PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus...

97
PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis) PRAGELATINISASI Oleh WENNY SILVIA LOREN BR SINAGA F34053480 2010 FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus...

Page 1: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis)

PRAGELATINISASI

Oleh

WENNY SILVIA LOREN BR SINAGA

F34053480

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilis) PRAGELATINISASI

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh:

WENNY SILVIA LOREN BR SINAGA

F34053480

2010

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 3: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul

“Produksi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pragelatinisasi” adalah karya asli

saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan

jelas ditunjukkan rujukannya.

Bogor, Mei 2010

Yang Membuat Pernyataan,

Wenny Silvia Loren Br Sinaga

F34053480

Page 4: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

Wenny Silvia Loren Br Sinaga. F34053480. Produksi Tepung Sukun

(Artocarpus altilis) Pragelatinisasi. Di bawah bimbingan Chilwan Pandji dan Titi

Candra Sunarti. 2010.

RINGKASAN

Sukun (Artocarpus altilis) dapat merupakan alternatif sumber karbohidrat,

dan mempunyai nilai ekonomis cukup tinggi karena dapat dijual dalam bentuk

segar maupun olahan sebagai alternatif pangan pengganti beras. Saat ini

pemanfaatan buah sukun sebagai bahan makanan masih terbatas secara tradisional

yaitu direbus, digoreng, dibuat keripik, dibuat kolak, dan difermentasi jadi tape.

Terbatasnya pemanfaatan buah sukun disebabkan kurangnya informasi tentang

komoditas sukun, sehingga upaya untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai

ekonominya diperlukan usaha penganekaragaman jenis produk olahan sukun.

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses produksi tepung sukun

termodifikasi dengan mengamati pengaruh perbandingan konsentrasi tepung dan

kecepatan putar drum dryer terhadap karakteristik sifat fisiko kimia dan

fungsional dari tepung sukun pragelatinisasi yang dihasilkan. Tepung sukun

termodifikasi dapat dimanfaatkan sebagai makanan instan, bubur dan makanan

bayi.

Modifikasi tepung menjadi tepung sukun pragelatinisasi memiliki tahapan

proses yang harus dilakukan dengan seksama. Tahapan proses pengolahan tepung

sukun pragelatinisasi ada tiga tahap, yaitu persiapan bahan, proses utama

(pemanasan dan pengeringan), dan proses penggilingan. Persiapan bahan

dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan air

dengan perbandingan 20% dan 30% tepung dalam suspensi. Pada penelitian ini

digunakan double drum drier dengan kecepatan putaran 4, 6 dan 8 rpm. Proses

utama pengolahan tepung sukun pragelatinisasi terdiri atas pemanasan dan

dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu di atas suhu gelatinisasi yaitu 80±5°C

pada double drum drier yang memiliki panjang dan diameter berturut-turut adalah

12 dan 8 inci.

Karateristik tepung pragelatinisasi ini mempengaruhi kelarutan dalam air

dingin (30°C), tingkat gelatinisasi yang diamati dengan perubahan granula pati,

derajat putih serta freeze thaw stability. Pada kelarutan dalam air dingin (30°C),

diperlihatkan bahwa semakin cepat kecepatan putaran semakin larut tepung

tersebut dalam air dingin. Semakin tinggi kecepatan putaran semakin pendek

waktu kontak sehingga semakin banyak granula pati yang tidak tergelatinisasi.

Konsentrasi padatan yang lebih banyak menyebabkan tepung yang tergelatinisasi

semakin banyak dan pada saat proses pragelatinisasi menghasilkan lembaran yang

lebih tebal daripada lembaran dari konsentrasi padatan yang lebih rendah.

Semakin tinggi putaran maka derajat putih yang dihasilkan semakin tinggi.

Konsentrasi padatan semakin sedikit maka derajat putih yang dihasilkan semakin

tinggi. Kecepatan putar drum dan konsentrasi padatan juga berpengaruh nyata

terhadap tingkat gelatinisasi tepung. Semakin tinggi kecepatan putar drum

semakin tinggi pula tingkat gelatinisasinya tetapi semakin tinggi konsentrasi

padatan semakin rendah tingkat gelatinisasinya. Freeze thaw stability yang

dihasilkan dipengaruhi oleh kecepatan putar drum. Semakin lambat kecepatan

putar drum semakin tinggi nilai freeze thaw stability yang dihasilkan.

Page 5: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

Wenny Silvia Loren Br Sinaga. F34053480. Production of Breadfruit

(Artocarpus altilis) Pragelatinized Flour. Supervised by Chilwan Pandji dan Titi

Candra Sunarti. 2010.

ABSTRACT

The fruit of breadfruit tree is one alternative carbohydrate source in

Indonesia. Breadfruits is an important energy food contain starch and sugar, and

usually consume as fresh fruit. However, breadfruit is seasonal crop and

sometimes the crops are so plentiful that it can not be eaten fresh. To prevent

waste, it was preserved in different way including drying. Flour from breadfruit

can be used as important food for all seasons. Breadfruit flour has many

limitations since it is difficult to be solubilized and swollen in cold water. The

flour is modified physically by pregelatinization to improve its properties.

Pragelatinized breadfruit flour can be used as instant food, porridge, and baby

food.

This research is aimed to investigate the effect of slurry concentration and

contact time of the slurry on the drum. The process is conducted using double

drum dryer with temperature of plate is 80±5 C. Twenty and 30% of slurry were

poured into drum with different rotation speed (4, 6 and 8 rpm). Each flour is

characterized its chemical composition and physico-chemical properties.

Generally pregelatinization did not influence to the chemical composition.

Pregelatinization of the flour improved the water solubility and swelling power on

room (30 C) and hot (70 C) solutions, reduced the freeze-thaw stability, caused

partial gelatinization which is monitored by losing the birefringence of starch

granule, and darkened the flour. The pregelatinized flour also reduced gelatinized

temperature and had low final viscosity. Low concentration of slurry and low

rotation speed of drum increased the gelatinized part of the flour, which is

influenced to the cold and hot water solubility.

Page 6: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

Judul Skripsi : Produksi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pragelatinisasi

Nama : Wenny Silvia Loren Br Sinaga

NRP : F34053480

Menyetujui:

Pembimbing I Pembimbing II

Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, MSi

NIP: 19491209 198011 1 001 NIP: 19661219 1991103 2 001

Mengetahui:

Ketua Departemen,

Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti

NIP: 19621009 198903 2 001

Tanggal Lulus: 14 Juni 2010

Page 7: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Berastagi, Sumatera Utara pada tanggal 14 Oktober

1987. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan bapak

Robinson Sinaga dan ibu Rehulina Br Simbolon. Pada tahun 1999, penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SD Methodist Berastagi. Penulis

menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di SLTPN 1 Berastagi pada tahun

2002 dan pendidikan di SMAN 1 Berastagi pada tahun 2005.

Penulis melanjutkan pendidikan di Perguruan Tinggi Negeri, Institut

Pertanian Bogor tahun 2005 melalui jalur BUD (Beasiswa Utusan Daerah) di

Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian. Penulis

aktif dalam organisasi kemahasiswaan dengan menjadi pengurus dan anggota

Himalogin pada tahun 2006-2010, pengurus dan anggota UKM PMK IPB 2005-

2010 dan menjadi anggota paduan suara Agriaswara IPB 2006.

Penulis melaksanakan praktek lapang pada tahun 2008 dengan topik

“Mempelajari Aspek Produksi dan Pengawasan Mutu Bumbu Penyedap Royco di

PT Unilever Indonesia Tbk Cikarang, Bekasi”. Untuk menyelesaikan tugas akhir

ini, penulis melakukan penelitian yang dituangkan dalam skripsi berjudul

”Produksi Tepung Sukun (Artocarpus altilis) Pragelatinisasi”.

Page 8: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

iii

KATA PENGANTAR

Segala puji syukur penulis sampaikan kehadirat Allah Tritunggal karena

atas berkat, rahmat dan kasih-Nya penulis dapat melaksanakan, menulis, dan

menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi

Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pada

kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang

telah membantu dan memberikan dukungan selama penelitian dan penyusunan

skripsi ini:

1. Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc selaku dosen pembimbing I yang telah

memberikan banyak bimbingan, arahan, dukungan, saran dan kritik kepada

penulis sehingga penulis mengerti luasnya ilmu pengetahuan.

2. Dr. Ir. Titi Candra Sunarti, M.Si selaku dosen pembimbing II yang telah

banyak memberikan arahan, bimbingan dan dukungan pada saat penelitian

dan dalam penyusunan skripsi serta ”mendoktrin” penulis untuk mencintai

ilmu pengetahuan.

3. Dr. Ir. Ika Amalia Kartika, MT selaku dosen penguji yang telah memberikan

saran dan kritik untuk penyusunan skripsi ini.

4. Dr. Ir. Illah Saillah, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah

memotivasi penulis untuk tak berpuas diri dalam menimba ilmu.

5. Pemerintah Daerah Kabupaten Karo atas dukungan dana dan kesempatan

yang sangat berharga sehingga penulis dapat menimba ilmu di IPB.

6. Bapak, Mamak dan adekku Zohdy atas dukungan, motivasi, doa, kasih

sayang dan pengertian yang tak pernah habis. Kalian adalah sumber nafas dan

semangat terbesar yang pernah di berikan Tuhan kepadaku.

7. Keluarga besar penulis Nek Karo, Bunda tante cibet, tulang & nantulang, dek

Cibet, Bony, Petra, Petrus, Lausevina, Lola & kel atas kepercayaan dan

segudang semangat yang tiap hari kalian berikan kepada penulis.

8. “He who must not be named” atas waktu dan kesediaan tempat untuk

menampung air mata, keluh-kesah, suka-duka selama ini. Terimakasih buat

doa, motivasi, solusi dan semangat yang selalu membesarkan dan

Page 9: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

iv

menyejukkan hati. Terimakasih atas kepercayaan dibalik senyum dan tawa

yang selalu terpancar untuk menopang penulis yang goyah.

9. Laboran TIN (Bu Ega, Bu Rini, Bu Sri, Pak Gun, Pak Sugi, Pak Dicky, Pak

Edi, Pak Hendi dan Pak Anwar), laboran Seafast dan Technopark (Pak Ias,

Pak Ranta, Pak Nurwanto).

10. Teman-temanku Fitriana SM, Novi S, Bahaderi CS, Eka PS, Priska, Juliana,

Helma, Estherlina, Clara, Kak Jane, Bang Franky Gurning, Joel Sinaga,

Sulaiman Purba meski jauh dimata tetapi kalian dekat di hati. Terimakasih

untuk doa, motivasi, kebersamaan, canda tawa, menangis bersama,

pengertian, dan semangat yang selalu kalian tunjukkan lewat perbuatan.

Bersama kalian aku mengerti arti sebuah persahabatan.

11. Teman-teman keluarga besar TIN 42 yang tidak dapat saya sebutkan satu

persatu, TIN 43, teman se bimbingan (Iwan n Yudi), teman2 yang setiap saat

ditanya selalu ada (Roisah, Amel, Amir, Doni, Pute, Mbo Te, Vioni, Martin,

Novi PY) atas kebersamaan dan ketulusannya.

12. Teman-teman Crew Pondok Putri TinTunz, Desra, Viva, Po, Qq, Qkay,

Astra, Febi, Speti, Dian, Evi, Desi, Ester, Lidia, Kak Ita, Putri, Wirdha, Ra2,

Rima, Teman2 ArtCom (Bang Icok, Juan, Salomo, deny, dll) atas canda tawa

yang selalu menyejukkan hati yang sedang galau. Karena kalian penulis

mengerti bagaiman bersikap sebagai seorang kakak ditengah cendikiawan

masa depan.

13. Semua pihak yang tidak dapat penulis ucapkan satu persatu telah memberikan

bantuan kepada penulis baik secara langsung ataupun tidak langsung.

Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan, dalam skripsi ini,

oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun. Semoga

laporan ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang membutuhkan demi kemajuan

ilmu dan teknologi.

Bogor, Juni 2010

Wenny Silvia Loren Br Sinaga

Page 10: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

v

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ........................................................................................ iii

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR TABEL .............................................................................................. vi

DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... ix

I. PENDAHULUAN ........................................................................................ 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................ 1

1.2 TUJUAN ................................................................................................ 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................... 3

2.1 TANAMAN SUKUN ............................................................................. 3

2.2 BUAH SUKUN (Bread fruit) ................................................................. 4

2.3 PRAGELATINISASI PATI .................................................................... 6

III. METODE PENELITIAN ............................................................................. 9

3.1 BAHAN DAN ALAT ............................................................................. 9

3.1.1 Bahan ............................................................................................. 9

3.1.2 Alat ................................................................................................ 9

3.2 PROSEDUR PENELITIAN .................................................................. 10

3.2.1 Karakterisasi Tepung Sukun Alami .............................................. 10

3.2.2 Produksi Tepung Sukun Pragelatinisasi ........................................ 10

3.2.3 Karakterisasi Tepung Sukun Pragelatinisasi ................................. 10

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN ............................................................ 12

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 14

4.1 PRODUKSI TEPUNG SUKUN PRAGELATINISASI ......................... 14

4.2 KARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN PRAGELATINISASI ............. 20

4.2.1 Komposisi Kimia Tepung Sukun Pragelatinisasi .......................... 20

4.2.2 Sifat Fisik Tepung Sukun Pragelatinisasi ...................................... 26

4.2.3 Karakteristik Sifat Fungsional Tepung sukun ............................... 35

V. KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 49

5.1 KESIMPULAN .................................................................................... 49

5.2 SARAN ................................................................................................ 50

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 51

LAMPIRAN ...................................................................................................... 55

Page 11: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Komposisi kimia buah segar, kering dan tepung sukun alami ............... 16

Tabel 2. Kadar air tepung setelah proses pragelatinisasi ..................................... 19

Tabel 3. Komposisi kimia tepung sukun alami dan pragelatinisasi ..................... 21

Tabel 4. Nilai kecerahan tepung sukun alami dan pragelatinisasi ....................... 29

Tabel 5. Nilai parameter amilografi tepung sukun .............................................. 37

Page 12: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Buah sukun ...................................................................................... 4

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung sukun pragelatinisasi ......... 11

Gambar 3. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

kandungan protein dan lemak tepung sukun pragelatinisasi ........... 24

Gambar 4. Gambar pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2:30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

perbedaan derajat putih tepung sukun alami dan pragelatinisasi

yang dihasilkan .............................................................................. 27

Gambar 5. Gambar pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

perbedaan warna tepung sukun alami dan pragelatinisasi yang

dihasilkan ...................................................................................... 28

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap diagram

warna ............................................................................................ 30

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap bentuk

granula tepung sukun alami dan pragelatinisasi dengan

perbesaran 200 kali ........................................................................ 31

Gambar 8. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

mikroskopik tepung sukun pragelatinsasi pada mikroskop cahaya

terpolarisasi (perbesaran 200 kali) ................................................. 32

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap uji iod

tepung sukun pragelatinisasi .......................................................... 35

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap sifat

amilografi tepung sukun pragelatinisasi ......................................... 38

Gambar 11. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

perbandingan kelarutan dan swelling power antara suhu 70 C dan

30 C .............................................................................................. 41

Gambar 12. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

kejernihan pasta dan freeze thaw stability ...................................... 44

Page 13: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

viii

Gambar 13. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

daya cerna dengan enzim α-amilase ............................................... 47

Gambar 14. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

DP dengan enzim α-amilase........................................................... 47

Page 14: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

ix

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun dari Badan Litbang

Kehutanan ..................................................................................... 56

Lampiran 2. Karakterisasi Komposisi Kimia Tepung Sukun Alami dan

Pragelatinisasi ............................................................................... 57

Lampiran 3. Karakterisasi Sifat Fisik Tepung Sukun Alami dan Pragelatinisasi . 60

Lampiran 4. Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung Sukun Alami dan

Pragelatinisasi ............................................................................... 62

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Karakterisasi Tepung sukun ...................... 68

Lampiran 6. Analisis sidik ragam(Rancangan Acak Kelompok) dan Uji Duncan 77

Page 15: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

I. PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pertumbuhan penduduk Indonesia yang mengalami peningkatan 2,2

juta jiwa per tahun tersebut akan mengakibatkan peningkatan kebutuhan

pangan. Namun, peningkatan jumlah penduduk dan kebutuhan pangan ini

tidak diikuti oleh peningkatan produksi beras. Produksi padi pada tahun 2010

diperkirakan 32,65 ton, sedangkan kebutuhan beras pada tahun tersebut 36,77

juta ton beras, sehingga terjadi kekurangan pasokan beras sekitar 4,12 juta ton

beras. Demikian pula untuk tahun 2015 dan 2020 diprediksi terjadi

kekurangan pasokan beras sebanyak 5,8 juta ton pada tahun 2015 dan

meningkat menjadi 7,49 juta ton beras pada tahun 2020 (Saragih, 2008).

Sektor pertanian memiliki peran strategis antara lain yaitu

menghasilkan bahan pangan bagi seluruh penduduk Indonesia. Seiring dengan

pertambahan jumlah penduduk Indonesia, maka permintaan terhadap pangan

terutama beras, terus meningkat. Padahal sebagaimana dimaklumi upaya

peningkatan produksi beras di tanah air tidak mudah untuk dilakukan karena

sudah mengalami kejenuhan. Namun upaya pemenuhan kebutuhan pangan

harus terus dilakukan. Fakta menunjukkan bahwa pangan pokok penduduk

yang bertumpu pada satu sumber karbohidrat, melemahkan ketahanan pangan,

dan menghadapi kesulitan dalam pengadaannya. Pemerintah bekerjasama

dengan Departemen Kehutanan selama 4 tahun terakhir ini tengah

menggalakkan penanaman sejuta pohon untuk mengurangi resiko global

warming. Salah satu pohon yang dianjurkan untuk ditanam adalah pohon

sukun yang diharapkan selain dapat mengurangi resiko global warming juga

dapat membantu pemenuhan diversifikasi pangan di Indonesia.

Tanaman sukun dapat tumbuh baik di segala macam tanah juga dapat

tumbuh di dataran rendah, sedang hingga mencapai ± 600m/dpl (Pitojo, 1992).

Sukun dapat mulai berbuah pada umur 5 tahun hingga 50 tahun. Setiap kali

berbuah dapat menghasilkan 400 buah per pohonnya (Soeseno, 1977). Data ini

menunjukkan bahwa sukun potensial untuk dikembangkan.

Page 16: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

2

Berdasarkan hasil penelitian terdahulu diketahui bahwa dari setiap 100

g buah sukun segar mengandung 27,12 g karbohidrat, 108 kalori, 17 mg

kalsium, 29 mg vitamin-C, dan 490 mg kalium, sedangkan dari setiap 100 g

sukun tua yang diolah menjadi tepung bisa menghasilkan energi sebanyak 302

kalori dan karbohidrat 78,9 g. Dari kandungan kalori dan karbohidrat yang

dihasilkan mendekati kandungan yang dimiliki beras yaitu 360 kalori dengan

karbohidrat 78,9 g (FAO, 1972).

Ditengah kelangkaan pangan dewasa ini, maka sukun (Artocarpus

altilis (Parkinson) Fosberg) dapat merupakan alternatif sumber karbohidrat,

disamping itu salah satu komoditas buah yang mempunyai nilai ekonomis

cukup tinggi karena dapat dijual dalam bentuk segar maupun olahan sebagai

pangan alternatif pengganti beras. Pemanfaatan buah sukun sebagai bahan

makanan masih terbatas secara tradisional yaitu direbus, digoreng, dibuat

keripik, dibuat kolak, dan difermentasi jadi tape.

