gerakan pemogokan mulai menemukan momentum ketika buruh-buruh dari PT Gadjah Tunggal Tanggerang melancarkan aksi-aksinya pada awal 1990-an. Sejak itu, usaha-usaha menciptakan ruang-ruang konsolidasi alternatif bagi kaum buruh pun mulai dilakukan di berbagai tempat. Forum-forum buruh menjadi wadah penggodokan kesatuan ideologi, politik dan organisasi. Kampanye-kampanye yang menuntut perbaikan nasib dan kebebasan berserikat pun mulai menanjak. Hampir setiap momentum kenaikan upah dan pembayaran tunjangan hari raya kerap diwarnai demonstrasi-demonstrasi buruh.Perangkap imperialisme mulai menjebak Indonesia pada tahun 1997. Ketika itu, dimulai dari melemahnya rupiah, bangunan industri yang keropos mulai bertumbangan tidak mampu menahan beban krisis. Dalam waktu yang tidak terlalu lama, keangkuhan Orba melalui angka statistik pertumbuhan ekonomi yang tinggi, lenyap begitu saja. Inflasi menjulang tinggi dan hutang luar negeri pun melonjak. Pada akhir tahun 2000, total nilai hutang luar negeri sampai 1.400 triliunImperialisme sesungguhnya telah berusaha menciptakan prasyarat baru untuk menyesuaikan diri terhadap ancaman krisis yang sudah di depan mata melalui UU No.25/1997 tentang Ketenagakerjaan yang sudah diketok oleh DPR. Tindakan ini membuat ribuan buruh turun ke jalan menuntut pencabutan UU yang pro imperialis tersebut.

Rezim yang berkuasa pasca Soeharto, dari Habibie sampai Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla (SBY-JK) berkali-kali menunjukkan loyalitasnya pada imperialisme dengan mengeluarkan kebijakan-kebijakan politik yang anti buruh. Suasana politik yang penuh dengan represifitas yang masih kentara pada masa BJ Habibie tetap tidak mengendur pada masa Abdurahman Wahid. Meskipun secara politik berhasil membongkar politik anti kebebasan berserikat—melalui terbitnya UU No. 21 thn 2000—praktek yang berkembang masih menunjukkan represifitas. Memasuki masa Megawati Soekarnoputri, represifitas mulai meninggi yang ditandai dengan keluarnya kebijakan baru dalam konteks perburuhan melalui UU No. 13 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 2 tahun 2004 tentang PPHI.

Sejak SBY-JK berkuasa, upah buruh hanya naik rata-rata 4,9-5 %. Pada saat yang sama ia telah dua kali menaikkan harga BBM dan bahan bakar gas, yaitu bulan Maret—gas sebesar 40% dan BBM sebesar 28% dan Oktober 2006—187,5%. Kenaikan ini disebabkan oleh tuntutan imperialis yang memonopoli perdagangan minyak dunia itu menyebabkan kenaikan harga bahan sandang, pangan, transportasi, pendidikan dan kesehatan.

9

Page 10: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Kini secara serius kondisi perburuhan di Indonesia masih menghadapi masalah yang serius dalam jangka pendek dan panjang. Angka penganguran masih terus bergerak naik. Jika tahun 1997 jumlah pengangguran mencapai 5,4 persen, di tahun 2004 naik hingga 10,8 persen di tahun 2007 11,1 juta jiwa (10,45%) yang terdiri dari Laki-laki 5,81 juta (52,30%) dan Perempuan 5,30 juta (47,70%). Dengan memasukkan kategori penganguran tersembunyi—yakni mereka yang setengah mengangur—maka angka penganguran mencapai lebih dari 40 juta. Tingkat pendidikan formal dan ketrampilan yang rendah menjadi sebagaian dari masalah karena sekitar 55 % angkatan kerja adalah sekolah dasar ke bawah.

Pada tahun 2005, pemerintah menjanjikan akan menyerap dua juta tenaga kerja bila target pertumbuhan mencapai 5,5 %. Namun angkatan kerja baru setiap tahun tumbuh lebih dari 2,5 juta, dengan asumsi bahwa setiap pertumbuhan ekonomi 10% (persen) dapat menyerap 400.000 – 500.000 tenagakerja. Bagaimana pun, pemerintah terjebak pada mitos bahwa pertumbuhan ekonomi selalu menjadi obat mujarab bagi masalah sosial-ekonomi, termasuk penganguran dan kemiskinan.

Seperti disebut dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah 2004-2009, pemerintah secara bertahap akan memindahkan buruh informal ke lapangan kerja formal. Penciptaan lapangan kerja formal ini akan diupayakan melalui industri padat karya (labour intensive), industri kecil dan menengah, serta industri yang berorientasi eksport. Prioritas kerja ini sebetulnya sudah pernah diprogramkan oleh pemerintah sebelumnya, namun tampaknya belum banyak mengalami kemajuan.

Dibawah ini adalah Politik SBY-JK tentang Liberalisasi di bidang Perburuhan.

1. Menciptakan fleksibilitas pasar kerja dengan memperbaiki aturan main ketenagakerjaan yang berkaitan dengan rekruitmen, outsoucing, pengupahan, PHK, serta memperbaiki aturan main yang menyebabkan perlindungan berlebihan.

2. Menciptakan kesempatan kerja melalui investasi. Dalam hal ini pemerintah akan menciptakan iklim usaha yang kondusif dengan peningkatan investasi. Iklim usaha yang kondusif memerlukan stabilitas ekonomi, politik dan keamanan, biaya produksi yang rendah, kepastian hukum serta peningkatan ketersediaan infrastruktur.

3. Meningkatkan kualitas SDM yang dilakukan antara lain dengan memperbaiki pelayanan pendidikan, pelatihan serta memperbaiki pelayanan kesehatan.

4. Memperbaharui program-program perluasan kesempatan kerja yang dilakukan pemerintah antara lain adalah program pekerjaan umum, kredit mikro, pengembangan UKM, serta program-program pengentasan kemiskinan.

5. Memperbaiki berbagai kebijakan yang berkaitan dengan migrasi tenaga kerja, baik itu migrasi tenaga kerja internal dan eksternal.

6. Menyempurnakan kebijakan program pendukung pasar kerja dengan mendorong terbentuknya informasi pasar kerja serta membentuk bursa kerja.

(sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah)

10

Page 11: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Salah satu masalah besar akibat kebijakan pemerintahan anti buruh ini adalah angka PHK yang besar. Sejak 2001-2004, jumlah PHK sebesar 4 juta lebih di perkotaan dan pedesaan. Angka ini bertambah pada tahun 2005 dan melonjak, khususnya, sejak kenaikan harga BBM Oktober 2005. Kenaikan harga BBM ini telah membuat banyaknya pabrik dan UKM menutup usahanya akibat tidak mampu menanggung kenaikan biaya produksi. Menurut pemerintah, kemungkinan angka PHK bisa menjangkau 1,5 juta buruh atau pekerja di Indonesia. Akan tetapi, angka ini merupakan perkiraan pemerintah yang tidak bisa dijamin keabsahannya. Di Jawa Timur, angka kenaikan PHK akibat kenaikan harga BBM akan mencapai 2,5 juta buruh atau pekerja di seluruh sektor. Sedangkan di Jawa Barat dilaporkan, 60 industri tekstil yang selama ini menjadi tulang punggung ekspor TPT (tekstil dan produk tekstil) Indonesia berenvana melakukan PHK sebanyak 45.000 tenaga kerja hingga akhir 2005. Jumlah tersebut sekitar 6 % dari total karyawan yang bekerja di industri propinsi itu sebesar 700.000 orangAngka ini belum termasuk buruh yang akan terancam PHK di propinsi lainnya.

Menghitung dampak kenaikan dari dampak PHK tidak sekedar menghitung jumlah buruh yang menjadi korban, melainkan menghitung masalah kemanusiaan yang ditimbulkan akibat adanya PHK bagi buruh dan keluarganya dan masyarakat sekitar yang menyediakan jasa untuk buruh. PHK adalah salah satu bentuk penghacuran kekuatan produktif sebagai satu-satunya cara untuk menyelamatkan hubungan produksi yang kini berada di bawah dominasi imperialisme. Gelombang PHK, di samping menjadi alat untuk membungkam perlawanan buruh, juga bertujuan untuk mempertinggi persaingan di lapangan kerja sebagai metode untuk mempertahankan politik upah rendah.

Kondisi ini akan semakin parah dengan disertai penyempurnaan dalam sistem perekrutan tenaga kerja yang fleksibel karena akan memberikan keuntungan besar bagi kaum pemodal borjuis komprador dan imperialis. Untuk mempermudah PHK dan perekrutan tenaga kerja inilah yang dikenal dengan sebutan Fleksibilitas Pasar Tenaga Kerja (labor market flexibility). Sistem fleksibelitas ini tidak hanya dalam aspek tenaga kerja melainkan meliputi juga di aspek pengupahan, sistem kerja, jam kerja,dll. Hal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.

Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI), rezim boneka pelayan imperialisme berusaha memuluskan kepentingan kapitalis monopoli asing untuk memecat buruh sesuka hatinya. Dalam skema undang-undang tersebut, perselisihan perburuhan diringkas dalam serangkaian prosedur yang menekankan maksimalisasi peranan bipartit dalam penyelesaiannya. Dalam konteks itu, UU mengidamkan buruh dan pengusaha berada dalam posisi sejajar dan memiliki kesempatan untuk saling mempengaruhi dalam negosiasi selayaknya di negeri-negeri imperialis. Di sisi lain, fungsi pengawasan perburuhan yang dijalankan instansi ketenagakerjaan dilemahkan dalam undang-undang ini. Pada prakteknya, lembaga pengawas perburuhan tidak ditujukan untuk membela kepentingan buruh, melainkan guna memuluskan keinginan pengusaha.

Baru genap dua tahun UU No 13 2003, pemerintah sudah mengajukan revisi beberapa pasal yang dianggap kurang memberikan kesempatan bagi penerapan

11

Page 12: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

sistem fleksibilitas. Ajuan revisi undang-undang ini merupakan bagian dari implementasi Instruksi Presiden (Inpres) No. 3 tahun 2006 mengenai Paket kebijakan Perbaikan Iklim Investasi yang dikeluarkan pada bulan Maret lalu. Poin-poin yang menjadi rencana revisi adalah:

1. PHK, Pesangon dan Hak-hak Pekerja/Buruh lainnya;2. Perjanjian Kerja Bersama3. Ketentuan Mengenai Pengupahan;4. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)5. Penyerahan sebagian pekerjaan kepada pihak lain (outsourcing)6. Ijin Mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (TKA)7. Ketentuan mengenai istirahat panjang.

Selain itu membuat draft peraturan pendukung (PP, Keppres, Kepmen) ketentuan mengenai: Perjanjian kerja, cuti panjang, uang lembur, outsourcing, pengupahan dan prosedur memperkejakan TKA. Tindakan ini menimbulkan gelombang aksi massa berpuluh-puluh ribu di Indonesia yang menentang rencana revisi undang-undang yang semakin menindas buruh. Aksi-aksi ini mampu memobilisasi dan menarik antusias massa buruh yang besar. Rangkaian aksi sejak Maret sampai bulan April ini adalah rangkaian aksi yang terbesar setelah aksi-aksi buruh yang menuntut kenaikan pemberlakuan Upah Minimum Kota/Kabuapten (UMK) pada awal Desember 2005 sampai awal Januari 2006.

Akibat dari mudahnya PHK dan pemberlakuan sistem perburuhan fleksibel adalah melemahnya peranan serikat dalam memperjuangkan kepentingan-kepentingan dan hak-hak demokratis kaum buruh. Melemahnya peranan serikat adalah sama dengan rusaknya benteng terakhir pertahanan kaum buruh.

Terkait dengan politik upah rendah dan peningkatan kontrol atas buruh, industri semakin identik dengan karakter perempuan sebagai konsekuensi massifnya penggunaan perempuan di sektor industri. Oleh karena itu, tidak salah bila pada abad 21 akan mengalami gejala yang disebut dengan feminization of industry. Perempuan-perempuan yang bekerja di sektor industri berasal dari wilayah-wilayah pedesaan agraris dengan rata-rata pendidikan hanya mampu sampai pada pendidikan dasar.

