PRINT Tugas Makalah Pediatric Neuroanestesi KELOMPOK 4

44
LAPORAN KASUS Penatalaksanaan Anestesi Umum pada An. K dengan Hidrosefalus yang akan dilakukan Pro Vp Shunt OK IV IBS RSUD dr.Moewardi Surakarta Oleh : Achmad Mu’arif, AMK Ragil Sri K, AMK Taupik Rahman, AMK

description

Tugas Makalah Pediatric Neuroanestesi by pelatihan penata anestesi RS dr. Moewardi Solo

Transcript of PRINT Tugas Makalah Pediatric Neuroanestesi KELOMPOK 4

LAPORAN KASUSPenatalaksanaan Anestesi Umumpada An. K dengan Hidrosefalus yang akan dilakukan Pro Vp ShuntOK IV IBS RSUD dr.MoewardiSurakarta

Oleh :Achmad Muarif, AMKRagil Sri K, AMKTaupik Rahman, AMK

Pelatihan dan Pendidikan Perawat Mahir AnestesiRSUD dr.Moewardi SurakartaPeriode Maret s.d September2015-2016

BAB 1PENDAHULUAN

A. Latar BelakangTugas utama profesi dokter adalah mempertahankan hidup dan mengurangi penderitaan. Dengan berkembangnya waktu, ilmu kedokteran berkembang menjadi berbagai spesialisasi yang landasan ilmunya dikembangkan dari ilmu kedokteran umum. Anestesiologi dan reanimasi adalah salah satu cabang perkembangan ilmu kedokteran. Berkaca dari dua tugas utama profesi dokter di atas, maka anestesiologi dan reanimasi menjabarkan bidang kajiannya menjadi pengelolaan bantuan hidup serta pengelolaan stress dan nyeri. Pada tahun 1900-an tugas pembiusan masih diserahkan kepada ahli bedah junior atau mahasiswa kedokteran. Pada tahun 1905 baru dibentuklah organisasi ahli anestesi pertama di Amerika Serikat. Dengan berjalannya waktu terjadi perubahan persepsi dan paradigma bahwa pembedahan adalah suatu kegawatan yang terencana. Maka dari itu peran seorang dokter anestesi makin berkembang. Selain mengelola life support (bantuan hidup) dan mengelola stress dan nyeri, dokter anestesi wajib menciptakan kondisi optimal untuk pembedahan.

Hidrosefalus berasal dari kata hidro yang berarti air dan chepalon yang berarti kepala. Hidrosefalus merupakan penumpukan cairan serebrospinal (CSS) secara aktif yang menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak dimana terjadi akumulasi CSS yang berlebihan pada satu atau lebih ventrikel atau ruang subarachnoid. Keadaan ini disebabkan oleh karena terdapat ketidak seimbangan antara produksi dan absorpsi dari CSS. Bila akumulasi CSS yang berlebihan terjadi diatas hemisfer serebral, keadaan ini disebut higroma subdural atau koleksi cairan subdural. Pada kasus akumulasi cairan yang berlebihan terjadi pada sistem ventrikuler, keadaan ini disebut sebagai hidrosefalus internal.Selain itu beberapa lesi intrakranial menyebabkan peninggian TIK, namun tidak sampai menyebabkan hidrosefalus. Peninggian volume CSS tidak ekivalen dengan hidrosefalus; ini juga terjadi pada atrofi serebral. Hidrosefalus sebagai kesatuan klinik dibedakan oleh tiga faktor: a).peninggian tekanan intraventrikuler, b).penambahan volume CSS, c).dilatasi rongga CSS. Secara keseluruhan, insiden dari hidrosefalus diperkirakan mendekati 1 : 1000. sedangkan insiden hidrosefalus kongenital bervariasi untuk tiap-tiap populasi yang berbeda. Hershey BL mengatakan kebanyakan hidrosefalus pada anak-anak adalah kongenital yang biasanya sudah tampak pada masa bayi. Jika hidrosefalus tampak setelah umur 6 bulan biasanya bukan oleh karena kongenital. Mujahid Anwar dkk mendapatkan 40 50% bayi dengan perdarahan intraventrikular derajat 3 dan 4 mengalami hidrosefalus. Pongsakdi Visudiphan dkk pada penelitiannya mendapatkan 36 dari 49 anak-anak dengan meningitis TB mengalami hidrosefalus, dengan 3 catatan 8 anak dengan hidrosefalus obstruktif dan 26 anak dengan hidrosefalus komunikans. Hidrosefalus yang terjadi sebagai komplikasi meningitis bakteri dapat dijumpai pada semua usia, tetapi lebih sering pada bayi daripada anak-anak. Berdasarkan catatan medik di bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Denpasar dari tahun 1991 s/d Desember 1993 telah dirawat 21 penderita hidrosefalus dimana 4 diantaranya adalah hidrosefalus kongenital.

B. Rumusan MasalahDalam hal ini penulis mengambil kasus tentang Penatalaksanaan Anestesi Umum pada An. K dengan diagnosa Hidrosefalus Pro Vp Shunt di kamar operasi IBS dr.Moewardi Surakarta.

C. Tujuan PenulisanTujuan dan penyusunan makalah ini adalah diajukan sebagai syarat dalam memenuhi tugas pelatihan perawat mahir anestesi di RSUD Dr.Moewardi Surakarta.

BAB 2TINJAUAN TEORITIS

A. Tinjauan Teoritis Hidrosefalus1. DefinisiHidrosefalus adalah kelainan patologis otak yang mengakibatkan bertambahnya cairan serebrospinal dengan atau pernah dengan tekanan intrakranial yang meninggi, sehingga terdapat pelebaran ventrikel (Darsono, 2005:209). Pelebaran ventrikuler ini akibat ketidakseimbangan antara produksi dan absorbsi cairan serebrospinal. Hidrosefalus selalu bersifat sekunder, sebagai akibat penyakit atau kerusakan otak. Adanya kelainan-kelainan tersebut menyebabkan kepala menjadi besar serta terjadi pelebaran sutura-sutura dan ubun-ubun (DeVito EE et al, 2007:328).

