Privatisasi Ruang Publik

2
Dimulai dengan bertanya, mengapa perlu bertanya? Apakah bertanya memerlukan jawaban, kalaupun ada jawaban, mengapa mesti dijawab, apa pentingnya dijawab? Menentukan pertanyaan yang tepat dan mencari jawaban atas pertanyaan pun harus punya landasan untuk bisa diterima. Namun, saya tak pernah bisa berhenti bertanya, apakah saya bertanya kepada diriku sendiri, orang lain, kemudian menemukan jawabannya sendiri, atau mendengar jawaban yang disampaikan kepadaku. Tak bisa juga menemukan jawaban untukku bisa berhenti mempertanyakan segala sesuatu. Saya tidak bisa mengerti apa yang terjadi padaku, setiap kali melihat sesuatu akan muncul pertanyaan baru. Apa itu? Kok bisa seperti itu? Sulit untuk menghilangkan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku. Suatu ketika saya ditanya, kau manusia atau binatang? Saya menjawab manusia, kemudian dia melanjutkan mengapa kau tahu bahwa kau adalah manusia, apa yang menbedakanmu dengan binatang? Saya hanya diam tak bisa memberi jawaban. “Kalau ada pangkal, akan ada ujung. Ada pertanyaan, ada jawaban!” Ah, jawaban tidak mesti harus dicari, tapi jawaban harus dibuat “membuat jawaban”. Karena jika saya mencari, akan ada kesimpulan dapat atau tidak dapat, tapi kalau “membuat jawaban” entah diterima atau tidak yang jelas buat dulu jawabannya, nanti mudah membenturkan antara tesis, antitesis, kemudian akan jadi sintesis. Saya akan membuat jawaban tentang pertanyaan itu! Manusia adalah mahluk hidup, untuk memahaminya harus dipahami juga kehidupan dan perilakunya. Perilaku manusia jauh lebih kompleks daripada hewan. Manusia juga termasuk dalam jenis hewan (baca: Homo Sapiens), hewan yang berpikir. Dan untuk bertahan hidup manusia butuh makan, makanan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari manusia. Makan pun disertai dengan kebutuhan lain seperti rasa aman, estetika, dan kebutuhan lainnya. Pada umumnya manusia pemakan segala sesuatu, namun manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menentukan, meramu, dan menciptakan pola makanannya secara tersendiri. Bisa menjadi vegetarian maupun amnivora, bergantung dari pilihan bukan karena nalurinya. Sedangkan, hewan memenuhi kebutuhan untuk makanan secara naluriah semata. Sehingga, hewan tidak memilih, merencanakan, mengolah atau menyimpan makanan. Misalkan saja, kera yang dekat dengan wujud manusia, ketika mendapatkan makanan apakah kera dapat pernah berpikir untuk membuat lumbung pisang, untuk persiapan esok hari. Tentu saja tidak, namun manusia selain menentukan pilihan, mengolah dan akan membuat lumbung makanan tempat menyimpan untuk persiapan esok hari. Bukan hanya itu kera pasti tak pernah berpikir untuk mengolah pisang menjadi sesuai rasa yang diinginkan, namun manusia mampu berpikir jauh, manusia dapat menciptakan rasa, mengolah, dan menerbitkan rumus baru dalam mengolah makanan. Perkembangan manusia semakin jauh, tidak hanya sekadar berusaha untuk bertahan hidup, tapi manusia melibatkan simbolik, kreasi dan fantasi dalam usaha hidupnya dan menciptakan kebutuhan- kebutuhan yang tadinya tidak dibutuhkan. Manusia membentuk pakaian serta cara berpakaian, demikian juga dengan hunian. Manusia tidak berhenti untuk merespon cuaca setempat. Bahkan menciptakan aneka macam bentuk bangunan, begitu pun dengan pakaian, bukan hanya untuk menghadapi cuaca, bahkan lebih dijadikan sebagai gaya hidup. Bahkan Manusia dalam menghadapi alam juga akan wilayah simbolik dan estetika. Wilayah simbolik yang dimaksud, semakin besar dan bertingkat hunian yang dimiliki, jadilah simbol status sosial seseorang. Begitu pun dengan cara berpakaian, akan melibatkan simbol-simbol dalam masyarakat, lihatlah cara berpakaian presiden, pengusaha, militer, pelajar, selebriti, pengemis, dan sebagainya bukankah menciptakan simbol- simbol sehingga tercipta kelas sosial. Sehingga cara berpakaian dan hunian bukan lagi respon terhadap alam menjadi dasar. Masih banyak yang belum terjawab dari perilaku manusia, untuk memahaminya secara lanjut butuh petanyaan-pertanyaan baru? Dan bahkan jawaban dari pertanyaan itu menimbulkan pertanyaan pula. Masih banyak yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika, saya bertanya lagi tentang adanya Revolusi Industri di Inggris adab ke-18 karena kebutuhan manusia. Namun, di abad ini apakah manusia masih menciptakan kebutuhannya atau untuk kebutuhan Industri?. 21 Januari 2011 /ilo. Catatan KAKI Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan Edisi I/2011 Membuat Jawaban http://catatankaki.org Manusia Catatan Akhir RED AKSI New-shit-letter ini diterbitkan oleh Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Universitas Hasanuddin Penanggung Jawab: Tuhan Yang Maha Esa Pemimpin Umum: Haidir Sulle Pemimpin Redaksi: Wahyudin Editor: Irsyan Hasyim Layouter: Reedho Al Diwani Reporter: Anugrah Febriadi, Abdul Rasyid Sirkulasi: Caco, Anugrahandini Natsir Catatan Awal Akhirnya, kami hadir kembali setelah hibernasi sekian lama. Salam.