Pemerintah dengan sokongan para ekonom-ekonom propagandisnya kaum imperialis selalu saja mengumandangkan pentingnya Investasi Asing dalam memecahkan krisis ekonomi hari ini, dan menyerukan agar seluruh rakyat menjaga keamanan dan ketertiban agar investor tidak takut menanam modalnya. Melarang mogok buruh agar investor asing tidak lari. Sehingga berbagai kebijakannya memberikan jalan lempang tanpa hambatan bagi imperialisme melalui kebebasan berinvestasi dengan memberikan beberapa insentif seperti kekebebasan seluas-luasnya bagi investor asing, kebebasan bagi investor asing untuk melakukan impor kapital, kebebasan melakukan pembelian dan merger atas perusahaan lokal maupun antar sesama perusahaan asing di Indonesia. Juga kebebasan berdagang tanpa hambatan tarif impor dan ekpor; menghilangkan proteksi terhadap komoditi pertanian produksi kaum tani dan barang dagangan produksi modal dalam negeri. Demikian halnya dengaan kebebasan mendirikan bank-bank asing, tidak ada kontrol atas keluar masuknya modal ke Indonesia; bebas memperdagangkan mata uang rupiah dengan mata uang asing; jaminan keamanan dari tindakan nasionalisasi dan perebutan aset asing oleh gerakan

12

Page 13: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Rakyat yang progresif, juga tidak ketinggalan menjadikan institusi pendidikan sebagai usaha bisnis pencari laba bukan lagi sebagai institusi sosial agar sekolah dan universitas asing bebas berdiri. Puncaknya, pemerintah hari ini telah mengeluarkan tiga paket kebijakan secara berturut-turut: Paket Kebijakan Infrastruktur, Paket Kebijakan Investasi dan Paket Kebijakan Keuangan. Ketiga kebijakan itu yang menjadi kuncinya adalah menciptakan keadaan yang kondusif agar investasi asing bersedia menanamkan modal di Indonesia. Esensi dari kebijakan ini adalah untuk melapangkan jalan bagi kapitalisme monopoli/imperialisme untuk mempertinggi keuntungannya dengan serangkaian perubahan kebijakan disektor keuangan, perpajakan, penanaman modal/investasi, kepabeanan, agraria dan ketenagakerjaan seperti program revitalisasi pertanian dan kehutanan yang hanya akan mengukuhkan praktek monopoli atas tanah, Undang-undang Penanaman Modal (UUPM) No. 25 tahun 2007 yang esensinya akan semakin mengukuhkan dominasi kekuatan imperialisme atas ekonomi dan juga kebijakan-kebijakan perburuhan yang mengakibatkan kondisi buruh semakin terpuruk, dan semakin terperosok dalam ketidakpastian, penderitaan dan kemiskinan. Agar dapat memenuhi keinginan pemerintah agar segala kepentingan kaum imperialis dapat terpenuhi, maka pemerintah mengeluarkan undang-undang dan peraturan-peraturan perburuhan yang justru menembah beban penderitaan buruh Indonesia, diantaranya adalah Pertama, disahkannya Undang-Undang ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2003 yang memberikan peluang bagi pengusaha untuk menerapkan sistem kerja kontrak dan out sorcing yang berakibat pada lemahnya posisi tawar buruh untuk mendapatkan hak-hak normatif Buruh serta lenyapnya uang jaminan pensiun dan PHK, Kedua, diberlakukannya Undang-Undang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UUPPHI) Nomor 02 tahun 2004 yang menindas buruh sehingga berdampak pada semakin sulitnya buruh mendapatkan keadilan karena selain bianya yang sangat mahal sehingga buruh sangat berat untuk menjalani prosesnya juga pada prakteknya Pengadilan Hubungan Industrial hanya menjadi alat pemerintah dan pengusaha serakah untuk dapat melikwididasi hak-hak buruh. Ketiga, Setelah gagal melakukan upaya revisi UUK 13 Tahun 2003 yang menghilangkan hak-hak kaum normatif buruh saat ini pemerintah kembali melakukan upaya lain lewat Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Perubahan Penghitungan Uang Pesangon dan Penghitungan Uang Masa Kerja, serta Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Program Pemutusan Hubungan Kerja. Yang pada hakekatnya adalah penghapusan uang pesangon dan pensiun yang seharusnya diterima kaum buruh dengan cara mengalihkan tanggung jawab pengusaha kepada perusahaan asuransi swasta yang tidak jelas dan sangat rentan mengalami kebangkrutan. Apabila RPP ini benar-benar di sahkan maka akan mengakibatkan terjadinya PHK besar-besaran karena pengusaha akan sangat-sangat mudah melakukan PHK karena tidak lagi harus bertanggung jawab memberikan uang pesangon/pensiun, juga akan menimbulkan perpecahan diantara buruh. Keempat, tetap saja mempertahankan konsep KHM dalam penentuan upah buruh, sehingga hampir dapat dipasitikan upah buruh dari tahun ketahun tidak mengalami kenaikan nilainya, bahkan pada prakteknya justru tidak sebanding dengan kenaikan harga kebutuhan pokok, ambil contoh kenaikan upah untuk tahun 2008 hanya berkisar antara 6-10% saja sedangkan kebutuhan pokok mengalami kenaikan yang sangat fantastik yaitu berkisar antar 50 sampai 100%.

13

Page 14: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Sehingga dapat kita kesimpulan bahwa kaum buruh dari hari kehari mengalami penindasan dan penghisapan yang semakin nyata.Meskipun sampai saat ini Revisi UUK 13 Th. 2003 ditangguhkan oleh Rezim hari ini, namun pada kenyataan prakteknya Revisi tersebut telah diterapkan dan dilaksanakan oleh berbagai pengusaha serakah yang malahan dengan sangat buruk. Buruh kontrak (Perjanjian Kerja Waktu Tertentu) dilakukan dengan tidak mengenal batas waktu dan diterapkan di segala jenis produksi dan pekerjaan, melebihi batas dari apa yang akan diatur didalam revisi UUK. Serta menjamurnya lembaga penyedia jasa tenaga kerja (Out sorcing) yang menjadi parasit dan menghisap hasil kerja klas buruh. Selain itu, sudah menjadi gejala umum bahwa berbagai perusahaan senantiasa menghindari untuk mem-PHK buruhnya dengan “memaksakan” para buruhnya untuk mau mengundurkan diri, sebagai upaya untuk menghindari uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja buruh seiring dengan agenda besarnya untuk berupaya keras mengganti para buruh yang memiliki masa kerja yang sangat panjang dengan para buruh kontrak. Masih banyak hal lainnya yang pada hakikatnya Revisi UUK walaupun belum diundangkan oleh pemerintah namun telah diterapkan oleh para pengusaha.

UUK 13 Tahun 2003 sampai saat ini masih menjadi peraturan pokok yang mengatur berbagai mekanisme yang berhubungan dengan Ketenagakerjaan. Namun, saat ini UUK yang sudah buruk tersebut telah mati suri, karena pada hakikatnya para pengusaha telah menerapkan berbagai aturan mengenai ketenagakerjaan dengan seenak hatinya demi penumpukan laba yang tak terhingga. Berbagai hak normatif buruh yang menjadi hak dasar buruh dan diatur dalam peraturan perundang-undangan, dengan secara sengaja ditiadakan oleh para pengusaha. Namun, pemerintah dalam hal ini Bagian Pengawas Dinas Tenaga Kerja, juga menutup matanya terhadap berbagai pelanggaran yang secara jelas disengaja oleh para pengusaha. Seharusnya, sudah menjadi tanggung-jawab mereka-lah untuk memastikan dipenuhinya berbagai hak normatif buruh, seperti Jamsostek, upah lembur, waktu kerja yang sesuai dengan aturan, berbagai cuti yang menjadi hak buruh, hak buruh yang di PHK, dan masih banyak lagi lainnya. Disnaker seharusnya bertanggung-jawab untuk menegakan dan memastikan dilaksanakannya berbagai peraturan perundang-undangan mengenai Ketenagakerjaan.Situasi tersebut menjadikan buruh dalam posisi yang sangat tersudutkan dan terpinggirkan ditengah-tengah lingkaran setan yang tidak berpihak kepada buruh, mulai dari para pengusaha yang hanya memikirkan penumpukan laba setinggi-tingginya hingga para pejabat korup anti rakyat yang hanya mementingkan perutnya sendiri. Buruh dipaksa untuk bekerja dengan jam kerja yang semakin panjang tanpa peningkatan kesejahteraannya. Tidak dapat dipungkiri lagi, bahwa segala kebijakan Rezim hari ini dan situasi diatas hanyalah ditujukan untuk kepentingan si tuannya IMPERIALIST agar mendapatkan super profit yang melimpah dengan mendapatkan bahan baku yang murah serta buruh yang murah (dapat bekerja keras dengan upah yang rendah) dan buruh agar tetap bungkam atas segala penindasan dan penghisapan yang diterimanya (buruh yang patuh), bukan ditujukan bagi peningkatan kesejahteraan buruh. Krisis ekonomi yang semakin kronis dan menajam akibat dari krisis yang terjadi ditubuh imperialisme yang mana tidak mampu lagi diatasi oleh rezim hari ini,

14

Page 15: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

dijawab dengan perlawanan rakyat Indonesia terutamanya kaum Buruh, dengan mengambil bentuk yang beragam, mulai dari penyampaian petisi, hearing, sampai dengan aksi-aksi mobilisasi massa di berbagai kota. Tuntutan pokok buruh yang paling mengemuka saat ini diantaranya adalah sediakan lapangan pekerjaan dengan upah layak, menolak sistem kerja kontrak dan out sorcing yang menindas dan menghisap, penolakan atas UUPPHI dan UUK serta Revisinya, dan penolakan atas RPP pesangon dan Jaminan PHK. Dengan satu tujuan agar kesejahteraan buruh dan keluarga dapat terwujud dengan terciptanya kondisi kerja yang lebih baik dan adil.

Persoalan lain yang mengemuka adalah meningkatnya jumlah buruh migran di Indonesia, misalkan beberapa pihak menyebutkan kurang lebih 4 juta orang yang menjadi buruh migran Indonesia bekerja di luar negeri. Pengorbanan yang diberikan buruh-buruh migran tidaklah kecil, dimana BMI menyumbangkan Devisa pada Negara mencapai 60 trilyun/tahun. Saat ini, banyak buruh-buruh migran menjadi korban kekerasan dalam rumah tangga, kekerasan dan pelecehan seksual, perbudakan dan ancaman hukuman mati. Hal ini menunjukkan rendahnya perhatian pemerintah terhadap keberadaan buruh-buruh migran.

Jika dilihat dari akar masalah, kondisi kongkret yang dialami kaum buruh Indonesia disebabkan oleh adanya dominasi imperialisme melalui rezim SBY-JK sebagai kakitangannya. Dominasi inilah yang telah menyebabkan beberapa masalah buruh Indonesia, yaitu:

1. Upah yang rendah; Upah buruh di Indonesia belum berdasarkan standar Kebutuhan Hidup Layak (KHL), sementara tingkat kenaikan harga dan inflasi melambung tinggi. Pemerintah sangat minim dalam memberikan jaminan perlindungan upah untuk meningkatkan kesejahteraan buruh dan keluarganya.

2. Kesejahteraan dan jaminan sosial; Negara tidak memberikan jaminan atas kesejahteraan yang layak bagi buruh melainkan melemparkan tanggungjawab masalah ini kepada mekanisme bipartit atau kebijakan perusahaan secara sepihak. Padahal buruh dan rakyat berhak atas pelaksanaan standar kesejahteraan dan jaminan sosial yang layak oleh negara.

3. Sistem dan kondisi kerja; dimana saat ini buruh bekerja dalam keadaan kondisi dan syarat-syarat kerja yang buruk serta jaminan sosial yang tidak memadai.

4. Minimnya perlindungan terhadap perempuan pekerja dan meningkatnya pemakaian tenaga kerja anak-anak.

5. Perlindungan yang lemah terhadap buruh migran dan keluarganya.6. Kebebasan berserikat, berunding dan mogok yang dibatasi;7. Kebijakan/hukum dan peraturan pemerintah yang anti buruh dan

demokrasi.

Kaum buruh adalah klas pekerja yang secara kongkret terkait erat dengan dominasi imperialisme di Indonesia. Klas inilah yang merupakan klas termaju sekaligus klas yang paling besar menanggung beban krisis imperialisme. Akan tetapi, perjuangan melawan imperialisme adalah perjuangan yang tidak hanya milik klas pekerja. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi gerakan buruh

15

Page 16: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

untuk membangun kerjasama dengan kaum tani sebagai kalangan mayoritas di Indonesia. Perjuangan melawan imperialisme juga merupakan perjuangan kaum tani untuk menghancurkan feodalisme yang menjadi basis sosial dari eksistensi imperialisme di Indonesia.

