Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

42
LAPORAN PRODUKSI BERSIH PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT Oleh: Farid Abdul Qohar F34070003 Sri Alam S. Nasution F34070006 Biantri Raynasari F34070007 Rima Rahmawati F34070009 Andini Widya Astuti F34070010 Agung Utomo F34070012 Siti Irma Erviana F34070015 Alisia Rahmaisni F34070034 Yana Taryana F34070036 Rahman F34070100 2010 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

Transcript of Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Page 1: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

LAPORAN PRODUKSI BERSIH

PADA INDUSTRI PENYAMAKAN KULIT

Oleh:

Farid Abdul Qohar F34070003

Sri Alam S. Nasution F34070006

Biantri Raynasari F34070007

Rima Rahmawati F34070009

Andini Widya Astuti F34070010

Agung Utomo F34070012

Siti Irma Erviana F34070015

Alisia Rahmaisni F34070034

Yana Taryana F34070036

Rahman F34070100

2010

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

Page 2: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Industri penyamakan kulit adalah industri yang mengolah kulit mentah

menjadi kulit jadi. Industri penyamakan kulit merupakan salah satu industri yang

didorong perkembangannya sebagai penghasil devisa non migas. Industri

Penyamakan kulit sebagai salah satu industri yang berpotensi menghasilkan

limbah, terutama tanin, kromium, suspensi solid, BOD, COD dan klorida.

Sejauh ini masalah utama yang masih sering dipermasalahkan dalam indutri

ini yaitu mengenai penanganan limbah yang dihasilkan, karena industri ini

mempunyai konsekuen untuk dapat mencemari lingkungan yang ada disekitarnya

baik melalui air, tanah dan udara. Peraturan Pemerintah No. 82 tahun 2001

tentang pengendalian Pencemaran Lingkungan, menjelaskan bahwa tidak

diperkenangkan membuang limbah cair kedalam tanah kecuali mendapat izin dari

mentri terkait dan berdasarkan hasil penelitian. Olehnya itu diharapkan bahwa

setiap kegiatan industri yang mengeluarkan limbah harus dilengkapi dengan

instalasi pengolahan air limbah, dengan harapan untuk menekan dampak yang

terjadi, sehingga kelestarian lingkungan dapat teratasi.

Berdasarkan hal di atas, penulis memilih Industri penyamakan kulit sebagai

industri yang akan di audit produksi bersih. Industri penyamakan kulit ini berada

di daerah Cibuluh Bogor dan masih tergolong ke dalam industri skala kecil.

Limbah yang dihasilkan tidak terlalu banyak, seperti halnya industri-industri

penyamakan kulit pada skala besar. Namun, hal tersebut tidak dapat menghalangi

adanya suatu pengendalian dan pengurangan limbah produksi.

Page 3: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

B. TUJUAN

Tujuan dari kunjungan kelompok ke Industri Penyamakan Kulit di Cibuluh,

Bogor ini yaitu :

1. Untuk mengetahui jenis limbah yang dihasilkan oleh industri penyamakan

kulit Cibuluh Bogor.

2. Untuk mengetahui sumber dan karateristik limbah cair industri penyamakan

kulit.

3. Untuk mengetahui proses pengolahan limbeh cair pada Industri Penyamatan

kulit.

4. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari industri penyamakan

kulit.

5. Untuk menerapkan produksi bersih, mengatasi dan memberikan solusi

penanganan limbah terhadap industri penyamakan kulit di Cibuluh Bogor.

Page 4: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

II. PROSEDUR

Prosedur Quick Scan Penyamakan Kulit

Waktu : Selasa, 9 November 2010

Tempat : Industri Penyamakan Kulit

Prosedur :

1. Persiapan

Pengadaan informasi dari sektor industri dan pengumpulan data dari

pengalaman sektor spesifik cleaner production.

2. Pelaksanaan

Wawancara & tour fasilitas dengan para manajer produksi atau yang

bertanggung jawab menentukan informasi penting.

3. Evaluasi data

Membandingkan proses produksi yang terjadi di lapang dengan yang ada di

referensi dan dapat berupa ringkasan dari proses operasi, material dan energi

yang menggunakan diagram alir.

4. Laporan ringkas

Penilaian dari potensi produksi bersih dan diskusi pada jasa penilaian

produksi bersih.

Page 5: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

III. DESKRIPSI INDUSTRI

Kunjungan produksi bersih dilakukan pada industri penyamakan kulit H. Ali

Ahmad. Industri ini merupakan usaha keluarga yang dirintis oleh H. Ali Ahmad.

Lokasi pabrik terdapat di Cibuluh, Bogor yang telah berdiri sejak 30 tahun lalu.

Industri penyamakan kulit H. Ali Ahmad termasuk ke dalam industri kecil karena

memiliki tenaga kerja 30 orang. Sebagian besar tenaga kerjanya berada di bagian

produksi yaitu sebanyak 20 orang. Kapasitas produksi di pabrik ini berkisar antara

1 ton sampai 1,5 ton setiap harinya.

Bahan baku yang digunakan berupa kulit sapi, kambing, dan domba yang

diperoleh dari rumah potong hewan yang berasal dari Jakarta dan Ciampea. Bahan

baku sebelumnya dikumpulkan oleh pengumpul dan kemudian dijual ke pabrik.

Mulai 5 tahun lalu, bahan baku mulai susah didapat karena munculnya industri

penyamakan kulit lain. Akibatnya, kapasitas produksi sebanyak 1 ton sampai 1,5

ton tidak dapat dipenuhi setiap harinya. Untuk menekan biaya produksi, pabrik

tidak melakukan produksi tiap hari dan hanya akan melakukan produksi apabila

kapasitas minimalnya terpenuhi.

Pasokan bahan baku yang diperoleh juga dipengaruhi oleh waktu. Suplai

kulit akan meningkat pada hari-hari tertentu seperti hari raya idul adha. Namun,

kulit yang berasal dari hewan kurban pada umumnya memiliki kualitas yang

rendah karena kulit tidak mendapatkan penanganan awal yang baik setelah kulit

dipisahkan dari hewan.

Pengolahan kulit yang dilakukan adalah mengolah bahan mentah berupa

kulit hewan sampai menjadi bahan setengah jadi yaitu lembaran kulit yang siap

diolah. Lembaran kulit ini dapat diolah menjadi produk lain seperti sepatu, tas,

dan jaket kulit. Waktu pengolahan yang diperlukan mulai dari bahan mentah

menjadi bahan setengah jadi adalah 20 hari. Proses tersebut terdiri atas 17 tahap,

yaitu pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian,

pembuangan daging, pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel),

penyamakkan (tanning), penipisan atau penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian,

pengeringan, perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta pengukuran dan

penyortiran.

Page 6: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

IV. TINJAUAN PUSTAKA

A. KULIT

Komoditas kulit digolongkan menjadi kulit mentah dan kulit samak

(Purnomo, 1985). Menurut Judoamidjojo (1974), kulit mentah adalah bahan baku

kulit yang baru ditanggalkan dari tubuh hewan sampai kulit yang mengalami

proses-proses pengawetan atau siap samak. Kulit mentah dibedakan atas kulit

hewan besar (hides) seperti sapi, kerbau, steer, dan kuda, serta kelompok kulit

yang berasal dari hean kecil (skins) seperti kambing, domba, calf, dan kelinci

(Purnomo, 1985) termasuk di dalamnya kulit hewan besar yang belum dewasa

seperti kulit anak sapi dan kuda.

Menurut Judoamidjojo (1974), secara topografis kulit dibagi menjadi 3

bagian. Gambar 1 menunjukkan topografi kulit hewan secara umum.

a. Daerah krupon, merupakan daerah terpenting yang meliputi kira-kira 55%

dari seluruh kulit dan memiliki jaringan kuat dan rapat serta merata dan

padat.

b. Daerah leher dan kepala meliputi 3% bagian dari seluruh kulit. Ukurannya

lebih tebal dari daerah krupon dan jaringannya bersifat longgar serta sangat

kuat.

c. Daerah perut, paha, dan ekor meliputi 22% dari seluruh luas kulit. Bagian

tersebut paling tipis dan longgar.