Salah satu kelemahan pati alami adalah ketidakmampuannya untuk

mengembang (swelling) dalam air dingin (Fleche, 1985). Hal ini

menyebabkan tidak dapat digunakan dalam beberapa aplikasi industri,

khususnya obat-obatan. Alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi

masalah ini adalah dengan melakukan modifikasi pati secara fisik yaitu

dengan modifikasi pati pragelatinisasi. Keterbatasan pemanfaatan buah sukun

disebabkan kurangnya informasi tentang komoditi sukun, sehingga upaya

untuk meningkatkan daya guna sukun dan nilai ekonominya diperlukan usaha

penganekaragaman jenis produk olahan sukun.

1.2 TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji proses produksi tepung sukun

termodifikasi dengan mengamati pengaruh perbandingan konsentrasi tepung

dan kecepatan putar drum dryer terhadap karakteristik sifat fisiko kimia dan

fungsional dari tepung sukun pragelatinisasi yang dihasilkan.

Page 17: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 TANAMAN SUKUN

Tanaman sukun, Artocarpus altilis termasuk dalam genus Artocarpus,

famili Moraceae, ordo Urticales dan sub kelas Dycotyledone. Tanaman ini

tanaman tropik sejati yang tumbuh baik di daerah dataran rendah (Sturrock

(1940) di dalam Yohani (1995)). Tanaman sukun baik di daerah basah tetapi

masih dapat tumbuh di daerah yang kering serta aerasi tanah yang baik akan

menunjang pertumbuhannya (Terra (1952) di dalam Doni (2002)).

Berdasarkan FAO (1982), tanaman sukun dapat tumbuh dengan baik

pada curah hujan sekitar 1500-2500 mm dan suhu sekitar 21-35ºC. Menurut

Pitojo (1992), tanaman sukun dapat ditanam hampir di segala jenis tanah,

sehingga memiliki daerah penyebaran luas. Tumbuh dengan baik di dataran

rendah, dataran sedang hingga mencapai kurang lebih 600 m dpl.

Pengembangbiakan tanaman sukun dilakukan secara vegetatif. Metode

yang sering digunakan yaitu pembiakan dengan tunas akar. Akar dipotong

atau dimemarkan dan dibiarkan sampai tumbuh tunas. Selain dengan tunas

akar dapat pula dilakukan dengan cara cangkok, okulasi, dan stek (Pepenoe

(1920) di dalam Yohani (1995)). Tunas tanaman ini dapat diperoleh dengan

menyemaikan potongan akar yang telah direndam dulu dalam larutan asam

butirat yang mengandung indol satu persen (Chandler, 1958).

Ketinggian tanaman sukun dapat mencapai 15-20 m dengan diameter

pohon mencapai 0,60 m. Daun tanaman sukun bertulang tangan dengan

panjang 22,5-60,0 cm dan lebar 20,0-50,0 cm. Daun berbentuk tangan dengan

lekukan-lekukan yang dalam dan bergelombang. Pada satu helai daun terdapat

lima sampai Sembilan lekukan. Permukaan daun mengkilap dan bagian

bawahnya hijau suram serta berbulu-bulu halus (Allen, 1967).

Bunga tanaman sukun terdapat diantara daun pada pucuk cabang.

Bunga jantan dan betina terdapat dalam satu pohon. Sukun termasuk tanaman

berumah satu, penyerbukannya antara bunga jantan dan bunga betina akan

menghasilkan buah, tetapi buah sukun kebanyakan tidak berbiji, sehingga sulit

untuk mendapatkan bibitnya dari biji (Allen, 1967).

Page 18: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

4

Pohon sukun mulai berbuah setelah berumur lima sampai tujuh tahun

dan akan terus berbuah sampai umur 50 tahun. Dalam usia lima tahun akan

diperoleh buah sukun sebanyak 400 buah per tahun (Soesono, 1977). Musim

panen sukun dua kali setahun. Panen raya bulan Januari-Februari dan panen

susulan pada bulan Juli-Agustus. Perubahan musim panen dipengaruhi oleh

musim penghujan (Pitojo, 1992).

2.2 BUAH SUKUN (Bread fruit)

Buah sukun berbentuk hampir bulat atau bulat panjang. Pada buah

yang telah matang diameternya dapat mencapai sampai 10 inci (19,24-25,4

cm) dan berat kurang lebih 4,54 kg. Kulit buah masih muda berwarna hijau

dan daging buah berwarna putih kekuningan (Allen, 1967). Buah sukun

termasuk golongan buah klimaterik. Puncak klimaterik dicapai dalam waktu

singkat karena proses respirasi yang berlangsung cepat. Pola respirasi buah

sukun sama dengan pola respirasi buah papaya, tetapi kecepatan respirasi buah

sukun lima kali lebih cepat (Thompson et al., 1974).

Gambar 1. Buah sukun

(www.wordpress.com)

Buah sukun yang terdiri dari kulit, daging (pulp), serta hati dan gagang

memiliki potensi sebagai sumber karbohidrat. Menurut Graham dan De Bravo

(1981), bagian daging merupakan bagian yang terbesar dari buah sukun (62,8-

73,9%). Komposisi kimia buah sukun yang dikemukakan oleh FAO (1972),

kandungan gizi dan mineral dalam 100 g sukun yaitu protein 2 g, lemak 0,3 g,

pati 28 g, kalsium 21 g, fosfor 59 mg, besi 0,4 mg, vitamin B1 0,12 mg, dan

Page 19: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

5

vitamin C 17 mg. Bila dibandingkan dengan beras, maka sukun lebih unggul

dalam hal kandungan fosfor, kalsium, protein, vitamin B1 dan vitamin C.

Bagian hati buah sukun berintikan sel-sel parenchyma yang dikelilingi

oleh jaringan pembuluh xilem atau floem. Apabila buah dibelah, jaringan

pembuluh ini mudah berubah warna karena aktivitas enzim oksidatif,

sedangkan perubahan warna pada buah relatif sangat lambat (Reeve (1974) di

dalam Doni (2002)).

Menurut Graham dan De Bravo (1981), semua bagian dari buah sukun

(kulit, gagang, hati dan daging) dengan tingkat kematangan yang berbeda

mengandung nilai gizi yang berbeda. Kandungan protein bervariasi dari 4,6-

5,9% pada kulit, 6,0-7,6% pada hati dan gagang, dan 3,8-4,1% dalam daging

buah. Kandungan lemak kasar bervariasi dari 2,3-3,9% pada kulit, 1,6-4,6%

dalam hati gagang, dan 1,1-2,6% dalam daging.

Buah sukun yang sering digunakan untuk konsumsi yaitu buah yang

sudah matang. Penggunaan buah yang sudah matang memiliki beberapa

kendala, yaitu mudah terjadi pelunakan buah dalam waktu yang singkat,

sehingga tidak dapat dimakan. Hal ini disebabkan karena buah sukun yang

memiliki pola respirasi yang cepat (Thompson et al., 1974).

Suhu penyimpanan sukun yang tinggi (27ºC) menyebabkan buah akan

menjadi lunak dalam waktu yang lebih singkat bila dibandingkan suhu simpan

yang lebih rendah (12,5ºC). Akan tetapi proses pematangan pada suhu simpan

yang rendah akan berjalan secara tidak normal. Warna buah matang yang

berubah dari hijau kekuningan menjadi coklat buram (Thompson et al., 1974).

Konsumsi buah sukun umumnya dilakukan setelah digoreng, direbus

dan dibuat kripik. Di Maluku buah sukun sering dibakar utuh kemudian baru

dikupas dan dipotong-potong untuk dijadikan kolak. Buah sukun akan dapat

disimpan lama dalam bentuk kering seperti gaplek pada ubi atau dalam bentuk

tepung (Soeseno, 1977).

Cadangan pati buah sukun terdapat dalam sel perensima. Ukuran sel

ini berkisar antara 30-70 µm, sedangkan diameter granula pati kira-kira 10 µm

(Reeve (1974) di dalam Utami (2009)). Ukuran diameter pati ini lebih besar

Page 20: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

6

dari pada pati beras. Kadar pati buah sukun sama dengan nilai pati ubi jalar

dan lebih besar dari pati kentang (Miller et al., 1936).

2.3 PRAGELATINISASI PATI

Ciptadi dan Machfud, (1990) menyatakan bahwa pati termodifikasi

dapat didefenisikan sebagai pati yang telah mengalami modifikasi baik secara

kimia, fisika, maupun enzimatik. Pati yang telah mengalami modifikasi

umumnya memiliki sifat fisik dan kimiawi yang lebih baik seperti peningkatan

tingkat kejernihan pasta, stabilitas, ketahanan terhadap retrogradasi dan

peningkatan freeze-thaw stability (Angboola et al., 1991).

Sifat fisik pati alami yang belum termodifikasi dan padatan koloid

yang terbuat dari pati alami pada pemanasan suspensinya menyebabkan

keterbatasan penggunaannya pada berbagai aplikasi komersial. Berdasarkan

aplikasi penggunaannya, kelemahan-kelemahan ini mencakup sifat mengalir

yang lemah atau ketidakmampuan granula pati mengikat air; viskositas yang

tidak terkontrol setelah pemasakan; kohesif atau tekstur yang seperti karet

pada pati yang telah dimasak seperti pada pati jagung, kentang dan tapioka;

sensitivitas pati yang telah dimasak untuk pecah/hancur selama pemasakan

lanjutan ketika diperlakukan dengan mechanical shear atau pH rendah;

kejernihan pasta yang rendah dan kecenderungan padatan pati yang disiapkan

dari jagung, gandum dan pati biji-bijian konvensional untuk menjadi buram

ketika didinginkan; dll. Modifikasi pati dikembangkan untuk mengatasi salah

satu atau lebih kelamahan-kelemahan tersebut sehingga dapat digunakan pada

beberapa aplikasi industri (Wurzburg, 1989).

Modifikasi pati pragelatinisasi yang telah mengalami pemasakan awal

dan dikeringkan dengan drum dryer menghasilkan produk yang dapat

terdispersi dalam air dingin untuk membentuk suspensi yang stabil (Hodge

dan Osman, 1976). Snyder (1984) menyatakan bahwa proses pengolahan pati

pragelatinisasi dengan alat drum dryer yaitu sebagai berikut: pati yang telah

dicampur air dengan kadar tertentu dimasukkan ke dalam ruang yang sangat

panas diantara drum dryer pada suhu tertentu di atas suhu gelatinisasi bahan.

Suspensi pati tersebut selanjutnya akan tergelatinisasi akibat pemasakan dan

Page 21: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

7

secara simultan langsung dikeringkan. Tidak semua granula pati dalam proses

ini tergelatinisasi. Hal ini dikarenakan keterbatasan jumlah air yang

digunakan.

Anastasiades et al., (2002) menyatakan bahwa dua tahap utama dalam

proses modifikasi pati pragelatinisasi dengan drum dryer ialah gelatinisasi dan

pengeringan. Pada double drum dryer, gelatinisasi terjadi pada bagian tengah

diantara kedua drum. Pengeringan sebenarnya terjadi setelah bahan yang telah

tergelatinisasi melewati celah sempit diantara kedua drum dan membentuk

lapisan tipis pada permukaan drum.

Pengering drum digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk

bubuk atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan

secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Brennan, 1974).

Pengering drum bekerja berdasarkan prinsip pengering produk cair yang

dikenakan pada permukaan silinder yang berputar dengan kecepatan yang

diatur. Produk cair yang menempel pada silinder secara perlahan-lahan

berubah menjadi produk kering. Setelah mencapai ¾ putaran, produk kering

tersebut dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah dalam bentuk lapisan

film (Arsdel dan Copley, 1964).

Secara umum ada dua tipe alat pengering drum yang digunakan dalam

industri pangan, yaitu drum tunggal dan drum ganda. Pada drum tunggal

pembentukan film dilakukan dengan mencelupkan drum pada bubur atau

larutan. Sedangkan pada drum ganda produk dimasukkan di bagian atas pada

bagian antara dua drum yang puncaknya paralel. Ketebalan film yang

dihasilkan diatur dengan mengatur jarak antara kedua drum. Bahan yang akan

dikeringkan harus dalam bentuk cairan pekat (Heldman dan Singh, 1981).

Faktor utama yang mempengaruhi mutu produk kering hasil

pengeringan silinder antara lain uap. Uap merupakan media penghantar panas

yang biasa digunakan dalam proses penggilingan silinder, yaitu untuk

penyediaan panas ke permukaan silinder (Doni, 2002).

Keuntungan penggunaan alat-alat pengering drum ini adalah kecepatan

pengeringan yang tinggi dan penggunaan panas yang ekonomis, dapat

memperbaiki daya cerna, mempengaruhi sanitasi dan mengawetkan.

Page 22: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

8

Kelemahannya adalah hanya dapat digunakan pada bahan pangan yang

berbentuk bubur atau pasta dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam

waktu singkat (Brennan, 1974).

Page 23: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

III. METODE PENELITIAN

3.1 BAHAN DAN ALAT

3.1.1 Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tepung

sukun, dan air distilata. Tepung sukun yang digunakan diperoleh dari

Badan Litbang Kehutanan, dihasilkan dari buah sukun mengkal yang

dipanen 10 hari sebelum tingkat ketuaan optimum dan untuk pembuatan

tepung disajikan pada Lampiran 1. Bahan-bahan yang digunakan untuk

analisis adalah H2SO4 pekat, katalis (CuSO4 dan Na2SO4), akuades,

NaOH, NaN3, pelarut organik (heksan), etanol 95%, larutan Iod, indikator

(kanji, PP, mengsel (campuran metil merah 0,02% dalam alkohol dan

metil biru 0,02% dalam alkohol (2:1)), akuades, HCl, NaOH, α-amilase.

3.1.2 Alat

Peralatan utama yang digunakan untuk membuat pati

pregelatinisasi pada penelitian ini adalah drum dryer dengan tipe double

drum serta memiliki ukuran diameter dan panjang drum berturut-turut

sebesar 12 dan 8 inci serta panas permukaan 80±5 C. Alat-alat yang

digunakan dalam penelitian ini adalah desikator, oven, cawan porselen,

cawan aluminium, cawan petri, termometer, ukur, gelas piala, pengaduk,

erlenmeyer, pipet volumetrik, timbangan digital, mikroskop cahaya

terpolarisasi, mikroskop cahaya biasa, stopwatch, alat destilasi,

saringan/ayakan, kertas saring, tabung reaksi, spektofotometer,

micrometer, pemanas bunsen, tanur, labu Kjedahl, alat destilasi, otoklaf,

penangas air, alat soxhlet, Brookfield Viscometer, Brabender

Viscoamylograph, freezer, incubator shaker dan pendingin tegak.

Page 24: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

10

3.2 PROSEDUR PENELITIAN

3.2.1 Karakterisasi Tepung Sukun Alami

a. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Tepung sukun

Karakterisasi sifat fisiko-kimia tepung sukun meliputi bentuk dan

ukuran granula pati, pengamatan sifat birefringence pati, analisis

proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat by

difference), kadar pati, derajat putih, bentuk dan ukuran granula. Prosedur

analisis disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

b. Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung sukun

Pengamatan terhadap sifat fungsional meliputi sifat amilograf

(suhu gelatinisasi, maksimum viskositas, breakdown dan set up viscosity

serta viskositas akhir), solubilitas/kelarutan pada suhu 30 dan 70°C dan

swelling power, kejernihan pasta, freez-thaw stability dan apparent

viscosity. Sifat digestibilitas/resistensi pati diukur dengan menggunakan

enzim α-amilase (daya cerna dan derajat polimerisasi). Prosedur analisis

disajikan pada Lampiran 4.

3.2.2 Produksi Tepung Sukun Pragelatinisasi

Sukun dan air dicampurkan dengan konsentrasi padatan 20% dan

30%. Campuran pati ini kemudian dipanaskan dan dikeringkan dengan

menggunakan alat drum dryer pada suhu diatas suhu gelatinisasinya. Pada

proses pemanasan dan pengeringan ini memakai suhu berkisar 80±5ºC

(Endahsari, 1999). Setelah pemanasan dan pengeringan ini selesai

dilanjutkan dengan penggilingan dengan hammer mill. Diagram alir dapat

dilihat pada Gambar 2.

3.2.3 Karakterisasi Tepung Sukun Pragelatinisasi

a. Karakterisasi Sifat Fisiko-Kimia dan Mutu Tepung sukun

Karakterisasi sifat fisiko-kimia tepung sukun meliputi bentuk dan

ukuran granula pati, pengamatan sifat birefringence pati, analisis

proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar dan karbohidrat by

difference), kadar pati, derajat putih, bentuk dan ukuran granula. Prosedur

analisis disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

Page 25: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

11

b. Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung sukun

Pengamatan terhadap sifat fungsional meliputi sifat amilograf

(suhu gelatinisasi, maksimum viskositas, breakdown dan set up viscosity

serta viskositas akhir), solubilitas/kelarutan pada suhu 30 dan 70°C dan

swelling power, kejernihan pasta, freez-thaw stability dan apparent

viscosity, Sifat digestibilitas/resistensi pati diukur dengan menggunakan

enzim α-amilase (daya cerna dan derajat polimerisasi). Prosedur analisis

disajikan pada Lampiran 4.

Gambar 2. Diagram alir proses pembuatan tepung sukun pragelatinisasi

500g Tepung

Sukun alami

Pencampuran Bahan

(konsentrasi padatan 20%, 30%)

Pemanasan dan Pengeringan dengan Drum

Dryer (Suhu 80±5ºC)

Kecepatan putar drum 4,6,dan 8 rpm

Penggilingan dengan Hammer Mill lolos

saring 60 mesh

Air

distilata

Tepung Sukun

Pragelatinisasi

Page 26: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

12

3.3 RANCANGAN PERCOBAAN

Karakterisasi tepung sukun disebabkan oleh pengaruh perbedaan

konsentrasi padatan dan perbedaan putaran drum dryer (rotation per

minute/rpm). Konsentrasi padatan yang digunakan adalah 20% dan 30%,

untuk kecepatan putar drum drum yang digunakan adalah 4, 6, dan 8 rpm.

Jenis sumber keragaman ini yang menitik beratkan rancangan percobaan yang

digunakan adalah rancangan percobaan acak lengkap faktorial. Menurut

Walpole (1993), percobaan acak lengkap faktorial perlakuannya merupakan

semua kemungkinan kombinasi dua kriteria dan bahan percobaannya cukup

tersedia untuk satu atau lebih untuk perlakuan tersebut. Pada penelitian ini

(data penelitian dapat dilihat pada Lampiran 5), ada 6 kombinasi yang

mungkin dari 2 jenis konsentrasi padatan dan 3 jenis kecepatan putar drum

drum dan memiliki 2 kali ulangan untuk setiap perlakuan. Model persamaan

untuk semua kemungkinan kombinasi dua kriteria adalah sebagai berikut:

Yijm = µ + Ai + Rj +(AR)ij+ єm(ij)

Keterangan:

Yijm = Nilai pengamatan untuk konsentrasi (A) ke-i dan kecepatan putar

drum drum ke-j serta ulangan ke-m

µ = Rataan

Ai = Pengaruh ke-i untuk perbedaan konsentrasi

Rj = Pengaruh ke-j untuk perbedaan kecepatan putar drum drum

ARij = Interaksi antara pengaruh perbedaan konsentrasi ke-i dan

perbedaan kecepatan putaran drum ke-j

єm(ij) = galat/kesalahan percobaan (m=1,2 untuk semua i,j)

Keterangan faktor konsentrasi padatan (i=1 dan 2):

A1 : Konsentrasi padatan sebanyak 20%

A2 : Konsentrasi padatan sebanyak 30%

Page 27: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

13

Keterangan faktor kecepatan putar drum drum ( j=1, 2, dan 3):

R1 : Kecepatan putar drum drum sebanyak 4 rpm

R2 : Kecepatan putar drum drum sebanyak 6 rpm

R3 : Kecepatan putar drum drum sebanyak 8 rpm

Setelah dilihat dari analisis varian jika ditemukan data yang berbeda nyata

maka dilanjutkan dengan Uji Duncan karena uji ini memiliki nilai kritis

yang tidak tunggal tetapi mengikuti urutan rata-rata yang dibandingkan

(Nawari, 2010). Untuk ANOVA dan uji lanjut Duncan disajikan pada

Lampiran 6.

