Produksi Dalam Ekonomi Islam

10
PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM TUGAS UTS Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Sistem Ekonom IslamDosen Pengampu: Sulistyowati, SHI., M.EI. Nama Kelompok: 1. Abdul Majid C03212001 2. Achmad Fathoni C03212002 3. Agus Winarko C03212004 4. Ahmad Khoiruddin C03212005 PROGRAM STUDI SIYASAH JINAYAH A FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA 2014

description

Produksi Dalam Ekonomi Islam

Transcript of Produksi Dalam Ekonomi Islam

  • PRODUKSI DALAM EKONOMI ISLAM

    TUGAS UTS

    Ditujukan untuk memenuhi tugas mata kuliah

    Sistem Ekonom Islam

    Dosen Pengampu:

    Sulistyowati, SHI., M.EI.

    Nama Kelompok:

    1. Abdul Majid C03212001

    2. Achmad Fathoni C03212002

    3. Agus Winarko C03212004

    4. Ahmad Khoiruddin C03212005

    PROGRAM STUDI SIYASAH JINAYAH A

    FAKULTAS SYARIAH DAN EKONOMI ISLAM

    UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL

    SURABAYA

    2014

  • 1

    BAB I

    PEMBAHASAN

    A. Pengertian Produksi

    Produksi adalah kegiatan manusia untuk menghasilkan barang dan jasa yang

    kemudian dimanfaatkan oleh konsumen. Secara teknis produksi adalah proses

    mentransformasi input menjadi output, tetapi definisi produksi dalam pandangan ilmu

    ekonomi jauh lebih luas. Pendefinisian produksi mencakup tujuan kegiatan

    menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat padanya.

    Produksi merupakan sebuah proses yang telah terlahir di muka bumi ini semenjak

    manusia menghuni planet ini. Produksi sangat prinsip bagi kelangsungan hidup dan juga

    peradaban manusia dan bumi. Sesungguhnya produksi lahir dan tumbuh dari menyatunya

    manusia dengan alam.1 Dr. Muhammad Rawwas Qalahji memberikan padanan kata

    produksi dalam bahasa Arab dengan kata al-intaj yang secara harfiyah dimaknai

    dengan ijadu silatin (mewujudkan atau mengadakan sesuatu) atau khidmatu

    muayyanatin bi istikhdami muzayyajin min anashir alintaj dhamina itharu zamanin

    muhaddadin (pelayanan jasa yang jelas dengan menuntut adanya bantuan pengabungan

    unsur-unsur produksi yang terbingkai dalam waktu yang terbatas). Kegiatan produksi

    merupakan mata rantai dari konsumsi dan distribusi. Kegiatan produksilah yang

    menghasikan barang dan jasa, kemudian dikonsumsi oleh para konsumen.

    Beberapa ahli ekonomi islam memberikan definisi yang berbeda mengenai

    pengertian produksi, meskipun substansinya sama. Berikut pengertian produksi menurut

    para ekonomi muslim kontemporer:

    Karf (1992) mendefinisikan kegiatan produksi dalam perspektif islam sebagai usaha

    manusia untuk memperbaiki tidak hanya kondisi fisik materialnya, tetapi juga moralitas,

    sebagai sarana untuk mencapai tujuan hidup sebagaimana digariskan dalam agama islam,

    yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat.

    Rahman (1995) menekankan pentingnya keadilan dan kemerataan produksi (distribusi

    produksi secaraa merata).

    1 Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islami, (Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2007), hal.102

  • 2

    Produksi yang Islami menurut Siddiqi (1992) adalah penyediaan barang dan jasa dengan

    memperhatikan nilai-nilai keadilan dan kebijakan atau manfaat (mashlahah) bagi

    masyarakat. Dalam pandangannya, sepanjang produsen telah bertindak adil dan

    membawa kebijakan bagi masyarakat maka ia telah bertindak Islami.2

    Al Haq (1996) menyatakan bahwa tujuan dari produksi adalah memenuhi kebutuhan

    barang dan jasa yang merupakan fardlu kifayah, yaitu kebutuhan yang bagi banyak orang

    pemenuhannya bersifat wajib.

    Dalam definisi-definisi tersebut diatas terlihat sekali bahwa kegiatan produksi

    dalam perspektif ekonomi islam padaa akhirnya mengerucut pada manusia dan

    eksistensinya, meskipun definisi-definisi tersebut berusaha mengelaborasi dari perspektif

    yang berbeda. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa kepentingan manusia yang

    sejalan dengan moral islam, harus menjadi fokus atau target dari kegiataan produksi.