Gambar 1 Topografi kulit hewan.

Page 7: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Komposisi kimia kulit terdiri atas air, protein, lemak, garam mineral, dan zat

lainnya (Fahidin, 1977). Kandungan air pada tiap bagian kulit tidaklah sama.

Bagian yang paling sedikit mengandung air adalah krupon (bagian punggung),

selanjutnya berturut-turut adalah bagian leher dan perut (Purnomo, 1985). Kadar

air berbanding terbalik terhadap kadar lemak. Jika kadar lemaknya tinggi maka

kadar airnya rendah (Purnomo, 1985). Tabel 1 menunjukkan komposisi kimia

kulit mentah segar. Terlihat dalam Tabel 1 bahwa kandungan protein pada kulit

memiliki presentasi yang tinggi sehingga harus segera dilakukan proses

pengawetan dan penyamakan agar kulit tahan lama.

Tabel 1. Komposisi substansi kimia kulit domba mentah segar

Komponen Presentase (%)

Air 64

Protein

Protein fibrous

-elastin

-kolagen

-keratin

Protein globular

-albumin, globulin

-mucin, mucoid

33

0.3

29

2

1

0.7

Lemak 2

Garam mineral 0.5

Zat lain 0.5

Sumber: Sharephouse (1978)

B. PENGAWETAN

Proses pengawetan dilakukan paling lambat lima jam setelah proses

pengulitan menjadi kulit mentah segar. Proses pengawetan meliputi proses

penggaraman dan pengeringan bertujuan untuk mencegah serta membatasi

pertumbuhan bakteri pembusuk Proses pengawetan dapat dilakukan dengan

beberapa cara:

Page 8: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

1. Pementangan

Kulit mentah yang sudah dibersihkan pada suatu bingkai segi empat yang

terbuat dari kayu, bambu atau papan, kemudian dijemur dengan kemiringan

60o dari tanah dan permukaan daging mengarah ke atas. Lama penjemuran

untuk kulit sapi antara 2 sampai 4 hari, sedang kulit kambing dan domba

cukup 1 sampai 2 hari.

2. Pickle

Yaitu cairan yang terdiri dari larutan garam dapur (NaCl) dengan asam

sulfat (H2SO4) atau asam formit (H3COOH) dengan perbandingan tertentu.

Pengerjaan dengan pickle harus melalui proses siap samak, sehingga telah

bersih dari segala kotoran. Kulit siap samak tersebut dimasukkan ke dalam

asam, diaduk perlahan-lahan dan kemudian didiamkan selama satu malam.

Menurut Aten (1966), pengawetan dengan cara penggaraman terbagi

menjadi penggaraman kering (dry salting) dan penggaraman basah (wet salting).

Stanley (1993), menambahkan bahwa penggaraman merupakan metode

pengawetan yang paling mudah dan efektif. Reaksi osmosis dari garam mendesak

air keluar dari kulit hingga tingkat kondisi yang tidak memungkinkan

pertumbuhan bakteri.

Menurut Fahidin dan Muslich (1999), garam yang digunakan dalam

pengawetan kulit memiliki beberapa fungsi yaitu: 1) mengambil air dari kulit

sehingga menghalangi pertumbuhan bakteri busuk; 2) membentuk reaksi

plasmolisis mikroorganisme; dan 3) meracuni mikroorganisme. Garam yang biasa

dipakai adalah garam dapur (NaCl) dan garam khari (NaCl 50% dan Na2SO4

50%) (Judoamidjojo, 1974). Fahidin dan Muslich (1999) menambahkan bahwa

syarat-syarat garam yang digunakan sebagai berikut: butiran garam 1 mm, kadar

Ca dan Mg tidak boleh lebih dari 2%, serta bebas dari besi.

C. PENYAMAKAN

Kulit mentah segar bersifat mudah busuk karena merupakan media yang

baik untuk tumbuh dan berkembangbiaknya organisme. Kulit mentah tersusun

dari unsur kimiawi seperti: protein, karbohidrat, lemak, dan mineral. Oleh sebab

itu, perlu dilakukan proses pengwetan kulit sebelum kulit diolah lebih lanjut.

Page 9: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Teknik mengolah kulit mentah menjadi kulit samak disebut penyamakan.

Dengan demikian, kulit hewan yang mudah busuk dapat menjadi tahan terhadap

serangan mikroorganisme (Judoamdjojo, 1981). Prinsip mekanisme penyamakan

kulit adalah memasukkan bahan penyamak ke dalam anyaman atau jaringan serat

kulit sehingga menjadi ikatan kimia antara bahan penyamak dan serat kulit

(Purnomo, 1991).

Menurut Fahidin dan Muslich (1999), teknik penyamakan kulit

dikelompokkan menjadi 3 tahapan, yaitu proses pra penyamakan, penyamakan,

dan pasca penyamakan.

1. Prapenyamakan

Proses pra-penyamakan (Beam Open House Operation) meliputi

perendaman, pengapuran, pembuatan daging, pembuangan kapur, pengikatan

proten, pemucatan dan pengasaman (Purnomo, 1992).

a. Perendaman (soaking) merupakan tahapan pertama dari proses penyamakan

yang bertujuan mengembalikan kadar air kulit yang hilang selama proses

pengawetan sehingga kadar airnya mendekati kadar air kulit segar.

Bienkiewicz (1983) menambahkan bahwa tujuan perendaman adalah

membuang zat padat seperti pasir, kerikil, parasit, sisa darah, urin, dan

kotoran. Pencegahan proses pembusukan dalam perendaman dapat

dilakukan dengan cara: 1) mengusahakan agar air perendaman tetap dingin,

terutama di musim panas perlu digunakan thermometer; 2) penambahan

sedikit bakterisida (Mann, 1980).

b. Tujuan pengapuran adalah menghilangkan epidermis dan bulu, kelenjar

keringat dan lemak, dan menghilangkan semua zat-zat yang bukan collagen

yang aktif menghadapi zat-zat penyamak. Oleh karena semua proses

penyamakan dapat dikatakan berlangsung dalam lingkungan asam maka

kapur di dalam kulit harus dibersihkan sama sekali. Kapur yang masih

ketinggalan akan mengganggu proses penyamakan. Proses ini menggunakan

enzim protese untuk melanjutkan pembuangan semua zat- zat bukan

collagen yang belum terhilangkan dalam proses pengapuran antara lain:

1) Sisa- sisa akar bulu dan pigmen

2) Sisa- sisa lemak yang tak tersabunkan

Page 10: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

3) Sedikit atau banyak zat- zat kulit yang tidak diperlukan artinya untuk

kulit atasan yang lebih lemas membutuhkan waktu proses bating yang

lebih lama Sisa kapur yang masih ketinggalan (Purnomo, 1992).

c. Proses buang daging (fleshing) bertujuan menghilangkan sisa-sisa daging

(subcutis) dan lemak yang masih melekat pada kulit. Proses buang bulu

(scudding) bertujuan menghilangkan sisa-sisa bulu beserta akarnya yang

masih tertinggal pada kulit (Fahidin dan Muslich, 1999).

d. Pembuangan kapur (deliming) bertujuan untuk menurunkan pH yang

disebabkan sisa kapur yang masuk masih terdapat pada kulit (Purnomo,

1992). Proses buang kapur biasanya menggunakan garam ammonium sulfat

(ZA). Garam itu memudahkan proses pembuangan kapur karena tidak ada

pengendapan-pengendapan dan tidak terjadi pembengkakan kulit (Fahidin

dan Muslich, 1999).

Ca(OH)2+(NH)2SO4 CaSO4+2NH4OH

e. Pelumatan (bating) bertujuan untuk membuka atau melemaskan kulit lebih

sempurna secara enzimatik. Bahan yang digunakan adalah oropon/enzilen,

yaitu bahan paten yang dibuat dari pankreas dan garam-garam ammonium

sebagai aktivator (Judoamidjojo et al., 1979). Menurut Purnomo (1985),

tujuan dari proses bating adalah menghilangkan sisa-sisa akar bulu dan

pigmen, sisa lemak yang tidak tersambungkan, dan menghilangkan sisa

kapur yang masih tertinggal. Proses bating diperlukan terutama untuk

pembuatan kulit halus dan lemas, misalnya kulit box, pakaian, dan sarung

tangan (Fahidin dan Muslich, 1999).

