Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

294
Filsafat Ilmu Pertahanan tidak ada, karena tidak ada dalam referensi seluruh dunia. Kalau Filsafat Ilmu berlaku di mana- mana. Bagaimanapun paling penting para mahasiswa paham bagaimana cara berpikir filsafat. Objek materinya sesuai dengan Ilmu yang dikembangkan Program Studi yang ada. Objek Formal nya Filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan Axiologi. Dengan demikian etika keilmuan jalan, karena Universitas Pertahanan bukan cabang ilmu, tapi dibuat berdasarkan kebutuhan, dan ilmunya interdisipliner. Semua ilmu masuk dan saling terkait untuk kepentingan pertahanan. Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Transcript of Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Page 1: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Filsafat Ilmu Pertahanan tidak ada, karena tidak ada dalam

referensi seluruh dunia. Kalau Filsafat Ilmu berlaku di mana-

mana. Bagaimanapun paling penting para mahasiswa paham

bagaimana cara berpikir filsafat. Objek materinya sesuai dengan

Ilmu yang dikembangkan Program Studi yang ada. Objek Formal

nya Filsafat yaitu ontologi, epistemologi dan Axiologi. Dengan

demikian etika keilmuan jalan, karena Universitas Pertahanan

bukan cabang ilmu, tapi dibuat berdasarkan kebutuhan, dan

ilmunya interdisipliner. Semua ilmu masuk dan saling terkait

untuk kepentingan pertahanan.

Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Page 2: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Sambutan Rektor Universitas Pertahanan Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Page 3: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

2

Filsafat Ilmu Pertahanan: Suatu Pengantar Copyright © 2020

ISBN 9 78-623-6 61004-6

14,8 × 21 cm 293 hlm. Cetakan Ke-1, Agustus 2020

Sambutan Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Editor Mayjen TNI Dr. Deni D.A.R, S.Sos., M.Si (Han)

Pengantar/Reviwer Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, MA Penulis Mhd Halkis Layout Laraswati

Design Cover Madinna Ulfa

Penerbit UNHAN Press Komplek Indonesia Peace and Security Center (IPSC) Sentul, Bogor, Jawa Barat, 16810 Telp: 021-87951555 ext. 7001 Email: [email protected]

UNHAN Press

Page 4: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

3

Kata Pengantar Penulis

Mengapa filsafat disebut mater scientiarum?

Hal ini tidak lain karena filsafat menyiapkan kerangka ontologi, epistemologi dan aksiologi dalam menempatkan, mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan. Melalui kerangka filsafat ini tumbuh mazhab-mazhab pemikiran yang melahirkan teori-teori keilmuan dan menjelaskan berbagai fenomena saling terkait. Karena dalam ontologi dengan cabang-cabangnya baik penganut aliran idealisme maupun realisme selalu berproduksi dengan ditopang melalui epistemologi baik yang berorientasi rasionalisme maupun empirisme. Semuanya itu melahirkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang bermanfaat buat kehidupan.

Tidak berlebihan jika di Universitas terkemuka di dunia filsafat menjadi mata kuliah wajib bagi bidang ilmu apa saja, tidak terbatas ilmu sosial atau ilmu esakta. Bagi masyarakat tertentu memandang ilmu filsafat sebagai momok bahkan menakutkan karena bersentuhan dengan keyakinan, boleh dikata bisa merusak keyakinan. Ada juga menempatkan filsafat sebagai bagian ilmu humaniora, alasannya domain filsafat pada kemanusiaan. Padahal banyak filsuf terkemuka lahir dari ilmuan eksakta ketimbangan ilmu sosial atau humaniora. Paling tidak ingin kami kemukakan bahwa filsafat merupakan suatu pelajaran yang wajib untuk pengembangan akademis cabang ilmu apa saja.

Page 5: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Sejak dari awal kami bertugas di Universitas Pertahanan secara defenitif 2015 banyak dosen senior dan mahasiswa meminta kami untuk menyederhanakan pelajaran filsafat bagi banyak pemula. Kami katakan bahwa belajar filsafat adalah belajar kehidupan ilmu itu sendiri. Hanya orang yang mengerti bahwa ilmu itu hidup yang mau mempelajari filsafat. Setiap ilmu yang didalami pada tataran tertentu dia meu atau tidak dia masuk pada perdebatan filosfis.

Untuk itu, terimakasih kepada Rektor Unhan, Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD, yang telah menempatkan Filsafat Ilmu Pertahanan sebagai salah satu matakuliah Universitas Pertahanan. Buku ini sebagai salah satu bentuk partisipasi kami selaku Dosen Filsafat, dan pengampu Mata Kuliah Ilmu Filsafat dan Methologi selama ini. Buku ini merupakan kumpulan artikel dan makalah kami sebelumnya termasuk naskah kami yang kami serahkan ke LP3M Universitas Pertahanan 2017 untuk dijadikan naskah Filsafat Ilmu. Buku ini dimaksudkan untuk membantu mahasiwa dan rekan dosen lain dalam memberikan materi yang diminta untuk mengajarkan Filsafat Ilmu Pertahanan.

Buku ini diberi kata pengantar Promotor penulis, Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, M.A saat mengambil Proram Doktoral Ilmu Filsafat di FIB UI. Kami menyadari banyak kekurangan dalam naskah ini. Untuk itu, masukan dan saran teman, kerabat sangat kami terima. WA; 081288951380 email: [email protected] untuk penyempurnaan edisi mendatang.

Jakarta, 17 Agustus 2020

Salam Bela Negara

Dr. Mhd Halkis

Page 6: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

5

Pengatar Filsafat Ilmu Pertahanan tututan Teoritis dan Praktis

Prof. Dr. Soerjanto Poespowardodjo, M.A

Titik tolak studi filsafat dalam dunia barat dimulai dari para

Filsuf Yunani Kuno yang lahir sekitar 400 tahun sebelum masehi. Legendaris Socrates yang mewariskan prinsip-prinsip berpikir bebas dan bertindak kritis diluar kelaziman untuk mencapai kebenaran dan keadilan namun memiliki metode dan sistematis. Socrates tidak mewariskan karya tulis namun murid-muridnya mengembangkan dengan sistematis terutama Plato yang konsisten dengan idealisme dan Aristoteles yang empirisme. Karya-karya muridnya kemudian menjadi rujukan dalam dunia ilmu pengetahuan. Konsep kenegaraan ditulis Plato dengan judul “Republik” dan Aritoteles dengan judul “Politika” merupakan karya fundamental dalam ilmu Negara, khususnya masalah politik.

Buku yang ditulis Dr. Mhd Halkis Filsafat Ilmu Pertahanan hendak merujuk kepada karya besar negarawan tersebut untuk diaktualisasikan dengan keadaan zaman sekarang. Jarang orang yang berminat untuk menulis dengan pendekatan filsafat saat ini.

Page 7: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Beliau yang saya kenal murid yang rajin dan mau belajar, diharapkan mampu membuka rahasia bagaimana kedaulatan dan kekuasaan diperebutkan dan dipertahankan baik melalui jalan damai, negosiasi maupun jalan peperangan. Karya Sun Tzu dan Clausewitz pilihan yang perlu dipelajari lebih lanjut Memang tradisi pengembangan keilmuan dunia Timur termasuk karya-karya Sun Tzu lebih banyak berkembang dalam karya lisan dan tindakan praktis kalangan tertentu terutama pembangunan di daratan Cina dan terkesan kurang sistematis. Sejak komunis mengambil alih kekuasaan di Cina, karya filosofis mereka terutama terkait dengan tulisan Sun Tzu dikembangkan (Wilhelm & Moore, 1968).

Bagi Universitas Pertahanan, kaya-karya fundamental ini penting, disamping pengalaman para pejuang dalam negeri sendiri. Saya mengenal akademisi yang berkecimpung untuk membesarkan Universitas Pertahanan. Saya punya harapan akan menjadi candradimuka para negarawan di negeri ini, karena ditempat ini secara teoritis dan praktis ilmu pertahanan dikembangkan. Mereka diajarkan tidak saja dari akademis tapi para jenderal yang berpengalaman. Kehidupan bernegara sebagai sebuah peradaban perlu mewarisi pengalaman dan ilmu yang akan dilanjutkan oleh generasi berikutnuya.

Saya berterimakasih atas kebijakan Rektor Universitas Pertahanan, Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD, yang membuat nomenklatur mata kuliah baru Filsafat Ilmu Pertahanan (FIP) yang diajarkan secara bertingkat dari S1, S2, dan S3. Dengan demikian mata kuliah ini dimaksudkan untuk menjadi payung pengembangan keilmuan di lingkungan Universitas Pertahanan, sehingga secara akademis semua ilmu dalam prodi yang dikembangkan memiliki dasar filosofis yang kuat dan dipahami oleh semua akademika Unhan.

Esensi Filsafat Ilmu Pertahanan tidak sepenuhnya baru karena ada terkait banyak materi yang diajarkan, antara lain yang

Page 8: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

7

pernah saya ajarkan di Universitas Pertahanan ini yaitu Mata Kuliah Filsafat Ilmu dan Metodologi. Mata kuliah ini telah mengajarkan pengantar Filsafat Ilmu untuk dasar penelitian bagi mahasiswa. Artinya dengan keterbatasan yang ada telah memberikan landasan yang baik untuk pengembangan ilmu pertahanan. Tentu akan berbeda lagi dengan membuat sebuah Mata Kulia Khusus Filsafat Ilmu Pertahanan. Fondasi keilmuan di Universitas Pertahanan akan lebih kuat. Keberadaan selama ini tidak diragukan lagi kader intual bela negara, masyarakat menjadi tentram dana man sekaligus intelektual. Dengan dengan demikian Filsafat Ilmu Pertahan adalah suatu cara berpikir ilmiah untuk memikirkan negara ini aman, sejahterah dan menyenangkan

Buku yang ditulis Dr. Mhd Halkis bersifat pengantar sehingga diharapkan karya-karya yang lebih banyak tentang Filsafat Ilmu Pertahanan agar pencirian ilmu Universitas Pertahanan memiliki dasar yang lebih berkembang tidak hanya di lingkungan nasional tapi secara internasional sesuai dengan moto Universita

Pertahanan itu sendiri “World Class Defence University”.

Depok, 20 Agustus 2020

Prof Dr. Soerdjanto Poespowardodjo, M.A

Page 9: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Sambutan Rektor Universitas Pertahanan

Laksdya TNI Dr. Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD

Kami menyambut baik karya Dosen Universitas Pertahanan Letnan Kolonel Sus Dr. Mhd Halkis dengan judul Filsafat Ilmu Pertahanan Suatu Pengantar. Terlepas kelebihan dan kekurangannya buku ini, paling tidak ada sebuah upaya salah satu pilihan referensi dalam pengembangan ilmu di Universitas Pertahanan. Banyak karya terdahulu membahas tentang masalah pertahanan, ilmu pertahanan dan keilmuan yang berkembang di Universitas Pertahanan ini. Kami selaku Rektor, para pimpinan Unhan Senior mencoba menginisiasi Mata Kuliah Umum (MKU) Universitas agar ciri khas Universitas dapat terlihat dalam menuju World Class Defence University, diantaranya MKU Filsafat Ilmu Pertahanan, sehingga buku ini bagaikan gayung bersambut.

Ada 5 (lima) alasan mengapa Filsafat menjadi payung keilmuan bagi Universitas Pertahanan; Pertama, Universitas Pertahanan telah mengembangkan suatu interdisciplinary, bahkan cross-disciplinary karena memang dikembangkan atas dasar tuntutan kebutuhan pertahanan negara yang sangat kompleks.

Kedua, anacaman yang kita hadapi dalam masyarakat milenial mengundang kita semua untuk memahami diluar zona nyaman, melalui studi aksiologis diharapkan dapat menemukan solusi

Page 10: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

9

dengan mempertanyakan nilai yang penting dan strategis dipertahanankan.

Ketiga, ketika kita mengambil kebijakan untuk suatu nilai tersebut,maka berdampak pada epistemologi, untuk itu Unhan meningkatkan kualifikasi secara internasional para dosennya. Tentunya berimplikasi pada ontologi ilmu pertahanan itu sendiri, misal Kedokteran Militer tidak lagi dalam kerangka Fakultas yang ada, dunia keilmuan yang dibahas dan berkembang dengan berbagai alasan (bersifat metafisik).

Keempat, melalaui metatheory dan subjektivitas filsafat akan membantu kita keluar dari batasan yang terlalu membatasi imajinasi teoretis dan penalaran teoretis kita.

Kelima, dengan filsafat kita mengembangkan pemikiran kritis, membuka rahasia disebalik kebijakan walaupun dalam batasan akademis, tapi justeru mencerdaskan dalam konteks pembinaan Kader Intelektual Bela Begara. Ada proses dialektika antara realitas dengan idealime kenegarwanan, hal ini sesuai dengan model pembelajaran yang bersifat kontruktif. Dengan demikian membantu para mahasiswa dan memenuhi harapan negara, rakyat, TNI, industri pertahanan (rasionalitas praktis)

Saya berharap setiap dosen dan mahasiswa mengembangkan nalar pemikirannya dan ditulis dalam bentuk buku, jurnal, prosiding, modul, Hak Kekayaan Intektual (HKI) dan kegiatan akademik lainya. Semoga semua bermanfaat lebih dan menjadi amal ibadah kita semua.

Bogor, Agustus 2020

Rektor Universitas Pertahanan,

. Dr Amarulla Octavian, S.T., M.Sc., DESD Laksmana Madya TNI

Page 11: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Daftar Isi

Kata Pengantar Penulis ........................................................................... 3

Pengatar Filsafat Ilmu Pertahanan tututan Teoritis dan Praktis .. 5

Daftar Isi ....................................................................................................10

BAB 1 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN SEBAGAI PAYUNG KEILMUAN ............................................................................................. 13

1. Taksonomi Ilmu Pertahanan dalam perspektif Filsafat ... 14

2. Strategi Pertahanan .................................................................. 23

3. Manajemen Pertahanan ........................................................ 42

4. Teknologi Pertahanan ........................................................... 45

5. Keamanan Nasional ................................................................. 51

6. Militer ......................................................................................... 66

BAB 2 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DALAM KERANGKA KEILMUAN ............................................................................................ 74

Pengelompokan Ilmu ............................................................................. 86

Page 12: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

11

Perkembangan Pradigma Berpikir...................................................... 92

Kriteria Dasar Karya Ilmiah: ................................................................ 93

BAB 3 KONSTRUKTIVISME: METODE PRAKTIS PENGEMBANGAN ILMU PERTAHANAN ................................... 97

Konstruktivisme dan Fenomenologi ........................................... 100

Penilaian Dinamis .............................................................................107

BAB 4 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DAN TEORI KEBENARAN ILMIAH ....................................................................... 113

1. Korespondensi.......................................................................... 116

2. Koherensi................................................................................... 131

3. Pragmatisme ............................................................................ 140

BAB 5 FENOMENOLOGI SEBAGAI PARADIGMA DALAM ILMU PERTAHANAN ....................................................................... 150

Memahamami Filsafat Ilmu .......................................................... 154

Mazhab Fenomomenologi. ............................................................. 157

Intensionalitas dan Berkerelaan ................................................... 169

BAB 6 METODE KUANTITATIF DALAM FILSAFAT ILMU PERTAHANAN .................................................................................... 184

Teknik dan Jenis Studi ................................................................... 188

Metodologi pengumpulan data .................................................... 193

Metodologi pengumpulan data menggunakan survei & jajak pendapat ............................................................................................ 195

Teknik analisis data ......................................................................... 197

Metode penelitian kuantitatif sekunder .................................... 198

BAB 7 ILMU PERTAHANAN: KEBUTUHAN PRAGMATIS NEGARAWAN ....................................................................................202

Kedaulatan ........................................................................................ 207

Page 13: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Keutuhan Wilayah ..........................................................................209

Kesejahteraan .................................................................................... 211

Diplomasi ........................................ Error! Bookmark not defined.

BAB 8 NEGARA PANCASILA DALAM KERANGKA FILSAFAT KONTINENTAL ..................................................................................220

BAB 9 PERANG INFORMASI DAN CYBER ETHICS .................. 248

Teori .................................................................................................... 259

Metodologi ........................................................................................ 268

BAB 10 ETIKA BERNEGARA (NATIONS ETHICS) DALAM HUBUNGAN INTERNASIONAL ................................................... 277

Indonesia dan Kecenderungan Dunia dari Smart Power menuju

Soft Power ............................................................................................ 282

Ontologi Nations Ethics melahirkan Etika ................................... 286

RUBRIK PENILAIAN .........................................................................290

Page 14: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

13

BAB 1 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN SEBAGAI PAYUNG KEILMUAN

Page 15: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

1. Taksonomi Ilmu Pertahanan dalam perspektif Filsafat

Filsafat Ilmu Pertahanan sebagai subjek mata kuliah belum ada dalam universitas atau literature dunia manapun, termasuk di National Defence University manapun. Ada banyak memberi gelar

Ph.D (Philosophy of Doctor), ada juga yang memberi gelar Doktor Filosofi (Defence Technology) diantara di National Defence University of Malaysia (UPNM). Arti seseorang yang tamat di Universitas tersebut menguasai bidang pertahanan secara filosofi, tapi bukan kelompok keilmuan Studi filsafat.

Lain dengan Mata Kuliah Umum Universitas (MKU) Filsafat Ilmu di Universitas Pertahanan (Unhan) adalah payung keilmuan, artinya ilmu-ilmu bidang pertahanan telah berkembang dengan pesat perlu dirangkai atau dilindungi dalam kerangka filsafat ilmu. Jadi Filsafat Ilmu Pertahanan adalah suatu studi yang menggunakan esensi filsafat terhadap materi bidang pertahanan. Dengan demikian diharap tidak hanya payung tetapi fondasi dalam pengembangan ilmu dalam konteks pertahanan negara.

Taksonomi Filsafat Ilmu Pertahanan merupakan struktur keilmuan yang dibagun dengan memadukan pengalaman empiris bidang pertahanan dengan struktur rumpun keilmuan yang sudah baku dalam standar keilmuan. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2012 Tentang Pendidikan Tinggi terdiri dari:

a. rumpun ilmu agama; b. rumpun ilmu humaniora; c. rumpun ilmu sosial; d. rumpun ilmu alam; e. rumpun ilmu formal; dan f. rumpun ilmu terapan.

Page 16: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

15

Melihat rumpun keilmuan tersebut, maka program studi yang berkembang tidak dalam kerangka salah satu rumpun keilmuan. Kalau Fakultas Strategi Pertahanan yang terdiri dari Prodi Strategi Perang Semesta, Prodi Strategi Perang Asimetris, Prodi Strategi Diplomasi Pertahanan dan Prodi Kampanye Militer terlihat sentuhan antara humanioran dan ilmu sosial. Sedangkan Prodi Jajaran Fakultas Manajemen Pertahanan lebih mendekat dengan Ilmu Sosial. Sedangkan Fakultas Keamanan Nasional terlihat Prodi Damai Resolusi Konflik lebih dekat dengan Humaniora, Keamanan maritim dengan Ilmu Sosial dan Manajemen Bencana ilmu sosial dan sedikit ilmu terapan. Sedangkan Teknologi Pertahanan secara keilmuan rumpun Ilmu Alam. Khusus Untuk Fakultas S1 pada bidang IPA dan ilmu formal. Dengan demikian, rumpun keilmuan tidak relevan dalam memahami struktur perkembangan keilmuan di Universitas Pertahanan.

Menurut Kuhn (2000, 307) bukan saatnya kita menambah pengetahuan positif tapi menjawab teka-teki sekarang dengan memahami paradigma. Paradigma Ilmu Pertahanan sebagaimana ilmu-ilmu lain didasari pada pandangan filsafat dengan berbagai alirannya terutama positivism, post-postivisme, konstruktivisme, kritikal, feminism, postmodern, dan sebagainya. Namun kalau digambarkan secara sederhana dapat digolongkan pada ilmu murni (sains) dan terapan (advokasi).

Pada tataran ilmu murni, kerangka ilmu pertahanan berada dalam rumpun ilmu sosial, karena yang dimaksud dengan pertahanan di sini adalah mempertahankan negara. Negara menjadi objek dalam studi ilmu pertahanan dan subjeknya adalah pemerintahan sebagai pengambil kebijakan. Ilmu apa-apa yang diperlukan pemerintah untuk kepentingan negara maka ilmu tersebut menjadi bagian ilmu pertahanan. Ilmu pertahanan pada tataran praktis dimanfaatkan untuk kepentingan institusi militer maupun institusi sipil. Dengan demikian elemen negara dilihat secara statis terkait pemerintah, rakyat, kewilayahan dan

Page 17: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

diplomasi. Namun negara dilihat secara dinamis persoalan negara menyangkut masalah tujuan esensial negara (national interest) didalami lebih lanjut dalam ilmu strategi pertahanan. Bagaimana mengidentifikasi dan mempertimbangkan kekuatan negara (national power) lebih lanjut ilmu menajemen pertahanan. Bagaimana resiko-resiko dan tindakan apa akan diambil, menyangkut aman atau tidak amannya kepentingan negara dari kentingan negara lain, masuk dalam lingkup studi keamanan nasional (national security). Agar negara tujuan tercapai dengan mudah dan tetap sasaran sesuai dengan kemampuan yang dimiliki sehingga perlu teknologi pertahanan (defence technology).

Unsur-unsur negara menjadi penting sebagai arena persoalan yang akan dibahas. Ketika bahasan menenjadi fokus studi ilmu pasti maka ilmu-ilmu yang berkembang dalam lingkup ilmu pasti demikian juga yang lain. Dengan demikian dapat dipetakan hubungan unsur-unsur negara dengan rumpun ilmu sebagai berikut;

Gambar 1: Pemetaan Ilmu Pertahanan kombinasi ilmu murni dalam memenuhi kebutuhan negara bersifat khusus.

Page 18: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

17

Implementasi pelaksanaan penegembang ilmu pertahanan dalam institusi Universitas Pertahanan berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2011 tentang Universitas Pertahanan sebagai Perguruan Tinggi yang diselenggarakan oleh Pemerintah menjelaskan bahwa secara teknis akademik dibina oleh Kementerian Pendidikan Nasional dan secara teknis fungsional dibina oleh Kementerian Pertahanan. Kemudian Unhan menyelenggarakan pendidikan akademik dan vokasi di bidang Pertahanan Negara dan Bela Negara serta apabila memenuhi syarat dapat menyelenggarakan pendidikan profesi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kementerian Pendidikan sesuai dengan wewenangnya mengatur pemberian gelar bagi yang melaksanakan pendidikan di Universitas Pertahanan.

Pemberian gelar sesuai dengan Keputusan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 257/M/Kpt/2017 Tentang Nama Program Studi Pada Perguruan Tinggi dapat diberikan sebagai berikut:

Gambar 2: Tabel Program Studi dan Gelar yang ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan untuk Universitas Pertahanan tahun 2027.

Page 19: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Ada tiga jenis gelar terkait dengan pertahanan dan militer;

Pertahanan (Han) untuk Strata S2 Unhan yang sedang berjalan, Sosial (Sos.) Universitas diluar Unhan yang mepelasi Pertahanan secara khusus, dan Militer (Mil.) untuk Akademi Militer, Akademi Angkatan Laut, Angkatan Udara.

Memelihat ketentuan gelar yang diperuntukan kepada Universitas Pertahanan terlihat bahwa gelar yang diberikan kepada program-program studi yang berkembang sampai pada tahun 2017 Kementerian Pendidikan Tinggi meletakan pada Rumpun Ilmu Sosial, pertanyaannya bagaiaman dengan Fakultas Teknologi Pertahanan dan Program S1 nantinya.

1) Khusus Untuk Fakultas S1 pada bidang IPA dan ilmu formal. Dengan demikian, rumpun keilmuan tidak relevan dalam memahami struktur perkembangan keilmuan di Universitas Pertahanan.

Sebagai catatan Prodi yang tidak tercantum dapat dapat menyesuaikan dengan gelar yang sama untuk semua Ilmu Pertahanan (Han). Unversitas umum yang mengkaji Studi Pertahanan dengan gelar Sosial (Sos.). Peraturan Universitas Umum berlaku juga bagi Unhan. Dengan Akreditasi “A” Universitas Pertahanan menjalankan pendidikan jenjang pendidikan S2 ditempuh minimal 3 semester atau 1,5 tahun. Sedangkan S S3 minimal 4 tahun dan demikian juga dengan S1. Khusus S1 karena disalurkan penggunaannya pada lembaga TNI maka S1 memiliki aturan kontrak kerja tersendiri, atau sama halnya dengan sekolah kedinasan.

Sampai pada titik diskusi disini tidak terlihat dengan jelas mono-struktur rumpun keilmuan yang dikembangakan Universitas Pertahanan. Kalau spesifik Universitas Pertahanan dapat dipahami dengan table jenjang gelar di atas, namun dengan penambahan Fakultas teknologi dan Fakultas S1 yang menjuris masalah kedokteran dan teknik militer maka gelar S. Han perlu

Page 20: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

19

dipertimbangkan lagi. Seperti Kedokteran apakah akan menyandang gelar kedokteran pertahahan dengan gelar (Dok. Han). Persoalannya mereka perlu agar masuk dalam komunitas kedokteran yang standar. Demikian juga dengan Faramasi, sesuai dengan ketentuan yang berlaku di komunitas bidang farmasi.Secara umum semuanya kepentingan pertahanan negara, dengan demikian maka struktur keilman bertsifat praktis berdiri atas suatu paradigma trans-disipliner.

Kalau belajar dari negara-negara maju terlihat Sistem Pertahanan Negara dikelola dalam Departemen Pertahanan dalam kerangka National Security atau Keamanan Nasional. Literatur-letaratur apa-apa yang dilakukan kementerian Pertahanan saat ini bagian penting dalam konsep Kemananan Nasional, kiranya sudah saatnya Indonesia memiliki Undang-undang Keamanan Nasional yang komprehenstif. Implempelemetasinya dalam bidang pendidikan diatur demikian rupa sehingga studi Keamanan Nasional menjadi dasar pengembangan ilmu pertahanan, kepolisian bahkan kemanusiaan dalam perspektif negara.

Departemen Pertahanan Amerika Serikat membangun National Defense University (NDU) untuk mengkaji kebijakan-kebijakan dan perilaku terkait dengan persoalan pertahanan negara dan lebih luas pada National Security. Dengan demikian, tenaga pengajar di National Defense University (NDU) selain memenuhi syarat akademis juga orang berpengalaman di bidang pengambil kebijakan negara. NDU awalnya didirikan pada tahun 1976 untuk mengkonsolidasikan sumber daya intelektual dan menyediakan pendidikan tinggi bersama untuk komunitas pertahanan negara. Sekolah Tinggi Industri Angkatan Bersenjata (sekarang Sekolah Dwight D. Eisenhower untuk Keamanan Nasional dan Strategi Sumber Daya) dan Sekolah Tinggi Perang Nasional adalah dua perguruan tinggi konstituen asli dari lembaga baru tersebut. Sekolah Staf Angkatan Bersenjata (sekarang Sekolah Staf Gabungan) ditambahkan ke universitas pada tahun 1981. Setahun kemudian, Departemen Institut Komputer Pertahanan (sekarang Sekolah Tinggi Informasi dan Ruang Siber)

Page 21: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

bergabung. Universitas terbaru adalah Sekolah Tinggi Urusan Keamanan Internasional, yang didirikan tahun 2002 sebagai sekolah untuk Pendidikan Eksekutif Keamanan Nasional. Dalam perguruan tinggi ini dipelajarai semua ilmu tentang startegi penyelamatan negara termasuk ilmu Sun Tzu, Clausewitz, maupun teknik-tenik gerilya.

The Countering Weapons of Mass Destruction (CWMD) Program Beasiswa Pascasarjana adalah program pendidikan pascasarjana hibrida yang dibuat untuk memenuhi kebutuhan pendidikan khusus dari personel pemerintah federal CWMD militer dan sipil. NDU sebagai salah satu perbandingan dilihat dari Program Pendidikan Beasiswa Pascasarjana CWMD dibagi menjadi dua bagian:

Tahun pertama studi mengarah ke Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD.Semua siswa yang diterima awalnya terdaftar dalam Program Sertifikat Pascasarjana. Pelamar hanya dapat mendaftar ke Program Sertifikat Pascasarjana; penyelesaian Program Gelar Master tidak diberikan.

Setelah berhasil menyelesaikan tahun pertama studi, kandidat yang paling kompetitif dapat mendaftar untuk tahun kedua studi, yang mengarah ke gelar Master of Science dalam Studi WMD, mereka ini mendapatkan gelar. Tidak ada persyaratan untuk mengajukan aplikasi baru; tinjauan Pusat internal akan dilakukan di antara fakultas untuk memilih kandidat tahun kedua yang menyatakan minat dalam mengejar Program Gelar Master.

Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD: Fase 1 Selama Tahap pertama, siswa akan menyelesaikan Program Sertifikat Pascasarjana selama setahun dalam Studi WMD. Mayoritas kursus dapat diselesaikan secara online atau tinggal dengan program Studi Pertahanan dan Strategis (DSS) Missouri State University (MSU) yang berlokasi di Fairfax, VA. Program Sertifikat Pascasarjana terdiri dari:

Page 22: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

21

Kolokium Agustus (3 sks). Kolokium Agustus intensif selama seminggu harus diselesaikan di tempat tinggal di Universitas Pertahanan Nasional. Kolokium Agustus bertindak sebagai kursus dasar strategis yang memberikan konteks dan meletakkan dasar yang signifikan untuk memahami topik yang dibahas dalam Pascasarjana Studi WMD Program Sertifikat.

Setelah kolokium, siswa akan menghadiri kelas malam di MSU atau online untuk menyelesaikan kurikulum inti wajib (12 sks) yang meliputi:

Strategi Nuklir & Pengendalian Senjata Perang Kimia & Biologis Kontra-proliferasi Tantangan Strategis yang Muncul atau Instrumen Kekuasaan Negara

Kelas-kelas ini dapat diselesaikan selama Musim Gugur dan Musim Semi. Total: 15 SKS

Master of Science dalam Studi WMD: Fase 2 Kandidat paling kompetitif dari Program Sertifikat

Pascasarjana Tahap 1 akan dipilih untuk berpartisipasi dalam Tahap 2, Master of Science dalam program Studi WMD. Program Magister adalah tahun tambahan studi di tempat tinggal yang terdiri dari berikut ini: Colloquium II: Capstone Course (3 sks) Magang WMD Pilihan WMD (12 sks) Kursus Menulis Profesional Intensif (3 sks) Proyek Penelitian Master of Science dan Ujian Lisan atau Tesis (3 sks) Kelas-kelas ini dapat diselesaikan selama Musim Gugur dan Musim Semi. Pertimbangan khusus dapat diberikan kepada siswa yang perlu menyelesaikan program di luar kerangka waktu tradisional. Total: 21 SKS

Untuk menyelesaikan Master of Science dalam program Studi WMD siswa harus mendapatkan total 36 kredit. Bersama-sama, 15 kredit yang diperoleh dari Tahap 1 dan 21 kredit yang diperoleh dari Tahap 2, sama dengan 36 kredit yang diperlukan untuk menyelesaikan Master of Science dalam Studi WMD. Penyelesaian

Page 23: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

program Sertifikat Pascasarjana atau Magister akan sama dengan penyelesaian program Beasiswa Pascasarjana CWMD.

Program Beasiswa Pascasarjana CWMD dikelola sebagai kemitraan publik-swasta unik yang dilakukan bersama oleh Pusat Studi Senjata Pemusnah Massal (CSWMD) Universitas Pertahanan Nasional (NDU) dan Departemen Pascasarjana Studi Pertahanan dan Strategis Missouri State University (MSU) (DSS). Kampus satelit DSS Universitas Negeri Missouri yang terletak di Fairfax, VA, adalah institusi akademik sipil terakreditasi yang menawarkan Sertifikat Pascasarjana dan gelar Master of Science dalam Studi Senjata Pemusnah Massal (WMD).

Melalui kemitraan ini, siswa memiliki kesempatan untuk terlibat dalam program pendidikan unik yang berfokus pada CWMD. Departemen Pascasarjana Studi Pertahanan dan Strategis MSU menyediakan kurikulum dan kursus wajib yang memberikan konteks dan meletakkan dasar untuk memahami masalah CWMD.

Untuk menyesuaikan program ini dalam memenuhi kebutuhan pendidikan DoD, Center for the Study of Weapons of Mass Destruction memberikan pendidikan khusus terkait CWMD yang hanya tersedia melalui saluran Pemerintah A.S. Melalui kursus Kolokium CWMD Graduate Fellowship (dikelola oleh CSWMD), siswa akan mengakses materi rahasia, menghadiri kunjungan situs ke fasilitas terkait WMD, dan menerima ceramah dari praktisi Pemerintah AS dan pakar materi pelajaran yang memperkenalkan aplikasi otomatis yang melampaui teori. Setelah menyelesaikan program ini, Fellows akan lulus dengan gelar Master of Science dalam Studi WMD atau dengan Sertifikat Pascasarjana dalam Studi WMD dari Missouri State University.

Page 24: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

23

2. Strategi Pertahanan

Tulisan Arthur Lykke diterbitkan dalam Military Review pada tahun 1989 diajarkan secara luas pada US Army War College: “Strategi sama dengan tujuan (tujuan yang diusahakan seseorang) ditambah cara (arah tindakan) ditambah sarana (instrumen oleh yang beberapa tujuan dapat dicapai). ” Praktis dan ringkas, cukup pendek dan cukup jelas untuk diekspresikan sebagai persamaan matematika yang sebenarnya Strategi: tujuan + sarana + cara. Dengan demikian stru ditrategi menyangkut tiga hal; bagaimana tujuan ditetapkan, ini relevan dengan penelitian ini, dimana tujuan pesawat angkut militer untuk mendukung operasi militer menjadi mendukung rekayasa cuaca. Demikian juga sarana yang ada dirubah untuk bisa mengangkut material yang diguinakan, dan canya juga dimodifikasi oleh awak pesawat itu sendiri. Kesederhanaan ini telah mendorong kesuksesan dalam melaksnakan tugas kemanusiaan oleh militer. Demngan demikian teori strategi Lykke dapat dioperasionalkan dalam pelaksanaan tugas operasi militer selain perang, khususnya penanganan banjir.Tetapi bagaimana jika pandangan dominan ini diterapkan dalam operasi militer selain perang di Indonesia, tentu ada modifikasi agar sesuai dengan praktek di lapangan, namun prinsipnya demikian. Dalam penangan cuca, yang dimodifikasi adalah pesawat angkut militer dapat dipandang berhasil dan bersifat khusus di Indonesia.

Pengkritik teori strategi ini mencacat empat hal: (1) tujuan terlalu diformulasikan, (2) "tujuan akhir" tidak benar-benar berakhir, (3) meminimalkan ancaman, dan (4) kinerja strategis kita sejak adopsi yang meluas paling tidak luar biasa . Strategi tidak bisa diperbaiki dengan persamaan. Mungkin ini dalam praktek perang besar atau lingkup OMP, namun dalam OMSP dapat dilaksnakan. Memang jumlah pesawat tempur yang ditetapkan tidak secara langsung diubah menjadi rasa aman sebuah negara (pada kenyataannya, terkadang, rasa keamanan tidak linear dengan lebih banyak senjata). Persamaan mungkin dapat digunakan untuk perencanaan langsung (misalnya, jika tujuannya adalah membawa orang ke suatu tempat dengan

Page 25: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

membawa pasukan, maka ini akan membutuhkan pemahaman bersama dan saling pengertian.

Penasihat Keamanan Nasional Letnan Jenderal H.R. McMaster yang mengkritik rumusan ini dan "berbahaya" dalam militer praktis karena "beberapa masalah di dunia tidak dapat diprediksi," sebagian besar masalah strategis di dunia tidak dapat disamakan. Paling-paling, strategi itu "samar-samar". Dan mari kita pahami strategi ini dalam konteks penanganan bencana non alami sebagai bagian OMSP. Studi Strategi tidak pernah berhenti." Bahkan pada akhir konflik yang menentukan seperti Perang Dunia II, kebutuhan akan strategi di Jerman dan Jepang tidak berakhir dengan kematian Hitler dan kehancuran Hiroshima. Meskipun kita harus selalu menetapkan bertujuan untuk beberapa tujuan yang diinginkan, beberapa keadaan yang lebih baik, kita harus melakukannya dengan harapan sederhana yang secara eksplisit mengakui praktik strategi tidak pernah final dan selalu tidak pasti. Ketidakpastian ini ada karena musuh memiliki suara dalam pembuatan strategi, faktor yang dikecualikan dari rumus Lykke. Ini bukanlah detail kecil; ini adalah Kesepakatan yang Sangat Besar. Model Lykke sepenuhnya disibukkan dengan tujuan seseorang, caranya sendiri, kemampuannya sendiri — setengah ukuran mental yang pasti mengarah pada ahli strategi miopia yang oleh Edward Luttwak digambarkan sebagai "autisme" yang strategis.

Colin Grey, seorang ahli strategi, menegaskan salah satu prinsip perang dan strategi: "Jika Thucydides, Sun-tzu, dan Clausewitz tidak mengatakannya dalam strategi pertahanan, mungkin tidak layak dikatakan itu strategi pertahanan. Sang Jenius strategis sejati memang jarang. Untung, negara biasanya hanya membutuhkan bakat strategis. Yang terakhir ini dapat ditingkatkan dengan beberapa pendidikan formal dalam strategi yang dilakukan oleh institusi yang bertanggung jawab untuk tujuan itu; yang pertama, kemungkinan besar tidak dapat ditingkatkan, meski mungkin dijinakkan. Jika ada, mungkin saja ada bahaya bahwa pendidikan formal mungkin menumpulkan bakat jenius yang dikaruniai oleh alam dan telah diasah melalui kesempatan yang diberikan oleh pengalaman. (Lyons & Morton, 1965).

Page 26: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

25

Tematika Sejarah Ilmu Strategi

a. Thucydides

Thucydides hidup sekitar 460-400 SM adalah seorang sejarawan dan jenderal Athena. Dalam sejarah Perang Peloponnesia, Thucydides menceritakan perang pada abad kelima sebelum masehi antara Sparta dan Athena hingga tahun 411 SM. Thucydides telah dijuluki bapak "sejarah ilmiah" oleh mereka yang menerima klaimnya yang telah menerapkan standar ketidakberpihakan dan pengumpulan bukti serta analisis sebab-akibat, tanpa mengacu pada intervensi oleh para dewa, seperti yang diuraikan dalam pengantar karyanya. Dan hal itu terbukti bekerja. Dia juga telah disebut sebagai bapak teori realisme politik, yang memandang perilaku politik individu dan hasil selanjutnya dari hubungan antar negara yang pada akhirnya dimediasi oleh, dan dibangun di atas, emosi, ketakutan dan kepentingan pribadi. Karyanya masih dipelajari di universitas dan perguruan tinggi

militer di seluruh dunia. The Melian Dialogue dianggap sebagai karya

penting dari teori hubungan internasional, sedangkan Pericles

funeral oration dipelajari secara luas oleh ahli teori politik, sejarawan, dan mahasiswa klasik. Secara lebih umum, Thucydides mengembangkan pemahaman tentang sifat manusia untuk menjelaskan perilaku dalam kondisi krisis seperti wabah, pembantaian, dan perang saudara.

Para politisi yang mengilhami Thucydides menyadari kesulitan yang ditimbulkan oleh ketidakpastian masa depan di masa perang, namun mereka sangat berbeda dalam kesimpulan tentang cara terbaik untuk menanggapi. Analisis Thucydides tentang retorika pengambilan keputusan masa perang berfokus pada kemunduran budaya politik di bawah krisis nasional yang besar, serta peran kepemimpinan yang efektif dalam melawan kecenderungan ini. Dilema politik ala Thucydides adalah bagaimana memastikan musyawarah sebagai proses yang tidak akan tertawan oleh tekanan dan emosi perang, dan demagog

Page 27: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

pemimpin yang berusaha mengeksploitasi tekanan dan emosi semacam itu untuk tujuan mereka sendiri. Dengan mempelajari kegagalan dan kesuksesan masa lalu (seperti yang didokumentasikan dan dianalisis dalam sejarahnya), pengambil keputusan di masa depan dapat lebih memahami dinamika politik pengambilan keputusan masa perang dan kekuatan korosif yang terlalu sering dihasilkan oleh krisis.

Tulisan Thucydides menganalisis politik, sosial, dan dinamika moral-psikologis yang menghasilkan agresi, kekerasan, dan keinginan untuk dominasi dan balas dendam. Dalam pandangannya, hal tersebut bukan produk kodrat manusia yang tak terelakkan, melainkan disposisi yang dirancang untuk diperiksa oleh lembaga normatif. Sebaliknya, dia menggambarkan sifat manusia seperti mengamuk ketika pemeriksaan semacam itu dilemahkan. Apa yang dapat mengontrol 'sifat manusia' adalah norma dan institusi yang mempromosikan komunitas sebagai lawan dari faksi atau kepentingan individu.

Dalam Mytilenean Debate, deskripsi kebijakan Pericles menunjukkan bagaimana politisi selalu mengklaim bahwa perang ini berbeda, bahwa tantangan terbesar telah datang, yaitu di mana kelangsungan hidup bangsa dipertaruhkan. Itu adalah salah satu pelajaran paling kuat dan penting dalam sejarah. Hal itu mendefinisikan taruhan retoris dengan cara ini akan selalu memastikan kepentingan adalah hukum dan keadilan dikalahkan

oleh pertimbangan direct security.

Diodotus dan Hermocrates mencoba mendefinisikan kembali perdebatan politik saat berperang melawan emosional dan kekuatan demagog yang merendahkan kemungkinan asli wacana politik. Penggambaran Thucydides tentang dampak perang, yang 'tegas’ atas lembaga domestik menunjukkan bagaimana keuntungan langsung diperoleh dalam mengejar 'keamanan' yang lebih besar biasanya mengarah ke politik ketidakstabilan. Seperti dalam perang saudara di Corcyra atau dua kudeta oligarki di

Page 28: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

27

Athena, ketidakstabilan seperti itu mengancam keberadaan pemerintahan konstitusional dan tatanan sosial yang disokongnya (Cohen, 2006).

b. Sun Tzu

Sun Tzu (l. C. 500 SM) adalah seorang ahli strategi militer

China dan jenderal yang paling dikenal sebagai penulis karya The

Art of War, sebuah risalah tentang strategi militer (juga dikenal

sebagai The Thirteen Chapters). Slogan Sun Tzu:

Jika anda mengenal pihak lain (musuh) dan mengenal dirinya

sendiri, tidak akan dikalahkan dalam seratus pertempuran.

Jika anda tidak mengenal pihak lain (musuh) tetapi mengenal

dirinya sendiri memiliki suatu peluang yang seimbang untuk menang

atau kalah.

Jika anda tidak mengenal pihak lain (musuh) dan dirinya sendiri

cenderung kalah dalam setiap pertempuran.

Betempur dalam seratus pertempuran dan memenangkan seratus

kemenangan bukanlah suatu cerminan strategi yang paling hebat.

Kemampuan untuk mengalahkan musuh tanpa pertempuran sama

sekali adalah cerminan strategi yang paling hebat.

Sun Tzu menganjurkan kesiapan militer dalam menjaga perdamaian dan tatanan sosial. Apakah seorang individu bernama Sun-Tzu ada sama sekali telah diperdebatkan dengan cara yang sama para sarjana dan sejarawan memperdebatkan keberadaan Lao-Tzu (l. C. 500 SM), filsuf Tao yang dianggap sezaman

dengannya. Keberadaan The Art of War, bagaimanapun, memiliki pengaruh yang mendalam sejak karya tersebut dipublikasi, dengan

Page 29: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

jelas membuktikan bahwa seseorang ada untuk menghasilkan karya tersebut, dan tradisi berpendapat bahwa karya tersebut ditulis oleh seorang Sun-Tzu.

Historisitasnya tampaknya telah dikonfirmasi oleh penemuan karyanya pada tahun 1972 M, serta keturunannya yang tampak jelas, Sun Bin (w. 316 SM) yang menulis Seni Perang lainnya, di sebuah makam di Linyi (provinsi Shandong). Namun, para sarjana yang menantang historisitasnya masih mengklaim

bahwa ini tidak membuktikan apa-apa karena The Art of War sebelumnya masih dapat digubah oleh orang lain. Sun-Tzu dikatakan telah hidup, berperang, dan menyusun karyanya selama Periode Musim Semi dan Musim Gugur yang mendahului Periode Negara Berperang (c. 481-221 SM) di mana Dinasti Zhou (1046-256 SM) lengser dan negara-negara yang pernah terikat untuk ikut berperang satu sama lain berada di bawah supremasi dan kendali Cina.

Meskipun karya Sun-Tzu tampaknya telah diketahui selama Periode Negara Berperang, ajarannya tidak digunakan sampai reformasi Qin Shang Yang (wafat 338 SM) yang mungkin telah mengenal karya tersebut. Sesuai dengan visi Sun-Tzu, Shang menganjurkan perang total alih-alih mematuhi praktik kesatria di masa lalu. Reformasi Shang Yang dilaksanakan sepenuhnya oleh Raja Qin Ying Zheng dalam menaklukkan negara-negara lain antara 230-221 SM, menyatukan Tiongkok di bawah pemerintahannya sebagai Shi Huangdi dan mendirikan Dinasti Qin, dinasti kekaisaran pertama Tiongkok.

The Art of War diketahui telah digunakan oleh panglima perang Cao Cao (l. 155-220 M), salah satu jenderal yang mencoba untuk memenangkan takhta ketika Dinasti Han jatuh. Cao Cao menulis komentar tentang karya tersebut, menetapkan pentingnya pekerjaan itu pada saat itu, tetapi tidak diragukan lagi diketahui oleh para bangsawan yang terlibat dalam Perang Delapan Pangeran (291-306 M), yang masing-masing berperang satu sama

Page 30: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

29

lain menurut Ajaran Sun-Tzu. Kekalahan Cao Cao di Pertempuran Tebing Merah (208 M) menghasilkan pembagian Periode Tiga Kerajaan (220-280 M) yang mendirikan kerajaan terpisah yang semuanya dipimpin oleh mantan jenderal yang telah menggunakan karya Sun-Tzu.

Diakui secara luas sebagai dua karya terpenting strategi dan

perang, The Art of War oleh Sun Tzu dan On War oleh Carl von Clausewitz telah lama dipelajari secara terpisah, dengan asumsi bahwa tesis yang mereka ajukan pada dasarnya bertentangan. Fakta ini saja menggoda ahli strategi untuk membandingkan karya hebat ini secara keseluruhan untuk menemukan sejauh mana mereka sebenarnya kontradiktif, serupa, atau saling melengkapi. Bagaimanapun, dapat dipahami mengapa ahli strategi mungkin enggan membandingkan hal seperti itu. Tentunya hanya sedikit sarjana yang sama-sama mahir bidang sejarah, budaya, dan bahasa Cina dan Sejarah Eropa pada pergantian abad ke-19; dan bahkan jika sarjana terkemuka seperti itu ada, kecil kemungkinannya bahwa mereka akan menjadi ahli strategi profesional juga (Handel, 1991).

c. Clausewitz

Sejak berakhirnya Perang Vietnam, ide-ide yang diuraikan oleh ahli teori militer Prusia Carl von Clausewitz (1780-1831) sangat sering masuk dalam tulisan militer Amerika (doktrinal,

teoretis, dan historis). Bukunya yang berjudul On War (diterbitkan secara anumerta di Prusia sebagai Vom Kriege pada 1832), telah

diadopsi sebagai teks kunci di Naval War College pada 1976, Air War

College pada 1978, dan Army War College pada 1981. Panduan bidang

filosofis yang brilian dari Korps Marinir AS FMFM 1: Warfighting

(1989) pada dasarnya adalah penyulingan On War (dengan manuver berat yang dibumbui oleh ajaran Sun Tzu), dan Publikasi Doktrinal Korps Marinir (MCDPs, c.1997) yang lebih baru sama-sama mencerminkan banyak konsep dasar Clausewitz.

Page 31: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Akhir 1970-an hingga akhir Perang Teluk Pertama bukanlah

pertama kalinya Clausewitz menjadi mode. On War telah menjadi kitab suci banyak tentara yang bijaksana sejak Field Marshal Helmuth von Moltke dikaitkan dengan bimbingannya, kemenangannya yang menakjubkan dalam perang penyatuan Jerman (1864, 1866, 1870-71). Juga bukan pertama kalinya para prajurit Amerika dan pemikir militer tertarik dengan ide-idenya: George Patton, Albert Wedemeyer, dan terutama Dwight Eisenhower sangat tertarik dengan apa yang dia katakan.Namun, ini adalah pertama kalinya angkatan bersenjata Amerika sebagai institusi beralih ke Clausewitz. Sementara filsuf bersikeras bahwa perang "hanyalah ekspresi politik dengan cara lain," sikap tradisional tentara Amerika adalah bahwa "politik dan strategi secara radikal dan fundamental terpisah. Strategi dimulai di mana politik berakhir. Yang diminta tentara hanyalah bahwa setelah kebijakan ditetapkan, strategi dan komando harus dianggap berada dalam lingkup yang terpisah dari politik. "

Penerimaan mendadak Clausewitz setelah Vietnam tidak sulit untuk dijelaskan, karena di antara para ahli teori militer besar hanya Clausewitz yang secara serius berjuang dengan semacam dilema yang dihadapi para pemimpin militer Amerika setelah kekalahan mereka di sana. Jelaslah, dalam apa yang kemudian secara tajam disebut "perang politik", komponen politik dan militer dari upaya perang Amerika telah lepas kendali. Hal ini bertentangan dengan keinginan orang-orang militer Amerika untuk secara terbuka mengkritik para pemimpin sipil terpilih, tetapi sama sulitnya untuk menyalahkan diri mereka sendiri. Analisis Clausewitz sangat relevan:

Semakin kuat dan menginspirasi motif perang, ... semakin erat tujuan militer dan objek politik perang bertepatan, dan kemauan politik yang lebih militer dan politik tampaknya akan semakin berkurang. Di sisi lain, semakin tidak intens motifnya, semakin kecil pula kecenderungan natural elemen militer untuk melakukan kekerasan sesuai dengan arahan politik. Akibatnya,

Page 32: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

31

perang akan semakin terdesak dari arah alaminya, objek politik akan semakin berbeda dengan tujuan perang yang ideal, dan konflik tersebut akan tampak semakin bersifat politis.

Ketika orang berbicara, seperti yang sering mereka lakukan, tentang pengaruh politik yang merugikan dalam pengelolaan perang, mereka sebenarnya tidak mengatakan apa yang mereka maksud. Pertengkaran mereka harus dengan kebijakan itu sendiri, bukan dengan pengaruhnya. Jika kebijakan itu benar — yaitu, berhasil — efek apa pun yang disengaja yang ditimbulkannya terhadap pelaksanaan perang hanya akan bermanfaat. Jika memiliki efek sebaliknya, kebijakan itu sendiri salah.

Nama Clausewitz dikaitkan dengan sejumlah kategori perang yang membingungkan, misalnya, perang ideal, perang nyata, "perang untuk membuat lawan kita tidak berdaya secara militer atau politik," perang terbatas, perang total, dan perang absolut. Dari enam istilah ini, tiga istilah pertama mewakili gagasan dari teori dewasa Clausewitz. Yang keempat adalah istilah Clausewitz yang tidak pernah digunakan fokusnya pada "tujuan terbatas" sepihak mencerminkan keyakinannya yang jelas bahwa tidak mungkin menghasilkan tipologi perang yang mencakup semua pemain. Yang kelima, "perang total", sementara secara luas dikaitkan dengan Clausewitz, bukanlah ide atau istilah Clausewitz dan tidak muncul sama sekali dalam On War. Asal dan definisi sebenarnya dari 'perang total' tidak jelas, tetapi dalam arti yang paling umum, hal itu sepenuhnya bertentangan dengan pendekatannya. Perang absolut keenam, mewakili tahap awal pemikiran Clausewitz (dan merupakan leluhur dari abstraksi "perang ideal") tetapi masih dipertahankan, dengan berbagai corak makna, di bagian teks yang lebih tua. (Ini muncul hampir secara eksklusif di paruh pertama Buku VIII.)

Dalam mencari sifat fundamental dari teori dewasa Clausewitz sendiri, mungkin tempat terbaik untuk memulai adalah dengan beberapa kesalahpahaman yang paling umum dari

Page 33: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

argumennya. Kesalahpahaman seperti itu biasanya disebabkan oleh penulis yang tidak pernah membaca On War (atau hanya membaca paragraf pembuka atau mungkin ringkasan) atau yang berusaha dengan sengaja mengubah isinya. Argumen spesifik buku ini dinyatakan dengan sangat jelas dan jarang sulit untuk dipahami. Kesalahpahaman pertama ini adalah gagasan bahwa Clausewitz menganggap perang sebagai "sains". Kesalahpahaman lain (dan terkait) adalah bahwa ia menganggap perang sepenuhnya sebagai alat rasional kebijakan negara. Ide pertama sangat salah, yang kedua hanya satu sisi dari koin yang sangat penting.

Bagi Clausewitz, perang (sebagai lawan dari strategi atau taktik) bukan milik bidang seni maupun sains. Kedua istilah itu sering menandai parameter perdebatan teoritis tentang subjek, bagaimanapun, dan kritikus Clausewitz yang paling bersemangat (Jomini, Liddell Hart, awal J.F.C. Fuller) cenderung mereka yang memperlakukan perang sebagai ilmu. Seperti dikemukakan Clausewitz, objek sains adalah pengetahuan dan kepastian, sedangkan objek seni adalah kemampuan kreatif. Tentu saja, semua seni melibatkan beberapa sains (sumber matematika yang harmonis, misalnya) dan sains yang baik selalu melibatkan kreativitas. Clausewitz melihat taktik pada dasarnya bersifat ilmiah dalam karakter dan strategi sebagai suatu seni, tetapi latihan sadar dan rasional dari "strategi militer", istilah yang sangat disukai oleh para ahli teori dan sejarawan militer, adalah kejadian yang relatif langka di dunia nyata. "Ini telah menjadi keyakinan umum kami," katanya, "bahwa gagasan dalam perang pada umumnya begitu sederhana, dan terletak begitu dekat ke permukaan, sehingga manfaat penemuan mereka jarang dapat memperkuat bakat komandan yang mengadopsinya." Sebagian besar peristiwa nyata didorong oleh kekuatan seperti peluang, emosi, irasionalitas birokrasi, dan politik intra-organisasi, dan banyak sekali keputusan "strategis" yang dibuat secara tidak sadar, seringkali jauh sebelum pecahnya permusuhan. Jika ditekan,

Page 34: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

33

Clausewitz akan menempatkan pembuatan perang lebih dekat dengan domain seni, tetapi tidak ada solusi yang benar-benar memuaskan.

Itu adalah tujuan besar Clausewitz untuk menjembatani kesenjangan antara teori dan praktik. Sayangnya, karyanya sering jatuh ke celah yang ingin direntangkan, dianggap terlalu konkret dan pragmatis bagi intelektual, terlalu rumit dan ambigu bagi politisi aktif, dan terlalu halus untuk prajurit praktis. Terlalu banyak orang di semua sisi jurang telah gagal untuk menggunakan ide-ide yang mendalam dalam On War. * 85 Lebih mendasar lagi, kesenjangan mewakili dikotomi nyata antara nilai-nilai dan persepsi cendekiawan dan tentara, dengan kecurigaan yang terkadang beralasan satu sama lain. Mungkin tak terelakkan, mungkin sebagai akibat dari kegagalan yang dapat diperbaiki dalam pendidikan mereka, tentara praktis cenderung kurang memiliki pemahaman historis yang mendalam yang sangat membantu dalam menginternalisasi argumen historisis Clausewitz, memahami pendekatan dialektisnya, dan membedakan kegunaan praktis dari konsepnya.

Namun, ada banyak faktor lain yang cenderung menghalangi apresiasi kita terhadap Clausewitz. Ini berkisar dari prasangka nasional dan ego pribadi hingga masalah mendasar dari persepsi manusia. Pengalaman pribadi pembaca sangat berkaitan dengan cara dia memahami On War: Mengatakan bahwa pembaca menerima — atau bahkan memahami — hanya apa yang dapat mereka kenali sebagai pernyataan ulang dari pandangan atau pengalaman mereka sendiri hampir pasti terlalu berlebihan . Tapi tidak banyak. Buku ini seringkali bukan jendela kenyataan daripada cermin bagi pembacanya, mungkin memang begitu. Ini adalah pengalaman saya sendiri dengannya. Ketika saya pertama kali membacanya sebagai sarjana di College of William and Mary pada tahun 1974, itu adalah diskusi abstrak tentang "perang ideal" dan gagasan perang sebagai instrumen kebijakan rasional yang bagi saya tampaknya menjadi intinya. Ketika saya membacanya

Page 35: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

selama menjadi tentara, yang paling mengejutkan saya adalah diskusi tentang gesekan, kebetulan, dan faktor moral. Ketika saya kemudian bekerja murni sebagai sejarawan, itu adalah filosofi historisis Clausewitz yang memberikan kunci untuk memahami. Sebagai seorang pendidik militer dan penulis doktrin, saya menjadi fokus pada konsep operasional yang telah masuk ke dalam doktrin AS, seperti "pusat gravitasi" dan "titik puncak". Setiap kali saya membaca On War, sepertinya buku itu berbeda, tetapi hanya saya sendiri yang berubah.

Jadi, tidak mengherankan jika para penyintas perang parit tahun 1914-1918 melihat pengalaman mereka di halaman On War, seperti yang cenderung dilihat oleh para veteran Vietnam di dalamnya buku teks tentang apa yang salah dalam perang mereka. Bahwa ini seharusnya terjadi tidak akan mengejutkan Clausewitz, yang bersikeras bahwa pengalaman pribadi (atau kekurangannya) sangat penting untuk memahami fenomena perang. Perang Vietnam di barat harus belajar bagaimana gerilya bukan hanya sebagai taktis tapi strategi. Indeonesia memilia tokoh legendaris Panglima Sudirman dan AH. Nasution.

d. Perang Gerilya

Dalam sejarah Indonesia, banyak pahlawan berjuang keras untuk mengusir penjajah dengan taktik gerilya. Namun, di tangan Jenderal Sudirman dan Jenderal A.H Nasution, perang gerilya berubah menjadi strategi bela negara. Jenderal Sudirman lahir di Jawa Tengah tepatnya di Bodas, Karangjati, Purbalingga pada tanggal 24 Januari 1916. Ia mengawali pendidikannya di sebuah sekolah bernama Hollandch Inlandsche School (HIS). Jenderal Soedirman berjuang untuk bersatu dengan rakyat meski sedang sakit. Perang gerilya yang dilakukan oleh TNI di bawah komando Panglima Besar Jenderal Soedirman, seperti penyerangan Jenderal pada 1 Maret 1949 di Yogya, penyerangan 4 hari 4 malam (7 sampai

Page 36: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

35

10 Agustus 1949) di Solo dan keberhasilan lainnya di seluruh negara (Sobur,2018).

Perang gerilya ini dilakukan berdasarkan Surat Keputusan Panglima TNI Jenderal Sudirman yang dituangkan dalam Surat Perintah No. 1 / PB / D / 48 tanggal 19 Desember 1948. Jadi satuan-satuan TNI didukung oleh masyarakat. melakukan Perang Gerilya di seluruh wilayah, karena senjata dan perlengkapannya sangat terbatas, tidak ada cara lain selain menggunakan cara-cara Infanteri untuk melawan Tentara Belanda. sehingga setiap pertempuran bisa dimenangkan. Oleh karena itu, tidak berlebihan jika dikatakan bahwa 19 Desember 1948 adalah hari kebanggaan Korps Infanteri. Peristiwa sejarah ini jelas memberikan bukti kepada dunia bahwa keberadaan Tentara Nasional Indonesia masih eksis dan mampu memaksa Belanda untuk mengakui kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia, sehingga tanggal 19 Desember ditetapkan sebagai Hari Infantri. dan dirayakan setiap tahun (https://www.tni.mil.id/).

Bagi Jenderal Sudirman perjuangan kemerdekaan adalah perjuangan seluruh rakyat. Operasi penyerangan 1 Maret 1949 pagi serentak di seluruh Indonesia. Fokus penyerangan berada di ibu kota Indonesia, Yogyakarta. Pada tanggal 1 Maret 1949 pukul 06.00 WIB, sirene di seluruh kota Yogyakarta dibunyikan sebagai tanda bahwa penyerangan telah dimulai. Ketika Jenderal Sudirman bergerilya di desa-desa terpencil, penyerangan di Yogyakarta dipimpin oleh Letkol Soeharto, Ventje Sumual, Mayor Sardjono, Mayor Kusno. Perang gerilya merupakan respon dari Agresi Militer Belanda II. Kota Yogyakarta menjadi sasaran utama serangan yang dilakukan oleh Belanda. Saat itu Yagyakarta menjadi ibu kota Indonesia setelah Jakarta dikuasai Belanda. Belanda kembali ke Indonesia, khususnya di Jawa pada 14 Desember 1948. Kedatangan Belanda itu untuk melumpuhkan dan menghancurkan moral militer Indonesia. Berbagai serangan dilakukan oleh pasukan Belanda.

Page 37: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Di Yogyakarta diluncurkan di Pangkalan Udara Maguwo, kemudian dilanjutkan dengan serangan darat. Pada 19 Desember 1948, Yogyakarta berhasil dilumpuhkan dan dikuasai oleh pasukan Belanda. Presiden Soekarno, Wakil Presiden Moh. Hatta dan beberapa pejabat Indonesia ditangkap oleh Belanda. Presiden Soekarno diterbangkan ke Prapat sebelum akhirnya dipindahkan ke Bangka. Sedangkan Wakil Presiden Moh. Hatta juga diterbangkan ke Bangka. Pada 22 Desember 1948, Jenderal Soedirman meninggalkan Yogyakarta untuk bergerilya. Mereka berjalan cukup jauh dengan melintasi sungai, gunung, lembah, dan hutan. Para pejuang juga melakukan penyerangan ke pos-pos yang dijaga Belanda. Gerilya oleh pasukan Indonesia merupakan strategi perang untuk memecah konsentrasi pasukan Belanda. Kondisi ini membuat pasukan Belanda kewalahan. Apalagi penyerangan dilakukan secara tiba-tiba dan cepat. Pasukan Indonesia pun berani memasuki kota untuk menyerang dan merebut kembali kendali atas Yogyakarta dari kendali Belanda. Adanya taktik tersebut membuat TNI dan rakyat yang bersatu kemudian berhasil menguasai situasi dan medan pertempuran.

Selain Jenderal Soedirman, ada pahlawan lain yang terkenal dalam perang gerilya: Jenderal TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution. Ia lahir 3 Desember 1918 di Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara (dahulu Tapanuli Selatan). Ayahnya bernama H Abdul Halim Nasution dan ibunya Hj Zaharah Lubis. Karir militernya dimulai pada tahun 1940, ketika Belanda membuka sekolah perwira cadangan bagi pemuda Indonesia. Dua tahun kemudian, ia mengalami pertempuran pertamanya melawan Jepang di Surabaya. Setelah kekalahan Jepang dalam Perang Dunia II, Nasution bersama dengan mantan PETA muda mendirikan Badan Keamanan Rakyat. Kemudian pada Mei 1946 diangkat oleh Presiden Soekarno sebagai Panglima Divisi Siliwangi. Pada Februari 1948, ia menjadi Wakil Panglima TNI (nomor dua setelah Jenderal Sudirman). Sebulan kemudian dia diangkat menjadi

Page 38: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

37

Kepala Staf Operasi Mabes TNI. Pada akhir tahun 1949, ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat.

Sebagai tokoh militer, AH Nasution adalah pendiri perang gerilya. Ide briliannya tentang perang gerilya tertuang dalam bukunya yang berjudul "Prinsip-Prinsip Gerilya". Perang Gerilya Adalah Perang Rakyat Semesta. “Seperti prediksi Nasution, di masa depan (seperti di masa lalu). kita masih bisa mengandalkan perlindungan dan integritas negara ini sebagai bagian dari strategi gerilya. Dimana syarat utama untuk sukses adalah solidaritas dan rasa saling percaya antara militer dan rakyat.

Selain diterjemahkan ke dalam berbagai bahasa asing dengan judul "Fundamentals of Guerrilla Warfare", buku ini telah menjadi buku wajib bagi akademi militer di sejumlah negara. Termasuk Akademi Militer Elit Dunia, West Point, AS. "Istilah gerilya ini dari dari bahasa Spanyol secara harfiah berarti "perang kecil". Kekuatan tanpa kendali yang melawan dominasi namun ditangan militer Indonesia menjadi sebuah sistem pertahanan. Diyakini bahwa taktik ini pertama kali diperkenalkan oleh ahli militer Tiongkok Sun Tzu, yang hidup sekitar 2.000 tahun yang lalu. (Rusman, 2019).

Kebijakan Strategis

Kunci Strategi : Ends-Ways-Means. Sasaran strategis bersumber dari kebijakan nasional dan pertimbangan rinci tentang “kepentingan nasional” berdasarkan kategori dan intensitas dengan latar belakang masalah, tren dan tantangan (ancaman dan peluang) yang mempengaruhi kepentingan tersebut. Berdasarkan tujuan ini, ahli strategi kemudian mempertimbangkan konsep alternatif dan tindakan untuk penggunaan elemen nasional power. Perhatikan keunggulan tujuan, strategi harus didorong oleh tujuan, bukan berdasarkan sumber daya, untuk memastikan peluang maksimal untuk

Page 39: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

mencapai tujuan akhir. Mendefinisikan tujuan merupakan langkah penting pertama dalam perumusan proses pembentukan strategi. Jika tujuannya terlalu kabur atau kurang dipahami, tidak ada sumber daya atau pertimbangan cermat tentang cara menggunakan sumber daya tersebut yang akan memastikan keberhasilan. Di sisi lain, mendefinisikan tujuan yang terlalu sempit dapat membatasi cara dan / atau sarana yang tersedia. Akhirnya, pemahaman tentang tujuannya sangat penting untuk menentukan keberhasilan atau kegagalan strategi tertentu. Hubungan antara: Tujuan Nasional, Kepentingan Nasional, Sasaran Pembangunan, Keamanan Nasional dan Kekuatan nasional dalam Waktu

Gambar 2 : Eksistensi Negara, ditentukan: Tujuan Nasional, Kekuatan

Nasional , Kepentingan Nasional, dan Keamanan Nasional

Page 40: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

39

Tujuan Nasional dan Sasaran Pembangunan

Rencana pembangunan nasional mengidentifikasi dua paradigma yang saling bersaing yang menginformasikan pemahaman dan praktik. Yang pertama, teori rasionalitas linier, merupakan paradigma perencanaan klasik yang melihat perencanaan sebagai 'yang terorganisir, sadar dan berkelanjutan mencoba untuk memilih alternatif terbaik yang tersedia untuk mencapai yang tujuan spesifik '(Waterston, 1965, hlm. 26). Kedua, disebut model komprehensif rasional, dimana perencanaan pembangunan nasional dipandang sebagai ilmu rasional, rencana menjadi dokumen cetak biru yang diinformasikan oleh sains dan didorong dari atas oleh para ahli yang netral (dalam cabinet biasanya disebut teknokrat) dengan akses ke semua data yang diperlukan dan kapasitas analitis yang hampir tak terbatas. Dalam bentuknya yang disederhanakan itu melibatkan proses di mana para teknokrat 'mensurvei berbagai hal sebagaimana adanya, mengamati apa yang perlu, mempelajari sarana yang harus disiapkan, dan kemudian bekerjalah cara praktis untuk melakukannya '(Waterston, 2006, p. 430).

Membingkai pembangunan nasional sebagai 'masalah' yang secara teoritis dan empiris dapat dipahami oleh para ahli sehingga menghasilkan hasil intervensi publik dapat diprediksi dan kebijakan yang optimal diidentifikasi. Oleh karena itu, rencana mengejar perkembangan yang disepakati dan ditentukan sasaran dengan cara yang paling efisien secara teknis - yang meminimalkan biaya dan risiko dan yang memaksimalkan manfaat dan peluang. Untuk mencapai hasil optimal, pendekatan top-down dilakukan politisi, birokrasi, elit intelektual dan profesional mana yang menerapkan teknik terbaik (seperti pemodelan linier, pemodelan input-output, biaya-manfaat analisis dan analisis jalur kritis) ke data terbaik yang tersedia. Semua ini memungkinkan mereka untuk mengidentifikasi kebijakan dan tindakan yang optimal sehingga tujuan pembangunan dari tingkat pertumbuhan ekonomi hingga pembangunan manusia dapat dicapai.

