Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

29

Click here to load reader

Transcript of Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

Page 1: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

Produksi dan Penyimpanan Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens)

Makalah Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah Teknologi

Benih

Disusun Oleh:

Eka Purnamasari

Masyar Qoti

Abdul Rohim

Yudi Rizmansyah

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS BANDUNG RAYA

2014

Page 2: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

BAB I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Cabai rawit (Capsicum frutescens) saat ini ditanam di berbagai wilayah di Indonesia,

di wilayah perkotaanpun cabai rawit sudah beralih fungsi selain sebagai tanaman pangan,

juga berfungsi sebagai estetika di halaman-halaman rumah dan menjadi hobi baru bagi

sebagian ibu rumah tangga untuk berkebun di halaman. Selain rasa pedas yang jadi favorit

sebagian besar masyarakat, cabai rawit yang mudah dibudidayakan juga memiliki nilai jual

yang cukup tinggi. Rubatzky dan Yamaguchi (1999) menyatakan spesies yang banyak

dibudidayakan adalah Capsicum annuum, C. frutescens, C. chinense, C. baccatum, dan C.

pubescens. Dari kelima spesies tersebut, C. frutescens adalah spesies yang paling banyak

dibudidayakan dan mempunyai nilai ekonomi penting di Indonesia.

Cabai rawit (Capsicum frutescens L.) merupakan salah satu komoditas hortikultura

yang memiliki nilai jual yang cukup tinggi, meskipun harganya terkadang fluktuatif akan

tetapi komoditi ini merupakan salah satu jenis sayuran favorit masyarakat Indonesia. Seperti

yang dikatakan Harpenas dan Dermawan (2009) bahwa permintaan cabai yang tinggi untuk

kebutuhan bumbu masak, industri makanan, dan obat-obatan merupakan potensi untuk

meraup keuntungan, tak heran jika cabai rawit merupakan komoditas hotikultura yang

mengalami harga fluktuasi paling tinggi di Indonesia.

Dewasa ini cabai tidak hanya dimakan segar, tetapi sudah banyak diolah menjadi

berbagai produk olahan, seperti saos cabai, sambal cabai, pasta cabai, dan bubuk cabai.

Aneka industri yang meproduksi makanan itupun bermunculan, sehingga kebutuhan akan

cabai meningkat, peningkatan kebutuhan cabai menyebabkan harga yang tidak terjangkau,

Page 3: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

pasokan cabai yang tidak pernah stabil dan kontinyu juga menjadi penyebab fluktuasi harga

(Wiryanta, 2005) (Arifin, 2010).

Untuk memperoleh produksi yang tinggi dengan kualitas yang baik dibutuhkan juga

benih dengan kualitas tinggi pula. Keberhasilan usaha tani cabai salah satunya ditentukan

oleh kualitas benih (Kusandriani dan Muharam, 2005). Oleh karena itu berbagai faktor

budidaya harus diperhatikan, salah satunya adalah teknik penyimpanan benih yang baik bagi

tanaman cabai rawit itu sendiri.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha tani cabai merah adalah

ketersediaan benih bermutu tinggi. Untuk mendapatkan benih tersebut, selain diperlukan

benih sumber dengan mutu genetik tinggi, perlu diperhatikan juga cara budidaya tanaman

yang optimal, pemeliharaan, panen, pasca panen, dan penyimpanan benih yang baik

(Kusandriani dan Muharam, 2005). Benih yang bermutu tinggi yaitu benih yang memiliki

viabilitas dan vigor yang tinggi. Faktor-faktor yang mempengaruhi viabilitas dari benih

adalah viabilitas awal benih, tingkat kemasakan benih saat panen, lingkungan sebelum panen,

dan lingkungan selama periode penyimpanan benih (Tim Pengampu, 2011).

Bagi petani tradisional benih didapatkan dengan cara mengambil benih dari biji secara

langsung dari buah cabai lalu dikeringkan dan disimpan untuk ditanam di musim yang tepat,

sedangkan beberapa petani modern lebih memilih membeli benih yang sudah bersertifikasi

dimana kualitas dan mutu benih sudah terjamin.

