Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

17
PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicus DENGAN SISTEM MODULAR Oleh: Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin

Transcript of Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

Page 1: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicusDENGAN SISTEM MODULAR

Oleh:Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin

DIREKTORAT JENDERAL PERIKANAN BUDIDAYABALAI BESAR PENGEMBANGAN BUDIDAYA AIR PAYAU

JEPARA2009

Page 2: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

PRODUKSI BABY CRAB RAJUNGAN Portunus pelagicusDENGAN SISTEM MODULAR 1

Oleh:Lisa Ruliaty, Anindiastuti dan Kaemudin

Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau JeparaEmail : [email protected]

Abstrak

Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan selama ini dengan mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat 0,01 g/ekor) yang kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia Crab-5 menjadi faktor pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular.

Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2 g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil. Sehingga perlu dilakukan rekayasa untuk mengetahui persyaratan teknis dalam produksi skala massal baby crab rajungan dengan sistem modular.

Rekayasa dilakukan 4 tahap, tahap I; dilakukan rekayasa dengan tujuan untuk mengetahui hari/tahap stadia yang layak untuk di lakukan pemindahan. Tahap II; dilakukan rekayasa untuk mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat dipindahkan. Tahap III; dilakukan rekayasa untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu pertama setelah dipindahkan. Sedangkan pada Tahap IV; dilakukan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik pada rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal di bak out door yang telah di beri substrat pasir pada bagian dasarnya.

Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar 2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari. Pada aplikasi skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah sebesar 59,44% dan rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4 kg/m3.

Kata kunci : benih rajungan , produksi modular, bak substrat pasir I. PENDAHULUAN

1 Makalah di sampaikan pada pertemuan Indonesian Aquaculture 2010 di Hotel Novotel Bandar Lampung, 4 – 6 Oktober 2010.

Page 3: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

1.1. Latar BelakangPermintaan komoditas rajungan (Portunus pelagicus Linn) dari tahun ke tahun terus

meningkat baik di dalam negeri maupun dari luar negeri. Satu-satunya sumber untuk memenuhi permintaan tersebut hanya mengandalkan dari hasil penangkapan di alam yang kesinambungannya di khawatirkan tidak dapat dipertahankan lagi. Sebagai akibat dari kegiatan penangkapan yang terus menerus, dewasa ini populasi rajungan di laut dirasa sudah mulai menipis utamanya di daerah yang jumlah nelayannya padat. Oleh sebab itu, langkah awal untuk melakukan peningkatan produksi rajungan adalah melalui kegiatan budidaya di tambak yang harus segera dilakukan. Sebagai langkah awal untuk bisa mewujudkan tujuan tersebut adalah dengan cara penyediaan benih rajungan yang dihasilkan dari hatchery.

Perekayasaan produksi massal baby crab rajungan relatif masih baru, teknologi yang dihasilkan berupa kajian perekayasaan yang masih terus dikembangkan. Di Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau Jepara, kajian teknologi produksi baby crab rajungan terus dilakukan sampai sekarang. Sistem pemeliharaan untuk menghasilkan baby crab rajungan selama ini dengan mempergunakan benih rajungan stadia Crab-5 (lebar karapas 0,4 cm, berat 0,01 g/ekor) yang kemudian dipelihara lanjutan. Namun, ketersediaan benih rajungan Stadia Crab-5 menjadi faktor pembatas di dalam memproduksi baby crab rajungan. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan rekayasa produksi baby crab rajungan dengan sistem modular.

Produksi benih rajungan dengan sistem modular dilakukan dengan cara memelihara larva rajungan pada wadah pertama yang kemudian dipindahkan ke wadah pemeliharaan lain yang dapat berupa bak out door yang telah di beri substrat pasir atau tambak pembesaran. Cara ini diharapkan akan dapat menyederhanakan teknologi pada pembenihan rajungan. Hasil akhir adalah benih rajungan berupa baby crab dengan ukuran lebar karapas 1-2 cm dan berat 1,5-2 g/ekor. Baby crab yang dihasilkan dapat berfungsi sebagai benih untuk di besarkan di tambak pembesaran ataupun sebagai bahan untuk pembuatan makanan kecil.

