PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968,...

71
PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS TEPUNG YANG DIGORENG VAKUM YUSTINI ELINDA SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2007

Transcript of PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968,...

Page 1: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS TEPUNG YANG DIGORENG VAKUM

YUSTINI ELINDA

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 2: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Produksi Keripik daging dengan Perlakuan Jenis Tepung yang Digoreng Vakum adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, April 2007

Yustini Elinda Nim D 051040051

Page 3: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

ABSTRACT

YUSTINI ELINDA. The Production Beef Chips with Vaccum Frying at Different Starchs. Under the direction of RUDY PRIYANTO and EDDIE GURNADI.

Beef is a kind of meat from cattle which has a high nutritive value. However, it is the most perishable product. Processing this kind of meat into beef chip by vaccum frying may enchance its self life and promote meat product diversivication.

The aim of this study is to examine the influence of tapioca starch and its combination with wheat and maize starchs at different frying time on phisycal chemical and organoleptic properties of beef chip. The experiment was set in a completely randomized design with 3x6 factorial arrangement and three replication

The results indicated that combination of starchs and heating time showed significant different for reduction form, moisture content and peroxide value. In order that combination of starchs significant different for aroma and cripness of chips. Keywords : Vaccum frying, beef chips, phisycal and chemical properties.

Page 4: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

ABSTRAK YUSTINI ELINDA. Produksi Keripik Daging dengan Perlakuan Jenis Tepung yang Digoreng Vakum. Dibimbing oleh RUDY PRIYANTO DAN EDDIE GURNADI.

Daging merupakan bahan pangan produk peternakan yang memiliki nilai gizi relatif lengkap dan seimbang. Pengolahan produk hasil ternak dimaksudkan untuk mendapat nilai tambah dan meningkatkan daya simpan, mengingat daging merupakan bahan yang mudah rusak (perishable). Penelitian ini mempunyai tujuan mempelajari pengaruh jenis tepung dan lama pengorengan terhadap sifat fisik dan kimia keripik daging.

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan pola faktorial 3 x 6 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis tepung yang terdiri atas tepung tapioka, tepung terigu dan tepung maizena dan faktor kedua adalah lama penggorengan yaitu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit.

Dari hasil analisis jenis tepung tidak mempengaruhi sifat fisik keripik daging namun Lama penggorengan mempengaruhi sifat fisik keripik daging kecuali kekerasan objektif. Jenis tepung tidak mempengaruhi sifat kimia keripik daging kecuali bilangan peroksida namun lama penggorengan mempengaruhi sifat kimia keripik daging kecuali kadar lemak. Sifat fisik dan kimia keripik daging tidak dipengaruhi oleh interaksi jenis tepung dan lama penggorengan

Kata kunci : penggorengan vakum, keripik daging, sifat fisik dan kimia

Page 5: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

© Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2007 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian

Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm dan sebagainya

Page 6: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN

PERLAKUAN JENIS TEPUNG YANG DIGORENG VAKUM

YUSTINI ELINDA

Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Sekolah Pascasarjana IPB

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

Page 7: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Judul Tesis : Produksi Keripik Daging dengan Perlakuan Jenis Tepung

yang Digoreng Vakum Nama : Yustini Elinda NIM : D 051040051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Rudy Priyanto Prof. Dr. H. R. Eddie Gurnadi Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Ternak

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Nahrowi, M.Sc Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 24 April 2007 Tanggal Lulus :

Page 8: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat karunia-

Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini.

Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak September 2006

adalah Produksi Keripik Daging dengan Perlakuan Jenis Tepung yang Digoreng

Vakum.

Pada kesempatan yang berbahagia ini penulis menghaturkan terima kasih

yang tulus tidak terhingga dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada yang

terhormat Bapak Dr. Ir. Rudy Priyanto dan Bapak Prof. Dr. H. Eddie Gurnadi

masing-masing sebagai ketua dan anggota komisi pembimbing atas kesabaran,

penyediaan waktu, tenaga dan pikiran walaupun di tengah-tengah kesibukan

beliau untuk memberikan bimbingan dan nasehat kepada penulis sehingga tulisan

ini dapat diselesaikan. Demikian pula kepada Bapak Dr. Ir. Nachrowi, M.Sc

selaku Ketua Program Studi Ilmu Ternak serta Kepala Laboratorium Pangan dan

Gizi PAU IPB yang telah memberikan ijin kepada penulis untuk melaksankan

penelitian di laboratorium ini.

Ucapan terima kasih penulis tujuakan kepada Dr. Ir. Dedi Rahmat atas

bantuannya selama saya melaksanakan penelitian serta Dr. Ir. Heni Nuraini, Msi

selaku penguji luar komisi atas saran-saran yang diberikan sehingga dapat

menyempurnakan lagi tulisan ini. Demikian pula kepada rekan-rekan S-2 maupin

S-3 PTK IPB, khususnya angkatan 2004, beserta semua pihak yang yang tak

mungkin disebutkan satu per satu, penulis menyampaikan penghargaan dan

ucapan terima kasih sedalam-dalamnya atas bantuan moril dan kerjasamanya

selama penulis menempuh studi S-2.

Kupersembahkan tesis ini untuk ibu, suami tercinta serta saudara-saudaraku

Desy, Lia, Corry dan Novy yang senantiasa telah mencurahkan kasih sayang dan

mendukung serta anak-anakku tercinta Vira dan Syifa untuk mendorong kalian

untuk giat belajar.

Akhirnya jika pembaca merasa tesis ada kekurangan, maka orang yang

merasa kekurangan adalah penulis sendiri. Namun kepada pembaca yang arif dan

Page 9: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

bijaksana penulis mengharapkan saran demi peningkatan mutu tesis ini pada masa

berikutnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat dan dijadikan Allah SWT sebagai amal

sholeh bekal penulis menempuh hidup di dunia dan di akhirat nanti. Amin.

Bogor, April 2007

Yustini Elinda

Page 10: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa

Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari pasangam Johan

Iskandar Sastrawinata dan Rd Rr Ngt. Sulastri.

Pendidikan formal penulis diawali tahun 1974 di SDN Karang Pawulang I

Bandung, lulus pada tahun 1980. Tahun yang sama melanjutkan ke SMPN 13

Bandung hingga lulus tahun 1983. Kemudian tahun 1983 penulis melanjutkan

pendidikan di SMAN 8 Bandung lulus tahun 1986. Pada tahun 1987 penulis

diterima sebagai mahasiswa di Universitas Padjadjaran melalui jalur Sipenmaru

dan tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Peternakan jurusan Sosial Ekonomi

Peternakan. Pada tahun 2004, penulis diterima di Program Studi Ilmu Ternak

Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis bekerja sebagai pelaksana pada seksi Penyusunan Program di

Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat sejak tahun 1998.

Page 11: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

DAFTAR ISI Halaman

DAFTAR TABEL ………………………………………………. iv

DAFTAR GAMBAR ………………………………………………. v

DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………….. vi

PENDAHULUAN ……………………………………………….. 1

Latar Belakang …………………………………………. 2

Tujuan Penelitian ……………………………………….. 3

Kegunaan Penelitian .…………………………… …………… 4

TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………. 6

Daging ……………………………………………………….. 7

pH Daging ……………………………………………… 7

Daging Olahan ……………………………………………. 7

Bahan Pengisi …………………………………………….. 8

Tepung / Pati ……………………………………………… 10

Tepung Jagung …………………………………………. 10

Tepung Tapioka …………………………………………... 10

Tepung Terigu ……………………………………………. 11

Bahan Tambahan …………………………………………. 11

Phosphat ………………………………………………….. 11

Garam …………………………………………………….. 12

Es ……………………………………………………………. 12

Keripik Daging ………………………………………………. 12

Transfer Panas ……………………………………………….. 13

Teknik Penggorengan Secara Vakum ………………………….. 14

Minyak ……………………………………………………….. 15

Struktur Bahan Pangan Digoreng ………………………………. 16

Proses Menggoreng ………………………………………….. 16

Pengaruh Penggorengan terhadap Kerusakan Nutrisi ..................... 17

BAHAN DAN METODE PENELITIAN ..................................... 20

Tempat dan Waktu Penelitian .............................. 20

Page 12: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Bahan dan Alat .......................................................... 20

Metode Penelitian ............................................................. 20

Peubah yang Diamati ...................................................................... 24

Rancangan Percobaan .................................................. 27

Analisis Data ......................................................................... 28

HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................. 29

Karakteristik Fisik ................................................. 29

Rendemen ........................................................... 30

Penyusutan Bentuk ............................................................ 30

Kekerasan Objektif ............................................................... 30

Karakteristik Kimia ........................................................................... 31

Nilai Proksimat .............................................................................. 31

Kadar Air ....................................................................................... 33

Kadar Lemak ................................................................................... 34

Bilangan Peroksida ...................................................................... 36

Penilaian Organoleptik terhadap Keripik Daging …… ................... 38

Warna .............................................................................. 39

Aroma ........................................................................................... 40

Tekstur .............................................................................................. 40

Rasa ................................................................................................ 43

Kerenyahan ..................................................................................... 43

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................. 45

DAFTAR PUSTAKA .............................................................. 46

LAMPIRAN ........................................................................................ 49

Page 13: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

DAFTAR TABEL Halaman 1 Komposisi bahan keripik daging .................................... 21 2 Analisis rendemen, penyusutan bentuk dan kekerasan objektif

keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda ..................

29

3 Nilai Proksimat sampel daging olahan dan keripik Daging .............. 31 4 Analisis kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda........................................................... 33

5 Analisis kadar lemak keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda ........................................................... 33

6 Analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan

lama penggorengan yang berbeda ................................................... 36

Page 14: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Struktur dan jaringan ikat otot ................................................. 5 2 Rantai lurus molekul amilose dan rantai bercabang molekul amilopektin .................................................................

9

3 Struktur bahan pangan yang digoreng ......................................... 16 4 Proses penggorengan ............................................................ 16 5 Alat penggorengan vakum ............................................................... 22 6 Spinner ................................................................................ 22 7 Tahapan proses pembuatan keripik daging ........................... 23 8 Histogram kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama

Penggorengan yang berbeda ..............................................

34 9 Grafik pengaruh jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

terhadap bilangan peroksida keripik daging ................................ 37

10 Grafik tes median penilaian warna keripik daging ..................... 39 11 Grafik tes median penilaian aroma keripik daging .................. 40 12 Grafik tes median penilaian tekstur keripik daging ......................... 41 13 Grafik tes median penilaian rasa keripik daging ............................. 42 14 Grafik tes median penilaian kerenyahan keripik daging .................. 44

Page 15: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

DAFTAR LAMPIRAN Halaman

1 Kuesioner penilaian organoleptik uji hedonik .................................. 48

2 Analisis ragam rendemen keripik daging ................................. 55

3 Analisis ragam penyusutan keripik daging .......................... 55

4 Analisis ragam kekerasan objektif keripik daging ................... 55

5 Analisis ragam kadar air keripik daging ........................... 55

6 Analisis ragam kadar lemak keripik daging ........................... 55

7 Analisis keragaman bilangan peroksida keripik daging .................... 55

8 Uji kruskall wallis penilaian warna ................................................ 56

9 Uji kruskall wallis penilaian aroma .................................................. 56

10 Uji kruskall wallis penilaian tekstur .............................................. 56

11 Uji kruskall wallis penilaian rasa ............................................... 56

12 Uji kruskall wallis penilaian kerenyahan .................................... 57

Page 16: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daging merupakan bahan pangan produk peternakan yang memiliki

nilai gizi relatif lengkap dan seimbang. Daging yang umum dikonsumsi

biasanya berasal ternak konvensial, yaitu sapi dan ayam. Sumber-sumber

daging ternak lain masih agak terabaikan karena beberapa alasan diantaranya

rasa, aroma faktor budaya maupun prestise.

Pengolahan produk hasil ternak dimaksudkan untuk mendapat nilai

tambah dan meningkatkan daya simpan, mengingat daging merupakan bahan

yang mudah rusak (perishable). Pengolahan daging dibagi menjadi dua yaitu

pengolahan basah dan kering. Pengolahan basah memiliki kandungan gizi

yang cukup tinggi tetapi mempunyai umur simpan yang kurang maksimal jika

disimpan pada suhu ruang sebaiknya, dilakukan pengolahan kering.