Menurut Mann (1980), waktu bating yang berlebihan dapat menyebabkan

kulit menjadi lepas dan menipis karena banyak protein yang terhidrolisis

sehingga mengakibatkan kekuatan tarik menjadi rendah. O’ Flaherty (1956)

menyatakan bahwa waktu bating yang terlalu singkat menyebabkan

terjadinya pemisahan serat-serat fibril yang tidak sempurna, penetrasi bahan

penyamak kurang merata, permukaan terluar dari serabut lebih tersamak

sehingga kulit menjadi mudah patah, kaku, dan keras.

Page 11: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

f. Pengasaman (pikling) berfungsi untuk mengasamkan kulit sampai pH

tertentu sebelum proses penyamakan krom, jadi dilakukan penurunan pH

kulit menjadi 3 (Jayusman, 1990). Selain itu, pengasaman juga dilakukan

untuk menghilangkan noda hitam pada kulit akibat proses sebelumnya atau

unsur besi pada kulit, serta hilangnya noda putih karena pengendapan

CaCO3 yang menyebabkan cat dasar tidak merata (Purnomo, 1992).

2. Penyamakan

Penyamakan adalah seni atau teknik dalam mengubah kulit mentah yang

bersifat labil menjadi kulit samak yang lebih permanen (Judoamidjojo, 1984;

Brotomulyono et al., 1986). Penyamakan bertujuan mengubah kulit mentah yang

memiliki sifat tidak stabil menjadi kulit tersamak yang mempunyai sifat stabil dan

bahan pokok dari proses ini adalah kulit siap samak dan bahan samak (Purnomo,

1992). Fahidin dan Muslich (1999) juga menyebutkan bahwa bahan mineral yang

digunakan pada proses penyamakan adalah garam yang berasal dari logam

alumunium, zirkanium, ferum, cobalt, dan kromium. Keuntungan penggunaan

krom adalah penyamakan lebih cepat, murah, serta mudah diwarnai.

Penyamakan kulit dapat dikelompokkan berdasarkan bahan penyamak yang

digunakan, yaitu: 1) samak nabati, menggunakan bahan penyamak asal tumbuhan;

2) samak mineral, menggunakan bahan penyamak mineral seperti Al, Cr, atau Zn;

3) samak sintesis, menggunakan bahan penyamak sintetik seperti aromatic

syntans, resin, dan apiphatic syntans; 4) samak aldehid, menggunakan bahan

penyamak aldehid seperti minyak ikan, gluteraldehid, formaldehid (Shapouse,

1983).

Cara penyamakan dengan bahan penyamakan mineral dengan menggunakan

bahan penyamak krom, yaitu zat penyamak krom yang biasa digunakan adalah

bentuk kromium sulfat basa. Basisitas dari garam krom dalam larutan

menunjukkan berapa banyak total velensi kroom diikat oleh hidriksil sangat

penting dalam penyamakan kulit. Pada basisitas total antara 0-33,33%, molekul

krom terdispersi dalam ukuran partikel yang kecil (partikel optimun untuk

penyamakan). Zat penyamak komersial yang paling banyak digunakan memunyai

basisitas 33,33%. Jika zat penyamak krom ini ingin difiksasikan didalam substansi

Page 12: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

kulit, maka basisitas dari cairan krom harus dinaikkan sehingga mengakibatkan

bertambah besarnya ukuran partikel zat penyamak krom. Dalam penyamakan

diperlukan 2,5- 3,0% Cr2O3 hanya 25 %, maka dalam pemakainnya diperlukan

100/25 x 2,5 % Cromosol B= 10% Cromosol B. Obat ini dilarutkan dengan 2-3

kali cair, dan direndam selama 1 malam. Kulit yang telah diasamkan diputar

dalam drum dengan 80- 100%air, 3-4 % garam dapur (NaCl), selma 10-15 menit

kemudian bahan penyamak krom dimasukkan sbb:

1/3 bagian dengan basisitas 33,3 % putar selama 1 jam

1/3 bagian dengan basisitas 40-45 % putar selama 1 jam

1/3 bagian dengan basisitas 50 % putar selama 3 jam.

Cara penyamakan dengan bahan penyamak aluminium (tawas putih), yaitu

kulit yang telah diasamkan diputar dengan:

40- 50 % air

10% tawas putih

1- 2% garam, putar selama 2-3 jam lu ditumpuk selama 1 malam

Esok harinya kulit diputar lagi selama ½ – 1 jam, lalu digantung dan

dikeringkan pada udara yang lembab selama 2-3 hari. Kulit diregang dengan

tangan atau mesin sampai cukup lemas (Shapouse, 1983).

Penyamakan kulit dapat juga dilakukan dengan kombinasi bahan penyamak

misalnya menggunakan alumunium pada tahap pendahuluan kemudian

dilanjutkan dengan bahan nabati seperti mimosa-puder (Oetojo et al., 1987).

3. Pasca Penyamakan

Pasca penyamakan bertujuan membentuk sifat-sifat tertentu pada kulit

terutama berhubungan dengan kelemasan, kepadatan, dan warna kulit. Proses

tersebut terdiri dari netralisasi, pewarnaan, perminyakan, pengecatan,

pengerinngan dan peregangan (Fahidin dan Muslich, 1999).

a. Penetralan (neutralization) bertujuan mengurangi kadar asam dari kulit wet

blue agar tidak menghambat proses pengecatan dasar dan perminyakan

(Purnomo, 1992). Menurut Judoamidjojo (1974), penetralan bertujuan

memperlambat reaksi pengikatan zat warna pada substansi kulit sehingga

zat warna dapat meresap ke dalam substansi kulit sebelum berikatan.

Page 13: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

b. Pewarnaan dasar memiliki fungsi sebagai pemberian warna dasar pada kulit

tersamak seperti yang diinginkan (Purnomo, 1992). Pemberian warna

disesuaikan dengan bentuk produk akhir yang direncanakan. Warna coklat

sering digunakan pada tahap pengecatan dasar.

c. Perminyakan (fat liquoring) bertujuan melicinkan serat kulit sehingga lebih

tahan terhadap gaya tarikan, menjaga serat kulit agar tidak lengket sehingga

lebih lunak dan lemas, dan memperkecil daya serap. Selain itu,

dimaksudkan agar kulit menjadi lebih fleksibel atau lebih mudah dilekuk-

lekukan dan tidak mudah sobek. Caranya dapat dilakukan dengan

meminyaki permukaan dengan mengulas, pelemasan dengan tong berputar

atau pencelupan dalam lemak panas (Purnomo, 1992). Hal itu penting untuk

menarik konsumen saat pemasaran produk. Menurut Thorstensen (1985),

jenis minyak yang umum digunakan dalam proses peminyakan adalah

trigliserida yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan, ikan laut, dan hewan.

d. Pengecetan bertujuan untuk memenuhi selera konsumen. Pengecatan zat

warna hanya melekat di permukaan dalam media bahan perekat yang

fungsinya melekatkan warna dan memperbaiki permukaan kulit.

e. Pengeringan bertujuan untuk menghentikan semua reaksi kimia di dalam

kulit. Biasanya dilakukan selama 1-3 hari pada udara biasa agar kulit

menyesuaikan kelembaban udara sekitarnya.

f. Peregangan dilakukan dengan tujuan untuk menarik kulit sampai mendekati

batas kemulurannya, agar jika dibuat barang kerajinan tidak terlalu mulur,

tidak merubah bentuk ukuran.

Mutu kulit samak (leather) selain dipengaruhi oleh proses yang dilakukan di

industri penyamakan kulit, juga sangat bergantung pada mutu kulit mentah

sebagai bahan dasarnya. Sementara itu, mutu kulit mentah dipengaruhi oleh

kerusakan kulit yang terjadi pada saat hewan hidup, pemotongan, dan pengawetan

(Willamson dan Payne, 1993). Tancous et al. (1981) membagi kerusahan kulit

mentah menjadi:

Page 14: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

a. Kerusakan antemoterm, yaitu kerusakan yang terjadi pada hewan hidup.

b. Kerusakan postmortem, yaitu kerusakan yang terjadi pada waktu pengulitan,

pengawetan, penyimpanan, dan transportasi.