Page 28: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 PRODUKSI TEPUNG SUKUN PRAGELATINISASI

Tanaman sukun berasal dari daerah New Guinea Pasifik yang

kemudian dikembangkan di daerah Malaysia sampai ke Indonesia. Buah

sukun berbentuk bulat agak lonjong seperti buah melon. Warna kulit buah

hijau muda sampai kuning kecoklatan. Ketebalan kulit berkisar antara 1-2

mm. Buah muda permukaan kulit buahnya kasar dan menjadi halus setelah

buah tua. Tekstur buah saat mentah keras, dan menjadi lunak-masir setelah

matang. Daging buah berwarna putih, putih kekuningan dan kuning,

tergantung jenisnya. Rasa buahnya saat mentah agak manis dan manis

setelah matang, dengan aroma spesifik. Ukuran berat buah dapat mencapai 4

kg. Panjang tangkai buah (pedicel), berkisar antara 2,5-12,5 cm tergantung

varietas.

Produksi buah sukun dapat mencapai 50-150 buah/tanaman.

Produktivitas tanaman tergantung daerah dan iklimnya. Paling sedikit setiap

tanaman dapat menghasilkan 25 buah dengan rata-rata 200-300 buah per

musim. Untuk setiap hektar lahan dapat menghasilkan buah sukun

sebanyak 16-32 ton. Budidaya tanaman sukun secara monokultur jarang

dilakukan. Umumnya pohon sukun ditanam sebagai tanaman pinggiran,

untuk penghalang angin, atau kadang – kadang sebagai pelindung tanaman

kopi. Musim panen sukun biasanya dua kali setahun, yaitu bulan Januari –

Pebruari dan Juli – September (Widowati, 2003).

Berdasarkan kadar karbohidrat yang cukup tinggi (27,12%), buah

sukun berpeluang untuk diolah menjadi tepung. Pemanfaatan tepung sukun

menjadi makanan olahan dapat mensubtitusi penggunaan terigu sampai 50

hingga 100% tergantung jenis produknya.

Pada umumnya umbi-umbian dan buah-buahan mudah mengalami

pencoklatan setelah dikupas. Hal ini disebabkan oksidasi dengan udara

sehingga terbentuk reaksi pencoklatan oleh pengaruh enzim yang terdapat

dalam bahan pangan tersebut (browning enzymatic). Pencoklatan karena

Page 29: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

15

enzim merupakan reaksi antara oksigen dan suatu senyawa phenol yang

dikatalisis oleh polyphenol oksidase. Terjadinya reaksi pencoklatan ini

diperkirakan melibatkan perubahan dari bentuk kuinol menjadi kuinon

(Winarno, 2002).

Kendala dalam pembuatan tepung sukun ialah terjadinya warna

coklat saat diproses menjadi tepung. Untuk menghindari terbentuknya warna

coklat pada tepung yang dihasilkan, usahakan sesedikit mungkin terjadinya

kontak antara bahan dengan udara. Caranya yaitu dengan merendam buah

yang telah dikupas dalam air bersih, dan menonaktifkan enzim dengan cara

diblansir atau direndam dalam larutan garam 1%. Lama pengkukusan

tergantung sedikit banyaknya bahan, berkisar antara 10-20 menit. Tingkat

ketuaan buah juga sangat berperan terhadap warna tepung yang dihasilkan.

Buah yang muda menghasilkan tepung sukun berwarna putih kecoklatan.

Semakin tua buah semakin putih warna tepungnya. Buah sukun yang baik

untuk diolah menjadi tepung adalah buah mengkal yang dipanen 10 hari

sebelum tingkat ketuaan optimum (Widowati et al., 2001).

Bobot kotor buah sukun berkisar antara 1200-2500 g, rendemen

daging buah 81,21%. Dari total berat daging buah setelah disawut dan

dikeringkan menghasilkan rendemen sawut kering sebanyak 11-20% dan

menghasilkan rendemen tepung sebesar 10-18%, tergantung tingkat ketuaan

dan jenis sukun. Pengeringan sawut sukun menggunakan alat pengering

sederhana berkisar antara 5-6 jam dengan suhu pengeringan 55-60oC. Bila

pengeringan dengan sinar matahari lama pengeringan tergantung cuaca.

Pada udara yang cerah, lama pengeringan sekitar 1 - 2 hari.

Buah sukun mengandung air dalam jumlah yang sangat besar sekitar

80% pada buah segar (Tabel 1), apalagi dengan sifatnya sebagai buah

klimaterik sehingga mudah sekali rusak. Oleh karena itu, buah sukun

disimpan dalam bentuk dikeringkan. Menurut Peters and Wills (1959), sukun

yang sudah dikeringkan dapat disimpan selama satu tahun tanpa mengalami

kerusakan. Coenen dan Barrau (1961) menambahkan, pengawetan buah

sukun dengan cara penjemuran dalam bentuk sheet dapat tahan lebih dari

tiga tahun. Pengawetan cara ini dilakukan oleh orang Mikronesia. Buah

Page 30: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

16

berbentuk sheet yang telah kering berwarna coklat, biasanya disebut “tipak”.

Komposisi kimia buah sukun kering, basah dan hasil analisis dapat dilihat

pada Tabel 1.

Kadar air suatu bahan penting untuk diketahui. Menurut Lyne (1976),

kadar air yang tinggi akan memudahkan tumbuhnya kapang (jamur) serta

mikroorganisme lainnya dan hal ini juga mempengaruhi sifat kelarutan pati

dalam air. Winarno (2002) menyatakan bahwa kandungan air dalam bahan

makanan ikut menentukan acceptability, kesegaran, dan daya tahan bahan

tersebut.

Tabel 1. Komposisi kimia buah segar, kering dan tepung sukun alami

Komposisi Kimia Tepung Sukun

Alami (Bahan Baku)

Buah Segar

(%) *)

Buah

Kering

(%) *)

Air (% bb) 3.5373 80,00 8,00

Abu (% bk) 0,4288 0,80 4,20

Protein (% bk) 5,0278 0,12 4,70

Lemak (% bk) 3,6708 0,50 2,10

Serat kasar (% bk

dan defatted) 5,0440 6,52 8,43

Karbohidrat (by

difference) (% bk) 82,2865 - -

Pati (%bk) 31,6 12,00 72,00 *)

Peters and Wills (1959)

Abu merupakan zat organik sisa pembakaran suatu bahan organik.

Semakin tinggi kadar abu mencerminkan kualitas yang semakin tidak baik,

karena dalam kandungan nutrisi tepung tersebut banyak terdapat mineral-

mineral anorganik. Analisa kadar abu dalam penelitian ini menunjukkan

bahwa tepung yang digunakan baik kualitasnya karena kadar abunya kecil

yang berarti kandungan mineral anorganiknya kecil.

Kadar protein tepung sukun alami seperti terdapat pada Tabel 1 yaitu

5,0278% (bk). Kadar protein pada buah kering sekitar 4,2%. Kadar protein

tepung sukun alami yang cukup tinggi membuat tepung sukun alami cocok

untuk panganan. Dibandingkan dengan beras, buah sukun mengandung

Page 31: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

17

mineral dan vitamin lebih lengkap tetapi nilai kalorinya rendah, sehingga

dapat digunakan untuk makanan diet (Widowati, 2003).

Keberadaan lemak dalam berbagai jenis pati mempengaruhi sifat

fisiknya. Lemak membentuk senyawa kompleks dengan amilosa dalam

granula pati. Fraksi linier amilosa membentuk heliks yang mengikat substansi

polar lemak. Senyawa kompleks amilosa dan lemak tidak larut dalam air

namun dapat dipisahkan dengan pemanasan pada suhu tertentu. Senyawa ini

cenderung menghambat granula pati untuk larut dan mengembang dalam air.

Keberadaan lemak juga menimbulkan masalah yaitu kecenderungannya

berbau tengik dalam penyimpanan (Swinkles, 1985). Kadar lemak yang

terlihat pada hasil analisis lebih besar daripada buah kering, Hal ini dapat

disebabkan oleh gum atau getah yang ada pada sukun ikut terbaca sebagai

lemak. Kadar serat kasar yang dikandung dari tepung sukun pragelatinisasi

hampir sama dengan buah kering. Perhitungan kadar serat kasar ini dikurangi

dengan kadar air dan juga kadar lemak. Kadar serat yang dimiliki tepung

sukun alami sekitar 8,5861 (%bk dan defatted).

Pengukuran nilai karbohidrat ini diperoleh dari perhitungan

carbohydrate by difference yaitu penentuan karbohidrat dalam bahan makanan

secara kasar dengan cara mengurangi nilai 100% terhadap nilai kadar air, abu,

serat kasar, lemak dan protein. Kadar karbohidrat pada tepung sukun alami

mencapai 82,2865 (%bk).

Pati merupakan komponen utama dalam tepung. Kadar pati merupakan

salah satu kriteria penting dalam bahan pangan maupun non-pangan. Pati

secara khusus merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk

dunia dan khususnya negara sedang berkembang. Kadar pati tepung sukun

alami adalah sebesar 31,6 %. Pati terdiri dari fraksi amilosa dan amilopektin.

Modifikasi ini dilakukan untuk membuat suatu produk pati atau tepung

yang dapat mengurangi kelemahan dari tepung atau pati alaminya. Salah satu

kelemahan yang ingin dikurangi adalah ketidaklarutan dalam air dingin, yang

dengan adanya modifikasi ini diharapkan tepung tersebut dapat larut dan

mengembang (swelling) dalam air dingin. Karakteristik yang seperti ini sangat

Page 32: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

18

penting bagi industri pengguna pati yang tidak memiliki peralatan pemasakan

yang baik (Jarowenko, 1989).

Proses produksi pembuatan tepung pragelatinisasi ini dibagi ke dalam

tiga tahapan, yaitu persiapan bahan, proses pemasakan dan pengeringan, dan

yang terakhir proses penggilingan. Proses produksi ini harus dilakukan secara

bertahap agar hasil yang diinginkan dapat diperoleh. Proses pembuatan tepung

sukun pragelatinisasi ini dibuat dengan menggunakan pengering drum dryer

tipe double drum dan dengan ukuran diameter dan panjang berturut-turut

adalah 12 dan 8 inci. Permukaan drum terbuat dari bahan logam stainless

steel.

Tahapan persiapan bahan dilakukan dengan mencampurkan air

distilata dengan tepung sukun alami dengan formulasi tertentu dalam bentuk

suspensi. Formulasi yang digunakan adalah 20% dan 30% total padatan.

Formulasi ini diharapkan dapat memaksimalkan proses pengeringan. Hasil

dari proses ini akan didapatkan tepung sukun pragelatinisasi yang

karakteristiknya diinginkan oleh konsumen. Menurut Winarno (2002),

konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%; makin tinggi

konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa

waktu viskositas akan turun.

Tahapan yang kedua merupakan tahapan paling utama dalam

penelitian ini. Tahapan ini meliputi proses pemanasan dan pengeringan pada

suhu diatas suhu gelatinisasi tepung sukun alami (80±5 C). Tahapan ini

dilakukan dengan menuangkan suspensi tepung dan air secara perlahan,

kemudian suspensi dipanaskan dan dilanjutkan dengan proses pengeringan

pada permukaan drum dryer. Kecepatan drum dryer diatur sebesar 4, 6, dan 8

rpm. Kecepatan ini akan mempengaruhi produk akhir hasil pengeringan.

Setelah itu pati atau tepung yang mengalami pengeringan akan dipotong

menggunakan slicer (pisau pemotong) yang terdapat pada alat drum dryer.

Menurut Ariwibowo (2006), semakin lambat putaran drum akan menghasilkan

pati yang semakin banyak tergelatinisasi. Hasil dari tahapan ini didapatkan

lembaran tepung pragelatinisasi dalam bentuk film, tebal dan tidak beraturan

dimensinya.

Page 33: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

19

Tahapan yang terakhir adalah penggilingan. Penggilingan ini

menggunakan hammer mill dengan ukuran penyaring sebesar 60 mesh. Hal ini

disebabkan karena hasil dari pengeringan tidak rata. Tujuan dari penggilingan

ini adalah menyeragamkan dan memperkecil ukuran agar mempermudah

proses analisis dan mempermudah penyimpanan.

Perbedaan konsentrasi padatan pada penelitian ini mempengaruhi

penampilan tepung sukun pragelatinisasi. Perlakuan A1 dengan konsentrasi

padatan 20%, yang penambahan airnya lebih banyak menghasilkan lembaran

produk yang mudah hancur dan tipis. Perlakuan A2 dengan konsentrasi

padatan 30% yang penambahan airnya lebih sedikit menghasilkan lembaran

yang lebih tebal, relatif lebih kuat dan warnanya lebih buram daripada

perlakuan A1. Hasil dari data ini menunjukkan bahwa penambahan air yang

lebih banyak akan membuat kemungkinan granula pati yang tergelatinisasi di

atas suhu gelatinisasi bahan lebih besar.

Selain konsentrasi, kecepatan juga mempengaruhi tampilan lembaran

tepung pragelatinisasi. Semakin cepat putaran drum maka produk yang

dihasilkan lebih cerah. Hal ini terlihat pada putaran tercepat (8 rpm) lebih

cerah daripada putaran drum terkecil (4 rpm) yang warnanya lebih gelap.

Pengamatan ini menunjukkan semakin lambat putaran drum maka kontak

bahan dengan drum semakin lama sehingga tepung atau pati yang

tergelatinisasi semakin banyak yang menyebabkan warna berubah menjadi

kecoklatan. Hal ini juga mungkin disebabkan oleh adanya pemanasan terhadap

gula-gula sederhana yang mengalami reaksi Maillard.

Tabel 2. Kadar air tepung setelah proses pragelatinisasi

Perlakuan Kadar air Awal Proses

A1R1 3,75

A1R2 2,38

A1R3 3,21

A2R1 2,75

A2R2 3,00

A2R3 3,39 Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 : 30%)

R (Kecepatan kecepatan putar drum drum yaitu R1 : 4 rpm, R2 : 6

rpm, dan R3 : 8 rpm)

Page 34: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

20

Kadar air setelah proses harus segera diukur karena ingin mengetahui

apakah ada perbedaan kadar air sebelum atau sesudah proses dengan

perbedaan konsentrasi padatan dan kecepatan putar drum. Data pada Tabel 2

menunjukkan bahwa penambahan air yang banyak akan menghasilkan kadar

air yang tinggi. Perlakuan dengan konsentrasi padatan terbanyak

memperlihatkan adanya pengaruh kecepatan kecepatan putar drum drum pada

kadar air bahan tersebut. Semakin cepat putaran semakin tinggi kadar airnya.

Hal ini disebabkan oleh semakin kecil putaran maka kontak bahan dengan

drum akan semakin lama, sehingga membuat lebih banyak air yang diuapkan,

sedangkan pada konsentrasi padatan 20% terlihat bahwa kecepatan putar drum

drum 6 rpm memiliki kadar air yang paling kecil. Kecilnya kadar air ini

kemungkinan terjadi karena pada perlakuan ini merupakan kombinasi yang

paling baik untuk kadar air dimana banyaknya air yang ditambahkan dan

kontak bahan dengan drum sudah pada kondisi yang optimal. Kecepatan putar

drum 4 dan 8 rpm memiliki kadar air yang lebih tinggi karena pada kecepatan

putar drum ini telah mengalami pragelatinisasi sehingga produk cenderung

lebih higroskopis. Dari hasil uji sidik ragam pada Lampiran 6 terlihat bahwa

kecepatan putar drum dan konsentrasi tidak berbeda nyata terhadap kadar air.

4.2 KARAKTERISTIK TEPUNG SUKUN PRAGELATINISASI

4.2.1 Komposisi Kimia Tepung Sukun Pragelatinisasi

Analisa yang digunakan untuk komposisi kimia tepung sukun

pragelatinisasi ini meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar

lemak, serat kasar dan karbohidrat (by difference). Analisa ini bertujuan

untuk mengetahui adanya perubahan komposisi kimia yang terjadi setelah

proses pembuatan tepung pragelatinisasi ini. Ciptadi dan Machfud (1980)

menyatakan bahwa pati termodifikasi dapat didefinisikan sebagai pati

yang telah mengalami modifikasi baik secara kimia, fisika, maupun

enzimatik. Tepung sukun pragelatinisasi yang terdapat dalam penelitian ini

adalah tepung modifikasi yang mengalami modifikasi secara fisika.

Page 35: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

21

Tabel 3. Komposisi kimia tepung sukun alami dan pragelatinisasi

Perlakuan

Komposisi kimia

Air

(%)

Abu

(% bk)

Protein

(% bk)

Lemak

(% bk)

Serat

kasar (%

bk dan

defatted)

Karbohidrat

(by

difference)

(% bk)

A0R0 3,537 0,429 5,028 3,671 5,044 82,286

A1R1 2,237 0,332 3,694 1,004 11,037 82,953

A1R2 1,876 0,402 4,060 2,249 8,536 82,547

A1R3 2,721 0,387 3,977 2,576 8,060 82,493

A2R1 2,438 0,384 4,824 2,070 10,200 80,501

A2R2 2,048 0,382 4,019 2,789 10,613 79,464

A2R3 2,844 0,510 4,315 2,494 4,879 85,377 Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 : 30%)

R (Kecepatan kecepatan putar drum drum yaitu R1 : 4 rpm, R2 : 6 rpm, dan R3 : 8

rpm)

Kadar air dalam suatu bahan akan mempengaruhi umur simpan

bahan tersebut. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka kemungkinan

bahan itu rusak dan tidak tahan lama akan lebih besar. Kadar air pada pati

dipengaruhi oleh proses pengeringan. Proses pengeringan yang maksimal

tanpa merusak struktur pati akan menghasilkan pati yang tahan lama.

Pengeringan bertujuan untuk mengurangi kadar air sampai batas tertentu

sehingga pertumbuhan mikroba dan aktifitas enzim penyebab kerusakan

dapat dihambat. Batas kadar air minimum bahan dimana mikroba masih

dapat tumbuh adalah 11-14% (Fardiaz, 1989). Masa simpan tepung terigu

pada kadar air di bawah 14% adalah satu tahun. Kadar air tepung sukun

pragelatinisasi yang dihasilkan lebih kecil dari terigu sehingga diharapkan

tepung sukun pragelatinisasi memiliki umur simpan lebih dari satu tahun.

Terlihat pada Tabel 3 bahwa kadar air pada pati pragelatinisasi cenderung

lebih sedikit kadar airnya daripada kadar air tepung sukun alami. Hal ini

menunjukkan bahwa tepung sukun pragelatinisasi ini akan dapat disimpan

lebih lama daripada tepung sukun alami.