Pengolahan kering biasanya dilakukan pada daging sebelum

dikonsumsi. Salah satu daging olahan dengan metoda transfer panas dapat

dibuat keripik untuk memperpanjang umur simpan. Akan tetapi, pada

pembuatan keripik terjadi kerusakan gizi akibat pemanasan. Salah satu upaya

untuk meminimalkan kerusakan gizi tersebut adalah penggorengan daging

secara vakum. Penggorengan vakum adalah penggorengan hampa pada

kondisi tekanan rendah dan suhu 90 °C. Pembuatan keripik dengan cara

vakum ini diharapkan dapat meningkatkan daya tarik daging maupun

diversifikasi makanan. Sesuai dengan trend yang berkembang di masyarakat

perkotaan yang menginginkan produk olahan yang simpel dan praktis maka

keripik daging ini perlu dikembangkan sehingga dapat langsung dikonsumsi.

Pembuatan keripik daging dilakukan melalui tahap penggilingan dalam

usaha pembentukan produk baru, komponen campuran produk tersebut

memerlukan bahan yang dapat mengikat. Bahan campuran yang digunakan

untuk pembuatan keripik daging adalah tepung tapioka, tepung terigu dan

tepung maizena. Masing-masing tepung tersebut mempunyai perbedaan

dalam kandungan amilosa dan amilopektin sehingga dapat mempengaruhi

kualitas keripik daging yang dihasilkan.

Page 17: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Dalam proses menggoreng, udara dan temperatur tinggi merupakan

dua faktor utama pemyebab kerusakan minyak goreng. Aerasi udara secara

berlebihan selama proses penggorengan harus dihindari untuk mengurangi

proses oksidasi. Pencegahan tersebut dapat dilakukan dengan penyedotan uap

atau aerasi. Proses oksidasi dengan cara ionisasi - radiasi dengan adanya

oksigen akan menghasilkan hidroperoksida dan senyawa karbonil, namun

peroksida tidak terbentuk pada proses ionisasi - radiasi jika penggorengan

dilakukan dalam suasana vakum.

Suhu penggorengan merupakan faktor yang akan mempengaruhi mutu

hasil penggorengan. Mutu hasil gorengan dengan stabilitas penyimpanan

yang baik dihasilkan pada suhu menggoreng yang paling rendah. Salah satu

pertimbangan pemilihan suhu menggoreng yang optimum adalah pengaruhnya

secara langsung terhadap perubahan warna dari bahan pangan yang digoreng.

Disamping itu, suhu yang tinggi dapat mengakibatkan terjadinya denaturasi

protein daging secara berlebihan sehingga dapat menghasilkan produk dengan

flavor yang tidak disukai. Penggorengan dengan temperatur tinggi pada suhu

300 – 350 °C juga dapat menyebabkan terbentuknya bahan-bahan

carsinogenik yang menstimulasi penyakit kanker pada manusia.

Tujuan Penelitian

1. Mempelajari pengaruh jenis tepung terhadap sifat fisik dan kimia keripik

daging

2. Mempelajari pengaruh lama penggorengan terhadap sifat fisik dan kimia

keripik daging

3. Mempelajari interaksi jenis tepung dan lama penggorengan terhadap sifat

fisik dan kimia keripik daging

Kegunaan Penelitian

Menghasilkan produk keripik daging yang dapat diterima konsumen

Page 18: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

TINJAUAN PUSTAKA Daging

Menurut Aberle et al. (2001), seseorang memakan daging dengan

beberapa alasan diantaranya karena tradisi atau kebiasaan yang sudah

dilakukan oleh generasi sebelumnya, karena alasan daging mengandung

nutrisi yang tinggi atau pengaruh sosial bisa juga karena alasan religius.

Kualitas daging dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain posisi otot pada

tubuh hewan. Otot yang berkualitas tinggi dan berharga mahal terletak pada

bagian dorsal yaitu otot Longisisimus dorsi. Sementara otot yang murah

adalah otot-otot yang banyak dipakai beraktivitas bergerak seperti otot

ekstensor. Otot kerangka merupakan organ dari sistem muskular yang

langsung maupun tidak langsung melekat pada tulang melalui ligamen, fascia,

cartilage atau kulit. Ada 600 otot pada tubuh ternak yang berbeda ukuran dan

bentuknya.

Di sekeliling urat daging urat daging terdapat seberkas jaringan

penghubung epimisium, yang melekat diantara otot dan membaginya menjadi

sekumpulan berkas otot yang terdiri dari serat-serat yang berdiri sendiri.

Serat-serat ini kira-kira beberapa sentimeter, tetapi garis tengahnya sekitar 10-

100 µm. Serat-serat ini dikelilingi oleh suatu selubung yang lentur yang

dinamakan sarkolemma yang tersusun dari protein dan lemak dan di

sekelilingnya terdapat tubuli. Serat otot tersusun atas sejumlah miofibril pada

suatu larutan cairan pekat bahan koloid yang disebut sarkoplasma. Miofibril

adalah organel yang khas terdapat pada jaringan otot yang bentuknya

memanjang merupakan batang silinder yang bergaris tengah 1-2 µm dengan

panjang yang sesuai dengan serat daging yang mengandung kira-kira 1 000 –

2 000 miofibril. Miofibril ini diikat sehingga memberi bentuk yang melintang

dan berlapis-lapis. Sarkoplasma terdiri dari 75 – 80 % air, berisi campuran

yang kompleks dari butiran kecil lemak, glikogen, ribosom, bahan-bahan

nitrogen bukan protein dan bahan-bahan anorganik. Pada pembesaran 15 000

kali, miofibril nampak terdiri atas serabut tipis dan tebal yang dikenal sebagai

miofilamen yang membentuk suatu sistem yang berliku-liku yang saling

Page 19: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

menutupi dalam garis sejajar yang lurus. Unit dasar ini dikenal sebagai

sarkomer dimana serabut tebalnya terdiri dari protein miosin dan serabut tipis

terdiri dari protein aktin. Serabut-serabut ini panjangnya kira-kira 1 – 3 µm

dan bergaris tengah 6 – 16 µm (Buckle et al. 1987).

Menurut McWilliams (2001) jaringan otot mempunyai komponen

utamanya terdiri dari 75 % air, diikuti oleh protein sebanyak 18%, lemak

dengan kisaran 4 – 10 % serta karbohidrat sebesar 1%. Karbohidrat pada

jaringan otot utamaya dibentuk dari glikogen ditambah sedikit glukosa dan

glukosa 6 – phosphat.

Glikogen merupakan persediaan karbohidrat utama di dalam hati dan

serabut otot. Granula tunggal atau kelompok granula glikogen terdapat

didalam sarkoplasma diantara miofibril dan di bawah membran sel. Glikogen

adalah polisaharida yang terbentuk dari ikatan sejumlah unit D-glukosa secara

bersama-sama.

Struktur dan jaringan ikat otot dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.

Gambar 1 Struktur dan jaringan ikat otot

Lebih lanjut menurut Aberle et al. (2001) bahwa komponen utama daging

terdiri dari otot, lemak (marbling), sejumlah jaringan ikat (kolagen, elastin,

Page 20: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

dan retikulin) serta pembuluh darah, epithel dan syaraf. Otot terdiri dari

berkas otot (muscle bundle), berkas otot terdiri dari serat otot (muscle fiber)

yang merupakan sel otot yang meruncing kedua ujungnya. Serat otot berisi

benang otot (myofibril) sedangkan myofibril terdiri dari beberapa sarkomer.

Dalam sarkomer terdapat filamen-filamen halus (myofilamen) yang tebal dan

tipis. Filamen tebal disebut myosin dan yang tipis disebut actin, yang disebut

juga dengan protein myofibril. Kedua protein ini sangat berperan dalam

proses kontraksi otot.

Lawrie (2003) dan Aberle et al. (2001) menambahkan bahwa protein pada otot

bisa diklasifikasikan sebagai protein myofibrilar, protein sarkoplasmik dan

protein stromal (jaringan ikat dan organel). Menurut Ham (1962) dalam

deMan (1989) bahwa protein otot mempengaruhi kemampuan daging dalam

mengikat air. Sekitar 34% protein ini larut dalam air. Kemampuan otot

mengikat air terutama disebabkan oleh actomyosin yaitu komponen myofibril.

Aberle et al. (2001) mengatakan bahwa daya mengikat air oleh daging bisa

menurun akibat beberapa perlakuan diantaranya adalah pemanasan.

pH Daging

pH daging pada dasarnya ditentukan oleh kandungan asam laktat yang

tertimbun dalam otot, yang selanjutnya ditentukan oleh kandungan glikogen

dan penanganan sebelum penyembelihan. Penimbunan asam laktat akan

berhenti setelah cadangan glikogen otot menjadi habis atau pada saat pH yang

cukup rendah untuk menghentikan aktivitas enzim-enzim glikolitik di dalam

proses glikolisis anaerobik (Soeparno 1994). Jadi pH ultimat daging adalah

pH yang tercapai setelah glikogen otot menjadi habis atau setelah enzim-

enzim glikolitik menjadi tidak aktif pada pH rendah atau setelah glikogen

tidak lagi sensitif terhadap enzim-enzim glikolitik. pH ultimat normal daging

adalah berkisar 5.5 yang sesuai dengan titik isoelektrik, pada umumnya

glikogen tidak ditemukan pada pH sekitar 5.4 – 5.5 (Lawrie 2003). pH akhir

yang tercapai mempunyai beberapa pengaruh terhadap mutu daging. Menurut

Aberle et al. (2001) bahwa pada pH akhir daging mencapat titik isoelektrik

(5.2 – 5.4) jumlah gugus reaktif dari protein otot yang bermuatan positif dan

Page 21: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

negatif yang sama, sehingga gugus tersebut cenderung saling menarik dan

hanya gugus yang tersisa yang tersedia untuk mengikat air. Menurunnya pH

akhir daging akibat akumulasi asam laktat pada perubahan postmortem selama

konversi otot menjadi daging. Penurunan pH postmortem dipengaruhi oleh

faktor instrinsik dan ekstrinsik. Faktor instrinsik antara lain dipengaruhi oleh

spesies, tipe otot, glikogen otot dan variabilitas sedangkan faktor ekstrinsik

antara lain temperatur lingkungan, perlakuan bahan aditif dan stress sebelum

pemotongan. Penurunan pH mempunyai hubungan erat dengan temperatur

lingkungan, temperatur tinggi meningkatkan laju penurunan pH sedangkan

temperatur rendah dapat menghambat penurunan pH. Laju penurunan pH otot

yang cepat akan mengakibatkan (1) warna daging menjadi pucat, (2) daya ikat

protein daging terhadap cairannya menjadi rendah dan (3) permukaan

potongan daging menjadi basah karena keluarnya cairan ke permukaan

potongan daging.

Daging Olahan

Daging olahan didefinisikan sebagai makanan yang diperoleh dari

campuran daging ternak (kadar daging kurang 50 %) dan pati atau serealia

dengan atau tambahan bahan makanan yang diizinkan (SNI 1995).

Bahan Pengisi

Bahan pengisi mengandung komponen utama karbohidrat yang dapat

meningkatkan daya mengikat air karena mempunyai kemampuan menahan air

selama proses pengolahan dan pemasakan tetapi tidak dapat mengemulsikan

lemak (Oeckerman 1983).

Menurut Pearson dan Tauber (1984), fungsi penambahan bahan

pengisi adalah untuk memperbaiki stabilitas emulsi, mereduksi penyusutan

selama pemasakan, memperbaiki sifat irisan, memeperbaiki peningkatan

lemak dan mengurangi biaya produksi. Penggunaan bahan pengisi dalam

pembuatan daging olahan berdasarkan SNI 01-3818-1995 maksimum 50 %

dari berat daging.

Page 22: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Menurut Aberle et al. (2001) beberapa macam bahan bukan daging

(non meat) dapat ditambahkan dalam formula masakan daging. Bahan-bahan

tersebut dapat diklasifikasikan sebagai ekstender, binder dan filler. Binder

adalah komponen bukan daging yang memiliki peran dalam meningkatkan

daya ikat air dan memperbaiki emulsi sedangkan filler bisa berperan seperti

binder tetapi sifat emulsifier yang dimiliki tidak setinggi binder, sedangkan

ekstender adalah bahan non meat, bukan juga air, garam dan bumbu yang

ditambahkan untuk meningkatkan jumlah produk akhir.

Tepung/Pati

Tepung merupakan polisakarida terbuat dari unit glukosa yang

bersambung membentuk rantai panjang. Jumlah molekul glukosa yang

bergabung dalam satu molekul yang bervariasi dari limaratus sampai beratus

ribuan, jumlah ini tergantung dari tipe tepung. Pati tersimpan dalam bentuk

energi tanaman. Tanaman membentuk molekul-molekul tepung menjadi

amiloplas yang tersimpan dalam bentuk granul-granul, yang mempunyai garis

tengah bervariasi antara 2 – 130 µm. Ukuran dan bentuk dai granul

merupakan karakteristik dari tanaman sebagai sumber pati. Ada dua tipe dari

molekul glukosa didalam pati yaitu terdiri dari amilose dan amilopektin.

