Profil Enggano Libre

60
RendraRegen KEMENTERIAN KEHUTANAN Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam Balai Konservasi Sumber Daya Alam BENGKULU 2011

description

enggano

Transcript of Profil Enggano Libre

Page 1: Profil Enggano Libre

RendraRegen

KEMENTERIAN KEHUTANANDirektorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi AlamBalai Konservasi Sumber Daya Alam B E N G K U L U

2011

Page 2: Profil Enggano Libre

RendraRegenRais, dkk

KEMENTERIAN KEHUTANANDirektorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi AlamBalai Konservasi Sumber Daya Alam B E N G K U L U

2011

Kawasan Konservasi Enggano

Penerbit:

BKSDA Bengkulu

&

enggano-conservation

Cetakan Pertama, Desember 2011

Rendra Regen

Editor:

PEH BKSDA Bengkulu

Artistik & Layouter:

Rendra Regen

Ukuran Kertas B5

Jl.Mahoni No 55

Kota Bengkulu 38000

I N D o N E S I A

+62736 21697

[email protected]

[email protected]

www.enggano.blogspot.com

Page 3: Profil Enggano Libre

1Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Letak dan Lokasi 6Aksesibilitas 7Karakteristik Pulau 8Geologi  9Topograi 10

Iklim 12

Curah Hujan 12

Suhu Udara dan Kelembaban Udara  14

Angin  14

Lama Penyinaran Surya  14

Hidrologi  14

Kondisi beberapa Sungai di Pulau Eng-

gano 15

Debit beberapa Sungai di Pulau Enggano  15Morfologi dan Fisik Tanah  16

Sifat Kimia Tanah dan Susunan Mineral  16

Jumlah dan Penyebaran Penduduk  17

Mata Pencaharian  17

Hubungan Kekerabatan  17

Kegiatan perekonomian 18

Kawasan Hutan 19

Ekosistem Hutan Mangrove  21

Ekosistem Hutan Pantai  22

Ekosistem Hutan Rawa  23

Ekosistem Hutan Dataran Rendah  24

Fauna Pulau Enggano 25

Burung Merbau Burung yang Hilang? 27

Mamalia. 27

Reptil dan Satwa Lainnya 28

Cagar alam Sungai Baheuwo 29

Letak lokasi. 30

Kondisi Fisik 30

Pal Batas 30Ekosistem  31

Mangrove 31

Hutan Rawa 32

Hutan Daratan Rendah 32

Gangguan dan Ancaman 32

Cagar alam Teluk Klowe 33

Letak lokasi. 34

Pal Batas 35

Ekosistem  35

Mangrove 35

Hutan Rawa 36

Hutan Daratan Rendah 36

Gangguan dan Ancaman 36

Cagar alam Tanjung Laksaha 37

Letak lokasi. 38

Kondisi Fisik 38

Pal Batas 38

Ekosistem  39

Mangrove 39

Hutan Rawa 40

Hutan Pantai 40

Gangguan dan Ancaman 40

Cagar alam Kioyo I & II  41

Kondisi Fisik 43

Pal Batas 43

Ekosistem  44

Hutan Pantai 44

Mangrove 44

Hutan Rawa 44

Gangguan dan Ancaman 44

Taman Buru Gunung Nanu’ua 45

Letak lokasi. 46

Kondisi Fisik 47

Pal Batas 47

Ekosistem 48

Mangrove 48

Hutan Rawa 48

Hutan Pantai 48

Hutan Dataran Rendah 48

Potensi Wisata 49

Crocodile Watching 50

Bird Watching 51

Camping Area, Tracking and Rock Climb-

ing 51

Hunting 52

Wild Buffalo 52

Fishing 52

Sea Turlte 53

Suring and Snorkling. 53

Danau 53

Bermalam di Pulau Dua 54

Contents 1

Introduction 2

DaftarReferensi 55

Page 4: Profil Enggano Libre

Pulau Enggano telah

dikenal sebagai Dae-

rah Burung Endemik

atau Endemic Bird Area

(EBA). Merupakan konsep

pendekatan BirdLife In-

ternational dalam mengi-

dentiikasi tempat-tempat terkonsentrasinya keanek-

aragaman hayati dunia. Di

dunia terdapat 221 EBA, dan

Indonesia adalah negara

yang memiliki EBA terban-

yak dengan 24 daerah. (Su-

jatnika,1995). Sementara itu,

Enggano merupakan Pulau

dengan luasan Daerah Bu-

rung Endemik tersempit di

Indonesia yakni dengan luas

39.586,74 Ha.

Dari 44.859,80 Ha Ka-

wasan Hutan yang be-

rada dibawah pengelolaan

BKSDA Bengkulu, 19.47%

diantaranya berada di Pu-

lau Enggano. Dan dari 59

Kawasan Hutan di Provinsi

Bengkulu, hanya 7 Kawasan

Hutan yang keberadaanya

relatif lebih baik dan utuh

apabila dibandingkan den-

gan kawasan Hutan lain-

nya di Propinsi Bengkulu di

mana ke 7 kawasan terse-

but berada di Pulau Eng-

gano. Untuk itu perlu diberi

perhatian lebih terhadap

keberadaan kawasan yang

relatif lebih baik, sebelum

datang banyak masalah sep-

erti halnya kawasan hutan

lainnya Indonesia.

2Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Introduction

Page 5: Profil Enggano Libre

3Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Page 6: Profil Enggano Libre

4Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Peta dengan skala 1: 350.000 dibuat oleh

seorang navigator belanda bernama Johannes van

Keulen. Diproyeksi pada kisaran tahun1726 sampai

dengan 1755. Saat ini peta ini disimpan Museum

Maritim Belanda. Hak cipta dipegang oleh Museum

Maritim Belanda.

Dari peta tersebut diketahui bahwa pada saat

itu Teluk Berhau merupakan pusat pelabuhan yang

penting. Namun berdasarkan catatan Dr. Johan

Winkler pada akhirnya pada abad ke-19 Berhau

mulai ditinggal oleh penduduk Enggano kearah

pesisir utara-timur pulau Enggano.

Diketahui pula bahwa pada zaman itu setida-

knya terdapat 11 Pulau Kecil yang ada disekitar Pu-

lau Enggano. Dimana pada masa sekarang hanya

tersisa 3 Pulau kecil. Termasuk diantaranya pulau

yang hilang adalah Pulau Satu yang sekarang

hanya tinggal seonggok batu karang mati yang

terendam air laut.

Page 7: Profil Enggano Libre

5Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Cornelis D Houtman, seorang pemimpin Eks-

pedisi perdagangan Belanda menginjakkan kak-

inya untuk pertama kali di Kepulauan Nusantara

pada tanggal 5 Juni 1596. Menjadikan Tanggal

tersebut sebagai salah satu tonggak sejarah misi

awal perdagangan Koloni Belanda di Bumi Nus-

antara. Tidak Banyak yang tahu, Pada tanggal

tersebut kelompok Dagang Cornelis D Houtman

menyinggahi pulau Enggano setelah berhasil

menakluk ganasnya samudera hindia, dimulai

semenjak meninggalkan Pulau Madagascar pada

Tanggal 2 Maret 1596. Pelayaran selama tiga bu-

lan tersebut mengharuskan kelompok D Houtman

mengembil persediaan air tawar sebelum melan-

jutkan pelayaran menuju Pulau Sumatera.

Nama Enggano sendiri sebenarnya bu-

kan merupakan kosakata tempatan. Melainkan

sebuah penamaan pelayar Eropa masa sebelum

Cornelis D Houtman menyinggahinya, pulau ini

telah dinamai sebagai Engano dalam bahasa

Portugis artinya adalah “kesalahan” atau dalam

terjemahan kosakata Inggris; mistake (kesalahan),

deception (khayalan), error (kesalahan), miscalcu-

lation (salah hitung) atau sham (menipiu).

www.en.wikipedia.org

Peta Proyeksi Enggano, Johannes van Keulen

Page 8: Profil Enggano Libre

6Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

No Nama Desa Luas (Ha)

1. 2. 3. 4. 5. 6.

Malakoni Apoho Meok Banjarsari Kaana Kahyapu

40. 21 1.35

60.90 12.410 87.01 85.65

Letak dan Lokasi

Pulau Enggano merupakan salah satu pulau ter-

luar dari kepulauan Nusantara. Dengan luasan datar

39.586,74 Ha dan Panjang garis Pantai 126,71 km, me-

manjang sejauh 35.60 km dari arah barat laut menuju

tenggara atau dari Teluk Berhau sampai Tanjung Ka-

houbi. Melebar 12.95 km dari timur laut menuju barat

daya atau dari Pelabuhan Malakoni sampai Tanjung Ki-

oyo. Terpisah oleh Samudera Hindia dari pulau Suma-

tera. Terpaut 175 km dari Kota Bengkulu, 123 km dari

Kota Manna, 133 km dari Kota Bintuhan dan 513 km

dari Ibukota Indonesia Jakarta. Elevasi tertinggi berada

dipuncak Koho Buwa-buwa (Gunung Eropbf ), 240 dpl).

Disebelah selatan Pulau Enggano terdapat 3 pulau ke-

cil antara lain; Pulau Dua (luas 38.90 Ha, keliling 2.68

km), Pulau Merbau (luas 6.8 Ha, keliling 1,29 km) dan

Pulau Bangkai (0.26 Ha). Dan dissebelah barat Pulau

terdapat Pulau Satu, secara penampakan ekologis su-

dah tidak ada, namun masih tersisa bekas isik pulau

yang bisa dilihat pada air surut terendah, berupa ham-

paran pasir dan atau karang dengan luas 219,85 Ha.

Secara administrasi pemerintah, Pulau Enggano

merupakan sebuah kecamatan yang termasuk dalam

wilayah Kabupaten Bengkulu Utara, Propinsi Bengkulu.

Yang terdiri dari 6 desa, yaitu Desa Banjar Sari, Desa

Meok, Desa Apoho, Desa Malakoni, Desa Kaana dan

Desa Kahyapu dengan Ibukota Kecamatan adalah di

Desa Apoho. Luas wilayah desa-desa adalah sebagai

berikut :

Peta: Rendra Regen Rais, BKSDA Bengkulu

BPS Bengkulu Utara 2010

Page 9: Profil Enggano Libre

7Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Fasilitas Perhubungan dan Transportasi Laut di Kecamatan Pulau Enggano

Nama Pelabuhan Lokasi Luas Dermaga

Pelabuhan Kahyapu Desa Kahyapu Ferry ASDP

Pelabuhan Malakoni Desa Malakoni Perintis

360 M

560 M

Jenis Kapal

Aksesibilitas

Saat ini Pulau Enggano diakses melalui fasilitas

perhubungan dan transportasi laut.

Sejak tahun 2002, Dari Kota Bengkulu melalui

Pelabuhan Pulau Baai, Pulau Enggano dapat

diakses dengan menggunakan kapal Ferry ASDP

dengan kapasitas 40 unit kendaraan dan 400

orang dengan waktu tempuh Bengkulu – Pulau

Enggano sekitar 12 jam dengan pelayaran 2 kali

seminggu.

Selain Ferry ASDP, transportasi menuju Pulau

Enggano juga dilayani oleh Kapal Perintis den-

gan jadwal pelayaran 2 minggu 1 kali. Pelayaran

Perintis bisa diakses melalui Padang, Sikakap

Kepulauan Mentawai, dan Pelabuhan Linau Kaur.

Kapal nelayan setempat terkadang bisa menjadi

alternatif apabila pada waktu tertentu pelayaran yang

telah di tetapkan diluar jadwal normal. Namun waktu

tempuh pelayaran biasanya memakan waktu lebih

lama, mencapai 18 - 20 jam pelayaran.

Saat ini yang menjadi kendala dalam melakukan

perjalanan adalah seringnya terjadi perubahan jadwal

keberangkatan. Baik itu karena kendala cuaca, ket-

ersediaan BBM maupun permasalhan teknis lainnya.

Untuk itu membangun komunikasi dengan pihak ka-

pal atau perhubungan/ASDP perlu dijalin untuk me-

mastikan jadwal pelayaran.

Kedepannya mungkin permasalahan tersebut

bisa sedikit tertutupi dengan keberadaan trasnpor-

tasi udara. Pada saat ini sedang dilakukan pengerjaan

Bandara Enggano yang terletak di Desa Banjar Sari.

Perencanaan dan pengerjaan Bandara Enggano su-

dah memakan waktu cukup lama. Namun pada saat

ini pengerjaannya sampai pada tahap pengerasan

landasan pacu sepanjang 1.300 m, sehingga kede-

pannya minimal bisa didarati pesawat Fokker-50.

Sarana jalan yang ada sekitar 65 km, meng-

hubungkan dari desa sebelah Barat ke desa sebe-

lah timur pulau. Berdasarkan penampakan isiknya, kondisi jalan di Pulau Enggano terdiri dari jalan as-

pal hotmik, jalan sudah diperkeras, dan jalan belum

diperkeras. Jalan yang sudah di aspal hotmik sekitar

3,7 km mulai dari Desa Kahyapu menuju Desa Kaana.

Jarak dari empat kelompok pemukiman cukup jauh,

berkisar antara 7 – 14 km.

© Ramon Dias, oktober 2011

© EngganoConservation, Juni 2011

Page 10: Profil Enggano Libre

8Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Karakteristik Pulau

Pulau Enggano merupakan salah satu pulau kecil

yang terdapat di sisi barat pulau Sumatera. Sebagai sa-

lahsatu pulau terluar dan berhadapan langsung den-

gan Samudera Lepas yakni Samudera Hindia, pulau

Enggano memiliki Karakteristik yang berbeda dengan

Pulau Lainnya yang terdapat di sisi barat Sumatera.

Dilihat dari beberapa karakteristik pembentukan

pulau kecil, dan apabila dicocokan dengan beberapa

temuan dilapangan, pembentukan Pulau Enggano

dapat dimasukkan kedalam golongan Pulau Karang

Timbul (Raised Coral Island). Pulau karang timbul

adalah pulau yang terbentuk oleh terumbu karang yang

terangkat ke atas permukaan laut oleh karena adanya

gerakan ke atas (uplift) dan gerakan ke bawah (subsid-

ence) dari dasar laut karena proses geologi. Proses ini

dapat terjadi pada pulau-pulau vulkanik maupun non-

vulkanik. Sepertinya sangat wajar apabila mengingat

posisi pulau Enggano berada pada zona vulkanik aktif.

Yakni zona pertemuan antara lempengan kerak bumi

Indo-Australia.

Menurut laporan dari masyarakat setempat, pasca

terjadinya gempa dahsyat pada tahun 2000 dibebera-

pa tempat terjadi pendangkalan yang disertai naiknnya

permukaan bibir pantai. Sehingga jika sebelumnya ne-

layan bisa melewati jalur ketika laut surut namun pasca

gempa bumi tahun 2000 rute tersebut tidak bisa dilalui

melainkan ketika laut sedang pasang. Selain itu dijump-

ai pula sejumlah karang yang mati akibat permukaan

yang laut yang naik sehingga terjadi perubahan habitat

terhadap biota terumbu karang.

Fenomena alam pembentukan pulau Enggano yang

telah berjalan selama jutaan tahun tersebut sampai saat

ini masih bisa dijumpai di beberapa tempat dibagian

pulau Enggano. Patahan lempengan bumi masih bisa

di jumpai di bagian paling utara pulau Enggano. Akibat

fenomena alam tersebut menghasilkan pemandangan

dan bentuk yang unik; bebatuan yang terjal, dijumpai

banyak gua alam yang eksotis, lapisan kerak bumi ver-

tikal , horizontal dan diagonal yang mengagumkan. Di

beberapa tempat yang jaraknya cukup jauh dari bibir

pantai dijumpai pula beberapa fosil makhluk perairan

yang usianya tentu sebanding dengan sejarah pem-

bentukan pulau itu sendiri.

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 11: Profil Enggano Libre

9Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Geologi

Ada beberapa ahli berpendapat; sejarah pem-

bentukan pulau Enggano terpisah dengan terben-

tuknya Pulau Sumatera. Dalam Studi daya dukung

Pulau Enggano disebutkan; Sebagai sebuah pulau

kecil yang letaknya dikelilingi perairan laut Samu-

dera Hindia, karateristik fisik dasar Pulau Enggano

agak berbeda dengan wilayah daratan umumnya.

Geologi Pulau Enggano tediri atas stratigrafi dan

struktur geologi. Stratigrafi P. Enggano disusun

oleh batuan tua berasal dari formasi Kuwau (Tmk),

dan batuan muda berasal dari endapan aluvium.

Formasi Kuwau (Tmk) dapat dirinci menjadi formasi

Malkoni (Twk), formasi Kemiki (Tmpk), formasi La-

koni (Qtm), dan formasi Batu Gamping Koral (Qcl).

Endapan aluvium disusun oleh bongkah (gravel),

kerikil (pebbles), pasir (sand), debu (silt), dan liat

(clay). Struktur geologi P. Enggano adalah lipatan

dan sesar. Lipatan berasal dari sinklin pada formasi

Kemiki berarah barat laut tenggara, dan sesar datar

berarah utara-selatan dan timur laut-barat daya,

serta sesar naik berkembang pada formasi Kuwau

berarah barat laut-tenggara.

