Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery

12
PRODUKSI UDANG SAYUR SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAAN BAK BACKYARD HATCHERY 1 Oleh: Lisa Ruliaty, Agus Basyar, M.Soleh dan Kaemudin Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara Email: [email protected] Abstrak Rekayasa produksi udang putih (L. vannamei) di bak backyard hatchery untuk dijadikan udang sayur telah di lakukan. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Udang putih di pelihara dari PL8 – PL10 selama 2-2,5 bulan dengan kepadatan awal yang berbeda. Kepadatan awal yang dipakai yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m 2 ), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m 2 ), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m 2 ) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m 2 ). Pakan berupa pellet crumble diberikan dengan frekuensi pemberian 4x sehari sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Untuk menjaga kondisi oksigen di media di pergunakan aerasi bawah dengan menggunakan paralon yang telah di lubangi kecil. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam hari. Dari rekayasa ini didapatkan bahwa pada kepadatan awal 5.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur 25 kg, FCR 1,3 dan SR 82,3%; kepadatan awal 10.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg, FCR 1,6 dan SR 89,81%. Kepadatan awal 20.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 86 kg, FCR 1,7 dan SR 86%. Sedangkan pada kepadatan awal 30.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 108 kg, FCR 1,9 dan SR 80%. Dari analisa biaya didapatkan bahwa produksi udang sayur di bak backyard hatchery dengan kepadatan awal hingga 30.000 ekor/bak masih memberikan hasil yang menguntungkan. Kata Kunci: Udang putih, udang sayur, backyard hatchery I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Udang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia. Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela, 1 Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6 Oktober 2010.

Transcript of Produksi Udang Sayur Untuk Memberdayakan Backyard Hatchery

PRODUKSI UDANG SAYUR SEBAGAI UPAYA PEMBERDAYAAAN BAK BACKYARD HATCHERY1

Oleh:Lisa Ruliaty, Agus Basyar, M.Soleh dan Kaemudin

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau JeparaEmail: [email protected]

Abstrak

Rekayasa produksi udang putih (L. vannamei) di bak backyard hatchery untuk dijadikan udang sayur telah di lakukan. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Udang putih di pelihara dari PL8 – PL10 selama 2-2,5 bulan dengan kepadatan awal yang berbeda. Kepadatan awal yang dipakai yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m2), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m2) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2).

Pakan berupa pellet crumble diberikan dengan frekuensi pemberian 4x sehari sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Untuk menjaga kondisi oksigen di media di pergunakan aerasi bawah dengan menggunakan paralon yang telah di lubangi kecil. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam hari.

Dari rekayasa ini didapatkan bahwa pada kepadatan awal 5.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur 25 kg, FCR 1,3 dan SR 82,3%; kepadatan awal 10.000 ekor/bak menghasilkan rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg, FCR 1,6 dan SR 89,81%. Kepadatan awal 20.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 86 kg, FCR 1,7 dan SR 86%. Sedangkan pada kepadatan awal 30.000 ekor/bak menghasilkan biomas udang sayur 108 kg, FCR 1,9 dan SR 80%. Dari analisa biaya didapatkan bahwa produksi udang sayur di bak backyard hatchery dengan kepadatan awal hingga 30.000 ekor/bak masih memberikan hasil yang menguntungkan.

Kata Kunci: Udang putih, udang sayur, backyard hatchery

I. PENDAHULUAN

I.1. Latar BelakangUdang putih (L. vannamei) merupakan spesies introduksi yang dibudidayakan di Indonesia.

Udang putih yang dikenal masyarakat dengan vanname ini berasal dari Perairan Amerika Tengah. Negara-negara di Amerika Tengah dan Selatan seperti Ekuador, Venezuela,

1 Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6 Oktober 2010.

Panama,Brasil, dan meksiko sudah lama memudidayakan jenis udang yang dikenal juga dengan pasific white shrimp ini. Di Indonesia, udang putih baru diintroduksi dan dibudidayakan mulai awal tahun 2000-an dengan menunjukkan hasil yang menggembirakan. Masuknya udang putih ini telah menggairahkan kembali usaha pertambakan Indonesia yang mengalami kegagalan budidaya akibat serangan penyakit, terutama bintik putih (white spot).

Udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies udang lainnya. Berdasarkan penelitian Boyd dan Clay (2002), produktivitasnya mencapai lebih dari13.600 kg/ha. Produktivitas yang tinggi ini karena udang putih mempunyai beberapa keunggulan dibanding spesies jenis lainnya, antara lain : tingkat kelulushidupan tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, kepadatan tebar tinggi, tahan penyakit dan konversi pakan rendah. Tingkat kelulushidupan udang putih bisa mencapai 80-100% (Duraippah et al, 2000), sedangkan menurut Boyd dan Clay (2002), tingkat kelulushidupannya mencapai 91%. Tingginya tingkat kelulushidupan karena benih udang putih sudah dapat diperoleh dari induk yang sudah berhasil didomestikasi sehingga benur yang dihasilkan tidak liar dan tingkat kanibalisme rendah. Benur udang putih sudah ada yang bersifat SPF (Spesific Pathogen Free) yaitu benur yang bebas dari beberapa jenis penyakit (pathogen), sehingga memudahkan petambak dalam proses budidaya.

Kelulushidupan udang putih juga dipengaruhi oleh daya tahannya terhadap penyakitdibandingkan udang jenis lainnya. Udang putih mempunyai daya tahan lebih kuat terhadap serangan penyakit white spot syndrome virus (WSSV) , meskipun ditemukan pula beberapa kasus udang yang terinfeksi (Soto et al.,2001). Udang putih termasuk hewan omnivora yang mampu memanfaatkan pakan alami yang terdapat dalam tambak seperti plankton dan detritus yang ada pada kolom air sehingga dapat mengurangi input pakan berupa pelet. Konversi pakan atau feed conversion ratio (FCR) udang putih 1,3- 1,4 (Boyd dan Clay,2002). Kandungan protein pada pakan untuk udang putih relatif lebih rendah dibandingkan udang windu. Menurut Briggs et al (2004), udang putih membutuhkan pakan dengan kadar protein 20-35%. Dengan menggunakan pakan yang berkadar protein rendah maka biaya untuk pembelian pakan lebih kecil sehingga dapat menekan biaya produksi. Udang putih dapat tumbuh baik dengan kepadatan tebar yang tinggi, yaitu 60-150 ekor/m2 (Briggs et al, 2004) dengan tingkat pertumbuhan 1-1,5 gr/minggu. Hal ini disebabkan udang putih mampu memanfaatkan kolom air sebagai tempat hidup sehingga ruang hidup udang menjadi lebih luas.

Dengan kemampuan udang putih untuk di pelihara dalam kepadatan tebar tinggi, tingkat kelulushidupan yang tinggi, ketersediaan benur yang berkualitas, tahan penyakit dan konversi pakan rendah, menjadi dasar untuk dipilihnya udang putih sebagai spesies yang dapat di pelihara di dalam bak-bak backyard dengan produk akhir berupa udang sayur. Produksi udang sayur ini dimaksudkan untuk memanfaatkan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery udang yang telah lama tidak beroperasi. Sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi masyarakat dengan memberdayakan kembali bak-bak backyard hatchery udang.

I.2. Tujuan• Memperkenalkan teknik memproduksi udang konsumsi (udang sayur) yang dapat

dilakukan pada bak backyard hatchery udang windu.• Sebagai upaya untuk pemanfaatan serta memberdayakan bak-bak backyard hatchery

udang yang telah lama tidak beroperasi sehingga dapat menjadi usaha ekonomi bagi masyarakat.

II. BAHAN DAN METODE

II.1. Bahan dan AlatBahan : - Benur udang putih (L. vannamei) umur PL8 – PL10

- Pellet udang- Air laut

Alat : - Bak beton ukuran 2x7x1 m- Paralon yang dilubangi untuk aerasi bawah- Mesin blender- Ember dan gayung- Timbangan untuk sampling

II.2. MetodePemeliharaan diawali dengan persiapan wadah dan media yang meliputi kegiatan

pembersihan bak, pengisian air media setinggi 60 – 70 cm, hingga klorinasi air. Serangkaian kegiatan ini biasanya berlangsung dalam 3 – 5 hari. Kemudian dilakukan pemilihan benur, penebaran hingga tahap pemeliharaannya.