Kadar air pada tepung sukun pragelatinisasi ini juga dipengaruhi

oleh kecepatan putar drum dan banyaknya konsentrasi padatan. Semakin

banyak air yang ditambahkan maka semakin banyak pula air yang hilang

pada proses pengeringan. Konsentrasi padatan 30% dengan jumlah

Page 36: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

22

penambahan air lebih sedikit yaitu 70% memiliki kadar air yang lebih

tinggi. Hal ini disebabkan karena suspensi tersebut terlalu pekat sehingga

air yang diuapkan (dikeringkan) lebih sedikit. Berbeda halnya dengan

konsentrasi padatan 20% yang penambahan airnya 80% menguapkan air

lebih banyak sehingga hasil akhir yang didapat setelah pengeringan kadar

air yang dihasilkan lebih sedikit daripada konsentrasi padatan 30%. Hal ini

disebabkan karena pada saat pengeringan air yang berada dalam bahan

keluar hingga mencapai titik keseimbangannya.

Ketiga kecepatan putar drum ini memiliki perbedaan pada hasil

akhir kadar airnya. Kadar air pada 6 rpm adalah kadar air yang paling

sedikit dari antara ketiganya. Hal ini kemungkinan disebabkan pada

kecepatan 6 rpm adalah kecepatan optimal dimana air sudah teruapkan

dengan sempurna. Pada kecepatan 8 rpm terlihat bahwa kadar airnya

paling tiggi diantara ketiga kecepatan putar drum tersebut. Hal ini

disebabkan karena semakin cepat drum berputar maka semakin sedikit

peluang bahan kontak dengan drum sehingga kadar airnya lebih banyak.

Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang dimiliki suatu

bahan. Abu merupakan residu organik dari pembakaran bahan-bahan

organik setelah bahan dipanaskan pada suhu 500-600 °C yang biasanya

mengandung magnesium, kalsium, natrium, klor, fosfor, besi, mangan dan

lain-lain. Abu umumnya merupakan partikel halus dan berwarna putih

abu-abu (Sudarmadji et al., 1996). Makin tinggi kadar abu suatu bahan

maka semakin tinggi kandungan mineral yang dimiliki bahan tersebut

sehingga dapat menentukan nilai gizi. Kadar abu juga dapat berasal dari

kontaminasi lingkungan.

Pada saat bahan ditanur atau dibakar, mineral yang terkandung di

dalamnya tidak ikut terbakar. Kadar abu adalah komponen yang tidak

mudah menguap, tetap tinggal dalam pembakaran dan pemijaran senyawa

organik. Menurut Soebito (1988), secara kuantitatif nilai kadar abu yang

dihasilkan berasal dari mineral abu dalam bahan umbi segar, pemakaian

pupuk dan dapat juga berasal dari kontaminasi tanah dan udara selama

pengolahan. Dari uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa tidak

Page 37: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

23

ada pengaruh perbedaan konsentrasi dan kecepatan putar drum terhadap

kadar abu. Hal ini disebabkan karena suhu pengeringan 80±5°C tidak

menghilangkan residu anorganik seperti kalsium, natrium, klor, fosfor,

besi, mangan dan lain-lain. Residu anorganik ini bahkan tidak hilang jika

dipanaskan pada suhu pembakaran 500 C.

Protein termasuk ke dalam komponen minor pati. Kadar protein

diperoleh dari hasil analisis kandungan nitrogen yang terdapat pada bahan.

Kadar protein tertinggi diperoleh dari kombinasi A2R1 (konsentrasi

padatan 30% dan kecepatan putar drum 4 rpm) dan yang terendah

didapatkan dari kombinasi A1R1 (konsentrasi padatan 20% dan kecepatan

putar drum 4 rpm). Hasil dari data ini menunjukkan adanya pengaruh yang

signifikan terhadap penambahan air dalam suatu bahan. Semakin banyak

air yang ditambahkan semakin banyak protein yang larut dalam air

sehingga menyebabkan kerusakan protein. Pada kecepatan putar drum 4

rpm kemungkingan yang terjadi adalah kontak bahan dengan drum yang

terlalu lama dan juga penambahan air yang 80% menyebabkan protein-

protein pada tepung sukun terdenaturasi sehingga mengalami kerusakan

hingga dibawah nilai protein tepung sukun alami. Tingginya nilai protein

tepung sukun alami karena belum adanya perlakuan panas yang

menyebabkan protein terdenaturasi (kerusakan protein). Hasil dari uji sidik

ragam (Lampiran 6) menyatakan bahwa ada pengaruh yang signifikan

terhadap nilai protein akibat penambahan air. Konsentrasi A2 (30%)

berbeda nyata dengan konsentrasi A1(20%) dengan rataan berturut-turut

adalah 4,3863 dan 3,9102.

Protein sering mengalami perubahan sifat setelah mengalami

perlakuan tertentu, meskipun sangat sedikit ataupun ringan dan belum

menyebabkan terjadinya pemecahan ikatan kovalen atau peptida,

perubahan inilah yang dinamakan dengan denaturasi protein. Denaturasi

protein dapat terjadi dengan berbagai macam perlakuan, antara lain dengan

perlakuan panas, pH, garam, dan tegangan permukaan. Laju denaturasi

protein dapat mencapai 600 kali untuk tiap kenaikan 10 C. Suhu terjadinya

Page 38: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

24

0.0

1.0

2.0

3.0

4.0

5.0

6.0

Kadar Protein

Kadar Lemak

denaturasi sebagian besar terjadi berkisar 55-75 C

(http://kusmandanuunindra4.blogspot.com).

Gambar 3. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%)

dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8

rpm) terhadap kandungan protein dan lemak tepung sukun

pragelatinisasi

Kandungan lemak dalam pati dapat mengganggu proses

gelatinisasi karena lemak mampu membentuk kompleks dengan amilosa

sehingga menghambat keluarnya amilosa dari granula pati. Selain

membentuk kompleks dengan amilosa, lemak juga dapat menghambat

proses gelatinisasi pati dengan cara lain, yaitu sebagian besar lemak akan

diabsorbsi oleh permukaan granula sehingga terbentuk lapisan lemak yang

bersifat hidrofobik di sekeliling granula. Lapisan lemak tersebut akan

menghambat pengikatan air oleh granula pati. Hal ini akan menyebabkan

kekentalan dan kelekatan pati berkurang akibat jumlah air berkurang untuk

terjadinya pengembangan granula pati (Collinson, 1968).

Kadar lemak pada sukun ini tergolong tinggi. Hal ini disebabkan

oleh tanaman sukun yang memiliki getah. Adanya getah ini dibaca sebagai

bahan yang terekstraksi oleh pelarut organik saat pengujian sehingga hasil

lemaknya sangat tinggi. Menurut analisis sidik ragam (α=0,05) pada

Lampiran 6, perbedaan perlakuan konsentrasi padatan, kecepatan putar

drum dan juga interaksi keduanya memiliki pengaruh yang nyata terhadap

kadar lemak.

Page 39: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

25

Kadar lemak tertinggi terlihat pada A2R2 (penambahan air 70%

dan kecepatan kecepatan putar drum 6 rpm) sebesar 2,7894 (%bk).

Tingginya kadar lemak ini disebabkan karena tingginya padatan atau

larutan yang terbentuk lebih pekat dari kombinasi yang lain. Kepadatan

larutan tersebut membuat tidak semua lemak ikut rusak (misalnya

membuat lemak teroksidasi). Selain itu, kontak bahan dengan drum juga

tidak terlalu lama sehingga membuat tingginya kadar lemak pada tepung

dengan kombinasi perlakuan ini. Kadar lemak terendah terlihat pada A1R1

(penambahan air 80% dan kecepatan kecepatan putar drum 4 rpm).

Rendahnya kadar lemak ini disebabkan oleh lamanya kontak bahan

dengan drum dan juga penambahan air yang menyebabkan teroksidasinya

lemak akibat perlakuan panas yang diterima dari drum. Hasil dari

penelitian ini mengindikasikan bahwa semakin banyak penambahan air

maka semakin sedikit kandungan lemaknya dan semakin lama putaran

akan menyebabkan semakin sedikit kandungan lemaknya. Interaksi dari

kecepatan putar drum dan penambahan air terbaik untuk kandungan lemak

tertinggi adalah A2R2 dengan rataan sebesar 2,7894 dan yang terkecil

adalah A1R1 dengan rataan sebesar 1,0035. Kecepatan putaran drum R3

(8 rpm) dan R2 (6rpm) berbeda nyata dengan R1 (4 rpm). Konsentrasi

pada uji Duncan (Lampiran 6), menunjukkan konsentrasi A2 (30%)

berbeda nyata dengan A1 (20%).

Serat terdiri dari selulosa dengan sedikit lignin dan sebagian

hemiselulosa. Pati mempunyai kandungan serat yang rendah dibandingkan

tepung karena pada proses ekstraksi pati sebagian serat yang berukuran

kecil terbawa dalam air bersama protein larut air dan gula-gula sederhana.

Kadar serat pati tergantung pada umur panen musim segar.

Hasil uji analisis sidik ragam menunjukkan tidak ada pengaruh

yang signifikan akibat dari perbedaan perlakuan penambahan air

(konsentrasi padatan) dan juga kecepatan putar drum terhadap kadar serat.

Kadar serat kasar tepung sukun pragelatinisasi. Hal ini disebabkan karena

pada saat proses pembuatan tepung sukun pragelatinisasi ukuran tepung

tetap sama dengan tepung sukun alami sehingga kehilangan serat akibat

Page 40: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

26

pengecilan ukuran tidak terjadi. Kandungan serat kasar tepung dapat

dikurangi dengan melakukan penyaringan yang baik. Serat kasar akan

terpisah dari tepung karena terbuang bersama ampas dan serat yang

berukuran kecil akan terbawa bersama air pada saat pencucian. Kadar serat

yang dihitung adalah serat yang sudah dihilangkan kadar lemak (defatted)

dan kadar airnya.

Kadar karbohidrat tepung sukun didapatkan dari total padatan

(bobot kering) dikurangi jumlah komponen air, abu, protein, lemak dan

serat kasar. Hasil uji sidik ragam menunjukkan faktor perlakuan

penambahan air dan kecepatan putar drum tidak berpengaruh signifikan

terhadap kadar karbohidrat pada tepung pragelatinisasi.

4.2.2 Sifat Fisik Tepung Sukun Pragelatinisasi

Sifat fisik tepung sukun pragelatinisasi yang diamati meliputi

derajat putih, bentuk dan ukuran granula serta pengamatan terhadap sifat

birefringence pati, serta uji iod. Mutu tepung sukun dapat dipengaruhi oleh

kualitas bahan mentah dan cara pengolahannya. Mutu tepung sukun yang

dihasilkan kemudian dibandingkan dengan mutu tepung sukun alami.

Derajat putih merupakan mutu yang dapat menunjukkan pengaruh

perlakuan penambahan air dan kecepatan kecepatan putar drum. Hasil

pengujian menunjukkan bahwa derajat putih tepung sukun berkisar antara

35,82-54,77%. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan

perlakuan penambahan air (konsentrasi padatan) dan kecepatan kecepatan

putar drum memberikan pengaruh nyata terhadap derajat putih tepung,

sedangkan interaksinya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap derajat

putih tepung yang dihasilkan. A1 yaitu konsentrasi padatan 20% berbeda

nyata dengan A2 dengan konsentrasi padatan 30%. R1 (4 rpm) berbeda

nyata dengan R2 (6 rpm) dan R3 (8 rpm).

Hasil analisis sidik ragam tersebut mengindikasikan bahwa

semakin banyak penambahan air (konsentrasi padatan lebih sedikit) maka

bahan yang dihasilkan semakin putih. Air dalam bahan menyebabkan

bahan mengkilat sehingga bahan menjadi lebih cerah. Kecepatan putar

Page 41: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

27

0

10

20

30

40

50

60

Derajat Putih

drum yang semakin lambat yang berarti kontak bahan lebih lama membuat

bahan yang dihasilkan lebih buram.

Gambar 4. Gambar pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2:30%)

dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8

rpm) terhadap perbedaan derajat putih tepung sukun alami

dan pragelatinisasi yang dihasilkan

Gambar 4 menunjukkan perbedaan tepung sukun alami A0R0

dengan tepung sukun pragelatinisasi. Tepung sukun alami lebih putih dari

beberapa tepung sukun pragelatinisasi. Hal ini mengindikasikan adanya

pengaruh perlakuan panas yang diberikan kepada tepung sukun. Lamanya

bahan kontak dengan pemanas yang dalam penelitian ini adalah drum

membuat bahan semakin coklat. Warna coklat ini terjadi karena adanya

reaksi Maillard dimana menurut Winarno (2002), bahwa reaksi ini terjadi

antara karbohidrat khususnya gula pereduksi dengan gugus amina primer.

Selain itu, ada juga pengaruh dari denaturasi protein akibat pemanasan.

Hasil reaksi tersebut menghasilkan bahan berwarna coklat. Gugus amina

primer biasanya terdapat pada bahan awal sebagai asam amino. Reaksi

Maillard berlangsung melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Suatu aldosa bereaksi bolak-balik dengan asam amino atau dengan

suatu gugus amino dari protein sehingga menghasilkan basa Schiff.

2. Perubahan terjadi menurut reaksi Amadori sehingga menjadi

amino ketosa.

Page 42: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

28

3. Dehidrasi dari hasil reaksi Amadori membentuk turunan-turunan

furfuraldehida, misalnya dari heksosa diperoleh hidroksi metal

furfural.

4. Proses dehidrasi selanjutnya menghasilkan hasil antara metil α-

dikarbonil yang diikuti penguraian menghasilkan reduktor-reduktor

dan α-dikarboksil seperti metilglioksal, aseton dan diasetil.

5. Aldehida-aldehida aktif dari 3 dan 4 terpolimerisasi tanpa

mengikutsertakan gugus amino (hal ini disebut kondensasi aldol)

atau dengan gugusan amino membentuk senyawa berwarna coklat

yang disebut melanoidin.

(a) (b)

Gambar 5. Gambar pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

perbedaan warna tepung sukun alami dan pragelatinisasi yang

dihasilkan

Pengukuran warna tepung sukun pragelatinisasi dapat juga

menggunakan kolorimeter (colortech). Sistem notasi warnanya

menggunakan sistem Hunter yang dicirikan dengan 3 parameter yaitu L, a

dan b. Nilai L menyatakan kecerahan yang mempunyai nilai dari 0 (hitam)

dan 100 (putih). Nilai a menyatakan warna kromatik campuran merah

hijau dengan nilai positif (0 sampai 60) untuk warna merah dan negatif (0

sampai -60) untuk warna hijau. Nilai b menyatakan warna kromatik

campuran kuning biru dengan nilai b positif untuk warna kuning dan biru

negatif. Semakin besar nilai L maka semakin cerah suatu bahan. Semakin

kecil nilai a maka warna bahan yang ditunjukkan semakin putih,

sedangkan jika nilai a semakin besar maka warna yang ditunjukkan

Page 43: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

29

semakin merah. Jika nilai b semakin kecil berarti semakin biru dan bila b

semakin besar berarti semakin kuning.

Tabel 4 menunjukkan nilai L tepung sukun alami dan tepung sukun

pragelatinisasi jauh berbeda yaitu tepung sukun alami 76,82 sedangkan

kisaran untuk tepung sukun pragelatinisasi antara 69,87-72,74. Hal ini

menunjukkan bahwa tepung sukun alami lebih cerah daripada tepung

sukun pragelatinisasi. Tepung sukun alami memiliki nilai a sebesar 14, 62

sedangkan tepung sukun pragelatinisasi lebih tinggi. Hal ini

memperlihatkan bahwa tepung sukun pragelatinisasi lebih gelap. Nilai b

pada tepung sukun alami lebih kecil daripada tepung sukun pragelatinisasi.

Nilai whitenees yang ditunjukkan oleh tepung sukun pragelatinisasi

menunjukkan bahwa tepung ini memiliki warna yang lebih gelap

dibandingkan dengan tepung sukun alami. Nilai Hue dan chroma tepung

sukun alami lebih kecil daripada tepung sukun pragelatinisasi. Kombinasi

nilai chroma dan Hue menunjukkan tepung ini berwarna coklat

kekuningan seperti terlihat pada Gambar 6.

Tabel 4. Nilai kecerahan tepung sukun alami dan pragelatinisasi

Perlakuan L a b

Whiteness

dengan

colortech Chroma °Hue

A0R0 76,82 14,62 49,23 67,23 51,35 73,46

A1R1 70,81 15,74 58,83 49,99 60,89 75,02

A1R2 71,47 15,80 57,21 52,57 59,35 74,56

A1R3 72,74 15,56 54,94 56,54 57,10 74,19

A2R1 69,87 16,43 59,23 48,58 61,46 74,22

A2R2 71,38 16,20 56,41 53,44 58,68 73,98

A2R3 70,23 16,29 58,65 49,63 60,87 74,48 Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 : 30%)

R (Kecepatan kecepatan putar drum yaitu R1 : 4 rpm, R2 : 6 rpm, dan R3 : 8 rpm)

Page 44: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

30

Gambar 6. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap diagram warna

A0R0

A1R1 A1R2

A1R3 A2R1

A2R3

A2R2

Page 45: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

31

A0R0

A1R1

A2R1

A1R2

A2R2

A1R3

A2R3

Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 : 30%)

R (Kecepatan kecepatan putar drum yaitu R1 : 4 rpm, R2 : 6 rpm, dan R3 : 8 rpm)

Gambar 7. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan

putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap bentuk

granula tepung sukun alami dan pragelatinisasi dengan perbesaran

200 kali

Page 46: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

32

A0R0

A1R1

A1R1

A1R2

A2R2

A1R3

A2R3

Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 : 30%)

R (Kecepatan kecepatan putar drum yaitu R1 : 4 rpm, R2 : 6 rpm, dan R3 : 8 rpm) Gambar 8. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan putar

drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap mikroskopik tepung

sukun pragelatinsasi pada mikroskop cahaya terpolarisasi (perbesaran

200 kali)

Page 47: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

33

Granula pati merupakan identitas untuk setiap pati karena memiliki

ukuran, bentuk dan sifat yang khas. Granula pati dilihat dengan

menggunakan mikroskop cahaya terpolarisasi. Selain pengamatan

terhadap bentuk dan ukuran granula juga diamati sifat birefringencenya.

Blennow (2004) menyatakan bahwa komponen utama dari granula pati

adalah amilosa dan amilopektin. Amilopektin dengan jumlah sekitar 75%

merupakan polisakarida semi kristal rantai tinggi dengan ikatan α-1,4 dan

cabang α-1,6 menyusun struktur granula, sedangkan amilosa dengan

jumlah sekitar 25% bersifat amorf dalam granula dan disusun oleh rantai

linier α-1,4. Perbedaan jenis tanaman tidak hanya menghasilkan jumlah

yang berbeda antara amilosa dan amilopektin dalam granula tapi juga

memberikan bentuk yang tepat dari molekul amilopektin. Pada granula

terdapat lapisan-lapisan yang menyusun granula yang bertambah sesuai

dengan jumlah karbohidrat yang dihasilkan pada setiap periode tumbuh.

Granula pati dari tepung sukun yang diamati memiliki ukuran yang

beragam berkisar antara 9,0-27,8 µm pada perbesaran 400 kali bentuk

granula pati sukun ini tidak terpola (artinya tidak berada pada bentuk yang

seragam). Gambar 7 menunjukkan granula pati pada tepung sukun alami

dengan perbesaran 400 kali. Ukuran pati yang dapat diukur pada penelitian

ini hanya ukuran pati tepung sukun alami. Perlakuan untuk pembuatan

tepung sukun pragelatinisasi ini mempengaruhi bentuk dari tepung sukun.

Bentuk dari granula pati dari tepung sukun alami tidak beraturan seperti

umbi yang lain. Semua bentuk granula pati dari tepung sukun alami yang

terlihat menyerupai lingkaran tetapi tidak merata.

Ukuran granula tepung sukun cukup besar dibandingkan dengan

granula beras yang berkisar antara 3-8 µm (Bao, 2004), granula suweg

sebesar 5 µm dan gembili sebesar 0,75 µm (Richana dan Sunarti, 2004).

