Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

13
Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa) Menggunakan Bakteri Zymomonas mobilis Akhmad Alwan Asrorudin Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia E-mail: [email protected] Abstrak Penelitian ini menyelidiki tentang produksi bioetanol dengan proses fermentasi anaerob menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dari bahan baku cocopeat (serabut kelapa). Cocopeat (serabut kelapa yang telah dipilih sebagai limbah dan bernilai ekonomis) dapat diolah menjadi sumber energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan untuk memproduksi bioetanol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode delignifikasi, metode SSF (Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak), dan metode destilasi sederhana. Parameter dalam fermentasi etanol yaitu pengaruh variasi temperatur 32, 35 dan 38 o C, dan waktu fermentasi dengan variasi 72, 96, dan 120 jam. Kapang Trichoderma viride memproduksi enzim selulase dan mengolah selulosa menjadi glukosa, sementara Zymomonas mobilis mengolah glukosa menjadi produk bioetanol. Analisis kadar bioetanol diuji menggunakan kromatografi gas. Hasil menunjukan dengan pH awal sekitar 5 mencapai kondisi maksimal pada temperatur 35 o C, lama fermentasi 72 jam (3 hari), dan kadar etanol 0,341%. Production of Bioethanol from Cocopeat (Coconut Fiber) using Zymomonas mobilis Bacteria Abstract menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Transcript of Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Page 1: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa) Menggunakan

Bakteri Zymomonas mobilis

Akhmad Alwan Asrorudin

Departemen Fisika, FMIPA, Universitas Indonesia, Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia

E-mail: [email protected]

Abstrak

Penelitian ini menyelidiki tentang produksi bioetanol dengan proses fermentasi anaerob

menggunakan bakteri Zymomonas mobilis dari bahan baku cocopeat (serabut kelapa).

Cocopeat (serabut kelapa yang telah dipilih sebagai limbah dan bernilai ekonomis) dapat

diolah menjadi sumber energi alternatif terbarukan yang ramah lingkungan untuk

memproduksi bioetanol. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode

delignifikasi, metode SSF (Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak), dan metode destilasi

sederhana. Parameter dalam fermentasi etanol yaitu pengaruh variasi temperatur 32, 35 dan

38oC, dan waktu fermentasi dengan variasi 72, 96, dan 120 jam. Kapang Trichoderma viride

memproduksi enzim selulase dan mengolah selulosa menjadi glukosa, sementara Zymomonas

mobilis mengolah glukosa menjadi produk bioetanol. Analisis kadar bioetanol diuji

menggunakan kromatografi gas. Hasil menunjukan dengan pH awal sekitar 5 mencapai

kondisi maksimal pada temperatur 35oC, lama fermentasi 72 jam (3 hari), dan kadar etanol

0,341%.

Production of Bioethanol from Cocopeat (Coconut Fiber) using Zymomonas mobilis

Bacteria

Abstract

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 2: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

This study investigated the production of bioethanol by anaerobic fermentation process using

Zymomonas mobilis bacteria of raw materials cocopeat (coconut fibers). Cocopeat (coconut

fibers which have been selected as a waste product and have economic value) can be

processed to produce bioethanol as a renewable alternative energy sources are

environmentally friendly. The method used in this research are the delignification method,

method of SSF (Simultaneous Saccharification and Fermentation), and a simple distillation

method. The parameters of ethanol fermentation, such as the, temperature variation of 32, 35

and 38oC, and period of fermentation with the variation of 72, 96, and 120 hours. Fungus

Trichoderma viride produced a cellulase enzyme and processed cellulose into glucose, while

Zymomonas mobilis process the glucose into ethanol product. Analysis of ethanol content was

measured by using gas chromatography. The results showed that an initial pH of 5 reached a

maximum condition at temperature of 35oC, fermentation period of 72 hours (3 days), and the

ethanol content of 0.341%.

Keywords: cocopeat, methods, fermentation, ethanol

Latar Belakang

Bioetanol merupakan etanol hasil fermentasi biomassa sebagai bahan bakar terbarukan

mengingat kuantitas minyak bumi saat ini terus menipis [11]. Secara mayoritas biomass

lignoselulosa yang dari sampah pertanian saat ini dianggap sebagai limbah, seperti cocopeat

(serabut kelapa) dan produksi etanol sebagai generasi kedua mempunyai emisi gas rumah

kaca yang lebih rendah dari generasi sebelumnya. Biomassa seperti tebu, jagung, ubi kayu,

dan sebagainya telah banyak diteliti potensinya dalam 20 tahun terakhir, namun jarang

penelitian yang menggunakan bahan baku cocopeat.