Persiapan Bak Seperti pada kegiatan di pembenihan udang windu, wadah atau bak pemeliharaan terlebih

dahulu dibersihkan dan disterilkan dengan kaporit atau chlorine setelah itu bak dibilas dengan air bersih dan dibiarkan kering selama 24 jam. Sistem aerasi untuk menghasilkan oksigen di dalam media pemeliharaan udang sayur berupa paralon ¾ inch yang telah di lubangi kecil-kecil di dsalah satu bagiannya secara merata. Paralon tersebut kemudian dipasang di dasar bak dan tersambung dengan sistem aerasi baik menggunakan root blower maupun hi-blow. Bak kemudian di jemur selama 1 hari dan sebelum pengisian air laut, bak sekali lagi dibilas dengan air laut bersih.

Pengisian dan klorinasi airAir untuk pemeliharaan udang sayur dapat diperoleh langsung dari laut, dengan melalui

penyaringan pasir (sand filter), atau pada daerah-daerah tertentu (misalnya di Jepara) dapat diperoleh dengan cara membeli. Kedalaman 60 – 70 cm sudah cukup ideal. Untuk membunuh bibit-bibit penyakit (bakteri, jamur, virus dan organisme lainnya) dilakukan klorinasi, yaitu sterilisasi dengan menggunakan klorin 50 – 100 ppm atau kaporit sebanyak 30 – 50 ppm. Air media kemudian diaerasi kuat-kuat selama 1-3 hari, dengan harapan terjadi oksidasi sehingga menjadi netral.

Inokulasi alga Alga berupa Chlorella sp di tebar sehari sebelum penebaran benur udang ke bak

pemeliharaan. Bibit alga dapat berasal dari kultur massal Chlorella sp maupun bibit yang sudah di padatkan. Kecerahan alga yang diberikan di media pemeliharaan berkisar 30 - 40 cm.

Pemilihan benurKualitas benur merupakan faktor terpenting dalam pemeliharaan udang sayur (L.

vannamei). Mutu benur ini berpengaruh sangat nyata terhadap keberhasilan kegiatan ini. Benur yang baik dan sistim pemeliharaan yang standar, hampir dapat dipastikan memberikan hasil memuaskan. Memilih benur sangat perlu dilakukan, karena dengan demikian resiko-resiko yang mungkin terjadi dapat dicegah sedini mungkin. Sebelum menentukan pilihan benur, disyaratkan menguji terlebih dahulu. Terkadang penampilan fisik (luar) tidak dapat dijadikan patokan, karena insidensi infeksi (bakteri, jamur atau virus) tidak selalu diikuti oleh gejala klinis secara langsung. Seleksi benur dilakukan dengan pengujian secara visual, melakukan uji stres maupun melakukan pengujian terhadap virus berbahaya.

• pengujian visual; pengujian Pl, secara visual dilakukan untuk melihat keseragaman warna, ukuran, gerakan, dan kerusakan organ luar, keseragaman ukuran dan urupoda harus sudah terbuka 5. benih yang baik apabila 95 % menunjukkan keseragaman ukuran dan apabila ditampung di waskon dan diputar airnya menunjukkan Pl berenang aktif melawan arah gerakan air, jika > 5 % Pl berenang secara lemah dan pasif menunjukkan benih tidak sehat.

• uji stress; Seleksi benur dilakukan dengan mengambil contoh sekitar 100 ekor benur dari bak pemeliharaan (HSRT) atau pusat pembenihan, ditampung dalam wadah yang telah terisi air 1 liter dari media pemeliharaan benur tersebut, diaerasi, kemudian ditetesi formalin 200 ppm dan diberi aerasi yang cukup. Setelah kira-kira 2 jam, dilakukan pengecekan dan penghitungan terhadap benur yang mati dan lemah, sehingga akhirnya akan diketahui persentase SR benur yang mencerminkan kualitas benur tersebut. Bila terjadi kematian masih dibawah 5 %, maka benur dapat dipastikan tergolong sehat dan dapat diterima.