Pengelolaan yang efektif selama periode pascapanen adalah kunci keberhasilan untuk

mencapai tujuan di atas. Produk yang diperlakukan dengan baik dan dalam kondisi yang baik

dapat relatif bertahan dari stres waktu, suhu, penanganan, transportasi dan mikroorganisme

pembusuk selama proses pendistribusiannya. Dengan demikian fase pascapanen adalah

Page 4: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

sangat penting bagi petani, pedagang besar, pengecer dan konsumen (Utama, 2005) (Arifin,

2010).

Periode pascapanen adalah mulai dari produk tersebut dipanen sampai produk tersebut

dikonsumsi atau diproses lebih lanjut. Cara penanganan dan perlakuan pascapanen sangat

menentukan mutu yang diterima konsumen dan juga masa simpan atau masa pasar. Namun

demikian, periode pascapanen tidak bisa terlepas dari sistem produksi, bahkan sangat

tergantung dari sistem produksi dari produk tersebut. Cara berproduksi yang tidak baik

mengakibatkan mutu panen tidak baik pula. Sistem pascapanen hanyalah bertujuan untuk

mempertahankan mutu produk yang dipanen (kenampakan, tekstur, cita rasa, nilai nutrisi dan

keamanannya) dan memperpanjang masa simpan dan masa pasar (Utama, 2005) (Arifin

2010).

Cabai rawit termasuk salah satu komoditas yang mudah rusak dan susut atau busuk.

Jenis kerusakan dapat disebabkan oleh hama dan penyakit, perlakuan mekanis selama

pengangkutan, dan akibat pengaruh pendinginan (chilling injury) saat penyimpanan. Oleh

karena itu penanganan pascapanen cabai rawit harus dilakukan seara baik dan hati-hati

(Rukmana, 2002).

1.2 Tujuan

Agar memperoleh benih dengan vigor dan viabilitas yang tinggi sehingga mendukung

produksi tanaman cabai rawit yang tinggi pula.

Page 5: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Daerah Asal dan Penyebaran

Menurut Rukmana (2002), plasma nutfah cabai rawit berasal dari Amerika Selatan,

penyebarannya ke berbagai negara dimulai pada anbad ke-14 berkat jasa burung yang

bermigrasi, pada tahun 1942 Christophorus Colombus membawa biji-bijian cabai rawit dari

Amerika ke Spanyol, lalu pengembara Portugis dan Sanyol menyebarkannya ke kawasan

Asia.

2.2 Kandungan Gizi dan Kegunaan

Cabai (Capsicum annuum L.) adalah rempah yang populer dan digunakan secara luas

di seluruh dunia. Buahnya dikonsumsi dalam bentuk segar, kering atau olahan sebagai

sayuran dan bumbu. Selain sebagai penyedap makanan, cabai juga banyak digunakan dalam

industri farmasi. Cabai mengandung zat-zat gizi antara lain protein 1,0 g, lemak 0,3 g,

karbohidrat 7,3 g, kalsium 29 mg, fosfor, besi, vitamin C 18 mg, vitamin B1 0,05 mg, dan

senyawa alkaloid antara lain capsaicin (Rubatzky & Yamaguchi, 1999).

Cabai rawit banyak sekali manfatnya bagi kehidupan sehari-hari, antara lain sebagai

bahan dasar makanan, bahan industri dan kosmetik, juga sebagai obat. Bagi masyarakat di

pedesaan cabai rawit buah, batang, akar dan daun sering dimanfaatkan sebagai obat

tradisional. Hal ini dikarenakan kandungan zat yang terdapat dalam cabai rawit. Menurut

Rukmana (2002) cabai rawit mengandung zat capsaicin yang menyebabkan rasa pedas, minak

atsiri capsitol yangs ering dimanfaatkan sebagai pengganti minyak kayu putih untuk

mengurangi pegal-pegal, sesak napas, gatal-gatal, dan juga rematik, kandungan bioflavin

berguna untuk menyembuhkan radang akibat udara dingin dan meringankan penyakit polio.