2. EpidemiologiInsidensi hidrosefalus antara 0,2-4 setiap 1000 kelahiran. Insidensi hidrosefalus kongenital adalah 0,5-1,8 pada tiap 1000 kelahiran dan 11 % - 43 % disebabkan oleh stenosis aqueductus serebri. Tidak ada perbedaan bermakna insidensi untuk kedua jenis kelamin, juga dalam hal perbedaan ras. Hidrosefalus dapat terjadi pada semua umur. Pada remaja dan dewasa lebih sering disebabkan oleh toksoplasmosis. Hidrosefalus infantil; 46% adalah akibat abnormalitas perkembangan otak, 50% karena perdarahan subaraknoid dan meningitis, dan kurang dari 4% akibat tumor fossa posterior (Darsono, 2005:211).

3. EtiologiHidrosefalus terjadi bila terdapat penyumbatan aliran cairan serebrospinal (CSS) pada salah satu tempat antara tempat pembentukan CSS dalam sistem ventrikel dan tempat absorbsi dalam ruang subaraknoid. Akibat penyumbatan, terjadi dilatasi ruangan CSS diatasnya (Allan H. Ropper, 2005). Teoritis pembentukan CSS yang terlalu banyak dengan kecepatan absorbsi yang abnormal akan menyebabkan terjadinya hidrosefalus, namun dalam klinik sangat jarang terjadi.

Penyebab penyumbatan aliran CSS yang sering terdapat pada bayi dan anak ialah:a. Kelainan Bawaan (Kongenital)1) Stenosis akuaduktus Sylvii2) Spina bifida dan kranium bifida3) Sindrom Dandy-Walker4) Kista araknoid dan anomali pembuluh darahb. InfeksiAkibat infeksi dapat timbul perlekatan meningen. Secara patologis terlihat penebalan jaringan piamater dan arakhnoid sekitar sisterna basalis dan daerah lain. Penyebab lain infeksi adalah toxoplasmosis.c. NeoplasmaHidrosefalus oleh obstruksi mekanik yang dapat terjadi di setiap tempat aliran CSS. Pada anak yang terbanyak menyebabkan penyumbatan ventrikel IV atau akuaduktus Sylvii bagian terakhir biasanya suatu glioma yang berasal dari serebelum, penyumbatan bagian depan ventrikel III disebabkan kraniofaringioma.d.PerdarahanPerdarahan sebelum dan sesudah lahir dalam otak, dapat menyebabkan fibrosis leptomeningen terutama pada daerah basal otak, selain penyumbatan yang terjadi akibat organisasi dari darah itu sendiri.

4. Patofisiologi dan PatogenesisCSS yang dibentuk dalam sistem ventrikel oleh pleksus khoroidalis kembali ke dalam peredaran darah melalui kapiler dalam piamater dan arakhnoid yang meliputi seluruh susunan saraf pusat (SSP). Cairan likuor serebrospinalis terdapat dalam suatu sistem, yakni sistem internal dan sistem eksternal. Pada orang dewasa normal jumlah CSS 90-150 ml, anak umur 8-10 tahun 100-140 ml, bayi 40-60 ml, neonatus 20-30 ml dan prematur kecil 10-20 ml. Cairan yang tertimbun dalam ventrikel 500-1500 ml Aliran CSS normal ialah dari ventrikel lateralis melalui foramen monroe ke ventrikel III, dari tempat ini melalui saluran yang sempit akuaduktus Sylvii ke ventrikel IV dan melalui foramen Luschka dan Magendie ke dalam ruang subarakhnoid melalui sisterna magna.Penutupan sisterna basalis menyebabkan gangguan kecepatan resorbsi CSS oleh sistem kapiler.Hidrosefalus secara teoritis terjadi sebagai akibat dari tiga mekanisme yaitu :a. Produksi likuor yang berlebihanb. Peningkatan resistensi aliran likuorc. Peningkatan tekanan sinus venosaKonsekuensi tiga mekanisme di atas adalah peningkatan tekanan intrakranial sebagai upaya mempertahankan keseimbangan sekresi dan absorbsi. Mekanisme terjadinya dilatasi ventrikel cukup rumit dan berlangsung berbeda-beda tiap saat selama perkembangan hidrosefalus. Dilatasi ini terjadi sebagai akibat dari :a. Kompresi sistem serebrovaskuler.b . Redistribusi dari likuor serebrospinalis atau cairan ekstraselulerc. Perubahan mekanis dari otak.d. Efek tekanan denyut likuor serebrospinalise. Hilangnya jaringan otak.f. Pembesaran volume tengkorak karena regangan abnormal sutura kranial. Produksi likuor yang berlebihan disebabkan tumor pleksus khoroid. Gangguan aliran likuor merupakan awal dari kebanyakan kasus hidrosefalus. Peningkatan resistensi yang disebabkan gangguan aliran akan meningkatkan tekanan likuor secara proporsional dalam upaya mempertahankan resorbsi yang seimbang.Peningkatan tekanan sinus vena mempunyai dua konsekuensi, yaitu peningkatan tekanan vena kortikal sehingga menyebabkan volume vaskuler intrakranial bertambah dan peningkatan tekanan intrakranial sampai batas yang dibutuhkan untuk mempertahankan aliran likuor terhadap tekanan sinus vena yang relatif tinggi. Konsekuensi klinis dari hipertensi vena ini tergantung dari komplians tengkorak.

5.KlasifikasiKlasifikasi hidrosefalus bergantung pada faktor yang berkaitan dengannya,berdasarkan :a. Gambaran klinis, dikenal hidrosefalus manifes (overt hydrocephalus) dan hidrosefalus tersembunyi (occult hydrocephalus).b. Waktu pembentukan, dikenal hidrosefalus kongenital dan hidrosefalus akuisitac. Proses terbentuknya, dikenal hidrosefalus akut dan hidrosefalus kronik.d. Sirkulasi CSS, dikenal hidrosefalus komunikans dan hidrosefalus non mm komunikans.Hidrosefalus interna menunjukkan adanya dilatasi ventrikel, hidrosefalus eksternal menunjukkan adanya pelebaran rongga subarakhnoid di atas permukaan korteks. Hidrosefalus obstruktif menjabarkan kasus yang mengalami obstruksi pada aliran likuor. Berdasarkan gejala, dibagi menjadi hidrosefalus simptomatik dan asimptomatik. Hidrosefalus arrested menunjukan keadaan dimana faktor-faktor yang menyebabkan dilatasi ventrikel pada saat tersebut sudah tidak aktif lagi. Hidrosefalus ex-vacuo adalah sebutan bagi kasus ventrikulomegali yang diakibatkan atrofi otak primer, yang biasanya terdapat pada orang tua. (Darsono, 2005)

