Print Bab 2 Editan

download Print Bab 2 Editan

of 27

description

H

Transcript of Print Bab 2 Editan

  • BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    2.1 Konsep Sikap2.1.1 Pengertian Sikap

    Menurut Gerungan, 1996 dalam Sunaryo, 2013 menyatakan bahwa sikap

    diartikan dengan sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap

    pandangan atau sikap perasaan, namun sikap tersebut disertai kecenderungan

    bertindak sesuai dengan objek tadi.(Azwar Saifudin, 2004) sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal

    perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi)

    seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya. Dari uraian diatas,

    penulis merumuskan bahwa yang dimaksud sikap adalah Kecenderungan

    bertindak dari individu, berupa respon tertutup terhadap stimulus ataupun objek

    tertentu.2.1.2 Ciri- ciri Sikap

    Menurut Gerungan, 2010 menyatakan bahwa sikap memiliki beberapa ciri

    tersendiri yaitu:2.1.2.1 Attitude

    Tidak dibawa orang sejak ia dilahirkan, tetapi dibentuk atau

    dipelajarinya sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungan dengan

    objeknya. Sifat ini membedakan dengan sifat biogenetis seperti lapar,

    haus, kebutuhan akan istirahat, dan lain- lain. Penggerak kegiatan manusia

    yang menjadi pembawaan baginya dan yang terdapat padanya sejak

    dilahirkan.2.1.2.2 Attitude

    Dapat berubah- ubah, karena itu sikap dapat dipelajari orang atau

    sebaliknya. Sikap dapat dipelajari sehingga sikap dapat mudah berubah

    pada seseorang bila terdapat keadaan- keadaan tertentu yang

    mempermudah berubahnya sikap pada orang tersebut.2.1.2.3 Objek Attitude

  • Dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat juga merupakan

    kumpulan dari hal- hal tersebut. Jadi, attitude dapat berkaitan dengan satu

    objek saja tetapi juga berkaitan dengan sederetan objek yang serupa.2.1.2.4 Attitude

    Mempunyai segi- segi motivasi dan segi- segi perasaan. Sifat inilah

    yang membedakan attitude dengan kecakapan- kecakapan atau

    pengetahuan yang dimiliki orang. Sikap dapat pula berlangsung lama atau

    hanya sementara.2.1.3 Tingkatan Sikap

    Menurut Notoatmodjo, 1993 dalam Sunaryo 2013 menyatakan bahwa

    sikap memiliki empat tingkatan. Mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi

    yaitu menerima, merespon, menghargai dan bertanggung jawab.2.1.3.1 Menerima

    Pada tingkat ini, individu ingin dan memperhatikan rangsangan

    (stimulus) yang diberikan.

    2.1.3.2 MeresponsPada tingkat ini, sikap individu dapat memberikan jawaban apabila

    ditanya, serta mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.2.1.3.3 Menghargai

    Pada tingkat ini, sikap individu mengajak orang lain untuk

    mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.2.1.3.4 Bertanggung Jawab

    Pada tingkat ini, sikap individu akan bertanggung jawab dan sikap

    menanggung segala resiko atas segala sesuatu yang telah dipilihnya.2.1.4 Pembentukan dan Perubahan Sikap

    Menurut Sunaryo, 2013 menyatakan sebagaimana diketahui bahwa sikap

    tidak dibawa sejak lahir, namun di pelajari dan di bentuk berdasarkan pengalaman

    individu sepanjang perkembangan selama hidupnya. Pembentukan sikap pada

    manusia sebagai makhluk sosial tidak lepas dari pengaruh interaksi manusia satu

    dengan lainnya (eksternal). Disamping itu apa yang datang dari dalam diri

    manusia (internal) juga mempengaruhi pembentukan sikap.

  • 2.1.4.1 Faktor InternalFaktor ini berasal dari dalam individu. Dalam hal ini, individu

    menerima, mengolah dan memilih segala sesuatu yang datang dari luar dan

    menentukan mana yang akan diterima dan mana yang tidak. Hal- hal yang

    diterima atau tidak berkaitan erat dengan apa yang ada dalam diri individu.

    Oleh sebab itu faktor individu merupakan faktor penentu dalam

    pembentukan sikap.

    2.1.4.2 Faktor EksternalFaktor ini berasal dari luar individu, berupa stimulus untuk

    membentuk dan mengubah sikap. Stimulus tersebut dapat bersifat

    langsung (individu dengan individu, individu dengan kelompok) dan tidak

    langsung (melalui perantara, seperti alat komunikasi dan media massa,

    baik elektronik maupun non- elektronik).2.1.5 Komponen yang Membentuk Struktur Sikap

    Menurut Azwar Saifuddin (2004), bahwa sikap memiliki tiga komponen

    yang membentuk struktur sikap, yang ketiganya saling menunjang, yaitu :

    a. Komponen kognitif (Cognitive)

    Dapat disebut juga komponen perseptual, yang berisi kepercayaan

    individu. Kepercayaan tersebut berhubungan dengan hal-hal bagaimana

    individu mempersepsi terhadap sikap, dengan apa yang dilihat dan diketahui

    (pengetahuan), pandangan, keyakinan, pikiran, pengalaman pribadi, kebutuhan

    emosional, dan informasi dari orang lain.

    b. Komponen afektif (komponen emosional)

    Komponen ini menunjuk pada dimensi emosional subjektif individu,

    terhadap objek sikap, baik yang positif (rasa senang) maupun negatif (rasa

    tidak senang). Reaksi emosional banyak dipengaruhi oleh apa yang kita

    percayai sebagai sesuatu yang benar terhadap objek sikap terebut.

  • c. Komponen konatif

    Disebut juga komponen perilaku, yaitu komponen sikap yang berkaitan

    dengan predisposisi atau kecenderungan bertindak terhadap objek sikap yang

    dihadapinya.

    2.1.6 Sifat SikapSikap dapat pula bersikap positif dan dapat pula bersifat negatif (Heri

    Purwanto, dalam Wawan & Dewi 2011)

    1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi,

    mengharapkan obyek tertentu.

    2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

    membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

    2.1.7 Pengukuran SikapSecara garis besar, pengukuran sikap dibedakan menjadi dua cara, yaitu

    secara langsung dan tidak langsung.

    a. Secara Langsung

    Dengan cara ini, subjek secara langsung dimintai pendapat bagaimana

    sikapnya terhadap suatu masalah atau hal yang dihadapkan kepadanya. Jenis-

    jenis pengukuran sikap secara langsung, yaitu :

    1. Langsung berstruktur

    Cara ini mengukur sikap dengan menggunakan pertanyaan-

    pertanyaan yang telah disusun sedemikian rupa dalam suatu alat yang telah

    ditentukan dan langsung diberikan kepada subjek yang telah diteliti.

