Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan...

19
PRODUKTIVITAS GETAH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) PADA POLA PERTANAMAN MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI DENGAN TANAMAN MERANTI (Shorea sp.) DI KABUPATEN BUNGO, PROPINSI JAMBI Oleh : Hananto Maryan Wiguna

description

The degradation rate of forests and forest areas in Indonesia is very concerned. Various rehabilitation efforts have been done, including the implementation of the agroforestry system. In the Bungo Regency, one of the agroforestry forms that have been implemented is the agroforestry of rubberdipterocarp in the community rubber forest. The productivity of the community rubber sap has still considered low. One of the causes is the height of growth and sap production variation because several rubber farmers haven’t been considering selection of a bit of blood yet. The research was done in the rubber land owned by community and used seeds on the initial cultivation which derived from unimproved seeds. This research aims to find out the productivity rate of rubber sap in the rubber agroforestry (rubber-dipterocarp) and monoculture system and analyzing the stand factors that influenced on the productivity of rubber sap. This research was conducted with survey method. The observation was conducted by made 40 m x 40 m measuring plot in the community rubber area which was planted using the monoculture pattern (15 years old) and agroforestry (15 years old rubber and 6 years old dipterocarp). All measuring plot has been in two variations of site condition (near a swamp and far from a swamp). Furthermore, each tree also classified based on diameter classes of < 10 cm, 10 – 20 cm, 20 – 30 cm, and > 30 cm. The parameter that was being measures includes the production of rubber sap, the site condition, and the Diameter Breast High of rubber stem (DBH). The result of this research showed that the site did not influence the production of sap/tree/day (12.23 gr for the ones far from the swamp and 12,06 gr for the ones near the swamp). The stem diameter class has influenced on the production of sap; if stem diameter class was getting bigger so that the rubber sap production was also getting bigger. The average of the highest sap production in the two cultivating pattern lies on the stem diameter class of > 30 cm with 30 (±6.45) gram/ day and the lowest sap production was in the stem diameter class of < 10 cm with 4.75 (±2,2) gr/day. The productivity of rubber sap on the agroforestry stands was higher if compared to the rubber monoculture with the average production was 7,5 kg/ha/day. The productivity of sap in the rubber agroforestry was higher because % of the plants living up to 15 years old was higher (98.7%) if compared with the rubber monoculture pattern (69,2%).

Transcript of Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan...

Page 1: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

PRODUKTIVITAS GETAH KARET (Hevea brasiliensis Muell. Arg) PADA

POLA PERTANAMAN MONOKULTUR DAN AGROFORESTRI DENGAN

TANAMAN MERANTI (Shorea sp.) DI KABUPATEN BUNGO,

PROPINSI JAMBI

Oleh :

Hananto Maryan Wiguna

Page 2: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 2

LATAR BELAKANG

Laju kerusakan hutan Indonesia mancapai 2,8 juta Ha/tahun (Awang,

2008), salah satu penyebabnya adalah pembangunan sektor

perkebunan (CIFOR, 2008).

Dibutuhkan upaya rehabilitasi untuk meningkatkan hasil hutan baik kayu

maupun non kayu, salah satu pola yang digunakan adalah agroforestri

karet.

Page 3: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 3

PERMASALAHAN

produktivitas kebun karet milik masyarakat belum menunjukkan hasil

maksimal (CIFOR, 2008), salah satu upaya meningkatkan hasil adalah

dengan pola pencampuran tanaman karet dan meranti.

Melalui upaya pencampuran jenis-jenis meranti kedalam kebun karet

rakyat, diharapkan akan meningkatan produktivitas getah hasil sadapan

dan penghasilan petani melalui hasil kayu.

Page 4: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 4

Page 5: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 5

METODE PENELITIAN

• Penelitian ini dilakukan diDesa Lembah Kuamang, Kecamatan Pelepat Ilir, Kabupaten Bungo, PropinsiJambi.

Tempat

• Waktu untuk pengambilandata lapangan dilakukanmulai Juni-Desember 2011.Waktu

a. Tempat dan Waktu

Page 6: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 6

PROSEDUR PENELITIAN

Rol meter untuk

pembuatan plot ukur

Tally sheet blangko

pengamatan

Alat tulis untuk mencatat data

Timbangan/ neraca untuk

menimbang getah hasil sadapan Cat untuk

penomoran pohon dan

penanda batas plot ukurGPS (Global

Position System)

Hagameter untuk mengukur

tinggi pohon

Pita meter untuk

menghitung keliling pohon

karet

Alat

Page 7: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 7

Monokultur(karet)

Campuran

(Merantidan Karet)

Karet umur15 tahun

dan Merantiumur 6 tahun

Bahan

Page 8: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 8

Langkah Kerja

Monokultur (3 PU) Agroforestri (15 PU)