6. Manifestasi KlinisTanda awal dan gejala hidrosefalus tergantung pada awitan dan derajat ketidakseimbangan kapasitas produksi dan resorbsi CSS (Darsono, 2005). Gejala-gejala yang menonjol merupakan refleksi adanya hipertensi intrakranial. Manifestasi klinis dari hidrosefalus pada anak dikelompokkan menjadi dua golongan, yaitu :a. Awitan hidrosefalus terjadi pada masa neonatusMeliputi pembesaran kepala abnormal, gambaran tetap hidrosefalus kongenital dan pada masa bayi. Lingkaran kepala neonatus biasanya adalah 35-40 cm, dan pertumbuhan ukuran lingkar kepala terbesar adalah selama tahun pertama kehidupan. Kranium terdistensi dalam semua arah, tetapi terutama pada daerah frontal. Tampak dorsum nasi lebih besar dari biasa. Fontanella terbuka dan tegang, sutura masih terbuka bebas. Tulang-tulang kepala menjadi sangat tipis. Vena-vena di sisi samping kepala tampak melebar dan berkelok. (Peter Paul Rickham, 2003)b. Awitan hidrosefalus terjadi pada akhir masa kanak-kanakPembesaran kepala tidak bermakna, tetapi nyeri kepala sebagai manifestasi hipertensi intrakranial. Lokasi nyeri kepala tidak khas. Dapat disertai keluhan penglihatan ganda (diplopia) dan jarang diikuti penurunan visus. Secara umum gejala yang paling umum terjadi pada pasien-pasien hidrosefalus di bawah usia dua tahun adalah pembesaran abnormal yang progresif dari ukuran kepala. Makrokrania mengesankan sebagai salah satu tanda bila ukuran lingkar kepala lebih besar dari dua deviasi standar di atas ukuran normal. Makrokrania biasanya disertai empat gejala hipertensi intrakranial lainnya yaitu:1) Fontanel anterior yang sangat tegang.2) Sutura kranium tampak atau teraba melebar.3) Kulit kepala licin mengkilap dan tampak vena-vena superfisial menonjol.4) Fenomena matahari tenggelam (sunset phenomenon).Gejala hipertensi intrakranial lebih menonjol pada anak yang lebih besar dibandingkan dengan bayi. Gejalanya mencakup: nyeri kepala, muntah, gangguan kesadaran, gangguan okulomotor, dan pada kasus yang telah lanjut ada gejala gangguan batang otak akibat herniasi tonsiler (bradikardia, aritmia respirasi).

7.DiagnosisDisamping dari pemeriksaan fisik, gambaran klinik yang samar-samar maupun yang khas, kepastian diagnosis hidrosefalus dapat ditegakkan dengan menggunakan alat-alat radiologik yang canggih. Pada neonatus, USG cukup bermanfaat untuk anak yang lebih besar, umumnya diperlukan CT scanning. CT scan dan MRI dapat memastikan diagnosis hidrosefalus dalam waktu yang relatif singkat. CT scan merupakan cara yang aman dan dapat diandalkan untuk membedakan hidrosefalus dari penyakit lain yang juga menyebabkan pembesaran kepala abnormal, serta untuk identifikasi tempat obstruksi aliran CSS.

8. Diagnosis BandingPembesaran kepala dapat terjadi pada hidrosefalus, makrosefali, tumor otak, abses otak, granuloma intrakranial, dan hematoma subdural perinatal, hidranensefali. Hal-hal tersebut dijumpai terutama pada bayi dan anak-anak berumur kurang dari 6 tahun.

9. TerapiPada dasarnya ada tiga prinsip dalam pengobatan hidrosefalus, yaitu :a. Mengurangi produksi CSS.b. Mempengaruhi hubungan antara tempat produksi CSS dengan tempat absorbsi.c. Pengeluaran likuor (CSS) kedalam organ ekstrakranial.Penanganan hidrosefalus juga dapat dibagi menjadi :a. Penanganan SementaraTerapi konservatif medikamentosa ditujukan untuk membatasi evolusi hidrosefalus melalui upaya mengurangi sekresi cairan dari pleksus khoroid atau upaya meningkatkan resorbsinya.b. Penanganan Alternatif (Selain Shunting)Misalnya : pengontrolan kasus yang mengalami intoksikasi vitamin A, reseksi radikal lesi massa yang mengganggu aliran likuor atau perbaikan suatu malformasi. Saat ini cara terbaik untuk melakukan perforasi dasar ventrikel III adalah dengan teknik bedah endoskopik. Operasi Pemasangan Pintas (Shunting)Operasi pintas bertujuan membuat saluran baru antara aliran likuor dengan kavitas drainase. Pada anak-anak lokasi drainase yang terpilih adalah rongga peritoneum. Biasanya cairan serebrospinalis didrainase dari ventrikel, namun kadang pada hidrosefalus komunikans ada yang didrain ke rongga subarakhnoid lumbar. Ada dua hal yang perlu diperhatikan pada periode pasca operasi, yaitu: pemeliharaan luka kulit terhadap kontaminasi infeksi dan pemantauan kelancaran dan fungsi alat shunt yang dipasang. Infeksi pada shunt meningkatkan resiko akan kerusakan intelektual, lokulasi ventrikel dan bahkan kematian.

10.PrognosisHidrosefalus yang tidak diterapi akan menimbulkan gejala sisa, gangguan neurologis serta kecerdasan. Dari kelompok yang tidak diterapi, 50-70% akan meninggal karena penyakitnya sendiri atau akibat infeksi berulang, atau oleh karena aspirasi pneumonia. Namun bila prosesnya berhenti (arrested hidrosefalus) sekitar 40% anak akan mencapai kecerdasan yang normal (Allan H. Ropper, 2005). Pada kelompok yang dioperasi, angka kematian adalah 7%. Setelah operasi sekitar 51% kasus mencapai fungsi normal dan sekitar 16% mengalami retardasi mental ringan. Adalah penting sekali anak hidrosefalus mendapat tindak lanjut jangka panjang dengan kelompok multidisipliner.