Ukuran granula yang cukup besar menunjukkan suhu gelatinisasi yang

lebih rendah dan kemampuan menyerap air yang lebih besar. Ukuran

granula pati yang besar akan mempengaruhi tingkat pengembangan pati.

Granula pati dari tepung sukun pragelatinisasi sudah tidak terlihat

lagi. Jika ada bentuknya sudah tidak beraturan lagi. Hal ini terjadi akibat

Page 48: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

34

dari proses gelatinisasi pada proses pengolahan tepung sukun

pragelatinisasi yang menyebabkan beberapa granula pati dari tepung sukun

alami pecah dan tidak dapat kembali utuh seperti bentuk aslinya

(irreversible).

Pemanasan dan pengeringan pati alami pada suhu di atas suhu

gelatinisasi yang berlangsung cepat dan spontan mengakibatkan beberapa

granula pati pragelatinisasi masih utuh namun sebagian besar telah

pecah/rusak (Snyder, 1984). Dari Gambar 7 dan 8 berikut terlihat bahwa

kecepatan putar drum mempengaruhi bentuk granula dari pati. Kecepatan

putar drum yang lebih lambat memperlihatkan lebih banyak pati yang

tergelatinisasi sehingga sangat jarang ditemui adanya pati. Warna pada

gambar dibawah cahaya polarisasi (warna biru dan kuning) yang biasanya

menunjukkan pati bukan lagi pati untuk tepung pragelatinisasi melainkan

serat yang masih ada. Gambar yang berbayang (transparan) adalah pati

yang sudah tergelatinisasi. Pada tepung sukun pragelatinisasi akan didapati

beberapa butiran kecil yang masih menunjukkan sifat birefringence yang

menandakan adanya pati yang belum tergelatinisasi.

Birefringence adalah kemampuan pati untuk merefleksikan cahaya

terpolarisasi, sehingga dapat membentuk bidang berwarna biru dan kuning

pada mikroskop. Granula pati mempunyai sifat merefleksikan cahaya

terpolarisasi, sehingga di bawah mikroskop terlihat kristal hitam putih

(Winarno,2002). Komponen pati berupa amilopektin mempengaruhi sifat

birefringence. Menurut Hood (1981), pati yang kandungan amilopektinnya

rendah menyebabkan sifat birefringence akan tampak kuat, begitu pula

sebaliknya. Gambar 7 dan 8 dengan jelas menggambarkan bahwa semakin

banyak air yang ditambahkan maka semakin banyak pula pati yang

tergelatinisasi. Semakin lama kecepatan putar drum membuat pati semakin

banyak yang tergelatinisasi.

Menurut Winarno (2002), pati yang berikatan dengan iodin (I2)

akan menghasilkan warna biru. Sifat ini dapat digunakan untuk

menganalisis adanya pati. Hal ini disebabkan oleh struktur molekul pati

yang berbentuk spiral, sehingga akan mengikat molekul iodin dan

Page 49: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

35

terbentuklah warna biru. Bila pati dipanaskan, spiral merenggang,

molekul-molekul iodin terlepas sehingga warna biru hilang. Dari

percobaan-percobaan didapat bahwa pati akan merefleksikan warna biru

bila berupa polimer glukosa yang lebih besar dari dua puluh, misalnya

molekul-molekul amilosa. Bila polimernya kurang dari dua puluh seperti

amilopektin, maka akan dapat dihasilkan warna merah. Sedang dekstrin

dengan polimer 6, 7, dan 8, membentuk warna coklat. Polimer yang lebih

kecil dari lima tidak memberikan warna dengan iodin.

Gambar 9. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm)

terhadap uji iod tepung sukun pragelatinisasi

Gambar 9 memperlihatkan bahwa proses pemanasan yang

dilakukan tidak meregangkan pati sehingga membuat warna biru masih

ada. Pada uji ini glukosa, maltosa, maltodekstrin, tepung terigu dan tepung

beras digunakan sebagai pembanding untuk melihat keberadaan pati. Hasil

dari pengamatan ini menunjukkan bahwa pati yang terkandung baik dalam

tepung sukun alami maupun dalam tepung sukun pragelatinisasi lebih dari

dua puluh karena warna dari hasil uji ini biru tua.

4.2.3 Karakteristik Sifat Fungsional Tepung sukun

Sifat fungsional tepung sukun pragelatinisasi yang diamati meliputi

sifat amilografi, kelarutan dan swelling power, kejernihan pasta 1%,

Page 50: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

36

Freeze-thaw stability dan apparent viscosity, Sifat digestibilitas/resistensi

pati diukur dengan menggunakan enzim α-amilase.

Pengukuran sifat amilograf dilakukan menggunakan alat

Brabender amylograph yang meliputi pengukuran suhu gelatinisasi,

kecepatan peningkatan viskositas pemanasan, suhu granula pecah,

viskositas maksimum, viskositas jatuh, kecepatan peningkatan

pendinginan dan viskositas balik.

Suhu gelatinisasi adalah suhu dimana granula pati pecah dan mulai

mengembang mencapai pembengkakan maksimal dan bersifat irreversible

(tidak dapat kembali seperti semula). Menurut Fennema (1985),

mekanisme gelatinisasi dapat dibagi menjadi tiga tahap. Tahap awal, air

secara perlahan-lahan bolak-balik berimbibisi ke dalam granula,

selanjutnya tahap kedua yaitu, pada suhu 60 ºC sampai 85 °C granula akan

mengembang dengan cepat dan polimer yang lebih pendek akan larut,

sehingga pati kehilangan sifat birefringence-nya. Pada tahap ketiga, jika

suhu tetap naik maka molekul-molekul pati akan terdifusi keluar granula.

Menurut Winarno (2002), jika energi kinetik molekul-molekul air menjadi

lebih kuat daripada daya tarik-menarik antar molekul pati di dalam

granula, air dapat masuk ke dalam butir-butir pati. Hal inilah yang

menyebabkan granula membengkak.

Menurut Leach (1965), suhu awal gelatinisasi adalah suhu pada

saat pertama kali viskositas mulai naik. Peningkatan viskositas ini

disebabkan karena terjadinya pembengkakan granula pati yang irreversible

di dalam air, dimana energi kinetik molekul-molekul air lebih kuat

daripada daya tarik menarik pati di dalam granula pati. Pola amilografi

tepung sukun dapat dilihat pada Gambar 10.

Suhu awal gelatinisasi pada tepung sukun alami berkisar antara

67.5°C. Suhu awal gelatinisasi tepung sukun yang tidak terlalu tinggi

menyebabkan jumlah energi yang dibutuhkan pada saat gelatinisasi tidak

terlalu besar sehingga dapat menghemat energi.

Hasil amilografi tepung sukun dapat dilihat pada pada Tabel 5.

Page 51: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

37

Tabel 5. Nilai parameter amilografi tepung sukun

Jenis

Tepung

Titik Awal

Gelatinisasi

°C

Viskositas

Maksimum

Breakdown

Viscosity

Set Back

Viscosity

Viskositas

akhir

A0R0 67,5

Mulai dari suhu 67,5-90, kemudian breakdown

viscosity hingga viskositas akhir terus meningkat

A1R1 30 470 295 85 260

A1R2 30 615 358 103 360

A1R3 30 440 278 104 266

A2R1 30 322 100 118 340

A2R2 30 358 126 127 359

A2R3 30 562 408 50 204 Keterangan : A (Konsentrasi padatan yaitu A1 : 20% dan A2 :30%)

R (Kecepatan putar drum yaitu R1 : 4 rpm, K2 : 6 rpm, dan K3 : 8 rpm)

Kandungan amilosa yang tinggi menyebabkan pati lebih banyak

menyerap air, sehingga pembengkakan granula pati terjadi pada suhu yang

lebih rendah. Suhu awal gelatinisasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,

antara lain oleh ukuran molekul amilosa dan amilopektin serta keadaan

media pemanasan. Tidak ada hubungan yang nyata antara gelatinisasi

dengan ukuran granula patinya, tetapi mempunyai hubungan dengan

kekompakan granula dan amilopektin berdasarkan derajat polimerisasinya.

Suhu gelatinisasi juga tergantung pada konsentrasi pati. Makin kental

larutan, suhu tersebut makin lama tercapai, sampai suhu tertentu

kekentalan tidak bertambah, bahkan kadang-kadang turun. Makin tinggi

konsentrasi, gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa

waktu viskositas akan turun. Pada waktu granula mulai pecah, sifat

birefringent ini akan menghilang. Kisaran suhu yang menyebabkan 90%

butir pati dalam air panas membengkak sedemikian rupa sehingga tidak

kembali lagi ke bentuk normalnya disebut Birefringent End Point

Temperature (BEPT) (Winarno, 2002). Leach (1965) menyatakan, setiap

granula pati tidak selalu mengembang pada suhu yang sama, melainkan

mengembang dalam kisaran suhu 10 °C. Selain karakteristik granula,

komponen lemak dan protein juga mempengaruhi suhu awal gelatinisasi.

Page 52: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

Gambar 10. Pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap sifat

amilografi tepung sukun pragelatinisasi

38

Page 53: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

39

Wirakartakusumah (1981), melalui pengamatan mikroskopik

diperoleh hasil bahwa granula pati yang lebih besar memiliki ketahanan

yang lebih besar terhadap perlakuan panas dan air dibandingkan granula

yang lebih kecil. Adanya amilosa, mineral dan garam berpengaruh positif

terhadap kekuatan gel sedangkan protein dan lemak memberikan pengaruh

negatif.

Viskositas optimum merupakan titik maksimum viskositas pasta

yang dihasilkan selama proses pemanasan (Glicksman,1969). Nilai

viskositas maksimum seperti terdapat pada Tabel 5 untuk tepung sukun

pragelatinisasi berkisar antara 322-615 BU. Viskositas maksimum paling

tinggi untuk tepung sukun pragelatinisasi adalah kombinasi A1R2

(konsentrasi padatan 20% dan kecepatan putar drum 6 rpm). Tingginya

vikositas maksimum tepung sukun membuat pati ini dapat digunakan

sebagai bahan pengental.

Nilai viskositas maksimum dapat membantu dalam pengukuran

daya atau energi yang dipakai untuk proses pengadukan pati dalam

reaktor. Tingginya kadar pati akan meningkatkan viskositas maksimum

karena granula yang dimiliki tepung sukun mudah menyerap air dan

membengkak. Suhu pada saat viskositas maksimum tercapai disebut suhu

akhir gelatinisasi. Granula pati akan kehilangan sifat birefringencenya dan

tidak memiliki sifat kristal lagi.

Break down viscosity adalah nilai penurunan viskositas yang terjadi

dari viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi

dipanaskan pada suhu 95 °C selama 10 menit. Nilai break down viscosity

tepung sukun berkisar antara 100-408 BU. Nilai Break down viscosity

yang rendah menunjukkan tingkat kehancuran granula cukup tinggi. Pada

viskositas terendah ini granula akan hancur sempurna dan komponen

amilosa dan amilopektin telah terpisah. Komponen amilopektin tetap

tertinggal dalam granula sedangkan amilosa larut bersama air.

Viskositas balik (set back viscosity) menunjukkan kemampuan

retrogadasi molekul pati pada proses pendinginan. Viskositas balik

merupakan selisih antara viskositas akhir dan viskositas maksimum pasta.

Page 54: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

40

Semakin tinggi nilai viskositas balik maka semakin tinggi kemampuan pati

untuk mengalami retrogadasi. Retrogadasi merupakan sifat kebalikan dari

gelatinisasi. Bila gel pati didinginkan sampai suhu di bawah suhu beku, gel

akan melepaskan air yang diserap. Kecepatan retrogadasi dipengaruhi oleh

temperatur, ukuran, bentuk dan konsentrasi dari pati atau bahan lain.

Terjadinya retrogadasi pada amilopektin dapat dikembalikan dengan cara

pemanasan, namun tidak sama halnya dengan amilosa. Semakin banyak

jumlah amilosa yang keluar dari pati maka kecenderungan untuk

terjadinya retrogadasi semakin meningkat.

Viskositas balik (set back viscosity) tepung sukun berkisar antara

50-127 BU. Nilai viskositas balik tertinggi dimiliki oleh tepung sukun

pragelatinisasi A2R1 dan A2R2 masing-masing sebesar 118 BU dan 127

BU. Nilai viskositas balik menunjukkan tepung sukun pragelatinisasi

A2R2 memiliki kemampuan retrogadasi lebih tinggi dibandingkan tepung

sukun pragelatinisasi A2R1. Nilai viskositas balik menunjukkan bahwa

tepung sukun pragelatinisasi memiliki kemampuan retrogadasi yang

tinggi. Viskositas akhir dari tepung sukun berkisar antara 204-360 BU.

Kelarutan merupakan bobot tepung yang terlarut dan diukur

dengan cara mengeringkan dan menimbang sejumlah larutan supernatant.

Granula tepung sukun alami tidak larut dalam air dingin namun

mengembang dalam air hangat. Untuk mengetahui nilai kelarutannya maka

nilai kelarutan ini dinilai pada dua suhu yaitu suhu 30 C untuk

mengindikasikan kelarutan dalam air dingin dan suhu 70°C untuk

kelarutan pada air hangat.

Setiap jenis pati memiliki pola karakteristik kelarutan dan swelling

power yang berbedaSemakin tinggi nilai kelarutan pati menunjukkan pati

tersebut mudah larut dalam air. Nilai kelarutan tepung sukun

pragelatinisasi terbesar pada suhu 70ºC adalah kombinasi perlakuan A1R3

dimana pada kondisi kombinasi seperti ini adalah kondisi yang sangat baik

karena penambahan airnya paling banyak yang memudahkan

tergelatinisasi dan juga kecepatan putar drum yang paling cepat sehingga

Page 55: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

41

0

10

20

30

40

50

60

70

A0R0 A1R1 A1R2 A1R3 A2R1 A2R2 A2R3

Kelarutan 70°C (%)

Kelarutan 30°C (%)

Swelling Power 70°C (%)

Swelling Power 30°C(%)

bahan mendapatkan cukup waktu untuk mengalami gelatinisasi secara

optimal.

Rendahnya kelarutan pada kombinasi A2R3. Hal ini diduga karena

pada kombinasi ini penambahan airnya terkecil dan kecepatan putar

drumnya yang paling cepat. Kecepatan putar drum yang semakin tinggi

menyebabkan lama waktu bagi sejumlah pati untuk tergelatinisasi semakin

sedikit padahal konsentrasi suspensi patinya paling tinggi.

Gambar 11. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%) dan

kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm) terhadap

perbandingan kelarutan dan swelling power antara suhu 70 C dan

30 C

Untuk kelarutan 30 C kombinasi perlakuan dengan nilai kelarutan

tertinggi adalah A1R3. Kondisi ini adalah kondisi yang sangat baik untuk

mencari nilai kelarutan. Karena pada kondisi ini granula pati telah pecah

akibat gelatinisasi sehingga membuat amilosa keluar dari pati. Peristiwa

keluarnya amilosa ini membuat granula pati dapat mudah larut dalam air.

Dari analisis sidik ragam diketahui bahwa perbedaan perlakuan dengan

perbedaan kecepatan putar drum mempengaruhi kelarutan pada suhu 30 C.

R3 berbeda nyata dengan R2 dan R1.

Kombinasi perlakuan A2R1 menghasilkan nilai kelarutan pada air

dingin terendah. Hal ini menunjukkan pada kombinasi tersebut pati tidak

Page 56: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

42

tergelatinisasi dengan baik. Walaupun memiliki kecepatan putar yang

lambat yang membantu bahan tergelatinisasi ternyata kecepatan putar itu

tidak cukup membuat pati dari tepung sukun alami ini tergelatinisasi

karena suspensi pati ini lebih kental. Penambahan air yang sedikit

mempengaruhi banyaknya pati yang tergelatinisasi. Hal ini mempengaruhi

kelarutan suatu bahan dalam air dingin. Dapat kita bandingkan dengan

tepung sukun alami sebagai kontrol bahwa tepung pragelatinisasi memiliki

kemampuan kelarutan yang lebih baik daripada tepung sukun alami.

Swelling power merupakan kemampuan pati mengembang dalam

air atau kenaikan volume dan bobot maksimum pati saat terjadi

pengembangan dalam air. Semakin tinggi nilai swelling power maka

semakin meningkat kemampuan mengembang pati dalam air. Hal ini juga

dipengaruhi oleh kandungan amilosa pati. Semakin tinggi amilosa dalam

pati menyebabkan rendahnya tingkat swelling. Hal ini mungkin

disebabkan oleh molekul-molekulnya yang linier sehingga memperkuat

jaringan internalnya.

Nilai swelling power tepung sukun pragelatinisasi terbesar pada

suhu 70 ºC adalah kombinasi A2R3. Hal ini disebabkan karena pada

kombinasi ini tepung sukun sudah mengalami gelatinisasi secara optimal.

Nilai swelling power terendah adalah kombinasi A2R2 hal ini disebabkan

penambahan air yang kurang untuk membuat bahan tersebut

tergelatinisasi. Selain itu kecepatan putar yang juga tidak mengimbangi

kentalnya suspensi tersebut sehingga untuk mencapai gelatinisasi optimal

masih kurang. Nilai swelling power tepung sukun yang tidak terlalu tinggi

menjadikan pati ini dapat diaplikasikan dalam pembuatan makanan bayi.

Swelling power merupakan rasio bobot granula yang membengkak

per bobot pati kering. Pembengkakan terbatas terjadi pada 60-70 °C yaitu

pemecahan ikatan yang lemah atau sel amorf. Pembengkakan cepat terjadi

pada suhu 80-90 °C yaitu pemecahan ikatan yang kuat atau sisi yang sulit

diakses. Selanjutnya Winarno (2002) menyatakan bahwa proses

pengembangan gel dipengaruhi oleh konsentrasi, pH larutan, garam,

lemak, surfaktan dan protein.

Page 57: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

43

Nilai swelling power tertinggi pada suhu 30 C adalah kombinasi

dari A1R2. Kombinasi ini adalah kombinasi penambahan air terbanyak

dan juga memiliki kecepatan putar sebesar 6 rpm. Tingginya nilai swelling

power ini disebabkan oleh banyaknya penambahan air yang dapat

mempengaruhi banyak atau tidaknya tepung sukun yang dapat

tergelatinisasi. Semakin banyak air didalamnya semakin mudah tepung

tersebut tergelatinisasi. Kecepatan putar 6 rpm merupakan kecepatan putar

yang optimal dengan kombinasi penambahan air sebanyak 80%. Hal ini

menunjukkan bahwa dalam kondisi inilah tepung dapat tergelatinisasi

secara optimal sehingga menghasilkan swelling power yang tertinggi.

Nilai swelling power terendah terdapat pada A2R1. Rendahnya

nilai ini disebabkan karena rendahnya penambahan air dan rendahnya

kecepatan putar drum. Suspensi pati yang lebih pekat ini tidak dapat

tergelatinisasi sempurna walaupun diikuti dengan lambatnya putaran drum

yang membuat kontak bahan dengan drum lebih lama. Kondisi ini tidak

cukup untuk membuat pecahnya granula pati sehingga merujuk kepada

rendahnya nilai swelling power. Dari semua nilai swelling power, tepung

sukun pragelatinisasi memiliki nilai yang lebih tinggi daripada tepung

sukun alami. Hal ini menunjukkan bahwa tepung sukun pragelatinisasi ini

dapat diaplikasikan kepada produk-produk instan.

Kejernihan pasta 0,1% diketahui melalui pembacaan transmitan

dengan spektrofotometer. Nilai kejernihan pasta 0,1% tepung sukun

seperti terlihat pada hasil penelitian berkisar antara 83,55-94,60 %T.