    Pengukuran sikap dengan Skala Bogardus

    Menyusun pertanyaan-pertanyaan berdasarkan jarak sosial.

    Seseorang dari sesuatu golongan dihadapkan pada sesuatu golongan

    tertentu, bagaimana sikapnya terhadap golongan tersebut.

  • Pengukuran sikap dengan Skala Thurston

    Mengukur sikap juga menggunakan metode Equal-Appearing

    Intervals. Skala yang telah disusun sedemikian rupa sehingga

    merupakan range dari yang menyenangkan (favorable) sampai tidak

    menyenangkan (unfavoreble). Nilai skala bergerak dari 0,0merupakan

    ekstrem bawah sampai dengan 11,0 sebagai ekstrem atas.

    Pengukuran sikap dengan Skala Likert

    Dikenal dengan teknik Summated Ratings. Responden

    diberikan pertanyaan-pertanyaan dengan kategori jawaban yang telah

    dituliskan dan pada umumnya 1 sampai dengan 5 kategori jawaban.

    1. Langsung Tak Berstruktur

    Cara ini merupakan sikap yang sederhana dan tidak

    diperlukan persiapan yang cukup mendalam, misalnya mengukur

    sikap dengan wawancara bebas atau free interview, pengamatan

    langsung, atau survei

    b. Secara Tidak Langsung

    Cara pengukuran sikap dengan menggunakan tes. Umumnya

    digunakan skala semantik-diferensial yang terstandar. Cara pengukuran sikap

    yang banyak digunakan adalah skala yang dikembangkan oleh Charles E.

    Osgood.

    2.2 Konsep Sikap Orang tua2.2.1 Pengertian Sikap Orang tua

    Sikap adalah kesiapan merespons yang bersifat positif atau negatif

    terhadap suatu objek atau situasi secara konsisten (Ahmadi (1999) dalam Sunaryo,

  • 2013). Sedangkan orang tua merupakan tumpuan harapan anak yang mampu

    memahami mereka serta sumber kekuatan yang dibutuhkan bagi anak. Disinilah,

    sikap orang tua berperan penting membantu anak mengembangkan kemampuan

    diberbagai aspek kehidupan, seperti komunikasi, kemandirian, mobilitas,

    perkembangan panca- indra, motorik halus dan kasar, kognitif, dan perkembangan

    sosial (Pratiwi, Ratih., 2013).2.2.2 Kesalahan dalam Mendidik Anak

    Menurut Pradipta tahun 2010, disamping kegiatan yang bersifat negatif

    dalam mendidik anak, berikut ini disebutkan pengaruh negatif dalam mendidik

    anak:2.2.2.1 Menumbuhkan rasa takut dan minder pada anak.2.2.2.2 Mendidiknya menjadi sombong, congkak terhadap orang lain, dan itu

    dianggap sebagai sifat pemberani2.2.2.3 Membiasakan anak- anak hidup berfoya- foya, bermewah- mewahan2.2.2.4 Selalu memenuhi permintaannya2.2.2.5 Terlalu keras dan kaku dalam menghadapi mereka, melebihi batas

    kewajaran2.2.2.6 Tidak mengasihi dan menyanyangi mereka, sehingga membuat mereka

    mencari kasih sayang diluar rumah hingga anak menemukan apa yang

    dicarinya.2.2.3 Sikap Penerimaan Orang tua

    Sikap didefinisikan sebagai ekspresi sederhana dari bagaimana kita suka

    atau tidak suka terhadap suatu hal. Pada dasarnya sikap dapat bersifar positif dan

    negatif. Tingkat penerimaan orang tua dalam menerima anak dengan problematika

    sangat dipengaruhi oleh tingkat kestabilan dan kematangan emosinya. Menurut Marijani tahun 2003 menyatakan bahwa bentuk penerimaan

    orang tua dalam penanganan anak retardasi mental adalah sebagai berikut:2.2.3.1 Mamahami keadaan anak apa adanya (positif- negatif, kelebihan dan

    kekurangan). 2.2.3.2 Memahami kebiasaan kebiasaan anak2.2.3.3 Menyadari apa yang bisa dan belum bisa dilakukan anak2.2.3.4 Memahami penyebab perilaku buruk atau baik anak2.2.3.5 Membentuk ikatan batin yang kuat dalam kehidupan dimasa depan

  • 2.2.4 Ciri- ciri bentuk PenerimaanMenurut Marijani tahun 2003, menyatakan bahwa ada beberapa ciri sikap

    orang tua yang menerima anak penyandang atau retardasi mental:2.2.4.1 Ciri Positif

    1) Dapat menerima kenyataan bahwa anaknya keterbelakangan mental.2) Mengupayakan penyembuhan untuk anak yang disesuaikan dengan

    kebutuhan.3) Tidak merasa rendah diri dan bersikap terbuka terhadap orang lain

    tentang kondisi anaknya.

    2.2.4.2 Ciri Negatif1) Tidak dapat menerima kenyataan bahwa anaknya keterbelakangan

    mental.2) Tidak melakukan upaya penyembuhan apapun terhadap keadaan

    anaknya (cenderung bersikap acuh, bahkan tidak peduli).3) Merasa rendah diri dan bersikap tertutup terhadap orang lain tentang

    kondisi anaknya.2.2.5 Pendampingan Bagi Anak dengan ABK

    Menurut Pratiwi tahun 2013, anak- anak dengan kekurangan atau

    kelemahan fisik sangat memerlukan pengertian dan kesabaran dari kedua orang

    tuanya. Kondisi fisik yang lemah dan kurang dibandingkan dengan anak lain

    sering kali manjadi hambatan utama dalam tumbuh kembang anak- anak tersebut.