Selain kerusakan tersebut, mutu kulit juga dipengaruhi oleh bangsa, jenis

kelamin, dan umur ternak waktu dipotong (Tancous et al., 1981). Menurut Mann

(1966), bangsa sapi untuk produksi susu atau domba untuk produksi wool

mempunyai kulit yang tipis karena nutrisi makanan yang diserap tubuh digunakan

untuk memproduksi susu/wool. Tingginya kadar lemak dalam kroium maupun

subcutis merupakan faktor penurunan kualitas lainnya yang dipengaruhi bangsa

domba (Tancous et al., 1981). Kulit seperti itu juga dapat mempengaruhi kualitas

kulit samak karena kekuatan tarik dan kemuluran kulit samak menjadi rendah.

Dikatakan pula pada setiap spesies terapat perbedaan antara kulit hewan

jaantan dan betina. Perbedaan pokoknya adalah kulit hewan betina mempunyai

rajah yang lebih halus daripada kulit hewan jantan. Pada umumnya, kulit hewan

betina mempunyai bobot rata-rata lebih ringan dari kulit hewan jantan tetapi

mempunyai daya tahan renggang yang lebih besar. Namun demikian, karena

permintaan kulit di pasar sangat besar maka perbedaan kedua jenis kelamin dapat

diabaikan dan tidak dianggap sebagai suatu defek.

Perbedaan yang dipengaruhi oleh umur hewan dapat menurunkan mutu

setelah menjadi kulit samak. Kulit yang berasal dari hewan muda pada umumnya

mempunyai struktur yang halus tetapi kompak, berajah sangat halus tetapi kurang

tahan terhadap pengaruh dari luar dibandingkan kulit hewan yang lebih tua.

Sebaliknya bila hewan semakin tua, lapisan rajah makin kuat dan kasar.

Disamping itu, akan semakin banyak yang mengalami luka-luka sehingga makin

banyak tenunan parutnya, bekas luka oleh penyakit parasit, guratan, cap bakar,

dan lainnya.

Page 15: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

V. PEMBAHASAN

Proses penyamakan kulit berawal dari proses pengawetan kulit dengan

menggunakan garam giling. Kulit yang diawetkan belum mengalami penanganan

apapun. Pengawetan dilakukan pada suatu ruangan dimana kulit dilebarkan dan

hanya ditumpuk, tanpa ada sortasi berdasarkan jenis kulit. Garam giling

ditambahkan dan diratakan pada permukaan kulit yang tidak berbulu sebelum

kulit ditumpuk pada ruang pengawetan. Tujuan pengawetan ini adalah untuk

mengurangi kadar air pada kulit. Kulit dibiarkan dalam ruang pengawetan selama

kurang lebih sehari semalam.

Produksi dilakukan jika kulit yang tersedia minimal satu ton, karena lama

proses dan biaya serta energi yang dikeluarkan untuk memproses kulit tidak

bergantung pada jumlah, dengan kata lain banyak atau sedikit kulit yang diproses

sama saja. Oleh karena itu pemrosesan kulit dalam jumlah sedikit menjadi tidak

efisien. Jumlah optimal untuk dilakukan proses produksi adalah 1,5 ton, yang

mewakili 1000 lembar kulit kambing dan mewakili 75-80 lembar kulit sapi.

Garam giling yang ditambahkan sebanyak 1 kg untuk setiap lembar kulit kambing

dan 5 kg untuk setiap lembar kulit sapi. Kulit yang telah mengalami pengawetan

bisa bertahan hingga dua minggu, sedangkan kulit yang tidak mengalami

pengawetan akan membusuk hanya dalam satu sampai dua hari.

Proses ini menghasilkan limbah berupa air dan garam. Penyusutan massa

kulit akibat penurunan kadar air sebesar 10-15%. Garam sisa setelah proses

pengawetan menjadi berwarna kemerahan dan menjadi limbah padat. Ruang

pengawetan dan penyimpanan garam giling dapat dilihat pada Gambar 2 dan

Gambar 3.

Gambar 3. Ruang Penyimpanan Garam Gambar 2. Ruang Pengawetan

Page 16: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Setelah pengawetan, tahapan kedua adalah pencucian pada kulit untuk

menghilangkan garam yang masih menempel pada kulit. Kulit dimasukkan dalam

alat yang disebut molen seperti Gambar 4 di bawah ini.

Jumlah air yang dimasukkan adalah seberat massa kulit. Untuk pencucian

diperlukan 4 kali penggantian air. Seluruh proses pencucian memerlukan waktu

antara 5-6 jam. Proses ini juga menghasilkan limbah berupa air hasil pencucian.

Pencucian sebenarnya dilakukan hingga air buangan sudah tidak terlalu keruh dan

kadar garamnya maksimal 10%.

Setelah itu, kulit dipindahkan ke molen berikutnya untuk tahapan ketiga,

yakni proses perontokan bulu. Untuk proses ini ditambahkan kapur dan sianida

masing-masing sejumlah 5% dan 2.5% dari berat kulit yang masuk. Kapur

berfungsi untuk pembengkakan kulit dan sianida yang berfungsi untuk perontokan

bulu. Proses ini juga memakan waktu sekitar 8 jam. Limbah yang dihasilkan dari

proses ini adalah limbah padat berupa bulu dan limbah cair berupa larutan kapur

dan sianida. Output dari proses ini berupa kulit tanpa bulu.

Kulit yang telah dirontokkan bulunya mengandung kapur sehingga perlu

dilakukan proses pencucian. Pencucian sebagai tahapan keempat dilakukan

dengan kembali memutar kulit dalam molen sebanyak 2 kali dengan jumlah air

yang ditambahkan 2 kalinya berat kulit yang masuk. Pada proses ini dilakukan 10-

15 kali pemutaran molen dan memerlukan waktu sekitar ¼ jam. Dengan demikian

proses ini menghasilkan air yang mengandung kapur dan sianida sebagai

limbahnya.

Selain bulu, pada kulit biasanya masih terdapat sisa daging. Sisa daging

yang masih menempel pada kulit perlu dihilangkan. Oleh karena itu, tahapan

Gambar 4 Alat Molen

Page 17: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

kelima adalah proses penghilangan daging yang dilakukan dengan menggunakan

alat di bawah ini.

Kulit diselipkan di antara roller dan daging akan terlepas dari kulit dengan

sendirinya. Proses penghilangan daging dilakukan secara manual dengan

memasukkan kulit satu per satu. Proses ini menghasilkan limbah padat berupa

daging. Penurunan berat kulit akibat dipisahkannya daging sekitar 10%.

Tahap keenam adalah penghilangan kapur. Tahap pencucian sebelumnya

hanya menghilangkan sebagian besar kapur dan sianida, akan tetapi masih

terdapat kapur yang menempel pada kulit. Untuk itu, proses penghilangan kapur

ini menggunakan air, sabun khusus kulit dan teffel, serta ZA masing-masing

sebanyak 100%, 0,5%, dan 1,5% dari berat kulit yang masuk. Limbah yang

dihasilkan dari proses ini berupa air sisa dengan output adalah kulit dengan sedikit

kandungan kapur. Kandungan kapur pada kulit pada tahap ini tidak dapat

dihilangkan 100%. Pada tahap ini dilakukan 2 kali pembilasan dan memerlukan

waktu sekitar 3 jam.

Untuk menghilangkan sisa sedikit kapur pada kulit, kembali dilakukan

pencucian. Tahap ketujuh ini memerlukan air sejumlah 2 kali berat kulit yang

masuk. Limbah dari tahap ini adalah air sisa pencucian sementara output-nya

adalah kulit tanpa kandungan kapur.

