Produksi Tanaman Perkebunan · Web viewPemberian ASI minimal dengan ASI ekaklusif yaitu pemberian...

84

Transcript of Produksi Tanaman Perkebunan · Web viewPemberian ASI minimal dengan ASI ekaklusif yaitu pemberian...

BAB IPENDAHULUAN

1.1. Latar BelakangPembangunan pangan dan gizi adalah sebuah investasi

strategis yang akan memberikan dampak dalam jangka panjang bagi

peningkatan kualitas dan produktifitas sumberdaya manusia. Pengaruh

pangan dan gizi begitu signifikan sehingga pemerintah menetapkan

program percepatan pangan dan gizi utamanya pada 1000 hari pertama

kehidupan (Perpres No 42 Tahun 2013).

Berkaitan dengan rencana aksi nasional pangan dan gizi 2015-

2019, pendekatan multisektor menjadi pilihan pendekatan yang akan

diterapkan. Meskipun aspek kesehatan menjadi indikator dominan

dalam output rencana aksi pangan dan gizi, proses pencapaian aspek

ini sagat membutuhkan dukungan dari multi sektor yang saling

bersinergi dalam program dan pelaksanaannya. Demikian pula, aspek

pemerataan akses pangan dan penggunaan pangan yang aman,

bergizi, dan beragam melalui program yang saling terintegrasi

(multisektor) merupakan perhatian utama agenda internasional dalam

Sustainable Development Goals (SDGs) dengan prinsipnya: “No one

leave behind”.

Pembangunan pangan dan gizi secara nasional telah dimulai

sejak tahun 2001 dengan program-program yang tersusun sebagai

upaya pencapaian tujuan Pembangunan Milenium (MDGs).

Selanjutnya, pembangunan ketahanan pangan dan gizi saat ini, 2015-

2019, melanjutkan trend positif pembangunan pangan dan gizi dengan

pendekatan multisektor. Program-program kesehatan tetap menjadi

leading sektor dalam peningkatan status kesehatan masyarakat

ditunjang dengan sinergisme program-program unit kerja lainnya dalam

rangka memenuhi sufficient conditions pencapaian status gizi

masyarakat.

Status gizi masyarakat di Kabupaten Bantul masih kurang

optimal, Hal ini ditunjukkan dengan masih belum tercapainya beberapa

target indikator status gizi hingga tahun 2015 seperti masih adanya

Balita dengan status gizi buruk (0,38%), banyaknya Balita gizi kurang

(8,26%) sementara banyak di temukan Balita dengan status gizi lebih

(5,66%), masih banyaknya Balita pendek (12,01%, masih belum

optimalnya Balita yang naik berat badannya waktu ditimbang di

Posyandu (D/S) sebesar 80,61%, belum optimalnya ASI eksklusif

(74,6%). Permasalahan-permasalahan gizi masa kecil seperti ini sangat

berpengaruh terhadap perkembangan kesehatan kelak dimasa dewasa

seperti anak menjadi tidak pandai karena perkembangan otak sekitar

80% terbentuk dimasa kandungan sampai umur lima tahun, rentan

terkena penyakit-penyakit degeneratif dan kalah bersaing didunia kerja

karena mempunyai tinggi badan yang kurang. Demikian juga untuk

status gizi ibu hamil, masih banyak ditemukan ibu hamil dengan anemia

sebesar 19,21%, status kurang energi kalori (KEK) sebesar 8,89%. Ibu

hamil yangmengalami anemia dan KEK ini sangat rentan menyumbang

terjadinya ibu mati dalam persalinan/nifas. Untuk itu diperlukan suatu

strategi penyelesaian masalah pangan dan gizi ini yang multi sektor dan

berkesinambungan.

1.2. TujuanTujuan umum penyusunan dokumen Rencana Aksi Daerah

Pangan dan Gizi 2016-2021 Kabupaten Bantul adalah sebagai panduan

yang diacu dan arahan yang diperhatikan bagi SKPD, Dewan

Perwakilan Rakyat Daerah, organisasi non pemerintah, institusi

masyarakat dan pelaku lain untuk berperan serta meningkatkan

kontribusinya dalam upaya mewujudkan ketahanan pangan dan

perbaikan gizi di Kabupaten Bantul.

Sedangkan tujuan khusus penyusunan Rencana Aksi Daerah

Pangan dan Gizi 2016-2021 Kabupaten Bantul:

1. Meningkatkan pemahaman dan peran seluruh stakeholder dan

masyarakat untuk pemantapan ketahanan pangan dan perbaikan

gizi Kabupaten Bantul.

2. Meningkatkan koordinasi pembangunan ketahanan pangan dan

perbaikan gizi sehingga terjaga keterpaduan mulai dari asek

perencanaan, implementasi, dan evaluasi dalam pembangunan

pangan dan gizi di Kabupaten Bantul.

3. Meningkatkan kemampuan dalam menetapkan prioritas penanganan

masalah pangan dan gizi.

4. Menetapkan pilihan intervensi yang tepat sesuai kebutuhan.

5. Membangun dan mengoptimalkan lembaga pangan dan gizi.

6. Meningkatkan kemampan dalam pemantauan dan evaluasi

pembangunan pangan dan gizi.

BAB IIPANGAN DAN GIZI SEBAGAI INTERVENSI PEMBANGUNAN

2.1. Situasi Pangan dan Gizia. Situasi Pangan

1. Ketersediaan Energi dan ProteinKetersediaan pangan adalah tersedianya pangan dari hasil

produksi dalam negeri dan/atau sumber lain. Ketersediaan pangan

berfungsi menjamin pasokan pangan untuk memenuhi kebutuhan

seluruh penduduk, dari segi kuantitas, kualitas, keragaman dan

keamanannya. Ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari tiga sumber

yaitu (1) produksi dalam negeri; (2) pasokan pangan; (3) pengelolaan

cadangan pangan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75

Tahun 2013 dan Rekomendasi dari Widya Karya Nasional Pangan

dan Gizi XI Tahun 2012, rata-rata kecukupan energi dan protein bagi

penduduk Indonesia masing-masing sebesar 2.150 Kilo kalori per

kapita perhari dan 57 gram per kapita per hari pada tingkat konsumsi.

Ketersediaan pangan dapat dilihat dari ketersediaan energi

dan protein. Agar lebih memudahkan dala mengukur keberhasilan

ketersediaan pangan dapat dilihat melalui tingkat ketersediaan energi

dan protein. Pada Tahun 2015 tingkat ketersediaan energi sebesar

142,88% dan protein sebesar 136,49%. Sedangkan pada tahun 2014

masing-masing sebesar 139,28%. dan133,38%. Dari data tersebut

terlihat bahwa pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014 tingkat

ketersediaan energi dan protein mengalami kenaikan masing-masing

sebesar 3,6% dan 3,11%. Ketersediaan energi dan protein perkapita

di Kabupaten Tahun 2011 sampai dengan 2015 disajikan pada tabel

berikut:

Tabel 2.1Ketersediaan Energi dan Protein (KEP) untuk dikonsumsi

Tahun 2011 - 2015

Tahun

Energi (Kal/Kap/Hr)

Tingkat Ketersediaan

Energi (%)Protein (Gram/Kap/hr)

Tingkat Ketersediaan Protein (%)

Nabati Hewani Total2011 1.800 81,82 47,99 9,73 57,73 101,282012 2.769 121,27 49,52 16,99 66,51 116,982013 2.950 131,49 55,41 18,05 73,46 131,172014 3,050 139,28 55,98 18,99 74,97 133,382015 3,072 142,88 54,61 23,20 77,80 136,49

Sumber: BKPPP, 2016

2. Penguatan Cadangan PanganCadangan pangan merupakan salah satu komponen penting

dalam ketersediaan pangan, karena cadangan pangan merupakan

sumber pasokan untuk mengisi kesenjangan antara produksi dan

kebutuhan dalam negeri atau daerah dari waktu ke waktu.

Cadangan pangan terdiri dari cadangan pangan pemerintah

dan cadangan pangan masyarakat. Cadangan pangan pemerintah

terdiri dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan pemerintah

kabupaten/kota, yang mencakup pangan tertentu yang bersifat

pangan pokok. Cadangan pangan masyarakat adalah cadangan

pangan yang dikelola masyarakat atau rumah tangga, termasuk

petani, koperasi, pedagang, dan industri rumah tangga.

Penyelenggaraan penguatan cadangan pangan pemerintah

daerah dapat dilakukan melalui pengembangan lumbung pangan

masyarakat dan pemberdayaan masyarakat. Dengan kegiatan

tersebut diharapkan masyarakat mampu memberdayakan

kelembagaan lumbung pangan yang mandiri.

Secara nasional, target capaian penguatan cadangan pangan

(cadangan pangan pemerintah dan cadangan pangan masyarakat)

sebesar 60% pada Tahun 2015. Capain penguatan cadangan pangan

Kabupaten Bantul Tahun 2011 – 2015 disajikan pada gambar berikut:

Gambar 2.1Penguatan Cadangan Pangan Tahun 2011 – 2015

250267

325 314

447

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2011 2012 2013 2014 2015

Sumber: BKP3, 2016

Penguatan cadangan pangan Kabupaten Bantul mengalami

peningkatan sejak Tahun 2011.Pada Tahun 2015, cadangan pangan

di Kabupaten Bantul mencapai 447 ton dengan penguatan cadangan

pangan mencapai 447 %.