Melawan Imperialisme adalah Tugas Sejarah Klas Buruh dan Seluruh Rakyat Indonesia.Bila ditilik dari akar permasalahannya, masalah-masalah yang dialami klas buruh Indonesia disebabkan oleh adanya dominasi imperialisme melalui rejim SBY-Kalla sebagai kakitangannya. Dominasi inilah yang telah menyebabkan maraknya PHK, rendahnya upah dan jaminan kerja, massifnya penggunaan tenaga kerja perempuan dan anak-anak, hancurnya industri nasional, dan masalah-masalah buruh migran Indonesia di berbagai negeri.Klas buruh adalah klas yang secara konkret terkait erat dengan dominasi imperialisme di Indonesia. Klas inilah yang merupakan klas termaju sekaligus klas yang paling besar menanggung beban krisis imperialisme. Akan tetapi perjuangan melawan imperialisme adalah perjuangan yang tidak hanya milik klas buruh. Oleh karenanya, menjadi sangat penting bagi gerakan buruh untuk membangun kerjasama dengan kaum tani sebagai kalangan yang mayoritas di Indonesia. Perjuangan melawan imperialisme juga merupakan perjuangan kaum tani untuk menghancurkan sisa-sia feodalisme yang menjadi basis sosial dari eksistensi imperialisme di Indonesia. Perjuangan melawan imperialisme adalah perjuangan di dalam negeri yang dilakukan oleh Rakyat—terutama rakyat dari negeri terjajah, setengah terjajah dan penjajahan model baru (neo-kolonialisme)—melawan klas-klas reaksioner lokal yang selama ini menjadi tulang-punggung dan basis dominasinya. Saat ini, klik yang berkuasa di panggung politik Indonesia adalah klik Susilo Bambang Yudhoyono dan Yusuf Kalla. Hal terpenting yang harus dilakukan di dalam negeri adalah melakukan mobilisasi massa dalam jumlah besar untuk bergabung dan front persatuan demokratis yang berhaluan patriotik, yakni front anti-feodalisme dan anti-imperialisme. Front ini bersifat luas dengan melibatkan elemen kelas-kelas progresif dan dipimpin oleh persekutuan kelas paling progresif yakni kelas buruh dan kaum tani. Kelas buruh dan kaum tani merupakan sandaran pokok dalam kerjasama tersebut, yang menjadi segi yang memimpin dan menentukan arah gerak perjuangan.Tujuan jangka pendek dari penggalangan front ini adalah untuk mengucilkan klik paling reaksioner, yakni klik tuan-tanah, komprador, dan kapitalis birokrat yang tengah berkuasa dan menjadi boneka atau kepanjangan tangan imperialisme AS. Tujuan jangka panjangnya adalah melaksanakan demokratisasi dan menancapkan pilar-pilar melakukan pembebasan nasional guna mengakhiri dominasi imperialisme atau kapitalisme monopoli.Tugas mendesak keluar adalah bersolidaritas dan bersatu dengan gerakan rakyat yang anti-imperialisme di tingkat internasional untuk mengucilkan klik imperialisme AS. Bangkitnya gerakan rakyat dalam skala internasional yang merespon isu-isu globalisasi dan perang menjadi indikasi akan menajamnya

16

Page 17: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

kontradiksi antara rakyat di berbagai negara, khususnya di negara-negara jajahan dan semi jajahan dengan imperialisme, khususnya imperialisme AS. Keberhasilan perjuangan melawan imperialisme akan sangat bergantung pada ketepatan kalangan demokratik dan patriotik Indonesia—dengan dasar aliansi klas buruh dan kaum tani—untuk mengusung perjuangan demokratis sebagai jalan satu-satunya meraih kemerdekaan sejati. Di dalam perjuangan ini, perjuangan kaum tani untuk melaksanakan land-reform sebagai cara untuk menghancurkan dominasi feodalisme dan perjuangan klas buruh untuk membangun industrialisasi nasional yang kokoh berada sebagai segi yang menentukan.Perjuangan demokratis adalah perjuangan yang memiliki karakter luas, menghimpun segenap potensi demokratis massa untuk bersatu padu merebut hak-hak reform sebagai cara untuk menggulingkan imperialisme dan meraih kemerdekaan dan kehidupan yang layak di masa yang akan datang.

Keadaan Serikat Buruh /Gerakan Buruh Indonesia hari ini

Organisasi-organisasi buruh Indonesia – terutama pada awalnya berakar pada sektor transportasi dan perkebunan – yang memerankan bagian penting dalam serangkaian babak perjuangan kemerdekaan negeri yang penuh kekerasan (Tedjasukmana, I958; Ingleson, 1986; Shiraishi, 1990). Dibentuk pertama kali pada tahun 1910-an, organisasi-organisasi buruh ini mendahului partai-partai politik dan beragam organisasi massa lain.

Seperti juga dilakukan penjajah Malaya, otoritas Hindia Belanda banyak memberangus tumbuhnya kelompok radikal gerakan buruh yang dipengaruhi oleh perkembangan Partai Komunis Indonesia (PKI). Pada kasus ini, setelah dibungkam oleh pemerintahan penjajah Belanda sebagai dampak dari pemberontakan yang gagal yang didorong oleh PKI pada 1926, buruh terorganisasi kembali muncul dalam perjuangan kemerdekaan bersenjata yang tak lama disusul dengan berakhirnya Perang Dunia II. Pada tahun 1950-an dan awal tahun 1960-an, SOBSI (Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia) yang didukung PKI adalah organisasi buruh yang paling aktif dan kuat di antara banyaknya organisasi buruh yang memiliki kaitan dengan partai politik.

SOBSI sangat berpengaruh, misalnya, dalam nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda di akhir 1950-an. Namun, keadaan darurat militer dan kendali manajerial pada perusahaan-perusahaan tersebut menempatkan tentara pada posisi yang kemudian malah berhadapan langsung dengan kelompok-kelompok militan gerakan buruh yang biasanya dipimpin oleh kelompok komunis.(Hawkins,1963).

Penghancuran PKI oleh koalisi yang dipimpin tentara, kelas menangah kota, juga kepentingan kaum pemilik tanah kota dan desa setelah tahun 1965 mengakibatkan lenyapnya tradisi politik keserikatburuhan, dan warisan ini terus menghambat buruh terorganisasi di Indonesia. Di tahun 1950an jumlah buruh yang terlibat dalam organisasi buruh mencapai antara 3 – 4 juta orang. Kaum buruh ini tergabung dibawah sekitar 150 serikat

17

Page 18: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

buruh nasional dan ratusan serikat buruh lainnya di tingkat-tingkat lokal yang tidak memiliki afiliasi di tingkat nasional. Untuk Serikat-serikat buruh nasional memiliki jumlah anggota yang beragam. Serikat Buruh Perkebunan Republik Indonesia [sarbupri] misalkan mengklaim anggotanya sebanyak 600.000 orang. Sementara serikat buruh nasional seperti Perhimpunan Ahli Gula Indonesia [PAGI] hanya memiliki 600 anggota. Label “nasional” yang disandang tidak begitu menjamin jumlah anggota banyak. diantara ratusan serikat buruh itu dapat dilihat ada empat federasi serikat buruh yang cukup besar dan tiga federasi yang lebih kecil, serta jumlah organissi lainnya yang juga mengklaim dirinya sebagai federasi. Ke empat federasi serikat buruh itu diantaranya adalah :

1. Sentral Orgnisasi Buruh Seluruh Indonesia [SOBSI] ; dengan anggota sekitar 60 persen dari seluruh jumlah buruh yang terorganisir. SOBSI memiliki organisasi yang baik dan paling efisien dari segi administrasi. Federasi SOBSI di bentuk pada 29 Nopember 1946 di kota revolusioner Jogjakarta, ketika Indonesia sedang berada dalam perang Kemerdekaan. Kementrian Perburuhan di tahun 1956 menyatakan bahwa SOBSI memiliki 2.661.970 anggota.

SOBSI juga memiliki kedekatan dengan Partai Komunis Indonesia [PKI] yang kembali ke panggung politik di tahun 1956 dibawah pimpinan Aidit. SOBSI terdiri atas 39 serikat buruh nasional dan 800 serikat buruh local. Diantaranya yang cukup penting adalah; SBG, Sarbupri, Sarbuki [kehutanan], SBPP [pelabuhan], SBKA [kereta api], SBKB [kendaraan bermotor], SERBAUD [angkatan udara], SB postel, Perbum [ Minyak], SBTI [tambang], SBIM [industri metal], SBRI [rokok], Sarbufis [Film], SBKP [kementrian pertahanan], Kemperbu, SBPU [pekerjaan umum, SEBDA dan SBPI [percetakan. SOBSI juga memiliki afiliasi dengan World Federation of Trade Union [WFTU]. Pada saat itu Bung Nyono yang menjadi sekretaris umum SOBSI juga duduk sebagai wakil presiden WFTU.

2. Kongres Buruh Seluruh Indonesia [KBSI]; yang didirikan pada 12 Mei 1953

terdiri atas serikat-serikat buruh non-komunis. Jumlah anggotanya saat pembentukan mencapai 800.000 orang, tapi segera berkurang seiring dengan terjadinya perpecahan di tingkat pimpinannya. Serikat buruh yang menjadi pendukung KBSI adalah; PERBUPRI [perkebunan], PBKI [kereta api], SKBM [minyak], SBP [pertambangan], SBKPM [penerbangan], OBPSI [perniagaan]. KBSI tidak memiliki afiliasi dengan organisasi buruh Internasional dan amat terbatas kegiatannya pada hal-hal yang berhubungan dengan keadaan sosial.

3. Serikat Buruh Islam Indonesia [SBII]; didirikan pada bulan November 1948 oleh tokok-tokoh Partai Islam, Masyumi yang menyadari pentingnya gerakan organisasi buruh sebagai basis pendukung partai. Pada tahun 1956 anggotanya sebanyak 275.000 orang dari berbagai bidang pekerjaan. Pimpinan SBII ini di pegang oleh Mr. Jusuf Wibisono, anggota presidium Masyumi dan pernah menjadi Menteri Keuangan. Sesuai dengan nama yang disandangnya SBII melandaskan gagasannya pada ajaran-ajaran Qur’an/Islam. SBII memiliki afiliasi dengan International Conference of Trade

18

Page 19: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Unions [ICFTU], selain itu SBII juga mengadakan kontak dengan gerakan buruh di negara-negara Islam.

4. Kesatuan Buruh Kerakjatan Indonesia [KBKI]; didirikan pada tanggal 10 November 1952. semula organisasi ini bernama ---- Konsentrasi Buruh Kerakjatan Indonesia ---- dan memiliki hubungan dengan Partai Nasional Indonesia/PNI. Dalam salah satu pernyataanya secara tertulis bahwa KBKI bekerja bersama dengan PNI dalam mencapai tujuan-tujuannya. Azas yang melandasi KBKI adalah Marhaenisme [ajaran Soekarno]. Pada tahun 1955 KBKI mengklaim memiliki anggota 95.000 orang. KBKI juga adalah anggota PNI, dan keberhasilan KBKI dalam menggalang kekuatan ditahun 1958 ----- ditaksir jumlah anggotanya lebih dari setengah juta orang --- tidak dapat dilepaskan dari keberhasilan PNI. Walaupun berhubungan dengan gerakan buruh di luar negeri dan turut berpartisipasi dalam aktivitas Internasional, tapi KBKI tetap memilih tidak bergabung dengan organisasi buruh Internasional.

Sedangkan 3 federasi serikat buruh yang lebih kecil yaitu : 1. HISBI yang didirikan pada tahun 1952, organisasi ini didirikan oleh para

aktivis gerakan buruh yang dekat dengan tokoh-tokoh Partai Buruh. Pada tahun 1955 anggotanya mencapai 413.975 orang. Pada perkembangan selanjutnya seiring keberhasilan KBKI dan SOBSI jumlahnya terus menurun dan di tahun 1958 tercatat sekitar 50.000 orang.

2. Sentral Organisasi Buruh Republik Indonesia [SOBRI] yang menjadi gerakan buruh Partai Murba. Ketika di bentuk di tahun 1951 SOBRI mengklaim memiliki anggota mencapai 469.490 orang. Sama seperti HISBI ---- SOBRI juga kalah bersaing dengan SOBSI dan KBKI sehingga pada tahun 1958 tercatat anggotanya sebanyak 100.000 orang saja. Sjamsu Haja Udaja yang pernah tercatat sebagai aktivis BBI menjadi salah satu pimpinan organisasi ini. SOBRI juga berafiliasi dengan World Federation of Trade Unions [WFTU].