Amilose berkisar antara 20 – 30% dari total perkiraan dari tepung alami

(Parker 2003).

Amilosa didalam amilosa merupakan molekul-molekul glukosa saling

bergandengan melalui gugus glukopiranosa α-1.4, berbeda dngan selulosa

yang saling bergandengan melalui gugus glukopiranosa β-1.4. Pada hidrolisis

amilose menghasilkan maltosa di samping glukosa dan aligosakarida lainnya.

Amilopektin pada amilopektin sebagian dari molekul-molekul glukosa

didalam rantai percabangannya saling berikatan melalui gugus α-1.6. Ikatan

α1.6 sangat sukar diputuskan lebih-lebih jika dihidrolisis menggunakan

katalisator asam. Untuk kepentingan tumbuhan itu sendiri cadangan pati di

dalam sel-sel penyimpanannnya dapat diuraikan kembali menjadi glukosa

untuk kemudian dikonversikan menjadi energi. Pada saat yang tepat tubuh

tanaman akan mensintesa α-amilase, β-amilase dan R-enzim yang semuanya

Page 23: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

secara bersama-sama bertugas memutus ikatan-ikatan rantai pati menjadi

molekul-molekul glukosa yang bebas. Gambaran rantai lurus molekul

amilose dan rantai bercabang molekul amilopektin dapat dilihat pada Gambar

2 berikut ini.

Gambar 2 Rantai lurus molekul amilosa dan rantai bercabang molekul amilopektin

Menurut Parker (2003) molekul amilose membentuk gel, hal ini karena

cabang lurus dapat melintang satu sama lain sehingga berikatan. Percabangan

molekul amilopektin menjadi kental pada saat pemasakan. Pada saat berbeda

mempunyai perbedaan relatif antara amilose dan amilopektin.

Amilose dapat membentuk gel baik dimasak maupun dicampur dengan

air dingin. Jenis tepung yang tidak mempunyai amilose tidak membentuk gel.

Molekul amilose yang larut seperti butir-butir dan akan mengembang selama

proses gelatinisasi. Tepung mulai terjadi gelatinisasi pada suhu antara 140-

158 °F atau 60-70 °C dan proses gelatinisasi ini tergantung dari jenis pati.

Tepung yang dimasak dengan air maka menjadi butiran-butiran dan akan

meningkatkan dispersi kekentalan sampai tingkat kekentalan memuncak.

Dispersi juga meningkatkan tembus cahaya. Menurut Aberle et al. (2001)

bahan campuran ini mempunyai fungsi diantaranya memperbaiki stabilitas

Page 24: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

adonan daging, meningkatkan daya ikat air, meningkatkan tekstur dan cita

rasa, menurunkan susut masak, memperbaiki sifat potongan serta mengurangi

biaya produksi.

Tepung Jagung

Menurut Radley (1976) proporsi amilose dan amilopektin pada tepung

jagung masing-masing sebesar 27% amilose dan 73% amilopektin. Keduanya

merupakan berat molekul polimer yang tinggi, yang terbentuk dari unit D-

glukosa. Amilopektin merupakan percabangan dari molekul yang terdiri dari

4 000 atau lebih unit glukosa. Amilose secara esensial merupakan rantai yang

lurus terdiri dari 1 000 unit glukosa. Tepung jagung mempunyi kadar protein

9.2 mg/100gram tepung (Depkes RI 1972).

Tepung Tapioka

Tepung tapioka mempunyai kadar amilose lebih rendah dibanding

tepung jagung dan terigu, termasuk ke dalam jenis pati yang kadar

amilopektin yang tinggi. Pati-pati yang mempunyai kandungan amilopektin

yang tinggi sangat tepat digunakan sebagai bahan baku industri karena pada

umumnya jenis pati ini sedikit mengandung ISSP (Insoluble Starch Particle)

yang merupakan partikel pati yang tersusun atas sejumlah besar amilose yang

saling bergandengan membentuk rantai yang lurus. Bahan ini dapat

dihidrolisis dengan memakai katalistor asam pada suhu tinggi, meskipun hasil

hidrolisis masih tetap mengandung sejumlah kecil sisa ISSP. Hidrolisis

dengan enzim hanya dapat dilakukan pada suhu tinggi. Pada suhu di bawah

85 °C enzim α-amilase hampir-hampir tidak berfungsi.

Adapun sifat-sifat amilopektin yaitu : (1) sangat jernih, dalam bentuk

pasta amilopektin menunjukkan kenampakan yang sangat jernih sehingga

sangat disukai karena dapat mempertinggi mutu penampilan dari produk

akhir ; (2) Tidak mudah menggumpal, pada suhu normal pasta dari

amilopektin tidak mudah menggumpal dan kembali menjadi keras ; (3)

Memiliki daya pemekat yang tinggi ; (4) Tidak mudah rusak atau pecah, pada

suhu normal atau lebih rendah pasta tidak mudah kental dan pecah (retak-

Page 25: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

retak), stabilitas amilopektin pada suhu yang amat rendah juga lebih tinggi ;

(5) Suhu gelatinisasi lebih rendah

Tepung tapioka mempunyai sifat lengket dan cenderung seperti benang

karena molekul amilose mempunyai rantai yang panjang. Berdasarkan kadar

protein tepung tapioka termasuk ke dalam jenis pati yang berkadar protein

rendah yaitu 1.1 gram/100gram (Depkes RI 1972).

Tepung Terigu

Menurut Radley (1976) proporsi amilose dan amilopektin masing-

masing sebesar 16 – 24% amilose dan 76 – 84% amilopektin. Tepung terigu

merupakan Tepung terigu mempunyai kadar protein sebesar 8.9

gram/100gram tepung (Depkes RI 1972).

Protein dalam tepung terigu sangat penting digunakan dalam pembuatan

produk makanan. Kisaran dari protein yang diekstraksi dari tepung terigu

sebesar 85% dari protein yang larut. Protein yang tidak larut dipisahkan

dalam dua fraksi yang dinamakan gliadin dan glutelin. Ketika tepung terigu

dilarutkan dalam air dan tercampur rata protein yang larut membentuk gluten.

Pada tepung terigu 10 – 14 % terdiri dari gluten. Gluten sangat penting

sebagai bahan pengisi, dapat membuat adonan menjadi elastis (Parker 2003).

Bahan Tambahan

Phosphat

Menurut Aberle et al. (2001) banyak bentuk dari Phosphat yang

digunakan, tingkat penggunaannya tidak melebihi dari 0.5 % dari produk

akhir. Menurut Keeton (2001) penggunaan alkali phosphat yang mendekati

0.5 % akan mengakibatkan rasa seperti sabun. Penggunaan phosphat dapat

meningkatkan daya ikat air dari daging, selain itu juga dapat meningkatkan

keempukan dan juiceness. Menurut Pearson dan Tauber (1984) alkali fosfat

tidak hanya meningkatkan daya mengikat air tetapi juga meningkatkan emulsi

lemak pada protein myofibril.

Page 26: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Garam

Garam merupakan bumbu utama yang berguna untuk daya mengikat air

protein daging, pemberi rasa, meningkatkan produk hasil dan membantu

ekstraksi protein larut garam (Keeton 2001). Menurut Underriner dan Hume

(1994), garam memilki peran yang besar pada rasa, garam tidak hanya

digunakan untuk meningkatkan flavor tetapi juga memiliki peranan penting

dalam pengolahan pangan yaitu sebagai pengawet dengan menurunkan

aktivitas air dan membatasi pertumbuhan mikroba pada daging.

Es

Kelembaban produk akhir berkisar antara 45 – 80 % yang berasal dari

bahan tambahan maupun air yang ditambahkan pada adonan. Ada beberapa

alasan ditambahkan air dengan maksud untuk memperbaiki keempukan serta

juiciness, jika tidak akan kurang disukai bila kelembabannya berkurang

(Aberle et al. 2001)

Menurut Pearson dan Tauber (1984) penambahan es pada pembentukan

emulsi daging mempunyai tujuan (1) melarutkan garam dan

menditribusikannya secara merata ke seluruh bagian daging, (2) memudahkan

ekstraksi protein serabut otot, (3) membantu pembentukan emulsi dan (4)

mempertahankan suhu adonan agar tetap rendah akibat pemanasan mekanis.

Keripik daging

Keripik adalah merupakan makanan jajanan atau cemilan yang populer

baik di Indonesia maupun di dunia. Bentuk dan ukuran keripik sangatlah

bervariasi tergantung dari jenis bahan yang digunakan ataupun keinginan

produsen. Namun secara fisik keripik marupakan bahan makanan yang disayat

tipis, baik sebelum atau sesudah diolah kemudian digoreng kering. Produk

yang berasal dari sapi kita kenal kerupuk paru, sebenarnya namanya adalah

keripik karena kerupuk paru tidak mengembang saat digoreng.

Siahaan (1988) menyatakan chip adalah keripik. Sedangkan menurut

Dallal (1981) keripik adalah olahan bahan pangan yang dibuat dengan cara

pengeringan atau penggorengan. Keripik dapat dibuat dari berbagai macam

Page 27: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

bahan makanan berkabohidrat antara lain ketela pohon, kentang, pisang.

Keripik mempunyai tekstur yang kering, ringan dan rasa yang renyah

cripsness. Pembuatan keripik biasanya dilakukan untuk menbuat produk

menjadi lebih awet.

Menurut Matz (1984) keripik banyak menyerap minyak selama

penggorengan. Banyak sedikitnya minyak yang diserap akan mempengaruhi

rasa, tekstur serta penampakan keripik. Adapun faktor-faktor yang

mempengaruhi banyak sedikitnya minyak yang diserap adalah kandungan

padatan bahan, suhu minyak goreng, ketebalan bahan serta fisik permukaan

irisan.

Transfer Panas

Penggorengan merupakan fenomena transfer yang terjadi secara

simultan yaitu transfer panas, transfer massa air dan transfer minyak Panas

yang ditransfer dari minyak ke bahan, massa air diuapkan dari bahan dan

minyak diserap oleh bahan (Whitaker 1977a; Sahin et al. 1999) Faktor-

faktor yang mempengaruhi proses transfer panas dan massa tersebut adalah

sifat-sifat thermal dan physicochemical bahan dan minyak, suhu minyak dan

perlakuan bahan sebelum digoreng (Krokida et al. 2001). Proses transfer

panas pada daging yang sedang digoreng terjadi dalam dua cara. Transfer

panas dari minyak goreng ke bahan terjadi secara konveksi dan transfer panas

dalam bahan terjadi secara konduksi (Costa et al. 1999). Akibat adanya

proses transfer panas bahan makanan yang akan digoreng mengalami

kenaikan suhu bersamaan dengan itu terjadilah pemasakan bahan makanan

yang antara lain dengan penurunan kadar air, gelatinisasi pati dan denaturasi

protein.

Kecepatan transfer panas dari minyak ke bahan dipengaruhi oleh suhu

minyak, koefisien transfer panas, koefisien transfer panas, konduksi bahan dan

bentuk dimensi serta ukuran bahan. Kecepatan transfer massa air dari bahan

ke lingkungan (minyak) dipengaruhi oleh kadar air awal produk yang akan

digoreng, difusifitas bahan dan bentuk dimensi serta ukuran bahan. Kecepatan

transfer minyak oleh bahan dipengaruhi oleh suhu minyak, viskositas minyak,

Page 28: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

porositas bahan, perbedaan tekanan kapiler. Panas merupakan dasar dari

proses pemasakan, yang diakibatkan dari meningkatnya temperatur berakibat

terhadap energi input.

Teknik Penggorengan secara Vakum

Menurut Ketaren (1986) ada beberapa cara sistem menggoreng yang

lazim dilakukan dalam praktek komersial, yaitu pan frying dan deep frying.

Yang dimaksud dengan pan frying adalah proses penggorengan dengan hanya

menggunakan sedikit minyak dengan titik asap yang rendah. Sementara pada

deep frying menggunakan banyak minyak sehingga produk terendam dalam

minyak dan suhu minyak dapat mencapai 200 – 205 oC. Bila ditinjau dari

kontak bahan dengan udara maka cara penggorengan dapat dibagi menjadi

penggorengan biasa (terjadi kontak dengan udara) dan penggorengan dengan

cara bervakum. Pada sistem penggorengan bervakum, penggorengan

dilakukan dalam suatu tabung yang udaranya disedot keluar dengan pompa

vakum sehingga tekanan dalam tabung menjadi -76 cm Hg.