3. Skor Pola Pangan harapanPola Pangan Harapan (PPH) adalah susunan beragam pangan

yang didasarkan pada sumbangan energi dari kelompok pangan

utama baik secara absolut maupun dari suatu pola ketersediaan atau

konsumsi pangan. Acuan untuk menilai tingkat keragaman konsumsi

pangan adalah Pola Pangan Harapan (PPH) dengan skor 100 sebagai

pola yang ideal.

Secara nasional, target capaian Skor Pola Pangan Harapan

(PPH) sebesar 90% dengan batas waktu pencapaian pada Tahun

2015. Perkembangan skor pola pangan harapan Kabupaten Bantul

Tahun 2011 – 2015 disajikan pada Gambar 2.2

Gambar 2.2Skor Pola Pangan Harapan Tahun 2011-2015

2011 2012 2013 2014 201589

89.5

90

90.5

91

91.5

92

92.5

93

93.5

90.6

91.8

92.1

92.8

93.1

Sumber: BKP3, 2016

Skor pola pangan harapan di Kabupaten Bantul mengalami

peningkatan sejak Tahun 2011 mengalami peningkatan dan telah

melebihi target yang ditetapkan nasional. Skor PPH tahun 2015

mencapai 93,1 . Peningkatan skor PPH ini menunjukkan bahwa

konsumsi pangan di Kabupaten Bantul semakin beragam, bergizi dan

seimbang.

4. Penanganan Kerawanan PanganKerawanan pangan adalah suatu kondisi ketidakcukupan

pangan yang dialami daerah, masyarakat, atau rumah tangga, pada

waktu tertentu untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologi bagi

pertumbuhan dan kesehatan masyarakat. Kerawanan pangan dapat

terjadi secara berulang-ulang pada waktu-waktu tertentu (kronis), dan

dapat pula terjadi akibat keadaan darurat seperti bencana alam

maupun bencana sosial (transien). Kerawanan pangan sangat

dipengaruhi oleh daya beli masyarakat yang ditentukan tingkat

pendapatannya. Rendahnya tingkat pendapatan memperburuk

konsumsi energi dan protein.

Penanganan rawan pangan dilakukan pertama melalui

pencegahan kerawanan pangan untuk menghindari terjadinya rawan

pangan disuatu wilayah sedini mungkin dan kedua melakukan

penanggulangan kerawanan pangan pada daerah yang rawan kronis

melalui program-progam sehingga rawan pangan di wilayah tersebut

dapat tertangani, dan penanggulangan daerah rawan transien melalui

bantuan sosial.

Secara nasional, capaian penanganan daerah rawan pangan

ditargetkan sebesar 60% dengan batas waktu pada Tahun 2015.

Mengacu target yang ditetapkan secara nasional tersebut, capaian

penaganan daerah rawan pangan di Kabupaten Bantul telah melebihi

target yang ditetapkan. Capaian penanganan daerah rawan pangan di

Kabupaten telah mencapai 100% sejak Tahun 2010.

5. Produktivitas Padi atau Bahan Pangan Utama Lokal Lainnya per Hektar

Sektor pertanian merupakan salah satu prioritas pembangunan

Kabupaten Bantul. Sektor ini memiliki peran penting terhadap

perekonomian Kabupaten Bantul, karena memberikan kontribusi

terbesar terhadap PDRB.

Tujuan pembangunan pertanian sebagaimana tertuang dalam

Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, adalah

meningkatkan ketersediaan dan diversifikasi untuk mewujudkan

kedaulatan pangan, meningkatkan nilai tambah dan daya saing

produk pangan dan pertanian, meningkatkan ketersediaan bahan

baku bioindustri dan bioenergi, meningkatkan pendapatan dan

kesejahteraan petani, serta meningkatkan kualitas kinerja aparatur

pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.

Dalam rangka mewujudkan kedaulatan pangan, Pemerintah

Kabupaten Bantul telah melaksanakan pembangunan pertanian

dengan memanfaatkan sumberdaya yang ada, yaitu pemanfaatan

teknologi pertanian, SDM pertanian dan sarana produksi yang

memadai. Lahan pertanian di Kabupaten Bantul sesuai untuk

budidaya tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan.

Adapun hasilnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.2Produktivitas Bahan Pangan Utama Tahun 2014 – 2015

NO. KOMODITAS TAHUN KET.2014 2015

Padi Sawah1 Luas Panen 30.160 29.522 ha2 Produktivitas (GKG) 63,90 67,22 ku/ha3 Produksi (GKG ) 192.711 198.457 ton4 Produksi beras 121.793 125.425 ton

Padi Ladang1 Luas Panen 30 120 ha2 Produktivitas (GKG) 45,25 57,08 ku/ha3 Produksi (GKG ) 136 685 ton4 Produksi beras 86 433  ton

Jagung1 Luas Panen 3.826 4.312 ha2 Produksi (pipilan kering) 22.671 28.933 ton3 Produktivitas 59,26 67,10 ku/ha

Kacang tanah1 Luas Panen 3.106 3.390 ha2 Produksi (wose kering) 4.192 6.015 ton3 Produktivitas 13,50 17,74 ku/ha

Kedelai1 Luas Panen 1.562 1.660 ha2 Produksi (wose kering) 2.501 2.785 ton3 Produktivitas 16,01 16,77 ku/ha

Sumber: Dipertahut, 2016 (angka sementara)

Pada tahun 2015 terjadi penurunan luas panen padi sebesar

1,82%, namun produktivitas dan produksi padi mengalami kenaikan

masing-masing sebesar 5,17% dan 3,26% dibandingkan tahun 2014.

Kenaikan produktivitas dan produksi padi dikarenakan adanya

penerapan teknologi Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT), intensitas

penyinaran yang optimal, serangan OPT rendah, dan tidak adanya

puso.

Selain tanaman padi, komoditas yang termasuk tanaman

pangan adalah palawija, antara lain jagung, kacang tanah dan

kedelai. Produksi jagung pada tahun 2015 mengalami kenaikan

sebesar 27,62% dibandingkan tahun 2014, sedangkan

produktivitasnya mengalami kenaikan sebesar 13,23%. Kenaikan

produksi dan prouktivitas jagung disebabkan oleh kenaikan luas

panen yang besarnya mencapai 12,70%. Disamping itu juga sudah

diterapkan Teknologi PTT jagung dan ada kenaikan harga jual jagung

sehingga menambah minat petani menanam jagung.

Produksi kacang tanah mengalami kenaikan sebesar 43,49%

pada tahun 2015 dibandingkan tahun 2014, dan produktivitasnya

mengalami kenaikan sebesar 31,41%. Kenaikan produksi ini

disebabkan oleh kenaikan luas panen sebesar 9,14%. Kenaikan luas

panen disebabkan petani memilih menanam kacang tanah karena

harga jual kacang tanah relatif stabil.

Seperti halnya palawija lainnya, kedelai pada tahun 2015 juga

mengalami kenaikan dibandingkan tahun 2014. Kenaikan produksi

kedelai mencapai 11,36%. Hal ini disebabkan adanya kenaikan luas

panen sebesar 6,27%. Kenaikan luas panen kedelai dikarenakan

adanya dukungan kegiatan Gerakan Penerapan Pengelolaan

Tanaman Terpadu (GP-PTT) kedelai seluas 970 Ha dan

penyalurannya tepat waktu sehingga mendukung realisasi tanam

kedelai.

Pada tahun 2015 terjadi penurunan luas panen sebesar

29,89% produktivitas sebesar 25,44% dan produksi bawang merah

sebesar 47,77% dibandingkan tahun 2015. Hal tersebut disebabkan

terjadinya bencana alam banjir pada bulan April dan serangan trotol

(altenaria) pada bulan Agustus yang berakibat puso di beberapa

lokasi bawang merah. Serangan altenaria tidak begitu parah, namun

tetap berakibat pada penurunan produksi maupun produktivitas.

Penyebab lainnya adalah penggunaan benih bawang merah yang

diproduksi sendiri. Benih tersebut diperoleh dari pertanaman yang

terkena banjir sehingga kualitasnya kurang bagus dan mudah

terserang penyakit.

Tabel 2.3Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Bawang Merah, Cabai

Merah,dan Jamur Tahun 2014-2015

NO. BAWANG MERAH 2014 2015 KET1 Luas Panen 833 584 Ha2 Produksi 8.616,4 4.501,9 Ton3 Produktivitas 10,34 7,71 ton/ha

No. Cabai Merah Ket1 Luas Panen 189 469 Ha2 Produksi 420,4 1825,3 Ton3 Produktivitas 1,45 3,89 Ton/ha

No. Jamur Ket1 Luas Panen 1.600 1.577 m22 Produksi 31.719 20.931 Kg3 Produktivitas 19,82 13,27 kg/m2

No. Pisang Ket1 Tanaman

menghasilkan

485.700 655.572 Pohon2 Produksi 47.042 103.270 Ku3 Produktivitas 0,10 0,16 ku/pohon

Sumber: Dipertahut, 2016 (angka sangat sementara)

Peningkatan produksi terjadi pada komoditas cabai merah yang

disebabkan peningkatan luas panen dan produktivitas. Pada tahun

2015 Luas panen cabai merah meningkat 148,15% dan

produktivitasnya naik 168,28%. Hal ini menyebabkan kenaikan

produksi sebesar 334,18%.