description

 

Transcript of Privatisasi Ruang Publik

Page 1: Privatisasi Ruang Publik

D i m u l a i d e n g a n b e r t a n y a , mengapa perlu bertanya? Apakah bertanya memerlukan jawaban, kalaupun ada jawaban, mengapa mesti dijawab, apa pent ingnya di jawab? Menentukan pertanyaan yang tepat dan mencari jawaban atas pertanyaan pun harus punya landasan untuk bisa diterima. Namun, saya tak pernah bisa berhenti bertanya, apakah saya bertanya kepada diriku sendiri, orang lain, kemudian menemukan jawabannya sendiri, atau mendengar jawaban yang disampaikan kepadaku. Tak bisa juga menemukan j a w a b a n u n t u k k u b i s a b e r h e n t i mempertanyakan segala sesuatu.

Saya tidak bisa mengerti apa yang terjadi padaku, setiap kali melihat sesuatu akan muncul pertanyaan baru. Apa itu? Kok bisa seperti itu? Sulit untuk menghilangkan pertanyaan-pertanyaan di kepalaku. Suatu ketika saya ditanya, kau manusia atau binatang? Saya menjawab manusia, kemudian dia melanjutkan mengapa kau tahu bahwa kau adalah manusia, apa yang menbedakanmu dengan binatang? Saya hanya diam tak bisa memberi jawaban. “Kalau ada pangkal, akan ada ujung. Ada pertanyaan, ada jawaban!”

Ah, jawaban tidak mesti harus dicari, tapi jawaban harus dibuat “membuat jawaban”. Karena jika saya mencari, akan ada kesimpulan dapat atau tidak dapat, tapi kalau “membuat jawaban” entah diterima atau tidak yang jelas buat dulu jawabannya, nanti mudah membenturkan antara tesis, antitesis, kemudian akan jadi sintesis.Saya akan membuat jawaban tentang pertanyaan itu!

Manusia adalah mahluk hidup, untuk memahaminya harus dipahami juga kehidupan dan perilakunya. Perilaku manusia jauh lebih kompleks daripada hewan. Manusia juga termasuk dalam jenis hewan (baca: Homo Sapiens), hewan yang berpikir. Dan untuk bertahan hidup manusia butuh makan, makanan adalah kebutuhan yang paling mendasar dari manusia. Makan pun disertai dengan kebutuhan lain seperti rasa aman, estetika, dan kebutuhan lainnya.