Page 6: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

2.3 Taksonomi dan Morfologi

Klasifikasi tanaman cabai menurut Wiryanta (2006), (Rukmana, 2002) adalah sebagai

berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Classis : Dicotyledonae

Ordo : Solanales

Familia : Solanaceae

Sub Familia : Solanaceae

Genus : Capsicum

Spesies : Capsicum frutencens L

Genus Capsicum mempunyai sekitar 20-30 spesies cabai, termasuk lima spesies yang

telah dibudidayakan, yaitu C. anuum, C frutescens, C baccatum, C. pubescens dan C

chinense. Diantara kelima spesies tersebut yang memiliki potensi ekonomi adalah C anuum

dan C frutencens (Rukmana, 2002).

Buah cabai rawit yang masih muda berwarna putih, kuning, atau hijau. Bunganya

berwarna putih kehijauan. Pada umumnya, dalam satu ruas terdapat satu kuntum bunga,

tetapi kadang – kadang lebih dari satu. Tangkai bunga tegak saat anthesis, tetapi bunganya

merunduk, sedangkan tangkai daun pendek. Daging buah umumnya lunak, dengan kapsaisin

yang kadarnya tinggi, sehingga rasa buah pedas (Kusandriani & Muharam, 2005).

Page 7: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

Gambar 1. Cabai Rawit.

2.4 Jenis Cabai Rawit (Capsicum frutescens)

Menurut Cahyono (2003), Warisno dan Dahana (2010), Rukmana (2002) dan Tjahjadi

(1991) cabai rawit (Capsicum frutescens) dibagi menjadi 3 jenis antara lain :

1. Cabai rawit kecil/jemprit.

Buah cabai rawit jemprit berukuran kecil dan pendek, panjang buah 1 cm -2 cm. Buah

masih muda berwarna hijau dan bila sudah tua berwarna merah tua. Rasa buah sangat pedas.

2. Cabai rawit putih/cengek

Buah cabai rawit cengek panjang dan langsing, ukurannya lebih besar dari cabai rawit

jemprit dengan panjang buah 4 cm – 6 cm. Buah mudah berwarna putih dan setelah matang

berwarna merah kekuningan. Rasa buah tidak sepedas cabai jemprit.

3. Cabai rawit hijau/cemplik

Buah cabai rawit cemplik berukuran agak besar dan gemuk, dengan panjang buah 3

cm -4 cm, buah lebih besar daripada cabai jemprit. Buah muda berwarna hijau, dan setelah

tua warnanya menjadi merah tua. Rasa buah cukup pedas, namun tidak sepedas cabai jemprit.

2.5 Syarat Tumbuh

Page 8: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

A. Ketinggian tempat.

Tanaman cabai rawit merupakan tanaman sayuran yang mampu beradaptasi dengan

baik terhadap kondisi lingkungan di daerah tropis dan subtropis. Di Indonesia, tanaman cabai

rawit dapat dibudidayakan di dataran rendah sampai dataran tinggi (Rukmana, 2002).

Cabai merah banyak ditanam oleh petani di Indonesia dari dataran rendah sampai

dataran tinggi (0 – 1.200 m d.p.l) (Kusandriani & Muharam, 2005)

B. Keadaan Iklim

Tanaman cabai rawit dapat tumbuh optimal pada daerah yang mempunyai kisaran

suhu udara antara 18ºC - 27ºC, dan suhu untuk pembuahan yaitu antara 15,5ºC - 21ºC.

daerah dengan suhu 16ºC pada malam hari dan minimal 25ºC pada siang hari sangat cocok

bagi pertumbuhan tanaman cabai rawit. Kelembaban udara yang baik bagi pertumbuhan cabai

rawit adalah kisaran 50%-80% dengan curah hujan 600mm-1.250mm per tahun (Rukmana,

2002).

C. Keadaan Tanah

Menurut Rukmana (2002) tanaman cabai rawit dapat tumbuh pada berbagai jenis

tanah. Cabai rawit dapat tumbuh dengan baik pada tanah yang gembur, subur, porous, bebas

dari nematoda dan bakteri layu, mempunyai pH 5,5 – 6,5 serta cukup air. Pada tanah dengan

pH diatas 7 akan menyebabkan tanaman cabai rawit mengalami klorosis, yaitu tanaman

menjadi kerdil dan daunnya menguning karena kekurangan unsur hara besi (Fe), sebaliknya

pada pH kurang dari 5 akan menyebabkan tanaman tumbuh kerdil karena kekurangan unsur

hara Kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg) atau keracunan Alumunium (Al) serta Mangan

(Mn).