Produktivitas tegakan

-Dekat rawa : 7 PU

-Jauh dari rawa : 8 PU

Kondisi Umum Tegakan

Produksi getah/pohon/hari

Lahan Tanaman Karet

PU 40 x 40 meter

Page 9: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 9

Cara Kerja

Pembuatan plot ukuran 40x40 m padalahan karet monokutur dan agroforestrikaret

Penentuan PU pada masing-masing kondisitempat tumbuh (dekat rawa dan jauh dari rawa)

Pengambilan data : Produksi getah (gram)/hari/pohon, Jumlah pohon (N/Ha), Tinggi dan Diameter karet, intensitas cahaya, TBBC, TTL, Lebat Tajuk (U,T,S,B), dan kordinat pohon dalam PU

Titik koordinat PU dan tinggi tempat

Pengumpulan data sekunder berupa data di petanipemilik lahan yang diamati, data statistik kecamatanPelepat Ilir 2009, dan data statistik Kabupaten Bungo2010 dan data pertumbuhan meranti.

Survey dan pembuatan rancangan penelitian

Page 10: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 10

ANALISIS DATA

Produksi getah pada masing-masing kondisi tempat tumbuh :

Produksi getah (gr)/pohon/hr = total produksi getah (gr/hari)

jumlah batang karet yang disadap

Produksi getah pada kelas diameter batang :

0-10 cm = total produksi getah (gr/hari) pada kelas 0-10 cm

jumlah batang karet yang disadap

10-20 cm = total produksi getah (gr/hari) pada kelas 10-20 cm

jumlah batang karet yang disadap

20-30 cm = total produksi getah (gr/hari) pada kelas 20-30 cm

jumlah batang karet yang disadap

30-40 cm = total produksi getah (gr/hari) pada kelas 30-40 cm

jumlah batang karet yang disadap

Produktivitas getah karet pada masing-masing pola pertanaman :

Produktivitas (gr/Ha/hari) = Produksi getah(gr/pohon/hr) x jumlah pohon yg disadap (n/Ha)

Page 11: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 11

HASIL DAN PEMBAHASAN1. Kondisi Umum Tegakan

Monokultur Karet

No PURata-rata Diameter

(cm)

Ketinggian Tempat

(mdpl)

Intensitas Cahaya

(%)Lokasi Tumbuh Nama Pemilik Lahan

1 18.47 95 6.76 jauh dari rawa Pak Paimin

2 18.82 92 15.21 jauh dari rawa Pak Jumadi

3 17.41 94 9.04 jauh dari rawa Pak Paijo

Agroforestri Karet dan Meranti

1 24.18 88 9.78 dekat rawa Pak Paimin

2 21.22 115 8.20 jauh dari rawa Pak Paimin

3 20.42 105 4.17 jauh dari rawa Pak Sarnun

4 17.29 99 8.25 dekat rawa Pak Sarnun

5 16.63 47 5.45 dekat rawa Pak Waris

6 16.60 68 3.05 dekat rawa Pak Cipto

7 17.60 94 1.91 jauh dari rawa Pak Cipto

8 15.92 108 4.41 jauh dari rawa Pak Kaimin

9 15.60 70 11.22 dekat rawa Pak Marni

10 15.59 73 12.32 dekat rawa Pak Ponidi

1114.88

763.36

jauh dari rawa Pak Kadikun/Zaini

12 14.06 52 5.82 dekat rawa Pak Jari

1317.25

8011.65

jauh dari rawa Pak Talut/Asni

14 17.88 80 6.27 dekat rawa Pak Slamet

15 19.18 90 7.45 jauh dari rawa Pak Slamet

Ketinggian tempat antara 47-115 Mdpl,

Samsulbahri (1996) menyebutkan bahwa karet tumbuh optimal pada ketinggian sampai 200 Mdpl,

lebih dari ketinggian itu akan mengalami penundaan masa panen awal selama sekitar 6 bulan.

Page 12: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 12

Produksi Getah Pada Masing-masing Kondisi Tempat Tumbuh

Tegakan Rerata produksi getah

(gr/pohon/hari)

Standar

deviasiN/PU N/ha

Monokultur 16,79 2,72 67,67 422,92

Agroforestri jauh dari

rawa12,23 4,18 100,57 628,57

Agroforestri dekat

rawa12,06 4,33 96,88 605,47

Perbedaan produksi getah pada dua kondisi tempat tumbuh di tegakan agroforestri karet

rakyat hanya sebesar 0,17 gram/pohon/hari.

Syamsulbahri(1996) menyebutkan bahwa untuk bisa tumbuh maksimal, karet tidak memerlukan persyaratan khusus

pada kondisi tempat tumbuhnya. Tanaman karet tidak cocok tumbuh untuk lokasi yang memiliki bulan kering sepanjang

tahun.

Page 13: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 13

Produksi Getah Karet Berdasarkan Kelas Diameter

• Rerata produksi getah karet tertinggi terdapat pada kelas diameter 30-40 cm

dengan rata-rata produksi berkisar antara 29 sampai 31 gram/pohon/hari.

• Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin besar kelas diameter batang karet

maka produksi getahnya semakin tinggi.