Pada umumnya manusia pemakan segala sesuatu, namun manusia memiliki kemampuan untuk memilih, menentukan, m e r a m u , d a n m e n c i p t a k a n p o l a makanannya secara tersendiri. Bisa menjadi vegetarian maupun amnivora, bergantung dari pilihan bukan karena nalurinya. Sedangkan, hewan memenuhi kebutuhan untuk makanan secara naluriah semata. S e h i n g g a , h e w a n t i d a k m e m i l i h , merencanakan, mengolah atau menyimpan makanan. Misalkan saja, kera yang dekat d e n g a n w u j u d m a n u s i a , k e t i k a mendapatkan makanan apakah kera dapat pernah berpikir untuk membuat lumbung pisang, untuk persiapan esok hari. Tentu saja tidak, namun manusia selain menentukan pilihan, mengolah dan akan membuat lumbung makanan tempat menyimpan untuk persiapan esok hari. Bukan hanya itu kera pasti tak pernah berpikir untuk mengolah pisang menjadi sesuai rasa yang diinginkan, namun manusia mampu berpikir jauh, manusia dapat menciptakan rasa, mengolah, dan menerbitkan rumus baru dalam mengolah makanan.

Perkembangan manusia semakin jauh, tidak hanya sekadar berusaha untuk bertahan hidup, tapi manusia melibatkan simbolik, kreasi dan fantasi dalam usaha hidupnya dan menciptakan kebutuhan-kebutuhan yang tadinya tidak dibutuhkan.

Manusia membentuk pakaian serta cara berpakaian, demikian juga dengan hunian. Manusia tidak berhenti untuk merespon cuaca setempat. Bahkan menciptakan aneka macam bentuk bangunan, begitu pun dengan pakaian, bukan hanya untuk menghadapi cuaca, bahkan lebih dijadikan sebagai gaya hidup. Bahkan Manusia dalam menghadapi alam juga akan wilayah simbolik dan estetika. Wilayah simbolik yang dimaksud, semakin besar dan bertingkat hunian yang dimiliki, jadilah simbol status sosial seseorang. Begitu pun dengan cara berpakaian, akan melibatkan simbol-simbol dalam masyarakat, lihatlah cara berpakaian presiden, pengusaha, militer, pelajar, selebriti, pengemis, dan sebagainya bukankah menciptakan simbol-simbol sehingga tercipta kelas sosial. Sehingga cara berpakaian dan hunian bukan lagi respon terhadap alam menjadi dasar.

Masih banyak yang belum terjawab dari perilaku manusia, untuk memahaminya secara lanjut butuh petanyaan-pertanyaan baru? Dan bahkan jawaban dari pertanyaan itu menimbulkan pertanyaan pula. Masih banyak yang dibuat oleh manusia untuk memenuhi kebutuhan hidup. Jika, saya bertanya lagi tentang adanya Revolusi Industri di Inggris adab ke-18 karena kebutuhan manusia. Namun, di abad ini apakah manusia masih menciptakan kebutuhannya atau untuk kebutuhan Industri?.

21 Januari 2011/ilo.

Cat

atan

KAKI

Kaki Tangan D

em

okra

si dan K

eadila

n

Ed

isi

I/20

11

Membuat Jawaban

http://catatankaki.org

Manusia Cat

atan

Akhir

RED AKSI

New-shit-letter ini diterbitkan oleh

Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM)

Universitas Hasanuddin

Penanggung Jawab: Tuhan Yang Maha Esa Pemimpin Umum: Haidir SullePemimpin Redaksi: WahyudinEditor: Irsyan HasyimLayouter: Reedho Al DiwaniReporter: Anugrah Febriadi, Abdul RasyidSirkulasi: Caco, Anugrahandini Natsir

Catatan AwalAkhirnya, kami hadir kembali

setelah hibernasi sekian lama.