Tahap kedelapan adalah pengasaman kulit (pikel). Untuk proses ini,

ditambahkan air sejumlah 70%, garam 10%, formid acid (asam semut) 0.5%, dan

asam sulfat 1% dari berat kulit yang masuk. Pengasaman memerlukan waktu

perendaman minimal selama 2 jam sampai pH kulit 2-2,5. Limbah dari tahap ini

adalah sisa larutan pengasaman.

Gambar 5 Alat Penghilang Daging

Page 18: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tahap kesembilan adalah tanning. Pada tahap ini kulit ditambahkan chrom

sebanyak 5-6% dan sodium karbonat sebanyak 0.75%. Akan tetapi penambahan

sodium karbonat tidak dilakukan sekaligus melainkan dibagi menjadi 3 kali

pemasukan, dengan selang waktu antar penambahan 15 menit. Limbah yang

dihasilkan dari tahap ini adalah larutan sisa dan output-nya adalah kulit yang

berwarna kebiruan (wet blue) yang pH-nya telah meningkat menjadi 3,8-4.

Tahap kesepuluh adalah proses perataan dan pengukuran (shaping) dengan

melakukan penipisan (penyerutan). Proses perataan bertujuan untuk

penyeragaman kulit. Limbahnya berupa limbah padat serbuk serutan. Pada tahap

ini dapat terjadi pengurangan kulit sebanyak 10%, bergantung dari ukuran kulit

yang diinginkan. Proses perataan dan pengukuran ini juga dilakukan secara

manual. Berikut ini adalah gambar proses perataan dan pengukuran.

Tahap berikutnya adalah proses pewarnaan dasar. Warna yang ditambahkan

bergantung pada permintaan konsumen. Untuk proses pewarnaan dasar, kulit

ditambahkan dengan cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Minyak

pelemasan kulit sebanyak 10% dan air sebanyak 50%. Limbah yang dihasilkan

adalah sisa cat dasar, minyak pelemasan kulit, dan air. Pemutaran molen untuk

proses pewarnaan dasar memerlukan waktu 5-6 jam.

Setelah pewarnaan dasar, tahap keduabelas adalah pencucian kembali kulit

yang ditambahkan air sama dengan berat kulit yang masuk. Tahap ini

menghasilkan limbah cair berupa air sisa.

Tahap ketigabelas adalah pengeringan. Kulit dengan warna dasar yang

sudah dibilas dikeringkan dengan dijemur di dalam ruangan. Penjemuran kulit

Gambar 6 Proses Perataan dan Pengukuran

Page 19: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Gambar 7 Alat Peregangan

secara langsung di bawah sinar matahari memberi hasil yang kurang baik

sehingga pengeringan kulit hanya dengan mengandalkan adanya angin. Proses

pengeringan dilakukan selama 24 jam.

Tahap keempatbelas adalah perenggangan. Peregangan dilakukan pada

ruang khusus dimana kulit satu per satu dilebarkan dan dijepit pada alat seperti

gambar di bawah ini.

Setelah kulit dilebarkan dan dijepit, papan penjepit didorong agar masuk ke

bagian ruangan yang bersuhu ±700C selama 50 menit. Sebelumnya dilakukan

peregangan secara manual selama 30 menit untuk menurunkan kadar air sebelum

kulit dijepit pada papan penjepit dan dimasukkan dalam ruangan bersuhu 700C.

Proses ini sekaligus mengeringkan kulit agar kadar air benar-benar rendah.

Kemudian kulit mengalami tahap kelimabelas, yaitu proses spraying untuk

memberi warna akhir pada kulit. Pemberian warna menggunakan cat kulit sesuai

dengan permintaan konsumen. Limbah yang dihasilkan adalah serbuk cat. Proses

spraying seperti tampak pada gambar di bawah ini.

Gambar 8 Proses Spraying

Page 20: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Setelah itu, kulit disetrika agar kulit menjadi licin. Proses penyetrikaan yang

merupakan tahap keenambelas dilakukan dengan alat seperti pada gambar di

bawah ini.

Penyetrikaan dilakukan pada suhu 70-1000C. Kulit juga dapat melalui

pengepresan untuk memberi motif pada kulit sesuai permintaan konsumen.

Tahap terakhir adalah proses pengukuran dan penyortiran sesuai standar

permintaan konsumen. Apabila ada kulit yang tidak sesuai standar, maka kulit

dipisahkan untuk dijual ke konsumen dengan standar kulit yang lebih rendah atau

dinyatakan sebagai produk gagal (reject). Pengukuran bertujuan menentukan luas

kulit dalam satuan kaki untuk selanjutnya menentukan harga jual kulit. Harga jual

kulit ditentukan berdasarkan luas kulit (Rupiah per kaki). Pengukuran kulit

dilakukan menggunakan alat di bawah ini.

Gambar 10 Proses Pengukuran

Gambar 9 Proses Penyetrikaan

Page 21: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Di bawah ini adalah diagram alir dari proses produksi industri penyamakan

kulit:

Sisa cat dasar, minyak

pelemasan kulit, air

Uap air

Air Cat kulit

Kulit gagal

(reject)

Air Air

Cat dasar, minyak pelemasan kulit

Chrom, sodium karbonat Larutan sisa

Perataan dan pengukuran (shapping)

Spraying

Pewarnaan dasar

Pencucian

Pengeringan

Perenggangan

Gambar 11 Diagram alir proses produksi

Penyetrikaan

Pengukuran dan Penyortiran

Air, garam, asam

sulfat, asam semut

Pencucian

Pikel

Daging

Pembuangan kapur Air kapur

Kapur, Sianida Perontokkan bulu Bulu

Pencucian

Pembuangan daging

Air Air

Air Pengurangan kadar garam Air, garam sisa

Air, garam sisa Garam giling

Pengawetan

Air Air

Sisa larutan pengasaman

Serbuk kulit

Tanning (penyamakan)

Page 22: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

A. Kesetimbangan Massa Proses Produksi Penyamakan Kulit

Proses produksi dari industri penyamakan kulit yang kami kunjungi terdiri

atas 14 tahapan proses produksi. Masing-masing proses memiliki kesetimbangan

neraca massa yang berbeda. Di bawah ini adalah uraian kesetimbangan massa dari

masing-masing proses produksi:

1. Pengawetan

Sistem kesetimbangan massa pada proses pengawetan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Tabel 2. Input dan output massa pada proses pengawetan

Input Output

Kulit sapi, kambing, domba

kambing, domba

Air + garam

Garam giling Kulit mengandung garam

2. Pengurangan kadar garam

Sistem kesetimbangan masa pada proses pengurangan kadar garam dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 12. Neraca massa proses pengawetan

Kulit mengandung garam

Garam giling

sapi = 400 kg

Kulit sapi (1500 kg)

Air + garam (400 kg) Pengawetan

Gambar 13. Neraca massa proses pengurangan kadar garam

Kulit yang telah berkurang kandungan garamnya

Air

4400 kg

Kulit mengandung garam (1500 kg)

Larutan garam (4400 kg) Pengurangan kadar garam

Page 23: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 3. Input dan output massa pada proses pengurangan kadar garam

Input Output

Kulit mengandung garam Larutan garam

Air Kulit yang telah berkurang kandungan garamnya

3. Perontokkan bulu

Sistem kesetimbangan masa pada proses perontokkan bulu dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Tabel 4. Input dan output massa pada proses perontokkan bulu

Input Output

Kulit yang telah berkurang kandungan garamnya Bulu + air kapur

Kapur, Sianida Kulit tanpa bulu

4. Pencucian

Sistem kesetimbangan massa pada proses pencucian dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 14. Neraca massa proses perontokkan bulu

Kapur (55 kg) +

Sianida (27,5 kg)

Kulit yang telah berkurang kandungan garamnya (1500 kg)

Kulit tanpa bulu

Bulu (45 kg) + air

kapur (72,5 kg)

Perontokkan bulu

Gambar 15. Neraca massa proses pencucian

Air (2930 kg)

Kulit tanpa bulu (1465 kg)

Kulit tanpa bulu

Air sisa (2930 kg)

pencucian

Page 24: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 5. Input dan output massa pada proses pencucian

Input Output

Kulit tanpa bulu Kulit tanpa bulu

air Air sisa

5. Penghilangan daging

Sistem kesetimbangan massa pada proses penghilangan daging dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Tabel 6. Input dan output massa pada proses penghilangan daging