Page 9: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

2.5 Penanganan Panen

Panen dilakukan berdasarkan permintaan pasar dan tujuan pemasaran, panen dapat

dilakukan saat buah masih muda maupun sudah tua (matang). Usia tanaman cabai rawit saat

dilakukan pemanena yaitu antara 80HST 120HST tergantung dari varietas. Panen dilakukan

dengan interval waktu 3-7 hari sekali tergantung kebutuhan dan permintaan pasar dengan

memperhatikan karakteristik stadium buah cabai yang diinginkan atau dipesan (Rukmana,

2002).

Menurut Rukmana (2002), pemanenan buah yang akan dijadikan bibit harus dipilih

dari tanaman induk yang tumbuh sehat, berbuah lebat, seragam, dan bebas dari serangan

hama penyakit. Begitu juga dengan pemanenan dilakukan pada buah yang sudah matang

dipohon.

Tanaman cabai yang ditanam di dataran rendah dapat dipanen 60 – 80 hari setelah

tanam dengan interval 3 – 7 hari. Di dataran tinggi biasanya waktu panen lebih lambat yaitu

sekitar 4 bulan setelah tanam. Untuk memperoleh mutu benih yang baik, sebaiknya

pemanenan dilakukan ketika buah sudah berwarna merah penuh (Kusandriani & Muharam,

2005).

Page 10: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

BAB III.

Produksi Benih

Benih yang dihasilkan termasuk benih cabai rawit tidak semua langsung

dipakai/ditanam, sering sebagian atau seluruh benih mengalami proses penyimpanan baik

jangka pendek maupun jangka panjang. Proses peyimpanan benih dimaksudkan untuk

mempertahankan mutu benih agar tetap sama dengan yang dicapai saat sebelum disimpan.

Namun, Delouche (1971) menyatakan bahwa tingkat vigor awal benih tidak dapat

dipertahankan, karena mengalami proses kemunduran secara kronologis selama

penyimpanan. Sifat kemunduran ini tidak dapat dicegah dan tidak dapat balik atau diperbaiki

secara sempurna. Laju kemunduran mutu benih hanya dapat diperkecil dengan melakukan

penanganan dan pengolahan dan penyimpanan secara baik. Berapa lama benih dapat

disimpan sangat bergantung pada kondisi benih terutama kadar air benih dan lingkungan

tempatnya menyimpan (Raka dkk, 2012).

3.1 Prosesing Benih

Menurut Rukmana (2002) buah cabai rawit yang akan dijadikan bibit setelah dipanen

dibelah lalu dikeluarkan bijinya. Biji-biji tersebut dipilih hanya biji-biji yang baik, bernas

(tidak keriput) dan berwarna kuning seperti warna padi. Lalu biji dikeringkan dengan cara

diangin-anginkan di tempat yang tidak terkena sinar matahari langsung selama 2-3 hari, lalu

benih dibungkus menggunakan alumunium foil.

Dalam prosesing benih cabai, perontokan benih dapat dilakukan secara manual untuk

buah yang jumlahnya sedikit. Untuk buah yang jumlahnya banyak dapat digunakan alat bantu

seperti penggiling daging yang telah dimodifikasi, yaitu ujung pisau ditumpulkan untuk

Page 11: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

mengekstrak benih cabai. Untuk itu benih perlu dibersihkan dengan menggunakan air yang

mengalir. Dapat pula dilakukan perendaman buah, yaitu buah cabai yang sudah dibelah

direndam dalam tong/ember yang berisi air bersih, selama 1 malam. Setelah itu buah dicuci

dengan air yang bersih. Tiap cara mempunyai kelebihan dan kelemahan. Dari prosesing benih

cabai dengan cara manual akan diperoleh benih dengan kualitas yang lebih baik, warna benih

kuning jerami, kerusakan benih hampir tidak ada dan persentase daya kecambah lebih tinggi.