Berdasarkan Peta Geologi Indonesia (1993)

dalam Bappeda 2003, Pulau Enggano terdiri dari 5

jenis formasi batuan yaitu :

a. Formasi Batuan Aluvium (Qal), dengan kom-

posisi bongkah, kerikil, pasir, lanau, lumpur

dan lempung.

b. Formasi Malakoni (QTm), dengan komposisi

batu gamping terumbu-kepingan, kalsirudit,

dan kalkarenit.

c. Formasi Kemiki (Tmpk), dengan komposisi

tuf, tuf pasiran, batu lanau tufan.

d. Formasi Kuwau (Tmk) dengan komposisi

perselingan batu pasir, batu lanau, atau bin-

tal batu pasir gamping.

e. Formasi batu gamping koral (Qcl) disekelil-

ing Pulau Enggano, dengan komposisi batu

gamping koral bersifat terumbu, sebagian

berkeping.

© EngganoConservation, Juni 2011

Page 12: Profil Enggano Libre

No Elevasi (m) ≥

Luas (Ha)

1 0 39587.36

3398.76 (8.59%) Elevasi Hilir (0-80) 31143.81 Ha (78.67%)

2 10 36188.6 5710.71 (14.43%)

3 20 30477.89 4167.22 (10.53%)

4 30 26310.67 3908.56 (9.87%)

5 40 22402.11 3961.84 (10.01%)

6 50 18440.27 3582.22 (9.05%)

7 60 14858.05 3605.36 (9.11%)

8 70 11252.69 2809.14 (7.10%)

9 80 8443.55 1876.68 (4.74%)

Elevasi Tengah (80-160) 7411.71 Ha (18.72%)

10 90 6566.87 1446.19 (3.65%)

11 100 5120.68 1120.89 (2.83%)

12 110 3999.79 834.54 (2.11%)

13 120 3165.25 666.50 (1.68%)

14 130 2498.75 554.87 (1.40%)

15 140 1943.88 523.68 (1.32%)

16 150 1420.2 388.36 (0.98%)

17 160 1031.84 257.18 (0.65%)

Elevasi Hulu (160 -240) 1031.23 Ha 2.60%

18 170 774.66 223.85 (0.57%)

19 180 550.81 230.71 (0.58%)

20 190 320.1 159.05 (0.40%)

21 200 161.05 75.02 (0.19%)

22 210 86.03 47.54 (0.12%)

23 220 38.49 28.13 (0.07%)

24 230 10.36 9.75 (0.02%)

25 240 0.61

Luas (Ha)

Interval 10 m 1/3 Bagian

39,5

87.36

36,1

88.6

0

30,4

77.8

9

26,3

10.6

7

22,4

02.1

1

18,4

40.2

7

14,8

58.0

5

11,2

52.6

9

8,4

43.5

5

6,5

66.8

7

5,1

20.6

8

3,9

99.7

9

3,1

65.2

5

2,4

98.7

5

1,9

43.8

8

1,4

20.2

0

1,0

31.8

4

774.6

6

550.8

1

320.1

0

161.0

5

86.0

3

38.4

9

10.3

6

0.6

1

0

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

40,000

45,000

0 10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

210

220

230

240

Luas

(Ha)

Elevasi ≥ (m)

3,39

8.8

5,7

10.7

4,1

67.2

3,9

08.6

3,9

61.8

3,5

82.2

3,6

05.4 2,8

09.1 1

,876.7

1,4

46.2

1,1

20.9

834.5

666.5

554.9

523.7

388.4

257.2

223.9

230.7

159.1

75.0

47.5

28.1

9.8

(8.5

9%)

(14.4

3%) (1

0.5

3%)

(9.8

7%)

(10.0

1%)

(9.0

5%)

(9.1

1%) (7

.10%) (4

.74%)

(3.6

5%)

(2.8

3%)

(2.1

1%)

(1.6

8%)

(1.4

0%)

(1.3

2%)

(0.9

8%)

(0.6

5%)

(0.5

7%)

(0.5

8%)

(0.4

0%)

(0.1

9%)

(0.1

2%)

(0.0

7%)

(0.0

2%)

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120 130 140 150 160 170 180 190 200 210 220 230 240

Luas

(Ha)

Elevasi (m)

10Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Topograi

Berdasarkan analisa Topo-

grai dengan menggunakan

data DEM (Digital Elevation

Model) Ketinggian Pulau Eng-

gano berkisar antara -20 m

sampai dengan 240 m dari

permukaan Laut. Dengan In-

terval elevasi dengan jarak 10

m diketahui Bagian Hilir pada

interval 0 – 80 m dpl dengan

luas 31.143,81 Ha atau 78.67%

luas pulau. Pada bagian tengah

pada interval 80 – 160 m dpl

dengan luas 7411.71 Ha atau

18.72% dari luas pulau. Kemu-

dian pada bagian Hulu pada in-

terval 160 – 240 m dpl terdapat

luasan hanya 1031.23 Ha atau

2.60% dari luasan Pulau.

Perbandingan antara ket-

inggian dan luasan dari Pulau

dapat diperhatikan dari table

dan graik.

Dari graik terlihat bahwa

topograi pulau cenderung

landai dengan pergerakan

perbandingan luas dan elevasi

yang cendrung tidak signiikan.

Pada rentang elevasi 10 m - 20

m merupakan wilayah terluas

yakni mencapai 5.710,7 Ha atau

14,43 % dari luas pulau. Pada

Rentang ketinggian tertinggi

(230 m - 240 m) merupakan ar-

eal tersempit yakni 9.8 Ha. Luas

rentang ketinggian terendah (0

m - 10 m) yakni 3.398,8 Ha atau

8.59% dari luas pulau.

Hasil Pengolahan data DEM 30 m.

Page 13: Profil Enggano Libre

B.Malako

ni

SAMUDERAHI NDI A

Meok

Apoho

Kaana

Kahyapu

Malakoni

Banjar Sari

Bandara Enggano

G.Ame

G.Gula

G.Arof

G.Abeha

G.Kekek

G.Berkio

G. Kiapu

G.Paobah

G.Kiopoy

G.Tabuho

G.Eropbf

G. Ahopak

G.Nanu'ua

G.Yabikoa

G.Yepoakoi

G.Kahaoabi

G.Dupalabe

G.Kabareke

G.Kiamankak

S.Ahai

S.Kohin

S.Kikuba

S.Kahabi

S. Pakiyhur

S.Mauna

S.Barhau

S.Kinono

S.Yad

aiy

S

. Paantiki (Kuala Besa

r)

S. K

uwaw(KualaKecil)

S.Meno

S. PahbadiahYopukuweu

S.Kiowa

S.Kakitaha

P.Enggano

P. Satu

P.Dua

P.Merbau

P.Bangkai

102°20'0"E

102°20'0"E

102°15'0"E

102°15'0"E

102°10'0"E

102°10'0"E

102°5'0"E

102°5'0"E

5°20'0"S

5°20'0"S

5°25'0"S

5°25'0"S

5°30'0"S

5°30'0"S

5 0 52.5 Kilometers

LegendaSungai

Danau

Desa

Bandara Enggano

Gunung/Bukit

Pelabuahan Ferry

Pelabuhan Perintis

160°0'0"E140°0'0"E120°0'0"E100°0'0"E80°0'0"E

30°0'0"N

30°0'0"N

10°0'0"N

10°0'0"N

10°0'0"S

10°0'0"S

30°0'0"S

30°0'0"S

105°0'0"E102°0'0"E99°0'0"E96°0'0"E

6°0'0"N

6°0'0"N

3°0'0"N

3°0'0"N

0°0'0"

0°0'0"

3°0'0"S

3°0'0"S

6°0'0"S

6°0'0"S

11Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Topograi Pulau Enggano cukup bervariasi, yaitu terdiri dari dataran sampai berombak , berombak hing-

ga berbukit dan berbukit hingga bergunung. Keting-

gian Pulau Enggano berkisar antara 0 sampai 240 m

dari permukaan laut. Daerah yang paling tinggi adalah

Gunung Eropbf di kawasan Hutan lindung Koho Buwa-

buwa dengan ketinggian mencapai 240 meter dari per-

mukaan laut. Bentuk permukaan tanah di Pulau Engga-

no secara umum dapat dikatakan cukup datar hingga

landai, dengan sedikit daerah yang agak curam. Daerah

yang datar hingga landai terletak di sebelah barat pu-

lau, sedangkan daerah yang agak curam hingga curam

terletak di sebelah timur dan tenggara. Secara propor-

sional 62,39% kemiringannya landai (0 – 8%); 27,9 pers-

en agak miring ( 8 – 15% ) dan sisanya daerah miring

hingga terjal ( 15 – 40% ).

Perbukitan bergelombang terdapat di daerah teng-

gara, berarah barat laut-tenggara, ketinggian antara

170-220 meter, sedangkan perbukitan karst terdapat

di bagian barat laut, menunjukkan morfologi yang khas

dan dominant oleh litologi batu gamping, berketing-

gian antar 100 – 150 meter, sedangkan pedataran rawa

terdapat di sepanjang pantai Enggano dengan keting-

gian 0-2 meter. Secara morfologi Pulau Enggano terdiri

dari perbukitan dengan gelombang lemah dan karst

yang memanjang dari barat laut ke tenggara, sedang-

kan di bagian utara terutama daerah pantai merupakan

dataran rendah alluvial yang terkadang berawa-rawa.

Secara morfologi daerah ini dapat dibagi menjadi

8 satuan yaitu:

1. Daerah perbukitan bergelombang lemah ketingian

170 - 240 meter.

2. Daerah perbukitan karst dengan ketinggian 100 -

150 meter.

3. Daerah dataran landai, dengan ketinggian antara

0 - 50 meter.

4. Daerah dataran berawa, dengan ketinggian 0 - 5

meter.

5. Daerah dengan lereng datar dengan ketinggian

0-30 meter sekitar pantai.

6. Daerah dengan lereng landai yaitu antara 3 - 60

meter di bagian barat laut.

7. Daerah dengan lereng sedang, dengan ketinggian

6 - 150 meter di bagian barat dan tenggara.

8. Daerah dengan lereng agak curam, dengan ket-

inggian 15 - 30 meter yang berada di bagian ten-

gah.

Rend

ra R

eg

en R

ais

BKSD

A B

eng

kulu

2011

Page 14: Profil Enggano Libre

12Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Iklim

Pulau Enggano beriklim tropis basah yang sangat

dipengaruhi oleh laut. Berdasarkan klasiikasi iklim

Smith-Ferguson, iklim di Pulau Enggano termasuk

dalam zona iklim A dengan jenis vegetasinya adalah

hutan hujan tropis. Curah hujan pada bulan kering

masih diatas 100 mm. Bulan terkering biasanya hanya

terjadi pada bulan-bulan sekitar Juni dan Juli. Bulan

basah kadang mencapai lebih dari 400 mm per

bulannya. Sedangkan menurut klasiikasi iklim Koppen,

pulau Enggano termasuk ke dalam kelas Af, artinya

kawasan ini beriklim hujan tropis tanpa musim kemarau

yang nyata atau curah hujan pada bulan terkering lebih dari 60 mm. Kondisi unsur iklim yang lain di Enggano

pengamatannya sangat terbatas. Untuk itu diadakan modiikasi data iklim yang ada dan disesuaikan dengan

keadaan posisi pulau terhadap daratan Bengkulu.

Berdasarkan klasiikasi zona iklim menurut Oldeman termasuk Zone A , dimana zona tersebut dapat ditanami padi

terus menerus sepanjang tahun. dimana bulan kering terjadi antar 0 sampai 1 bulan dan bulan basah terjadi dalam

10 sampai 12 bulan.

Curah Hujan

Curah hujan di Pulau Enggano cukup tinggi dengan pola tahunan berkisar dari 2400 mm sampai lebih dari

5500 mm. Curah hujan rata-rata pada bulan kering masih di atas 100 mm. Pada saat pengaruh El-Nino curah

hujan bisa mencapai di bawah 100 mm per bulannya. Hal tersebut terjadi pada tahun tahun 1982, 1994, 1997 dan

Tabel Kondisi unsur iklim di Pulau Enggano, Sumber : Modifikasi olahan data primer dan Walhi, 1999 dari Final Report Daya Dukung Pulau Enggano, Bapedalda 2005

Keterangan : HH : hari hujan (hari) RH : Kelembaban nisbi (%)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total 1978 357 316 565 198 535 322 559 368 860 668 554 504 5806 1980 374 196 257 384 230 278 37 505 367 716 579 424 3768 1981 684 133 279 367 354 147 624 87 552 417 785 204 4633 1982 427 283 270 398 65 48 149 57 337 4 176 216 2430 1983 239 201 383 261 176 268 176 281 90 678 437 66 3256 1984 692 377 430 205 226 233 328 384 590 383 241 866 4955 1985 287 304 350 524 130 312 151 173 231 301 519 400 3682 1986 305 164 284 361 176 245 274 478 301 783 624 289 4284 1987 529 275 386 255 205 253 276 175 75 49 637 912 4027 1988 502 341 587 197 391 198 255 444 432 330 852 492 5021 1989 553 785 271 300 188 213 310 186 265 799 409 395 4674 1990 732 150 529 188 237 283 465 250 507 287 201 235 4064 1991 549 831 235 375 107 33 14 15 77 373 457 555 3621 1992 260 185 259 338 281 145 244 466 545 708 545 354 4330 1993 994 201 409 210 419 86 547 277 329 365 362 835 5034 1994 534 201 178 278 127 23 0 1 5 20 164 920 2451 1995 660 188 606 302 484 256 259 27 54 198 485 218 3737 1996 141 131 294 247 95 213 52 208 245 223 497 524 2870 1997 158 160 126 137 179 127 54 0 4 49 99 157 1250 Re-rata

460 285 348 286 242 193 251 231 309 382 447 451 3768

Bulan HH Suhu (

0

C) Kec. angin

(m/det)

Maksi-mum RH

(%) Mini-mu m

Rata-an

Januari 18 81.5 22.4 26.7 31 2.3 Februari 13 83.3 23.1 27.6 32.1 2.1 Maret 16 81.1 23.2 27.4 31.6 2.2 April 14 82.9 23.4 27.9 32.4 1.9 Mei 10 75.9 23.5 28.7 33.9 2.0 Juni 9 82.0 23.5 27.1 30.7 3.1 Juli 11 85.8 23.1 27.8 32.58 2.0 Agustus 10 83.7 23.2 27.8 32.4 2.1 September 15 82.8 23.2 27.6 32 1.9 Oktober 12 81.3 23.5 27.5 31.5 2.0 November 18 81.9 23.2 27.6 32 2.2 Desember 19 82.3 22.8 26.9 31 2.0 Rata-rata 14 82.0 23.2 27.6 31.9

Page 15: Profil Enggano Libre

13Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

tahun 2011. Bulan terkering biasanya hanya terjadi pada

bulan-bulan sekitar Juni dan Juli.

Sedang Bulan basah biasanya dimulai dari bulan

september hingga maret. Curah hujannya berkisar dari

250 mm sampai kadang mencapai lebih dari 600 mm

per bulannya. Curah hujan bulanan berluktuasi dari

terendah 193 mm pada Juni sampai tertinggi 460 mm

pada Januari.

Pada gambar tersebut terlihat bahwa dalam setiap

bulannya rata-rata terjadi 14 hari hujan. Jumlah hari

hujan terbesar terjadi pada bulan Desember sedangkan

yang terkecil pada bulan Juni. Kelembaban nisbi

umumnya di atas 80% dengan variasi terendah sekitar

78 % dan tertinggi 96 %. Hal tersebut menunjukkan

bahwa di Pulau Enggano kelembaban udara relatif tinggi

sepanjang tahun. Suhu udara rata-rata setiap harinya

berkisar antara 27,8oC, dengan suhu terendah 23.2oC

dan tertinggi 34 oC. Suhu minimum tercapai pada

dini hari sekitar pukul 04.00, sedang suhu maksimum

tercapai setelah tengah hari, sekitar pukul 13.30. Angin

mempunyai variasi musiman yang tidak terlalu banyak berbeda. Kecepatan angin berkisar antara 1,8 m.det-1 hingga

2.2 m.det-1. Berdasarkan pengamatan di lapangan beberapa kali terlihat bahwa angin bertiup lebih kuat pada

ketinggian di atas 200 m dpl., terutama yang berada di atas kanopi pohon. (Final Report Daya Dukung Pulau

Enggano, Bapedalda Bengkulu 2005)

Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Total

1978 357 316 565 198 535 322 559 368 860 668 554 504 5806

1980 374 196 257 384 230 278 37 505 367 716 579 424 3768

1981 684 133 279 367 354 147 624 87 552 417 785 204 4633

1982 427 283 270 398 65 48 149 57 337 4 176 216 2430

1983 239 201 383 261 176 268 176 281 90 678 437 66 3256

1984 692 377 430 205 226 233 328 384 590 383 241 866 4955

1985 287 304 350 524 130 312 151 173 231 301 519 400 3682

1986 305 164 284 361 176 245 274 478 301 783 624 289 4284

1987 529 275 386 255 205 253 276 175 75 49 637 912 4027

1988 502 341 587 197 391 198 255 444 432 330 852 492 5021

1989 553 785 271 300 188 213 310 186 265 799 409 395 4674

1990 732 150 529 188 237 283 465 250 507 287 201 235 4064

1991 549 831 235 375 107 33 14 15 77 373 457 555 3621

1992 260 185 259 338 281 145 244 466 545 708 545 354 4330

1993 994 201 409 210 419 86 547 277 329 365 362 835 5034

1994 534 201 178 278 127 23 0 1 5 20 164 920 2451

1995 660 188 606 302 484 256 259 27 54 198 485 218 3737

1996 141 131 294 247 95 213 52 208 245 223 497 524 2870

1997 158 160 126 137 179 127 54 0 4 49 99 157 1250

Re-

rata

460 285 348 286 242 193 251 231 309 382 447 451 3768

0

200

400

600

800

1000

1200

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des

Grafik Curah Hujan

Tabel Curah Hujan

1978 1980 1981 1982 1983 1984 1985 1986 1987 1988

1989 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 Rerata

WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia)1999

© EngganoConservation, Desember 2010

Page 16: Profil Enggano Libre

14Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Suhu Udara dan Kelembaban Udara

Kelembaban nisbi umumnya di atas 80% den-

gan variasi terendah sekitar 78 % dan tertinggi 96 %.