B. Tinjauan Teoritis Anestesi1. PengertianAnestesi (pembiusan) berasal dari bahasa Yunani. An-tidak, tanpa dan aesthesos, persepsi, kemampuan untuk merasa. Secara umum berarti suatu tindakan menghilangkan rasa sakit ketika melakukan pembedahan dan berbagai prosedur lainnya yang menimbulkan rasa sakit pada tubuh. Istilah Anestesia digunakan pertama kali oleh Oliver Wendell Holmes pada tahun 1948 yang menggambarkan keadaan tidak sadar yang bersifat sementara, karena anestesi adalah pemberian obat dengan tujuan untuk menghilangkan nyeri pembedahan. Sedangkan Analgesia adalah tindakan pemberian obat untuk menghilangkan nyeri tanpa menghilangkan kesadaran pasien. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversible).Komponen trias anestesi yang ideal terdiri dari hipnotik, analgesia, dan relaksasi otot.Anestesi umum adalah bentuk anestesi yang paling sering digunakan atau dipraktekkan yang dapat disesuaikan dengan jumlah terbesar pembedahan.Obat anestesi yang masuk ke pembuluh darah atau sirkulasi kemudian menyebar ke jaringan. Yang pertama terpengaruh oleh obat anestesi ialahjaringan kaya akan pembuluh darah seperti otak, sehingga kesadaran menurunatau hilang, hilangnya rasa sakit, dan sebagainya. Seseorang yang memberikan anestesi perlu mengetahui stadium anestesi untuk menentukan stadium terbaik pembedahan itu dan mencegah terjadinya kelebihan dosis.Pada anestesi umum dikenal 4 stadium anestesi terdiri dari :a. Stadium I (stadium analgesia atau disorientasi)Stadium ini berlangsung mulai induksi anestesi hingga hilangnyakesadaran, rasa nyeri belum hilang sama sekali sehingga hanya dapatdilakukan pembedahan kecil. Akhir stadium ini ditandai dengan hilangnyareflek bulu mata.b. Stadium II (stadium hipersekresi atau eksitasi atau delirium)Dimulai dari hilangnya kesadaran dan hilangnya reflek bulu mata sampaiventilasi kembali teratur.Terdapat depresi ganglia basalis sehingga refleks-refleks tidak terkontrol atau reaksi berlebihan terhadap berbagairangsangan.c. Stadium III (stadium pembedahan)Mulai respirasi teratur hingga berhentinya respirasi. Dibagi 4 plana :1) Plana 1Dari timbulnya pernafasan teratur thoracoabdominal, anak mata terfiksasi kadang-kadang eksentrik, pupil miosis, reflek cahaya positif, lakrimasi meningkat, reflek faring dan muntah negative,tonus otot mulai menurun.2) Plana 2Ventilasi teratur. Abdominothoracal, volume tidal menurun,frekuensi nafas meningkat, anak mata terfiksasi di tengah, pupilmulai midriasis, reflek cahaya mulai menurun dan reflek komeanegative.3) Plana 3Ventilasi teratur dan sifatnya abdominal karena terjadi kelumpuhan saraf interkostal, lakrimasi tidak ada, pupil melebar,anak mata sentral, reflek laring dan peritoneum negative, tonusotot makin menurun.4) Plana 4Ventilasi tidak teratur dan tidak adekuat karena otot diafragmalumpuh yang makin nyata pada akhir plana, tonus otot sangatmenurun, pupil midriasis dan reflek sfingter ani dan kelenjar airmata negative.d. Stadium IV (stadium paralysis atau kelebihan obat.)Mulai henti nafas (paralisis diafragma) hingga henti jantung.

Dalam memberikan obat-obatan pada penderita yang akan menjalani operasi maka perlu diperhatikan tujuannya yaitu sebagai premedikasi, induksi, maintenance, dan lain-lain.

2. AnamnesisAnamnesis dapat diperoleh dengan bertanya langsung pada pasien atau melalui keluarga pasien.Yang harusdiperhatikan pada anamnesis:a. Identifikasi pasien , misalnya : nama,umur, alamat, pekerjaan, dll.b.Riwayat penyakit yang pernah atau sedang diderita yang mungkin dapat menjadi penyulit dalam anesthesia, antara lain :Penyakit alergi, Diabetes mellitus, Penyakit paru kronik : asma bronchial, pneumonia, bronchitis, Penyakit jantung dan hipertensi (sepertiinfark miokard, angina pectoris, dekompensasi kordis), Penyakit susunan saraf (seperti stroke, kejang, parese, plegi, dll), Penyakit hati. Penyakit ginjal, Penyakit ganguan perdarahan (riwayat perdarahan memanjang)c.Riwayat obat-obat yang sedang atau telah digunakan dan mungkin menimbulkan intereaksi(potensiasi, sinergis, antagonis dll) dengan obat-obat anestetik. Misalnya, , obat anti hipertensi , obat-obat antidiabetik, antibiotikgolongan aminoglikosida ,obat penyakit jantung(seperti digitalis, diuretika),monoamino oxidase inhibitor, bronkodilator.Keputusan untukmelanjutkan medikasi selama periode sebelum anestesi tergantungdari beratnya penyakit dasarnya. Biasanya obat-obatan yang dipakai pasien tetap diteruskan tetapi mengalami perubahan dosis, diubah menjadi preparat dengan masa kerja lebih singkat atau dihentikan untuk sementara waktu.Akan tetapi, secara umum dikatakan bahwa medikasi dapat dilanjutkan sampai waktu untuk dilakukan pembedahan.d.Alergi dan reaksi obat. Reaksi alergi kadang-kadang salah diartikan oleh pasien dan kurangnya dokumentasi sehingga tidak didapatkan keterangan yangmemadai. Beratnya berkisar dari asimptomatik hingga reaksi anfilaktik yang mengancam kehidupan, akan tetapi seringkali alergi dilaporkan hanya karena intoleransi obat-obatan,. Pada evaluasi pre operatif dicatat seluruh reaksi obat dengan penjelasan tentang kemungkinan terjadinya respon alergi yang serius., termasuk reaksi terhadap plester, sabun iodine dan lateks. Jika respon alergi terlihat, obat penyebab tidak diberikan lagi tanpa tes imunologikatau diberi terapi awal dengan antihistamin,atau kortikosteroid.5.Riwayat operasi dan anestesi yang pernah dialami diwaktu yang lalu , berapa kalidan selang waktunya. Apakah pasien mengalami komplilkasi saat itu seperti kesulitan pulih sadar, perawatan intensif pasca bedah.6.Riwayat keluarga.Riwayat anestesi yang merugikan atau membayakan pada keluarga yang lain sebaiknya juga dieveluasi. Wanita padausia produktif sebaiknya ditanyakan tentang kemungkinan mengandung. Pada kasus yang meragukan , pemeriksaan kehamilan preoperative merupakan suatu indikasi.7.Riwayat sosial yang mungkin dapat mempengaruhi jalannya anestesi seperti :a. Perokok berat (diatas 20 batang perhari) dapat mempersulitinduksi anestesikarena merangasang batuk , sekresi jalan napas yang banyak, memicu atelektasis dan pneumenia pasca bedah. Rokok sebaiknya dihentikan minimal 24 jam sebelumnya untuk menghindari adanya CO dalam darah.b. Pecandu alcohol umumnya resisten terhadap obat- obat anestesi khususnya golonganbarbiturat. Peminum alkohol dapat menderita sirosis hepatic.c. Meminum obat-obat penenang atau narkotik.8.Makan minum terakhir (khusus untuk operasi emergensi)