Kelemahannya adalah waktu prosesing lebih lama dibandingkan dengan prosesing benih

dengan menggunakan bantuan alat. (Kusandriani & Muharam, 2005).

Setelah pengeringan dilakukan sortasi benih, yaitu pemilihan benih yang berukuran

normal dan bernas. Benih yang hampa, rusak, dan yang berwarna hitam atau coklat dibuang.

Untuk menghindari adanya penyakit atau hama yang terbawa dari lapangan atau selama

dalam penyimpanan, benih dapat diberi perlakukan pestisida yang berbahan aktif Metalaxyl

dengan konsentrasi 0,2% (Kusandriani & Muharam, 2005).

3.2 Penyimpanan Benih

Benih cabai rawit disimpan di ruangan penyimpanan yang bersuhu rendah (18ºC-

20ºC) dengan kelembaban 30%-32% (Rukmana, 2-002). Untuk penyimpanan jangka panjang,

sebaiknya benih dikeringkan sampai kadar airnya mencapai 7 – 8 % (Tao 1985). Benih

disimpan dalam kantung almunium foil atau dalam wadah yang terbuat dari kaca atau metal.

Tempat penyimpanan benih harus tertutup sangat rapat agar udara tidak dapat masuk ke

dalam wadah tersebut (Kusandriani & Muharam, 2005).

Jika kadar air benih awal sudah baik dan konstan, yaitu lebih kurang 7%, maka untuk

penyimpanan jangka menengah (medium) benih ditempatkan di “Cold Storage” dengan

kelembaban 15 – 50%. Dua faktor yang menentukan kualitas dan daya tahan benih di tempat

penyimpanan benih (gudang benih) adalah kadar air benih dan suhu gudang penyimpanan

Page 12: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

“suhu rendah”. Untuk penyimpanan benih jangka menengah (18 – 24 bulan), suhu yang

diperlukan adalah 16 – 20 0C, dan kelembaban 50% (Badan Litbang Pengairan, 2011).

Kadar air benih saat penyimpanan sangat mepengaruhi vigor dan viabilitas benih

cabai rawit. Seperti yang dikatakan Hendrawati (1993) dalam penelitiannya bahwa kadar air

yang tinggi pada waktu penyimpanan akan menyebabkan cepat kehilangan viabilitas dan

vigor. Kadar air yang terlalu tinggi dapat menyebabkan benih berkecambah sebelum ditanam.

Dalam penyimpanan, kadar air yang terlalu tinggi menyebabkan naiknya aktifitas pernafasan

yang dapat berakibat terkuras habisnya bahan cadangan makanan dalam benih. Selain itu

akan merangsang perkembangan cendawan patogen di dalam tempat penyimpanan.

Hal ini sesuai dengan pendapat (Clerkx et al. 2004) bahwa daya simpan benih

dipengaruhi oleh faktor genetik dan kemungkinan dikendalikan oleh beberapa gen dan

(Contreras et al., 2009) bahwa daya simpan benih merupakan sifat kuantitatif yang

dipengaruhi oleh faktor lingkungan selama pembentukan benih, panen dan penyimpanan

(Ekowahyuni dkk. 2013)

3.3 Persyaratan Umum dalam Produksi Benih Cabai (Panduan Teknis produksi Benih Cabai,

Balitsa).

Selain memenuhi syarat – syarat budidaya yang optimum, persyaratan umum lain

dalam memproduksi benih adalah sebagai berikut :

Sumber benih harus benar. Benih merupakan salah satu factor penentu kesuksesan

dalam budi daya tanaman. Dengan demikian untuk memperoleh hasil yang maksimal

serta sesuai dengan yang diinginkan dalam budi daya harus menggunakan sumber

benih yang benar dan berkualitas.

Page 13: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

Benih ditanam pada lahan yang bersih, bebas dari gulma atau tanaman lain. Areal

pertanaman yang akan dipergunakan untuk lahan penanaman cabai harus bersih,

bebas dari gulma atau sisa tanaman. Hal ini untuk menghindari adanya kompetisi

terutama untuk unsur air dan unsur hara serta untuk mencegah kemungkinan

timbulnya penyakit.