Pemeliharaan larva rajungan secara modular dengan cara memindahkan larva Zoea akhir ke bak lain dengan substrat pasir secara out door diharapkan dapat lebih menyederhanakan teknologi pembenihan rajungan. Hal ini mendorong untuk dilakukan lebih banyak lagi pengamatan untuk lebih memperbaiki teknik yang sudah di hasilkan di dalam memproduksi benih baik ukuran crablet maupun benih ukuran juvenil/baby crab rajungan. Hal ini menjadi dasar untuk terus menyempurnakan teknologi pembenihan rajungan hingga ukuran juvenile rajungan (baby crab) sehingga akan lebih memberi nilai ekonomis dan dapat menjadi peluang usaha baru yang menguntungkan bagi masyarakat.

1.2. Tujuan Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular di harapkan dapat menyederhanakan

teknologi pada pembenihan rajungan. Dapat menghasilkan benih rajungan dengan ukuran yang lebih besar secara

berkesinambungan. Memberi nilai lebih pada benih yang dihasilkan sehingga dapat menjadi peluang usaha

baru bagi masyarakat.

II . METODE

Page 4: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

2.1. Alat dan BahanPeralatan : - Bak inkubasi (pengeraman)

- Wadah penetasan artemia- Bak untuk pemeliharaan benih tahap I- Bak untuk pemeliharaan benih tahap II- Mesin giling- Gunting dan pisau- Waring hitam dengan mesh size 0,2 cm- Peralatan lapangan ( jaringan aerasi, perlengkapan bak, perlengkapan tagging

dan ablasi, ember, beaker glass,gayung dll)- Peralatan monitoring (mikroskop, beaker glas, refraktometer, termometer dll)

Bahan - Induk rajungan bertelur- Pakan larva (pakan buatan untuk stadia Zoea dan Megalopa)- Pakan stadia Megalopa (udang kupas halus)- Pakan alami untuk larva (Chlorella, rotifera dan artemia)- Pakan Crablet (ikan rucah)- Bahan kimia ( kaporit)

2.2. MetodeRekayasa I : Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan

Dilakukan untuk mengetahui stadia umur yang sesuai untuk memindahkan larva, adapun perlakuan pada rekayasa ini adalah sebagai berikut:

A. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 4 hari.B. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 6 hari.C. Perlakuan pemindahan larva pada umur pemeliharaan 8 hari.

Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan dilakukan pada ember kapasitas 60 L sebelum di pindahkan sesuai dengan perlakuan A, B dan C. Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah di beri substrat pasir pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan adalah sebagai berikut:

Tahap pertama: larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada ember kapasitas 60 L. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1oC pada setiap ember dipasang automatic heaters (150 W). Sistem aerasi berhubungan dengan root blower utama yang akan memberikan dissolved oksigen pada level ± 4 ppm. Untuk media pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan penggantian air sebanyak 20% setiap 3 hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml) mulai pada hari penebaran hingga hari pemindahan sesuai perlakuan. Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer dengan kepadatan dipertahankan 100.000 sel/ml.

Tahap kedua: Larva yang telah dipindahkan dipelihara pada wadah yang telah diberi substrat pasir dengan ketebalan 5 cm. Salinitas media di buat sama seperti pada pemeliharaan

Page 5: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

pada tahap pertama. Setelah pemindahan, larva diberi pakan nauplius artemia sebanyak 20 Nauplii artemia/hari selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 - 50 gr/5000 larva/hari selama seminggu. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah menjadi potongan kecil ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Hasil Terbaik dari Rekayasa I, kemudian di pergunakan sebagai hari pemindahan larva pada Rekayasa II.

Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahanLarva rajungan stadia berdasarkan hasil terbaik dari Rekayasa I dengan kepadatan

berbeda di tebar pada wadah pemeliharaan kapasitas 40 L dengan mengatur kepadatan larva yang di tebar sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat 1,5 - 2 gram/ekor. Adapun perlakuan kepadatan yang di gunakan adalah sebagai berikut :

A. Kepadatan larva : 2.500 larva/m3 (2,5 ekor/L)B. Kepadatan larva : 5.000 larva/m3

(5 ekor/L)C. Kepadatan larva : 7.500 larva/m3. (7,5 ekor/L)

Kegiatan perekayasaan dilakukan dengan 3x ulangan. Rekayasa dilakukan pada skala laboratorium. Pemeliharaan larva dilakukan dengan 2 tahap, tahap pertama pemeliharaan dilakukan pada bak fiber bundar kapasitas 1.000 L sebelum di pindahkan sesuai dengan perlakuan A, B dan C. Tahap kedua, larva yang di pindahkan di pelihara pada wadah yang telah di beri substrat pasir pada dasar baknya. Adapun prosedur pemeliharaan larva rajungan sama seperti pada rekayasa I. Hasil Terbaik dari Rekayasa II, kemudian di pergunakan sebagai standar dalam Rekayasa III.