• pengujian virus berbahaya; dengan mengambil sampel benih yang lemah lebih kurang 100- 500 ekor, dan dikirim ke laboratorium uji kesehatan udang dan ikan untuk dicek WSSV, dan apabila dari hasil PCR uji laboratorium menunjukkan hasil positif (+) benih mengandung penyakit /virus.

Dalam hal pemilihan benur yang sehat dan baik, aplikasi dengan perendaman formaldehyde (fomalin) sudah terbukti cukup efektif dan efisien. Selain metodenya sangat sederhana, biayanya pun relatif rendah, dan sangat terjangkau oleh usaha skala rumah tangga. Pada prinsipnya, dengan aplikasi formalin, benur akan terbagi menjadi dua golongan, yakni tahan dan tidak tahan. Benur yang sehat akan bertahan dengan perendaman formalin dan tetap hidup. Sementara benur sakit (misalnya terinfeksi SEMBV), tidak akan bertahan dan mati. Pada tahapan pemilahan benur, hanya benur yang sehat dan hidup yang akan ditebar ke wadah pemeliharaan.

Pemilahan dan penebaran benur Pemilahan benur dilakukan beberapa saat sebelum penebaran benur. Prinsipnya sama dengan tatacara pada pemilihan benur, hanya saja skalanya lebih besar. Perendaman atau pencucian dengan formalin tidak lagi dilakukan terhadap sampel, namun untuk keseluruhan benur yang akan ditebar. Sejumlah benur yang siap ditebar pada suatu bak, ditampung dalam wadah (ember atau bak fiberglass) dengan kepadatan 500 – 1000 ekor/liter. Formalin dengan dosis 200 ppm dituangkan/diteteskan ke dalam wadah tersebut, dan diaerasi yang cukup selama 2 jam. Setelah dua jam, aerasi dimatikan dan air diputar untuk mempercepat pengendapan benur yang lemah dan mati. Penyiponan dilakukan untuk membuang benur yang mati dan kemungkinan lemah

yang tidak memungkinkan dipelihara, sehingga benur yang tersisa adalah benur sehat dan langsung dilakukan penebaran.

Padat tebar benurDalam produksi udang sayur yang telah dilakukan, penebaran benur dilakukan dalam

beberapa perlakuan padat tebar yang berbeda. Padat tebar yang digunakan yaitu 5.000 ekor/bak (313 ekor/m2), 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2), 20.000 ekor/bak (1.250 ekor/m2) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2). Setiap perlakuan padat tebar dilakukan 2-3 kali ulangan pemeliharaan.

Pemeliharaan Secara umum, pengelolaan pada pemeliharaan udang sayur seperti pengelolaan pada

pemeliharaan tokolan yang lebih sederhana dari produksi benur. Hanya saja pemeliharaan udang sayur dengan durasi waktu pemeliharaan yang lebih panjang dibandingkan dengan pemeliharaan pada tokolan. Treatment sanitasi air media sudah lebih sederhana, demikian pula frekuensi pemberian pakan telah berkurang. Kasus-kasus insidensi penyakit pun yang seringkali mengakibatkan kematian massal pada benur, jarang dijumpai pada produksi udang sayur. Beberapa kegiatan utama dalam produksi udang sayur diantaranya pemberian pakan, penggantian air dan pemanenan.

• pemberian pakan; Pada hari pertama, dilakukan adaptasi pakan. Sebelum benur ditebar, terlebih dahulu nauplii artemia dimasukkan untuk persiapan pakan alami dan juga sebagai suplai protein, gizi yang tinggi untuk mempertahankan kualitas benur. Dan sambil, sedikit demi sedikit dikombinasi dengan pelet halus. Peruntukan 100.000 ekor benur yang akan ditebar, perlu disediakan 50 – 100 gram kista artemia untuk selama 1 – 2 hari pemberian. Nauplius artemia dapat diberikan pagi dan sore hari, dan selanjutnya sudah sepenuhnya diberi pakan buatan. Pakan untuk produksi udang sayur adalah pelet komersial (D0 – D1). Pakan diberikan 4 kali pada pagi, siang, sore dan malam hari, sebanyak 10% - 5% dari berat biomas udang selama pemeliharaan. Sampling terhadap berat biomas udang dilakukan setiap minggu untuk mengetahui jumlah pakan pelet yang akan diberikan setiap harinya.