    Nantinya, kondisi fisik ini dapat mempengaruhi perkembangan dan kepribadian

    mereka. Oleh karenanya, mengetahui semenjak awal terdapat kelemahan dan

    kekurangan fisik anaknya, orang tua perlu mancari cara terbaik untuk mengasuh

    mereka.Mengasuh anak berkebutuhan khusus dirumah memiliki banyak sisi

    positif, antara lain sebagai berikut:2.2.5.1 Anak tetap Merasakan Sentuhan Kasih Sayang Orang tua

    Sentuhan dan kasih sayang orang tua merupakan hal mutlak yang

    dibutuhkan dalam tumbuh kembang anak, terutama anak berkebutuhan

  • khusus. Peran oramg tua dan sentuhan kasih sayangnya begitu besar dan

    membuat semangat hidup anak- anak berkebutuhan khusus teteap

    menyala. Seperti halnya anak lain, ABK juga senang dipeluk, dicium

    sayang , dibelai, dan digendong sewaktu mereka masih balita. Kasih

    sayang orang tua membuat ABK mampu berkembang dengan optimal.

    Dengan kasih sayang orang tua jugalah nantinya ABK akan mendapatkan

    pendidikan dan pembelajaran yang layak sehingga hidup mereka lebih

    bermakna.2.2.5.2 Anak perlu Membiasakan Diri di Lingkungan Keluarganya

    Mengasuh dirumah, di luar jam- jam pelajaran di lembaga

    pendidikan formal akan membantu orangtua dan ABK berinteraksi

    dengan baik. Adanya interaksi yang baik antara orang tua dan ABK akan

    mambawa suasana harmonis dalam keluarga. Memperoleh asuhan

    dirumah juga membuat ABK terbiasa bergaul dan saling menyayangi

    dengan saudara mereka. hal ini akan membuat ABK berkembang dengan

    baik.2.2.5.3 Anak Mampu Bergaul dan Bersosialisasi

    Dengan mangasuh ABK dirumah, mereka akan memiliki

    kesempatan untuk membangun hubungan sosial dengan orang lain, bukan

    hanya dengan sesama ABK dan terapis. Bergaul dengan orang lain

    merupakan life skills yang perlu dimiliki oleh setiap orang termasuk

    ABK. Bergaul bersama orang lain, mereka akan mampu beradaptasi

    dengan lingkungan sehingga nantinya dapat hidup sewajarnya.2.2.5.4 Menumbuhkan Rasa Percaya Diri

    ABK rentan kehilangan kepercayaan diri karena keadaan mereka

    yang berbeda dengan anak- anak lainnya. Mengasuh mereka dirumah

    bisa membangun kepercayaan diri tersebut. Mereka merasa yakin jika

  • orang tua mau menerima keberadaan mereka apa adanya, mau mengasuh

    mereka dengan cinta, dan tidak malu dengan keadaan anaknya. Dengan

    adanya penerimaan tersebut ABK menjadi lebih percaya diri dan

    bersemangat untuk melatih diri mereka agar sepadan dengan anak- anak

    lainnya. Latihan ini terutama untuk kemandirian anak agar bisa

    menempuh hidup dengan bahagia.2.2.6 Mendampingi Anak dengan Tunagrahita

    Menurut Pratiwi tahun 2013, kesabaran dan kepercayaan bahwa anak akan

    mampu menjalani keseharian mereka dengan lebih baik merupakan hal utama

    yang perlu ditanamkan di hati masing- masing orang tua anak tunagrahita. Hal

    pertama yang perlu ditanamkan pada anak adalah kemampuan untuk mandiri dan

    menolong diri mereka sendiri dalam melakukan aktivitas mereka sehari- hari.

    Latihan dan terapi hendaknya tidak bosan dilakukan. Terutama bagi anak- anak

    dengan kadar tunagrahita semacam sindrom down.Berikut cara lebih khusus hal- hal yang perlu disiapkan oleh orang tua

    dengan anak tunagrahita.2.2.6.1 Tumbuhkan Kepercayaan Diri Orang tua

    Biasanya hambatan terbesar dalam mengasuh anak tunagrahita

    ada pada diri orang tua, yaitu rasa malu dan kurang percaya diri. Maka

    kesampingkan ego dan rasa malu, tumbuhkan kepercayaan diri pada

    orang tua agar mampu menjadi pendamping dan pengasuh utama bagi

    anak. Anak sangat memerlukan orang tuanya dalam mengahadapi

    kenyataan tentang variasi psikis yang di milikinya. Dengan adanya

    kepercayaan diri dan keikhlasan menerima kondisi anak, akan lebih

    mudah bagi orang tua untuk mengarahkan mereka sesuai dengan

    kemampuan dan efektivitas yang bisa dijangkau.2.2.6.2 Beri Lingkungan yang Nyaman dan Kondusif bagi Anak

  • Setelah menumbuhkan kepercayaan diri pada orang tua,

    selanjutnya orang tualah yang memiliki tugas memberikan lingkungan

    yang kondusif bagi tumbuh kembang anak. Anak akan mampu

    berkembang semaksimal mungkin jika diberikan kepercayaan,

    lingkungan dan pengasuhan yang tepat. Target utama untuk

    dapat menolong diri sendiri minimal bisa diatasi. Selanjutnya anak dilatih

    sesuai dengan tingkat maksimal kemampuan dan inteligensi masing-

    masing.2.2.6.3 Mencari Sekolah yang Tepat

    Sekolah tetap diperlukan oleh anak. Disamping melatih

    kemampuan, sekolah juga di maksudkan untuk melatih sosialisasi

    mereka. Dengan bersekolah, anak dan orang tua tumbuh kepercayaan diri

    untuk memiliki teman dan menjalin komunikasi. Pilihan sekolah harus

    disesuaikan dengan kemampuan anak dan fasilitas yang tersedia sehingga

    memungkinkan untuk dapat memaksimalkan potensinya.2.2.6.4 Mengembangkan Kemampuan Anak Semaksimal Mungkin

    Seperti halnya mengasuh anak pada umumnya, orang tua juga

    bisa mengembangkan kemampuan anak tunagrahita semaksimal

    mungkin. Jangan terlalu banyak menuntut apalagi membandingkan

    mereka. Cukup berikan dukungan dengan apa yang bisa mereka kerjakan.