Salam.

Page 2: Privatisasi Ruang Publik

Ruang publik atau yang sering

dikenal dengan public space, merupakan

sebuah tempat yang dapat digunakan oleh

masyarakat luas dalam rangka memenuhi

kebutuhannya. Ruang publik atau ruang

terbuka yang dapat diakses oleh masyarakat

tanpa mengeluarkan biaya. Menurut Nurhady

Siromorok, “ruang publik adalah tempat umum

yang bisa diakses oleh siapa pun dan kapan pun”.

Secara sederhana ruang publik itu ada dua

macam yaitu ruang publik yang berbayar dan

tidak berbayar. Ruang publik yang berbayar

adalah tempat yang harus mengeluarkan biaya

untuk mengaksesnya. Misalnya mall dan

beberapa tempat bermain lainnya. Ruang publik

yang tidak berbayar adalah ruang yang tidak

memiliki peraturan dan orang dengan sesuka

hat i b i sa datang di tempat i tu tanpa

mengeluarkan biaya. Seharusnya ruang publik

yang diperbanyak adalah ruang publik tidak

berbayar.

Tiap kota di Indonesia memiliki ruang

publik. Di Makassar, ada Benteng Somba Opu,

Karebosi dan Pantai Losari. Beberapa tempat

inilah sering dikunjungi oleh masyarakat

perkotaan. Karebosi yang merupakan ikon

Makassar bahkan Sulawesi Selatan yang terletak

tepat dijantung kota Makassar. Karebosi,

merupakan sebuah ruang publik. Karena di

karebosi banyak kegiatan publik yang dilakukan

di sana, seperti kegiatan olahraga, tempat

nongkrong kaum muda, dan juga PK-5

yang berjualan serta

berbagai aktivitas masyarakat lainnya.

Melihat peran dari ruang

publik yang dijadikan sebagai tempat

bersama, ruang-ruang publik secara

tidak langsung akan memberikan

dampak terhadap hubungan dalam

masyarakat. Hubungan yang tanpa

dibatasi dengan materi. Dimana tidak

ada kelas diantara kita, semuanya sama.

Fenomena seperti inilah yang disajikan

ruang publik.

Publik ke Privat

Perlahan tapi pasti beberapa

ruang publik yang ada di Makassar akan

beralih fungsi. Mulai diprivatisasi

sesuai dengan keinginan pemerintah

dan pemilik modal (investor). Ketika

ruang publik sudah diprivatisasi dan

dijadikan tempat untuk meraup

k e u n t u n g a n , m a k a a p a y a n g

diharapkan terhadap ruang publik

sebagai tempat muara segala aktivitas

masyarakat itu tidak mungkin.

Misalkan Karebosi yang sudah

diserahkan kepada investor untuk

mengelolahnya. Revitalisasi Karebosi

yang memakan biaya begitu besar yang

mencapai ratusan milliar. Pemodal

(investor) butuh ruang untuk

m e m u t a r

modal mereka, dalam

artian dana (modal)

yang mereka salurkan

tidak disumbangkan

begitu saja tapi akan

ditarik keuntungan

yang sebesar-besarnya,

u n g k a p N u r h a d y

Simorok salah seorang

p e m e r h a t i r u a n g

publik.

Apa kemudian yang

terjadi? Itu bisa dilihat di Karebosi

sekarang. Apa yang terjadi disana?

D e n g a n a l a s a n b a g a i m a n a

mengembalikan modal yang sudah

ditanamkan disana. Otomatis

semua harus dinilai dengan uang.

Karebosi merupakan kebanggaan

warga Makassar sekarang jadi

milik swasta, bukan lagi tempat

umum yang bisa dikunjungi tiap

saat. Karebosi tidak ada bedanya

dengan pusat perbelanjaan yang

mewah. Berbeda dengan Karebosi

dulu yang memberikan begitu

banyak manfaat dan kenyamanan.