Input Output

Kulit tanpa bulu Daging

Kulit tanpa daging

6. Pembuangan kapur

Sistem kesetimbangan massa pada proses pembuangan kapur dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Gambar 17. Neraca massa proses pembuangan kapur

Air (1360 kg) + sabun khusus kulit + teffel (6,8 kg) + ZA

(20.4 kg)

Kulit tanpa daging (1360 kg)

Kulit dengan sedikit kandungan kapur

Air sisa (1387,2 kg) Pembuangan kapur

Gambar 16. Neraca massa proses penghilangan daging

Kulit tanpa bulu (1465 kg)

Kulit tanpa daging

Penghilangan daging

Daging (105 kg)

Page 25: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 7. Input dan output massa pada proses pembuangan kapur

Input Output

Kulit tanpa bulu Air sisa

Air, sabun khusus kulit, teffel, ZA Kulit dengan sedikit kandungan kapur

7. Pencucian

Sistem kesetimbangan massa pada proses pencucian dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Tabel 8. Input dan output massa pada proses pencucian

Input Output

Kulit dengan sedikit kandungan kapur Kulit tanpa kandungan kapur

air Air sisa

8. Pengasaman kulit (pikel)

Sistem kesetimbangan massa pada proses pikel dapat dilihat pada gambar di

bawah ini.

Kulit dengan sedikit kandungan kapur (1360 kg)

Kulit tanpa kandungan kapur

Air sisa (2720 kg) Air (2720 kg) Pencucian

Gambar 18. Neraca massa proses pencucian

Gambar 19. Neraca massa proses pengasaman kulit

Kulit tanpa kandungan kapur

(1360 kg)

kambing, domba

Kulit dengan pH 2-2,5

Sisa larutan pengasaman

(1781,6 kg)

Pengasaman kulit (pikel)

Air (952 kg) + garam (136

kg) + asam semut (680 kg)

+ asam sulfat (13,6 kg)

Page 26: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 9. Input dan output massa pada proses perataan dan pengukuran

Input Output

Kulit tanpa daging Kulit dengan pH 2-2,5

Air + garam + asam semut + asam sulfat Sisa larutan pengasaman

9. Tanning

Sistem kesetimbangan massa pada proses tanning dapat dilihat pada gambar

di bawah ini.

Tabel 10. Input dan output massa pada proses tanning

Input Output

Kulit dengan pH 2-2,5 Kulit dengan pH 3,8-4 (wet blue)

Chrom + sodium karbonat Larutan sisa

10. Perataan dan pengukuran

Sistem kesetimbangan massa pada proses perataan dan pengukuran dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Gambar 21. Neraca massa proses perataan dan pengukuran

Kulit wet blue (1360 kg)

Kulit dengan ukuran yang diinginkan

Perataan dan pengukuran

Serbuk serutan (680 kg)

Gambar 20. Neraca massa proses tanning

Kulit dengan pH 2-2,5 (1360 kg)

Kulit dengan pH 3,8-4 (wet blue)

Larutan sisa (78,2 kg) Chrom (68 kg) + sodium

karbonat (10,2 kg)

Tanning

Page 27: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 11. Input dan output massa pada proses perataan dan pengukuran

Input Output

Kulit tanpa daging Kulit dengan ukuran yang diinginkan

Serbuk serutan

11. Pewarnaan dasar

Sistem kesetimbangan massa pada proses pewarnaan dasar dapat dilihat

pada gambar di bawah ini.

Tabel 12. Input dan output massa pada proses pewarnaan dasar

Input Output

Kulit dengan ukuran yang diinginkan Kulit dengan warna dasar

cat dasar, minyak pelemasan kulit + air Sisa cat dasar, minyak pelemasan kulit + air

12. Pencucian

Sistem kesetimbangan massa pada proses pencucian dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 22. Neraca massa proses pewarnaan dasar

Cat dasar, minyak

pelemasan kulit (68 kg) +

air (340 kg)

Kulit dengan ukuran yang diinginkan

(680 kg)

Kulit dengan warna dasar

Pewarnaan dasar

Sisa cat dasar, minyak

pelemasan kulit + air (393

kg)

Gambar 23. Neraca massa proses tanning (penyamakan)

pencucian Air sisa (680 kg)

Kulit dengan warna dasar (685 kg)

Kulit dengan warna dasar yang sudah dibilas

Air (685 kg)

Page 28: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 13. Input dan output massa pada proses pencucian

Input Output

Kulit dengan warna dasar Kulit dengan warna dasar yang sudah dibilas

air Air sisa

13. Pengeringan

Sistem kesetimbangan massa pada proses pengeringan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Tabel 14. Input dan output massa pada proses pengeringan

Input Output

Kulit yang sudah diserut Kulit kering

Uap air

14. Perenggangan

Sistem kesetimbangan massa pada proses perenggangan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Gambar 24. Neraca massa proses pengeringan

Pengeringan

Kulit dengan warna dasar yang sudah dibilas (690 kg)

Kulit kering

Uap air (10 kg)

Gambar 25. Neraca massa proses perenggangan

Kulit kering

(680 kg)

Perenggangan

Kulit yang telah diregangkan

Page 29: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 15. Input dan output massa pada proses spraying

Input Output

Kulit kering Kulit yang telah diregangkan

15. Spraying

Sistem kesetimbangan massa pada proses spraying dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Tabel 16. Input dan output massa pada proses spraying

Input Output

Kulit kering Serbuk cat

Kulit yang telah diwarnai

16. Penyetrikaan

Sistem kesetimbangan massa pada proses penyetrikaan dapat dilihat pada

gambar di bawah ini.

Kulit yang telah diwarnai

(680 kg)

Penyetrikaan

Kulit yang telah disetrika

Gambar 27. Neraca massa proses penyetrikaan

Gambar 26. Neraca massa proses spraying

Kulit yang telah diregangkan (680 kg)

Spraying (pewarnaan) Serbuk cat

Kulit yang telah diwarnai

Cat kulit

Page 30: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Tabel 17. Input dan output massa pada proses perenggangan

Input Output

Kulit yang telah diwarnai Kulit yang telah disetrika

17. Pengukuran dan penyortiran

Sistem kesetimbangan massa pada proses pengukuran dan penyortiran dapat

dilihat pada gambar di bawah ini.

Tabel 18. Input dan output massa pada proses penyortiran

Input Output

Kulit yang telah disetrika Kulit gagal (reject)

Kulit yang terpilih

B. Identifikasi Munculnya Limbah dari Setiap Proses Produksi

Pada umumnya suatu proses produksi akan menghasilkan limbah. Di bawah

ini adalah hasil identifikasi limbah dari setiap tahapan produksi penyamakan kulit:

1. Pengawetan

Limbah cair: air yang keluar dari kulit akibat terjadinya reaksi antara

garam dengan kulit yang diawetkan.

Limbah padat: garam yang tercecer saat penggaraman dan garam sisa

pengawetan.

Limbah gas: bau busuk.

Gambar 28. Neraca massa proses penyortiran

Kulit yang telah disetrika(680 kg)

Pengukuran dan penyortiran

Kulit terpilih (679,72 kg)

Kulit gagal (reject)

(0,68 kg)

Page 31: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

2. Pengurangan kadar garam

Limbah cair: berupa air

Limbah padat: sisa garam yang mengkristal pada molen

3. Perontokan bulu

Limbah cair: berupa air yang telah tercampur dengan zat kapur dan

sianida

Limbah padat: bulu kambing atau sapi, sisa-sisa kapur yang mengkristal

pada molen

4. Pencucian

Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit tanpa bulu.

5. Penghilangan daging

Limbah cair: berupa air yang digunakan untuk membersihkan alat.

Limbah padat berupa daging yang terpisahkan

6. Pembuangan Kapur

Limbah cair: berupa air kapur

Limbah padat: sisa-sisa kapur yang mengkristal pada molen

7. Pencucian

Limbah cair: berupa air sisa dari pencucian kulit dengan sedikit

kandungan kapur.

