Private Mail

download Private Mail

of 5

description

lkl

Transcript of Private Mail

Private MailRabu, 3 Juli 201320:47

Aku ingat sore itu. Hari dimana untuk pertama kalinya, aku mengikuti kelas ekstrakulikuler bahasa inggris. Entah tanggal berapa. Mungkin, sekitar pertengahan tahun 2007 ketika aku masih kelas X.Aku berjalan gontai menuju ruangan, tanpa ada sesuatu yang membuatku semangat. Hanya akan ada 3 cowok di kelas bahasa inggris itu. Pikirku, suasana ekstra ini akan sangat membosankan.Di depanku adalah Iwan, dia berjalan mencari tempat duduk untuk kami bertiga tempati. Di belakangku, adalah Zulkarnain. Karno panggilannya.Kami ambil tempat duduk di paling belakang, menghadap ke barat. Dan di seberang pintu sana, terlihat lapangan upacara dengan cahaya kuning sore memasuki ruangan. Kami ada di ruang kelas Sejarah. Ruangan yang bangku dan mejanya dengan anehnya ditata memutar. Lumayan, sih. Kreatif.Aku terduduk dengan dagu menempel meja. Lemas sekali membayangkan akan seperti apa kelas ini. Di sebelah kiriku adalah Karno. Anak ini pendiam. Jangan tanyakan lagi.Sebelah kananku adalah Iwan. Orang ini hanya akan bisa mencairkan suasana kalo ada partner yang cocok dengan guyonannya. Sedangkan aku, sedang malas bahkan hanya sekedar untuk berisik di ruangan.

Beberapa menit kami berada di ruangan ini. Sepertinya Ibu Guru akan terlambat datang. Baguslah, sekalian saja dibubarkan ekstranya kalo perlu.Persis di depan kami, ada dua cewek yang sedang duduk bersebelahan membelakangi kami. Cewek sebelah kiri adalah Mama, teman satu SMP tapi beda kelas. Aku nggak pernah kenal dia, hanya sekedar tahu namanya. Dan cewek yang satunya... entahlah. Aku nggak kenal. Nggak kelihatan juga wajahnya.

Beberapa waktu, aku menghabiskan waktu dengan kemalasanku. Aku tidur-tiduran di meja ini, dengan entah apa yang sedang aku pikirkan. Lalu dengan iseng aku melirik ke kanan. Wah edan, si Iwan udah dapet aja kenalan. Cepet banget langsung ngajak ngobrol cewek di depannya, pikirku. Aku masih melirik ke wajah Iwan, dengan ekspresinya yang datar-datar saja. Biasanya, dia akan cengar-cengir sewaktu ngajak ngobrol cewek yang baru dikenalnya. Sudah terpraktekkan ketika kita awal-awal sekelas dulu. Dia selalu begitu dengan beberapa cewek teman sekelas, yang orang-orangnya terhitung manis. Aku sudah hafal itu. Tapi kali ini si Iwan aneh.

Lalu aku mengalihkan pandangan. Aku melirik ke cewek yang sedang Iwan ajak ngobrol.Aku menatap ke wajah cewek itu.

Aku menatap ke wajah kamu.

Lalu

Aku melirik ke Iwan.Lalu melirik ke kamu.Lalu ke iwan lagi.Kemudian ke kamu.Ke Iwan lagi.Eh.. tunggu. Mereka berdua saling kenal ya?, batinku.

Dan beberapa detik setelah itu, aku kembali lagi menatap wajahmu. Aku masih ingat dengan jelas seperti apa ekspresimu waktu itu.Bibir mengerucut, dengan alis dan tatapan matamu mengarah ke Iwan, yang entah bagaimana seperti berkata, Ngopo koe ki, Wan. Celak celuk. Rasah ngributi.

Aku terdiam beberapa detik.Beberapa detik itu sepertinya aku tak berkedip sama sekali.Di beberapa detik itu, aku membaca ekspresi wajahmu yang terkesan sedang jengkel tapi tetap terlihat... manis.