6. Produksi Tanaman PerkebunanKomoditas perkebunan yang menjadi andalan di Kabupaten

Bantul antara lain: tembakau, mete, tebu dan kelapa (lihat Tabel 2.4)

Tabel 2.4Produktivitas Komoditas Perkebunan Tahun 2014 – 2015

No. Mete Ket.1 Luas Panen 474 252,40 Ha2 Produksi 6,56 174,95 ku (glondong krg)3 Produktivitas 0,03 0,69 ku/ha (glondong krg)

No. Tebu Ket.1 Luas Panen 1.425,93 1333,66 Ha2 Produksi 47.349,8 50.392,65 ku (hablur )3 Produktivitas 33,21 37,79 ku/ha (hablur )

No. Kelapa Ket.1 Luas Panen 7.026,01 7.039,65 Ha2 Produksi 88.925,89 89.456,53 ku (kopra)3 Produktivitas 12,66 12,71 ku/ha (kopra)

Sumber: Dipertahut, 2016 (angka sangat sementara)

Produksi maupun produktivitas mete meningkat jika

dibandingkan tahun 2014 karena cuaca tahun ini cukup optimal untuk

pembuahan mete. Selain itu, hama helopetis sebagai hama utama

pada mete dapat tertanggulangi dengan pestisida nabati daun mindi.

Berbeda dengan tahun 2014, dampak abu vulkanik menutup

tumbuhan mete menjadikan bunga tidak dapat berkembang menjadi

buah.

Luas panen tebu menurun 6,47% karena ada alih fungsi lahan

tebu ke komoditas lain yaitu tanaman pangan. Meskipun begitu

produksinya meningkat 6,43% dibanding tahun 2014 karena cuaca

tahun ini optimal untuk pertumbuhan tebu, tidak terlalu banyak hujan

saat tanam tebu sehingga randemen meningkat, prouktivitas

meningkat hingga 13,79%. Pada tahun 2015 produksi kelapa

mengaloami peningkatan sebesar 0,19% dibandingkan tahun 2014.

Peningkatan produksi disebabkan oleh peningkatan luas panen dan

produktivitas.

7. Produksi Tanaman PerkebunanProduksi komoditas peternakan daging terdiri dari daging sapi,

kuda, kambing/domba, ayam, dan itik. Produksi telur terdiri dari telur

ayam buras, ayam ras petelur, dan itik, sedangkan produksi susu

berasal dari sapi perah seperti terlihat pada tabel berikut:

Tabel Produksi Komoditas Peternakan Tahun 2014 – 2015

No. Komoditas 2014 20151 Daging (kg) 12.911.302 14.142.36

62 Telur (kg) 7.045.296 7.572.3293 Susu (kg) 252.780 304.662

Sumber: Dipertahut, 2016

Pada tahun 2015 terjadi kenaikan produksi daging, telur, dan

susu dibanding tahun 2014. Kenaikan daging tersebut dipengaruhi

oleh kenaikan populasi ternak besar, kecil, maupun unggas. Produksi

telur dipengaruhi oleh kenaikan populasi ayam buras, ayam ras

petelur, dan itik. Sedangkan kenaikan produksi susu dipengaruhi oleh

kenaikan populasi sapi perah.

Produksi ternak selain daging, telur, dan susu juga berupa

anakan. Untuk menghasilkan anakan yang unggul telah disediakan

straw untuk ternak sapi, domba, dan kambing. Jenis semen beku yang

paling banyak digunakan adalah Simental, Limosin, Brahman, dan

Peranakan Ongole (PO). Persentase kelahiran pada tahun 2015

mengalami penurunan sebesar 1,98% dibandingkan tahun 2014

sebanding dengan penurunan jumlah penggunaan straw.

8. Produksi PerikananPembangunan kelautan dan perikanan dilaksanakan dalam

rangka mewujudkan empat pilar pembangunan, yaitu pro-poor

(pengentasan kemiskinan), pro-job (penyerapan tenaga kerja), pro-

growth (pertumbuhan), dan pro-environment (pemulihan dan

pelestarian lingkungan).

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan

atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan,

mengamanatkan bahwa pengelolaan perikanan harus dilaksanakan

berdasarkan asas manfaat, keadilan, kebersamaan, kemitraan,

kemandirian, pemerataan, keterpaduan, keterbukaan, efisiensi,

kelestarian, dan pembangunan yang berkelanjutan.

Sasaran pembangunan kelautan dan perikanan adalah

mencapai peningkatan produksi dan produktivitas perikanan dalam

rangka memenuhi kebutuhan konsumsi ikan, menyediakan bahan

baku industri, meningkatkan pendapatan pembudidaya dan nelayan

serta memperluas kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.

Potensi kelautan dan perikanan cukup besar dan masih terbuka

peluang untuk pengembangannya. Perikanan budidaya yang telah

dikembangkan terdiri dari berbagai macam jenis ikan, sebagaimana

disajikan pada Tabel 2.6.

Tabel 2.6Produksi Perikanan Budidaya menurut Jenis Ikan

Tahun 2014 – 2015

NO. JENIS IKAN TAHUN2014 2015

1 Gurami 2.123.092 2.038.2802 Nila 2.361.658 2.231.7633 Lele 7.088.024 6.106.2524 Bawal 382.730 218.4625 Patin 40.086 95.5976 Mas 24.040 24.268

7Udang Vannamei

925.418650.602

9 Lain-lain 71.927 -JUMLAH 13.016.975 11.365.224

Sumber: DKP, 2016

Jenis ikan yang dominan dibudidayakan adalah lele, nila dan

gurami. Lele paling banyak dibudidayakan karena memiliki umur

panen relatif lebih cepat, padat tebarnya lebih banyak, dan lebih tahan

terhadap penyakit. Pengembangan budidaya perikanan juga didukung

dengan pengembangan benih ikan melalui empat Balai Benih Ikan

(BBI) yakni BBI Barongan, Sanden, Gesikan, dan Krapyak, dan

melalui Unit Pembenihan Rakyat (UPR). Produksi benih yang

dihasilkan pada Tahun 2014 – 2015 disajikan pada tabel berikut :

Tabel 2.7Produksi Benih Ikan dari UPR dan BBI Tahun 2014-2015

NO. JENIS USAHA

TAHUN 2014 2015

1 BBI 2.079.065 2.600.8542 UPR 124.752.824 80.759.141

JUMLAH 126.831.889 83.359.995 Sumber: DKP, 2016

Dari tabel di atas dapat dilihat adanya penurunan produksi benih

pada tahun 2015 sebesar 34,27% dibanding dengan tahun 2014.

Kemarau panjang dan cuaca panas menjadi penyebab utama

penurunan produksi benih. Beberapa upaya telah dilakukan untuk

meningkatkan produksi benih berkualitas, antara lain dengan

memberikan bantuan induk gurami, lele, nila, dan sarana perbenihan.

Selain itu melalui pembinaan dan pengembangan perikanan juga telah

diberikan sarana dan prasarana produksi perikanan budidaya baik

untuk sarana pembesaran maupun pembenihan ikan.

Selain perikanan budidaya, di Kabupaten Bantul juga terdapat

perikanan tangkap. Produksi perikanan tangkap tahun 2015 sebesar

992,80 ton mengalami penurunan 43,54% dibanding tahun 2014.

Selengkapnya, produksi perikanan tangkap Tahun 2014-2015 seperti

pada Tabel 2.8.

Tabel 2.8Produksi Perikanan Tangkap Tahun 2014 – 2015

NO. URAIAN TAHUN 2014 2015

1 Produksi Perikanan Tangkap (ton) 1.170,45 992,802 Jumlah nelayan (orang) 565 5653 Jumlah KUB (Kelompok) 35 354 Perahu motor tempel 93 885 Kapal motor 9 86 TPI 6 6

Sumber: DKP, 2016

Produksi perikanan tangkap tahun 2015 sebesar 1992,80 ton

dan mengalami penurunan dibanding tahun 2014 sebanyak 1.170,45

ton. Penurunan produksi ini diakibatkan oleh beberapa hal yaitu:

a. Over fishing, produksi perikanan tangkap sebagian besar

dihasilkan oleh nelayan pada daerah tangkapan terbatas pada

zona I (sekitar 4 mil), sehingga daerah penangkapan ikan sudah

jenuh.

b. Penangkapan ikan di laut dengan perahu sangat tergantung iklim

dan cuaca.

c. Banyaknya nelayan di wilayah Kabupaten Bantul yang beralih

menjadi pembudidaya udang vannamei sehingga minat untuk

melaut menjadi berkurang.

Tenggelamnya kapal Inka Mina di Sadeng sehingga mengurangi

produksi perikanan tangkap.

b. Situasi Gizi1. Balita Gizi Buruk dan Gizi Kurang

Pemantauan status gizi Balita di Kabupaten Bantul pada tahun 2015

dilaporkan Balita gizi buruk ada 195 Balita, dengan jumlah Laki-laki

108 Balita dan Perempuan 87 Balita. Prevalensi Balita gizi buruk

sesuai standar Berat Badan menurut Umur (BB/U) sebesar 0,38%.

Gambar 2.3Angka Gizi Buruk Balita (BB/U)di Kabupaten Bantul

Tahun 2011 -2015

2011 2012 2013 2014 20150

0.10.20.30.40.50.6

0.52 0.4400000000000

010.42 0.380000

000000005

0.3800000000000

05

Balita Gizi Buruk

Tahun

%

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

Grafik diatas menunjukkan penurunan secara signifikan prevalensi gizi buruk pada Balita sesuai standar Berat Badan menurut Umur (BB/U), yaitu pada Tahun 2010 sebesar 0,58% menurun menjadi 0,38% pada Tahun2015.