Rakayasa III: Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva.Tahap pertama : Larva dengan kepadatan awal 100 ekor/L di tebar pada bak fiber bundar

kapasitas 1.000 L atau bak beton indoor kapasitas 2.000 L. Untuk mempertahankan suhu media pemeliharaan larva di kisaran 30 ± 1oC pada setiap bak dipasang automatic heaters (150 W). Sistem aerasi berhubungan dengan root blower utama yang akan memberikan dissolved oksigen pada level ± 4 ppm. Untuk media pemeliharaan larva rajungan dipergunakan air laut steril dengan salinitas 30–33 ppt. Untuk menjaga kualitas air media pemeliharaan larva, dilakukan penggantian air sebanyak 20% setiap 3 hari sekali. Larva diberi pakan rotifer (10-15 ind/ml) mulai pada hari penebaran hingga hari pemindahan berdasarkan hasil terbaik pada Rekayasa II. Alga Nannochloropsis sp diberikan sebagai pakan bagi rotifer dengan kepadatan dipertahankan 100.000 sel/ml.

Tahap kedua: Larva yang dipindahkan di pelihara selanjutnya pada ember kapasitas 40 L dengan pemberian pakan awal yang berbeda. Setiap perlakuan akan dilakukan 3x ulangan waktu. Adapun perlakuan yang di gunakan adalah sebagai berikut,.

a. Pakan awal Nauplius Artemia (20 N/larva/hari)b. Pakan awal biomas Artemia (3 ekor/larva/hari)c. Pakan awal campuran biomas Artemia dan Udang kupas halus

Wadah pemeliharaan diberi substrat pasir setebal 5 cm. Seminggu pertama larva di berikan pakan sesuai dengan perlakuan. . Kemudian larva di beri blenderan daging udang/ikan 200 – 300 gr/1000 Crab/hari (>200% berat biomass), dengan frekuensi pemberian pakan 3x sehari. Media pemeliharaan di beri Chlorella sp dengan kepadatan 500.000 – 1.000.000 sel/ml dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai. Penggantian air pertama kali sebesar

Page 6: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5 hari pemeliharaan dengan sistem air mengalir.

Rekayasa IV: Produksi baby crab dengan sistem modularHasil terbaik pada kegiatan rekayasa Tahap I - III di aplikasikan pada skala

massal/model pada wadah bak beton sehingga menjadi juvenil rajungan yang mempunyai berat 1,5 - 2 gram/ekor. Pada pemeliharaan larva Tahap pertama, prosedur pemeliharaan larva hingga hari pemindahan dilakukan seperti pada rekayasa III.

Tahap kedua: pemeliharaan larva di lakukan di bak out door (ukuran bak 7x2 x1 m) yang telah diberi substrat pasir setebal 5 cm pada bagian dasarnya dan pemberian shelter dari tali rafia yang dibuat menyerupai rumput laut (artificial sea weed), ketinggian air pada bak pemeliharaan sebesar 40 – 60 cm. Larva di berikan pakan terbaik dari hasil rekayasa Tahap III selama seminggu, kemudian di beri blenderan udang kupas sebanyak 20 - 50 gr/5000 larva/hari pada minggu ke 2. Pada minggu ke tiga, pakan yang diberikan berubah menjadi potongan kecil ikan rucah sebanyak 200 gr/5000 Crab/hari. Media pemeliharaan di bak di beri Chlorella sp dengan kepadatan 100.000 sel/ml dan kepadatannya dipertahankan sehingga kegiatan selesai. Penggantian air pertama kali sebesar 20 - 50% pada pemeliharaan di bak dilakukan setelah 5 hari pemeliharaan dengan sistem air mengalir.