8. Pengasaman kulit (pikel)

Limbah cair: berupa sisa larutan pengasaman.

9. Tanning (Penyamakan)

Limbah cair: berupa larutan sisa campuran dari chrom dan sodium.

10. Perataan dan pengukuran (Shaping)

Limbah padat berupa serbuk kulit dari penyerutan kulit menggunakan

mesin.

11. Pewarnaan dasar

Limbah cair: berupa sisa cat dasar dan minyak pelemasan kulit dan air.

12. Pencucian

Limbah cair: berupa air sisa proses pencucian.

13. Pengeringan

Limbah gas: berupa uap air sisa dari proses pengeringan.

Page 32: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

14. Perenggangan

Pada proses ini umumnya tidak ada limbah yang dihasilkan.

15. Sparying (Pewarnaan)

Limbah gas (udara) : serbuk cat yang terbuang di udara

Limbah cair : ceceran cat yang terbuang saat penyemprotan

16. Penyetrikaan

Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi suhu

panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan penyetrikaan

cukup panas.

17. Pengukuran dan Penyortiran

Limbah padat berupa kulit gagal (product reject), yang masih bisa

digunakan dengan kualitas lebih rendah dan kertas etiket (label).

C. Opsi Produksi Bersih Pada Industri Penyamakan Kulit

Setelah diidentifikasi limbah yang dihasilkan dari setiap proses, lalu

dilakukan pemilihan opsi produksi bersih pada industri penyamakan kulit, dengan

harapan limbah dari setiap proses produksi dapat diminimalisir. Di bawah ini

adalah uraian dari opsi produksi bersih yang akan kami tawarkan pada industri

penyamakan kulit yang kami kunjungi:

1. Pada proses pengawetan

Limbah cair yang dihasilkan merupakan bahan organik, sehingga dapat

dipakai sebagai bahan baku pupuk cair.

Menerapkan good house keeping agar tidak terdapat lagi ceceran garam.

Hal ini dapat dilakukan dengan mengumpulkan garam-garam sisa dari

pengawetan, dan menggunakannya kembali.

Mengumpulkan air yang keluar dari kulit pada suatu wadah, agar baunya

bisa diminimalkan.

Membuat tempat khusus (bak khusus) untuk pengawetan dan

mengalirkan air keluar yang dari kulit menggunakan pipa menuju bak

penampungan limbah cair.

Page 33: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Menggunakan takaran yang pas untuk penggaraman, agar tidak ada

garam yang terbuang ketika dan setelah penggaraman.

2. Pada proses pengurangan kadar garam

Meminimalkan penggunaan air dan mengumpulkan limbah cair tersebut

ke dalam suatu wadah serta penggunaan kembali air tersebut pada proses

yang sama untuk selanjutnya.

Mengolah sisa garam yang mengkristal pada molen, misalnya dilakukan

pengeringan agar dapat digunakan kembali garam tersebut pada proses

pengawetan.

Mengoptimalkan penggunaan garam dengan cara meminimalisir

penggunaan garam.

Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa,

agar sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house

keeping.

Membersihkan garam yang mengkristal pada molen setelah proses

penggaraman.

3. Pada proses perontokan bulu

Mengumpulkan bulu yang terbuang dan memanfaatkannya menjadi suatu

produk lain. Contohnya: bulu dapat diolah menjadi benang wall, unutk

pupuk kompos, untuk industri jaket (dijual ke industri yang

membutuhkan) dan dimanfaatkan pula untuk berbagai bentuk kerajinan

tangan.

Mengumpulkan limbah air tersebut pada suatu wadah/ kolam untuk

dilakukan proses pengolahan lebih lanjut karena mengandung zat kapur

dan sianida.

Zat kapur dan sianida dipisahkan dari air dengan cara diendapkan yang

digunakan kembali untuk proses perontokan bulu.

Meminimalisir penggunaan zat kapur dan sianida.

Page 34: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa,

agar sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house

keeping.

Membersihkan kapur yang mengkristal pada molen setelah proses

perontokan bulu.

4. Pada proses pencucian

Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.

Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang

kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya,

dan sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

Menerapkan good house keeping.

5. Pada proses penghilangan daging

Dihasilkan potongan-potongan atau sisa daging kemudian

mengumpulkan daging yang terbuang pada satu tempat khusus. Potongan

daging ini bisa dipilah dan dikeringkan untuk pakan ternak ikan,

makanan kucing atau bisa dijual ke pengolahnya.

Daging diolah untuk kemudian dimanfaatkna menjadi pupuk.

Membersihkan alat setiap kali selesai kegiatan dengan menerapkan

goodhouse keeping.

Mengalirkan langsung sisa air menggunakan saluran pipa menuju bak

pembuangan limbah cair.

Membakar danging yang terkumpul agar tidak membusuk dan tidak

mengahasilkan bau bangkai.

6. Pada proses pembuangan kapur

Meminimalisir penggunaan kapur agar kandungan kapurnya tidak tinggi

dan air tersebut dapat digunakan kembali. Penggunaan kembali air

tersebut untuk proses pengapuran selanjutnya.

Memanfaatkan sisa-sisa kapur yang mengkristal untuk proses pengapuran

selanjutnya.

Page 35: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Mendesain instalasi pembuangan air dengan baik menggunakan pipa,

agar sisa air pada proses ini tidak tercecer dan menerapkan good house

keeping.

Membersihkan kapur yang mengkristal pada molen setelah proses

perontokan bulu.

7. Pada proses pencucian

Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.

Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang

kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya,

dan sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

Menerapkan good house keeping.

8. Pada proses pengasaman (pikel)

Limbah yang dihasilkan pada proses ini berupa limbah cair yaitu larutan

sisa pengasaman. Limbah tersebut sebelum dibuang dilakukan

penanganan terlebih dahulu.

Menerapkan good house keeping.

9. Pada proses penyamakan

Pada proses ini digunakan chrom, produksi bersih dapat dilakukan

dengan mengukur secara teliti jumlah chrom yang diperlukan, sehingga

tidak terjadi pemborosan dalam pemakaian chrom. Jadi meminimalisir

limbah chrom yang terbentuk.

Membuang air ke bak penampungan menggunakan saluran pipa.

Menggunakan takaran chrom secukupnya agar sisa air yang dihasilkan

tidak mengandung chrom dengan kelarutan yang tinggi.

Menerapkan good house keeping.

Page 36: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

10. Pada perataan dan pengukuran (shaping)

Pada proses ini dihasilkan serbuk kulit. Opsi yang dapat diterapkan yaitu

mengumpulkan serbuk kulit dan dimanfaatkan sebagai bahan baku

pembuatan produk lain atau dengan menjual serbuk kulit.

Mendesain alat penyerutan dengan menambahkan suatu wadah untuk

tempat berkumpulnya serbuk kulit tersebut atau dapat dilakukan dengan

cara menyediakan wadah untuk tempat keluarnya (mengumpulnya)

serbuk kulit.

Membuat tempat penampungan khusus untuk serbuk kulit yang

dihasilkan agar tidak tercecer dan menerapkan good house keeping.

11. Pada proses pewarnaan dasar

Membuang air ke bak penampungan menggunakan saluran pipa.

Mengumpulkan sisa cat dasar untuk digunakan pada proses pewarnaan

dasar selanjutnya.

Mengumpulkan minyak minyak pelemasan kulit agar dapat digunakan

kembali pada proses pewarnaan dasar selanjutnya.

Menerapkan good house keeping.

12. Pada proses pencucian

Pada proses pencucian didapatkan limbah cair berupa air sisa pencucian.

Air sisa pencucian ini sebaiknya ditampung dalam satu wadah yang

kemudian akan digunakan kembali pada proses pencucian berikutnya,

dan sedapat mungkin meminimisasi penggunaan air.

Menerapkan good house keeping.

13. Pada proses pengeringan

Dilakukan penjemuran di luar ruangan, sehingga semua kulit bisa terkena

langsung sinar matahari, sehingga proses pengeringan berjalan lebih

efektif dan efisien.

Menerapkan good house keeping.

Page 37: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

14. Pada proses peregangan

Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi

suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan

penyetrikaan cukup panas.