Page 14: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 14

Produktivitas Getah Karet

Monokultur Agroforestri

N/Ha awal 625 batang 625 batang

*Enrichmen Meranti - 625 batang

Jumlah batang karet

sekarang

(15 th)

433 batang 617 batang

Produksi getah/ha/hari 7,1 Kg 7,5 Kg

% jadi tanaman karet

(15 th)69,28 % 98,72 %

1. Tegakan monokultur memiliki % kematian pohonnya mencapai 30,72 % atau lebih tinggi

jika dibandingkan dengan tegakan agroforestri karet (1,28 %).

2. Produktivitas tegakan dg umur yang sama : lebih tinggi AF dari pada monokultur.

Page 15: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 15

Prospek Pengembangan Sistem Agroforestri Karet dan Meranti

Pengelolaan agroforestri karet yang dilakukan secara lestari diharapkanmemberikan prospek yang baik untuk pengembangan hutan di masa depan. Pola agroforestri karet dan meranti memberi nilai ganda pada petani berupakayu di masa datang dan hasil getah karet sebagai pendapatan utama(ICRAF, 2008).

Di Pelepat Ilir, meranti yang ditanam didalam jalur tanaman karet dengantahun tanam meranti 2006 telah mencapai rata-rata diameter 9,4 cm atau rata-rata pertumbuhan meranti sebesar 1,5 cm/tahun.

Prospek peningkatan produksi getah melalui penggunaan indukan unggul, rekomendasi individu unggul dalam tegakan yang diteliti :

PU No. Pohon Tinggi (m) Diameter (cm) Produksi (gr/hari) Standar Deviasi

1 10 19 39,04 32,35 1,36

3 3 18 29,20 28,63 3,78

1 21 15 30,89 25,58 1,04

PU No. pohon Tinggi (m) Diameter cm) Produksi (gr/hari) Standar Deviasi

1 22 16 32,32 34,06 4,95

7 140 19.5 29,43 32,62 1,11

8 24 18 22,99 31,87 2,94

14 3 18 38,28 30,16 3,75

monokultur

agroforestri

Page 16: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 16

KESIMPULAN

• Semakin besar kelas diameter diameter batang maka produksi getah karet semakintinggi. Produksi getah karet tertinggi pada pola monokultur karet dan agroforestri karetpada umur 15 tahun didapat pada kelas diameter batang 30-40 cm dengan produksisebesar 29-31 gr/pohon/hari.

• Kondisi tempat tumbuh (dekat rawa dan jauh dari rawa) tidak berpengaruh terhadapproduksi getah.

Faktor tegakan memiliki keterkaitan terhadap produksi getah sepertiberikut :

Sampai umur 15 tahun produktivitas getah karet pada tegakanagroforestri karet rakyat lebih tinggi dari pada produktivitas getahkaret di tegakan monokultur karet rakyat dengan hasil getahmencapai 7,5 Kg/Ha/hari.

Page 17: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 17

Saran

Perlu adanya tindakan pemuliaan tanaman dalam perkembangan AF karetdengan tujuan keseragaman pertumbuhan dan produksi hasil getah.

Perlu adanya penelitian yang membahas fungsi ekologi dari kawasanagroforestri sebelum penerapan sistem ini dalam tahap lebih lanjut.

Perlu adanya riset lebih lanjut tentang intensitas serangan dan luas seranganpenyakit tanaman karet pada dua pola pertanaman (mono dan AF).

Inventarisasi hasil kayu dari tegakan AF dan tindakan silvikultur tegakan AF karet dan meranti (ex : pola penjarangan dan jarak tanam ideal).

Page 18: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 18

Daftar Pustaka

Adhy B. P. 2008. Potret Karet Alam Indonesia. Economic Review No. 213. Jakarta

Adnan H., Djuhendi T., Yuliani E.L., Komarudin H., Lopulalan D., Siagian Y.L., Munggoro D.W. 2008. Belajar Dari Bungo : Mengelola Sumberdaya Alam di Era Desentralisasi. Center For International Forestry Research (CIFOR). Bogor.

Anonim. 2009. Pelepat Ilir Dalam Angka. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo. Muara Bungo.

Anonim. 2010. Statistik Daerah Kabupaten Bungo 2010. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bungo. Muara Bungo.

Awang. S. A. 2008. Deforestasi Hutan RI Capai 2,8 Juta Ha/Tahun. http://www.ugm.ac.id/koran/files/4463/SMI%2019-06-08.jpg. (Diakses tanggal 5 Oktober 2011).

Syamsulbahri. 1996. Bercocok Tanam Tanaman Perkebunan Tahunan. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

William. D. 1997. Laju dan Penyebab Deforestasi di Indonesia : Penelaah Kerancuan dan Penyelesaiannya. CIFOR. Bogor.

Page 19: Produktivitas getah karet (hevea brasiliensis muell. arg) pada pola pertanaman monokultur dan agroforestri dengan tanaman meranti (shorea  sp.) di kabupaten bungo,  propinsi jambi

Page 19

TERIMA KASIH