Sampling terhadap berat benih dilakukan 2 minggu setelah pemeliharaan dan dari data berat tersebut dilakukan konversi untuk menghitung kebutuhan pakan. Sedangkan sampling total terhadap kelulushidupan dan berat baby crab dilakukan pada hari akhir kajian, selain itu juga dilakukan pengukuran parameter kualitas air.

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Rekayasa I. Stadia / Umur larva terbaik untuk pemindahan larvaPerlakuan hari pemindahan pada hari ke-4 (D-4) memberikan jumlah larva yang lebih

banyak untuk di pindahkan pada wadah pemeliharaan tahap ke-2 bila dibandingkan dengan perlakuan D-6 maupun perlakuan D-8 (Gambar 1). Namun, memberikan nilai survival rate benih/baby crab yang lebih rendah dibandingkan dengan perlakuan D-6 maupun D-8.

82.52

71.62

60.44

0

20

40

60

80

100

D-4 D-6 D-8

Perlakuan

Rera

ta S

R (

%)

hari

pin

dah

Gambar 1. Grafik rerata survival rate (%) larva pada saat hari H perlakuan pemindahan

Page 7: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

Dari kajian didapatkan bahwa perlakuan pemindahan pada pemeliharaan hari ke-8 memberikan nilai survival rate yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan perlakuan pemindahan pada hari ke-4 maupun perlakuan pemindahan pada hari ke-6. Baik nilai survival rate yang dihitung dari awal pemeliharaan maupun survival rate yang dihitung dari hari pemindahan. Dimana rerata survival rate benih/baby crab dari hari pemindahan hingga akhir pada perlakuan D-4 sebesar 2,62%±0,37, D-6 sebesar 3,92%±0,25 dan D-8 sebesar 5,99%±0,28 (Gambar 2).

2.62

3.92

5.99

0

4

8

D-4 D-6 D-8

Perlakuan

Rera

ta S

R (

%)

hari

pin

dah

- D

-29

Gambar 2. Grafik rerata survival rate (%) dari hari pemindahan hingga akhir kajian

Sedangkan survival rate benih dari awal pemeliharaan hingga akhir kajian di dapatkan pada perlakuan D-4 sebesar 1,12%±0,04, perlakuan D-6 sebesar 1,08%±0,01 dan perlakuan D-8 sebesar 1,80%±0,30 (Gambar 3).

1.12 1.08

1.80

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

D-4 D-6 D-8

P e rla kua n

Re

rata

SR

(%

) D

-0 h

ing

ga

D-2

9

Gambar 3. Grafik rerata survival rate (%) dari awal hingga akhir kajian

Rekayasa II : Kepadatan larva pada saat pemindahanRekayasa II dilakukan untuk mengetahui kepadatan awal larva yang terbaik saat

dipindahkan, dimana larva dipindahkan berdasarkan hasil terbaik pada rekayasa I yaitu pada umur pemeliharaan 8 hari (D-8). Dari kajian ini didapatkan bahwa pada saat larva dipindahkan ke wadah baru dengan kepadatan 2.500 ekor/m3 memberikan nilai rerata survival rate benih/babycrab yang lebih tinggi (8,67%±0,67) dibandingkan dengan kepadatan 5.000 ekor/m3

(4,89%±0,51) maupun 7.500 ekor/m3 (3,93%±0,82) (Gambar 4). Kepadatan larva yang berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab.

Page 8: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

8.67

4.893.93

0.00

1.002.00

3.004.00

5.00

6.007.00

8.009.00

10.00

2500 ekor larva/m3 5000 ekor larva/m3 7500 ekor larva/m3

P erla kua n

Re

rata

SR

(%

)

Gambar 4. Grafik rerata survival rate benih/baby crab pada akhir kajian

Lebih baiknya nilai sintasan yang dihasilkan dari kepadatan awal yang lebih rendah di duga karena lebih banyak ruang bagi larva Zoea akhir untuk mempertahankan teritorinya sehingga dapat mereduksi kanibalisme diantara mereka. Menurut Willey (1977), tingginya mortalitas akibat kanibalisme terjadi pada perubahan stadia zoea akhir menjadi megalopa dan stadia megalopa ke stadia juvenil (Heasman dan Fielder, 1983). Interaksi yang terjadi antar individu larva mengakibatkan terjadinya suatu kompetisi, salah satunya adalah kompetisi ruang. Individu akan mempertahankan suatu teritori yang jauh lebih besar dari yang dibutuhkan untuk kelangsungan hidup dan reproduksinya (Lukman, 1989). Pengurangan padat tebar dan penyediaan shelter dalam wadah percobaan dapat mengurangi mortalitas akibat kanibalisme (Liong, 1992).