Page 41: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Tujuan Nasional Indonesia termuat dalam Konstitusi UUD 45 dan Sasaran Pembangunan merupkan wujud visi pemimpin dalam suatu masa tertentu. Dalam konstitusi UUD 1945 tujun pembangunan nasional adalah; Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mecerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.

Sejak reformasi 1997 arah politik Indonesia merespon gerakan nasional dengan Undang-undang Otonomi Daerah, namun seiring waktu wewenang tersebut banyak disahgunakan dengan suatu bukti banyak Kepala Daerah tersangkut dengan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Revisi Undang-undang Otonomi Daerah seiring dengan Revisi Undang-undang KPK terlihat persoalan tersebut sudah mulai dapat teratasi sehingga dengan prinsip “good governance” pemerintahan di daerah dapat dikelola dengan baik.

Stufentheorie menjelaskan perencanaan pembangunan daerah dalam pengaturan perencanaan pembangunan daerah tidak boleh bertentangan dengan pengaturan perencanaan pembangunan nasional. Regulasi yang dibangun harus menciptakan keharmonisan dengan pemerintah pusat walau berbeda haluan politiknya. pelaksanaan asas desentralisasi dalam wujud otonomi daerah penting direspon dan terapkan dalam asas otonomi daerah. Asas hukum lex superiori derogat legi inferiori yang diterapkan dalam perencanaan pembangunan nasional akan melahirkan otoritarian model baru. Implikasinya pada pertahanan negara adalah ketidak berdayaan rakyat dalam melakukan kreativitas dan melemahkan semngat pembanguan. Kekuatan rakyat adalah kekuatan negara.

Page 42: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

41

Kekuatan Nasional

Kekuatan Nasional adalah kemampuan atau kapabilitas suatu bangsa untuk mengamankan maksud dan tujuan kepentingan nasionalnya dalam hubungannya dengan bangsa lain. Ini melibatkan kapasitas untuk menggunakan kekuatan dengan melihat ancaman penggunaan kekuatan atau pengaruh atas orang lain untuk mengamankan tujuan kepentingan nasional. Kekuatan Nasional bisa kita pahami dengan terlebih dahulu menganalisis makna dan sifat kekuasaan itu sendiri.

Kekuasaan atau Power dalam konteks hubungan antara manusaia berbeda dalam berbagai disiplin ilmu. Disiplin social mendefinisikannya sebagai penggunaan kekuatan sedangkan banyak yang lain menjelaskannya sebagai kemampuan untuk mengamankan tujuan yang diinginkan. Dari segi filsafat, Michael Foucoult mengkonseptualisasikan kekuasaan sebagai dominasi dalam menangani masalah publik. Manajemen kelas adalah kumpulan ide teoritis, strategi dan teknik yang digunakan untuk pemeliharaan tatanan kelas (sekolah) atau "keseimbangan kelembagaan".

Walaupun teori Foucoult agak menggelikan karena menggelitik bahkan menganggu di dalam pembangunan dan pengendalian kelas elit. Kami berpendapat bahwa kekuasaan dan wacana adalah konstruksi yang saling terkait yang digunakan penganut Taylorisme, Fordisme, dan dominasi birokrasi dalam pengaturan kelas instruktur. Kontrol merupakan elemen penting dalam manajemen organisasi mana pun. Agar organisasi seperti lembaga pendidikan, universitas, sekolah berfungsi secara efektif dan efisien dalam memantau pencapaian dan tujuan suatu negara, harus ada system kontrol harus diadopsi. Di jantung birokrasi adalah empat mekanisme utama yaitu otoritas, kekuasaan, persuasi, dan pertukaran. Apa bila struktuk kontrok dan kekuasaan maka kekuatan nasional mampu dioptimalkan.

Page 43: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Dalam mengukur kekuatan nasional suatu negara dapat dilihat dari kemampuan ekonomi, kekuatan militer, stabilitas dan kompetensi politik, ukuran dan populasi wilayah, dan ketersediaan sumber daya (Waltz, 1979). Henderson membagi tolak ukur kekuatan nasional menjadi tiga faktor, yaitu faktor geografis, faktor ekonomi, dan faktor politik. Faktor geografis meliputi sumber daya, populasi, dan wilayah negara. Hans J.

Morgenthau, Politics Among Nation Elements of National Power ; Geografi.

Sumber alam yang mencakup makanan dan bahan baku.

Kapasitas industri.

Kesiapsiagaan militer: teknologi kepemimpinan, kualitas dan kuantitas angkatan perang.

Penduduk.

Karakter nasional.

Semangat nasional.

Kualitas diplomasi.

Kualitas pemerintahan. 3. Manajemen Pertahanan

Lingkungan selalu berkembang, perlu menjaga keseimbangan baru antara tugas militer dan sarana yang tersedia untuk menciptakan pembiayaan militer yang terjangkau dengan ruang yang cukup untuk operasi dan investasi modal. Persoalannya bagaimana mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan dengan cara yang efisien dan dalam lingkungan masyarakat demokrasi.

Misi Manajemen Pertahanan: sumber daya yang semakin terbatas dan persyaratan strategis yang berubah, sisi lain kebutuhan yang semakin besar untuk mendapatkan manfaat maksimal dari anggaran yang dihabiskan untuk pertahanan. Apa yang dileola oleh negara? Hafeznia (2006) menjelaskan tiga hal:

Page 44: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

43

Gambaran 3 : hubungan strategi pertahanan dan manajemen pertahanan.

Strategi bicara mengenai penggunaan menyangkut esensi tujuan, sarana yang bisa digunakan dan cara-cara siapa berbuat apa, sedangkan bagaimana mengelolanya disini tugas manajemen. Untuk itu pengelolaan penting sebagaimana hanynya juga penggunaan juga. Penggunaan yang tepat dan dikelolala dengan tepat itu lah manajemen strategis. Sedangkan yang mengelolaan dimaksud dalam konteks kepentingan negara maka disini esensi manajemen pertahanan.

Ontologi Studi Manajemen Pertahanan terkait dengan realitas politik, administratif, dan budaya negara. Bagaimana mengelola apa-apa yang dikola negara itulah ontologinya. Perbedaan aliran politik negara komunis dengan liberal tergantung pendekatannya. Kumunis hampir semua urusan dikelola negara karena pendekatannya kepada kepentingan kebersamaan komunal, sedangkan liberal penghormatan dan tanggungjawaban hak privat dan kreasi personal lebih

Page 45: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

diutamakan, dan sosialis agak memilih jalan tengah. Indonesia negara Pancasila didirikan oleh founding fathers atas dasar gotong ronyong, keharmonisan dan mencari jalan tengah keduanya

Perbedaan suatau negara: sistem politik, organisasi negara, dan jenis lembaga pertahanan yang berbeda dipengaruhi perkembangan sejarah suatu negara, budaya, kematangan ekonomi dan sosial, serta lingkungan strategis. Pertahanan Negara bagi suatu bangsa yang berdaulat merupakan suatu cara untuk menjaga, melindungi, dan mempertahankan keutuhan, persatuan dan kesatuan, serta kedaulatan bangsa terhadap segala bentuk Ancaman. Bangsa Indonesia memiliki cara sendiri untuk membangun sistem Pertahanan Negaranya, yaitu sistem pertahanan yang bersifat semesta dengan melibatkan seluruh Warga Negara, wilayah, dan Sumber Daya Nasional lainnya, yang dipersiapkan secara dini oleh Pemerintah dan diselenggarakan secara total, terpadu, terarah, dan berkelanjutan untuk menegakkan kedaulatan negara, keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala Ancaman.

Orientasi kepada para pembuat kebijakan yang ingin mempelajari bagaimana sebuah lembaga pertahanan dapat dikembangkan sebagai pilar keamanan nasional dan internasional yang efektif dan demokratis, menghasilkan pertahanan yang memadai dengan biaya yang dapat diterima secara sosial. bagaimana lembaga pertahanan dijalankan - 'pemerintahan,' 'pengarahan politik,' 'pemerintahan,' manajemen, '' administrasi publik, '' kepemimpinan strategis, '' komando dan kendali.

Ada beberapa catatan masalah manajemen di depertemen pengelola pertahanan:

Page 46: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

45

• Kurangnya mekanisme internal untuk menemukan keseimbangan antara prioritas anggota senior militer dan kementerian pertahanan dominan sipil beberapa negara

• Satu sumber keahlian, Jendrearal Senior, vs Professor. Perbedaan antara keahlian sipil dan militer, wasitnya adalah menteri pertahanan.

• Kapasitas terbatas dari kontrol sipil yang efektif ( hanya menteri yang secara pribadi memiliki kendali )

• Markas Besar kadang terlalu padat dan banyak duplikasi struktur dan fungsi

• Ketidakmungkinan menerapkan metode dan teknik manajemen modern

4. Teknologi Pertahanan

Defenisi Teknologi secara umum dapat diartikan cabang ilmu yang berhubungan dengan penciptaan dan penggunaan alat-alat teknis dan keterkaitannya dengan kehidupan, masyarakat, dan lingkungan, yang bersumber pada mata pelajaran fisika, kimia biologi, industri, teknik, ilmu terapan, dan ilmu murni lainnya (https://www.dictionary.com/ browse/technology). Sedangkan Pertahanan dimaksudkan pertahanan negara, atau melindungi negara. Dengan Demikian Teknologi Pertahanan merupakan benda ciptaan dan atau penggunaan alat teknis untuk melindungi negara.

Legendaris Nabi Daud melawan Prajurit Raksasa Goliet barangkali bisa membuka pemahaman awal apa dimaksud dengan Teknologi Pertahanan. Daud pada awalnya hanya seorang prajurit berbadan kecil sederhana merupakan pasukan yang diutus oleh Raja Saul (Israel) bertempur melawan Goliat

Page 47: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Prajurit andalan kerajaan (Falestina). Pada saat itu Daud hanya menggunakan teknologi senjata mangonel atau manjani (ketapel lempar) untuk melempatkan batu. Batu, hanya benda alamia kecil tidak sebanding dengan pedang Goliet yang dibuat secara teknologi khusus saat itu. Teknologi sederhanya digunakan oleh ahlinya untuk menghancurkan sasaran yang tepat yaitu kepala Goliat. Goliet walau tidak mati dengan teknologi manongel, tapi Goliat terjatuh dan akhirnya Goliet dengan mudan dipenggal sampai mati, dan pembunuhan juga menggunakan senjata Goliat sendiri.

Cerita secara sederhana ini secara filosofis dapat menggambarakan; a. aspek ontologi, bahwa masalah utama pertempuran masalah; power, kekuatan lebih, tenaga, energi. Untuk itu dunia sampai sekarang bertarung merebut energi, seperti minyak, batu bara, gas dan sebagainya. Kemudian kalau dilihat aspek epistemologi mempertanyakan sumber tenaga atau kemampuan lawan adalah rahasia, tidak dapat diketahui pasti, atau proses mendapatkannya rahasia, barangkali bisa mata menipu tak mampu memastikan. Untuk dalam hal ini politik, hokum dan ekonomi menjadi alat transaksi proses transfer enegri dan kapabilitas terjadi. Sedangkan aspek axiologi: manfaat memenangkan pertarungan sangat penting, perang ditentukan oleh sejata bukan hanya apa yang dimiliki, tapi akan bernilai tinggi apa bila bisa menggunakannya. Untuk itu pendidikan dan pelatihan penggunaan teknologi terus dibutuhkan.

Teknologi berkembang setiap zaman. Dalam perkembangannya, dapat digambarkan dalam gelombang perang dan teknologi pertahanan yang mewarnainya:

Generasi pertama ditandai dengan kekuatan massa

bersenjata dan berseragam yang dikola oleh negara, pendapat

ini merujuk era Napoleon. Teknologi pertahanan di sini

energi yang digunakan mesiu ditemukan, sebagai pelontar

Page 48: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

47

peluru. Mesiu merupakan bahan peledak yang terbuat dari campuran belerang, arang, dan kalium nitrat, yang membakar sangat cepat dan bahan pendorong pada senjata api. Teknologi persenjataan laras panjang menjadi popular mengalahkan mangonel nabi Daud, atau ketapel, panah dan sebagainya.

Menurut Tonio Andrade (2013) dalam peradaban kuno Dinasti Ming yang paling tepat sebagai pengguna mesiu pertama di dunia. Senjata dan bubuk mesiu dengan cepat menyebar ke luar China, dan dikhususkan untuk mengeksplorasi efeknya, dan masalah lainnya modernisasi dan inovasi militer - dalam sejarah dunia. Tetangga terdekat China terpaksa beradaptasi dengan teknologi baku tembak dengan cepat yaitu Vietnam dan Indonesia bagian lain Asia Tenggara. Kemudian diadopsi oleh tetangga timur laut Cina, Korea dan Jepang.

Generasi kedua ditandai dengan kekuatan senjata yang

mampu melakukan manuver dan teknologi pengahancur

masa, hal ini merujuk pada perang dunia pertama. Teknologi

selama Perang Dunia I (1914-1918) mencerminkan kecenderungan industrialisme dan penerapan metode produksi massal pada senjata dan teknologi peperangan secara umum. Tren ini dimulai banyak konflik kecil di mana tentara dan ahli strategi menguji senjata baru.

Senjata improvisasi Inggris termasuk jenis yang distandarisasi dan ditingkatkan selama periode sebelumnya. Senjata laras panjang dikembangakan benggunaannya dan bersama dengan beberapa jenis yang baru dikembangkan menggunakan teknologi inovatif dan sejumlah senjata improvisasi yang digunakan dalam perang gelirilya. Teknologi

Page 49: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

militer pada masa itu termasuk inovasi penting dalam senapan mesin, granat dan artileri ringan.

Generasi ketiga ditandai dengan senjata yang mampu

melakukan maneuver atau istilah Jerman „blitzkrieg‟ dan

ditandai dengan penghancur masa luar biasa, kekuatan tank

Jerman di Eropa daratan paling ditakuti. Amerika berinisiatif

berdasarkan temuan warga geniusnya Alber Einstein untuk

membuat bom atom yang mengantarkan Amerika sebagai

pemenang pada perang dunia kedua.

Peran utama senjata nuklir bagi Amerika saat ini adalah untuk mencegah musuh potensial menyerang Amerika Serikat, sekutu kita, atau kepentingan vital mereka di seluruh dunia. Rusia memiliki kekuatan nuklir strategis dan taktis yang sangat besar. China secara aktif memodernisasi persenjataan nuklirnya. India dan Pakistan telah secara dramatis mendemonstrasikan kemampuan negara-negara teknologi tingkat menengah untuk mengembangkan atau memperoleh senjata nuklir. Ada kekhawatiran besar tentang perkembangan senjata nuklir di masa depan di antara negara-negara seperti Korea Utara, Irak, dan Iran.

Generasi keempat ditandai dengan peran kelompok

agama, ideologi, suku dengan taktik teror, insujensi

(pemberontakan), preman/gang dalam menggugat kedulatan

negara memproduksi hukum. Banyak perang kecil, oleh pemberontakan dan teroris. Kegiatan revolusional tidak teratur dan asimetris sedang berlangsung di seluruh dunia saat ini. Dalam konflik ini, ada banyak hal yang bisa dipelajari oleh siapa pun yang memiliki tanggung jawab menangani, menganalisis, atau melaporkan ancaman keamanan nasional yang ditimbulkan oleh aktor negara dan non-negara. Negara melemahnya dan stabilitas nasional dan keamanan terancam. Kedaulatan dapat secara tidak langsung dan langsung

Page 50: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

49

berkontribusi pada ketidakamanan pribadi dan kolektif, perubahan politik radikal, dan kemungkinan mengantarkan kegagalan negara. Kasus-kasus ini juga signifikan di luar keunikannya. Tujuan politik bersama dalam setiap kasus yang berbeda adalah dengan satu cara atau cara lain untuk mengontrol pemerintah, dan / atau memaksa perubahan radikal dalam sistem politik-sosial-ekonomi yang terpisah. Ini mendefinisikan perang serta pemberontakan, dan menggeser tantangan keamanan global yang asimetris dari abstrak menjadi nyata (Manwaring, 2011).

Generasi kelima1 ada yang bendapat ditandai dengan

kekuatan negara dalam mengelola kekuatan non negara untuk

kepentingan negaranya. Aktor non-negara seringkali

memainkan peran penting dalam penyediaan keadilan dan

keamanan layanan di banyak negara rapuh dan (pasca-)

konflik dunia. Dengan maksud untuk meningkatkan

efektivitas mereka, para donor berusaha untuk mendukung

pembangunan keadilan dan keamanan di dalam negara sering

mencari cara untuk memasukkannya ke dalam program

mereka. Namun, aktor non-negara juga dapat merugikan

keamanan dan keadilan misalnya ketika mereka menjadi

bagian dari kejahatan terorganisir, mendukung mereka juga

melibatkan risiko yang sangat besar.Secara normatif, penting

agar relasi kekuasaan antara aktor negara dan aktor non-

1 Ehrenfeld, Rachel and Alyssa A. Lappen, The Fifth Generation Warfare (5GW) Syariáh Financing and the Coming Ummah, Jounal Nativ, 124, 2008, dan lijhat juga; 2015 Air and Space Conference: 5th Generation Warfare: The Commander of U.S. Air Forces in Europe and Commander of U.S. Air Forces in Africa, General Frank Gorenc; The Commander of Pacific Air Forces,.Gen. Hawk Carlisle, Commander Air Combat Command, speaks at the 2015 Air and Space Conference at the National Harbor, MD. The Air Force Associations

Page 51: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

negara mencapai titik ekuilibrium. Pasar uang dan saham

menjadi salah satu sarasan, kekuatan negara ditandai

kemampuan mengelola ekonomi makro. Kondisi tersebut

dapat berupa potensi pertumbuhan PDB, tingkat

pengangguran, inflasi dan sebagainya.

Dengan masa depan yang dibentuk oleh pandemi COVID-19 dan tanggapan manusia terhadapnya, wawasan kritis lebih banyak dari sebelumnya. Bahkan sebelum pandemi, kemajuan menuju Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, sebagai upaya pemulihkan lebih baik: ekonomi dan sosial. Perubahan dunia Pasca-Covid-19 tidak mungkin kembali ke normal awal, apa bila terbukti Covid-19 sebagai senjata maka para pihak yang kalah akan memungkin mencari senjata yang lebih silen dan dahsat dalam bentuk lain.

Dalam perspektif perkembangan sejarah perkembangan militer, perang dan pertahanan memberikan penguatan argumentasi terhadap keniscayaan kehadiran ilmu pertahanan sebagai bagian perkembanan keilmuan dari ilmu militer dan ilmu perang. Perkembangan sejarah militer sejak zaman klasik hingga abad ke-20 merfleksikan dua revolusi besar militer pertama pada abad ke-16 dan revolusi besar milter kedua pada abad ke-19 dan ke-20, yaitu masingmasing berkembangan teknologi militer secara signifikan. Perkembangan dari revolusi militer ke RMA berkembang seiring dengan dunia memasuki abad ke-21, merefleksikan perkembangan TI hingga perang informasi yang dampak dan implikasinya mendorong terjadinya transformasi pertahanan. Terdapat keterkaitan yang erat antara ilmu militer, ilmu perang, dan ilmu pertahanan

Page 52: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

51

5. Keamanan Nasional

Keamanan adalah kepentingan kebijakan aktor atau kelompok tertentu, yang memiliki kekuatan militer terkait dengan masalah penting dalam politik seperti; negara, otoritas, legitimasi, politik dan kedaulatan. (Buzan, p.9). Ada 4 pertanyaan dasar masalah keamanan: 1. Apakah akan mengistimewakan negara sebagai instrument objek. 2.apakah akan memasukkan ancaman internal maupun eksternal.3. Apakah akan memperluas keamanan di luar sektor militer dan penggunaan kekuatan. 4. Apakah melihat keamanan sebagai hal yang terkait erat dinamika ancaman, bahaya dan urgensi.

Jawab atas pertanyaan tersebut sangat tergantung pada paradigma yang digunakan dan kondisi yang dihadapi. Paradigma yang dimaksud; Kontruktivisme; a) Konstruktivisme Konvensional dan Konstruktivisme Kritis - Studi Keamanan Kritis - mirip dengan Riset Perdamaian dalam normatif tujuan, terutama mengenai penekanan pada keamanan manusia atas keamanan negara, Studi Keamanan Feminis Keamanan Manusia, Penelitian Perdamaian, Studi Keamanan Poststrukturalis, Studi Strategis dan (Neo) Realisme. Kondisi yang dihadapi dalam kondisi tertib dan aman dimana aturan dalam kendali pemerintahan sipil, namun kalau sipil tidak mampu melaksanakan dengan wewenang dan hukum administratif sifatnya, maka ketertiban telah terganggu maka negara terpaksa menggunakan kekuatan represif ditangan Kepolisian untuk menegakan hukum pidana, jaksa, hakim, pengacara kan bekerja menegakan keadilan. Sejauh mana efektifnya sebuah tergantung aturan, apakah aturan sesuai dengan prinsif hukum yang hidup, karena dan apabila aturan tidak atas dasar hukum yang hidup maka proses erosi kekuasaan terjadi. Kemiliter akan bertindak apabila permintaan kepolisian meminta atau kepala negara dalam menegakan kedaulatan negara.

Page 53: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Keamanan adalah jenis politik tertentu yang dapat diterapkan pada berbagai masalah. Menjawab tuduhan tradisionalis bahwa model ini membuat subjek menjadi tidak koheren, mereka menawarkan metode operasional konstruktivis untuk membedakan proses sekuritisasi dari proses politisasi. Ken Booth dan memiliki dua akar pemikiran, yaitu radical interpretation dan critical theory. Pemikiran Horkheimer, Adorno, ataupun Habermas, yang lebih dikenal dengan Frankfurt School, Gramsci, Marx dan para pemikir critical theory dalam kajian hubungan internasional.

Gagasan 'globalisasi' bahwa International Relation yang terbaik dapat melakukan konseptualisasi tatanan keamanan pasca-Perang Dingin. Analisis neorealis, Teori Politik Internasional: Politik nasional adalah ranah otoritas, administrasi, dan hukum. Politik internasional adalah wilayah kekuasaan, perjuangan, dan akomodasi.

Security Cosmopolitanism' diterbitkan pada tahun 2013 dengan harapan bisa terjadi merangsang dialog antara studi keamanan tradisional dan kritis seputar suatu yang mendesak masalah: globalisasi ketidakamanan yang dihadapi oleh komunitas dan ekosistem manusia, bersama dengan kegagalan nyata negara dan struktur keamanan kolektif untuk mencegah atau mengatasinya.

Masalah penetapan tanggung jawab Masalah Keamanan Global untuk proses sistemik dan anonim dan dari mewakili komunitas manusia dan non-manusia yang menjadi perhatian melalui abstraksi, dan hubungan kekuasaan, organisasi dan kebijakan internasional.(Burke, 2015) Dua aliran pemikiran sekarang ada dalam studi keamanan: tradisionalis ingin membatasi subjek pada masalah politik-militer; sedangkan pelebar ingin memperluasnya ke sektor ekonomi, sosial, dan lingkungan. (Buzan)

Page 54: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

53

Menurut Paris ( 2001) matrik Studi Kemanan dapat digambarkan;

Militer Non Militer/ Militer

Negara Keamanan Nasional Pendekatan Konvensional Realis

Keamanan Kritis Ekonomi, Lingkungan

Kelompok Sosial/Etnis Individu

Keamanan Dalam Negeri Perang Sipil, Konflik etnis

Keamanan Manusia Ancaman Lingkungan dan Ekonomi

Gambar 4: Matrik Studi Keamanan.

Tiap-tiap negara memiliki konsep keamanan nasionalnya, hal ini dipengaruhi oleh kelahiran dan pekembagan negaratersebut. Secara sederhanya Buzan menggambarkan dalam 3 type:

Pertama adalah the primal nation-state ( negara-bangsa primal, Jepang mungkin adalah contoh terkuat. Di sini bangsa mendahului negara. dan memainkan sebuah peran utama dalam melahirkannya. Tujuan negara adalah untuk melindungi dan ekspresikan bangsa dan ikatan antara keduanya dalam dan mendalam. Bangsa memberikan negara dengan identitas yang kuat arena internasional. dan dasar yang kuat dari legitimasi domestik cukup kuat untuk menahan pergolakan revolusio

Model kedua disebut state-nation (negara-bangsa). Sejak negara memainkan peran penting dalam menciptakan bangsa daripada sebaliknya. Modelnya top-down bukan bottom-up, populasi sebagian besar telah ditransplantasikan dari tempat lain untuk mengisi tempat yang kosong. Demikianlah Amerika Serikat, Australia dan banyak negara Amerika Latin menyediakan model terbaik

Page 55: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Model ketiga adalah pan-nation-state. Di sinilah letak bangsa dibagi di antara dua atau lebih negara bagian dan dari mana populasinya setiap negara bagian sebagian besar terdiri dari orang-orang dari bangsa itu. Jadi, Korea. Cina, dan sampai tahun 973 bangsa-bangsa Vietnam terbagi menjadi dua negara, sementara bangsa Jerman terbagi menjadi tiga di sini beberapa orang mungkin berpendapat bahwa Austria, seperti Denmark dan Belanda.

Berbeda dengan di Indonesia, walaupun barangkali dapat dimasukan dalam model kedua. Partisipasi TNI/kemiliteran dalam politik negara sejak reformasi telah hilang, perwakilatan TNI/militer di lembaga legislatif telah dihapus. Lebih lanjut militer secara yuridis bertugas menegakan kedaulatan. Dalam konteks ini kemiliteran kosentarasi masalah kedaulatan, namun dalam prakteknya fokus pada pertahanan kewilayahan, dimana angkatan udara urusan udara, angkatan laut urusan kedaulatan di laut dan angkatan darat urusan batas wilayah darat. Tidak boleh sejengkal tanahpun akan bisa diambil oleh negara manapun, dan NKRI adalah harga mati. Pertahanan wilayah penting karena sebagai bagian dari persoalan kedaulatan, dalam prakteknya kemiliteran pada persoalan kedaulatan lebih khusus pada kekuasaan bersifat

hard power dan identitas/simbol negara.

Memamahi elemen kedaulatan negara saat ini lebih dari batas mempertahankan wilayah. Memang negara harus memiliki basis fisik dari populasi dan wilayah; mereka pasti memiliki semacam lembaga pemerintahan yang mengontrol basis fisik; dan disana ada gagasan tentang negara yang menetapkan otoritasnya di pikiran rakyatnya. Kedaulatan menyediakan elemen penting yang membagi negara dari semua unit sosial lainnya dan banyak argumen tentang ukuran sebelumnya bergantung pada menyediakan kemampuan yang memadai untuk melaksanakan kedaulatan. Kedaulatan, secara sederhana berarti pemerintahan sendiri. Itu membutuhkan penyangkalan otoritas politik yang lebih tinggi dan klaim oleh otoritas negara tertinggi dalam

Page 56: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

55

pengambilan keputusan baik di dalam wilayahnya maupun di atasnya warga.

Kedaulatan bisa dibagi seperti dalam kasus negara-negara bagian otonom yang mengklaimnya hanya atas pasangan-pasangan domestik mereka, tetapi tanda dari negara yang sebenarnya adalah ia mengklaim kedaulatan tak terbagi dalam semua urusan kehidupan dunia. Kedaulatan dibagi di antara negara-negara, tetapi tidak di dalam mereka. Klaim atas kedaulatan menjadikan negara sebagai bentuk unit sosial tertinggi dan menjelaskan sentralitasnya pada analisis politik.

Pendekatan Copenhagen School, pengembangan lebih luas dari konsep keamanan oleh Buzan, Waever dan de Wilde (1998: 21) terkait dengan analisis sektoral keamanan (sectoral analysis security) dan konsep sekuritisasi (concept of securitization). Menurut Buzan, Waever dan de Wilde (1998: 23-24) secara teori, setiap isu yang berkembang di ruang publik dapat ditempatkan dalam spektrum non politisisasi. Artinya tidak terkait dengan keamanan negara dan dengan demikian tidak memerlukan debat publik dan kebijakan publik. menjadi terpolitisasi ketika memasuki ruang debat publik yang membutuhkan keputusan negara/pemerintah dan pengalokasian sumber daya pemerintah dalam menyelesasikan isu keamanan tersebut.

Dengan demikian pada prinsipnya konsep Keamanan Nasional interdisipliner perspektif militer, kepolisian dan sipil dapat digambarakan;

Page 57: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Gambar 5: Konsep Keamanan Nasional disesuaikan dengan konsep Buzan (2009). Amerika Serikat meletakan Badan Keamanan Nasional suatu lembaga khusus dengan tugas pokok;

1. Memberikan informasi dan nasihat kebijakan kepada Presiden 2. Mengelola proses koordinasi kebijakan 3. Memantau pelaksanaan keputusan kebijakan presiden 4. Mengelola krisis 5. Mengartikulasikan kebijakan Presiden 6. Melakukan perencanaan strategis jangka panjang 7. Melakukan hubungan dengan Kongres dan pemerintah asing 8. Mengoordinasikan pertemuan puncak dan perjalanan terkait 9. keamanan nasional

Pemerintahan SipilPenegakan Hukum Administrasi dan

upaya kesejahteraan,kemanusian, danperdamaian,

manajemen

KemiliteranPenegakan

Kedaulatan, menyangkut;kuasaan dan

identitas/ simbol negara.

Kepolisian; Penegakan Hukum

Pidana; pencegahan, strategi, dan penahanan.

Page 58: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

57

a. Kepentingan Nasional

Hans J Morgenthau ia berpendapat bahwa kepentingan nasional merupakan alat untuk mengejar kekuasaan, karena melalui kekuasaan itulah suatu negara dapat mengontrol negara lain. Lebih spesifiknya konsep kepentingan nasional adalah kemampuan negara untuk melindungi dan mempertahankan identitas fisik, politik, dan kultur dari gangguan negara lain (Morgenthau, 1978). Felix E. Oppenheim (1987) mengartikan konsep kepentingan nasional adalah tujuan kesejahteraan pemerintahan nasional dalam level internasional. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kepentingan nasional dari suatu negara adalah untuk menjaga otonomi politik dan integrasi nasionalnya demi keberlangsungan kesejahteraan masyarakatnya sampai ke tahap internasional.

Kepentingan nasional Indonesia mencapai tujuan nasionalnya atas dasar Pancasila dan UUD 1945. Nilai Pancasila dan Kepentingan Nasional didasarkan pada filosofis kebangsaan Indonesia, hukum, dan dasar moral untuk kelanjutan sistem Indoensia. Atribut ini adalah tertanam dalam dalam sistem politik dan lingkungan masyarakat juga berlaku untuk cara publik memandang keadilan dalam sistem internasional dan "penyebab yang adil" dalam melakukan perang. Dengan kata lain, nilai adalah prinsip yang memberi sistem politik Indonesia dan karakter tatanan sosial yang memberi memberikan substansi pada budaya Indoensia dan menciptakan prinsip lebih lanjut untuk menjadi dasar kepentingan nasional.

Nilai-nilai modern Indonesia berasal dari warisan Hindu, Budah, Islam, Kristen warisan Negara Hindia Belanda dan tersisa juga kedisiplinan masa Jepang. Alam kemerdekaan Indenesia telah tumbuh berkembang dibawah kepemimpinan Proklamator Bung Karno dan Bapak Pembangunan Soeharto. Reformasi bergulir dibawah pemerintahanan sang jenius B.J Habibie berakhir dengan impeachnment masalah lepasnya Timor Timor, dilanjutkan oleh

Page 59: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Abdurrahman Wahid namun berakhir ditengah jalan dan dialnjutkan Megawati Soekarno Putri samapai masalah periode berakhir. Suasana berubah konstituasional telah diamandemen sitem pemerintahan stabil dua periode dibawah Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyoro, dan dilanjutkan dengan Presieden Jokowi 2 periode juga.

Pertahanan Negara bertanggung jawab atas pelestarian dan kelangsungan demokrasi negara hukum yang dikenal saat ini. Ini termasuk memerangi perdagangan narkoba baik di dalam maupun di di luar negeri, memerangi kejahatan terorganisir, melindungi perbatasan, memerangi perdagangan manusia, menjaga kepentingan negara dalam arena internasional, yaitu menjadi semakin kompetitif, baik secara ekonomi, politik atau bahkan kepentingan lingkungan. Dukungan politik masyarakat diperlukan agar Ketahanan Nasional benar-benar efektif, karena populasi mampu mempengaruhi pembentukan dan perkembangan kebijakan publik.

Tingkatan kepentingan nasional dapat dibagi: 1. Kepentingan Utama 2. Kepentingan Kedua 3. Kepentingan Permanen 4. Varible Kepentingan 5. Kepentingan Umum 6. Kepentingan Khusus Robinson, T. W. (1967). A National Interest Analysis of Sino-Soviet

Relations. International Studies Quarterly, 11(2), 135. doi:10.2307/3013925

Penguasa dan pembuat kebijakan juga cenderung mengesampingkan masalah ini, meskipun ada kekurangan minat pada subjek, baik oleh penduduk dan pejabat terpilih, pertahanan bangsa tidak hanya dimaksudkan untuk memberikan kontinuitas kepada lembaga negara dan untuk melindungi sumber daya, tetapi juga memiliki fungsi menjamin kedaulatan Negara, kedaulatan yang diambil dalam hal ini sebagai rasionalisasi hukum kekuasaan komando, artinya melegitimasi kekuatan koersif negara.

Page 60: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

59

Kedaulatan erat kaitannya dengan Pertahanan Nasional, karena tanpa kedaulatan tidak akan ada kemerdekaan Negara untuk menguasai wilayahnya, rakyatnya, untuk membuat hukumnya sendiri serta membuat keputusannya dalam hubungan internasional secara independen dan sesuai dengan kepentingan penduduk. Bahkan Majelis Perserikatan Bangsa-Bangsa menggemakan pernyataan ini ketika dinyatakan dalam Pasal 2 UU No. Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa, yakni menghormati kedaulatan negara-negara anggota PBB dan tidak campur tangan dalam urusan dalam negeri, menjamin otoritas rakyat untuk menetapkan aturan di negara mereka (Victoria, 2018).

Menganalisis Pertahanan Nasional dengan cara ini disimpulkan bahwa hal itu berkaitan dengan keamanan negara di dalam dan di luar wilayahnya termasuk beberapa faktor yang didalamnya tidak hanya angkatan bersenjata. Sementara pemerintah bertugas sebagai penjamin keamanan itu sendiri melalui kebijakan-kebijakan di bidang pertahanan. Kebijakan ini seringkali didasarkan pada studi Universitas dan penelitian dan analisis informasi yang dibuat oleh badan intelijen pemerintah.

Dinamika lingkungan strategis dapat mengundang pola baru ancaman dan semakin rumit yang berakibat pada persoalan keamananan nasional dan secara lansung berdampak pada persoalan pertahanan negara. Berbagai dimensi ancaman dapat diklasifikasi dalam bentuk ancaman faktual dan ideologikal. Ancaman faktual dapat dilihat dan ditangani oleh komunitas itu sendiri, pemerintah daerah dan kepolisian apabila ada yang mengandung pidana yang tidak bisa dimaafkan. Untuk itu solusinya ada yang bersifat militer, non militer dan bersifat komprehensif. Dengan demikian masalah Keamanan Nasional membutuhkan pendekatan militer dan non-militer yang terintegrasi. Membangun pertahanan negara yang kokoh dan berwibawa dengan kemampuan pencegahan tinggi. Memang agak kaku seperti yang dilakukan oleh negara-negara komunis dan sosialis, bahkan ororiter tapi konsidisi tertentu diperlukan.

Page 61: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Terbukti, negara negara negara yang otoriter ketika Pandemi-Covid-19 menyerang justru mereka lebih selamat. Untuk itu perlu diatur pola hubungan sipil-militer dan hubungannya dengan ancaman perubahan lingkungan tersebut, dan itu ditangan intelijen.

Keamanan Nasional bukan urusan pidana semata, bahkan persoalan pidana jalan terakhir yang harus ditempuh apabila komunitas dan pemerintah daerah tidak mampu menyelesaiakannya. Pertahanan Negara sebagai bagian keamanan nasional bergerak ketika terindikasi oleh intelijen yang bersifat interoperabilitas. Pada titik ini tertentu negara dikelola dalam sistem pertahanan rakyat semesta untuk mencapai tujuan

nasional, dalam artian semua unsur national power dalam kendali penyelenggara pertahanan negara, atau didefinisikan sebagai program Bela Negara. Hal ini adalah kegiatan yang bertujuan untuk memperoleh, menganalisis, dan menyebarkan pengetahuan di dalam dan di luar wilayah nasional tentang fakta dan situasi, serta pengaruh langsung atau potensial dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan pemerintah tentang pengamanan dan keamanan masyarakat dan Negara. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa Pertahanan Nasional dan Badan Intelijen memang memiliki kaitan erat, karena keduanya bertujuan untuk melindungi dan menjaga kepentingan nasional, dan Pertahanan memiliki peran yang lebih eksekutif, yaitu agar kebijakan

pertahanan publik dilaksanakan, maka Intelligence Activity akan berperan memberikan informasi yang diperlukan untuk pengambilan keputusan para pembuat kebijakan publik (Ministry et al., 2015).

Badan Intelijen selalu hadir di setiap keputusan besar negara dalam sejarah umat manusia. Kegiatan ini terkait erat dengan kekuasaan yang mempengaruhi peristiwa di dalam negara dan mempengaruhi hubungan internasional. Tujuan utamanya adalah mendapatkan data dari pengetahuan yang membantu dalam

Page 62: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

61

proses pengambilan keputusan di tingkat yang paling berbeda, dari seorang perwira di medan perang ke kepala negara.

Kegiatan ini mencapai puncaknya dalam hal pelembagaan, kuantitas sumber daya yang tersedia, dan penting bagi negara, yang memanfaatkan informasi mereka dengan baik, di era Perang Dingin di yang mana terjadi perselisihan besar antara dua kekuatan besar, bekas Uni Soviet Republik Sosialis (USSR) dan Amerika Serikat (AS). Ini adalah periode kekacauan terbesar bagi Badan Intelijen dengan kemajuan teknologi yang luar biasa untuk mengumpulkan dan menganalisis informasi dari musuh dan sekutu dan juga periode masuknya negara mana yang tidak memiliki sejarah penggunaan atau pengetahuan tentang Intelijen, seperti Brasil, yang mulai mementingkan aktivitas ini dan membentuk Badan Intelijen mereka sendiri.

Teori strategi mendidik pikiran ahli strategi. Ini membantu pemikiran secara disiplin untuk menghadapi kompleksitas dan volatilitas lingkungan strategis dan perubahan dan kontinuitas,masalah, peluang, dan ancaman yang melekat padanya. Pada level strategi tertinggi, Grand Strategi negara-bangsa memiliki kepentingan mengejar kemampuan terbaiknya melalui penggunaan instrument kekuasaan. Kebijakan mengartikulasikan cerminan kepentingan di lingkungan strategis. Berbagai pendapat mengenai Grand Strategi; Colin Grey mendefinisikannya sebagai "memiliki tujuan penggunaan semua instrumen kekuasaan yang tersedia untuk komunitas keamanan. "Christopher Layne menyebutnya "proses di mana bagian berakhir negara dalam mencapai keamanan. " Sir Hew Strachan memandangnya sebagai aspiratif dan berorientasi menuju mencegah atau mengelola penurunan kekuatan besar. Dan Edward Luttwak Grand Strategi dapat dilihat sebagai pertemuan interaksi militer yang mengalir naik turun tingkat demi tingkat.

Grand strategi tidak secara fundamental tentang penerapan kekuatan militer, melainkan sebuah apresiasi potensinya, bersama dengan instrumen kekuatan lainnya, dalam pikiran musuh. Efektif strategi besar sering kali menghalangi

Page 63: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kebutuhan untuk menggunakan kekerasan. Untuk mencapai hal tersebut, keterlibatan masyarakat dalam dirinya sendiri dalam pertahanan nasional, ekonomi yang kuat, stabil dan berjejaring global, politik dalam negeri yang efektif dapat membuat keputusan rasional dari waktu ke waktu untuk mendukung keamanan nasional, dan promosi nilai-nilai yang mengundang dukungan dan konsensus di dalam dan luar negeri (Hooker, 2015).

Dalam menjalankan kebijakannya, negara berhadapan musuh dan aktor lainnya, sementara beberapa faktor tetap ada di luar kendali atau tak terduga. Strategi, bertindak dalam batasan teori, adalah metode untuk menciptakan efek strategis yang menguntungkan kebijakan dan kepentingan dengan menerapkan tujuan, cara, dan sarana dalam sesuai dengan kondisi lingkungan strategis. Dalam melakukan ini, strategi memiliki logika yang melekat dipahami sebagai konstruksi teoritis dan diterapkan dalam perkembangan dan pertimbangan strategi di semua tingkatan. Strategi berlaku dalam ranah lingkungan strategis yang ditandai dengan tingkat perilaku kacau yang lebih besar atau lebih kecil dan kompleksitas. Lingkungan dapat ditangani di tingkat strategi yang berbeda. Ini memiliki komponen eksternal dan internal, yaitu, lingkungan internasional dan lingkungan domestik, masing-masing. Pilihan rasional dan irasional, peluang dan probabilitas, pesaing, sekutu, dan aktor lainnya adalah bagian dari paradigm strategi.

Strategi pada dasarnya adalah sebuah pilihan; itu mencerminkan preferensi untuk suatu keadaan atau kondisi masa depan di lingkungan strategis. Ini mengasumsikan bahwa, sementara masa depan tidak dapat diprediksi, lingkungan strategis dapat dipelajari dan dinilai. Tren, masalah, peluang, dan ancaman dapat diidentifikasi dengan analisis, dan dipengaruhi serta dibentuk melalui apa yang dipilih negara untuk dilakukan atau tidak. Demikianlah strategi mencari untuk mempengaruhi dan membentuk lingkungan masa depan sebagai kebalikan dari bereaksi terhadapnya. Strategi di tingkat negara bagian dapat didefinisikan sebagai:

Kebijakan Strategis ditentukan oleh faktor eksternal dan internal. Mengapa sangat penting dalam memahami Kebijakan

Page 64: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

63

Strategis?. Banyak persolan National Security, pekerjaan Intelijen dan Pertahanan terkait taxoboni Ilmu Pertahanan ini. Strategi dapat dipahami sebagai rencana yang luas dan kompleks yang bergantung pada satu kumpulan prinsip-prinsip yang bersifat umum dan tujuan operasional langsung. Prinsif umum menjadi Tujuan Nasional tertinggi, dan implementasinya dalam strategi baik dalam merumuskan sasaran, upaya untuk mencapainya dan sumber daya yang digunakan.

Dengan mengingat konsep ini, perlu dicatat bahwa rencana semacam itu ditujukan untuk mencapai sesuatu yang memiliki tujuan spesifik dalam mendukung kepentingan negara. Kebijakan Strategis dianggap akan menjadi informasi yang tersusun dan bertujuan untuk memberikan dasar pada seperangkat prinsip karakter umum yang akan dimiliki oleh tujuan utama negara. Untuk membantu proses pengambilan keputusan pemerintahan perlu disepakati esensi kebijakan, bagaimanana mengelolaanya dan dampak yang harus dipertimbangkan, dasar pembentukan kebijakan publik, diplomasi, kebijakan sosial, kebijakan investasi di bidang pembangunan bangsa, dan sebagainya.

Kebijakan Strategis, juga disebut di sini sebagai Pengetahuan Sensitif, adalah semua informasi yang dihasilkan oleh Sistem Intelijen yang memiliki potensi atau kepentingan langsung dalam proses tersebut, termasuk perencanaan dan pelaksanaan kebijakan publik. Definisi ini dirasa kurang memadai karena kebijakan Sensitif tidak terbatas hanya pada informasi yang dihasilkan oleh Badan Intelijen. Pengetahuan Sensitif adalah semua informasi yang menghasilkan kekuatan yang didambakan oleh pihak ketiga (individu, organisasi, dan negara bagian lain) yang dapat berdampak pada keamanan atau perekonomian Negara yang pada hakikatnya membutuhkan tindakan perlindungan khusus, mengingat kepentingan strategis mereka untuk lembaga nasional dan untuk pembangunan negara. Hal ini adalah aset yang sangat berharga, karena menghasilkan perkembangan dan menarik perhatian juga minat negara-negara lain. Informasi yang

Page 65: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dikumpulkan dan dianalisis oleh Badan Intelijen dianggap sebagai Kebijakan Strategis, atau Informasi Strategis, serta semua pengetahuan yang dihasilkan oleh penelitian perusahaan swasta dan pemerintah. Ini juga dianggap sebagai Pengetahuan Sensitif bagi suatu masyarakat tradisional dan sering menuntut kesadaran penduduk dan perlindungan terhadap institusi swasta lain, individu dan bahkan negara lain.

Gambar 6: modifikasi dari: Bartholomees (2010)

Dari uraian di atas terlihat betapa pentingnya strategi dalam pengelolaan negara. Sekalaupun strategi dapat artikan secara sederhana bahawa strategi = ( tujuan+ sumberdaya + cara ) tapi dalam pengelolaan sederhana dengan mengakumulaisikan berbagai kepentingan teori itu hamper tidak memberi pemhaman yang baik. Ada beberapa tercatat dalam strategi;

Page 66: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

65

1. Strategi bersifat proaktif dan antisipatif tetapi tidak bersifat prediktif. Strategi berupaya untuk mempromosikan atau melindungi kepentingan nasional sebagai masa depan yang luas dan terbuka. Dalam melakukan ini, harus mempertimbangkan perubahan dan membuat asumsi. Baik perubahan dan asumsi dibatasi oleh fakta yang ada dan kemungkinan realistis. Strategi jelas tentang apa adalah fakta, asumsi, dan kemungkinan.

2. Strategi berada di bawah kebijakan. Tujuan politik mendominasi semuanya dalam tingkat strategi. Kebijakan memastikan bahwa strategi dijalankan dengan tepat bertujuan dengan cara yang dapat diterima. Namun, perkembangan strategi menginformasikan kebijakan; kebijakan harus menyesuaikan diri dengan kenyataan lingkungan dan batas kekuasaan. Dengan demikian, kebijakan menjamin bahwa strategi mengejar tujuan yang tepat, dan strategi menginformasikan kebijakan seni yang mungkin.

3. Strategi berada di dalam suatu lingkungan. Strategi harus mengidentifikasi keseimbangan yang tepat di antara tujuan dicari, metode untuk mengejar tujuan, dan sumber daya tersedia dalam lingkungan strategis tertentu. Strategi harus konsisten dengan sifat lingkungan strategis.

4. Strategi mempertahankan perspektif holistik. Itu menuntut pertimbangan yang komprehensif. Strategi dikembangkan dari sebuah pertimbangan menyeluruh tentang situasi dan pengetahuan strategis sifat lingkungan strategis. Analisis strategis menyoroti faktor internal dan eksternal dalam strategis lingkungan yang membantu menentukan efek strategis dan spesifik tujuan, konsep, dan sumber daya strategi. Strategi mencerminkan pengetahuan komprehensif tentang apa lagi yang terjadi dalam lingkungan strategis dan potensi pertama, kedua, dan efek urutan ketiga dari pilihannya sendiri pada upaya mereka di atas, di bawah, dan di tingkat ahli strategi sendiri.

Page 67: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

5. Strategi menciptakan dilema keamanan bagi ahli strategi dan lainnya aktor. Strategi apa pun, setelah diketahui atau diterapkan, mengancam status quo dan menciptakan risiko keseimbangan strategis lingkungan.Ahli strategi harus menentukan apakah akhirnya membenarkan risiko memulai tindakan, dan aktor lain harus memutuskan apakah untuk bertindak dan dengan cara apa.

6. Strategi didasarkan pada apa yang harus dicapai dan mengapa itu harus diselesaikan. Strategi berfokus pada keadaan akhir yang disukai di antara kemungkinan status akhir dalam lingkungan yang dinamis. Ini menyediakan arahan untuk penggunaan instrumen yang memaksa atau persuasive untuk mencapai tujuan yang ditentukan, sehingga menciptakan strategi efek yang mengarah ke keadaan akhir yang diinginkan. Ahli strategi harus memahami sifat lingkungan strategis, kebijakan, dan kepentingan gabungan negara untuk menentukan apa yang strategis efek diperlukan sebelum tujuan yang tepat dapat ditentukan.

6. Militer

Menhan RI Prabowo Subianto secara resmi membuka pendidikan Universitas Pertahanan Tahun Ajaran2020 tanggal 29 Agustus 2020. Yang menarik dari pembukaan pendidikan tahun ini adalah pembukaan Pendidikan S1 baru pertamana kali dengan empat Fakultas sekaligus terdiri dari Kedokteran Militer, Farmasi Militer, MIPA Militer, Fakultas Teknik Militer, Pada kesempatan ini Menhan menjelaskan bahwa Mahasiwa Unhan menjadi bagian dari komunitas Pertahanan Negara, berisi SDM yang unggul dan maju di bidang Pertahanan, untuk itu mereka harus dapat dibuktikan dengan karya nyata untuk menjawab semua tantangan yang ada dimana tantangan tersebut hanya dapat diatasi apabila memiliki rasa Nasionalisme dan Patriotisme yang tinggi.Kemudian Prabowo juga berpesan agar ilmu yang didapat mereka nanti hendaknya diaplikasikan di masyarakat dan selalu

Page 68: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

67

berusaha meningkatkan kompetensi untuk membangun kekuatan pertahanan negara dalam menangkal semua ancaman.

Penjelasan Menhan RI ini memberi kesan bahwa pendidikan dilingkungan Universitas Pertahanan dalam rangka pengembangan SDM di bidang pertahanan. Dengan demikian fakultas baru seperti Kedokteran Militer dibangun dalam konteks pertahanan negara. Tentu menjadi tanda tanya, apa beda dengan kedokteran yang berada di lingkungan Dikti dana pa beda Ilmu Pertahanan dengan Ilmu Militer?

Dalam pandangan Filsafat Ilmu Pertahananan disinilah terdapat Perbedaan Ilmu Pertahanan dengan Ilmu Militer dan antara ilmu profesi di lingkungan masyarakat umum dengan ilmu profesi di lingkungan Depertemen Pertahanan. Perbedaan Ilmu Pertahanan dibandingkan dengan Ilmu Militer dalam kontek Ilmu Negara dapat dikatakan bahwa Ilmu Pertahanan mengkaji bersifar hal-hal strategis dalam mempertahanankan negara, sedangkan ilmu militer mengkaji hal-hal teknis untuk kebutuhan pekerjaan militer dalam memenangkan pertempuran antar negara, termasuk melawan insurgency dan teroris..

Pertemuan persoalan antara Ilmu Pertahanan dengan Ilmu Militer terletakan dalam lingkup operasional pelaksnaannya. Misal dalam gelar kekuatan di laut Natuna Utara. Dalam perspektif ilmu pertahanan dapat dilihat dari perspektif diplomasi perthanan bahwa gelar kekuatan tersebut meningkatkan kepercayaan negara-negara tetangga dan dunia Internasional bahwa Indonesia memiliki kekuatan militer yang siap berperang, sedangkan dari ilmu militer menjelaskan bagaimana interoperability keuatuan antar angkat dapat digelar. Sedangkan operasionalnya disepakati latihan gelar kekuatan diselenggarakan di wilayah teritorial Indonesia sehingga dari aspek hukum internasional tidak ada yang dipersoalkan.

Page 69: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Gambar 7 : Hubungan Ilmu Pertahanan dan Ilmu Militer

Demikian juga halnya dalam pembinaan profesi, katakanlah profesi kedokteran militer. Dalam hal ini ontologi ilmu kedokteran di Universitas Pertahanan dimaksudkan program pendidikan profesi kedokteran secara fungsional diselenggarakan oleh Kementerian Pertahanan dan secara akademis diselenggarakan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan untuk mengusai ilmu kedokteran menurut standar yang telah ditentukan. Pendidikan Kedokteran Militer menguasai ilmu profesi umum disamping keilmuan dan tradisi khas yang telah diselenggarakan di Universitas Pertahanan. Desaian keilmuan secara sederhana bersifat kombinasi antara murni pendidikan kedokteran dengan ilmu pertahanan dan bela negara yang telah dikembangkan di Universitas Pertahanan. Ilmu pertahanan dimaksudkan telah diuraikan di atas, yaitu ilmu-ilmu dalam Prodi-prodi di Fakultas Strategi Pertahanan, Manajemen Pertahanan dan Teknologi Pertahanan. Pendidikan Bela Negara terdiri kegiatan akademis dan non-akademis. Untuk mendukung kegiatan akademis diselenggarakan Mata Kuliah Universitas seperti Filsafat Ilmu Pertahanan, Sejarah Perang, Strategi Pertahanan, Karakter Bangsa dan Bela Negara dan kegiatan ektra kampus dalam pembangunan karakter mahasiswa, termasuk kegiatan orientasi, matrikulasi, Unhan Mengajar dan sebagainya.

Strategi

Operasional

Taktis

Ilmu Pertahanan

Ilmu Militer

Page 70: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

69

Sekolah militer di Indonesia komprehensif telah ada sejak dulu dibawah angkatan masing masing untuk mendapatkan prajurit yang berkualitas sesuai kebutuhan angkatan masing-masing.Perbedaan Ilmu Militer dengan Studi Militer secara sederhana dapat digambarkan Ilmu Militer secara khusus mempelajari hal-hal yang harus dilakukan oleh militer dalam mempertahanankan negara, dan itu umumnya dipelajari oleh militer itu sendiri dari dalam, bisa saja beberapa pelajaran bersifat rahasia. Sedangkan Studi Militer merupkan apa apa yang dilakukan militer dilihat secara keilmuan dari luar sifatnya, terutama orang yang bukan militer mempelajari ilmu militer.

Studi militer akan menjawab pertanyaan seperti bagaimana angkatan bersenjata membaut perencanaan perang, mengorganisir diri untuk berperang? Apa jenis senjata yang digunakan ? Apa peran dan tanggung jawab tentara di dunia saat ini? Bagaimana haruskah TNI digunakan oleh pemerintah? Bagaimana militer dilatih ? Bagaimana metode pelatihan berubah seiring waktu? Semua itu dapat dipelajari peminat militer. Beda dengan siswa mempelajari ilmu militer tentang studi kemiliteran, penting untuk mengetahui tentang pendidikan sistem pertahanan, mereka di asramakan, memiliki pelatih yang berpengalaman dan diakui kemampuannya di medan laga, dan guru tinggal di asrama lingkungan para taruna-taruni tersebut. Siswa belajar selama 4 atau 5 tahun dengan berbagai mata pelajaran sesuai dengan standar yang berlaku di lingkungan Kementerian Pendidikan dan kebudayaan, ditambah dengan pencirian yang terbentuk di Universitas Pertahanan sehingga jumlah SKS (Sistem Kredit Semester) di Universitas Pertahanan lebih banyak.

Dari uraian ditas hububungan Filsafat Ilmu Pertahanan dengan Ilmu-ilmu yang dikembangkan di Lingkungan Universitas Pertahanan dapat digambarkan sebagaiberikut;

Page 71: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Keterangan:

a. Filsafat Ilmu (paradigm) sebagai Makro ilmu pertahanan b. Fakultas sebagai midle ilmu pertahanan c. Prodi sebagai operasional teori ilmu pertahanan

Gambar 8 : Taxonomi Ilmu Pertahanan

Ilmplementasi Ilmu Pertahanan di Universitas Pertahananan sesuai dengan proses dan perizinan oleh Kementerian Pendidikan dan kebudayaan tergambar dalam Fakultas-fakultas dan proram studi di Universitas Pertahanan sampai saat ini (2020), sebagaiberikut:

Filsafat IlmuPertahanan

Filsafat Ilmu

Militer

Keamanan Nasional

Pertahanan

Ontologi Epistemologi

Axiologi

Kedokteran Militer Farmasi Militer Teknik Militer MIPA Militer

-Strategi Pertahanan -Manajemen Pertahanan -Teknologi Pertahanan

Manajemen Bencana. Damai Resolusi Konflik,

Keamanan Maritim

Page 72: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

71

I. Fakultas dan program studi S1 Unhan: 1. Fakultas Kedokteran Militer: Prodi Pendidikan

Kedokteran. 2. Fakultas Farmasi Militer: Prodi Ilmu Farmasi. 3. Fakultas MIPA Militer: Prodi Sarjana Matematika Prodi

Sarjana Kimia Prodi Sarjana Fisika Prodi Sarjana Biologi

4. Fakultas Teknik Militer: Prodi Sarjana Teknik Konstruksi Bangunan Militer Prodi Sarjana Teknik Informatika Prodi Sarjana Teknik Elektro Prodi Sarjana Teknik Mesin

II. Fakultas dan Program Studi S2: 1. Fakultas Strategi Pertahanan

a. Prodi Strategi Perang Semesta (“A”) b. Prodi Peperangan Asimetris (“A”) c. Prodi Diplomasi Pertahanan (“A”) d. Prodi Strategi dan Kampanye Militer (A) e. Prodi Strategi Pertahanan Darat (A) f. Prodi Strategi Pertahanan Laut (A) g. Prodi Strategi Pertahanan Udara (A)

2. Fakultas Manajemen Pertahanan a. Prodi Manajemen Pertahanan (“A”) b. Prodi Ketahanan Energi (“A”) c. Prodi Ekonomi Pertahanan (“A”)

3. Fakultas Keamanan Nasional a. Manajemen Bencana (“A”) b. Keamanan Maritim (“A”) c. Damai dan Resolusi Konflik (“A”)

4. Fakultas Teknologi Pertahanan a. Prodi Industri Pertahanan (B) b. Prodi Teknologi Penginderaan c. Prodi Teknologi Persenjataan d. Prodi Teknologi Daya Gerak

Page 73: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

III.Prodi S3 yang ada di Unhan sebagai berikut:

S3 Strategi Pertahanan (Terakreditasi)

S3 Manajemen Pertahanan (Terakreditasi)

S3 Teknologi Industri Pertahanan (Terakreditasi)

S3 Keamanan Nasional (Terakreditasi)

Universitas Pertahan dalam rangka Kampus Merdeka telah melaksanakan; Membuat Kesepakatan MoU dengan lembaga mitra diantara Lembaga Kemeterian/Badan,Universitas-universita, Pemerintah Daerah, BUMN terkait industri Perathanan dan sebegainya. Kemudian juga memberi kesempatan

kepada mahasiswa program call for paper, riset, seminar di luar kampus baik dalam negeri maupun luar negeri, menunjuk dosen untuk membimbing dan memberikan nilai secara proporsional,

Dosen bersama peneliti menyusun logbook, artikel publikasi di jurnal, tesis tugas akhir, melakukan evaluasi setiap kegiatan, menyusun pedoman teknis melalui pembelajaran riset, dan melaporkan kegiatan ke Depertemen Pertahanan dan Dirjen Dikti melalui PD Dikti.

Referensi Amitav Mallik. (2004). Technology and 21st Century a Demand-Side

Perspective (Issue 20). As-Saber, S. N., Srivastava, A., & Hossain, K. (2006). Information

Technology Law and E-government : 1(1). Barry Buzan, 1991. People, States and Fear: an Agenda for International

Security Studies in the Post-Cold War. Boulder: Lynne Rienner Publisher.

_____________, O Wæver, J De Wilde – 1998, Security: a new framework for analysis, Lynne Rienner __________, Lene Hansen, (2009), The Evolution of International Security Studies, Cambridge University Press

Page 74: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

73

Burke A. (2017) Security Cosmopolitanism and Global Governance. In: Burke A., Parker R. (eds) Global Insecurity. Palgrave Macmillan, London. https://doi.org/10.1057/978-1-349-95145-1_5

Cohen, D. (2006). War, moderation, and revenge in Thucydides. Journal of Military Ethics, 5(4), 270–289. https://doi.org/10.1080/15027570601081127

Handel, M. (1991). Sun Tzu and Clausewitz: The Art of War and On War compared. Strategic Studies Institute.

Lyons, G., & Morton, L. (1965). Schools for strategy. In Education and Research in National Security Affairs, … (Issue November). http://www2.fiu.edu/~sabar/eng2012/Masters of War - Bob Dylan.doc%5Cnhttp://scholar.google.com/scholar?hl=en&btnG=Search&q=intitle:schools+for+strategy#1

Myriam Dunn Cavelty & Andreas Wenger, Cyber security meets security politics: Complex technology, fragmented politics, and networked science, Contemporary Security Policy 2020, Vol. 41, No. 1, 5–32 https://doi.org/10.1080/13523260.2019.1678855

Ministry, D., The, O. F., & Of, R. (n.d.). Defence Ministry of the Republic of Indonesia.

Paris, Roland. “Human Security: Paradigm Shift or Hot Air?.” Quarterly Journal: International Security, vol. 26. no. 2. (Fall 2001): 87-102

Timmers, P. (2019). Ethics of AI and Cybersecurity When Sovereignty is at Stake. Minds and Machines, 29(4). https://doi.org/10.1007/s11023-019-09508-4

Victoria, A. (2018). About National Defence. December. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.24603.52004

Wilhelm, H., & Moore, C. A. (1968). The Chinese Mind: Essentials of Chinese Philosophy and Culture. Journal of the American Oriental Society, 88(3), 619. https://doi.org/10.2307/596920

https://daerah.sindonews.com/artikel/jatim/6693/jenderal-besar-ah-nasution-ahli-strategi-perang-gerilya-diakui-dunia-1

https://www.kompas.com/skola/read/2020/01/26/080000069/perang-gerilya-taktik-perang-melawan-penjajah?page=all.

Page 75: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 2 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DALAM KERANGKA KEILMUAN

Page 76: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

75

Filsafat Ilmu Pertahanan tidak saja melahirkan ilmu bidang pertahanan, tapi filsafat ilmu juga menilai suatu karya dalam bidang pertahanan. Kualitas penelitian dilihat dari aspek metologis saja, tapi dalam kerangka filsafat ilmu dilihat secara menyeluruh dalam aspek keilmuan;

a.ontologi dikaitkan dengan apa yang diteliti, dan apanya yang diteliti. Jawabanya adalah pokok masalah, mengandung teori yang digunakan, sedangkan jawaban apanya variable atau faktor-faktor yang diteliti. Umumnya demikian untuk studi kasus atau penelitian kuantitatif. Penjelasan jawaban ini dimuat dalam bab 2

b. epistemologi dikaitkan dengan langkah-langkah untuk mendapatkan sumber data, cara menganalisis, dan bagaimana proses mendapatkan kesimpulan. Pada bagian ini sangat penting dalam penelitian kualitatif, karena itu teori yang diharapkan penelitian kualitaif adalah temunya. Penjelasan dipertanyakan masalah ini dijawab dalam bab 3.

c. axiologi mempertanyakan tujuan dan manfaat penelitian. Tujuan tersebut bisa terilihat dari apa yang ditulis, namun karena peroses pembuatan tersebut banyak pihak terkait kadangkala tidak terungkap esensi tujuan sesungguhnya sehingga perlu melihat jawaban secara lansung. Pada jawaban ini menentukan level penelitian dari aspek KKNI (Kerangka Kualitias Nasional Indoensia). Kerangka ini sudah mengadopsi berbagai teori yang berlaku secara global. Secara sederhana level S-1 cukup menggunakan kata kerja menggambarkan, S-2 dengan menganalisis, atau ilmu terapan dengan mengaplikasikan, dan untuk S-3 bertujuan menemukan dan atau mengevaluasi.

Langkah sederhana menilai sebuah karya ilmiah awalnya dengan melihat judul dan tujuan. Judul terkait dengan masalah ontologi dan tujuan dengan axiologi. Melihat judul untuk memahami kemungkinan kandungan isi dalam sebuah penelitian. Secara normatif struktur judul dapat dilihat dari aspek sintaksis, semantik dan hermenetika. Sintaksis menyangkut struktur Bahasa yaitu SPOK (Subjek, Predikat, Objek dan Keterangan). Subjek umumnya lembaga, misal sebuah direktorat di Lembaga

Page 77: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kementerian Pertahanan RI. Objek dalam judul menunjukan sasaran yang dipersoalkan subjek, sedangkan predikat dalam judul umunya kata kerja operasional, mengandung variable, disinilah teori tergambar, dan jika didalami kita masuk dalam tingkat semantik dan hermeneutkannya. Jawaban kandidat menunjukan keberpihakan pada suatu paradigm tertentu. Kalau kami sebagai penguji, sudah masuk pada perdebatan pilihan paradigma, maka kualitas peneliti sudah masuk pada kategori baik, dan apabila singkron dengan isi maka peneliti anggap sempurna (uraian lebih lanjut mengenai rubrik peneilaian karya ilmiah lihat lampiran).

Ilmu Pertahanan dengan segala cabang, dahan dan ranting-rantingnya dapat diuji dan harus diuji dengan kerangka filsafat ilmu. Untuk itu pengujian perlu 3 unsur: Ahli dalam teori yang dikembangkan, Praktisi bidang pertahanan yang dikaji, dan ahli dalam metodologinya. Jaminan keahlian tersebut dilihat dari pengakuan komunitas dan karya ilmia yang dipublikasi.

Untuk itu pengembangan ilmu pertahanan memiliki keunikan karena selain aspek teoritis keilmuan yang harus konsisten ada praktisi yang perlu direspon. Para jenderal yang berpengalaman dalam mempertahanakan negara dengan segara prestasinya perlu dihargai. Untuk itu paradigma berpikir sangat penting. Paradigma berpikir itu sendiri merupakan cara pandang seseorang atau suatu kelompok dalam melihat eksistensi diri sendiri, tujuan, kepentingan sehingga menentukan arah dan pola suatu penelitian secara filosofis.

Dalam pertanyaan ontologis saya memulai pertanyaan kepada peneliti anda meneliti apa, dan apanya. Dengan pertanyaan demikian taxonomi keilmuan terlihat apa ontologi ilmu pertahanan yang diteliti. Kalau dua pertanyaan tersebut tidak bisa dijawab maka maka selanjutnya proses pengujian digantikan dengan proses bimbingan, artinya bukan nguji lagi. Kewajiban dosen memang tidak hanya menguji tapi membimbing lebih domninan. Karena itu ontologi diartikan ilmu tentang ada, kalau ontologinya tidak ada penelitian tidak ada. Dalam pertanyaan ontologi itu terlihat noveltinya.

Page 78: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

77

Sebuah novelty terkait dengan taxonomi atau struktur, ataupun istilah kerangka teori. Menurut Heidegger dalam perspektif fenomenologi diartikan sebuah kemungkinan berhubungan dengan pokok bahasannya. Sedangkan fenomenologi adalah ilmu tentang ada – wujud-wujud, menjadi entitas sejauh berbeda dari entitas, ini penuh teka-teki perbedaan makhluk (esse) dan entitas (ens). Masalah utama fenomenologi dalam rangkaian beberapa perkuliahan mencoba memperkenalkan audiensnya pada ontologi fenomenologis (atau ontologi-sebagai-fenomenologi) dengan menjelaskan secara fenomenologi beberapa pernyataan penting, atau "tesis" mengenai keberadaan (Thesen über das Sein), "yang telah diadvokasi dalam perjalanan filsafat Barat sejak Zaman Kuno. Salah satu pernyataan yang membutuhkan penjelasan fenomenologis adalah "tesis ontologi abad pertengahan (Skolastisisme) yang kembali ke Aristoteles menegaskan bahwa kemunculan atau konstitusi menjadi milik (a) whatness (Wassein, essentia), dan (b) berada di tangan seseorang atau keberadaan (Vorhandensein, eksistentia). Dalam hal ini dapat membedakan antara esensial dan eksistensi, itulah ontologi. Struktur ontologi penelitian secara luas diurakan Bab II tentang Tinjau Pustaka, atau Tinjauan Teoritis.

Unsur kedua dalam filsafat ilmu terkait dengan epistemologi yang menjelaskan proses bagaimana proses kebenaran atau kesimpulan didapat. Metodologi atau Metode Penelitian diuraikan Bab III. Creswell (1998) meletakan persolan ini sebagai pintu masuk dalam dunia penelitian, karena desain penelitian tergantung pada paradigm berpikir atau, dunia (world view, lebenswelt). Dalam penelitian kuantitatif tidak terlalu rumit karena mengatut satu model, yaitu posistivis. Dengan demikian pemisahan objek dengan subjek yang jelas sehingga kunci penelitian terletak dari kesesuaian teori atau model dengan persoalan dihadapi, tujuannya utamanya juga satu verifikasi. Dengan dengan demikian unsur koherensi dan koresponsdensi yang disyarakan sebagai sebuah ilmu sudah didapat.