Semakin tinggi nilai transmitan yang dihasilkan maka akan semakin jernih

suspensi yang dihasilkan. Hasil uji sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan

penambahan air dan kecepatan kecepatan putar drum bahan interaksi

keduanya tidak memberikan pengaruh nyata terhadap kejernihan pasta

0,1% tepung sukun. Kejernihan pasta terkait dengan swelling power dan

kecenderungan retrogadasi. Swelling power yang tinggi pada pati akan

menghasilkan pasta yang jernih dan retrogradasi yang rendah.

Modifikasi tepung pragelatinisasi akan dapat meningkatkan tingkat

kejernihan pasta tepung sukun alami. Hampir semua data kombinasi

Page 58: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

44

perlakuan pada pengolahan tepung pragelatinisasi menunjukkan adanya

peningkatan kejernihan pasta pati yang signifikan dibandingkan dengan

tepung sukun alami. Bagalopagan et al. (1988) menyatakan bahwa

suspensi pati alami dalam air berwarna buram (opaque), namun proses

pragelatinisasi pada granula pati dapat meningkatkan transparansi larutan

tersebut.

Gambar 12. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%)

dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm)

terhadap kejernihan pasta dan freeze thaw stability

Tepung sukun alami memiliki tingkat kejenihan pasta yang lebih

rendah dibandingkan dengan tepung sukun pragelatinisasi. Hal ini diduga

karena pada tepung sukun alami sebagian besar granula patinya masih

utuh dan masih memiliki sifat birefringence yang baik. Sifat birefringence

merupakan sifat merefleksikan polarisasi cahaya pada granula pati

(Winarno, 2002).

Penggunaan air yang kurang atau berlebih akan menurunkan

kejernihan pastanya. Pada perlakuan A1R2, A1R3, A2R2, dan A2R3

diduga air yang digunakan cukup untuk memecahkan sejumlah granula

pati pada proses gelatinisasi bila dibandingkan dengan perlakuan A1R1

dan A2R1. Pada A1R1 penggunaan air berlebih sehingga meskipun

sebagian granula pati sudah pecah akibat gelatinisasi, masih terdapat

sebagian air yang tidak terpakai dalam proses gelatinisasi. Air yang

berlebih ini selanjutnya justru akan menurunkan nilai kejernihan pasta pati

70

75

80

85

90

95

Kejernihan Pasta (%T)

Freeze Thaw Stability (%Syneresis)

Page 59: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

45

(tepung). Sebaliknya pada perlakuan A2R1, penggunaan air yang relatif

sedikit diduga tidak cukup memungkinkan bagi sebagian besar pati untuk

tergelatinisasi. Hal ini tentu saja menurunkan sifat transparansi pasta

patinya.

Freeze-thaw stability yang dimiliki pati akan menunjukkan apakah

pati yang dihasilkan dapat disimpan dalam suhu -15°C. Freeze-thaw

stability akan diketahui dari jumlah air yang dapat dipisahkan saat

disentrifugasi. Semakin banyak jumlah air yang terpisahkan maka freeze-

thaw stability akan semakin tinggi yang menunjukkan pati tidak stabil.

Peristiwa retrogadasi terjadi selama penyimpanan pati pada suhu beku.

Nilai freeze-thaw stability dinyatakan dengan % syneresis yaitu

persentase jumlah air yang terpisah setelah pasta pati disimpan selama 1

siklus freeze-thaw. Nilai freeze-thaw tepung sukun seperti terlihat pada

hasil penelitian berkisar antara 80,00-90,71%. Faktor perlakuan perbedaan

kecepatan putar drum memberikan pengaruh nyata terhadap nilai freeze-

thaw pati.

Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau

didinginkan beberapa hari atau minggu akan membentuk endapan kristal

di dasar wadahnya. Keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari

pati disebut sineresis (syneresis) (Winarno, 2002). Selama 1 siklus freeze

thaw pati mengalami retrogadasi dimana sejumlah air terpisah dari pasta

pati.

Kombinasi perlakuan yang dilakukan pada proses pengolahan

tepung sukun pragelatinisasi memperlihatkan % syneresis yang tinggi.

Tidak ada satu kombinasi pun yang memiliki % syneresis yang lebih kecil

daripada tepung sukun alami. Granula pati yang telah pecah akibat

gelatinisasi memiliki swelling power yang tinggi, namun karena sifat ini

granula pati yang pecah tersebut tidak mampu menahan air lebih banyak

daripada granula pati yang masih utuh. Penyimpanan beku akan

menambah jumlah air yang terpisah dari pasta pati karena kristal-kristal es

yang terbentuk menyebabkan retrogradasi. Semakin banyak pati yang

Page 60: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

46

tergelatinisai berarti semakin tinggi kemungkinan air yang terpisah akibat

penyimpanan suhu beku.

Pengukuran nilai apparent viscosity dilakukan dengan

menggunakan viskosimeter Brookfield. Leach (1965) menyatakan bahwa

apparent viscosity dari larutan pati tidak hanya disebabkan oleh

pengembangan granula, tapi juga oleh adanya bagian pati terlarut yang

menahan pengembangan granula dengan daya adhesi dan juga oleh

interaksi diantara granula-granula yang mengembang.

Kestabilan pasta pati 2% diukur dengan menggunakan spindle

nomor 1 pada kecepatan 60 rpm. Struktur pati yang terdiri dari amilosa

dan amilopektin mempengaruhi stabilitas viskositas. Amilosa yang

berantai lurus lebih mudah diputuskan ikatan hidrogennya dibandingkan

amilopektin. Tingginya jumlah amilosa dapat menyebabkan viskositas

pasta rendah dan kurang stabil.

Pati dibentuk oleh tumbuhan untuk menyimpan energi, yaitu

disimpan di dalam biji/butir halus pati di dalam sel, terutama di dalam akar

umbi atau benih. Daya cerna pati tergantung pada sumber pati. Pati yang

memiliki kandungan amilopektin tinggi akan sulit dicerna. Ukuran granula

juga mempengaruhi daya cerna pati, semakin kecil ukuran pati maka luas

permukaannya akan semakin besar sehingga lebih mudah dicerna.

Amilosa memiliki ikatan α-(1-4), sedangkan selulosa memiliki

ikatan β-(1-4) antara molekul gula. Ikatan rantai pada amilosa membentuk

struktur heliks, sedangkan selulosa membentuk struktur zigzag, dan

banyak terdapat pada dinding sel tumbuhan. Enzim pencernaan dapat

mencerna amilosa tetapi tidak dapat mencerna selulosa. Hasil pemecahan

pati oleh amilase menghasilkan hidrolisat yang mengandung glukosa,

maltose, maltotriosa, tetrasakarida dan pentasakarida (Robyt, 1984).

Page 61: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

47

0

0.5

1

1.5

2

2.5

3

Derajat Polimerisasi

0

10

20

30

40

50

Bagian yang dapat dicerna (%)

Gambar 13. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%)

dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm)

terhadap daya cerna dengan enzim α-amilase

Gambar 14. Diagram pengaruh konsentrasi bahan (A1: 20%, A2: 30%)

dan kecepatan putar drum (R1:4 rpm, R2:6 rpm, R3:8 rpm)

terhadap DP dengan enzim α-amilase

Gambar 13 diatas menunjukkan hasil hidrolisis pati oleh enzim α-

amilase yang menghasilkan produk bernilai daya cerna berkisar antara

32,72-45,31. Nilai daya cerna ini menunjukkan persentase pati yang dapat

dicerna dari keseluruhan total karbohidrat dalam pati. Tepung sukun

pragelatinisasi dengan kombinasi A1R3 menunjukkan nilai daya cerna

yang paling tinggi. Hal ini berarti kemampuan pati sukun pada kombinasi

ini untuk dicerna dalam system pencernaan cukup tinggi, pati akan lebih

cepat dikonversi menjadi monomer-monomer penyusunnya untuk diubah

menjadi energi. Tingginya nilai ini diduga disebabkan oleh tingginya

Page 62: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

48

jumlah air yang dimasukkan sehingga tidak semua pati tersebut

tergelatinisasi dengan optimal. Untuk uji total gula dan total pereduksi

dapat dilihat berturut-turut pada Lampiran 5 dan 6.

Pati selain memegang peranan penting sebagai sumber karbohidrat,

juga berperan sebagai sumber karbohidrat yang tidak dapat dicerna dan

dapat dikatakan sebagai pati resisten (resistance starch). Pati resisten

merupakan pati yang tidak dapat dicerna oleh enzim amilolitik dalam

sistem pencernaan (Bjorck, 1996). Dalam sistem pencernaan, pati resisten

tidak dapat dicerna oleh usus kecil, namun dilewatkan ke dalam usus besar

dan difermentasi oleh bakteri mikroflora membentuk asam lemak rantai

pendek yang baik untuk kesehatan dan mencegah kanker usus. Asam

lemak yang terbentuk akan diserap oleh darah dan dapat menurunkan

kadar kolesterol dalam darah (www.healthyeatingclub.org).

Menurut Wuzburg (1989), DP (derajat polimerisasi) suatu produk

menunjukkan jumlah rata-rata monosakarida unit di dalam molekul.

Dziedzic dan Kearsley (1995) menambahkan derajat polimerisasi amilosa

adalah 102-10

3 dan amilopektin dengan DP yang lebih tinggi dari amilosa

Nilai DP tepung sukun pragelatinisasi dan tepung sukun alami (Gambar

14) yang dihasilkan antara 2,04-2,86. Hal ini berarti sakarida yang

dibentuk yaitu campuran antara glukosa (DP=1), maltosa (DP=2), dan

maltotriosa (DP=3). Namun sebagian besar sakarida yang terbentuk adalah

maltosa.

Page 63: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Modifikasi tepung dengan membuat tepung sukun pragelatinisasi

memiliki tahapan proses yang harus dilakukan dengan seksama. Tahapan

proses pengolahan tepung sukun pragelatinisasi ada tiga tahap, yaitu persiapan

bahan, proses utama (pemanasan dan pengeringan), dan proses penggilingan.

Persiapan bahan dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung

sukun alami dengan air dengan perbandingan 20% dan 30% tepung dalam

suspensi. Proses utama pengolahan tepung sukun pragelatinisasi terdiri atas

pemanasan dan dilanjutkan dengan pengeringan pada suhu di atas suhu

gelatinisasi yaitu 80±5 C pada drum drier yang memiliki panjang dan

diameter berturut-turut adalah 12 dan 8 inci. Produk akhir yang dihasilkan dari

proses utama ini berupa gulungan lembaran tepung yang bersifat kamba,

ukuran dan dimensi tidak seragam. Proses terakhir adalah proses penggilingan

yang bertujuan untuk menghancurkan, memperkecil serta menyeragamkan

ukuran tepung agar mempermudah dalam penyimpanan dan analisa.

Penggilingan yang digunakan adalah hammer mill yang memiliki saringan 60

mesh.

Modifikasi tepung dengan cara pragelatinisasi ini mempengaruhi

kelarutan dalam air dingin (30 C), mikroskopis granula pati, derajat putih,

tingkat gelatinisasi pati serta freeze thaw stability. Pada kelarutan dalam air

dingin (30 C), diperlihatkan bahwa kecepatan putar drum berpengaruh nyata

terhadap kelarutan pada air dingin ini. Semakin cepat kecepatan putar drum

semakin larut tepung tersebut dalam air dingin. Kecepatan putar drum dan

konsentrasi padatan juga mikroskopis granula pati. Semakin tinggi kecepatan

putar drum semakin banyak granula pati yang tidak tergelatinisasi.

Konsentrasi padatan yang lebih banyak menyebabkan tepung yang

tergelatinisasi semakin banyak dan pada saat proses pragelatinisasi

menghasilkan lembaran yang lebih tebal daripada lembaran dari konsentrasi

padatan yang lebih rendah. Derajat putih dipengaruhi oleh kecepatan putar

drum dan juga konsentrasi padatan. Semakin tinggi putaran maka derajat putih

Page 64: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

50

yang dihasilkan semakin tinggi. Konsentrasi padatan semakin sedikit maka

derajat putih yang dihasilkan semakin tinggi. Kecepatan putar drum dan

konsentrasi padatan juga berpengaruh nyata terhadap tingkat gelatinisasi

tepung. Semakin tinggi kecepatan putar drum semakin tinggi pula tingkat

gelatinisasinya tetapi semakin tinggi konsentrasi padatan semakin rendah

tingkat gelatinisasinya. Freeze thaw stability yang dihasilkan dipengaruhi oleh

kecepatan putar drum. Semakin lambat kecepatan putar drum semakin tinggi

nilai freeze thaw stability yang dihasilkan.

5.2 SARAN

Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk peningkatan mutu tepung

sukun mengenai:

1. Perlu pengkajian dan karakterisasi modifikasi tepung sukun dengan cara

enzimatis.

2. Perlu diadakannya pengkajian perubahan mutu karakterisasi tepung sukun

pragelatinisasi selama penyimpanan.

Page 65: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

DAFTAR PUSTAKA

Allen, B.M. 1967. Malayan Fruits. Donald Moore Press Ltd. Singapore.

Anastasiades, A., S. Thanou, D. Loulis, A. Stapatoris dan T.D. Karapantsios.

2002. Rheological and Physical Characterization of Pregelatinized Maize

Starch. J of Food Eng. 52: 57-66.

Angbola, S.O., J.O. Akingbola, dan G.B. Oguntimen. 1991. Physico-chemical and

Functional Properties of Low DS Cassava Starch Acetate and Citrate.

Starch/Starke, 43 (2): 62-66.

AOAC, 1995. Official Methods of Analysis of The Association of Official of

Analitycal Chemist. AOAC INT., Washingtong D.C.

Ariwibowo. S.S. 2006. Kajian Pengaruh Perbandingan Konsentrasi Pati dan

Kecepatan Putaran Drum Dryer Terhadap Karakteristik Tapioka

Pragelatinisasi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Arsdel, W.B. dan M.J. Copley. 1964. Food Dehydration 2nd

Edition. The AVI

Publishing Company, Inc. Westport, Connecticut.

Bagalopagan, C, G. Padmaja, S.K. Nanda dan S.N. Moorthy. 1988. Cassava in

Food, Feed and Industry. CRC Press, Inc, Boca Raton Florida.

Bao, J. and C. J. Bergan. 2004. The Funcionally of Rice Starch. Di dalam A.C.

Elliason (ed.). Starch in Food (Structure, Function and Applications). CRC

Press LLC, New York.

Blennow, A. 2004. Starch Bioengineering. Di dalam A.C. Elliason (ed.). Starch

in Food (Structure, Funtion and Applications). CRC Press LLC, New

York.

Bjorck, I. 1996. Starch: Nutritional Aspects. Di dalam. A.C. Elliason. 1996.

Carbohydrates in Food. Marcel Dekker, Inc., New York.

Brennan, J.G., J.R. Buther, N.D. Cowel dan A.V.E. Lily. 1974. Food Engineering

Operations. Applied Science Publisher Ltd. London.

Ciptadi, W dan Machfud. 1980. Mempelajari Pendayagunaan Umbi-Umbian

Sebagai Sumber Karbohidrat. Institut Pertanian Bogor. Bogor. IPB, Bogor.

Chandler, W.H. 1958. Evergreen Forest Trees, FAO. Roma.

Collinson, R. 1968. Swelling ang Gelation of Starch. Di dalam J. A. Radley (ed).

Starch and Its Derivatives. Champman and Hall, Ltd. London

Page 66: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

52

Doni, A. 2002. Karakteristik Bubur Instan Dari Buah Sukun (Artocarpus Altilis)

yang Diolah dengan Pengering Drum. Skripsi Fakultas Teknologi

Pertanian, IPB, Bogor.

Dubois, M., K.A. Gilles, J.K. Hamilton, P.A. Rebers, dan F. Smith. 1956.

Colorometric Method for Determination of Sugar and Related Substances.

Anal. Chem. 28: 350-356.

Dziedzic, S.Z. dan M.W.Kearsley. 1984. Physico-chemical Properties of Glucose

Syrups. Di dalam. Dziedzig, S.Z. dan M.W.Kearsley. (eds.). Glucose

Syrups: Science and Technology. Elsevier Applied Science Publishers,

London.

Endahsari, R. 1999. Pati Singkong Terpregelatinisasi sebagai Bahan Penolong

Tablet Papaverin HCl Cetak Langsung. Skripsi. Jurusan Farmasi, FMIPA,

UI, Depok.

Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan I. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian

Bogor, Bogor.

FAO. 1972. Food Table Composition For Used in East Asia, FAO. Roma.

FAO. 1982. Fruit-Bearing Forest Trees, FAO. Roma.

Fennema, O. R. 1985. Principles of Food Science. Marcel Dekker Inc., New York

and Basel.

Fleche, G. 1985. Chemical Modification and Degradation of Starch. Di dalam

Fennema, O.R. (ed.). Starch Convension Technology. Marcel Dekker,

Inc., New York dan Basel.

Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. Academic Press, Inc,.

New York.

Graham, H.D. dan E.N. De Bravo. 1981. Change in The Starch Fraction During

Extruction Cooking of Corn. J. Food Sci. 48 (2): 378-381.

Heldman, D.R. dan R.D. Singh. 1981. Food Process Engineering. AVI Publishing

Company, Inc. Westport, Connecticut.

Hodge, J.E. dan E.M. Osman. 1976. Elament of Food Engineering. The AVI

Publ., Co. Inc, Westport, Connecticut.

Hood, L.F. 1981. Advances in Maize Carbohydrate. Di dalam Fennema, O. R.

(ed). Principles of Food Science. Marcel Dekker. Inc., New York.

Hutching, J.B. 1994. Food Colour and Appereance. Bedford: Blackie Academy

and Profesional.

Page 67: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

53

http://kusmandauunindra4.blogspot.com/2009/04/protein.html [14 Juni 2010]

Jarowenko, W. 1986. Acetylated Starch and Miscellaneous Organic Esters. Di

dalam Wurzburg, O.B. 1986. Modified Starches: Properties and Uses.

CRC Press, Inc., Boca Raton, Florida.

Leach, H.W. 1965. Gelatinization of Starch. Di dalam Goldsworth, R.

(ed).Abundant of Plant Varieties. World Wide Inc., New York

Lyne, F.A. 1976. Chemical Analysis of Raw and Modified Starches. Di dalam

Radley, J.A. (ed.). Examination and Analysis of Starch and Starch

Products. Applied Science Publisher Ltd, London.

Miller, C.D., B. Katherine, dan C.R. Ruth. 1936. Some Fruit of Hawaii. Hawaii

Agricultural Experiment Station. 77:Ltd., London.

Nawari. 2010. Analisis Statistik dengan MS Excel 2007 dan SPSS 17. Penerbit

Elek Media Komputindo. Jakarta.

Peter. F.E. dan P.A. Wills. 1959. Dried Breadfruit Di dalam Nature128:1252.

Pitojo, S. 1992. Budidaya Sukun. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.

Richana, N. dan T. C. Sunarti. 2004. Karakterisasi Sifat Fisiko-kimia Tepung

Umbi dan Tepung Pati Umbi Ganyong, Suweg, Ubi Kelapa dan Gembili.

Jurnal Pascapanen (1) : 29-37.

Robyt, J. F. 1984. Enzymes in the Hydrolysis and Synthesis of Starch. Di dalam

R.L. Whistler, J.N. BeMiller dan E.F.Paschall (eds.). Starch: Chemistry

and Technology. Academic Press, Inc., Florida.

Saragih, SA. 2008. Mengapa Diversifikasi Pangan Menjadi Penting?.

www.kabarindonesia.com. [9 Agustus 2009].