Gambar 2.4Penyebaran Kasus Gizi Buruk di Kab.Bantul Tahun 2016

Sumber: Dinkes Bantul, 2016

Gambar peta diatas adalah persebaran kasus gizi buruk pada

Balita dengan indikator BB/TB. Kasus tertinggi ada di wilayah

Puskesmas Piyungan sebanyak 6kasus, Bambanglipuro ada 6 kasus

dan Banguntapan ada 5 kasus.Sedangkan Balita Gizi kurang dapat

dilihat pada grafik berikut.

Gambar 2.5Balita Gizi Kurang Kabupaten Bantul Tahun 2015

0.0

2.0

4.0

6.0

8.0

10.0

12.0

14.0

16.0Pi

yung

an

Sew

on II

Dlin

go II

Imog

iri II

Kasi

han

I

Bang

unta

pan

II

Sran

daka

n

Pand

ak I

Kasi

han

II

Bant

ul I

Bam

bang

lipur

o

Bang

unta

pan

I

KABU

PATE

N

Bang

unta

pan

III

Sand

en

Imog

iri I

Seda

yu I

Pler

et

Bant

ul II

Jetis

I

Pand

ak II

Dlin

go I

Paja

ngan

Jetis

II

Kret

ek

Seda

yu II

Sew

on I

Pund

ong

0.7

4.3 4.7 4.85.5 5.9 6.1

7.5 7.5 7.8 7.3 7.8 7.9 8.1 7.8 8.3 8.58.1 9.5 9.8 10.2

10.310.9

11.011.6

11.7

13.1

13.9

0.4

0.1 0.2 0.20.1

0.4 0.4

0.3 0.3 0.1 0.7 0.2 0.4 0.20.7 0.3 0.4 0.9

0.6 0.30.5 0.4

0.7 0.6 0.3 0.3

0.3

0.6

% GIZI KURANG % GIZI BURUK

Capaian Kab8.26%

Sumber: Dinas Kesehatan, 2016

Dari grafik diatas dapat dilihat bahwa sampai tahun 2015 Balita gizi

kurang di Kabupaten Bantul sebesar 8,26% diatas target 8,1%.

Adapun kecamatan yang paling banyak Balita gizi kurang di

Kecamatan Pundong.

2. Prevalensi Pendek Pada BalitaBalita yang dalam kategori pendek(stunted)dan sangat pendek

karena masalah yang terkait dengan gizi dan infeksi, perilaku,

kemiskinan, pendidikan, pengetahuan gizi, kepedulian sosial pada

masa lalu. Pada tahun 2015 persentase Balita dengan status pendek

di Kabupaten Bantul sebayak 12,01%, dapat dilihat pada grafik 2.6.

Gambar 2.6Balita Pendek di Kabupaten Bantul Tahun 2015

Sumber: Dinas Kesehatan, 2016

3. Wasting dan Kegemukan pada BalitaKondisi Balita dengan status gizi sangat kurus

(wasting/wasted) masih dijumpai di Kabupaten Bantul pada tahun

2015. Kecamatan dengan jumlah balita kategori wasted cukup tinggi

(kategori kuning) di Kecematan Kretek, Pundong, Jetis, dan Pajangan.

Sementara itu juga ditemukan Balita gemuk kategori tinggi (hitam)

yaitu Kecamatan Bantul, Jetis, Imogiri, Dlingo, Bambanglipuro, Sewon

dan Kasihan. Secara lengkap kondisi balita status wasted dan gemuk

dapat dilihat pada gambar di bawah

4. Balita DitimbangTingginya persentase bayi yang ditimbang (D) menunjukkan

besarnya partisipasi masyarakat dalam upaya perbaikan status gizi.

Idealnya dalam suatu wilayah seluruh (S) Balita yang ada ditimbang

setiap bulan baik di Posyandu, Puskesmas atau sarana pelayanan

kesehatan lain. Pada Tahun 2015 tingkat partisipasi masyarakat

dalam penimbangan di Posyandu (D/S) sebesar 80,61 %, diatas

target 80%. Dengan demikian terlihat bahwa masih ada masyarakat

yang tidak membawa anak balitanya untuk ditimbang di posyandu.

Pencapaian hasil penimbangan sesuai indikatorBalita yang

naik berat badan saat ditimbang (N/D) menunjukkan bahwa 61,76%

Balita naik berat badannya, namun masih di bawah target 70

%.Selengkapnya disajikan pada grafik berikut.

Gambar 2.8Cakupan Pemantauan Pertumbuhan Balita (D/S dan N/D)

Di Kabupaten Bantul Tahun 2011 -2015

2011 2012 2013 2014 20150

20406080

100

75.3 76.4 77.6 79.02 80.61

58.9 60.4 59.68 60.17 61.76

D/S N/D

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

Salah satu indikator status gizi Balita yang mudah diketahui

masyarakat yaitu adanya Garis Merah di Kartu Menuju Sehat (KMS)

Balita. Hasil penimbangan menunjukkan persentase Balita yang

memiliki berat badan di Bawah Garis Merah (BGM) sebesar 0,6 %.

Semua Balita BGM dari keluarga miskin telah mendapatkan Makanan

Pendamping ASI (MP-ASI) yaitu 100%. Anggaran MP-ASI dibebankan

pada APBD Kabupaten Bantul. Berikut disajikan gambar peta

penyebaran Balita BGM di Kabupaten Bantul Tahun 2015.

Gambar 2.9Penyebaran Balita BGM di Kabupaten Bantul Tahun 2015

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

5. Pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif

ASI merupakan sumber nutrisi pada bayi. Komposisi yang

terkandung di dalam ASI menunjang tumbuh kembang bayi apalagi

terdapat kandungan antibodi alami yang dapat membantu dalam

mencegah infeksi dan gangguan kesehatan pada bayi.

Bahkan ASI lebih dikenal luas sebagai nutrisi yang lengkap

yang dapat memberikan dukungan untuk pertumbuhan, kesehatan,

imunitas dan perkembangan bayi sampai dewasa sehingga dengan

demikian pemberian ASI pada bayi sangat penting untuk diberikan.

Pemberian ASI minimal dengan ASI ekaklusif yaitu pemberian ASI

selama enam bulan tanpa tambahan makan lain

Cakupan bayi yang diberi ASI eksklusif di Kabupaten Bantul

Tahun 2015 sebesar 74,73 % naik bila dibandingkan Tahun 2014

sebanyak 71,55%, selengkapnya disajikan pada gambar … berikut ini

disajikan sebaran persentase ASI eksklusif di Kabupaten bantul

tahun 2015

Sumber: Dinas Kesehatan, 2016

6. Bumil Anemia

Ibu hamil yang mengalami anemia akan mengalami kendala

dalam mencukupi sel darah merah yang mengangkut oksigen ke

jaringan. Padahal selama kehamilan tubuh harus dapat

memproduksi lebih banyak darah untuk menunjang pertumbuhan

bayi yang sehat. Berikut disajikan anemia pada Bumil 2009-2015

Perkembangan Anemia Ibu HamilKabupaten Bantul Tahun 2009-2015

c. Mutu dan Keamanan PanganKegiatan pengawasan makanan diselenggarakan melalui

Penyuluhan Keamanan Pangan (PKP) bagi Industri Rumah Tangga

(IRT) pangan dan pangan siap saji, sertifikasi PIRT, sertifikasi jasa

boga, sertifikasi kantin sekolah, dan sampling makanan jajanan.

Sampai dengan tahun 2015, telah diterbitkan 1.971 sertifikasi PIRT.

Di bawah ini disajikan hasil kegiatan pengawasan makanan di

Kabupaten Bantul tahun 2015.

Tabel 2.9Hasil Kegiatan Pengawasan Makanan Tahun 2015

No. Jenis Pengawasan Makanan Hasil

1 PKP-PIRT 250 orang

2 PKP kantin sekolah 20 orang untuk 10 sekolah

3 PKP makanan jajanan 50 orang

4 PKP jasa boga/catering 20 orang untuk 10 catering

5 Sertifikasi PIRT 170 usaha IRT pangan

6 Sertifikasi kantin sekolah 2 kantin

7 Sertifikasi Jasa Boga 2 Sarana

Sumber: Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul, 2016

Sementara itu pada tahun 2015 dilakukanpemantauan

pangan segar sebanyak 24 sampel dan jajanan anak sekolah

sebanyak 36 sampel dengan hasil.Tujuan utama pengawasan dan

pembinaan keamanan pangan bukan hanya dari segi perdagangan

semata, namun sebagai upaya untuk melindungi masyarakat dari

dampak buruk yang diakibatkan oleh konsumsi pangan yang tidak

aman. Pelaksanaan kegiatan pengawasan dan pembinaan

keamanan panganmeliputisosialisasi sertifikasi pangan segar asal

tumbuhan, pemantauan pangan segar sebanyak 24 sampel sayur

dan buah dan 36 sampel pangan jajanan anak sekolah melalui

pengambilan sampel dan uji laboratorium dan workshop pengawasan

dan pembinaan keamanan pangan.

d. Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)1. Tatanan Rumah Tangga

Pendataan rumah tangga ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

(PHBS) pada tahun 2015 di Kabupaten Bantul, menjelaskan

bahwa sebanyak 224.786 rumah tangga yang dipantau ternyata

baru sebesar 49,38 % yang telah ber-PHBS (Komposit) atau

97,46% (Strata III). Berikut disajikan gambar grafik kecenderungan

keluarga ber-PHBS di Kabupaten Bantul tahun 2011-2015

(Komposit).