Hal tersebut menunjukkan bahwa di pulau Enggano

kelembaban udara relatif tinggi sepanjang tahun.

Suhu udara rata-rata setiap harinya berkisar an-

tara 27,8 oC, dengan suhu terendah 23.2 oC dan ter-

tinggi 34 oC. Suhu minimum tercapai pada dini hari

sekitar pukul 04.00, sedang suhu maksimum tercapai

setelah tengah hari, sekitar pukul 13.30.

Angin

Angin menjadi unsur cuaca dan iklim yang cu-

kup penting bagi banyak keperluan pengelolaan dan

pegembangan suatu pulau yang termasuk kecil sep-

erti Enggano. Musim angin bisa menuntukan pola

mata pencaharian nelayan.

Di kawasan ini angin dominan terbagi dalam dua

musim, yaitu musim barat dan tenggara. Angin musim

barat terjadi pada bulan-bulan mulai September

sampai Januari yang bertiup dari barat sampai barat

daya. Sedang angin musim tenggara bertiup antara

bulan April sampai Agustus.

Angin mempunyai variasi

musiman yang tidak terlalu

banyak berbeda. Kecepatan

angin berkisar antara 1,8

m.det-1hingga 2.2 m.det-1.

Pada saat tertentu angin dapat

mempunyai kecepatan lebih

dari dua kali kecepatan rata-

rata tersebut. Dialain waktu angin bertiup lebih kuat

pada ketinggian di atas 200 m dpl., terutama yang

berada di atas kanopi pohon. Dari sini terlihat bahwa,

sebagai sumber energi alternatif, dengan demikian

terlihat bahwa angin bisa dijadikan sumber energi

yang potensial.

Lama Penyinaran Surya

Pola curah hujan di Enggano mengikuti tipe

curah hujan kepulauan kecil di daerah lautan beriklim

tropik. Tipe demikian beriklim sangat basah, ham-

pir setiap bulan curah hujan cukup tinggi. Dengan

demikian potensi hujan yang tinggi menggambarkan

tingkat keawanan yang tinggi pula.

Sejalan dengan tingkat keawanan yang tinggi,

maka penyianaran radiasi matahari sering mengala-

mi halangan untuk mencapai permukaan. Jadi lama

penyinaran surya di pulau Enggano tidak tinggi.

Rata-rata lama penyinaran matahari diperkirakan di

bawah 6.5 jam per hari.

Variasi bulanan lama penyinaran matahari terse-

but tentunya mempunyai korelasi pula dengan variasi

bulanan curah hujan. Dengan demikian diperkirakan

lama penyinaran akan sangat kurang pada bulan-

bulan mulai oktober sampai Januari.

Hidrologi

Dalam wilayah Pulau Enggano mengalir

beberapa sungai. Sungai-sungai tersebut ada yang

perennial dan ada hampir tak ada airnya pada saat

tak ada hujan cukup lama. Namun secara umum

airnya dipengaruhi musim. Pada musim hujan debit air

sungai tinggi, sebaliknya pada musim kemarau debit air

rendah. Nama-nama sungai tersebut antara lain adalah

Sungai Kikuba, Sungai Kuala Kecil, Sungai Kuala Besar,

Sungai Kahabi, Sungai Kinono, dan Sungai Berhaw.

Beberapa sungai kecil antara lain Sungai Kaay, Sungai

Kamamum, Sungai Maona, Sungai Napean, Sungai

Apiko, dan sungai-sungai kecil lain yang sangat jauh

dari pemukiman penduduk.

Sungai-sungai tersebut mengalir ke sebelah utara,

barat, timur, dan selatan pulau. Sungai yang mengalir

ke sebelah utara pulau diantaranya adalah Sungai

Kuala Besar, Sungai Kuala Kecil, Sungai Maona; yang

mengalir ke sebelah barat pulau adalah Sungai

Berhawe, Sungai Kinono, dan Sungai Kahabi (Peta

No Nama Sungai Muara Panjang

(Km)

Luas DAS

(km2

)

Lebar Dasar (m)

Debit

(m3

/det)

1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.

Berhaw Kinono Kahabi Meok Kuala besar Kuala Kecil Apiko Kikuba Maona

Tl. Berhau Tl. Berhau Tl. Berhau Tl. Meok Tl. Malakoni Tl. Malakoni Tj. Kaana Tl. Kaana Pantai Timur

11,70 8,50 15,90 4,0 12,18 10,67 3,50 4.5 3,90

29 12 61 8,1 36,4 19,2 6,9 8.5 16,3

3 – 7 3 – 7 5 – 12 2 – 4 6 – 8 4 – 11 1 – 3 2 - 5 2 - 5

9 4 15 5 11 14 3 6 4

Bapedalda Provinsi Bengkulu, 2005

Page 17: Profil Enggano Libre

15Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Situasi Pulau Enggano, 2005).

Kondisi beberapa Sungai di Pulau Enggano

Sungai-sungai di Pulau Enggano pada umumnya

bukan merupakan sumber air langsung bagi keperluan

rumah tangga. Beberapa sungai letaknya cukup jauh dari

lokasi pemukiman. Untuk keperluan rumah tangga pada

umumnya masyarakat membuat sumur gali, dan atau

sumber air artesis. Untuk sumber irigasi persawahan, hanya

Sungai Kikuba di Desa Kaana yang telah dijadikan sumber

air irigasi teknis yang permanen. Hampir seluruh sungai

yang ada di pulau ini berhulu di bagian tengah pulau yang

mempunyai ketinggian puncak sampai 240 m dpl. Hilirnya

semua bermuara ke laut.

Pola aliran sungai secara umum mengikuti bentuk

denritik dengan panjang sungai antara 6 sampai 15 km.

Banyak sungai-sungai kecil yang panjangnya di bawah 4

km, seperti S. Kaai, S. Hokia, dan lain-lain. Debit sungai

diperkirakan berluktuatusi sesuai musim. Debit sungai terkecil yang terukur dimiliki oleh sungai Kikuba, yaitu

sebesar 0,45 m3 per detik, dibandingkan dengan Sungai

Malakoni sebesar 12,2 pada pengukuran hari yang sama.

Perbedaan besar debit ini terlihat memang sesuai dengan

luas kawasan daerah aliran sungainya, Sungai Malakoni

mempunyai luasan daerah tangkapan yang terbesar.

Dari peta penutupan lahan terlihat bahwa daerah

tangkapan air masih ditutupi oleh vegetasi hutan yang relatif

masih baik. Namun demikian jarak sungai ke wilayah hutan

tersebut sangat pendek. Hal ini mengindikasikan bahwa

keberadaan air sungai di Enggano sangat bergantung

kepada keberadaan penutupan vegetasi di kawasan hutan

tersebut. Berdasarkan kondisi demikian maka luktuasi air sungai tahunan masing-masing sungai yang diamati

berbentuk hidrograf yang tak terlalu tajam.

Debit beberapa Sungai di Pulau Enggano

Berdasarkan debit sungai-sungai yang tersaji pada

tabel di atas menunjukkan bahwa kondisi daerah aliran

sungai masih baik. Pola tersebut pula menunjukkan bahwa

potensi debit sungai masing-masing berkaitan dengan

luasan daerah aliran dan daerah tangkapannya. Sungai

Kuala Besar mempunyai potensi debit lebih besar. Sedang

Sungai Kikuba potensi debit paling kecil.

Sungai

Debit (m3/det)

Kemarau

Pengukuran Dugaan

Maks

Kuala Besar 5.0 12.13 22.00

Kuala Kecil 2.0 8.04 14.0

Air Kahabi 2.0 8.08 16.0

Hulu Kuala Besar 1.5 7.10 11.0

S. Kikuba 0.5 4.5 8.5

Bapedalda Provinsi Bengkulu, 2005

© EngganoConservation, Juni 2011

Muara Sungai Kuala Besar, Desa Malakoni

Page 18: Profil Enggano Libre

16Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Morfologi dan Fisik Tanah

Berdasarkan klasiikasi tanah, kawasan daratan Pulau Enggano didominasi oleh jenis tanah kambi-

sol, litosol dan alluvial. Selain itu, tanah di Pulau Eng-

gano memiliki tekstur lempeng berliat. Pori drainase

tanah sangat rendah sampai tinggi, kapasitas air yang

tersedia tergolong tinggi dan sangat tinggi. Permea-

bilitas tanah sangat lambat sampai sedang, dengan

pH tanah 5,1-5,8. Kandungan N total sangat rendah

sampai sedang, kandungan C organic sangat rendah

sampai sedang, kandungan P relatif rendah. Kedala-

man Solum sangat dangkal sampai dangkal, dan kon-

disi tanah miskin hara, kecuali pada bagian top soil

di lahan bekas vegetasi berhutan. Kedalaman efektif

tanah sekitar 30-50 cm. Tekstur tanahnya lempung

liat berpasir, liat, dan pasir. Struktur tanahnya gumpal,

mampat, dan lepas-lepas.

Pemanfaatan tanah di Pulau Enggano sebagian

besar untuk lahan perkebunan rakyat. Lahan perkebu-

nan mereka pada umumnya ditanami tanaman coklat,

melinjo, dan sebagian mulai menanam kopi dan karet.

Berdasarkan peta tata guna lahan Pulau Enggano

2005, pemanfaatan tanahnya digunakan untuk lahan

perkebunan rakyat, persawahan, kawasan hutan, areal

berawa, areal hutan nibung, areal hutan mangrove,

dan pemukiman masyarakat.

Sifat Kimia Tanah dan Susunan Mineral

Sifat kimia tanah terdiri atas pH, DHL, bahan or-

ganik, kejenuhan basa (KB), dan kapasitas tukar ka-

tion (KTK) tanah. Sifat kimia bahan induk adalah kadar

CaCo3 setara. Susunan mineral pasir didominasi pasir

kuarsa. Masing-masing sifat isik, kimia tanah dan su-

sunan mineral dapat dijelaskan berikut ini. Reaksi ta-

nah (pH tanah) di beberapa tempat sangat beragam,

pH aktual disebut pH (H20) berkisar 5-7,4, dan pH

potensial disebut pH (KCl) berkisar 4,2-7,1. Budidaya

pertanian dapat dilakukan pada keadaan pH tanah

tersebut di atas. Tanaman dapat hidup pada tanah

dengan pH tersebut, meskipun pertumbuhan tana-

man belum optimal, sebab pH tanah yang optimal

mendekati 7. Tanah di wilayah studi bebas total garam

terlarut, karena konsentrasi DHL (Daya Hantar Listrik)

yang rendah (DHL x 640 = total garam terlarut, mg/L).

Hal ini berarti bahwa tanaman sangat kecil kemung-

kinannya keracunan garam yang berasal dari air laut.

Bahan organik tanah di wilayah studi relatif tinggi,

kecuali Kaana yang mempunyai bahan organik tanah

sangat tinggi (15,98%). Kadar N tanah di beberapa

tempat relatif rendah (<0,5%). Rasio C/N tanah relatif

cukup stabil, kecuali untuk Kaana yang mempunyai

rasio C/N tanah sangat tinggi (53). Hal ini disebab-

kan bahan organik tanah di Kaana sangat tinggi, yang

berasal dari seresah jerami padi yang membusuk

bercampur tanah. Kapasitas Tukar Kation (KTK) tanah

relatif sangat rendah, kecuali KTK tanah di Malakoni

(Koni-1) relatif tinggi (34,01 cmol(+)/kg). Kejenuhan

basa (KB) tanah di wilayah studi relatif tinggi, kecu-

ali Malakoni (Koni-3). Bahan kapur dan pasir pantai

mempunyai kadar CaCo3 setara 47,09% dan 47,49%.

Susunan mineral pasir dari contoh tanah Koni-3 ke-

dalaman 60-80 cm dan 80-100 cm didominasi pasir

kuarsa (97-99%), dan mineral yang lain dalam jum-

lah sangat kecil. Hal ini menunjukkan bahwa tanah di

wilayah studi cadangan mineralnya sangat sedikit.

© EngganoConservation, 2011

Proil lapisan tanah yang terlihat dalam penampang diagonal menunjukkan tingginya aktiitas geologi di sekitar Sawang Epuph, sebelah barat laut Pulau Enggano

Page 19: Profil Enggano Libre

17Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Jumlah dan Penyebaran Penduduk

Jumlah penduduk Enggano sampai dengan

tahun 2010 sesuai dengan data BPS Bengkulu Utara

adalah sebanyak 2.322 jiwa (641 KK) yang terdiri

dari 1.308 laki-laki dan 1.014 perempuan. Jumlah

tersebut tersebar di 6 desa. Jumlah penduduk

berdasarkan jenis kelamin dan penyebarannya

dapat dilihat pada table.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat di Pulau Enggano

adalah petani dan nelayan. Pekerjaan lainnya adalah

pedagang, buruh, dan pegawai negeri. Banyak penduduk

Enggano yang berprofesi ganda, yakni sebagai petani dan

nelayan. Jenis pertanian yang dibudidayakan kebanyakan

adalah perkebunan coklat. Hampir setiap kepala keluarga

memiliki luas kebun coklat 2 hektar.

Hubungan Kekerabatan

Secara adat istiadat, masyarakat Pulau Enggano memiliki hubungan kekeluargaan dengan sistem yang bera-

kar pada asal keturunan yang disebut dengan suku. Di Pulau Enggano masyarakat terbagi atas-atas suku-suku

yang masing-masing suku dikepalai oleh Ketua Suku. Adapun penduduk asli pulau Enggano terdiri dari Suku

No.

Desa Luas (Ha) Jumlah Jiwa

Jumlah total

Kepa -datan

jiwa/km L P

1 Banjar Sari 12.410 274 206 480

2 Meok 6.090 275 245 520

3 Apoho 275 141 108 249

4 Malakoni 4.021 146 110 256

5 Kaana 8.701 281 212 493

6 Kahyapu 8.563 191 133 324

40.060 1.308 1.014 2.322

3,82

8,53

184,4

6,36

3,78

5,66

5,79

No.

Jenis Pekerjaan Jumlah (KK) Persen (%)

1. Petani 242 37,8

2. Nelayan 138 21,5

3. Pedagang 9 1,4

4. Buruh 88 13,7

5. PNS 64 10,0

6. Lain -lain 100 15,6

Jumlah 641

BPS Kab. Bengkulu Utara, 2010

Camat Enggano, up date 2005

© EngganoConservation, Desember 2010

Page 20: Profil Enggano Libre

18Bagian I. Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Kauno, Suku Kaahoao, Suku Kaharuba, Suku Kaitaro,

Suku Kaaruhi dan Suku Kaamay (untuk semua pen-

datang).

Masyarakat Pulau Enggano masih teguh memegang

adat istiadat peninggalan nenek moyang. Di Pulau Eng-

gano ada 3 sistem pelapisan sosial tradisonal dari tiga

golongan sosial yaitu tokoh agama, orang-orang tua desa,

dan tokoh masyarakat yang dipandang mempunyai

pengetahuan tertentu yang disebut cerdik pandai. Nilai

budaya masyarakat Enggano sangat dipengaruhi oleh

budaya islam. Hal ini terlihat dari aktivitas sehari-hari

yang sangat memegang teguh nilai-nilai ke-islam-an.

Namun walaupun demikian, pada hakekatnya mereka

masih memiliki akar budaya warisan leluhurnya masing-

masing.

Secara umum proses pembauran adat istiadat den-

gan kaum pendatang telah berjalan dan tidak ada ma-

salah dalam kaitannya dengan heterogenitas daerah

asal. Yang terjadi adalah pembauran dari masing-mas-

ing adat istiadat yang berjalan dengan sendirinya dalam

kehidupan sehari-hari. Beberapa suku di luar Pulau Eng-

gano yang telah berbaur dengan masyarakat Enggano

adalah suku sunda, minang, bugis, jawa, batak, dan

yang lainnya. Masyarakat bugis banyak tinggal di Desa

Banjar Sari, umumnya mereka membuka lahan pertani-

an menanam berbagai jenis tanaman, terutama coklat.

Banyaknya masyarakat Bugis yang membuka ladang se-

cara berkelompok, seakan-akan membentuk perkam-

pungan sendiri, sehingga dikenal Kampung Bugis.