Beda dengan penelitian kualitatif, paradigma menentukan pendekatan seorang peneliti. Gambaran paradigma seseorang

Page 79: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dilihat dari esensi tujuan seseorang, dan itu berdampak pada penggunaan teori dan cara mendapatkan data. Tujuan persoalan axiologi, cara mendapatkan data persoalan epistemologi, teknis metodologi. Sedangkan ontologi tentang fokus apa yang diteliti, menyangkut teori operasional. Sebuah teori besar mengandung tiga aspek tersebut, misal Teori Psikoanalisis-Freud, Fenomenologi Hussel, Strukturasi Gidden, dan lain-lain mengandung aspek ontologi, efeistemologi sekaligus axiologinya. Untuk itu teori besar mempengaruhi gerak sosial dan budaya sulatu masyarakat. Perekayasa sosial memilih beberapa alternative untuk pemodelannya.

Apabila tujuan penelitian untuk menggabarkan sebuah fenomena dengan teori tertentu, maka pendekatan yang digunakan studi kasus. Teori digunakan untuk memberikan kerangka pemikiran, satu teori atau sejumlah teori menjelaskan faktor-faktor yang diteliti. Penelitian terhadap manusia menurut Comte sama halnya dengan meneliti benda-benda. Ada reaksi dan aksi, penelitian pengaruh merupakan suatu contoh yang sering dilakukan. Misal pengaruh A terhadap B, atau pengaruh A dan B terhadap C, dan sebagainya. Penelitian studi kasus ini mirip dengan penelitian kuantitatif, bedanya variable dalam kuantitatif menjadi faktor-faktor. Indikator-indokator dalam penelitian kuantitatif dengan menggunakan skala tertentu dapat dihitung secara statistik dan akan lebih mudah dengan aplikasi diantaranya SPSS (Statistical Package for the Social Sciences). Dalam studi kasus tidak menghitung signifikasi tersebut, hanya memberi gambaran umum dan kemudian dianalis dengan teori-teori yang relevan. Pengembangannya dalam pos-posistivis yang dicari bukan verifikasi tapi falsifikasi. Temuan lapangan berupa ketidak akuratan teori yang ada.Contoh diberikan Popper jika angsa umumnya putih maka peneliti menemukan bukan angsa putih, tapi angsa hitam atau warna lainnya.

Kalau tujuan penelitian tersebut untuk mendesain sesuatu atau menemukan bentuk sesuatu melalui berbagai pendapat, termasuk yang pro dan kontra maka penelitian tersebut menggunakan pendekatan fenomenologi. Karena subjek

Page 80: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

79

penelitian tersebut banyak, termasuk diri peneliti sendiri maka penelitian kualitatif pendekatan fenomenologi ini disebut juga intersubjektif. Keunggulannya hampir mampu memberikan kepuasan berbagai kalangan, sehingga penelitian ini bersifat konstruktif. Dan hasilnya ilmiah dan bersifat obkjektif, karena tidak bisa direkayasa, atau hasil penelitian tidak akan didapat sebelum penelitian dilakukan. Kuran tepat kalau pertanyaan dalam ujian proposal asumsinya apa. Mungkin teori pemandingnya yang mendekati sebagai jawaban awalnya.

Kalau penelitian bertujuan untuk menemukan nilai-nilai yang bertentangan besifat biner, atas dan bawah, atau lama dan baru,maka pendekatan digunakan adalah ethonografif. Kuncinya mampu menemukan nilai etik dan emik dalam suatu rumusan yang dapat digambarkan dan dilaksanakan secara praktis. Penelitian ini memerlukan waktu yang cukup di lapangan karena kesulitan dalam menemukan nilai atau perbedaan yang saling bertentangan sampai kesesuaian dapat ditemukan.

Kalau penelitian bertujuan untuk mengangkat sesuatu sebagai model atau teori, maka penelitian terseddbut menggunakan pendekatan grounded research. Penelitian jenis ini banyak menyebutknya tidak menggunakan teori, tapi sesungguhnya pikiran seseorang tidak bisa dipungkiri masih tidak bisa bersih dari teori sehingga kalau dikatakan tidak menggunakan teori maksudnya tidak menggunakan kerangka teori yang ada. Dalam diskusi teori yang ada tetap diperlukan, melihat perbedaan dan posisi teori yang didapat.

Kalau sebuah penelitian meneliti makna disebalik teks, atau beberapa teks baik filsafat, hukum, kebijakan, politik, budaya dan sebagainya maka penelitian tetsebut menggunakan pendekatan heremenutikan, analisa wacana, konten analisis atau sebutan alinnya. Intinya fokus dengan teks yang ada penelitian sejarah masa lalu dapat mengguankan metode ini dan lebih spesifik seperti Hermeneutika Gadamer. Tujuannya membuka rahasia disebalik teks.

Page 81: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Sebagian, filsafat yang mengadopsi dan dipengaruhi oleh pertimbangan praktis. Namun, pengaruh utama kemungkinan besar terjadi pandangan khusus tentang hubungan antara pengetahuan dan proses yang dikembangkan. Peneliti yang peduli dengan fakta, seperti sumber daya yang dibutuhkan dalam proses, kemungkinan memiliki pandangan yang sangat berbeda dalam hal penelitian yang harus dilakukan untuk peneliti yang bersangkutan dengan perasaan dan sikap pekerja terhadap manajer mereka dalam proses yang sama. Tidak hanya strategi dan metode sangat berbeda, tetapi juga pandangan tentang apa itu penting dan, mungkin lebih penting, apa yang berguna dan tak berguna.

Bagamanapun pola interaksi keilmuan, pertanyaan-pertanyaan utama dari Filsafat Ilmu menyangkut apa yang memenuhi syarat sebagai ilmu pengetahuan, keandalan teori-teori ilmiah, dan tujuan akhir sains. Persyaratan ilmu harus mengandung sifat kebenaran ilmu baik unsur koherensi, korespondensi dan pragmatisnya. Disiplin keilmuan bisa jadi tumpang tindih dengan metafisika, ontologi, dan epistemologi, aksiologi. Misal ketika mengeksplorasi hubungan antara strategi perang dengan teknologi. Perbedaan praktida dalam penggunaan paradigm pengetahuan dengan metodologi dapat digambarakan;

Paradigma Ontologi Epistemologi Pertanyaan Methode

Positivism Tersembunyi dalam objek

Fokus pada alat/methodologi, terukur, matematis/statistik

Kerja Apa? Kuantitatif

Phenomenologi/ Interpretif/ Konstruktif

Realitas dibuat individu atau kelompok

Menemukan makna yang mendasari peristiwa

Bagaimana cara untuk bertindak?

Kualitatif

Page 82: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

81

Posmodern/ Critical

Masyarakat Merasa ketidaksetaraan dan ketidakadilan

Membuka rahasia ketidak adilan dan kekuasaan

Bagaimana merubaha keadaan?

Hermenetika/Ideologis

Pragmatis Kebenaran yang berguna

Metode yang baik adalah yang menyelesaikan masalah

Adanya intervensi dalam perbaikan?

Metode Mixed

Gambar 9: Hubungan Paradigma dengan Metodolgi Penelitian dalam Filsafat Ilmu

Filsafat Ilmu tentang Pertananan merupakan studi tentang Pertahanan Negara mengandung asumsi, fondasi, dan implikasi dari dari pengemabangan dan penerapan ilmu pengetahuan alam (berarti biologi, kimia, fisika) dengan ilmu sosial-budaya (berkaitan dengan perilaku manusia dan masyarakat). Kalau kavlingan masing-masing ilmu tidak jelas maka metodenya juga tidak jelas. Penting menjelaskan taxonomi dan metode ilmu pertahanan secara gambling dan konsisten.

Filsafat Ilmu Pertahan di Unhan sampai saat ini secara umum diwujudkan dalam Filsafat Pancasila dan Filsafat Intelijen. Kecuali bebera prodi menambah dengan hal yang spesifik. Filsafat Pancasila merupakan Filsafat Negara menekankan aspek Budaya dan Filsafat Intelijen bersifaf politik. Kerangka pengembangan strategis, oprasional dan teksnis Ilmu Pertahan dapat dijelaskan sebagai berikut;

Page 83: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Gambar 10: Hubungan Filsafat Ilmu Pertahan dengan Metodologi ilmu Pertahanan, menghasilkan produk penilitian yang berkualitas dan relevan untuk kepentingann pertahanan negara diluar studi formal biasa.

Untuk menjaga konsistensi keilmu bersifat ontologis, filsafat itu bertanya pertanyaan secara mendasar seperti: "Apa itu sains pertahanan?", karena ilmu pertahanan yang dimaksud adalah ilmu pertahanan negara maka jawabannya ilmu pertahanan ilmu tentang studi wilayah, pemerintah, masyarakat dan hubungan internasional. Lebih detail dikembangkan dalam Prodi yang dikoordinir dalam 4 fakultas. "Apa tujuan sains pertahanan" dan "Bagaimana seharusnya kita menafsirkan hasil sains pertahanan?". Saintis Pertahanan berbasis sangat luas bahwa asumsi dan metode penelitian fisik dan ilmu alam sama sesuai (atau bahkan penting) untuk semua disiplin lain, termasuk filsafat, bahasa, budaya, sastra, humaniora dan ilmu sosial.

Sebelum lebih jauh memahami apa filsafat ilmu dan bagaima cara kerjanya, sebaiknya kita ketahu dulu beberapa filsuf yang cukup popular dalam bidang Filsafat Ilmu:

Filsafat Ilmu

Pengetahuan Pertahanan

Metodologi Penelitian Ilmu Pertahanan

+ = Produk Penelitian

Haneg

Inter= Cross Disipliner

Objek; Lembaga dan

Perilaku Haneg

Page 84: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

83

1. Plato, lahir 472 SM - Pendiri Akademia Platonik, ahli matematika. Karya yang paling terkenal adalah Republik. Karya Ilmu politik paling fundamental, penting dalam pengembangan Ilmu Negara. Dengan berbagai kelemahannya telah mempu mendasari lahirnya Negara.

2. Aristoteles (384-322 SM) - Arguably pendiri ilmu dan filsafat ilmu. Dia menulis secara ekstensif tentang topik yang sekarang kita sebut fisika, astronomi, psikologi, biologi, dan kimia, serta logika, matematika, dan epistemologi.

3. Francis Bacon (1561 1626) - Mempromosikan metode ilmiah di mana para ilmuwan mengumpulkan banyak fakta dari pengamatan dan eksperimen, lalu membuat kesimpulan induktif tentang pola yang ada di alam.

4. Rene Descartes (1596 1650) - Matematikawan, ilmuwan, dan filsuf yang mempromosikan metode ilmiah yang menekankan deduksi dari prinsip pertama. Ide-idenya mempengaruhi Newton dan tokoh-tokoh lain dari Revolusi Ilmiah.

5. Edmund Gustav Albrecht Husserl, lahir Jerman 1859 - dikenal sebagai bapak Fenomenologi. Husserl meninggalkan karya fundamental diataranya Investigasi Logika yang banyak digunakan dalam ilmu hermeneutika, penafsir atau penari makna. Hampir semua filsuf modern menggandrungi Husserl. Orang-orang yang mengkaji fenomenologi sebaiknya memahami struktur fenomenologi yang dijelaskan Husserl.

6. Piere Duhem (186 1 1916) - Fisikawan dan filsuf yang membela bentuk ekstrim empirisme. Dia berpendapat bahwa kita tidak dapat menarik kesimpulan tentang keberadaan entitas yang tidak dapat diobservasi oleh teori-teori kita seperti atom dan molekul.

7. Carl Hempel (1905-1997) - memusatkan teori berpengaruh pada penjelasan ilmiah dan konfirmasi teori. Dia berpendapat bahwa suatu fenomena "dijelaskan" ketika kita dapat melihat bahwa itu adalah konsekuensi logis dari hukum alam. Dia memperjuangkan akun konfirmasi hipotetico, mirip dengan cara kita mencirikan "membuat argumentasi ilmiah”.

8. Karl Popper (1924-1994) - Berpendapat bahwa falsifiabilitas adalah ciri khas dari teori-teori ilmiah dan metodologi yang tepat bagi para ilmuwan untuk dipekerjakan. Dia percaya

Page 85: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

bahwa para ilmuwan harus selalu menganggap teori mereka dengan mata skeptis, mencari setiap kesempatan untuk mencoba memalsukan mereka.

9. Thomas Kuhn (1922-1996) - Sejarawan dan filsuf yang berpendapat bahwa gambaran ilmu yang dikembangkan oleh empiris logis seperti Popper tidak menyerupai sejarah sains. Kuhn terkenal dibedakan antara sains normal, di mana para ilmuwan memecahkan teka-teki dalam kerangka kerja atau paradigma tertentu, dan ilmu revolusioner, ketika paradigma terbalik.

10. Paul Feyerabend (1924-1994) - Seorang pemberontak dalam filsafat sains. Dia berpendapat bahwa tidak ada metode ilmiah "apapun itu." Tanpa memperhatikan panduan rasional, para ilmuwan melakukan apa pun yang mereka butuhkan untuk menghasilkan ide-ide baru dan membujuk orang lain untuk menerimanya.

11. Evelyn Fox Keller (1936) - Fisikawan, sejarawan, dan salah satu pionir filsafat ilmu feminis, yang dicontohkan dalam studinya tentang Barbara McClintock dan sejarah genetika pada abad ke-20.

12. Elliott Sober - Dikenal atas karyanya parsimony dan landasan konseptual biologi evolusioner. Ia juga merupakan penyumbang penting bagi teori biologi seleksi kelompok.

13. Nancy Cartwright (1944) - Filsuf fisika yang dikenal karena klaimnya bahwa hukum fisika adalah "kebohongan" - yaitu, bahwa hukum fisika hanya berlaku dalam situasi yang sangat ideal. Dia juga bekerja pada sebab-akibat, interpretasi probabilitas dan mekanika kuantum, dan landasan metafisis ilmu pengetahuan modern.

Tidak ada konsensus di antara para filsuf tentang banyak masalah sentral yang berkaitan dengan filsafat sains, termasuk apakah sains dapat mengungkapkan kebenaran tentang hal-hal yang tidak dapat diamati dan apakah penalaran ilmiah dapat dibenarkan sama sekali. Selain pertanyaan-pertanyaan umum tentang sains secara keseluruhan, para filsuf ilmu pengetahuan mempertimbangkan masalah yang berlaku untuk ilmu-ilmu tertentu (seperti biologi atau fisika). Pemikiran filosofis yang

Page 86: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

85

berkaitan dengan sains kembali setidaknya ke zaman Aristoteles, filsafat sains muncul sebagai disiplin yang berbeda hanya pada abad ke-20 di belakang gerakan positivisme logis, yang bertujuan untuk merumuskan kriteria untuk memastikan semua makna filosofis dan secara obyektif menilai mereka. Beberapa filsuf sains juga menggunakan hasil kontemporer dalam sains untuk mencapai kesimpulan tentang filsafat itu sendiri.

Aliran Filsafat ilmu yang paling berpengaruh adalah Positivisme. Aliran ini adalah filosofi yang terkait erat yang menyatakan bahwa satu-satunya pengetahuan penting objektif dan otentik. Kebenaran yang objektif dapat diukur dengan statistik seperti benda. Ketika melihat pengaruh zat kimia dilarutkan dalam air dan dampaknya pada tumbuhan misalnya dapat diukur dengan pasti. Korelasi masing-masing subjek terlihat jelas. Problemnya ketika memperlakukan manusia seperti benda, maka dalam lingkup terbatas seperti kelas atau sebuag satuan sangat tepat dan akurat. Akan tetapi menelaah sosial dengan jangkauan yang luas dan jangka waktu yang lama kurang tepat walaupun bisa dan dibisakan.

Diakui sebagai sebuah pengetahuan ilmiah, dan bahwa pengetahuan seperti itu hanya dapat berasal afirmasi positif teori melalui metode ilmiah (yang berarti pengumpulan data melalui pengamatan dan eksperimen, formulasi dan pengujian hipotesis). Membedakan ilmu dari non-sains dengan sain banyak yang menganggap masalah sebagai tidak terpecahkan atau diperdebatkan. Secara historis, titik utama pertentangan adalah antara sains dan agama, bahkan banyak penentang yang mengklaim bahwa itu tidak memenuhi kriteria ilmu pengetahuan dan karenanya tidak diperlakukan sama seperti evolusi.

Kriteria untuk sains biasanya meliputi: formulasi hipotesis yang memenuhi kriteria logis kontingensi (yaitu tidak secara logis perlu benar atau salah), falsifiability (yaitu mampu dibuktikan salah) dan testability (Yaitu, ada beberapa harapan nyata untuk

Page 87: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

menetapkan apakah itu benar atau salah) sebuah landasan bukti empiris penggunaan metode ilmiah.

Pengelompokan Ilmu

Pengelompokan ilmu penegetahuan menurut Suryanto Poespowardoyo (2017), sebagai berikut: 1. Pengetahuan Alam

Gambar 11: Skema pengetahuan Alam

Page 88: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

87

2. Ilmu Pengetahuan Budaya

Gambar 12: Skema Pengetahuan Budaya

3. Ilmu Pengetahuan Sosial Kritis

Gambar 13: Skema Pengetahuan Sosial Kritis

Page 89: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Masing masing keilmuan berjalan secara integral dalam suatu konstrusi pradigma dalam zamannya. Sebelum Positivisme sebenarnya yang berkembang adalah Narsisme. Pemahaman ini sekalipun sulit diletakan dalam dunia ilmu pengetahuan tapi mempunyai pengaruh yang sangat luas. Ciri-ciri narsis adalah menyombongkan dirinya sendiri, usaha-usaha atau upaya mengemuka sebagai bukti kehebatannya. Keyakinan pada diri sendiri secara belebihan dan ingin mengekslorasi dalam kenyataan merupakan awal manusia ingin berilmu pengetahuan. Penganut Narsisme, Sigmun Freud, mengawali penjelasannya ketika seekor anjing melihat bayang-bayang di sungai, anjing menggong dirinya sendiri seolah olah anjing lain.

Setelah Postivis dan Narsis terlihat kelompok Pos-Positivis dari Karl Popper (1902 - 1994) dan Charles Sanders Peirce. Dalam dunia budaya pindah dari positivisme dari dualitas Descartes ke Triadik Peirce. Untuk menetapkan seperangkat standar modern untuk metodologi ilmiah sebagai tanggapan atas Positivisme Logis mengakui bahwa teori mungkin bermakna tanpa menjadi ilmiah, dan bahwa fitur utama sains adalah bahwa ia bertujuan menjelaskan bahwa suatu klaim kebenaran bisa disalahkan, dilawan yaitu klaim yang dapat terbukti salah, setidaknya dalam teori oleh Popper yang disebutnya Falsificationism.

Masalah demarkasi - masalah ilmu yang membedakan ilmu pengetahuan dari non-sains. Para filsuf modern sains sangat setuju bahwa tidak ada kriteria tunggal yang sederhana yang dapat digunakan untuk membatasi batas-batas sains. Pemalsuan - Pandangan, terkait dengan filsuf Karl Popper, bukti itu hanya bisa digunakan untuk mengesampingkan ide, bukan untuk mendukungnya. Popper mengusulkan agar gagasan ilmiah hanya bisa diuji melalui pemalsuan, tidak pernah melalui pencarian bukti pendukung.

Gelombang penegah adalah fenomenologi, dimotori oleh Edmund Husserl. Titik pertemuan pengetahuan postivis yang mengutamakan objektif dan Narsis yang subjektif dijembati Hursel dengan Fenomenologi. Keterbatas manusia menguasai

Page 90: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

89

kebenaran, maka fenomenologi berusaha mencari titik temu. Agar titik temu tidak direkayasa maka titik temu tersebut bersifat intersubjektif dan intensionalitas. Tidak boleh terlalu objektif, karena itu benda yang bisa menipu, demikian juga tidak boleh terlalu subjektif karena manusia tidak luput dari kealpaan. Kuncinya kesuksesan fenomenologi adalah konstruktif. Substansi berbeda dengan pikiran yang tidak diperluas, tetapi tinggal "di sini" dari mana semua "ada" ada "di sana"; lokus dari jenis sensasi yang berbeda yang hanya bisa dirasakan langsung oleh pengalaman yang diwujudkan; dan sistem kemungkinan gerakan yang koheren yang memungkinkan kita untuk mengalami setiap saat dari kehidupan kita yang praktis dan perseptual seperti menunjuk pada “lebih banyak” daripada perspektif kita saat ini.

Fenomenologi Husserlian berdiri bertentangan dengan naturalisme, yang sifat materialnya hanya merupakan kehidupan yang diberikan dan sadar itu sendiri adalah bagian dari alam, untuk didekati dengan metode ilmiah alam yang berorientasi pada fakta-fakta empiris dan penjelasan kausal. Sebaliknya, fenomenologi beralih langsung ke bukti pengalaman hidup —kehidupan subjektif orang pertama— untuk memberikan deskripsi tentang pengalaman dan objek yang dialami, bukan penjelasan kausal.

Pasca Fenomenologi muncul Kritikal Sosial dan Posmodern. Kelompok kritikal social termasuk gerakan feminism dan psikoanalisis. Sains diyakini berkembang tidak dengan sendirinya, tapi sains dimanfaatkan untuk kepentingan umat manusia secara humanis. Kapitalis dengan modal dapat mengembangkan teknologi, namun masyarakat tidak boleh diam dikendalikan oleh pemilik modal semata. Gerakan kritis ini diperkuat oleh gerakan posmorn seperti Derida, Foucault, Zizek, Poridi, Ernes Sosa dll.

Gerakan ilmu pengetahuan demikian telah dijelaskan oleh Thomas Kuhn (1922 - 1996) bahwa sebagian besar ilmu pengetahuan adalah apa yang disebutnya normal sains (pemecahan masalah bekerja dalam batas-batas teori dan pengetahuan saat ini). Namun, ketika banyak anomali dihasilkan selama proses melakukan sains normal, dapat menjadi diterima

Page 91: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

bahwa pekerjaan itu sebenarnya luar biasa (atau revolusioner) sains dalam ilmu pengetahuan saat ini paradigma. Kemudian mungkin terjadi sebuah pergeseran paradigma (seperti pergeseran dari ilmu Newton ke ilmu Einsteinian) sampai paradigma baru diterima sebagai norma oleh komunitas ilmiah dan diintegrasikan ke dalam karya mereka sebelumnya.

Kuhn berpendapat bahwa paradigma baru diterima terutama karena ia memiliki kemampuan superior untuk menyelesaikan masalah yang muncul dalam proses melakukan sains normal, dan pseudosain atau non-sains kemudian dapat didefinisikan oleh kegagalan untuk memberikan penjelasan dalam paradigma tersebut. Dengan cara ini, ilmu pengetahuan berkembang tidak hanya dengan secara bertahap membangun karya-karya masa lalu seperti yang selalu diasumsikan, tetapi oleh serangkaian revolusi di mana cara berpikir dalam komunitas ilmiah berubah sepenuhnya. Buku Kuhn tahun 1962 "Struktur Revolusi Ilmiah" sangat populer, dan tetap menjadi salah satu karya yang paling banyak dikutip oleh filosofi. Ini telah disebut oleh beberapa "karya filsafat yang paling berpengaruh di paruh kedua abad ke-20".

Pergeseran paradigma dan revolusi ilmiah - pandangan ilmu pengetahuan, terkait dengan filsuf Thomas Kuhn, yang menunjukkan bahwa sejarah sains dapat dibagi menjadi masa-masa sains normal (ketika para ilmuwan menambah, menguraikan, dan bekerja dengan teori ilmiah yang terpandang dan diterima) dan periode singkat ilmu revolusioner. Kuhn menegaskan bahwa selama masa-masa sains revolusioner, anomali yang menyanggah teori yang diterima telah membangun sedemikian rupa sehingga teori lama dipecah dan yang baru dibangun untuk menggantikannya dalam apa yang disebut "perubahan paradigma".

Meskipun mereka mungkin tampak sederhana, pertanyaan-pertanyaan ini sebenarnya cukup sulit untuk dijawab dengan memuaskan. Pendapat tentang isu-isu tersebut sangat bervariasi di lapangan (dan kadang-kadang berpisah dengan pandangan para ilmuwan itu sendiri - yang terutama menghabiskan waktu

Page 92: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

91

mereka , tidak menganalisanya secara abstrak). Terlepas dari keragaman pendapat ini, para filsuf sains dapat sangat setuju pada satu hal: tidak ada satu pun cara sederhana untuk mendefinisikan sains. Meskipun bidang ini sangat terspesialisasi, beberapa ide batu luncur telah masuk ke arus utama. Berikut penjelasan singkat tentang beberapa konsep yang terkait dengan filsafat sains, yang mungkin Anda (atau mungkin tidak) hadapi.

Paul Feyerabend (1924 - 1994) berpendapat bahwa sains tidak menempati sebuah tempat spesial baik dari segi logika atau metodenya, dan tidak ada metode dalam sejarah praktek ilmiah yang belum dilanggar di beberapa titik dalam memajukan pengetahuan ilmiah, sehingga klaim apapun yang dibuat oleh para ilmuwan tidak dapat ditegakkan. Filsafat Barat mengacu pada pemikiran filosofis dalam Barat atau Barat dunia, (dimulai dengan Yunani Kuno dan Roma, meluas melalui Eropa tengah dan barat dan, sejak Columbus, Amerika) sebagai lawannya Timur atau Oriental filosofi (terdiri dari India, Cina, Persia, Jepang dan Korea filosofi) dan varietas filsafat pribumi.

Selama berabad-abad, Filsafat Barat sangat kuat terpengaruh dan dipengaruhi oleh agama Kristen, sains, matematika, dan politik. Memang, pada zaman kuno, kata "filsafat" digunakan untuk semua upaya intelektual, dan, hingga abad ke-17, ilmu-ilmu alam (fisika, astronomi, biologi) masih disebut sebagai cabang dari "Filsafat alami". Hal ini juga mempengaruhi (dan pada gilirannya dipengaruhi oleh) ajaran-ajaran Agama-agama Ibrahim (Filosofi Yahudi, filsafat Kristen, dan filsafat Islam).

Secara umum, menurut beberapa komentator, masyarakat barat berusaha keras temukan dan buktikan "kebenaran", sementara masyarakat Timur menerima kebenaran seperti yang diberikan dan lebih tertarik menemukan keseimbangan. Orang Barat menyimpan lebih banyak menekankan hak individu; Orang Timur mengutamakan tanggung jawab sosial.

Page 93: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Pada dasarnya seluruh bidang studi akademis secara khusus membahas tentang apa itu sains, bagaimana cara kerjanya, dan logika yang melaluinya kita membangun pengetahuan ilmiah. Cabang filsafat ini dengan mudah disebut filsafat sains. Banyak ide yang dapat sajikan dalam modul ini, terutama sintesis dasar dari beberapa gagasan lama dan baru dari filsafat ilmu pengetahuan.

Perkembangan Pradigma Berpikir

Paradigma Berpikir kami tidak uraikan lagi dalam buku ini. Buku yang kami tulis tahun 2016 bersaaam diluncurkan dengan buku Karya Profesor Tippe tentang Ilmu Pertahanan. Secara sederhana Pradigma Berpikir manusia dapat lahir, tumbuh berkembang mulai dari Narsis, Positivis, Post-Positivis, Fenomenologi, Kritikal Teori, Posmodern dan terakhir virtual. Dengan sederhana dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Gambar 14 Perkembangan Paradima Berpikir (Halkis,2016)

Terlepas dari mana paradigm yang cocok-tidak cocok, atau benar atau tidak yang pasti sesuai dengan problem dan teorinya. Paradima berpikir tersebut dihadapkan dengan masalah yang variatif dan dijelaskan dengan berbai disiplin keilmuan dalam waktu dan berbagai tempat, maka pola hungan antar variable ada dalam bentuk monodispliner, intradisipliner, interdisipliner, multidisipliner, crossdisipliner bahkan transdisipliner. Bagaimanapun bentuk hubungan variable sebagai refleksi paradigm berpikir yang digunakan harus terlihat kejelasan dari Kriteria Dasar Ilmu pengetahuan dari unsur dasar Filsafat Ilmu; ontologi, epostemologi dan aksiologi. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 8 Tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi

Page 94: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

93

Nasional Indonesia ternyata selain unsur dasar filsafat tersebut juga diwajibkan Publikasi. Dijelaskan lagi publikasi tingkat magister oleh jurnal nasional terakreditasi, sedangkan S3 jurnal Internasional. Oleh Universitas Pertahanan mendukung biaya bagi mahasiwanya sejak 2019 untuk 1 junal tingkat nasional dan 1 internasional. Dengan demikian ada 4 unsur yang harus dipenuhi seorang tamatan Magister di Universitas Pertahan. Kriteria ini dapat dibuat dalam sebuah rubric (terlampir).

Kriteria Dasar Karya Ilmiah:

A. Ontologi - Ilmu tentang ada, bagaimana eksitensi sesuatu menjadi ada. Kerangka pemikiran yang dapat menjelasan segala sesuatu bagian dari yang lainnya, ada jenis, tipe, taksonomi, stuktur dan sebagaingainya. Ontologi Ilmu Pertahanan terkait adanya Ilmu Pertahanan, menjawab - Substansi, Apa…. aksidensi, apanya. Untuk itu peranyaan utamanya adalah anda meneliti apa, dan apanya yang anda teliti. Aristeoteles menjelaskan ada hukum causalitas (sebab-akibat) mencakup; Causa materi (bahan)

Causa formal (bentuk)

Causa efisien (pelaku) Causa finalis (tujuan)

Dalam perspektif ontologyi sebuah penelitian yang baik mengandung konstruksi baru dalam susunan kausalitas yang ada. Susun baru tersebut biasanya ditanya mana novelty-nya. Kalau novelty dengan baik, terlihat dalam merumuskan struktur teori dan problem dengan baik terlihat pada;

a. Fokus Penelitian. Kandungan kausalitas terbaca dengan mudah. Grand Theori yang digunakan terlihat.

b. Masalah Inti dikembangan dengan rumusan masalah, faktor-faktor apa yang diteliti dapat dijelaskan dengan teori.Operasional Theori yang digunakan secara praktis. Pembatas fakror yang dietiliti memilki sebuah alas an akademis. Untuk itu teori/Konsep Penelitian dan

Page 95: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

keterkaitan/Konteks dengan Ilmu Pertahanan/Bela Negara, atau lebih spesifik dengan Program Studi dapat dijelaskan. Karya yang baik menulis secara lengkap dan kosisten dengan salah satu paradigma keilmuan dan teori-teorinya

B. Epistemologi - cabang filsafat yang berhubungan dengan

pengetahuan apa, bagaimana kita sampai beberapa hal sebagai benar, dan bagaimana kita membenarkan penerimaan itu. Epistemologi yang baik mampu merumuskan Problem dan Solusi yang tepat melalui langkah langkan/Metodologi/Prosedur Penelitian. Untuk itu Desain Penelitian penting dijelaskan, karena tipe metode sangat variatif terutama ketika memilih penelitian bersifat kualitatif. Paling tidak peneliti memilih dengan perimbangan:Tujuan, orang yang akandi hadapi, data yang dimiliki dan teori yang digunakan.Untuk itu penelitian yang baik dari perspektif Epistemologi mampu: a. Memilih tipe metode penelitian dangan baik, b. Subjek-Objek Penelitian c. Teknik Pengumpulan Data d. Tenik Analisa Data

Mahasiswa menulis secara lengkap dan kosisten dengan salah satu paradigma keilmuan. Kalau paradigma bersifat empiris membangun pengetahuan Ilmu Pertahanan yang menekankan pentingnya yang tampak sebagai bukti dari dunia nyata. Namun kalau bersifat idealis menekankan pada subjektivitas penelitian atau kualitatif. Metode penalaran induktif bekerja di mana generalisasi dikatakan benar berdasarkan contoh individu yang tampaknya sesuai dengan generalisasi itu. Misalnya, setelah mengamati Kopasus memiliki durasi latihan cukup lama, Kopaska dan marinir walaupun dilaut juga lama, Kopaskhasau latihan cukup lama. Dengan melihat fenomena tersebut dapat simpulkan prajurit komando melakukan latihan dalam waktu yang lama. Metode penalaran deduktif berkesimpulan secara logis tercapai dari proses deduktif yang dapat dibuktikan dalam suatu tempat. Sebagai contoh, dalam ilmu astronomi; jika kita mengetahui posisi relatif saat ini dari bulan, matahari, dan

Page 96: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

95

Bumi, serta bagaimana gerakan ini terhadap satu sama lain, kita dapat melihat tanggal dan lokasi gerhana matahari berikutnya.

Memang, beberapa penulis, seperti Guba dan Lincoln (1994: 105), berpendapat bahwa pertanyaan tentang metode penelitian adalah kepentingan sekunder untuk pertanyaan paradigma untuk penelitian. Mereka mencatat: Baik metode kualitatif maupun kuantitatif dapat digunakan secara tepat dengan paradigma penelitian.Pertanyaan metode adalah sekunder untuk pertanyaan paradigma, yang kita definisikan sebagai sistem kepercayaan dasar atau pandangan dunia yang memandu penyelidikan, tidak hanya dalam pilihan metode tetapi secara ontologis dan epistemologis yang mendasar dapat digambarkan quadran yang membangun aliran dalam keilmuan:

Ontologi Epistemologi

Idealisme Empirisme

Realisme Rasionalisme

Gambar 15: Power Filsafat dalam mengembangkan Ilmu Pertahan, atau ilmu apa saja.

C. Aksiologi - Cabang filsafat memberikan kerangka acuan

menilai, apakah didasari pada benar salah, maka bidangnya pada studi logika, matematika, apakah bidang baik atau buruk maka jawabannya dijelaskana pada studi etika. Kalau menyangkut indah atau jeleknya sesuatu terletak pada estetika. Penelitian yang baik mampu merumuskan Manfaat, terlihat; tujuan, maksud dan sasaran penelitian, signifikansi, dan manfaat penelitian. Mahasiswa menulis secara lengkap dan kosisten dengan salah satu paradigma keilmuan. Dalam merumuskan tujuan mengandung bobot aksiologis. Menemukan dan menilai termasuk bobot tertinggi atau level 9, menganalisi level 8 dan mengaplikasikan level 7. Empat kata kerja operasional ini kunci penelitian untuk level magister. Khusus S3 harus level 9, tapi Magister boleh level 7, 8 atau 9 tergantung bobot masaalah yang ingin diselesaiakan.

Page 97: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Filsafat adalah ibu dari segara ilmu. Filsafat dapat melahirkan ilmu pertahanan apabila secara konsisten berkarya dalam menghadapi masalah-masalah pertahanan negara secara konsisten. Hubungan ontologi, epistemologi dan axiologi dapat dirangkai untuk memperlihatkan benang merah penelitian dan dasar pembentukan indikator penilaian karya ilmiah.

Referensi Anastasi, Anne, I986. Psychological Testing, New York : Macmilan

Publishing Co. Inc. Bakker, Anton, Methode-Methode Filsafat, Jakarta : Ghalia Indonesia,

Bakker, Anton dan Achmad Zubair Charis, I986, Metodologi Penelitian Filsafat, Yogyakarta : Kanisius. I990. Beerling, Kwee, Mooij,

Bertens, K. I985Filsafat Abad xx, jilid I dan II, Jakarta:Gramedia. .

Bartens, K. , I990. Ringkas Sejarah Filsafat, cet. Ke delapan, Yogyakarta, Kanisius.

Crane, Tim, 2001, Elements of Mind, an Introduction of The Philosophy of Mind, Oxford University Press, New York

Halkis, Mhd, 2016, Gedabu,Termometer Paradigma Berpikir dan Bela Negara, Universitas Pertahanan, Bogor

Kattsoff, Louis, O, I989, Pengantar Filsafat, Terj. Soejono Soemargono, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya,

Koentjaraningrat, I986 Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Aksara Baru,

Leahy, Louis, (I985) Manusia Sebuah Misteri, Jakarta, Gramedia, Luci, Miis, Dan Maitre, Claude, (I989) Pengantar Kepemimpinan,

Iqbal, Terj, Johan Effendi, Bandung: Mizan,

Page 98: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

97

BAB 3 KONSTRUKTIVISME: METODE PRAKTIS PENGEMBANGAN ILMU PERTAHANAN

Page 99: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Konstruktivisme adalah teori pengetahuan atau epistemologi (Jean Piaget, 1967). Sejak konsep konstruktivisme dikembangkan oleh von Glasersfeld, banyak perbedaan dalam menafsirkan pandangan konstruktivis tentang pengetahuan. Memang paling relevan untuk mengembangkan ilmu pertahanan adalah antara epistemologi dan konstruktivisme hermeneutik. Menurut Chiari dan Nuzzo (1996, 2010). Dengan suatu alasan atmosfer akademis Universitas Pertahanan masih memiliki kesan komando atau semi militer. Dengan kondisi demikian perlu suatu metode pengembangan keilmuan yang bersifat interkatif, andragogi. Dengan potensi mahasiswa yang sudah sarjana (S1) berasal dari berbagai perguruan tinggi yang memiliki latar belakang kecerdasan terpilih, maka pola kontruktivisme memungkin dikembangkan.

Istilah "konstruktivisme epistemologis" mengacu pada pandangan-pandangan yang mengakui keberadaan dunia yang independen dari pengamat, tetapi dianggap tidak dapat diketahui, dan rentan untuk ditafsirkan dalam banyak cara yang berbeda, semua sama sahnya. Karena itu, epistemologis konstruktivisme (dapat disamakan dengan konstruktivisme radikal von Glasersfeld) menyiratkan subjek subjek dualisme dalam pembuatannya mengacu pada dua realitas, ekstra-linguistik dan pengalaman realitas yang ditafsirkan oleh orang itu: kita dan dunia.

"Konstruktivisme Hermeneutic" melampaui dualisme tersebut dengan mengasumsikan bahwa kita terjerat di dunia yang tidak bisa kita amati dan gambarkan dari luar: kita ada di dunia. Teori konstruktivisme yang disebut juga dengan proses organisasi dan proses adaptasi, Teori dirumuskan Jean Piaget.

Page 100: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

99

Kontruktivisme berpusat pada subjek dengan membentuk pengetahuannya, proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema ini diatur otomatis oleh keseimbangan dalam pikiran mahasiswa, dengan cara ini pengetahuan mahasiswa selalu berkembang. Implementasi teori konstruktisme membawa implikasi baik terhadap mahasiwa, pengajar maupun materi dan cara penyampaian pelajaran, dimana implikasi tersebut mencakup perihal proses belajar, proses mengajar, dan teknik pengajaran.

Pertimbangan hubungan saling melengkapi antara subjek dan objek pengetahuan adalah asumsi ontologis fenomenologi dan hermeneutika (Chiari & Nuzzo, 2006). Pandangan konstruktivis epistemologis dan hermeneutik berbagi gagasan historisitas

pengetahuan, yang berasal dari recursivity (berhubungan) dan self-referensi dari proses perubahan pribadi. Namun, sedangkan konstruktivisme epistemologis menekankan relativitas pengetahuan, konstruktivisme hermeneutik menekankan kemungkinan mempertanyakan pengetahuan dengan menggaris bawahi sifat linguistik dari realitas dan pemahaman bersama yang dapat kita capai melalui dialog yang berpendapat bahwa manusia menghasilkan pengetahuan dan makna dari interaksi antara pengalaman mereka dan pengalaman ide-ide. Selama masa bayi, itu adalah interaksi antara mereka pengalaman dan refleks atau pola perilaku mereka. Piaget menyebutnya dengan skema sistem pengetahuan.

Konstruktivisme bukanlah pedagogi khusus, meskipun memang demikian sering bingung. Teori Piaget tentang pembelajaran konstruktivis memiliki dampak yang luas terhadap teori pembelajaran dan metode pengajaran dalam dunia pendidikan, apalagi Universitas Pertahanan, dimana mahasiswanya sudah tingkat Pascasarjana. Metode pengajaran dan Pendidikan Konstruktivisme dipandang relevan dengan Unhan menuju sebuah revolusi mental. Dukungan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakar untuk teknik pengajaran konstruktivis telah dicampur, dengan beberapa penelitian yang

Page 101: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

mendukung teknik ini dan penelitian lain yang bertentangan dengan hasil tersebut.

Latar belakang pemikiran konstruktivis tidak dihargai secara luas karena persepsi bahwa pelajar dipandang sebagai kegiatan tanpa tujuan dan kurang penting. Jean Piaget tidak setuju dengan tradisi pemikiran ini, namun melihat bermain sebagai bagian penting dari pengembangan kognitif siswa dan memberikan bukti ilmiah untuk pandangannya. Hari ini, teori konstruktivis berpengaruh di banyak sektor pembelajaran non-formal. Salah satu contoh bagus pembelajaran konstruktivis dalam pengaturan non-formal adalah Pendidikan Militer secara turun temurun membangun militansi keprajuritan. Tidak hanya itu dalam dunia indutri seperti Honda dan Suzuki menerapakan pembelajaran ini, untuk mempraktekkan beberapa keterampilan ilmiah dan membuat penemuan untuk diri mereka sendiri.

Penulis yang mempengaruhi konstruktivisme termasuk: John Dewey (1859–1952) Maria Montessori (1870–1952) Jean Piaget (1896–1980) Lev Vygotsky (1896–1934) Heinz von Foerster (1911–2002) Jerome Bruner (1915 -) Herbert Simon (1916–2001) Paul Watzlawick (1921–2007) Ernst von Glasersfeld (1917–2010)

Konstruktivisme dan Fenomenologi

Teori psikologis pertama dapat didefinisikan sebagai konstruktivis, khususnya dalam interpretasi diberikan oleh von Glasersfeld (1974) hampir sama dengan perkembangan kognitif Piaget (1937). Piaget (1967) sendiri adalah yang pertama menggunakan istilah konstruktivisme. Istilah "konstruktivisme" telah mulai mengandung arti teori, pendekatan, perspektif yang, di bidang psikologi dan lebih umum dari ilmu manusia, sebagai asumsi epistemologis dan/atau ontologis mereka semacam mewakili pandangan pengetahuan tertentu dibandingkan dengan oposisi tradisional antara pandangan realis dan idealis (Chiari & Nuzzo, 1996).

Page 102: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

101

Penyebaran cepat konstruktivisme psikologis dan konstruksionisme sosial, dengan yang menunjukkan beberapa kesamaan menyiratkan penyalahgunaan istilah tersebut (kadang-kadang digunakan mengacu pada subjektivisme generik dan sepele) dan ketidakefisiensian terkait artinya. Von Glasersfeld (1984) adalah yang pertama mencoba menunjukkan perbedaan antara Piaget "Epistemologi konstruktivis radikal" dan "konstruktivisme trivial" yang khas untuk kognitivisme, berlabuh ke pandangan representasionalis pengetahuan. Dalam hubungan ini menarik untuk mencatat bagaimana epistemologi konstruktivis telah (dan masih merupakan) objek kesalahpahaman yang sama untuk fenomenologi. Von Glasersfeld (1995) mengamati bahwa “untuk orang percaya dalam representasi, perubahan radikal dari konsep pengetahuan dan hubungannya dengan realitas Mereka segera berasumsi bahwa menyerahkan pandangan representasional sama saja menyangkal kenyataan, yang memang akan menjadi hal yang bodoh untuk dilakukan” (hal. 14). Sebagai bukti dari kesulitan ini, Mahoney (1988), seorang psikolog yang memberi informasi lebih rinci tentang filosofi pembangunan pengetahuan manusia.

Formalisasi teori konstruktivisme umumnya selalu dikaitkan Jean Peaget, mekanisme diartikulasikan dengan mana pengetahuan diinternalisasi oleh peserta didik. Dia menyarankan untuk melalui proses akomodasi dan asimilasi, individu membangun pengetahuan baru dari pengalaman mereka. Ketika individu berasimilasi, mereka menggabungkan pengalaman baru ke dalam kerangka kerja tanpa mengubah kerangka itu. Ini mungkin terjadi ketika pengalaman individu diselaraskan dengan representasi internal dunia, tetapi juga dapat terjadi sebagai kegagalan untuk mengubah pemahaman yang salah; misalnya, mereka mungkin tidak melihat kejadian, mungkin salah mengerti input dari orang lain, atau mungkin memutuskan bahwa suatu kejadian adalah kebetulan dan karenanya tidak penting sebagai informasi tentang dunia. Sebaliknya, ketika pengalaman individu

Page 103: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

bertentangan representasi internal mereka, mereka dapat mengubah persepsi mereka tentang pengalaman agar sesuai dengan representasi internal. Menurut teori, akomodasi adalah proses reframing representasi mental seseorang dari dunia luar agar sesuai dengan pengalaman baru. Akomodasi bias dipahami sebagai mekanisme yang menyebabkan kegagalan belajar: ketika kita bertindak berdasarkan harapan bahwa dunia beroperasi dalam satu cara dan itu melanggar harapan kita, kita sering gagal, tetapi pada mengakomodasi pengalaman baru ini dan membingkai model kita tentang cara dunia bekerja, kita belajar dari pengalaman kegagalan, atau kegagalan orang lain.

Penting untuk dicatat bahwa konstruktivisme bukanlah suatu pedagogi. Faktanya, konstruktivisme adalah sebuah teori yang menjelaskan bagaimana pembelajaran terjadi, terlepas dari apakah pembelajar menggunakan pengalaman untuk memahami kuliah atau mengikuti instruksi untuk membangun model. Di kedua kasus, teori konstruktivisme menunjukkan bahwa pembelajar membangun pengetahuan dari pengalaman mereka. Namun, konstruktivisme sering dikaitkan dengan pendekatan pedagogik yang mempromosikan belajar aktif, atau belajar dengan melakukan sesuatu bermakna. Ada banyak kritik dari "belajar dengan melakukan" "penemuan belajar" sebagai strategi pembelajaran (Tobias, S., & Duffy, T. M., 2009).

Meskipun ada banyak antusiasme terhadap Konstruktivisme sebagai strategi desain, menurut Tobias dan Duffy “... bagi kita itu akan muncul bahwa konstruktivisme tetap lebih dari kerangka filosofis daripada teori itu memungkinkan kami untuk mendeskripsikan instruksi atau menyusun strategi desain dengan tepat.” (ibid. hal.4). Tetapi konstruktivis tampaknya mengalami kesulitan mendefinisikan pembelajaran yang dapat diuji teori.

Menurut pendekatan konstruktivis sosial, instruktur harus beradaptasi dengan peran fasilitator dan bukan guru (Bauersfeld, 1995). Sedangkan seorang guru memberi sebuah kuliah mencakup

Page 104: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

103

materi pelajaran, seorang fasilitator membantu pembelajar untuk mendapatkan pemahamannya sendiri konten. Dalam skenario sebelumnya, pelajar memainkan peran pasif dan dalam skenario yang memainkan peran aktif dalam proses pembelajaran. Dengan demikian penekanan menjauh dari instruktur dan konten, dan terhadap pelajar (Gamoran, Secada, & Marrett, 1998). Perubahan peran ini yang dramatis menyiratkan bahwa seorang fasilitator perlu menunjukkan keahlian yang sangat berbeda dari seorang guru (Brownstein 2001). Seorang guru mengatakan, seorang fasilitator bertanya; seorang guru mengajar dari depan, seorang fasilitator mendukung dari belakang; seorang guru memberikan jawaban sesuai dengan kurikulum yang ditetapkan, seorang fasilitator memberikan panduan dan menciptakan lingkungan bagi pelajar untuk sampai pada dirinya kesimpulan sendiri; seorang guru kebanyakan memberikan monolog, seorang fasilitator terus berdialog dengan para pembelajar (Rhodes dan Bellamy, 1999).

Seorang fasilitator juga harus mampu menyesuaikan pembelajaran pengalaman 'di udara' dengan mengambil inisiatif untuk mengarahkan pengalaman belajar ke tempat pembelajar ingin menciptakan nilai. Lingkungan belajar juga harus dirancang untuk mendukung dan menantang pemikiran pembelajaran (Di Vesta, 1987). Sementara itu diadvokasikan untuk memberikan pembelajar masalah dan solusi kepada proses pembelajaran, itu tidak terjadi bahwa setiap kegiatan atau solusi apa pun yang memadai. Tujuan utamanya adalah untuk mendukung pembelajar untuk menjadi pemikir yang efektif. Ini dapat dicapai dengan mengasumsikan banyak peran, seperti konsultan dan pelatih. Beberapa strategi untuk pembelajaran kooperatif termasuk

Reciprocal Questioning: siswa bekerja bersama untuk bertanya dan menjawab pertanyaan. Siswa menjadi "ahli" di salah satu bagian dari proyek kelompok dan mengajarkannya kepada yang lain di kelompok mereka. Kontroversi Terstruktur: Para siswa bekerja bersama untuk meneliti suatu kontroversi tertentu (Woolfolk

Page 105: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

2010). Konstruktivisme sosial, sangat dipengaruhi oleh karya Vygotsky (1978), menunjukkan pengetahuan itu pertama kali dibangun dalam konteks sosial dan kemudian disesuaikan oleh individu (Bruning et al.,1999; M. Cole, 1991; Eggan & Kauchak, 2004).

Menurut konstruktivis sosial, proses berbagi perspektif individu disebut elaborasi kolaboratif (Meter & Stevens, 2000). Hasil peserta didik membangun pemahaman bersama yang tidak akan mungkin sendirian (Greeno et al., 1996). Para ahli konstruktivis sosial memandang belajar sebagai proses aktif di mana para pembelajar harus belajar metemukan prinsip, konsep dan fakta untuk diri mereka sendiri, maka pentingnya mendorong menebak dan pemikiran intuitif dalam peserta didik (Brown et al.1989; Ackerman 1996). Bahkan, untuk konstruktivis sosial, kenyataan bukanlah sesuatu yang dapat kita temukan karena tidak ada sebelumnya penemuan sosial. Kukla (2000) berpendapat bahwa realitas dibangun oleh kegiatan kita sendiri dan bahwa orang-orang, bersama sebagai anggota masyarakat, menciptakan sifat-sifat dunia.

Sarjana konstruktivis lainnya setuju dengan ini dan menekankan bahwa individu membuat makna melalui interaksi satu sama lain dan dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Pengetahuan demikian merupakan produk manusia dan dibangun secara sosial dan kultural (Ernest 1991; Prawat dan Floden 1994). McMahon (1997) setuju bahwa belajar adalah proses sosial. Dia lebih jauh menyatakan belajar bukanlah proses yang hanya terjadi di dalam pikiran kita, juga bukan perkembangan pasif perilaku kita yang dibentuk oleh kekuatan eksternal dan pembelajaran yang bermakna itu terjadi saat individu terlibat dalam kegiatan sosial. Vygotsky (1978) juga menyoroti konvergensi unsur-unsur sosial dan belajar praktis dengan mengatakan bahwa momen paling signifikan dalam perjalanan perkembangan intelektual terjadi ketika pidato dan kegiatan praktis, dua baris yang sebelumnya sepenuhnya independen pengembangan, konvergen.

Page 106: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

105

Melalui kegiatan praktis, seorang anak membangun makna pada suatu tingkat pribadi, sementara pidato menghubungkan makna ini dengan dunia interpersonal yang dimiliki oleh anak dan budayanya. Interaksi dinamis antara tugas, instruktur dan pembelajar.

Karakteristik lebih lanjut dari peran fasilitator dalam sudut pandang konstruktivis sosial adalah instruktur dan pembelajar sama-sama terlibat dalam belajar dari satu sama lain juga (Holt dan Willard-Holt 2000). Ini berarti bahwa pengalaman belajar bersifat subjektif dan obyektif dan mensyaratkan bahwa budaya, nilai dan latar belakang instruktur menjadi bagian penting dari interaksi antara peserta didik dan tugas dalam membentuk makna. Peserta didik membandingkan versi mereka kebenaran dengan yang dari instruktur dan sesama peserta didik untuk mendapatkan versi baru, diuji kebenaran masyarakat (Kukla 2000).

Tugas atau masalah demikian adalah antarmuka antara instruktur dan pelajar (McMahon 1997). Ini menciptakan interaksi dinamis antara tugas, instruktur, dan pelajar. Ini mensyaratkan bahwa peserta didik dan instruktur harus mengembangkan kesadaran satu sama lain dan kemudian melihat ke keyakinan mereka sendiri, standar dan nilai-nilai, sehingga keduanya bersifat subjektif dan obyektif pada saat yang sama (Savery 1994). Beberapa penelitian memperdebatkan pentingnya mentoring dalam proses pembelajaran (Archee dan Duin 1995; Brown et al. 1989). Model konstruktivis sosial dengan demikian menekankan pentingnya hubungan antara siswa dan instruktur dalam proses pembelajaran. Beberapa pendekatan pembelajaran yang dapat menampung pembelajaran interaktif ini termasuk mengajar timbal balik, kolaborasi teman sebaya, magang, instruksi berbasis masalah, pencarian web, berlabuh instruksi dan pendekatan lain yang melibatkan belajar dengan orang lain.

Page 107: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kolaborasi antar peserta didik dengan keterampilan dan latar belakang yang berbeda harus berkolaborasi dalam tugas dan diskusi sampai pada pemahaman bersama tentang kebenaran di bidang tertentu (Duffy dan Jonassen 1992). Sebagian besar model konstruktivis sosial, seperti yang diusulkan oleh Duffy dan Jonassen (1992), juga menekankan perlunya kolaborasi di antara peserta didik, dalam kontradiksi langsung dengan persaingan pendekatan tradisional. Satu gagasan Vygotskian yang memiliki implikasi signifikan untuk kolaborasi teman sebaya adalah bahwa dari zona perkembangan proksimaldidefinisikan sebagai jarak antara tingkat perkembangan yang sebenarnya sebagaimana ditentukan oleh pemecahan masalah independen dan tingkat potensi pengembangan sebagaimana ditentukan melalui pemecahan masalah di bawah bimbingan orang dewasa atau dalam kolaborasi dengan rekan-rekan yang lebih mampu, itu berbeda dari sifat pengembangan biologis. Melalui proses 'perancah', seorang pelajar dapat melampaui batasan pematangan fisik sejauh bahwa proses pengembangan tertinggal di belakang proses pembelajaran (Vygotsky 1978).

Paradigma konstruktivis sosial memandang konteks di mana pembelajaran terjadi sebagai pusat pembelajaran itu sendiri (McMahon 1997). Mendasari gagasan pembelajar sebagai prosesor aktif adalah "asumsi bahwa tidak ada seorang pun seperangkat hukum pembelajaran umum dengan masing-masing hukum berlaku untuk semua domain" (Di Vesta 1987: 208). Pengetahuan yang didekontekstualisasikan tidak memberi kita keterampilan untuk menerapkan pemahaman kita kepada yang otentik karena, seperti yang Duffy dan Jonassen (1992) tunjukkan dengan konsep di lingkungan yang kompleks dan mengalami keterkaitan kompleks dalam lingkungan itu yang menentukan bagaimana dan kapan konsep tersebut digunakan. Satu gagasan konstruktivis sosial adalah gagasan tentang otentik atau di mana siswa mengambil bagian dalam kegiatan yang langsung relevan dengan penerapan pembelajaran dan yang terjadi dalam budaya yang

Page 108: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

107

mirip dengan pengaturan yang diterapkan (Brown et al. 1989). Metode kognitif telah diusulkan sebagai model konstruktivis yang efektif pembelajaran yang mencoba untuk "membudayakan siswa menjadi praktik otentik melalui aktivitas dan sosial interaksi dengan cara yang mirip dengan yang terbukti dan terbukti sukses" (Ackerman 1996: 25).

Penilaian Dinamis

Holt dan Willard-Holt (2000) menekankan konsep penilaian dinamis, yang merupakan cara menilai potensi sesungguhnya peserta didik yang berbeda secara signifikan dari tes konvensional. Di sini pada dasarnya sifat interaktif dari pembelajaran diperluas ke proses penilaian. Daripada melihat penilaian sebagai proses yang dilakukan oleh satu orang, seperti seorang instruktur, itu dilihat sebagai proses dua arah yang melibatkan interaksi antara instruktur dan pembelajar. Peran dari penilai menjadi salah satu orang yang terlibat dalam dialog dengan orang-orang yang dinilai untuk mencari tahu tingkat kinerja saat ini pada setiap tugas dan berbagi dengan mereka cara-cara yang mungkin di mana kinerja dapat ditingkatkan pada kesempatan berikutnya. Dengan demikian, penilaian dan pembelajaran adalah dilihat sebagai proses yang saling terkait dan tidak terpisah (Holt dan Willard-Holt 2000).

Menurut sudut pandang ini, instruktur harus melihat penilaian sebagai berkesinambungan dan interaktif proses yang mengukur pencapaian pelajar, kualitas pengalaman belajar. Umpan balik yang dibuat oleh proses penilaian berfungsi sebagai landasan langsung untuk pengembangan lebih lanjut. Terstrukturnya proses pembelajaran penting untuk mencapai keseimbangan yang tepat antara tingkat struktur dan fleksibilitas yang ada dibangun ke dalam proses pembelajaran. Savery (1994) berpendapat bahwa semakin terstruktur pembelajarannya lingkungan, semakin sulit bagi peserta untuk membangun makna berdasarkan konseptual pengertian mereka. Seorang fasilitator

Page 109: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

harus membuat struktur pengalaman pembelajaran yang cukup untuk memastikan bahwa siswa mendapatkan panduan dan parameter yang jelas untuk mencapai tujuan pembelajaran, namun pengalaman belajar harus terbuka dan cukup bebas untuk memungkinkan para mahasiwa untuk menemukan, menikmati, berinteraksi, dan sampai pada versi kebenaran yang diverifikasi secara sosial. Dalam pembelajaran orang dewasa Ide-ide konstruktivis telah digunakan untuk menginformasikan pendidikan orang dewasa. Dimana pedagogi berlaku untuk pendidikan anak-anak, pendidik dewasa sering sisebut andragogy. Metode harus diambil dalam proses belajar, karena fakta bahwa orang dewasa memiliki lebih banyak pengalaman dan struktur neurologis yang ada sebelumnya. Pendekatan berdasarkan konstruktivisme menekankan pentingnya mekanisme untuk perencanaan bersama, diagnosis kebutuhan dan minat pelajar, iklim pembelajaran kooperatif, aktivitas berurutan untuk mencapai tujuan, perumusan tujuan pembelajaran berdasarkan perkiraan kebutuhan dan minat.

Relevansi pribadi dari konten, keterlibatan peserta didik dalam proses, dan lebih dalam pemahaman konsep yang mendasari adalah beberapa persimpangan antara penekanan dalam konstruktivisme dan prinsip pembelajaran orang dewasa. Guthrie dkk. (2004) membandingkan tiga metode pembelajaran: pendekatan tradisionil, pendekatan instruksi strategis, dan pendekatan dengan teknik motivasi konstruktivis termasuk pilihan siswa, kolaborasi, dan kegiatan langsung. Pendekatan konstruktivis, yang disebut IMBK (Instruksi Membaca Berorientasi Konsep), menghasilkan pemahaman membaca siswa yang lebih baik, strategi kognitif, dan motivasi. (Guthrie et al., 2004). Jong Suk Kim menemukan bahwa menggunakan metode pengajaran konstruktivis untuk siswa kelas 6 menghasilkan lebih baik prestasi siswa dari metode pengajaran tradisional. Penelitian ini juga menemukan bahwa metode konstruktivis yang lebih disukai daripada metode tradisional. Namun, Kim tidak

Page 110: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

109

menemukan perbedaan dalam konsep diri siswa atau strategi belajar antara yang diajarkan oleh konstruktivis atau metode tradisional (Kim, 2005).

Doğru dan Kalender membandingkan kelas sains menggunakan pendekatan yang berpusat pada guru tradisional kepada mereka yang menggunakan metode yang berpusat pada siswa, konstruktivis. Dalam tes awal mereka siswa kinerja segera setelah pelajaran, mereka tidak menemukan perbedaan yang signifikan antara metode tradisional dan konstruktivis. Namun, dalam penilaian lanjutan 15 hari kemudian, siswa yang belajar melalui metode konstruktivis menunjukkan retensi pengetahuan yang lebih baik daripada mereka yang belajar melalui metode

tradisional (Doğru and Kalender, 2007).

Kritik konstruktivisme pendidikan dari beberapa psikolog kognitif dan pendidik telah mempertanyakan klaim pusat konstruktivisme. Dikatakan bahwa teori konstruktivis menyesatkan atau bertentangan dengan temuan yang diketahui. Matthews (1993) mencoba untuk membuat sketsa pengaruh konstruktivisme dalam pendidikan matematika dan sains yang bertujuan untuk menunjukkan seberapa luasnya dan dalamnya dan masalah apa yang dihadapi. Dalam teori neo-Piagetian perkembangan kognitif dipertahankan bahwa belajar pada usia berapa pun tergantung pada pengolahan dan sumber daya representasional yang tersedia pada usia tertentu ini. Bahwa

Jika persyaratan konsep yang harus dipahami melebihi yang tersedia efisiensi pemrosesan dan bekerja sumber daya memori maka konsepnya adalah dengan definisi tidak dapat dipelajari. Oleh karena itu, tidak peduli seberapa aktif seorang anak selama belajar, untuk belajar anak itu harus beroperasi dalam lingkungan belajar yang memenuhi pembelajaran perkembangan dan kendala individu yang merupakan karakteristik untuk usia anak dan kemungkinan penyimpangan anak ini darinya.

Page 111: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kepedulian Mayer adalah bagaimana seseorang menerapkan teknik mengajar berbasis penemuan. Ia memberikan penelitian empiris sebagai bukti bahwa teknik mengajar berbasis penemuan tidak memadai. Di sini dia mengutip literatur dan membuat poinnya “Misalnya, replikasi baru-baru ini adalah penelitian yang menunjukkan untuk menjadi lebih baik dalam memecahkan masalah.” Poin Mayer adalah bahwa orang sering menyalahgunakan konstruktivisme untuk mempromosikan penemuan berbasis murni teknik mengajar. Dia mengusulkan bahwa rekomendasi desain instruksional konstruktivisme terlalu sering ditujukan untuk praktik berbasis penemuan (Mayer, 2004), Sweller (1988).

Referensi

Armezzani, M. (2002). Esperienza e significato nelle scienze psicologiche [Experience and meaning in psychological sciences]. Roma-Bari, Italy: Laterza.

Armezzani, M. (Ed.). (2004). In prima persona. La prospettiva

costruttivista nella ricerca psicologica [In first person: The constructivist perspective in psychological research]. Milano, Italy: Il Saggiatore.

Armezzani, M. (2010a). Costruttivismo e fenomenologia [Constructivism and phenomenology]. In M. Castiglioni & E. Faccio (Eds.), Costruttivismi in psicologia clinica. Teorie, metodi, ricerche [Constructivisms in clinical psychology: Theories, methods, research] (pp. 57-78). Torino, Italy: UTET.

Berkeley, G. (1710). A treatise concerning the principles of human

knowledge. Dublin: Aaron Rhames. Butt, T. (1998a). Sociality, role, and embodiment. Journal of Constructivist Psychology, 11, 105-116. Butt, T. (1998b). Sedimentation and elaborative choice. Journal of Constructivist Psychology, 11, 265-281.

Page 112: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

111

Chiari, G. (2013). Emotion in personal construct theory: A controversial

question. Journal of Constructivist Psychology, 26, 249-261.

Chiari, G., & Nuzzo, M. L. (2004). Steering personal construct theory

toward hermeneutic constructivism. In S. K. Bridges & J. D. Raskin (Eds.), Studies in meaning 2: Bridging the personal and social in constructivist psychology (pp. 51-65). New York: Pace University Press.

Husserl, E. (1970). The Crisis of European Sciences and Transcendental

Phenomenology: An Introduction to Phenomenological Philosophy. Evanston, IL: Northwestern University Press. (Original work published 1936)

Kelly, G. A. (1955). The psychology of personal constructs (Vols. 2). New York: Norton. (Reprinted ed. London: Routledge, 1991)

Kelly, G. A. (1966). A psychology of the optimal man. In A. R. Maher (Ed.), Goals of psychotherapy (pp. 238-258). New York: Appleton-Century-Crofts. (reprinted in A. W. Landfield, & L. M. Leitner (Eds.), Personal construct psychology: Psychotherapy and personality (pp. 18-35). New York: Wiley-Interscience, 1980)

Kelly, G. A. (1966). Sin and psychotherapy. In B. A. Maher (Ed.), Clinical psychology and personality: The selected papers of George Kelly (pp. 165-188). New York: Wiley, 1969. (Original work published 1962)

Kelly, G. A. (1969). The psychotherapeutic relationship. In B. A. Maher (Ed.), Clinical psychology and personality: The selected papers of George Kelly (pp. 216-223). New York: Wiley. (Original work written 1965)

Kelly, G. A. (1969). Ontological acceleration. In B. A. Maher (Ed.), Clinical psychology and personality: The selected papers of

Page 113: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

George Kelly (pp. 7-45). New York: Wiley. (Original work written 1966)

Lave, Jean; Wenger, Etienne (27 September 1991). Situated Learning:

Legitimate Peripheral Participation. Cambridge University Press. ISBN 978-0-521-42374-8.

Piaget, J., Psychology and Epistemology: Towards a Theory of Knowledge (New York: Grossman, 1971

Strong, T. (2014). Conceptually downstream: Revisiting old tributaries of

thought for "new" constructivist ideas and practices. Journal of Constructivist Psychology, 27, 77-89.

Vaihinger, H. (1924). The philosophy of 'as if': A system of the theoretical,

practical and religious fictions of mankind. London: Routledge & Kegan Paul.

Warren, W. G. (1985). Personal construct psychology and contemporary

philosophy: An examination of alignments. In D. Bannister (Ed.), Issues and approaches in personal construct theory (pp. 253-265). London: Academic Press

Page 114: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

113

BAB 4 FILSAFAT ILMU PERTAHANAN DAN TEORI

KEBENARAN ILMIAH

Page 115: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Apa indikator sebuah karya ilmiah atau tidak? Jawan atas pertanyaan tersebut membuka ruang untuk berdiskusi tentang kebenaran ilmiah. Kebenaran mana yang maksud? Kavlingan jawaban tersebutpun disediakan dalam dunia filsafat. Hukum-hukum logika dan matematik menjadi indikator rasionalitas suatu karya. Demikian juga landasan etika memberikan penilaian atas baik dan buruk suatu karya. Tidak hanya menguji kontruksi suatu karya, tapi proses dan manfaatnya tidak kala pentinya. Untuk apa sebuah karya dengan susah payah dikerjakan tetapi tidak memberi dampak signifikan terhadap kemanusian dan bangsa. Untuk itu saya selalu mengajak mahasiswa sebelum memulai suatu karya ilmiah tidak harus dimulai dari suatu teori yang kelihatan seksi, tapi mulai dari pertanyaan tujuan dan manfaatnya suatu penelitian. Sebagai ilmuan bidang pertahanan maka dipertanyakan apa manfaatnya bagi negara, satuan dan atau Depertemen Pertahanan tempat bernaungnya Universitas Pertahanan.

Teori Kebenaran adalah salah satu mata pelajaran utama dalam filsafat. Ini juga salah satu yang terbesar. Kebenaran telah menjadi topik diskusi dalam dirinya sendiri selama ribuan tahun. Selain itu, berbagai macam masalah dalam filsafat berkaitan dengan kebenaran, baik dengan mengandalkan tesis tentang kebenaran, atau menyiratkan tesis tentang kebenaran. Tidak mungkin untuk menyurvei semua yang dikatakan tentang kebenaran dengan cara apa pun yang koheren. Sebaliknya, bab ini akan berkonsentrasi pada tema-tema utama dalam studi kebenaran dalam literatur filsafat kontemporer. Ini akan mencoba untuk mensurvei masalah-masalah kunci dan teori-teori kepentingan saat ini, dan menunjukkan bagaimana mereka berhubungan satu sama lain. Sejumlah masukan banyak menyelidiki topik ini secara lebih mendalam. Umumnya, diskusi

Page 116: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

115

tentang argumen utama. Tujuan esai ini hanya untuk memberikan gambaran umum tentang Teori saat ini. Banyak makalah yang disebutkan dalam esai ini dapat ditemukan dalam antologi yang diedit oleh Blackburn dan Simmons (1999) dan Lynch (2001b). Ada sejumlah survei panjang buku tentang topik yang dibahas di sini, termasuk Burgess dan Burgess (2011), Kirkham (1992), dan Künne (2003). Juga, sejumlah topik yang dibahas di sini, dan banyak lagi, disurvei lebih panjang dalam makalah di Glanzberg (2018).