Gambar 2.12Grafik Capaian Rumah Tangga ber-PHBS

di Kabupaten Bantul Tahun 2011 – 2015 (Komposit)

2011 2012 2013 2014 20150

10

20

30

40

50

60

35.142.65 41.7

46.36 49.38

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

Rumah tangga yang ber-PHBS adalah rumah tangga yang

pada saat pendataan PHBS semua indikatornya terpenuhi atau

dengan kata lain jika ada satu indikator yang gagal didalam

penilaian PHBS di rumah tangga-nya maka tidak dapat

diklasifikasikan rumah tangga ber-PHBS.Strata III dalam PHBS

apabila dalam suatu rumah tangga melaksanakan indikator PHBS

tatanan rumah tangga dengan jumlah 10 sampai dengan 15.

2. PHBS di Tatanan Lain

Hasil pendataan PHBS tatanan institusi pendidikan pada tahun

2015 memperlihatkan bahwa dari sebanyak 755 sasaran, sebanyak

408 sasaran (54,04 %) telah memenuhi indikator PHBS tatanan

institusi pendidikan. Capaian ini telah melampaui target yang

diharapkan (50,0%).

Hasil pendataan PHBS tatanan fasilitas pelayanan kesehatan

pada tahun 2015 memperlihatkan bahwa dari sebanyak 157

sasaran, sebanyak 142 sasaran (90,45 %) telah memenuhi

fasyankes institusi pendidikan

tempat kerja tempat umum0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

100.00%

90.45%

54.04%

19.72%

59.13%

Grafik Capaian PHBS di 4 Tatanan LainKabupaten Bantul Tahun 2015

indikator PHBS tatanan fasilitas pelayanan kesehatan. Capaian ini

belum mencapai target yang diharapkan (91,0%).

Hasil pendataan PHBS tatanan tempat kerja pada tahun 2015

memperlihatkan bahwa dari sebanyak 360 sasaran, sebanyak 71

sasaran (19,72 %) telah memenuhi indikator PHBS tatanan tempat

kerja. Capaian ini belum mencapai target yang diharapkan (27,0%).

Hasil pendataan PHBS tatanan tempat umum pada tahun

2015 memperlihatkan bahwa dari sebanyak 1424 sasaran,

sebanyak 842 sasaran (59,13 %) telah memenuhi indikator PHBS

tatanan tempat umum. Capaian ini telah mencapai target yang

diharapkan (25,0%).

e. Kelembagaan Pangan dan GiziKeberhasilan pembangunan ketahanan dan kemandirian

pangan dipengaruhi oleh efektifitas penyelenggaraan fungsi-fungsi

manajemen pembangunan yang meliputi aspek perencanaan,

pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian serta koordinasi

berbagai kebijakan dan program. Optimalisasi kinerja kelembagaan

pangan dan gizi diharapkan dapat menyatukan berbagai upaya

dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi. Keberlangsungan

pembangunan ketahanan pangan dan gizi sangat ditentukan tidak

hanya oleh performa salah satu sektor saja tetapi juga oleh sektor

lainnya. Dengan demikian sinergi antar sektor, sinergi pemerintah

dan masyarakat merupakan kunci keberhasilan pembangunan

ketahanan pangan.

Pembangunan ketahanan pangan dan gizi membutuhkan

kelembagaan yang mantap dengan didukung oleh sumber daya

manusia yang unggul. Sumber daya manusia mempunyai peran yang

penting dan menentukan dalam pengelolaan kelembagaan pangan

dan gizi. Oleh karena itu, upaya pengembangan sumber daya

manusia perlu lebih dioptimalkan. Kelompok tani di Kab, Bantul

berjumlah 818 kelompok.

Tabel 2.10Data Kelompok Tani di Kabupaten Bantul

NO KECAMATAN KELAS KELOMPOK JUMLAHPEMULA LANJUT MADYA UTAMA1 Srandakan 0 8 8 0 162 Sanden 2 20 32 1 553 Kretek 0 8 39 1 484 Pundong 6 22 22 0 505 Bambanglipuro 2 16 26 7 516 Pandak 0 22 12 0 347 Bantul 0 10 24 4 388 Imogiri 0 27 34 6 679 Dlingo 8 45 7 0 60

10 Jetis 3 55 6 4 6811 Pleret 0 20 11 4 3512 Piyungan 0 29 24 7 6013 Banguntapan 5 24 24 3 5614 Sewon 0 36 18 0 5415 Kasihan 6 20 21 1 4816 Pajangan 0 8 19 6 3317 Sedayu 0 27 18 0 45

Jumlah 28 397 345 44 818Sumber : BKPPP Kabupaten Bantul, 2016

Distribusi pangan yang lancar dan merata akan mempermudah

masyarakat untuk mengakses pangan. Distribusi dan akses pangan

dilaksanakan melalui kegiatan pemantauan terhadap pasokan, harga,

dan akses pangan. Selain itu juga dilaksanakan melalui penguatan

terhadap Lembaga Distribusi Pangan Masyarakat (LDPM) untuk

mengurangi kesenjangan harga yang mencolok antara sentra

produksi dengan wilayah lainnya. Adapun daftar Gapoktan pelaksana

lembaga distribusi pangan masyarakat dapat dilihat pada Tabel 2.11.

Tabel 2.11Daftar Gapoktan Pelaksana LDPM Tahun 2015

No. Nama Gapoktan Alamat Ketua

1 Sumber Rejeki Canden, Jetis Samijan2 Tri Manunggal Karangtalun, Imogiri Ponidi3 Rukun Srimulyo, Piyungan Sumijo4 Sumberagung Sumberagung, Jetis Suyadi5 Tani Mulyo Bangunharjo, Sewon Bejo Hadi Raharjo6 Tri Manunggal Sedyo Triharjo, Pandak Suwahyo7 Mayar Donotirto, Kretek Maryanto, SPd8 Intan Berseri Sidomulyo, Bambanglipuro Suwarji, Spd9 Sumber Harapan Sumbermulyo, Bambanglipuro Buang Haryanto

10 Mitra Usaha Tani Wijirejo, Pandak Sumarjono11 Tri Manunggal Bantul, Bantul Rohadi12 Gemah Repah Pendowoharjo, Sewon Mardiyo13 Gapoktan Patalan Patalan, Jetis Slamet, HP14 Gapoktan Argomulyo Argomulyo, Sedayu Gita Paryatno15 Gapoktan Tamanan

MakmurTamanan, Banguntapan Suharno

16 Gapoktan Tani Makmur Timbulharjo, Sewon M. Jaelani17 Gapoktan Tani Mulyo Sriharjo, Imogiri Waridjo

Sumber: BKPPP, 2016

2.2. Konsekuensi Pangan dan Gizi dalam Pembangunana. Pergeseran Tren penyakit

Pola kunjungan rawat jalan Puskesmas dari tahun ke tahun

menunjukkan pola yang hampir sama. Penyakit menular yang selalu masuk

dalam sepuluh besar penyakit di Puskesmas selama beberapa tahun

terakhir adalah Diare.

Beberapa catatan penting dikaitkan dengan kunjungan rawat jalan di

Puskesmas adalah munculnya berbagai penyakit tidak menular yang

semakin meningkat. Hipertensi, Asma, Nasofaringitis dan diabetes mellitus

merupakan penyakit yang memperlihatkan peningkatan signifikan dalam

beberapa tahun terakhir.

Sepuluh besar penyakit berdasarkan kunjungan rawat jalan yang

dilaporkan Puskesmas disajikan pada gambar di bawah ini.

Gambar 2.14 Distribusi 10 Besar PenyakitDi Puskesmas se- Kabupaten Bantul Tahun 2015

Nasofaringitis akut (common cold)

Myalgia

Dyspepsia

Diabetes mellitus YTT

Skizofrenia

4406838641

2074617088

145276553654964896336

4587

Sumber : Dinas Kesehatan Kabupaten Bantul

Laporan Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)Tahun 2015

menjelaskan bahwa kunjungan rawatjalan di Rumah Sakit, khususnya

Rumah Sakit Panembahan Senopati sudah didominasi oleh penyakit tidak

menular. Hal ini mempertegas kesimpulan bahwa di Kabupaten Bantul telah

terjadi transisiepidemiologi dengan semakin menonjolnya penyakit-penyakit

tidak menular, khususnya penyakit hipertensi.Distribusi sepuluh besar

penyakit rawat jalan dan rawat inap di Rumah Sakit Panembahan Senopati

Kabupaten Bantul Tahun 2015 diperlihatkan pada gambar-gambar berikut.