    Produksi adalah proses mencari, mengalokasikan dan mengolah sumber daya menjadi

    output dalam rangka meningkatkan mashlahah bagi manusia. Produksi juga mencakup

    aspek tujuan kegiatan menghasilkan output serta karakter-karakter yang melekat pada

    proses dan hasilnya.3

    B. Tujuan Produksi

    Dalam konsep ekonomi konvensional (kapitalis) produksi dimaksudkan untuk

    memperoleh laba sebesar besarnya, berbeda dengan tujuan produksi dalam islam yang

    bertujuan untuk memberikan Mashlahah yang maksimum bagi konsumen. Walaupun

    dalam ekonomi islam tujuan utamannya adalah memaksimalkan mashlahah, memperoleh

    laba tidaklah dilarang selama berada dalam bingkai tujuan dan hukum islam. Secara lebih

    spesifik, tujuan kegiatan produksi adalah meningkatkan kemashlahatan yang bisa

    diwujudkan dalam berbagai bentuk diantaranya:

    1. Pemenuhan kebutuhan manusai pada tingkat moderat.

    2. Menemukan kebutuhan masyarakat dan pemenuhannya.

    3. Menyiapkan persediaan barang/jasa dimasa depan.

    4. Pemenuhan sarana bagi kegaitan social dan ibadah kepada Allah.

    2 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam, Ekonomi Islam, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada,

    2008), Hal. 231 3 Ibid, hal. 230

  • 3

    Tujuan produksi yang pertama sangat jelas, yaitu pemenuhn sarana kebutuhan

    manusia pada takaran moderat. Hal ini akan menimbulkan setidaknya dua implikasi.

    Pertama, produsen hanya menghasilkan barang dan jasa yang menjadi kebutuhan

    meskipun belum tentu merupakan keinginan konsumen. Barang dan jasa yang dihasilkan

    harus memiliki manfaat riil bagi kehidupan yang islami. Kedua, kuantitas produksi tidak

    akan berlebihan, tetapi hanya sebatas kebutuhan yang wajar. Produksi barng dan jasa

    secara berlebihan tidak saja menimbulkan mis-alokasi sumber daya ekonomi dan

    kemubaziran, tetapi juga menyebabkan terkurasnya sumber daya ekonomi ini secara

    cepat.

    Meskipun poduksi hanya menyediakan sarana kebutuhan manusia tidak berarti

    bahwa produsen sekadar bersikap reaktif terhadap kebutuhan konsumen. Produsen harus

    proaktif, kreatif dan inovatif menemukan berbagai barang dan jasa yang memang

    dibutuhkan oleh manusia. Sikap proaktif ini juga harus berorientasi kedepan, dalam arti:

    pertama, menghasilkan barang dan jasa yang bermanfaat bagi kehidupan masaa

    mendatang; kedua, menyadari bahwa sumber daya ekonomi, baik natural resources atau

    non natural resources, tidak hanya diperuntukkan bagi manusia yang hidup sekarang,

    tetapi juga untuk generasi mendatang.

    Orientasi kedepan ini akan mendorong produsen untuk terus menerus melakukan

    riset dan pengembangan guna menemukan berbagai jenis kebutuhan, teknologi yang

    diterapkan, serta berbagai standar lain yang sesuai dengan tuntutan masa depan. Efisiensi

    dengan sendirinya juga akan senantiasa dikembangkan, sebab dengan cara inilah

    kelangsungan dan kesinambungan pembangunan akan terjaga. Ajaran islam juga

    memberikan peringatan yang keras terhadap prilaku manusia yang gemar membuat

    kerusakan dan kebinasaan, termasuk kerusakan lingkungan hidup, demi mengejar

    kepuasaan.