3. Pemeriksaan FisikPerhatian khusus dilakukan untuk evaluasi jalan napas, jantung, paru-paru dan pemeriksaan neurologik. Jika ingin melaksanakan teknik anestesi regional maka perlu dilakukan pemeriksaan extremitas dan punggung.Pemeriksaan fisik sebaiknya terdiri dari :a. Keadaanumum: gelisah, takut, kesakitan, malnutrisi, obesitas.b. Tanda-tanda vitalc. Tinggi dan berat badan perlu untuk penentuan dosis obat terapeutik dan pengeluaran urine yang adekuat selama operasi .d. Tekanan darah sebaiknya diukur dari kedua lengan dan tungkai (perbedaan bermakna mungkin memberikan gambaran mengenai penyakit aorta thoracic atau cabang-cabang besarnya).e. Denyut nadi pada saat istirahat dicatat ritmenya, perfusinya (berisi) dan jumlah denyutnya.Denyutan ini mungkin lambat pada pasien dengan pemberian beta blok dan cepat pada pasien dengan demam, regurgitasi aorta atau sepsis. Pasien yang cemas dan dehidrasi sering mempunyai denyut nadi yang cepat tetapi lemah.f. Respirasi diobservasi mengenaifrekwensi pernapasannya , dalamnya dan pola pernapasannya selama istirahat.g. Suhu tubuh (Febris/ hipotermi).h. Visual Analog Scale (VAS). Skala untuk menilai tingkat nyerii. Kepala dan leher1) Mata: anemis, ikteric, pupil (ukuran, isokor/anisokor, reflek cahaya)2) Hidung : polip, septum deviasi, perdarahan3) Gigi :gigi palsu, gigi goyang, gigi menonjol, lapisan tambahan pada gigi, kelainan ortodontik lainnya4) Mulut :Lidah pendek/besar, TMJ (buka mulut jari), Pergerakan (baik/kurang baik), sikatrik, fraktur, trismus, dagu kecil5) Tonsil : ukuran (T1-T3), hiperemis, perdarahan6) Leher : ukuran (panjang/pendek), sikatrik, masa tumor, pergerakan leher (mobilitas sendi servical) pada fleksi ektensi dan ritasi, trakea (deviasi), karotik bruit, kelenjar getah bening.7) Dalam prediksi kesulitan intubasi sering di pakai8Tyaitu : Teet, Tongue, Temporo mandibula joint, Tonsil, Torticolis, Tiroid notch/TMD, Tumor, Trakea.j.Thoraks1)Prekordium.Auskultasi jantung mungkin ditemukan murmurs (bising katup), irama gallop atau perikardial rub.2)Paru-paru.a) Inspeksi: Bentuk dada (Barrel chest, pigeon chest, pectus excavatum, kifosis, skoliosis) Frekwensi (bradipnue/takipnue) Sifat pernafasan (torakal, torako abdominal/ abdominal torako), irama pernafasan (reguler/ireguler, cheyne stokes, biot), Sputum (purulen, pink frothy), Kelainan lain (stridor, hoarseness/serak, sindroma pancoas)b) Palpasi: Premitus (normal, mengeras, melemah)c) Auskulatasi: Bunyi nafas pokok ( vesikuler, bronchial, bronkovesikuler, amporik), bunyi nafas tambahan(ronchi kering/ wheezing, ronchi basah/rales, bunyi gesekan pleura, hippocrates succussion)d) Perkusi: sonor, hipersonor, pekak, redupk.Abdomen.Peristaltik (kesan normal/meningkat/menurun), Hati dan limpa (teraba/tidak, batas, ukuran, permukaan), distensi, massa atau asites(dapat menjadi predisposisi untuk regurgitasi).l.Urogenitalia.Kateter (terpasang/tidak), urin [volume: cukup (0,5-1 cc/jam), anuria (< 20 cc/24 jam), oliguria (25 cc/jam atau 400 cc/24jam), Poliuria (> 2500 cc/24 jam)], kwalitas (BJ, sedimen), tanda tanda sumbatan saluran kemih (seperti kolik renal).m.Muskulo Skletal - Extremitas. Edema tungkai, fraktur, gangguan neurologik /kelemahan otot (parese, paralisis, neuropati perifer, distropi otot),perfusi ke distal (perabaan hangat/dingin, cafilay refil time, keringat) , Clubbing fingger, sianosis, anemia, dan deformitas, infeksi kutaneus(terutama rencana canulasi vaskuler atau blok saraf regional)

4. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan laboratoriumada 2 yaitu pemeriksaan rutin dan khususa. Pemeriksaan laboratorium rutin :1) Darah : Hb, lekosit, hitung jenis lekosit, golongan darah, masa pembekuan, masa perdarahan.2) Foto toraks : terutama untuk bedah mayor, pasien diatas 60 thn, atau sesuai klinis.3) EKG : terutama untuk pasien berumur diatas 40 tahun atau sesuai klinis.b. Pemeriksaan khusus, dilakukan bila ada riwayat atau indikasi, misalnya :1) EKG pada anak.2) Spirometri dan bronkospirometri pada pasien tumor paru.3) Fungsi hati pada pasien ikterus.4) Fungsi ginjal pada pasien hipertensi.5) Analisa gas darah, elektrolit pada pasien ileus obstruksi atau bedah mayor.