Struktur adat masyarakat Pulau Enggano terdiri dari

Paabuki, yaitu pemimpin tertinggi dari lembaga adat

masyarakat pulau Enggano, yang membawahi kepala

suku atau koordinator suku. Selanjutnya untuk setiap

suku mempunyai kepala pintu suku atau kap kaudar.

Ada 14 orang kepala pintu suku yaitu sebagai berikut:

1. Suku Kauno, terdiri dari Kap Kaudar Kapururu,

Kap Kaudar Ka’duai dan Kap Kaudar Nahyeah-

Pabuuy.

2. Suku Kaitora, teridir dari hanya satu Kap Kau-

dar yaitu Kap Kaudar Kaitora.

3. Suku Kaarubi, terdiri dari 3 kap kaudar, yaitu

kap kaudar Ahipe, Kap Kaudar Abobo dan Kap

Kaudar Kaanaine

4. Suku Kaharuba, hanya terdiri dari satu kap

kaudar, yaitu kap kaudar Kaharuba

5. Suku Kaahoao, terdiri dari 4 kap kaudar, yaiotu

kap kaudar Bok, Kap Kaudar Kapuiheu, kap

kaudar kakore, dan kap kaudar Yamu’i

6. Suku Kaamay, terdiri dari dari 2 bagian wilayah,

yaitu wilayah bagian barat dan wilayah bagian

timur.

Kegiatan perekonomian

Kegiatan perekonomian masyarakat Enggano meliputi

pertanian sawah (irigasi, semi irigasi, tadah hujan), peri-

kanan tangkap, pengolahan hasil perikanan, perkebu-

nan (kelapa, melinjo, cengkeh, coklat dan pisang), pe-

ternakan (kerbau, sapi, kambing dan ayam/itik). Industri

rumah tangga yang berkembang di pulau Enggano

meliputi industri kerajinan rotan yang sebagian besar

sentra produksinya terletak di desa Kaana, industri pen-

geringan ikan (ikan asin) di Desa Banjar Sari, Desa Meok,

dan Desa Kahyapu serta industri pembuatan emping

melinjo tersebar di desa-desa Pulau Enggano.

© EngganoConservation, 2011

Rumah Adat Suku Kauno di Desa Meok

Page 21: Profil Enggano Libre

Kawasan Hutan

© EngganoConservation, 2011 Lokasi: Banjarsari

Page 22: Profil Enggano Libre

20Bagian II. Kawasan Hutan | Proil Kawasan Konservasi Enggano

36,34% (14.377,35 Ha) wilayah Pulau Enggano merupakan Kawasan Hutan. Terdapat 6 (enam) Kawasan Kon-

servasi (8.736,57 Ha/ 22.08 %) yakni Cagar Alam (CA) Sungai Baheuwo (496,06 Ha) , CA. Teluk Klowe (331,23 Ha),

CA. Tanjung Laksaha (333,28 Ha), CA. Kioyo I & Kioyo II (305,00 Ha), dan Taman Buru Gunung Nanua (7.271.00

Ha). Selain Itu terdadapat Hutan Lindung Koho Buwa-Buawa (3.450,00 Ha) dan HPT. Ulu Malakoni (2.191,78 Ha).

Luas kawasan hutan yang ada di Pulau Enggano sebesar 36.32 % dari total luas wilayah. Luas kawasan hutan

yang berfungsi sebagai kawasan perlindungan sistem penyangga kehidupan dan pelestarian ekosistem (Kawasan

hutan konservasi dan Hutan Lindung) adalah 30,79 %; sedangkan yang berfungsi sebagai penghasil kayu luasnya

5,54 %.

No Kawasan Hutan Luas (Ha) % dari Luas Pulau

(39.586,73 Ha)

CA KK CA KK

1 CA Sungai Bahe 495,06

14

64

,57

8.7

35

, 57

1.25

3.70 22.07

2 CA. Teluk Klowe Reg.96 331,23 0.84

3 333,28 0.84

4 CA. Kioyo I & Kioyo II Reg.100 305,00 0.77

5 TB. Gunung Nanua Reg.59 7.271,00 18.37

6 HL. Koho Buwa-Buawa 98 3.450,00 8.72

7 HPT. Ulu Malakoni Reg.99 2.191,78 5.54

Jumlah 14.37 7,35 36.32

CA. Tangjung Laksaha Reg.95A

uwo Reg.97

Rend

ra R

eg

en R

ais

, BKSD

A

Beng

kulu

2011

Page 23: Profil Enggano Libre

21Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Tipe ekosistem yang terdapat di kawasan hutan

Pulau Enggano adalah ekosistem mangrove, eko-

sistem pantai, ekosistem rawa, dan ekosistem hutan

dataran rendah; dengan jenis vegetasi yang berane-

ka ragam.

Ekosistem Hutan Mangrove

Menurut. Kusmana (2002) pengertian mangrove

adalah suatu komunitas tumbuhan atau individu je-

nis tumbuhan yang membentuk komunitas tersebut

di daerah pasang surut. Vegetasi hutan mangrove

memiliki keistimewaan karena dapat hidup dalam

tingkat salinitas yang cukup tinggi, miskin oksigen

dan tanah sebagai tempat hidup yang tidak stabil

karena sifat tanahnya yang belum matang. Mangrove

merupakan sumber daya alam yang dapat dipulih-

kan (renewable resources atau flow resources) yang

mempunyai manafaat ganda (Manfaat ekonomis dan

ekologis). Secara ekologis hutan mangrove dapat

menjadi penahan abrasi atau eroso, gelombang atau

angin kencang, pengendali intrusi air laut dan tem-

pat habitat berbagai jenis fauna

Hutan mangrove atau disebut juga hutan bakau

adalah hutan yang berada di daerah tepi pantai yang

dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lan-

tai hutannya selalu tergenang air. Keadaan lingkun-

gan hutan mangrove tumbuh mempunyai faktor-

faktor ekstrim yang membedakan dengan ekosistem

lainnya, seperti salinitas air tanah, latainya berupa

lumpur dan selalu tergenang air, dan pada umum-

nya didominasi oleh jenis vegetasi yang mempunyai

perakaran yang unik, seperti akar lutut, akar pasak,

dan akar tunjang. Vegetasi di hutan mangrove bersi-

fat halofit, artinya vegetasi tersebut tahan terhadap

tanah yang mengandung garam dan tergenang air

laut. oleh karena itu keragaman jenis vegetasi di hu-

tan mangrove relatif lebih sedikit dibandingkan den-

gan ekosistem di hutan lainnya. Vegetasi mangrove

secara khas memperlihatkan adanya pola zonasi, hal

ini berkaitan erat dengan tipe tanahnya, keterbukaan

terhadap hempasan gelombang, salinitas, serta pen-

garuh pasang surut air laut. Jenis-jenis pohon yang

biasa tumbuh di hutan mangrove adalah : Acanthus

spp, Aegilitis spp, Aegiceras spp, Avicenia spp, Bru-

guiera spp, Ceriops spp, Campnosperma spp, Ex-

coecaria agallocha, Heritiera spp, Kandelia candel,

Lumnitzera spp, Nypa fruticans, Osbornia octodon-

ta, Phoenix paludosa, Rhizophora spp, Sciphiphora

hydrophyllacea, Sonneratia spp, dan Xylocarpus spp

(Rusila Noor Y, M. Khazali, INN Suryadipura, 1999).

Hutan mangrove memiliki peranan penting dalam

melindungi pantai dari gelombang, angin, dan badai.

Tegakan mangrove dapat melindungi pemukiman,

bangunan, dan areal pertanian dari angin kencang

atau intrusi air laut. Kemampuan hutan mangrove un-

tuk mengembangkan wilayahnya ke arah laut meru-

pakan salah satu peran penting mangrove dalam

pembentukan lahan baru. Akar pohon mangrove

mampu mengikat dan menstabilkan substrat lum-

pur, pohonnya mengurangi energi gelombang dan

memperlambat arus, sementara vegetasinya secara

keseluruhan dapat memerangkap sedimen. © EngganoConservation, 2011

Tegakan Bakau Jangkar (Rhizhopora apicullata)

Page 24: Profil Enggano Libre

22Bagian II. Kawasan Hutan | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Hutan mangrove juga berperan penting dalam

pengembangan perikanan pantai. Mangrove

merupakan tempat siklus hidup berbagai jenis

ikan, udang, dan moluska karena lingkungan hutan

mangrove menyediakan perlindungan dan makanan

berupa bahan-bahan organik yang masuk ke dalam

rantai makan. Selain itu mangrove merupakan pemasok

bahan organik sehingga dapat menyediakan makanan

untuk organisme yang hidup pada perairan sekitarnya.

Dari sisi ekonomi, pohon mangrove mempunyai nilai

ekonomis yang tinggi. Kayu pohon mangrove dapat

digunakan sebagai kayu bakar, bahan pembuatan

arang kayu, bahan bagunan, peralatan rumah tangga,

bahan baku serat sintesis, dan bahan baku pembuatan

bubur kertas (pulp). Dengan adanya fungsi ekonomis

dan fungsi perlindungan lingkungan dari hutan

mangrove, perlu dipertimbangkan secara bijaksana

tentang bagaimana pengelolaan hutan mangrove,

sehingga perlu dipilah mana yang lebih diutamakan

nilai ekonomis atau nilai perlindungan lingkungan.

Hutan mangrove di Pulau Enggano tersebar di

bagian pantai Pulau Enggano, termasuk ke dalam

kawasan hutan konservasi, seperti Cagar Alam Teluk

Klowe, Cagar Alam Sungai Bahewo, dan Taman

Buru Gunung Nanua; luasnya sekitar 1536,8 hektar

(Bappeda Propinsi Bengkulu, 2003). Sebagian hutan

mangrove juga terletak di sebelah barat Pulau

Enggano, di Cagar Alam Tanjung Laksaha dan secara

spot-spot terletak di sebelah selatan di kawasan Cagar

Alam Kioyo. Disebelah barat Pulau Enggano tidak

banyak ditemukan ekosistem mangrove karena kondisi

pantainya reltif curam dan berkarang, sehingga

ketingian pantai di atas ketingian pasang surut air laut.

Beberapa jenis tumbuhan mangrove seperti

Rhizopora dan Burgerria menjadi tanaman pioneer

dalam mebentuk dataran baru pada permukaan

karang yang naik akibat pendangkalan baik karena

proses sedimen maupun aktiitas geologi. Dibeberap tempat dijumpai beberapa tegakan Bakau muda

menuju terbentuknya dataran baru.

Ekosistem Hutan Pantai

Hutan Pantai terdapat di sepanjang pantai

laut berpasir dengan tanah kering, dengan jenis

tanah regosol kering tidak pernah tergenang air

arahnya tidak lebar

melainkan memanjang.

Keadaaan hutan ini

telah menyesuaikan diri

dengan situasi tempat

tumbuh yang kering, tidak

terdapat air tawar secara

terus menerus, dan air

hujan. Secara isiograis

kawasan ini dideinisikan

sebagai wilayah antara

garis pantai hingga kearah

dataran yang masih

dipengaruhi oleh pasang

surut air laut, dengan

lebar yang ditentukan

oleh kelandaian (%

lereng) pantai dan dasar

laut, serta dibentuk oleh

endapan lempung hingga

pasir yang bersifat lepas,

dan kadang bercampur

No. Nama Ilmiah Suku Nama daerah

1. Rhizophora apicullata Rhizophoraceae Bakau jangkar

2. Rhizophora mucronata Rhizophoraceae Bakau panjang

3. Bruguiera gymnorrhiza Rhizophoraceae Tumok

4. Xylocarpus granatum Meliaceae Nyireh

5. Sonneratia alba Sonneratiaceae Pidada

6. Ceriops tagal Rhizophoraceae Tinggi

7. Oncosperma filamentosa Palmae Diuk

8. Oncosperma tigillarium Palmae Nibung

9. Terminalia catapa Combretaceae Ketapang

10. Calamus ornitus Ariaceae Rotan

11. Hibiscus tiliaceus Malvaceae waru

12. Ficus sp Moaraceae Aro

13. Baringtonia asiatica Lecythidaceae Putat Laut

14. Cerbera manghas Apocynaceae Bintaro

15. Scaevola taccada Goodeniaceae Bakung2

16. Pongamia pinnata Legumminosae Kranji

© EngganoConservation, Desember 2010

© EngganoConservation, Januari 2011

Page 25: Profil Enggano Libre

23Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

kerikil.

Hutan yang tumbuh di sepanjang pantai, tanahnya

kering tidak pernah mengalami genangan air laut

ataupun air tawar. Ekosistem hutan pantai terdapat di

sepanjang pantai yang curam di atas garis pasang air laut.

Kawasan ekosistem hutan pantai ini, tanahnya berpasir

dan berbatu-batu dan kadang-kadang membentuk jalur-

jalur. Diantara jalur-jalur tersebut terdapat cekungan yang

tergenang oleh air laut dan air tawar.

Jenis-jenis pohon yang tumbuh di kawasan hutan

pantai adalah Barringtonia speciosa, Terminalia catappa,

Calophyllum inophyllum, Hibiscus tiliaceus, Casuarina

equisetifolia, Pisonia grandis, dan Pandanus fectorius.

Ekosistem hutan pantai di Pulau Enggano banyak

terdapat di bagian barat dan timur pulau. Di bagian utara

pulau, ekosistem hutan pantai yang ada di luar kawasan

hutan. Beberapa vegetasi yang tumbuh adalah Terminalia

catappa, Hibiscus tiliaceus, Calophyllum inophyllum.

Ekosistem Hutan Rawa

Hutan rawa adalah hutan yang tumbuh di atas

kawasan yang selalu tergenang oleh air tawar.

oleh karena itu hutan rawa terdapat di daerah

yang landai, biasanya terletak di belakang hutan

payau. Seperti halnya hutan mangrove, ciri dari

hutan rawa juga mempunyai tempat tumbuh

yang buruk pertukaran air maupun udaranya.

Walaupun demikian, jenis-jenis pohon di hutan

rawa relatif lebih banyak dibandingkan dengan

hutan mangrove, karena kondisi edafik hutan

rawa ini kurang ekstrim dibandingkan dengan

hutan mangrove.

Di Pulau Enggano hutan rawa banyak

terdapat di Kawasan Taman Buru Gunung Nanua,

Cagar Alam Teluk Klowe, Cagar Alam Sungai

Bahewo, dan Cagar Alam Tanjung Laksaha.

Selain itu ekosistem rawa banyak juga terdapat

dia areal non kawasan hutan atau kawasan areal

pemanfaatan lain. Jenis-jenis vegetasi di hutan

rawa diantaranya Gluta rengas, Cratoxylon

spp, Palmae spp, Pandanus spp, dan jenis-jenis

lainnya. Salah satu jenis pohon rawa yang banyak

© EngganoConservation, Februari 2011

Menyeberangi Sungai Mauna (CA.Sungai Baheuwo), dengan tegakan hutan rawa yang didominasi Nibung dan Pandan

Hala (Pandanus tectorius) Salah satu spesies hutan pantai pada Cagar Alam Kioyo I

Page 26: Profil Enggano Libre

24Bagian II. Kawasan Hutan | Proil Kawasan Konservasi Enggano

di Enggano adalah jenis nibung.

Ekosistem Hutan Dataran Rendah

Hutan dataran Rendah merupakan hutan yang

terletak di dataran rendah dibelakang hutan pantai

pada ketinggian 2 – 1000 mdpl dengan curah hujan

berkisar antara 2000 -3000 mm/tahun. Hutan dataran

rendah merupakan salahsatu tipe ekosistem hutan ini

memiliki ciri-ciri yaitu, terpengaruh iklim, kaya akan

keanekaragaman jenis baik lora maupun fauna, memiliki strata tajuk yang lengkap, serta memiliki variasi yang

tinggi berdasarkan perbedaan tempat tumbuh.

Hutan dataran rendah adalah hutan yang tumbuh

di tempat yang kering atau tidak mengalami genangan

air sampai ketinggian tertentu di atas permukaan laut.

Ekosistem hutan ini merupakan ekosistem hutan terluas

di bumi ini, begitu pula di Pulau Sumatera. Para ahli

berbeda pendapat tentang batas ketinggian hutan

dataran rendah ini. Beberapa ahli membuat batasan

ketinggian sampai 700 meter dari permukaan laut,

sedangkan ahli yang lainnya memuat batasan ketinggian

sampai 1.000 meter dari permukaan laut.

Hutan dataran rendah adalah ekosistem yang

paling banyak mempunyai

keanekaragaman jenis

v e g e t a s i n y a .

Beberapa

ciri-ciri umum ekosistem hutan dataran rendah adalah

pohonnya berbanir, terdapat tumbuhan pemanjat,

dan terdapat tumbuhan epiit dan epiil. Mengingat jumlahnya yang besar, hutan dataran rendah ini dapat

dibedakan menjadi beberapa tipe sesuai dengan

keadaan iklim dimana hutan tersebut berada, khususnya

pengaruh dari curah hujan. Tipe-tipe hutan dataran

rendah menurut sifat iklimnya adalah : hutan hujan

tropika, hutan tropika humida setengah gugur daun,

hutan muson, hutan sabana, hutan belukar. Tipe-tipe

hutan tersebut, dimasukan dalam ekosistem hutan

dataran rendah jika batas ketinggian tempatnya sampai

dengan 700 atau 1000 meter dari permukaan laut.