3. Federasi yang ter akhir adalah GSBI yang didirikan di bulan September 1949 oleh 19 serikat buruh, termasuk PGRI dan SBDA. GSBI yang bergabung di bawah KBSI kemudian keluar dan tetap bertahan sendiri di bawah Rh. Koesnan. Tahun 1958 tercatat anggotanya sebanyak 36.000 orang.

Selain yang dijelaskan diatas masih ada beberapa organisasi yang juga berbentuk federasi dengan skala yang jauh lebih kecil, seperti Gabungan Serikat Sekerdja Pemerintah Daerah Djogjakarta [GSSPDIJ], Gabungan Organisasi Buruh Indonesia [GOBI] dan Gabungan Buruh Indonesia [GBI]. Pada tahun 1955 kementrian Perburuhan membuat semacam catatan yang memasukkan 67 serikat buruh sebagai organisasi yang Independen. Antara lain yang termasuk pada golongan ini adalah PGRI, Persatuan Pegawai Polisi Republik Indonesia [P3RI], Organisasi Perkebunan Indonesia [OBPI], serikat buruh Listrik dan Gas Indonesia [SBGLI], dllnya.

Pada tahun 1955, Partai politik juga banyak ikut mendirikan serikat-serikat buruh. Nahdlatul Ulama [NU] misalnya mendirikan Serikat Buruh Muslimin Indonesia

19

Page 20: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

[SARBUMUSI] sebagai serikat buruh yang vertikal yang bernaung dibawah panji-panji NU. Untuk orang-orang Katolik mendirikan Sentral Organisasi Buruh “Pancasila” yang dalam mukadimahnya menyatakan bahwa organisasi ini mempunyai azas Pancasila menurut pengertian Katolik.

Aktivitas yang dilakukan oleh organisasi-organisasi ini sangat beragam, begitu juga dengan pemogokan pada dekade 1950-an juga sering terjadi, umumnya dengan tuntutan kenaikan Upah, selama periode 1951-60-an misalkan tercatat 30.538 kasus perselisihan yang sering disertai pemogokan. Pemogokan menjadi senjata ampuh bagi kaum buruh untuk memenuhi keinginannya. Disamping urusan pabrik yang mereka hadapi sehari-hari, kaum buruh dan serikat-serikat buruh juga banyak terlibat dalam aktivitas politik, seperti protes yang mereka lakukan dalam kasus Irian Barat. Sejumlah 1.031.038 orang buruh turun melakukan protes pada akhir tahun 1957 sehubungan dengan masalah Irian Barat

Seiring dengan menguatnya gerakan buruh, ruang gerak federasi-federasi serikat buruh ini juga mulai mendapat tekanan dari pihak pemerintah dan militer yaitu dengan dijalankannya kebijaksanaan BKS BUMIL dan disodorkannya rancangan untuk membentuk organisasi persatuan pekerja Indonesia [OPPI] yang diharapkan dapat menyatukan semua gerakan buruh. Puncaknya pada Desember 1962 organisasi yang mendapat dukungan dari militer ini mengadakan Kongres di Jakarta, dan mengubah nama menjadi Sentral Organisasi Karyawan Sosialis Indonesia [SOKSI] yang di pimpin oleh Jenderal Suhardiman.

Sejak 1970-an hingga kejatuhan rezim Orde Baru pimpinan Soeharto, buruh dihambat oleh sistem korporatis yang sangat otoriter yang hanya memberikan ruang kepada satu federasi serikat buruh sah bikinan pemerintah [SPSI], dan yang secara maya (virtual) melarang aksi industrial atas nama kesatuan dan persatuan nasional (lihat Hadiz, 1997). Aspek kunci dari strategi ini ialah penyebaran kebijakan satu federasi serikat buruh sah bikinan pemerintah yang sangat terkontrol, dan juga penyebaran sistem hubungan industrial yang berpola menghindari konflik sebagai satu hal yang prinsipil ----- karena dianggap tidak sesuai dengan nilai budaya Indonesia.

Indonesia adalah bangsa Asia Tenggara yang paling parah tertimpa Krisis Asia dan juga negeri yang buruh terorganisasinya paling keras dibungkam. Meski dalam keadaan tindasan yang amat sangat selama orde baru berkuasa, bukan berarti kaum buruh tidak melakukan/ada perlawanan sama sekali, bahkan sebaliknya perlawanan spontan kaum buruh muncul dimana-mana sepanjang kekuasaan orde baru dan perlawanan ini memulai sejarah barunya ketika rejim otoriter Soeharto jatuh di bulan Mei 1998. Tentu peristiwa bersejarah tumbangnya sang diktator Soeharto pada Mei 1998 membebaskan upaya pengorganisasian buruh dari sekian hambatan hukum yang telah lama ada.

Sejak saat itu tidak sedikit kaum buruh mendirikan organisasinya (serikat buruh) dan berjuang mendapatkan kembali hak-hak demokratis dan kesejahteraannya. Dimana untuk secara legal, tonggak reformasi di arena politik perburuhan di Indonesia, dimulai dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Tenaga Kerja No. 5 tahun 1998, tentang pendaftaran serikat buruh. Ini sekaligus mengakhiri era

20

Page 21: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

serikat buruh tunggal yang dikuasai FSPSI (Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia). Dirintis sejak pemerintahan B.J. Habibie yang singkat (1998—1999) melalui ratifikasi terhadap konvensi ILO no. 87 mengenai kebebasan berserikat, dua tahun kemudian, di bawah pemerintahan Abdurrahman Wahid (2000—2001), era serikat buruh tunggal yang dikontrol negara diakhiri pada tahun 2000 dengan diundangkannya kebebasan berserikat melalui Undang-undang Serikat Pekerja/Serikat Buruh No. 21 thn 2000 pada tanggal 4 Agustus 2000. Undang-undang ini mengatur pembentukan, keanggotaan, pemberitahuan dan pendaftaran, hak dan kewajiban, keuangan dan kekayaan, pembubaran dan hal-hal lain yang menyangkut serikat buruh. Sejak saat itu, diawali dengan pecahnya FSPSI menjadi FSPSI dan FSPSI Reformasi, mulai bermunculan serikat buruh/serikat pekerja (SB/SP) baru. Sejak tahun 2000, pertumbuhan SB/SP baru tersebut bagaikan jamur yang tumbuh di musim hujan. Ribuan serikat buruh di berbagai tingkat bermunculan dan mendaftarkan dirinya ke Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi.

Data resmi terakhir menyebutkan, per-Juni tahun 2007, tercatat ada 3 konfederasi (KSPSI/Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia, KSBSI/Konfederasi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, KSPI/Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia), 86 federasi, dan belasan ribu SB/SP tingkat pabrik. Dari ketiga konfederasi tersebut, KSPSI merupakan konfederasi serikat terbesar yang menyatakan memiliki 16 federasi dan lebih dari empat juta orang anggota. Posisi kedua ditempati KSPI dengan 11 federasi dan anggota lebih dari dua juta orang, serta KSBSI dengan anggota mencapai hampir dua juta orang di posisi ketiga. Sementara itu, data tahun 2002 yang dikeluarkan FES menunjukkan, jumlah populasi serikat buruh tersebut berada dalam situasi di mana jumlah anggota serikat mencapai lebih dari delapan juta orang dan tingkat unionisasi sebesar sembilan persen dari total angkatan kerja atau 25 persen dari total angkatan kerja di sektor formal. Data verifikasi terakhir yang dilakukan Depnakertrans untuk tahun 2006 menunjukkan, KSPSI tetap merupakan konfederasi terbesar dengan 16 federasi serikat pekerja, meskipun, seperti juga kedua konfederasi yang lain, mengalami penurunan jumlah anggota yang cukup signifikan dari tahun ke tahun.

Kemajuan gerakan kaum buruh saat ini tidak saja datang dari rezim berkuasa akan tetapi juga dari kalangan burjuasi liberal perkotaan, kaum intelektual yang bekerja di LSM bahkan beberapa dari mereka membentuk dan memimpin organisasi buruh. Pada perkembangannya, keberadaan ormas buruh yang lahir akibat UU 21/2001 tentang SB/SP ternyata tidak mampu mengakomodir kepentingan massanya yang tersebar kedalam jenis industri/produksi serta tidak mempunyai program yang didukung oleh massa luas. Hal tersebut diakibatkan oleh praktek-praktek subyektivisme dan liberalisme organisasi buruh. Praktek-praktek tersebut antara lain kuningisme, advokasiisme, fungsionalisme dan daerahisme. Untuk itu serikat buruh kurang memiliki perspektif kearah yang lebih baik dan tidak menyandarkan pada kekuatan internal. Keadaan ini juga menyebabkan tidak tampilnya pimpinan gerakan buruh yang memiliki kesadaran dan kemampuan yang maju dari kalangan kaum buruh, sekalipun ada banyak dari mereka memiliki pengalaman berjuang di dalam pabrik dan wilayah yang panjang dan heroik, bilapun beberapa kaum buruh menjadi pimpinan serikat buruh mereka baru menduduki jabatan secara formal tanpa pendidikan dan kesadaran politik yang memadai sehingga secara politik tidak mewakili kepentingan kaum

21

Page 22: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

buruh secara keseluruhan (tercerabut dari akar golongan/klasnya sendiri) dan berada dibawah dominasi pikiran dan tindakan pimpinan sejatinya yaitu kaum borjuasi menengah perkotaan, kaum intelektual yang suka menyebut dirinya “pendamping”. Sebaliknya keadaan kaum buruh yang buta huruf, pendidikan rendah, malas berorganisasi, manja dan berbagai kelemahan lainnya sengaja dibesar-besarkan dijadikan dasar dan momentum untuk merubah haluan perjuangan kaum buruh menuju perjuangan mereka sendiri yang paling akhir dan terselubung, yaitu kaum buruh dijadikan hanya sebagai sokongan agar dapat menjadi pimpinan partai bahkan mendirikan partai politik elektoral, untuk duduk di parlemen baik di DPR pusat maupun daerah, DPD bahkan dilembaga pemerintah. Karena itu pimpinan serikat buruh semacam ini pada tingkatan sekarang menyibukkan diri menjadi tim sukses pemilihan kepala daerah, lobi dipartemen dan lembaga pemerintah dan berbagai aktivitas lainnya yang abstrak hubungannya dengan upaya memajukan tarap ekonomi/kesejahteraan dan kesadaran kaum buruh.

Hal tersebut berdampak pada kekuatan buruh belum solid pada tuntutan, program dan orientasi perjuangan, pembangunan organisasi. Kebangkitan massa akibat krisis imperialis belum bisa dipimpin secara cepat dan tepat sehingga massa terpecah ke dalam sikap masing-masing. Massa buruh belum diarahkan untuk memblejeti kekejaman kapitalis dan rezim reaksioner secara konsisten dan massif. Akibatnya, situasi ini dimanfaatkan kapitalis dan rezim komprador mengonsolidasikan dirinya. Selain itu, banyak pimpinan serikat buruh menjalankan politik reformis dalam organisasi dan perjuangan politik buruh.Oleh karena itu, gerakan pembetulan pada organisasi sangat dibutuhkan. Organisasi buruh tidak sekedar kumpulan orang dan strukturnya melainkan serikat yang mampu melayani setiap anggota—dalam perjuangan sosial ekonomi dan kehidupan mereka—dan mengonsolidasikannya dalam praktek-praktek perjuangan yang tiada habis. Serikat buruh harus bisa menjalankan fungsinya sebagai:

1. Sekolah yang bisa melatih massa buruh dalam perjuangan sehari-hari untuk menjadi pemimpin klasnya dan klas tertindas lainnya.

2. Sekolah yang bisa mendidik massa buruh dalam mengelola organisasi sehari-hari.

3. Wadah konsolidasi kekuatan buruh dalam menjalankan perjuangan dan melayani massanya.

Hal ini membutuhkan pembetulan pada aspek politik dan organisasi buruh. Organisasi buruh harus memiliki kesesuaian isi dan bentuk yang sesuai dengan wilayah perjuangan sosial-ekonomi masing-masing. Kesesuian isi dan bentuk organisasi yang disertai program perjuangan yang tepat dapat menjamin kebangkitan buruh secara massif. Massa buruh akan terlatih disiplin, militan, terpimpin melalui perjuangan kongkret kesehariannya di pabrik-pabrik. Mereka akan mengenal kontradiksi dan musuh klasnya—di tempat kerja atau di wilayah masing-masing—serta peranan klas buruh melalui serangkaian perjuangan klas yang dipimpin oleh serikat. Dengan cara itulah, buruh bisa lebih memahami realitas dan konsepsi yang menyeluruh tentang penindasan, perjuangan dan peranan klasnya pada tingkat nasional dan internasional.