Benih ditanam pada lahan yang sebelumnya tidak ditanami tanaman keluarga / famili

terung - terungan. Areal pertanaman yang akan digunakan bukan bekas tanaman cabai

atau tanaman yang termasuk famili Solanaceae. Jika tanaman sebelumnya adalah

yang termasuk famili Solanaceae seperti kelompok cabai, tomat, terung atau kentang,

maka sebaiknya tanah harus diberakan sekurang – kurangnya selama 3 bulan.

Isolasi pertanaman yang cukup baik untuk mencegah terjadinya penyerbukan silang

dengan varietas lain (lihat butir 2.6.1.1.).

Pencegahan kemungkinan tercampurnya benih dengan benih varietas lain pada saat

panen dan prosesing benih. Apabila waktu tanam beberapa varietas terjadi pada waktu

yang bersamaan, maka harus diperhatikan jangan sampai buah cabai dari varietas

yang berbeda tercampur. Demikian pula dalam prosesing benih, perlu memperhatikan

kebersihan alat yang dipergunakan.

Benih diberi label yang benar dan jelas menurut nama varietas, atau dengan

keterangan lain, seperti daya kecambah dan kadar air benih. Pelabelan dilakukan sejak

di persemaian, tanam, prosesing, sampai penyimpanan benih.

3.4 Prinsip-Prinsip Produksi Benih Cabai (Panduan Teknis produksi Benih Cabai, Balitsa).

Salah satu penentu keberhasilan dalam budidaya tanaman adalah faktor benih.

Penggunaan benih bermutu dapat mengu-rangi resiko kegagalan budidaya tanaman. Secara

Page 14: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

umum kompo-nen mutu benih dibedakan menjadi empat komponen yaitu mutu genetik, mutu

fisiologis, mutu fisik, dan mutu kesehatan.

3.4.1. Mutu Genetik

Tanaman cabai diklasifikasikan sebagai tanaman menyerbuk sendiri, tetapi morfologi

bunganya tidak mendukung untuk terjadinya penyerbukan sendiri 100%. Hal ini disebabkan

tepung sarinya ringan dan stigmanya terbuka, sehingga serangga atau angin dapat

menyebabkan terjadinya persilangan antar tanaman. Derajat persilangan pada cabai cukup

tinggi, yaitu mencapai 70% (Odland dan Portir 1941 cit. Greenleaf 1986). Untuk menghindari

terjadinya persilangan antar varietas di lapangan perlu perlakuan khusus (isolasi). Selain itu

juga perlu dilakukan penyeleksian.

3.4.1.1. Isolasi

Beberapa bentuk isolasi untuk pertanaman benih cabai adalah isolasi jarak, waktu

tanam, tempat, dan perantara.

a) Isolasi jarak. Lahan pertanaman cabai untuk benih penjenis harus mempunyai jarak

antar varietas + 500 m (Howthorn dan Pollard 1954). Untuk kelas benih di bawah

benih penjenis, jarak penanaman antar varietas dapat lebih pendek yaitu + 200 meter.

b) Isolasi waktu tanam. Jika dua atau lebih varietas yang berbeda ditanam dalam petak

yang berdampingan, maka waktu tanam diatur sedemikian rupa sehingga saat

berbunga tidak bersamaan, minimal dengan selisih 75 hari. Dengan demikian

diharapkan tidak terjadi persilangan bebas di lapangan.

c) Isolasi tempat. Setiap varietas ditanam tersendiri di dalam ruangan – ruangan khusus.

d) Perantara. Tanaman seperti jagung, sorgum, rumput tinggi atau tebu juga efektif untuk

mengisolasi pertanaman cabai yang ditujukan untuk produksi benih (Poulos 1993).