Daerah tertinggi di Pulau Enggano mempunyai

ketinggian sekitar 240 meter dari permukaan laut,

letaknya di kawasan Hutan Lindung Koho Buwa-buwa

Bukit Eropbf. Dengan ketinggian kawasan hutan

mulai dari 0 -220 meter dari permukaan laut, maka

sebagian besar ekosistem hutan di Pulau Enggano

termasuk ke dalam ekosistem hutan dataran rendah.

Selain ekosistem hutan mangrove, hutan pantai, dan

hutan rawa, semua kawasan hutannya termasuk ke

dalam ekosistem hutan dataran rendah.

No. Nama Ilmiah Suku Nama daerah

1. Havea suplantiolata Euphorbiacea Abihu

2. Diplospora singularis Turculiaceae Aek

3. Koompasia sp Leguminoceae Apua

4. Pterospermum javanicum Steruaceae Bayur

5. Callophyllum sp Guttiferae Bintangor

6. Shorea Dipterocarpaceae Diuk

7. Shorea uliginosa Dipterocarpaceae Ficus

8. Ganua sp Sapotaceae Karer

9. Dryobalanop Dipterocarpaceae Pik

10. Dracontomelon dao Rubiaceae Kraai

11. Gnetum gnemon Genetaceae Melinjo

12. Shorea macroptera Dipterocarpaceae Pokoror

13. Shorea sp Dipterocarpaceae Punin

14. Myristica elleptica Myristicaae Purut

15. Gluta rengas Anacardiaceae Rengas

16. Ficus sagitata Moraceae Sape

17 Shorea multiplora Dipterocarpaceae -

18. Shorea sp2 Dipterocarpaceae -

19. Shorea sp1 Dipterocarpaceae Umil

20. Tetrameristra glabra Tetrameristaceae -

21. Shorea leprosula Dipterocarpaceae Beling angin

22. Knema sp Myrtaceae Yeke

23. Sidora sp Leguminaceae Sirih -sirih

24. Terminalia catapa Combretaceae Ketapang

25. Callamus manau Ariaceae Rotan cacing

26. Pomentia pinnata Sapindaceae Kasai

27. Aporosa maingayi Euphorbiaceae Karet Batu

28. Callamus sp Ariaceae Rotan Parut

29. Zizyphus brunoniana Rhamnaceae Kipkipkhu

30. Arthocarpus lanceofolius Moraceae Terap

© E

ng

gano

Co

nse

rvatio

n, D

ese

mb

er

2010

Jenis Ara-araan (Ficus spp) merupakan tumbuhan yang penting dalam rantai makanan berbagai jenis burung di Pulau Enggano, selain itu

jenis ini merupakan jenis yang baik untuk menjaga air tanah. Namun sangat disayangkan dibeberapa tempat di Pulau Enggano jenis ini

banyak yang dimusnahkan.

Page 27: Profil Enggano Libre

Fauna Pulau Enggano

© EngganoConservation, 2011 Lokasi: Meok

Page 28: Profil Enggano Libre

26Bagian III. Fauna Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Jatna Supriatna dalam “Melestarikan alam Indonesia” memperkirakan Pulau Enggano dalam proses pembentukannya

terpisah dengan Pulau Sumatera. dimana Pulau Sumatera merupakan salah satu pulau yang terkaya dengan keanek-

aragaman jenis faunanya, tercatat sebanyak 196 jenis mamalia dan 580 jenis burung tersebar di pulau ini. Hampir

semua pulau di sekitar Sumatera mempunyai persamaan dalam hal faunanya, kecuali dua pulau di sebelah Barat yaitu

Pulau Enggano di Bengkulu dan Pulau Simeulue di Aceh, sehingga kedua pulau tersebut miskin akan fauna. Con-

tohnya, di kedua pulau tersebut tidak dijumpai jenis bajing atau tupai. Pulau Enggano hanya memiliki 17 jenis mamalia

tiga diantaranya endemik dan 29 jenis burung serta dua diantaranya endemik.

No Lokal Ilmiah Nama Lain Keterangan

1 Burung Hantu Enggano scops-owl Near Threatened 2 Kacamata Enggano Enggano white eye Least Concern (IUCN 3.1) 3 Anis Enggano thrush 4 5

6 Pergam hijau Green Imperial -Pigeon Least Concern (IUCN 3.1) 7 Pergam Laut Ducula bicolor Pied Imperial -Pigeon Least Concern (IUCN 3.1) 8 9 Merpati Batu Columba livia Rock Pigeon Least Concern (IUCN 3.1) 10 Serindit Loriculus sp Hanging Parrot Sebatas Informasi 11 Tuwur Asia Eudynamys scolopaceus Keeling Least Concern (IUCN 3.1) 12 Perling Kumbang Aplonis panayensis Asian Glossy Starling Least Concern (IUCN 3.1) 13 Kehicap ranting Hypothymis azurea Black -naped monarch Least Concern (IUCN 3.1) 14 Kuntul Karang Egretta casra Paci�c reef egret Least Concern (IUCN 3.1) 15 Cangak Merah Ardea purpurea Purple heron Least Concern (IUCN 3.1) 17 Kolibri sriganti Nectarinia jugularis Olive backed sunbird Least Concern (IUCN 3.1) 18 Kangkok Cuculus canorus Common Cuckoo Least Concern (IUCN 3.1) 19 Matahari merah Pericrocotus flammeus Scarlet Minivet Least Concern (IUCN 3.1) 20 Kepudang Sungu Bar-bellied cockoo-shrike Least Concern (IUCN 3.1) 21 Macropygia emiliana Near Threatened (IUCN 3.1) 22 Raja Udang Todirhamphus chloris Collared King�sher Least Concern (IUCN 3.1) 23 Cikakak / Kreo Alcedo atthis Common King�sher Least Concern (IUCN 3.1) 24 Ruak -ruak Amaurornis phoenicurus White -breasted Waterhen Least Concern (IUCN 3.1) 25 Terik asia Glareola maldivarum Oriental pratincole Least Concern (IUCN 3.1) 26 Layang-layang batu Hirundo tahitica Pasi�c swallow Least Concern (IUCN 3.1) 27 Walet Collocalia sp Swiftlet Belum terlihat jelas 28 Trinil Asia Tringa hypoleucos Common sandpiper Least Concern (IUCN 3.1) 29 Burung gereja Passer montanus Eurasian tree sparrow Least Concern (IUCN 3.1) 30 Tekukur Streptopelia chinensis Spotted -Dove Least Concern (IUCN 3.1) 31 Pipit Lonchura sp Munia Least Concern (IUCN 3.1)

Coracina Striata

Ducula aenea sylvatica

Otus enganensis **Zosterops salvadorii **

Uncal buaw Ruddy Cuckoo-dove

Zoothera leucolaema **

3.1)Betet Ekor Panjang Psittacula longicauda Long-Tailed Parakeet Near Threatened Beo Enggano Hill myna Least Concern (IUCN 3.1)Gracula enganensis **

Caloenas nicobarica Nicobar Pigeon

Near Threatened (IUCN 3.1)

Near Threatened Merbau/Junai Emas

(IUCN 3.1)

(IUCN

(IUCN 3.1)

© Erni Suyanti© Zulfan© Regen

© Regen© Regen© Regen

© Filip Verbelen

© Jeffri Alexander

Hasi

l Peng

am

ata

n L

ansu

ng

di L

ap

ang

an

© Filip Verbelen

© Filip Verbelen

Page 29: Profil Enggano Libre

27Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Burung Merbau Burung yang Hilang?

Saat ini Burung Merbau yang sering dijumpai di Pulau Merbau sudah susah ditemui. Berdasarkan cerita dari masyar-

kat setempat Burung Merbau bisa dijumpai dengan mudah pada musim kering yakni pada bulan Juli sampai dengan

Agustus. Pada bulan tersebut burung Merbau berada dalam fase perkembang biakannya. Namun berdasarkan hasil

penelurusan informasi dari masyarakat, sesekali burung tersebut masih bisa dijumpai di daratan pulau Enggano dan

sudah sangat jarang dijumpai di Pulau Merbau.

Mamalia.

Jenis-jenis mamalia besar seperti kerbau, sapi, rusa, dan babi menurut sejarahnya dibawa dari daratan Sumatera pada

jaman Kolonial Belanda. Sampai sekarang ini ada informasi yang menjelaskan bahwa kerbau dan sapi tersebut masih

hidup dan berkembang biak secara liar.

Berdasarkan Data IUCN Red List of Threatened species terdapat 2 Spesies mamalia yang telah didentiikasi lebih dari

100 Tahun yang lalu, dimana keberadaannya pada saat ini sangat dimungkinkan terjadi kepunahan yakni Rattus

enganus dan Rattus adustus yakni dua spesies Tikus yang menjadi Mamalia Endemik Pulau Enggano. Dijumpai Pula

Jenis Kelalawar Hutan dan Kalong.

Babi hutan dalam hidup berkelompok dan yang soliter dijumpai baik hutan perbukitan dan maupun di hutan rawa.

Sesekali untuk mendapatkan mineral garam dijumpai babi hutan mendatangi pesisir pantai.

No Imiah Keterangan

1. Near Threatened (IUCN 3.1) 2. Least Concern (IUCN 3.1) 3. 4. Least Concern (IUCN 3.1) 5. Least Concern (IUCN 3.1) 6. Least Concern (IUCN 3.1) 7. 8. 9.

Sus scrofa enganus (Lyon, 1916)

Rattus adustus (Sody, 1940)

Rattus enganus (Riley, 1927)

Paradoxurus hermaphroditusPteropus vampyrusPteropus hypomelanusBubalus bubalisBosCervus unicolor

spSebatas InformasiSebatas Informasi

Tikus Enggano

Babi HutanMusangKalongKelalawarKerbau liarSapiRusa

Lokal

© EngganoConservation, Februari 2011

© EngganoConservation, Februari 2011

© EngganoConservation, Februari 2011

© EngganoConservation, Januari 2011

Sekelompok Kuntul Karang (Egretta casra) pada tegakan mangrove di didalam kawasan Cagar Alam Kioyo II

Page 30: Profil Enggano Libre

28Bagian III. Fauna Enggano | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Reptil dan Satwa Lainnya

Jenis Hewan melata yang dijumpai di Pulau Enggano antara lain; Buaya Muara (Crocodylus porosus), Ular Sanca

(Python reticulatus), Ular Air (Enhydris enhydris), Cicak Terbang Hijau (Draco sp), Tokek Hutan (Gekko sp), Kura-

kura,(Terrapene Sp), Biawak (Varanus dumerilli), Kadal (Mabuya multifasciata), Penyu Hijau (Chelonia mydas), Pe-

nyu Sisik (Eretmochelys imbricate), Penyu Belimbing (Demochelys coriacea).

Satwa lainnya yang bisa dijumpai yakni Lokan (Polymesoda expansa), Umang-umang (Ceonobita clypeatus), Katak

Kecil (Microhyna achatina) Kodok Mancung, Keong Hutan.

semua gambar di halaman ini © EngganoConservation, 2010 & 2011

Page 31: Profil Enggano Libre

SK. Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desember 1985

SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999.

Penunjukan

Cagar alam

495,06 Ha

Register 97Sungai Baheuwo

Page 32: Profil Enggano Libre

30Bagian IV. CA. Sungai Baheuwo | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Cagar Alam Sungai Baheuwo

merupakan salah satu

pintu gerbang pulau

Enggano. Jika

memasuki Pulau

Enggano melalui

Jalur Kapal Ferry

maka pertama

kalinya kita

akan dihadapkan

dengan hamparan

hutan mangrove nan asri

dengan tegakan Riszhopora Spp yang lebat.

Sungai Baheuwo yang sekarang oleh masyarakat

setempat disebut sebagai sungai Mauna merupakan

sungai yang mebelah kawasan Cagar Alam Sungai

Baheuwo dan sekaligus menjadi sungai yang

membatasi dua desa di kecamatan Enggano yakni

Desa Kahyapu dan Desa Kaana. Maka didalam SK

penunjukannya dinamai sebagai Cagar Alam Sungai

Baheuwo. Pertamakali ditunjuk sebagai kawasan

Konservasi berdasarkan SK. Menhut No.383/Kpts-

II/1985 Tanggal 27 Desember 1985 dan dipertegas

melalui SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999 tanggal 15

Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di

Wilayah Propinsi Bengkulu seluas 920.964 Ha dengan

luas Cagar Alam Sungai Baheuwo 495,06 Ha.

Letak lokasi.

Secara Geograis berada di 05°05’30” - 05°23’00”

LS dan 102°22’ - 102°23’15” BT. Berada di Arah

Tenggara Pulau Enggano. Secara Administratif berada

pada Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara,

di dalam dua desa yakni Desa Kahyapu pada kawasan

bagian selatan dan Desa Kaana pada Kawasan

bagian utara. Berdasarkan pembagian wilayah kerja

Kehutanan berada pada Pengelolaan Seksi Konservasi

Wilayah I, Resort Enggano pada Balai Konservasi

Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Arah Timur dan

Utara berbatasan dengan Samudara Hindia, Sebelah

U t a r a

dan Barat Laut berbatasan dengan Desa Kaana

dan Sebelah Barat Daya berbatasan dengan Desa

Kahayapu.

Kondisi Fisik

Secara morfologi wilayah Kawasan Cagar Alam

Sungai Bahewo berada didalam kelompok Daerah

dataran berawa, dengan ketinggian 0 - 5 meter.

Mengalir tiga sungai didadalamnya yakni Sungai Mauna

(Baheuwo), Sungai Kikuba dan Sungai Apikok. Jenis

tanah berupa Aluvial organosol.

Pal Batas

Berdasarkan hasil penataan batas antara lain pada

pemancangan batas defenitif pada tahun anggaran

1996/1997 pada Berita Acara Tanggal 3 Septermber

© EngganoConservation, Januari 2011

© E

ng

gan

oC

onse

rvat

ion, D

ese

mb

er

2010

Page 33: Profil Enggano Libre

31Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

1997 dipancang Batas Luar Pantai sepanjang 6,5 Km,

yakni pal batas HSA.66 sampai dengan HSA.77. dan

sebelumnya pada Berita Acara Tanggal 22 November

1991 pada pemancangan batas defeninif tahun anggaran

1991/1992 telah dilakukan penetapan batas Luar

Darat yakni Pal Batas HSA.1 sampai dengan HSA.65

dengan panjang batas 6,5 Km. Pada Tahun 2002

dilakukan Rekontruksi Tata Batas dengan panjang

trayek 6,5 Km.

Ekosistem

Mangrove

Pada batas luar perairan terdapat vegetas

mangrove dengan ketebalan100 – 450 meter dari

bibir pantai. Juga secara khas memperlihatkan

adanya pola zonasi, hal ini berkaitan erat dengan

tipe tanahnya, keterbukaan terhadap hempasan

gelombang, salinitas, serta pengaruh pasang surut

air laut.

Sesuatu yang sangat mengejutkan yang dapat

dijumpai di Cagar Alam Sungai Baheuwo dengan

tegakan mangrove dari jenis Rhizophora spp dapat

dijumpai dengan ukuran diameter sampai dengan

1 meter. Yang merupakan habitat dari kepiting

bakau. Sehingga menjadikan tempat ini lokasi

paforit bagi para pencari Kepiting Bakau (Scylla

serrata Forskal )

Jenis satwa yang bisa dijumpai juga menyamai

dengan yang dijumpai pada Cagar Alam Sungai

Bahewo diantaranya adalah berbagai jenis burung,

diantaranya Pecuk Ular (Anhinga melanogaster

), Cangak Abu (Ardea cinerea), Cangak Merah

(Ardea purpurea), Burung Hantu Enggano (Otus

enganensis), Kacamata Enggano (Zosterops

salvadorii ) Anis Enggano (Zoothera leucolaema),

Betet Ekor Panjang (Psittacula longicauda), Beo

Enggano (Gracula religiosa), Pergam (Ducula

aenea sylvatica), Raja Udang(Todirhamphus

chloris), Cikakak (Alcedo atthis), Kuntul karang

(Egretta sacra), Pergam laut (Ducula bicolor)

dan Kehicap ranting (Hypothymis azurea)

Satwa lainnya yang bisa dijumpa yakni Buaya

Muara (Crocodylus porosus), Biawak (Varanus

dumerilli ), Kalong, Kepiting Bakau (Scylla serrata

Forskal ), Ular Sanca (Python reticulatus), Ular Air

© EngganoConservation, Desember 2010

Anggrek Bulan

Salak liar

Page 34: Profil Enggano Libre

32Bagian IV. CA. Sungai Baheuwo | Proil Kawasan Konservasi Enggano

(Enhydris enhydris), Lokan (Polymesoda expansa)

dan Umang-umang (Ceonobita clypeatus)

Hutan Rawa

Dibelakang bentangan hutan mangrove terdapat

pula hutan rawa dengan didominasi oleh tegakan

Nibung (Oncosperma tigillarium) yang lebat.

Dijumpai pula Salak Hutan (Salacca sp), Rotan-rotanan

(Calamus sp) dan pandan duri (Pandanus sp).