Masalah kebenaran adalah dengan cara mudah menyatakan: apa kebenaran itu, dan apa (jika ada) yang membuatnya benar. Namun pernyataan sederhana ini menutupi banyak kontroversi. Apakah ada masalah metafisis kebenaran sama sekali, dan jika ada, apa jenis teori yang mungkin mengatasinya, semuanya merupakan isu yang berdiri dalam teori kebenaran. Kita akan melihat sejumlah cara berbeda untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan ini dijelaskan dalam modul ini memperkenalkan aspek historis dari teori Kebenaran Ilmu Pengetahuan dengan konsep korespondensi dan koherensi, penekanan pada abad kesembilan belas ketika aspek-aspek kunci ilmu pengetahuan modern muncul. Kemudan ditambah dengan teori kebenaran lain Pragmatisme yang memilki panyak peminat akhir-akhir ini. Teori kebenaran terkahir ini saya lebih suka memasukannya dalam teori etika saja. Tapi tidak mengapa etika juga bagian dari intrumen kebenaran.

Sejarah definitif dari konsep korespondensi dan koherensi telah digunakan selama berabad-abad dalam bidang penyelidikan yang sekarang kita sebut sains. Alih-alih itu adalah sejarah singkat yang menyoroti asal-usul yang jelas dari konsep dan memberikan diskusi tentang bagaimana konsep-konsep ini berkontribusi pada dua kontroversi terkait ilmu pengetahuan yang penting. Yang pertama berkaitan dengan aspek evolusi di mana korespondensi dan koherensi, sebagai teori kebenaran yang bersaing, memainkan peran sentral. Kontroversi tentang evolusi berlanjut ke awal abad ke-21 dalam bentuk yang mirip dengan pertengahan abad

Page 117: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kesembilan belas. Kontroversi kedua berkaitan dengan etiologi infeksi darah (sepsis) saat melahirkan (demam nifas).

Korespondensi dan koherensi, mungkin gagasan paling populer tentang kebenaran dalam filsafat modern, keduanya memiliki akar sejarah yang mendalam sebagai konsepsi kebenaran.

1. Korespondensi

Korespondensi dapat ditelusuri setidaknya untuk Plato dan Aristoteles pada abad ketiga dan keempat SM. Plato percaya bahwa realitas berasal dari pikiran Tuhan dan karena itu rasional dan dapat dimengerti, dengan asumsi bahwa kita cukup pintar. Ideologi Platonis, dalam kata-kata Isaiah Berlin, adalah bahwa “seperti dalam ilmu pengetahuan, semua pertanyaan asli harus memiliki satu jawaban yang benar dan hanya satu, semua sisanya merupakan kesalahan yang harus dilakukan” (dikutip dari The Crooked Timbers of Humanity in Gregory, 1992, hal. 19). Aristoteles menekankan pentingnya pengamatan terhadap pemahaman kita tentang fenomena alam dan memberikan definisi korespondensi yang menyatakan bahwa pernyataan atau proposisi yang benar mencerminkan realitas itu sendiri: “... ia mengatakan tentang apa itu; dan apa yang bukan itu tidak” (Blackburn, 1994).

Gagasan korespondensi kebenaran secara umum dipandang sebagai pemahaman kebenaran tradisional dan akal sehat. Karakterisasi realitas ini sebagai dapat dipahami dan rasional umumnya dianggap sebagai fitur utama korespondensi. Jika keyakinan kita harus sesuai dengan kenyataan dan juga tidak bertentangan dengan diri sendiri, maka, karena kita mengalami satu realitas, ini menyiratkan bahwa hanya ada satu kebenaran. Lebih lanjut, ini menyiratkan bahwa apakah dilihat dari perspektif agama atau ilmiah, kebenaran harus satu dan sama. Aspek akal sehat lainnya dari gagasan korespondensi adalah bahwa kebenaran tentang alam dapat diketahui. Albert Einstein, yang karyanya di awal 1900-an jelas terkait dengan kemajuan ilmu yang

Page 118: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

117

dibuat pada pertengahan hingga akhir 1800-an, menyatakan gagasan akal sehat ini dengan baik. Dia mengatakan bahwa “Tuhan itu halus, tetapi dia tidak jahat” yang mengatakan bahwa Tuhan mungkin keras kepala dalam membuat peraturan yang sulit untuk ditemukan, tetapi Dia tidak akan pernah membuat alam semesta yang tidak bisa dipahami karena alam di nya bawah kemudian akan menjadi tidak rasional. (Einstein membuat pernyataan ini di resepsi Princeton pada bulan Mei 1921 sebagai tanggapan atas laporan bahwa eksperimen Michelson-Morley yang terkenal telah terbukti tidak valid [Fölsing, 1997]). Sifat yang dapat dimengerti tampaknya akan menunjukkan bahwa Einstein mungkin mempertimbangkan baik korespondensi dan koherensi menjadi penting. Namun, koherensi saja dapat dilihat sebagai telah merepotkan bagi Einstein. Meskipun mekanika kuantum adalah teori yang koheren, ia tidak kompatibel dengan rasa realitas Einstein.

Dalam abad pertengahan, filsuf menemukan pembagian antara versi "metafisik" dan "semantik" teori korespondensi. Yang pertama berhutang budi pada tema kebenaran-sebagai-rupa yang disarankan oleh pandangan keseluruhan Aristoteles, yang terakhir dimodelkan pada definisi Aristoteles yang lebih keras dari Metafisika. Versi metafisika yang disajikan oleh Thomas Aquinas

adalah yang paling dikenal: "Veritas est adaequatio rei et intellectus" (Kebenaran adalah persamaan benda dan intelek), yang ia nyatakan sebagai: "Sebuah penilaian dikatakan benar ketika itu sesuai dengan eksternal realitas". Dia cenderung menggunakan "conformitas" dan "adaequatio", tetapi juga menggunakan "correspondentia", memberikan yang terakhir lebih generik (De Veritate, Q.1, A.1-3; lih. Summa Theologiae, Q.16). Aquinas memuji Neoplatonist Isaac Israel dengan definisi ini, tetapi tidak ada definisi seperti itu dalam Isaac. Formulasi korespondensi dapat ditelusuri kembali ke Carnicce skeptis Akademik, abad ke-2 SM, yang Sextus Empiricus (Adversos Mathematicos, vii, 168) melaporkan telah mengajarkan bahwa presentasi “benar ketika

Page 119: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

sesuai (symphonos) dengan objek yang disajikan, dan salah ketika itu bertentangan dengan itu.” Laporan serupa dapat ditemukan di berbagai komentator awal tentang Plato dan Aristoteles (bdk. Künne 2003, bab 3.1), termasuk beberapa Neoplatonis: Proklos (Dalam Tim., II 287, 1) berbicara tentang kebenaran sebagai perjanjian atau penyesuaian (epharmoge) antara yang berpengetahuan dan yang dikenal. Philoponus (Dalam Cat., 81, 25-34) menekankan bahwa kebenaran bukanlah dalam hal-hal atau urusan-urusan (pragmata) sendiri, atau dalam pernyataan itu sendiri, tetapi terletak pada kesepakatan antara keduanya. Dia memberikan perumpamaan tentang sepatu pas, cocok yang terdiri dalam hubungan antara sepatu dan kaki, tidak dapat ditemukan di salah satu dengan sendirinya. Perhatikan bahwa penekanannya pada relasi sebagai lawan relata yang dipuji tetapi berpotensi menyesatkan, karena kebenaran x (yang menjadi kenyataan) tidak dapat diidentifikasi dengan relasi, R, antara x dan y, tetapi dengan

properti relasional umum x dalam bentuk (∃y) (xRy & Fy). Formulasi korespondensi dini lebih lanjut dapat ditemukan di Avicenna (Metaphysica, 1.8-9) dan Averroes (Tahafut, 103, 302). Mereka diperkenalkan kepada skolastik oleh William dari Auxerre, yang mungkin adalah penerima yang dituduh sebagai atribusi salah Aquinas (bnd. Boehner 1958; Wolenski 1994).

Formula Aquinas "persamaan hal dan intelek" dimaksudkan untuk memberikan ruang bagi gagasan bahwa "benar" dapat diterapkan tidak hanya pada pemikiran dan penilaian tetapi juga untuk hal-hal atau orang-orang (misalnya teman sejati). Aquinas menjelaskan bahwa suatu pikiran dikatakan benar karena sesuai dengan kenyataan, sedangkan sesuatu atau seseorang dikatakan benar karena sesuai dengan pikiran (seorang teman adalah benar sejauh, dan karena, dia menyesuaikan diri dengan kita, atau Tuhan, konsep tentang apa yang seharusnya menjadi teman). Teolog Abad Pertengahan menganggap keduanya, penghakiman-kebenaran serta hal / kebenaran-orang, entah bagaimana mengalir dari, atau membumi, kebenaran terdalam yang, menurut Alkitab, adalah

Page 120: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

119

Tuhan: “Akulah jalan dan kebenaran dan kehidupan” (Yohanes 14, 6). Upaya mereka untuk mengintegrasikan bagian Alkitab ini dengan pemikiran yang lebih biasa yang melibatkan kebenaran memunculkan refleksi metafisis-teologis yang mendalam. Gagasan tentang hal / kebenaran-orang, yang dengan demikian memainkan peran yang sangat penting dalam pemikiran Abad Pertengahan, diabaikan oleh modern dan kontemporer

A. Berbasis Objek dan Fakta

Akan sangat membantu untuk membedakan antara teori-teori korespondensi berbasis “berbasis-objek” dan “berdasarkan fakta”, tergantung pada apakah bagian yang terkait dari realitas dikatakan sebagai objek atau fakta (bdk. Künne 2003, psl. 3). Versi tradisional dari teori berbasis objek mengasumsikan bahwa item yang mengandung kebenaran (biasanya dianggap sebagai penilaian) memiliki struktur predikat subjek. Definisi kebenaran berdasarkan objek mungkin terlihat seperti ini:

Penghakiman adalah benar jika dan hanya jika predikatnya sesuai dengan objeknya (yaitu, pada objek yang dirujuk oleh istilah subjek penilaian). Perhatikan bahwa ini benar-benar melibatkan dua relasi ke suatu objek: (i) suatu relasi referensi, memegang antara istilah subjek dari penilaian dan objek yang dinilai adalah tentang (objeknya); dan (ii) hubungan korespondensi, memegang antara istilah predikat dari penilaian dan properti dari objek. Karena ketergantungannya pada struktur predikat subjek-item yang mengandung kebenaran, akun tersebut menderita keterbatasan yang melekat: ia tidak mencakup pembawa kebenaran yang tidak memiliki struktur predikat subjek (misalnya conditional, disjunctions), dan tidak jelas bagaimana akunnya dapat diperpanjang untuk menutupnya. Masalahnya jelas dan serius; itu hanya diabaikan dalam kebanyakan tulisan. Korespondensi berbasis objek adalah norma.

Korespondensi berbasis objek menjadi norma melalui keterlibatan Plato yang sangat penting dengan masalah kepalsuan,

Page 121: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

yang tampaknya terkenal pada saat itu. Dalam sejumlah dialog, Plato menentang argumen, yang diajukan oleh berbagai Sophis, yang menyatakan bahwa penilaian yang salah adalah tidak mungkin. Kira-kira: Menghakimi secara salah adalah menilai apa yang tidak. Tetapi orang tidak bisa menilai apa yang tidak, karena tidak ada di sana untuk dihakimi. Menghakimi sesuatu yang tidak ada artinya tidak menilai apa pun, karenanya, tidak menilai sama sekali. Oleh karena itu, penghakiman yang salah adalah mustahil. (Cf. Euthydemus 283e-288a; Cratylus 429c-e; Republik 478a-c; Theaetetus 188d-190e.) Plato tidak memiliki jawaban yang bagus untuk absurditas paten ini sampai Sophist (236d-264b), di mana ia akhirnya menghadapi masalah tersebut dengan panjang lebar. Solusinya adalah analisis dari para pencari kebenaran sebagai kompleks terstruktur. Kalimat sederhana, seperti "Theaetetus duduk". Meskipun sederhana seperti kalimat, masih merupakan keseluruhan kompleks yang terdiri dari kata-kata dari berbagai jenis — nama (onoma) dan kata kerja (rhema) —memiliki fungsi yang berbeda. Dengan menyatukan kata kerja bersama dengan nama pembicara tidak hanya menyebutkan beberapa hal, tetapi menyelesaikan sesuatu: kata-kata yang bermakna (logos) yang ekspresif dari jalinan ide (eidon symploken). Kalimat sederhana adalah benar ketika Theaetetus, orang yang dinamai berdasarkan namanya, berada dalam keadaan duduk, dianggap berasal dari kata kerja, dan salah, ketika Theaetetus tidak dalam keadaan itu tetapi di dalam yang lain (lih. 261c-263d; lihat Denyer 1991; Szaif 1998). Hanya hal-hal yang muncul di akun ini: dalam kasus kepalsuan, negara yang ditentukan masih, tetapi itu adalah negara yang berbeda dari yang Theaetetus in. Akun ini diperpanjang dari pidato ke pemikiran dan keyakinan melalui tesis terkenal Plato bahwa "pikiran adalah pidato yang terjadi tanpa suara, di dalam jiwa dalam percakapan dengan dirinya sendiri" (263e) —sumber historis dari hipotesis bahasa-pemikiran. Akun ini tidak mempertimbangkan kalimat yang mengandung nama sesuatu yang tidak ("Pegasus lalat"), sehingga mewariskan kepada anak

Page 122: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

121

cucu masalah residual yang akan menjadi lebih terkenal daripada masalah kepalsuan.

Aristoteles, dalam De Interpretatione, mengadopsi akun Plato tanpa banyak basa-bahkan, awal De Interpretatione dibaca seperti kelanjutan langsung dari bagian-bagian dari Sophist yang disebutkan di atas. Dia menekankan bahwa kebenaran dan kepalsuan harus dilakukan dengan kombinasi dan pemisahan (lih.

De Int. 16a10; dalam De Anima 430a25, dia mengatakan: "di mana alternatif berlaku benar dan salah, di sana kami selalu menemukan semacam menggabungkan objek dari berpikir dalam quasi-unity”). Tidak seperti Plato, Aristoteles merasakan kebutuhan untuk mengkarakterisasi pernyataan afirmatif dan negatif sederhana (predikasi) secara terpisah — menerjemahkan secara lebih harfiah daripada biasanya: “Afirmasi adalah predikasi sesuatu terhadap sesuatu, negasi adalah predikasi sesuatu yang jauh dari sesuatu” (De Int. 17a25). Karakterisasi ini muncul kembali di awal Prior Analytics (24a). Dengan demikian tampaknya adil untuk mengatakan bahwa analisis predikat subjek dari kalimat deklaratif sederhana — fitur paling dasar dari logika istilah Aristotelian yang berkuasa selama berabad-abad — memiliki asal-usul dalam tanggapan Plato terhadap argumen sofistik terhadap kemungkinan kepalsuan. Seseorang mungkin mencatat bahwa definisi kebenaran yang terkenal dari Aristoteles (lihat Bagian 1) sebenarnya dimulai dengan definisi kebohongan.

Teori-teori korespondensi berbasis fakta menjadi menonjol hanya pada abad ke-20, meskipun seseorang dapat menemukan pernyataan dalam Aristoteles yang sesuai dengan pendekatan ini (lihat Bagian 1) - agak mengejutkan mengingat penekanannya yang berulang pada subjek.

Teori korespondensi kebenaran telah diberikan untuk keyakinan, pikiran, gagasan, penilaian, pernyataan, pernyataan, ucapan, kalimat, dan proposisi. Sudah menjadi kebiasaan untuk berbicara tentang pembawa berita kebenaran setiap kali seseorang

Page 123: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

ingin tetap netral di antara pilihan-pilihan ini. Lima poin harus diingat:

Istilah "truthbearer" agak menyesatkan. Hal ini dimaksudkan untuk merujuk kepada pembawa kebenaran atau kebohongan (pembawa-kebenaran-nilai), atau alternatifnya, untuk hal-hal yang masuk akal untuk menanyakan apakah itu benar atau salah, sehingga memungkinkan kemungkinan bahwa beberapa dari mereka mungkin tidak. Satu membedakan antara pembawa kebenaran sekunder dan primer. Pembawa kebenaran sekunder adalah mereka yang nilai-kebenarannya (kebenaran atau kebohongan) berasal dari nilai-kebenaran dari para pencari kebenaran utama, yang nilai-kebenarannya tidak berasal dari para pembawa kebenaran lainnya. Akibatnya, istilah "benar" biasanya dianggap ambigu, mengambil makna utamanya ketika diterapkan pada pembawa kebenaran primer dan berbagai arti sekunder ketika diterapkan pada pembawa kebenaran lainnya. Namun, ini bukan ambiguitas kasar, karena makna sekunder seharusnya diturunkan, yaitu dapat ditentukan dari, makna utama bersama dengan relasi tambahan. Misalnya, seseorang mungkin berpendapat bahwa proposisi itu benar atau salah dalam arti utama, sedangkan kalimat benar atau salah dalam arti sekunder, sejauh mereka mengungkapkan proposisi yang benar atau salah (dalam arti primer). Arti "benar", ketika diterapkan pada para pemuja kebenaran dari berbagai jenis, dengan demikian terhubung dengan cara yang akrab dari apa yang disebut oleh Aristoteles sebagai istilah "analogis" istilah ini sekarang akan disebut "makna fokal"; misalnya, "sehat" dalam "organisme sehat" dan "makanan sehat", yang terakhir didefinisikan sebagai sehat dalam arti sekunder berkontribusi terhadap kesehatan (pengertian utama) dari suatu organisme.

Seringkali tidak bermasalah untuk mengadvokasi satu teori kebenaran untuk pengusung satu jenis dan teori lain untuk pengusung yang berbeda (misalnya, teori deflasi kebenaran, atau teori identitas, diterapkan pada proposisi, bisa menjadi komponen

Page 124: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

123

dari beberapa bentuk teori korespondensi kebenaran untuk kalimat). Berbagai teori kebenaran yang diterapkan pada para pembawa berbagai jenis tidak secara otomatis bersaing. Pemisahan standar teori-teori kebenaran ke dalam kamp-kamp yang bersaing (ditemukan dalam buku-buku teks, buku pegangan, dan kamus) berlangsung di bawah asumsi — benar-benar kepura-puraan — bahwa itu dimaksudkan untuk para pencari kebenaran primer dari jenis yang sama.

Yang membingungkan, ada sedikit kesepakatan tentang entitas mana yang secara tepat diambil untuk menjadi pembawa kebenaran primer. Saat ini, pesaing utama adalah kalimat bahasa publik, kalimat bahasa pemikiran (representasi mental yang sentensial), dan proposisi. Pesaing populer sebelumnya — keyakinan, penilaian, pernyataan, dan pernyataan — tidak lagi disukai, terutama karena dua alasan:

Masalah para pencari kebenaran yang secara logis rumit. Subyek, S, dapat memegang keyakinan yang tidak setuju (bayi akan menjadi anak laki-laki atau bayi akan menjadi perempuan), sementara hanya mempercayai satu atau keduanya, dari yang terpisahkan. Juga, S dapat memegang keyakinan kondisional (jika paus adalah ikan, maka beberapa ikan adalah mamalia) tanpa mempercayai pendahulunya atau akibatnya. Juga, S biasanya akan memegang keyakinan negatif (tidak semua orang beruntung) tanpa mempercayai apa yang dinegasikan. Dalam kasus seperti itu, nilai-nilai kebenaran dari keyakinan kompleks S bergantung pada nilai-kebenaran dari konstituen mereka, meskipun konstituennya mungkin tidak dipercayai oleh S atau oleh siapa pun. Ini berarti bahwa pandangan yang sesuai dengan keyakinan mana yang menjadi pemicu kebenaran primer tampaknya tidak dapat menjelaskan bagaimana nilai-kebenaran dari keyakinan yang kompleks terkait dengan nilai-kebenaran dari konstituen mereka yang lebih sederhana — untuk melakukan hal ini, seseorang harus mampu menerapkan kebenaran dan kebohongan. untuk keyakinan-konstituen bahkan ketika mereka tidak dipercayai.

Page 125: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Poin ini, yang sama mendasarnya bagi pemahaman logika yang tepat, dibuat oleh semua pendukung awal proposisi (bnd. Bolzano 1837, I.§§22, 34; Frege 1879, §§2-5; Husserl 1900, I. §11; Meinong 1902, §6). Masalahnya muncul dalam banyak bentuk yang sama untuk pandangan yang akan mengambil penilaian, pernyataan, atau pernyataan sebagai pembawa kebenaran utama. Masalahnya tidak mudah dielakkan. Pembicaraan tentang keyakinan yang tidak dipercaya (penilaian tanpa penilaian, pernyataan yang tidak tertulis, pernyataan yang tidak ditegaskan) adalah tidak masuk akal atau hanya jumlah untuk berbicara tentang proposisi atau kalimat yang tidak beradab (tanpa penilaian, tanpa pernyataan, tanpa pernyataan). Patut dicatat, secara kebetulan, bahwa beberapa usulan filosofis (mengenai kebenaran dan juga hal-hal lain) bertabrakan dengan pengamatan sederhana bahwa ada para pembaca kebenaran yang tidak terlatih dan tidak percaya (lih. Geach 1960 & 1965).

B. Pembuat Kebenaran

Pembicaraan tentang pembuat kebenaran menyajikan fungsi yang serupa, tetapi korelatif, untuk berbicara tentang pembawa kebenaran. Seorang pembuat kebenaran adalah segala sesuatu yang membuat beberapa pembawa kebenaran benar. Versi berbeda dari teori korespondensi akan memiliki pandangan yang berbeda, dan sering bersaing, tentang jenis barang apa yang benar-benar sesuai dengan kebenaran (fakta, keadaan, peristiwa, hal-hal, kiasan, properti). Lebih mudah untuk berbicara tentang pembuat kebenaran setiap kali seseorang ingin tetap netral di antara pilihan-pilihan ini. Empat poin harus diingat:

Gagasan tentang pembuat kebenaran sangat terkait erat dengan, dan bergantung pada, gagasan relasional tentang pembuatan kebenaran: seorang pembuat kebenaran adalah apa pun yang berdiri dalam hubungan pembuatan kebenaran dengan beberapa pembawa kebenaran. Meskipun nada tambahan "pembuat" dan "pembuatan", hubungan ini biasanya tidak

Page 126: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

125

seharusnya menjadi hubungan kausal. Istilah "truthmaking" dan "truthmaker" ambigu. Untuk ilustrasi, pertimbangkan teori korespondensi klasik di mana x benar jika dan hanya jika x sesuai dengan beberapa fakta. Seseorang dapat mengatakan (a) bahwa x dibuat benar oleh fakta, yaitu fakta (atau fakta) yang berhubungan dengan x. Seseorang juga dapat mengatakan (b) bahwa x dibuat benar oleh korespondensi x untuk sebuah fakta. Kedua penggunaan "dibuat benar oleh" adalah benar dan keduanya terjadi dalam diskusi kebenaran. Tetapi mereka sangat berbeda dan harus dibedakan. Penggunaan (a) biasanya adalah yang dimaksudkan; ia mengungkapkan suatu hubungan yang khas dengan kebenaran dan mengarah pada penggunaan "pembuat kebenaran" yang benar-benar mengambil barang-barang yang biasanya dimaksudkan oleh mereka yang menggunakan istilah tersebut. Penggunaan (b) tidak menyatakan hubungan yang aneh dengan kebenaran; itu hanyalah sebuah contoh (untuk "F" = "benar") dari rumus generik "apa yang membuat F-sesuatu F" yang dapat digunakan untuk memperoleh definiens dari definisi yang diusulkan F. Bandingkan: apa yang membuat bahkan nomor bahkan adalah divisibility oleh 2; apa yang membuat hak tindakan yang benar adalah yang memiliki konsekuensi yang lebih baik daripada tindakan alternatif yang tersedia. Perhatikan bahwa siapa pun yang mengajukan definisi atau laporan kebenaran dapat memanfaatkan gagasan tentang pembuatan kebenaran dalam (b) -pengertian; misalnya, seorang teoritisi koherensi, yang menganjurkan bahwa suatu keyakinan adalah benar jika dan hanya jika ia melekat dengan keyakinan lain, dapat mengatakan: apa yang membuat keyakinan sejati benar adalah keterpaduannya dengan keyakinan lain. Jadi, pada (b)

menggunakan, "truthmaking" dan "truthmaker" tidak menandakan afinitas dengan ide dasar yang mendasari teori korespondensi kebenaran, sedangkan pada (a) menggunakan istilah-istilah ini memang mengisyaratkan afinitas semacam itu.

Pembicaraan tentang pembuatan kebenaran dan pembuat kebenaran berjalan dengan baik dengan ide dasar yang mendasari

Page 127: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

teori korespondensi; oleh karena itu, mungkin tampak wajar untuk mendeskripsikan teori korespondensi berdasarkan fakta tradisional sebagai mempertahankan bahwa pembuat kebenaran adalah fakta dan bahwa hubungan korespondensi adalah hubungan pembuatan kebenaran. Namun, asumsi bahwa hubungan korespondensi dapat dianggap sebagai (suatu spesies) hubungan pembuatan kebenaran yang meragukan. Korespondensi tampaknya menjadi hubungan simetris (jika x sesuai dengan y, maka y berhubungan dengan x), sedangkan biasanya diterima begitu saja bahwa kebenaran adalah hubungan asimetris, atau setidaknya bukan yang simetris. Sulit untuk melihat bagaimana hubungan simetris dapat menjadi (suatu spesies) hubungan asimetris atau non-simetris (lih. David 2009).

Pembicaraan tentang pengungkapan kebenaran dan pembuat kebenaran sering digunakan selama diskusi informal yang melibatkan kebenaran tetapi cenderung dijatuhkan ketika formulasi yang lebih formal atau resmi dari teori kebenaran dihasilkan (salah satu alasannya adalah bahwa tampaknya melingkar untuk mendefinisikan atau menjelaskan kebenaran dalam hal pembuat kebenaran atau kebenaran). Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pembicaraan informal telah berubah menjadi doktrin resmi: "teori pembuat kebenaran". Teori ini harus dibedakan dari pembicaraan pembuat kebenaran informal: tidak semua orang yang menggunakan yang terakhir akan berlangganan yang pertama. Selain itu, teori kebenaran harus tidak dianggap sebagai versi teori korespondensi; memang, beberapa advokat menyajikannya sebagai pesaing teori korespondensi (lihat di bawah, Bagian 8.5).

C. Kebenaran

Kata benda abstrak "kebenaran" memiliki berbagai kegunaan. (A) Ini dapat digunakan untuk merujuk pada properti relasional umum atau disebut sebagai benar; meskipun label yang terakhir akan lebih mudah dipahami, jarang digunakan, bahkan dalam

Page 128: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

127

diskusi filosofis. (B) Kata "kebenaran" kata benda dapat digunakan untuk merujuk pada konsep yang "mengambil" properti dan dinyatakan dalam bahasa Inggris dengan kata sifat "benar". Beberapa penulis tidak membedakan antara konsep dan properti; yang lain lakukan, atau seharusnya: sebuah akun konsep mungkin berbeda secara signifikan dari akun properti. Untuk menyebut hanya satu contoh, seseorang mungkin mempertahankan, dengan beberapa kemungkinan, bahwa suatu konsep konsep harus tunduk pada paradoks pembohong (lihat entri pada paradoks pembohong), jika tidak, itu tidak akan menjadi catatan yang memadai dari konsep kami. kebenaran; ide ini sangat kurang masuk akal dalam hal properti. Setiap "definisi kebenaran" yang diusulkan mungkin dimaksudkan sebagai definisi properti atau konsep atau keduanya; penulisnya mungkin atau mungkin tidak

D. Teori Korespondensi secara sederhana

Inti tradisional dari teori korespondensi adalah definisi kebenaran. Saat ini, definisi korespondensi kemungkinan besar dimaksudkan sebagai "definisi nyata", yaitu, sebagai definisi properti, yang tidak melakukan pembelaannya terhadap klaim bahwa definisi memberikan sinonim untuk istilah "benar". Kebanyakan ahli teori korespondensi akan menganggapnya tidak masuk akal dan tidak perlu untuk mempertahankan bahwa "benar" berarti sama dengan "sesuai dengan fakta". Beberapa bentuk sederhana dari definisi korespondensi kebenaran harus dibedakan ("iff" berarti "jika dan hanya jika"; variabel, "x", berkisar pada apa pun yang menggunakan kebenaran sebagai dasar; gagasan korespondensi dapat digantikan oleh berbagai gagasan terkait ):

(1) x adalah benar jika x sesuai dengan beberapa fakta; x adalah salah jika x tidak sesuai dengan fakta apa pun.

(2) x adalah benar jika x sesuai dengan beberapa keadaan yang diperoleh; x adalah jika x palsu yang berhubungan dengan beberapa keadaan yang tidak didapat.

Page 129: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kedua bentuk itu mengundang bagian-bagian realitas — fakta / keadaan-keadaan — yang biasanya dilambangkan dengan klausa-klausa itu atau oleh gerendensi sentensial, yaitu. fakta / keadaan bahwa salju itu putih, atau fakta/ keadaan salju yang putih. (2) definisi kepalsuan berkomitmen pada keberadaan (ada) entitas semacam ini yang gagal memperoleh, seperti salju yang hijau. (1) definisi kebohongan tidak begitu berkomitmen: untuk mengatakan bahwa suatu fakta tidak memperoleh sarana, paling banter, bahwa tidak ada fakta seperti itu, bahwa tidak ada fakta seperti itu. Perlu dicatat bahwa terminologi ini tidak standar: beberapa penulis menggunakan "keadaan" seperti "fakta" digunakan di sini (misalnya Armstrong 1997). Pertanyaan apakah makhluk yang tidak memperoleh dari jenis yang relevan harus diterima adalah masalah substantif di balik variasi terminologi tersebut. Perbedaan antara (2) dan (1) mirip dengan perbedaan antara Platonisme tentang properti (mencakup properti yang tidak didukung) dan Aristotelianisme tentang properti (menolak properti yang tidak terbukti).

Para pendukung (2) berpendapat bahwa fakta adalah keadaan urusan yang diperoleh, yaitu, mereka berpendapat bahwa kisah kebenaran mereka pada hakikatnya merupakan analisis dari (1) kisah kebenaran. Jadi perselisihan berbalik sebagian besar pada perlakuan kepalsuan, yang (1) hanya mengidentifikasi dengan tidak adanya kebenaran.

Poin-poin berikut mungkin dibuat untuk lebih memilih (2) di atas (1): (a) Formulir (2) tidak berarti bahwa hal-hal di luar kategori pemakan kebenaran (tabel, anjing) adalah palsu hanya karena mereka tidak sesuai dengan fakta apa pun. Orang mungkin berpikir ini "cacat" dari (1) mudah diperbaiki: hanya menempatkan spesifikasi eksplisit dari kategori yang diinginkan dari pembawa kebenaran di kedua sisi (1). Namun, beberapa khawatir bahwa kategori truthbearer. Kalimat deklaratif atau proposisi, tidak dapat didefinisikan tanpa menerapkan kebenaran dan kebohongan, yang akan membuat definisi yang dihasilkan secara

Page 130: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

129

implisit melingkar. (b) Bentuk (2) memungkinkan untuk barang-barang dalam kategori penganut kebenaran yang tidak benar atau salah, yaitu, memungkinkan untuk kegagalan bivalensi. Beberapa, meskipun tidak semua, akan menganggap ini sebagai keuntungan

yang signifikan. (c) Jika primary truthbearers adalah kalimat atau keadaan mental, maka keadaan urusan dapat menjadi makna atau isinya, dan hubungan korespondensi dalam (2) dapat dipahami sebagaimana mestinya, sebagai hubungan representasi, penandaan, makna, atau memiliki- sebagai konten. Fakta, di sisi lain, tidak dapat diidentifikasi dengan makna atau isi kalimat atau keadaan mental, pada rasa sakit akibat absurd bahwa kalimat dan keyakinan palsu tidak memiliki makna atau konten. (d) Ambil kebenaran bentuk ‘p atau q’, di mana ‘p’ itu benar dan ‘q’ salah. Apa konstituen dari fakta yang sesuai? Karena ‘q’ salah, keduanya tidak bisa menjadi fakta (Russell 1906). Formulir (2) mengijinkan bahwa fakta yang sesuai dengan 'p atau q' adalah memperoleh keadaan yang tidak berhubungan yang terdiri dari keadaan yang diperoleh dan keadaan yang tidak didapatkan.

Poin utama yang mendukung (1) di atas (2) adalah bahwa (1) tidak berkomitmen untuk menghitung keadaan yang tidak menghasilkan, seperti keadaan bahwa salju itu hijau, sebagai konstituen realitas. (Seseorang mungkin mengamati bahwa,

tegasnya, (1) dan (2), menjadi biconditional, tidak secara ontologis berkomitmen terhadap apa pun. Komitmen masing-masing terhadap fakta dan keadaan hanya muncul ketika mereka dikombinasikan dengan klaim terhadap efek yang ada. sesuatu yang benar dan sesuatu yang salah. Diskusi tersebut mengasumsikan beberapa klaim seperti yang diberikan.)

Secara historis, teori korespondensi, biasanya dalam versi berbasis objek, diterima begitu saja, begitu banyak sehingga tidak mendapatkan nama ini sampai relatif baru-baru ini, dan argumen eksplisit untuk tampilan sangat sulit ditemukan. Karena kedatangan (relatif baru) dari pendekatan yang tampaknya bersaing, ahli teori korespondensi telah mengembangkan argumen

Page 131: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

negatif, membela pandangan mereka terhadap keberatan dan menyerang (kadang-kadang mengejek) pandangan yang saling bersaing.

E. Keberatan terhadap Teori Korespondensi

Keberatan mengakui kebenaran moral, tetapi menolak gagasan bahwa realitas mengandung fakta moral untuk kebenaran moral yang sesuai. Logika memberikan contoh lain dari domain yang telah "ditandai" dengan cara ini. Positivis logis mengakui kebenaran logis tetapi menolak fakta-fakta logis. Leluhur intelektual mereka, Hume, telah memberikan dua definisi "benar", satu untuk kebenaran logis, yang dipahami secara luas, yang lain untuk kebenaran non-logis: "Kebenaran atau kebohongan terdiri dari kesepakatan atau ketidaksepakatan baik pada hubungan ide yang nyata, atau untuk eksistensi nyata dan masalah fakta.

Ada empat kemungkinan tanggapan terhadap keberatan semacam ini: (a) Nonkognitivisme, yang mengatakan bahwa, terlepas dari penampilan yang bertentangan, klaim dari domain yang ditandai tidak dapat dievaluasi kebenaran untuk memulai dengan, misalnya, klaim moral adalah perintah atau ekspresi emosi. disamarkan sebagai pembawa kebenaran; (b) Teori kesalahan, yang mengatakan bahwa semua klaim dari domain yang ditandai salah; (c) Reduksionisme, yang mengatakan bahwa kebenaran dari domain yang ditandai sesuai dengan fakta-fakta dari domain yang berbeda yang dianggap tidak bermasalah, misalnya, kebenaran moral sesuai dengan fakta-fakta sosial-perilaku, kebenaran logis sesuai dengan fakta-fakta tentang konvensi linguistik; dan (d) Paham yang berdiri, yaitu, merangkul fakta-fakta dari domain yang ditandai.

Keberatan pada dasarnya menyatakan bahwa ada merek-merek kebenaran yang berbeda (tentang properti yang benar, bukan hanya berbagai merek kebenaran) untuk domain yang berbeda. Di hadapannya, ini bertentangan dengan pengamatan bahwa ada banyak argumen yang jelas valid menggabungkan

Page 132: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

131

tempat dari domain berbendera dan tidak berbilah. Pengamatan secara luas dianggap sebagai menyanggah non-cognitivisme, sekali

respon yang paling populer (concessive) terhadap keberatan. Sehubungan dengan keberatan ini, orang harus memperhatikan pandangan "kebenaran yang bisa direalisasikan" yang baru-baru ini dikembangkan, yang menurutnya kebenaran tidak diidentifikasikan dengan korespondensi terhadap fakta tetapi dapat direalisasikan dengan korespondensi terhadap fakta bagi para pembawa kebenaran dari beberapa domain dari wacana. dan oleh properti lain untuk pembaca kebenaran dari domain lain dari wacana, termasuk domain "ditandai". Meskipun mempertahankan elemen penting dari teori korespondensi, pandangan ini tidak, secara tegas, menawarkan tanggapan atas keberatan atas nama koresponden.

2. Koherensi

Sebuah teori koherensi kebenaran menyatakan bahwa kebenaran dari proposisi (yang benar) mana pun terdiri dalam koherensinya dengan sejumlah proposisi tertentu. Teori koherensi berbeda dari pesaing utamanya, teori korespondensi kebenaran, dalam dua hal penting. Teori-teori yang bersaing memberikan laporan yang bertentangan tentang hubungan yang ditanggung oleh proposisi terhadap kondisi kebenaran mereka. (Dalam artikel ini, 'proposisi' tidak digunakan dalam arti teknis. Ini hanya mengacu pada pengusung nilai-nilai kebenaran, apa pun itu.) Menurut salah satu, hubungannya adalah koherensi, menurut yang lain, itu adalah korespondensi. Kedua teori itu juga memberikan laporan yang bertentangan tentang kondisi kebenaran. Menurut teori koherensi, kondisi kebenaran dari proposisi terdiri dari proposisi lain. Teori korespondensi, sebaliknya, menyatakan bahwa kondisi kebenaran dari proposisi bukanlah proposisi (secara umum), melainkan ciri-ciri objektif dunia. (Bahkan ahli teori korespondensi berpendapat bahwa proposisi tentang proposisi memiliki proposisi sebagai kondisi kebenaran mereka.) Meskipun teori koherensi dan korespondensi

Page 133: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

secara fundamental ditentang dengan cara ini, keduanya hadir (berbeda dengan teori deflasi kebenaran) konsep substantif tentang kebenaran. Artinya, tidak seperti teori deflasi, teori koherensi dan korespondensi keduanya berpendapat bahwa kebenaran adalah properti dari proposisi yang dapat dianalisis dalam hal macam-macam proposisi kondisi-kebenaran, dan proposisi-proposisi relasi berada dalam kondisi-kondisi ini.

Teori koherensi kebenaran muncul dalam karya Immanuel Kant pada akhir abad ke-18. Filosofi Kantian menjadi semakin terkenal dan populer pada akhir 1700-an dan 1800-an. Dalam edisi 1787, Kritik Murni, Kant menetapkan batas pengetahuan manusia tentang dunia. Dia percaya bahwa dunia hanya dapat diketahui melalui pikiran dan bahwa keteraturan yang dirasakan yang kita catat adalah karena aspek dari pikiran itu sendiri. Menggambar pada Kant, muridnya, Jakob Fries, mengamati bahwa kebenaran bukanlah korespondensi representasi dengan objek. Manusia tidak bisa keluar dari diri mereka sendiri untuk membuat perbandingan semacam itu. Menurut Fries, “kebenaran dari suatu penilaian adalah korespondensi dengan kognisi langsung dari nalar dimana ia dilandasi.” Dia menyebut ini sebagai “kebenaran batin.” (Gregory, 1992, hlm. 20). Dalam representasi ini, yang terbaik yang bisa diharapkan adalah pandangan alam yang koheren karena tidak pernah bisa yakin bahwa persepsi dan realitas adalah sesuai. Pandangan ini menyiratkan bahwa lebih dari satu kebenaran dimungkinkan dalam upaya kita untuk mengenal dunia. Konsekuensi dari posisi Kant adalah bahwa pengetahuan terbatas pada ranah indra, ranah yang dibahas dalam sains. Agama diarahkan ke alam di luar pengetahuan indria dan ditangkap oleh iman. Sains dan agama, kemudian, adalah aspek-aspek terpisah dari pengalaman manusia yang tidak tumpang tindih. Untuk koherensi, pernyataan atau proposisi harus konsisten dengan badan proposisi lain yang sesuai, dan badan ini harus konsisten dalam dirinya sendiri. Pandangan koheren yang

Page 134: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

133

kurang formal mensyaratkan bahwa sebuah pernyataan atau proposisi konsisten dengan badan keyakinan yang ada.

A. Versi Teori Koherensi Kebenaran

Teori koherensi kebenaran memiliki beberapa versi. Versi-versi ini berbeda pada dua masalah utama. Versi-versi berbeda dari teori ini memberikan penjelasan yang berbeda tentang hubungan koherensi. Varietas yang berbeda dari teori juga memberikan berbagai penjelasan tentang himpunan (atau set) proposisi dengan mana proposisi yang benar melekat. (Seperangkat seperti itu akan disebut set yang ditentukan.)

Menurut beberapa versi awal teori koherensi, relasi koheren hanyalah konsistensi. Pada pandangan ini, untuk mengatakan bahwa sebuah proposisi yang sejalan dengan serangkaian proposisi tertentu adalah dengan mengatakan bahwa proposisi konsisten dengan himpunan. Akun koherensi ini tidak memuaskan karena alasan berikut. Pertimbangkan dua proposisi yang bukan milik set tertentu. Proposisi-proposisi ini bisa konsisten dengan set tertentu dan belum konsisten satu sama lain. Jika koherensi adalah konsistensi, teoretisi koherensi harus mengklaim bahwa kedua proposisi itu benar, tetapi ini tidak mungkin.

Versi yang lebih masuk akal dari teori koherensi menyatakan bahwa hubungan koheren adalah beberapa bentuk entailment. Keterpencilan dapat dipahami di sini sebagai peruntukan logis

yang ketat, atau entailment dalam arti yang lebih longgar. Menurut versi ini, sebuah proposisi berkaitan dengan seperangkat proposisi jika dan hanya jika hal itu dilakukan oleh anggota kelompok. Versi lain yang lebih masuk akal dari teori, yang diadakan misalnya dalam Bradley (1914), adalah bahwa koherensi adalah dukungan saling penjelasan antara proposisi.

Poin kedua yang membuat teori koherensi (koherentis, singkatnya) berbeda adalah konstitusi dari sekumpulan proposisi

Page 135: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

tertentu. Coherentists umumnya setuju bahwa set yang ditentukan terdiri dari proposisi yang diyakini atau dianggap benar. Mereka berbeda pada pertanyaan siapa yang percaya proposisi dan kapan. Pada satu ekstrim, teori koherensi dapat menyatakan bahwa kumpulan proposisi yang ditetapkan adalah kumpulan proposisi konsisten terbesar yang saat ini diyakini oleh orang-orang yang sebenarnya. Untuk versi teori semacam itu, lihat Young (1995). Menurut posisi moderat, set yang ditentukan terdiri dari proposisi-proposisi yang akan dipercaya ketika orang-orang seperti kita (dengan kapasitas kognitif yang terbatas) telah mencapai beberapa batasan penyelidikan. Untuk teori koherensi seperti itu, lihat Putnam (1981). Pada ekstrem yang lain, para ahli teori koherensi dapat mempertahankan bahwa himpunan yang ditetapkan mengandung proposisi yang akan dipercayai oleh mahluk yang mahatahu. Beberapa idealis tampaknya menerima akun ini dari set yang ditentukan.

Jika yang ditetapkan adalah kesatuan yang benar-benar diyakini, atau bahkan set yang akan dipercaya oleh orang-orang seperti kita pada beberapa keterbatasan penyelidikan, koherenisme melibatkan penolakan terhadap realisme tentang kebenaran. Realisme tentang kebenaran melibatkan penerimaan terhadap prinsip bivalensi (yang menurutnya setiap proposisi adalah benar atau salah) dan prinsip transendensi (yang mengatakan bahwa proposisi itu mungkin benar meskipun tidak dapat diketahui kebenarannya). Koherentis yang tidak percaya bahwa himpunan yang ditetapkan adalah himpunan proposisi yang diyakini oleh mahluk maha tahu berkomitmen untuk menolak prinsip bivalensi karena tidak ada kasus bahwa untuk setiap proposisi baik itu atau proposisi yang bertentangan bersatu dengan himpunan yang ditetapkan. Mereka menolak prinsip transendensi, jika sebuah proposisi bersatu dengan serangkaian keyakinan, itu dapat diketahui untuk menyatu dengan kesatuan.

B. Koherensi Kebenaran

Page 136: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

135

Dua baris argumen utama telah menyebabkan para filsuf mengadopsi teori koherensi kebenaran. Pendukung awal teori koherensi dibujuk oleh refleksi pada pertanyaan metafisik. Baru-baru ini, pertimbangan epistemologis dan semantik telah menjadi dasar teori koherensi.

Teori koherensi menganggap kebenaran berhubungan dengan keyakinan. Teori koherensi diusulkan misalnya oleh penentang idealisme positivis, membela pendekatan semacam ini. Teori korespondensi mengambil kebenaran proposisi, bukan dalam hubungannya dengan proposisi lain, tetapi dalam hubungannya dengan dunia, tanggapannya terhadap fakta. Teori-teori jenis ini dipegang oleh Russell dan Wittgenstein, selama periode ketaatan mereka pada atomisme logis; Austin mempertahankan versi teori responden.

C. Metafisika Koherentisme

Versi awal teori koherensi dikaitkan dengan idealisme. Walker (1989) atribut koherenisme untuk Spinoza, Kant, Fichte dan Hegel. Tentu saja teori koherensi diadopsi oleh sejumlah Idealis Inggris pada tahun-tahun terakhir abad kesembilan belas dan dekade pertama abad ke-20. Lihat, misalnya, Bradley (1914).

Idealis diarahkan ke teori koherensi kebenaran dengan posisi metafisiknya. Para pendukung teori korespondensi percaya bahwa keyakinan adalah (paling tidak sebagian besar waktu) secara ontologis berbeda dari kondisi obyektif yang membuat keyakinan itu benar. Idealis tidak percaya bahwa ada perbedaan ontologis antara keyakinan dan apa yang membuat keyakinan benar. Dari perspektif idealis, realitas adalah sesuatu seperti kumpulan keyakinan. Konsekuensinya, keyakinan tidak mungkin benar karena sesuai dengan sesuatu yang bukan keyakinan. Sebaliknya, kebenaran suatu keyakinan hanya dapat terkandung dalam koherensinya dengan keyakinan lain. Teori koherensi kebenaran yang dihasilkan dari idealisme biasanya mengarah pada pandangan bahwa kebenaran datang dalam derajat. Keyakinan

Page 137: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

adalah benar pada tingkat bahwa ia koheres dengan keyakinan lain.

Karena idealis tidak mengenali perbedaan ontologis antara keyakinan dan apa yang membuat mereka benar, membedakan antara versi teori koherensi kebenaran yang diadopsi oleh idealis dan teori identitas kebenaran bisa sulit. Artikel tentang Bradley dalam Ensiklopedia ini (Candlish 2006) berpendapat bahwa Bradley memiliki teori identitas, bukan teori koherensi.Dalam beberapa tahun terakhir argumen metafisik untuk koherentisme telah menemukan beberapa pendukung. Ini karena fakta bahwa idealisme tidak dimiliki secara luas.

D. Epistemologis ke Koherentisme

Blanshard (1939, ch. XXVI) berpendapat bahwa justifikasi teori koherensi mengarah pada teori koherensi kebenaran. Argumennya berjalan sebagai berikut: seseorang mungkin memegang koherensi itu dengan serangkaian keyakinan tentang ujian kebenaran tetapi kebenaran itu terdiri dari korespondensi dengan fakta-fakta obyektif. Namun, jika kebenaran terdiri dari korespondensi dengan fakta-fakta obyektif, koherensi dengan serangkaian keyakinan tidak akan menjadi ujian kebenaran. Ini adalah kasus karena tidak ada jaminan bahwa seperangkat keyakinan yang koheren cocok dengan realitas obyektif. Karena koherensi dengan serangkaian keyakinan adalah ujian kebenaran, kebenaran tidak dapat terdiri dalam korespondensi.

Argumen Blanshard telah dikritik oleh, misalnya, Rescher (1973). Argumen Blanshard bergantung pada klaim bahwa koherensi dengan serangkaian keyakinan adalah ujian kebenaran. Dipahami dalam satu pengertian, klaim ini cukup masuk akal. Blanshard, bagaimanapun, harus memahami klaim ini dalam arti yang sangat kuat: koherensi dengan serangkaian keyakinan adalah tes kebenaran yang sempurna. Jika koherensi dengan serangkaian keyakinan hanyalah tes kebenaran yang baik tetapi bisa gagal, seperti yang disarankan Rescher, argumen tersebut gagal.

Page 138: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

137

"Kebobolan" dari kebenaran dan pembenaran yang dimaksud Blanshard adalah yang diharapkan jika kebenaran hanya merupakan uji kebenaran yang tidak bisa salah.

Argumen epistemologis lain untuk koherentisme didasarkan pada pandangan bahwa kita tidak dapat “keluar dari” kumpulan keyakinan kita dan membandingkan proposisi dengan fakta-fakta obyektif. Versi argumen ini diajukan oleh beberapa positivis logis termasuk Hempel (1935) dan Neurath (1983). Argumen ini, seperti Blanshard, bergantung pada teori koherensi pembenaran. Argumen tersebut berasal dari teori semacam itu sehingga kita hanya dapat mengetahui bahwa sebuah proposisi bersatu dengan serangkaian keyakinan. Kita tidak pernah tahu bahwa proposisi sesuai dengan kenyataan.

Argumen ini tunduk pada setidaknya dua kritik. Sebagai permulaan, itu tergantung pada teori koherensi pembenaran, dan rentan terhadap keberatan apa pun terhadap teori ini. Lebih penting lagi, teori koherensi kebenaran tidak mengikuti dari premis-premis. Kita tidak dapat menyimpulkan dari fakta bahwa proposisi tidak dapat diketahui berhubungan dengan kenyataan bahwa itu tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan jika para ahli teori korespondensi mengakui bahwa kita hanya dapat mengetahui proposisi mana yang sesuai dengan keyakinan kita, mereka masih dapat meyakini kebenaran itu ada dalam korespondensi. Jika ahli teori korespondensi mengadopsi posisi ini, mereka menerima bahwa mungkin ada kebenaran yang tidak dapat diketahui. Atau, mereka dapat membantah, seperti halnya Davidson (1986), bahwa koherensi proposisi dengan serangkaian keyakinan adalah indikasi yang baik bahwa proposisi sesuai dengan fakta-fakta obyektif dan bahwa kita dapat mengetahui bahwa proposisi sesuai.

Teori koherensi perlu menyatakan bahwa proposisi tidak dapat berhubungan dengan fakta-fakta obyektif, bukan hanya bahwa mereka tidak dapat diketahui untuk berkorespondensi.

Page 139: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Untuk melakukan ini, argumen sebelumnya untuk koherentisme harus dilengkapi.

E. Kritikan untuk Koherentisme

Paul Thagard adalah penulis yang pertama dari dua argumen baru terhadap teori koherensi. Thagard menyatakan argumennya sebagai berikut:

“Jika ada dunia yang bebas dari representasi, seperti yang ditunjukkan bukti sejarah, maka tujuan representasi seharusnya adalah untuk menggambarkan dunia, bukan hanya untuk berhubungan dengan representasi lain. Argumen saya tidak membantah teori koherensi, tetapi menunjukkan bahwa secara tidak masuk akal memberikan pikiran terlalu besar tempat dalam membentuk kebenaran.” (Thagard 2007: 29–30)

Argumen Thagard tampaknya adalah bahwa jika ada dunia yang berpikiran bebas, maka representasi kita adalah representasi dunia. Ia mengatakan representasi "seharusnya" dari dunia, tetapi argumennya tidak valid dengan penambahan kata kerja tambahan. Dunia ada sebelum manusia dan representasi kita, termasuk representasi proposisional kita. Jadi Thagard mungkin akan mengatakan, sains terbaik memberi tahu kami. Oleh karena itu, representasi, termasuk representasi proposisional, adalah representasi dari dunia yang bebas pikiran. Kalimat kedua dari kutipan yang baru saja dikutip menunjukkan bahwa satu-satunya cara koherentis dapat menolak argumen ini adalah mengadopsi semacam idealisme. Artinya, mereka hanya bisa menolak premis minor dari argumen yang direkonstruksi. Kalau tidak, mereka berkomitmen untuk mengatakan bahwa proposisi mewakili dunia dan, Thagard tampaknya menyarankan, ini adalah untuk mengatakan bahwa proposisi memiliki semacam kondisi kebenaran yang diasumsikan oleh teori korespondensi. Jadi teori koherensi salah.

Page 140: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

139

Sebagai jawaban atas argumen ini, koherentis dapat menyangkal bahwa proposisi adalah representasi dari dunia yang bebas pikiran. Mengatakan bahwa proposisi itu benar adalah mengatakan bahwa itu didukung oleh sistem proposisi tertentu. Jadi, koheren dapat mengatakan, proposisi adalah representasi dari sistem keyakinan, bukan representasi dunia yang bebas pikiran. Menegaskan sebuah proposisi adalah dengan menegaskan bahwa itu didorong oleh suatu sistem keyakinan. Kaum koheren berpendapat bahwa sekalipun ada dunia yang bebas pikiran, itu tidak berarti bahwa “titik” representasi merepresentasikan dunia ini. Jika koherentis telah dibawa ke posisi mereka melalui rute epistemologis, mereka percaya bahwa kita tidak bisa "keluar" dari sistem keyakinan kita. Jika kita tidak bisa keluar dari sistem keyakinan kita, maka sulit untuk melihat bagaimana kita dapat dikatakan mewakili realitas yang bebas pikiran.

Colin McGinn telah mengajukan keberatan baru lainnya terhadap koherentisme. Dia berpendapat bahwa teori koherensi berkomitmen pada idealism (McGinn 2002: 195). Seperti Thagard, ia menganggap idealisme jelas salah, jadi argumennya adalah reductio. Argumen McGinn adalah bahwa koherentis berkomitmen pada pandangan bahwa, sebagai contoh, 'Salju jatuh dari langit' adalah benar jika keyakinan bahwa salju jatuh dari langit, melekat dengan keyakinan lain. Sekarang ini mengikuti dari ini dan redundansi biconditional (p adalah benar jika itu disebut p) bahwa salju jatuh dari langit jika keyakinan bahwa salju jatuh dari langit koheres dengan keyakinan lain. Tampaknya kemudian bahwa ahli teori koherensi berkomitmen pada pandangan bahwa salju tidak dapat jatuh dari langit kecuali keyakinan bahwa salju jatuh dari langit dengan keyakinan lain. Dari sini dapat disimpulkan bahwa bagaimana segala sesuatu bergantung pada apa yang dipercayai tentang mereka. Ini kelihatannya aneh bagi McGinn karena menurutnya, wajar, bahwa salju bisa jatuh dari langit meskipun tidak ada keyakinan tentang salju, atau apa pun. Keterkaitan tentang bagaimana keadaan dan bagaimana mereka

Page 141: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dipercaya mengarahkan McGinn untuk mengatakan bahwa koherentis berkomitmen pada idealisme, ini adalah pandangan bahwa bagaimana segala sesuatu bergantung pada pikiran.

Koherentis memiliki tanggapan terhadap keberatan ini. Argumen McGinn berhasil karena ia menganggap bahwa redundansi biconditional berarti sesuatu seperti "p benar karena p". Hanya jika biconditionals redundansi dipahami dengan cara ini apakah argumen McGinn dilalui. McGinn perlu berbicara tentang apa yang membuat "Salju jatuh dari langit" benar untuk reduktonya bekerja. Jika tidak, koherentis yang menolak argumennya tidak dapat dituntut dengan idealisme. Dia berasumsi, dengan cara yang dapat dikatakan oleh seorang ahli teori yang koheren sebagai pertanyaan-memohon, bahwa pembuat kebenaran dari kalimat yang dipertanyakan adalah cara objektif dunia ini. Koherentis menyangkal bahwa setiap kalimat dibuat benar oleh kondisi obyektif. Secara khusus, mereka berpendapat bahwa jatuhnya salju dari langit tidak membuat “Salju jatuh dari langit” benar. Koherentis berpendapat bahwa itu, seperti kalimat lain, adalah benar karena koheren dengan suatu sistem keyakinan. Jadi koheren tampaknya memiliki pembelaan yang masuk akal terhadap keberatan McGinn.

3. Pragmatisme

Teori kebenaran lainnya termasuk tiga variasi pada suatu

tema: identitas, redundansi / disquotational, dan teori semantik (Blackburn, 1994). Tema yang diwakili oleh teori-teori ini adalah bahwa proposisi yang benar dan fakta-fakta yang membuatnya benar adalah hal yang sama, baik diungkapkan dalam kata-kata, rumus, atau aspek bahasa. Tidak dibahas di sini adalah taktik yang diambil oleh penganut skeptisisme radikal di mana keberadaan setiap aspek dunia dipertanyakan.

Pragmatisme adalah gerakan filosofis yang mencakup orang-orang yang mengklaim bahwa ideologi atau proposisi benar jika berhasil memuaskan, bahwa makna proposisi dapat ditemukan

Page 142: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

141

dalam konsekuensi praktis untuk menerimanya, dan bahwa ide-ide tidak praktis harus ditolak. Pragmatisme berasal di Amerika Serikat selama kuartal terakhir abad kesembilan belas. Meskipun itu secara signifikan mempengaruhi non-filsuf — khususnya di bidang hukum, pendidikan, politik, sosiologi, psikologi, dan kritik sastra — artikel ini hanya membahasnya sebagai gerakan dalam filsafat.

Istilah "pragmatisme" pertama kali digunakan dalam bentuk cetak untuk menunjukkan pandangan filosofis sekitar seabad yang lalu ketika William James (1842-1910) menekankan kata itu ke dalam layanan selama sebuah pidato tahun 1898 berjudul "Konsepsi Filosofis dan Hasil Praktis," yang disampaikan di Universitas California (Berkeley). James dengan saksama bersumpah, bahwa istilah itu telah diciptakan hampir tiga dekade sebelumnya oleh rekan senegaranya dan temannya C. S. Peirce (1839-1914). (Peirce, yang ingin membedakan doktrin-doktrinnya dari pandangan-pandangan yang diumumkan oleh James, kemudian melabel ulang posisinya sendiri “pragmatisisme” —sebuah nama, katanya, “cukup jelek untuk selamat dari penculik.”). Tokoh utama ketiga dalam pantauan pragmatis klasik adalah John Dewey (1859-1952), yang tulisan-tulisannya luas memiliki dampak besar pada kehidupan intelektual Amerika selama setengah abad. Setelah Dewey, bagaimanapun, pragmatisme kehilangan banyak momentumnya.

Ada kebangkitan minat pragmatisme baru-baru ini, dengan beberapa filsuf profil tinggi mengeksplorasi dan memilih tema dan ide yang secara selektif tertanam dalam tradisi kaya Peirce, James, dan Dewey. Sementara yang paling terkenal dan paling kontroversial dari apa yang disebut "neo-pragmatis" adalah Richard Rorty, filsuf kontemporer berikut sering dianggap pragmatis: Hilary Putnam, Nicholas Rescher, Jürgen Habermas, Susan Haack, Robert Brandom, dan Cornel Barat.

Page 143: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kritik awal secara tepat termasuk pengamatan bahwa banyak hal yang diinginkan ternyata tidak benar. Harus dipahami bahwa "motivasi mengemudi pragmatisme adalah gagasan bahwa keyakinan pada kebenaran di satu sisi harus memiliki hubungan erat dengan keberhasilan dalam tindakan di sisi lain" (Blackburn, 1994, hal. 297). Karakterisasi yang lebih baru termasuk pengamatan yang dibuat oleh Blackburn (1994, p. 297) yang mencatat ada "hubungan mendalam antara gagasan bahwa sistem perwakilan akurat, dan kemungkinan keberhasilan proyek dan tujuan yang dibentuk oleh pemiliknya." hubungan ini tampaknya menjadi "akurasi" adaptasi evolusioner seperti sistem perseptual (di mana akurasi adalah kesesuaian antara adaptasi dan fungsi yang sukses dalam lingkungan tertentu). Pada tingkat kognisi, orang akan mengharapkan koneksi yang serupa dapat dilihat; keyakinan yang akurat tentang lingkungan harus mengarah pada tingkat keberhasilan yang lebih tinggi untuk organisme yang sadar keyakinan memiliki efek.

Pada awalnya adalah "The Metaphysical Club," sekelompok dua belas pria berpendidikan Harvard yang bertemu untuk diskusi filosofis informal selama awal 1870-an di Cambridge, Massachusetts. Anggota klub termasuk proto-positivis Chauncey Wright (1830-1875), masa depan Hakim Agung Oliver Wendell Holmes (1841-1935), dan dua filsuf yang kemudian berkembang menjadi pragmatis sadar diri pertama: Charles Sanders Peirce (1839) -1914), seorang ahli logika, matematikawan, dan ilmuwan; dan William James (1842-1910), seorang psikolog dan moralis bersenjata dengan gelar medis.

Peirce meringkas kontribusinya sendiri pada pertemuan Metaphysical Club dalam dua artikel yang sekarang dianggap

sebagai dokumen pragmatisme pendiri: “The Fiksation of Belief”

(1877) dan “How To Make Our Ideas Clear” (1878). James mengikuti Peirce dengan esai filosofis pertamanya, “Keterangan tentang Definisi Pikiran sebagai Korespondensi,” (1878). Setelah munculnya The Principles of Psychology (1890), James

Page 144: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

143

melanjutkan untuk menerbitkan The Will to Believe dan Other Essays

dalam Popular Philosophy (1896), The Varieties of Religious Experience (1902), Pragmatisme: Sebuah Nama Baru untuk Beberapa Cara

Lama Berpikir (1907), dan The Meaning of Truth: A Sequel to Pragmatism (1909). Peirce, sayangnya, tidak pernah berhasil menerbitkan magnum opus di mana pandangan filosofisnya yang bernuansa secara sistematis diuraikan. Namun, dia menerbitkannya, meskipun dia meninggalkan sebuah tumpukan fragmen manuskrip, banyak di antaranya hanya membuatnya dicetak beberapa dekade setelah kematiannya.

Peirce dan James menempuh jalur yang berbeda, baik secara filosofis maupun profesional. James, kurang teliti tetapi lebih konkret, menjadi figur publik yang terhormat (dan seorang profesor Harvard) berkat jangkauan intelektualnya, simpati luasnya, dan kejeniusan Emersoniannya untuk memajukan popularisasi. Dia mengenali hadiah kreatif Peirce yang sangat besar dan melakukan apa yang dia bisa untuk memajukan temannya secara profesional; tetapi akhirnya tidak berhasil. Keberhasilan profesional dalam akademe menghindari Peirce; setelah pemecatannya yang terselubung oleh skandal dari Johns Hopkins University (1879-1884) - penunjukan akademik satu-satunya - dia bekerja keras di pedesaan Pennsylvania. Benar, Peirce tidak sepenuhnya terputus: dia berkorespondensi dengan rekan kerja, membaca buku, dan menyampaikan ceramah yang aneh. Namun demikian, karya filosofisnya tumbuh semakin dewasa, dan sebagian besar tetap tidak dihargai oleh orang-orang sezamannya. James yang terkoneksi dengan baik, sebaliknya, secara teratur memperoleh inspirasi dan rangsangan dari berbagai macam sesama musafir, simpatisan, dan kritikus akut. Ini termasuk anggota sekolah pragmatis Chicago, yang dipimpin oleh John Dewey (di antaranya lebih anon); Oxford ikonikloc F.C.S. Schiller (1864-1937), Protagoran dan "humanis" yang dideskripsikan sendiri; Giovanni Papini (1881-1956), pemimpin sel pragmatis Italia; dan dua kolega James yang lebih muda dari Harvard, idealis

Page 145: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

absolut Josiah Royce (1855-1916) dan naturalis puitis George Santayana (1864-1952), keduanya menantang pragmatisme saat dipengaruhi olehnya. (Perlu dicatat, bagaimanapun, bahwa Royce juga dipengaruhi secara signifikan oleh Peirce.)

Anggota terakhir dari triumviar pragmatis klasik adalah John Dewey (1859-1952), yang pernah menjadi mahasiswa pascasarjana di Johns Hopkins selama masa jabatan singkat Peirce di sana. Dalam karir yang terkenal selama tujuh dekade, Dewey melakukan banyak hal untuk membuat pragmatisme (atau "instrumentalisme," sebagaimana ia menyebutnya) terhormat di kalangan filsuf profesional. Peirce telah menjadi persona non grata di dunia akademis; Yakobus, orang dalam tetapi tidak percaya, membenci “Gurita PhD” dan menulis khotbah awam yang fasih; tetapi Dewey adalah seorang profesor yang menulis filsafat sebagaimana yang seharusnya dilakukan oleh profesor — yaitu, untuk profesor lain. Karya-karyanya yang matang — Rekonstruksi dalam Filsafat (1920), Pengalaman dan Alam (1925), dan The Quest for Certainty (1929) —membuat dekonstruksi dualisme dan dikotomi yang, dalam satu samaran atau lainnya, memiliki filsafat yang telah ditanggung sejak bangsa Yunani. Menurut Dewey, begitu para filsuf melepaskan perbedaan-perbedaan waktu yang dihormati ini — antara penampilan dan kenyataan, teori dan praktik, pengetahuan dan tindakan, fakta dan nilai — mereka akan melihat melalui masalah-masalah yang tidak menyenangkan dari epistemologi dan metafisika tradisional. Alih-alih mencoba mensurvei subspesies dunia aeternitatis, para filsuf Deweyan merasa puas untuk mempertahankan kaki mereka di atas terra firma dan mengatasi "masalah manusia."

Dewey muncul sebagai tokoh utama selama dekade di Universitas Chicago, di mana sesama pragmatis G.H. Mead (1863-1931) adalah seorang kolega dan kolaborator. Setelah meninggalkan Chicago untuk Universitas Columbia pada tahun 1904, Dewey menjadi lebih produktif dan berpengaruh; sebagai akibatnya, pragmatisme menjadi fitur penting dari lanskap

Page 146: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

145

filosofis di dalam dan luar negeri. Dewey, memang, memiliki murid dan peniru banyak sekali; apa yang tidak dia miliki adalah seorang pengganti yang bonafide — seseorang, yaitu, yang bisa membela Dewey karena dia sendiri berdiri untuk W. James

Menurut tradisi lama yang berjalan dari Plato hingga saat ini, kebenaran adalah masalah korespondensi atau kesepakatan dengan kenyataan (atau dengan “fakta” yang disebutkan di atas). Namun pandangan yang mulia ini tidak jelas dan penuh masalah, kata pragmatis. Berikut ini hanya empat: (1) Bagaimana hubungan misterius ini disebut "korespondensi" untuk dipahami atau dijelaskan? Tidak seperti menyalin, tentu saja; tapi bagaimana caranya? (2) Teori korespondensi membuat misteri praktik verifikasi dan penyelidikan kami. Karena kita tidak dapat mengetahui apakah keyakinan kita adalah korespondensi-benar: jika “Diberikan” adalah mitos, kita tidak dapat membenarkan teori dengan membandingkannya dengan realitas yang tidak dapat dikenali. (3) Tampaknya beberapa teori korespondensi tradisional berkomitmen pada gambaran Cartesian tentang pikiran yang sudah ketinggalan zaman sebagai cermin Alam, di mana representasi-representasi subyektif subyektif dari suatu tatanan luar yang obyektif terbentuk. (4) Juga telah didesak bahwa tidak ada realitas linguistik ekstra yang dapat kita wakili — tidak ada dunia yang bebas pikiran di mana keyakinan kita dapat dipertanggungjawabkan. Maka, indera apa yang dapat dibuat dari pendapat bahwa pikiran yang benar sesuai dengan hal-hal yang tidak tergantung pada pikiran?

Beberapa pragmatis telah menyimpulkan bahwa teori korespondensi secara positif salah dan harus ditinggalkan. Yang lain, lebih berhati-hati, hanya bersikeras bahwa formulasi standar teori itu tidak informatif atau tidak lengkap. Schiller, Rorty, dan Putnam semuanya bisa dibilang milik kelompok sebelumnya; Peirce, James, Dewey, Rescher, dan Davidson, untuk yang terakhir.

Page 147: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Selain mengkritik teori korespondensi, apa yang dikatakan pragmatis tentang kebenaran? Di sini tiga pandangan harus disebutkan: (1) James dan Dewey sering dikatakan telah memegang pandangan bahwa kebenaran adalah apa yang "berhasil": hipotesis yang benar berguna, dan sebaliknya. Pandangan ini mudah bagi karikatur dan perdagangan — sampai pembaca hadir dengan hati-hati pada pragmatis yang halus dalam hal utilitas. (Apa yang dipikirkan James dan Dewey di sini telah dibahas di atas dalam Bagian 2a.) (2) Menurut Peirce, pendapat yang benar adalah mereka yang ingin tahu akan menerima pada akhir penyelidikan (yaitu pandangan yang tidak bisa kita tingkatkan, tidak ada peduli seberapa jauh pertanyaan pada subjek tersebut ditekan atau ditekan). Pendekatan dasar Peirce telah mengilhami pragmatis kemudian seperti Putnam (yang "realisme internalnya" glosses kebenaran sebagai penerimaan rasional yang ideal) serta Apel dan Habermas (yang telah menyamakan kebenaran dengan apa yang akan diterima oleh semua orang dalam situasi ujaran yang ideal). (3) Menurut Rorty, kebenaran tidak memiliki sifat atau esensi; maka semakin sedikit dikatakan tentang itu, semakin baik. Untuk menyebut suatu keyakinan atau teori "benar" adalah tidak mengartikan properti apa pun padanya; itu hanya untuk melakukan beberapa tindak tutur (misalnya, untuk merekomendasikan, untuk memperingatkan, dll.). Ketika Rorty melihatnya, rekan-rekannya yang pragmatis — James, Dewey, Peirce, Putnam, Habermas, dan Apel — semua keliru dalam berpikir bahwa kebenaran dapat dijelaskan atau dijelaskan.