22

Page 23: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Hal ini disebabkan bahwa perlawanan kaum buruh Indonesia masih sangat bersifat sporadis sebab dan akibat, bahkan tidak jarang serikat buruh justeru mengkooptasi gerakan buruh itu sendiri ini artinya sampai dengan hari ini belum ada serikat buruh yang mampu memimpin dengan programnya untuk menjadikan massa buruh menjadi massa yang terdidik, terorgisir dan terpimpin. Bahwa hari ini belum ada serikat buruh yang menjadi pusat perjuangan bagi kaum buruh Indonesia adalah fakta obyektifnya.

Dari rangkaian kondisi obyektif tersebut diatas maka menjadi suatu keharusan bagi Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) sebagaimana cita-citanya untuk menjadi sekolah/tempat belajar kaum buruh dan menjadi pusat bagi perjuangan serikat buruh di Indonesia untuk terus meningkatkan belajar bersama dan berjuang bersama dengan menyusun secara baik program perjuangannya dan melakukan pembetulan pada aspek politik dan struktur/bentuk organisasinya.

BAB IITENTANG GABUNGAN SERIKAT BURUH INDEPENDEN (GSBI)

Organisasi Gabungan Serikat Buruh Independen (Federation of Independent Trade Union) (GSBI) dideklarasikan pada tanggal 21 Maret 1999 di Lapangan Tenis Gelora Bung Karno Jakarta, yang dihadiri tidak kurang oleh 7.000 buruh dari berbagai sektor industri dari wilayah Jakarta, Bogor, Tangerang , Bekasi dan Depok.

Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) adalah organisasi gabungan dari serikat-serikat buruh sektoral/satu jenis lapangan pekerjaan dalam upaya mewujudkan solidaritas untuk memperkuat posisi runding buruh baik dihadapan pengusaha maupun dalam konteks yang lebih luas yaitu negara-bangsa dalam peningkatan kesejahteraan dan hubungan kerja serta hubungan masyarakat yang berkeadilan dan demokratis.

Proses lahirnya Gabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) dalam kancah perserikatan buruhan di Indonesia, dimana proses pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 80-an yang dirintis oleh beberapa aktivis buruh dan sebuah LSM pejuang hak buruh yaitu SISBIKUM [Yayasan Saluran Informasi Sosial dan Bimbingan Hukum] dengan cara melakukan kerja-kerja penyadaran dan pengorganisasian, pendidikan dan bantuan hukum/advokasi buruh ditingkat komunitas yang tersebar diwilayah Jakarta, Bogor, Tangerang, Depok dan Bekasi [Jabodetabek]. Untuk menghindari kejaran rejim pada saat itu serta sebagai alat berkumpulnya kawan-kawan buruh yang diorganisir, maka pada tahun 1990-an dibentuklah komunitas TEATER BURUH INDONESIA atau yang lebih di kenal dengan TBI. Pada tahap selanjutnya proses penyadaran dan pengorganisasian buruh ini difokuskan pada pengorganisiran buruh-buruh diperusahaan-perusahaan sepatu terutama yang memproduksi merk. Nike, Adidas, Fuma, Filla, Reebok dll, maka dari hasil kerja keras tersebut lahirkan kelompok-kelompok belajar buruh pabrik sepatu yang tersebar di wilayah Jabodetabek, selanjutnya kelompok-kelompok belajar buruh ini mempersatukan diri menjadi organisasi maka lahirlah

23

Page 24: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

serikat buruh disektor Sepatu dan Perlengkapannya [footwear] “Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu” yang selanjutnya disingkat PERBUPAS yang dideklarasikan pada tanggal 15 Desember 1996 di Cisarua Kabupaten Bogor Jawa Barat, yaitu serikat buruh yang menghimpun potensi buruh-buruh yang bekerja dipabrik sepatu, guna memperkuat posisi tawar, perlindungan dan juga perjuangan peningkatan kesejahteraan buruh disektor sepatu dan perlengkapannya. Pada perkembangannya proses pengorganisasian ini diikuti oleh buruh/kelompok belajar buruh yang memproduksi Garmen dan Tekstil dan aksesoriesnya yang pada tanggal 17 Agustus 1997 di Bumi Perkemahan Jambore Cibubur, Jakarta Timur, mendeklasikan serikat buruh yang diberi nama “Asosiasi Buruh Garmen dan Tekstil” yang selanjutnya di singkat ABGTEKS. Pada saat itu juga sudah mulai berkembang kelompok diskusi di beberapa perusahaan di berbagai jenis Industri lainnya.

Karena pada tahun-tahun tersebut serikat buruh yang diakui dan diperbolehkan oleh pemerintah hanya SPSI (Serikat Pekerja seluruh Indonesia), maka pada tahap awal Program Kerja dari kedua serikat buruh tersebut (PERBUPAS dan ABGTEKS) adalah difokuskan pada penguatan buruh dikedua sektor tersebut melalui diskusi-siskusi, pendidikan dan pelatihan, Advokasi dan juga penerbitan berbagai brosur tentang perburuhan. Hal ini disebabkan pada masa itu rejim orde baru tidak memberikan tempat kepada serikat buruh lain diluar Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) sebagai satu-satunya serikat buruh yang diakui oleh negara dan berhak melakukan perundingan baik dipabrik maupun dalam sekala yang lebih luas.

Deklarasi GSBI Reformasi yang pada puncaknya terjadi tahun 1998 yang mengakibatkan jatuhnya rejim otoriter Soeharto, sedikit banyak memberikan angin segar bagi terbukanya kran Demokrasi dan kebebasan bagi masyarakat dalam berbagai bidang, tidak terkecuali dibidang perburuhan terjadi juga perubahan terutama dibuka adanya peluang/kebebasan bagi buruh untuk membentuk, masuk dan mendirikan serikat buruh yang menjadi pilihannya selain dari SPSI, yaitu Pemerintah RI melalui Menteri Tenagakerja mengeluarkan Permenaker No.05 tahun 1998 dan selanjutnya disusul dengan Pemerintah RI dalam hal ini Presiden merativikasi Konvensi ILO 87 tahun 1948 melalui Keputusan Presiden RI No. 83 tahun 1998 tentang pengesahan Konvensi ILO No. 87 tahun 1948 tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi. Artinya Kran kebebasan berserikat bagi kaum buruh telah dibuka seluas luasnya oleh Pemerintah, maka dengan menggunakan kesempatan tersebut serikat-serikat buruh yang tergabung dalam Perkumpulan Buruh Pabrik Sepatu (PERBUPAS) maupun Assosiasi Buruh Garmen dan Tekstil (ABGTEKS) yang berada diberbagai perusahaan diwilayah Jabodetabek dengan segera menyikapi perubahan tersebut dengan mendeklarasikan serikat buruh ditingkat pabrik dan mencatatkannya pada Departemen Tenagakerja yang sebelumnya tidak diakui untuk berunding baik dengan pengusaha maupun dalam sekala yang lebih luas yakni dihadapan negara-bangsa. Seiring dengan perkembangan PERBUPAS dan ABGTEKS lahir pula dalam proses kerja-kerja pengorganisasian ini serikat-serikat buruh tingkat pabrik diberbagai jenis Industri, seperti Latek, Alumunium, Plastik, Kimia dllnya.

24

Page 25: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Mengingat hal itu maka persatuan dan serikat buruh yang kuat serta mampu merubah kondisi perburuhan mutlak dibutuhkan. Meyakini bahwa dengan serikat buruh yang kuat dan mempunyai basis yang mengakar, anggota yang terpimpin, terdidik dan terorganisir maka persoalan-persoalan perburuhan sedikit banyak akan dapat teratasi. Berdasarkan pada prinsip kesadaran bahwa keseluruhan proses pergerakan serikat buruh serta merujuk; (1). Konvensi ILO No. 87, tentang Kebebasan Berserikat dan Perlindungan Hak untuk Berorganisasi, (2). Konvensi ILO No. 98, mengenai Kebebasan Berorganisasi dan Berunding Bersama serta (3). Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 05/MEN/1998, tentang Pendaftaran Serikat Pekerja, maka pada tanggal 21 Maret 1999, 17 Serikat Buruh di Wilayah Jabodetabek serta 2 [dua] Organisasi serikat buruh Sektor yaitu PERBUPAS dan ABGTeks serta beberapa Indivindu aktivis buruh memutuskan dan mendeklarasikan : Gabungan Serikat Buruh Independen “Federation of Independent Trade Union”(GSBI).

Bentuk Organisasi GSBI Organisasi GSBI adalah berbentuk serikat buruh, yaitu organisasi serikat buruh yang merupakan Gabungan dari Serikat-serikat buruh sektoral/serikat buruh satu jenis lapangan pekerjaan.

Sifat Organisasi GSBI Organisasi GSBI bersifat Independen, terbuka, demokratis, bertangungjawab dan non-partisan/non-partai, yang berarti tidak menjadi bagian atau onderbouw dari salah satu partai politik.

Azas Organisasi GSBIGabungan Serikat Buruh Independen (GSBI) berazaskan Pancasila dan UUD 1945 serta Solidaritas dan kesetiakawanan buruh seluruh dunia.

Tujuan Organisasi GSBIGSBI sebagai gabungan serikat buruh didirikan dan mempunyai tujuan diantaranya untuk:1. Mempersatukan dan memperkuat perjuangan sosial ekonomi politik kaum

buruh di Indonesia dalam menghadapi penindasan baik yang dilakukan oleh pengusaha maupun oleh pemerintah;

2. Meningkatkan kesejahteraan kaum buruh dan keluarganya secara lahir dan bathin dan berada dalam hubungan kerja yang adil;

3. Melindungi kepentingan kaum buruh dalam hantaman arus modal kapitalisme dan imperialisme;

4. Mewujudkan peranserta (partisipasi) kaum buruh yang nyata dalam kehidupan bernegara bangsa bersama-sama masyarakat dalam mewujudkan kehidupan emansipasi/persamaan dalam peranserta dimasyarakat dan menambah partisipasi buruh perempuan dalam kegiatan serikat buruh;

5. Memperkuat kemampuan dan dayasaing kaum buruh dalam pendidikan, pekerjaan demi menghadapi tantangan zaman melalui peningkatan kader dalam masyarakat, berbangsa, bernegara, berorganisasi untuk mewujudkan dan memperteguh jati diri kaum buruh sebagai pelopor dalam setiap perjuangan dalam mencapai kesejahteraan, kebebasan, kemerdekaan dan kedaulatan tanpa penindasan dan penghisapan.

25

Page 26: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Fungsi Organisasi GSBI GSBI sebagai gabungan serikat buruh berfungsi untuk:1. Sebagai alat perjuangan kaum buruh dalam meningkatkan kesejahteraan

buruh dan keluarganya serta memberikan perlindungan hak serta kepentingan bagi kaum buruh dari kondisi kerja yang buruk serta hantaman arus modal kapitalisme dan imperialisme;

2. Mempersatukan kaum buruh dan serikat-serikat buruh sektoral untuk mewujudkan solidaritas antar serikat buruh dalam memperkuat perjuangan perbaikan sosial ekonomi politik kaum buruh;

3. Wahana Pendidikan dan pelatihan serta pusat Informasi yang menyangkut perkembangan perburuhan dalam rangka pengembangan dan penguatan serikat buruh;

4. Mempengaruhi kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan masalah-masalah perburuhan baik hak ataupun kepentingan kaum buruh dan rakyat banyak lainnya.

Usaha-usaha Organisasi GSBIUsaha-usaha yang dilakukan oleh GSBI dalam mencapai tujuannya adalah sebagi berikut:1. Memperjuangkan terwujudnya syarat-syarat dan kondisi kerja yang

berkeadilan sosial;2. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan, kursus-kursus dalam rangka

meningkatkan mutu pengetahuan, keterampilan dan produktivitas;3. Memperjuangkan terwujudnya perundang-undangan dan peraturan

pelaksanaannya yang berkeadilan sosial;4. Mendorong terciptanya usaha-usaha ekonomi yang berkeadilan sosial;5. Bekerja sama dan menggalang solidaritas dengan badan-badan sosial serta

organisasi lain dalam maupun luar negeri baik kaum tani, mahasiswa dan sektor rakyat tertindas lainnya serta kekuatan-kekuatan pro demokrasi, untuk memperjuangkan dan mewujudkan pemerintahan yang berkeadilan sosial dan demokratis.