Berdasarkan Peraturan Menteri ESDM No.32 Tahun 2008 mengungkapkan bahwa kebutuhan

bioetanol pada tahun 2020 meningkat menjadi 20% untuk transportasi, 15% untuk industri

dan 15% untuk kelistrikan [3]. Terdapat tiga tahapan dalam konversi biomassa menjadi

etanol, meliputi perlakuan awal (pretreatment) lignoselulosa, hidrolisis enzimatik pada

substrat selulosa menjadi gula menggunakan kapang Trichoderma viride, dan fermentasi gula

menjadi etanol menggunakan bakteri Zymomonas mobilis [1].

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 3: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Penggolongan perlakuan awal fisika, kimia, gabungan fisika-kimia dan biologi merupakan

langkah awal konversi biomassa lignoselulosa ini. Pelarut alkasi (basa) yang paling baik

digunakan untuk mendegradasi lignin adalah NaOH. Kemampuan dalam proses mendegradasi

lignin dengan baik menjadi pertimbangan penting dalam produksi ini. Selain itu juga penting

dalam pencegahan terbentuknya produk samping yang bersifat menghalangi (inhibitor)

selama proses SSF sehingga diharapkan dapat menekan biaya produksi yang ekonomis.

Permasalahan Penelitian

Pada penelitian ini berfokus untuk mengetahui potensi bahan baku cocopeat dalam produksi

bioetanol dengan metode SSF (Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak) dan mengetahui

pengaruh variasi temperatur dan variasi periode fermentasi terhadap kadar etanol yang

didapatkan. Yang menjadi batasan permasalahan penelitian ini adalah cocopeat yang

digunakan berasal dari pedagang kelapa di pasar pal Cimanggis, Depok, enzim tidak

diproduksi terlebih dahulu dan tidak ada penambahan substrat atau komponen lain selama

proses SSF berlangsung. Hasil penambahan konsentrasi NaOH 15% (w/w) diharapkan banyak

lignin yang terdegradasi dari cocopeat (serabut kelapa) dan proses SSF dengan bakteri

Zymomonas mobilis dan kapang Trichoderma viride dapat mempercepat proses dalam

produksi etanol. Analisis kadar etanol yang dihasilkan dibandingkan dengan kadar alkohol

murni sebagai standarnya.

Tujuan dan Manfaat Penelitian

Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk memanfaatkan limbah cocopeat dalam produksi

etanol yang bernilai ekonomi dalam industri dan farmasi serta mendapatkan produk etanol

maksimal dalam waktu fermentasi yang cepat. Salah satu anfaat penelitian ini adalah untuk

memberikan informasi kepada masyarakat mengenai pengolahan limbah cocopeat menjadi

produk baru bioetanol.

Landasan Teori

Cocopeat (serabut kelapa) merupakan salah satu limbah biomassa lignoselulosa yang

mengandung lignin (36,51%), selulosa (33,61%), hemiselulosa (19,27%) dan abu (10,16%)

[4]. Material yang mengandung selulosa dapat diolah menjadi etanol yang dalam prosesnya

dibantu oleh mikroorganisme. Selulosa dapat dikonversi menjadi glukosa dan etanol melalui

hidrolisis selulosa dengan bantuan enzim selulase sebagai biokatalisator atau dengan

hidrolisis secara asam/basa [6] Komposisi serat dan peran penting hemiselulosa, sehingga

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 4: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

hemiselulosa ini berfungsi sebagai perekat antar selulosa. Kehilangan hemiselulosa akan

menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat [2].

Sedangkan lignin memiliki kandungan karbon dan energi yang relatif tinggi dibandingkan

dengan selulosa dan hemiselulosa, sehingga lignin pada lignoselulosa sulit untuk dihidrolisa

[10].