Kesimpulan untuk pragrmatime sebagian besar menjadi dasar pemgembangan ilmu pertahanan. Pragmatis telah menganggap diri mereka sebagai yang mereformasi tradisi empirisme meskipun beberapa telah melangkah lebih jauh dan merekomendasikan penghapusan tradisi. Seperti perbedaan pendapat ini, pragmatis tidak memilih blok, dan pragmatis yang mengambil pandangan berbeda tentang isu-isu utama (misalnya, kebenaran, skeptisisme,

Page 148: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

147

persepsi, pembenaran, fallibilisme, realisme, skema konseptual, fungsi filsafat, dll. ), itulah dasar novelty penelitian suatu kebenaran yang pragmatis. Sementara keragaman tersebut mungkin tampak patut dipatuhi sesuai dengan komitmen pragmatisme terhadap pluralisme, para pengkritik telah mendesak bahwa hal itu hanya menunjukkan bahwa pragmatisme hanya sedikit atau tidak ada sama sekali. Pragmatisme berkembang dengan baik di Amerika Serika, sehingga model mengembangan ilmu pertahanan di Amerika dapat menjadi salah satu pilihan tanpa meninggalkan budaya dan tradisi masyarakat kita.

Referensi

Adams McCord, M., 1987, William Ockham, Notre Dame:

Notre Dame University Press. Alston, W. P., 1996, A Realist Conception of Truth, Ithaca and

London: Cornell University Press. Austin, J. L., 1950, ‘Truth’, reprinted in Philosophical Papers,

3rd ed., Oxford: Oxford University Press 1979, 117-33. Averroes, Tahafut Al-Tahafut, trans. by S. Van Den Berg, The

Incoherence of the Incoherence, London: Luzac & Co. 1954. Blackburn, S., 1984, Spreading the Word: Groundings in the

Philosophy of Language, Oxford: Clarendon Press. Blackburn, S., and Simmons, K., eds., 1999, Truth, Oxford:

Oxford University Press. David, M., 1994, Correspondence and Disquotation: An Essay

on the Nature of Truth, Oxford: Oxford University Press. –––, 2002, ‘Truth and Identity’, in J. K. Campbell, M.

O’Rourke, and D. Shier, eds., Meaning and Truth: Investigations in Philosophical Semantics, New York-London: Seven Bridges Press, 124-41.

Davidson, D., 1969, ‘True to the Facts’, The Journal of Philosophy, 66: 748-64.

–––, 1977, ‘Reality Without Reference’, Dialectica, 31: 247-53. Denyer, N., 1991, Language, Thought and Falsehood in

Ancient Greek Philosophy, London and New York: Routledge.

Page 149: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Fumerton, R., 2002, Realism and the Correspondence Theory of Truth, Lanham: Rowman & Littlefield.

Geach, P. T. , 1960, ‘Ascriptivism’; reprinted in Logic Matters, Oxford: Basil Blackwell 1981: 250-254.

Hume, D., 1739-40, A Treatise of Human Nature, Oxford: Clarendon Press 1978.

Husserl, E., 1900, Logische Untersuchungen. Erster Teil: Prolegomena zur reinen Logik, Halle a. S.: Max Niemeyer.

Kirkham, R. L., 1992, Theories of Truth: A Critical Introduction, Cambridge, Mass.: MIT Press.

Künne, W., 2003, Conceptions of Truth, Oxford: Clarendon Press.

Lowe, E. G. and Rami, A., eds., 2009, Truth and Truth-Making, Stocksfield: Acumen Press/Montreal: McGill-Queen’s University Press.

Merricks, T., 2007, Truth and Ontology, Oxford: Clarendon Press.

Mill, J. St., 1843, System of Logic, J. M. Robson, ed., London & New York: Routledge 1996.

Monnoyer, J.-M., ed., 2007, Metaphysics and Truthmakers, Frankfurt: Ontos Verlag.

Popper, K., 1972, ‘Philosophical Comments on Tarski’s Theory of Truth’, in Objective Knowledge: An Evolutionary Approach, Oxford: Clarendon Press, 319-40.

Prior, A. N., 1967, ‘Correspondence Theory of Truth’, in P. Edwards, ed., The Encyclopedia of Philosophy, vol. 2, New York: Macmillan Publishing Co. & The Free Press, 223-32.

Russell, B., 1903, The Principles of Mathematics, London: Allen and Unwin.

–––, 1905, ‘The Nature of Truth’, in The Collected Works of Bertrand Russell, vol. 4, edited by A. Urquhaut, London and New York: Routledge 1994, 492-506

Wittgenstein, L., 1921, Tractatus Logico-Philosophicus, in Annalen der Naturphilosophie. English translation by D. F. Pears & B. F. McGuinnes, London & Henley: Routledge & Kegan Paul 1961.

–––, 1914-16, Notebooks 1914-1916, edited by G. H. von Wright & G. E. Anscombe, Oxford: Basil Blackwell 1961.

Page 150: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

149

Wright, Crispin, 1992, Truth and Objectivity, Cambridge, Mass.: Harvard University Press.

–––, 1999, ‘Truth: A Traditional Debate Reviewed’; reprinted in Saving the Differences: Essays on Themes from ‘Truth and Objectivity’, Cambridge, Mass.: Harvard University Press 2003, 241-87.

Page 151: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 5 FENOMENOLOGI SEBAGAI PARADIGMA DALAM ILMU PERTAHANAN

Page 152: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

151

Sebagian orang mengartikan fenomenologi adalah ilmu fenomena-fenomena, yang nampak oleh mata dan jadi pembicaraan orang. Mungkin benar secara bahasa. Karena dilihat dari asal katanya sekalipun pengertian ini tidak salah, namun dalam dunia ilmu pengetahuan tidak memenuhi maksud pendiri

fenomenologi, Edmund Gustav Albrecht Husserl 1859-1938. Logical

Investigations karya Husserl melebihi ketentuan-tententuan ketat dalam Logika Dasar sehingga dapat memberi ruang terhormat pada fenomenologi. Sekalipun banyak ilmuawan fenomenologi mengkritisi tapi justru para pengkritik fenomenologi melahirkan filsuf–filsuf era postmodern. Fenomenologi ditangan Husserl tidak hanya sebagai methode tapi menjadi sebuah mazhab dalam filsafat ilmu.

Tujuan studi ini adalah ini untuk menggambarkan peran filsafat ilmu dalam hal ini fenomenologi dalam pengembangan ilmu pertahanan. Persoalan ini dianggap penting karena masih ada sebagian pihak masih menafikan eksistensi perkembangan ilmu pertahanan, padahal pada sisi lain ilmu pertahanan telah lahir dan berkembang dengan pesat di negeri Cina oleh Sun Tzu dan diakui dibelahan dunia lainnya. Kompetensi filsafat ilmu untuk mengukur sebuah disiplin ilmu tidak dipertanyakan lagi, karena karena kesewenang-wenangan cara memandang eksistensi pertahanan penting untuk dipertanyakan. Filsafat ilmu memiliki indikator untuk dapat menyatakan sebuah disiplin ilmu berdiri sendiri, secara normatif harus memenuhi persyaratan ontologi, epistemogi dan axiologi.

Tulisan ini ini menunjukan bahwa fenomenologi memiliki kualifikasi sebagai salah satu mazhab filsafat ilmu. Dengan demikian, tinjauan fenomenologi terhadap ilmu pertahanan merupakan advokasi filsafat ilmu terhadap ilmu pertahanan. Titik

Page 153: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

temu Fenomenologi Husserl dengan ilmu pertahanan terletak pada konsep intensionalitas dalam feneomenologi dengan konsep perjuangan dalam mempertahankan negara. Untuk itu, fenomenologi dapat dijadikan dasar dalam pengembangan ilmu pertahanan, sekalipun dapat dipahami tidak sejalan dengan ketentuan formil penguasa. Pengakuan fenomenologi terhadap pengembangan sesuatu ditentukan oleh dirinya, maka ilmu pertahanan yang telah hidup dan berkembang dalam kalangan kaum intelektual bela negara merupakan suatu kenisacayaan.

Perdebatan kalangan ilmuan tentang tujuan dan pendekatan suatu disiplin ilmu melahirkan perbedaan paradigma-paradigma atau mazhab-mazhab ilmu pengetahuan. Esensi tujuan filsafat ilmu kontemporer terlihat untuk mencari prinsip-prinsip sukses dalam penelitian ilmu pengetahuan dari zaman ke zaman, dengan harapan untuk diterapkan dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan. Pertarungan paling seru ketiga memposisikan diri pada suatu pradigma ternyata bukan terletak pada suatu kebenaran. Untuk itu mata pelajaran logika dan matematika dasar tidak cukup kuat menopang pertarungan dalam pengembangan ilmu pengetahun, sekalipun tidak bisa ditinggalkan. Untuk itu

buku Logical Investigations karya Husserl melebihi ketentuan-tententuan dalam Logika Dasar.

Persoalan yang diangkat sekarang adalah efek posistivis, manusia bukan hanya alat dari sistem yang berkuasa, tapi kesesuaian esensi manusia dengan arah perkembangan kebudayaan umat manusia. Pengakuan produk ilmu pengetahuan yang lahir setelah naturalism-positivisme melalui pendekatan ilmu pasti dalam melihat fenomena kemasyarakat telah melahirkan pengetahuan yang objektif. Positivisme berhasil membangun kebudayaan manusia terlepas dari kebudayaan jahilia. Teknologi berkembang dalam membantu manusia menguasai alam. Ekonomi dan kemakmuran manusia meningkat, sehingga manusia menjadi mahluk yang istimewa yang tak bisa ditundukan oleh alam.

Page 154: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

153

Pada satu sisi, pengetahuan berkembangan dalam dirinya sendiri dan hidup dalam suatu komunitas sementara pada sisi lain intitusi penguasa memerlukan sebuah kepastian dengan menggunakan kerangka yang ditetapkan oleh dirinya sendiri. Untuk itulah kiranya intitusi penyelenggara pendidikan mampu melihat perembangan filsafat ilmu sebagai ilmu pengetahuan yang mengalami perkembangan dan varian-varian yang hidup dalam suatu komunitas. Untuk itu, para pemegang predikat “intelektual” dalam bidang apapun, sesungguhnya mata filsafat ilmu dan logika wajib dipelajari.

Kedudukan istimewa diperuntukan pada filsafat ilmu dalam pengembangan ilmu pengetahuan agama merupakan titik tolak kajian ini. Asumsi dasarnya adalah kita sendiri memiliki ideologi, memiliki keyakinan tentang ilmu, namun dalam banyak studi ternyata banyak teori ilmiah keliru. Hal ini dibuktikan dengan sikap kita terhadap teknologi dengan menempatkannya sebagai pengamat, peneliti, researcher, komentator sampai menjadi staf ahli di lebaga lembaga terhormat dan saksi ahli di pengadilan. Kita dikekang oleh kepintaran kita sendiri, dengan simbol-simbol akademik sampai kebenaran itu menertawa kita. Banyak kebijakan direkomendasikan berdasarkan research ilmuawan, nyatanya persoalan tak terselesaikan, keberadaan ilmuawan dipertanyakan.

Michel Foucault mengakui hubungan filsafat dengan ilmu pengetahuan perlu diperiksa dalam konteks kebudayaan. Hubungan internal dan eksternal dengan psikologi membuat hubungan tersebut semakin rumit, karena filsafat dilihat sebagai kajian tidak terbatas, buta, gelap yang bergerak dalam kesaran dengan metodenya sendiri. Padahal sebagai ilmu huhamiora harus diolah dengan jelas bersifat positivis, sehingga filsafat ditempatkan sebagai ilmu pengetahuan yang jelas. Pada sisi lain antropologi sebagai ilmu yang mempelajari bagian luar kebudayaan, mestinya ikut bertanggungjawab mengapa filsafat terkubur dalam kegelapan, keterbatasan manusia. Filsafat Barat

Page 155: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dapat memposisikan ilmu humaniora sebagi pendahuluan saja, program kosong yang akan dilakukan oleh ilmu humaniora. Pada posisi inilah kita berpikir, untuk memahami bahwa filsafat bukan kajian kosong

Pemikiran awam melihat filsafat sebagai “ibu” ilmu pengetahuan ada benarnya. Kalau seorang anak berperilaku tidak baik, kita bertanya siapa ibunya. Ibu ilmu pengetahuan adalah filsafat. Persoalanya kalau filsafat ibu ilmu pengetahuan maka pertanyaannya; bagaimana seorang ibu mengandung, bagaimana melahirkan dan memeliharanya dan bagaimana pula memanfaatkannya. Ketika pertanyaan ini dijawab terasa bahwa filsafat sesungguhnya lebih tua dari ilmu pengetahuan. Sejarah ilmu pengetahuan melihat sosok-sosok filsuf yang terkait dengan keberadaan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan produk pemikian filsuf, dan ilmu pengetahuan bermanfaat bagi manusia memahami dunianya, untuk itu seorang filsuf menjadi seorang yang mulia, pemuikirannya hidup sepanjang zaman, seorang filsuf melekat dalam dirinya sebagai seorang yang bijak.

Memahamami Filsafat Ilmu

Filsafat diambil dari kata filos = cinta dan sofiah = kebijaksanaan. Sedangkan Ilmu Pengetahuan secara sederhanya memiliki objek tertentu (ontologi), cara tertentu (epistemologi) dan manfaat tertentu (axiologi). Karena ontologi, epistemologi dan axiologi adalah kajian filsafat, maka filsafat merupakan pintu gerbang bagi seseorang untuk menjadi ilmuan.Pudjawijatna menjelasakan filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran, sedangkan menurut Hasbullah Bakri, filsafat adalah ilmu yang menyelidiki segala sesuatu dengan mendalam sehingga menghasilkan pengetahuan yang dapat dicapai akal.

Beberapa pendapat para ahli filsafat, secara sederhana filsafat mempunyai pengertian anatara lain;

Page 156: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

155

1. Filsafat adalah kegemaran dan kemauan untuk mendapatkan pengetahuan yang luhur (Plato).

2. Filsafat adalah ilmu tentang kebenaran (Aristoteles, 384-322 SM)

3. Filsafat adalah suka kepada pengetahuan (Phytagoras, 536-470 S.M.)

4. Filsafat adalah pengetahuan yang terluhur dan keinginan untuk mendapatkannya (Cicero, 106-3 S.M.)

5. Filsafat adalah pengetahuan yang menerangkan hubungan hasil dan sebabnya, maka senantiasa ada perobahan (Thomas Hobbes, 1588-1679.

6. Filsafat adalah ilmu yang menyediki dasar-dasar untuk mengetahui sesuatu dan bertindak (Immanuel Kant, 1724-1804)

Filsafat adalah hasil berpikir secara radikal, spekulatif dan universal adalah berpikir filosofis, maksudnya :

1. Radikal, artinya berpikir secara berakar atau mendasar dengan jalan meragukan sesuatu sebagai sesuatu yang benar (radix = akar)

2. Spekulatif, artinya berpikir secara sistematis dengan memisahkan antara yang dapat diandalkan dengan yang tidak dapat diandalkan

3. Universal, artinya hasil berpikir berlaku secara menyeluruh atau berkaitan dengan aspek lain.

Filsafat sebagai sebuah disiplin ilmu memiliki objek kajian;

1. Ontologi, berasal dari kata ononthos, artinya yang ada (being). Ontologi adalah ilmu pengetahuan tentang “yang ada” sebagai yang ada, hakikat sebenarnya tentang “yang ada” atau hakikat suatu obyek. Ontologi berbicara tentang yang ada, dan nyata adanya. Persoalanya adanya di mana ? dalam pikiran (ide) atau dalam alam nyata (real). Para pelaku (subjek) seni lebih

Page 157: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

menguatamakan tentang yang ada dalam pikiranya untuk menjawab persolan yang tampak di alamnya. Lain dengan ilmuawan ingin meneliti gejalah alam yang tampak (objek), dan diukur pun dengan indikator tertentu (objektif).

2. Epistemologi adalah ilmu yang mempelajari proses munculnya yang ada, posisinya, susunan, metoda dan absahnya pengetahuan atau ilmu yang mempelajari tentang cara mendapatkan ilmu pengetahuan. Titik tolak munculnya ilmu dari alam nyata (empirisme), yang diambil dari data lapangan bersifat iduktif menjadi kesadaran manusia ataukah konstruksi pemikiran (rasional) yang teratur (logika) dari alam ideal yang bersifat deduktif hendak diwujudkan dalam alam nyata yang menjadi persolan. Interaksi empiris dan rasional sesungguhnya proses yang tak dapat dihindari dan saling menyempurnakan.

3. Axiologi adalah bidang filsafat yang mempelajari kegunaan ilmu pengetahuan bagi umat manusia. Axiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki tentang hakekat nilai; tentang benar” dan “salah” yang dikaji dalam Logika, baik” dan buruk dikaji dalam Etika, dan masalah indah” dan jelek” yang dikaji dalam Estetika. Ilmu Pengetahuan merupakan pengembangan dalam lingkaran filsafat ini. Sebuah ilmu tidak bisa bersiri sendiri kalau tidak memilki ontologi, epistemologi dan axiologi yang jelas-jelas berbeda dengan yang lain. Demikian juga halnya dengan sebuah penelitian yang akan dilakukan mahasiswa harus memiliki dimensi filosofis tersebut.

Untuk itu pada kesempatan perdana ini dapat kita simpulkan bahwa filsafat filsafat ilmu penting untuk menetaskan telor kesadaran kita, agar keluar dari cangkang kegelapan pengetahuan berupa data yang bertebaran tak dapat dikatakan dan dimanfaatkan apa-apa. Logika penting, karena menata kesadaran kita, mengkonstruksi pemikiran kita, mengangkat data menjadi fakta, hingga bermanfaat menjadi manusi berkebudayaan. Logika mengendalikan mahluk liar untuk membangun rel-rel dan pintu-

Page 158: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

157

pintu yang akan dilewati (prosedur) hingga berkembang dan dewasa (mandiri dan bermanfaat). Haparapan sebagai dosen belajar terus menerus sebuah keniscayaan, pengabdian dengan ketulusan sebagai pribadi yang luhur pengabdi kepada kebenaran hakiki merupakan produk lembaga pendidikan yang diharapkan.

Mazhab Fenomomenologi.

Fenomenologi adalah salah satu mazhab filsafat Ilmu, disamping Positivisme, Radikal Theory, Pragmatisme dll. Pilihan pada fenomenologi diharapkan untuk dapat membantu melakukan advokasi terhadap eksistensi disiplin ilmu pertahanan, seperti sosiologi hukum, sosiologi agama, psikologi industri dan lain sebagainaya. Sebagian ilmuawan berpendapat bahwa ilmu demikian adalah ilmu sosial murni yang diterapkan dalam kehidupan masyarakat kegamaan, namun ada yang lebih ekstrim lagi ilmu demikian sesungguhnya tidak ada. Manusia lahir dalam satu wilayah tertentu memiliki pola budaya tertentu dan dipahami

melalui budaya mereka sendiri. Husserl dalam buku The Shorter

Logical Investigations mengatakan fenomenologi melindungi esensi gramatikal pengalaman logis kita.

Istilah fenomenologi berasal dari bahasa Yunani: phainómenon berarti yang muncul", dan logos "ilmu, kajian, studi". Oleh Edmund Husserl (1859- 1938) menjadi studi filosofis tentang struktur pengalaman subyektif dan kesadaran. Kemudian diperluas oleh lingkaran pengikutnya di Universitas Göttingen dan Munich di Jerman. Hal ini kemudian menyebar ke Perancis, Amerika Serikat, dan di tempat lain, sering kali dalam konteks yang jauh dari pekerjaan awal Husserl.

Fenomenologi, dalam konsepsi Husserl, terutama berkaitan dengan refleksi sistematis dan studi tentang struktur kesadaran dan fenomena yang muncul dalam tindakan kesadaran. Ontologi ini dapat dibedakan secara jelas dari metode Cartesian analisis yang melihat dunia sebagai obyek, set benda, dan benda-benda bertindak dan bereaksi terhadap satu sama lain. Konsepsi

Page 159: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

feneomenologi Husserl telah dikritik dan dikembangkan tidak hanya oleh dirinya sendiri tetapi juga oleh siswanya seperti Edith Stein, oleh filsuf hermeneutika, seperti Martin Heidegger, oleh eksistensialis, seperti Max Scheler, Nicolai Hartmann, Maurice Merleau-Ponty, Jean-Paul Sartre, dan oleh para filsuf lainnya, seperti Paul Ricoeur, Emmanuel Levinas, dan sosiolog Alfred Schütz dan Eric voegelin.

Memilih cara berpikir fenomenologi sebagai pilihan kita harus menghindari dogma-dogma baku karena fenomenologi lebih mengutamakan dalam praktik kehidupan untuk mencapai kebenaran yang hakiki dari apa-apa persoalan yang muncul karena mewujudkan diri dalam kesadaran. Untuk itu langkah pertama jangan sampai terjebak dalam kesalahan konstruksi dan memaksakan diri ditempatkan pada pengalaman sebelumnya baik diambil dari tradisi agama atau budaya, dari akal sehat sehari-hari, atau memang dari ilmu itu sendiri. Penjelasan tidak diperkenanakan sebelum fenomena dipahami dari bebas prasangka berarti mengatasi tradisi yang ada dan ini juga berarti menolak dominasi penyelidikan dengan metode eksternal yang dipaksakan.

Sebagian besar tokoh pendiri fenomenologi menekankan perlunya pembaharuan filsafat sebagai pertanyaan radikal tidak terikat untuk setiap tradisi sejarah, dan mereka menganjurkan penolakan terhadap semua dogmatisms, kecurigaan sementara, metafisik pengetahuan, terutama karena ditemukan di Neo-Hegelianisme dan Pos-Positivisme, dan memperhatikan hal sendiri. Fenomenologi dipandang sebagai menghidupkan kembali kontak kehidupan kita dengan realitas.

Khas fenomenologi adalah sebagai usaha untuk menghidupkan kembali pemikiran filsafat dengan kembali ke kehidupan subjek manusia itu sendiri. Dengan demikian, para pengikut pemikiran Husserl seperti Heidegger, Arendt dan Gadamer melihat upaya mendekati masalah dengan logis dan

Page 160: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

159

epistemologis dengan cara baru, segar, dan menarik cara. Pada 1930, baik Sartre dan Merleau Ponty melihat fenomenologi sebagai sarana untuk melampaui kungkungan empiris, asumsi psikologi tentang eksistensi manusia, memperluas lingkup filsafat menjadi sekitar segalanya. Dengan demikian, Sartre melihat fenomenologi sebagai hal yang memungkinkan seseorang untuk menggambarkan perasaan afektif orang itu sendiri, emosi, dan imajinasi hidup, bukan dalam kumpulan pemikiran statis seperti dalam psikologi, tetapi dipahami dengan cara hidup bermakna. Sartre melihat pengalaman rasa malu dan menipu diri sendiri adalah deskripsi fenomenologis klasik. Demikian pula, Fenomenologi Emmanuel Levinas yang memperhatikan cara di mana manusia lain menghuni cakrawala pengalaman saya dan menyajikan diri mereka sebagai permintaan kepada saya.

Pengalaman bagi Husserl bukanlah pintu melihat dunia, keberadaan semua yang ada merupakan pengalaman semua, bersinar ke ruang kesadaran, melainkan bukan hanya mengambil sesuatu yang asing bagi kesadaran menjadi kesadaran. Pengalaman adalah kinerja yang bagi Husserl, mengalaminya, mengalami menjadi "ada", dan di sana sebagai apa itu, dengan seluruh konten dan modus adalah pengalaman itu sendiri, kinerja dalam ruang lingkup intensionalitas. Fenomenologi harus hati-hati menjelaskan hal-hal seperti yang muncul untuk kesadaran. Dengan kata lain, masalah cara, benda, dan peristiwa mendekati harus melibatkan penampilan kesadaran yang menjadi pertimbangan.

Fenomenologi dimulai pada abad XVIII mulai muncul dalam teks-teks filsafat oleh Lambert, Herder, Kant, Fichte, dan Hegel. Johann Heinrich Lambert seorang pengikut Wolff menggunakan istilah 'fenomenologi' dalam judul bukunya Novus Organon bagian keempat untuk menandakan science of appearance, ilmu penampilan (Schein) yang memungkinkan kita untuk melanjutkan dari penampilan kebenaran, seperti optik perspektif penelitian untuk menyimpulkan fitur sebenarnya dari obyek yang

Page 161: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dilihat. Jadi Husserl bukanlah yang pertama untuk menggunakan istilah 'fenomenologi'. Lambert terinspirasi Immanuel Kant (1724-1804), yang sering menggunkan istilah 'fenomenologi' di beberapa artikel-artikelnya. Misalnya, dalam sebuah surat kepada Lambert pada 2 September 1770, Kant mengatakan bahwa "metafisika harus didahului dengan ilmu yang sangat berbeda, tetapi hanya negatif

(phaenomenologica generalis)". Demikian pula, dalam suratnya kepada Marcus Herz, 21 Februari 1772, Kant berbicara tentang

"fenomenologi secara umum" (die Phänomenologie überhaupt), yang

akhirnya berkembang menjadi salah satu bagian Aesthetic

Transendental dari bukunya Critique of Pure Reason. Fenomenologi, bagi Kant, kemudian, adalah bahwa cabang ilmu yang berkaitan dengan hal-hal dengan cara mereka muncul kepada kita, misalnya, gerak relatif, atau warna, sifat yang tergantung pada pengamat manusia.

Objektivitas terlihat dari sisi subjektif-dikritik oleh GWF Hegel (1770-1831) karena gagal untuk mengembangkan konsepsi pikiran selain sebagai kesadaran. Untuk itu, Hegel mengatakan bahwa filsafat Kant tetap "hanya fenomenologi bukan sebuah pikiran filsafat". Johann Gottlieb Fichte (1762-1814) juga membuat

penggunaan istilah 'fenomenologi' di Wissenschaftslehre tahun 1804 untuk merujuk pada cara menurunkan dunia penampilan, yang

illusorily tampaknya bebas dari kesadaran, dari kesadaran sendiri. Hegel sendiri membuat penggunaan paling menonjol dari istilah

'fenomenologi' tahun 1807 dengan judul Phänomenologie des Geistes (Fenomenologi Roh), tetapi pekerjaan ini sebagian besar dilakukan selama abad kesembilan belas dan memiliki pengaruh yang kecil. Barulah pada tahun 1920 dan 1930-an, setelah pelantikan Husserl fenomenologi, itu, terutama di Prancis, Alexandre Kojeve, Jean Hyppolite, Jean Wahl, Merleau Ponty, dan lain-lain mulai melihat ke Hegel sebagai nenek moyang sejati metode fenomenologis.

Page 162: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

161

Meskipun kejadian sebelumnya dari istilah 'fenomenologi', inspirasi langsung digunakan Edmund Husserl bukan dari Kant maupun Hegel, tapi Franz Brentano pertama kali menggunkan istilah phenomenologi pada tahun 1889. Kemudian pada tahun 1894 teman Brentano seorang fisikawan Ernst Mach mengusulkan "fenomenologi fisik umum" untuk menjelaskan pengalaman kita tentang fisika sebagai dasar teori fisik yang lebih umum. Mach ingin menggambarkan listrik dalam hal jumlah pengalaman yang kita miliki itu. Husserl akrab dengan penggunaan Mach dari istilah 'fenomenologi' bahkan pada awal karirnya, tetapi kemudian, dalam kuliah tahun 1929 ia secara eksplisit mengakui Mach sebagai pelopor dari fenomenologi.

Fenomenologi Brentano awalnya dipahami oleh Edmund

Husserl dalam edisi Pertama Logical Investigations. Investigasi logis berarti psikologi deskriptif dan memiliki asal-usul dalam proyek Brentano. Dari Brentano, Husserl mengambil alih keyakinan bahwa filsafat adalah ilmu yang ketat, serta pandangan bahwa filsafat adalah deskripsi dan bukan penjelasan kausal. Husserl juga diadopsi dari Brentano penghargaan umum dari tradisi Inggris empirisme, terutama Hume dan Mill, bersama dengan antipati terhadap Kantian dan idealisme Hegelian. Dalam cara yang tidak berbeda dengan positivis, Husserl melanjutkan untuk menolak problematika Neo-Kantian dan Hegelian sebagai 'masalah palsu'

(Scheinprobleme) dan pseudo-filsafat. Bagi Husserl sebagaimana Brentano, filsafat adalah deskripsi dari apa yang diberikan lansung

dalam 'selfevidence'.

Fenomenologi Husserl memiliki antisipasi pertama dalam upaya Brentano untuk memikirkan kembali sifat psikologi sebagai ilmu. Brentano telah mengusulkan bentuk psikologi deskriptif yang akan berkonsentrasi pada menerangi sifat batin, tindakan sadar diri kognisi tanpa menarik bagi kausal atau penjelasan genetik. Dengan kata lain, Brentano mengusulkan semacam psikologi filosofis, atau filsafat pikiran. Dalam Psikologinya dari sudut pandang yang empiris (1874), Brentano menetapkan untuk

Page 163: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

melakukan 'empiris psikologi 'dengan deskriptif mengidentifikasi domain mental dalam hal dari intentionaliti. Menurut Brentano psikologi empiris bertentangan dengan 'psikologi genetik'. Psikologi genetik mempelajari material psikis tindakan-sifat organ-organ indera, pola saraf, dan sebagainya dan pada dasarnya berkomitmen untuk penjelasan kausal. Psikologi empiris adalah menjadi deskriptif, ilmu klasifikasi, menawarkan taksonomi tindakan mental. Kemudian, dalam ceramah pada Psikologi Deskriptif (1889), Brentano menjelasakan fase 'psikologi deskriptif atau fenomenologi deskriptif' untuk membedakan ilmu ini dari genetik atau fisiologis psikologi.

Sebagaimana Cogito Descartes, Brentano percaya pada diri batin mental yang hidup dalam persepsi yang bertentangan dengan persepsi luar. Ini harus ditekankan bahwa Brentano memikirkan batin persepsi sebagai sangat berbeda dari introspeksi atau apa yang disebut dengan pengamatan dari dalam. “Kami tidak dapat mengamati tindakan mental kami sementara menduduki mereka tapi kita merenung dapat menangkap mereka saat mereka terjadi”. Konsepsi Brentano dipinjam dari Aristoteles dan Aquinas. Tidak ada tindakan tanpa objek, suatu tindakan yang kosong tidak bisa menjadi sadar akan dirinya sendiri. Mengingat kehadiran konten disengaja atau objek membangkitkan tindakan disengaja, maka perbuatan itu diarahkan terutama pada objek. Namun, tindakan dapat memiliki momen sekunder dimana mereka menjadi sadar diri. Tindakan sekunder menyertai refleksi sehingga dibangun ke dalam tindakan asli yang tidak dapat salah tentang sifat bertindak atas mana hal itu mencerminkan. Setelah analisis Aristoteles dalam De Anima-nya, Brentano menyatakan bahwa dalam penginderaan, saya sadar bahwa saya penginderaan. Kesadaran bukan merupakan tindakan penginderaan sendiri yang objek yang tepat selalu masuk akal seperti itu, agak ada rasa batin yang umum yang menyadari operasi dari tindakan utama. Tapi, bagi Brentano tindakan reflektif adalah sangat terbatas untuk tindakan itu sendiri dan memori langsung itu.

Page 164: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

163

Dari pengalaman empiris seperti persepsi batin, kesadaran hukum umum bisa diekstraksi dengan cara refleksi. Keadaaran hukum mental umum, bagi Brentano tidak ada tindakan jiwa yang tidak baik presentasi atau berdasarkan presentasi. Brentano melanjutkan untuk memikirkan hubungan antara obyek dan

bertindak dalam hal hubungan antara unity (bagian) dan

universality (keseluruhan). Ketika kita menyadari fenomena yang kompleks, kesadaran bagian hadir dalam kesadaran seluruh meskipun mungkin tidak secara eksplisit melihat. Demikian ketika saya melihat sebuah patch merah, itu adalah bagian dari presentasi yang itu juga penyajian ekstensi, tapi ini bagian-presentasi mungkin tidak secara eksplisit perhatikan. Seperti Sartre dan John Searle, Brentano eksplisit menyangkal kemungkinan murni tindakan sadar mental. Tindakan mental menjadi objek kemungkinan refleksi batin dalam tradisi Brentanian.

Pemahaman Husserl fenomenologi tumbuh dari usahanya untuk memahami sifat kebenaran matematis dan logis, dan dari keprihatinan yang lebih umum dengan kritik alasan dimana semua konsep kunci yang diperlukan untuk pengetahuan akan ketat diteliti untuk maknanya, validitas, dan justifikasi. Intuisi adalah tahap tertinggi pengetahuan dan dengan demikian wawasan mirip dengan penemuan matematika. Husserl berpikir bahwa intuitif serupa terjadi di banyak jenis pengalaman, dan tidak hanya terbatas pada kebenaran matematika. Ketika saya melihat burung hitam di pohon di luar jendela saya dalam kondisi normal kondisi, saya juga memiliki intuisi yang dipenuhi oleh kepastian kehadiran fisik dari burung mempresentasikan dirinya kepada saya. Di sana adalah berbagai macam pengalaman intuitif.

Husserl mengutamakan refleksi atas bermacama-macam pengalaman untuk mencoba mengembangkan klasifikasi semua pengalaman, untuk mengingat sifat penting mereka terhadap intuitif. Dalam karyanya, Husserl menyebut intuisi 'originary memberikan' atau 'presentive' intuisi. Jadi, bahkan setelah

Page 165: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

gilirannya transendental, publik pertama mengumumkan Ide I (1913), Husserl mempertahankan keunggulan intuisi. Dalam buku “Ide Saya”, ia mengumumkan prinsipnya semua prinsip: bahwa

setiap intuisi presentive originary merupakan sumber legitimasi kognisi, bahwa segala sesuatu originarily (sehingga untuk berbicara dalam Surat "Pribadi" aktualitas ditawarkan kepada kita dalam "intuisi" yang akan diterima hanya sebagai apa yang disajikan sebagai, tetapi juga hanya dalam batas di mana ia disajikan di sana. Setiap tindakan pengetahuan adalah untuk

dilegitimasi oleh "presentive originary intuisi "(originär gebende

Anschauung). Konsep originary intuisi presentive merupakan inti dari filosofi Husserl. Memang, dia mengkritik empirisme tradisional untuk naif mendikte bahwa semua penilaian dilegitimasi oleh pengalaman, bukan menyadari bahwa berbagai bentuk intuisi mendasari kami penilaian dan proses penalaran kita (Ide I, § 19, hal. 36; Hua III/136).

Husserl menyebut givenness (Gegebenheit) meringkas pandangan bahwa semua pengalaman adalah pengalaman kepada

seseorang, menurut cara tertentu mengalami. Ada unsur 'dative' dalam pengalaman, sebuah 'kepada siapa' pengalaman. Intuisi, bagi Husserl terjadi pada semua pengalaman pemahaman, tetapi dalam kasus-kasus tertentu pengetahuan asli, kita memiliki intuisi dengan jenis tertinggi pemenuhan atau bukti. Dalam penelitian proses fenomenologi dapat digambarkan antara objek dengan subjek. Objek (Neoema istilah Husserl) merupakan persoalan di lembaga pertahanan dalam kehidupan alamia kita dihadapkan dengan manusia dengan berbagai macam latar belakan dan kepentingan (Noesis). Subjek bukan tunggal tapi banyak yang berbuat. Kunci Fenomenologi adalah intensionalitas (ketaksengajaan, kesesuaian) antara noema dengan noesis;

Page 166: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

165

Gambar 16; Proses penyesuaian objek dengan subjek

Dalam karya Husserl Logical Investigations menyebutkan “suspensi” sebagai sikap alami. Husserl percaya bahwa pengawasan dari struktur dan isi dari pengalaman sadar kita terhambat dan sangat terdistorsi oleh cara keterlibatan kita dengan pengalaman dalam kehidupan biasa, di mana keprihatinan praktis kita, asumsi rakyat, dan segelintir pengetahuan ilmiah semua punya di cara pertimbangan murni pengalaman seperti yang diberikan kepada kita. Agar memastikan terhadap sikap teoritis merayap kembali ke melihat fenomenologis fenomena, Husserl mengusulkan langkah-langkah, terutama fenomenologis epoche, atau suspense sikap awal memahami objek. Sikap alami, serta sejumlah pengurangan metodologis dan perubahan dari sudut pandang termasuk apa yang disebut 'eidetik' dan 'Pengurangan' transendental, untuk mengisolasi penting pusat fitur dari fenomena yang diteliti. Bracketing ini berarti bahwa semua ilmiah, asumsi-asumsi filosofis, budaya, dan sehari-hari harus mengesampingkan tidak begitu banyak yang harus menegasikan untuk diletakkan di luar pengadilan dengan cara tidak berbeda dengan seorang anggota juri yang diminta untuk menangguhkan penilaian dan jenis normal berserikat dan gambar

Page 167: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kesimpulan untuk fokus secara eksklusif pada bukti-bukti yang telah disampaikan kepada pengadilan. Dengan demikian, dalam mempertimbangkan sifat tindakan sadar kita, kita harus tidak hanya mengasumsikan bahwa pikiran adalah semacam wadah, bahwa kenangan seperti gambar gambar, dan sebagainya. Juga harus kita bertanggung ilmiah atau hipotesis filosofis, misalnya bahwa peristiwa sadar hanya acara dalam otak. Memang, dalam melihat fenomenologis asli, kita tidak diijinkan setiap hipotesis ilmiah atau filosofis. Kita harus hadir hanya untuk fenomena dalam cara mereka yang diberikan kepada kita, mereka mode givenness. Kemudian, banyak fenomenologis akan menarik bagi kami cara yang berbeda untuk mendekati karya seni sebagai paradigmatik untuk mengungkapkan modus yang berbeda dengan fenomena givenness.

Modus givenness terbaik didekati ketika asumsi tentang dunia diletakkan keluar. Husserl melihat suspensi sebagai sikap alami, dan pembangunan manuver teoritis untuk tidak termasuk distorsi dalam rangka untuk mendapatkan wawasan ke dalam sifat dari proses sadar sendiri, berada di pusat pemahamannya tentang praktek fenomenologi. Dengan demikian ia selalu menekankan bahwa penemuan yang terbesar adalah pengurangan. Penurunan dipimpin Husserl di dua arah secara bersamaan. Di satu sisi, hal itu membawanya dalam Neo-Kantian dan arah Cartesian terhadap ego transendental sebagai struktur formal dari semua pengalaman diri sendiri, sedangkan di sisi lain, hal itu membawanya menuju cara yang di mana kesadaran selalu terbungkus dalam disengaja yang berkorelasi, benar-benar terjebak dalam dunia. Ini intuisi dari keduniawian kesadaran menyebabkan penyelidikan Husserl lingkungan dan dari dunia-kehidupan.

Kehidupan dunia dan berada di dunia berfokus pada apa yang diberikan secara intuitif dalam pengalaman memimpin Husserl,

pada akhir nya tulisan-tulisan seperti Experience and Judgment (1938), 20 untuk fokus pada apa yang disebutnya "Pengalaman

prepredicative" (die vorprädikative Erfahrung), pengalaman sebelumnya

Page 168: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

167

telah dirumuskan dalam penilaian dan dinyatakan dalam bentuk linguistik luar, sebelum menjadi dikemas untuk kesadaran eksplisit. Seperti Husserl katakan, semua kognitif mengandaikan aktivitas domain yang pasif pregiven, yang ada dunia karena saya menemukannya. Kembali untuk memeriksa dunia pregiven ini adalah kembali ke dunia-kehidupan (Lebenswelt), "dunia di mana kita selalu sudah hidup dan yang melengkapi tanah untuk semua kinerja kognitif dan semua tekat ilmiah. Husserl mengklaim bahwa dunia pengalaman kita biasa adalah dunia benda terbentuk mematuhi hukum-hukum universal ditemukan oleh ilmu pengetahuan, tetapi pengalaman dasar yang memberikan kita seperti dunia agak berbeda: "Pengalaman ini dalam kedekatan yang tidak mengenal ruang yang tepat atau tujuan waktu dan kausalitas. Kembali ke-dunia hidup adalah untuk kembali ke pengalaman sebelum objektivikasi tersebut dan idealisi. Dalam mencoba untuk memikirkan kembali dunia-kehidupan, kita harus memahami dampak dari pandangan dunia ilmiah pada kesadaran kita.

Fenomenologi harus menginterogasi pandangan seharusnya tujuan dari ilmu, apa yang telah disebut perspektif 'mata Tuhan', atau 'pemandangan dari tempat'. Husserlian fenomenologi tidak membantah kemungkinan mendapatkan kami 'pemandangan dari mana', dipahami sebagai aperspectival, teoritis,' tujuan ' pemahaman hal. Ini memang adalah ideal tradisional pengetahuan. Husserl khususnya sangat ingin memberikan kredit penuh untuk pandangan ini, yang adalah pandangan yang diterapkan dalam matematika dan ilmu-ilmu eksakta. Tapi dia melihat ini sebagai idealisasi, sebagai konstruksi khusus dari sikap teoritis, satu remote dari pengalaman sehari-hari.

Pandangan ini menggambarkan penyelidikan Husserl dari cara di mana kesadaran kesadaran yang baik diaktifkan dan dihambat oleh jasmani nya, Merleau Ponty-dieksplorasi hubungan kesadaran dengan tubuh, dengan alasan untuk kebutuhan untuk mengganti kategori ini dengan usaha diwujudkan manusia di

Page 169: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dunia. Mengadopsi Husserl dan Scheler itu perbedaan antara

badan jasmani (Körper) dan hidup, bernyawa tubuh (Leib), Merleau Ponty-jauh mengeksplorasi cara pengalaman tubuhnya sendiri berbeda dari pengalaman benda mati. Seluruh modus menjadi dalam hal tubuh sangat berbeda dari hubungan ke hal-hal lain, dan fenomenologi harus menjadi perhatian untuk menggambarkan bahwa modus menjadi seakurat mungkin.

Merleau Ponty mempertahankan bahwa bangunan ilmiah keseluruhan dibangun di atas dunia secara langsung dirasakan, dan ilmu pengetahuan yang selalu orde kedua ekspresi dari dunia itu. Dia sangat curiga terhadap naturalisme ilmiah yang memperlakukan manusia sebagai hasil evolusi dan material proses. Ini mengabaikan sifat kesadaran dan saya sendiri sebagai 'sumber mutlak' (la sumber absolue, PP ix, iii). Merleau Ponty-tentu saja mengklaim bahwa ini kembali ke diri sebagai sumber mutlak dari semua makna bukanlah jenis pembaharuan idealisme. Idealisme, baik dalam Cartesian atau Kantian bentuk, telah, untuk Merleau Ponty, terlepas subjek dari dunia.

Fenomenologi Husserl sebagai usaha pencapaian pengetahuan sempurna, beda dengan Brentano melihat fenomenologi berakar dalam deskripsi Aristoteles tentang

tindakan psikologis dalam De Anima. Husserl melihatnya sebagai radikalisasi empirisme, fenomenologi telah sering digambarkan oleh para kritikus sebagai sebuah banding membantah dari

introspectionism, atau mistis, intuisi irasional, atau sebagai pengalaman hidup, atau berusaha untuk menolak ilmu pengetahuan dan pandangan dunia ilmiah, dan sebagainya. Pandangan ini tidak hanya datang dari orang-orang analis filsafat, tapi sering diadakan oleh para pengikut strukturalisme dan dekonstruksi, gerakan-gerakan yang telah tumbuh dari fenomenologi itu sendiri. Memang, sebanyak satu harus membela fenomenologi dari berbagai salah tafsir saat ini di antara filsuf analitik. Bahkan beberapa praktisi terbaik fenomenologi telah bersalah bicara ceroboh dalam kaitannya dengan Pendekatan

Page 170: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

169

fenomenologis. Misalnya, Maurice Merleau Ponty-dalam bukunya

Phenomenology of Perception (1945), setelah menyatakan benar fenomenologi yang menggambarkan dari pada menjelaskan, kemudian mengkritik bracketing Husserlian seolah-olah itu adalah penolakan ilmu pengetahuan. Dengan demikian, ia menulis,

fenomenologi adalah "dari awal penolakan terhadap ilmu" (le

désaveu de la science). Hal ini menunjukkan bahwa Merleau Ponty melihat-fenomenologi sebagai menggantikan ilmu pengetahuan, padahal ia dan Husserl menganggapnya sebagai pendukung dan mengklarifikasi ilmu pengetahuan dalam arti sepenuhnya. Masalah mengklarifikasi akurat sifat fenomenologi memiliki diperparah dengan penerapan istilah untuk setiap samar-samar deskriptif, atau bahkan untuk membenarkan melanjutkan atas dasar firasat dan dugaan liar. Misalnya, istilah 'fenomenologi' juga semakin sering ditemui dalam filsafat analitik untuk menandai zona apapun.

Misteri sentral dari semua filsafat adalah pertanyaan: bagaimana objektivitas mendapatkan bentuk dalam kesadaran? Hanya ada objektivitas-untuk-subjektivitas. Pembangunannya sendiri Heidegger fenomenologi didorong oleh ketidak bahagiaan yang mendalam dengan nuansa metafisik Cartesian dalam konsep kesadaran Husserl. Dia terpaksa bukan untuk deskripsi dari cara di mana Being muncul, yang berbicara tentang manusia sebagai

situs yang muncul, menggunakan kata Dasein, eksistensi, atau secara harfiah 'there-being. perbedaan tersebut muncul, baik filsuf berjuang mengekspresikan cara di mana dunia datang ke penampilan di dalam dan melalui manusia. Konsepsi Fenomenologi tentang objektivitas-untuk-subyektifitas ini bisa dibilang kontribusi besar untuk filsafat kontemporer.

Intensionalitas dan Berkerelaan

Wawasan dasar yang memungkinkan Husserl untuk menjelaskan konsepsi intensional ini adalah objektivitas-untuk subjektivitas adalah pemahaman radikal yang disengaja dalam

Page 171: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

struktur kesadaran, mirip dengan berkerelaan atau keikhlasan. Franz Brentano melihat intensional sebagai konsepsi tidak adanya disengaja obyek kesadaran dalam memerintahkan untuk mengkarakterisasi sifat penting dari tindakan psikis. Husserl mengambil ini sebagai struktur dasar intensionalitas dan setelah dilucutinya dari ruang metafisik, disajikan sebagai tesis dasar bahwa semua pengalaman sadar (Erlebnisse) yang ditandai

dengan 'aboutness'. Setiap tindakan yang penuh kasih adalah kasih sesuatu, setiap tindakan lihat adalah melihat sesuatu. Bagi Husserl mengabaikan atau tidaknya obyek dari tindakan itu ada, memiliki arti dan cara berada untuk kesadaran, itu adalah bermakna berkorelasi dari tindakan sadar. Hal ini memungkinkan Husserl untuk menjelajahi keseluruhan baru domain-domain dari makna-berkorelasi tindakan sadar dan mereka interkoneksi dan mengikat hukum-sebelum salah satu harus menghadapi ontologis pertanyaan mengenai eksistensi aktual, dan sebagainya. Fenomenologi adalah untuk benar filsafat pertama. Meskipun benar, maka, fenomenologi yang berubah menjadi kesadaran, ia mengusulkan di atas semua menjadi ilmu kesadaran berdasarkan mengelusidasi struktur disengaja tindakan dan korelatif mereka

benda, apa yang Husserl disebut struktur noetic-noematic kesadaran.

Penekanan fenomenologi kadang kala pada saling rasa memiliki dari pengertian subjektivitas dan objektivitas dinyatakan sebagai penanggulangan kesenjangan subyek-obyek. Tapi ini mengatasi, setidaknya Husserl, benar-benar merupakan pengambilan dari radikalitas penting dari proyek Cartesian. Intensional Husserl melihat sebagai cara menghidupkan kembali penemuan pusat dari cogito ergo sum Descartes. Alih-alih

melanjutkan ke ontologis res cogitans sebagai cara berpikir Descartes sendiri lakukan, kita dapat fokus pada struktur yang

disengaja Husserl menggambarkan sebagai ego cogitatio-cogitatum, diri, tindakan kesadaran dan tujuannya berkorelasi. Mengatasi kesenjangan subyek-obyek hanya dengan mencari makna yang

Page 172: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

171

lebih dalam subjektivitas itu sendiri. Oleh karena itu, pusat paradoks dalam pemikiran Husserl yang berusaha untuk mengatasi jenis crude tertentu dari Cartesianisme oleh pemikiran ulang yang radikal dari proyek Cartesian sendiri. Setelah Husserl, fenomenologis seperti Heidegger dan Levinas melihat Husserlian fenomenologi sebagai pendewaan subjektif filsafat moderen, filsafat cogito, dan memberontak melawannya. Heidegger dan lain-lain mengusulkan fenomenologi lebih radikal yang pecah dengan asumsi metafisik masih mendasari perusahaan Husserl. Levinas ingin mengarahkan fenomenologi berdasarkan pengalaman pendiri yang lain dan karenanya untuk mengatasi subjektivitas egois dari awal. Sartre, di sisi lain, masih cenderung melihat fenomenologi sebagai membawa sebuah dari filsafat Cartesian. Salah satu cara atau lain, fenomenologi selalu dalam ketegangan dengan Descartes dan karenanya dengan pergantian subjektif modern filsafat-baik radikal atau berusaha untuk mengatasinya.

Setelah Heidegger, Levinas dan Sartre menafsirkan tesis intensionalitas sebagai pernyataan cara di mana kesadaran datang ke kontak langsung dengan dunia dan dengan menjadi dan dengan demikian dalam arti kreatif disalahpahami Husserl. Kesalahpahaman ini telah menyebabkan baik Levinas dan Sartre ke intuisi ontologis berada di dirinya sebagai sesuatu yang tenang dan semua meliputi, sesuatu yang menolak kesadaran. Tanggapan Levinas adalah berusaha untuk mengidentifikasi cara-cara untuk menghindari makhluk ini mencakup semua, cara mencapai semacam transendensi, semacam 'eksterioritas', sebuah pelestarian pengalaman yang tak terbatas dan tak terbatas terhadap totalitas. Sartre, dimulai dari sebuah tesis yang sangat mirip tentang hubungan sedang dan kesadaran, memahami kesadaran dalam hal upaya berkesudahan untuk berusaha untuk menjadi yang murni dan kegagalan untuk mencapai status itu. Merleau- Ponty, di sisi lain, menganggap hubungan kesadaran manusia untuk berada di dirinya sebagai sehingga terjalin dan

Page 173: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

terjalin bahwa tidak ada kemungkinan bahkan mencoba untuk membuat konsep satu tanpa yang lain. Tantangan filsafat Merleau Ponty kemudian, adalah untuk menggambarkan apa yang ia sebut 'Chiasmic' persimpangan antara manusia dan dunia, relasi yang datang untuk menjadi dalam tubuh hidup pribadi dengan menggunakan istilah 'Chiasm' baik dalam arti retorika sebagai inversi frasa dan fisiologis pengertian sebagai saraf terjalin dalam-mata akal, seperti yang diterapkan ke tubuh-hubungan dunia, adalah reksa terjalinnya yang tidak dapat dibatalkan.

Dari uraian di atas, pertama terlihat fenomenologi telah menjadi bahan kritik internal, dan yang paling kritis Heidegger. Heidegger menolak tiga aspek sentral Husserlian fenomenologi. Di

satu sisi, Husserl, terutama dalam bukunya Logos essay, Philosophy

as a Rigorous Science 1911, Filsafat sebagai Ilmu ketat, memiliki secara eksplisit menentang filsafat hidup dan filsafat pandangan dunia, sedangkan Heidegger, meskipun sangat kritis terhadap gerakan ini, tetap mengadopsi klaim sentral yang fenomenologi harus memperhatikan untuk historisitas, atau faktisitas hidup manusia, untuk kesementaraan, atau hidup dalam waktu, dan lebih jauh lagi tidak harus tetap puas dengan deskripsi dari kesadaran internal.

Kedua, dari Friedrich Schleiermacher dan tradisi hermeneutika teologis, Heidegger menyatakan bahwa semua keterangan melibatkan interpretasi, memang bahwa deskripsi hanya bentuk turunan dari interpretasi. Proyek Husserl murni deskripsi, kemudian, menjadi mustahil jika deskripsi tidak terletak di dalam hermeneutika radikal. Ketiga, Heidegger menolak Husserl konsep idealisme transendental dan filsafat

pertama sebagai 'egology', dan bukannya menyatakan bahwa fenomenologi adalah cara untuk mengajukan pertanyaan Being, memimpin Heidegger untuk menyatakan secara terbuka, dari 1925 dan seterusnya, yang hanya sebagai fenomenologi adalah ontologi mungkin. Meskipun Heidegger berubah nya cara berfilsafat di tahun-tahun berikutnya Being and Time, ia pernah menolak esensi dari pendekatan fenomenologis, yang Perhatian fenomenologis

Page 174: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

173

terhadap hal itu sendiri. Jadi dalam suratnya 1962 William Richardson ia menyatakan bahwa ia bergerak melalui fenomenologi pemikiran (Denken), jika seseorang menerima fenomenologis berarti "proses membiarkan hal menampakkan diri"

(als das Sichzeigenlassen der Sache selbst).

Kritik fenomenologi berasal dari positivisme dan dari para anggota Lingkaran Wina. Moritz Schlick (1882-1936) mengkritik ketergantungan Husserl pada intuisi intelektual, Carnap dikritik Heidegger untuk mempromosikan berarti pseudo-metafisika, dan A. J. Ayer dipopulerkan kritik terhadap segala bentuk fenomenologi. Baris lain kritik datang dari Marxisme secara umum melihat fenomenologi sebagai pendewaan individualisme borjuis. Dengan demikian Horkheimer pendiri Sekolah Frankfurt, melihat fenomenologi Husserl sebagai mencontohkan apa yang dia disebut 'teori tradisional' terhadap yang menentang teori kritis sendiri, yang bukan produk dari pemikiran ego terpencil dala diri. Adorno juga mengenakan fenomenologi ke kritik imanen di sejumlah publikasi penting, terutama dalam Dialectics Negatif Di Perancis, stucturalism dari Althusser, Levi-Strauss dan lain-lain juga menolak fenomenologi untuk menjaga kepercayaan naif dalam bukti kesadaran, umumnya membela perspektif humanis, sedangkan strukturalisme ingin menyatakan bahwa struktur sadar invarian mendasari pengalaman kami sadar, bebas, yang berarti-berniat. Derrida dekonstruksi, dengan sengaja menyerang asumsi kemungkinan kehadiran penuh arti dalam tindakan yang disengaja, dan dengan menekankan perpindahan makna, menyebabkan runtuhnya fenomenologi sebagai Metode.

Hal ini sering berpendapat bahwa kontribusi utama fenomenologi telah cara yang di mana ia telah tetap dilindungi pandangan subjektif dari pengalaman sebagai bagian penting dari setiap pemahaman penuh sifat pengetahuan. Fenomenologi akan terus memiliki peran sentral dalam filsafat karena kritik yang mendalam naturalisme sebagai program filosofis. Dari awal, fenomenologi Husserl awalnya ditetapkan diri terhadap

Page 175: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

psychologism dan lebih umum melawan segala bentuk naturalisme.

Husserl dan para pengikutnya melihat naturalisme sebagai diri sendiri karena sadar termasuk kesadaran, sangat sumber segala pengetahuan dan nilai. Hari ini, itu cukup jelas bahwa fenomenologi berbagi banyak dengan Neo-Kantianisme, khususnya kritik terhadap naturalisme dan positivisme. Husserl sendiri juga mengkritik relativisme dan terutama versi budaya, ditandai di historisisme. Namun, Heidegger segera memperkenalkan kembali sejarah dan relatif ke fenomenologi, dan Merleau Ponty-adalah sadar diri relativis sementara menyatakan untuk berlatih versi metode fenomenologis. Inilah keragaman yang sangat dan konflik di kalangan praktisi fenomenologi yang mengarah satu dari suatu kepentingan pertimbangan umum fenomenologi untuk mempelajari pemikiran individu fenomenologis sendiri, termasuk dibidang ilmu pertahanan

Untuk merumuskan kembali hubungan antara substansi ilmu pertahanan dan praktek di lapangan, maka Brentano dan Aristoteles dapat menjadi rujukan. Pengembangan Strategi telah dikembangkan dengan keras oleh Sun Tzu, berpunca pada kekuatan psikologi manusia dalam seni berperang. Berbeda dengan Clausewitzc lebih menekankan penguasaan wilayah. Upaya fenomenologi dalam mempertemukan refleksi pemikiran tersebut sanga dinamis. Hasil pemikiran yang dinamis tidak bisa berhenti dan menjawab persolan bagian menjadi kesuluruhan, keseluruhan adalah bagian-bagian yang hidup.

Bagai Aristoteles, keseluruhan dan bagian yang tepat adalah tidak keduanya sebenarnya pada saat yang sama, hanya keseluruhan adalah yang sebenarnya, hanya bagian berpotensi ada. Baik Brentano, mapupun Aristoteles dan Leibniz tidak benar: keutuhan memiliki bagian-bagian yang nyata terhadap atas mana mereka bergantung. Dalam kuliahnya, diterbitkan sebagai Psikologi deskriptif, Brentano mengembangkan perbedaan

Page 176: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

175

penting, yang akan menjadi sangat signifikan bagi Husserl, antara 'bergantung' dan 'Independen' atau bagian 'dipisahkan'. Brentano lanjut membedakan antara berbagai jenis bagian, antara fisik, dan metafisik dan bagian logis dari keseluruhan. Husserl akan membedakan antara konkrik dan abstrak, independen dan dependen bagian. Jadi jika 'sosiologi' adalah bagian nyata dari ilmu sosial, kemudian 'sosiologi menjadi berkembang' tergantung bagian dari pemetaan ilmu sosial yang disaksikan oleh filsafat ilmu.

Brentano dalam ceramah pada Psikologi Deskriptif menyatakan tindakan psikis berhubungan satu sama lain sebagai bagian untuk keseluruhan, objek adalah bagian 'bersarang' presentasi dalam, dan presentasi pada gilirannya 'bersarang' di dalam sesuai penilaian, dan sebagainya. Ini bersarang, akun mereological dari tindakan mental akan memiliki pengaruh besar pada investigasi logis Husserl. Sebelum membahas pemikiran Brentano tentang tindakan psikologis secara lebih rinci kita perlu memeriksa pandangannya tentang reformasi logika, seperti Husserl kemudian mengklaim bahwa ia terutama terkesan dengan upaya Brentano di daerah ini. Kita perlu memahami peran penilaian dalam Brentano sebelum kita bisa mempertimbangkan pentingnya pemikiran Husserl.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ilmu pertahanan berkembang dalam sebuah komunitas kalangan intelektual bela negara dan merasakan manfaatnya, maka disiplin ilmu tersebut telah memiliki nilai (aksiologi), berkembang dan berbeda dengan ilmu lain, artinya dia eksis atau telah ada atau memiliki unsur ontologi. Kemudian ilmu pertahanan tersebut ditemukan, diolah melalui prosedur keilmu yang diakui kesahihannya sesuai dengan ketentuan dalam epsistemologi. Namun agar dapat dipahami dalam konteks filsafat ilmu, maka pendekatan melalui mazhab fenomenologi adalah arternatif. Walaupun beberapa terminologi fenomenologi perlu penyesuaian, misal sebutan investigasi atau Pulbaket (Pengumpulan Bahan

Page 177: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Keterangan) untuk mengganti tahap epoche. Kemudian di implementasikan oleh apparat territorial melalui koordinasi terpadu, disini telah melakukan tahap reduksi edidetik dan reduksi fenomenologi. Kemudian aksi, diawali dengan doa dan tenang dalam berftindak, disini telah melakukan tahap transcendental, menemukan kesimpulan untuk bertindak. Bertindak tanpa berpihak, namun langka baru dimulai. Memang tidak sedehana itu, dalam praktek dapat digambarkan:

Gambar 17 : Langkah fenomenologi dalam cara tindakan Aparat Teritorial

Kelemahan fenomenologi banyak dikritik kalangan posistivis adalah ketidak pastian dan lambat. Dengan kritikan itu fenomenolog dapat mengantisipasi dengan regulasi dan memberi keyakinan berbagai pihak untuk betindak kreatif dan bersifat solusi atas suatu masalah. Namun temuan-temuan baru melalui proses fenomenologi tidak dapat dielakan.

Investigasi•Peritiwa/persoalan

•Pengumpulan data awal

Koordinasi•Menyelami pikiran pelaku-pelaku

•Menyelami pikiran objek-objek

Aksi•Menemukan kesadaran dan keayakinan

• Tindakan terkoordinasi

Page 178: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

177

Referensi

Anderson, Benedict, Imagined Communities, Reflections on the Origin and Spread of Nationalism, London New York, First published Verso; 1983

Atten, Mark van, Brouwer Meets Husserl On The Phenomenology of Choice Sequences, The Netherlands Published by Springer, 2007

Biceaga, Victor, The Concept of PassivityIn Husserl’s Phenomenology, London New York, Springer Dordrecht Heidelberg, 2010

BorrasJoaquimSiles I, The Ethics of Husserl’s Phenomenology Responsibility and Ethical Life, New York London; Continuum International Publishing Group, 2010

Brainard, Marcus, Belief And Its Neutralization Husserl’s System of Phenomenology In Ideas I , State University of New York Press,2002

Brentano, Franz, On The Several Senses of Being in Aristotle, translated Rolf George, University of California Press, London Los Angeles, 1975

-------------------, The Theory of Categories, Translated by Roderick M. Chisholm Norbert Guterman, Boston London, Martinus Nijhoff Publishers, 1981

-------------------, The Origin of our Knowledge of Right and Wrong, edited by Oskar Kraus, English Edition edited by Roderick M. Chisholm , translated by Roderick M.Chisholm and Elizabeth Schneewind, First published in 1889 by Duncker and Humblot, Leipzig Second edition published in 1921. This edition first published in 2009 by Routledge, New York, 2009

Page 179: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

-------------------, Descriptive Psychology, International Library of Philosophy edited by Tim Crane And Jonathan, Wolff University College, London,1920

--------------------, The True and The Evident, edited by Oskar Kraus, English edition edited by Roderick M.Chisholm, translated by Roderick M.Chisholm, Ilse Politzer and Kurt R.Fischer, London Routledge And Kegan Paul New York: The Humanities Press, 2009

---------------------, Philosophical Investigations on Space, Time and the Continuum, translated by Barry Smith, Simultaneously published in the USA and Canada by Routledge, New York,2010

Centrone, Stefania (Universityo fHamburg, Germany), Logic and Philosophy of Mathematics in the Early Husserl, Dordrecht Heidelberg London New York, Springer, 2010

Chaidar, Al., Pemikiran Politik Proklamator Negara Islam indonesia S.M.Kartosoewirjo Fakta dan Data Sejarah Darul Islam, Jakarta; Darul Falah, Cet II 1999

----------------, Negara Islam Indonesia Antara Fitnah & Realita Jakarta; Madani Press, 2008

Denzin , Norman K. Symbolic Interactionism and Cultural Studies, the Politics of Interpretation, Oxford UK & Cambridge USA; Blackwell,1992

Derrida, Jacques, Edmund Husserl's Origin of Geometry: An Introduction, translate by John P. Leavey, Jr. Lincoln and London, University of Nebraska Press 1989

Dijk, C. Van, Rebellion under the banner of Islam : the Darul Islam in Indonesia Netherlands : Koninklijk Institut Voor Taals, 1981

Page 180: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

179

Feith, Herbert, The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Jakarta kuala Lumpur; Equanix Publishing, 2007

___________ and Lance Castles, Indonesia Political Thingking 1845-1965, Ithaca; Cornel University Press, 2007 lihat juga Buku Herbert Feith The Decline of Constitutional Democracy in Indonesia, Jakarta Kuala Lumpur; Equanix Publishing, 2007

Formichi, Chiara, Islam And The Making Of The Nation Kartosuwiryo And Political Islam In Twentieth-Century Indonesia, Leiden, KITLV Press, 2012

Fourtunis,Glorgos.Althusser’s late materialism and the epistemological break- -Aristotle University of Thessolaniki

Geertz, Clifford, Negara, The Theatre State in Nineteenh Century Bali, new jersey; Princeton Universirty Press, 1986

Gesink, Indira Falk, Islamic Reform And Conservatism Al-Azhar And The Evolution Of Modern Sunni Islam, London New York; I.B. Tauris Publishers, 2007

Green, E. H. H., Ideologies of Conservatism Conservative Political Ideas in The Twentieth Century, New York, Oxford University Press,2002

Giorgi, Amedeo, Concerning the Phenomenological Methods of Husserl and Heidegger and their Application in Psychology, Collection du Cirp Volume 1, 2007

Girling, John,Social Movements and Symbolic Power Radicalism, Reform and the Trial of Democracy in France, NewYork; Palgrave Macmillan,2007

Gunawan, S.Hak-hak Asasi Manusia Berdasarkan Idiologi Pancasila. Pen.Kanisius.Yogyakarta. 1993.

Gordy,Michel. Reading Althusser; Time and The Social Whole,1983

Page 181: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Habermas, Jurgen, Kritikanatas Rasio Fungsionalis, (Teori Tindakan Komunikatif), (terj.Nurhadi, Theorie des Kommunikativen Handeins, BanII, ZurKritik der funktionalistischen Vernunft), Yogyakarta; Kreasi Wacana, 2003

--------------------------, The Postnational Constellation, translated by Max Pensky, Tne MIT Press, Cambridge, 2001

Hale, Michelle. The Impact Of Radical Right-Wing Parties InWest European Democracies, New York; Palgrave Macmillan, 2006

Hatta, Mohammad, Persoalan-persoalan Ekonomi Sosialis Indonesia, Penerbit Djembatan (tanpa tahun)

________________, Mohammad Hatta Memoir, Tinta Mas Jakarta, 1979

Hegel, G.W. F., Phenomenology of Spirit (trans. from edition VII, 1955 by A. V. Miller With Analysis Of The Text and Foreword by J. N. Findlay, F.B.A., F.A.A.A.S.), Oxford University Press, Oxford New York Toronto Melbourne, 1977

Heywood, Ian And Barry Sandywell ,Interpreting Visual Culture Explorations In The Hermeneutics of The Visual, London, Routledge, 1999

Hickey, Thomas J., www.philsci.com, 2014,p.1.

Holden, Mary T., Lynch Patrick, Choosing the Appropriate Methodology;Understanding Research Philosophy, The Researcher Gratefully Acknowledges the Support Received From the Irish Research Council for the Humanities and Social Sciences. Makalah ini dijadikan salah satubahan Mata Kuliah Teoridan Metodologi Penelitian Filsafat Program Pascasarja S3 IlmuFilsafat FIB UI 2011/2012 oleh Dosen Pembimbin Vincent Jalasa,Ph.D

Page 182: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

181

Husserl, Edmund, Logical Investigations, trans. J. N. Findlay, London: Routledge 1973.

-------------------, “Philosophy as Rigorous Science,” trans. in Q. Lauer (ed.), Phenomenology and the Crisis of Philosophy, New York: Harper 1965

------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy—First Book: General Introduction to a Pure Phenomenology, trans. F. Kersten. The Hague: Nijhoff 1982 (= Ideas).

------------------, Formal and Transcendental Logic, trans. D. Cairns. The Hague: Nijhoff 1969.

-------------------, Cartesian Meditations, trans. D. Cairns, Dordrecht: Kluwer 1988.

------------------, Experience and Judgement, trans. J. S. Churchill and K. Ameriks, London: Routledge 1973

------------------, The Crisis of European Sciences and Transcendental Phenomenology, trans. D. Carr. Evanston: Northwestern University Press (= Crisis) 1970.