Yang menjadi Pokok-pokok Perjuangan Organisasi GSBI1. Mendorong untuk terbentuknya serikat buruh-serikat buruh Independen

diberbagai tingkatan dan sektor Industri;2. Memperjuangkan hak-hak dan kepentingan serta kesejahteraan kaum buruh

dan keluarganya khususnya dan hak-hak serta kepentingan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya;

3. Memimpin dan terlibat aktif dalam perjuangan kaum buruh melawan kekuatan anti buruh, anti rakyat dan anti demokrasi. Bersama kaum tani, kaum miskin kota, mahasiswa dan sektor rakyat tertindas lainnya serta kekuatan-kekuatan pro-demokrasi, untuk memperjuangkan terwujudnya demokrasi politik, ekonomi dan budaya dan mewujudkan pemerintahan yang demokratis adil dan makmur [pemerintahan demokrasi rakyat];

4. Aktif dalam kerja-kerja solidaritas internasional untuk perdamaian dunia yang demokratis, adil dan makmur serta menentang penindasan kapitalisme dan imperialisme.

26

Page 27: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

Untuk tercapainya tujuan dan fungsinya, GSBI melakukan usaha-usaha lewat program-program nya.

Program Organisasi GSBI1. Melakukan pemantauan atas situasi perkembangan serikat-serikat buruh

sektor serta ditingkat perusahaan dan atas langkah-langkah kebebasan berserikat dan perlindungan ber-organisasi di seluruh Indonesia berdasarkan Standar Konvensi ILO No. 87 dan Konvensi lain serta perundang undangan yang berlaku;

2. Melakukan advokasi terhadap kebijakan-kebijakan politik perburuhan yang menghambat kebebasan berserikat dan kasus yang dihadapi buruh;

3. Menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan hukum-hukum perburuhan, serikat buruh serta hal-hal yang berhubungan dengan masalah perburuhan;

4. Memfasilitasi dan mendorong terbentuknya serikat buruh sektor, sampai pada serikat buruh ditingkat perusahaan/pabrik;

5. Memfasilitasi dan mendorong serikat buruh sektor sampai serikat buruh tingkat perusahaan untuk menciptakan usaha-usaha ekonomi yang berkeadilan sosial dan gender;

6. Mendorong dan membantu penyiapan pembuatan Perjanjian Kerja Bersama (PKB) dalam rangka peningkatan perlindungan dan peningkatan kesejahteraan kaum buruh dan keluarganya secara langsung didalam lingkungan kerjanya.

Nilai-nilai organisasi GSBIAdapun Nilai-nilai yang dikandung oleh GSBI adalah;1. Demokratis

Gerak dan peran GSBI senantiasa dilandasi oleh prinsip-prinsip Demokrasi yang sehat diwujudkan secara nyata dalam proses penentuan arah strategi perjuangan yang dilakukan melalui proses dialogis antara keadaan ataupun kebutuhan kongkrit buruh dengan kemampuan organisasi. Disini berarti GSBI meletakkan kekuasaan penuh organisasinya berada ditangan anggota, dan mengakui bahwa semua orang/anggota memiliki hak yang sama/setara serta mengakui pula sepenuhnya tentang peran dan pentingnya partisipasi anggota secara luas dalam setiap aspek kehidupan organisasi, menghargai dan menghormati setiap pendapat dari setiap anggota baik pendapat minoritas ataupun pendapat mayoritas berarti bertoleransi terhadap setiap pendapat orang lain, dimana ini adalah salah satu ciri demokrasi.

2. IndependenGSBI dalam mencapai tujuan cita-cita dan perjuangannya dilandasi dengan kepercayaan akan kemampuan dan kekuatan sendiri, bebas dari pengaruh dan dominasi kekuatan dari luar buruh dimana kemandirian daya yang menjadi perhatian utama, serta hubungan kerjasama tetap harus ditingkatkan dengan berbagai pihak dan elemen lain tetapi jangan sampai menimbulkan ketergantungan ataupun ikatan bagi organisasi serta GSBI secara politik tidak merupakan Underbow salah satu parati politik sebagai sikap terpenting dan Independensi yang disandangnya.

27

Page 28: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

3. SolidaritasNilai-nilai solidaritas sangat dijunjung tinggi dalam setiap gerak yang dibangun GSBI dimana peduli dan rela berkorban sebagai ciri solidaritas adalah dasar dari kekuatan buruh GSBI yang tidak terlepas dari ikatan solidaritas tersebut tanpa batas pada setiap tingkatan, wilayah dan juga lingkup dunia. Disini GSBI menyakini bahwa solidaritas/persatuan kaum buruh merupakan hal terpenting yaitu bahwa semua buruh yang tergabung dalam GSBI ataupun tidak tapi dirinya adalah kaum buruh adalah merupakan satu bagian yang tak terpisahkan “SATU UNTUK SEMUA, SEMUA UNTUK SATU”. Maka GSBI dalam menerima keangotaannya menjunjung kesetaraan, tidak membeda-bedakan suku bangsa, keturunan, kedudukan, laki-laki atau perempuan, agama dan keyakinan politik. Maka selogan GSBI yang dikumandangkan adalah: ”GALANG SOLIDARITAS LAWAN PENINDASAN” artinya segenap kaum buruh yang tergabung dalam GSBI harus terus membangun dan mengembangkan solidaritas/persatuan/kerjasama dengan sesama buruh, dengan elemen rakyat lainnya, petani, kaum miskin kota, mahasiswa dan intelektual progresif untuk melawan setiap bentuk penindasan dan penghisapan yang dilakukan oleh Imperialisme, sisa-sisa feodal tuan-tuan tanah besar dan penguasa komprador, agar klas buruh benar-benar merdeka, sejahtera lahir dan bathin.

4. Kesetaraan Dalam setiap gerak dan program kegiatannya GSBI selalu mengedepankan kesetaraan antara laki-laki dan perempuan dengan diwujudkan dalam struktur dan keterlibatan semua elemen dalam kegiatan-kegiatan, program-program yang dilakukan.Dimana disadari betul bahwa kapitalisme dalam menindas dan menghisap kaum buruh tidak pernah mengenal perbedaan baik oleh karena jenis kelamin, tingkat pendidikan, warna kulit, suku, agama maupun kebangsaan dan negara. Maka disini GSBI menyadari betul sebagai upaya mewujudkan dan memenangkan perjuangan guna mencapai tujuan cita-cita yang ingin dicapainya menempatkan kesetaraan bagi setiap kaum buruh, semua buruh dimanapun berada memiliki hak yang sama antara satu dengan yang lainnya agar bersatu tanpa membedakan baik oleh karena jenis kelamin, tingkat pendidikan, warna kulit, suku, agama maupun kebangsaan dan negara.

5. Anti Kekerasan Dalam setiap gerakan dan dalam mencapai tujuannya GSBI selalu diawali dengan mengedepankan nilai-nilai dialogis serta musyawarah untuk mencapai mufakat.

Status Organisasi GSBIGSBI sebagai serikat buruh pada awalnya/semenjak dideklarasikan memang tidak mendaftarkan organisasinya kepada pihak pemerintah dalam hal ini Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi RI, namun demikian pada Kongres dan deklarasinya

28

Page 29: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

GSBI di nyatakan BERDIRI oleh Kementerian Ketenagakerjaan dan Transmigrasi RI. Karena pada saat itu GSBI menilai bahwa pendaftaran serikat buruh di Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi adalah bukan keharusan, apalagi pendaftaran dalam kontek Indonesia pada saat itu merupakan upaya politik kontrol berlebih pemerintah terhadap serikat buruh, dan yang paling penting GSBI menyakini bahwa yang berhak mengakui ada atau tidaknya serikat buruh adalah anggota yang memilihnya bukan Negara/pemerintah apalagi pengusaha. Karena secara hak fundamental serikat ada dan sah apabila diakui oleh anggotanya.

Namun demikian sejak awal berdirinya GSBI [mulai tahun 1998] GSBI terus mendorong dan mewajibkan kepada serikat buruh tingkat pabrik/basis untuk mencatatkan serikat buruhnya ke Departemen/Dinas Tenagakerja, mengingat bahwa serikat buruh tingkat pabriklah yang memiliki kepentingan langsung untuk melakukan negosiasi dan berunding dengan pihak perusahaan dan Negara, membuat perjanjian kerja bersama/PKB, memperjuangkan kenaikan upah dllnya, sehingga semua serikat buruh anggota GSBI di tingkat pabrik/PTP tercatat di Departemen Tenagakerja dan memiliki Nomor bukti pencatatan/registrasi.

Meski GSBI tidak mencatatkan organisasinya ke kementrian perburahan, namun dalam beberapa kegaitan kementrian perburuhan GSBI selalu diundang dan dilibatkan, lebih lanjut dalam deklarasi dan juga kongres-kongresnya GSBI selalu di hadiri oleh Perwakilan Menteri Tenagakerja dan Transmigrasi RI dari Kementerian Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi RI.

Tapi setelah Kongres Nasional Ke II GSBI, dimana dalam Kongres juga mendapatkan pembahasan yang serius dan akhirnya diputuskan bahwa GSBI harus mencatatkan diri organisasinya sesuai dengan hukum/ketentuan perundang-undangan yaitu UU No. 21 tahun 2000 tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh dan Kepmenakertrans RI No. 16/Men/2001 dan di pertegas dengan keputusan rapat pleno pimpinan DPP.GSBI, serta dengan memperhatikan perkembangan situasi perburuhan dan keserikat buruhan serta situasi ekonomi politik Negara dan juga situasi Internasional, GSBI memutuskan untuk mencatatkan organisasinya Ke-Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi. Maka pada tanggal 23 April 2007 dengan surat No. 148-SK/DPP.GSBI/IV/JKT/07, GSBI resmi mengajukan pencatatan serikat buruh GSBI ke Departemen Tenagakerja dan Transmigrasi, dan saat ini GSBI telah memiliki Nomor Bukti Pencatatan/Registrasi yaitu, NOMOR: 489/V/P/V/2007 tertanggal, 09 Mei 2007.

Relasi GSBI dengan Serikat Buruh Lain Menyadari bahwa permasalahan perburuhan sangat komplek dan bahwa perjuangan untuk membebaskan kaum buruh dari penindasan dan penghisapan kaum uang serta negera pengusaha ini tidak bisa dilakukan sendiri, maka dalam upaya untuk memperkuat perjuangan dan gerakan serikat buruh, GSBI melakukan kerja sama dengan serikat-serikat buruh dan lembaga pembela hak azasi manusia di tingkat Nasional dan Internasional yang mempunyai Visi dan Misi serta tidak bertentangan dengan Piagam Deklarasi /AD/ART GSBI.

Lebih lanjut, GSBI sebagai salah satu serikat buruh yang ada di pabrik-pabrik/jawatan pemerintah, pabrik-pabrik swasta ataupun BUMN

29

Page 30: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

semaksimal mungkin dapat melakukan kerjasama dengan serikat buruh lain, baik yang berada dalam satu lingkungan pabrik maupun di luar pabrik. Walaupun sering terjadi gesekan dan persaingan dengan serikat buruh lain baik di luar pabrik ataupun didalam pabrik, hal ini GSBI melihat hanya sebagai nilai positif dalam rangka mewujudkan nilai-nilai demokrasi yang diyakini GSBI.

Besarnya keberpihakan pengusaha dan Negara/pemerintah terhadap serikat buruh yang lebih dulu eksis/hadir [serikat pekerja status quo] baik di perusahaan ataupun diluar perusahaan, ini menunjukkan indikasi bahwa ada serikat buruh yang dibentuk/didirikan untuk kepentingan pengusaha dan Negara/pemerintah. Maka menjadi penting bagi GSBI untuk melakukan pengorganisasian diberbagai pabrik dan sektor industri untuk membentuk serikat buruh independent sebagai satu kekuatan dan alat perjuangan kaum buruh, meskipun didalam pabrik sudah ada serikat buruh, tapi dipandang dan diyakini serikat tersebut hadir adalah hanya alat untuk melindungi kepentingan kaum uang/pemodal/pengusaha dan juga di peralat Negara/pemerintah untuk menghambat gerak laju serikat-serikat buruh independent yang militan dan progresif, yaitu serikat-serikat buruh yang sungguh-sunggu hadir dan berdiri diatas kepentingan klas buruh.

Sehingga untuk itu GSBI tetap mengorganisasikan buruh-buruh dipabrik-pabrik/jawatan-jawatan, instansi-instansi baik swasta ataupun pemerintah dalam wadah serikat buruh independent yang mandiri militant dan progresif. Dimana GSBI yakin dengan adanya serikat buruh yang tunduk, tergantung dan diperalat oleh pengusaha dan juga pemerintah dipastikan hak-hak buruh dan kepentingan buruh banyak terabaikan dan luput dari perhatian dan diperjuangkan secara serius.