Rekayasa III : Pakan awal terbaik setelah pemindahan larva.Rekayasa III dilakukan untuk mengetahui pakan terbaik yang dapat diberikan seminggu

pertama setelah dipindahkan. Dari kajian ini didapatkan bahwa pemberian pakan awal berbeda memberikan pengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap survival rate baby crab. Dimana perlakuan pemberian pakan awal berupa nauplii artemia (20 N/larva/hari) memberikan nilai survival rate yang lebih tinggi sebesar 4,21%±0,05, kemudian pemberian pakan berupa biomas artemia (3 ekor/larva/hari) dengan survival rate sebesar 2,07%±0,09 dan pemberian pakan berupa biomas artemia yang di campur dengan udang kupas sebesar 1,74% ±0,46 (Gambar 5).

4.21

2.07

1.74

0.00 1.00 2.00 3.00 4.00 5.00

NA

BA

BAU

Perl

aku

an

Survival rate (%) baby crab

Gambar 5. Grafik rerata survival rate (%) baby crab pada akhir kajian

Rekayasa IV: Produksi baby crab di bak substrat pasir dengan sistem modular Dari rekayasa I hingga III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada

saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar

Page 9: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari.

Rekayasa IV merupakan kegiatan produksi benih dengan mengaplikasikan hasil terbaik pada rekayasa tahap I hingga tahap III yang dilakukan secara massal. Produksi secara massal telah di lakukan sebanyak 6 kali.

Dari 6 kali pemeliharaan larva rajungan pada tahap pertama menghasilkan nilai rerata survival rate pada hari ke-8 pemeliharaan (D-8) atau pada saat Zoea-4 adalah sebesar 59,44% (Tabel 1). Dengan kisaran nilai survival rate antara 38,95% hingga 74,0%. Sehingga mortalitas yang di dapatkan adalah sebesar 40,56%. Nilai mortalitas yang dihasilkan lebih rendah bila dibandingkan dengan hasil yang di capai dalam penelitian Bryars (1997) yang menyatakan bahwa mortalitas pada stadia zoea -1 sampai zoea -4 adalah 99%. Menurut Broer dkk, (1993) mortalitas dapat diakibatkan adanya infeksi bakteri pada stadia larva dan kanibalisme pada stadia megalopa sampai dewasa.

Tabel 1. Survival Rate (%) larva rajungan pada hari ke 8 (pemeliharaan tahap I)Produksi SR larva dari D0 – D8

(%)123456

38,9551,6974.0071,0054,0067,00

Rerata 59,44

Dari 6 kali produksi baby crab (Tabel 2), didapatkan jumlah baby crab sebanyak 13.084 ekor dengan berat biomas 19,63 kg. Rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan rerata berat baby crab yang dihasilkan sebanyak 3,3 kg/8,4 m3 atau 0,4 kg/m3. Tabel 2. Data produksi baby crab

Jumlah larva(ekor)

Jumlah akhir baby crab(ekor)

SR Akhir(%)

Biomas baby crab(kg)

21.00021.00021.00021.00021.00021.000

1.6033.3224.8001.5401.260560

7,6315,8222,867,336,002,67

2,404,987,202,311,890,84

Jumlah 13.085 19,63Rerata 2180,8 10,39 3,3 kg/8,4 m3

Page 10: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

Dari pengukuran panjang dan berat larva, di dapatkan pertumbuhan panjang dan berat larva pada Zoea 4 adalah sebesar 3.05 ± 0.18 mm pada panjang dan 0.0084 ± 0.18 gram berat larva (Tabel 3). Pertumbuhan panjang dan berat larva pada stadia Zoea 1 hingga Zoea 4 ini relatif seragam.

Tabel 3. Hasil pengukuran pertumbuhan panjang (mm) dan berat g) pada pemeliharaan tahap I.