-------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy—Third Book: Phenomenology and the Foundations of the Sciences, trans. T. E. Klein and W. E. Pohl, Dordrecht: Kluwer.Boston Lancaster; Martinus Nijhoff Publisher,1983

--------------------, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy—Second Book: Studies in the Phenomenology of Constitution, trans. R. Rojcewicz and A. Schuwer, Dordrecht: Kluwer., Fifth Printing 2000

------------------, On the Phenomenology of the Consciousness of Internal Time (1893–1917), trans. J. B. Brough, Dordrecht Boston London: Kluwer Academic Publisher, 1980.

Page 183: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

-----------------, Early Writings in the Philosophy of Logic and Mathematics, trans. D. Willard, Dordrecht: Kluwer.

-------------------, Psychological and Transcendental Phenomenology and the Confrontation with Heidegger (1927–1931), trans. T. Sheehan and R. Palmer, Dordrecht: Kluwer.

-----------------------Die Lebenswelt, Auslegungen der Vorgegebenen Welt und IhrerConstitution,TexteausdemNachlass (1916–1937)\, Herausgegeben Von Rochus Sowa, Published by Springer, P.O. Box 17, 3300 AA Dordrecht, The Netherlands

-----------------------, Analyses Concerning Passive and Active Synthesis, Lectur on Transcendental Logic, ( Ed.Rudolf BernetVol IX Trans. Anthony J. Steinbock) Illinois, USA; Southern Illinois University at Carbondale, Boston London Kluwer Academic Publisher,2001

-----------------------, Logical Investigation Vol I dan II , (trans.J.N.Fidlay, ed.Dermot Moran), London New York; Roudledge; 1913

-------------------------, Philosophy And The Crisis Of European Man, Vienna, 10 May 1935; "The Vienna Lecture".

------------------------, Phenomenology and The Crisis of Philosopy, Philosophy as Rigorus Science and Philosophy and the Crisis ofe European Man, (trans. Quetin Lauer), New York, Harper Torchbooks Publisher,1965

------------------------, Phantasy, Image Consciousness, And Memory (1898–1925) Volume XI ( TranslationsPrepared Under The Auspices OfThe Husserl-Archives (Leuven) Rudolf Bernet (ed.) Netherlands ;Springer, 2005

Page 184: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

183

Kasser, Jeffrey L. (Teaching Assistant Professor, North Carolina State University), Philosophy of Science Part I, The Teaching Company Limited Partnership, 2006

Lubis, Akhyar Yusuf, MetodologiPosmodernis, Seri KajianFilsafat,Akademia Bogor, 2004

Maarif, Ahmad Syafii, Islam dan Pancasila sebagai dasar negara, Jakarta; LP3ES, 2006

Moustakas, Clark, Phenomenological Research Methods, London New Delhi, Sage Publication, 1994

Moran, Dermot, Introduction to Phenomenology, London,New York, Canada;Rouledge, 2002, pp.4-5

Rabinaw, Paul “Aestetic, Method, and Epistemologi: Esential Works of Faucaul 1954-1984” terjemahan oleh Arief dan Alia Swastika (editor), Michel Foucault, Pengetahuan & Metode, Karya-Karya Penting Michel Foucault, Jalasutra, Yogyakarta, 2011,Warren, Nicolas De, Husserl And The Promise Of Time: Subjectivity In Transcendental Phenomenology, New York; Cambridge University Press, 2009

Welton, Donn, The New Husserl, A Critical Reader, Bloomington, Indiana UP, 2003

Zahavi, Dan, Husserl’s Phenomenology, Stanford California; Stanford University Press, 2003

Zelić, Tomislav, On the Phenomenology of the Life-World, Columbia University, Department of Germanic Languages and Literatures, 319 Hamilton Hall, MC 2812,1130 Amsterdam Ave. USA- New York, 2007

Page 185: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 6 METODE KUANTITATIF DALAM FILSAFAT ILMU

PERTAHANAN

Page 186: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

185

Pendekatan metode kuantitaif dalam penelitian ilmu pertahanan dalam perspektif filsafat bukan perkara angka, seolah oleh kualititif itu huruf, tentu tidak. Dan tidak pula dapat dikatakan sepenuhnya kuantitatif bersifat deduktif dan kualitatif bersifat induktif, tapi kuantitatif bersifat ontologis dan kualitatif bersifat epistemologis. Artinya kuantitatif perkara teori, konstruksi, taksonomi telah dirumuskan, tinggal mengoperasionalkan apakah bersifat aplikasi untuk tesis atau evaluatif untuk disertasi. Sedangkan metode pendekatan kualitatif digunakan bersifat eksploratif dan eksploitatif. Penelitian kuantitatif didefinisikan sebagai penyelidikan sistematis atas fenomena dengan mengumpulkan data kuantitatif dan melakukan teknik statistik, matematika, atau komputasi. Riset kuantitatif mengumpulkan informasi dari pelanggan yang ada dan pelanggan potensial dengan menggunakan metode

sampling dan mengirimkan survei online, polling online, kuesioner, dll., yang hasilnya dapat digambarkan dalam bentuk numerik. Setelah memahami angka-angka ini dengan cermat untuk memprediksi masa depan suatu produk atau layanan dan membuat perubahan yang sesuai. Kualitaif menekankan pada penjelasan hubungan antar variabel (Gay, Mills, 2009).

Pendekatan kualitatif meliputi etnografi, studi kasus, wawancara, dan wawancara terstruktur. Penelitian kuantitatif menguji teori atau hipotesis, dan mempelajari hubungan antar variabel atau mengumpulkan pengetahuan deskriptif. Pengukuran mengarah ke data numerik, analisis statistik untuk menetapkan kausalitas, dan generalisasi untuk populasi atau perbandingan kelompok. Pendekatan kuantitatif meliputi uji coba terkontrol secara acak, seri waktu dan desain eksperimen semu lainnya, studi observasional, studi kasus-kontrol, dan survei deskriptif. Metode

Page 187: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

penelitian campuran menggabungkan kumpulan data kuantitatif dan kualitatif yang disengaja dengan integrasi data yang disengaja. Integrasi ini berupaya untuk meminimalkan kelemahan dan memaksimalkan kekuatan dari setiap pendekatan (Glenwick, 2016, p. 257).

Contoh penelitian kuantitatif adalah survei yang dilakukan untuk mengetahui lamanya waktu yang dibutuhkan dokter untuk merawat pasien saat pasien masuk ke rumah sakit. Templat survei kepuasan pasien dapat diberikan untuk mengajukan pertanyaan seperti berapa lama waktu yang diperlukan dokter untuk menemui pasien, seberapa sering pasien masuk ke rumah sakit, dan pertanyaan lain semacam itu. Penelitian hasil kuantitatif sebagian besar dilakukan dalam ilmu sosial dengan menggunakan metode statistik yang digunakan di atas untuk mengumpulkan data kuantitatif dari studi penelitian. Dalam metode penelitian ini, peneliti dan ahli statistik menggunakan kerangka dan teori matematika yang berkaitan dengan kuantitas yang dipertanyakan. Meninjau Pendelitian Kuantitatif terkait variabel independen, dependen, dan asing serta skala pengukurannya. Meninjau ukuran kecenderungan sentral dan variabilitas. Meninjau representasi visual data, termasuk distribusi normal. Meninjau deskriptif dan aplikasi statistik inferensial dari distribusi normal. Tempat penelitian kuantitatif bersifat objektif, rumit, dan banyak kali, bahkan bersifat investigasi. Hasil yang dicapai dari metode penelitian ini adalah logis, statistik, dan tidak memihak. Pengumpulan data dilakukan dengan metode terstruktur dan dilakukan pada sampel yang lebih besar yang mewakili seluruh populasi.

Penelitian kuantitatif muncul sekitar tahun 1250 dan didorong oleh para peneliti dengan kebutuhan untuk mengukur data. Sejak saat itu penelitian kuantitatif mendominasi budaya barat sebagai metode penelitian untuk menciptakan makna dan pengetahuan baru. Apa yang dimaksud dengan metode penelitian kuantitatif melibatkan pendekatan numerik atau statistik desain

Page 188: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

187

penelitian. Leedy dan Ormrod (2001) menyatakan bahwa penelitian kuantitatif bersifat spesifik dalam survei dan eksperimen, karena dibangun di atas teori yang ada. Metodologi penelitian kuantitatif mempertahankan asumsi paradigma empiris (Creswell, 2003). Penelitian itu sendiri tidak bergantung pada peneliti. Sebagai Hasilnya, data digunakan untuk mengukur realitas secara objektif. Penelitian kuantitatif menciptakan makna melalui objektivitas dalam data yang dikumpulkan.

Penelitian kuantitatif dapat digunakan sebagai jawaban atas pertanyaan relasional dalam penelitian. “Peneliti kuantitatif mencari penjelasan dan prediksi yang akan menghasilkan kepada orang dan tempat lain. Maksudnya adalah untuk membangun, mengkonfirmasi, atau memvalidasi hubungan dan untuk mengembangkan generalisasi yang berkontribusi pada teori” (Leedy dan Ormrod, 2001, p. 102). Penelitian kuantitatif dimulai dengan pernyataan masalah dan melibatkan pembentukan sebuah hipotesis, tinjauan pustaka, dan analisis data kuantitatif. Creswell (2003) menyatakan, penelitian kuantitatif “mempekerjakan strategi penyelidikan seperti eksperimen dan survei, dan mengumpulkan data pada instrumen yang telah ditentukan sebelumnya yang menghasilkan data statistik” (hlm. 18). Temuan dari penelitian kuantitatif dapat bersifat prediktif, penjelasan, dan konfirmasi. Itu bagian selanjutnya berfokus pada metodologi penelitian kuantitatif (Marvasti, 2018).

Seperti disebutkan di atas, penelitian kuantitatif berorientasi pada data. Ada dua metode untuk melakukan penelitian kuantitatif. Mereka: Metode penelitian kuantitatif primer dan Metode penelitian kuantitatif sekunder. Metode penelitian kuantitatif primer ada empat jenis metode penelitian kuantitatif: penelitian kuantitatif primer adalah metode yang paling banyak digunakan untuk melakukan penelitian lapangan. Ciri khas dari penelitian utama adalah bahwa peneliti berfokus pada pengumpulan data secara langsung dari pada tergantung pada data yang dikumpulkan dari penelitian yang dilakukan

Page 189: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

sebelumnya. Desain penelitian kuantitatif primer dapat dipecah menjadi tiga jalur berbeda lebih lanjut, serta aliran proses:

Teknik dan Jenis Studi

Ada beberapa jenis penelitian kuantitatif primer. Mereka dapat dibedakan menjadi empat metode khusus berikut, yaitu:

A. Penelitian survei

Penelitian Survei adalah alat paling mendasar untuk semua metodologi dan studi penelitian hasil kuantitatif. Survei digunakan untuk mengajukan pertanyaan kepada sampel responden, menggunakan berbagai jenis seperti polling online, survei online, kuesioner kertas, survei intercept web, dll. Setiap organisasi kecil dan besar bermaksud untuk memahami apa yang dipikirkan pelanggan tentang produk dan layanan mereka, seberapa baik fitur-fitur baru di pasar dan detail lainnya. Dengan melakukan penelitian survei, sebuah organisasi dapat mengajukan beberapa pertanyaan survei, mengumpulkan data dari kumpulan pelanggan, dan menganalisis data yang dikumpulkan ini untuk menghasilkan hasil numerik. Ini adalah langkah pertama untuk mengumpulkan data untuk penelitian apa pun.

Jenis penelitian ini dapat dilakukan dengan kelompok sasaran tertentu dan juga dapat dilakukan di berbagai kelompok bersama dengan analisis komparatif. Prasyarat untuk jenis penelitian ini adalah sampel responden harus dipilih secara acak anggota. Dengan cara ini, seorang peneliti dapat dengan mudah menjaga keakuratan hasil yang diperoleh karena berbagai macam responden akan ditangani menggunakan pemilihan acak. Secara tradisional, penelitian survei dilakukan secara tatap muka atau melalui panggilan telepon tetapi dengan kemajuan yang dicapai oleh media online seperti email atau media sosial, penelitian survei telah menyebar ke media online juga.

Page 190: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

189

Secara tradisional, penelitian survei dilakukan secara tatap muka atau melalui panggilan telepon tetapi dengan kemajuan yang dicapai oleh media online seperti email atau media sosial, penelitian survei telah menyebar ke media online juga. Ada dua jenis survei, salah satunya dapat dipilih berdasarkan waktu yang tersedia dan jenis data yang diperlukan, diantaranya:

Survei cross-sectional. Survei cross-sectional adalah survei observasi yang dilakukan dalam situasi di mana peneliti bermaksud mengumpulkan data dari sampel populasi target pada titik waktu tertentu. Peneliti dapat mengevaluasi berbagai variabel pada waktu tertentu. Data yang dikumpulkan menggunakan jenis survei ini adalah dari orang-orang yang menggambarkan kesamaan di semua variabel kecuali variabel yang dipertimbangkan untuk penelitian. Selama survei, variabel yang satu ini akan tetap konstan.

Survei cross-sectional populer di kalangan ritel, UKM, industri perawatan kesehatan. Informasi dikumpulkan tanpa mengubah parameter apa pun di ekosistem variabel.Dengan menggunakan metode penelitian survei cross-sectional, beberapa sampel dapat dianalisis dan dibandingkan. Beberapa variabel dapat dievaluasi menggunakan jenis penelitian survei ini. Satu-satunya kelemahan dari survei cross-sectional adalah bahwa hubungan sebab-akibat variabel tidak dapat ditetapkan karena biasanya mengevaluasi variabel pada waktu tertentu dan tidak melintasi kerangka waktu yang berkelanjutan.

Survei longitudinal. Survei longitudinal juga merupakan survei observasional tetapi, tidak seperti survei cross-sectional, survei longitudinal dilakukan di berbagai durasi waktu untuk mengamati perubahan dalam perilaku responden dan proses berpikir. Waktu ini bisa berhari-hari, berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau bahkan puluhan tahun. Misalnya, peneliti yang akan menganalisis perubahan kebiasaan membeli pada remaja di atas 5 tahun akan melakukan survei longitudinal.

Page 191: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Studi longitudinal menggunakan terus menerus atau berulang tindakan untuk mengikuti individu tertentu dalam waktu periode waktu lama— sering tahun atau dekade. Mereka pada umumnya bersifat observasional, dengan kuantitatif dan / atau kualitatif data yang dikumpulkan pada setiap kombinasi eksposur dan hasil, tanpa pengaruh eksternal yang diterapkan. Jenis studi ini sangat berguna untuk mengevaluasi hubungan antara faktor risiko dan perkembangan penyakit, dan hasil pengobatan yang berbeda lamanya waktu. Demikian pula, karena data dikumpulkan untuk diberikan individu dalam kelompok yang telah ditentukan, statistik yang sesuai pengujian dapat digunakan untuk menganalisis perubahan dari waktu ke waktu kelompok secara keseluruhan, atau untuk individu tertentu.

Sebaliknya, analisis cross-sectional adalah jenis studi lain yang mungkin menganalisis beberapa variabel pada waktu tertentu, tetapi tidak memberikan informasi tentang pengaruh waktu pada variabel yang diukur menjadi statis dengan sendirinya alam. Dengan demikian secara umum kurang valid untuk memeriksa hubungan sebab-akibat. Meskipun demikian, studi cross-sectional membutuhkan lebih sedikit waktu untuk menyiapkan, dan dapat dipertimbangkan untuk evaluasi awal asosiasi sebelum memulai pada studi tipe longitudinal yang rumit (Caruana et al., 2015).

Dalam survei cross-sectional, variabel yang sama dievaluasi pada titik waktu tertentu, dan dalam survei longitudinal, variabel yang berbeda dapat dianalisis pada interval waktu yang berbeda.

Survei longitudinal banyak digunakan di bidang kedokteran dan ilmu terapan. Selain dari dua bidang ini, mereka juga digunakan untuk mengamati perubahan tren pasar, menganalisis kepuasan pelanggan, atau mendapatkan umpan balik tentang produk/layanan. Dalam situasi di mana urutan kejadian sangat penting, survei longitudinal digunakan. Peneliti mengatakan bahwa ketika ada subjek penelitian yang perlu diperiksa secara

Page 192: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

191

menyeluruh sebelum menyimpulkan, mereka mengandalkan survei longitudinal.

B. Penelitian korelasional

Perbandingan antara dua entitas tidak berubah-ubah. Penelitian korelasi dilakukan untuk membangun hubungan antara dua entitas yang erat kaitannya dan bagaimana yang satu berdampak pada yang lain dan apa saja perubahan yang akhirnya diamati. Metode penelitian ini dilakukan untuk memberi nilai pada hubungan yang terjadi secara alamiah, dan minimal diperlukan dua kelompok yang berbeda agar metode penelitian kuantitatif ini berhasil. Tanpa mengasumsikan berbagai aspek, hubungan antara dua kelompok atau entitas harus dibangun. Peneliti menggunakan desain penelitian kuantitatif ini untuk mengkorelasikan dua variabel atau lebih dengan menggunakan metode analisis matematis. Pola, hubungan, dan tren antara variabel disimpulkan seperti yang ada dalam pengaturan aslinya. Pengaruh salah satu variabel ini terhadap variabel lainnya diamati seiring dengan bagaimana ia mengubah hubungan antara kedua variabel tersebut. Peneliti cenderung memanipulasi salah satu variabel untuk mencapai hasil yang diinginkan.

C. Penelitian kausal-komparatif

Metode penelitian ini terutama bergantung pada faktor pembanding. Disebut juga penelitian eksperimen semu, metode penelitian kuantitatif ini digunakan oleh peneliti untuk menyimpulkan persamaan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih, dimana satu variabel bergantung pada variabel bebas lainnya. Variabel independen ditetapkan tetapi tidak dimanipulasi, dan pengaruhnya terhadap variabel dependen diamati. Variabel atau kelompok ini harus dibentuk sebagaimana mereka ada dalam tatanan alam. Karena variabel dependen dan independen akan selalu ada dalam suatu kelompok, disarankan

Page 193: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

agar kesimpulan dibuat dengan hati-hati dengan mempertimbangkan semua faktor.

Penelitian perbandingan-kausal tidak terbatas pada analisis statistik dua variabel tetapi meluas ke analisis bagaimana berbagai variabel atau kelompok berubah di bawah pengaruh perubahan yang sama. Penelitian ini dilakukan terlepas dari jenis hubungan yang ada antara dua variabel atau lebih. Analisis statistik digunakan untuk menyajikan secara jelas hasil yang diperoleh dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif ini.

Contoh Pertanyaan Penelitian Kausal-Komparatif:

Dampak narkoba pada remaja. Pengaruh pendidikan yang baik pada mahasiswa baru.Pengaruh penyediaan makanan yang substansial di desa-desa Afrika.

D. Penelitian eksperimental

Juga dikenal sebagai eksperimen sejati, metode penelitian ini mengandalkan teori. Penelitian eksperimental, seperti namanya, biasanya didasarkan pada satu atau lebih teori. Teori ini belum terbukti di masa lalu dan hanya merupakan anggapan. Dalam penelitian eksperimental, analisis dilakukan untuk membuktikan atau menyangkal pernyataan tersebut. Metode penelitian ini digunakan dalam ilmu alam. Metode penelitian tradisional lebih efektif daripada teknik modern. Mungkin ada beberapa teori dalam penelitian eksperimental. Teori adalah pernyataan yang dapat diverifikasi atau dibantah.

Setelah membuat pernyataan, upaya dilakukan untuk memahami apakah itu valid atau tidak. Jenis metode penelitian kuantitatif ini terutama digunakan dalam ilmu alam atau ilmu sosial karena ada berbagai pernyataan yang perlu dibuktikan benar atau salah.

Metode penelitian tradisional lebih efektif daripada teknik modern.Jadwal pengajaran yang sistematis membantu anak-anak

Page 194: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

193

yang merasa sulit untuk mengikuti kursua merupakan suatu keuntungan memiliki staf perawat yang bertanggung jawab untuk orang tua yang sakit.

Metodologi pengumpulan data

Langkah besar kedua dalam penelitian kuantitatif primer adalah pengumpulan data. Pengumpulan data dapat dibagi menjadi metode pengambilan sampel dan pengumpulan data dengan menggunakan survei dan jajak pendapat.

A. Metodologi pengumpulan data: Metode pengambilan sampel

Ada dua metode pengambilan sampel utama untuk penelitian kuantitatif: Probabilitas dan Non-probability sampling.

Pengambilan sampel probabilitas. Teori probabilitas digunakan untuk menyaring individu dari suatu populasi dan membuat sampel dalam pengambilan sampel probabilitas. Peserta sampel dipilih proses seleksi secara acak. Setiap anggota audiens target memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih dalam sampel.

Ada empat jenis utama pengambilan sampel probabilitas:

1. Pengambilan sampel acak sederhana: Seperti yang ditunjukkan oleh namanya, pengambilan sampel acak sederhana tidak lain adalah pemilihan elemen secara acak untuk sampel. Teknik pengambilan sampel ini diterapkan di mana populasi sasaran cukup besar.

2. Pengambilan sampel acak berstrata: Dalam metode pengambilan sampel acak bertingkat, populasi yang besar dibagi menjadi beberapa kelompok (strata), dan anggota sampel dipilih secara acak dari strata ini. Berbagai strata terpisah idealnya tidak tumpang tindih satu sama lain.

Page 195: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

3. Pengambilan sampel klaster: Pengambilan sampel klaster adalah metode pengambilan sampel probabilitas yang menggunakan segmen utama yang dibagi menjadi beberapa kluster, biasanya menggunakan parameter segmentasi geografis dan demografis.

4. Sampling sistematis: Sampling sistematis adalah teknik di mana titik awal sampel dipilih secara acak, dan semua elemen lainnya dipilih menggunakan interval tetap. Interval ini dihitung dengan membagi ukuran populasi dengan ukuran sampel target.Non-probability sampling: Non-probability sampling adalah tempat pengetahuan dan pengalaman peneliti digunakan untuk membuat sampel. Karena keterlibatan peneliti, tidak semua anggota populasi sasaran memiliki probabilitas yang sama untuk dipilih menjadi bagian sampel.

Ada lima model pengambilan sampel non-probabilitas:

1. Convenience sampling: Dalam convenience sampling, elemen sampel dipilih hanya karena satu alasan utama: kedekatannya dengan peneliti. Sampel ini cepat dan mudah diterapkan karena tidak ada parameter pemilihan lain yang terlibat.Consecutive sampling: Consecutive sampling sangat mirip dengan convenience sampling, kecuali fakta bahwa peneliti dapat memilih satu elemen atau sekelompok sampel dan melakukan penelitian secara berurutan selama periode yang signifikan dan kemudian melakukan proses yang sama dengan sampel lainnya.

2. Pengambilan sampel kuota: Dengan menggunakan pengambilan sampel kuota, peneliti dapat memilih elemen menggunakan pengetahuan mereka tentang sifat dan kepribadian target untuk membentuk strata. Anggota dari berbagai strata kemudian dapat dipilih untuk menjadi bagian dari sampel sesuai pemahaman peneliti.

3. Pengambilan sampel bola salju: Pengambilan sampel bola salju dilakukan dengan khalayak sasaran yang sulit

Page 196: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

195

dihubungi dan mendapatkan informasi. Ini populer dalam kasus di mana audiens target untuk penelitian jarang disatukan.

4. Judgemental sampling: Judgemental sampling adalah metode pengambilan sampel non-probabilitas dimana sampel dibuat hanya berdasarkan pengalaman dan keterampilan peneliti.

Metodologi pengumpulan data menggunakan survei & jajak pendapat

Setelah sampel ditentukan, survei atau jajak pendapat dapat didistribusikan untuk mengumpulkan data untuk penelitian kuantitatif menggunakan survei untuk penelitian kuantitatif primer.

Survei didefinisikan sebagai metode penelitian yang digunakan untuk mengumpulkan data dari kelompok responden yang telah ditentukan sebelumnya untuk mendapatkan informasi dan wawasan tentang berbagai topik yang menarik. Kemudahan distribusi survei dan banyaknya orang yang dapat dijangkau tergantung pada waktu penelitian dan tujuan penelitian menjadikannya salah satu aspek terpenting dalam melakukan penelitian hasil kuantitatif.

Tingkat pengukuran dasar - skala nominal, ordinal, interval dan rasio

Ada empat skala pengukuran yang mendasar untuk membuat pertanyaan pilihan ganda dalam survei. Mereka adalah skala pengukuran nominal, ordinal, interval, dan rasio tanpa dasar-dasarnya, tidak ada pertanyaan pilihan ganda yang dapat dibuat. Oleh karena itu, sangat penting untuk memahami tingkat pengukuran ini agar dapat mengembangkan survei yang kuat.

Penggunaan jenis pertanyaan yang berbeda

Page 197: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Untuk melakukan penelitian kuantitatif, pertanyaan tertutup harus digunakan dalam survei. Pertanyaan tersebut dapat berupa campuran dari beberapa jenis pertanyaan termasuk pertanyaan pilihan ganda seperti pertanyaan skala diferensial semantik, pertanyaan skala peringkat, dll.

Distribusi Survei dan Pengumpulan Data Survei

Di atas, kita telah melihat proses membangun survei bersama dengan desain survei untuk melakukan penelitian kuantitatif primer. Distribusi survei untuk mengumpulkan data adalah aspek penting lainnya dari proses survei. Ada berbagai cara distribusi survei. Beberapa metode yang paling umum digunakan adalah:

a. Email: Email: Mengirim survei melalui email adalah metode distribusi survei yang paling banyak digunakan dan paling efektif. Tingkat respons tinggi dalam metode ini karena responden mengetahui merek Anda. Anda dapat menggunakan fitur manajemen email QuestionPro untuk mengirim dan mengumpulkan respons survei.

b. Membeli responden: Cara efektif lain untuk mendistribusikan survei dan melakukan penelitian kuantitatif primer adalah dengan menggunakan sampel. Karena responden berpengetahuan luas dan berada di panel atas keinginan mereka sendiri, tanggapannya jauh lebih tinggi.

c. Sematkan survei di situs web: Menyematkan survei di situs web meningkatkan jumlah respons yang tinggi karena responden sudah dekat dengan merek saat survei muncul.

d. Distribusi sosial: Menggunakan media sosial untuk mendistribusikan alat bantu survei dalam mengumpulkan lebih banyak tanggapan dari orang-orang yang mengetahui merek tersebut.

e. Kode QR: Kode QR QuestionPro menyimpan URL untuk survei. Anda dapat mencetak / menerbitkan kode ini di

Page 198: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

197

majalah, di papan nama, kartu nama, atau di hampir semua objek / media.

f. Survei SMS: Cara melakukan survei yang cepat dan hemat waktu untuk mengumpulkan banyak respons adalah survei SMS.

g. Aplikasi QuestionPro: Aplikasi QuestionPro memungkinkan pengguna menyebarkan survei dengan cepat, dan tanggapan dapat dikumpulkan secara online dan offline.

Contoh survei

Contoh survei adalah templat survei kepuasan pelanggan pendek (CSAT) yang dapat dengan cepat dibangun dan digunakan untuk mengumpulkan umpan balik tentang apa yang pelanggan pikirkan tentang suatu merek dan seberapa puas dan dapat dirujuknya merek tersebut menggunakan jajak pendapat untuk penelitian kuantitatif primer.

Polling adalah metode untuk mengumpulkan umpan balik dengan menggunakan pertanyaan tertutup dari sampel. Jenis polling yang paling umum digunakan adalah polling pemilu dan exit poll. Keduanya digunakan untuk mengumpulkan data dari ukuran sampel yang besar tetapi menggunakan jenis pertanyaan dasar seperti pertanyaan pilihan ganda.

Teknik analisis data

Aspek ketiga dari desain penelitian kuantitatif primer adalah analisis data. Setelah data mentah terkumpul, maka harus dilakukan analisis terhadap data tersebut untuk mendapatkan kesimpulan statistik dari penelitian ini. Penting untuk menghubungkan hasil dengan tujuan penelitian dan menetapkan relevansi statistik hasil.

Penting untuk mempertimbangkan aspek penelitian yang tidak dipertimbangkan untuk proses pengumpulan data dan

Page 199: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

melaporkan perbedaan antara apa yang direncanakan dengan apa yang sebenarnya dilaksanakan.

Kemudian diperlukan untuk memilih metode analisis statistik yang tepat seperti SWOT, Konjoin, Tabulasi silang, dll. Untuk menganalisis data kuantitatif.

Analisis SWOT. Analisis SWOT adalah singkatan dari Strengths, Weakness, Opportunities, dan Threat analysis. Organisasi menggunakan teknik analisis statistik ini untuk mengevaluasi kinerja mereka secara internal dan eksternal untuk mengembangkan strategi perbaikan yang efektif.

Conjoint Analysis. Conjoint Analysis adalah metode analisis pasar untuk mempelajari bagaimana individu membuat keputusan pembelian yang rumit. Trade-off terlibat dalam aktivitas sehari-hari individu, dan ini mencerminkan kemampuan mereka untuk memutuskan dari daftar kompleks pilihan produk/layanan.

Tabulasi silang. Tabulasi silang adalah salah satu metode analisis pasar statistik awal yang menetapkan hubungan, pola, dan tren dalam berbagai parameter studi penelitian.

Analisis TURF. Analisis TURF, singkatan dari Totally Unduplicated Reach and Frequency Analysis, dijalankan dalam situasi di mana jangkauan sumber komunikasi yang menguntungkan akan dianalisis bersama dengan frekuensi komunikasi ini. Ini digunakan untuk memahami potensi pasar sasaran.

Metode statistik inferensial seperti interval kepercayaan, margin kesalahan, dll. Kemudian dapat digunakan untuk memberikan hasil.

Metode penelitian kuantitatif sekunder

Penelitian kuantitatif sekunder atau penelitian meja adalah metode penelitian yang melibatkan penggunaan data yang sudah

Page 200: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

199

ada atau data sekunder. Data yang ada dirangkum dan disusun untuk meningkatkan efektivitas penelitian secara keseluruhan.

Metode penelitian ini melibatkan pengumpulan data kuantitatif dari sumber data yang ada seperti internet, sumber pemerintah, perpustakaan, laporan penelitian, dll. Penelitian kuantitatif sekunder membantu memvalidasi data yang dikumpulkan dari penelitian kuantitatif primer serta membantu memperkuat atau membuktikan atau menyangkal data yang dikumpulkan sebelumnya.

Berikut adalah lima metode penelitian kuantitatif sekunder yang populer digunakan:

Data tersedia di internet: Dengan penetrasi internet dan perangkat seluler yang tinggi, melakukan penelitian kuantitatif menggunakan internet menjadi semakin mudah. Informasi tentang sebagian besar topik penelitian tersedia online, dan ini membantu dalam meningkatkan validitas data kuantitatif primer serta membuktikan relevansi data yang dikumpulkan sebelumnya.

Sumber pemerintah dan non-pemerintah: Riset kuantitatif sekunder juga dapat dilakukan dengan bantuan sumber pemerintah dan non-pemerintah yang menangani laporan riset pasar. Data ini sangat andal dan mendalam sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan validitas desain penelitian kuantitatif.

Perpustakaan Umum: Sekarang merupakan metode yang jarang digunakan untuk melakukan penelitian kuantitatif, meskipun itu masih merupakan sumber informasi yang andal. Perpustakaan umum memiliki salinan penelitian penting yang dilakukan sebelumnya. Mereka adalah gudang informasi dan dokumen berharga dari mana informasi dapat diambil.

Institusi pendidikan: Institusi pendidikan melakukan penelitian mendalam tentang berbagai topik, dan karenanya,

Page 201: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

laporan yang mereka terbitkan merupakan sumber validasi penting dalam penelitian kuantitatif. Sumber informasi komersial: Koran lokal, jurnal, majalah, radio, dan stasiun TV adalah sumber yang bagus untuk memperoleh data untuk penelitian kuantitatif sekunder. Sumber informasi komersial ini memiliki informasi mendalam dan langsung tentang perkembangan ekonomi, agenda politik, riset pasar, segmentasi demografis, dan subjek serupa.

Karakteristik penelitian kuantitatif Beberapa ciri khas penelitian kuantitatif adalah:

1. Alat terstruktur: Alat terstruktur seperti survei, jajak pendapat, atau kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data kuantitatif. Menggunakan metode struktur seperti itu membantu dalam mengumpulkan data yang mendalam dan dapat ditindaklanjuti dari responden survei.

2. Ukuran sampel: Penelitian kuantitatif dilakukan pada ukuran sampel yang signifikan yang mewakili pasar sasaran. Metode pengambilan sampel yang tepat harus digunakan ketika mengambil sampel untuk memperkuat tujuan penelitian

3. Pertanyaan tertutup: Pertanyaan tertutup dibuat sesuai tujuan penelitian. Pertanyaan-pertanyaan ini membantu mengumpulkan data kuantitatif dan karenanya, digunakan secara luas dalam penelitian kuantitatif.

4. Studi sebelumnya: Berbagai faktor yang berkaitan dengan topik penelitian dipelajari sebelum mengumpulkan umpan balik dari responden.

5. Data kuantitatif: Biasanya, data kuantitatif diwakili oleh tabel, bagan, grafik, atau bentuk non-numerik lainnya. Hal ini memudahkan untuk memahami data yang telah dikumpulkan serta membuktikan validitas riset pasar tersebut. Generalisasi hasil: Hasil dari metode penelitian ini dapat digeneralisasikan ke seluruh populasi untuk mengambil tindakan yang tepat untuk perbaikan. Teks, tabel, dan grafik merupakan media komunikasi efektif yang

Page 202: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

201

menyajikan dan menyampaikan data dan informasi. Mereka membantu pembaca dalam memahami isi penelitian, mempertahankan minat mereka, dan secara efektif menyajikan informasi kompleks dalam jumlah besar. Karena editor jurnal dan pengulas akan memindai presentasi ini sebelum membaca keseluruhan teks, pentingnya mereka tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, penulis harus memperhatikan pemilihan metode penyajian data yang tepat sebagaimana ketika mereka mengumpulkan data dengan kualitas yang baik dan menganalisisnya. Selain itu, memiliki pemahaman yang mapan tentang berbagai metode penyajian data dan penggunaan yang tepat akan memungkinkan seseorang untuk mengembangkan kemampuan untuk mengenali dan menafsirkan data yang disajikan secara tidak tepat atau data yang disajikan sedemikian rupa sehingga menipu mata pembaca.(Gay, Mills, 2009)

Referensi

Caruana, E. J., Roman, M., Hernández-Sánchez, J., & Solli, P. (2015). Longitudinal studies. Journal of Thoracic Disease, 7(11), E537–E540. https://doi.org/10.3978/j.issn.2072-1439.2015.10.63

Gay, Mills, & A. (2009). Quantitative research relies on the collection and analysis of numerical data to describe, explain, predict, or control variables and phenomena of interest. 1–37.

GLENWICK, L. A. J. A. N. D. D. S. (2016). HANDBOOK OF METHODOLOGICAL APPROACHES TO COMMUNITY-BASED RESEARCH (Issue 1). Oxford University Press. https://doi.org/10.16309/j.cnki.issn.1007-1776.2003.03.004

Marvasti, A. (2018). Research methods. The Cambridge Handbook of Social Problems, 1(3), 23–37. https://doi.org/10.1017/9781108656184.003

Page 203: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 7 ILMU PERTAHANAN: KEBUTUHAN PRAGMATIS

NEGARAWAN

Page 204: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

203

Negarawan adalah tokoh-tokoh yang berintegritas tinggi dan jasa-jasanya dalam memperjuangkan esensi negara yang telah diakui oleh rakyat secara umum. Persoalan penting diperjungan negara menyangkut esensi negara yaitu kedautan, kewilayahan, kesejahteraan dan keamanan nasional. Oleh karena itu seorang negarawan muncul umumnya dari tokoh-tokoh politik, militer, diplomat, akademisi profesional bidangnya yang dihormati di dalam negeri dan diakui oleh negara-negara lain. Penampilan dan berpengalamannya refresentasi negara di dunia internasional. Seorang negarawan adalah seseorang yang melakukan segalanya untuk kebaikan bersama orang-orang yang diwakilinya. Menyebut seseorang sebagai negarawan adalah tanda penghormatan yang tinggi terhadap integritas orang tersebut (Kaptein, 2014).

Integritas seseorang tidak tumbuh dalam lingkungan yang normal dan formalistik, dan tidak ada sertifikat khusus negarawan. Upaya pemerintah untuk mengakui negarawan dengan mengangkat sebagai pahlawan setelah meninggal, dan umumnya setelah kemerdekaan dengan berbagi macam bintang saat hidupnya. Pemberian bintang penghormatan oleh pemerintah yang berkuasa salah satu upaya membangun habitus negarawan. Akan tetapi hanya perjuangan tulus yang berkualitas tinggi dalam mewujudkan cita-cita bangsa menuju negara yang berdaulat segala bidang, melindungi keutuhan wilayah, kesejahteraan masyarakat dan diplomasi yang bermartabat dapat bertahan lebih lama. Kadang kala fitnah dan punjian campurbaur dalam menentukan negarawan ini sehingga sulit memastikan negarawan sesungguyhnya. Hubungan rumit antara politik, media dan demokrasi sebagai tren secara umum belum disambut mampu secara pasti siapa negarwan itu.(Mc Nair, 2011).

Page 205: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Proses alamiah menjadi negarawan telah terbuka dalam era demokrasi melalui jalur politik walaupun belum memuaskan, karena ada potensi demokrasi terlihat prosedur legalitas. Hanya orang-orang punya uang dapat ikut dalam proses politik yang berbiaya tinggi. Orang-orang baik berptensi jadi negarawan tidak mudah terilih bahkan tidak akab terpilih ketidak tidak mampu menghadapi rasionalitas media dengan berbagai hitungannya. Padahal untuk seorang negarawan terlepas dari kepentingan kompetisi politik yang sempit, dan orang-orang tersebut selalu ada secara alamiah, untuk itu perlu lembaga independen yang memfasilitasi komunitas yang terbuka demi masa depan suatu bangsa yang lebih kompetitif, sehingga perlu lembaga yang netral, satu-satu lembaga pendidikan.

Unhan salah satu lebaga pendidikan tidak hanya formal dengan mendapatkan gelar akademik, juga diberi kebebasan akademi dalam berkreasi dan interkasi khususnya terkait dengan perkara pertahanan negara. Perkara pertahanan negara memang suatu kebutuhan alamiah dalam menghadapi tatantangan negara secara bersama-sama. Masalah pertahanan hanya sebagian dari perso;anan negara, namun terkait dengan persoalan keamanan nasional. Kemananan Nasional tersebut salah satu dimensi eksistensi negara dalam dalam perjalanannya.

Pertahanan negara dalam konteks national security menurut teori hubungan internasional yang telah mapan berhubungan dengan kelangsungan hidup negara-negara yang ada di lingkungan anarkis, politik internasional yang memungkinkan perang dan konflik berkelanjutan. Negara bagian kecil dalam interaksi global. Negara perlu simbol hidup dalam berinteraksi, dan simbol itu tidak hanya kepala negara tapi atau pemimpin formal negara. Gerakan non-state telah mempengaruhi masyarakat dunia. Namun, seperti yang telah terjadi, sifat politik internasional di dunia ketiga lebih berkaitan dengan kelangsungan hidup negara. Kelangsungan hidup lebih penting bagi para pemimpin nasional dalam konteks di mana perubahan fundamental ekonomi dan

Page 206: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

205

hokum dan politik selalu menciptakan kekuatan baru yang harus dicermati baik regional maupun global (Tung, 2010).

Manfaat ilmu pertahanan untuk menyelesaikan masalah-masalah terkait bidang pertahanan negara yaitu kedaulatan, kutuhan wilayah, kesejahtraan rakyat dan bidang diplomasi. Untuk itu persoalan mempertahanankan negara sebuah multi disiplin ilmu dan sangat dinamis. Perubahan lingkungan strategis dan perkembangan masyarakat menuntut eksistensi negara selalu berkembang. Orang yang memiliki ilmu tinggi dalam pertahanan adalah orang yang bijak dalam mengambil keputusan demiki kepentingan negara. Mungkin ada kepentingan lain dibalik itu, tapi tidak terlihat nyata. Dalam bahasa jawa, istilah yang

mendekati “Sugih Tanpa Bandha, Digdaya Tanpa Aji, Nglurug Tanpa Bala,

Menang Tanpa Ngasorake,” intinya, tidak perlu pamer dengan kemenangan dan menang tanpa menyakiti orang lain. Dalam perdebatan strategi pertahanan menyadari tingginya biaya perang, terutama dalam bentuk kerugian nyawa manusia dan harta, diambil Sun Tzu pandangan bahwa keterampilan puncak seorang master ahli strategi adalah bisa menang tanpa perkelahian. Akan tetapi, sulit untuk yang ideal menang tanpa korban. Ini terlihat dalam sejarah perang modern sekalipun.

Peta operasi darat Operasi Badai Gurun (konflik global besar pertama yang mengimplementasikan RMA) dari 24-28 Februari 1991 menunjukkan pasukan sekutu dan Irak. Divisi Lintas Udara

ke-101 Amerika bergerakkan melalui udara dan Prancis Light

Division 6 dan Resimen Kavaleri Lapis Baja ke-3 Amerika memberikan keamanan. Ahli strategi telah membingkai perang dalam banyak cara yang sama. Sedangkan keduanya mendefinisikan perang sebagai sarana untuk kebijakan rasional berakhir, mereka sangat menyadari kekuatan pengaruh moral dan paradoks. Filsafat kunci yang dikemukakan oleh Sun Tzu dan Clausewitz tidak bertentangan dan karenanya tidak berbeda secara signifikan. Perbedaan yang mencolok antara gagasan Sun

Page 207: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Tzu dan Clausewitz terletak dalam pengertian mereka tentang kemenangan, kegunaan kecerdasan, penipuan dan kejutan. Namun, jika dianalisis lebih dalam, kita melihat bahwa Sun Tzu mendefinisikan perang secara tingkat strategi agung, dengan lebih banyak pertimbangan untuk diplomatik dan faktor ekonomi. Clausewitz berasumsi bahwa faktor sudah dipertimbangkan dan dimulainya analisis di ranah strategis-operasional, intinya dimana perang akan segera terjadi. Kedua risalah tentang perang dan strategi harus dilihat sebagai kelanjutan dari diskusi perang di tingkat strategi besar di Seni Perang Sun Tzu ke ranah operasional-strategis dalam buku On War karya Clausewitz (Ong, 2015).

Seperti semua studi teks sejarah, pertanyaannya adalah relevansi lanjutan dari kedua ahli strategi di era teknologi ini. Dari ketapel hingga meriam hingga bom nuklir dan rudal jelajah, kita telah melihat caranya teknologi memengaruhi cara perang dilakukan. Selain daripada latar belakang politik dan budaya, perang di era apapun harus dipelajari dengan teknologi juga. Memiliki mengatakan bahwa, komandan militer modern mengabaikan dalam bahaya efek teknologi yang berinteraksi dengannya faktor tradisional lainnya dari kalkulus rasional, emosi, peluang/ketidakpastian yang dianut oleh keduanya ahli strategi yang hebat. Sun Tzu dan Clausewitz meskipun mereka menulis di waktu yang berbeda dan latar belakang yang berbeda, filosofi mereka tentang perang dan strategi masih terbukti sangat membantu dan efektif di masa sekarang. Setiap kontradiksi muncul dari poin analisis mereka yang sedikit unik. Sedangkan keduanya mendefinisikan perang sebagai sarana, untuk itu penting mempelajari bagaimana kedua karya mereka dapat diterapkan pada aplikasi militer saat ini meski teknologi canggih jaman modern (Tung, 2010). Baik Sun Tzu maupun Clausewitz masalah kedaulatan, kesejateraan rakyat, kutuhan wilayah dan diplomasi persoalan penting dalam pertahanan.

Page 208: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

207

Kedaulatan

Perdebatan saat ini tentang kedaulatan di masa globalisasi berbagai pemahaman tentang kedaulatan berbeda dalam hal konten, mereka mereproduksi struktur konseptual yang sama: dari pemisahan biner yang kaku menjadi internal/eksternal, nasional/global, wadah teori ruang, perlu dicari yang tertinggi, skeptisisme (politik, etika, hukum) dan gagasan tentang keseragaman kedaulatan entitas (negara bagian, rakyat, hukum). Kontinuitas struktur konseptual ini berkontribusi pada fakta tersebut menyebutkan bahwa tidak hanya pemikiran dan imajinasi politik, sosial dan hukum kita yang telah dibentuk selama berabad-abad logika pemikiran kedaulatan, tetapi juga dan di atas semua praktik politik kita. Artikel itu berhasil mencari cara struktur konseptual ini, dan bukan hanya isi konsepnya, sudah ada pembentukan teori dalam hal komposisi struktural dari realitas sosial dan politik, keadaan, masalah dan pendekatan, dan konsekuensinya tidak dapat direfleksikan dalam debat yang mendalilkan konsep kedaulatan. Kritiknya adalah dalam prosesnya, wawasan empiris yang penting tentang kekuatan pendorong globalisasi dan materialitas ekonomi dari hubungan kekuatan global dan keputusan diambil yang dipertanyakan dalam arti normatif, dalam hal otorisasi para pelaku di satu sisi dan pendelegitimasi serta pengecualian aktor di sisi lain.

Istilah kedaulatan, baik Carl Schmitt dan Hans Kelsen berusaha mengidentifikasi secara konseptual konstelasi hukum-politik seperti yang muncul dalam periode antar perang Eropa. Dengan latar belakang situasi politik Republik Weimar, Schmitt menganggap "masalah fundamental dari konsep kedaulatan" adalah “hubungan kekuasaan aktual dengan kekuasaan tertinggi secara hukum.” Schmitt berasumsi bahwa hukum adalah gagasan tidak dapat mewujudkan dirinya sendiri bahwa gagasan hukum tidak dapat menerjemahkan dirinya sendiri secara mandiri. Justru karena itulah yang ia sebut sebagai “kekuatan” hukum itu perlu - sebuah struktur kekuasaan dan kewenangan yang mampu

Page 209: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

menciptakan dan memelihara kondisi “normal” bangsa, ketertiban, di mana hukum dapat diterapkan di tempat pertama. Dalam hal dualisme yang seharusnya antara kekuatan sosio-politik sejati, elemen sosiologis dan klaim kedaulatan dari sistem hukum yang seragam, Schmitt jelas lebih menyukai kekuasaan. Keputusan ini memiliki dasar konsekuensi hukum dan konstitusional-teoritis: Hukum sebagai “hukum situasional” dan integrasi eksepsi ke dalam konstitusi sebagai unsur supra-legal.

Konsep kedaulatan bukanlah konsep politik seperti yang lainnya, tetapi memiliki keistimewaan status: itu adalah konsep dasar, konsep politik yang memahami pandangan dunia. Ada filsuf, pemikir hukum dan politik berkali-kali yang memikirkan alternatif untuk pemikiran kedaulatan, atau yang telah menggambarkan peristiwa politik dan pengalaman berdiri di posisi garis depan yang eksplisit untuk berpusat pada kedaulatan.

Karya Hannah Arendt secara umum dan deskripsinya tentang revolusi Amerika dan sejarah pendiri sebagai anti-kedaulatan yang pasti adalah salah satu dari contoh yang lebih menonjol dari ini. Namun, dalam pemikiran politik dan hukum, mereka tidak melakukannya mampu menang karena mereka telah gagal menawarkan alternatif yang memadai untuk kapasitas ikatan dari konsep kedaulatan. Kedaulatan sebagai konsep meta level begitu sulit untuk diguncang justru karena itu terintegrasi serangkaian pengalaman sejarah, harapan dan harapan normatif, fungsional hubungan dan saling ketergantungan sistemik-struktural menjadi sistematika teoritis dan konteks fungsional dan bermakna praktis, dan menggabungkannya menjadi relasi yang ada diberikan dan hanya dapat dialami melalui konsep. Dan meskipun konten konsep telah berubah, bentuk teori yang berpusat pada kedaulatan, struktur konseptualnya tetap tak tersentuh. Fitur utamanya adalah pemisahan biner internal dan eksternal, postulasi entitas berdaulat yang seragam dan mandiri, dan pencarian yang tertinggi (Volk, 2019).

Page 210: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

209

Keutuhan Wilayah

Keutuhan wilyah dengan sistem informasi sekarang banyak yang mempertahankan relevansi negara dengan dengan territorial. Penentuan dan demarkasi wilayah tetap dan kesetiaan berikutnya antara wilayah tersebut dan individu atau kelompok individu yang mendiami mereka bisa dibilang merupakan faktor prima untuk menciptakan ruang bagi individu dan kelompok dalam internasional dan hukum hak azasi manusia. Dalam pengertian ini, "masyarakat internasional" terdiri dari individu-individu dan kelompok yang seolah-olah mendapatkan legitimasi dan lokus standi dalam hukum internasional karena menjadi bagian dari negara berdaulat. Misalnya, meskipun telah dikatakan bahwa gagasan tentang pemerintahan demokratis meluas atau bahkan menjadi norma hukum kebiasaan internasional, demokrasi ini untuk mendapatkan legitimasi internasional dianggap demikian diekspresikan dalam batas-batas sempit teritorial yang dapat diidentifikasi. Sementara model yang berpusat pada negara bagian ini telah dikikis oleh internasional. Perkembangan hukum pidana yang menghilangkan kebutuhan tindakan negara, kebangsaan tetap menjadi pusat identitas pribadi di dunia internasional. Akuisisi teritorial yang ditentukan dan tetap merupakan prasyarat bagi pengakuan sebagai negara bagian.Pencarian pengakuan telah meluas manifestasi dalam masyarakat kontemporer, dari masyarakat adat yang mencari kendali atas nasib tanah leluhur mereka untuk perjuangan untuk menentukan nasib sendiri di tempat-tempat seperti Kosovo, Irak, Negara Basque, dan banyak lainnya. Karena negara bagian terutama dipercayakan dengan hak istimewa penciptaan norma dalam hukum internasional, penekanan pada teritorial mempengaruhi banyak yang akan mengklaim pengakuan tersebut. Namun, pengertian tentang teritorial sendiri masih diperdebatkan dalam hukum internasional.

Implikasi dari kontes ini paling terlihat dalam perlakuan terhadap hak untuk menentukan nasib sendiri. Untuk

Page 211: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

memastikan cara perlakuan hukum atas wilayah mempengaruhi kelompok yang mencari penentuan nasib sendiri, Pasal ini berupaya mengidentifikasi rezim hukum internasional yang mengatur perlakuan atas wilayah, menelusuri evolusi dan tujuannya, dan membongkar perangkat doktrinal yang menjadi dasar teritorialitas dalam hukum internasional. Dengan menganalisis interpretasi dari norma-norma ini oleh badan peradilan internasional, Pasal ini akan dipertanyakan validitas dan mengukur efektivitas penerapannya. Analisis ini akan menggambarkan dikotomi antara hak untuk menentukan nasib sendiri dan masalah hak atas tanah. Untuk mempertahankan legitimasinya, hukum internasional harus merekonseptualisasi doktrin teritorial dan penentuan nasib sendiri. Pasal ini berpendapat bahwa hal ini dapat dicapai dengan mendamaikan pendekatan tradisional yang berpusat pada negara, yang memandang penentuan nasib sendiri sebagai masalah tentang legitimasi negara (Castellino, 2008).

Dalam era Cyber Space kedautan sesungguhnya semakin diperlukan, karena manusia hidup dalam batas tertentu butuh kepastian hukum dimana ia tinggal. Dalam Kasus Operasi Informasi tentang Steven Lee Myers, 'E-stonia' Menuduh Rusia atas Serangan Komputer (NY Times, 2007). Orang Rusia memandang patung perunggu yang direlokasi itu sebagai peringatan Tentara Soviet yang tewas melawan Nazi Jerman, sementara banyak orang Estonia melihatnya sebagai sebuah pengingat pendudukan asing. Rusia menyebut relokasi "penghujatan" dan menyerukan pengunduran diri pemerintah Estonia. Ini mengurangi layanan kereta barang dan layanan penumpang yang ditangguhkan untuk perbaikan jalur yang seharusnya. Etnis Rusia melakukan kerusuhan Estonia, menyebabkan ratusan penangkapan dan satu kematian. Di Moskow, pengunjuk rasa bergegas Duta Besar Estonia pada konferensi pers, yang mendorong penggunaan semprotan merica oleh detail keamanan duta besar. Pendekatan hukum demi analogi

Page 212: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

211

yang disukai oleh kebijaksanaan konvensional sudah kekurangan jelas. Operasi Informasi sarat dengan ketidakpastian dan kompleksitas, sehingga hukum diperlukan maka kedaulatan diperlukan (Hollis, 2007).

Kesejahteraan

Kesejahteraan kuncinya ekonomi. Keberhasilan suatu negara meningkatkan pendapat negara dan rakyatnya maka negara tersebut sejahtera. Pertumbuhan ekonomi adalah peningkatan yang berkelanjutan dari waktu ke waktu dalam produksi barang dan jasa suatu negara. Bagaimana suatu negara dapat meningkatkan produksinya? Nah, produksi suatu perekonomian adalah fungsi dari inputnya, atau faktor-faktor produksinya (sumber daya alam, sumber daya tenaga kerja, dan sumber daya modal), dan produktivitas faktor-faktor tersebut (khususnya produktivitas tenaga kerja dan sumber daya modal), yang disebut faktor total produktivitas (TFP). Pertimbangkan pabrik sepatu. Total produksi sepatu adalah fungsi dari input (bahan baku seperti kulit, tenaga kerja yang disediakan oleh pekerja, dan sumber modal, yang merupakan alat dan perlengkapan di pabrik), tetapi juga tergantung pada seberapa terampil para pekerja dan seberapa bermanfaat peralatannya. Sekarang, bayangkan dua pabrik dengan jumlah pekerja yang sama. Di pabrik pertama, pekerja dengan keterampilan dasar memindahkan barang dengan gerobak dorong, merakit barang dengan perkakas tangan, dan bekerja dibalik meja. Di pabrik kedua, pekerja yang sangat terlatih menggunakan forklift bermotor untuk memindahkan palet barang dan perkakas listrik untuk merakit barang yang bergerak di sepanjang sabuk konveyor. Karena pabrik kedua memiliki TFP yang lebih tinggi, maka akan menghasilkan output yang lebih tinggi, memperoleh pendapatan yang lebih besar, dan memberikan upah yang lebih tinggi bagi para pekerjanya. Demikian pula untuk suatu negara, TFP yang lebih tinggi akan menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi berarti lebih banyak barang yang

Page 213: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

diproduksi per orang, yang menciptakan pendapatan yang lebih tinggi dan memungkinkan lebih banyak orang untuk keluar dari kemiskinan dengan lebih cepat. Tapi, bagaimana negara bisa meningkatkan TFP untuk keluar dari kemiskinan? Meskipun ada banyak faktor yang perlu dipertimbangkan, ada dua faktor yang menonjol.

Pertama, institusi penting. Bagi seorang ekonom, institusi adalah "aturan main" yang menciptakan insentif bagi orang dan bisnis. Misalnya, ketika orang dapat memperoleh keuntungan dari pekerjaan atau bisnis mereka, mereka memiliki insentif tidak hanya untuk berproduksi tetapi juga untuk terus meningkatkan metode produksinya. "Aturan main" membantu menentukan insentif ekonomi yang akan dihasilkan. Di sisi lain, jika orang tidak diberi imbalan uang untuk pekerjaan atau bisnis mereka, atau jika manfaat dari produksi mereka kemungkinan besar akan diambil atau hilang, insentif untuk berproduksi akan berkurang. Karena alasan ini, banyak ekonom menyarankan bahwa lembaga seperti hak milik, pasar bebas dan terbuka, dan supremasi hukum (lihat sisipan dalam kotak) memberikan insentif dan peluang terbaik bagi individu untuk memproduksi barang dan jasa.

Kedua, perdagangan internasional merupakan bagian penting dari kisah pertumbuhan ekonomi bagi kebanyakan negara. Pikirkan tentang dua anak di kantin sekolah yang menukar granola bar dengan kue chocolate chip. Mereka bersedia berdagang karena menawarkan mereka berdua kesempatan untuk mendapatkan keuntungan. Bangsa berdagang karena alasan yang sama. Ketika negara-negara yang lebih miskin menggunakan perdagangan untuk mengakses barang modal (seperti teknologi dan peralatan canggih), mereka dapat meningkatkan TFP mereka, menghasilkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi. Selain itu, perdagangan menyediakan pasar yang lebih luas bagi suatu negara untuk menjual barang dan jasa. itu menghasilkan. Namun, banyak negara memiliki hambatan perdagangan yang membatasi akses mereka ke perdagangan. Penelitian terbaru

Page 214: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

213

menunjukkan bahwa penghapusan hambatan perdagangan dapat menutup kesenjangan pendapatan antara negara kaya dan miskin hingga 50 persen (Wolla, 2017).

Potensi ancaman terhadap kesejahteraan oleh non manusia secar normal, serangan seperti virus sangat serius. Kedaulatan dan Wilayah tidak terganggu namu kesejahteraan suatu negara terganggu. Penjelas tersebut telah ditulis Mark G. Kortepeter dan

Gerald W. Parker, U.S. Army Medical Research Institute of Infectious

Diseases, Fort Detrick, Maryland, AS berjudul Potential Biological

Weapons Threats. Disebutkan daftar agen yang dapat menimbulkan risiko kesehatan masyarakat terbesar jika terjadi serangan bioteroris sangatlah singkat. Namun, meskipun singkat, daftar tersebut mencakup agen yang, jika diperoleh dan disebarluaskan dengan benar, dapat menyebabkan tantangan kesehatan masyarakat yang sulit dalam hal kemampuan kita untuk membatasi jumlah korban dan mengendalikan kerusakan pada kota dan bangsa kita.

Mark menjelaskan penggunaan senjata biologis telah terjadi secara sporadis selama berabad-abad, yang berpuncak pada program penelitian dan pengujian canggih yang dijalankan oleh beberapa negara. Perkembangbiakan senjata biologis merupakan masalah serius yang meningkatkan kemungkinan terjadinya insiden bioterorisme yang serius. Pelepasan antraks yang tidak disengaja dari fasilitas pengujian militer di bekas Uni Soviet pada 1979 dan pengakuan Irak pada 1995 memiliki sejumlah antraks, toksin botulinum, dan aflatoksin yang siap digunakan sebagai senjata telah dengan jelas menunjukkan bahwa penelitian dalam penggunaan ofensif agen biologis terus berlanjut, terlepas dari Konvensi Senjata Biologi 1972 (1,2). Dari tujuh negara yang terdaftar oleh Departemen Luar Negeri AS sebagai sponsor terorisme internasional (3), setidaknya lima negara diduga memiliki program perang biologis. Namun, tidak ada bukti saat ini bahwa negara mana pun telah memberikan keahlian senjata biologis kepada organisasi teroris.

Page 215: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Singkatnya, kita tahu bahwa patogen biologis telah digunakan untuk perang biologis dan terorisme, dan potensinya untuk digunakan di masa depan menjadi perhatian utama. Oleh karena itu kita harus siap untuk merespon dengan tepat jika digunakan kembali. Teknologi dan kapasitas intelektual ada untuk kelompok teroris yang memiliki dana besar dan bermotivasi tinggi untuk melakukan serangan semacam itu. Meskipun daftar agen potensial panjang, hanya segelintir patogen yang diperkirakan memiliki kemampuan untuk menyebabkan peristiwa kredibel maksimum untuk melumpuhkan kota besar atau wilayah negara, menyebabkan jumlah kematian yang tinggi, kepanikan berskala luas, dan masif. gangguan perdagangan. Penyakit kuno (termasuk antraks, cacar, dan wabah), yang terkenal menyebabkan wabah besar, masih menempati urutan teratas. Selain itu, agen lain, seperti toksin botulinum, virus demam berdarah, dan tularemia, berpotensi melakukan hal yang sama. Dengan berfokus pada daftar yang lebih kecil dari penyakit dengan kemungkinan rendah, tetapi berdampak tinggi ini, kita dapat lebih mempersiapkan diri untuk potensi pelepasan yang disengaja, dan berharap untuk mengurangi dampak akhirnya pada warga kita. Untukitu Unhan perlu suatu Fakultas baru Kedokteran Militer dan Farmasi Militer.

Persoalan negara lainnya, dalam menjaga keseimbangan antara negara kuat perlu diplomasi dalam membangun hubungan antara negara. Negara lemah kadangkala tidak berdaya dalam melindungi dirinya sehinga perlu melakukan upaya-upya lobi dan negosisiasi yang serius. Dalam meneliti berbagai fungsi diplomasi dan bagaimana mereka dijalankan, secara rinci apa yang di tempat lain bisa jadi disebut sebagai ‘kontra-revolusi dalam praktik diplomatik’ (Berridge 2005). Sebagai tren yang luas, peremajaan beberapa fitur utama diplomasi tradisional ini tidak diperhatikan, sebagian ditutupi oleh pelekatan label baru pada prosedur lama, karena novel tersebut memiliki daya tarik yang lebih besar daripada yang telah dicoba dan diuji (Berridge & Berridge, 2015).

Page 216: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

215

Fungsi diplomasi dipengaruhi oleh kombinasi rumit dari berbagai faktor yang saling terkait. Secara singkat menganalisis dampaknya terhadap evolusi diplomasi dan membahas bagaimana diplomasi sebagai instrumen pemerintahan yang baik harus menyesuaikan diri untuk menghadapi tantangan baru, menjadi lebih relevan, terbuka dan gesit, mengubah metode dan memanfaatkan sepenuhnya peluang yang ditawarkan oleh revolusi teknologi.

Platform teknologi telah memungkinkan diplomat dari seluruh dunia untuk melanjutkan diskusi dan memajukan agenda multilateral di seluruh Perserikatan Bangsa-Bangsa, dan lebih luas lagi, komunitas internasional. Perwakilan dari delegasi yang lebih besar dan lebih kecil telah berkumpul di depan layar mereka, dan mendapati diri mereka bernegosiasi di lingkungan yang sama sekali baru, lingkungan yang berkembang dengan sangat cepat. Kadang-kadang delegasi tidak memiliki kemungkinan untuk berkonsultasi dengan ahli berbasis modal mereka karena periode negosiasi dipersingkat. Zona waktu yang berbeda dan kurangnya sistem yang dapat menyediakan interpretasi simultan juga telah menghambat partisipasi pakar teknis, akademisi, masyarakat sipil, sektor swasta, dan perwakilan lain yang berbasis di luar hub multilateral.

Para delegasi sekarang diminta untuk berpikir sendiri dan seringkali bereaksi di tempat terhadap perkembangan baru karena rapat telah dikurangi untuk membahas agenda yang jauh lebih diprioritaskan dan dalam kerangka waktu yang lebih singkat. Dalam pengertian ini, kita mungkin menyaksikan gelombang diplomasi khusus, yang membutuhkan pengetahuan teknis lebih lanjut dan pemikiran inovatif.

Meskipun demikian, menjadi jelas bahwa delegasi dari negara berkembang kurang terwakili dalam pertemuan virtual. Pemerintah tidak hanya berfokus pada penanganan pandemi di kampung halaman, tetapi akses yang tidak efektif ke teknologi dan

Page 217: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

jumlah personel yang lebih sedikit telah berdampak negatif pada keterlibatan mereka di dunia digital (Us et al., 2020).

Faktor politik utama yang mempengaruhi diplomasi adalah relatif menurunnya peran pemerintah nasional. Saat ini pemerintah menghadapi persaingan ketat dari aktor lain. Sektor swasta, kelompok agama, imigran, media dan entitas masyarakat sipil lainnya menuntut dari pemerintah agar kepentingan mereka dipertimbangkan dan mereka memiliki suara dalam membuat dan melaksanakan kebijakan luar negeri. Orang ingin bepergian dengan bebas, berbisnis di luar negeri, atau terlibat dalam berbagai jenis pertukaran budaya. Mungkin "penyusup" yang paling aktif dalam diplomasi modern dari luar adalah lembaga swadaya masyarakat (LSM). Ini terutama terlihat dari sudut pandang PBB. Sebagai contoh, di Jenewa saat ini terdapat sekitar 1.400 LSM yang terdaftar secara resmi di Kantor PBB. Semuanya internasional, dan memiliki cabang di setidaknya dua negara atau lebih. Dengan demikian, diplomasi pertahanan semakin diperlukan, namun dikombinasikan dengan kepentingan ekonomi dan informasi.

Dari uraian di atas atara tantangan dihadapi negara dengan solusi yang ditawarkan oleh Universitas Pertahanan hanya sebagaian kecil masalah negara, namun telah meposisikan diri dalam keterlibatan masalah strategis dalam bidang Pertahanan

Negara, atau secara umum National Security. Karena masalah regulasi soal Keamanan Nasional masih diperdebatkan, maka jalan terbaik melalui Pertahanan Negara adalah menunjukan tugas-tugas kenegrawanan. Secara sederhana studi dalam Universitas Pertahanan akan bermanfaat;

Page 218: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

217

Paradigma Negara

(Makro)

Fakultas (Meso)

Isu-isu (Mikro) Konsep operasional Prodi

Kedaulatan (Dinamika Kedaulatan dalam Filsafat Pancasila)

Strategi Strategi pertahanan darat, laut udara dan non territorial. Pengembangan dan pembangunan kekuatan, diplomasi pertahanan, perang semesta, gerilya, kampanye militer, dll

Keutuhan wilayah (Pertahanan, Keamanan dan Ketertibah)

Keamanan Nasional

Manajemen bencana, Damai dan Resolusi Konflik, Keamanan Maritim, Pemerintahan, Kriminal dll

Kesejahtraan rakyat (Pengelolaan dan Pemanfaatan Sumber daya)

Manajemen Pertahanan dan Teknologi Pertahaan

Pengelolaan potensi wilayah nasional, dan teknologi kebutuhan pertahanan

Kondisi Perang (Dukungan teknis operasional)

Fakultas Militer

Dukungan Teknis dalam operasional dan teknis gelar kekutan militer. Kedokteran, Farmasi,Teknis militer. Untuk Komando Perang diajarkan di Akademi Militer (AAD,AAL dan AAU)

Gambar 17: Ilmu Negara dan implementasinya pada fakultas-fakutas di Universitas Pertahanan

Page 219: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Referensi

Berridge, G. R., & Berridge, G. R. (2015). Conclusion: The

Counter-Revolution in Diplomatic Practice. Diplomacy, Berridge

2005, 266–268. https://doi.org/10.1057/9781137445520_19

Castellino, J. (2008). Territorial integrity and the “right” to self-determination: an examination of the conceptual tools.

Brooklyn Journal of International Law, 33(2), 499–564.

Hollis, D. B. (2007). Why states need an international law for information operations.(Symposium: Crimes, War Crimes, and

the War on Terror). Lewis & Clark Law Review, 11(4), 1023. http://www.nytimes.com/2007/05/18/world/europe/

McNair, Brian, (2011), An Introductionto Political Communication, published by Routledge2 Park Square, Milton Park,

Abingdon, Oxon OX14 4RN

Muel, Kapten, (2014), The Servant of the People: On the power of integrity in politics and government, Publisher: Amazon: https://www.amazon.com/Servant-People-integrity-politics-government/dp/1981028870

Ong, C. H. (2015). A Study of Sun Tzu’s Art of War and

Clausewitz’s On War. Pointer, Journal of The Singapore Armed Forces,

41(2), 68–80. https://www.mindef.gov.sg/oms/content/dam/imindef_media_library/graphics/pointer/PDF/2015/Vol.41 No.2/7) V41N2_A Study Of Sun Tzu-s Art Of War And Clausewitz-s On War.compressed.pdf

Tung, N. (2010). Vietnam’s Security Challenges: Hanoi’s New Approach to National Security and Implications to Defense and

Foreign Policies. NIDS Joint Research Series, 5, 107–122. http://www.nids.go.jp/english/publication/joint_research/series5/pdf/5-8.pdf

Page 220: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

219

Us, C., Mu, M., Blog, D., Covid-, E. T., & Nations, U. (2020).

Diplomacy in times of COVID-19. 1–3.

Volk, C. (2019). The Problem of Sovereignty in Globalized

Times. Law, Culture and the Humanities, 1–23. https://doi.org/10.1177/1743872119828010

Wolla, S. A. (2017). PAGE ONE Economics Why Are Some

Countries Rich. 2013(September). https://research.stlouisfed.org/publications/page1-econ/2017/09/01/why-are-some-countries-rich-and-others-poor/

Page 221: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 8 NEGARA PANCASILA DALAM KERANGKA FILSAFAT

KONTINENTAL

Page 222: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

221

Ideologi negara bukan hanya membangun identitas, namun menjadi kekuatan moral dalam penyelenggaraan negara. Pentingnya ideologi bagi Presiden Joko Widodo setelah mebuat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2016 Tentang Hari Lahir Pancasila, kemudian membuat lembaga baru yaitu; Unit Kerja Kepresidenan Pembina Ideologi Pancasila (UKP-PIP). Pembentukan lembaga tersebut dinilai strategisditengah maraknya isu keagamaan radikal yang cendung pada ISIS pada satu sisi dan komunis yang dekat dengan Cina pada sisi lain. Namun sebagian kalangan menghawatirkan kalau lembaga tersebut hanya bersifat formalitas saja. Untuk itu, penting meletakan persoalan Pancasila dalam kerangka filosofis yang mendasarinya, sehingga eksistensi Pancasila masuk dalam struktur filsafat kontinental.