Di Indonesia saat ini dipasarkan dua jenis tipe penggorengan vakum

yaitu tipe horizontal dan tipe vertikal. Tipe horizontal sangat sesuai untuk

digunakan di laboratorium, karena kapasitas minyaknya lebih sedikit (60 kg),

dan tempat sampel tidak dapat dilepas dari tabung penggorengan. Untuk tipe

komersial kapasitas minyak lebih banyak (80 kg) dan wadah tempat sampel

dapat dilepas dari tabung vakum, sehingga proses penirisan dapat dilakukan

dengan cepat.

Mesin penggorengan vakum ini terdiri atas dua bagian, yaitu tabung

penggorengan bervakum dengan rak penggorengan di dalamnya dan mesin

vakum (dapat menggunakan mesin vakum dengan oli atau mesin vakum

dengan water jet). Pemanasan dilakukan dengan kompor elpiji yang

dihubungkan dengan sensor otomatis pengatur suhu. Apabila panas dalam

tabung telah mencapai angka yang ditentukan, api kompor gas akan mengecil

secara otomatis dan menyala lagi untuk menstabilkan temperatur, begitu

seterusnya.

Page 29: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Penggorengan vakum berguna untuk memperlambat terjadinya

ketengikan pada medium penggorengan. Hal ini disebabkan kontak dengan

udara dapat diminimumkan dan temperatur yang dipakai sekitar 90 oC.

Dengan demikian medium penggorengan dapat dipakai berkali-kali.

Minyak

Menurut Ketaren (1986) pada dasarnya minyak adalah campuran

trigliserida. Trigliserida terbentuk dari 1 molekul gliserol dan 3 asam lemak.

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, hal ini tergantung dari komposisi

asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair

karena mengandung asam lemak tidak jenuh yaitu asam olet, linoleat dan

linolenat dengan titik cair yang rendah. Di dalam proses penggorengan, jenis

minyak akan berpengaruh terhadap kualitas produk. Minyak merupakan hasil

dari esterifikasi glicerol dengan asam lemak, yang juga disebut sebagai

trigliserida. Berat molekul gliserida sebagian besar berasal dari berat molekul

asam lemak (94-96%). Oleh sebab itu sifat kimia dan fisika gliserida sangat

dipengaruhi oleh jenis asam lemaknya. Pada asam lemak jenuh, semua atom C

pada rantai karbonnya diisi oleh atom hidrogen, sementara asam lemak tidak

jenuh pada rantai atom carbonnya terdapat ikatan rangkap, sehingga tidak

semua atom C diisi oleh atom hidrogen. Tingkat ketidakjenuhan suatu asam

lemak tergantung pada jumlah ikatan rangkapnya. Ada beberapa jenis minyak

yang biasa dipakai dalam proses penggorengan, yaitu minyak kelapa dan

minyak kelapa sawit atau minyak inti sawit.

Struktur Bahan Pangan Digoreng

Semua bahan pangan yang digoreng mempunyai struktur yang sama

terdiri dari core (inner zone), lapisan luar (outer zone) dan permukaan luar

(outer zone surface). Proses pemasakan berlangsung oleh penetrasi panas

dari minyak yang masuk ke dalam bahan pangan. Proses pemasakan ini dapat

merubah atau tidak merubah karakter bahan pangan tergantung dari bahan

pangan yang digoreng.

Page 30: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Gambar 3 di bawah ini mempelihatkan potongan melintang dari bahan

pangan yang digoreng. Inner zone atau core merupakan bagian dalam dari

bahan pangan berkadar air tinggi dan umum terdapat pada bahan pangan yang

digoreng.

Core (inner zone)

Lapisan luar (outer zone)

Gambar 3. Struktur bahan pangan yang digoreng

Permukaan luar (outer zone surface) akan berwarna coklat keemasan akibat

penggorengan. Timbulnya warna pada permukaan bahan disebabkan oleh

reaksi browning atau reaksi maillard. Tingkat intensitas warna ini tergantung

dari lama dan suhu menggoreng serta komposisi kimia dari bahan pangan

yang digoreng sedangkan jenis lemak yang digunakan berpengaruh sangat

kecil terhadap warna permukaan bahan pangan (Ketaren 1986).

Proses Menggoreng

Menggoreng adalah suatu proses untuk memasak bahan pangan

menggunakan lemak atau minyak pangan.

Permukaan Luar (outer zone surface)

Minyak dalam ketel

penggorengan Bahan Mentah

Minyak

Panas Penyaringan Remah

Hasil Gorengan

Uap Uap yang dihasilkan dari minyak dan hasil samping

Page 31: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Gambar 4. Proses Penggorengan

Berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi penggorengan dalam ketel

adalah pemanasan dengan adanya udara, minyak yang panas, aerasi pada

minyak, kontak minyak dengan logam dari ketel, kontak bahan pangan dengan

minyak serta adanya kerak. Pemanasan yang tidak mencapai suhu

penggorengan menyebabkan minyak membentuk busa, sehingga proses

penggorengan menjadi tidak praktis (Ketaren 1986).

Faktor-faktor yang mempengaruhi kondisi proses minyak dalam ketel

adalah uap yang dilepaskan dan penambahan minyak segar untuk

menggantikan minyak yang hilang dari ketel selama proses menggoreng. Uap

yang dihasilkan dalam proses menggoreng berfungsi untuk memisahkan hasil

dekomposisi lemak dapat menguap yang dapat menimbulkan bau tengik.

Pengaruh Penggorengan Terhadap Kerusakan Nutrisi

Oksidasi pada lemak dapat menyebabkan terjadinya ketengikan.

Menurut Ketaren (1986) faktor-faktor yang dapat mempercepat oksidasi

adalah (1) Radiasi oleh panas dan cahaya; (2) Bahan pengoksidasi (oxidizing

agent) seperti peroksida, perasid, ozone dan asam nitrat; (3) katalis metal

khususnya garam dari logam berat; (4) sistem oksidasi yang diakibatkan

adanya katalis organik yang labil terhadap panas. Kerusakan akibat oksidasi

pada bahan pangan yang berlemak terdiri atas dua tahap, tahapan pertama

disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen, tahapan kedua yang merupakan

kelanjutan dari tahapan pertama, yang prosesnya dapat merupakan proses

oksidasi maupun non oksidasi. Proses oksidasi ini umumnya terjadi pada

setiap jenis lemak seperti minyak goreng.

Autooksidasi biasanya terjadi melalui proses reaksi radikal bebas.

Yang dimaksud dengan radikal bebas adalah sebuah molekul atau atom

dengan elektron yang tidak berpasangan, misalnya -CH3, -Br Radikal bebas

dapat memiliki dua elektron yang tidak berpasangan, biradikal, -C6H5-.

Menurut Buck (1991) reaksi oksidasi lemak tidak jenuh diawali

dengan tahap inisiasi yaitu dengan terbentuknya radikal bebas (R*) melalui

Page 32: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

kontak dengan panas, cahaya, ion metal dan oksigen. Reaksi terjadi pada

kelompok metilen yang berdekatan dengan ikatan rangkap –C=C-.

Selanjutnya adalah tahap propagasi yaitu bertemunya radikal bebas dengan

oksigen membentuk radikal peroksida (ROO*). Radikal peroksida bebas ini

akan mengekstrak ion hidrogen dari lipida lainnya (R1H) yang akan

membentuk hidrogen peroksida (ROOH) dan molekul radikal lipida baru

(R1*). Tahap akhir adalah tahap terminasi dimana hidroperoksida yang sangat

tidak stabil terpecah menjadi senyawa organik berantai pendek seperti aldehid,

keton, alkohol dan asam.

Inisiasi RH -------------> R* + H* Katalis RH -------------> R* + OOH* O2+ Katalis

Propagasi R* + O2 -------------> ROO*

ROO* + R1H -------------> ROOH + R1*

Terminasi R1* + R* -------------> R1-R

ROO* + R* -------------> ROOR

Autooksidasi acyl-lipid dapat dihambat dengan tiga cara (Ketaren,

1986), yaitu dengan meminimalkan kontak dengan oksigen. Hal ini dapat

dilakukan dengan kemasan vakum atau dengan pemberian glucose oxidase.

Selanjutnya adalah penyimpanan pada suhu rendah bebas cahaya. Terakhir

adalah dengan pemberian antioksidan. Pengukuran terjadinya autooksidasi ini

dapat dilakukan dengan berbagai cara antara lain dengan mengetahui bilangan

peroksidasi, yaitu dengan mengukur kemampuannya membebaskan yodium

(I) dari potasium yodida (KI) iodimetry):

ROOH + 2KI ROH + I2 + K2O

atau mengoksidasi ferro menjadi ion ferri (metode thiocyanat):

ROOH + Fe2+ ROH + HO + Fe3+

Page 33: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Bilangan peroksida biasanya diekspresikan dalam miliekuivalen dari

oksigen per kg lemak. Oksidasi lemak akan bereaksi dengan komponen bukan

berasal dari lemak yaitu dengan protein. Perubahan oksidatif dari fraksi lemak

adalah kecil tergantung dari kadar asam lemak tidak jenuh pada makanan yang

digoreng.

Senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas. Dalam waktu

yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam

vitamin dalam bahan pangan yang berlemak. Peroksida juga dapat

mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki

dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan lebih besar

dari 100 akan bersifat sangat racun dan tidak dapat dimakan (Ketaren 1986).

Page 34: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September sampai dengan

bulan Desember 2006 di Laboratorium Ilmu Produksi Ternak Ruminansia

Besar Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas

Peternakan IPB dan Laboratorium Pangan Gizi PAU IPB.

Bahan dan Alat

Bahan

Bahan penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah :

• Daging sapi yang diperoleh di Pasar Anyar

• Tepung tapioka, tepung terigu, tapioka, tepung maizena, garam, bawang

putih diperoleh dari Toko Yogya Jl Baru Bogor

• STPP (Na5P3O10) diperoleh dari Toko Bahan Kimia Seger Jl. Ahmad Yani

Bandung

• Es diperoleh dari Laboratorium Ruminansia Besar Fakultas Peternakan

IPB

• Minyak goreng diperoleh dari Toko Citra Usaha Jl. Bara Darmaga Bogor

Alat

Peralatan yang digunakan adalah alat penggiling daging, timbangan,

wadah dari plastik, timbangan digital, pisau, thermometer, kompor, loyang,

dandang, gelas ukur talenan, refrigerator, meat slicer, alat penggorengan

vakum bentuk vertikal. Peralatan untuk analisis fisik dan kimia yaitu

seperangat peralatan laboratorium lainnya yang digunakan untuk kepentingan

analisis.

Metode Penelitian

Page 35: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Penelitian produksi keripik daging secara keseluruhan dapat dibagi ke

dalam tiga tahap yaitu :

Tahap 1. Pembuatan daging olahan

Tahapan pembuatan daging olahan adalah sebagai berikut :

1. Daging sapi segar sebanyak 500 gram dipisahkan dari lemak dan jaringan

ikat, dipotong kecil-kecil kemudian dicuci

2. Potongan daging digiling dengan meat grinder ditambahkan es 30 %,

STPP 0.3 %, bumbu dan tepung sampai tercampur homogen.

Adapun perlakuan tepung sebagai berikut :

Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10 %, tepung terigu 2.5 % dan

tepung maizena 2.5%

Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung

maizena 5%

3. Adonan daging dimasukan ke dalam loyang kemudian didinginkan dalam

refrigerator selama 30 menit.

4. Adonan daging dikukus dengan suhu 65 °C selama 60 menit.

5. Daging olahan dikeluarkan dari loyang didinginkan kemudian dibekukan

dalam freezer pada suhu -18 °C.

6. Daging olahan beku diiris dengan menggunakan meat slicer pada

ketebalan 2 mm

Komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan keripik

daging secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi bahan keripik daging

Taraf Perlakuan A B C Bahan

............................. gram .......................... Daging Sapi 500 500 500 Tepung Tapioka 75 50 25 Tepung Terigu 0 12.5 25 Tepung Maizena 0 12.5 25 Es Batu 150 150 150

Page 36: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Garam 5 5 5 Merica 2.5 2.5 2.5 STTP 1.5 1.5 1.5 Bawang Putih 1.5 1.5 1.5

Tahap 2. Penggorengan keripik daging

Irisan daging yang masih beku ditimbang dan dimasukan ke dalam

tempat berbentuk kotak, kemudian digoreng dengan menggunakan alat

penggorengan vakum, berbentuk vertikal (Gambar 5) pada temperatur

pemanasan suhu terkontrol pada suhu 90 °C dengan lama penggorengan 10,

20, 30, 40, 50 dan 60 menit. Setelah matang keripik daging ditiriskan dengan

menggunakan spinner (Gambar 6) selama 10 menit untuk mengurangi

kelebihan minyak yang menempel pada keripik daging.

