PRINSIP KERJA SAMA DALAM GELAR WICARA KICK ANDY DAN …digilib.unila.ac.id/61338/3/SKRIPSI TANPA BAB...
Transcript of PRINSIP KERJA SAMA DALAM GELAR WICARA KICK ANDY DAN …digilib.unila.ac.id/61338/3/SKRIPSI TANPA BAB...
PRINSIP KERJA SAMA DALAM GELAR WICARA KICK ANDY
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
SKRIPSI
Oleh
Yulina Winda Rahma
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
Yulina Winda Rahma
ABSTRAK
PRINSIP KERJA SAMA DALAM GELAR WICARA KICK ANDY
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
YULINA WINDA RAHMA
Masalah dalam penelitian ini ialah bagaimanakah prinsip kerja sama dalam gelar
wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude dan implikasinya terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia di SMA. Penelitian bertujuan untuk
mendeskripsikan prinsip kerja sama dalam gelar wicara Kick Andy episode
Miskin tapi Cumlaude dan implikasinya terhadap pembelajaran bahasa Indonesia
di SMA.
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif. Sumber data penelitian
berupa video dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude yang
tayang pada tanggal 27 Maret 2015 dengan durasi selama 90 menit. Data dalam
penelitian ialah percakapan dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin tapi
Cumlaude. Data dikumpulkan dengan teknik simak bebas libat cakap dan catat.
Teknik analisis data dalam penelitian ini ialah analisis teks percakapan.
Yulina Winda Rahma
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat penaatan dan pelanggaran prinsip
kerja sama yang meliputi empat maksim, yaitu kuantitas, kualitas, relevansi, dan
cara dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude. Penaatan
prinsip kerja sama dilakukan pada konteks yang serius ketika pembawa acara
membuka segmen baru dengan menyambut kehadiran narasumbernya,
memberikan pertanyaan kepada narasumber, menjelaskan sesuatu, dan
narasumber maupun pembawa acara menjawab pertanyaan. Pelanggaran disengaja
membuat penasaran, kelucuan, menyindir, melebih-lebihkan, memberikan nasihat,
mencairkan suasana, dan mencari perhatian, menambah kesan akrab, daya tarik,
dan menghibur penonton. Selain itu, terdapat pelanggaran tak disengaja karena
murni ketidaktahuan penutur.
Hasil penelitian dapat diimplikasikan terhadap pembelajaran bahasa Indonesia di
SMA sekaitan dengan kurikulum 2013 revisi tahun 2018 pada Kompetensi Dasar
(KD) 3.12 Menghubungkan permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat untuk menemukan esensi dari debat dan
4.12 Mengonstruksi permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen beberapa
pihak dan simpulan dari debat secara lisan untuk menunjukkan esensi dari debat.
Pengimplikasian ini dapat membantu peserta didik sebagai contoh dalam
menyusun argumen atau tanggapan agar sesuai mosi pada aspek keterampilan
berbicara dalam praktik debat. Hal tersebut dengan cara dituangkan dalam bentuk
skenario pembelajaran dan dirinci pada RPP dengan sintak model pembelajaran
discovery learning.
Kata kunci: prinsip kerja sama, gelar wicara, implikasi, debat
PRINSIP KERJA SAMA DALAM GELAR WICARA KICK ANDY
DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMBELAJARAN
BAHASA INDONESIA DI SMA
Oleh
Yulina Winda Rahma
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2020
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari empat
bersaudara. Lahir dari pasangan Darwin Abdullah dan
Ida Muharlena pada tanggal 15 Juli 1998 di Panjang,
Bandarlampung. Riwayat pendidikan penulis dimulai
dari TK Nurul Fu’ad pada tahun 2002 sampai 2004,
SD Negeri 1 Panjang pada tahun 2004 sampai 2006,
SD Negeri 102 OKU pada tahun 2006 sampai 2008,
SD Negeri 11 OKU pada tahun 2008 sampai 2010, SMP Negeri 1 OKU pada
tahun 2010 sampai 2013, dan SMA Negeri 4 OKU pada tahun 2013 sampai 2016.
Pada tahun 2016 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Lampung,
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni,
Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia melalui jalur Seleksi
Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) dengan Bantuan
Pendidikan Miskin Berprestasi (Bidikmisi). Pada tahun 2019 penulis
menyelesaikan pelaksanaan Program Pengalaman Lapangan (PPL) di SMP
Negeri 2 Sekincau dan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Pekon Waspada,
Kecamatan Sekincau, Kabupaten Lampung Barat.