P e m e r i n t a h k o t a

Makassar dengan alasan penataan

K a r e b o s i , t i d a k p e r n a h

memperhatikan dampak yang

diakibatkan dari penataan.

K a r e b o s i s e k a r a n g

menjadi tempat yang

eksklusif, bangunan

bertambah modern ada

mall dibawah dan diatas

t a n a h . K a r e b o s i

s e k a r a n g m e n j a d i

business space. Karebosi

bukan lagi ruang publik yang mana

orang bebas mengaksesnya. Tapi

sekarang ketika ingin berkunjung ke

Karebosi, banyak aturan-aturan

baru dan larangan masuk di

K a r e b o s i . N u r h a d y j u g a

menambahkan pemerintah sekarang

lebih menyenangkan para investor

daripada rakyatnya, tidak pernah

memperhatikan kebutuhan rakyat

mengenai keberadaan ruang publik.

Privatisasi ruang publik

merupakan sebuah ancaman besar

bagi masyarakat perkotaan. Ruang

dimana kita bebas berekspresi tidak

akan dijumpai lagi di Makassar,

yang ada hanya tempat bermain

yang cukup mahal, seperti dunia

fantasi dan produk luar lainnya.

Padahal kita butuh ruang yang

memberikan kebebasan buat kita,

sebuah ruang yang memfasilitasi

terjadinya interaksi sesama warga

dalam keberagaman status sosial,

mulai dari pengusaha, pedagang

kaki lima, penjual obat keliling dan

orang yang berolahraga atau orang

luar Makassar yang sekedar

b e r k u n j u n g k e

Karebosi. Tapi itu tidak lagi terjadi di Karebosi. Selain itu dengan hadirnya privatisasi terhadap ruang publik akan menghilangkan beberapa mata pencaharian buat sebagian orang. Misalnya penjual bakso atau penjual makanan khas Makassar yang memiliki modal untuk mengelolah usahanya dengan modal seadanya haruslah bersaing dengan pengusaha lain yang memiliki banyak modal atau punya kedekatan dengan pemerintah dan pemodal. Pengelolahan ruang publik dengan

alasan penataan adalah bohong besar. Buktinya bisa lihat di beberapa ruang publik di Makassar. Sangat jauh perbedaannya sebelum dan setelah “penataan” pemerintah. Di zaman yang serba kapitalistik ini, semua bisa digunakan untuk menghasilkan keuntungan. Semuanya akan diprivatisasi entah bagaimana caranya. Tempat yang dijadikan sebagai tempat melepaskan kepenatan dari hiruk pikuk kehidupan kota, tak lagi kita jumpai. Hanya tembok dan pagar-pagar besi yang kita lihat.

Karebosi yang sudah berhasil diprivatisasi dan ruang-ruang publik lainnya tinggal menunggu giliran untuk diprivatisasi dengan alasan penataan. Belakangan beberapa ruang publik pun mulai ramai dibicarakan untuk diprivatisasi. Benteng Somba Opu salah satunya ruang publik yang sementara diupayakan pemerintah untuk diprivatisasi dengan menyerahkan kepada

investor untuk mengelolahnya. Benteng Somba Opu yang diganti menjadi sebuah tempat yang dilengkapi dengan wahana bermain.

Pemerintah yang dipercayakan untuk mengelolah ruang publik, malah sebaliknya memuluskan upaya privatisasi dengan membuatkan serangkaian deregulasi dan regulasi baru (misalnya Keppres tentang privatsisasi, UU Permigas, UU PMA, dll). Sebagai penanggungjawab dari privatisasi adalah rakyat, karena kenaikan barang dan jasa, sampai saat ini tak ada pihak swasta yang mampu menekan harga barang dan jasa yang diproduksinya (setelah privatisasi tarif telpon, biaya rumah sakit, pendidikan dll semakin mahal).