Gambar 5. Alat Penggorengan Vakum

Page 37: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Gambar 6. Spinner

Tahapan proses pembuatan keripik daging dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 7. Tahapan proses pembuatan keripik daging

Tahap 3. Analisis fisik, kimia dan uji organoleptik

Analisis Fisik

Analisis Fisik yang dilakukan pada keripik daging adalah rendemen,

penyusutan bentuk dan uji kekerasan objektif dengan menggunakan rheoner.

- STTP 0.3 % - Tepung

- Es batu 30 % - Bumbu

Daging sapi 500 gram

Pemotongan kecil-kecil

Pencucian

Penggilingan

Adonan Daging

Dimasukan ke dalam loyang dan didiamkan

selama 30 menit

Dikukus (60 menit dengan suhu 65 oC) Didinginkan dalam refrigerator selama 30 menit

Diiris dengan ketebalan 2 mm

Dibekukan pada suhu -

Sayatan daging olahan digoreng vakum pada suhu 90 oC selama 60’

Ditiriskan dengan menggunakan spinner selama 10

Keripik daging

Page 38: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Analisis Kimia

Analisis Fisik dilakukan pada keripik daging yang digoreng dengan lama

penggorengan 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit adalah analisis proksimat (kadar

abu, kadar protein, kadar lemak dan kadar karbohidrat), kadar air, bilangan

peroksida.

Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik

dengan karakteristik penentu adalah warna, aroma, tekstur, rasa dan

kerenyahan pada 30 panelis. Penilaian organoleptik yang diuji pada keripik

daging yang digoreng pada lama penggorengan 60 menit dengan 3 ulangan.

Peubah yang Diamati

Metoda Analisis Fisik dan Kimia

1. Fisik

a. Rendemen

Perhitungan rendemen dilakukan dengan membagi berat keripik yang

telah ditiriskan dengan berat sampel awal yang belum digoreng dan

dikalikan 100%.

Rendemen = Berat Keripik yang telah digoreng

Berat Sampel sebelum digoreng

b. Penyusutan Bentuk

Perhitungan penyusutan bentuk dilakukan dengan membagi luas keripik

(cm) dengan luas sampel yang belum digoreng (cm) dikali 100%.

c. Kekerasan Objektif

Pengukuran kerenyahan dilakukan secara mekanis dengan

menggunakan alat Rheoner RE-3305. Keripik ditekan dengan

menggunakan plunger berbentuk silinder yang berdiameter 4 mm.

Pengukuran dilakukan pada sensitivity voltage 0.5 mV (skala penuh =

X 100 %

Page 39: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

500 gf), sampel table speed 5 mm/detik dengan preset nomer 1

(besarnya strain) yang diatur sebesar 5 mm dan preset nomor 2

(frekuensi pergerakan sampel tabel) yang diatur sebanyak satu kali.

Tingkat kerenyahan keripik dinyatakan dalam gf yang berarti besarnya

gaya tekan untuk memecahkan keripik

2. Kimia

a. Nilai proksimat

Dilakukan untuk menentukan Kadar Air, Protein Kasar, Lemak Kasar,

Karbohidrat dan Abu (AOAC 1995).

Kadar Air

Cawan kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit

dan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang. Sampel

ditimbang sebanyak 5 gram dan dimasukkan dalam cawan, kemudian

dioven pada suhu 105 oC selama 5 jam. Cawan kemudian dipindahkan

ke dalam desikator dan didinginkan serta ditimbang berat akhirnya.

Kadar Air (% bk) = a – b

Berat contoh basah

Keterangan : bk = bahan kering

a = berat cawan + contoh kering (g)

b = berat cawan + contoh basah (g)

Kadar protein

Sejumlah sampel yang dimasukan ke dalam labu Kjedahl 30 ml,

kemudian ditambahkan 1.9 g K2SO4 40 mg HgO dan 2.0 ml H2SO4 serta

ditambahkan batu didih. Sampel didihkan sampai cairan menjadi jernih.

Setelah jernih cairan didinginkan dengan air mengalir secara perlahan-

lahan. Isi labu kemudian dipindahkan ke dalam alat destilasi kemudian

dicuci dan dibilas 5-6 kali dengan 1-2 ml air serta dipindahkan airnya ke

alat destilasi.

X 100 %

Page 40: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 4 tetes indikator

(campuran 2 bagian metil merah 0.2 % dalam alkohol diletakan di

bawah kondensor. Ujung kondensor harus terendam, di bawah larutan

H3BO3 . Setelah itu ditambahkan 8 – 10 ml larutan NaOH- Na2S2O3

dan dilakukan destilasi sampai tertampung kira-kira 15 ml destilat

dalam erlemmeyer. Tabung kondensor kemudian dibilas dengan air dan

bilasannya ditampung dalam erlenmeyer yang sama. Isi erlenmeyer

diencerkan sampai kira-kira 50 ml kemudian dititrasi dengan HCl 0.02

N sampai terjadi perubahan warna menjadi abu-abu. Dilakukan juga

penetapan blanko :

% N = (ml HCl – ml Blanko) x Normalitas x 14.007 x 100 Mg sampel

% Protein = % N x Faktor Koreksi

Kadar Lemak (Metode Soxhlet)

Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gram dalam kertas

saring, kemudian ditutup dengan kapas yang bebas lemak. Kertas

saring yang berisi sampel diletakan ke dalam alat soxhlet, kemudian alat

kondensor diletakan di atasnya dan labu lemak di bawahnya. Pelarut

dietil eter atau petroleum eter dituangkan ke dalam labu lemak dan

dilakukan refluks sampai pelarut yang turun ke labu berwarna jernih.

Pelarut yang ada di labu didestilasi dan pelarutnya ditampung.

Selanjutnya abu lemak hasil ekstraksi dipanaskan dalam oven pada suhu

105 oC kemudian setelah kering ditimbang.

% Lemak = Berat lemak x 100 % Berat sampel

Kadar Karbohidrat

Larutan glukosa sebanyak 0,10, 20, 30, 40 dan 60 µ glukosa dimasukan

ke dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan 1 ml larutan fenol 5 %

dan dikocok. Ditambahkan dengan cepat 5 ml larutan asam sulfat,

Page 41: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

biarkan sampai 10 menit dan tempatkan dalam penangas air selama 15

menit, diukur absorbansinya dan dibuat kurva standar.

Kadar Abu

Sampel sejumlah 3-5 gram dimasukan ke dalam cawan kering yang

telah diketahui beratnya dan dibakar pada pembakar gas sampai asapnya

habis. Kemudian dimasukan ke dalam tanur sampai beratnya konstan

Berat Abu Kadar Abu (%) = X 100 Berat sampel

b. Bilangan Peroksida

Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam erlemeyer tertutup, kemudian

ditambahkan 30 ml asam asetat glasial dan kloroform dan dikocok sampai

larut. Kemudian tambahkan 1.5 ml KI jenuh dan diamkan selama 1 menit.

Tambahkan aquades 30 ml dan titrasi dengan Na2S2O3 0.01 N sampai

warna kuning larutan hampir hilang. Tambahkan larutan indikator kanji

1% dan titrasi kembali sampai warna biru hilang. Lakukan hal yang sama

untuk blanko.

Bilangan Peroksida = [(ml sampel-ml blanko) x N Na2S2O3 (0.01)] / 6.01 x

1000

Penilaian Organoleptik

Penilaian organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji hedonik dengan

karakteristik penentu adalah warna, aroma, tekstur, rasa dan kerenyahan pada

30 panelis dengan 3 ulangan. Panelis yang digunakan adalah panelis semi

terlatih dengan menggunakan format isian (Rahayu 1998). Penilaian skala

hedonik ditransformasikan menjadi skala numerik dengan angka menaik

dengan tingkat kesukaan, yaitu tidak suka = 1, biasa/netral = 2, agak suka = 3,

suka = 4, sangat suka = 5 dan amat sangat suka = 6 (Soekarto 1985). Data

dianalisis dengan Kruskall Wallis.

Rancangan Percobaan

Page 42: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap dengan

pola faktorial 3 x 6 dengan 3 ulangan. Faktor pertama adalah jenis tepung

yang terdiri atas tepung tapioka, tepung terigu dan tepung maizena dan faktor

kedua adalah lama penggorengan yaitu 10, 20, 30, 40, 50 dan 60 menit.

Model matematik pengaruh perlakuan dianalisis dengan metoda statistik yang

digunakan Steel and Torrie (1995) adalah :

Yijk = µ + σi + βj + (σβ) ij + εijk

Yijk = Pengaruh perlakuan dan lama penggorengan terhadap kualitas

keripik daging

µ = nilai rataan umum

σi = pengaruh perlakuan jenis tepung ke-i

βj = pengaruh lama penggorengan ke-j

(σβ) ij = Interaksi dari faktor jenis tepung dan lama penggorengan

εijk = pengaruh acak pada perlakuan ke-i , lama penggorengan ke-j

dan ulangan ke-k

Analisis Data

Untuk menguji pengaruh perlakuan terhadap respon yang diamati

dilakukan analisis ragam dengan prosedur General Linier Program (GLM)

dari Statistical System (SAS) Program. Apabila hasil analisis ragam

menunjukkan perbedaan yang nyata maka dilanjutkan dengan uji Least Square

Means (LSMeans) (Steel dan Torrie 1995). Penilaian organoleptik data diolah

dengan uji Kruskall Wallis.

Page 43: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Fisik dan Kimia

Karakteristik Fisik

Karakteristik fisik keripik daging meliputi rendemen, penyusutan bentuk

dan kekerasan objektif. Hasil analisis rendemen, penyusutan bentuk dan

kekerasan objektif disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2. Analisis rendemen, penyusutan bentuk dan kekerasan objektif keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda.

Lama penggorengan (menit)

No Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan 1. Rendemen A 60. 63 54.38 50.76 49.33 56.67 46.41 53.03 (%) B 52.81 49.63 55.39 58.53 58.53 51.22 54.35 C 62.29 54.20 47.47 47.00 52.00 44.17 51.19 Rataan 58.58 a 52.74 ab 51.21b 51.62 ab 55.73a 47.27 b

2. Penyusutan A 58.46 54.13 58.05 53.65 51.26 48.38 53,99 (%) B 63.08 56.90 52.79 54.77 53.73 47.55 54,80 C 73.81 59.10 57.88 51.01 56.08 52.88 58,46 Rataan 65.12 a 56.71 b 56.24 b 53.14 bc 53.69 bc 49.60 c

3. Kekerasan A 1 004.72 787.78 750.00 730.00 688.33 770.98 788.61 Objektif B 949.21 880.00 766.67 658.33 1 038.33 919.72 868.71 (gf) C 992.77 1 021.19 1 106.97 833.06 954.76 678.33 931.16 Rataan 982.24 896.32 874.51 740.46 788.61 789.,63

Keterangan : Angka yang diikuti superkrip pada baris yang sama menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 % Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5% Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Rendemen

Rendemen adalah berat keripik daging yang diperoleh dibandingkan

dengan berat daging olahan sebelum digoreng. Rendemen sangat dipengaruhi

oleh hilangnya air selama pemasakan, keadaan ini dipengaruhi oleh protein yang

dapat mengikat air selama penggorengan. Hal ini dimungkinkan karena jumlah

kolagen yang berbeda dalam proses gelatinisasi dan pembentukan matrik pati

protein.

Hasil analisis menunjukkan bahwa perlakuan tepung tidak memberikan

pengaruh yang nyata terhadap rendemen (Tabel 2). Rendemen keripik daging

Page 44: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

pada tepung A (konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15%) sebesar 53.03%,

tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung jagung

2.5 %) sebesar 54.35% dan tepung C (konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung

terigu 5% dan tepung maizena 5 %) sebesar 51.19%. Rendemen dipengaruhi

secara nyata (P<0.05) oleh lama penggorengan, semakin lama penggorengan

vakum maka semakin kecil rendemen keripik daging yang diperoleh. Pindah

panas secara konduksi yang terjadi di dalam produk yang digoreng selalu diikuti

dengan terjadinya pindah massa yang ditandai dengan hilangnya sejumlah

kandungan air karena penguapan. Hilangnya sejumlah kandungan air dari bahan

yang digoreng menyebabkan terjadinya penurunan massa bahan.

Penyusutan Bentuk

Penyusutan bentuk keripik daging merupakan adanya penurunan luas dari

produk yang digoreng dengan sebelum digoreng. Dari analisis diperoleh

penyusutan bentuk keripik daging tidak dipengaruhi secara nyata oleh jenis

tepung. Hal ini diduga dengan kombinasi persentase tepung yang sama tidak

menunjukkan adanya penyusutan yang nyata. Namun demikian, lama

penggorengan berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap penyusutan keripik daging.