MOTO
Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di
muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah Allah.
Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah
menghendaki keburukan terhadap sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat
menolaknya; dan sekali-kali tak ada pelindung bagi mereka selain Dia.
(Q.S. Ar-Ra’d: 11)
Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-
orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
(Q.S. AL Mujadilah: 11)
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Jika seseorang meninggal dunia, maka terputuslah
amalannya kecuali tiga perkara (yaitu): sedekah jariyah, ilmu yang
dimanfaatkan, atau do’a anak yang sholeh”
(HR. Muslim no. 1631)
PERSEMBAHAN
Dengan mengucap Alhamdulillah dan rasa bahagia atas nikmat Allah Swt.,
saya persembahkan karya sederhana ini untuk orang-orang paling berharga di
dunia.
1. Kepada sepasang pejuang tangguh dalam hidup dan keluarga saya,
Darwin Abdullah dan Ida Muharlena yang melahirkan, membesarkan,
mendoakan, dan mengorbankan apapun demi pendidikan juga masa
depan anak-anaknya setulus hati.
2. Teruntuk adik-adik saya tersayang, Idwin Risky Abdullah, Yunita
Triyanti, dan Ilham Fajri yang selalu mendoakan, mendukung, dan
menantikan kesuksesan Ayuknya penuh harap.
3. Bapak, Ibu dosen, dan staf Program Studi Pendidikan Bahasa dan
Sastra Indonesia serta Almamater Universitas Lampung tercinta yang
telah memberikan pengalaman belajar sehingga saya dapat menjadi
seorang sarjana pendidikan.
SANWACANA
Puji syukur kehadirat Allah swt., atas segala nikmat, rahmat, hidayah,
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul ”Prinsip Kerja Sama dalam Gelar Wicara Kick
Andy dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di
SMA” sebagai salah satu syarat untuk memeroleh gelar Sarjana
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di Univeritas Lampung.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini dalam penyelesaiannya tidak
lepas dari dukungan berbagai pihak. Oleh karena itu, ucapan terima
kasih disampaikan oleh penulis dengan setulus hati kepada semua
pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini sebagai berikut.
1. Dr. Sumarti, M.Hum., selaku Pembimbing I yang telah
memberikan bimbingan, arahan, nasihat, motivasi, saran, kritik,
dan bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
2. Bambang Riadi, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah
memberikan bimbingan, arahan, nasihat, motivasi, saran, kritik,
dan bantuan selama proses penulisan skripsi ini.
3. Dr. Nurlaksana Eko Rusminto, M.Pd., selaku Ketua Jurusan
Pendidikan Bahasa dan Seni Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung sekaligus penguji utama yang
telah memberikan arahan dan bimbingan berupa kritik dan saran
yang membangun dalam penulisan skripsi ini.
4. Dr. Munaris, M.Pd., selaku Ketua Program Studi Pendidikan
Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung yang telah menyetujui judul
skripsi ini.
5. Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
6. Dr. Muhammad Faud, M.Hum., selaku Pembimbing Akademik
yang telah memberikan bimbingan, arahan, nasihat, motivasi, dan
bantuan selama proses perkuliahan.
7. Bapak dan Ibu dosen Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
yang selama ini telah membekali ilmu, pengetahuan, wawasan, dan
keterampilan bermanfaat kepada penulis selama menempuh
pendidikan di Universitas Lampung.
8. Kedua orang tua saya tercinta, Darwin Abdullah dan Ida
Muharlena yang selalu mendukung, mendoakan, dan menantikan
kelulusan sepenuh jiwa.
9. Adik-adik saya tercinta, Idwin Risky Abdullah, Yunita Tri Yanti,
dan Ilham Fajri yang selalu mendukung, mendoakan, dan
menantikan kelulusan setulus hati.
10. Sahabat karib saya dalam kelompok Pejuang S.Pd., Fadilla
Chintiya Dewi, Salma Nabila, Deti Padmawati, dan Synthia Mega
Putri yang selalu ada, saling mengerti, dan membantu proses dalam
menggapai gelar sarjana.
11. Teman semakan seminum Kos Putri Pak Ridwan, Laila Hidayah
yang setia, sabar, perhatian, dan loyal selama tinggal satu kamar
dengan saya.
12. Keluarga besar saya dalam Komunitas Sastra Suka Cipta
(Kosakata) Universitas Lampung yang telah membukakan pintu,
menerima, dan mengajarkan kepada saya bahwa hitam tidak selalu
berarti kotor dan putih tidak selalu bersih.