• penggantian air; Ganti air dapat dilakukan setelah 7 – 10 hari semejak penebaran, dimana benur sudah terdaptasi dan ukurannya cukup besar. Penambahan air tawar merupakan hal yang umum dilakukan; pada salinitas rendah (payau) molting akan berlangsung lebih sering, sehingga pertumbuhan dapat lebih cepat. Diusahakan penambahan/pergantian air dilakukan secara bertahap, sehingga tidak ada perubahan yang drastis dalam media pemeliharaan. Pada kepadatan 5.000 ekor/bak dan 10.000 ekor/bak pergantian air dilakukan 2-3 hari sekali dengan sistem air mengalir sebesar 50 – 100%. Sedangkan pada kepadatan 20.000 ekor/bak dan 30.000 ekor/bak setelah pemeliharaan ≥ 1 bulan dilakukan pergantian air 100% setiap hari dengan system air mengalir dan selalu menjaga ketersediaan oksigen setiap saat terutama pada malam hari.

• panen; Panen udang sayur sayur dapat dilakukan apabila pemeliharaan telah berlangsung 2 – 2,5 bulan. Pemanenan dimulai dengan pengurangan air perlahan-lahan dengan cara pipa pembuangan (outlet) dibuka, sehinga udang akan hanyut dan tertampung di dalam hapa yang telah dipasang diujung pipa outlet. Udang yang

tertampung dicuci dengan air tawar bersih dan di beri serbuk es untuk mempertahankan kesegarannya.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Survival RateSurvival rate (tingkat kelulushidupan) udang putih paling tinggi terjadi pada produksi

udang sayur dengan padat tebar 10.000 ekor/bak sebesar 89,81%, kemudian diikuti pada pada tebar 5.000 ekor/bak sebesar 86,21%, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 86,0% dan yang paling kecil pada produksi dengan padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 80% (Gambar 1). Menurut Duraippah (2000), survival rate udang dipengaruhi oleh kepadatan tebar, kualitas air, dan penyakit.

Gambar 1. Grafik survival rate pada produksi udang sayur (L. vannamei) dengan padat tebar yang berbeda

Rasio Konversi Pakan (FCR)FCR pada produksi udang sayur dengan berbagai padat tebar yang berbeda berkisar pada

nilai 1,28 sampai 1,85 (Gambar 2). FCR yang paling kecil terjadi pada produksi udang sayur dengan padat tebar 5.000 ekor/bak. FCR merupakan jumlah pakan yang diberikan untuk menghasilkan 1 kg biomas. Nilai FCR 1,28 mempunyai arti bahwa di butuhkan pakan sebanyak 1,28 kg untuk menghasilkan 1 kg biomas udang. FCR yang terlalu kecil mengindikasikan kekurangan dalam pemberian pakan (under feeding). Under feeding dapat menyebabkan pertumbuhan udang menjadi lambat. .

Gambar 2. Grafik nilai FCR pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda

Pertumbuhan beratPertumbuhan (berat) udang putih sangat dipengaruhi oleh manajemen pakan yang

digunakan. Kelebihan pakan akan mempercepat pertumbuhan tetapi menurunkan kualitas lingkungan, sedangkan kekurangan pakan menyebabkan kualitas lingkungan baik, tetapi pertumbuhan lambat. Sedangkan pemberian pakan yang optimal akan mendukung pertumbuhan dan kualitas lingkungan yang baik (Supono dan Wardiyanto, 2008).

Gambar 3. Grafik pertumbuhan berat udang (g/ekor) dengan padat tebar yang

berbeda

Pertumbuhan berat udang pada tiap produksi dengan padat tebar yang berbeda mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya umur pemeliharaan. Padat tebar paling rendah (5.000 ekor/bak) memberikan pertumbuhan berat udang akhir yang lebih besar yaitu sebesar 5,65 g/ekor bila dibandingkan dengan padat tebar yang lain (Gambar 3).

Gambar 4. Grafik pertumbuhan berat harian (g/hari) pada produksi udang sayur

dengan padat tebar yang berbeda.