Semakin lama penggorengan maka keripik daging semakin menyusut, hal ini

disebabkan semakin banyak air yang hilang selama penggorengan vakum.

Kekerasan Objektif

Menurut Soekarto (1990) besarnya nilai kekerasan merupakan besarnya

gaya tekan yang dibutuhkan untuk memecahkan produk padat. Kekerasan produk

berhubungan dengan kerenyahan, semakin rendah nilai kekerasan produk maka

produk semakin renyah. Kerenyahan merupakan parameter yang sangat penting

dalam penerimaan produk keripik daging yang diterima konsumen. Hasil analisis

nilai kekerasan objektif dilihat dari rataan lama penggorengan setiap jenis tepung

menunjukan tidak adanya perbedaan yang nyata. Jika dilihat dari lama

penggorengan mulai 10 – 60 menit besarnya gaya untuk memecahkan suatu

produk semakin kecil. Semakin kecil gaya untuk memecahkan produk maka

produk akan semakin renyah.

Page 45: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Tinggi rendahnya nilai gaya akan mempengaruhi sedikit dan banyaknya

renyahan (crust) yang terbentuk pada produk. Menurut Ketaren (1986) salah satu

fungsi minyak yang terserap untuk melunakkan permukaan kulit luar yang

terbentuk pada bahan yang digoreng.

Karakteristik Kimia

Karakteristik kimia keripik daging meliputi nilai proksimat (kadar abu,

kadar air, kadar protein, kadar lemak, kadar karbohidrat) pada lama penggorengan

menit ke-60, kadar air, kadar lemak dan bilangan peroksida.pada laju 10 sampai

dengan 60 menit.

Nilai Proksimat

Nilai proksimat daging olahan dan keripik daging dianalisis pada lama

penggorengan menit ke-60. Nilai Proksimat daging olahan sebelum digoreng dan

keripik daging dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai proksimat sampel daging olahan dan keripik daging

Kandungan Nutrisi (%) No. Sampel Tepung Air Abu Protein Lemak Karbohidrat 1. Daging Olahan A 72.47 2.35 16.21 2.52 6.45 B 70.53 2.77 16.65 2.44 8.11 C 73.25 2.47 14.19 2.44 7.65 2 Keripik Daging A 2.50 6.59 35.92 31.17 23.82 B 6.70 7.55 41.11 21.50 23.14 C 2.83 6.36 40.26 26.77 23.78

Keterangan : Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 % Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5% Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Sampel sebelum digoreng mempunyai kadar air yang tinggi berkisar antara

70.53 sampai dengan 73.25%, jika dibandingkan dengan sampel keripik daging

kadar air menurun secara drastis, hal ini disebabkan sampel daging yang dianalisis

dalam keadaan beku. Sampel keripik daging untuk kombinasi jenis tepung B

(kombinasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5% dan tepung maizena 2.5%)

mempunyai kadar air yang lebih tinggi dibanding dengan sampel keripik daging

Page 46: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

untuk tepung A dan C, hal ini menunjukkan adanya perbedaan sifat antara tepung

tapioka dengan kombinasi tepung tapioka, tepung terigu dan tepung maizena.

Perbedaan tersebut diduga kombinasi tepung tapioka, tepung terigu dan tepung

maizena menyerap air lebih banyak. Menurut Lee (1984) dalam Rustamadji

(1989) bahwa jenis pati yang ditambahkan akan menentukan gel yang didapat,

karena hal tersebut dapat mempengaruhi daya ikat air selama gelatinisasi dan

viskositas pati tergelatinisasi.

Kadar abu sampel sebelum digoreng berkisar antara 2.35 sampai 2.77 %,

sedangkan kadar abu keripik daging berkisar antara 6.36 sampai dengan 7.55 %.

Perbedaan kadar abu pada produk ini dipengaruhi oleh kandungan bahan baku

yang digunakan, dimana masing-masing bahan baku tersebut mempunyai

kandungan yang bervariasi. Kandungan mineral utama daging antara lain

kalsium, phosphor, kalium dan natrium. Penyebaran mineral ini dapat berada

dalam bentuk terlarut dan bentuk zat terlarut. Mineral yang tidak larut berasosiasi

dengan protein terutama pada bagian daging non lemak. Daging tidak berlemak

umumnya memiliki kandungan atau abu lebih tinggi. Proses pengolahan biasanya

tidak mengurangi kandungan mineral daging (de man 1989).

Protein merupakan kelompok nutrien yang sangat penting. Protein dalam

bahan pangan biasanya menentukan kualitas dari suatu produk terutama bahan

dasar berasal dari daging yang merupakan pangan sumber protein. Kadar protein

sampel sebelum digoreng berkisar antara 14.19 sampai dengan 19.65 %,

sedangkan sampel keripik daging berkisar antara 35.92 sampai dengan 41.11 %.

Protein dapat meningkat dengan adanya penambahan bahan lain yang

mengandung protein. Naruki dan Konani (1991) menerangkan bahwa kolagen

merupakan protein yang tahan terhadap panas.

Kadar lemak sampel daging olahan berkisar antara 2.44 sampai 2.52%

sedangkan keripik daging berada kisaran 21.50 sampai dengan 31.17%.

Bertambahnya kadar lemak keripik daging dikarenakan minyak menggantikan

ruang kosong tempat air yang menguap karena adanya proses penggorengan.

Selama proses penggorengan berlangsung, minyak meresap ke dalam daerah crust

dan sebagian mengisi ruang-ruang kosong yang terjadi akibat hilangnya air

(Robertson 1967). Hal serupa disampaikan Fellows (1992) selama penggorengan

Page 47: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

suhu permukaan bahan meningkat dan air menguap yang menjadikan permukaan

mengering.

Kadar Air

Analisis kadar air untuk jenis tepung pada berbagai lama penggorengan

disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa lama

penggorengan memberikan pengaruh yang nyata (P<0.05) terhadap penurunan

kadar air. Penurunan kadar air keripik daging pada awal penggorengan sampai

menit ke-20 terjadi sangat cepat, selanjutnya kadar air bahan konstan sampai akhir

penggorengan dengan rataan sebesar 3.32 %. Hal ini menunjukkan adanya

perbedaan sifat pada jenis tepung yang digunakan.

Tabel 4. Analisis kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

Lama penggorengan (menit)

Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan

Kadar Air (%) A 7.77 4.08 3.67 2.89 2.83 2.60 3.97

B 8.81 3.82 4.04 2.96 3.12 3.78 4.42

C 18.65 4.63 5.92 4.11 3.61 3.57 6.75

Rataan 11.74a 4.18 b 4.54 b 3.32 b 3.19 b 3.32 b

Keterangan : Angka yang diikuti superskrip menunjukkan adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 % Tepung B: Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5% Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Kombinasi antara tepung tapioka (5%), tepung terigu (5%) dan tepung

maizena (5%) menyebabkan kadar air meningkat dibandingkan dengan

penggunaan jenis tepung A dan tepung B. Perbedaan tersebut bahwa kombinasi

jenis tepung C menyerap air lebih banyak. Lee (1984) dalam Rustamadji (1989)

menerangkan bahwa jenis pati yang ditambahkan akan menentukan gel yang

didapat, karena hal tersebut mempengaruhi daya ikat air selama gelatinisasi dan

viskositas pati tergelatinisasi. Histogram penurunan kadar air keripik daging pada

jenis tepung dan lama penggorengan terlihat pada Gambar 8.

Page 48: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

0.002.004.006.008.00

10.0012.0014.0016.0018.0020.00

10 20 30 40 50 60

Lama Penggorengan (menit)

Kada

r Air

(%)

Tepung ATepung BTepung C

Gambar 8 Histogram kadar air keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda

Menurut Supriyanto et al. (2006) air yang berada di permukaan bahan akan

menjadi uap karena adanya kontak langsung dengan minyak goreng, akibatnya

konsentrasi air pada permukaan bahan selalu lebih rendah dibandingkan

konsentrasi air yang berada di dalam bahan. Massa air akan terdifusi dari dalam

ke permukaan bahan sebagai kadar air akhir produk goreng.

Kadar Lemak

Kadar lemak keripik daging menunjukkan tidak adanya pengaruh yang

nyata. Menurut Pinthus, Weinberg and Saguy et al.(1993) dalam Mellema

(2003) volume dari lemak seimbang dengan total volume air yang keluar dari

bahan yang digoreng. Menurut Moeira, Palau dan Sun et al. 1995; Soulthern et

al. 2000 dalam Mellema (2003) secara tidak langsung penguapan air dapat

berakibat dari rusaknya permukaan dan kadar lemak akan sebanding dengan kadar

air yang menguap selama penggorengan.

Analisis kadar lemak keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda disajikan pada Tabel 5.

Page 49: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Tabel 5. Analisis kadar lemak untuk jenis tepung pada berbagai lama penggorengan

Lama penggorengan (menit) Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan

Kadar Lemak (%) A 29.05 30.86 28.08 28.93 23.74 23.74 27.40 B 23.19 28.89 29.90 29.55 29.48 28.12 28.19 C 22.05 22.92 23.86 26.24 26.34 30.63 25.34

Rataan 24.76 27.56 27.28 28.24 26.52 27.50 Keterangan : Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 %

Tepung B : Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5% Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Kadar lemak pada keripik daging dengan penggunaan jenis tepung A, B dan

C pada lama penggorengan 10 – 60 menit mempunyai rataan sebesar 24.76 –

28.24%. Menurut Markinson et al. (1987) kadar lemak meningkat dengan adanya

energi yang termetabolis dari produk pangan yang digoreng. Produk pangan yang

digoreng yang berasal dari tumbuhan dan hewan jika dibandingkan setelah

digoreng selama 10, 30 dan 70 detik pada suhu 175 °C, kadar lemak meningkat

dengan meningkatnya lama penggorengan. Pangan yang berasal dari tumbuhan

dapat menyerap lemak lebih tinggi dibanding pangan yang berasal dari hewan.

Tingginya kadar lemak setelah hasil penelitian pada penggorengan tomat (35 – 75

%) dan jamur (65 – 80 %). Kadar lemak pada kentang goreng lebih rendah (15 –

36 %) namun masih lebih tinggi kadar lemaknya dibanding pada ayam goreng

(10 – 30%) dan daging sapi goreng (10 – 25%).

Pada keripik tortila 20 % dari minyak masuk ke dalam bahan pada saat

akhir penggorengan, sementara yang 80 % tersisa pada permukaan dari produk.

Bertambahnya kadar lemak pada keripik daging dikarenakan minyak

menggantikan ruang kosong akibat air yang menguap saat penggorengan.

Menurut Robertson (1967) selama proses penggorengan berlangsung minyak

meresap ke dalam permukaan bahan yang digoreng dan mengisi sebagian ruang

kosong akibat hilangnya air. Sedangkan menurut Markinson (1987) kadar lemak

pada bakso yang digoreng sebesar 10 – 25%. Pada penelitian Santosa, Y T (2005)

kadar lemak keripik dengan diameter 3 mm mempunyai kadar lemak berkisar

25.41% sedangkan untuk ketebalan 4 mm berkisar 26.65%.

Page 50: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Bilangan Peroksida

Analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan lama

penggorengan yang berbeda

Lama penggorengan (menit) Peubah Tepung 10 20 30 40 50 60 Rataan Bilangan Peroksida A 31.13 a 34.77a 28.16 b 30.04 b 37.02 a 29.54 b 31.78 a

(mg/kg) B 33.47 a 18.37 c 28.46 b 30.61 b 38.54 a 29.59 b 29.83 b C 15.66 c 22.46 c 32.22 a 27.63b 33.69a 33.56 a 27.54 b

Rataan 26.75c 25.20 c 29.61 b 29.43 b 35.87 a 30.76 b Keterangan : Angka yang diikuti superskrip pada baris dan kolom menunjukkan adanya

perbedaan yang nyata (P<0.05) Tepung A : Konsentrasi tepung tapioka sebanyak 15 % Tepung B: Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5% Tepung C : Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%

Hasil analisis bilangan peroksida keripik daging pada jenis tepung dan

lama penggorengan yang berbeda menunjukkan adanya perbedaan yang nyata

(P<0.05) dan terjadi interaksi diantara keduanya. Keripik daging dengan

perlakuan tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) mempunyai rataan bilangan

peroksida sebesar 31.78 mg/kg, tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%,

tepung terigu 5% dan tepung maizena 5%) mempunyai rataan bilangan peroksida

29.83 mg/kg sedangkan tepung C (konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu

5% dan tepung maizena 5%) mempunyai rataan bilangan peroksida sebesar 27.54

mg/kg. Menurut Ketaren (1986) peroksida tidak terbentuk pada proses ionisasi

radiasi dalam suasana vakum, namun adanya air akan mempercepat pembentukan

peroksida dari persenyawaan asam lemak tidak jenuh. Nilai bilangan peroksida

dari keripik daging yang dihasilkan dipengaruhi oleh ketersediaan oksigen dalam

tabung penggorengan karena proses penggorengan dilakukan secara vakum

ketersediaan oksigen dapat dikurangi. Menurut Nawar (1996) reaksi oksidasi

dipengaruhi oleh tekanan oksigen, suhu dan luas permukaan yang bersinggungan.