    Bisa jadi anak tergolong ke dalam tingkat inteligensi rendah, tetapi tetap

    memiliki bakat yang bisa di andalkan semacam melukis atau membuat

    kerajinan tangan.2.2.7 Sikap Orang tua terhadap anak Retardasi Mental2.2.7.1 Perluasan Perasaan Diri

    Mengembangkan perhatian-perhatian di luar diri seperti

    berinteraksi dengan sesuatu atau seseorang di luar diri ataupun dengan

    pekerjaan. Allport menamakan hal ini partisipasi otentik yang

  • dilakukan oleh orang dalam beberapa suasana yang penting dari usaha

    manusia. Orang harus meluaskan diri ke dalam aktivitas Dalam hal ini

    biasanya orang tua dari anak retardasi mental yang memiliki kesehatan

    mental yang baik lebih banyak melakukan aktivitas ataupun mengikuti

    kegiatan-kegiatan yang dapat memberikan informasi tentang

    menghadapi, memahami ataupun mendidik serta mengasuh anak-anak

    yang mengalami retardasi mental. Sedangkan orang tua yang yang tidak

    memiliki kesehatan mental yang baik kemungkinan adanya menutup diri

    dari aktivitas-aktivitas ataupun tidak ingin memiliki kegiatan-kegiatan

    yang banyak menghabiskan waktu diluar dari rumah.

    2.2.7.2 Keamanan Emosional

    Individu matang mampu menerima dirinya dengan segala

    kelemahan dan kelebihannya, termasuk emosi-emosi yang dirasakan

    (mampu mengontrol), sedangkan individu yang neurotik menyerah pada

    emosi-emosinya. Dalam keamanan emosional biasanya orang tua dari

    anak retardasi mental yang memiliki kesehatan mental yang baik akan

    menjaga serta mengimbangi emosinya dengan cara lebih mendekatkan

    diri pada Tuhan Yang Maha Esa serta meminta bantuan dalam mengasuh

    serta mendidiknya dari ahlinya dalam menangani anak retardasi mental.

    Sedangkan orang tua dari anak retardasi mental yang tidak sehat

    mentalnya akan memiliki perasaan neurotik seperti hal yang berkecamuk

    dalam hati, mulai dari tak percaya, marah, sedih, merasa bersalah, lelah,

    cemas, bingung sampai putus asa.

    2.2.7.3 Hubungan yang Hangat dengan Orang Lain

  • Individu matang mampu memperlihatkan keintiman (cinta)

    terhadap orang-orang terdekat seperti orang tua, anak dan sahabat.

    Memperhatikan kesejahteraan mereka seperti memperhatikan dirinya

    sendiri. Individu neurotis menuntut cinta lebih banyak dari kemampuan

    mereka memberi. Individu matang juga memiliki perasaan terharu

    (memahami kondisi dasar manusia). Orang tua dari anak retardasi mental

    yang memiliki kesehatan mental yang baik terlihat lebih banyak

    memberikan rasa kasih sayang serta perhatiannya yang lebih terhadap

    anaknya. Namun orang tua yang memiliki kesehatan mental yang tidak

    baik akan memilih untuk menjauhi serta berusaha untuk tidak terlalu

    banyak berinteraksi dengan anaknya yang mengalami retardasi mental.2.3 Konsep Perkembangan Sosial2.3.1 Perkembangan Anak Usia Sekolah

    Menurut Syamsu, 2013 menyatakan bahwa perkembangan anak usia

    sekolah disebut juga perkembangan masa pertengahan dan akhir yang merupakan

    kelanjutan masa awal anak. Permulaan masa pertengahan dan akhir ini ditandai

    dengan terjadinya perkembangan fisik, motorik, kognitif dan sosial anak.2.3.1.1 Perkembangan Fisik

    Perkembangan fisik pada masa ini lambat dan relatif seragam

    sampai mulai terjadi perubahan- perubahan pubertas. Peningkatan berat

    badan anak lebih banyak dari pada panjang badannya. Peningkatan berat

    badan anak selama masa ini terjadi terutama karena bertambahnya

    ukuran system rangka dan otot, serta ukuran beberapa sistem tubuh.2.3.1.2 Perkembangan Motorik

    Perkembangan motorik pada usia ini menjadi lebih halus dan

    lebih terkoordinasi dibandingkan awal masa anak- anak. Anak- anak

    terlihat lebih cepat dalam berlari dan makin pandai meloncat. Anak juga

    mampu menjaga keseimbangan badannya. Untuk memperhalus

  • keterampilan motorik anak terus melakukan berbagai aktivitas fisik yang

    kadang bersifat informal dalam bentuk permainan. Disamping itu, anak-

    anak juga melibatkan diri dalam aktivitas permainan olah raga yang

    bersifat formal seperti senam, berenang dll.2.3.1.3 Perkembangan Kognitif

    Seiring dengan masuknya anak kesekolah dasar, maka

    kemampuan kognitifnya turut mengalami perkembangan yang pesat

    karena dengan masuk sekolah, berarti dunia dan minat anak bertambah

    luas dan dengan meluasnya minat maka bertambah pula pengertian

    tentang manusia dan objek- objek yang sebelumnya kurang berarti bagi

    anak.

    2.3.1.4 Perkembangan BahasaAnak memiliki kemampuan yang lebih dalam memahami dan

    menginterprestasikan komunikasi lisan dan tulisan. Pada masa ini

    perkembangan bahasa nampak pada perubahan kata dan tata bahasa.

    Anak- anak semakin banyak menggunakan kata kerja yang tepat untuk

    menjelaskan suatu tindakan seperti memukul, melempar, menendang,

    atau menampar. Mereka belajar tidak hanya untuk menggunakan banyak

    kata lagi, tatapi juga memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu.

    Area utama dalam pertumbuhan bahasa adalah pragmatis, yaitu

    penggunaan praktis dari bahasa untuk komunikasi.2.3.1.5 Perkembangan Moral

    Perkembangan moral ditandai dengan kemampuan anak untuk

    memahami aturan, norma, dan etika yang berlaku di masyarakat. Perilaku

    moral banyak dipengaruhi oleh pola asuh orang tua serta perilaku moral

  • dari orang- orang disekitarnya. Perkembangan moral ini juga tidak lepas

    dari perkembangan kognitif dan emosi anak.2.3.1.6 Perkembangan Emosi

    Emosi memainkan peran yang penting bagi perkembangan.

    Akibat dari emosi ini juga dirasakan oleh fisik anak terutama bila emosi

    itu kuat dan berulang- ulang.Hurlock menyatakan bahwa ungkapan emosi yang muncul pada

    masa ini masih sama dengan masa sebelumnya, seperti: marah, takut,

    cemburu, ingin tau, sedih, gembira, dan kasih sayang.