Untuk pemeriksaan khusus yang lebih mendalam, misalnya ekokardiografi atau kateterisasi jantungdiperlukan konsulatasi dengan ahli-ahli bidang lain sehingga persiapan dan penilaian pasien dapat dilakukan lebih baik.

5. Perencanaan anestesi.Rencanaanestesi diperlukan untuk menyampaikan strategi penanganan anestesi secara umum.Secara garis besar komponen dari rencana anestesi adalah :a. Ringkasan tentang anamnesis pasien, dan dan hasil-hasil pemeriksaan fisik sehubungan dengan penatalaksanaan anastesi, buat dalam daftar masalah, satukan bersamaan dengan beberapa daftar masalah yang digunakan olehdokter yang merawat.b. Perencanaan teknik anestesi yang akan digunakan termasuk tehnik-tehnik khusus(seperti intubasi fiberoptik, monitoring invasif ).c. Perencanaan penanganan nyeri post operasi bila perlu.d. Tindakan post operatif khusus jika terdapat indikasi (misalnya perawatan di ICU).e. Jika ada indikasi buat permintaan evaluasi medik lebih lanjut.f. Pernyataan tentang resiko-resiko yang ada , informed consent, dan pernyataan bahwa semua pertanyaan telah dijawab.g. Klasifikasi status fisik dan penilaian singkat.

6. Menentukan PrognosisPada kesimpulan evaluasi pre anestesi setiap pasien ditentukan kalsifikasi status fisik menurut American Society of Anestesiologist (ASA). Hal ini merupakan ukuran umum keadaan pasien. Klasifikasi status fisik menurut ASA adalah sebagai berikut :a. ASA 1:Pasien tidak memiliki kelainan organik maupun sistemik selain penyakit yang akan dioperasi.b. ASA 2:Pasien yang memiliki kelainan sistemik ringan sampai dengan sedang selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya diabetes mellitus yang terkontrol atau hipertensi ringanc. ASA 3: Pasien memiliki kelainan sistemik berat selain penyakit yang akan dioperasi, tetapi belum mengancam jiwa. Misalnya diabetes mellitus yang tak terkontrol, asma bronkial, hipertensi tak terkontrold. ASA 4:Pasien memiliki kelainan sistemik berat yang mengancam jiwa selain penyakit yang akan dioperasi. Misalnya asma bronkial yang berat, koma diabetikume. ASA 5: Pasien dalam kondisi yang sangat jelek dimana tindakan anestesi mungkin saja dapat menyelamatkan tapi risiko kematian tetap jauh lebih besar. Misalnya operasi pada pasien koma beratf. ASA 6: Pasien yang telah dinyatakan telah mati otaknya yang mana organnya akan diangkat untuk kemudian diberikan sebagai organ donor bagi yang membutuhkan.Untuk operasi darurat, di belakang angka diberi hurufE (emergency)atauD (darurat), mis: operasi apendiks diberi kodeASA 1 E

BAB 3LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : An. Keysha Dewi IchsantiUmur : 3 bulanJenis kelamin : PerempuanBB : 8 kgAgama : IslamAlamat : Jln Platon VI No.16 Ngawi Jawa TimurNo. RM: 01300469Tanggal masuk : 20 Mei 2015Tanggal Operasi : 25 Mei 2015

B. Riwayat KesehatanUntuk memperoleh data tentang riwayat kesehatan pasien dilakukan melalui allo anamnesis. Anamnesis dilakukan pada tanggal 24 Mei 2015 pukul 19.00 dimana diperoleh data sebagai berikut1. Keluhan utama : Kepala anak membesar2. Keluhan tambahan : batuk3. Riwayat penyakit sekarang : pasien datang dibawa oleh orang tuanya ke poliklinik bedah Rumah Sakit Moewardi dengan keluhan kepala membesar, 4. Riwayat penyakit dahuluKeluarga pasien mengatakan sejak pasien lahir, baru sekarang ini menderita penyakit hidrocefalus, sebelumnya hanya menderita penyakit batuk, demam, 5. Riwayat Penyakit KeluargaKeluarga pasien mengatakan pada keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti pasien.

C. Pemeriksaan Fisika. Status GeneralisKeadaan umum : baikKesadaran : compos mentis ; GCS E4 V5 M6Vital sign : Hr 120x/menitRR 40 x/menitSuhu 36, 5 derajat celciusb. Pemeriksaan kepalaMata : Ca -/-, Si -/-Telinga : NCH ( - ), discharge ( - )Mulut : sianosis ( - )c. Pemeriksaan leherTiroid : T.A.Kd. Pemeriksaan dadaParu : SD.vesikuler , wheezing ( - ) , rhonki ( - )Jantung : S1>S2.reguler , murmur ( - ) , gallop ( - )Dinding dada : simetris , destruksi ( - )e.Pemeriksaan abdomenDinding perut : intakHepar/lien : T.T.BUsus : B.U ( + ), Normalf. Pemeriksaan punggungColumna vertebra : T.A.KGinjal : T.A.K

D . Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium tanggal : 20 Mei 2015Darah lengkapHb : 9,6 gr/dlLekosit : 9,1 /mlHematokrit : 29 %Eritrosit : 3,40 juta/ mmTrombosit : 360.000/ mm

ElektrolitNatrium : 136 mmol/lKalium : 45,1 mmol/lKlorida : 106 mmol/lUreum darah : 13 mg/dlKreatinin darah : 0,2 mg/dlHBsAg Nonreactive