Pendapat Ketaren (1986) senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh

panas sehingga minyak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil

peroksida. Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan

destruksi beberapa macam vitamin, selain itu juga dapat mempercepat proses

Page 51: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki. Jika jumlah peroksida

lebih dari 100 mh/kg akan bersifat racun.

Grafik pengaruh jenis tepung dan lama penggorengan terhadap bilangan

peroksida keripik daging dapat dilihat pada Gambar 9.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

10 20 30 40 50 60

LAMA PENGGORENGAN (MENIT)

BILA

NGAN

PER

OKS

IDA

Tepung ATepung BTepung C

Gambar 9. Grafik pengaruh jenis tepung dan lama penggorengan yang berbeda

terhadap bilangan peroksida keripik daging

Nilai bilangan peroksida meningkat pada lama penggorengan 50 menit untuk

ketiga perlakuan jenis tepung yang digunakan. Proses oksidasi dapat berlangsung

bila ada kontak langsung antara sejumlah oksigen dengan lemak. Oksidasi

biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida, jadi

kenaikan bilangan peroksida merupakan indikator bahwa minyak sebentar lagi

akan berbau tengik (Ketaren 1986). Minyak goreng yang digunakan berjam-jam

bahkan berhari-hari akan terjadi degradasi secara intensif. Lemak juga merupakan

bahan yang mudah teroksidasi pada suhu penggorengan yang tinggi. Namun

perubahan oksidatif dari fraksi lemak adalah kecil tergantung dari jumlah asam

lemak tidak jenuh yang mempunyai banyak ikatan rangkap. Menurut Pikul dan

Niewiarowicz (1990) di dalam penelitiannya pada lemak daging ayam yang

mempunyai banyak ikatan rangkap memperlihatkan adanya perubahan setelah

penggorengan, yaitu dengan meningkatnya reaksi TBA (thiobarbituric acid).

Kualitas minyak goreng juga sangat penting, minyak goreng yang digunakan pada

waktu yang lama akan meningkatkan oksidasi pada produk yang digoreng.

Page 52: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Penilaian organoleptik terhadap keripik daging

Penilaian organoleptik keripik daging yang terdiri dari tiga perlakuan jenis

tepung yang digunakan pada penelitian ini dilakukan melalui uji hedonik atau uji

kesukaan. Dalam uji ini, panelis diminta untuk mengungkapkan tanggapan

pribadinya tentang kesukaan atau sebaliknya ketidaksukaan terhadap keripik

daging. Penilaian meliputi warna, aroma, tekstur, rasa dan kerenyahan dari

masing-masing produk.

Warna

Hasil analisis Kruskall Wallis untuk penilaian warna menunjukkan tidak

adanya perbedaan yang nyata (P<0.05) untuk perlakuan 3 jenis tepung yang

digunakan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian warna yang agak

disukai (skor 3) untuk keripik daging jenis tepung A (Konsentrasi tepung tapioka

15 %) karena sifat dari tepung tapioka yang banyak mengandung amilopektin

yang salah satu sifatnya sangat jernih sehingga dapat mempertinggi mutu

penampilan produk akhir sedangkan tidak disukai untuk keripik daging jenis

tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5% dan tepung

maizena 2.5%) dan tepung C (konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5%

dan tepung maizena 5%). Hal tersebut diduga karena adanya reaksi antara grup

amino dan karbohidrat. Reaksi antara protein dan gula hampir seluruhnya

menimbulkan reaksi warna coklat atau sering disebut reaksi Maillard (Parker

2003). Semua zat makanan yang digoreng akan menyumbangkan zat-zat seperti

gula, pati dan protein, zat-zat yang terekstrak dari makanan akan mengalami

warna pencoklatan sendiri atau bereaksi dengan minyak yang menyebabkan

minyak menjadi gelap. Minyak juga dapat berkontribusi terhadap perubahan

warna bahan selama penggorengan. Menurut Analisis dengan menggunakan test

median diperoleh Gambar 10 di bawah ini.

Page 53: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Gambar 10. Grafik tes median penilaian warna keripik daging

Hasil tes median panelis penilaiannya terhadap keripik daging perlakuan

tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) berada di atas median sebanyak

51.11% sedangkan dibawah dan sama dengan median sebanyak 49.99%.

Penilaian panelis terhadap warna keripik daging mulai tidak suka sampai agak

suka. Penilaian warna keripik daging perlakuan tepung B (konsentrasi tepung

tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%) berada di atas

median sebanyak 49.99% sedangkan di bawah dan sama dengan median

sebanyak 51.11%. Penilaian panelis terhadap warna keripik daging mulai tidak

suka sampai suka. Penilaian warna keripik daging perlakuan tepung C

(Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) di

atas median 46.67% sedangkan di bawah dan sama dengan median 53.33%.

Penilaian panelis terhadap warna keripik daging mulai tidak suka sampai agak

suka.

Aroma

Aroma dapat mempengaruhi pemilihan dan kesukaan konsumen terhadap

suatu produk. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aroma keripik daging jenis

tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) dan tepung B (konsentrasi tepung

tapioka 10%, tepung terigu 2.5% dan tepung maizena 2.5%) penilaian panelis

agak suka (skor 3) sedangkan penilaian keripik daging tepung C dengan penilaian

Jenis Tepung C B A

6

5

4

3

2

1

0

Peni

laia

n W

arna

Page 54: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

netral (skor 2). Hasil analisis Kruskall Wallis menunjukkan adanya perbedaan

yang nyata (P<0.05) dengan menggunakan test median diperoleh Gambar 11.

Gambar 11. Grafik tes median penilaian aroma keripik daging

Penilaian aroma keripik daging perlakuan tepung A (konsentrasi tepung

tapioka 15%) berada di atas median sebanyak 42.22% sedangkan di bawah dan

sama dengan median sebanyak 57.88% atau penilaian panelis terhadap aroma

keripik daging mulai netral sampai suka. Penilaian aroma keripik daging

perlakuan tepung B (Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan

tepung maizena 2.5%) di atas median 43.33% sedangkan di bawah dan sama

dengan median 46.67% atau penilaian panelis terhadap aroma keripik daging

mulai netral sampai suka. Penilaian warna keripik daging perlakuan tepung C

(Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) di

atas median 30.00% sedangkan di bawah dan sama dengan median 70.00% atau

penilaian panelis terhadap aroma keripik daging mulai netral sampai suka.

Tekstur

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penilaian tekstur disukai (skor 4)

untuk keripik daging jenis tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) dan B

C B A

6

5

4

3

2

1

0

Jenis Tepung

Peni

laia

n A

rom

a

Page 55: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

(konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan tepung maizena 2.5%)

sedangkan untuk jenis tepung C (Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5

% dan tepung maizena 5%) penilaian agak disukai (skor 3). Keripik daging pada

tepung A dan B mempunyai konsentrasi tepung tapioka yang lebih banyak

dibanding kombinasi C. Hal tersebut dapat mempengaruhi terhadap tekstur yang

dihasilkan, karena sifat dari tepung tapioka memiliki daya pemekat yang tinggi

serta tidak mudah rusak atau pecah. Penilaian tekstur dengan menggunakan test

median diperoleh Gambar 12.

Gambar 12. Grafik tes median penilaian tekstur keripik daging

Penilaian tekstur keripik daging perlakuan tepung A (konsentrasi tepung

tapioka 15%) berada di atas median sebanyak 52.22% sedangkan di bawah dan

sama dengan median sebanyak 47.78% atau penilaian panelis terhadap tekstur

keripik daging mulai netral sampai suka. Penilaian warna keripik daging

perlakuan tepung B (Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan

tepung maizena 2.5%) di atas median 52.22% sedangkan di bawah dan sama dengan

median 47.78% atau penilaian panelis terhadap tekstur keripik daging mulai agak

suka sampai suka. Penilaian warna keripik daging perlakuan tepung C

(Konsentrasi tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) di

Jenis Tepung

C B A

7

6

5

4

3

2

1

0

91 92 93 94 95

Peni

laia

n T

ekst

ur

Page 56: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

atas median 35.56% sedangkan di bawah dan sama dengan median 64.44% atau

penilaian panelis terhadap tekstur keripik daging mulai tidak suka sampai agak

suka.

Rasa Rasa merupakan faktor yang menentukaan dalam keputusan akhir

konsumen untuk menerima atau menolak makanan. Penilaian rasa pada keripik

daging untuk jenis tepung A (konsentrasi tepung tapioka 15%) dan C (Konsentrasi

tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) adalah disukai (skor

4), sedangkan untuk tepung B (konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 %

dan tepung maizena 2.5%) penilaian agak disukai (skor 3), dengan menggunakan

test median pada Gambar 13.

Gambar 13. Grafik tes median penilaian rasa keripik daging

Menurut Winarno (1997) rasa dipengaruhi oleh komponen-komponen

penyusun makan seperti protein, lemak, protein, lemak, vitamin dan lainnya.

Rasa merupakan faktor penentu utama daya terima konsumen terhadap produk

pangan (Pearson dan Tauber 1984).

Penilaian rasa keripik daging perlakuan tepung A (konsentrasi tepung

tapioka 15%) berada di atas median sebanyak 52.22% sedangkan di bawah dan

Jenis Tepung C B A

7

6

5

4

3

2

1

0

91 92 93 94 95 121 122 151 152 153 154 155 156 157

1

1 2 3 4 5 6 7 8 9 31 61

90

Peni

laia

n R

asa

Page 57: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

sama dengan median sebanyak 47.78% atau penilaian panelis terhadap rasa

keripik daging mulai agak suka sampai suka. Penilaian warna keripik daging

perlakuan tepung B (Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 % dan

tepung maizena 2.5%) di atas median 52.22% sedangkan di bawah dan sama dengan

median 47.78% atau penilaian panelis terhadap rasa keripik daging mulai agak suka

sampai suka. Penilaian warna keripik daging perlakuan tepung 3 (Konsentrasi

tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) di atas median

44.44% sedangkan di bawah dan sama dengan median 54.54% atau penilaian panelis

terhadap rasa keripik daging mulai netral sampai suka.

Kerenyahan

Kerenyahan keripik berdasarkan bunyi yang ditimbulkan jika produk

dipatahkan, semakin tinggi daya patah pada angka tertentu akan menurunkan

tingkat kerenyahan. Hal ini terjadi karena pada makanan kering seperti keripik

timbulnya bunyi disebabkan adanya rongga sel yang kaku dan rapuh yang berisi

udara apabila diberikan gaya dari luar, sel-sel akan patah dan menimbulkan

getaran udara pada rongga-rongga tersebut. Getaran ini akan menghasilkan bunyi

renyah yang penyaringannya tergantung pada kekakuan sel (Vickers 1974),

Penilaian kerenyahan berdasarkan hasil analisis Kruskall Wallis menunjukkan

adanya perbedaan yang nyata (P<0.05), penilaian kerenyahan mempunyai

penilaian disukai (skor 4), dengan menggunakan test median pada Gambar 14.

Penilaian kerenyahan keripik daging perlakuan tepung A (konsentrasi

tepung tapioka 15%) berada di atas median sebanyak 52.22% sedangkan di

bawah dan sama dengan median sebanyak 47.78% atau penilaian panelis terhadap

kerenyahan keripik daging mulai agak suka sampai suka. Penilaian warna keripik

daging perlakuan tepung B (Konsentrasi tepung tapioka 10%, tepung terigu 2.5 %

dan tepung maizena 2.5%) di atas median 52.22% sedangkan di bawah dan sama

dengan median 47.78% atau penilaian panelis terhadap kerenyahan keripik daging

mulai agak suka sampai suka.

Page 58: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Gambar 14. Grafik tes median kerenyahan keripik daging

Penilaian kerenyahan keripik daging perlakuan tepung C (Konsentrasi

tepung tapioka 5%, tepung terigu 5 % dan tepung maizena 5%) di atas median

44.44% sedangkan di bawah dan sama dengan median 54.54% atau penilaian panelis

terhadap kerenyahan keripik daging mulai agak suka sampai suka. Penilaian

kerenyahan pada keripik daging dengan menggunakan tepung A (konsentrasi

tepung tapioka 15 %) mmpunyai nilai dengan tingkat kesukaan yang lebih tinggi

dibanding keripik dengan kombinasi tepung B dan C. Hal ini disebabkan tepung

tapioka mempunyai sifat tidak mudah mengumpal pada suhu normal pasta dari

amilopektin tidak mudah mengumpal dan kembali menjadi keras sehingga produk

mejadi lebih renyah.