Gambar 2.15

Distribusi 10 Besar Penyakit pada Pasien Rawat JalanDi RS Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015

Essential (Primary) hypetensionLow Back Pain

Dyspepsia

Stiffness Of Joint Not Elsewhere Classified

Necrosis Of PulpImpacted Cerumen

MyopiaPresbyopia

Impacted TeethConjuntivitis

200654390

39552551

1775145113581358

1083577

Sumber :RS Panembahan Senopati Kabupaten Bantul

Gambar 2.16Distribusi 10 Besar Penyakit pada Pasien Rawat Inap

Di RS Panembahan Senopati Bantul Tahun 2015

Sumber :RS Panembahan Senopati Kabupaten Bantul

b. Peran dan dampak pangan dan gizi dalam pembangunan Setidaknya ada tiga alasan suatu negara perlu melakukan

intervensi di bidang gizi. Pertama, perbaikan gizi memiliki ‘economic

returns’ yang tinggi. Hal ini berkaitan dengan produktifitas SDM dalam

sektor ekonomi; kedua, intervensi gizi terbukti mendorong

pertumbuhan ekonomi. SDM yang produktif selanjutnya mampu

ESSENTIAL (PRIMARY) HYPERTENSION

SINGLE DELIVERY BY CAESAREAN SECTION

NEONATAL JAUNDICE, UNSPECIFIED

DIARRHOEA AND GASTROENTERITIS OF PRESUMED INFECTIOUS OR

DYSPEPSIA

BIRTH ASPHYXIA UNPECIFIED

OTHER LOW BIRTH WEIGHT

ACUTE NASHOPARYNGITIS (COMMON COLD)

CONGENITAL PNEUMONIA

URINARY TRACT INFECTION, SITE NOT SPECIFIED

848

703

697581

483

414408

385384

375

meningkatkan agregat supply suatu wilayah di atas natural rate of

output melalui inovasi dan teknologi; dan ketiga, perbaikan gizi

membantu menurunkan tingkat kemiskinan melalui perbaikan

produktivitas kerja, pengurangan hari sakit, dan pengurangan biaya

pengobatan.

Di Kabupaten Bantul dampak dari masalah pangan dan gizi

antara lain masih tingginya angka kematian ibu sampai 2015 sebesar

87,5 per 100.000 kelahiran hidup, masih tingginya angka kematian

bayi sebesar 8,35 per 1000 kelahiran hidup dan belum optimalnya

umur harapan hidup masih sebesar 73,24 tahun. Dampak lain dari

masalah pangan dan gizi yaitu masih belum optimalnya hasil ujian

nasional (UN) Kabupaten Bantul.

2.3. Kebijakan Kabupaten Dalam Pangan dan Gizi

Memperhatikan permasalahan dan tantangan dalam

pembangunan ketahanan pangan dan gizi di Kabupaten Bantul, maka

pembangunan ketahanan pangan diarahkan guna mewujudkan

kemandirian pangan untuk menjamin ketersediaan pangan di tingkat

daerah hingga rumah tangga serta menjamin konsumsi pangan yang

cukup, aman, bermutu, bergizi, beragam, dan berimbang dalam skala

rumah tangga yang berkelanjutan. Arah kebijakan tersebut bisa tercapai

melalui pemanfaatan sumber daya dan budaya lokal, teknologi inovatif,

peluang pasar, peningkatan ekonomi kerakyatan, pengentasan

kemiskinan dengan pemberdayaan masyarakat,peningkatan mutu gizi

perseorangan dan masyarakat. Sedangkan, kebijakan pembangunan gizi

masyarakat diarahkan melalui perbaikan pola konsumsi makanan,

perbaikan perilaku sadar gizi, dan peningkatan akses dan mutu

pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan kemajuan ilmu dan

teknologi.

Secara rinci arah kebijakan pembagunan ketahanan pangan dan

gizi dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 2.13Strategi dan Arah Kebijakan

Strategi Arah Kebijakan1. Peningkatan cakupan pangan dan

kualitas gizi yang berimbangMeningkatkan ketersediaan dan keragaman pangan secara berkelanjutan

2. Peningkatan promosi kesehatan Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat

3. Akselerasi pemenuhan kebutuhan pangan masyarakat

Intensifikasi dan diversifikasi usaha tan

4. Pengembangan peternakan berbasis industri

Meningkatkan kualitas Sumberdaya Peternakan

5. Peningkatan produksi perikanan Peningkatan kualitas SDM, kelembagaan dan sarana prasarana perikanan

2.4. Tantangan dan HambatanPembangunan ketahanan pangan dan gizi di Kabupaten

Bantulharus dipandang sebagai bagian tidak terlepaskan dari wawasan

ketahanan pangan Kabupaten Bantul dan DIY. Oleh karena itu

pemerintah Kabupaten Bantul berupaya terus memacu pembangunan

ketahanan pangan dan gizi melalui program–program yang benar-benar

mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Hambatan umum terkait dengan pangan dan gizi di Kabupaten Bantul antara lain:

1. Laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Bantul 1,55% per tahun.

2. Isu perubahan iklim yang membawa dampak terjadinya bencana

alam yang berpotensi menyebabkan penurunan produksi dan

penyediaan pangan. Oleh sebab itu, perlu juga diatur pengelolaan

cadangan pangan antar waktu/antar wilayah dengan memperkuat

kelembagaan dan fungsinya.

3. Alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian relatif tinggi yang

berpotensi mengurangi ketersediaan lahan pangan produktif di

Kabupaten Bantul.

4. Isu dan masalah keamanan pangan segar dan olahan yaitu masih

ditemukan produk pangan yang tidak memenuhi syarat mutu dan

keamanan pangan diantaranya penggunaan bahan tambahan yang

dilarang untuk pangan dan bahan tambahan pangan melebihi batas

maksimal, adanya cemaran kimia-biologis-fisik terhadap pangan

segar hasil pertanian dan pangan olahan, adanya pangan yang

kadaluarsa, adanya pangan olahan yang belum terdaftar.

5. Rendahnya kesadaran akan diversifikasi pangan.

6. Konsumsi pangan sumber karbohidrat masih bertumpu pada beras.

7. Produk pangan lokal masih belum optimal dikembangkan.

8. Penderita gizi buruk, Balita pendek dan gizi lebih masih dijumpai di

Kabupaten Bantul.

9. Masih tingginya kasus Anemia dan KEK pada ibu hamil dan remaja

putri.

10.Kurangnya kesadaran masyarakat untuk sadar gizi dan berperilaku

hidup bersih dan sehat.

Di sisi lain, pembangunan ketahanan pangan di Kabupaten Bantul

menghadapi berbagai tantangan, antara lain:

1. Perbaikan dan peningkatan kemampuan masyarakat miskin melalui

pemberdayaan masyarakat dan penciptaan lapangan kerja.

2. Penerapan inovasi teknologi di tingkat petani.

3. Peningkatan kapasitas kelembagaan dan kapasitas penyuluhan.

4. Memperluas jangkauan pendidikan masyarakat untuk meningkatkan

kesadaran gizi masyarakat

Penguatan peran aktif institusi lokal untuk mendeteksi masalah dan

memfasilitasi upaya perbaikan kualitas konsumsi dan gizi masyarakat.

Selain hambatan dan tantangan yang disebutkan di atas, masih

ada permasalahan dan tantangan yang lebih spesifik meliputi: (a) gizi

masyarakat, (b) akses pangan masyarakat, (c) mutu dan keamanan

pangan, (d) perilaku hidup bersih dan sehat, dan (e) kelembagaan

pangan sebagaimana Tabel 2.14.

Tabel 2.14.Hambatan dan Tantangan Ketahanan Pangan dan Gizi

di Kabupaten BantulHambatan Tantangan

A. Gizi Masyarakat

1. Masih adanya gizi buruk Balita dan masih tingginya Balita gizi kurang

Penurunan gizi buruk dan gizi kurang masih harus terus diturunkan termasuk menyembuhkan penyakit penyerta

2. Prevalensi jumlah balita yang sangat pendek sebesar 2,64% , sedangkan yang pendek sebesar 9,37%, total 12,21% (balita stunting)

Penurunan prevalensi total balita pendek sebesar 11,4%selama kurun waktu 2016-2021 meskipun prevalensi sudah melampaui target RPJMN

3. Prevalensi KEK pada ibu hamil masih cukup tinggi yaitu sebesar 8,89%

Penurunan prevalensi KEK ibu hamil hingga < 12% pada tahun 2021

B. Aksesibilitas Pangan

1. Kapasitas produksi Kab. Bantul saat ini masih belum maksimal karena kendala alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian.

Peningkatan produksi pangan untuk mendukung swasembada pangan dan moratorium alih fungsi lahan tanah kas desa.