Pancasila dapat dilihat sebagai objek dan subjek. Kalau Pancasila dilihat sebagai teks yang terdiri dari 5 (lima) kalimat terdapat dalam Pembukaaan UUD 1945 dapat diinterpretasi, maka Pancasila ditempatkan sebagai objek. Pancasila memiliki ontologi, epsitemologi, dan aksiologi sehingga dapat dijadikan objek kajian filsafat, untuk itu perlu kemampuan menganalisa tentang cara memandang Pancasila dalam tradisi filsafat. Namun ketika Pancasila diletakan sebagai dasar negara, maka Pancasila sesungguhnya sebagai subjek bangsa Indonesia, Pancasila

memberikan sovereign (kedaulatan) bagi bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya. Pancasila sangat penting bagi bangsa poskolonial seperti Indonesia, negara lahir atas kehendak sendiri bukan diberikan kolonial. Sesuai dengan pendapat Bung Karno,

Pancasila merupakan weltanchaung bangsa Indonesia, yaitu

Page 223: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kesadaran ruang dan waktu ke-Indonesiaan (Soekarno, 2006). Pancasila sebagai kesadaran, Cogito Cartesian sebagai kata kunci.

Lebih dari tujuh puluh tahun Pancasila sudah menjadi kesepakatan bersama (ko-teks)2 dan telah digunakan dalam mengatasi berbagai masalah (konteks) (Beck, 1997) tampaknya belum optimal digunakan ketika bangsa Indonesia dalam menghadapi masalah krusial akhir-akhir ini, seperti membentuk partai politik, menentukan mitra koalisi, menentukan kepemimpinan bangsa bahkan mendeteksi kelompok radikal saja belum dapat digunakan sehingga bangsa Indonesia terlihat masih gamang hidup dengan jati dirinya sendiri. Padahal asal usul sebuah negara menjadi penentu keberadaan negara tersebut, untuk mengatur kehidupan rumah tangga suatu negara tersebut danjuga dalam berinteraksi dengan dunia.

Menurut Edmund Husserl (1859-1938) apabila kesadaran suatu masyarakat lahir dan berkembang dalam kalang intelektual dan mejadi pembicaraan oleh masyarakat disebut dengan dunia

kehidupan (lebenswelt) (Welton, 2003). Tiap-tiap masyarakat memiliki cara merasa dan berpikir sendiri dalam mengatur konstitusi kehidupan negara mereka, kadang kala memang agak terasa beragam dan aneh karena mereka mempunyai latar belakang alamiah yang membentuk relasi-realasi sosial atau dunia keyakinan (ideologi) yang berbeda-beda (Husserl, 2000). Edmund

Husserl setelah menulis Fenomenologi dalam buku Logical

Investigations, (1900)Ideas I (1913) dan Méditations

Cartésiennes (1931) kemudianmenulis masalah konstitusi. Karya-karya mengenai konstitusi dihimpun oleh Rudolf Bernet dan

Ullrich Melleyang dalamDie Lebenswelt (Springer, 2008).3 Karya-

2 Ko-teks diambil dari bahasa Jerman, berati kesepakatan bersama. 3 Tulisan Husserl terdiri dari; Volume I Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy, Third Book: Phenomenology and The Foundations of The Sciences, Volume II Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy, First Book: General

Page 224: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

223

karya Husserl ini dapat membantu dalam menjelaskan eksistensi Pancasila dalam dimensi filsafat kontinental.

Kemudian The Crisis of European (Husserl, 1935) merupakan karya kritis kehidupan sosial yang ditulis Husserl setelah perang dunia pertama dan melihat upaya-upaya Hitler dalam membangun Jerman. Pokok persoalannya adalah perkembangan ilmu berkembang terlalu menekankan objektivisme, akibatnya

pekembangan budaya diluar dari dunia kehidupan (lebenswelt) manusia itu sendiri dan bahaya terhadap kemanusian. Salah satu tandanya adalah banyaknya masyarakat bersikap masa bodoh, kelelahan, keputusaaan, ataupun hilangnya harapan. Tentunya jika keadaan masyarakat demikian di alami bangsa Indonesia saat ini sangat bahaya, karena dengan karakter dan identitas masyarakat yang lemah akan mudah dipengaruhi, dieksploitasi dantetap dikendalikan negara lain, hakekat kemerdekaan sesungguhnya belum tercapai. Era Orde Baru yang mengekang kehendak-kehendak bebas kita untuk menjadi diri sendiri, terjadi kapitalisasi dalam segala aspek kehidupan, mungkin dapat meminjam istilah Habermas yang terjadi sesunggunya Amerikanisasi (Habermas, 2001, p. 61) dalam segala hal. Orde baru bertindak dengan alasan demi pembangunan, mengutamakan objektivitas pembangunan fisik mungkin suatu keadaan yang hampir dapat disetarakan dengan krisis Eropa dimaksudkan Husserl tersebut.

Untuk mengatasi krisis Eropa, Husserl menyarankan salah satu dari dua cara; membiarkan Eropa hidupnya terasing dari rasa

Introduction to a Pure Phenomenology, Volume III Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy Second Book: Studies In The Phenomenology of Constitution, Volume IV On The Phenomenology of The Consciousness o f Internal Time (1893-1917), Volume V Early Writings In The Philosophy Of Logic And Mathematics, Volume VI Psychological and Transcendental Phenomenology and Confrontation with Heidegger (1927-1931), dan Volume VII Thing And Space: Lectures of 1907. Volume VIII The Idea of Phenomenology.

Page 225: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

rasionalitas, dengan menahan diri menjadi terasing oleh dirinya sendiri, atau memetakan konstelasi semangat Eropa untuk mengatasi naturalisme tersebut (Husserl, 1935, p. 3). Bagi Husserl budaya alamiah membentuk persepsi dan keyakinan seseorang (ideologi) untuk menjadi dasar dalam bertindak, sehingga berbedaan satu dengan yang lain sebuah keniscayaan.

Untuk memahami struktur kehidupan dunia (lebenswelt), penting untuk terlebih dahulu memahami metode Fenomenologi Husserl. Prosedur berpikir dalam Fenomenologi Husserl mulai

dari epoche, yaitu kesadaran menentukan pilihan-pilihan dari sesuatu yang umum menuju esensi, untuk itu rasionalitas namun masih bersifat asumsi sehingga tahap ini disebut dengan menunda

(breaketing). Esensi pada hakikatnya adalah gramatikal melindungi pengalaman logis kita (Husserl, 1973, p. 91). Kemudian dari berbagai pilihan kita dapat mereduksi objek secara fenomenologi dan eidetis untuk dapat mencapai titik transendental. Semua tahap dalam proses menuju sebuah tujuansecara tak sengaja (intesionalitas) sebagai inti fenomenologi Husserl. Untuk itu Fenomenologi Husserl tidak hanya mengatur tata cara penelitian dunia empiris tapi menyentuh pada persoalan transendental, sehingga Fenomenologi Husserl tidak hanya bersifat epistemologi tapi juga ontologi. Realitas penting dibuktikan dalam dunia

kehidupan, yaitu noema sebagai realitas objektif dapat

dipertemukan dengan noemus sebagai relitas inter-subjektivitas.

Menurut James Dood, strategi Husserl menghadapi krisis Eropa tidak hanya untuk tujuan mengekspos kesalahan dari objektivitas, tetapi untuk menyelidiki kesatuan dan koherensi dari teleologi batin budaya ilmiah sebagai tradisi yang hidup, aliran dinamis dari realisasi diri akan kehidupan objektivitas yang rasional. Tujuannya agar rasionalisme dapat dibebaskan dari distorsi objektivisnya yang dimanifestasikan dengan cara membangun refleksi kesadaran dari teleologis rasa-kesatuan pemahaman ilmiah (Dodd, 2004, p. 208). Upaya-upaya bersama

Page 226: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

225

tersebut terangkum dalam sebuah konstitusi, sebagai pedoman bertindak secara bersama-sama. Untuk itu persolan kita dari dimensi fenomenologi Husserl antara lain menguji konstitusi amandemen UUD 1945 sebagai realitas politik merupakan implementasi dunia alamiah yang membentuk manusia Indonesia itu sendiri. Bagi Husserl, dunia keyakinan adalah bentukan

(givenness) dari ruang dan waktu, sehingga dalam menghadapi persoalan-persoalan kenegaraan juga dilihat sebagai refleksi dari ideologi bawaan kita. Dialog antar kelompok ideologi dalam tataran intelektual maupun masyarakat sebagai ukuran terpenuhinya persyaratan tercapainya dunia kehidupan yang baik.

Proses fenomenologis telah dilakukan oleh founding fathers.

Proses epoché, menghimpung semua perbedaan, pertimbangan kedaerahan, agama, aliran pemikiran sebagaimana yang dilakukan dalam sidang BPUPKI. Kemudian diadakan reduksi fenomenologi, yaitu mengurangi jumlah anggota BPUPKI diperkecil menjadi anggota PPKI. Kemudian diadakan reduksi eidetis, yaitu mengurangi jumlah anggota dengan memperhatikan segmen ide-ide dari berbagai aliran dalam Panitia 9. Akhirnya dilakukan reduksi transendental tentang dasar negara, yaitu Pancasila. Jadi, Pancasila dari dimensi fenomenologi Husserlian telah melakukan proses fenomenologis.

Beberapa studi tentang Pancasila bertititik tolak pada

pemikiran Bung Karno bahwa Pancasila sebagai Weltanschauung bangsa Indonesia lahir dari bumi ibu pertiwi bersama dengan

founding fathers lainya. Kata Weltanschauung secara sedarhana dapat diartikan dalam bahasa Indonesia dengan pandangan dunia, cara memandang lingkungan, orang lain, diri sendiri dan sebagainya

memiliki kesamaan dengan lebenswelt. Padanan kata weltanschauung dipahami dalam konteks ilmu filsafat kontinental, bermuara dari kelompok idealis Jerman. Dari berbagai literatur dapat

diterjemahkan dalam bahasa inggris dengan padanan kata ideology,

atau dalam bahasa arab aqidah sehingga dalam bahasa Indonesia

Page 227: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kata weltaunschauung atau ideology atau aqidah dapat diterjemahakan secara sederhana dengan pemikiran, kesadaran atau keyakinan.

Jadi Pancasila sebagai weltanschauung atau ideologi dibicarakan

dalam konteks teori weltanschauung atau teori ideologi itu sendiri. Artinya bagaimana suatu teori ideologi direfleksikan terhadap Pancasila sehingga dapat dipahami beberapa teori memungkinkan direfleksikan untuk memahami fenomena Pancasila dan sebagai pemahaman perbandingan dengan teori fenomenologi yang digunakan.

Ideologi yang paling terkenal pada abad XX adalah Liberalisme dan Marxisme. Dalam konteks ini umpamanya pemikir liberal dipilih Thomas Hobbes, termasuk teori yang disebut-sebut Mr. Soepomo sebagai pilihan pada saat sidang BPUPKI maka teori Leviathannya direfleksikan sebagai Pancasilasehingga Pancasila diposisikan sebagai Leviathan, demikian juga dengan teori lain. Ideologi yang lain cukup mengemuka termasuk: anarkisme, kapitalisme, komunisme, komunitarianisme, konservatisme, neoliberalisme,nasionalisme, demokrasi,nazisme, liberalisme, libertarianisme, sosialisme, dan semuanya punya tokoh dan varian-varian tersendiri dan ada juga upaya-upaya untuk menggabungkannya. Persoalanya, apakah

teori tersebut relevan dengan maksud weltanschauung para founding

father dan realitas bangsa Indonesia saat ini? Dengan alasan kepentingan tertentu atau karena kemampuan batas tertentu refleksi sebagai pemaknaan ideologis dapat terjadi, sehingga terjadi pluralitas interpretasi ideologi tersebut.

Ideologi politik merupakan wujud dari pemikiran, keyakinan,prinsip melalui simbol, gerakan sosial, institusi, kelompok masyarakat yang memiliki tujuan politik, budaya dan cara-cara yang sama. Ideologi merupakan dasar pemikiran politik yang menggambarkan suatu partai politik dan kebijakannya.

Menurut John B. Thompson dalam bukunya Studies in the Theory of

Ideology menjelaskan konsep ideologi memiliki sejarah yang

Page 228: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

227

panjang dan sangat kompleks. Ideologi sebagai imajinasi masyarakat bertitik tolak pada pemikiran Ideologi Jerman Marx dan Angels yang bekerja seperti sebuah kamera obskura (Thompson, 1984, p. 16). Ideologi dapat digambarkan sebagai sistem keyakinan, sistem berpikir, dan hubungan sosial menyangkut sistem keyakinan terhadap simbol praktis. Sebagai sistem keyakinan digambarkan oleh Martin Selinger ideologi adalah serangkat yang mengatur tindakan dalam bentuk sistem yang koheren yang terdiri dari beberapa elemen yang dapat digambarkan sebagai berikut (Thompson, 1984, p. 78)

Gambar 18: Unsur-unsur idelogi

Dalam teori politik, ideologi bisa bermata dua disatu sisi memberi pengesahan kepada kekuasaan, namun ideologi pada sisi lain juga dipergunakan para pembaharu atau pemberontak untuk

menyerang status quo. Kekuasaan bisa melakukan tindakan kekerasan dengan dasar kedaulatan negara, kehormatan pemerintah, kehendak rakyat dan sebagainya, di sisi lain pemberontak bisa membenarkan tindakan kekerasannya dengan bersandar pada hak-hak dasar kemanusian dan keadilan yang dilindungi juga oleh ideologi tersebut. Dengan ideologi simbolik etika pelaksanaan kekuasaan dapat dilaksanakan, antara

D D = Description A= Analysis Pm=Moral Prescription P1= Technical Prescription I = Implements R= Rejection

A\ R

Pm

P1

I

D

Page 229: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

pemimpin dan dipimpin saling tolong menolong sehingga ideologi memberi cara kepada mereka yang menginginkannya serta kepada yang yakin akan arti keberadaan dan tujuan tindakannya (Rodee, 1983, p. 105). Untuk itu perlu kita menelusuri pemikiran beberapa filsuf melihat keberadaan ideologi tersebut. Pandangan Slinger ini tanpaknya memiliki kesamaan dengan Husserl, karena setiap ideologi keyakinan dimaksudkan Husserl dapat dipahami melalui kerangka ini.

Kajian menyangkut ideologi, bahasan tentang ide oleh Plato (429–347 SM) penting untuk dimengerti. Ide yang dimaksud Plato tidak sama dengan yang ada dalam kamus umum yang kalau diartikan dengan cita-cita atau gagasan, karena ide maksud Plato adalah alam lain dari alam fisik yang merupakan asal segala sesuatu yang ada, termasuk karya seni sebagaimana dijelaskannya

dalam bukunya Politea. Sekalipun seni natural begitu pas dengan alam bagi Plato tetap berasal dari ide, karena natur berasal dari ide. Jadi ontologi “ide” menjadi tumpuan kajian keilmuan, karena dari ide inikonsep-konsep politik, hukum ekonomi dan sebagainya dibangun.

Kalau dikatakan Pancasila berasal dari sejarah, kultur, lingkungan dilihat dari teori Plato kurang tepat, karena Plato melihat sejarah dan ruang tidak memprodukasi makna apa-apa. Namun Pancasila dapat ditempatkan jikalau dikatakan bersumber transendental Ketuhanan Yang Maha Esa sebagai sumber asal muasal dan tempat bergantungnya sila-sila yang lain sebagaimana dijelaskan oleh Bung Hatta kepada golongan Islam radikal saat itu,

bahwa Pancasila dapat ditempatkan dalam teori Sidratul Muntaha sehingga kalangan umat Islam dapat memahaminya secara umum. Ketuhanan bagi Plato adalah alam ide, di sana “semua yang ada” bersemayam, termasuk Pancasila sebagai sumber hukum bagi sebuah negara Indonesia. Ketuhanan dalam Pancasila dimaksudkan Plato bukan theosentris, yaitu sebuah sosok sesuatu

dengan sim-salabim menciptakan alam fisik, tapi ketuhanan adalah alam ide yang memuat sistem berpikir bahwa sebuah identitas

Page 230: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

229

bangsa dengan mendasari pemikiran segala sesuatu berasal dari atas.

Kalau Plato menunjukan sesuatu berasal dari ideas, lain lagi dengan Aristoteles (384 SM – 322 SM) yang berpendapat sesuatu dari alam nyata, artinya materi tidak ada kalau tidak ada bentuk, dan bentuk berasal dari benda itu sendiri. Aristoteles menunjukan pentingnya observasi, karena pengetahuan dimulai dari sana. Tugas manusia menyusun, menganalisa dan mengkonstruksi sesuatu sehingga perlu logika agar sesuatu tersusun dengan baik. Untuk itu Aristoteles mempelopori pelajaran logika. Sekalipun realitas sangat penting, tapi Aristoteles juga menyadari bahwa segala sesuatu bergerak menuju suatu tujuan, yang disebut dengan istilah telos. Untuk itu kalau Pancasila dikatakan berasal dari ruang dan waktu sebagai rahmat Tuhan mendapatkan dukungan dari Aristoteles, dan relevan dengan fenomenologi Husserl dan dunia kehidupannya berasal dari kehidupan alamiah.

Perdamaian idealisme dan realisme telah berupaya oleh

Immanuel Kant (1724-1804), dalam bukunya Critique of Pure Reason

dan Critique of Practical Reason yang sangat revolusioner dalam menempatkan dasar-dasar keyakinan rasionalitas dan tindakan rasional. Kritik terhadap rasio bagi Kant yang bukan anti rasio, justru yang dimaksud adalah pandangan rasionalitas sebelumnya belum memadai, sehingga pandangan Kant ini merupakan sebuah revolusi besar dalam kajian filsafat. Upaya intelektual sangat ketat ditunjukannya bukan hanya memahami fenomena sosial tapi juga mengetahui realitas transendental. Persoalan hukum “sebab akibat” membuat implikasi yang luas terhadap meletakkan berbagai persoalan menjadi perhatian utama oleh Kant, karena disinilah peran ilmu dibandingkan dengan agama, dalam hal ini

dijelaskan dalam apriori dan aposteriori. Hukum kausalitas bukan

pernyataan faktual yang hanya benar secara aposteriori, dan bukan pula makna-makna dalam konsep, tapi prinsip regulasi sebagai

aturan universal, semua prinsip ini adalah apriori sekaligus sintesis

Page 231: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

(Aiken, 2010, p. 6). Ideologi bagi Kant bukan terletak di alam, namun sudah tersedia dalam rasional murni menjadi pedoman bagi rasionalitas dalam berkeyakinan dan bertindak. Walaupun alam berupaya meyakinkan dan membuktikan, namun pembuktian demikian tidak terkait dengan kebenaran yang diungkap dengan adanya kebenaran itu sendiri, untuk itu ideologi Kant disebut ideologi transendental.

Pada abad modern ideologi sebagai kesadaran palsu Karl Marx (1818-1883) cukup menarik. Marx melihat manusia tidak bisa lepas dari kondisi sosial dan strata dari mana dia berasal, artinya inti teori struktur Marx adalah supra-struktur berasal dari infra-struktur. Sebuah tindakan bagai seseorang didasari atas latar belakang dirinya, jadi bukan kosong tanpa ada yang mengkonstruksinya. Memang Marx mengkritik materialisme lama dengan mengungkapkan bahwa realitas yang tanpak objektif itu sebagai produk historis aktivitas manusia. Menurut Marx tidak semua kesadaran bercorak ideologis, karena ideologis ada dalam masyarakat antagonistik dengan dua sifat yaitu; penyembunyian kontradiksi-kontradiksi dan difungsikan bagi reproduksi sistem dominasi (Adian, 2011, p. 17). Marx melihat produk manusia tidak murni produksi manusia itu, disini Marx menyimpulkan bahwa manusia tidak memiliki ide murni, ideologi hanya ilusi kesadaran ideologis.

Menurut Bhiku Parekh, penjelasan Marx tentang ideologi;

Pertama, Marx bergantung pada perbedaan penting antara kesadaran benar dan keyakinan palsu. Kebenaran akan muncul jika distorsi dihapus yang menghubungkan manusia dengan

materi. Kedua, ideologi juga lenyap tergantung sifat fana ideologi itu sendiri. Jika ideologi sebuah distorsi akan lenyap ketika

kesadaran kebenaran itu tercapai. Ketiga, Konsep ideologi memberi pemahaman kesatuan ideologi. Jika ideologi tabir yang menutup kenyataan, maka semakin cepat kita membuangnya

semakin baik. Keempat, ideologi merupakan bagian dari ilmu

Page 232: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

231

politik sebagai sentral menggerakan konsepsi dunia dan berusaha mengatasi kontradiksi internal, dengan demikian ideologi disebut sebagai citra totalitas yang terkoordinasi dalam waktu lama, tapi keliru.

Tanpaknya Bikhu Farekh sedang berusaha menyelamatkan Marx dalam hempasan posstrukturalis, karena bagaimana pun Marx tidak pernah menjelaskan sesungguhnya akan kehancuran ideologi, bahkan Marx tetap otimis sekalipun negara di dunia tidak ada satupun yang mengakuinya sebagai ideologi negara tapi akan tetap menjadi pegangan umatnya. Bagai manapun penjelasan Bikhu dapat merekonstruksi Marxisme dalam era baru, karena memang saat sekarang orang tidak terlalu penting mengungkapkan dia seorang Marxis atau tidak namun perilaku politik saja yang dapat menjelaskannya.

Penafsiran lebih lanjut teori Marx tentang ideologi masuk dalam tiga kategori yaitu; struktural ketika ideologi mengacu pada pemikiran struktural kelompok tertentu, genetik ketika ideologi dikondisikan atau ditentukan oleh kelompok sosial pemikir, dan kontekstualis ketika ideologi merupakan pemikiran yang melayani kepentingan atau mempromosikan dari kelompok sosial itu sendiri. Namun pada akhirnya, Marx menyebutkan tidak semua suprastruktur adalah ideologi, terutama ketika ideologi konseptual dipisahkan dari teori penentuan sosial, dimana interprestasi sosial dinilai keliru ketika ideologi tidak selalu melayani kepentingan kelompok sosial (Adian, 2011, pp. 21-23).

Refleksi pemikiran Marx terhadap Pancasila sebagai ideologi negara berasal dari budaya Indonesia sangat tepat dijadikan dasar hukum, namun rapuh karena menurut Marx ideologi hanya sebagai kesadaran palsu. Untuk itu agar Pancasila dimaknai sebagai solusi dari konflik ideologi kapitalis dari penjajah dengan feodal sang tuan tanah, sehingga Pancasila mendapat dukungan luas sebagai gerakan proletariat. Jika benar Pancasila dibangun atas nilai-nilai environmental atau berdasarkan geopolitik sebagai

Page 233: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

mana yang disebutkan Bung Karno dan Soepomo, maka nilai Pancasila menjadi spekulatif dan temporer. Dalam hal ini Hatta mengingatkan jika posisi Pancasila demikian, dimana “nilai-nilai nusantara dirumuskan demikian bisa menjangkau masyarakat kita dimaksud sampai ke Philipina, dan dipertanyakan oleh masyarakat di wilayah timur seperti Irian Jaya”.

Pada tataran ini, baik Plato, Aritoteles, Kant maupun Marx melihat Pancasila sebagai dasar negara masih mendapat tempat yang tepat. Refleksi pandangan Kant terhadap Pancasila sebagai norma dasar akan lebih tepat jika memenuhi kriteria sebagaimana yang diharapkan sebagai kebenaran yang dapat masuk pada posisi sebagai subjektifitas negara. Kategori-kategori didalam Pancasila memuat hukum kausalitas yang teruji secara logika dan diyakini kebenarannya secara apriori. Sifat transendental harus dimiliki Pancasila, untuk itu perlu pembuktian apakah Pancasila tersebut sudah teruji demikian, sehingga fenomena yang ada hanya bersifat pembenaran dalam lapangan praksis secara aposterori. Dalam hal ini Pancasila tidak memiliki subjek transendental selain nilai tertinggi adalah realitas diraih melalui sifat pluralistik seperti istilah yang sudah berekembang “gotong royong atau bhineka tinggal ika”.

Lebih lanjut karya transisional strukturalis Karya Lois

Althusser (1918–1990) berjudul “Tentang Ideologi: Marxisme

Struktural, Psikoanalisa, dan Cultural Studies” merupakan buku pertama yang diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Dalam hal ini Althusser merumuskan teori Marxisme struktural dengan membagi kehidupan seorang individu menjadi dua sisi, suprastruktur dan infrastruktur. Suprastruktur adalah kehidupan luaran seseorang. Pada sisi inilah tindakan-tindakan politis, ekonomis dan lain-lain berada. Sedangkan, infrastruktur adalah kehidupan dalam atau biasanya diterjemahkan sebagai “corak produksi” sebagai sumber ideologi. Ideologi yang dimaksud adalah bentukan pengalaman, hubungan sosial dan status dalam

Page 234: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

233

masyarakat yang sebenarnya menyetir setiap tindakan individu baik politis, sosial maupun ekonomis.

Orang dekat Althusser, Jacques Lacan (1901-1981) menjelaskan sifat tidak sadar “corak produksi” ideologi ini dapat dijelaskan dalam teori psikoanalisa. Menurut Lacan alam bawah sadar merupakan suatu keteraturan, setiap pengalaman manusia akan menghasilkan dampak tertentu dalam tindakan. Jadi ideologi hanya dimiliki sebuah negara ataupun organisasi, bukan individu namun negara dan organisasi adalah alat penyebarluasan ideologi, dalam hal ini ideologi negara dibentuk oleh hegemoni kekuasaan. Althusser melihat hegemoni dengan dua cara yaitu melalui

Aparatur Negara Represif (RSA=Represif State Aparatus) seperti militer, polisi, jaksa dan alat negara lainya dan melalui Aparatur

Negara Ideologis (ISA=Ideological State Aparatus) seperti; Institusi-institusi rohaniawan, pengusaha, politis, pendidikan dan sebagainya. Dalam hal ini beda dengan Marx yang menyebut keduanya Aparatur Negara. Bagi Althusser kedua-duanya, baik RSA maupun ISA harus sejalan, tugas negara menyiapkan aturan demikian rupa. Aparatur ideologis mensosialisasi kepentingan negara, sementara aparat represif bertindak untuk atas nama negara dalam mencapai tujuan dan produksi negara. Struktur sosial demikian mempengaruhi pemaknaan ideologi yang didominasi oleh aparatur negara ini. Penyebaran ideologi berhubungan dengan media dan bahasa yang memperlihatkan hubungan kekuasaan dengan struktur masyarakat.

Refleksi pemikiran Althuser dipahami melalui Lacan dengan menggunakan psikoanalisa Sigmund Freud (1856-1939) terhadap ideologi sebagai pemahaman bawah sadar yang teratur dapat menempatkan posisi Pancasila sebagai mana pandang Bung Karno bahwa Pancasila lahir dari ibu pertiwi. Tentunya Pancasila sebagai sebagai anak yang lahir dari orang yang dimuliakan oleh agama tidak perlu dipertanyakan lagi, terima apa adanya dengan menyikapi sebagai kebaikan, spirit dalam kehidupan bernegara. Lebih lanjut bagi Althusser Aparat Negara Ideologi seperti

Page 235: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

agamawan, politisi, pengusaha dan sebagainya berkewajiban menjaga kemurnian ideologi tersebut dan mensosialisasikannya kepada masyarakat. Sedangkan Aparatur Negara Represif mengawal Pancasila sekalipun dibenarkan dengan kekerasan, dan bagi yang menantang merupakan musuh negara. Dengan demikian pandangan Althusser dalam praktek kenegaraan lebih tepat, dengan memperhatikan perkembangan reformasi dan HAM dewasa ini, kecuali kalau disebut Pancasila sebagai sebuah pemahaman bawah sadar, karena dalam budaya Indonesia tidak mau bangsanya hidup berdasarkan norma bawah sadar tersebut.

Kemudian Roland Barther (1915-1980) termasuk filsuf

posstrukturalis ketika menulis “The Death of the Author”. Karyanya yang lebih dekat dan lebih menarik terkait ideologi termuat dalam

bukunya “Mythologies” (1972). Buku ini menjelaskan proses dan kedudukan makna dalam semiotik. Mitos bagi Barthes adalah apa yang diandaikan Saussure tentang hubungan bahasa dan makna atau antara penanda dan petanda, bedanya Barthes melampaui apa yang lakukan Saussure Karena mitos bermain pada wilayah pertandaan tingkat kedua atau pada tingkat konotasi bahasa. Saussure mengatakan bahwa makna adalah apa yang didenotasikan oleh tanda, sementara Barthes menambah pengertian ini menjadi makna pada tingkat konotasi. Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu hal yang ia nyatakan sebagai mitos dan dalam waktu lama menurut Beny Hoed bahwa mitos menjadi ideologi. Posisi mitos dalam konsep Barthes sebagai berikut (Hoed, 2011, pp. 158-159)

Page 236: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

235

Gambar 19: Model Semiotik Roland Barthes membongkar makna

Konotasi merupakan aspek bentuk dari tanda, sedangkan mitos adalah isinya. Penggunaan tanda satu persatu dapat mengurangi kecenderungan “anarkis” penciptaan makna yang tak berkesudahan, di sisi lain keanekaragaman budaya dan perubahan terus-menerus membentuk wilayah penanda konotatif yang bersifat global dan tersebar. Ideologi merupakan penggunaan makna makna konotasi tersebut di masyarakat alias makna pada maknatingkatketiga pada gambar di atas. Dengan skema ini ideologi merupakan suatu sistem kepercayaan yang dibuat-buat,

suatu kesadaran semu yang kemudian mengajak (interpellation) kepada individu-individu untuk menggunakannya sebagai suatu “bahasa” sehingga membentuk orientasi sosial dan kemudian berperilaku selaras dengan ideologi tersebut yang kelihatannya alami. Beroperasinya ideologi melalui semiotika mitos ini dapat ditengarai melalui asosiasi yang melekat dalam bahasa konotatif. Barthes mengatakan penggunaan konotasi dalam teks ini sebagai: penciptaan mitos. Ada banyak mitos yang diciptakan media di sekitar kita, misalnya mitos tentang kecerdasan, kecantikan, kesuksesan, pembagian peran politik dan lain sebagainya. Mitos ini bermain dalam tingkat bahasa yang oleh Barthes disebutnya

Page 237: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

meta bahasa. Penanda konotatif menyodorkan makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Dibukanya medan pemaknaan konotatif ini memungkinkan pembaca memakanai bahasa metafor atau yang maknanya hanya dapat dipahami pada tataran konotatif.

Karena mitos membawa pesan, maka mitos termasuk salah satu sistem komunikasi. Mitos sebagai modus penandaan yang dibawa melalui wacana. Mitos dapat digambarkan melalui cara pesan tersebut disampaikan atau caranya ditekstualisasikan. Dalam narasi berita, pembaca dapat memaknai mitos ini melalui konotasi yang dimainkan oleh narasi. Pembaca yang jeli dapatmenemukan adanya asosiasi-asosiasi terhadap ‘apa’ dan ‘siapa’ yang sedang dibicarakan sehingga terjadi pelipat gandaan makna. Penanda bahasa konotatif membantu untuk menyodorkan makna baru yang melampaui makna asalnya atau dari makna denotasinya.

Ideologi bersembunyi dibalik mitos, karena mitos menyajikan serangkaian kepercayaan mendasar yang terpendam dalam ketidaksadaran representator. Ketidaksadaran adalah sebentuk kerja ideologis yang memainkan peran dalam tiap representasi. Mungkin ini bernada paradoks, karena suatu tekstualisasi tentu dilakukan secara sadar, yang dibarengi dengan ketidaksadaran tentang adanya sebuah dunia lain yang sifatnya lebih imajiner. Sebagaimana halnya mitos, ideologi pun tidak selalu berwajah tunggal. Ada banyak mitos, ada banyak ideologi; kehadirannya tidak selalu kontinu di dalam teks. Mekanisme kerja mitos dalam suatu ideologi adalah apa yang disebut Barthes sebagai naturalisasi sejarah. Suatu mitos akan menampilkan gambaran dunia yang seolah diberi begitu saja alias alamiah. Nilai ideologis dari mitos muncul ketika mitos tersebut menyediakan fungsinya untuk mengungkap dan membenarkan nilai-nilai dominan yang ada dalam masyarakat.

Page 238: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

237

Barthes dan Husserl ada kesamaan yaitu ideologi menjadi tempat di mana orang mengalami subyektivitasnya, manusia bertindak tidak sendiri namun adanya intusi yang memanggilnya. Dalam hal ini ideologi Pancasila dipandang Barther perlu penyimbolan agar makna ideologi dipahami sesuai dengan strata berpikir masyarakatnya, sehingga Aparatur Negara Ideologi berkreatif dalam bidang budaya agar pemaknaan tidak terhenti, apabila pemaknaan terhenti maka ideologi terancam sebagai simbol. Integrasi dengan mitos-mitos publik termasuk yang beredar di iklan, film-film pemaknaan Pancasila tidak terhenti atau aktualitas makna dalam simbol-simbol kehidupan.

Bedanya dengan Husserl, Barthes dapat menjangkau teori subyektivitas melalui konsepnya tentang sistem mitos, walaupun tidak mistis sebagaimana diartikan secara tradisional, namun ditemui dalam bahasa keseharian dan lebih skematik sehingga ideologi menjadi persoalan yang bermakna. Sementara Husserl masih berbicara dalam kerangka struktural Saussure dengan melihat hubungan kekuasaan politik dengan dan sosial masyarakat. Pemaknaan dalam dunia kehidupan oleh Husserl berkembang, pembaca juga memiliki otoritas memaknai sendiri dari simbol-simbol yang ada, dan bisa jadi lepas dari maksud pembuatnya. Untuk itu pemaknaan dalam budaya perlu dipahami dan dikawal oleh aparat negara yang cerdas.Karya intelektual dalam membangun mitos sangat diperlukan secara terencana dalam jangka lama sehingga terlihat alami. Presentasi orang-orang yang membawa nama besar seperti Soekarno, Soeharto dan lain-lain sangat diperlukan Barthes, bagi orang yang memproduksi makna akan terimbas dalam kelompok yang dimaknainya.

Pengikut Marxis Antonio Gramsci cukup fenomenal

berbicara masalah ideologi. Karya Gramsci Prison Notebooks (1971) menjadi pedoman pokok memahami pikirannya. Gramsci tidak saja seorang akademisi tapi terlibat langsung dengan pergerakan-pergerakan di tanah kelahirannya, antara lainpernah menjadi pemimpin Partai Komunis Italia walaupun meninggal dalam usia

Page 239: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

relatif muda, 46 tahun. Masa rezim FasisBenito Mussolini sempat dipenjara, namun dengan dipenjara justru citranya semakin menanjak. Ia dianggap sebagai salah satu pemikir orisinal utama dalam tradisi pemikiran Marxis pada satu sisi, tapi juga juga dikenal sebagai penjaga kapitalisme dengan teori hegemoninya.

Beberapa judul artikel atau buku karangannya; Men or machine? 1916,

Notes on The Rusiian Revolution, The Revolutin Against ‘Capital’, Split or

Disorder? 1920, Caporetto and Vittorio Veneto 1921, War is war, The general

confederation of labour, Socialists and communists, Gramsci to Togliatti,

Scoccimarro, esolutions, The Italian Crisis dll.

Gramsci mengganti kepemimpinan menjadi hegemoni, yang berlawanan dengan dominasi. Kelompok akan menjadi hegemoni apabila kepentingan sektoralnya menjadi kepentingan umum, kemudian merealisasinya menjadi kepemimpinan moral dan politik. Hegemoni bekerja berdasarkan persetujuan, bukan paksaan dan dominasi, apalagi dengan kekerasan. Maka disini pada satu sisi Gramsci ada kesamaan dengan Marxis terutama mengenai struktur ekonomi membentuk suprastruktur hukum dan politik, namun sisi lain memiliki kesamaan dengan Husserl dan Rousseau tentang proses demokrasi. Hegemoni ingin melibatkan diri dalam negosiasi dan kompromi dengan kelompok berbeda, karena hegemoni memahami masyarakat terdiri dari individu yang bebas dan otonom, masing-masing mengejar kepentingan pribadi sehingga hegemoni diperlukan guna merekonstruksi tatanan sosial di mana individu dapat mengatur dirinya sendiri tanpa konflik dengan otoritas politik.

Intelektual memiliki kategori intelektual tradisionil dan organik.Peran intelektual sangat penting bagi Gramsci, sebagaimana juga Husserl karena mekanisme hegemoni berjalan dengan daya perekat dan daya tarik tinggi yang diperankan intelektual.Tak hanya itu, intelektual tradisionil juga berperan dalam melakukan mediasi dalam mencari titik temu berbagai kepentingan dan menetukan pola hubungan satu dengan yang

Page 240: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

239

lainnya. Sementara intelektual organik sebagai kelas baru memperoleh homogenitas dan kesadaran fungsi dirinya baik ideologi maupun praktis.

Praktek ideologi hegemoni model Gramsci dapat juga dimungkinkan dalam melakukan implentasi praktek ideologi Pancasila. Hapusnya otoriter dominan orde baru, munculnya penguasa melalui proses demokrasi dengan negosiasi berbagai elemen dapat disatukan dalam satu kelompok sebagaimana yang dilakukan oleh SBY dengan Setkab (Sekretariat gabungan), beda dengan Sekber (Sekretarian Bersama) Golkar era Pak Harto. Kalau SBY sub-sub ideologis yang tergambar dalam kekuatan kelompok-kelompok dapat disatukan dengan perjanjian pembagian kekuasaan saling menguntungkan, beda dengan Pak Harto persatuan politik atas nama kelompok karya dilakukan untuk melawan kelompok ideologis. Bagi Gramsci disinilah peran intelektual tradisional mempertahankan simbol-simbol kuasa yang sudah diakui secara luas, namun kelompok intektual baru dari latar belakang berbeda dapat dirangkul dalam satu hegemoni kekuasaan ideologi Pancasila. Dalam hal ini bukan pemaknaan ideologi yang berkembang tapi perubahan konstelasi politik menuju hegemoni sangat dinamis, sebagaimana yang terjadi dalam Setgab Jilid I maupun II.

Hegemoni berbagai lapangan kehidupan sebagai cara untuk menjaga keberlangsungan negara tidak terhindarkan. Negara menghidupkan aparaturnya dengan peningkatan produksi dengan cara peningkatan sumber daya manusia dan pajak-pajak bumi sebagai tuan tanah. Pentingnya pendidikan teknis untuk mendorong perkembangan produksi dari kelas pekerja. Kesulitanya penerapan teori Hegemoni Gramsci pemisahan antara masyarakat politis (polisi, tentara, sistem legal, dsb) yang mendominasi secara langsung dan koersif, dan masyarakat sipil (keluarga, sistem pendidikan, serikat perdagangan, dsb) untuk melakukan konstitusionalisasi kepemimpinan melalui ideologi. Untuk itu, Gramsci menekankan ideologi mengisi arena politik

Page 241: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

yang meliputi norma-norma moral, budaya, dan pemahaman yang disebarkan melalui media massa, LSM, pekerja profesional dll. Karakter kepemimpinan tradisional menjadi subordinat ideologi, bagi kemunculan kepemimpinan baru sebagai intelektual moderat namun dalam hegemoni kepemimpinan tradisional.

Kemudian Pancasila dapat juga dilihat sebagai kajian hermeneutika seperti Pemikiran Hans-Georg Gadamer (1900-

2002) dalam bukunya Truth and Method (1960). Dalam buku tersebut Gadamer meletakan kesadaran subjektifitas sangat penting untuk mendapatkan kebenaran. Bagi Gadamer ideologi merupakan kepercayaan yang mendalam bagi diri seseorang yang dilatarbelakangi oleh sejarah seseorang yang dia sebut dengan

prapemahaman atau dalam istilah beliau “prejudices”. Praanggapan yang sah dapat menuju kebenaran, tapi juga sebaliknya untuk itu beliau memberi tugas yang berat pada epistemologi tentang bagaimana bisa memastikan kebenaran praanggapan itu. Harmonisasi pemahaman secara keseluruhan dengan menyelami detail-detail merupakan ukuran apakah pemahaman itu benar. Dalam hal ini memiliki kesamaan dengan Husserl namun Gadamer menolak hermeneutika sebagai metode, tapi lebih pada aplikasi tentang apa yang dikatakan oleh teks. Terkait dengan penafsiran hukum Gadamer misalnya mengatakan bahwa pemahaman mengenai sebuah undang-undang tidak boleh dibatasi pada pemakaian awal saja, tapi harus meliputi bagaimana undang-undang itu ditafsirkan sebab kasus-kasus hukum yang sebelumnya harus dipandang sebagai bagian dari makna utuh seluruh undang-undang. Kebenaran dalam penghayatan refleksi diri, yang secara historis mempengaruhi kesadaran akan merupakan salah satu yang secara mendasar harus terbuka untuk pengalaman masa depan yang mengkoreksi apa yang kita mengira sudah tahu (Sutrisno, 2011, p. 59).

Konsep hermeneutika ontologis Gadamer menyebutkan pengalaman menjadi objek hermeneutika dalam bidang seni, ilmu kemanusiaan dalam bahasa sebagai materi utama adalah teks. Ia

Page 242: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

241

melihat teks sesuatu yang bernilai melebihi dari komunikasi intersubjektif tapi memiliki historisitas pengalaman manusia dan memiliki unsur jarak (distansi). Hubungan teks dengan penomena yang diantarai ruang dan waktu, disinilah interpretasi bekerja. Refleksi pemikiran Gadamer terhadap Pancasila harus dilihat dulu latar belakang dan kondisi saat perumusannya karena para pemikir saat itu memiliki prapemahaman terhadap kondisi bangsa dan persoalan yang dihadapinya. Untuk itu, Gadamer melihat Pancasila sebagai ideologi pembebasan dari penjajah kolonial. Ideologi yang memberikan identitas bangsa Indonesia untuk lepas dari kuasa kolonial asing saat itu.

Persoalannya, sekarang Pancasila telah menjadi simbol, memungkinkan pemaknaan berbeda dengan pendiri bangsa, karena pada saat ini bangsa Indonesia sebagai kuasa tempat terhimpun berbagai kepentingan warganya yang didatangi dari latar belakang yang berbeda-beda, namun makna subjektifitas yang sudah melekat dari bangsa Indonesia tidak bisa terlepas. Untuk itu timbul sekarang empat pilar kebangsaan yang tidak bisa dirubah termasuk Pancasila, disamping NKRI, UUD 45 dan Bhineka Tunggal Ika. Artinya Ideologi Pancasila sudah dilindungi dengan ideologi-ideologi termasuk Bhinneka Tunggal Ika yang merupakan ideologi pluralisme. Padahal, kalau melihat pemikiran Bung Karno empat pilar sudah termasuk dalam Pancasila, maka disinilah fenomenologi Husserl berperan menjelaskan ternyata ada ideologi keyakinan lain yang bekerja, namun tetap dalam koridor konstelasi politik Indonesia.

Kemudian pemikir yang cukup kontraversial tentang ideologi adalah Daniel Bell dan Francis Fukuyama. Melihat perkembangan globalisasi informatika saat ini menurut Francis Fukuyama bipolarisme ideologi sudah tidak lagi menjadi pemisah persoalan barat dan timur. Sejarah kontradiksi umat manusia berakhir dengan mencairnya dikotomi kapitalis dan protoletariat (Fukuyama, 1989). Robohnya tembok berlin dan bubarnya negara Soviet sebagai penanda. Kemajuan teknologi telah berhasil

Page 243: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

membangun peradaban baru tanpa menghiraukan ideologi dan kepercayaan apapun. Persoalan yang timbul pada era posindustri beralih pada persoalan kesejahteraan dan tenaga kerja (Dalton, 2004). Dan pada era ini menurut Daniel Bell keputusan tertinggi berproses melalui demokrasi (Bell, 1976) baik membentuk dominasi ataupun hegemoni Masyarakat tidak lagi menghiraukan dikotomi ideologi, tapi tanpa disadari atau tidak neoliberalisme global telah tumbuh subur pada tempatnya. Alasan bertindak

manusia dalam The World Value Survey (WVS) bukan lagi ideologis tapi pada realistas konsumtif bersifat ekonomi dan posmaterial.

Argumentasi Francis Fukuyama dan Daniel Bell tanpaknya cukup meyakinkan paling tidak fenomena yang berlansung di barat, namun realitas persoalan ideologi di negara dunia ketiga tidak bisa hilang walaupun dalam bentuk dan sebutan berbeda. Pancasila bagi bangsa Indonesia dalam kondisi seperti ini menurut Fukuyama dan Belltidak berarti apa-apa lagi, interaksi global antara pelaku satu dengan yang lain tidak lagi bisa dibatasi. Namun karena negara memiliki otoritas kekuasaan atas sumber daya maka kepentingan kelompok semakin menonjol dan pertarungan melalui Pemilu merebut kursi kekuasaan semakin seru di satu sisi, bahkan pertarungan uang dan simpati publik menjadi fenomena yang menarik. Pertarungan dalam Pemilu adalah pertarungan merebut sumber daya. Pada sisi lain bagi yang tidak tersentuh perebutan kepentingan sumber daya ditandai dengan meningkatnya Golput. Untuk itu Husserl tidak mau merumuskan ideologi sebagai normatif, namun selalu hidup. Karena memang diakui, apabila menjadi normatif maka nasib ideologi tersebut sebagaimana yang dikatakan Bell dan Fukuyama.

Pemikir Posmodern yang cukup menarik diantara Michel Foucault. Kekuasaan bagi Foucault tidak dimiliki, namun ada

dimana-mana. Karyanya tentang Discipline and Punish memperlihatkan bagaimana kekuasaan beroperasi. Panopticon yang dijelaskan Jeremy Bentham sebagai model melakukan kontrol terhadap para nara pidana berlaku dalam kehidupan

Page 244: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

243

menurut Foucault. Sang Presiden meminta semua laporan intelijen terpusat pada Sekneg, hal ini termasuk monopoli kontrol, sehingga sesuatu bisa dipahami dan selanjutnya kondisi bisa diciptakan, hal itu mungkin termasuk memperkuat sistem Presidensil. Dalam keluarga juga terlihat seorang istri yang selalu melakukan SMS pada suaminya untuk menanyakan tentang apa yang dilakukan suaminya termasuk kekuasaan istri sedang beroperasi, demikian juga sebaliknya. Kekuasaan disini kesadaran, namun sulit untuk diungkap dan kita diselimuti oleh kekuasaan itu. Lembaga pendidikan, rumah sakit, dan kepolisian semuanya lembaga kekuasaan dan menentukan. Seorang pegawai dikatakan sakit apabila ada keterangan sakit dari dokter, seseorang calon pencari kerja perlu keterangan kelakuan baik dari Kepolisian dan sebagainya. Profesionalisme adalah kekuasaan. Karena kekuasaan dalam era keterbukaan seperti sekarang kekuasaan tidak bisa dimiliki, misalnya bagaimana seorang Presiden secara konstitusional memiliki hak untuk menaikan BBM namun karena sesuatu beliau tidak mampu menaikan BBM tersebut. Karena “ada sesuatu” yang berkuasa, berarti ada sesuatu kekuasaan diluar Presiden yang sedang beroperasi.

Pancasila dilihat dari refleksi pemikiran Foucault tidak berarti apa-apa kalau tidak didukung ilmu pengetahuan yang memadai bagi aparatur yang menjalankannya. Otoritas pengetahuan penguasa menjalankan Pancasila sangat penting, sehingga dapat dijalankan oleh masyarakat. Panoptikon Pancasila bagi penguasa dapat digunakan tanpa diketahui oleh masyarakat melalui ineteijen negara, sehingga kekuasaan pemerintahan sistem Presidensial dapat diperkuat dengan ala panoptikon tersebut. Foucault dalam memahami kelas masyarakat juga memakai istilah yang digunakan Nietzche, adanya jiwa budak dan jiwa tuan. Maka di sini perlu diperhitungkan dalam pengembangan pengembangan menginterpretasi Pancasila dalam artian perlu cara pemaknaan dalam setiap lapisan masyarakat.

Page 245: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Pada akhir-akhir ini pemahaman konsep ideologi radikal Slavoj Žižek mendapat perhatian yang cukup serius di dunia barat. Cara bertindak elit politik kita saat reformasi sampai saat ini memiliki kesamaan dengan keadaan yang melatarbelakangi pandangan Žižek. Di depan mata terbuka kekuatan kapitalis mengeksploitasi sumber daya alam dengan rakusnya tanpa memperdulikan lingkungan hidup bahkan masyarakat sekitar tambang atau perkebunan itu bisa mati kelaparan. Teori politik Hobbes, Machiavelli, Rousseau, dan kapitalis lainnya baikberbaju komunis maupun liberal merajalela. Gerakan separatis, otonomi daerah atau otonomi khusus menunjukan kepercaayaan rakyat kepada pemerintah yang menipis. Korupsi masuk keseluruh lini kehidupan negara: manipulasi perizinan HPH (Hak Penguasaan Hutan), HGU (Hak Guna Usaha), KP (Kuasa Pertambangan) sampai kepada aparat pengutip pajak, perencanaan dan pelaksanaan APBN/APBD merusak rasa keadilanmasyarakat. Fenomena ini lebih kurang sama dengan keadaan negara-negara sosialis Eropa Timur yang sudah tercabik-cabik pasca Josip Broz Tito di Yugoslavia tempat Žižek dilahirkan. Žižeksangat produktif merumuskan pemikiran-pemikiran besarnya antara

lain; The Sublime Object of Ideolog(1989),The Ticklish Subject(1999), The

Parallax View. (2006),In Defense of Lost Causes(2008), dan Living in The

End Time. (2010).

Ideologi dalam era globalisasi saat ini Žižek membagi ideologi radikal dan ideologi spontan. Banyak tindakan masyarakat hanya dalam batas ideologi spontan dalam melindungi kepentingannya. Ideologi Pancasila termasuk ideologi radikal dalam menyelamatkan bangsa dan negara melalui: dokrinisasi, kepercayaan, dan ritual. Ideologi radikal bersentuhan dengan struktur hukum, namun ideologi spontan menunjukan realiatas yang sedang terjadi. Untuk peneliti melihat pandangan Žižek sangat tepat melihat fenomena kondisi ideologi Pancasila dalam praktek kehidupan saat ini. Epistemologi Žižek sepintas memiliki kesamaan dengan Husserl, yaitu sama-sama tiga langkah menuju

Page 246: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

245

transendental, atau Real bagi Žižek. Epoche Hussserl ada kesamaan dengan simbolik Žižek, walaupun maksud beda, demikian juga

reduksi eidetic dengan imajinari Žižek. Padahal memiliki ontologi yang bertolak belakang, karena Real dari real material bagi Žižek, sedangkan transendental Husserl sebaliknya, yaitu Tuhan bekerja dalam realitas.

Dari uraian di atas tampak fenomenologi Husserl dapat memahami Pancasila baik sebagai objek maupun subjek yang dikontruksi sebagai struktur dunia kehidupan, sehingga dapat didiskusikan dengan perkembang pemikiran filsafat kontinental lainnya, mulai dari struktural, posstruktural, posmodern sampai psikoanalisis. Persoalan pelembagaan Pancasila merupakan sebuah keniscayaan, namun cara kerja lembaga tersebut dapat merujuk pada apa yang dikatakan oleh Altusser sebagai Aparatur Ideologis dan Apatur Represif. Kemudian masalah amandemen UUD 1945 tetap akan menjadi persoalan kerena hasil amandemen sekarang interpretasi Pancasila dari partai politik yang didominasi ideologi lama yang sarat dengan pemikiran warisan otoriter Orde Baru, positivisme, saintifik dan kaku yang mengutamakan rekonstruksi atau dekonstuksi berbaju reformasi sehingga perlu masyarakat melakukan pemetaan konstelasi politik dengan memahami lebih jauh tipe-tipe ideologi, relasi sosial yang akan bekerja secara proporsional termasuk dalam menentukan kepemimpinan nasional. Untuk mendekatkan pandangan Husserl dengan gerak amandemen konstitusi ini perlu melakukan pendekatan filosofis melawan naturalisme bukan membiarkan konstelasi politik terbentuk karena kebencian antar elit. Kita penting merebut kemenangan yang diharapkan, kemerdekaan berkreasi untuk berbagi dengan yang lain tanpa memandang suku, ras agama bahkan partai politik, tapi yang utama terintegrasi dalam satu kesadaran bersama yaitu struktur dunai kehidupan Pancasila, intinya membangun Bhinneka Tunggal Ika, “Indonesia Bergotong-Royong” di era kita.

Page 247: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Referensi

Adian, Donny Gahral, Setelah Marxisme, Sejumlah Teori Ideologi Kontemporer, Koekoesan, Depok, 2011

Aiken, Henry,,Abad Ideologi,Ar-Ruzz Media, Jojakarta,2010. Bell,Daniel. Cultural Contradiction of Capitalism, New York; Basic

Books Publisher,1976Fukuyama,Francis,The End of History,artikel yang disampaikan di Universitas Chicago,1989

Dalton, Russel J. , Social Modernization and the End of Ideology Debate; Patterns of Ideological Polaraization. Prepared for the conference on”Beliefts, Norms and Values in Cross-National Surveys” Tokyo, 2004

Dodd, James. Crisis and Reflection, an Essay Husserl’s Crisis of The European Sciences, New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow; Kluwer Academic Publishers, 2004

Fukuyama,Francis,The End of History,artikel yang disampaikan di Universitas Chicago,1989.

Hoed, Benny H., Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya, Depok; Komunitas Bambu, 2011.

Husserl, Edmund, The Shorter Logical Investigations, trans. J. N. Findlay, (introduction; Dermot Moran) London New York : Routledge 1973.

_______, “Philosophy as Rigorous Science,” trans. in Q. Lauer (ed.), Phenomenology and the Crisis of Philosophy, New York: Harper 1965

_______, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy—First Book: General Introduction to a Pure Phenomenology, trans. F. Kersten. The Hague: Nijhoff 1982

_______, Formal and Transcendental Logic, trans. D. Cairns. The Hague: Nijhoff 1969.

_______, Cartesian Meditations, trans. D. Cairns, Dordrecht: Kluwer 1988.

_______, Experience and Judgement, trans. J. S. Churchill and K. Ameriks, London: Routledge 1973

Page 248: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

247

_______, The Crisis of European Sciences and Transcendental Phenomenology, trans. D. Carr. Evanston: Northwestern University Press (= Crisis) 1970.

_______, Ideas Pertaining to a Pure Phenomenology and to a Phenomenological Philosophy—Second Book: Studies in the Phenomenology of Constitution, trans. R. Rojcewicz and A. Schuwer, Dordrecht: Kluwer.

Hyder, David and Hans-Jörg Rheinberger (ed. ),Science and the Life- World Essays on Husserl’s ‘Crisis of European Sciences. (2010)

Rodee (edt. ), Introduction to political Science,(Terjemahan oleh Zulkifli Hamid:Pengantar Ilmu Politik), RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1983

Sutrisno,Mudji, Ranah-ranah, Hermeneutika,Yogyakarta; Kanisius,2011

Thompson, John B. , Studies in the Theory of Ideology, Berkeley, Los Angeles; University of Calipornia Press,1984

Welton, Donn, The New Husserl, A Critical Reader, Bloomington, Indiana UP, 2003

Page 249: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

BAB 9 PERANG INFORMASI DAN CYBER ETHICS

Page 250: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

249

Bab ini membahas tentang etika dalam perang informasi.

Informasi sekarang sudah berada dalam dunia maya atau cyberspace merupakan media elektronik dalam jaringan komputer yang banyak dipakai untuk keperluan komunikasi satu arah maupun timbal-balik dengan cara terhubung langsung tidak terikat dengan ruang dan waktu tanpa batas (Hamelink, 2000). Data yang kita dapat saat ini lebih banyak kita dapat melalui dunia maya. Data-data tersebut sebagai dasar membuat keputusan dan tindakan. Kemudian sebelum dijadikan bahan keputusan kita terlibih dahulu dianalisis dan alat analisasis tersebut juga diatur dengan

sistem digital, disebut juga dengan Artificial Intelligence (AI) atau intejien buatan. Melalui perhitungan algoritma semua data dapat diklasifikasi melalui aplikasi tertentu, tanpa tangan manusia semua bekerja dengan sangat cermat melebihi manusia sehingga manusia dapat menentukan pilihan yang tepat, dan untuk melakukan keputusan tersebut juga dilakukan dengan otomatis.

Artificial Intelligency adalah kapasitas komputer untuk melakukan operasi yang analog dengan pembelajaran dan pengambilan keputusan pada manusia, seperti sistem pakar,

program untuk Computer-Aided Design And Manufacturing (CAD atau CAM), atau program untuk member persepsi dan pengenalan bentuk dalam sistem penglihatan computer. AI merupakan pengembangan sistem komputer mampu melakukan tugas yang biasanya membutuhkan kecerdasan manusia, seperti persepsi visual, bicara, pengambilan keputusan, dan terjemahan antar bahasa. Kemampuan mesin untuk menunjukkan kemampuan kognitif lanjutan untuk memproses bahasa alami, merencanakan atau melihat, memungkinkan melakukan tugas dengan sebuah sistem yang cerdas, terkadang dengan lebih pandai daripada manusia. Semua itu membangun budaya manusia. Budaya dan komunikasi merupakan dua hal yang tak dapat dipisahkan. Budaya tidak hanya menentukan siapa bicara dengan siapa,

Page 251: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

tentang apa, dan bagaimana orang menyandi pesan, makna yang ia miliki untuk pesan, dan kondisi-kondisinya untuk mengirim, memperhatikan dan menafsirkan pesan. Dengan menggunakan otomasi berbasis AI di industri yang ada, bersamaan dengan penggunaan teknologi AI kecerdasan buatan bisa sangat meningkatkan produktivitas bidang apa saja, membuat prosedur keamanan data, medis, perpustakaan lebih aman dan lengkap dan termasuk pertumbuhan ekonomi.Artinya AI adalah teknologi yang bisa mengubah dunia menjadi lebih baik.

Namun AI juga merupakan teknologi yang hadir dengan tantangan, seperti pertanggungjawaban, keamanan, ketidakpercayaan teknologi, dan pemindahan tenaga manusia. AI juga akan mempengaruhi bagaimana orang memandang dan menggunakan dunia maya. Ini berpotensi untuk meningkatkan kekhawatiran pengguna seputar Internet, seperti pertanyaan tentang akuntabilitas, keterbukaan, keamanan, keamanan, dan dampak sosio-ekonominya. Dengan potensi untuk secara dramatis mempengaruhi ekonomi dan masyarakat dalam waktu dekat, AI telah pindah ke garis depan banyak perdebatan kebijakan di seluruh dunia. Perdebatan ini berkisar dari tata kelola AI, seperti memastikan akuntabilitas keputusan algoritmik, untuk mengurangi dampak AI terhadap pekerjaan. Ada tantangan yang jelas bagi AI yang harus ditangani sekarang untuk mendukung masa depan teknologi yang positif.Penting untuk dicatat bahwa dampak antisipasi AI sebagian besar didasarkan pada prediksi dan perkiraan. Tapi terlepas dari tingkat dampaknya, AI akan mempengaruhi warga negara dunia. Terserah kepada semua pemangku kepentingan saat ini, apakah mereka etika pembuat kebijakan, bisnis, teknis, atau masyarakat sipil, untuk memastikan bahwa dampak AI adalah positif dengan mengatasi secara proaktif tantangan, sambil memastikan kesempatan tetap ada, sekaligus

juga menjadi negatif kalau tidak bisa diantisipasi. Artificial

Intelligence (AI) adalah ilmu yang efektif yang menggunakan metode dan teknik pendekatan yang cukup kuat untuk memecahkan

Page 252: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

251

masalah dunia nyata yang tidak dapat dipecahkan. Karena ituTak terbendung menuju masa depan, ada juga beberapa diskusi tentang etika dan keamanannya.

Etika dalam Tata Kelola Dunia Maya (CyberSpace) adalahsebua zona atau ruang yang dapat digunakan untuk komunikatif bersifat virtual yang diciptakan oleh teknologi digital. Tentunya tidak terbatas pada network melalui komputer semata, tapi mencakup semua kegiatan sosial di mana teknologi informasi dan komunikasi digital (ICT) digunakan. Dengan demikian, sistem reservasi terkomputerisasi menjadi sistem teller otomatis dan smart card untuk memperoleh fungsi kecerdasan dan kapasitas komunikatif dan mulai menciptakan ruang kehidupan virtual permanen. Isu tata kelola Dunia Maya muncul dalam banyak perdebatan saat ini di tingkat yang berbeda.Ada posisi anarkis yang gigih yang menganggap wilayah Dunia Maya benar-benar baru dimana peraturan konvensional tidak berlaku. Seperti

Deklarasi Kemerdekaan CyberSpace (1996) oleh Joh Perry Barlaw menyatakan:

“Kami tidak memiliki pemerintahan terpilih, kami tidak lagi memiliki otoritas yang lebih besar daripada kebebasan. Ruang sosial global yang kita bangun secara alami tidak bergantung pada tirani, tidak memiliki hak moral untuk memerintah dan juga tidak memiliki metode penegakan hukum apapun”

Bagi mereka yang memegang pandangan cyber libertarian ini tidak ada tata kelola yang merupakan pemerintahan terbaik. Tapi, bagaimanapun menarik pendekatan ini mungkin tampak, jika lebih banyak orang menggunakan Dunia Maya, ini mungkin memerlukan pembuatan kebijakan publik yang korporatif. Ini sama halnya jika Dunia Maya harus dilindungi terhadap ketidaksukaan mengurangi peluang untuk melakukan aktivitas kriminal. Apalagi, teknologi Dunia Maya memang menciptakan

Page 253: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

virtual reality, tapi ini bisa terkait dan sama sekali tidak terkait dunia politik di dunia nyata.

Sebelum menenilai fenomena dunia cyber dalam perspektif etis, pemakalah ingin tunjukan bahwa disebalik ketidak jelasan wilayah pertanggungjawaban siapa yang dapat mengatur Dunia Maya tersebut. Pemakalah ini mereduksi dan memodifikasi

penelitian sebelumnya; Interoperability Data Link, Sistem Informasi

Militer, Transfet of Thechology (Tot), Kebijakan Pemerintah Indoneisa

tentang Cyber, Terroris dan Insurgency.

Perlu dipahami terlebih dahulu ada empat kelas visual: ruang maya, dunia maya, dua ruang Internet, dan ruang layar Internet.

Pengertian umum ruang virtual, cyber, dan Internet adalah semuanyamerupakan ruang gambar. Gambar biasanya dipahami sebagai representasi visualdari entitas material, tapi ambiguitas seputar kata 'gambar', yang bisa menandakan fenomena grafis, optik, perseptual, mental atau verbal. Beberapa penyesuaian untuk presentasi gambarnya, terutama kebutuhan untuk menggunakan perspektif. Dunia Maya dan Ruang Maya mungkin tampak sekilas

sebagai sinonim untuk ruang virtual sebagai digital. Cyberspace juga telah banyak didefinisikan dari sudut pandang; Realitas artifisial. Ruang Interaktivitas, konseptual, Ruang metafora dan sebagainya. Gagasan tentang' dunia maya dikerahkan sebagai sesuatu yang inherenmetafora geografis, dapat digambarkan sebagai berikut.

Page 254: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

253

Kita diinterpretasikan ruang virtual sebagai presentasi visual ruang dan material dalam segala bentuk, terutama di atas kertas

dan melalui cyber, sedangkan dunia maya itu dipandang sebagai subset khusus ruang maya, dengan presentasi semacam itu dibuat Internet sebagai luar angkasa tanpa batasmelalui media digital, terutama melalui internet. Dengan demikian internetmerupakan subset dari dunia maya, yang pada bagiannya merupakan subset dari virtual yang ruang lebih luasruang. Diferensiasi ini telah membawa kita pada presentasi yang lebih spesifikInformasi internet, komunikasi, dan ruang layar sebagai himpunan bagian dari Internet (Kellerman, 2016, p. 22).

Kemudian pemakalah juga ingin memperkenalkan konsep

luas informasi diterapkan dalam peperangan asimetris (asymmetric

warfare) aktual. Ini penting untuk memahami peran informasi dalam konflik ditingkat dasar. Pertimbangkan model satu-direksional dasar konflikuntuk menggambarkan peran informasi dalam peperangan (dua kombatan menggunakan elemen dasar ini.) Model bisa berlaku untuk dua individu dalam konflikatau dua bangsa menyatakan berperang.

Gambar 20; Klasifikasi Ruang Iamjinasi sumber ; Kellerman, Aharon,

(2016)

Page 255: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Seorang penyerang A terlibat harus menentukan bagaimana harus bertindak,atau bereaksi. Tujuan dari A adalah untuk mempengaruhi dan memaksa B untuk bertindak dengan caramenguntungkan untuk tujuan A. Ini adalah tujuan akhir dari setiap Perang. Diharapkan A menyebabkan lawan untuk bertindak dengan cara yang diinginkan: untuk menyerah, untuk berbuat salah atau gagal, untuk menarik pasukan, untuk berhenti dari permusuhan, dan sebagainya. Penyerang mungkin menggunakan kekuatan atau pengaruh lain yang tersedia untuk mencapai tujuan ini. Pihak B mungkin membuat keputusan diketahui mendukung A (misalnya, untuk mengakui kekalahan danmenyerah) atau mungkin menjadi korban rayuan atau penipuan dan tanpa disadari membuat keputusan mendukung A.

Tiga faktor utama mempengaruhi keputusan dan tindakan yang menghasilkan B (ataureaksi) untuk menyerang A.

1. Kapasitas B untuk bertindak-Kemampuan B untuk merespon adalah faktor fisik diukur dari segi kemampuan untuk diperintah dan kekuatan memaksa. Peperangan didasarkan pada premis bahwa degradasi kapasitas perang melawan B akhirnya akan menyebabkan B untuk membuat keputusan menyerah.

2. Kehendak B. Kehendak untuk bertindak adalah faktor manusia, ukuran dari menyelesaikan atau penentuan pembuat keputusan manusia dari B dan kecenderungan mereka kepada tindakan alternatif. Dihadapkan keadaan tertentu masalah militer atau kekalahan ekonomi, kehendak pembuat keputusan dapat menekan, tidak peduli seberapa besar risiko, bereaksi dengan cara yang tidak rasional (dalam domain militer atau ekonomi).

3. Persepsi B. Pemahaman situasi dari perspektif dari B merupakan faktor informasi abstrak, diukur dalam hal tersebut sebagai akurasi, kelengkapan, kepercayaan atau ketidakpastian, dan ketepatan waktu. Keputusan B

Page 256: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

255

ditentukan oleh persepsi situasi (serangan A pada B) dan persepsi kapasitas B sendiri untuk bertindak. Berdasarkan persepsi tersebut, yang dirasakan tindakan alternatif yang tersedia dan hasil kemungkinan mereka, dan kemauan manusia keputusan pembuat, B merespon.

4. Sekarang kita dapat lebih lanjut detil model konflik untuk menggambarkan sarana yang A dapat mempengaruhi kapasitas B dan arus informasi yang memungkinkan B untuk memahami situasi konflik. Model rinci menyediakan arus informasi dari penyerang, A, di empat domain dengan keputusan dan tindakan B. Model ini akan memungkinkan kita untuk mengeksplorasi alternatif dengan A dapat mempengaruhi persepsi situasi B.

Domain fisik di mana kapasitas B untuk bertindak berada dengan berbagai pertimbangan. Orang-orang, proses produksi, stok sumber daya, pembangkit energi, platform senjata,jalur komunikasi, dan komando dan kontrol kemampuan berada didomain fisik. Domain kedua adalah domain informasi, elektronik ranah di mana B mengamati dunia, memonitor serangan A, langkah-langkah status pasukan nya sendiri, dan mengkomunikasikan laporan mengenai lingkungan Hidup. Dalam domain berikutnya, satu persepsi, B menggabungkan dan analisis semua pengamatan untuk melihat atau menjadi berorientasi dengan situasi. Ini "Berorientasi" proses menilai tujuan, kemauan, dan kemampuan A (Edward, 1998, pp. 5-6).