    2.3.1.7 Perkembangan SosialPerkembangan sosial adalah pencapaian kematangan dalam

    hubungan atau interaksi sosial. Dapat juga diartikan sebagai proses

    belajar untuk menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok, tradisi,

    dan moral agama. Perkembangan sosial anak dipengaruhi oleh orang-

    orang disekitarnya termasuk keluarga.2.3.2 Pengertian Perkembangan Sosial

    Perkembangan dapat diartikan juga sebagai suatu proses perubahan

    dalam diri individu atau organisme, baik fisik (jasmaniah) maupun psikis

    (rohaniah) menuju tingkat kedewasaan atau kematangan yang berlangsung secara

    sistematis, progresif, dan berkesinambungan. Perkembangan sosial adalah

    pencapaian kematangan dalam hubungan atau interaksi sosial untuk

    menyesuaikan diri dengan norma- norma kelompok, tradisi dan moral agama

    (Syamsu Yusuf, 2013).2.3.3 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Sosial

    Menurut Sunarto tahun 2013, perkembangan sosial manusia dipengaruhi

    oleh beberapa faktor, yaitu: keluarga, kematangan anak, status sosial ekomomi

    keluarga, tingkat pendidikan, dan kemampuan mental terutama emosi dan

    inteligensi.2.3.3.1 Sikap Orang tua

  • Keluarga merupakan lingkungan pertama yang memberikan

    pengaruh terhadap berbagai aspek perkembangan anak, termasuk

    perkembangan sosialnya. Kondisi dan tata cara kehidupan keluarga

    merupakan lingkungan yang kondusif bagi sosialisasi anak. Didalam

    keluarga berlaku norma- norma kehidupan keluarga, dan dengan

    demikian pada dasarnya keluarga merekayasa perilaku kehidupan budaya

    anak.Proses pendidikan yang bertujuan mengembangkan kepribadian

    anak lebih banyak ditentukan oleh orang tua dan keluarga. Pola

    pergaulan dan bagaimana norma menempatkan diri terhadap lingkungan

    yang lebih luas ditetapkan dan diarahkan oleh orang tua.2.3.3.2 Kematangan

    Bersosialisasi memerlukan kematangan fisik dan psikis untuk

    mempu mempertimbangkan dalam proses sosial, memberi dan menerima

    pendapat orang lain, memerlukan kematangan intelektual dan emosional.

    Disamping itu, kemampuan berbahasa ikut pula menentukan.Dengan demikian, untuk mampu bersosialisasi dengan baik

    diperlukan kematangan fisik sehingga setiap orang fisiknya telah mampu

    menjalankan fungsinya dengan baik.2.3.3.3 Status Sosial Ekonomi

    Kehidupan sosial banyak dipengaruhi oleh kondisi atau status

    kehidupan sosial keluarga dalam lingkungan masyarakat. Masyarakat

    akan memandang anak, bukan sebagai anak yang independen, akan tetapi

    akan dipandang dalam konteksnya yang utuh dalam keluarga anak itu, ia

    anak siapa. Secara tidak langsung dalam pergaulan sosial anak,

    masyarakat dan kelompoknya akan memperhitungkan norma yang

    berlaku di dalam keluarganya.

  • Dari pihak anak itu sendiri, perilakunya akan banyak

    memperhatikan kondisi normatif yang telah ditanamkan oleh

    keluarganya. Sehubungan dengan hal itu, dalam kehidupan sosial anak

    akan senantiasa menjaga status sosial dan ekonomi keluarganya.

    Dalam hal ini tentu, maksud menjaga status sosial keluarganya itu

    mengakibatkan penempatan status sosial yang tidak tepat. Hal ini dapat

    berakibat lebih jauh, yaitu anak menjadi terisolasi dari kelompoknya.

    Akibat lain mereka akan membentuk kelompok elit dengan normanya

    sendiri.2.3.3.4 Pendidikan

    Pendidikan merupakan proses sosialisasi anak yang terarah.

    Hakikat pendidikan sebagi proses pengorganisasian ilmu yang normatif,

    akan member warna kehidupan sosial anak didalam masyarakat dan

    kehidupan mereka di masa yang akan datang. Pendidikan dalam arti luas

    harus di artikan bahwa perkembangan anak dipengaruhi oleh kehidupan

    keluarga, masyarakat, dan kelembagaan. Penanaman norma perilaku

    yang benar secara sengaja diberikan kepada peserta didik yang belajar di

    kelembagaan pendidikan (sekolah).Kepada peserta didik bukan saja dikenalkan kepada norma-

    norma lingkungan dekat, tetapi dikenalkan kepada norma kehidupan

    bangsa (nasional) dan norma kehidupan antar bangsa. Etika pergaulan

    dan pendidikan moral diajarkan secara terprogram dengan tujuan untuk

    membentuk perilaku kehidupan bermasyarakat dan bernegara.

    2.3.3.5 Kapasitas Mental: Emosi dan InteligensiKemampuan berpikir dapat mempengaruhi banyak hal, seperti

    kemampuan belajar, memecahkan masalah, dan berbahasa.

  • Perkembangan emosi berpengaruh sekali terhadap perkembangan sosial

    anak. Anak yang berkemampuan intektual tinggi akan berkemampuan

    berbahasa secara baik. Oleh karena itu, kemampuan intelektual tinggi,

    kemampuan berbahasa baik, dan pengendalian emosional secara

    seimbang sangat menentukan keberhasilan dalam perkembangan sosial

    anak. Sikap saling pengertian dan kemampuan memahami orang lain

    merupakan modal utama dalam kehidupan sosial dan hal ini akan dengan

    mudah dicapai oleh remaja yang berkemampuan intelektual tinggi

    (Sunarto, Haji., 2013).2.3.4 Pengaruh Perkembangan Sosial terhadap Tingkah Laku

    Dalam perkembangan sosial para remaja dapat memikirkan perihal

    dirinya dan orang lain. Pemikiran itu terwujud dalam refleksi diri, yang sering

    mengarah ke penilaian diri dan kritik dari hasil pergaulannya dengan orang lain.

    Hasil penilaian tentang dirinya tidak selalu diketahui orang lain, bahkan sering

    terlihat usaha seseorang untuk menyembunyikan atau merahasiakannya. Dengan

    refleksi diri, hubungan dengan situasi lingkungan sering tidak sepenuhnya

    diterima, karena lingkungan tidak senantiasa sejalan dengan konsep dirinya yang

    tercermin sebagai suatu kemungkinan bentuk tingkah laku sehari- hari.Proses penyesuaian diri yang dilandasi sifat egonya dapat menimbulkan

    reaksi lain dimana remaja itu melebih- lebihkan diri dalam penilaian diri. Mereka

    merasa dirinya ampuh atau hebat sehingga berani menentang malapetaka dan

    menceburkan diri dalam aktivitas yang membahayakan (Sunarto, Haji, 2013).2.3.5 Perbedaan Individual dalam Perkembangan Sosial

    Bergaul dengan sesama manusia (sosialisasi) dilakukan oleh setiap orang,

    baik secara individual ataupun berkelompok. Dilihat dari berbagai aspek, terdapat

    perbedaan individual manusia, hal itu tampak dalam perkembangan sosialnya.