    Tujuan yang terakhir yaitu pemenuhan sarana bagi kegiatan social dan ibadah

    kepada Allah. Sebenarnya ini merupakan tujuan produksi yang paling orisinal dari ajaran

    islam. Dengn kata lain, tujuan produksi adalah mendapatkan berkah, yang secara fisik

    belum tentu dirasakan oleh pengusaha itu sendiri.4

    C. Faktor Produksi

    Dalam pandangan Baqir Sadr (1979), ilmu ekonomi dapat dibagi menjadi dua

    bagian yaitu: Perbedaan ekonomi islam dengan ekonomi konvesional terletak pada

    4 Ibid, hal. 233

  • 4

    filosofi ekonomi, bukan pada ilmu ekonominya. Filosofi ekonomi memberikan

    pemikiran dengan nilai-nilai islam dan batasan-batasan syariah, sedangkan ilmu ekonomi

    berisi alat-alat analisis ekonomi yang dapat digunakan. Dengan kata lain, faktor produksi

    ekonomi islam dengan ekonomi konvesional tidak berbeda, yang secara umum dapat

    dinyatakan dalam :

    a. Faktor produksi tenaga kerja

    b. Faktor produksi bahan baku dan bahan penolong

    c. Faktor produksi modal

    Di antara ketiga factor produksi, faktor produksi modal yang memerlukan

    perhatian khusus karena dalam ekonomi konvesional diberlakukan system bunga.

    Pengenaan bunga terhadap modal ternyata membawa dampak yang luas bagi tingkat

    efisiansi produksi. Abdul-Mannan mengeluarkan modal dari faktor produksi perbedaan

    ini timbul karena salah satu da antara dua persoalan berikut ini: ketidakjelasan antara

    faktor-faktor yang terakhir dan faktor-faktor antara, atau apakah kita menganggap modal

    sebagai buruh yang diakumulasikan, perbedaan ini semakin tajam karena kegagalan

    dalam memadukan larangan bunga(riba) dalam islam dengan peran besar yang

    dimainkan oleh modal dalam produksi.

    Kegagalan ini disebabkan oleh adanya prakonseps kapitalis yang menyatakan

    bahwa bunga adalah harga modal yang ada dibalik pikiran sejumlah penulis. Negara

    merupakan faktor penting dalam produksi, yakni melalui pembelanjaannya yang akan

    mampu meningkatkan produksi dan melalui pajaknya akan dapat melemahkan produksi.

    Pemerintah akan membangun pasar terbesar untuk barang dan jasa yang

    merupakan sumber utama bagi semua pembangunan. Penurunan belanja negara tidak

    hanya menyebabkan kegiatan usaha menjadi sepi dan menurunnya keuntungan, tetapi

    juga mengakibatkan penurunan dalam penerimaan pajak. Semakin besar belanja

    pemerintah, semakin baik perekonomian karena belanja yang tinggi memungkinkan

    pemerintah untuk melakukan hal-hal yang dibutuhkan bagi penduduk dan menjamin

    stabilitas hukum, peraturan, dan politik. Oleh karena itu, untuk mempercepat

    pembangunan kota, pemerintah harus berada dekat dengan masyarakat dan mensubsidi

    modal bagi mereka seperti layaknya air sungai yang membuat hijau dan mengaliri tanah

    di sekitarnya, sementara di kejauhan segalanya tetap kering.

    Faktor terpenting untuk prospek usaha adalah meringankan seringan mungkin

    beban pajak bagi pengusaha untuk menggairahkan kegiatan bisnis dengan menjamin

    keuntungan yang lebih besar (setelah pajak). Pajak dan bea cukai yang ringan akan

  • 5

    membuat rakyat memiliki dorongan untuk lebih aktif berusaha sehingga bisnis akan

    mengalami kemajuan. Pajak yang rendah akan membawa kepuasan yang lebih besar bagi

    rakyat dan berdampak kepada penerimaan pajak yang meningkat secara total dari

    keseluruhan penghitungan pajak.

    D. Prinsip-Prinsip Produksi Dalam Ekonomi Islam

    Pada prinsipnya kegiatan produksi terkait seluruhnya dengan syariat Islam, dimana

    seluruh kegiatan produksi harus sejalan dengan tujuan dari konsumsi itu sendiri.

    Konsumsi seorang muslim dilakukan untuk mencari falah (kebahagiaan), demikian pula

    produksi dilakukan untuk menyediakan barang dan jasa guna falah tersebut.

    Al-Quran dan Hadist Rasulullah Saw memberikan arahan mengenai prinsip-

    prinsip produksi,yaitu sebagai berikut:

    1. Tugas manusia di muka bumi sebagai khalifah Allah adalah memakmurkan

    bumi dengan ilmu dan amalnya. Allah menciptakan bumi dan langit berserta

    segala apa yang ada di antara keduanya karena sifat Rahman dan Rahiim-Nya

    bkepada manusia. Karenanya sifat tersebut juga harus melandasi aktivitas

    manusia dalam pemanfaatan bumi dan langit dan segala isinya.