Hutan Daratan Rendah

Pada sebagian batas luar darat terdapat areal

dengan tipe Ekosistem Hutan Dataran Rendah dengan

vegetasi yang lebih berfariasi, Jenis tumbuhan yang

dijumpai diantaranya adalah Merbau (Intsia bijuga),

Bintangur (Callophyllum sp), Ketapang (Terminalia

katapa), Ara (Ficus sp), Melinjo (Gnetum gnemon),

Matoa (Pomentia pinnata), Rengas (Gluta rangas) dan

lain-lain. Dijumpai pula jenis Anggrek yakni Anggrek

Bulan, Anggrek Tebu dan jenis Anggrek hutan lainnya.

Gangguan dan Ancaman

Pada saat ini kawasan Cagar Alam Sungai Baheuwo

terancam terhadap aktiitas perambahan walaupun secara isik belum terdapat aktiitas perambahan

didadalam kawasan yang ditunjuk berdasarkan tata

batas kawasan. Namun menjadi sebuah ancaraman

semenjak banyaknya aktiitas pembukaan areal pertanian baik sawah maupun pertanian yang

berbatasan langsung dengan batas kawasan.

Kondisi pal batas yang jarang dijumpai dengan

batas yang bukan merupakan batas alam menyulitkan

bagi masyarakat yang ingin membuka lahan baru

maupun bagi petugas dalam menjaga keutuhan

kawasan.

Dibeberapa tempat dijumpai pula atiitas illegal

logging, pencarian anggrek liar dan perburuan satwa

burung.

Dijumpai pula areal seluas lebih kurang 17 Ha

lahan terbuka yang telah menjadi semak belukar.

Terbukanya areal tersebut diperkirakan diakibatkan

oleh kebakaran hutan pada Tahun 1997, dimana

dengan dampak iklim elnino terjadi kemarau yang

panjang yang memicu kebakaran hutan dan lahan.

Areal semak belukar seperti ini biasanya rawan akan

terjadi perambahan karena dengan kondisi belukar

sangat mudah dilakukan pengolahan menjadi areal

perkebunan atau persawahan.

© EngganoConservation, Juni 2011

Cangak Merah (Ardea purpurea) ditengah tegakan Bakau (Rhizophora apicullata)

Page 35: Profil Enggano Libre

SK. Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desember 1985

SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999.

Penunjukan

Cagar alam

331, 23 Ha

Register 96Teluk Klowe

Page 36: Profil Enggano Libre

34Bagian V. CA. Teluk Klowe | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Sebagaimana Cagar Alam Sungai Baheuwo, Cagar

Alam Teluk Klowe juga merupakan salah satu pintu ger-

bang pulau Enggano. Jika CA. Sungai Baheuwo meru-

pakan sisi pintu sebelah Timur (Kanan), maka CA. Teluk

Klowe merupakan sisi pintu pada bagian Barat (kiri). Ked-

uanya dipisahkan oleh areal pelabuhan ferry dan areal

pemukiman Desa Kahyapu. Akan tetapi habitat man-

grove keduanya masih merupakan satu kesatuan yang

hanya dipisahkan oleh jalan utama.

CA.Teluk Klowe Pertamakali ditunjuk sebagai ka-

wasan Konservasi berdasarkan SK. Menhut No.383/Kpts-

II/1985 Tanggal 27 Desember 1985 dan dipertegas

melalui SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni

1999 tentang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah

Propinsi Bengkulu seluas 920.964 Ha dengan Luas

Cagar Alam Teluk Klowe 331,23 Ha

Letak lokasi.

Secara Geograis berada di 05°17’ - 05°31” LS dan

102°05’ - 102°25’ BT. Berada di Arah Tenggara Pulau

Enggano. Secara Administratif berada pada Kecamatan

Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, di dalam dua desa

yakni Desa Kahyapu. Berdasarkan pembagian wilayah

kerja Kehutanan berada pada Pengelolaan Seksi Kon-

servasi Wilayah I, Resort Enggano pada Balai Konservasi

Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.

Kondisi Fisik

Secara morfologi wilayah Kawasan Cagar

Alam Sungai Bahewo berada

didalam kelompok Daerah

dataran berawa,

dengan ketinggian

0 - 5 meter,

Daerah dataran

landai, dengan

ketinggian antara

0 - 50 meter dan

Daerah dengan lereng

landai yaitu antara 3 - 60 © EngganoConservation, Mei 2011

Page 37: Profil Enggano Libre

35Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

meter. Mengalir dua sungai didadalamnya yakni Sungai

Kikoti dan Sungai Pahbadiah Yopukuweu. Didepan bibir

pantai terdapat empat sawang; yakni Sawang Kahoabi,

Sawang Bray, Sawang Umang dan Sawang Sekoci.

Tutupan vegetasi masih terjaga dengan baik dan tidak

terdapat aktiitas perambahan. Masyarakat sekitar

hanya memanfaatkan lokasi CA.Teluk Klowe untuk

mencari kepting bakau (Scylla serrata Forskal) , Lokan

(Polymesoda expansa) dan Umang-umang (Ceonobita

clypeatus). Susunan tanah berupa Regosol, Aluvial dan

organosol.

Pal Batas

Pada tahun 1991 dilakukan pemancangan batas

sementara dengan Berita Acara Tanggal Juli 1991 dan

pada tahun yang sama dilakukan pemancangan batas

defenitif dengan Berita Acara tertanggal 22 November

1991 dan di sahkan oleh Menteri Kehutanan pada tang-

gal 3 oktober 1993. Kemudian pada tahun 1997 dilaku-

kan pemancangan batas sementara dengan Berita Acara

tertanggal 6 Juli 1997 dan juga pada tahun yang sama

dilakukan pemancangan batas defenitif dengan Berita

Acara tertanggal 23 September 1997. Panjang batas

yakni 11,6 km dengan luas 331,23 Ha.

Ekosistem

Mangrove

Hamparan hutan mangrove mendominasi ,

terutama di bibir pantai . Vegetasi mangrove se-

cara khas memperl ihatkan adanya pola zonasi ,

hal ini berkaitan erat dengan t ipe tanahnya,

keterbukaan terhadap hempasan gelombang,

sal ini tas , ser ta pengaruh pasang surut air laut .

Jenis satwa yang bisa di jumpai diantaranya

adalah berbagai jenis burung, diantaranya

Pecuk Ular (Anhinga melanogaster ) , Cangak

Abu (Ardea cinerea) , Cangak Merah (Ardea

purpurea), Burung Hantu Enggano ( O t u s

Teluk Klowe atau disebut juga Teluk Harapan, merupakan habitat mangrove yang penting di Pulau Enggano.

Page 38: Profil Enggano Libre

36Bagian V. CA. Teluk Klowe | Proil Kawasan Konservasi Enggano

enganensis) , Kacamata Enggano (Zosterops

salvadori i ) Anis Enggano (Zoothera

leucolaema) , Betet Ekor Panjang (Psit tacula

longicauda) , Beo Enggano (Gracula religiosa) ,

Pergam (Ducula aenea sylvatica) , Raja

Udang (Todirhamphus chloris) , Cikakak

(Alcedo at this) , Kuntul karang (Egret ta sacra) ,

Pergam laut (Ducula bicolor ) dan Kehicap

ranting (Hypothymis azurea)

Satwa lainnya yang bisa di jumpa yakni

Buaya Muara (Crocodylus porosus) , Biawak

(Varanus dumeril l i ) , Kalong, Kepit ing Bakau

(Scylla serrata Forskal ) , Ular Sanca (Python

reticulatus) , Ular Air/Ular kadut (Enhydris en-

hydris) , Babi Hutan, dl l

Hutan Rawa

Setelah lapisan hutan mangrove terdapat

pula hutan rawa di jumpai sedik i t tegakan ni-

bung (Oncosperma tigil larium) , Salak Hutan

(Salacca sp) , Rotan-rotanan (Calamus sp) dan

pandan duri (Pandanus sp) Ara (Ficus sp)

Hutan Daratan Rendah

Ekosis tem hutan datan rendah mencapai

ket inggian 50 mpdl dengan mor fologi Dae-

rah dataran landai, dengan ketinggian antara

0 - 50 meter dan Daerah dengan lereng lan-

dai yaitu antara 3 - 60 meter, Jenis tumbu-

han yang di jumpai diantaranya adalah Mer-

bau (Intsia bi juga) , Bintangur (Callophyllum

sp) , Ketapang (Terminalia katapa) , Ara (Ficus

sp) , Matoa (Pomentia pinnata), Rengas (Gluta

rangas) dan Apua (Koompasia sp).

Jenis satwa yang dapat di jumpai dianta-

ranya berbagai jenis burung Enggano,

Gangguan dan Ancaman

Tidak terdapat gangguan beser ta anca-

man yang begitu berar t i . Namun per tamba-

han jumlah penduduk dan kebutuhan akan

lahan per tanian perlu menjadi per t imbangan

agar perambahan t idak ter jadi , baik disengaja

maupun t idak. © E

ng

gan

oC

onse

rvat

ion, J

uni 2

011

Tegakan mangrove yang asri diseki-tar Umang - CA. Teluk Klowe

Page 39: Profil Enggano Libre

SK. Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desember 1985

SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999.

Penunjukan

Cagar alam

333, 28 Ha

Register 95 ATanjung Laksaha

Page 40: Profil Enggano Libre

38Bagian VI. CA. Tanjung Laksaha | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Cagar Alam Tanjung Laksaha atau Atau oleh ma-

syarakat setempat disebut dengan Tanjung Lakaoha

merupakan salah satu Cagar Alam yang memiliki habi-

tat mangrove yang masih lebat di wilayah paling Utara

Pulau Enggano. Kerena diwalayah cagar alam tersebut

bermuara dua Sungai dengan debit air yang tergolong

besar yakni Kuala Barhau dengan dengan panjang aliran

11.7 km dg luas areal tangkapan 29 km2 dan Kuala Ka-

habi dengan panjang aliran 15.60 km dengan luar arel

tangkapan 61 km2. Kedua muara tersebut mengalir pada

muara yang berdekatan dengan jarak lebih kurang 2.5

Km dengan membentuk satu kesatuan habitat mangrove.

Hasil sedimen lumpur kedua muara tersebut menjadikan

Cagar Alam Tanjung Laksaha menjadi habitat yang baik

bagi ekosistem hutan mangrove.

Ditunjuk sebagai kawasan Konservasi berdasarkan SK.

Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desember 1985

dan dipertegas melalui SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999

tanggal 15 Juni 1999 tentang Penunjukan Kawasan

Hutan di Wilayah Propinsi Bengkulu seluas 920.964 Ha

dengan Luas Cagar Alam tanjung Laksaha 333,28 Ha

Letak lokasi.

Secara Geograis berada di 05°17’ - 05°19’30” LS

dan 102°05’ - 102°10’ BT. Berada di Ujung utara Pulau

Enggano. Secara Administratif berada pada Kecamatan

Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, di dalam wilayah

desa administrative Banjarsari. Berdasarkan pembagian

wilayah kerja Kehutanan berada pada Pengelolaan Seksi

Konservasi Wilayah I, Resort Enggano pada Balai Konser-

vasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Arah Utara

dan Timur berbatasan dengan Samudera Hindia, Sebe-

lah Selatan dan Barat Berbatasan dengan Desa Banjar-

sari.

Kondisi Fisik

Secara morfologi wilayah Kawasan Cagar Alam Tan-

jung Laksaha berada didalam kelompok Daerah dataran

berawa, dengan ketinggian 0 - 5 meter. Mengalir dua

sungai didadalamnya yakni Sungai Barhau dan Sungai

Kahabi. Sebagian besar wilayah dipengaruhi oleh pasang

surut air laut dan rawa yang digenangi air sepanjang ta-

hun. Komposisi tanah berupa Aluvial dan Regosol.

Pal Batas

Terhadap batas luar yang berbatasan dengan laut;

Pada tahun 1991 dilakukan pemancangan

batas sementara dengan Berita

Acara Tanggal 7 Juli 1991 dan

pada tahun yang sama

dilakukan pemancangan

batas defenitif dengan

Berita Acara tertanggal

© EngganoConservation, Desember 2010

Sunset di Tanjung Lakaoha

Page 41: Profil Enggano Libre

39Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

22 November 1991. Kemudian pada tahun 1997

terhadap batas luar daratan dilakukan pemancangan

batas sementara dengan Berita Acara tertanggal 16

Juli 1997 dan juga pada tahun yang sama dilakukan

pemancangan batas defenitif dengan Berita Acara

tertanggal 3 September 1997. Panjang batas luar pantai

yakni 6,68 km dan batas luar daratan sepanjang 6,2 km.

Maka setelah dilakukan pemancangan didapat luasan

333,28 Ha.

Ekosistem

Mangrove

Komposisi jenis penyusun pada hutan mangrove

di daerah ini adalah 16 jenis. Vegetasi tingkat pohon

di Cagar Alam Tanjung Laksaha Ekosistem Mangrove

disusun oleh 6 jenis. Pada kawasan cagar alam ini, untuk

tingkat pohon didominasi oleh Rhizophora apicullata

dengan INP 161,22 %, selanjutnya diikuti oleh Bruguiera

gymnorrhiza dengan INP 102,6 % dan kemudian diikuti

oleh jenis Sonneratia alba dengan INP 27,26 %.

Pada tingkat pancang, komposisinya disusun oleh 15

jenis tumbuhan dan yang paling dominan adalah jenis

Rhizophora apicullata dengan INP 161,58 % kemudian

diikuti oleh jenis Bruguiera gymnorrhiza dengan INP

115,21 % dan jenis Rhizophora mucronata dengan INP

104,43 %. Tumbuhan lain yang terdapat di ekosistem

mangrove yang berbatasan dengan vegetasi rawa di

atasnya adalah nibung, rotan, icus dan jenis lainnya;

sedangkan pada ekosistem mangrove yang mengarah

ke hutan pantai ditemukan jenis-jenis tumbuhan pantai

seperti Baringtonia spp dan Hibiscus spp. Areal tersebut

biasanya merupakan peralihan dari ekosistem satu ke

ekosistem yang lainnya.

Potensi mangrove di Cagar Alam Tanjung Laksaha

cukup tinggi jika dibanding dengan hutan mangrove

di Bengkulu lainnya. Potensinya sekitar 320 m3 per

hektar dengan jumlah pohon sekitar 350 pohon per

hektar. Pohon-pohon yang berdiameter diatas 50

cm mencapai 30 %; dengan rata-rata diameter

pohon 36 cm dan tingginya 9 m.

Ekosistem mangrove

di Enggano relatif masih utuh, tingkat gangguan ulah

manusia sangat kecil.

Jenis satwa yang bisa dijumpai juga menyamai

dengan yang dijumpai pada Cagar Alam Sungai Bahewo

diantaranya adalah berbagai jenis burung, diantaranya

Pecuk Ular (Anhinga melanogaster ), Cangak Abu

(Ardea cinerea), Cangak Merah (Ardea purpurea),

Burung Hantu Enggano (otus enganensis), Kacamata

Enggano (Zosterops salvadorii) Anis Enggano (Zoothera

leucolaema), Betet Ekor Panjang (Psittacula longicauda),

Beo Enggano (Gracula religiosa), Pergam (Ducula

aenea sylvatica), Raja Udang(Todirhamphus chloris),

Cikakak (Alcedo atthis), Kuntul karang (Egretta sacra),

Pergam laut (Ducula bicolor) dan Kehicap ranting

(Hypothymis azurea) Satwa lainnya yang bisa dijumpa

yakni Buaya Muara (Crocodylus porosus), Biawak

(Varanus dumerilli), Kalong, Kepiting Bakau (Scylla

serrata Forskal), Ular Sanca (Python reticulatus), Ular Air

(Enhydris enhydris), Lokan (Polymesoda expansa) dan

© EngganoConservation, Desember 2010

Masyarakat merupakan sebuah potensi dan aset dalam melakukan pengamanan kawasan. Namun tingginya aktiitas pem-bukaan lahan bagi masyarakat di sekitar

kawasan menjadi ancaman tersendiri, apabila pembukaan lahan dilakukan

diluar kaidah dan prinsip pengembangan lingkungan.

Page 42: Profil Enggano Libre

40Bagian VI. CA. Tanjung Laksaha | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Umang-umang (Ceonobita clypeatus)

Hutan Rawa

Dibelakang bentangan hutan mangrove terdapat

pula hutan rawa dengan didominasi oleh tegakan nibung

(Oncosperma tigillarium) yang lebat. Dijumpai pula

Salak Hutan (Salacca sp), Rotan-rotanan (Calamus sp)

dan pandan duri (Pandanus sp).

Hutan Pantai

Hutan Pantai terdapat di sepanjang pantai laut ber-

pasir dengan tanah kering di bagian paling timur ka-

wasan. Areal ini dulunya merupakan perkampungan

yang telah ditinggal sejak lama. Terlihat beberapa tana-

man kelapa menjulang tinggi yang telah berumur ratu-

san tahun. Susunan vegetasi atasnya lainnya yakni; Bin-

tangor (Callophyllum sp), Ketapang (Terminalia catapa),

Ara (Ficus sp), Waru (Hibiscus tiliaceus), Pandan Pantai

(Pandanus sp).