Menurut Nurhady, usaha yang harus kita lakukan hari ini untuk menghindari privatisasi ruang publik adalah mengkampanyekan betapa penting kehadiran ruang publik sampai ke masyarakat umum. Selain kampanye kita juga harus mempunyai data yang kuat mengenai pentingnya sebuah ruang yang tidak membatasi status sosial kita. Privatisasi terhadap ruang publik

merupakan upaya pemerintah untuk membatasi kita dalam meengakses ruang p u b l i k . P e m e r i n t a h s e h a r u s n y a menjadikan ruang publik pada fungsi bukan malah berusaha menjadi lahan bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Apa yang harusnya menjadi milik kita telah dirampas dan mari rampas kembali apa yang memang jadi milik kita serta pertahankan milik kita supaya tidak kehilangan untuk kedua kalinya.[]

PRIVATISASI RUANG PUBLIKSeharusnya negara (pemerintah) melindungi rakyatnya

dari cengkraman pemodal,

bukan malah menjadi sekutu mereka.

Benteng Somba Opu dibangun oleh

Sultan Gowa ke-IX yang bernama Daeng

Matanre Karaeng Tumapa'risi' Kallonna pada

tahun 1525. Pada pertengahan abad ke-16,

benteng ini menjadi pusat perdagangan dan

pelabuhan rempah-rempah yang ramai

dikunjungi pedagang asing dari Asia dan

Eropa. Pada tanggal 24 Juni 1669, benteng ini

d i k u a s a i o l e h V O C d a n k e m u d i a n

dihancurkan hingga terendam oleh ombak

pasang, begitu panjang sejarah benteng

tersebut hingga hari ini mampu tetap terjaga

keistimewaannya.

Tapi belakangan ini terdengar kabar

tentang perombakan situs bersejarah tersebut.

Tenyata penguasa dan penguasaha telah

bermain didalamnya untuk bersama-sama

merusak situs tersebut dan meraup

keuntungan sebesar-besarnya. Di benteng

t e r s e b u t s e k a r a n g t e r j a d i k e g i a t a n

pengkaplingan situs “Benteng Somba Opu” di

Kelurahan Benteng Somba Opu Kecamatan

Barombong, Kabupaten Gowa, guna

membangun sejumlah sarana hiburan dan

rekreasi oleh suatu perusahaan swasta. Luas

lokasi yang dikapling meliputi areal seluas 17

hektar yang kini sedang dipagari tembok

keliling setinggi lebih dari 2 meter. Sesuai

rencana, pembongkaran situs Somba Opu

sebagai sarana hiburan modern bernama GDP

ini, didalamnya meliputi Waterboom, patung

gajah, dan sarana penunjang lain. Lahan ini

akan menjadi sarana hiburan berikutnya

setelahnya munculnya Trans Studio di

Makassar. Zaenal Tayyeb pengusaha pribumi

keturunan Bugis-Makassar ditunjuk sebagai

investornya. Beberapa sumber terdekat

menyatakan proyek ini menghabiskan dana

sekitar 20 milyar.

P e l e t a k a n b a t u p e r t a m a

pembangunan Gowa Discovery Park di situs

Benteng Somba Opu dilakukan oleh Syahrul

Yasin Limpo pada 18 Oktober 2010. Pemerintah

provinsi menjalin kerjasama dengan pihak

swasta dalam melakukan restorasi situs

Benteng Somba Opu melalui pembangunan

Gowa Discovery Park, dimaksudkan untuk

menghadirkan sarana kepariwisataan agar

menguatkan situs Benteng Somba Opu sebagai

salah satu obyek wisata sejarah dan purbakala

andalan di Provinsi Sulawesi Selatan.