    2. Islam selalu mendorong kemajuan di bidang produksi. Menurut Yusuf

    Qardhawi, Islam membuka lebar penggunaan metode ilmiah yang didasarkan

    pada penelitian, eksperimen, dan perhitungan. Akan tetapi Islam tidak

    membenarkan penuhan terhadap hasil karya ilmu pengetahuan dalam arti

    melepaskan dirinya dari Al-quran dan Hadis.

    3. Teknik produksi diserahklan kepada keinginan dan kemampuan manusia. Nabi

    pernah bersabda:kalian lebih mengetahui urusan dunia kalian.

    4. Dalam berinovasi dan bereksperimen, pada prinsipnya agama Islam menyukai

    kemudahan, menghindari mudarat dan memaksimalkan manfaat. Dalam Islam

    tidak terdapat ajaran yang memerintahkan membiarkan segala urusan berjalan

    dalam kesulitannya, karena pasrah kepada keberuntungan atau kesialan, karena

    berdalih dengan ketetapan-Nya, sebagaimana keyakinan yang terdapat di dalam

    agama-agama sealin Islam. Seseungguhnyan Islam mengingkari itu semua dan

    menyuruh bekerja dan berbuat, bersikap hati-hati dan melaksanakan selama

    persyaratan. Tawakal dan sabar adalah konsep penyerahan hasil kepada Allah

  • 6

    SWT. Sebagi pemilik hak prerogatif yang menentukan segala sesuatu setelah

    segala usaha dan persyaratan dipenuhi dengan optimal.5

    Adapun kaidah-kaidah dalam berproduksi antara lain adalah:

    1. Memproduksikan barang dan jasa yang halal pada setiap tahapan produksi.

    2. Mencegah kerusakan di muka bumi, termasuk membatasi polusi, memelihara

    keserasian, dan ketersediaan sumber daya alam.

    3. Produksi dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan individu dan masyarakat

    serta mencapai kemakmuran. Kebutuhan yang harus dipenuhi harus

    berdasarkan prioritas yang ditetapkan agama, yakni terkait dengan kebutuhan

    untuk tegaknya akidah/agama, terpeliharanya nyawa, akal dan

    keturunan/kehormatan, serta untuk kemakmuran material.

    4. Produksi dalam islam tidak dapat dipisahkan dari tujuan kemandirian umat.

    Untuk itu hendaknya umat memiliki berbagai kemampuan, keahlian dan

    prasarana yang memungkinkan terpenuhinya kebutuhan spiritual dan material.

    Juga terpenuhinya kebutuhan pengembangan peradaban, di mana dalam kaitan

    tersebut para ahli fiqh memandang bahwa pengembangan di bidang ilmu,

    industri, perdagangan, keuangan merupakan fardhu kifayah, yang dengannya

    manusia biasa melaksanakan urusan agama dan dunianya.

    5. Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia baik kualitas spiritual maupun

    mental dan fisik. Kualitas spiritual terkait dengan kesadaran rohaniahnya,

    kualitas mental terkait dengan etos kerja, intelektual, kreatifitasnya, serta fisik

    mencakup kekuatan fisik, kesehatan, efisiensi, dan sebagainya. Menurut Islam,

    kualitas rohiah individu mewarnai kekuatan-kekuatan lainnya, sehingga

    membina kekuatan rohaniah menjadi unsur penting dalam produksi Islami.

    E. Nilai-nilai Islam dalam berproduksi

    Upaya produsen untuk memperoleh mashlahah yang maksimum dapat terwujud

    apabila produsen mengaplikasikan nilai-nilai islam. Dengan kata lain, seluruh kegiatan

    produksi terikat pada tatanan nilai moral dan teknikal yang islami. Metwally mengatakan,

    perbedaan dari perusahan-perusahan non muslim tak hanya pada tujuannya, tetapi juga

    pada kebijakan-kebijakan ekonomi dan strategi pasarnya.