Gangguan dan Ancaman

Meningkatnya pembukaan lahan oleh masyarakat

di sekitar Banjar Sari merupakan ancaman terbesar saat

ini. Tingginya migrasi dari luar pulau yang memiliki pola

pembukaan lahan tersendiri berakibat lepas kontrol dari

aturan Desa dan masyarakat adat setempat. Selama ini

pola yang telah berjalan hanya melibatkan ketua blok

yang dipimpin oleh ketua blok. Setiap para pendatang

yang ingin membuka lahan di lokasi blok masing-masing

hanya perlu memperoleh izin dari ketua blok tanpa me-

lalui proses administrasi Desa dan aturan adat setempat.

Sehingga sampai saat ini pembukaan lahan terus mel-

uas. Keadaannya semakin terancam karena sampai saat

ini banyak dari masyarakat sekitar tidak mengetahui

pasti batas kawasan Cagar Alam ditambah lagi kondisi

pal batas yang hilang atau rusak. Dengan tingginya ak-

tiitas pembukaan lahan tersebut secara tidak langsung

mengancam keberadaan Cagar Alam Tanjung Laksaha,

walaupun saat ini tidak terdapat aktiitas perambahan.

Di walayah barat kawasan berada lebih kurang

250 m dari bibir pantai teluk Barhau terdapat areal bekas

kebakaran lahan yang diperkirakan terjadi pada tahun

1997 yang mengakibatkan terjadi bukaan lahan seluas

lebih kurang 38 Ha dan 2,4 Ha diantaranya berada di-

dalam Kawasan Cagar Alam Tanjung Laksaha. Akibat

terbukanya lahan tersebut memicu masyarakat setempat

untuk membuka areal persawahan. Setelah dilakukan so-

sialisasi oleh petugas Resort BKSDA Enggano terhadap

masyarakat yang membuka lahan tersebut, maka seka-

rang masyarakat tersebut bersedia meninggalkannya.

Di muara Sungai Kahabi lebih kurang 250 Meter dari

bibir pantai terdapat bukaan lahan seluas lebih kurang

9,2 Ha. Lahan tersebut merupakan bekas TPK (Tempat

Penumpukan Kayu) PT. EDP (Enggano Dwipa Persada)

yang dibuka dibawah tahun 1997. Bukaan tersebut men-

gakibatkan rusaknya habitat hutan mangrove dan hutan

rawa di dalam kawasan Cagar Alam. Setelah aktiitas dia-

real tersebut di tinggal terjadi suksesi alami yang berlan-

sung hingga sekarang, namun apabila kurangnya pen-

gawasan kawasan tersebut, kedepannya dapat terancam

dari aktiitas perambahan.© EngganoConservation, Desember 2010

Areal terbuka yang kian dekat dengan kawasan CA.Tanjuk Laksaha

Page 43: Profil Enggano Libre

41Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

SK. Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desember 1985

SK.Menhut No.420/Kpts-II/1999.

Penunjukan

Cagar alam Register 96Kioyo I & II

Page 44: Profil Enggano Libre

42Bagian VII. CA. Kioyo I & II | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Kedua Cagar Alam ini terbentang secara meman-

jang di pantai barat pulau Enggano. Didominasi oleh

ekosistem hutan pantai. Terdapat ekosistem man-

grove yang tipis di beberapa muara sungai, sedikit

ekosistem hutan rawa di belakang ekosistem hutan

pantai dan ekosistem hutan dataran rendah pada ba-

tas luar daratan.

CA.Kioyo I dan CA.Kioyo II dipisahkan oleh

Pantai Abeha dan Pantai Kioyo di Teluk Kioyo di seki-

tar Sawang Bugis. Cagar Alam Kioyo I berada di pan-

tai barat bagian selatan yang didominasi oleh hutan

pantai yang kering dan Cagar Alam Kioyo II berada

di pantai barat bagian utara dengan ekosistem yang

lebih bervariatif yakni hutan pantai, mangrove yang

tipis di beberapa muara sungai, hutan rawa dan hutan

dataran rendah.

Ditunjuk sebagai kawasan Konservasi berdasarkan

SK. Menhut No.383/Kpts-II/1985 Tanggal 27 Desem-

ber 1985 dan dipertegas melalui SK.Menhut No.420/

Kpts-II/1999.

Letak

lokasi.

Secara Geograis berada di 05°17’

- 05°19’30” LS dan 102°05’ - 102°10’ BT.

Terletak memanjang pantai Barat Pulau

Enggano. Secara Administratif berada pada

Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara,

berada di empat wilayah desa yakni Desa Malakoni di

bagian utara, Desa Apoho dan Desa Meok di bagian

tengah serta Desa Banjar Sari di bagian Utara.desa

administrative Banjar Sari. Berdasarkan pembagian

wilayah kerja Kehutanan berada pada Pengelolaan

Air Terjun musiman di sekitar Kooa-mang, didalam Kawasan CA.Kioyo II

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 45: Profil Enggano Libre

43Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Seksi Konservasi Wilayah I, Resort Enggano pada Balai

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu.

Kondisi Fisik

Secara morfologi wilayah Kawasan Cagar Alam Kioyo

I dan II berada didalam kelompok Daerah dengan lereng

datar dengan ketinggian 0-30 meter sekitar pantai dan

Daerah dengan lereng landai yaitu antara 3 - 60 meter.

Bagian utara sekitar Koomang terdapat tebing dengan

bebatuan terjal yang miskin akan vegetasi. Pada musim

penghujan terdapat beberapa air terjun musiman dimana

airnya langsung mengalir ke laut. Susunan tanah terdiri

dari Litosol, Kambosol lideran dan Regosol dengan bahan

induk organik, bahan terumbu dan pasir.

Pal Batas

Pada tahun 1991 dilakukan Pemancangan defenitif

terhadap sebahagian batas dengan Berita Acara Tanggal

24 Nobember 1991 yang kemudian baru di sahkan oleh

Menteri Kehutanan pada Tanggal 7 oktober 1994.

Pada batas yang lain Pemancangan Batas sementara

dilakuka pada tahun 1994 dan pada tahun 1995 dilakukan

Pemancangan Batas defenitif dengan Berita Acara tang-

gal 20 Februari 1995 kemudian pada tanggal 5 September

1995 disahkan oleh Menteri Kehutanan.

Pemancangan batas sementara juga dilakukan pada

tahun 1996 dengan Berita Acara tanggal 5 Februari 1997

dan Pemancangan Batas defenitif tahun 1997 dengan

Berita Acara tanggal 13 Maret 1998.

Tegakan mangrove di sekitar Sawang Bugis didalam Cagar Alam Kioyo II

Air Terjun yang muncul setelah hujan turun.

Karang Bolong di sekitar Koomang,Pantai Ujung Barat Laut CA.Kioyo II

all images this page © EngganoConservation, Februari 2011

Page 46: Profil Enggano Libre

44Bagian VII. CA. Kioyo I & II | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Ekosistem

Hutan Pantai

Hutan Pantai terdapat di sepanjang pantai laut

berpasir dengan tanah kering. Di beberapa tempat

merupakan areal bekas perkampungan yang sejak

awal abad ke 20 telah ditinggal oleh penduduknya.

Terlihat beberapa tanaman kelapa menjulang tinggi

yang telah berumur ratusan tahun, di daerah tanjung

Kioyo terdapat pula kompleks pemakaman tua yang

menandakan areal tepi barat pulau Enggano dulunya

merupakan perkampungan yang penting.

Susunan vegetasi atas yakni; Bintangor (Callophyl-

lum sp), Ketapang (Terminalia catapa), Ara (Ficus sp),

Waru (Hibiscus tiliaceus), Pandan Pantai (Pandanus

sp), disekitar sawang bugis terdapat sedikit tegakan

Cemara Laut (Casuarina equisetifolia).

Susunan vegetasi tingkat bawah yakni Amorpho-

palus Sp,

Mangrove

Beberapa muara sungai dan teluk terdapat

vegetasi mangrove yang tipis. Diantaranya di wilayah

Teluk Hakauher (oker-oker) disekitar sawang bugis,

Tanjung Paobah,Muara Sungai Kakitaha dan muara

sungai Ahai. Keempat lokasi tersebut berada di

Cagar Alam Kioyo II.

Hutan Rawa

D i b e l a k a n g

b e n t a n g a n

h u t a n

mangrove terdapat pula hutan rawa dengan didominasi

oleh tegakan nibung (oncosperma tigillarium) yang

lebat. Dijumpai pula Rotan-rotanan (Calamus sp) dan

pandan duri (Pandanus sp).

Gangguan dan Ancaman

Jauhnya akses masyarakat dari kedua Cagar Alam

ini sehingga tidak terdapat ancaman yang begitu

berarti dari berbagai aktiitas illegal dari masyarakat

sekitar. Namun sesekali terdapat aktiitas masyarakat

nelayanan musiman yang mendirikan pondok non

permanen didalam kawasan Cagar Alam. Terutama di

sekitar beberapa sawang yang menjadi lokasi paforit

bagi nelayan untuk mencari ikan dan hasil laut lainnya.

Karena jauhnya akses menuju kedua kawasan

Cagar Alam ini menjadi ancaman tersendiri karena

sulitnya pengawasan dari petugas maupun masyarakat.

Beberapa aktiitas yang mencurigakan dan perlu

adanya antisipasi dini adalah aktiitas pencurian kayu

baik oleh nelayan setempat maupun pendatang dari

luar Enggano.

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 47: Profil Enggano Libre

45Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

SK Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor: 741/Kpts/Um/II/1978 Tanggal 27 Desember 1972

Penunjukan

Taman Buru

7.271, 00 Ha

Register 59Gunung Nanu’ua

Page 48: Profil Enggano Libre

46Bagian VIII. TB. Gunung Nanu’ua | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Taman Buru Gunung Nanu’ua merupakan kawasan

Hutan Konservasi yang pertama kali ditunjuk sebagai

kawasan hutan di Pulau Enggano. TB.Gunung Nanu’ua

ditujuk Sebagai Taman Buru berdasarkan SK Menteri

Pertanian Republik Indonesia Nomor: 741/Kpts/Um/

II/1978 Tanggal 27 Desember 1972. SK Menteri Kehu-

tanan No.420/Kpts-II/1999 tanggal 15 Juni 1999 ten-

tang Penunjukan Kawasan Hutan di Wilayah Propinsi

Bengkulu seluas 920.964 Ha dengan luas Taman Buru

Gunung Nanu’ua 7.271 Ha.

Taman Buru Gungung Nanu’ua tersusun atas kom-

plisitas ekosistem yang mewakili tipikal hutan di Pulau

Enggano. Mulai dari ekosistem hutan dataran rendah

dengan puncak tertinggi pada Gunung Nanu’ua (190

mdpl), hutan rawa yang terhampar dengan genangan

air sepanjang tahun, hutan pantai dan ekosistem hutan

mangrove yang terdapat di seluruh muara sungai.

Sisi pantai dari Taman Buru Gunung Nanu’ua juga

merupakan areal perkembangbiakan yang penting

bagi beberapa spiesis Penyu. Terutama di sekitar ham-

paran pantai berpasir wilayah Teluk Kopi.

Letak lokasi.

Secara Geograis berada di 05°22’16” - 05°26’38” LS

dan 102°14’11” - 102°22’15” BT. Berada di Ujung utara

Pulau Enggano. Secara Administratif berada pada

Kecamatan Enggano Kabupaten Bengkulu Utara, di

dalam wilayah desa administratif Kahyapu dan

Desa Kaana. Berdasarkan pembagian wilayah

kerja Kehutanan berada pada Pengelolaan Seksi

Konservasi Wilayah I, Resort Enggano pada Balai

Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Bengkulu. Arah

Utara berbatasan dengan Kawasan Hutan Lindung

Koho Bua-bua, Arah Timur berbatasan dengan Cagar

Alam Teluk Klowe, arah Selatan berbatasan dengan

© EngganoConservation, Februari 2011

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 49: Profil Enggano Libre

47Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Samudera Hindia

dan arah arah

barat berbatasan

dengan Cagar Alam

Kioyo dan Samudera

Hindia.

Kondisi Fisik

Secara morfologi wilayah Kawasan Taman Buru

Gunung Nanu’ua berada pada:

1. Daerah perbukitan bergelombang lemah

ketingian 170 - 190 meter, yang berada di

sekitar Gunung Nanu’ua.

2. Daerah perbukitan karst dengan ketinggian

100 - 150 meter. Berada disekitar Gungung

Gula, , Gungung Kahaoabi

3. Daerah dataran landai, dengan ketinggian

antara 0 - 50 meter. Gunung Labuho Gunung

Kiamankak

4. Daerah dataran berawa, dengan ketinggian

-20 - 5 meter. Disekitar teluk labuho, Teluk

Kopi dan Tanjung Kitapi

5. Daerah dengan lereng datar dengan

ketinggian 0-30 meter sekitar pantai teluk

labuho.

6. Daerah dengan lereng sedang, dengan

ketinggian 6 - 150 meter di bagian barat dan

tenggara.

7. Daerah dengan lereng agak curam, dengan

ketinggian 15 - 30 meter yang berada di ba-

gian tengah.

Beberapa sungai yang mengalir diantaranya adalah;

Kuala Kohin, Sungai Kitape, Sungai Kabue, Sungai Fish-

er, Kuala Merah, Sungai Kiaba, dan Sungai Kiowa.

Pal Batas

Penataan Batas pada tahun anggaran 1982/1983

oleh Balai Planologi Kehutaran II Palembang.

Pengesahan Berita Acara oleh Panitia Tata Batas

Hutan Bengkulu Utara pada tanggal 25 Juli 1983

dan disahkan oleh Menteri Kehutanan pada tanggal

17 November 1983. Penegasan batas dilaksanakan

sebanyak dua kali yakni; orientasi batas pada Tahun

Anggaran 1996/1997 dan Rekontruksi Batas pada

Tahun Anggaran 1997/1998. Sampai saat sekarang

ini belum pernah dilakukan pemeliharan tata batas

dan belum pernah dilakukan survey potensi kawasan.

Keadaan disekitar batas yakni pada Pal TB 1 sampai

dengan TB 70 merupakan batas buatan dengan

kondisi masih berhutan dan pada Pal TB 70 sampai

dengan TB 247/1 merupakan batas alam berupa

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 50: Profil Enggano Libre

48Bagian VIII. TB. Gunung Nanu’ua | Proil Kawasan Konservasi Enggano

bibir pantai yang masih berhutan. Panjang batas

keseluruhan adalah 46.5 Km dengan luas kawasan

7.271,00.

Ekosistem

Mangrove

Hampir disetiap muara sungai terdapat ekosistem

mangrove. Namun belum pernah dilakukan survey

tegakan mangrove yang berupa spot-spot diwilayah

genangan yang terpengaruh oleh wilayah pasang

surut.

Hutan Rawa

Dibelakang bentangan hutan mangrove terdapat

pula hutan rawa dengan didominasi oleh tegakan

nibung (Oncosperma tigillarium). Dijumpai pula Salak

Hutan (Salacca sp), Rotan-rotanan (Calamus sp),

pandan duri (Pandanus sp), Rengas (Gluta rengas),

dan Cratoxylon spp.

Hutan Pantai

Pada sisi pantai yang kering dimana tidak terdapat

tegakan mangrove merupakan ekosistem hutan pantai.

Pada ilokasi ini biasanya merupan lokasi paforit bagi

nelayan setempat untuk mendirikan bangunan pondok

untuk menginap dalam beberapa hari.

Hutan Dataran Rendah

Ekosistem hutan datan rendah mencapai

ketinggian 190 mpdl dengan morfologi Daerah yang

lebih berfariasi disbanding kawasan Konservasi lainnya

di Pulau Enggano. Mulai dari Daerah perbukitan

bergelombang lemah ketingian 170 - 190 meter, yang

berada di sekitar Gunung Nanu’ua. Daerah perbukitan

karst dengan ketinggian 100 - 150 meter. Berada

disekitar Gungung Gula, , Gungung Kahaoabi Daerah

dataran landai, dengan ketinggian antara 0 - 50 meter.

Gunung Labuho dan Gunung Kiamankak. Daerah

dataran berawa, dengan ketinggian -20 - 5 meter.

Disekitar Teluk Labuho, Teluk Kopi dan Tanjung Kitapi.

Daerah dengan lereng datar dengan ketinggian 0-30

meter sekitar pantai Teluk Labuho dan Kramai.

Jenis tumbuhan yang dijumpai diantaranya adalah

Merbau (Intsia bijuga), Bintangur (Callophyllum sp),

Ketapang (Terminalia katapa), Ara (Ficus sp), Matoa

(Pomentia pinnata), Rengas (Gluta rangas) dan Apua

(Koompasia sp). © EngganoConservation, Februari 2011

© EngganoConservation, November 2011

Page 51: Profil Enggano Libre

Potensi Wisata

© EngganoConservation, 2011 Lokasi: Pulau Dua

Page 52: Profil Enggano Libre

50Bagian IX. Potensi Wisata | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Walaupun di Pulau Enggano tidak terdapat ka-

wasan yang dicadangkan sebagai Hutan Wisata Alam.

Akan tetapi Pulau Enggano menyimpan banyak po-

tensi wisata yang masih belum banyak dikenal.

Untuk membuktikannya tentu dengan

menelusurinya secara langsung. Menelusuri Pulau

Enggano salah satu kegiatan yang menantang

sekaligus menyenangkan. Dapat dilalui melalui rute

perairan dengan menggunakan sampan bermesin

tempel, namun dapat pula dengan berjalan kaki. Rute

perjalanan dengan menggunakan sampan dapat

dilalui jika keadaan laut pasang. Namun sebaliknya,

rute perjalanan dengan berjalan kaki akan lebih

leluasa dilakukan apabila keadaan permukaan laut

surut.