Peratarungan A dan B tersebut dapat direfleksikan dalam memahami persoalan PT Freeeport Indonesia sebagai konflik perebutyan kekayaan alam antara Indonesia dengan Negara Sekutu (Kapitalis) yang dapat digambarkan;

Page 257: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Gambar 21: Skema Titik Kritis Perebutan Sumber Daya PT Freeport Indonesia.

Peran informasi dalam perang sangat menentukan. Pentingnya informasi dan peran sentral yang dimainkannya dalam peperangan bukan sesuatu yang baru. Nabi Sulaiman bisa bertanya kepada binatang seperti burung, semut dan sebagainya menekankan pentingnya pengetahuan (intelijen militer), bimbingan (perencanaan strategis dan operasional), dan penasehat (analis tujuan) untuk menang dalam perang: "Seorang yang bijaksana memiliki kekuatan besar, dan seorang pria pengetahuan meningkatkan kekuatan; untuk melancarkan perang. Anda membutuhkan bimbingan, dan kemenangan banyak penasihat.

Membobol informasi dalam kandang lawan saat ini tidak lagi dengan mecuri secara fisik, tapi melalui Dunia Maya dapat dilakukan dengan berbagai cara diataranya dengan menebar virus komputer. Jenis-jenis virus berbagai macam fungsi ada yang merusak file misalnya Vienna virus, ada juga yang hanya memonitor informasi, ada juga yang mapu merubah data dan

Page 258: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

257

sebagainya. Setiap detik serangan melaui dunia maya terjadi sebagaiman digambarkan; pada hari Selasa Tanggal 24 Oktober 2017 pukul 17.10 sebagai berikut;

Gambar 22 :Platform Intelijen Norse. Setiap detik, Norse mengumpulkan dan

menganalisis intelijen ancaman live dari ratusan lokasi di lebih dari 40 negara.

Serangan yang ditunjukkan didasarkan pada sebagian kecil

arus hidup melawan infrastruktur honeypot Norse, yang mewakili serangan cyber di seluruh dunia yang sebenarnya oleh aktor jahat. Sekilas, orang bisa melihat negara mana yang menjadi penyerang atau target saat ini, dengan menggunakan jenis serangan (layanan-port). Gambar diatas terlihat: Serangan Asli, Target Serangan, atau Jenis Serangan akan menyoroti hanya serangan yang berasal dari negara tersebut atau lebih dari port servis itu. Melayang di atas gelembung di peta, hanya akan menyoroti serangan dari lokasi dan jenis itu. Norse mengekspos kecerdasan ancamannya melalui API berkinerja tinggi dan mudah terbaca dalam berbagai bentuk. Norse juga menyediakan produk dan solusi yang membantu organisasi dalam melindungi dan mengurangi serangan cyber. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan hubungi: [email protected]. Gambar serangan diatas dapat dijelaskan sebagai berikut;

Page 259: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Negara Penyerang Negara Sasaran

508 USA

197 China

112 Netherlands

32 Ukraine

23 Switzerland

21 India

20 Czech Rep.

18 Vietnam

16 S.Korea

16 Germany

717 USA

281 UAE

26 France

24 Spain

19 Philippines

16 Norway

10 Belgium

8 Saudi

7 Russia

6 Thailand

Gambar 23; Gambaran Negara Penyerang Vs. Sasaran di Dunia Maya.

Saat ini, praktik dan institusi pemerintahan global yang berlaku tidak sesuai untuk membentuk masyarakat informasi masa depan secara kemanusiaan. Jenis pemerintahan global yang dibutuhkan membutuhkan intervensi aktif gerakan sipil. Terlepas dari inisiatif yang mendorong di seluruh dunia, ini adalah proses yang lamban pada saat sangat mendesak. Warga berada di persimpangan jalan: tapi bisakah mereka memutuskan kemana

Page 260: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

259

harus pergi? Hal ini membutuhkan refleksi dan kajian ertika secara mendalam.

Berdasarkan fenomena di atas terlihat perdebetan antara ada tidaknya peran negara dalam Dunia Maya. Persoalannya, jika berperan berperan di mana letak kebebasan dan hak-hak privat warga negara jika semua diketahui dan dikuasai oleh teknologi yang dimiliki dan boleh dimiliki hanya oleh negara. Namun jika tidak dikuasai oleh negara siapa yang akan menguasai, non state bentuk apa? Lalu kalaupun dapat diketahui yang menguasai adalah negara atau non state, bagaimana standar etika yang digunakan? Pemakalah membahas ini menggunakan teori komunikasi dan moral Imanuel Kant, sedangkan metodologi yang

digunakan adalah fenomenologi.

Teori

A. Teori Komunikasi

Strauss dan Howe menulis buku Generations (1991) and The

Fourth Turning (1997) menjelaskan bahwa manusia dibagi dalam beberapa generasi karena peristiwa yang melatarbelakanginya. McLuhan menjelaskan lebih lanjut sistem teknologi media yang didominasi oleh umur, pendengaran, tekstual, cetak danelektronik memainkan peran yang cukup besar dalampenataan pengalaman manusia. Teknologi media beroperasi sebagai "primapenggerak" dalam penataan interaksi manusia danpengalaman dunia. Namun McLuahan mengatakan Teknologi tidak membatasi umur. Dengan keinginan kuat setiap orang bisa untuk membuat orang lain berpikir samadirinya memiliki beberapa implikasi eksplosif saat ini. Kesempurnaan darisarana komunikasi telah memberikan kompleks kekuatan rata-rata manusia di jagat raya ini. Manusia merupakan perpanjangan ekspresi yang luar biasa. Jaringan komunikasi seketika adalah kesatuan tubuh-pikiran kita masing-masing. Ketika sebuah kota atau masyarakat mencapai keragaman

Page 261: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

dan ekuilibriumkesadaran yang serupa dengan jaringan pikiran-tubuh, memiliki apa yang kita cenderung dianggap sebagai budaya yang tinggi. Tapi instan instan komunikasi membuat kebebasan berbicara dan berpikirsulit jika tidak mustahil dan karena berbagai alasan.Radio memperluas jangkauandari suara bicara, tapi melarang banyak orang berbicara. DanKetika apa yang dikatakan memiliki semacam kontrol, dilarang untuk berbicaratapi kata-kata dan gagasan yang paling bisa diterima. Kekuasaan dan kontrol ada dalam semuakasus dibayar dengan hilangnya kebebasan dan fleksibilitas (McLuhan & Zingrone, 2005, p. 290).

Rauf Arif dalam artikelnya Internet as a hope or a hoax for emerging

democracies: revisiting the concept of citizenship in the digital

agemenjelaskan konsep kewarganegaraan di era digital memberikan pembahasan rinci tentang pendukung dan penentang determinisme teknologi. Kalau kita kembali pada perdebatan penting tentang hal-hal yang banyak dirusak dalam fenomena internet di era informasi. Konsep kewarganegaraan berbeda dengan personality, kewarga negaraan tertanam dalam gagasan partisipasi masyarakat dalam urusan demokrasi dan negara. Internet berdampak terhadap eksistensi kewarganegara sebagai bagaian penting unsur negara. Solusi yang diatawarkan Rauf Arif adalah untuk ilmuawan media masa dan komunikasi berorientasi pada konsep ideologi agar masyarakat bisa berkembang secara wajar. Pengalaman pahit di Tuniasi, Mesir dan Timur Tengah terbukti tidak ada yang mengantisipasi kejadian tersebut, semuanya bermula dari internet sebvagai media yang tidak terkendali. Tidak ada yang dapat mengantisipasi kejadian-kejadian tersebut, sehingga mengantarkan masyarakat kejurang yang tidak diperhitungkan (Rauf, 2016, pp. 4-6).

Secara umum manusia menerima informasi 83 persen berasal dari media publik terutama internet, televise, koran, majalah, jurnal dan radio. Hanya sedikit yang diterima melalui jaringan khusus, bahkan laporan-laporan dari agen khusus juga sering

Page 262: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

261

terlambat jika dibandingkan dengan informasi dari media

elektonik, terutama internet on line dan televisi. Informasi yang diterima oleh Pimpinan TNI sebelum membuat keputusan memang tidak hanya dari media publik tapi dari staf intelijen dan staf khusus dan staf-staf lain. Penjelasan terdahulu terkait dengan sistem informasi dan upaya keunggulan informasi TNI antara lain ditulis oleh Iwan Kustiyawan dan Arwin DWS. Menurut Iwan Kustiyawan TNI saat ini perlu merubah doktrin agar dapat menafaatkan teknologi dalam merebut keunggulan informasi, diantaranya melalui konsep Revolution Military Affair (RMA).

Didasari atas teori Simmetric Warfare, kelihatannya kemenangan perang tidak lagi ditentukan factor-faktor yang pasti, maka upaya

merebut keunggulan informasi melalui prinsif Network Centic

Warefare, adalah sbb:Merencanakan, membangun dan mengembangkan jaringan sesuai dengan tuntutan kebutuhan operasional sistem, sehingga memiliki kekuatan yang akan

meningkatkan kemampuan sharing informasi,kerja sama informasi/kolaborasi, dan meningkatkan efektivitas misi secara dramatis.

Kemudian Arwin DWS lebih fokus masalah doktrin Operasi Informasi TNI AU yang tidak implementatif. Arwin mengajukan pola tersendiri untuk merangkai elemen-elemen yang dimiliki TNI AU menjadi sebuah sistem informasi. Awin DWS membuatformulasi siklus informasi mulai dari input data, proses

dan ouput secara terpadu, yang disebut Observe, Orientation, Decition

dan Action (OODA).

Page 263: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Gambar 24 : Proses reduksi data

Menurut peneliti kerangka kerja ini bagus dalam menyusun kerangka kerja secara linear. Akan tetapi kalau melihat hubungan data menjadi data base terjadi loncatan, karena pada saat ini terjadi reduksi data. Artinya tidak semua data masuk ke data

base. Like and dislike operator misalnya sangat menentukan, atau arahan pimpinan data yang masuk cukup ini dan itu sehingga terjadi kekacauan reduksi. Apabila peralatan yang bagus namun tidak dibarengi dengan sumber daya yang diharapkan, maka perlatan mahal menjadi sia-sia. Untuk mengatasi ini harus ada

perubahan mind set, atau cara pandang bersama tentang keunggulan informasi. Standar data yang masuk dan itu sangat dipengaruhi oleh otoritas pimpinan dan bawahan pun menyesuaikan dengan selera pimpinan. Akan tetapi kalau bagaimanapun proses tetap jalan, maka sebuah hanya diuji oleh waktu. Kemudian Eitan Altmandalam tulisannya berjudul

“Information Theory: New Challenges and New Interdisciplinary Tools”

dengan menggunakan teori permainan (Game Theory) menunjukan hubungan ketidak teraturan satu dengan yang lain pola tersendiri walaupun digerakan secara bebas. Artinya sesuatu bekerja menurut dirinya sendiri akan menghasilkan pola sendiri.

Page 264: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

263

Banyak pertanyaan muncul menjadi perhatian dalam makalah ini; di mana letak nilai etis manusia menggunakan teknologi digital, apa esensi manusia dengan karya-karyanya, dan sejauh mana manusia dapat menggunakan digital dalam dunia maya dan landasan etika mana yang dapat membenarkan manusia dapat menggunakan digital tersebut dan batasan-batasannya seperti apa, dan bagaiamana harapan terhadap kebudayaan manusia akan datang. Apakah standar hak asasi manusia internasional dapat memberi kita panduan moral yang berarti untuk tata kelola

CyberSpace. Ini adalah prasangka moral saya bahwa tata kelola

CyberSpace harus didorong oleh belas kasihan untuk masalah kemanusiaan.

Data di kumpulkan kemudian diolah dan dikoding menjadi meta data, sehingga dapat dioperasionalkan dalam ontology web. Sebagai gambaran hubungan data rahasia, bentuk aktivitas dan tanggungjawab struktur dapat digambarkan sebagai berikut;

Gambar 25: Model interoperability data link Pertahanan Negara

Page 265: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

B. Akal Budi Muri sebagai landasan Moral

Teori Kant adalah contoh teori moral deontologis. Kant

meletakkan kasus untuk teori moralnya dalam Groundwork for

Metaphysics of Morals (1785), Critique of Practical Reason (juga dikenal

sebagai "Kritik Kedua"; 1788), dan Metafisika Moral (1797). Menurut teori-teori ini, kebenaran atau kesalahan tindakan tidak bergantung pada konsekuensinya, Menurut Kant ada dua jenis pengetahuan rasional: pengetahuan material, yang menyangkut beberapa objek, dan Pengetahuan formal, yang tidak memperhatikan perbedaan antara objek, dan yang bersangkutan hanya dengan bentuk pemahaman dan akal, dan denganaturan berpikir universal tetapi apakah memenuhi tugas kita dalam mewujudkan kebaikan, akal budi murni. Jika Groundwork tidak mengklaim sebagai panduan lengkap untuk etika Teori atau kehidupan moral secara keseluruhan, akan menjadi suatu kesalahan untuk mencoba mengurangi Etika Kantian terhadap buku ini, bahkan jika kita menilainya sebagai Kant yang paling mendalam atau kontribusi berpengaruh terhadap filsafat moral.Kant memiliki rasa prioritas sistematis yang sangat akut. Inilah alasan mengapa kita tidak boleh menyimpulkannya dari fakta bahwa topik tertentu tidak lagi diangkat dalam karya berikutnya.

Kant berpendapat jenis otonomi yang dimaksud di sini hanya mungkin di bawah praduga dasar pilihan moral yang transenden, batasan bahwa hukum moral berada pada agen tidak hanya sesuai dengan kebebasan kehendak. Oleh karena itu, salah satu aspek terpenting dari proyek Kant adalah untuk menunjukkan bahwa kita dibenarkan untuk mengandaikan bahwa pilihan signifikan secara moral kita didasarkan pada kebebasan transendental (jenis kebebasan yang Kant berpendapat bahwa kita tidak dapat membuktikannya melalui "teoritis" atau semata Alasan "spekulatif".Kant percayaakan kebebasan, keabadian jiwa, dan

Page 266: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

265

Tuhan "mendalilkan" alasan praktis.Ada 3 Postulat alasan praktis yang dikemukan Kant agar teorinya bekerja.

a. Niat Baik dan Tugas.

Argumennya dari Groundwork adalah yang paling terkenal dan berpengaruh.Kant menyadari kita ada saatnya mengambil tindakan spesifik, seperti seorang prajurit harus membunuh tentara musuh saat perang.Pada saat ini prinsip panduan atau "doktrin" ada di balik tindakan tersebut.”membunuh atau dibunuh." Kalau direnungkan motto ini adalah peraturan universal yang semua prajurit mengikuti, seperti "Setiap prajurit membunuh di medan perang untuk menyelematkan diri, hasilnya kemenangan hal yang lain lagi.Jika peraturan universal itu masuk akal, semua kita menerima tindakan itu sebagai moral; Jika tidak masuk akal, maka kita menolak tindakan itu sebagai biadab. Persyaratan kategoris diterapkan pada maksim atau ajaran pepatah. Kant memberitahu kita bahwa pepatah adalah "prinsip tindakan subjektif. "Subyektif" untuk Kant berarti yang mengacu pada subjek, termasuk subjek, berasal darinya, atau berada di dalamnya. Sebagai istilah yang digunakan dalam tulisan etis Kant ada apa adanyasubyektif yang bergantung pada sifat empiris dari mengalami subjek, dan terutama apapun yang ada hubungannya dengan perasaan dan keinginan. Dengan demikian prinsip tindakan subjektif adalah sebuah prinsip yang berasal dari perasaan atau keinginan agen, dan mana berkhasiat hanya untuk tindakannya sendiri.

b. Imperatif Kategoris

Imperatif Kategoris adalah prinsip tertinggi moralitas. Jika niat baik adalah keinginan yang didasarkan pada prinsip-prinsip tindakan yang benar, maka kita ingin mengetahui prinsip-prinsip apa itu. Prinsip yang memerintahkan sebuah tindakan disebut "imperatif."Kebanyakan imperatif adalah "imperatif hipotetis," yaitu perintah yang hanya berlaku jika kondisi tertentu terpenuhi. Inti mencari prinsip tertinggi bisa dilihat saat kita bercerminpada

Page 267: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

kenyataan bahwa moralitas muncul dari kebiasaan sosial atau kepatutan kapan orang mulai berpikir sendiri.Berpikir untuk diri sendiriadalah hak prerogatif, bahkan kewajiban, dewasa yang rasional; Kant menganggapnya sebagai sebuah perkembangan sejarah kritis tidak hanya dalam kehidupan individu tapi, lebih penting lagi, dalam kehidupan historis kolektif peradaban manusia.Nama Kant untuk krisis sejarah ini adalah 'pencerahan'. Diamencirikan pemikiran pencerahan dengan menyediakan tiga peraturan, atau '' maksim, '' untuk praktiknya yang sukses: (1) pikirkan sendiri; (2) pikirkan darisudut pandang orang lain, dan (3) berpikir secara konsisten.Untuk '' alasan '' adalah berpikir untuk diri sendiri, untuk menggambarsumber utama tindakan dan penilaian seseorang dari pada diri sendiri dan bukanmengambil mereka dari pendapat orang lain atau bahkan dari perasaan sendiridan keinginan, dianggap tidak kritis sebagai sesuatu yang diberikan secara sederhana.

Pertanyaannya, bagaimana cara kerja imperatif kategoris? Kant ingin mengetahui apa yang baik dalam dirinya sendiri. Niat baik adalah satu-satunya syarat menjadi baik tanpa kualifikasi. Tidak mungkin bersasumsi apa pun untuk diambil sebagai hal yang baik selain niat baik. Keinginan yang baik tersebut adalah "bertindak demi tugas."Tugas bukan untuk melayani kepentingan orang, tidak dinilai berdasarkan konsekuensinya.kategoris menawarkan prosedur langkah demi langkah untuk menentukan status moral tindakan tertentu.Summum Bonum adalah sesuatu yang bagus dan bagi semua orang harus berusaha menuju kea rah yang baik tersebut.Ada hubungan antara kebahagiaan dan kebajikan sebagai hadiah untuk melakukan tugas demi tugas. Ada tiga cara yang berbeda untuk mengatakan apa adanya, memhami cara kerja imperatif kategoris tersebut.;

a) Norma adalah aturan atau prinsip di mana anda bertindak. b) Ide dasar: Perintah menyatakan, kasar, bahwa Anda tidak

diizinkan melakukan sesuatu sendiri sehingga Anda juga

Page 268: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

267

tidak akan membiarkan orang lain melakukannya dengan baik.

c) Lebih detail: Lebih tepatnya, ia memerintahkan agar setiap pepatah yang Anda lakukan harus sedemikian rupa sehingga Anda bersedia menjadikannya kasus bahwa setiap orang selalu bertindak sesuai pepatah tersebut jika berada dalam situasi yang sama.

C. Postulat-Alasan Praktis

Dalam Kritik atas Nalar Murni, Kant berpendapat bahwa walaupun kita dapat mengakui kemungkinan logis bahwa manusia memiliki kehendak bebas, bahwa ada jiwa abadi, dan bahwa ada Tuhan, dia juga berpendapat bahwa kita tidak akan pernah memiliki pengetahuan positif tentang hal ini. Kant sangat kritis terhadap upaya untuk menggunakan alasan terhadap teologi dan memberikan bukti teoritis dan dogma hal-hal di dunia fenomenal yang tidak dapat dicapai oleh manusia. Dalam Critique Kant yang pertama menulis, "Semua usaha untuk menggunakan akal dalam teologi dengan cara apapun hanya secara spekulatif sama sekali tidak membuahkan hasil dan dengan sifatnya batal demi hukum ... satu-satunya teologi akal yang mungkin adalah apa yang didasarkan pada hukum moral." Jadi, dalil Tuhan didasarkan pada bukti moral daripada bukti teoritis. Gagasan tentang Tuhan seharusnya berasal dari akal kita sendiri.Tuhan yang didalilkan oleh Kant bukanlah tuhan agama.Ini bukan dogma agama yang memanggil tembakan dan yang mana harus menyerahkan diri tapi itu untuk alasannya sendiri.

Mengapa postulat Tuhan masuk ke dalam cara kerja karegori moral? Kant mengatakan, "Sistem moralitas yang menghargai diri sendiri hanyalah sebuah gagasan, kesadaran yang bergantung pada kondisi bahwa setiap orang melakukan apa yang seharusnya dilakukannya. Tapi bukan alasan baginya untuk tidak bersikap bermoral. Jadi, oleh karena itu kita harus mendalilkan seperti dunia yang tidak alami, di luar kerangka temporal eksistensi biasa dan diperintah oleh Tuhan yang bijak dan berkuasa, di mana hasil

Page 269: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

ideal moralitas akan menjadi aktual. Secara khusus, Tuhan ternyata adalah "kebaikan asli tertinggi."Dari siapa "kebaikan tertinggi," kebahagiaan semua sebagai hasil dari moralitas semua berasal.

Metodologi

Tujuan penelitian ini untuk merumuskan model etika moral Dunia Maya. Persoalannya ternyata terdapat perbedaan dan mendudukan masalah Dunia Maya dalam tanggungjawab siapa. Tidak dapat disangkal kehidupan bersama adalah bagian dari kehidupan itu sendiri, tidak ada mansuia bisa hidup sendiri. Setiap manusia perlu merasa terlindungi akan hak dan kewajibannya, untuk itu sangat naif penegakan hukum tanpa negara, tanpa kehidupan bersama.Persoalannya adalah persengketaan antara liberal dengan konservatif tetap menjadi landasan tradisonil munculnya perbedaan itu. Untuk itu apa metodologi yang tepat untuk dapat merumuskan langkah langkah yang tepat agar perbedaan itu terdapat titk temu.

Karena perbedaan itu adalah berada dalam arena metafisika ontologism, maka fenologi alternatif untuk dapat dipergunkan. Dalam dunia peperangan; Operasi-operasi informasi pada dasarnya terbagi dua, operasi informasi depensif dan opersai informasi opensif. Operasi informasi depensif merupakan kesiapan sistem untuk mengamankan informasi sendiri dari upaya musuh untuk merusak, mengganti, mencuri atau dengan cara lain yang dapat mengganggu keputusan komando. Sedangkan operasi opensif bersifat menyerang, atau berupaya untuk mendapatkan informasi tentang lawan dengan cara-cara yang aman dari pengetahuan musuh, namun mendapatkan informasi yang objektif, cepat, akurat dan dibutuhkan.

Perbedaan tersebut berada pada titik objek dan subjek. Husserl menyebutkan inti fenomenologi adalah intensionalitas, untuk barangkali regulasi itu penting namun harus digali dari

proses epoche, reduksi sehingga model data dan proses data dapat

Page 270: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

269

ditemukan. Dunia Maya, sebagai arena tempat semua bisa diatur, maka rasionalitas moral bisa diwujudkan. Konstruksi metodologi penelitian pembangunan regulasi dalam Dunia Maya tersebut dapat dilakukan.

Gambar 26: Kerangka Oprasional Pengolahan Data

Dunia Maya dirasakan oleh pemakai digital sebagai 'elektronik' terakhir, tapi Dunia Maya juga menjajah realitas non-maya kita dan agar tidak benar-benar mengendalikan kehidupan sehari-hari, hal itu perlu diatur oleh norma dan peraturan. Pertanyaan yang berulang adalah apakah Dunia Maya memunculkan bentuk baru tata kelola (elektronik) yang demokratis, yang kurang berbasis wilayah, kurang hierarkis, lebih partisipatif, dan menuntut peraturan baru untuk praktik politik. Apapun posisi yang dapat diambil sehubungan dengan tata pemerintahan di masa depan Dunia Maya, tidak dapat dipungkiri bahwa bagaimanapun pilihan (moral) harus dibuat dan benar-benar dibuat karena mau tidak mau berkembangnya teknologi Dunia Maya menyiratkan seperti semua perkembangan teknologi, sebuah konfrontasi dengan isu moral pada tingkat yang berbeda.

1.Penelitian Dasar ;Lingkungan Informasi

SUBJEK

OBJEK

Page 271: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Ini berhubungan dengan - antara lain - pilihan tentang cara teknologi akan dirancang; pilihan di antara aplikasi yang mungkin dan tanggung jawab untuk aplikasi tertentu; pilihan tentang penggunaan aplikasi. Mereka juga membahas isu-isu seperti distribusi kerugian yang tidak setara dan manfaat aplikasi di kalangan aktor sosial; kontrol atas teknologi dan administrasinya; dan ketidakpastian tentang dampak teknologi masa depan. Asumsi keberadaan Tuhan tidak pernah bisa dijadikan dasar kewajiban kita untuk mematuhi hukum moral.

Memang merupakan kebutuhan moral untuk menganggap keberadaan Tuhan. Postulat Allah adalah kebutuhan atau kebutuhan akan kesadaran moral kita atau kebutuhan moral yang subjektif dan tidak objektif yang berarti bahwa hal itu bukanlah kewajiban. Postulat Tuhan sama sekali tidak terhubung dengan kesadaran akan tugas kita. Kehendak ilahi adalah motif untuk bertindak, bukan dasar dari itu. Maka hipotesis yang diperlukan untuk menjelaskan kemungkinan adanya suatu objek tertentu; Tapi, sama seperti objek yang dimaksud adalah yang ditetapkan di hadapan kita oleh sifat rasional kita sendiri seperti apa yang harus dicapai, kita menyebutnya dengan tepat iman dan keyakinan iman.

Kant menekankan bahwa sifat-sifat Yang Maha kuasa, Maha kuasa dan Yang Maha kuasa dapat diberikan kepada Allah untuk memainkan peran moralnya dalam menjamin kemungkinan kebaikan tertinggi dan bahwa tidak memiliki dasar untuk menetapkan sifat-sifat lainnya kepada Tuhan di masing-masing dari tiga kritik yang akan dilakukan Kant bahkan mengatakan bahwa saya bahkan tidak boleh mengatakan 'Secara moral pasti ada Tuhan.' Tetapi saya secara moral pasti yakin. Tuhan bukanlah konsep metafisik, makhluk asli, sebab pertama tidak membabi buta bekerja akar yang kekal dari semua sesuatu.Ini berfungsi dalam pemikiran agen moral dan memiliki pengaruh yang nyata terhadap tindakanny. Rumusan pertama dan paling terkenal kadang-kadang disebut Rumus Hukum Alam: "Bertindak seolah-olah pepatah tindakan Anda adalah melalui kehendak Anda

Page 272: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

271

hukum alam yang universal." Kata-kata ini sangat dekat dengan yang ada di pernyataan asli imperatif kategoris. Namun, seperti yang Kant jelaskan, ciri pembeda di sini adalah bahwa kita menganggap apakah pepatah kita dapat berfungsi sebagai hukum alam dan khususnya, apakah bebas dari kontradiksi. Misalkan saya mengatakan kepada Anda bahwa gravitasi akan membuat batu di tangan kanan jatuh ke tanah dan pada saat bersamaan akan membuat batu di tangan kiri saya melayang di udara. Anda akan berpikir bahwa ini tidak mungkin karena hukum alam tidak dapat tidak konsisten seperti ini. Demikian pula, formula imperatif kategoris ini menginstruksikan kita untuk mencari kontradiksi dalam pepatah universal.

Deontologi suatu metode yang sangat ditentukan oleh anggapan bahwa kebanyakan orang secara intuitif mengetahui bagaimana memilih dilema moral. Ini menyiratkan bahwa faktor penting dalam pilihan moral adalah intuisi moral pribadi. Profesional sering mengklaim bahwa secara naluriah mereka tahu apa hal yang benar untuk dilakukan. Perasaan moral mereka membimbing mereka dengan sempurna menuju pilihan moral yang bertanggung jawab. Masalah dengan pendekatan ini adalah lintang besar yang ditawarkannya untuk tipuan moral teduh yang pada dasarnya hanya melayani kepentingan pribadi. Metode ini menyiratkan sejumlah besar kesewenang-wenangan dan argumen moral berdasarkan intuisi sulit untuk dibenarkan terutama bila orang menggunakan definisi yang berbeda tentang intuisi apa adanya.

Deontologi mengambil posisi bahwa aturan berdasarkan prinsip moral dapat memberikan panduan dalam pilihan moral. Intinya metode pencarian dalam situasi konkrit pilihan moral untuk aturan moral itu berlaku untuk praktik profesional, aturan semacam itu dapat diartikulasikan dalam kode etik yang disebut. Namun, mengingat banyaknya pilihan situasi dan sifat umum aturan yang tidak dapat dihindari yang melekat dalam kode, peraturan moral ini tidak mungkin memberikan panduan moral

Page 273: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

yang konkret. Resep moral dalam kode menunjukkan penerapan yang hampir universal yang tidak realistis karena aktor, situasi dan kepentingan sangat berbeda dari waktu ke waktu dan tempat. Aturan kode mungkin memberi resep bahwa profesional harus jujurtetapi mereka tidak akan menjelaskan bagaimana prinsip umum ini harus diterapkan dalam situasi konkret. Atau kode tersebut mungkin tidak memberitahukan penggunanya bila pengecualian yang dapat dibenarkan terhadap peraturannya dapat dan harus dilakukan. Selain itu, aturan yang berbeda dalam sebuah kode dapat saling bertentangan satu sama lain dan kodenya tidak menjelaskan bagaimana pilihan harus dibuat saat prinsip moral dasar saling berbenturan.

Masalah juga bahwa tidak ada aturan moral tunggal yang memiliki validitas untuk semua keadaan berbeda aplikasinya dalam kehidupan nyata.Kode dapat berguna sebagai instrumen untuk mengidentifikasi kelompok profesional yang otonom.Mereka menyediakan seperangkat aturan umum untuk anggota profesi yang berkontribusi pada kredibilitas dan akuntabilitas kinerja profesional mereka. Kode etik memberitahu klien profesional tentang kualitas apa yang mereka harapkan dari perilaku profesional. Meskipun kode etik pasti bisa menjadi titik awal penyelidikan dan debat etis, namun teori tersebut gagal memberikan panduan moral yang konkret. Masalah paling parah namun dengan metode deontologis adalah mengabaikan konsekuensi dari pilihan moral.Hal ini membuat ketegangan yang aneh ketika kode etik digunakan. Aturan dalam kode menunjukkan bahwa mereka yang menggunakan kode tersebut akan bertindak dengan cara yang bertanggung jawab. Namun, karena kode tersebut menentukan tindakan sesuai dengan peraturan dan asas umumnya, ini tidak harus berarti sikap bertanggung jawab terhadap konsekuensi tindakan tersebut.

Immanuel Kant (1724-1804) berpendapat bahwa prinsip tertinggi moralitas adalah standar rasionalitas yang dia namai "Imperatif Kategoris" (IK). Kant mencirikan IK sebagai prinsip

Page 274: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

273

obyektif, rasional yang diperlukan dan tanpa syarat yang harus selalu kita ikuti meski ada keinginan atau keinginan alami yang mungkin kita hadapi sebaliknya. Semua persyaratan moral spesifik, menurut Kant, dibenarkan oleh prinsip ini, yang berarti bahwa semua tindakan tidak bermoral tidak rasional karena melanggar IK. Filsuf lain, seperti Hobbes, Locke dan Aquinas, juga berpendapat bahwa persyaratan moral didasarkan pada standar rasionalitas. Namun, standar ini merupakan prinsip instrumental rasionalitas untuk memuaskan hasrat seseorang, seperti dalam Hobbes, atau prinsip rasional eksternal yang dapat ditemukan berdasarkan akal, seperti di Locke dan Aquinas.Kant setuju dengan banyak pendahulunya bahwa analisis alasan praktis mengungkapkan persyaratan bahwa agen rasional harus sesuai dengan prinsip instrumental.Namun dia juga berpendapat bahwa kesesuaian dengan IK (prinsip non-instrumental), dan karenanya persyaratan moral itu sendiri, tetap dapat dianggap penting bagi agen rasional. Argumen ini didasarkan pada doktrinnya yang mencolok bahwa kehendak rasional harus dianggap otonom, atau bebas, dalam arti menjadi penulis undang-undang yang mengikatnya. Prinsip dasar moralitas - IK - tidak lain adalah hukum kehendak otonom. Jadi, di jantung filsafat moral Kant adalah konsepsi akal yang mencapai dalam urusan praktis jauh melampaui seorang budak Humean 'terhadap gairah. Terlebih lagi, ini adalah kehadiran alasan pemerintahan sendiri ini pada setiap orang yang menurut pendapat Kant menawarkan alasan yang menentukan untuk dilihat masing-masing karena memiliki nilai yang sama dan pantas dihargai sama.

Dunia Maya sebagai bagian ruang imajinasi kita tempat

Artificial Intelligency (AI) beroperasi dengan cermat. Dunia Maya telah mempengaruhi cara berpikir dan bertindak manusia. Dunia Maya memfasilitasi manusia untuk mengambil keputusan cepat dan akurat, hal ini telihat teknik mengumpulkan data, mengelolaan dan memanfaatkannya dalam arena kehidupan manusia melalui proses pengumpulan data, analisa data dan

Page 275: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

penggunaannya. Pengelolaan data adalah mereduksi data menjadi keputusan, melalui proses Orientation, Observation, Decition dan Action (OODA). Akan tetapi bagaimanapun proses ditetapkan dalam regulasi, ternyata data bekerja bukan hanya regulasi tapi budaya organisasi menentukan eksistensi suatu organsiasi. Bentuk-bentu dapat dan proses data dapat dikelola dengan pendekatan Ontologi Web. Akan tetapi benturan antara regulasi dengan budaya dapat dipahami dengan proses etik dan emik, noema dan noesis sehingga proses dalam waktu menentukan arah sebuah kebuadayaan kita masa depan. Intensionalitas seperti fatalis, namun subjek bekerja untuk membuktikan kesadaran kita. Untuk itu penting standar moral sebagai acuan arah kebijakan dan kebuyaan masa depan.

Akal Budi Murni tergambar dalam Niat Baik, Imperatif Kategoris dan Alasan Praktis. Imperatif Kategoris merupakan tulang punggung deontologi etika Imanuel Kant. Imperatif Kategoris (IK) dapat mejelaskan fenomena etika dalam Dunia

Maya (Cyber Space)baik dalam perspektif budaya, ekonomi maupun pertananan. Dalam perspektif budaya terdapat perang dominasi dalam pemaknaan, politik kebijakan pemerintah menimbulkan ketidak pastian yang tinggi, bidang ekonomi krisis administrasi bahkan legalitas, dan bidang militer terdapat ketimpangan dalam penguasaan sumber informasi sehingga negara yang lemah tidak berdaya. Kalau persaingan terbuka

dengan etika liberal maka manusia kembali pada motto “homo

homini lupus”.Solusinya Teknologi Cerdas Artificial Intelligency dapat memperbaharui, menguasi dan memanfaatkan informasi seluas mungkin, hanya moral yang menentukan. Untuk itu proses

kehidupan diatur dengan dasar kesepakatan bersama (rule of law)

dan hukum ditegakan (law emforcement)oleh aparatur negara secara deliberatifadalah sebuah keniscayaan.

Page 276: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

275

Referensi

Arif, Rauf, ( 2016) Internet as a hope or a hoax for emerging democracies: revisiting the concept of citizenship in the digital age, Social and Behavioral Sciences

Berkowitz, S.D. (1982). An Introduction to Structural Analysis: The Network Approach to Social Research. Toronto: Butterworth.

Bikson, T., & Eveland, J. D. (1990). The Interplay of Work Group Structures and Computer Support. In J. Galegher, R. Kraut, & C. Egido (Eds.), hztellectual Teamwork: Social and Technological Foundations of Cooperative Work (pp. 245-290). Hillsdale, NJ: Lawrence Erlbaum Associates.

Eric McLuhan and Frank Zingrone(edt) (2005), Essential McLuhan, This edition published in the Taylor & Francis e-Library,

Guyer, Paul.(2006) Kant. New York: Routledge Publishers Kellerman, Aharon, (2016) Geographic Interpretations of the Internet,

Springer Hamelink, Cees J.,2000The Ethics of Cyberspace, SAGE Publications London • Thousand Oaks • New Delhi Horn, Christoph and Dieter Schönecker (edt.) 2006, Groundwork

for the Metaphysics of Morals, in cooperation withCorinna MiethWalter de Gruyter ·Berlin ·New York

Kant, Immanuel, (2002), Groundwork for the Metaphysics of Morals, Yale University Press New Haven and London.

Kellerman, Aharon, (2016) Geographic Interpretations of the Internet, Springer

Pavaloiu, Alice, (2017) Utku Kose , Ethical Artificial Intelligence - An Open Question, Journal of Multidisciplinary Developments. 2(2), 15-27

Saju, Chackalackal (2002), Unity of Knowing and Acting in Kant, Dharmaram Publication, Bangalore, India

Schrage, Michael (2017) 4 Models for Using AI to Make Decisions,https://hbr.org/2017/01/4-models-for-using-ai-to-make-decisions

Sumari, Arwin D. W. dan Adang S. Ahmad, (2008) Information Fusion System fir Supproting Decition Makingg (a Case

Page 277: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Study on Military Operantion, ITB Journal of Information and Communication Technology (J. ICT), Vol. 2, No. 1.

Yuliana, Pranowo, Setyaningsih R. Kunjana Rahardi (edt.) Optimalisasi Fungsi Bahasa Indonesia Sebagai Wahana Pembentukan Mental Dan Karakter Bangsa di Era Globalisasi Menuju Indonesia Emas 2045, Prosiding Seminar Nasional Pertemuan Ilmiah Bahasa Dan Sastra Indonesia (Pibsi) XXXVII, Yogyakarta,

Waltz Edward, (1998) Information Warfare Principles and Operations, Artech House Boston London

Wellman, Barry, For A Social Network Analysis Of Computer Networks: A Sociological Perspective on Collaborative Work and Virtual Community, Centre for Urban and Community Studies, Univ. of Toronto, Toronto, Canada; [email protected]

https://www.Dictionary.com https://www.eff.org/cyberspace-independence http://www.iep.utm.edu/kantview/#H5 https://www-sop.inria.fr/maestro/ifany/arcIT.pdf http://www.norse-corp.com/ http://repository. ipb. ac. id/handle/123456789/64794?show=full

Page 278: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

277

BAB 10 ETIKA BERNEGARA (NATIONS ETHICS) DALAM

HUBUNGAN INTERNASIONAL

Page 279: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Fenomena Covid-19 jika memang dilakukan oleh negara-negara kuat terlihat tidak ada yang mempu melakukan pengawasan. Negara-negara kuat mempengaruhi dan mengendalikan kebijakan negara lemah sesuai dengan kepentingannya. Tidak ada institusi yang mampu mengedalikan dominasi perilaku negara-negara kuat. Institusi-institusi bersama (seperti PBB) hanya menjadi formalitas untuk menunjukan proses kepentingan bersama. Studi ini bertujuan untuk memberikan penjelasan landasan filosofis dalam mengembangakan studi Etika

Negara-Negara (Nations Ehics). Bertitik tolak dari asumsi bahwa

deontologi Nations Ethics merupakan perilaku baik yang diakui baik secara universal walaupun dalam bentuk bermacam-macam.

Melalui pendekatan metode hermeneutics dapat dipahami bahwa

produk kebaikan ethics berimplikasi pada ilmu pengetahuan, teknologi, bisnis dan lingkungan walaupun dengan standar berbeda-beda dan berbagai dimensi. Proses transaksional terjadi telihat dalam bentuk interpretasi norma, interaksi pemimpin simbol negara, dan kesepakatan internasional yang mempengaruhi sistem hukum nasional. Diplomasi Pertahanan mempengaruhi bentuk-bentuk hubungan antara negara. Pada akhirnya terlihat

rujukan ethics bukan lagi pada rasionalitas tanpa batas, namun realitas yang tidak lagi dapat dipungkiri oleh setiap individu-individu sehingga tidak ada sesuatu yang dapat berubah kecuali oleh perubahan itu sendiri.

Uji coba rudal balistik antar benua sejauh 3.700 km (2.300 mil) mencapai ketinggian 770 km akhir tahun 2017 lalu oleh Korea Utara menuai reaksi dari berbagai negara. Trump menyalahkan Cina karena tidak mampu melarang Korea Utara menunjukan

Page 280: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

279

kehebatannya. Shinzo Abe, perdana menteri Jepang, menyebut peluncuran itu benar-benar tidak dapat diterima dan menyerukan sebuah resolusi PBB. Beda dengan Cina, melalui Kementerian Luar Negerinya menyatakan “keprihatinan besar”. Cina hanya menyatakan cukup prihatin, padahal negara tetangga bahkan lintas benua sedang ketakutan. Pertanyaannya, mengapa setiap negara berbeda-beda dalam menyikapai suatu ancaman? Jawaban yang lazim adalah kepentingan yang berbeda-beda. Pertanyaan selanjutnya mengapa muncul kepentingan berbeda-beda itu?

Dalam teori komunikasi ada proses Respons (R), Organisme (O) dan Stimulus (S). Setiap negara adalah subjek, memiliki posisi dalam R-O-S. Sebuah negara memiliki lingkungan geografis dan sejarah kehidupan dan perkembangan budaya yang berbeda-beda. Kepemimpinan dalam suatu wilayah merupakan kehendak umum dan simbol suatu masyarakat. Berindak sebagai subjek atau objek bukan hanya negara, tapi kelompok masyarakat, suatu bangsa, wilayah territorial, perorangan dan sebagainya secara sederhana

disebut non-state. Negara yang diakui keberadaannya secara internasional merupakan subjek yang sukses. Menurut pemikiran umum yang berlaku, biaya tenaga kerja, suku bunga, nilai tukar, dan skala ekonomi adalah faktor penentu daya saing yang paling kuat dalam menentukan Pola Sukses Kompetitif Nasional. Dalam dunia perusahaan, istilah yang banyak adalah merger, aliansi, kemitraan strategis, kolaborasi, dan globalisasi supranasional. Setiap subjek bertindak memberikan efek dan nilai, terkait dengan baik buruk maka subjek memilki nilai etika.4

Etika mengetahui sifat dan sejarah dari dua budaya dapat mengarah pada pemahaman atas dasar sistem etika mereka. Etika dan harapan dalam budaya mempengaruhi semua transaksi. Sangat penting bagi Pengambil kebijakan memahami harapan negara lain di seluruh dunia. Memahami basis budaya untuk

4 Gilman (2005) menawarkan konsep kode etik dan menilai kode untuk digunakan secara internasional, antara lain banyak mengutip Jeremi bentham.

Page 281: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

perilaku etis di Amerika Serikat dan Cina dapat mempersenjatai seorang diplomat dengan pengetahuan yang dibutuhkan untuk berhasil dalam diplomasi lintas budaya. Menerapkan bahwa pengetahuan dengan serangkaian panduan manajerial yang jelas dapat mengaktualisasikan nilai pemahaman itu (Pitta et.al, 1999).

Pada tahun 1944, delegasi dari Amerika Serikat, Kerajaan Inggris, Uni Soviet, dan Republik China — empat kekuatan Sekutu utama dalam Perang Dunia II — bertemu di Washington, DC untuk menegosiasikan parameter dunia paska perang dan untuk mendiskusikan pembentukan organisasi internasional yang akan dikenal sebagai Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Perserikatan Bangsa-Bangsa menggantikan Liga Bangsa-Bangsa, yang telah diciptakan pada akhir Perang Dunia Pertama untuk menyediakan negara-negara dengan forum internasional untuk penyelesaian sengketa dengan jalan damai. Amerika Serikat memainkan peran instrumental dalam pembentukan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Piagam PBB, dengan penekanan pada perdamaian, keamanan, hukum internasional, pembangunan ekonomi, dan hak asasi manusia, mencerminkan pengaruh Presiden AS Franklin D. Roosevelt dan Perdana Menteri Inggris Winston Churchill, yang berbagi visi untuk dunia pascaperang. Pada tahun 1941, kedua pemimpin menyusun Piagam Atlantik, yang menyatakan bahwa tidak akan ada peleburan teritorial sebagai akibat dari perang, bahwa hubungan internasional pascaperang akan bersifat kooperatif, dan bahwa perselisihan antar negara akan diselesaikan melalui negosiasi damai dan bukan penggunaan atau ancaman kekuatan. Piagam Atlantik akhirnya menjadi dasar Piagam PBB (Combs, 1983, p. 160).

Kemudian bidang ekonomi, sejak tanggal 14 Desember 1960 telah dibangun tonggak baru dalam bidang kerjasama ekonomi

antar negara. Pasal 1 Konvensi Organisation for Economic Co-operation

and Development (OECD menjelasakan kebijakan bersama dirancang: untuk mencapai pertumbuhan dan pekerjaan ekonomi berkelanjutan tertinggi dan sebuah standar hidup yang meningkat

Page 282: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

281

di negara-negara anggota, sambil mempertahankan stabilitas keuangan, untuk kerkontribusi pada perluasan perdagangan dunia secara multilateral, non-diskriminatif. Kemudian pada tanggal 20 September 1986, menteri negara-negara anggota GATT mengadopsi deklarasi di Punta del Este, Uruguay, yang meresmikan peluncuran putaran baru negosiasi perdagangan multilateral, yang persiapannya telah dilakukan sejak 1983. Peluncuran babak baru, dibuat mungkin oleh upaya tak kenal lelah anggota GATT yang bersangkutan, dirancang untuk memerangi proteksionisme dan untuk mempertahankan dan memperkuat sistem perdagangan bebas multilateral. Lima belas kelompok negosiasi yang terkait dengan setiap item negosiasi didirikan pada Januari 1987 dan kelompok-kelompok ini memulai perundingan substantif pada bulan Februari dan Maret, tetapi negara-negara yang berpartisipasi belum jatuh ke langkah satu sama lain tentang cara untuk melanjutkan negosiasi dan item prioritas.

Sebagaimana dinyatakan di atas, tidak ada optimisme yang diperlukan untuk prospek putaran perdagangan global baru, tetapi Jepang, yang percaya bahwa pemeliharaan dan penguatan sistem perdagangan bebas multilateral sangat diperlukan untuk kemakmurannya, harus menegaskan kembali kebutuhan untuk mencapai lima tujuan dari pembicaraan perdagangan putaran baru adalah membangun kembali dan memperkuat sistem perdagangan multilateral yang bebas, pengurangan lebih lanjut dan penghapusan hambatan perdagangan, peningkatan lingkungan perdagangan negara berkembang, mengamankan respon efektif GATT terhadap perubahan struktural perdagangan dunia, dan penguatan fungsi GATT serta terus memerangi proteksionisme

melalui negosiasi perdagangan yang baru diluncurkan. Trade-

Related Investment Measures (TRIMs), sebagai salah satu kesepakatan dalam konvensi Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). TRIMs adalah perjanjian tentang aturan-aturan investasi yang menyangkut atau berkaitan dengan perdagangan.

Page 283: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Etika Bangsa-Bangsa merupakan kerangka filosofis yang mempelajari hubungan moral antara bangsa dengan, dan juga nilai dan status moral negara-negara. Bagian-bagian kajian ini meliputi: 1) Perkembangan hubungan antara negara; 2) tantangan etika hubungan antara bangsa dalam suatu negara, atau juga hubungan anatar negara dalam satu bangsa 3) Rezim Internasional yang disalah gunakan dan keuntungan-keuntungannya. Secara rinci,

Jenny Edkins dalam bukunya Teori-teori Kritis Menantang Pandangan

utama Studi Politik Internasional, (terj. Teguh Wahyu Utomo) 2010 mencoba menganalisis aliran dalam politik dengan membaca pemikiran 32 filsuf terkemuka dengan klasifikasi pemikiran kritis; Marxis dan Pos-Marxisme, Mazhab Frankfurt, Hermeneutika, Fenomenologi, Pascakolonialisme, Feminime, Quer Teori, Postrukturalisme, Pragmatism, Realism dan Psikoanalisis. Kesimpulannya dalam setiap pendekatan memiliki kekuatan dan kelemahan. Totaliter telah terbukti dengan gagah menjaga persatauan namun mengikis esensi kemanusia, dan tidak ada yang bertahan seperti Uni Soviet dan emperium Timur Tengah. Cina barangkali pengecualian namun setelah sekian lama menutup diri akhirnya Cina menjadi tempat subur bagi kapitalis berinvestasi.

Indonesia dan Kecenderungan Dunia dari Smart Power menuju Soft Power

Negara-negara poskolonial seperti Indonesia yang menyatakan diri bebas dari penjajahan sulit dapat dibilang benar-benar bebas dari asing, bahkan sampai penggunaan uang sendiripun diatur sebagai mana yang dilakukan IMF pada saat reformasi Indonesia sedang berlansung. Padahal terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Alam (SDA) sesuai dengan konstitusi yang tidak pernah berubah. Seyogyanya kemajuan bangsa Indonesia tidak perlu mengandalkan negara manapun, karena negara yang kaya melebihi dari kebutuhan akan tetapi nyatanya tetap kategori negara berkembang. Kemajuan dan kemakmuran suatu bangsa sangat terkait dengan keberhasilan negara tersebut dalam mengelola ekonomi, surplus dalam perdangan diantaranya.

Page 284: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

283

Untuk itu penting membangun kerjasama dengan negara–negara lain, dan kerjasama tersebut membangun sebuah kultur saling menguntungkan satu dengan yang lain akhirnya menjadi kekuatan ekstra bagi negara tersebut sehingga membangun konstelasi nasional. Untuk dalam waktu bebarapa lama pertengan blok barat dan timur telah membandun model konstelasi yang hampir statis, negara-negara Indonesia yang menyebut non blok sulit dikatakan kalau suatu masa bukan tidak termasuk blok diantara yang bertikai tersebut.

Kekuasaan tidak hanya militer dan ekonomi tapi kekuatan

soft power. Terminology “Soft power” pertama kali dikemukan oleh

Joseph S. Nye, hampir ingin menyebutkan setara dengan “smart

power. Istilah soft power, public diplomacy (PD) dan nation brand telah masuk dalam wacana akademis sejak abad ke-21, evaluasi kegiatan ini belum diberi tingkat perhatian yang sama. Praktik evaluasi terikat bersama dalam struktur organisasi dan kekuatan yang kompleks yang menghasilkan tanggapan pragmatis baik terhadap "masalah pengaruh" maupun realitas. Dengan menggunakan konsep artikulasi, dapat menguraikan kerangka kerja untuk menafsirkan praktik evaluasi dari perspektif kontekstual yang

menangkap bagaimana praktik soft power mengasumsikan dalam bentuk tertentu.

Relasi antar kekuasaan menentukan arah keputusan sebuah

pimpinan secara lembut, bukan secara kasar itulah istilah awal soft

power. Berpedoman pada akar kata soft power terdiri dari kata ‘soft’ yang dapat diartikan secara sederhana ‘lunak’ dan ‘power’, yaitu kemampuan untuk mengontrol pihak lain untuk dapat diarahkan sesuai dengan keinginan dan kepentingan negara sendiri, padahal biasa saja bertentangan dengan aturan mereka atau keinginan pihak lain.

“an ability to do things and control others, to get others to do what they

otherwise would not” (Nye, Autumun 1990).

Page 285: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Dengan demikian soft power biasa dipahami sebagai suatu

ability atau capability suatu negara atau non state untuk mempengaruhi perilaku dan keputusan negara lain dengan lemah lebut bukan dengan perang atau perhitungan ekonomis,

“Soft power is the ability to get what you want through attraction rather

than through coercion or payments” (Nye, 2008).

Upaya yang dikemukan banyak menyangkut masalah budaya, politik, pendidikan dan hal-hal yang bersifat mempengaruhi. Kerangka umum yang dikemukan Josef Nye dapat digambarkan sebagai berikut;

Perilaku Persoalan utama Kebijakan Pemerintah

Kekuatan Militer

Memaksa

Pencegahan

Melindungi

Ancaman Kekuatan

Diplomasi militer/memaksa, perang, aliansi

Kekuatan Ekonomi

Bujukan

Memaksa

Sanksi pembayaran

Memabantu, suap, sanksi

Soft Power Promosi, Regulasi

Nilai, Budaya, Kebijakan, Institusi

Diplomacy Publik, Bilaterial, Multilaterial diplomasi

Tabel 27 : Framework “Soft Power” dikemukan Josef Nye

Dilihat dari tipe-tipe ini kerangka kekuasaan pemerintahan

dalam kerangka Soft Power harus mempertimbangkan diplomasi publik dan diplomasi multilateral dan bilateral. Indonesia dalam menyelesaiakan masalah Freeport tidak hanya pertimbangan hukum, kedaulatan hukum yang dimiliki, tapi juga kepentingan

pihak pihak bukan hanya face to face antara Pemerintah Indonesia dengan Mananjemen Freeport, tapi lembaga-lembaga atau orang

Page 286: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

285

orang yang terkait dengan Freeport tersebut. Pertimbang integrasi dengan multilateral dan bilateral tersebut diharapkan bukah hanya menguasai secara hukum, ekonomi dan politik tapi juga lebih penting menjamin keberlansungan Freeport tersebut.

Fenomena relasi antar negara banyak ditentukan oleh pemimpin negara yang bersangkutan. Pada saat suatu kepala negara mengambil keputusan bisa jadi dilihat tidak sejalan dengan aturan dalam negeri sendiri. Untuk itu di era kita dihadapkan dengan hubungan antara negara diluar eksistensi negara itu sendiri atau oleh Jurgen Habermas menyebutkan melalui bukunya

dengan judul The Postnational Constellation. Buku ini dapat dijadikan dasar untuk memahami fenomena tersebut. Persoalan utama

dalam The Postnational Constellation adalah untuk menanggapi situasi yang tak menentu, penuh dengan ambigu padahal jika proses demokrasi untuk melegitimasi dan mengamankan negara-bangsa, maka tidak ada struktur di luar negara atau mekanisme pasar, namun proses kolektif sendiri yang akan menyediakannya.

Inisiatif birokratis dan dinamika pasar mungkin berhasil menghadapi beberapa krisis paling keras yang timbul dari proses modernisasi. Tapi hanya kedaulatan rakyat yang efektif masuk dalam jaringan komunikasi transnasional, di ruang publik yang

saling berhubungan, dalam kerjasama organsisi non-state, dalam gerakan politik populer dengan prospek global akan mampu menghasilkan modus popular legitimasi yang luas dan cukup kuat untuk memungkinkan transnasional, rezim politik regional, maupun global untuk melaksanakan dan mengikat secara politik keputusan dan menegakkan keadilan sosial yang mengikat. solidaritas sosial. Dengan kata lain suka atau tidak hanya siapa yang mampu beradaptasi yang dapat bertahan hidup. Dalam perspektif tertentu negara-bangsa harus mengambil “langkah abstraktif” untuk mengatur administrasi negara dan untuk pasar global, solidaritas akan harus muncul sebagai fenomena yang benar-benar kosmopolitan; rasa tanggung jawab global dan komitmen bersama untuk inklusi dan partisipasi harus

Page 287: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

mengembangkan dalam efektif sikap warga dunia, jika demokrasi adalah untuk bertahan hidupnya sebuah negara-bangsa.

Ontologi Nations Ethics melahirkan Etika

Dalam literatur (melalui studi hermeneutics) tentang etika bangsa-bangsa, perbedaan antara nilai instrumental dan nilai sangat penting. Nilai utama dari hal-hal sebagai sarana untuk memajukan beberapa tujuan lain, sedangkan yang terakhir adalah nilai dari hal-hal sebagai tujuan pada dirinya sendiri terlepas dari apakah itu juga berguna sebagai sarana untuk tujuan lain. Banyak perspektif etika barat tradisional, bagaimanapun, bersifat antroposentris atau berpusat pada manusia dalam hal bahwa keduanya memberikan nilai intrinsik kepada manusia saja atau mereka memberikan nilai intrinsik yang jauh lebih besar kepada manusia, makhluk dari pada hal-hal non-manusia seperti bahwa perlindungan atau promosi kepentingan manusia atau kesejahteraan dengan mengorbankan hal-hal non-manusia ternyata hampir selalu dibenarkan yaitu, apa yang kita sebut antroposentrik dalam arti yang lemah (Butchvarov, 2015).

Immanuel Kant memberikan contoh kejahatan terhadap hutan dan alam diekspolitasi secara semena-mena akan mendorong sang subjek tuk membunuh manusia yang mulia. Untuk itu kehidupan teroris bisa jadi muncul akibat ketidak mampuan mereka dalam memaknai cinta kasih terhadap sesama mahluk hidup. Kelompok menamakan diri pejuang telah mengembangkan karakter yang akan peka terhadap kekejaman terhadap manusia. Dari sudut pandang ini, kekejaman terhadap hewan non-manusia akan secara instrumental, bukan intrinsik,

salah. Demikian juga, anthropocentrism sering mengakui beberapa kesalahan non-intrinsik dari kehancuran lingkungan antropogenik. Kehancuran seperti itu dapat merusak kesejahteraan manusia sekarang dan di masa depan, karena kesejahteraan kita pada dasarnya bergantung pada lingkungan yang berkelanjutan (Passmore, 19974).

Page 288: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

287

Dalam filsafat istilah “deontologi” merupakan kedudukan etis

bersifat normatif, menilai moralitas berdasarkan aturan (Stanford

Encyclopedia of Philosophy.). Dalam bahasa Yunani, “Deon” berarti “kewajiban yang mengikat”. Lawan deontologi bukan ontologi tapi lebih tepat konsekuensi. Untuk itu deotologis agak bertentangan dengan pragmatis dan etika kebaikan (Antony, 1979). Secara spesifik, istilah de-ontologi dikemukan oleh C.D

Board dalam bukunya Five Types of Ethical Theory (1930). Lima tipe yang dimaksud Board adalah Spinoza, Butler, Hume, Kant, dan Sidgwick. Penekanan Board untuk menilai dab menemukan apa yang benar dan apa yang salah tentang etika. Broard mengetahui bagaimana caranya sesuatu dimasukan kedalam perspektif yang tepat.

Deontologi oleh Jeremy Bentham mengartikan pengaturan tentang apa yang benar dan tepat. Studi studi etika terapan banyak dikembangkan di Perancis dan negara kontinental lainnya. Intinya bertentangan dengan keinginan pribadi sehingga perangkat aturan memilki landasan melekat dengan alam atau

nilai nilai agama, budaya, atau statute yang diakui bersama

keberadaannya. Untuk itu wujud deontologi nations ethics dapat terwujud pada etika teknologi, bisnis dan lingkungan. Akan tetapi bagaimanapun implemantasinya akan terjadi proses transaksional terjadi telihat dalam bentuk interpretasi norma, interaksi pemimpin simbol negara, dan kesepakatan internasional yang memepengaruhi sistem hukum nasional. Kemudian kalau secara sederhana pemetaan bentuk-bentuk hubungan internasional secara klasik dibagi tiga; realism, liberalism dan konstruktivisme. Ketiganya berkembang secara alamiah dan mempengaruhi hubungan antar negara sehingga kalau diintegrasikan hubungan deontologi dalam tiga dimensi.

Sekalipun diakatakan deontologi madiri dari akibat, tapi dalam prakteknya konsep etis yang lahir dari proses deontologi mau atau tidak tetap tidak bisa melepaskan tanggung jawabnya.

Page 289: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Untuk itu tidak heran kalau di zaman Pak Harto nilai-nilai Pancasila diurai satu persatu, dan diruntut bagaimana pelaksanaannya. Sehingga bagi yang mempelajari Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) diberi tanda bersertifikat sebagai bukti orang yang paham dengan Pancasila. Kualifikasi seseorang berbeda-beda, mulai paket 25 Jam, 100 jam sampai tingkat Manggala. Untuk menjadi guru diutamakan pemegang sertifikat tingkat manggala. Imanuel Kant mengkritik model ontologi etika dengan cara kerja Simbolik ini. Manusia yang penting jujur, tidak berbohong, tidak terlalu penting seseorang bersertifikat atau tidak, tapi lebih penting perbuatannya walaupun tidak memiliki tanda apa apa. Sampai pada tahapan penentuan boleh dan tidak boleh, tapi lebih lanjut cara bagaimana

Ethics Nasions terbangun.

Negara merupakan sebuah subjek terdiri dari pemerintahan, penduduk, dan wilayah sebagai unsur primer terkait secara integral dalam suatu waktu membangun interaksi dengan yang

lain (others) baik dalam bentuk state maupun non state. Subjektivitas negara dalam berinteraksi melahirkan etika. Etika

negara-negara (nations ehics) dan implikasinya dalam keanekaragaman hubungan Internasional. Penataan etika negara-negara mengalami kesulitan dalam menjelaskan kebaikan diakui atau tidak untuk perlu implementasi yang nyata, padahal realitas kadang kala hanya justifikasi. Pemenang dalam dalam perang disebut pahlawan, orang bertindak benar dan menebarkan

kebaikan, tapi de-ontologi nations ethics kebaikan adalah kebaikan, diakui atau tidak yang baik tetap baik, karena itu penebar kebaikan belum tentu menjadi pemenang. Agama meminta manusia bertindak jujur dan ikhlas.

Page 290: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

289

Referensi

Beck, S. (1997). Umgang Mit Technik Kulturelle Praxen Und Kulturwissenchaftliche Forschungskonzepte Akademie. Berlin: Akademie Verlag GmbH.

Combs, J. A. (1983). American diplomatic history: two centuries of changing interpretations.

NY Times. (2007, Mei 18 ). Retrieved from NY Times: http://www.nytimes.com/2007/05/18/world/europe/

Nye, J. ( Autumun 1990). Soft Power. Foreign Policy, Twentieth Anniversary No. 80.

Nye, J. (2008). Soft Power and Higher Education. Harvard University.

Soekarno. (2006). Filsafat Pancasila Menurut Bung Karno. Jakarta: Media Pressindo.

Welton, D. ( 2003). The New Husserl: A Critical Reader. Bloomington: Indiana UP.

Page 291: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

RUBRIK PENILAIAN ILMU PERTAHANAN

NO FILSAFAT

ILMU PERTAHANAN

KRITERIA

Level 1 Nilai: 85-90

Level 2 Nilai: 80-84

Level 3 Nilai: 70-79

1. Penggunaan Ontologi sebagai tool Analisis Ide Penelitian

Novelti dalam karya terlihat jelas dengan baik, dalam taxonomi keilmuan sesuai Prodi/teori (=) problem utama dengan baik, terlihat pada; a) objek apa dan apanya yang diteliti, b) fokus masalah Inti, c) teori/konsep penelitian, dan d) keterkaitan/konteks dengan Ilmu Pertahanan/Fakultas/Prodi masing-masing.Mahasiswa menulis secara lengkap masalah (das sein) dan teori (das sollen) dan kosisten

Novelti dalam karya kurang terlihat dengan baik, dalam taxonomi keilmuan Prodi/teori (=) problem utama dengan baik, terlihat pada; a) objek apa dan apanya yang diteliti, b) fokus masalah Inti, c) teori/konsep penelitian, dan a. d) keterkaitan/konteks dengan Ilmu Pertahanan/Fakultas/Prodi masing-masing.Mahasiswa menulis secara lengkap namun kurang kosisten

Novelti dalam karya tidak terlihat dengan baik, dalam taxonomi keilmuan Prodi/teori (=) problem utama dengan baik, terlihat pada; a) objek apa dan apanya yang diteliti, b) fokus masalah Inti, c) teori/konsep penelitian, dan d) keterkaitan/konteks dengan Ilmu Pertahanan/Fakultas/Prodi masing-masing.Mahasiswa menulis kurang lengkap dan tidak terlihat hubungan masalah dengan

Page 292: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

291

dengan salah satu paradigma keilmuan

dengan salah satu paradigma keilmuan

teori atau salah satu paradigma keilmuan

2 Penggunaan Epistemologi sebagai Prosedur Penelitian

Mampu merumuskan Prosedur Penelitian/metdologi yg tepat e. Memilih type metode penelitian dg tepat f. Subjek-Objek Penelitian g. Teknik Pengumpulan Data h. Tenik Analisa Data i. Displai data j. Teknik mengambil kesimpulan Mahasiswa menulis secara lengkap dan kosisten metode dengan salah satu paradigma keilmuan. Bahkan mampu melakukan pembaharuan metodologis

Mampu merumuskan Prosedur Penelitian/metodologi, namun kurang lengkapl, terlihat pada; a. Memilih type penelitian b. Subjek-Objek Penelitian c. Teknik Pengumpulan Data d. Displai Data e. Tenik Analisa Data Mahasiswa menulis secara lengkap namun kurang kosisten metode dengan salah satu paradigma keilmuan

Mampu merumuskan Prosedur Penelitian, namun tidak relevan dalam; a. Memilih type penelitian b. Subjek-Objek Penelitian c. Teknik Pengumpulan Data d. Tenik Analisa Data Mahasiswa menulis kurang lengkap dan tidak terliahatan antara hasil dengan prosedur yang dikerjakan.

3 Penggunaan Axiologi sebagai tool mengukur

Mampu Merumuskan Manfaat, terlihat; a. Tujuan, Maksud dan Sasaran Penelitian

Mampu Merumuskan; a. Tujuan, Maksud dan

Sasaran Penelitian b. Manfaat Penelitian

Mampu Merumuskan; a. Tujuan, Maksud dan

Sasaran Penelitian b. Manfaat Penelitian

Page 293: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

Kemanfaatan Ide Penelitian

b. Signifikansi (efek), Manfaat Penelitian Mahasiswa menulis secara lengkap dan kosisten dengan salah satu paradigma keilmuan dan implementasinya secara interdisipliner atau croosdisipliner dalam Ilmu Pertahanan

Mahasiswa menulis secara lengkap namun kurang tepat dengan salah satu paradigma keilmuan, dan kurang implementasinya secara interdisipliner atau croosdisipliner dalam Ilmu Pertahanan

Mahasiswa menulis kurang lengkap dan kurang kosisten dengan salah satu paradigma keilmuan, tidak terlihat implementasinya secara interdisipliner atau croosdisipliner dalam Ilmu Pertahanan

4 Implementasi: Mengkonstruksi Tema dalam Judul Penelitian, bernilai Publikasi yang baik dalam sebuah artikel ilmiah

Mampu membuat artikel dan arah publikasi pada jurnal nasional teruji dalam:

a. Sintaksis (leksikologi)

b. Semantiks (pemaknaan)

c. Heremeneutika (nilai makna)

d. SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistis and Timely)

Mengkontruksi judul dan artikel kurang kosisten secara; a. Sintaksis b. Semantiks c. SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic and Timely)

Judul artikel tidak sesuai dengan isi, terlihat dalam; a. Sintaksis b. Semantiks c. SMART (Specific, Measurable, Achievable, Realistic and Timely)

Page 294: Prof. Dr. Armaidy Armawi, M.Si.(Guru Besar Filsafat UGM)

1

Penulis: Dr. Drs. Mhd Halkis, M.H

Atas dukungan pembiayaan dari Markas Besar TNI melanjutkan Studi Filsafat Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia dengan disertasi “Konstelasi Politik Indoensia, Pancasila dalam Analisis Fenomenologi Indoensia (diterbitkan Obor, 2017). Selama di Universitas pertahanan, sampai 2020 telah menerbitkan 3 buku, 2 HKI dan 14 artikel Jurnal Ilmiah antara lain berjudul: Structuring of multi-national company (MNC) PT Freeport Indonesia to be a state-owned company Indonesia, The Implementation of Penta Helix Counterinsurgency (COIN) Strategic Model in Reconstructing Special Autonomy for Papua, Ethics of Defense Diplomacy in Constellation Post National,Indonesia “Active Free” Strategic Culture in Maintaining the “Balance of the Power” on the Southeast Asia Area, Position of the Ulayat Rights in the Law and Government Policy After the Regional Autonomy in Singingi Region, Riau Province, Indonesia, Levelization of Indonesia's Maritime Village in Support of Defense Diplomation ,Strategic Cultural Footprint of Colonial Diplomacy: Singaporean Interaction with the Neighbourhood of Maritime Society of Belakang Padang (Batam, Indonesia), Fenomenologi : Alternatif Pengembangan Ilmu, Strategi Pengelolaan CSR-Multinasional Sebagai Model CSR Bela Negara; Studi Kasus Pt Freeport dan PT Chevron, Tinjauan Sosial-Politik Terhadap Islam dan Tamadun Melayu di Asia Tenggara Tantangan dan Harapan. Motto: Bersama dalam perbedaan, perbedaan dalam kebersamaan. Saran silakan: email :[email protected]. atau WA: 081288951380. Demikian, lebih kurang mohon maaf. Salam Bela Negara.

293

Dosen Tetap Universitas Pertahanan, Pamen TNI, Alumni S-3 UI, S2-Unand, S-1 UIN Suska. Sepa PK 1994/95, PWI-Jaya, Kabintal Lanud, Kapenops Jaring Merah Aceh 1998/199, DPRD Lamteng 2001/2004, Research Assistant at Australian Strategic Policy Institute (ASPI), 2019