Berdasarkan penelitian Rajnish dkk [12], yang menjelaskan mengenai pengaruh pH dan suhu

pada pemurnian aktivitas endoglukanase dan stabilitas. Aktivitas pH berada di range 2 hingga

9 dengan optimum pada pH 5-6, sedangkan aktifitas suhu berada dirange 30 hingga 40oC

dengan optimum pada 30-35oC. Dalam penelitiannya Hanifah [7] dengan pH 5, konsentrasi

etanolnya hanya mulai mengalami peningkatan hingga jam ke 48, kemudian menurun sampai

jam ke-72, dan kemudian naik lagi hingga jam ke-96. Derajat keasaman pH merupakan salah

satu faktor yang berpengaruh pada pertumbuhan yeast. Yeast akan tumbuh optimum pada pH

4-6. Sedangkan, menurut Appiah [5] menjelaskan bahwa fermentasi menggunakan bakteri

Zymomonas mobilis mendapatkan hasil optimum fermentasi selama 3 hari (72 jam).

Dikaitkan dengan permasalahan energi alternatif dan pemanasan global, komponen selulosa

dan hemiselulosa dalam biomassa ini masih dapat didayagunakan sebagai bahan baku untuk

produksi bioetanol, karena komponen selulosa dan hemiselulosa ini merupakan rantai polimer

dari senyawa gula yang dapat difermentasikan menjadi bioetanol. Mikroorganisme dengan

sistem enzimatis yang dimilikinya dapat menentukan proses penguraian biomassa tanaman

menjadi komponen lignin, selulosa dan hemiselulosa maupun pada proses fermentasi selulosa

menjadi etanol [1].

Berdasarkan informasi dari Emma Hermawati [9] bahwa Pemisahan didasarkan pada

perbedaan distribusi dari masing-masing komponen di dalam fasa diam dan fasa gerak. Gas

kromatografi merupakan salah satu teknik spektroskopi yang menggunakan prinsip

pemisahan campuran berdasarkan perbedaan kecepatan migrasi komponen-komponen

penyusunnya. Dalam kromatografi dikenal istilah yaitu waktu retensi (TR), waktu komponen

sampel ditahan oleh kolom. Waktu retensi setiap komponen dalam sampel berbeda-beda

(spesifik).

Metode Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Agustus sampai November 2016, bertempat di

Laboratorium Biofisika, Departemen Fisika dan Laboratorium Kimia organik, Departemen

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 5: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Kimia, FMIPA UI dan Laboratorium Bioproses, Depertemen Teknik Kimia, FT UI.

Laboratorium penunjang antara lain Laboratorium Fisika Kimia dan Laboratorium

Parangtopo, Universitas Indonesia. Bahan-bahan yang digunakan berupa cocopeat (serabut

kelapa) yang sudah digiling, bakteri Zymomonas mobilis, kapang Trichodema viride, larutan

buffer pH 5, serta media kultur bakteri dan kapang. Peralatan utama yang digunakan selama

fermentasi SSF adalah penangas air (shaker waterbath) dan oven. Sedangkan untuk analisis

kadar etanol menggunakan alat GC (Gas Chromatography). Prosedur penelitian meliputi

1. Persiapan Peralatan

Tahap ini bertujuan untuk menghilangkan kotoran, bakteri dan jamur lain pada

alat/wadah sehingga saat digunakan dalam kondisi bersih dan aman.

2. Persiapan Sampel

Dalam tahap ini, serabut kelapa dijemur selama 3 hari, kemudian digiling menggunakan

mesin Disc Mill agar terpisah antara cocopeat dengan bagian lainnya dan memotongnya

menjadi ukuran kecil-kecil dengan menggunakan gunting, serta disimpan ditempat yang

kering (toples).

3. Delignifikasi

Pada tahap ini cocopeat didelignifikasi larutan basa NaOH dengan komposisi 15% dari

berat sampel selama 3 jam dengan temperatur 150oC menggunakan oven yang bertujuan

untuk merusak struktur lignin dari cocopeat. Selanjutnya, dilakukan perendaman 20-24

jam dengan air dan membilasnya hingga bersih, serta mengeringkan sampel yang telah

didelignifikasi (kurang lebih 3-4 hari) dan menimbangnya sebanyak 10 gram untuk

setiap sampel uji.

4. Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak (SSF)

KapangTrichodema viride dan bakteri Zymomonas mobilis diambil masing-masing

sebanyak 1 Ose untuk setiap erlenmeyer sampel uji. Hidrolisis dilakukan secara

enzimatis, dimana enzim diperoleh dari fungi Tricoderma viride. Enzim yang dihasilkan

oleh fungi Tricoderma viride adalah enzim selulase. Enzim inilah yang akan mengubah

selulosa menjadi gula berupa glukosa, fruktosa maupun sukrosa yang kemudian diubah

menjadi etanol oleh bakteri Zymomonas mobilis (fermentasi). Kapang dan bakteri yang

diambil sebanyak 1 Ose untuk setiap erlenmeyer sampel uji.

Pada tahap fermentasi terjadi pemecahan gula-gula sederhana menjadi etanol dengan

melibatkan enzim dan bakteri. Fermentasi dilakukan pada temperatur 32, 35 dan 38 oC.

Pegaturan suhu pada shaker waterbath Laboratorium Bioproses 32oC untuk periode 3

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 6: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

dan 4 hari (2 erlenmeyer), suhu 35oC pada shaker waterbath Laboratorium Kimia

Organik untuk 3 dan 4 hari (2 erlenmeyer), dan suhu 38oC pada Oven Laboratorium

Kimia Organik untuk 3 dan 5 hari (2 erlenmeyer).

5. Distilasi

Titik didih etanol (78 – 80oC) lebih rendah dibanding titik didih air sehingga ketika

mencapai 78oC etanol akan keluar (menguap) terlebih dahulu. Hasil fermentasi dalam

erlenmeyer dialirkan melalui kondensor. Hal ini bertujuan untuk mengembunkan etanol.

Proses ini memerlukan waktu sekitar 1 jam.

6. Penentuan Kadar Etanol dengan GC

Hasil destilat etanol di uji menggunakan alat GC untuk mengukur larutan 1 µL destilat

masing-masing sampel dengan kadar etanol yang didapat. Kadar etanol yang dihasilkan

dilihat dari waktu retensi dan luas kromatogrannya serta membandingkannya dengan

kurva standar senyawa murni.

Hasil Penelitian

1. Hasil Delignifikasi

(a) (b)

Gambar 1. (a) Sebelum Delignifikasi, (b) Setelah Delignifikasi

2. Hasil Selama Fermentasi

Tabel 1. Volume Larutan (ml) Sebelum dan Setelah Proses SSF

Sebelum SSF

(ml)

Setelah SSF

(ml)

100 70

100 75

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 7: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

120 105

120 108

120 78

120 68

Tabel 2. Perbandingan Periode Fermentasi dan Temperatur Terhadap Kadar

Etanol

Periode Fermentasi

(jam)

Temperatur

(oC)

Kadar (%)

72 32 0,054

72 35 0,341

72 38 0,122

96 32 0,004

96 35 0,04

120 38 0,298

3. Proses Fermentasi Metode SSF

Gambar 2. Skema Kondisi Selama Proses SSF

4. Hasil Distilasi

Tabel 3. Hasil Proses Distilasi Volume Larutan (ml)

Awal Pasca SSF Destilat Etanol Bocor

100 70 0,75 Ada

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 8: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

100 75 3,5 Ada

120 105 3,5 Ada

120 108 3 Ada

120 78 2,5 Ada

120 68 13 Ada

5. Data Pengukuran Secara Keseluruhan

Tabel 4. Data Pengukuran GC Semua Sampel Uji

Periode Fermentasi

(jam)

Temperatur

(oC)

Destilat (ml) Luas Area TR (s)

72 32 0,75 276972 2,678

72 35 3,5 1762069 2,674

72 38 2,5 631248 2,673

96 32 3,5 20683 2,623

96 35 3 252497 2,667

120 38 13 1537468 2,675

Tabel 5. Hasil Pengukuran Alkohol Standar dengan Alat GC

ETANOL STD (%) Luas Area TR

0,1 561562 2,677

1 4482983 2,679

3 15451971 2,681

10 51676129 2,669

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 9: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Gambar 3. Grafik Linearitas Pengukuran Alkohol Standar

Pembahasan

Dalam proses delignifikasi, penggunaan NaOH 15% (w/w) bersamaan pemanasan dengan

oven (temperatur 150oC) selama 3 jam didapatkan hasil yaitu perubahan fisik penampang

cocopeat pada Gambar 1. Perubahan tersebut dikarenakan adanya transfer panas dari oven ke

cocopeat melalui sirkulasi udara yang terlalu tinggi dan adanya pengelupasan atau kerusakan

pada permukaan cocopeat selama pemanasan selain ligninnya juga mungkin sebagian

selulosanya.