E. Kesimpulan AnestesiBayi perempuan usia 3 bulan dengan hidrosefalus pro vp shunt dengan status fisik ASA 2

F. Laporan Anestesi Pasien1. Diagnosis pra-bedah : Hidrosefalus2. Diagnosis post-bedah : Hidrosefalus3. Jenis pembedahan : VP Shunt4. Jenis anestesi : anestesi umum (General Anestesi)5. Premedikasi anestesi : Sulfat Atropin 0,01 mg Midazolam 0,6 mg6. Induksi : fentanyl 5 g Sevofluran 2%7. Muscle Relaksan : Atracurium 3 mg8. Pemeliharaan anestesi : Sevofluran + O29. Analgetik : Novalgin 100 mg10.Teknik anestesi : Semi open

Induksi intravena dengan Fentanil 5 g dan induksi inhalasi dengan Sevofluran 2vol% Intubasi dengan ET no.3 (tanpa cuff) dengan laringoskop blade lengkung no.1 1/2 didahului oleh pelumpuh otot Atracurium 3 mg Maintenance dengan Sevofluran 2 vol % + O2 Respirasi : Kendali + T-Jackson Rees Posisi : Supine Tidak terpasang Kateter Di pasang warmer penghangat agar tidak terjadi hipotermi- Infus : D5 Ns- Status fisik : ASA II- Induksi mulai : 07.15 WIB- Operasi mulai : 07.30 WIB- Operasi selesai : 08.30 WIB- Berat badan pasien : 8 Kg- Durasi operasi : 1 jam- Pasien puasa : 4 jam

Monitoring Tanda-Tanda Vital JamTDHRSaturasiKeterangan

07.1595/70160x/menit99 %Induksi

07.20100/65158 x/menit99 %Intubasi oral

07.25100/70154 x/menit99 %

07.3098/60150 x/menit99 %Mulai operasi

07.3594/65145 x/menit99 %

07.4090/60140 x/menit99 %

07.4598/60148 x/menit99 %

07.5098/65146 x/menit99 %

07.55100/55150 x/menit99 %

08.00100/65152 x/menit99 %

08.0595/68157 x/menit99 %

08.1095/70147 x/menit99 %

08.15105/70155 x/menit99 %

08.20100/60140 x/menit99 %

08.2597/60145 x/menit99 %

08.3098/65143 x/menit99 %Selesai operasi

BALANCE CAIRAN Nama:An. KKriteria Operasi:SedangPuasa:2 x 6 x 8 : 96 (terpenuhi)Umur:3 bulanJenis Operasi:ElektifStress:4 x 8: 32Berat Badan:8 KgMaintenance:2 x 8 : 16EBV: 80 x 8 = 640 Kebutuhan Jam 1:48 Kebutuhan jam 2:48ABL:(29-30) x 1000 x 3 /100 = 300 Kebutuhan jam 3:48

JamInputOutputBalance

KristaloidKoloidPerdarahanUrinMaintenance

IIIIIIDarah

07.30-08.30D5 ns 200cc---20 cc -48 cc+92

G. PENATALAKSANAAN PASCA PEMBEDAHAN

1. Pengakhiran anastesia. Jam 08.10 operasi sudah tahapan menjahid kulit luar. Pernafasan mulai spontan tetapi belum adekuat nadi 147x/menit saturasi O2 99%, jam 08.15 agent sevofluran di matikan jam 08.30 operasi selesai pernafasan pasien spontan adekuat saturasi 99%b. Tensi, elektroda di lepas, konektor penghubung ETT dilepas, pasien kemudian dipindahkan ke ruang RR setelah ekstubasi di dalam ok dengan ekstubasi sadar.c. Bersihkan lendir atau secret pasien dalam ETT trakea dan mulut pasien secara hati-hati dan sampai benar-benar bersih dan tidak ada sumbatan jalan nafas.2. Perawatan Di Ruang Pulih Sadara. Pasien tiba di ruang pulih sadar b. Berikan oksigen nasal kanul 2 liter/menitc. Awasi tanda-tanda vital Saturasi 99 % HR 138x/menit

H. Asuhan Keperawatan 1. Pre Operasi a. Kecemasan Orang tua sehubungan dengan keadaan anak yang akan mengalami operasiTujuan: Kecemasan Orang tua berkurang atau dapat di atasi Implementasi :1) Mendorong orang tua untuk berpartisipasi sebanyak mungkin dalam merawat anaknya 2) Menjelaskan pada orang tua tentang masalah anak terutama ketakutanya menghadapi operasi otak dan ketakutan terhadap kerusakan otak3) Memberikan informasi yang cukup tentang prosedur operasi dan berikan jawaban dengan benar dan sejujurnyaEvaluasi :S: Orang tua pasien mengatakan cemasnya sudah berkurangO : Orang tua pasien terlihat tenangA: masalah teratasi sebagianP: Lanjutkan Intervensi b. Potensial terhadap perubahan integritas kulit kepala sehubungan dengan ketidakmampuan bayi dalam menggerakkan kepala akibat peningkatan ukuran dan berat kepala Tujuan : Tidak terjadi gangguan interitas kulitImplementasi : 1) Mengkaji kulit kepala setiap 2 jam dan mobitor terhadap area yang tertekan 2) Memberikan nutrisi sesuai kebutuhan3) Membaringkan kepala pada bantal karet busaEvaluasi : S : -O: pasien masih terlihat gelisahA : masalah belum teratasiP : Lanjutkan Intervensi

2. Post operasi a. Resiko Tinggi terjadinya infeksi sehubungan dengan infiltrasi bakteri melalui shunt. Tujuan: tidak terjadi infeksi/ pasien bebas infeksiImplementasi : 1) Memonitor terhadap tanda-tanda infeksi2) Mempertahankan tekhnik kesterilan dalam prosedur perawatan3) Mencegah terjadinya gangguan suhu tubuh 4) Mempertahankan prinsip aseptik pada drainase dan ekspirasi shuntEvaluasi : S : -O: tidak terjadi tanda-tanda inflamasiA: masalah teratasi sebagianP: Lanjutkan Intervensi