Snyder, E.M. 1984. Industrial Microscopy of Starches. Di dalam R.L. Whistler,

J.N. BeMiller dan E.F.Paschall (eds.). Starch: Chemistry and Technology.

Academic Press, Inc., Florida.

Soebito, S. 1988. Analisis Farmasi. Gajah Mada University Press, Yogyakarta

Soesono, S. 1977. Sukun Yang Sukun. Di dalam: Intisari 165: 89-94.

Sudarmadji, S., B. Haryanto dan Suhardi. 1996. Analisa Bahan Makanan dan

Pertanian. Penerbit Liberty. Yogyakarta.

Sunarti, T.C., T. Nonume, N. Yoshio dan M. Hisamatsu. 2001. Study on Outer

Chains from Amylopectin between Immobilized and Free Debranching

Enzymes. J. Appl. Glycosci. 48 (1): 1-10.

Page 68: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

54

Swinkles, J.J.M. 1985. Sources of Starch, its Chemistry and Physics. Di dalam

J.A. Roels dan G.M.A.V. Beynym,. (eds). Starch Conversion Technology.

Marcel Dekker, Inc., New York and Basel.

Thompson, A.K., B.O. Bean dan C. Parkius. 1974. Storage of Fresh Bread Fruit.

J. Trp. Agri. 51 (3): 407-415.

Utami, P.Y. 2009. Peningkatan Mutu Pati Ganyong (Canna edulis Ker) Melalui

Perbaikan Proses Produksi. Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB,

Bogor.

Walpole, R. 1993. Pengantar Statistika. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Widowati, S, N. Richana, Suarni, P. Raharto, IGP. Sarasutha. 2001. Studi

Potensi dan Peningkatan Dayaguna Sumber Pangan Lokal Untuk

Penganekaragaman Pangan di Sulawesi Selatan. Lap. Hasil Penelitian.

Puslitbangtan, Bogor.

Widowati, S. 2003. Prospek Tepung Sukun untu Berbagai Produk Makanan

Olahan dalam Upaya Menunjang Diversifikasi Pangan.

Winarno, 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Wirakartakusumah, M. A. 1981. Kinetics of Starch Gelatinization and Water

Absorption in Rice. Unpublished. Ph. D. Thesis. Departement of Food

Science. University of Wisconsin, Madison.

Wurzburg, O.B. 1989. Modified Starches: Properties and Uses. CRC Press, Inc.,

Boca Raton, Florida.

www.healthyeatingclub.org/info/articles/fats-chol/cholesterolstruck.htm[14 April

2010]

Yohani, V. 1995. Ekstraksi dan Analisis Polisakarida Buah Sukun (Artocarpus

altilis). Skripsi Fakultas Teknologi Pertanian, IPB, Bogor.

Page 69: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

LAMPIRAN

Page 70: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

56

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Sukun dari Badan Litbang

Kehutanan

Tepung Sukun

Penggilingan/

pengecilan

ukuran

Serpihan

loss

Pengeringan

dengan oven Air

Blanching

Penjemuran

matahari

Pengupasan dan

pencucian

Pengirisan

Perendaman dalam

larutan bi-sulfit

Limbah: Buah busuk, kulit

sukun & hati/bagian

tengah

Buah Sukun

Segar

Air rendaman

Page 71: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

57

Lampiran 2. Karakterisasi Komposisi Kimia Tepung Sukun Alami dan

Pragelatinisasi

1. Kadar Air (SNI 01-2891-1992)

Cawan alumunium yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya

diisi sebanyak 2 g sampel lalu ditimbang (W1) kemudian dimasukkan ke

dalam oven suhu 105 °C selama 1-2 jam. Cawan alumunium dan sampel yang

telah dikeringkan dimasukkan ke dalam desikator kemudian ditimbang.

Ulangi pemanasan sampel sampai dicapai bobot konstan (W2). Sisa contoh

dihitung sebagai total padatan dan air yang hilang sebagai kadar air.

2. Kadar Abu (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh ditimbang dalam cawan porselin yang telah

diketahui bobotnya (A), kemudian diarangkan dengan menggunakan pemanas

bunsen hingga tidak mengeluarkan asap lagi. Cawan porselen berisi contoh

(B) yang sudah diarangkan kemudian dimasukkan ke dalam tanur bersuhu 600

°C selama 2 jam untuk mengubah arang menjadi abu (C). Cawan porselen

berisi abu didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga mencapai bobot

tetap.

3. Kadar Protein (AOAC, 1995)

Sebanyak 0,1-0,5 g contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl lalu

ditambahkan 2,5 ml H2SO4 pekat dan 1 g katalis (CuSO4 dan natrium sulfat).

Larutan didestruksi hingga menghasilkan larutan jernih kemudian

didinginkan. Larutan hasil destruksi dipindahkan ke alat destilasi dan

ditambahkan 25 ml NaOH 6N. Labu erlenmeyer yang berisi 25 ml asam borat

(H3BO3) 0,02 N dan 2-4 tetes indikator mengsel (campuran metil merah

0,02% dalam alkohol dan metil biru 0,02% dalam alkohol (2:1)) diletakkan

dibawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan

H3BO3. Destilasi dilakukan sampai volume larutan dalam erlenmeyer

Page 72: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

58

mencapai 2 kali volume awal. Ujung kondensor dibilas dengan akuades

(ditampung dalam labu erlenmeyer). Larutan yang berada dalam labu

erlenmeyer dititrasi dengan H2SO4 0,02 N hingga diperoleh perubahan warna

dari hijau menjadi ungu. Setelah itu dilakukan pula penetapan blanko.

Keterangan :

a = ml H2SO4 untuk titrasi contoh

b = ml H2SO4 untuk titrasi blanko

N = normalitas H2SO4

W = bobot contoh (g)

4. Kadar Lemak (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh bebas air diekstraksi dengan pelarut organik

heksan dalam alat Soxhlet selama 6 jam. Contoh hasil ekstraksi diuapkan

dengan cara diangin-anginkan dan dikeringkan dalam oven bersuhu 105 °C.

Contoh didinginkan dalam deksikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot

tetap.

5. Kadar Serat Kasar (AOAC, 1995)

Sebanyak 2 g contoh dimasukkan ke dalam erlenmeyer 500 ml dan

ditambahkan 100 ml H2SO4 0,325 N. Kemudian dihidrolisis dalam autoklaf

selama 15 menit pada suhu 105 °C dan didinginkan serta ditambahkan NaOH

1,25 N sebanyak 50 ml. Kemudian dilakukan hidrolisis kembali dalam

autoklaf selama 15 menit. Contoh disaring dengan kertas saring yang telah

dikeringkan dan diketahui bobotnya. Kertas saring tersebut dicuci berturut-

turut dengan air panas, 25 ml H2SO4 0,325 N lalu dengan air panas dan

terakhir menggunakan aceton/alkohol 25 ml. Kertas saring tersebut

dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 1 jam dan dilanjutkan sampai

bobotnya tetap. Kadar serat (%) ditentukan dengan rumus :

Page 73: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

59

Dimana: a = bobot residu serat dalam kertas saring (g)

b = bobot kertas saring kering (g)

c = bobot bahan awal (g)

6. Kadar Karbohidrat (By Difference)

Kadar karbohidrat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

Kadar Karbohidrat (%) = 100% - ( A + B + C + D+E )

Dimana : A = Kadar air C = Kadar lemak E= Kadar serat kasar

B = Kadar abu D = Kadar protein

7. Kadar Pati (AOAC, 1995)

Sampel sabanyak 1 g dimasukkan dalam labu Erlenmeyer, kemudian

ditambahkan HCl 3% sebanyak 200 ml. Hidrolisis pada suhu 115 C selama 1

jam, kemudian didinginkan. Sampel kemudian dinetralkan dengan NaOH

40%, kemudian ditera dalam labu ukur 250 ml. pipet 10 ml sampel dan

dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 250 ml dan ditambahkan Luff Schroll

sebanyak 25 ml. sampel didihkan di bawah pendingin tegah tepat 10 menit

setelah mendidih, kemudian didinginkan. Sampel kemudian ditambahkan

dengan 20 ml larutan KI 20% dan 25 ml H2SO4 melalui dinding tabung.

Titrasi menggunakan NaSO4 0,1 N, gunakan indikator kanji. Blanko

dikerjakan dengan mengganti sampel dengan aquades.

Page 74: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

60

Lampiran 3. Karakterisasi Sifat Fisik Tepung Sukun Alami dan

Pragelatinisasi

1. Bentuk dan Ukuran Granula Pati (Metode Mikroskop Cahaya Terpolarisasi)

Suspensi pati, untuk pengamatan dibawah mikroskop polarisasi

cahaya, disiapkan dengan mencampur butir pati dengan air destilasi, kemudian

ditambahkan larutan iod untuk menambah daya kontras. Suspensi ini

diteteskan di atas gelas obyek kemudian ditutup dengan gelas penutup. Obyek

diuji dengan meneruskan cahaya melalui polarisator dan selama pengamatan,

alat analisistor diputar sehingga cahaya terpolarisasi sempurna yang

ditunjukkan oleh butir-butir pati yang belum mengalami gelatinisasi dengan

sifat birefringence. Pengamatan yang dilakukan tanpa menggunakan

polarisator dan alat penganalisis (analisistor), disebut mikroskop cahaya.

Selanjutnya hasil pengamatan disimpan dalam bentuk file JPEG.

2. Pengamatan Sifat Birefringence Pati dengan Menggunakan Mikroskop

Polarisasi

Pengamatan sifat birefringence pati di bawah mikroskop polarisasi

dilakukan untuk mengetahui kecukupan proses gelatinisasi. Sampel

disuspensikan dalam akuades dan diaduk secara merata. Kemudian, satu tetes

sampel diteteskan ke gelas objek dan diamati di bawah mikroskop polarisasi.

Sampel yang bukan berupa tepung perlu ditepungkan terlebih dahulu hingga

diperoleh ukuran partikel yang dapat disuspensikan dalam akuades.

Pati yang belum mengalami proses gelatinisasi akan memiliki sifat

birefringence sehingga ketika diamati dengan mikroskop polarisasi akan

tampak granula-granula yang mengkilat dan berwarna. Sedangkan pati yang

telah mengalami gelatinisasi sempurna tidak memiliki sifat birefringence,

sehingga tidak tampak di bawah mikroskop polarisasi.

3. Derajat Putih (SNI 01-3451-1994)

Pengukuran derajat putih pati dilakukan dengan menggunakan

Whitenessmeter merk Kett Electric Laboratory Tipe C-100-3. Kalibrasi

dilakukan dengan standar warna putih (MgO). Sejumlah contoh dimasukkan

Page 75: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

61

ke dalam wadah khusus, diputar sehingga terletak dibawah lensa dan diukur

derajat putihnya yang berkisar antara 0-100%. Nilai derajat putih dapat

ditentukan dengan melihat posisi jarum penunjuk persen derajat putih.

4. Warna (Hutching, 1999)

Parameter warna ini diukur dengan menggunakan alat chromameter

merk Minolta CR 300. Sistem notasi warnanya menggunakan sistem Hunter

yang dicirikan dengan 3 parameter yaitu L, a dan b. Nilai L menyatakan

kecerahan yang mempunyai nilai dari 0 (hitam) dan 100 (putih). Nilai a

menyatakan warna kromatik campuran merah hijau dengan nilai positif (0

sampai 60) untuk warna merah dan negatif (0 sampai -60) untuk warna hijau.

Nilai b menyatakan warna kromatik campuran kuning biru dengan nilai b

positif untuk warna kuning dan biru negatif.

Pengukuran dilakukan dengan menempelkan sampel pada permukaan

datar alat. Bagian datar alat pembaca harus ditutup secara sempurna. Apabila

ada cahaya masuk dari sisi samping optik, maka nilai pembacaan alat menjadi

tidak akurat. Dari hasil pengukuran diperoleh nilai L, a dan b yang terbaca

pada layar. Nilai L menunjukkan tingkat kecerahan, nilai a positif

menunjukkan kecenderungan warna merah, nilai a negatif menunjukkan warna

hijau, nilai b positif menunjukkan kecenderungan warna kuning, dan nilai b

negatif menunjukkan warna biru. Setelah diperoleh nilai L, a dan b maka

dilakukan perhitungan nilai chroma (C), derajat Hue dan juga (derajat putih)

whiteness dengan persamaan berikut:

Page 76: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

62

Lampiran 4. Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung Sukun Alami dan

Pragelatinisasi

1. Kelarutan Pada Suhu 70 ºC dan Swelling Power (Modifikasi metode Perez et

al., 1999)

Suspensi pati disiapkan, yaitu 0,5 g sampel dicampur dengan 50 ml

akuades dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Sampel ditempatkan pada penangas

air pada suhu 70°C selama 2 jam dengan pengadukan secara kontinyu. Pada

suspensi tersebut diambil 30 ml larutan yang jernih kemudian diletakkan pada

cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Cawan petri dikeringkan pada

oven 100°C hingga bobotnya tetap, kemudian ditimbang dan dihitung

kenaikan bobotnya.

Kelarutan (%)

Swelling power (%)

Keterangan : a = bobot cawan petri awal / kosong (g)

b = bobot cawan petri akhir (g)

c = bobot erlenmeyer awal / kosong (g)

d = bobot erlenmeyer akhir (g)

2. Kelarutan Pada Suhu 30 ºC dan Swelling Power (Modifikasi metode Perez et

al., 1999)

Suspensi pati disiapkan, yaitu 0,5 g sampel dicampur dengan 50 ml

akuades dalam labu Erlenmeyer 250 ml. Sampel ditempatkan pada penangas

air pada suhu 30°C selama 2 jam dengan pengadukan secara kontinyu. Pada

suspensi tersebut diambil 30 ml larutan yang jernih kemudian diletakkan pada

cawan petri yang telah diketahui bobotnya. Cawan petri dikeringkan pada

oven 100°C hingga bobotnya tetap, kemudian ditimbang dan dihitung

kenaikan bobotnya.

Kelarutan (%)

Swelling power (%)

Keterangan : a = bobot cawan petri awal / kosong (g)

Page 77: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

63

b = bobot cawan petri akhir (g)

c = bobot erlenmeyer awal / kosong (g)

d = bobot erlenmeyer akhir (g)

3. Sifat Amilografi

Suhu gelatinisasi dihitung dari hasil kurva pengukuran viskositas pati

dengan menggunakan Brabender Viscoamylograph. Rentang suhu gelatinisasi

diukur pada saat viskositas pati mulai naik hingga dicapai viskositas puncak.

a Prosedur uji amilograf

Akuades sejumlah 450 ml disiapkan dan sampel tepung pati

sejumlah 45 g ditimbang. Selanjutnya suspensi dimasukkan ke dalam bowl

amilograf. Lengan sensor dipasang dan dimasukkan ke dalam bowl dengan

cara menurunkan head amilograf. Suhu awal termoregulator diukur pada

suhu 20 atau 25°C. Pada saat pengaturan ini switch pengatur suhu harus

terletak pada posisi 0. Switch pengatur diikat pada posisi bawah (97°),

sehingga jika mesin dihidupkan suhu akan meningkat 1,5°C setiap 1 menit.

Mesin amilograf dihidupkan maka bowl akan berputar dan pemanas akan

memanaskan air bath. Begitu suspensi mencapai 30°C, pena pencatat

diatur pada skala kertas amilogram dan pada skala tersebut diberi tanda

dengan menggoreskan pena naik turun setelah pasta mencapai suhu 95°C.

Ini bisa dihitung dari waktu yang diperlukan menaikkan suhu 65°C setelah

30°C kemudian switch pengatur dipindahkan ke posisi atas (20°C).

b Parameter analisis amilogram

Suhu awal gelatinisasi yaitu suhu pada saat kurva mulai menaik.

Suhu pada puncak gelatinisasi yaitu suhu (°C) pada puncak maksimum

viskositas yang dicapai. Suhu ditentukan berdasarkan perhitungan

berikut :

Suhu = suhu awal + (waktu dalam menit x 1.5)

Viskositas maksimum pada puncak gelatinisasi dinyatakan dalam

Amilograf Unit atau Brabender Unit.

Page 78: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

64

4. Kejernihan Pasta 1% (Modifikasi metode Perez et al., 1999)

Pasta pati (0.1%) disiapkan dengan cara mensuspensikan 5 mg sampel

dalam 5 ml air (gunakan tabung reaksi berulir). Selanjutnya suspensi

dicelupkan pada air mendidih selama 30 menit. Tabung dikocok setiap 5

menit. Sampel didinginkan hingga suhu kamar. Nilai transmisi (% T) dibaca

pada spektrofotometer dengan panjang gelombang 650 nm. Akuades

digunakan sebagai blanko.

5. Freeze-Thaw Stability (Modifikasi metode Perez et al., 1999)

Pasta pati 1% sebanyak 5 ml disiapkan. Cara penyiapan pasta pati

sama dengan prosedur analisis kejernihan pasta. Satu siklus Freeze-thaw

process terdiri atas: pasta pati disimpan dalam Freezer -20°C selama 18 jam,

kemudian ditaruh di suhu kamar selama 6 jam. Sampel diambil sebanyak 2 ml

untuk kemudian disentrifugasi selama 10 menit dengan kecepatan 3000 rpm.

Jumlah (volume) air yang terpisah setelah siklus Freezee-thaw diukur dan

dinyatakan untuk mengetahui Freeze-thaw stability dalam satuan %

Syneresis.

6. Apparent Viscosity (Modifikasi metode Perez et al., 1999)

Apparent Viscosity diukur dengan Brookfield Viscometer. Sejumlah

500 ml suspensi pati 5% bk disiapkan kemudian dicelupkan dalam air

mendidih selama 15 menit, dan didinginkan hingga suhu 25°C. Pasta diukur

pada 25°C menggunakan spindle no.1 pada laju 60 rpm.

7. Analisa Daya Cerna dan Derajat Polimerisasi

a. Persiapan 0,4% larutan pati tergelatinisasi (Sunarti et al., 2001)

Sebanyak 30 mg pati Di dalam tabung reaksi dilarutkan dalam 0.5 ml

aquades dan ditambahkan dengan 0.75 ml NaOH 1 N. Kemudian ditempatkan

pada ice batch selama 15 menit. Pati yang tergelatinisasi ditambahkan secara

perlahan-lahan aquades sebanyak 5,35 ml, dan dinetralkan dengan 0,75 ml

HCl 1 M dan ditambahkan 0,15 ml NaN3 3%.

Page 79: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

65

b. Hidrolisis pati

Hasil persiapan larutan pati 0,4% ditambahkan sebanyak 7,5 ml

larutan buffer sitrat pH 5,2. Kemudian dikocok supaya homogen (substrat

0,2%). Selanjutnya dilakukan penambahan larutan enzim α-amilase dengan

dosis 5 U enzim/g pati. Hidrolisis dilakukan Di dalam water batch incubator

selama 8 jam dengan suhu 95 C. Setelah itu dilakukan inaktivasi enzim dan

dilakukan analisa gula pereduksi dan total gula. Rasio total gula dan gula

pereduksi dihitung sebagai Derajat polimerisasi.

8. Tata cara analisa total gula metode Fenol-Sulfat (Dubois et al., 1956)

Prinsip : Terjadinya dehidrasi pada karbohidrat yang membentuk furfural dan

hidroksi-metil-furfural (HMF). Dehidrasi pentosa oleh asam akan

dihasilkan furfural, dehidrasi ramnosa dihasilkan metal furfural.

Sebelum melakukan pengujian sampel maka perlu diketahui kurva standar

fenol yang digunakan. Pembuatan kurva standar fenol adalah sebagai berikut: 1

ml larutan glukosa standar yang mengandung 0, 10, 20, 30, 40 dan 50 µg masing-

masing dimasukkan ke dalam tabung reaksi tambahkan 0,5 ml larutan fenol 5%

dan dikocok. Kemudian 2,5 ml asam sulfat pekat ditambahkan dengan cepat.