Setiap sudut pulau Enggano memiliki keunikan

dan memiliki sisi keindahan tersendiri. Untuk itu,

akan banyak sekali kegiatan yang bisa dilakukan

yang tentunya akan memenuhi memory keindahan

yang ada di benak orang-orang yang mencintai dunia

petualangan.

Ada beberapa potensi di Pulau Enggano yang se-

lama ini sebagiannya belum tereksplorasi dengan baik

dan belum banyak dikenal, yang memungkinkan untuk

di kembang dan dikelola diantranya adalah;

B.Malak

oni

Meok

Apoho

Kaana

Kahyapu

Malakoni

Banjar Sari

Bandara Enggano

Pelabuahan Kahyapu

TB.GUNUNG NANUA

HL. KOHO BUWA-BUWA

HPT.HULU MALAKONICA.KIOYO II

CA.KIOYO I

CA.SUNGAI BAHEWO

CA.TELUK KLOWE

CA.TANJUNG LAKSAHA

P.Enggano

P. Satu

P.Dua

P.Merbau

P.Bangkai

Ahai

Kioyo

Umang

Barhau

Berkiu'

bakaban

Bandara

Sw. Ahai

Ko'omang

Tl. Kopi

Sw. Abor

Sw. Pari

Tj. Batu

D. Pulau

Sw. umih

Sw. Ikan

Sw. Bugis

Sw. Fiser

Tj Labuho

Sw. Kamiu

Sw. Apu'u

Sw. ba'ai

Sw. Kecil

Sw. Cotok

Sw. deras

Tj. Horai

Sw. Besar

Kl.Pedipo

Sw. Ki'nen

Tj. Kahabi

Pulau Satu

Sw. Kramai

Batu Layar

Sw. Pioroy

Sw. Baka'u

Sw. Epuuva

Sw. KitapeTj. KItape

Sw. Bisiyu

Sw. Kiabah

Sw. Makami

Sw. Meriam

Sw. Kikuba

Sw. Borneo

Tj. KarkuaSw. Boboyo

Sw. Tungap

Kolam Abor

Sw. Pinu un

Sawah Legak

Gunung Gulo

S. Kakitaha

Sw. Kahmeuk

Sw.Bakba'au

Tj.Pina Koo

Tj. Melipat

Sw. Kahyapu

Sw. Bengkok

Sw. Kinu oe

Muara Kiulo

Kuala Teluk

Kuburan_lama

Sw. Kakitaha

Sw. Pah numa

Tl. Ki' yoeyTJ. Kuriamah

Tj. Dakohuoa

Teluk Merpas

Muara Kiabah

Sawang Kahabi

Tanjung Kuabi

Sw. Mhumuhua'

Sw.Pulau Satu

Pulau Manu'he

Gosong Beradu

Sw. Kaanainey

Kiabah (teluk)

Kolam Kinokueh

Sw. Kooamang 1

Sw. Kelapa Satu

Sw. Kuala Merah

Tj. Gosong Seng

Sw. Kuala Kohin

Sw. Kuala Teluk

Muara Kualo Merah

Kuala Gunung Gula

Sw. Kahber Puhuyeu

batu lobang (Pakiu)

Kolam Pakuah hyukua

Oka aher (oker-oker)

Sw. Kabu (Sw. Bakau)

Air Terjun Teluk Harapan

Sw. Kooamang 2 (air terjun)

Tl. Ki' iyoa (teluk Harapan)

102°25'0"E

102°25'0"E

102°20'0"E

102°20'0"E

102°15'0"E

102°15'0"E

102°10'0"E

102°10'0"E

102°5'0"E

102°5'0"E5

°20

'0"S

5°2

5'0

"S5

°30

'0"S

5 0 52.5 Kilometers P. ENGGANO

SEBARAN POTENSIWISATA

Legend

N_Enggano

Crocodile Waching

Bird Waching

Camping Area

Hunting

Wild Buffalo

Fishing

Sea Turtle

Tracking

Surfing

Snorkling

Rock Climbing

N_Enggano

Desa

Bandara Enggano

Pelabuahan Ferry

Pelabuhan Perintis

Jalan

Sungai

Batas Kawasan Hutan

Danau

Karang

Pulau

PETA HASIL SURVEY

BKSDA BENGKULUResort Enggano

Februari 2011

Skala1 centimeter = 1,250 meters

Prov. Sumsel

Prov. Jambi

Prov. Lampung

Bengkulu

Sumatra SelataProv. Sumbar

Lampung

104°3'0"E

104°3'0"E

5°1

7'0

"S

5°1

7'0

"S

PETA SITUASI

1 centimeter = 75 kilometers

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 53: Profil Enggano Libre

51Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

Crocodile Watching

Tidak susah untuk mencari lokasi buaya di Pulau

Enggano. Hampir di setiap muara kuala/sungai di

didiami oleh buaya. Ukurannya bervariasi, mulai dari

anakan sampai dengan berukuran raksasa. Menurut

pengakuan nelayan setempat yang pernah menjumpai

di sekitar Muara Berhau, panjangnya melebihi sampan

yang bermuatan 1.5 Ton (panjang kira-kira 7-8 m), jadi

bisa dibayangkan ukuran buaya yang dideskripsikan.

Bird Watching

Ada banyak burung liar di Enggano yang bisa di

temui baik yang Endemik maupun yang bukan. Dua spe-

sies Endemik yang telah terditeksi di Kepulauan Enggano

yakni Celepuk Enggano (Otus enganensis), dengan

Status Konservasi Hampir terancam, dan Burung Kaca-

mata (Zosterops salvadorii) dengan Status Konservasi

Rentan. Jenis burung lain yang bisa dijumpai diantaranya

adalah Burung Betet Ekor Panjang, Tiung/Beo Enggano,

Pergam, Kehicap Ranting, Bangau, dan banyak jenis bu-

rung lainnya yang dapat dijumpai dengan mudahnya di

sepanjang jalan poros Enggano yang terbentang dari

Desa Kahyapu bagian selatan sampai Desa Banjar Sari di

Bagian Utara. Rute lainnya yang bisa digunakan adalah

disepanjang bibir pantai dimana transportasi sampan

bisa digunakan.

Camping Area, Tracking and Rock Climbing

Di sepanjang pesisir pantai Pulau Sebalik (sebutan

untuk bibir pantai bagian barat daya Pulau Enggano)

terdapat pondok nelayan yang bisa disinggahi dan co-

cok dijadikan sebagai areal perkemahan. Biasanya di

setiap camp nelayan tersebut terdapat air tawar yang

biasa dikonsumsi para nelayan. Selain itu ada beberapa

tempat yang sangat baik untuk memancing dan mencari

udang dan kepiting disekitar lokasi perkemahan.

Menelusuri hutan belantara Pulau Enggano

© E

ng

ga

no

Co

ns

er

va

tio

n,

ok

to

be

r 2

01

1

Page 54: Profil Enggano Libre

52Bagian IX. Potensi Wisata | Proil Kawasan Konservasi Enggano

mempunyai daya tarik tersendiri. Jalan sisa penjajahan

bangsa Jepang merupakan track yang memiliki nilai

history sembari menikmati alam terbuka dengan hutan

lebat dan menikmati buah-buahan yang tumbuh liar.

Menyelusuri pantai dapat dilakukan dengan berjalan

kaki maupun dengan bersampan. Mengunjungi

tempat-tempat bersejarah, seperti kuburan kuno,

perkampungan lama yang telah ditinggalkan

penduduknya semenjak akhir abad ke-19. Bungker dan

benteng sisa penjajahan Jepang dapat pula dijumpai di

beberapa titik pulau.

Di ujung selatan disekitar Teluk Abeha dan utara

pulau disekitar Koomang merupakan tempat yang

menantang bagi para pecinta panjat tebing. Ter-

dapat tebing dengan gua-gua menantang di seki-

tar Koomang dan Batu layar. Tebing-tebing terjal di

hadang oleh indahnya gelombang Samudera Hindia

yang ganas.

Hunting

Babi hutan salah satu satwa buruan yang poten-

sial untuk diburu di Pulau Enggano. Selain menyalur-

kan hobi berburu, dapat pula membantu para petani

dalam menanggulangi hama pertanian yang menjadi

salah satu hama terbesar saat ini. Di setiap desa ter-

dapat kelompok berburu yang bisa diikuti setiap min-

ggu nya. Kelompok berburu tradisional tersebut tentu

mempunyai daya tarik tersendiri, dengan alat yang

masih tradisional dan dengan anjing buruan lokal.

Wild Buffalo

Kerbau liar telah lama menjadi cerita menarik di

Pulau Enggano. Namun tidak ada data yang pasti

mengenai lokasi sentra hewan eksotik tersebut mau-

pun jumlah populasinya. Namun sesekali terdengar

cerita dari masyarakat yang mendengar dan melihat

langsung jejak dan wujud kerbau liar tersebut.

Fishing

Bagi yang hobi memancing Pulau Enggano me-

mang tempatnya. Dapat dilakukan disekitar Sawang

(Mulut sungai disekitar Tubir/Terumbu) dengan meng-

gunakan sampan nelayan maupun disekitar muara

sungai. Untuk kegiatan memancing sangat berpenga-

ruh dengan kondisi pasang surut air laut untuk itu kon-

disi alam sangat menentukan. Sawang yang menjadi

favorit tempat memancing adalah disekitar Sawang

Bugis didaerah barat daya pulau Enggano.

Menangkap udang lobster dan kepiting laut dapat

dilakukan disekitar mulut tubir. Tentunya harus dengan

menggunakan alat khusus. Kegiatan ini dapat dilakukan

© E

ng

gano

Co

nse

rvatio

n, Ju

ni 2

011

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 55: Profil Enggano Libre

53Rendra Regen Rais | Enggano Conservation

disepanjang hari selama

cuaca memungkinkan.

Sea Turlte

Untuk menjumpai penyu

di perairan bisa dilihat di

tepi tubir yang terdapat di

pesisir pantai Pulau Enggano. Namun ada beberapa

lokasi yang biasa dijumpai akitiitas bertelurnya

penyu; yakni disekitar Teluk Labuho (Teluk Kopi) Teluk

Abeha, Teluk Kioyo, Teluk Ahai dan dua lokasi di teluk

Malakoni. Namun sangat disayangkan hingga saat ini

Perburuan Penyu Pulau Enggano masih sangat tinggi

baik digunakan untuk upacara adat pesta pernikahan

maupun di konsumsi secara umum.

Suring and Snorkling.

Wisata Air di Pulau Enggano selama ini boleh

dikatakan belum ter eksplorasi dengan baik. Namun

dibeberapa tempat pernah dikunjungi oleh turis asing

dengan menggunakan kapal pribadi/sewaan. Tempat-

tempat itu umumnya berada di sekitar Pulau Sebalik

yang tidak didiami penduduk. Ditempat ini memiliki

ombak yang baik bagi para pecinta olahraga suring

baik bagi pemula maupun profesional.

Dengan kondisi tumpukan karang yang relatif

dangkal, membuat Kepulauan Enggano menjadi lokasi

snorkling yang potensial, salah satu lokasi Snorkling

dengan perairan dangkal adalah disekitar Pulau Dua.

Namun sangat disayangkan ada beberapa tempat

dimana terumbu karangnya rusak yang diakibatkan

oleh meningginya permukaan laut yang diakibatkan

gempa bumi.

Danau

Terdapat tidak kurang dari 4 lokasi danau di Pulau

Enggano. Diantartanya adalah Danau Pulau yang

terletak di Pal Empat desa Kaana. Berjarak lebih kurang

3 km dari jalan poros Enggano. disekitar lokasi Danau

Pulau terdapat tempat yang baik untuk mendirikan

tenda, jauh dari kebisingan ombak yang seolah kita

berada di hutan tropis belantara yang jauh dari kesan

sebuah pulau kecil.

© E

ng

gano

Co

nse

rvatio

n, Ja

nuari 2

011

© EngganoConservation, oktober 2011

© EngganoConservation, Februari 2011

Page 56: Profil Enggano Libre

54Bagian IX. Potensi Wisata | Proil Kawasan Konservasi Enggano

Danau lainnya adalah di sekitar Banjar Sari biasa

disebut Danau Bakaban. Disekitar danau ini sering

didatangi oleh Kerbau liar.

Bermalam di Pulau Dua

Pulau Dua dengan luas 38.90 Ha dan keliling

2.68 km terletak tidak jauh dari Pelabuhan Ferry di

Desa Kahyapu. Dari pelabuhan bisa diakses dengan

menggunakan perahu dengan memakan waktu lebih

kurang 15 menit. Suwasana pulau kecil begitu terasa

dengan vegetasi yang didominasi oleh kelapa yang

menjulang tunggi, tidak heran karena dulunya Pulau

Dua memang penghasil kopra terbesar di Kepulauan

Enggano, selain dulunya juga merupakan salah satu

perkampungan yang penting. Namun sekarang hanya

terdapat beberapa pondok nelayan dan pondok

pemilik kebun kelapa. Karena lokasi ini dulunya bekas

perkampungan, maka bisa dijumpai beberapa makam

kuno dan tempat pemandian yang pernah digunakan

oleh pemuka masyarakat di zamannya.

Banyak aktiitas yang bisa dilakukan di Pulau Dua diantaranya memancing, snorkling, tracking, atau

hanya sekedar menikmati swasana yang jauh dari

kebisingan pemukiman.

© EngganoConservation, Mei 2011

© EngganoConservation, Oktober 2011

semua gambar di halaman ini © EngganoConservation, Oktober 2011

Page 57: Profil Enggano Libre

55Daftar Referensi

Bapedalda Propinsi Bengkulu, P2L Universitas

Bengkulu, 2005. Final Report Studi Daya

Dukung Lingkungan Pulau Enggano.

Bengkulu

Bapedalda Propinsi Bengkulu, P2L Universitas

Bengkulu, 2006. Laporan Akhir Studi Daya

Dukung Pemanfaatan Dan Pengemban-

gan Kepulauan Enggano. Bengkulu

Balai Inventarisasi dan Pertetaan Hutan Propinsi

Bengkulu. 2005. Sejarah Kawasan

Propinsi Bengkulu Tahun 2004. Bengkulu

Balai Konservasi Sumber Daya Alam Bengku-

lu. 2002. Proil Kawasan Konservasi di

Wilayah Propinsi Bengkulu. Bengkulu

BPS Kab.Bengkulu Utara. 2011. Kecamatan Eng-

gano dalam Angka 2010. Bengkulu Utara

Kinnon, Mc, dkk. LIPPI, Burung Indonesia. Panduan

Lapangan; Burung-burung di Sumatera,

Kalimantan, Jawa dan Bali. Jakarta

Indrawan. M,Richard B. Primack dan Jatna Supri-

ana. Yayasan obor Indonesia. 2007. Bi-

ologi Konservasi (Edisi Revisi). Jakarta

Pieter J. ter keurs, Digital publications of the Na-

tional Museum of Ethnology, (www.rmv.nl).

Enggano. Netherland

Supriatna, J. Yayasan obor Indonesia. 2008. Me-

lestarikan alam Indonesia, Jakarta

Regen, R. www.enggano.blogspot.com. 2011

DaftarReferensi

Page 58: Profil Enggano Libre

56Daftar Referensi

Page 59: Profil Enggano Libre

Rendra Regen Rais.

Bapak dua orang anak ini waktu kecilnya bercita-cita menjadi Sopir Bus, menurutnya profesi

sebagai sopir itu menyenangkan karena bisa melang-lang buana kebanyak tempat. Walaupun

akhirnya menjadi seorang Polhut yang sebelumnya tidak pernah dipikirkannya. Pria yang suka

plontos ini menyelesaikan pendidikan SD dan SMP di tempat kelahirannya Kerinci - Jambi,

dan ditakdirkan melanjutkan di sekolah kejuruan SKMA (Sekolah Kehutanan Menengah

Atas) Pekanbaru yang diselesaikan pada tahun 2002 dan pernah kuliah di Fakultas Teknik di

Bengkulu .Hobinya dalam bidang desain grafis dan fotografi membuat dia selalu menikmati

perjalanannya, dibekali pula dengan hobi travelingnya yang memang sudah menjadi

bakatnya semenjak kecil, sehingga buku yang kedua dibuatnya ini bisa diselesaikannya.

KEMENTERIAN KEHUTANANDirektorat Jenderal Perlindungan Hutan Dan Konservasi Alam

Balai Konservasi Sumber Daya Alam B E N G K U L U

Page 60: Profil Enggano Libre

Pulau enggano telah dikenal sebagai Daerah Burung Endemik

atau Endemic Bird Area (EBA). Merupakan

konsep pendekatan BirdLife International dalam mengidentiikasi tempat-tempat terkonsentrasinya keanekaragaman hayati dunia. Di dunia terdapat 221 EBA, dan

Indonesia adalah negara yang memiliki EBA terbanyak dengan 24 daerah. Sementara

itu, Enggano merupakan Pulau dengan luasan Daerah Burung Endemik tersempit di

Indonesia yakni dengan luas 39.586,74 Ha.