Berdasarkan penelitian Hendri [8] menjelaskan bahwa terdapat perbedaan perkembangbiakan

bakteri Zymomonas mobilis dan kapang Trichoderma viride terhadap medium tumbuhnya.

Bakteri Zymomonas mobilis tumbuh optimum pada jam ke-96 dan kapang Trichoderma viride

tumbuh optimum pada jam ke-72. Hasil perbandingan inilah yang menjadi parameter

pendukung penelitian ini. Tabel 1 merupakan data pengukuran parameter fermentasi terhadap

kadar etanol yang dihasilkan selama proses fermentasi SSF. Parameter SSF antara lain

periode fermentasi (dalam jam) dan temperatur fermentasi (oC).

Secara umum proses fermentasi dengan metode SSF terlihat pada gambar 2. Kapang

Trichoderma viride memproduksi enzim dan glukosa dari substrat selulosa dan bakteri

Zymomonas mobilis memproduksi etanol dari sebagian selulosa cocopeat.

y=5160043.11xR²=1.00

0

10000000

20000000

30000000

40000000

50000000

60000000

0 2 4 6 8 10 12

LuasArea

Konsentrasi(%)

GrafikSTDETANOL

Series1

Linear(Series1)

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 10: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Pengaruh periode fermentasi terhadap produksi etanol yaitu semakin lama fermentasi maka

jumlah mikroba juga makin banyak, namun etanol yang dihasilkan bukan disebabkan oleh

banyaknya mikroba saja tetapi juga oleh banyaknya glukosa yang dihasilkan dari enzim dan

substratnya. Berdasarkan gambar 2 di atas, walaupun jumlah mikrobanya banyak dan sintesa

glukosa rendah maka hasil etanolnya juga rendah. Sedangkan, kenaikan temperatur

mempengaruhi kecepatan reaksi/katalis enzim selulase didalamnya menjadi lebih cepat

dimana enzim selulase yang terproduksi akan digunakan oleh sebagian kapang Trichoderma

viride untuk mengolah selulosa sebagai substratnya menjadi glukosa, kemudian glukosa

tersebut digunakan oleh bakteri Zymomonas mobilis untuk memproduksi etanol.

Dalam penelitian Hendri [8] pada suhu ruang menunjukkan perkembangbiakan bakteri

Zymomonas mobilis dan kapang Trichoderma viride pada jam ke-120 menurun, sedangkan

pada penelitian ini justru sebaliknya. Hal ini dikarenakan bakteri bakteri tersebut

berkembangbiak dengan baik mencapai 96 jam dan kapang tersebut berkembangbiak dengan

baik mencapai 72 jam, sehingga hasilnya akan menurun pada waktu 120 jam.

Pada sampel uji dengan temperatur 32oC didapatkan hasil etanol yaitu 0,054% pada jam ke-72

fermentasi dan 0,004% pada jam ke-96. Pada temperatur 32oC, mikroba masih

berkembangbiak dan kerja enzim belum mencapai optimum, sehingga kadar etanol yang

dihasilkan paling rendah jika dibandingkan pada temperatur lainnya. Ketika temperatur

dinaikan dari 32oC menjadi 35oC, kadar etanol yang didapatkan juga lebih tinggi dari

sebelumnya. Kadar etanol yang dihasilkan pada temperatur 35oC yaitu 0,341% pada jam ke-

72 dan 0,04% pada jam ke-96. Hal ini disebabkan karena ketika temperatur dinaikkan maka

aktivasi enzim juga meningkat, mikroba juga berkembangbiak dan pada kondisi ini hasil yang

didapatkan mencapai optimumnya. Sampel uji dengan temperatur 32oC dan 35oC

menggunakan alat penangas air (shaker waterbath) yang berfungsi untuk menginkubasi dan

menshaker agar temperaturnya tetap konstan dan terjadi homogenitas sesuai parameter yang

telah ditentukan, ditunjukkan oleh Tabel 2.