Page 15: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

3.4.1.2. Seleksi

Untuk memperoleh kemurnian benih dilakukan penyeleksian terhadap tanaman

sumber benih, baik pada fase vegetatif maupun pada fase generatif. Pertanaman cabai di

lapangan sebaiknya diseleksi dan dibersihkan dari tanaman yang pertumbuhannya

menyimpang. Kegiatan seleksi minimal dilakukan 2 atau 3 kali selama pertanaman (Poulos

1993). Seleksi tanaman dilakukan ketika tanaman masih berada di persemaian maupun ketika

sudah berada di lapangan.

a. Persemaian harus dibersihkan dari rerumputan dan diadakan seleksi dengan

membuang semaian yang sakit, tipe simpang dan varietas lain. Seleksi dilakukan

dengan mengamati warna hipokotil.

b. Pembersihan dan seleksi untuk membuang tipe simpang harus pula dilakukan setelah

pertanaman dipindahkan ke lapangan.

Pada fase pertumbuhan vegetatif (30 – 40 hari setelah tanam) dilakukan

pengamatan terhadap sifat tipe percabangan, tingggi tanaman, dan bentuk

daun.

Pada fase berbunga, (45 – 60 hari setelah tanam), dilakukan pengamatan

terhadap warna bunga, kedudukan bunga, jumlah bunga per ruas, dan umur

berbunga.

Pada fase berbuah (70 – 90 hari setelah tanam), dilakukan pengamatan

terhadap warna buah muda dan warna buah matang, kedudukan buah, sifat

pembuahan (tunggal atau majemuk), dan bentuk buah.

Untuk mendapatkan benih dengan tingkat kemurnian dan mutu yang tinggi, maka

seleksi juga dilakukan terhadap tanaman dengan kriteria tanaman sumber benih harus benar

sehat, berbuah lebat, serta bebas hama, dan penyakit. Untuk menjaga mutu benih, maka

Page 16: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

setelah panen dilakukan juga seleksi dengan membuang buah yang bentuknya tidak normal,

berukuran kecil, dan buah yang sakit atau busuk karena serangan hama atau penyakit.

3.4.2. Mutu Fisiologis

Mutu fisiologi berkaitan dengan waktu panen benih. Panen yang dilakukan sebelum

buah mengalami masak fisiologis akan menghasilkan benih yang kurang bermutu. Dengan

demikian waktu panen buah yang tepat sangat berpengaruh untuk memperoleh mutu benih

awal yang tinggi dan umur simpan benih yang lebih panjang.

3.4.3. Mutu Fisik

Secara fisik, benih bermutu adalah benih yang tampak bersih dan bebas dari kotoran

(kulit buah yang menempel di kulit, biji – bijian lain, kerikil, dll), tidak tercampur dengan

benih varietas lain, tidak rusak, sehat, bernas, tidak keriput, dan berukuran normal.

2.6.4. Mutu Kesehatan

Mutu kesehatan benih sangat berhubungan dengan ada tidaknya serangan penyakit

pada benih dan apakah ada penyakit yang terbawa oleh benih (penyakit tular benih).

Dalam memproduksi benih ada standar mutu yang diacu pada setiap kelas benih. Oleh

karena itu perlu dilakukan pengujian laboratorium untuk menunjang hasil pemeriksaan di

lapangan, agar mutu benih benar – benar dapat dicapai dan dipertahankan. Beberapa kriteria

yang diperhatikan dalam pengujian benih cabai di laboratorium disajikan pada Tabel 1.

Kelas benih Kadar air (Max)%

Benih murni (Min)%

Kotoran benih (Maks)%

Daya tumbuh (Min)

Antrak-nose Maks) %

Virus TMV & AMV (Maks) %

Benih penjenis

Benih dasar *

7

10.0*

99

98.0

1.0

2.0

90

85

0.05

0.1

0.05

0.1

Page 17: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

Benih pokok *

Benih sebar *

10.0*

10.0*

98.0

97.0

2.0

2.0

85

80

0.1

0.1

0.1

0.1

Tabel 1. Standar pengujian laboratorium benih cabai

Sumber : BPSBTPH, Jabar (2003)

Dari standar pengujian laboratorium tersebut dapat dikatakan bahwa benih bermutu

tinggi adalah benih yang mempunyai daya kecambah lebih dari 80% dan kadar air 7 – 10 %.