Menerapkan good house keeping dengan menyusun kulit yang telah

disetrika dengan rapih dan teratur.

15. Pada proses spraying

Dilakukan penyemprotan warna terhadap kulit, hendaknya penyemprotan

dilakukan secara hati-hati dan tidak terlalu boros. Hal ini untuk

meminimalisir zat pewarna yang disemprotkan agar tidak berceceran

dimana-mana.

Menerapkan good house keeping misalnya, menuangkan cat secara hati-

hati, agar cat tidak tercecer.

Mengumpulkan ceceran cat untuk digunakan kembali pada proses

penyemprotan selanjutnya.

Menggunakan sprayer yang hasil semprotannya tidak terlalu menyebar,

agar tidak banyak cat yang terbuang.

16. Pada proses penyetrikaan

Secara umum pada proses ini tidak ada limbah yang dihasilkan. Tetapi

suhu panas yang dihasilkan mesin menyebabkan suhu di ruangan

penyetrikaan cukup panas.

Menerapkan good house keeping dengan menyusun kulit yang telah

disetrika dengan rapih dan teratur.

17. Pada proses penyortiran

Pada proses ini dihasilkan kulit-kulit yang ukurannya memenuhi standar

dan tidak memenuhi standar. Opsi yang dapat diterapkan yaitu menjual

kulit yang tidak sesuai standar kepada konsumen dengan standar yang

lebih rendah.

Page 38: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

Mengumpulkan kulit yang tidak sesuai ukurannya untuk dimanfaatkan

pada pembuatan produk lain.

Menerapkan good house keeping dengan mengumpulkan kertas etiket

(label) untuk dibuang ke tempat sampah.

Menggunakan etiket atau label secukupnya.

Page 39: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

VI. ANALISIS BIAYA

Setelah dilakukan penguraian opsi produksi bersih, selanjutnya dilakukan

analisi biaya dari opsi produksi yang kami tawarkan. Di bawah ini adalah

uraiannya:

Tabel 19. Asumsi biaya

No Kegiatan Harga satuan (Rp)

1 Losses bulu 3%

2 Peeriode Produksi 1,5 ton/ hari

6 hari/ minggu

4 minggu/ bulan

3 Losses serbuk kulit 0,1 %

4 Losses kulit tidak sesuai

standar

2%

5 Losses daging 7%

Tabel 20. Daftar Pemasukan dan Pengeluaran Biaya Tambahan Produksi Bersih

No Nama Pemasukan Jumlah Harga

satuan (Rp)

Keuntungan

(Rp/bulan)

Investasi

(Rp)

1 Penjualan bulu yang

terbuang

1080

kg

2.000/kg 2.160.000 -

2 Penjualan daging untuk

pakan ternak

2520

kg

5.000/kg 12.600.000 -

3 Penjualan Serbuk kulit

untuk menjadi pupuk

36 kg 1.000/kg 36.000 -

4 Penjualan kulit yang

tidak memenuhi

standar

720 kg 1.500/kg 1.080.000 -

5 Memasang pipa saluran

limbah dari proses

pengawetan

24 m 13.300/m - 320.000

Page 40: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

No Nama Pemasukan Jumlah Harga

satuan (Rp)

Keuntungan

(Rp/bulan)

Investasi

(Rp)

6 Melengkapi alat

penakar (timbangan)

garam

1 unit - 240.000 2.000.000

7 Memasang pipa

instalasi pembuangan

air (garam)

24 m 13.300/m - 320.000

8 Memasang pipa

instalasi pembuangan

air (kapur)

24 m 13.300/m - 320.000

9 Memasang pipa

instalasi pembuangan

air (daging)

24 m 13.300/m - 320.000

10 Memasang pipa

instalasi pembuangan

air (perataan dan

pengukuan)

24 m 13.300/m - 320.000

11 Bak tembook

penampungan untuk

pewarnaan dasar

1 unit 1.000.000/

unit

- 1.000.000

12 Bak penampungan

untuk serbuk kulit

10 unit 50.000/unit - 500.000

Total 16.116.000 5.100.000

Pay Back Period 0,316 bulan

Page 41: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

VII. KESIMPULAN

Dari hasil kunjungan ke industri penyamakan kulit di daerah Cibuluh Bogor

diketahui bahwa proses penyamakan kulit terdiri dari beberapa proses, yaitu

pengawetan, pengurangan kadar garam, perontokan bulu, pencucian, pembuangan

daging, pembuangan kapur, pencucian, pengasaman (pikel), penyamakkan

(tanning), penipisan atau penyerutan, pewarnaan dasar, pencucian, pengeringan,

perenggangan, spraying, penyetrikaan, serta pengukuran dan penyortiran. Pada

proses produksi industri ini menghasilkan beberapa jenis limbah yang

digolongkan berdasarkan bentuk yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah

padat diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan, daging sisa, dan

serbuk kulit. Sedangkan limbah cair adalah air sisa pencucian, larutan kapur,

larutan asam, dan larutan chrom.

Limbah yang dihasilkan berasal dari beberapa proses penyamakan kulit,

diantaranya adalah garam yang berwarna kemerahan berasal dari proses

penyamakan. Garam ini tidak dapat digunakan untuk pengawetan selanjutnya.

Serbuk kulit dihasilkan dari proses penyerutan, serbuk kulit dapat dimanfaatkan

untuk pembuatan pupuk. Sedangkan air sisa pencucian merupakan air yang

dihasilkan dari proses pencucian pada molen, pencucian bisa dilakukan 3 – 4 kali

ulangan sehingga air cucian ke 4 bisa digunakan kembali untuk proses pencucian

selanjutnya. Hal ini disebabkan karena air tidak terlalu keruh. Untuk larutan

kapur, larutan chrom, larutan asam, tidak dapat digunakan lagi untuk proses

selanjutnya sehingga harus dibuang. Pengolahan perlu dilakukan sebelum

pembuangan ke lingkungan untuk menyesuaikan dengan BOD dan COD yang

standar.

Penerapan produksi bersih pada industri penyamakan kulit merupakan salah

satu solusi untuk menangani pencemaran lingkungan dan akan menghasilkan

keuntungan. Untuk menangani limbah cair diperlukan adanya pemasangan

instalasi pipa dan ditampung pada tempat yang berbeda sesuai jenis limbahnya

sehingga penangananya akan lebih mudah dan harus menerapkan good house

keeping. Sedangkan penanganan limbah padat yang berupa kulit sisa potongan,

serbuk kulit, bulu, dan daging dapat dijual kepada industri yang terkait.

Page 42: Produksi Bersih Industri Penyamakan Kulit

DAFTAR PUSTAKA

Aten ARF. 1966. Flying and Curing of Hide and Skin as A Rural Industry. FAO

Fahidin dan Mislich. 1999. Ilmu dan Teknologi Kulit. Fateta. IPB. Bogor.

Judoamidjojo M. 1974. Dasar Teknologi dan Kimia Kulit. Departemen Teknologi

Hasil Pertanian. Fateta. IPB. Bogor.

Mann I. 1980. Rural Tanning Techniques. Food and Agriculture Organization of

The United Nations. Rome

Oetojo B. 1996. Penggunaan Campuran Kuning Telur dan Putih Telur untuk

Peminyakan Kuit. Majalah Barang Kulit, Karet, dan Plastik. 12 (24):47-53.

O’Flaheri, Reddy FOT, Lollar MR. 1956. The Cemicals and Technology of

Leather. Reinhold Publishing Corporation. New York.

Purnomo E. 1985. Pengetahuan Dasar Teknologi Penyamakan Kulit. Akademi

Teknologi Kulit. Departemen Perindustrian. Yogyakarta.

Shapouse JH. 1978. Leather Technician’s Handbook. Leather Producers

Association. London.

Stanley A. 1993. Preservation of Rawstock. Leather the International Journal.

195 (4662) Dec. 1993:27-30.

Thorstensen TC. 1985. Practical Leather Technology. Robert E. Krieger

Publishing Company. Florida.

Williamson G dan Payne WJA. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis.

Diterjemahkan oleh Djiwa Darmaja. UGM Press. Yogyakarta.