Jenis Tepung C B A

7

6

5

4

3

2

1

0

1 2 31 32 33 34 35 36 61 62

30 29 28

Peni

laia

n K

eren

yaha

n

Page 59: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

SIMPULAN • Jenis tepung tidak mempengaruhi sifat fisik keripik daging

• Lama penggorengan mempengaruhi sifat fisik keripik daging kecuali

kekerasan objektif.

• Jenis tepung tidak mempengaruhi sifat kimia keripik daging kecuali bilangan

peroksida

• Lama penggorengan mempengaruhi sifat kimia keripik daging kecuali kadar

lemak.

• Sifat fisik dan kimia keripik daging tidak dipengaruhi oleh interaksi jenis

tepung dan lama penggorengan.

Page 60: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

DAFTAR PUSTAKA

Aberle ED, Forrest JC, Gerrard DE, Mills EW. 2001. Principles of Meat Science.

Fourth Ed. Dubuque, IOWA : Kendall/Hunt publishing Company. AOAC. 1995. Official methods of analysis of the Association of Official

Analylitical Chemists. Washington D.C.: AOAC. Buck DF. 1991. Antioxidants. In: M.J. Smith (Ed). Food Additive User’s

Handbook. Glasgow : Blackie Academic and Professional. Buckle KA, Edward RA, Fleet GH, Wotton M. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan.

Purnomo H Adiono. Jakarta : UI Press Carballo J, Fernandez P, Baretto G, Solas MT, Colmenero FJ. 1996. Morphology

and Texture of Bologna Sausage as Related to Content of Fat, Starch and Egg White. Journal Food Science. 61(3): 652-655

Costa, R M., Fernanda, A R.. Delaney, O., Gekas, V. 1999. Analysis of The Heat

Transfer Coeficient during Patato Frying. Journal of Food Engineering 39 : 293-299

Dallal DB 1981. Blacks Agriculture Dictionary. Second Edition. New Delhi

India : Jaypee Brither. Fellows, PJ. 1992. Food Processing Tecnology. Principles and Practise. London

: Ellis Horwood. Keeton, J T. 2001. Formed and Emulsion Products. Sams, A R (Ed). Poultry

Meat Processing. New York : CRC Press Ketaren S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta :

Universitas Indonesia Press. Lawrie RA. 2003. Ilmu Daging. Edisi Ke-5. Terjemahan A. Parrakasi. Jakarta :

Universitas Indonesia Press. McWilliams, M . 2001. Foods Experimental Perspektives. New Jersey : Prentise

Hall Matz SA. 1984. Snack Food Technology. 2nd Edition. Westfort, Connecticut : AVI

Pub. Co., Inc.. Mellema M. 2003. Mechanism and Reduction Fat uptake in deep fat fried foods.

Netherlands : Unilever Research Vlaardingen.

Page 61: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Moreira, R G., Barufet, M A 1996. Spatial Distribution of Oil after Deep Fat Frying Tortilla Chips From a Stochastic Model. Journal of Food Engineering 31 : 485 - 498

Nawar WW. 1996. Lipids In O.R. Fennema (Ed) Food Chemistry. 3rd Edition.

Marcel Dekker, New York. Naruki S, Konani, S. 1991. Kimia dan Teknologi Pengolahan Hewan. PAU

Pangan dan Gizi. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada. Ockerman HW. 1983. Chemistry of Meat Tissue. 10th ed. Department of Animal

Science. The Ohio State University and The Ohio Agricultural Research and Development Center.

Parker R. 2003. Introduction to Food Science. Dilmar Pearson AM, Tauber FW. 1984. Processed Meats. Wesport, CT : The Avi

Publishing Co., Inc. Pinthus, E J., Sagui, I S. 1995. Oil Uptake in Deep Fat Frying as Affected by

Porosity. Journal of Food Science Rahayu WP. 1998. Petunjuk Praktikum Penilaian Organoleptik Jurusan

Teknologi Pangan dan Gizi. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian, IPB. Robertson J, Ratcliff D, Bouton PE, Harris PV, Shorthose WR. 1986. A

comparism of Some Properties of Meat from Young Buffalo (Bubalis bubalis) and Cattle. Journal Food Science 51,47-57

Rustamaji E. 1989. Karakterisasi Jaringan Daging Ikan Tenggiri

(Scomberomorus commersoni). [skripsi]. Bogor : Fakultas Teknologi Pertanian. IPB.

Sahin, S., Sastry, S K., Bayindirli, L. 1999. The Determinations of Convective

Heat Transfer Coeficient During Frying. Journal of Food Engineering Siahaan D. 1988. Mengkaji Pengaruh Suplementasi Protein Terhadap

Karakteristik Fisika Kimia dan Organoleptik Keripik Sagu. [Skripsi]. Fateta, IPB

Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Yogyakarta : Gadjah Mada

University Press Steel RGD, Torrie JH. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistika. Jakarta: PT

Gramedia Pustaka Utama. Susanti KK. 1990. Nutrition Aspect of Soy Fiber. Buletin Penelitian dan

Pengembangan Teknologi Pangan 8 (19) : 20

Page 62: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Supriyanto, Rahardjo B, Marsono. 2006. Pemodelan Matematik Transfer Panas

dan Massa pada Proses Penggorengan Bahan Makanan Berpati. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan 17 (1):28-37

Underriner E.W, Hume I.R.. 1994. Handbook of Industrial Seasonings. London

: Blackie Academic & Professional. Whitaker, S. Harnett P H, Irvine T F, editor 1977. Simultaneous Heat, Mass and

momentum Transfer in Porous Media : A Theory of Drying in Advantaces in Heat Transfer. Academic Press pp: 119-202

Wilson NRP, Dyett EJ, Hughes RB, Jones CRV. 1981. Meat and Meat Products.

London : Applied Science Publisher.

Page 63: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Lampiran 1 Kuesioner Penilaian Organoleptik Uji Hedonik

U 1 Nama : Tanggal : Petunjuk : 1. Di hadapan saudara terdapat 6 sampel.

2. Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap masing-msing sampel berdasarkan kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan kerenyahan.

3. Berilah tanda checklist (√) sesuai dengan kesan yang dicicipi. 4. Setelah mencicipi stu sampel, saudara harap minum air putih yang telah

disediakan untuk menetralkan sebelum mencicipi sampel berikutnya.

Kode Sampel Penilaian Warna 7 9 11

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Aroma 7 9 11

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Tekstur 7 9 11

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Rasa 7 9 11

Tidak Suka Netral Agak Suka

Page 64: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Kerenyahan 7 9 11

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Page 65: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Kuesioner Penilaian Organoleptik Uji Hedonik U 3 Nama : Tanggal : Petunjuk : 1. Di hadapan saudara terdapat 6 sampel.

2. Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap masing-msing sampel berdasarkan kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan kerenyahan.

3. Berilah tanda checklist (√) sesuai dengan kesan yang dicicipi. 4. Setelah mencicipi stu sampel, saudara harap minum air putih yang telah

disediakan untuk menetralkan sebelum mencicipi sampel berikutnya.

Kode Sampel Penilaian Warna 8 10 12

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Aroma 8 10 12

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Tekstur 8 10 12

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Page 66: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Kode Sampel Penilaian Rasa

8 10 12 Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Kerenyahan 8 10 12

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Page 67: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Kuesioner Penilaian Organoleptik Uji Hedonik U 2 Nama : Tanggal : Petunjuk : 1. Di hadapan saudara terdapat 6 sampel.

2. Saudara dimohon untuk memberikan penilaian terhadap masing-msing sampel berdasarkan kesukaan terhadap warna, aroma, tekstur, rasa dan kerenyahan.

3. Berilah tanda checklist (√) sesuai dengan kesan yang dicicipi. 4. Setelah mencicipi stu sampel, saudara harap minum air putih yang telah

disediakan untuk menetralkan sebelum mencicipi sampel berikutnya.

Kode Sampel Penilaian Warna 6 4 2

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Aroma 6 4 2

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Tekstur 6 4 2

Page 68: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Rasa 6 4 2

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Kode Sampel Penilaian Kerenyahan 6 4 2

Tidak Suka Netral Agak Suka Suka Sangat Suka Amat Sangat Suka

Page 69: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Lampiran 2 Analisis ragam rendemen keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 91.05 45.53 0.81 0.4536 LP 5 688.70 137.74 2.44 0.0525 Tep*LP 10 570.27 57.03 1.01 0.4523 Lampiran 3 Analisis ragam penyusutan keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 204.28 102.14 1.87 0.1693 LP 5 1 239.29 247.86 4.53 0.0026 Tep*LP 10 365.19 36.52 0.67 0.7465 Lampiran 4 Analisis ragam kekerasan objektif keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 183 827.17 91 913.59 0.84 0.4383 LP 5 331 267.19 66 253.44 0.61 0.6939 Tep*LP 10 483 332.71 48 333.27 0.44 0.9142 Lampiran 5 Analisis ragaman kadar air keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 80.01 40.00 3.00 0.0621 LP 5 497.44 99.49 7.47 0.0001 Tep*LP 10 152.40 15.24 1.14 0.3584 Lampiran 6 Analisis ragam kadar lemak keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 77.83 38.91 1.20 0.3132 LP 5 66.62 13.32 0.41 0.8382 Tep*LP 10 307.80 30.78 0.95 0.5026 Lampiran 7 Analisis ragam bilangan peroksida keripik daging

Sumber Keragaman DB JK KT F Hit Pr > F Tep 2 865.79 432.90 4.78 0.0145 LP 5 2 727.54 545.51 6.07 0.0004 Tep*LP 10 2 283.96 228.40 2.52 0.0205

Page 70: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Lampiran 8 Uji kruskall-wallis penilaian warna Perlakuan N Sum of

Scores Ecpected

Under HO Std Dev Mean

Score 1 90 12 384.00 12 195.00 584.48 133.60 2 90 12 242.50 12 195.00 584.48 136.03 3 90 11 958.50 12 195.00 584.48 132.87

Kruskall – wallis test (Chi Square Approximation) Chisquare = 0.18 DF = 2 Prob > Chi Square = 0.9124 Lampiran 9 Uji kruskall-wallis penilaian aroma Perlakuan N Sum of

Scores Ecpected

Under HO Std Dev Mean

Score 1 90 12 316.00 12 195.00 582.70 136.84 2 90 13 358.50 12 195.00 582.70 148.42 3 90 10 911.50 12 195.00 582.70 121.23

Kruskall – wallis test (Chi Square Approximation) Chisquare = 5.92 DF = 2 Prob > Chi Square = 0.0518 Lampiran 10 Uji kruskall-wallis penilaian tekstur Perlakuan N Sum of

Scores Ecpected

Under HO Std Dev Mean

Score 1 90 12 510.50 12 195.00 574.38 139.01 2 90 12 921.00 12 195.00 574.38 143.57 3 90 11 153.50 12 195.00 574.38 123.93

Kruskall – wallis test (Chi Square Approximation) Chisquare = 3.46 DF = 2 Prob > Chi Square = 0.1774 Lampiran 11 Uji kruskall-wallis penilaian rasa Perlakuan N Sum of

Scores Ecpected

Under HO Std Dev Mean

Score 1 90 13 036.00 12 195.00 587.76 144.84 2 90 12 247.00 12 195.00 587.76 136.08 3 90 11 302.50 12 195.00 587.76 125.58

Kruskall – Wallis Test (Chi Square Approximation) Chisquare = 2.91 DF = 2 Prob > Chi Square = 0.2335

Page 71: PRODUKSI KERIPIK DAGING DENGAN PERLAKUAN JENIS … · Penulis dilahirkan pada tanggal 11 Juni 1968, di Kota Bandung, Jawa Barat. Penulis adalah anak kelima dari lima bersaudara dari

Lampiran 12 Uji Kruskall-Wallis Penilaian Kerenyahan Perlakuan N Sum of

Scores Ecpected

Under HO Std Dev Mean

Score 1 90 13 819.00 12 195.00 578.28 153.54 2 90 11 537.50 12 195.00 578.28 128.19 3 90 11 228.50 12 195.00 578.28 124.76

Kruskall – Wallis Test (Chi Square Approximation) Chisquare = 7.98 DF = 2 Prob > Chi Square = 0.0185