  • Sesuai dengan teori komprehensif tentang perkembangan sosial yang

    dikembangkan oleh Erickson, maka di dalam upaya memenuhi kebutuhan

    hidupnya setiap manusia menempuh langkah yang berlainan satu dengan yang

    lain. Dalam teori Erickson dinyatakan bahwa manusia (anak) hidup dalam

    kesatuan budaya yang utuh, alam dan kehidupan masyarakat menyediakan segala

    hal yang dibutuhkan manusia. Namun sesuai dengan minat, kemampuan, dan latar

    belakang kehidupan budayanya maka berkembang kelompok- kelompok sosial;

    yang beranekaragam. Remaja yang telah mulai mengembangkan kehidupan

    bermasyarakat, maka telah mempelajari pola- pola sosial yang sesuai dengan

    kepribadiannya (Sunarto, Haji, 2013).2.3.6 Penyesuaian Sosial Anak Retardasi Mental

    Menurut Efendi. M tahun 2006, ketika seorang anak lahir, hampir sama

    sekali tak berdaya dan sangat tergantung pada orang lain, khususnya orang yang

    mengasuhnya. Ketergantungan anak dengan pengasuhnya sangat beralasan karena

    secara langsung atau tidak telah terjadi hubungan fisik dan psikis antara anak dan

    pengasuh (ibunya). Kesadaran anak terhadap dunia sekitarnya terjadi setelah

    melewati usia 1 tahun, sejalan motoriknya, seperti tumbuhnya sikap ingin tahu,

    agresivitas, latihan menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui kemampuan

    eksplorasinya.Pada anak normal dalam melewati setiap tahapan perkembangan sosial

    dapat berjalan seiring dengan tingkat usianya. Namun, tidak demikian halnya

    dengan anak tunagrahita, pada setiap tahapan perkembangan sosial yang dialami

    anak tunagrahita selalu mengalami kendala sehingga seringkali tampak sikap dan

    perilaku anak tunagrahita berada di bawah usia kalendernya, dan ketika usia 5-6

    tahun mereka belum mencapai kematangan untuk belajar disekolah (Bratanata,

  • 1979). Beberapa studi menunjukkan bahwa keterlambatan sosialisasi anak

    tunagrahita ada hubungannya dengan taraf kecerdasannya yang sangat rendah.Indikasi keterlambatan anak tunagrahita dalam bidang sosial umumnya

    terjadi karena hal- hal berikut.

    2.3.6.1 Kurangnya kesempatan yang diberikan pada anak tunagrahita untuk

    melakukan sosialisasi

    2.3.6.2 Kekurangan motivasi untuk melakukan sosialisasi

    2.3.6.3 Kekurangan bimbingan untuk melakukan sosialisasi

    Kelancaran seseorang untuk mencapai tugas perkembangan sosialnya

    merupakan modal dasar yang sangat berarti untuk melakukan penyesuaian sosial

    secara baik. Oleh sebab itu, terganggunya perkembangan anak dalam salah satu

    fase atau keseluruhan fase perkembangan sosial sebagaimana yang di alami oleh

    anak tunagrahita, hasilnya sangat berat untuk dapat melakukan penyesuaian sosial

    yang akurat tanpa intervensi orang- orang di sekitarnya secara terus menerus.

    2.4 Konsep Anak Retardasi Mental2.4.1 Pengertian Anak Retardasi Mental

    Retardasi Mental adalah fungsi intelektual dibawah rata- rata (IQ

    dibawah 70) disertai dengan keterbatasan dalam area fungsi adaptif, seperti

    keterampilan komunikasi, perawatan diri, keterampilan interpersonal atau sosial,

    keterampilan akademik, pekerjaan, dan kesehatan serta keamanan (Menurut King

    et al., 2000 dalam Videbeck, Sheila L., 2008).2.4.2 Klasifikasi Anak Retardasi Mental

    Menurut nilai IQ-nya, maka intelegensi seseorang dapat digolongkan

    sebagai berikut (dikutip dari swaiman, 1989 dalam Soetjiningsih 2012)

    Tabel 2.1 : Klasifikasi Anak Retardasi Mental

    Klasifikasi Nilai IQ

  • Sangat Superior 130 atau lebihSuperior 120- 129

    Diatas rata- rata 110- 119Rata- rata 90- 110

    Dibawah rata- rata 80- 89Retardasi mental borderline 70- 79

    Retardasi mental ringan 52- 69Retardasi mental sedang 36- 51Retardasi mental berat 20- 35

    Retardasi mental apabila IQ dibawah 70, retardasi mental tipe ringan

    masih mampu didik, retardasi mental tipe sedang mampu latih, sedangkan

    retardasi mental tipe berat memerlukan pengawasan dan bimbingan seumur

    hidupnya. Bila ditinjau dari gejalanya, maka Melly Budhiman membagi:

    2.4.2.1 Tipe Klinik

    Pada retardasi mental tipe klinik ini mudah dideteksi sejak dini,

    karena kelainan fisik maupun mentalnya cukup berat. Penyebabnya

    sering kelainan organik. Kebanyakan anak ini perlu perawatan yang terus

    menerus dan kelainan ini dapat terjadi pada kelas sosial tinggi maupun

    yang rendah. Orang tua dari anak yang menderita retardasi mental tipe

    klinik ini cepat mencari pertolongan oleh karena mereka melihat sendiri

    kelainan pada anaknya.

    2.4.2.2 Tipe Sosio Budaya

    Biasanya baru diketahui setelah anak masuk sekolah dan ternyata

    tidak dapat mengikuti pelajaran. Penampilannya seperti anak normal,

    sehingga disebut juga retardasi enam jam. Karena begitu mereka keluar

    sekolah, mereka dapat bermain seperti anak- anak yang normal lainnya.