Biarkan selama 10 menit, kocok lalu tempatkan pada penangas air selama 15

menit. Absorbansinya diukur pada 490 nm. Pengujian sampel sama dengan

pembuatan standar fenolnya hanya 1 ml larutan glukosa diganti 1 ml sampel.

Page 80: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

66

0.057

0.24

0.42

0.622

0.713

0.882y = 0.016x + 0.078

R² = 0.991

0

0.1

0.2

0.3

0.4

0.5

0.6

0.7

0.8

0.9

1

0 10 20 30 40 50 60

Nila

i Ab

sorb

ansi

[glukosa,µg/ml]

Kurva Standar Total Gula

Persamaan kurva standar total gula y=0,016x + 0.078

Keterangan : y: nilai absorbansi

x: nilai total gula

9. Tata cara analisa gula pereduksi metode DNS (Miller, 1959)

Prinsip : Tereduksinya ferrisianida menjadi ferrosianida oleh senyawaan gula

reduksi. Jumlah ferrosianida yang terbentuk ekivalen dengan jumlah

gula reduksi dalam sampel.

1. Penyiapan Pereaksi DNS

Pereaksi DNS dibuat dengan melarutkan 10,6 g asam 3,5-

dinitrosalisilat dan 19,8 NaOH ke dalam 1416 ml air. Setelah itu ditambahkan

306 g Na-K Tatrat, 7,6 g fenol yang dicairkan pada suhu 50 C dan 8,3 g Na-

Metabisulfit. Larutan ini diaduk rata, kemudian 3 ml larutan ini dititrasi

dengan HCl 0,1 N dengan indicator fenolftalin. Banyaknya titran berkisar 5-6

ml. Jika kurang dari itu harus ditambahkan 2 g NaOH untuk setiap kekurangan

HCl 0,1 N.

Page 81: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

67

2. Penentuan Kurva Standar

Kurva standar dibuat dengan mengukur nilai gula pereduksi pada

glukosa pada selang 0,2-0,5 mg/l. kemudian nilai gula pereduksi decari

dengan metode DNS. Hasil yang diperoleh diplotkan dalam grafik secara

linear.

3. Penetapan Gula Pereduksi

Pengujian gula pereduksi menggunakan kurva standar DNS dengan

prosedur sebagai berikut: 1 ml sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi,

kemudian ditambahkan 3 ml pereaksi DNS. Larutan tersebut ditempatkan

dalam air mendidih selama 5 menit. Biarkan sampai dingin pada suhu ruang.

Ukur absorbansi pada panjang gelombang 550 nm.

Page 82: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

68

Lampiran 5. Data Hasil Pengamatan Karakterisasi Tepung sukun

Simbol Keterangan

A0R0a Tepung sukun alami tanpa perlakuan apapun ke-1

A0R0b Tepung sukun alami tanpa perlakuan apapun ke-2

A1R1a Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 4 rpm ke-1

A1R1b Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 4 rpm ke-2

A1R2a Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 6 rpm ke-1

A1R2b Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 6 rpm ke-2

A1R3a Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 8 rpm ke-1

A1R3b Konsentrasi padatan 20 % dengan putaran 8 rpm ke-2

A2R1a Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 4 rpm ke-1

A2R1b Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 4 rpm ke-2

A2R2a Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 6 rpm ke-1

A2R2b Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 6 rpm ke-2

A2R3a Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 8 rpm ke-1

A2R3b Konsentrasi padatan 30 % dengan putaran 8 rpm ke-2

Page 83: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

69

5.1 Karakteristik Kimia Tepung sukun

5.1.1 Kadar air dan kadar abu

Bahan

Kadar

air

Kadar abu

(bb)

Kadar abu

(bk)

A0B0a 3,3435 0,3964 0,4101

A0B0b 3,7311 0,4308 0,4475

Rata-rata 3,5373 0,4136 0,4288

A1R1a 2,3822 0,3214 0,3293

A1R1b 2,0921 0,3274 0,3344

Rata-rata 2,2372 0,3244 0,3319

A1R2a 1,9148 0,3818 0,3893

A1R2b 1,8364 0,4079 0,4155

Rata-rata 1,8756 0,3949 0,4024

A1R3a 3,0426 0,3500 0,3610

A1R3b 2,3992 0,4040 0,4139

Rata-rata 2,7209 0,3770 0,3875

A2R1a 2,4314 0,3025 0,3101

A2R1b 2,4445 0,4476 0,4588

Rata-rata 2,4379 0,3751 0,3844

A2R2a 2,1438 0,4053 0,4142

A2R2b 1,9520 0,3427 0,3495

Rata-rata 2,0479 0,3740 0,3818

A2R3a 2,3789 0,4307 0,4412

A2R3b 3,3097 0,5589 0,5780

Rata-rata 2,8443 0,4948 0,5096

Page 84: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

70

5.1.2 Kadar protein dan lemak

Bahan

Kadar

Protein

(bb)

Kadar Protein

(bk)

Kadar Lemak

(bb)

Kadar

Lemak (bk)

A0B0a 4,7199 4,8832 4,0971 4,2388

A0B0b 4,9794 5,1724 2,9871 3,1029

Rata-rata 4,8497 5,0278 3,5421 3,6708

A1R1a 3,6408 3,7296 0,9263 0,9489

A1R1b 3,5816 3,6582 1,0359 1,0580

Rata-rata 3,6112 3,6939 0,9811 1,0035

A1R2a 4,0409 4,1197 2,1816 2,2242

A1R2b 3,9265 4,0000 2,2313 2,2730

Rata-rata 3,9837 4,0599 2,2065 2,2486

A1R3a 4,0509 4,1780 2,5934 2,6748

A1R3b 3,6853 3,7759 2,4186 2,4781

Rata-rata 3,8681 3,9770 2,5060 2,5764

A2R1a 4,3554 4,4639 1,9155 1,9632

A2R1b 5,0582 5,1849 2,1235 2,1767

Rata-rata 4,7068 4,8244 2,0195 2,0700

A2R2a 3,6680 3,7483 2,9418 3,0062

A2R2b 4,2067 4,2905 2,5224 2,5726

Rata-rata 3,9373 4,0194 2,7321 2,7894

A2R3a 4,3641 4,4704 2,6326 2,6967

A2R3b 4,0221 4,1598 2,2157 2,2916

Rata-rata 4,1931 4,3151 2,4241 2,4941

Page 85: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

71

5.1.3 Kadar serat kasar dan karbohidrat (by difference)

Bahan

Kadar Serat

Kasar (bb)

Kadar Serat

Kasar (defatted)

Kadar

Karbohidrat

(bb)

Kadar

Karbohidrat

(bk)

A0B0a 8,0098 4,1898 79,4334 82,1811

A0B0b 8,5537 5,8981 79,3178 82,3919

Rata-rata 8,2818 5,0440 79,3756 82,2865

A1R1a 11,2988 10,6482 81,4305 83,4177

A1R1b 12,2007 11,4255 80,7621 82,4879

Rata-rata 11,7498 11,0369 81,0963 82,9528

A1R2a 8,4471 6,4304 83,0337 84,6547

A1R2b 12,6362 10,6413 78,9617 80,4389

Rata-rata 10,5416 8,5358 80,9977 82,5468

A1R3a 7,5717 5,2159 82,3914 84,9769

A1R3b 13,0037 10,9047 78,0891 80,0087

Rata-rata 10,2877 8,0603 80,2403 82,4928

A2R1a 14,4979 12,9437 76,4974 78,4036

A2R1b 9,3463 7,4569 80,5799 82,5990

Rata-rata 11,9221 10,2003 78,5386 80,5013

A2R2a 15,5654 12,9646 75,2757 76,9249

A2R2b 10,5738 8,2619 80,4025 82,0032

Rata-rata 13,0696 10,6133 77,8391 79,4640

A2R3a 6,1523 3,6697 84,0415 86,0894

A2R3b 8,0298 6,0889 81,8638 84,6659

Rata-rata 7,0910 4,8793 82,9526 85,3777

Page 86: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

72

5.2 Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung sukun

5.2.1 Kelarutan dan swelling power

5.2.1.1 Kelarutan dan swelling power (70 C)

Bahan

%

Kelarutan

% Swelling

Power

A0B0a 33,9000 42,4425

A0B0b 40,9667 47,4322

Rata-rata 37,4333 44,9374

A1R1a 46,2000 54,6334

A1R1b 36,8667 47,2220

Rata-rata 41,5333 50,9277

A1R2a 42,8214 53,3208

A1R2b 43,5000 48,2996

Rata-rata 43,1607 50,8102

A1R3a 45,5000 53,9240

A1R3b 42,1333 53,1110

Rata-rata 43,8167 53,5175

A2R1a 41,8333 48,2753

A2R1b 39,4000 69,6996

Rata-rata 40,6167 58,9874

A2R2a 40,7333 49,6555

A2R2b 42,8667 50,9927

Rata-rata 41,8000 50,3241

A2R3a 34,6800 61,3513

A2R3b 40,3462 65,4497

Rata-rata 37,5131 63,4005

Page 87: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

73

5.2.1.2 Kelarutan dan swelling power (30 C)

Bahan % Kelarutan

% Swelling

Power

A0B0a 23,1000 36,1906

A0B0b 23,0667 37,7566

Rata-rata 23,0833 36,9736

A1R1a 33,0333 44,9055

A1R1b 29,5333 44,3956

Rata-rata 31,2833 44,6505

A1R2a 30,4800 59,3340

A1R2b 28,3000 42,7886

Rata-rata 29,3900 51,0613

A1R3a 33,9333 44,9779

A1R3b 32,3000 43,8508

Rata-rata 33,1167 44,4144

A2R1a 28,8333 40,9885

A2R1b 29,0000 42,4886

Rata-rata 28,9167 41,7386

A2R2a 32,0333 40,7374

A2R2b 30,9667 44,4087

Rata-rata 31,5000 42,5731

A2R3a 34,6000 47,1253

A2R3b 32,2000 41,6083

Rata-rata 33,4000 44,3668

Page 88: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

74

5.2.2 Kejernihan pasta 0.1% dan Freeze-thaw stability

Bahan

Kejernihan pasta

0,01% Freeze-thaw Stability

A0B0a 90,20 77,14

A0B0b 90,90 82,86

Rata-rata 90,55 80,00

A1R1a 79,70 85,71

A1R1b 87,40 85,71

Rata-rata 83,55 85,71

A1R2a 93,80 85,26

A1R2b 94,00 82,86

Rata-rata 93,90 84,06

A1R3a 92,00 85,71

A1R3b 97,20 82,86

Rata-rata 94,60 84,29

A2R1a 90,70 90,00

A2R1b 89,00 91,43

Rata-rata 89,85 90,71

A2R2a 97,70 85,71

A2R2b 90,40 82,86

Rata-rata 94,05 84,29

A2R3a 98,80 82,86

A2R3b 88,70 85,71

Rata-rata 93,75 84,29

Page 89: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

75

5.2.3 Apparent Viscosity dan Derajat Putih

Bahan

Appearant

Viscosity Derajat Putih

A0B0a 5,50 54.73

A0B0b 5,50 54.82

Rata-rata 5,50 54.77

A1R1a 7,00 40,82

A1R1b 7,00 40,73

Rata-rata 7,00 40,77

A1R2a 9,00 42,82

A1R2b 9,50 42,00

Rata-rata 9,25 42,41

A1R3a 10,00 35,64

A1R3b 8,50 36,00

Rata-rata 9,25 35,82

A2R1a 9,70 38,36

A2R1b 7,00 39,09

Rata-rata 8,35 38,73

A2R2a 6,80 36,18

A2R2b 6,50 38,64

Rata-rata 6,65 37,41

A2R3a 8,70 39,45

A2R3b 9,50 37,09

Rata-rata 9,10 38,27

Page 90: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

76

5.2.4 Daya Cerna dan Derajat Polimerisasi

Bahan

Daya

Cerna

Derajat

Polimerisasi

A0B0a 39,5833 2,3378

A0B0b 48,9583 3,1601

Rata-rata 44,2708 2,7490

A1R1a 46,2121 2,6522

A1R1b 19,2235 1,4272

Rata-rata 32,7178 2,0397

A1R2a 40,5303 2,6817

A1R2b 44,9811 2,9321

Rata-rata 42,7557 2,8069

A1R3a 38,9205 2,1012

A1R3b 51,7045 2,7632

Rata-rata 45,3125 2,4322

A2R1a 48,5085 2,9193

A2R1b 46,9105 1,9019

Rata-rata 47,7095 2,4106

A2R2a 42,6136 2,8553

A2R2b 42,0455 2,8638

Rata-rata 42,3295 2,8596

A2R3a 44,1288 2,6489

A2R3b 31,6288 1,9464

Rata-rata 37,8788 2,2977

Page 91: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

Lampiran 6. Analisis sidik ragam(Rancangan Acak Kelompok) dan Uji

Duncan

A. Karakteristik Kimia Tepung sukun

1. Kadar air

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 0,9184 0,4592 1,8310 5,1433

Konsentrasi (Aj) 1 0,0136 0,0136 0,0541 5,9874

interaksi Arij 2 1,4043 0,7021 2,7993 5,1433

Ek(ij) 6 1,5048 0,2508

Total 11 3,8408

2. Kadar abu

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 0,0167 0,0083 2,06 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,0079 0,0079 1,96 5,98738

interaksi Arij 2 0,0101 0,0050 1,26 5,14325

Ek(ij) 6 0,0242 0,0040

Total 11 0,0590

3. Kadar protein

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 0,0964 0,0482 0,53 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,6799 0,6799 7,48* 5,98738

interaksi Arij 2 0,7140 0,3570 3,93 5,14325

Ek(ij) 6 0,5457 0,0909

Total 11 2,0361

Page 92: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

78

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel)

Faktor perlakuan yang berpengaruh nyata :

Konsentrasi Rataan Kode

A2 4,3863 A

A1 3,9102 B

Ket : Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak signifikan

Kode yang tidak sama menunjukkan perlakuan signifikan

4. Kadar lemak

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 2,6165 1,3083 34,83* 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,7752 0,7752 20,64* 5,98738

interaksi Arij 2 0,6614 0,3307 8,81* 5,14325

Ek(ij) 6 0,2253 0.0376

Total 11 4,2785

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel)

Faktor perlakuan berpengaruh nyata :

Kecepatan

putaran

Rataan Kode

R3 2,5353 A

R2 2,5190 A

R1 1,5367 B

Konsentrasi Rataan Kode

A2 2,4512 A

A1 1,9428 B

Interaksi Rataan Kode

A2R2 2,7894 A

A1R3 2,5765 A

A2R3 2,4942 ABC

A1R2 2,2486 BC

A2R1 2,0700 C

A1R1 1,0035 D

Ket : Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak signifikan

Kode yang tidak sama menunjukkan perlakuan signifikan

Page 93: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

79

5. Kadar Serat Kasar

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 37,2557 18,6278 2,06 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 1,2547 1,2547 0.14 5,98738

interaksi Arij 2 13,8794 6,9397 0,77 5,14325

Ek(ij) 6 54,3856 9,0643

Total 11 106,7754

6. Kadar Karbohidrat (by difference)

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 18,6407 9,3203 1,26 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 2,3397 2,3397 0,32 5,98738

interaksi Arij 2 21,4958 10,7479 1,45 5,14325

Ek(ij) 6 44,3686 7,3948

Total 11 86,8449

B. Karakterisasi Sifat Fungsional Tepung sukun

1. Kelarutan dan swelling power

1.1. Kelarutan dan Swelling Power 70 C

Kelarutan

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 7,2522 3,6261 0,31 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 24,5442 24,5442 2,08 5,98738

interaksi Arij 2 17,8824 8,9412 0,76 5,14325

Ek(ij) 6 70,7419 11,7903

Total 11 120,4207

Page 94: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

80

Swelling Power

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 125,0901 62,5450 1,34 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 101,5783 101,5783 2,18 5,98738

interaksi Arij 2 61,2915 30,6457 0,66 5,14325

Ek(ij) 6 279,1951 46,5325

Total 11 567,1549

1.2. Kelarutan dan Swelling Power 30 C

Kelarutan

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 24,0120 12,0060 5,42 * 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,0002 0,0002 0,00 5,98738

interaksi Arij 2 10,1332 5,0666 2,29 5,14325

Ek(ij) 6 13,2977 2,2163

Total 11 47,4432

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel)

Faktor perlakuan berpengaruh nyata :

Kecepatan

putaran

Rataan Kode

R3 33,258 A

R2 30,445 B

R1 30,100 B

Ket : Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak signifikan

Kode yang tidak sama menunjukkan perlakuan signifikan

Page 95: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

81

Swelling Power

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 27,2568 13,6284 0,51 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 43,6837 43,6837 1,63 5,98738

interaksi Arij 2 36,8485 18,4242 0,69 5,14325

Ek(ij) 6 160,7239 26,7873

Total 11 268,5129

2. Kejernihan pasta 1%

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 145,1217 72,5608 3,56 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 10,4533 10,4533 0,51 5,98738

interaksi Arij 2 29,9817 14,9908 0,74 5,14325

Ek(ij) 6 122,2800 20,3800

Total 11 307,8367

3. Freeze-thaw stability

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 42,3893 21,1947 7,88* 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 9,1128 9,1128 3,39 5,98738

interaksi Arij 2 15,9395 7,9698 2,96 5,14325

Ek(ij) 6 16,1458 2,6910

Total 11 83,5874

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel)

Page 96: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

82

Faktor perlakuan berpengaruh nyata :

Kecepatan

putaran

Rataan Kode

R1 88,214 A

R3 84,286 B

R2 84,171 B

Ket : Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak signifikan

Kode yang tidak sama menunjukkan perlakuan signifikan

4. Derajat Putih

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 20,7205 10,3603 9,60* 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 30,0833 30,0833 27,88* 5,98738

interaksi Arij 2 5,1253 2,5627 2,37 5,14325

Ek(ij) 6 6,4752 10792

Total 11 62,4044

* = berpengaruh nyata (F hitung > F tabel)

Faktor perlakuan berpengaruh nyata :

Konsentrasi Rataan Kode

A1 40,4849 A

A2 37,3182 B

Kecepatan

putaran

Rataan Kode

R3 39,9091 A

R2 39,7500 A

R1 37,0455 B

Ket : Kode yang sama menunjukkan perlakuan tidak signifikan

Kode yang tidak sama menunjukkan perlakuan signifikan

Page 97: PRODUKSI TEPUNG SUKUN (Artocarpus altilisrepository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/62350/F10wsl.pdf · dilakukan terlebih dahulu dengan mencampurkan tepung sukun alami dengan

83

5. Apparent Viscosity

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 5,1017 2,5508 2,91 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,6533 0,6533 0,75 5,98738

interaksi Arij 2 7,9517 3,9758 4,54 5,14325

Ek(ij) 6 5,2600 0,8767

Total 11 18,9667

6. Daya Cerna

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 162,5875 81,2938 0,81 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 7,3242 7,3242 0,07 5,98738

interaksi Arij 2 58,1811 29,0905 029 5,14325

Ek(ij) 6 600,8358 100,1393

Total 11 828,9287

7. Derajat Polimerisasi

Sumber

Keragaman df SS MS F-hit F-tabel

Kecepatan

putaran (Ri) 2 0,8115 0,4057 1,38 5,14325

Konsentrasi (Aj) 1 0,0278 0,0278 0,09 5,98738

interaksi Arij 2 0,1306 0,0653 0,22 5,14325

Ek(ij) 6 1,7651 0,2942

Total 11 2,7350