Mutu benih perlu dijaga untuk memaksimumkan daya tumbuh (vigor) awal dan daya tumbuh

maksimum benih tersebut selama penyimpanan sampai benih siap untuk ditanam. Selain

kualitas benih, faktor lain yang harus diperhatikan dalam usaha produksi benih adalah cara

pembudidayaan tanaman induk, seperti pemupukan, pemeliharaan, pencegahan serangan

hama dan penyakit yang tepat, serta pembersihan gulma secara intensif untuk mencegah

kompetisi dan tercampurnya benih yang diusahakan dengan benih tanaman lain.

Page 18: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

BAB IV.

Kesimpulan

Produksi cabai rawit yang baik ditentukan oleh salah satunya kualitas benih yang

baik. Benih cabai rawit dapat dibuat sendiri maupun membeli benih yang sudah bersertifikat.

Untuk menghasilkan benih yang baik harus diperhatikan sejak dari pemilihan induk tanaman

yang akan dibenihkan, kualitas genetika tanaman induk, kultur teknis tanaman dengan

memperhatikan faktor lingkungan, proses pemanena, prosesing pembenihan hingga

penyimpanan benih.

Page 19: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

BAB V

Penutup

Demikan makalah ini kami buat, mohon maaf apabila banyak terdapat kesalahan.

Semoga makalah ini bermanfaat khususnya bagi kami, umumnya bagi kita semua. Amin

YRA.

Bandung, Juni 2014.

Tim penyusun

Page 20: Produksi dan penyimpanan benih cabai rawit (capsicum frutescens)

DAFTAR PUSTAKA

Arifin, Ihsanul. 2010, Pengaruh Cara dan Lama Penyimpanan Terhadap Mutu Cabai Rawit (Capsicum frutencens L var. Cengek).

Badan Litbang Pertanian. 2011, Panen dan Penanganan Benih, AgroinovasI Edisi 2-8 Pebruari 2011 No.3391.

Cahoyo, Bambang. 2003. Cabai Rawit, Teknik Budi Daya & Analisis UsahaTani. Kanisius, Yogyakarta.

Ekowahyuni dkk. 2013, Evaluasi Vigor Daya Simpan benih pada Berbagai Genotipe Cabai (Capsicum anuum L.) dengan Metode Pengusangan Cepat, E-Journal WIDYA Kesehatan Dan Lingkungan 30 Volume 1 Nomor 1 Mei-Agustus 2013, Universitas Nasional, Jakarta.

Harpenas. A, Dermawan. R, 2009, Budi Daya Cabai Unggul, Penebar Swadaya, Jakarta.

Kusandriani. Y, Muharam. Agus, 2005. Produksi Benih Cabai, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Bandung.

Rachmawati. R, Defiani. M. R, Suriani. N. L, 2009, Pengaruh Suhu dan Lama Penyimpanan Terhadap Kandungan Vitamin C pada Cabai Rawit Putih (Capsicum frustescens), Jurnal Biologi XIII (2) : 36 – 40, Universitas Udayana.

Raka. I. G. N, Astiningsih. N. A. M, Nyana. I. D. N dan Siadi I. K, 2012, Pengaruh Dry Heat Treatment Terhadap Daya Simpan Benih Cabai Rawit (Capsicum frutescens L.), J. Agric. Sci. and Biotechnol, Vol. 1, No. 1, Juli 2012, Denpasar.

Rubatzky, E. dan Yamaguchi, M. 1999. Sayuran Dunia: Prinsip, Produksi, dan Gizi, (diterjemahkan dari: World Vegetables: Principles, Production, and Nutritive Values, penerjemah: C. Herison). Institut Teknologi Bandung. Bandung

Tcahjadi, Nur. 1991, Cabai, Kanisius, Yogyakarta.

Tim Pengampu. 2011, Bahan Ajar Ilmu Dan Teknologi Benih, Program Hibah Penulisan Buku Ajar , Universitas Hasanudin, Makasar.

Utama, I. 2006. Pengendalian Organisme Pengganggu Produk Holtikultura Dalam Mendukung GAP, Universitas Udayana, Denpasar.

Warisno, Dahana. Kres. 2010, Peluang Usaha & Budidaya Cabai. Gramedia, Jakarta.

Wiryanta. 2006. Bertanam Cabai pada Musim Hujan. Agromedia, Tanggerang.