2. Minat generasi muda untuk bekerja disektor pertanian sangat rendah

Upaya untuk meningkatkan kesejahteraan petani dengan harga yang bersaing

3. Tingkat kesuburan lahan yang mengalami penurunan akibat penggunaan pupuk kimia

Optimalisasi lahan dengan penggunaan pupuk yang berimbang

4. Tingakat konsumsi ikan masyarakat masih rendah

Peningkatan konsumsi ikan dengan kampanye gemar makan ikan

5. Produksi ikan belum optimal - Penggunaan teknologi budidaya dan penangkapan ikan

- Peningkatan kualitas dan kuantitas SDM

6. Sistem produksi pangan yang bersifat musiman dan harga yang berfluktuasi

Stabilisasi harga di tingkat petani dan konsumen

7. Terdapat 15,-% penduduk miskin

Penanganan khusus untuk penanganan akses pangan dan gizi pada masyarakat dan daerah ini 8. Masih terdapat tiga desa

terindikasi rawan pangan (4%) (dikaitkan dengan SDG’s)

9. Pola Pangan Harapan (PPH) 93,1%

Percepatan pengankaragaman konsumsi pangan di tingkat masyarakat

Hambatan Tantangan

C. Mutu dan keamanan pangan

1. Masih terjadi kasus keracunan pangan baik produk pangan segar maupun olahan serta masih adanya penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan

Kurangnya kesadaran konsumen dan konsumen tentang mutu dan keamanan pangan

2. Sarana industri pangan olahan rumah tangga sebagian belum memenuhi persyaratan cara produksi pangan yang baik untuk industri rumah tangga dan cara produksi pangan siap saji yang baik

1. Peningkatan mutu penanganan pangan pada produsen pangan olahan maupun pangan siap saji serta penjaja pangan

2. Penyebaran informasi tentang keamanan pangan, makanan jajanan, makanan siap saji.

3. Memberikan pelatihan kepada kepada kelompok tani untuk melakukan budidaya dengan standar yang Good Agriculture Practices (GAP),

4. a)Belum efektifnya Penerapan Good Agriculture Practices (GAP), Good Handling Practices (GHP), Good Manufacturing Practices (GMP) dan Cara Budidaya Ikan Yang Baik (CBIB) dan Cara pembenihan ikan yang baik (CPIB), sertifat kelayakan produksi (SKP)

b) Belum semua sekolah mendapatkan bimbingan teknis dan monitoring pada kantin sekolah

c) Sebagian industri rumah tangga untuk mengajukan sertifikasi belum memenuhi syarat

D. Perilaku Hidup bersih dan sehat

1. Baru memiliki dua orang pejabat fungsional penyuluh kesehatan di puskesmas

2. Belum memiliki sistem informasi manajemen PHBS yang baku

3. Media promosi kesehatan belum spesifik kepada sasaran

1. Tidak ada rekruitmen PNS untuk pejabat fungsional penyuluh kesehatan

2. Pengembangan sistem informasi manajemen PHBS yang baku

3. Teknis pengembangan media promkes masih

4. Belum semua komponen masyarakat berpartisipasi aktif dalam pembinaan PHBS

bersifat konvensional4. Mengaktifkan semua

komponen masyarakat untukberpartisipasi aktif dalam pembinaan PHBS

E. Kelembagaan Pangan dan Gizi

1. Kinerja dan sinergisitas antar kelembagaan pangan dan gizi masih belum optimal

Optimalisasi kinerja kelembagaan pangan dan gizi

2. Pengembangan ketahanan pangan keluarga berbasiskan sumberdaya dan kearifan lokal belum banyak dikembangkan

Pengembangan inovasi ketahanan pangan keluarga berbasiskan sumberdaya dan kearifan lokal belum optimal

BAB IIIRENCANA AKSI MULTI SEKTOR

3.1 Outcome Utama, Ouput dan IntervensiSinergisme program antar sektor di Kabupaten Bantul diharapkan dapat

mencapai sasaran berikut ini.

3.2. Prinsip dan Pendekatan Kunci

3.2.1 Pendekatan Multi Sektor

BAB IVKERANGKA PELAKSANAAN

4.1. Kerangka Kelembagaan

Kelembagaan Tim Aksi Pangan dan Gizi dibentuk dengan Surat Keputusan Bupati Nomor 323 Tahun 2016 dengan susunan sebagai berikut :

Prinsip pelaksanaan RAD-PG di Kabupaten Bantul adalah collaborative actions dari lembaga-lembaga dalam ranka pendeatan multi-sektor. Beberapa kelembagaan dan perannya dapat disampaikan sebagai berikut ini.

Tabel 4.1 Kelembagaan dan perannya dalam pelaksanaan RAD-PG Kabupaten Bantul

Lembaga PeranDinas Kesehatan

1. Penyusunan Peta Informasi masyarakat kurang gizi.berupa Pertemuan Pemantapan Surveilans dan skrining gizi.

2. Sosialisasi Pedoman Gizi Seimbang3. Sosialisasi pentingnya 1000 HPK kepada tenaga kesehatan

dan kader posyandu meliputi inisiasi menyusu dini, ASI ekslusif, Pemberian MPASI baduta, pemberian tablet besi pada remaja, dan ANC terpadu pada saat hamil.

4. Pemberian Tambahan Makanan dan vitamin, berupa :- PMT pada ibu KEK (Kurang Energi Kronis)- PMT pada Balita KEP (kurang Energi Protein)- MP ASI Baduta Gakin

5. Penyebaran media KIE gizi di fasilitas kesehatan dan sekolah (melibatan kominfo)

6. Penanggulangan Kurang energi Protein (KEP) Anemia gizi besi,Ganngguan Akibat Kurang Iodium (GAKI), kurang Vitamin A, dan kekurangan zat gizi mikro lainnya, berupa :- Pelatihan Pemberian Makan pada Bayi dan Anak

(PMBA)

- Suplementasi tablet besi-folat (TTD) bagi ibu hamil dan remaja putri

- Suplementasi vitamin A pada anak- Audit kasus gizi buruk/stunting- Melakukan penatalaksanaan kasus gizi buruk dan

Penyelidikan Epidemiologi gizi buruk7. Pemberdayaan Masyarakat untuk mencapai keluarga sadar

gizi, berupa :- Pendampingan Kadarzi- Sarasehan Motivator menyusui- Sosialisasi Perbup ASI dan Penguatan SDM konselor

ASI dan Pendampingan implementasi Perbup ASI8. Optimalisasi pelaksanaan Pemantauan Pertumbuhan di

posyandu.9. Peningkatan cakupan Peserta JKN Kesehatan10. Program sanitasi total berbasis masyarakat (STBM)11. Edukasi penerapan PHBS di lima tatanan12. Pelatihan PIRT13. Pengawasan makanan14. Jumlah dan distribusi tenaga kesehatan serta fasilitas

kesehatan yang memenuhi standar pelayanan minimal15. Imunisasi dasar lengkap bagi bayi dan anak16. Peningkatan sanitasi17. Promosi dan edukasi untuk melakukan aktivitas fisik yang

cukup sehingga mencapai keseimbangan energi

Dinas Pendidikan dan Olahraga

1. Aktivasi program UKS, dokter kecil2. Edukasi dan promosi terkait jajanan sehat 3. Pembenahan kantin sekolah sehat4. Pembiasaan PHBS di sekolah5. Bekal sehat anak sekolah6. Memasyarakatkan olahraga dengan promosi, edukasi dan

dukungan untuk melakukan aktivitas fisik yang cukup sehingga mencapai keseimbangan energi

Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan

1. Promosi dan kampanye dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi aneka ragam pangan sehingga terjadi diversifikasi konsumsi pangan

2. Meningkatkan keterampilan dalam pengembangan olahan pangan lokal

3. Mengembangakan dan mendiseminasikan teknologi tepat guna untuk pengolahan pangan lokal

4. Aktivasi Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi5. Pengawasan makanan segar6. Model kawasan mandiri pangan7. Model lumbung pangan masyarakat8. Pemberdayaan KWT9. Pemanfaatan lahan pekarangan10. Promosi atas hasil pertanan dan perkebunan11. Peningkatan ketahanan pangan pertanian/perkebunan

12. Peningkatan pemasaran hasil produksi pertanian/perkebunan;

13. Peningkatan penerapan teknologi pertanian/perkebunan;14. Peningkatan produksi pertanian/perkebunan;15. Pencegahan dan penanggulangan penyakit ternak.16. Peningkatan produksi hasil peternakan17. Peningkatan kuantitas dan kualitas produksi ikan baik yang

berasal dari perikanan budidaya maupun perikanan tangkap.18. Penerapan sistem produksi dan pengolahan yang baik

melalui CPIB (Cara Pembenihan Ikan yang Baik), CBIB (Cara Budidaya Ikan yang Baik) dan SKP ( Sertifikat Kelayakan Pengolahan).

19. Peningkatan konsumsi ikan melalui kegiatan promosi dan penyuluhan.

20. Peningkatan akses masyarakat dalam memperoleh ikan dan produk olahannya.

21. Monitoring dan pengujian mutu hasil perikanan untuk memberikan jaminan keamanan pangan.

Dinas Perdagangan

1. Menjamin ketersediaan pangan di pasar2. Memantau stabilitas harga bahan pangan3. Melakukan operasi pasar4. Melakukan pengawasan terhadap promosi susu5. Dukungan terhadap industri pangan dan makanan

BPOM 1. Pengembangan Desa Pangan Aman 2. Pengawasan keamanan obat dan makanan (fortifikasi ?)3. Regulasi pelabelan, promosi, serta iklan makanan4. Pengembangan Pasar Aman5. Surveilan Piagam Bintang Keamanan Pangan Kantin

Sekolah (PBKP-KS)6. KIE Keamanan pangan kantin sekolah7. Pengawasan Bahan Berbahaya pada pangan

Dinas Sosial, Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak

1. Pelaksanaan program keluarga harapan2. Pemberian stimulus Usaha Ekonomi Produktif melalui

Kelompok Usaha Bersama (KUBE)3. Stimulus bantuan bagi keluarga miskin (penambahan

updating kepesertaan PBI JKN)4. Penyaluran bantuan bahan makanan bagi korban bencana5. Distribusi Raskin

Dinas Pekerjaan Umum, Perumahan dan Kawasan

1. Penyusunan Rencana Induk Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)

2. Pembangunan SPAM3. Pembangunan jalan poros desa

Permukiman

Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana, Pemberdayaan Masyarakat dan Desa

1. Peningkatan kualitas ber-KB (Program KB)2. Penyiapan Tenaga Pedamping Kelompok Bina Keluarga3. Kesehatan reproduksi remaja4. PMT PAUD5. Pembinaan Posyandu6. P2WKSS7. PMTAS TK

Bappeda 1. Pertemuan advokasi berjenjang, workshop2. Monitoring pelaksanaan RAD PG

RSUD 1. Penatalaksanaan Gizi Buruk 2. Poli laktasi3. Rawat gabung4. Optimalisasi pemberian ASI eksklusif5. Edukasi ASI6. Penyediaan ruang ibu bagi bayi yang dirawat7. Edukasi gizi rawat inap

4.2. Pendanaan indikatif

Berdasarkan pogram/ kegiatan yang telah tersusun sumber pedanaan

dari alokasi dana dari APBD Kabupaten Bantul, APBD DIY maupun APBN.