Pada sampel uji dengan temperatur 38oC yang menggunakan alat oven sebagai pembanding

alat penangas air didapatkan hasil kadar etanol sebesar 0,122% pada jam ke-72 dan 0,298%

pada jam ke-120. Pada temperatur 35oC hasil etanol yang dihasilkan lebih tinggi. Sedangkan

pada temperatur 38oC, hasil etanolnya menurun. Hal ini disebabkan karena pada kondisi ini

aktivasi enzim menurun dan mikroba tetap berkembangbiak. Ketika kerja enzim menurun,

maka glukosa dan etanol yang dihasilkan juga sedikit. Hasil etanol pada jam ke-120 dengan

temperatur 38oC justru naik dibandingkan dengan hasil etanol pada temperatur 32oC dan 35oC

selama 96 jam fermentasi, ditunjukkan oleh Tabel 2. Hal yang memungkinkan hasil ini

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 11: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

berbeda adalah penggunaan alat oven selama proses fermentasi SSF ini. Penggunaan alat ini

tanpa usaha homogenitas dan shaker.

Destilat etanol yang diperoleh berkisar 0,75 ml hingga 13 ml. Banyak sedikitnya destilat

etanol ini tidak mempengaruhi besar kecilnya kadar etanol (kemurnian etanol), seperti pada

Tabel 3. Kebocoran uap etanol pada semuua sampel uji selama proses destilasi sederhana

yang ditunjukkan oleh merembesnya uap melalui persambungan kondensor dengan leher

erlenmeyer yang mengakibatkan destilat yang dihasilkan lebih sedikit dan ada kemungkinan

mempengaruhi kadar etanol yang lebih rendah. Salah satu produk samping dari fermentasi

SSF selain bioetanol adalah karbon dioksida. Karbon dioksida dalam larutan fermentasi ketika

dipanaskan akan mengeluarkan buih. Ketika dipanaskan maka gelembung-gelembung dalam

buih berubah menjadi besar dan merambat keatas. Hal ini yang menyebabkan persambungan

kondensor dengan erlenmeyer menjadi basah dan terdapat kebocoran (merembes) uap etanol

sehingga destilat etanol menjadi berkurang.

Hasil uji GC pada Tabel 4 dan 5 menunjukkan interaksi antara sampel dengan fasa diamnya di

dalam alat GC menentukan berapa lama (waktu retensi, TR) komponen sampel akan ditahan

dan keluar kolom yang akan keluar yang ditunjukan oleh peak kromatogram pada monitor.

Pada larutan alkohol standar (0,1%, 1%, 3%, dan 10%) didapatkan kurva linearitas kalibrasi

antara kadar (%) terhadap luas kromatogram untuk larutan standar dengan persamaan berikut.

y = 5160043,11x

Nilai y menunjukkan luas kromatogram masing-masing sampel, sedangkan nilai x

menunjukan kadar etanol (dalam %) sampel, ditunjukkan pada Gambar 3.

Berdasarkan perhitungan pada lampiran didapatkan kadar etanol secara berurutan yaitu

0,054%, 0,341%, 0,122%, 0,004%, 0,04%, dan 0,298%. Kadar etanol tertinggi ditunjukan

pada sampel kedua yaitu sampel dengan hasil SSF 72 jam (3 hari) dan temperatur 35oC

sebesar 0,341% menggunakan shaker waterbath dan hasil yang tertinggi kedua yaitu sampel

dengan hasil SSF 120 jam (5 hari) dan temperatur 38oC sebesar 0,298%.

Berdasarkan hasil etanol yang didapatkan secara keseluruhan masing-masing sampel masih

dibawah 1% kadar etanolnya. Hal ini terjadi karena adanya faktor yang mungkin dapat

menyebabkan hasil ini rendah, yaitu kandungan lignin pada cocopeat belum terdegradasi

sempuna sehingga selulosa dihasilkan masih sedikit. Jika selulosa dalam jumlah sedikit maka

enzim selulase yang terproduksi dalam jumlah sedikit dan etanol yang dihasilkan juga sedikit.