Stadia Kisaran Panjang (mm)

Rerata panjang (mm)

Kisaran berat (g) Rerata berat(g)

Zoea-1 1.10-1.33 1.22 ± 0.08 0.0032 0.0032 ± 0.00Zoea-2 1.51-1.63 1.57 ± 0.06 0.0043 - 0.0047 0.0047 ± 0.05Zoea-3 1.53-3.09 2.09 ± 0.61 0.0044 - 0.0053 0.0048 ± 0.03Zoea-4 2.75-3.37 3.05 ± 0.18 0.0066 - 0,0103 0.0084 ± 0.18

Untuk hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas dan berat pada pemeliharaan tahap II dapat dilihat pada Tabel 4. Dimana rerata lebar karapas akhir pada D-29 adalah sebesar 14.00 ± 0.95 mm dengan rerata berat sebesar 1,50±0,05 g.

Tabel 4. Hasil pengukuran pertumbuhan lebar karapas (mm) dan berat (g) pada pemeliharaan tahap II.

Umur pemeliharaan (hari)

Rerata lebar karapas (mm)

Rerata Berat (g)

D-10D-15D-29

2,83 ± 0.525,90 ± 0.5014.00 ± 0.95

0,03 ± 0.630,17 ± 0,761,50±0,05

Pertumbuhan merupakan salah satu parameter dalam budidaya, pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Sifat genetika spesies dari kultivan, jenis kelamin, dan status fisiologi ikan merupakan faktor internal, sedangkan faktor eksternal antara lain faktor lingkungan, padat penebaran, pakan, suhu, oksigen terlarut, pH, kekeruhan, bahan organik, hama serta penyakit (Effendie, 1997). Menurut Hamka et al., (2005) Pertumbuhan sangat erat hubungannya dengan pakan yang diberikan, karena pakan memberikan nutrien dan energi yang sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan.

Pertumbuhan pada krustasea adalah perubahan panjang dan berat yang terjadi secara berkala pada waktu pergantian cangkang. Apabila keadaan lingkungan baik dan pakan yang bergizi tersedia maka pada saat ganti cangkang akan terjadi pertumbuhan sebaliknya apabila keadaan lingkungan kurang baik dan kekurangan nutrisi maka ganti kulit tidak diikuti dengan pertumbuhan bahkan dapat terjadi penurunan bobot tubuh (Chittleborough, 1975 dalam Pinandoyo, 1994).

Data kisaran kualitas air selama kajian masih dalam kisaran yang layak untuk budidaya rajungan stadia crab tercantum pada Tabel 5.

Page 11: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

Tabel 5. Kisaran kualitas air pada pemeliharaan Tahap II.Parameter Nilai PustakaSuhu ( oC) 27,10 – 28,20 26-32 a dan c

Salinitas (ppt) 29 - 33 30-33 ppt c

pH 7,20 - 8,18 5,5-8,5 a

DO (ppm) 3,19 – 6,32 >3 mg/L a

Amonia (ppm) Tt – 0,08 <0,31 mg/Lb

Bahan organik (ppm) 85,64 – 195,92 <0,5 mg/L d

Keterangan : BBPBAP (2003), b.Wickins (1978), c.Adiwijaya et al (2002) dan d.Halver (1989)

Kisaran suhu pada selama pemeliharaan berkisar antara 27,10 – 28,20oC, dimana kondisi tersebut masih dalam kisaran yang layak untuk pertumbuhan rajungan seperti yang dikemukakan oleh Adwijaya et al., (2002) suhu yang baik pada stadia crab adalah 26 - 29oC diperkuat oleh BBPBAP (2003) menyatakan suhu yang baik antara 28 - 32oC. Kisaran pH antara 7,20 – 8,18. Kondisi ini masih layak untuk kehidupan rajungan karena menurut BBPBAP (2003) rajungan stadia crab dapat tumbuh pada kisaran pH antara 5,5 - 8,5. Sedangkan kandungan oksigen terlarut diperoleh data berkisar antara 3,19 – 6,32 ppm. Kondisi tersebut masih layak untuk hidup dan tumbuh rajungan stadia crab. Sebagaimana menurut BBPBAP (2003) kandungan oksigen terlarut yang layak untuk hidup dan tumbuh rajungan stadia crab adalah lebih dari 3 mg/L. Kandungan ammonia yang diukur selama kajian sebesar tt – 0,08 mg/L menurut Wickins (1978) kondisi tersebut masih layak untuk hidup rajungan, dikarenakan kandungan ammonia (NH3) yang beracun dan berbahaya bagi krustase 0,31 - 0,4 mg/L.