Dalih Pemerintah Daerah/Propinsi

memanfaatkan areal benteng Somba Opu ini

supaya tidak dibiarkan terlantar. Karena

faktanya, pemerintah seperti menutup mata

atas keberadaan situs bersejarah ini. Selama

bertahun-tahun areal ini tidak terurus, sampai

akhirnya sebagian lahan dimanfaatkan warga

untuk menanam rumput hias yang bisa dijual

ke pasar. Meskipun demikian, ternyata

rencana pembangunan proyek tersebut

mendapat sorotan ahli sejarah, elemen

mahasiswa dan masyarakat yang peduli pada

situs sejarah. Karena dikhawatirkan akan

merusak situs sejarah yang terdapat di

Benteng Somba Opu. Bagi masyarakat

Sulawesi Selatan pada umumnya dan

masyarakat Kota Makassar dan Kabupaten

Gowa pada khususnya, kehadiran Benteng

Somba Opu menjadi kebanggan tersendiri.

Sebab memiliki nilai sejarah yang tinggi.

Sekalipun kegiatan itu hanya

menyetuh satu meter situs itu, tapi kegiatan itu

harus segera dihentikan karena jelas

melanggar Undang-undang tentang Cagar

Budaya, menurut salah seorang penggiat situs

budaya tersebut. Sementara menurut Dosen

Arkeologi Unhas, seperti dikutip pada harian

Kompas, Asmunandar yang ditemui di sela

aksi FSO (Forum Somba Opu) kemarin,

pembangunan Gowa Discovery Park

melanggar UU Cagar Budaya No. 11 Tahun

2010. Mereka menggali di struktur kawasan

bersejarah Benteng Somba Opu dan

melakukan perataan tanah dengan buldozer.

Padahal kalau kita lihat dari segi

keindahan tata kota, maka tak ada seorang pun

yang akan mengatakan bahwa keberadaan

Benteng Somba Opu memberi kesan

m e n g g a n g g u p e m a n d a n g a n d a n

membosankan bagi setiap orang yang

berkunjung kesana. Beberapa hari yang lalu,

kata salah seorang warga sekitar, menyatakan

bahwa “wajar-wajar saja jika pemerintah ingin

merombak situs bersejarah tersebut, karena

biasanya dimalam hari, tempat tersebut hanya

dijadikan sebagai tempat minum minuman

keras, bahkan kerap kali dijadikan tempat

mesum oleh pengunjung”. Memang benar

bahwa kegiatan seperti itu tidak layaknya

dilakukan di tempat seperti Benteng Somba

Opu mengingat nilai-nilai budayanya.

Perampasan tanah seperti ini,bukan

yang pertama kalinya terjadi di Sulawesi

Selatan. Kassi-Kassi, Pandang Raya,

Polongbangkeng Takalar, dan berbagai tempat

lainnya adalah bukti betapa rakusnya para

penguasa dan pengusaha demi mengisi

kantong mereka. Proyek Gowa Discovery Park

adalah usaha pemerintah untuk menjadikan

“Proyek Pembangunan Gowa Discovery Park,

bukan hanya merusak situs bersejarah, tapi

juga merampas ruang publik masyarakat demi

mengeruk keuntungan sebesar-besarnya.

Penguasa dan pengusaha selamanya akan

menjadi mimpi buruk untuk masyarakat.

Dimana pun dan siapapun mereka!!!”

Makassar sebagai kota yang bisa dihitung

dalam tingkat nasional maupun internasional,

padahal mengabaikan segala kepentingan

masyarakat dengan memotong akses mereka

terhadap ruang publik. Cobalah berpikir,

bahwa jika proyek tersebut telah rampung,

maka orang yang tidak mempunyai cukup

uang, tentunya tidak dapat menikmati tempat

tersebut. Beda jika proyek tersebut gagal, dan

Benteng Somba Opu tetap dalam keadaan

seperti sedia kala, maka setiap orang bisa

menikmati indahnya situs tersebut tanpa

perlu mengeluarkan biaya. Selain itu, dapat

juga menjaga keistimewaan dan nilai-nilai

budaya yang terdapat ditempat tersebut.

Mari bersama-sama menjaga si tus

bersejarah, dan merampas kembali hak kita

yang dirampas oleh mereka yang tidak

bertanggung jawab.[]

VSBenteng Somba Opu

Gowa Discovery ParkAnugrah Febriadyoleh:

Catatan Utama

Catatan Khusus