Jumlah dana pada masing-masing SKPD dan program yang terkait di sajikan

di lampiran dokumen ini.

BAB VPEMANTAUAN DAN EVALUASI

5.1. Indikator-indikator yang dipantau dan dievaluasi

Indikator yang disusun dalam RAD-PG Kabupaten Bantul terdiri dari

indicator output dan indikator proses dengan rencana pembiayaan

definitivenya. Berikut adalah indicator-indikator output yang disusun dan

perlu dilakukan pemantauan setiap tahunnya dengan koordinasi yang dapat

dilakukan oleh BAPPEDA Kabupaten Bantul mengundang seluruh SKPD dan

lembaga terlibat.

Indikator proses merupakan indicator yang disusun sesuai dengan

rencana strategis masing-masing SKPD.

5.2. Waktu dan pelaksanaan pemantauan dan evaluasi

Waktu pemantauan dan evaluasi dilaksanakan tiga kali dalam satu

tahun dibagi dalam tiga rentang yakni di awal, pertengahan dan akhir

pelaksanaan program melalui koordinasi yang difasilitasi oleh BAPPEDA.

Tiga tahapan koordinasi ini selanjutnya dapat dijabarkan sebagai berikut.

1. Pemantauan dan Evaluasi Awal Pelaksanaan Program

a) Mengkonfirmasi kondisi yang tertulis di dalam RAD-PG dengan kondisi

riil di lapangan;

b) Penentuan dan kesepakatan indikator kinerja pelaksanaan RAD-PG

c) Memberikan alternatif pemecahan masalah tentang:

- strategi pencapaian tujuan,

- kemungkinan keberhasilan yang dapat diraih, serta

- kendala yang akan datang

d) Memberikan penjelasan pada pihak terkait mengenai mekanisme kerja

implementasi RAD-PG

2. Pemantauan dan Evaluasi Pertengahan Pelaksanaan Program

a) Melihat langsung dampak dari pelaksanaan RAD-PG pada

pertengahan implementasi melalui:

- SKPD terkait

- Stakeholders

b) Melihat arah pengembangan pelaksanaan RAD-PG apakah sesuai

dengan tujuan yang dicapai

c) Menggali kemungkinan keberlangsungan hasil pengembangan dan

peningkatan yang telah dicapai

3. Pemantauan dan Evaluasi Akhir Pelaksanaan Program

a) Melihat langsung dampak dari pelaksanaan RAD-PG pada akhir

implementasi melalui:

- SKPD terkait

- Stakeholders

b) Mengidentifikasi arah pengembangan selanjutnya di SKPD terkait

c) Menggali informasi pada:

- Indikator capaian

- Kendala dan masalah serta solusinya

d) Melihat usaha-usaha dalam rangka menjaga keberlangsungan hasil

pengembangan dan peningkatan yang telah dicapai oleh SKPD terkait

5.3. Pelaporan hasil pemantauan dan evaluasi Pelaporan dan kegiatan monev dilakukan secara periodik di setiap

tahunnya. Pelaporan dilakukan oleh masing-masing SKPD dan lembaga

terkait berkaitan dengan program/kegiatan yang telah dicanangkan dan

realisasinya. Beberapa komponen penting yang dimuat dalam pelaporan

monev adalah:

1. Pendahuluan

a. Tujuan monev

b. Permasalahan dan program kerja per tahun dicanangkan

2. Indikator dan capaian masing-masing SKPD

3. Kendala pencapaian sasaran dan mekanisme penyelesaiannya

4. Rencana tindak lanjut dan perencanaan capaian tahun berikutnya

5. Penutup

Tabel 5.1 Indikator outcome RAD-PG Kab. Bantul

Indikator Output Satuan Dasar 2016 2017 2018 2019 2020 2021 SKPD

Gizi Masyarakat Angka Kecukupan Energi

Kkal/kap/hari 3.072 3.075 3.080 3.85 3.090 3,095 3.100 Pertanian Pangan Kelautan Dan Perikanan

Angka Kecukupan Protein

Gr/kap/hari 72.0 72,0 72,2 72.4 72.6 72.8 73 Pertanian Pangan Kelautan Dan Perikanan

Balita Gizi Kurang % 8,26 8,26 9,0 8,9 8,8 8,7 8,6 Dinkes Balita Gizi Buruk % 0,38 0,38 0,37 0,37 0,36 0,36 0,35 Dinkes Balita Pendek dan Sangat pendek

% 12,01 12,0 11,8 11,7 11,6 11,5 11,4 Dinkes

Akses UCI (Universal Child Immunization)

% Desa/Kel 100 100 100 100 100 100 100 Dinkes

AKB (/1000 kelahiran hidup )

Kematian Bayi/1000 kelahiran

hidup

8,35 8,35 8,35 82 82 80 80 Dinkes

ASI Ekslusif untuk bayi 0-6 bln

% 74,73 75,0 75,0 77,0 79,0 80,0 80,0 Dinkes

Anemia pada ibu hamil % 19,21 19,0 19,0 18,5 18,0 17,5 17,0 DinkesKEK Bumil % 8,89 8,89 8,70 8,65 8,60 8,55 8,50 Dinkes

59

AKI (1/100.000 Kelahiran Hidup)

Kematian Ibu/100.000

kelahiran hidup

87,5 87,5 87,5 87,5 85 85 85 Dinkes

Tabel 6.1 Indikator output RAD-PG Kab. Bantul

Indikator Output Satuan Dasar 2016 2017 2018 2019 2020 2021 SKPDAksesibilitas PanganKetersediaan Energi Kkal/kap

/hari3.072 3.075 3.08 3.085 3.09 3.095 3.100 Dinas

Pertanian Pangan

Kelautan dan Perikanan

Ketersediaan Protein Gr/kap/hari

72 72 72.2 72.4 72.6 72.8 73 Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananPertumbuhan Produksi Tanaman Pangan

% 0.1001 0.1005 0.101 0.1015 0.102 0.1025 0.103 Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananPertumbuhan Produksi Tanaman Holtikultura

% 0.75 1 1.025 1.05 1.075 1.1 1.125 Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananPertumbuhan Produksi Tanaman Perkebunan

% 0.09 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3 0.35Dinas

Pertanian

60

Pangan Kelautan dan

PerikananPertumbuhan produksi daging (sapi, kambing, domba, kuda, unggas)

% 0.45 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananProduksi perikanan Ton 12.106 12.349 12.595 12.847 13.104 13.366 13.634 Dinas

Pertanian Pangan

Kelautan dan Perikanan

Jumlah Desa Rawan Pangan

Desa 3 3 3 3 3 3 3 Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananPola Pangan Harapan Skor PPH 93.1 93.2 93.3 93.4 93.5 93.6 93.7 Dinas

Pertanian Pangan

Kelautan dan Perikanan

Mutu dan Keamanan PanganPenurunan jumlah penyalahgunaan bahan berbahaya pada pangan di Pasar percontohan Program Pasar Aman Bebas dari Bahan Berbahaya % 40 44 48 52 56 60 60 BBPOM

Jumlah sekolah yang menerapkan keamanan pangan di kantin sekolah/ sekolah 10 11 11 12 12 13 13 BBPOM

61

PBKP-KSJumlah industri rumah tangga pangan (IRTP) yang dibina dalam memproduksi makanan yang aman, bermutu dan bergizi Unit 250 250 250 250 250 250 250 DinkesPersentase Produk makanan olahan industri rumah tangga pangan (IRTP) yang dinilai memenuhi syarat % 68 70 72 74 76 78 80 Perilaku Hidup Bersih dan SehatPersen rumah tangga yang telah menerapkan PHBS % 49.38 49.8 50.3 50.8 51.3 51.8 52.3 DinkesKelembagaan Pangan dan Gizi

Frekuensi pertemuan Dewan Ketahanan Pangan dalam setahun yang dihadiri Bupati kali/th 1 1 1 1 1 1 1

Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

PerikananJumlah SKPG Kabupaten yang aktif

Tim 1 1 1 1 1 1 1

Dinas Pertanian

Pangan Kelautan dan

Perikanan

62

Tabel 16. Indikator output RAD-PG Kab. Bantul (Lanjutan)

Indikator Output Satuan Dasar 2015 2016 2017 2018 2019 SKPDPersentase Produk makanan olahan industri rumah tangga pangan (IRTP) yang dinilai memenuhi syarat

% DINKES

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat

Persen rumah tangga yang telah menerapkan PHBS

% 49,38 DINKES

Frekuensi pertemuan Dewan Ketahanan Pangan dalam setahun yang dihadiri Bupati

kali/th 1 1 1 1 1 1 BKP3

Jumlah SKPG Kabupaten yang aktif

% 1  1   1 1  1  1  BKP3

63