Kesimpulan

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 12: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa cocopeat dapat diolah menjadi produk

baru yaitu bioetanol. Metode fermentasi SSF (Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak)

menggunakan bakteri Zymomonas mobilis merupakan metode yang sangat cocok untuk

fermentasi lignoselulosa dengan waktu yang cepat dan efisien. Parameter optimum dalam

produksi bioetanol yaitu pH medium 5, temperatur 35oC, dan periode fermentasi selama 72

jam (3 hari), sedangkan untuk maksimum kadar etanol dalam penelitian ini adalah 0,341%

untuk inkubasi menggunakan shaker waterbath. Kadar etanol yang dihasilkan secara

keseluruhan belum mencapai 1%, karena degradasi lignin belum terproses dengan sempurna.

Saran

Adapun saran untuk penelitian selanjutnya bahwa penelitian ini memang telah menghasilkan

etanol dalam waktu yang cepat namun masih belum maksimal untuk mendapatkan kadar

etanol yang lebih tinggi, sehingga perlu adanya inovasi dan kontrol parameter, diperlukan

untuk menganalisa/mengukur kandungan selulosa dan lignin dengan metode Datta (Chesson)

yang terkandung dalam cocopeat, serta untuk mengurangi kebocoran uap etanol dalam tahap

destilasi karena tekanan uap yang besar, sebaiknya persambungan kondensor dengan

erlenmeyer diikatkan menggunakan kawat.

Daftar Referensi

[1] Agustini, Luciasih., Irianto, Ragil S.B., Turjaman, Maman., & Santoso, Erdy. 2011.

“Isolat dan Karakteristik Enzimatis Mikroba Lignoselulolitik di Tiga Tipe Ekosistem

Taman Nasional”. Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan

Rehabilitasi

[2] Anindyawati, Trisanti. 2010. “Potensi Selulase dalam Mendegradasi Lignoselulosa

Limbah Pertanian untuk Pupuk Organik”. [Berita Selulosa. Vol. 45. No. 2 : 70-77].

[3] Anonim. 2013. “Analisis Peningkatan Penggunaan Biodiesel Sebagai Upaya Mengatasi

Defisit Neraca Perdagangan Migas”. Jakarta : Badan Pengkajian Dan Pengembangan

Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan RI

[4] Anshari, Dedi. 2009. Impregnasi Asap Cair Tempurung Kelapa Poliester Tak jenuh.

Jurnal Kimia Pangan

[5] Appiah, Charles Ofosu. 2013. “Evaluation of Ethanol Production from Pito Mash using

Zymomonas mobilis and Saccharomyces cerevisieae”. Ghana : Kwame Nkrumah

University of Science and Thechnology

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016

Page 13: Produksi Bioethanol Dari Cocopeat (Serabut Kelapa ...

[6] Ariestaningtyas, Y. 1991. Pemanfaatan Tongkol Jagung untuk Produksi Enzim Selulase

oleh Trichoderma viride. Skripsi. Bogor : Institut Pertanian Bogor

[7] Hanifah, Fani Siti. 2007. “Produksi bioetanol dari bagas dengan enzim selulase dan

enzim selobiase = Bioetanol production from bagasse by cellulase enzyme and cellobiase

enzyme”. Depok : Universitas Indonesia [Skripsi UI No. S49835]

[8] Hendri. 2016. “Kecepatan Potensi Fermentasi Zymomonas mobilis untuk Sampah Daun

Kering dan Cocopeat Dalam Produksi Alkohol “. Depok : Universitas Indonesia

[9] Hermawati, Emma. 2014. “Modul Praktikum Kromatografi Gas Departemen Kimia

FMIPA UI”. Depok : Universitas Indonesia

[10] Iranmahboob, J., Nadim, F., Monemi, S., 2002. “Optimizing acid-hydrlysis: a critical

step for production of ethanol from mixed wood chips”. [Biomass and Bioenergy, 22: 401

– 404]

[11] Izzati N., R. Yusnidar, & H.R. Amrullah. 2010. “Optimasi Pembuatan Bioetanol dari

Ubi Jalar Putih (Ipomea batatas L.) Sebagai Sumber Alternatif Bahan Bakar yang

Terbarukan”. Malang : Universitas Negeri Malang.

[12] Keshwani, D.R. 2009. “Microwave Pretreatment of Switchgrass for Bioethanol

Production”. Raleigh : North Carolina State University [Dissertation]

menggunakan bakteri ..., Akhmad Alwan Asroruddin, FMIPA UI, 2016