BAB 4PEMBAHASAN

Sebelum dilakukan operasi, pasien diperiksa terlebih dahulu, meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang untuk menentukan ASA dan diputuskan kondisi pasien termasuk ASA II, serta ditentukan rencana jenis anestesi yang akan dilakukan yaitu general anestesi dengan intubasi.Setelah dilakukan pemeriksaan tentang keadaan umum pasien diputuskan untuk dilakukan anestesi umum dengan intubasi, dengan alasan tindakan operasi tersebut dilakukan di regio capitis, termasuk operasi mayor, sehingga dengan teknik tersebut diharapkan jalan napas dapat dikendalikan dengan baik.Pertama dilaksanakan premedikasi anestesi dengan bolus Sulfat Atropin 0,1 mg yang berfungsi sebagai vagolitik dan anti sekresi. Sulfat Atropin bekerja sebagai anti sekresi pada reseptor post neuro-muscular junction dengan cara melakukan hambatan di reseptor muskarinik secara spesifik sehingga transmisi asetilkolin pada reseptor tersebut dapat digagalkan. Sulfat Atropin bekerja sebagai vagolitik dengan cara mengganggu sistem kolinergik pada jantung, tujuannya adalah untuk meningkatkan frekuensi denyut ventrikel agar curah jantung meningkat.g/kgBB intravena untuk lama kerja 30 menit, karena itu hanya dipergunakan untuk anestesi pembedahan dan bukan untuk pasca bedah. Sevofluran merupakan halogenisasi eter. Induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibandingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak merangsang jalan nafas, sehingga digemari untuk induksi anestesi inhalasi disamping halotan. Efek terhadap kardiovaskular cukup stabil, jarang menyebabkan aritmia. Sevofluran pada dosis anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen, tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intracranial. Peninggian aliran darah otak dan tekanan intracranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi hiperventilasi, sehingga sevofluran banyak digunakan untuk bedah otak.g bolus intravena digunakan sebagai analgesi opioid. Setelah suntikan intravena, ambilan dan distribusi Fentanyl secara kualitatif hampir sama dengan morfin, tetapi sebagian besar dirusak paru ketika pertama kali melewatinya. Dosis analgesi 1-3 g/kgbb Selanjutnya induksi dilakukan dengan menggunakan fentanil 5 g secara intravena serta sevofluran 2% secara inhalasi dan Fentanil 5 g.Sebelum dilakukan intubasi diberikan pelumpuh otot terlebih dahulu yakni pada kasus ini adalah atracurium 5 mg. Pelumpuh otot non depolarisasi. Setelah pelumpuh otot bekerja barulah dilakukan intubasi dengan laringoskop blade lengkung no.1 (sesuai anatomis leher bayi usia 3 bulan) dengan metode chin-lift dan jaw-trust yang berfungsi untuk meluruskan jalan nafas antara mulut dengan trakea. Setelah jalan nafas dalam keadaan lurus barulah dimasukkan pipa endotrakeal no.3 tanpa cuff yang mempunyai diameter 3,0-4,0 mm.Digunakan ETT tanpa cuff karena penampang trakea bayi dan anak kecil berbeda dengan dewasa, penampang melintang trakea bayi dan anak kecil dibawah usia 5 tahun hampir bulat. Apabila digunakan cuff pada bayi dapat mengakibatkan trauma selaput lendir trakea yang nantinya dapat menimbulkan edema disekitarnya, dan apabila terjadi edema akan mengakibatkan spasme laring dan dilanjutkan dengan apneu.Setelah ETT terfiksasi dilaksanakan pembedahan yang diikuti dengan rumatan atau yang biasa dikenal dengan maintenance menggunakan O2 + Sevofluran Vol % ditambah dengan pemberian cairan parenteral yakni ringer laktat untuk mensubstitusi cairan, baik darah maupun cairan tubuh lainnya, yang keluar selama pembedahan.Selesai pembedahan untuk meringankan rasa nyeri pasca pembedahan diberikan lagi metamizole 100 mg secara drif pada infus RL. Metamizole merupakan analgetik non-opioid. Golongan obat non-opioid ini digunakan sebgai tambahan penggunaan opioid dosis rendah untuk menghindari efek samping opioid yang berupa depresi pernafasan. Golongan analgetik non-opioid selain bersifat anti inflamasi juga bersifat analgesik, antipiretik, dan anti pembekuan darah. Setelah selesai anestesia dan keadaan umum baik, kemudian setelah dilakukan dilakukan pengisapan lendir dan lain-lain kemudian dilakukan ekstubasi sadar di ruang OK. Lalu di ruang pulih sadar pasien diberikan injeksi IV ondansentron 2mg. Dan saat kondisi pasien sudah stabil dan sadar penderita dipindahkan ke ruang pulih sebelum di kirim ke ruang PICU.

BAB IVKESIMPULAN

Anestesia pada bayi dan anak kecil berbeda dengan anestesia pada orang dewasa, karena mereka bukanlah orang dewasa dalam bentuk mini. Seperti pada anestesia untuk orang yang dewasa anestesia anak kecil dan bayi khususnya harus diketahui betul sebelum dapat melahirkan anestesia karena itu anestesia pediatri seharusnya ditangani oleh dokter spesialis anestesiologi atau dokter yang \sudah berpengalaman

DAFTAR PUSTAKA

Steward DJ. Outpatient pediatric anesthesia. Anesthesiology. 1975; 43 : 268 276. Loder RE. The anaesthetist and the daysurgery unit. Anaesth. 1982; 37 1037 1039. Epstein BS. Recovery from anesthesia (editorial views) Anesthesiology. 1975; 43 : 285 288. Gregory GA. Out patient anesthesia didalam ANESTHESIA. editor Miller RD. New York Churcill Livingstone, 1981, hal.1323 1333. fluid therapy. Br J Anaesth. 1984; 56 : 375 379. Steward DJ. A Simplified scoring system for the post operative recovery room. Canad Anaesth Soc J. 1975; 22 : 111 113. Sylvia A, Price. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. EGC. Jakarta. 2006. Staf Pengajar Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. Anestesiologi. FKUI. Jakarta. 1989. Michael. B, Dobson. Penuntun Praktis Anestesi. EGC. Jakarta. 1994. Departemen Kesehatan RI Dirjen POM. Iinformatorium Obat Nasional Indonesia 2000. Sagung Seto. Jakarta. 2001. Arif Mansoer,dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi Ketiga. Media Aesculapius FKUI. Jakarta. 2000. http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/12_AnestisiaAnakTanpaMondok.pdf/12_AnestisiaAnakTanpaMondok.html http://medlinux.blogspot.com/2007/10/terapi-cairan-pasca-pembedahan.html