Namun demikian, untuk hari ini ditengah-tengah kondisi kaum buruh Indonesia yang terpuruk, miskin dan terasingkan, GSBI berpandangan, bersikap dan bertindak, tidak tepat sesama kaum buruh dan juga organisasi kaum buruh menonjol-nonjolkan pertengkaran dan perpecahan, justru harusnya segenap kaum buruh bahkan serikat buruh harus berusaha dan bersatu padu untuk membangun persatuan dalam rangka melawan penindasan dan penghisapan, melawan ketidak adilan, dimana fakta hari ini hukum/undang-undang yang ada tidak berpihak pada kaum buruh – kontrak dan outsourcing, upah murah, PHK semena-mena, kondisi kerja dan syarat-syarat kerja yang buruk serta dllnya, adalah keseharian dan masalah yang terus menerus dialami kaum buruh hari ini.

Justru jika kita sesama kaum buruh dan serikat buruh bermusuhan adalah hal yang diinginkan oleh para kaum pemodal/pengusaha agar buruh tidak sadar akan posisinya, dan terus diciptakan agar sesama serikat buruh bermusuhan sehingga perjuangan pokoknya jadi terabaikan/terlupakan.

Maka melalui tulisan ini diserukan kepada seluruh pimpinan GSBI dan anggota serta para pimpinan Serikat Buruh anggota GSBI diseluruh wilayah dan tingkatan organisasi untuk terus-menerus mengusahakan persatuan diantara kaum buruh dan serikat-serikat buruh dalam melawan penindasan dan penghisapan serta segala bentuk ketidak adilan yang dialami kaum buruh. Dalam hal ini segenap pimpinan GSBI dan serikat buruh anggota GSBI serta anggota berkewajiban untuk terus mengusahakan dan menjalankan apa yang menjadi pokok-pokok perjuangan

30

Page 31: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

GSBI yaitu: Mendorong untuk terbentuknya serikat buruh-serikat buruh Independen diberbagai tingkatan dan sektor Industri; Memperjuangkan hak-hak dan kepentingan serta kesejahteraan kaum buruh dan keluarganya pada khususnya dan hak-hak serta kepentingan dan kesejahteraan rakyat pada umumnya; Memimpin dan terlibat aktif dalam perjuangan kaum buruh melawan kekuatan anti buruh, anti rakyat dan anti demokrasi. Bersama kaum tani, kaum miskin kota, mahasiswa dan sektor rakyat tertindas lainnya serta kekuatan-kekuatan pro-demokrasi, untuk memperjuangkan terwujudnya demokrasi politik, ekonomi dan budaya dan mewujudkan pemerintahan yang demokratis adil dan makmur [pemerintahan demokrasi rakyat]; dan Aktif dalam kerja-kerja solidaritas internasional untuk perdamaian dunia yang demokratis, adil dan makmur serta menentang penindasan kapitalisme dan imperialisme.

Semua kehidupan sosial adalah akibat dari hubungan sosial ekonomi dan politik yang berpokok pada saling pengertian serta perubahan yang teratur seperti tujuannya. Hubungan sosial ekonomi dan politik mencerminkan kekuatan kepentingan sekelompok orang yang dengan tingkat sosial yang tinggi tidak memikirkan kelompok lain. Adanya kolompok orang yang mempunyai alat - alat produksi dengan pengaruh kuat dan kelompok orang yang tidak mempunyai alat - alat produksi hal tersebut adalah penyebab utama kesenjangan sosial.

Gerakan buruh yang merupakan kekuatan besar diharapkan dapat memanfaatkan kekuatannya dan meningkatkan peran dari lembaga terkait untuk dapat mengeluarkan kebijakan untuk memperjuangkan kepentingan banyak orang khususnya buruh yang bermanfaat untuk umat manusia.

BAB IIINILAI-NILAI DASAR PROGRAM DAN PERJUANGAN GSBI

1. Dasar perjuangan organisasi GSBI adalah anti imperialisme, feodalisme dan kapitalisme birokrasi. Dasar ini berangkat dari situasi kehidupan buruh dan rakyat Indonesia hari ini yang berada dalam penindasan oleh penjajahan gaya baru (Neo Kolonialisme) dan sisa-sisa feodalisme yang membentuk karakteristik atau corak produksi yang menindas. Oleh karena itu, perjuangan buruh merupakan suatu tindakan kolektif buruh bersama rakyat tertindas lainnya melawan penindasan imperialisme dan feodalisme melalui sekutu terpercayanya, Perjuangan ini bertujuan tercapainya pembebasan sosial dan pembebasan nasional demokratik di Indonesia.

2. Untuk mencapai pembebasan kaum buruh dari penindasan dan penghisapan Kapital serta pembebasan seluruh rakyat Indonesia dari belenggu dominasi imperialisme dan sisa-sisa feodalisme (perubahan sosial, ekonomi, politik, militer dan kebudayaan yang lebih adil dan demokratis) maka gerakan organisasi buruh harus kuat dan penting untuk menggalang kerjasama perjuangan (front perjuangan) bersama golongan sektor masyarakat lainnya yang anti Imperialis dan anti Feodal.

3. GSBI dibentuk sebagai alat perjuangan kaum buruh dalam menuntut dan merebut hak-hak demokratis buruh meliputi hak sosial ekonomi (sosek) dan

31

Page 32: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

hak politik. Perjuangan diarahkan untuk tercapainya perbaikan-perbaikan (reform) dan pemenuhan hak-hak buruh didua level, yaitu: Ditempat kerja dan ditingkat Kebijakan pemerintah disetiap tingkatan (Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat). Perjuangan-perjuangan sosial ekonomi akan berkembang menjadi perjuangan politik yang menuntut adanya perubahan sistem ekonomi, politik dan sosial yang lebih adil dan demokratis.

4. GSBI berjuang untuk terbentuknya serikat buruh-serikat buruh Independen diberbagai tingkatan dan sektor/jenis industri lapangan pekerjaan, guna menuju GSBI menjadi Pusat Perjuangan Buruh yang akan menghimpun dan memimpin seluruh kekuatan dan organisasi buruh yang berkarakter luas, demokratis, nasional-patriotik dan militan dibawah panji anti imperialisme dan feodalisme. GSBI merupakan organisasi perjuangan buruh yang menolak segala bentuk diskriminasi berdasarkan ras, etnik, agama, bahasa, gender dan kebangsaan dalam organisasi dan gerakan buruh.

5. Demokrasi Terpusat akan menjadi prinsip dasar organisasi GSBI dan akan memberi perhatian yang tinggi terhadap keseimbangan antara demokrasi terpusat adalah Pemusatan atas seluruh proses demokrasi yaitu aspirasi, pikiran, pendapat yang bersumber dari bawah ditampung, ditelaah, lalu disimpulkan menjadi satu keputusan yang mengikat untuk dilaksanakan secara patuh dalam semua tingkata organisasi.

BAB IVPROGRAM PERJUANGAN GABUNGAN SERIKAT BURUH INDEPENDEN (GSBI)

Dalam upaya mewujudkan cita-cita kaum buruh terbebas dari belenggu penindasan dan penghisapan maka disusunlah empat program perjuangan yang meliputi:

I. PROGRAM PERJUANGAN DI BIDANG POLITIK:

1. Menolak seluruh kebijakan pemerintah yang anti buruh, anti rakyat dan anti demokrasi dalam lapangan ekonomi, politik, sosial, kebudayaan dan keamanan. Penolakan ini diarahkan pada setiap kebijakan dan praktek yang menguntungkan borjuasi komprador, tuan tanah, kapitalis birokrat dan imperialis. Dimana Pemerintah harus menjamin, melindungi dan memenuhi hak-hak demokratis rakyat serta bersikap pro rakyat intinya adalah menuntut agar Tercipta kebijakan dan atau undang-undang yang berpihak kepada rakyat dan menolak kebijakan yang anti buruh dan anti rakyat dengan mendukung maupun turut serta dalam melahirkan Undang-undang yang sepenuhnya berpihak kepada kaum buruh dan rakyat diberbagai sektor dan terciptanya kondisi dan syarat kerja yang baik ditingkat pabrik.

2. Menolak segala bentuk privatisasi BUMN dan aset-aset milik negara yang menyebabkan Indonesia jatuh kepada kontrol dan dominasi kekuatan oligarki ekonomi dan kapitalis monopoli asing melalui sekutu terpercayanya yaitu

32

Page 33: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

borjuasi komprador. Karena Privatisasi tersebut menyebabkan banyaknya jumlah pekerja yang di-PHK akibat kebijakan efesiensi dan fleksibilitas sistem perburuhan.

3. Menuntut untuk dilakukannya Nasionalisasi atas perusahaan-perusahaan asing yang menguasai sumber hajat hidup orang banyak yang meliputi: (1). Penguasaan sumber daya alam atau agraria, seperti pertambangan dan energi, perkebunan dan kehutanan, tanah, air, udara, laut dan isinya, dll; (2). Sektor-sektor publik, seperti: transportasi, listrik, pengairan dan pasokan air bersih, kesehatan masyarakat, pendidikan, telekomunikasi dan perumahan rakyat; Dan (3). Industri-industri dasar. Dan menuntut di bangunya Industrialisasi nasional yang kuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri/nasional yang sepenuhnya mengabdi kepada kepentingan rakyat.

4. Menolak pembayaran hutang luar negeri karena sesungguhnya dana dari hasil hutang sebagaian besar dikorupsi dan menolak melakukan hutang luar negeri yang baru; Intinya adalah Menuntut Pembebasan dari segala eksploitasi dan penindasan kapital keuangan internasional di dalam negeri yang berbentuk hutang pokok dan bunganya. Negara harus mandiri dan menyandarkan diri atas kekuatan rakyat dan seluruh potensi kekuatan produktifnya.

5. Menuntut untuk di Adili dan sita seluruh harta koruptor dan menolak segala bentuk kuropsi, kolusi maupun nepotisme (KKN) dan sejenisnya;

6. Menuntut dilaksanakannya reformasi agraria sejati ---- melalui pelaksanaan landreform dahulu --- untuk menghapuskan segala bentuk sisa-sisa hubungan produksi feodalisme sebagai syarat sosial untuk melaksanakan industrialisasi nasional.

7. Menolak dan melawan segala bentuk intervensi dan dominasi kekuatan imperialisme di bidang ekonomi, politik, sosial, budaya dan militer serta sisa-sisa feodalisme terhadap negara dan rakyat Indonesia. Serta membangun solidaritas buruh dan rakyat seluruh dunia untuk menentang segala bentuk dominasi melalui globalisasi, perang dan pendudukan oleh imperialis, khususnya pimpinan Amerika Serikat (AS).

8. Menuntut dilaksanakannya/Tersenggarakannya pendidikan dan kesehatan murah untuk seluruh rakyat Indonesia. Dimana Negara/pemerintah mesti menjamin kesejahteraan dan jaminan sosial buruh atau pekerja di bidang:

a. Kesehatan; Pelayanan kesehatan harus disediakan secara bebas dan universal. Layanan kesehatan yang diberikan harus diwujudkan dengan sistem ilmiah dan modern bagi buruh dan keluarganya.

b. Pendidikan; Adanya jaminan atas pendidikan gratis hingga pendidikan menengah bagi buruh dan anak kaum buruh.

9. GSBI menuntut dan memperjuangkan agar 1 (satu) Mei di jadikan Hari Buruh Internasional dan ditetapkan kembali sebagai Hari Libur Nasional oleh negara/pemerintah sebagaimana pernah diakui dan dinyatakan dalam UU No. 1 tahun 1951.

33

Page 34: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

II. PROGRAM PERJUANGAN DI BIDANG SOSIAL EKONOMI:

1. Upah Layak GSBI memperjuangkan terciptanya system dan atau kebijakan Upah layak

bagi buruh Indonesia dan menolak seluruh praktek-praktek dari system maupun kebijakan upah murah bagi buruh Indonesia;

GSBI memperjuangakan dan menuntut pada negara/pemerintah agar ada Penetapan upah yang layak kepada buruh berdasarkan tingkat dan partisipasi produksi yang dikerjakan serta perbandingan yang adil dengan laba yang diterima pengusaha. Selain itu, upah yang diberikan harus mengacu indeks harga satuan barang dan jasa yang berlaku di tingkat nasional atau wilayah sehingga menggapai kebutuhan hidup yang layak. Upah yang diberikan harus mampu memenuhi kebutuhan hidup dasar dan sosial yang layak, yaitu: sandang, pangan, papan, kesehatan, pendidikan, informasi, dan kebutuhan sosial lainnya.