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan1. Dari rekayasa Tahap I – III, di dapatkan bahwa larva rajungan terbaik dipindahkan pada

saat umur pemeliharaan 8 hari (D-8) dengan kepadatan awal pada wadah dan media baru sebesar 2.500 ekor/m3 (2,5 ekor/L). Sedangkan untuk pakan terbaik yang bisa diberikan seminggu setelah pemindahan adalah naupli Artemia dengan kepadatan 20 N/larva/hari.

2. Pada aplikasi skala massal, didapatkan nilai rerata survival rate larva pada D-8 adalah sebesar 59,44% dan rerata survival rate benih yang dihasilkan setelah pemindahan di wadah bak substrat pasir adalah sebesar 10,39% dengan baby crab yang dihasilkan sebanyak 0,4 kg/m3.

4.2. SaranProduksi benih rajungan secara modular dapat menjadi alternatif teknik pemeliharaan benih

rajungan yang lebih praktis dengan ukuran benih yang lebih besar untuk dapat di tebar ke tambak pembesaran.

Ucapan Terima Kasih Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada rekan-rekan di tim

rajungan atas kerjasama yang solid selama ini di dalam pengembangan teknologi pembenihan

Page 12: Produksi baby crab rajungan dengan sistem modular

rajungan. Juga kepada tim pakan alami skala massal (Pak Juyoto, Pak Jasmo dan Pak Kaslani) yang telah membantu dalam penyediaan Chlorella sp dan Brachionus sp. Tak lupa ucapan terima kasih kepada rekan-rekan dari laboratorium kualitas lingkungan yang telah membantu dalam pengukuran parameter kualitas air,

Daftar Pustaka

Adiwidjaya, D.Jaya., S. Sugeng dan Sutikno, E. 2002. Peluang Usaha Komoditas Budidaya Air Payau : Rajungan (Portunus pelagicus Linn) dapat dibudidayakan di Tambak Skala Usaha. BBPBAP. Jepara. Hlm 13-20

BBPBAP, 2003. Budidaya Rajungan di Tambak. BBPBAP. Jepara. Hlm 15-19 Broer, D.R., Zafran, A. Parenrengi., dan T. Ahmad. (1993): Preliminary Study of Luminescent Disease in

The Larvae of Mangrove Crabs, Scylla serrata. Coastal Aquaculture Research Journal, 9, 3.Effendi, _____1997. Biologi Perikanan. Fakultas Perikanan Iinsitut Pertanian Bogor. Bogor. Hlm 92-

135Effendy, Faidar, Sudirman, Edi Nurcahyono. 2005. Perbaikan Teknik Pemeliharaan Larva pada Produksi

Massal Benih Rajungan Portunus pelagicus. Kumpulan Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta. Hlm 1-6

Hamka., Diah Silvia Kusumawati, Syamsul Kahri., dan Ibrahim. 2005. Penggunaan Pakan Udang Komersil Pada Pendederan Benih Kerapu Macan (Epinephelus fuscoguttatus). Kumpulan Makalah Pertemuan Lintas UPT Payau dan Laut. Ditjenkanbud. Jakarta Hlm 8-11

Pinandoyo. (1994): Pengaruh Salinitas dan Energi Pakan terhadap Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Pascalarva Udang Windu (Penaeus monodon Febricus). Tesis. Pascasarjana. IPB.

Ruliaty, Lisa., Maskur Mardjono, Abidin Nur H dan Rudi Prastowo. 2005. Backyard Hatchery Rajungan : Suatu Alternatif Usaha Budidaya. Media Budidaya Air Payau Volume 6. Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau (BBPBAP) Jepara. Jawa Tengah. Hlm 43-50

Wickins, J.F., J.C. Roberts., dan M.S. Heasman. (1996): Within Burrow Behaviour of Juvenile Europe Lobster (Hammarus ammarus, Linnaeus). Marine FreshWater Behaviour Physiology, 28, 229-253.