Sedangkan bila dihitung nilai pertumbuhan berat harian (ADG) dari produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda didapatkan nilai pertumbuhan berat harian yang terbesar di hasilkan pada padat tebar 5.000 ekor/bak sebesar 0,083 g/hari, kemudian diikuti pada padat tebar 10.000 ekor/bak sebesar 0,078 g/hari, padat tebar 20.000 ekor/bak sebesar 0,067 g/hari dan nilai paling kecil pada padat tebar 30.000 ekor/bak sebesar 0,06 g/hari (Gambar 4). Pada padat tebar 5.000 ekor/bak pertumbuhan berat mengalami penambahan berat harian yang besar pada hari pemeliharaan 21 – 28, padat tebar 10.000 ekor/bak pada hari pemeliharaan 42 – 49, padat tebar 20.000 dan 30.000 mengalami penambahan berat yang besar pada hari pemeliharaan 56 – 63 (Gambar 5).

Gambar 5. Grafik sebaran pertumbuhan berat harian (g/hari) udang

Performance pada produksi udang sayur Dari hasil pemeliharaan pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda

menunjukkan bahwa padat tebar udang putih (L. vannamei) memberikan hasil yang berbeda terhadap performance udang putih, seperti yang tersaji pada Tabel 1.

Pada beberapa produksi yang dilakukan, padat tebar 5.000 (313 ekor/m2) dan 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2) tidak mengalami kendala di dalam pemeliharaannya sehingga panen. Namun, pada padat tebar 20.000 (1.250 ekor/m2) dan 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2) riskan mengalami kegagalan (kematian udang) yang di akibatkan oleh kurangnya kandungan oksigen karena matinya blower lebih dari ½ jam pada bak pemeliharaan. Sehingga untuk kepadatan tinggi dengan padat >10.000 ekor/bak (>1.000 ekor/m2) perlu mempersiapkan ketersediaan oksigen untuk kondisi darurat. Dimana pada pemeliharaan yang dilakukan terjadi kematian pada hari ke-56 dengan padat tebar 20.000 ekor/bak (produksi 1) dan kematian pada hari ke-33 pada padat tebar 30.000 ekor/bak (produksi 1).

Tabel 1. Performance produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda

No. Padat Umur Jumlah FCR Populasi SR Berat ADG Hasil

ulangan Tebar/bak Panen Pakan Panen Panen udang Panen

(ekor) (hari) (kg) (ekor) (%) (gr) (Kg)

1 5000 68 30 1,20 4.700 94,00 5,320,07

8 25

2 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,950,08

5 24,5

3 5000 70 32,5 1,33 4.116 82,32 5,950,08

5 24,5

rerata 69,3 31,67 1,28 4.311 86,21 5,740,08

3 24,67

1 10000 65 100 2,04 9.212 92,12 5,320,08

2 49

2 10000 70 100 2,04 9.212 92,12 5,320,07

6 49

3 10000 60 35 0,76 8.519 85,19 4,500,07

5 46

rerata 65 78,333 1,61 8.981 89,81 5,050,07

8 48

1 20000 D-56 25 1,67 5.172 25,86 2,900,05

2 15

2 20000 75 150 1,74 17.200 86,00 5,000,06

7 86

1 30000 D-33 15 0,71 14.500 48,33 1,500,04

5 21

2 30000 75 200 1,85 24.000 80,00 4,500,06

0 108

Analisa Biaya

Produksi udang sayur dengan memanfaatkan bak backyard hatchery udang windu merupakan usaha alternatif yang dapat di lakukan pada masa mendatang. Dari analisa biaya pada produksi udang sayur pada padat tebar yang berbeda memberikan rasio keuntungan yang bervariasi. Rasio keuntungan tertinggi di hasilkan pada padat tebar 10.000 ekor/bak (625 ekor/m2). Penghitungan rinci untuk Analisa biaya dapat dilihat pada Tabel 2 dan 3.