GSBI memperjuangkan dan menuntut pada Negara/pemerintah dimana pihak negera/pemerintah wajib menjamin perlindungan upah yang layak bagi buruh sehingga tercapainya kesejahteraan buruh dan menindak secara hukum pelanggaran-pelanggaran pengusaha dalam pelaksanaan pengupahan.

GSBI memperjuangkan dan menuntut Upah harus diberlakukan sama—sesuai dengan tingkatan pekerjaan masing-masing--dan demokratis serta menolak segala bentuk praktek diskriminasi upah yang berdasarkan ras, suku, kebangsaan, jender, politik, dan agama.

2. Kebebasan Berserikat bagi kaum Buruh GSBI memperjuangkan dan menuntut pada negara/Pemerintah menghapus

undang-undang dan mencabut seluruh kebijakan yang anti buruh dan anti rakyat dan anti demokrasi yang menghambat, membatasi segala hak politik kaum buruh untuk berserikat (berkumpul dan mengeluarkan pendapat baik lisan maupun tulisan). Dimana Kebebasan berserikat, berpendapat, berunding, mogok dan pilihan politik adalah hak-hak politik pekerja yang tidak boleh dilarang dan dibatasi. Untuk itu Negara harus menjamin pelaksanan tersebut dengan menindak tegas segala pelanggaran yang dilakukan pengusaha dan aparat negara yang mencoba melarang dan membatasi kebebasan politik tersebut.

GSBI juga memperjuangkan dan mendesak negara/pemerintah Republik Indonesia dengan seluruh aparaturnya untuk memberikan jaminan dan perlindungan atas kepentingan politik kaum buruh dalam bentuk kebebasan berserikat, berkumpul dan menyuarakan kepentinganya secara bersama-sama dimuka umum (mogok/demontrasi) tanpa intimidasi, teror, PHK, dan kriminalisasi, dengan jeratan hukum pasal-pasal karet (pencemaran nama baik, penghinaan, perbuatan tidak

34

Page 35: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

menyenangkan dll) atau bentuk represif dan kekerasan lainnya terhadap gerakan buruh serta menuntut segera dihentikan semua proses dan praktek-praktek kriminalisasi bagi para anggota, pimpinan dan aktifis serikat buruh dan segera membebaskan pimpinan dan aktivis yang ditahan. Seperti, petani, mahasiswa, kaum miskin kota, dll.

3. Lapangan pekerjaan untuk rakyat; GSBI Menuntut kepada pemerintah Republik Indonesia untuk Membuka dan menyedikan Lapangan Pekerjaan yang Seluas-luasnya bagi seluruh Rakyat tanpa diskriminasi dengan Memberikan Upah yang Layak. Sebagai bentuk tanggung jawab pemerintah/negara kepada rakyat untuk mendapatkan HAK dalam pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusian sebagaimana amanat UUD 1945.

4. Masalah Buruh Migran Indonesia (BMI)GSBI menuntut dan memperjuangkan Terciptanya Perlindungan terhadap Buruh Migran Indonesia dan keluarganya. Dimana Negara harus menjamin perlindungan terhadap buruh migran yang meliputi : Perlindungan hukum; Perlindungan atas hak-hak sosial ekonomi dan politik buruh sepenuhnya; Perlindungan dari penyimpangan kerja seperti perbudakan, pelacuran atau prostitusi, perdagangan manusia, pelecehan seksual, diskriminasi, intimidasi, kekerasan dan penganiayaan; Perlindungan dari segala bentuk penipuan dan pemerasan terhadap buruh migran yang menyangkut masalah perjanjian kerja, kontrak kerja, biaya-biaya administrasi, dokumentasi dan keimigrasian. Dimana Negara/pemerintah harus tetap menjamin pelaksanaan hak-hak demokratis buruh migran sebagai warga negara seperti: hak politik, pelayanan sosial, perawatan kesehatan dan pendidikan. Untuk itu GSBI menuntut dan mendesak Negara/pemerintah dengan segera untuk membuat berbagai peraturan/undang-undang yang memberikan perlindungan terhadap BMI dan keluarganya semenjak diberangkatkan, saat bekerja dan saat kepulangannya;

5. Menolak segala modus operandi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) bagi buruh Indonesia;

GSBI secara tegas menolak dan melawan segala bentuk PHK yang dilakukan oleh pengusaha/pemilik modal. Untuk itu GSBI Menuntut kepada negara/pemerintah Republik Indonesia untuk memberikan kepastian kerja kepada buruh dengan mencegah dan menghentikan terjadinya PHK dalam bentuk apapun (stop PHK) karena PHK adalah gerbang kemiskinan dan kematian bagi kaum buruh.

6. Sistem Kerja Kontrak dan OutSourcing GSBI secara tegas Menolak sepenuhnya sistem kerja kontrak dan outsourcing (penyerahan sebagaian produksi maupun pengerah jasa tenagakerja); untuk itu GSBI memperjuangkan dan menuntut negara/pemerintah untuk menghapuskan sistem kerja kontrak dan outsourcing sebagai satu sistem yang telah membawa masa depan kaum buruh Indonesia kedasar jurang penindasan dan penghisapan serta kemiskinan (perbudakan modern), karena tidak adanya jaminan kepastian atas pekerjaan dan kesejahteraan serta sistem tersebut merupakan sebab

35

Page 36: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

semakin lemahnya posisi tawar kaum buruh Indonesia dihadapan pemilik modal/pengusaha. Untuk itu GSBI memperjuangkan dan mendesak kepada seluruh aparatur negara dipusat dan didaerah untuk membuat peraturan yang berpihak dan memberikan perlindungan pada kaum buruh dan rakyat.

7. Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) serta Jaminan Sosial Kaum Buruh GSBI memperjuangkan dan memastikan semua kaum Buruh harus dijamin

dan dilindungi keamanan dan keselamatan kerjanya dengan menerapkan standar keamanan dan keselamatan kerja (K-3) yang baik di tingkat pabrik atau tempat kerja masing-masing. untuk itu GSBI mendesak pengusaha/pemilik pabrik dan Negara/pemerintah harus menjamin dengan menerapkan aturan perlindungan K-3 bagi buruh atau pekerja dan melakukan kontrol secara langsung dalam pelaksaanaannya serta menindak tegas pelaku pelanggaran.

GSBI memperjuangkan dan menuntut pada negara/pemerintah agar semua buruh mendapatkan jaminan sosial yang memadai dimana Kesejahteraan dan jaminan sosial ini dikelola secara langsung oleh pemerintah dan menjangkau seluruh buruh dan rakyat Indonesia. Pengelolaan ini tidak boleh dikelola oleh lembaga swasta dan memakai cara-cara kapitalisme. Dan dalam pelaksanaannya SB dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan, kontrol dan pelaksanaan.

GSBI memperjuangkan dan menuntut pada negara/pemerintah mengenai Jaminan hari tua bagi para buruh yang sudah pensiun yaitu Negara harus menjamin penghidupan yang layak bagi buruh yang sudah pensiun dari pekerjaannya dan hari tuanya.

GSBI juga memperjuangkan dan menuntut Fasilitas perumahan minimum yang layak harus dijamin untuk semua. Sarana dan fasilitas transportasi umum dan telekomunikasi harus dijamin negara untuk seluruh rakyat sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada.

8. Perlindungan Terhadap Perempuan Pekerja dan Penghapusan Anak-anak Sebagai Pekerja

GSBI sebagai serikat buruh memperjuangkan Kaum perempuan pekerja mendapatkan hak yang sama dalam pekerjaan dan perlindungan kerja serta perlindungan khusus yang meliputi: (a). Persamaan dalam hak-hak sosial ekonomi, yaitu: upah, K-3, cuti haid, cuti hamil dan cuti melahirkan, tunjangan—persamaan hak bagi yang belum menikah, sudah menikah dan berkeluarga, serta orangtua tunggal (single parent), tidak dipekerjakan pada malam hari—terlebih yang sedang hamil, perlindungan dari pelecehan seksual dan kekerasan, dan hak-hak sosial ekonomi umumnya; (2). Persamaan dalam politik, yaitu: kebebasan untuk berserikat, berpendapat, berunding, mogok, dll.

GSBI memperjuangkan dan menuntut pada negara/pemerintah untuk Dihapuskannya segala bentuk hubungan kerja dan proses produksi yang melibatkan anak-anak sebagai buruh atau pekerja. Negara harus menjamin

36

Page 37: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

usaha tersebut dengan menindak tegas dan menghukum pelaku yang memperkerjakan anak-anak di bawah usia 18 tahun. Hal demikian berlaku bagi segala bentuk perdagangan anak dan perbudakan. Negara harus melindungi dan menjamin anak-anak untuk bisa mengikuti proses pendidikan (hak-hak anak) yang diberikan secara bebas dan tanpa kompensasi.

GSBI juga memperjuangkan dan menuntut pada Negara/pemerintah untuk memberikan jaminan/menjamin bagi pekerja yang memiliki anak (balita) untuk dibangunnya tempat penitipan anak-anak. Tempat ini menjadi penitipan sementara—selama jam kerja—di saat anak-anak ditinggalkan orangtuanya yang sedang bekerja. Anak-anak yang dititipkan berhak atas perlindungan, pengasuhan dan pendidikan yang layak secara cuma-cuma oleh negara.

III. PROGRAM PERJUANGAN DI BIDANG ORGANISASI:

1. Mendorong untuk terbentuknya serikat buruh-serikat buruh Independen diberbagai tingkatan di semua jenis/sektor Industri yang mengakar pada anggota dan mewujudkan organisasi GSBI menjadi pusat perjuangan bagi serikat-serikat buruh di Indonesia;

2. Menjalankan pendidikan, pelatihan dan propaganda serta kampanye massa yang solid untuk meningkatkan kesadaran dan keterampilan anggota dan kaum buruh Indonesia;

3. Menjalankan advokasi dan pembelaan atas masalah-masalah yang dihadapi oleh anggota dan kaum buruh Indonesia;

IV. PROGRAM PERJUANGAN DI BIDANG KERJASAMA DAN SOLIDARITAS PERJUANGAN :

Kemenangan dan kesejahteraan kaum buruh Indonesia dan kesejahteraan rakyat Indonesia lainnya adalah perjuangan yang dilandaskan dan hanya dapat dicapai jika disandarkan pada persatuan rakyat diberbagai sektor maka jawabannya GSBI siap dan selalu terdepan dan mengedepankan pembangunan front dan kerjasama yang dilandaskan pada kepentingan kaum buruh dan rakyat Indonesia, untuk itu :

1. GSBI akan menjalin hubungan kerjasama dengan setiap organisasi buruh lainnya dalam menuntut dan merebut hak-hak demokratis buruh secara luas serta perjuangan politik lainnya.

2. GSBI akan membuka dan menjalin hubungan dengan gerakan rakyat lainnya melalui pembangunan front bersama melawan pengusaha monopoli asing dan kaki-tangannya. GSBI selaku Organisasi klas buruh akan mempersatukan dan memimpin klas-klas tertindas lainnya dalam masyarakat Indonesia—bersama petani, pemuda, pelajar dan mahasiswa, kaum miskin kota, serta borjuasi kecil perkotaan lainnya, dan pengusaha nasionalis-patriotik

37

Page 38: PROGRAM PERJUANGAN · Web viewHal ini dilegitimasi melalui UU No. 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Melalui UU No.2 tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial

—untuk memperjuangkan pembebasan nasional dan demokrasi sejati. Front ini harus bersandarkan aliansi dasar buruh dan tani untuk menjamin keutuhan dan kekuatan perjuangan rakyat dalam mencapai cita-citanya.

3. GSBI juga membangun solidaritas internasional dengan buruh dan rakyat tertindas lainnya di seluruh dunia yang tertindas oleh imperialisme dan pemerintahan reaksioner di masing-masing negeri. Solidaritas dibangun melalui kerjasama, dukungan dan seruan politik, aksi-aksi bersama serta berprinsip pada kemandirian dan penghormatan terhadap perjuangan buruh dan rakyat di masing-masing negeri bersandarkan garis anti imperialisme dan solidaritas buruh internasional untuk perdamaian abadi, kemanusiaan, demokrasi serta keadilan.

BAB. IVPENUTUP

Program perjuangan GSBI adalah salah satu pijakan yang membimbing dalam menjadikan GSBI sebagai pusat perjuangan bagi sebagai serikat buruh Indonesia untuk terus mengelorakan semangat perjuangan bagi pembebasan klas buruh Indonesia dari belenggu penghisapan dan penindasan dalam kondisi kongret rakyat Indonesia penjajahan bentuk baru dan sisa-sisa feodal yang akut saat ini.

38