Entahlah.Aku seperti mengenal wajahmu. Seperti sangat akrab, seperti kenal sejak lama, seperti sudah lama menjadi teman lama. Aku cuma tidak ingat dimana kita pernah bersapa.Aku masih berpikir keras dimana kita pernah berjumpa. Aku buka lagi, obrak-abrik memori bawah sadarku. Aku coba scan dengan cepat wajah-wajah yang pernah kulihat. Wajahmu seperti sangat familiar. Seperti aku pernah jatuh cinta kepadamu sebelumnya.Tanpa menemukan apapun, aku di situ masih tetap melototi kamu yang lagi menengok ke belakang, masih ngobrol dengan iwan.

Dan dengan tiba-tiba

*set*

Kamu melirik menujuku.

WADUH!!Aku panik, ketahuan kalo sedang melototin kamu barusan. Padahal sudah cukup lama melototinnya.

Aku tak bergerak sama sekali, tak terpikirkan untuk mengalihkan pandangan. Sekian mili detik itu, aku menatap lurus ke matamu yang sedang melihat ke arahku. Lurus. Aku melihat ke dalam iris matamu, yang terlihat agak coklat. Beberapa berkas sinar sore yang masuk ruangan, menerpa pipimu dari belakangmu.

Sambil tetap melototin kamu, dengan beberapa urat sekitar mata yang menegang karena panik, dan denyut jantung yang tiba-tiba lebih berdegub, sekian mili detik itu terasa sangat lama. Dengan wajah panik, aku berharap ketika kamu melihatku, kamu tidak akan berkata seperti ini: Weh, Wan. Sopo kancamu iki ki? Kok malah ngematke aku suwi banget, ucapmu seraya melempar ekspresi yang mengkerut kepadaku.

Tapi itu cuma imajinasi atas kepanikanku. Kamu akhirnya kembali mengalihkan pandangan setelah sekitar dua detik melirikku, kembali melirik Iwan dan melanjutkan obrolan.Untunglah. Aku bakalan mati gaya kalo benar kamu akan melakukan seperti yang ku imajinasikan.

Setelah kamu mengalihkan pandanganmu, aku pun berhenti melirikmu.Tapi aku lakukan lagi.Aku curi-curi pandang ke arahmu. Karena waktu itu, Iwan mengajakmu ngobrol. Hanya sebentar. Kamu kembali menengok ke depan setelah obrolan selesai . Iwan memanggilmu lagi, dan kamu menengok ke belakang. Ngobrol sebentar. Lalu kamu memutar badanmu ke depan lagi. Kemudian Iwan memanggilimu, kamu menengok ke belakang lagi dengan wajah makin mengkerut. Begitu seterusnya. Begitulah beberapa kali aku curi-curi pandang ke arahmu. Dan setiap kali itu juga, aku kepergok olehmu sedang memelototimu.Kampret =_=

Dari sekian lama aku melototimu, sekian lama aku sibuk mengingat-ingat lagi wajahmu yang pernah aku kenal, aku tiba-tiba terbangun dari lamunanku.Aku baru sadar, sedari tadi Iwan memanggilmu dengan kata Dul.Wait....?? What???!! Dul???, pikirku sembari aku agak panik lagi.Tunggu tunggu bentar. Cewek manis ini namanya Dul?? Kedul maksudnya?? Serius?? Cewek ini??? Kok bisa sih??.

Akhirnya Ibu Guru datang, dan kelas bahasa Inggris dimulai. Sampai sekarang aku nggak pernah ingat apa yang terjadi selama pelajaran itu. Nggak pernah ingat.

Yang aku ingat, hari itu ditutup dengan pertanyaanku tentang namamu yang bagiku terdengar sangat aneh. Dul. Aneh sekali. Orang tua mana yang tega menamai anak gadisnya dengan nama Kedul.Sore itu, aku tak berani menanyakan siapa namamu kepada Iwan. Aku gak mau nanti dia malah ngata-ngatain aku naksir kamu. Nanti bisa-bisa orang-orang ikutan ngata-ngatain juga. Aku gak mau ambil resiko.