Tabel 2. Asumsi pada Analisa biaya produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda

Padat tebarHarga Benur SR FCR berat akhir

harga pakan

harga jual

(ekor/bak) (Rp/ekor) (%) (gram) (Rp/kg) (Rp/kg)5000 (313 ekor/m2) 9 86,21 1,28 5,74 7000 2500010000 (625 ekor/m2) 9 89,81 1,61 5,05 7000 25000

20000 (1.250 ekor/m2) 9 86 1,74 5,00 7000 2500030000 (1.875 ekor/m2) 9 80 1,85 4,50 7000 25000

Tabel 3. Penghitungan Analisa Biaya pada produksi udang sayur dengan padat tebar yang berbeda

Biaya Produksi

5000 ekor/bak (313 ekor/m2)

10000 ekor/bak (625 ekor/m2)

20000 ekor/bak (1.250 ekor/m2)

30000 ekor/bak (1.875 ekor/m2)

1. Benur (Rp) @Rp.9,- 45.000 90.000 180.000 270.0002. Pakan pelet (Rp) @Rp.7.000,- 221.691 317.478 1.047.480 1.398.6003. Sewa Pompa (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.0004. Biaya listrik (Rp) 5% dari hasil panen 30.928 56.693 107.500 135.0005. Tenaga 1 org (Rp)10% dr hasil panen 61.856 113.385 215.000 270.000 Jumlah biaya Produksi (Rp): 390.402 634.248 1.657.480 2.208.600Hasil Produksi:1. Hasil panen (kg) 25 45 86 1082. Dana yang di hasilkan (Rp) 618.557 1.133.851 2.150.000 2.700.000Keuntungan; 1. Hasil produksi - Biaya Produksi: (Rp) 228.155 499.603 492.520 491.400

2. Rasio keuntungan 1,6 1,8 1,3 1,2

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan

• Produksi udang sayur di bak hingga padat tebar 30.000 ekor/bak (1.875 ekor/m2) dapat dilakukan sebagai usaha rumah tangga untuk memberdayakan backyard hatchery udang yang idle.

• Produksi udang sayur di bak dengan padat tebar 10.000 ekor/bak memberikan nilai SR tertinggi sebesar 89,81%, rerata biomas udang sayur sebesar 48 kg dan FCR 1,6.

• Produksi udang sayur di backyard hatchery dengan padat tebar hingga 30.000 ekor/bak memberikan hasil yang menguntungkan.

2. Saran• Produksi udang sayur di bak backyard hatchery merupakan usaha alternatif yang sangat

memungkinkan untuk dilakukan sebagai upaya pemberdayaan backyard hatchery.• Selain dapat di jual sebagai udang konsumsi, udang yang diproduksi di bak juga dapat di

jual sebagai udang umpan.

UCAPAN TERIMA KASIHDisampaikan ucapan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu di dalam

produksi hingga penulisan makalah ini (mas Rudi Prastowo, pak Juyoto dan pak Kaslani). Tak lupa juga ucapan terima kasih kepada Bu Anindiastuti selaku koordinator Pembenihan yang telah memberikan dorongan moril kepada kami selaku pelaksana di lapangan di dalam produksi udang sayur di bak.

DAFTAR PUSTAKA Unila, 2008Boyd, C.E. and Clay, J.W. 2002. Evaluation of Belize Aquaculture LTD, A Superintensive

Shrimp Aquaculture System. Report prepared under The World Bank,NACA, and FAO Consorsiu. Work in progress for Public Discussion. Published by The Consorsium.17 pages

Briggs, M., Smith, S.F., Subasinghe, R., Phillips, M. 2004. Introduction and Movement of Penaeus vannamei and Penaeus stylirostris in Asia and The Pacific. RAP Publication 2004/10.

Duraippah, Israngkura.A dan Sae Hae.S, 2000. Sustainable Shrimp Farming : Estimation of Survival Function. CREED publicion, working paper no.31.

Soto, M.A., Shervette, V.R.,Lotz, J.M. 2001. Transmission of White Spot Syndrome Virus (WSSV) to Litopenaeus vannamei from Infected Cephalothorax, Abdomen, or Whole Shrimp Cadaver. Disease of Aquatic Organisms, Vol. 45;81-87 Ssil Penelitian & engabdian

Supono dan Wardiyanto, 2008. Evaluasi Budidaya Udang Putih (Litopenaeus vannamei) dengan Meningkatkan kepadatan Tebar di Tambak Intensif. Makalah pada Prosiding Seminar Hasil Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat. Universitas Lampung. Hal 237 – 242.

kepada Masyarakat, Unila, 2008