    Tipe ini kebanyakan berasal dari golongan sosial ekonomi rendah. Para

  • orang tua dari anak tipe ini tidak melihat adanya kelainan pada anaknya,

    mereka mengetahui kalau anaknya retardasi dari gurunya, atau dari

    psikolog, karena anaknya gagal beberapa kali dan tidak naik kelas. Pada

    umumnya anak tipe ini mempunyai taraf IQ golongan borderline dan

    retardasi mental ringan (Soetjiningsih, 2012).2.4.3 Karakteristik Anak Retardasi Mental

    Menurut Pratiwi, 2013 menyatakan bahwa ada karakteristik pada anak

    tunagrahita yaitu tunagrahita ringan, tunagrahita sedang dan tunagrahita berat:

    2.4.3.1 Tunagrahita RinganAnak- anak yang tergolong tunagrahita ringan disebut juga

    dengan istilah debil atau tunagrahita yang mampu didik. Sebutan tersebut

    karena anak tunagrahita kategori ini masih dapat menerima pendidikan

    sebagaimana anak normal. Anak tunagrahita ringan rata- rata memiliki

    inteligensi antara 50-80. Tingkat inteligensi tersebut, anak tunagrahita

    ringan bisa melakukan kegiatan dengan tingkat kecerdasan anak- anak

    normal usia 12 tahun. Cukup bagus apabila terus dilatih dan dibiasakan

    untuk belajar dan berpikir, asalkan tidak dipaksakan sehingga mereka

    merasa sangat terbebani.2.4.3.2 Tunagrahita Sedang

    Anak- anak yang tergolong tunagrahita sedang disebut juga anak-

    anak yang mampu latih dan di istilahkan dengan imbesil. Anak- anak ini

    mampu dilatih untuk mandiri, menjalankan aktivitas keseharian sendiri

    tanpa bantuan orang lain. Mandi, berpakaian, makan, berjalan, dan

    mampu mengungkapkan keinginan dalam pembicaraan sederhana.

    Namun, untuk memahami pelajaran yang bersifat akademis, anak- anak

    ini kurang mampu untuk melakukannya. Anak tunagrahita sedang rata-

  • rata memiliki inteligensi antara 30-50. Dengan tingkat inteligensi

    tersebut, anak- anak tunagrahita sedang bisa mencapai kecerdasan

    maksimal setara dengan anak normal usia 7 tahun. Latihan dan kesabaran

    diperlukan agar anak- anak ini tetap mampu menolong dirinya sendiri

    dalam melakukan kegiatan sehari- hari.

    2.4.3.3 Tunagrahita BeratAnak- anak yang tergolong tunagrahita berat di istilahkan sebagai

    idiot atau perlu rawat. Anak- anak golongan ini perlu diajarkan mandiri

    karena keterbatasan mental dan pemikirannya kearah kemandirian, untuk

    menolong dirinya sendiri dalam bertahan hidup, rasanya sulit bagi anak-

    anak golongan ini. Kadang berjalan, makan, dan membersihkan diri perlu

    dibantu oleh orang lain. Anak tunagrahita berat memiliki tingkat

    inteligensi dibawah 30. Dengan tingkat inteligensi tersebut, anak

    tunagrahita berat hanya mampu memiliki kecerdasan optimal setara

    dengan anak normal usia 3 tahun. Oleh sebab itu, diperlukan kesabaran

    dan kasih sayang penuh untuk merawat mereka sepanjang hidupnya.2.4.4 Etiologi Retardasi Mental

    Menurut Pratiwi, 2013 menyatakan bahwa banyak sekali faktor yang

    menjadi penyebab tunagrahita. Keadaan ini bisa terjadi karena faktor yang

    menjadi tahap konsepsi, kehamilan, saat melahirkan. Faktor lain yang

    mempengaruhi adalah genetis atau keturunan dan faktor lingkungan ketika ibu

    hamil dan melahirkan. Secara umum, faktor penyebab tunagrahita yaitu:2.4.4.1 Faktor Genetis atau Keturunan

    Dibawa dari gen ayah atau ibu, faktor ini bisa di antisipasi dengan

    konsultasi kesehatan pra- marital dan sebelum kehamilan. Biasanya akan

    dilakukan pemeriksaan darah agar bisa terdeteksi beberapa faktor genetis

  • yang mungkin bisa berkembang pada keturunan calon pasangan suami-

    istri tersebut.

    2.4.4.2 Faktor Metabolisme dan Gizi yang BurukHal ini terjadi saat ibu sedang hamil dan menyusui. Antisipasi

    bisa dilakukan dengan memperhatikan gizi ibu dan rajin memeriksakan

    janinnya serta bayi ke bidan, dokter, atau petugas kesehatan setempat.

    Mengonsumsi makanan yang bernutrisi lengkap dan seimbang antara

    karbohidrat, sayuran, buah- buahan, protein hewani dan nabati,

    ditambahkan susu menjadi pilihan tepat saat kehamilan dan menyusui.2.4.4.3 Infeksi dan Keracunan saat Kehamilan

    Infeksi Rubella dan Sipilis dinyatakan sebagai dua faktor yang

    membawa dampak buruk bagi perkembangan janin termasuk terjadinya

    tunagrahita. Hal ini bisa di cegah dengan cara merawat kesehatan

    sebelum dan selama kehamilan seta melakukan imunisasi sesuai saran

    dokter terhadap pencegahan dan beberapa penyakit berbahaya yang

    mungkin timbul.2.4.4.4 Proses Kelahiran

    Proses kelahiran yang menggunakan alat bantu semacam tang

    atau catut untuk menarik kepala bayi karena sulit keluar. Proses ini bisa

    melukai otak bayi dan berkemungkinan mengalami tunagrahita. Untuk

    menghindari kemungkinan ini, biasanya dokter ahli kandungan akan

    langsung melakukan proses caesar saat dirasa bayi kesulitan untuk lewat

    jalan normal.2.4.4.5 Lingkungan Buruk

    Lemahnya ekonomi dan kurangnya pendidikan sehingga keadaan

    kehamilan dan masa menyusui menjadi kurang optimal. Penanganan dan

    pengasuhan yang tidak baik juga bisa menyebabkan adanya beberapa

    masalah seperti tunagrahita. Mengupayakan keluarga berencana bisa

  • menjadi salah satu cara memberikan lingkungan yang baik dan sehat

    pada anak- anak.2.4.5 Dampak Retardasi Mental

    Menurut Efendi. M tahun 2006, pada dasarnya, anak yang memiliki

    kemampuan kecerdasan di bawah rata- rata normal atau tunagrahita menunjukkan

    kecenderungan rendah pada fungsi umum kecerdasannya, semua itu terjadi karena

    keterbatasan fungsi kognitif anak tunagrahita. Fungsi kognitif adalah kemampuan

    seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan. Pada anak tunagrahita,

    gangguan fungsi kognitifnya terjadi pada kelemahan salah satu atau lebih dalam

    proses tertentu (diantaranya proses persepsi, ingatan, pengembangan ide, penilaian

    dan penalaran). Oleh sebab itu, meskipun usia kalender anak tunagrahita sama

    dengan anak normal, namun prestasi yang diraih berbeda dengan anak normal. Seseorang yang mempunyai tingkat kecerdasan normal, perkembangan

    kognitifnya menurut piaget akan melewati periode atau tahapan perkembangan

    sebagai berikut:2.4.5.1 Periode Sensorimotor (0- 2 tahun)