    5 Mustafa Edwin Nasution,dkk. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2007), hal. 108

  • 7

    Nilai-nilai islam yang relevan dengan produksi dikembangkan dari tiga nilai utama

    dalam ekonomi islam, yaitu: khilafah, adil, dan takaful. Secara lebih rinci nilai-nilai islam

    dalam produksi meliputi:

    1. Berwawasan jangka panjang, yaitu berorientasi kepada tujuan akhirat;

    2. Menepati janji dan kontrak, baik dalam lingkup internal atau eksternal;

    3. Memenuhi takran, ketepatan, kelugasan dan kebenaran;

    4. Berpegang teguh pada kedisiplinan dan dinamis;

    5. Memuliakan prestasi/produktifitas;

    6. Mendorong ukhuwah antarsesama pelaku ekonomi;

    7. Menghormati hak milik individu;

    8. Mengikuti syarta sah dan rukun akad/transaksi;

    9. Adil dalam bertransaksi;

    10. Memiliki wawasan social;

    11. Pembayaran upah tepat waktu dan layak;

    12. Menghindari jenis dan proses produksi yang diharamkan dalm islam.

    Penerapan nilai-nilai diatas dalam produksi tidak saja akan mendatangkan

    keuntungan bagi produsen, tetapi sekaligus mendatangkan berkah. Kombinasi

    keuntungan dan berkah yang diproleh oleh produsen merupakan satu mashlahah yang

    akan member kontribusi bagi tercapinya falah. Dengan cara ini, maka produsen akan

    memperoleh kebahagiaan hakiki, yaitu kemuliaan tidak saja di dunia tetapi juga

    diakhirat.6

    F. Motiv Berproduksi Dalam Islam

    Kegiatan produksi dalam ilmu ekonomi diartikan sebagai kegiatan yang

    menciptakan manfaat (utility) baik dimasa kini maupun dimasa mendatang (M.Frank,

    2003). Dengan pengertian yang lusa tersebut, kita memahami kegitan produksi tidak

    terlepas dari keseharian manusia.7

    Motif maksimalisasi kepuasan dan maksimalisasi keuntngan yang menjadi

    pendorong utama sekaligus tujuan dari keputusan ekonomi dalam pandangan ekonomi

    konvensional bukannya salah ataupun dilarang dalam Islam. Islam ingin

    mendudukkannya pada posisi yang benar, yakni semua itu dalam rangka maksimalisasi

    kepuasan dan keuntungan di akhirat. Perlu diingat sejarah pemikiran ekonomi dan ilmu

    6 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi.,hal. 252 7 Mustafa Edwin Nasution, M.Sc,MAEP, Ph.D., et al. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. (Jakarta: Kencana,

    2007) , cet.II, hl. 102

  • 8

    pengetahuan pada umumnya yang bangkit sejak jaman Renaisans, suatu jaman dimana

    terjadi perubahan ukuran kebenaran dari yang semula bersandar kepada wahyu dan

    dogma gereja menjadi bersandar kepda logika, bukti-bukti empiris, positivisme.

    Perubahan ukuran kebenaran tersebut membuat ilmu pengetahuan maju pesat, akan tetapi

    ia menjadi sangat sekuler.8

    Isu penting yang kemudian berkembang menyertai motivasi produksi ini adalah

    masalah etika dan tanggung jawab sosial produsen. Keuntungan maksimal telah menjadi

    sebuah insentif yang teramat kuat bagi produsen untuk melaksanakan produksi.

    Akibatnya, motivasi untuk mencari keuntungan maksimal sering kali menyebabkan

    produsen mengabaikan etika dan tanggung jawab sosialnya. Segala hal perlu dilakukan

    untuk mencapai keuntungan yang setinggi-tingginya.9

    Dalam pandangan ekonomi Islam, motivasi produsen semestinya sejalan dengan

    tujuan produksi dan tujuan kehidupan produsen itu sendiri. Jika tujuan produksi adalah

    menyediakan kebutuhan material dan spritual untuk mencptakan mashlahah, maka

    motivasi produsen tentu juga mencari mashlahah, dimana hal ini juga sejalan dengan

    tujuan kehidupan seorang muslim. Mencari keuntungan dalam produksi dan kegiatan

    bisnis memang tidak dilarang, sepanjang dalam bingkai tujuan dan hukum Islam.10

    8 Ibid. Hlm. 102 9 Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI), Ekonomi.,hal. 238 10 Ibid. Hal. 239-240

  • 9

    DAFTAR PUSTAKA

    Adiwarman Karim. 2007. Ekonomi Mikro Islami. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada.

    Mustafa Edwin Nasution,dkk. 2007. Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam. Jakarta: Kencana.

    Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam. 2008. Ekonomi Islam. Jakarta: PT. Raja

    Grafindo Persada.