    Periode ini ditandai dengan penggunaan sensomotorik dalam

    pengamatan dan penginderaan yang intensif terhadap dunia sekitarnya.

    Prestasi intelektual yang dicapai pada periode ini ialah perkembangan

    bahasa, konsep tentang objek, control skema dan pengenalan hubungan

    sebab akibat.

    2.4.5.2 Periode Praoperasional (2- 7 tahun)Periode praoperasional terbagi dalam dua tahapan, yaitu:

    1) Periode prekonseptual (2-4 tahun)

    Periode ini ditandai dengan cara berpikir yang bersifat transdukatif

    (menarik kesimpulan tentang sesuatu atas dasar karakteristiknya yang

    khas), misalnya sapi disebut juga kerbau.

  • 2) Periode intuitif (4-7 tahun)

    Periode ini ditandai oleh dominasi pengamatan anak yang bersifat

    egosentris (belum memahami cara orang lain memandang objek yang

    sama, bersifat searah).

    2.4.5.3 Periode Operasional Konkret (7- 11/12 tahun)Periode ini ditandai dengan tiga kemampuan dan kecakapan baru,

    yakni mengklasifikasikan, menyusun, dan mengasosiasikan angka atau

    bilangan. Dalam periode ini pula anak mulai mengkonservasi

    pengetahuan tertentu.2.4.5.4 Periode Operasional Formal (11/12/13/14 tahun)

    Periode ini ditandai dengan kemampuan untuk mengoperasikan

    kaidah- kaidah logika formal yang tidak terikat lagi oleh objek yang

    bersifat konkret. Tidak demikian halnya bagi anak tunagrahita,

    perkembangan kognitifnya seringkali mengalami kegagalan dalam

    melampaui setiap periode atau tahapan perkembangan seperti diuraikan

    di atas. Bahkan dalam taraf perkembangan yang paling sederhana pun,

    anak tunagrahita seringkali tidak mampu menyelesaikannya dengan baik.

    Kesimpulannya, keterlambatan perkembangan kognitif pada anak

    tunagrahita menjadi masalah besar bagi anak tunagrahita ketika meniti

    tugas perkembangannya.2.4.6 Ciri- ciri Perkembangan Retardasi Mental

    Tabel 2.2: Ciri- ciri Perkembangan Retardasi Mental

    TingkatRetardasi

    Mental

    Umur 0-5 tahunPematangan danPerkembangan

    Umur 6-20 tahunLatihan danPendidikan

    Umur 21 tahunKecakupan sosial dan

    PekerjaanBerat Perkembangan motorik

    kurang, bicara minimal,tidak dapat dilatih untukmengurus diri sendiri,keterampilan komunikasitidak ada atau hanya

    Dapat berbicara ataubelajar berkomunikasi,dapat dilatih dalamkebiasaan kesehatandasar, dapat dilatihsecara sistematik

    Dapat mengurus dirisendiri dibawahpengawasan penuh,dapat dilatihketerampilan menjagadiri dalam lingkungan

  • sedikit sekali. dalam kebiasaan. yang terkontrol.Sedang Dapat berbicara atau

    belajar komunikasi,kesadaran sosial kurang,perkembangan motorikcukup, dapat belajarmengurus diri sendiri,dapat diatur denganpengawasan sedang.

    Dapat dilatih dalamketerampilan sosial danpekerjaan, sukar untukmaju lewat kelas 2 SDdalam mata pelajaranakademik, dapatbelajar berpergiansendirian ditempatyang sudah dikenal.

    Dapat mencari nafkahdalam pekerjaan kasar,memerlukanpengawasan danbimbingan bilamengalami stress sosialatau stress ekonomiyang ringan.

    Ringan Dapat mengembangkanketerampilan sosial dankomunikasi,keterbelakangan minimaldalam bidang sensori-motorik, sering tidakdapat dibedakan darinormal hingga usia lebihtua.

    Dapat belajarketerampilan akademiksampai kelas 6 padaumur belasan tahun(dekat umur 20 tahun),dapat dibimbing kearahkonformitas sosial.

    Biasanya dapatmencapai keterampilansosial dan pekerjaanyang cukup untukmencari nafkah, tetapimemerlukanbimbingan dan bantuanbila mengalami stresssosial atau stressekonomi yang luarbiasa.

    (Maramis, W.F., 1995)

    2.4.7 Pencegahan Retardasi Mental

    Menurut Judarwanto (2009) pencegahan anak retardasi mental yaitu:

    2.4.7.1 Pencegahan Primer

    Dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan pada masyarakat,

    perbaikan keadaan sosio- ekonomi, konseling genetic dan tindakan

    kedokteran seperti perawatan pre natal yang baik, pertolongan persalinan

    yang baik, dll.

    2.4.7.2 Pencegahan Sekunder dan Tersier

    Memberikan pendidikan penderita atau latihan khusus sebaiknya

    disekolah luar biasa, terapi perilaku, dan kognitifnya. Konseling kepada

    orang tua dilakukan secara fleksibel dan pragmantis dengan tujuan antara

    lain membantu mereka mengatasi frustasi oleh karean mempunyai anak

  • retardasi mental. Orang tua sering menghendaki anak itu diberi obat,

    dapat diberi penenang, bahwa sampai sekarang belum ada obat yang

    dapat membuat anak pandai, hanya ada obat yang dapat membantu

    pertukaran zat besi (metabolism) sel- sel otak, akan tetapi biarpun anak

    itu menelan obat yang banyak dan dalam jagka waktu yang lama (tidak

    mengganggu badan), ia tidak akan maju kalau tidak belajar melalui

    latihan dan pendidikan.