13. Keluarga kecil saya dalam perkumpulan Boedjang Pasar Waspada,
Ahmad Khotip Andreawan, Adi Jaya, Cecep Rahadi, Arif Fatur
Rohman, Sulaiman, Deny Ilham Fatoni, Herlando, Erwin Julba
Ismail, Jodi Boy Miki, Rama Imam, Nanda, dan Pipi yang telah
menyadarkan saya makna kekeluargaan, ketulusan, dan
kesederhanaan.
14. Rekan-rekan seperjuangan saya dalam angkatan “GILA Gali Ilmu
Langsung Aktivitas” Batrasia 16, Yoan, Anggrai, April, Asri, Dina,
Widi, Era, Ote, Abi Fitaqi, Hanura, Herlina, Indah, Bang Jordy,
Laras, Acong (Hafidz), Ipeh, Marwa, Mita, Nalan, Ima, Rani,
Ratna Dewi, Ria, Rico, Rima, Rindu, Tantrinyo, Tiara, Tri,
Nanabel, Yerli, Zona, Vu Ngoc Thuy Trinh (Anggun), Kiyai Ade,
Chibenk, Ninja (Ratih), Bila, Injit, Sarew (Shara), Enjik (Dzikrina),
Nova, Fitria, Dedek Empi (Novi), Alma, Ghia, Alfita, Pacil
(Zulfauzi), Dadar (Dwi Darlina), Deti, Kanor (Nora), Cunong
(Ratna), Marmin (Rizky), Daniyal, Selvi, Cika, Adik (Synthia),
Dilla, Qori, Eka, Anggara, Tiara, Bang Rocky, Acil (Shinta), Rika,
Lucknut (Lucky), dan Pinka yang telah memberikan corak
berwarna-warni dalam perjalanan hidup saya selama masa
perkuliahan.
15. Rekan-rekan KKN-PPL FKIP Universitas Lampung P-II Tahun
2019, Amirah Nabilah, Alya Nanda Efendi, Wulan Safitri, Abu
Farhan Salimi, Justika Indriyani, Erna Ningtias, Dewi Susilawati,
Abdina Seantika, dan Maryani yang telah menerima saya menjadi
keluarga 55 hari di Pekon Waspada, Sekincau, Lampung Barat.
16. Rekan-rekan Forkom Bidikmisi Universitas Lampung Periode
2018/2019 “BERSINAR Bersatu, Bersahabat, Bermanfaat, dan
Menginspirasi”, Sigit Sulistiyo, Syahrul Gunawan, Muhammad
Kurniawan, Ayu Gisti Mayang Gita, Zelpi Daryani, Muhammad
Aldi Saputra, Dinda Ayu Dizrisa, Tri Rahayuningtias, Wahyu
Wijiati, Putri Purnamasari, Renaldi, Arief Laksono, Puspita Amalia
Balyas Beto, Abdur Rohman Husen, dan Artaditya Kosasi yang
telah menjadi bagian dalam perjuangan saya di kebidikmisian
Universitas Lampung dan Indonesia.
17. Rekan-rekan Birohmah Universitas Lampung Kabinet Inisiator
Kebaikkan yang telah mengajarkan kepada saya arti ketulusan,
kesetiaan, ketadawukan, dan keistikamahan dalam belajar agama.
18. Rekan-rekan FPPI Universitas Lampung Kabinet Mata Air yang
telah mengajarkan kepada saya arti kesabaran, ketulusan,
ketakwaan, dan ukhuwah islamiah.
19. Rekan-rekan HMJPBS Periode 2016/2017 dan 2017/2018 yang
telah mengajarkan kepada saya arti solidaritas tanpa batas.
Semoga Allah Swt., memberikan balasan kebaikkan berlipat ganda atas
segala kebaikkan bapak, ibu, keluarga, dan rekan-rekan semua.
Ucapakan terima kasih dan mohon maaf yang dapat saya sampaikan
atas segalanya. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amin.
Bandarlampung, 22 Januari 2020
Yulina Winda Rahma
xvi
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK .................................................................................................. i
HALAMAN JUDUL .................................................................................. iii
HALAMAN PERSETUJUAN .................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................... v
SURAT PERNYATAAN ........................................................................... vi
RIWAYAT HIDUP ..................................................................................... vii
MOTO ......................................................................................................... viii
PERSEMBAHAN ........................................................................................ ix
SANWACANA ........................................................................................... x
DAFTAR ISI ............................................................................................... xvi
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................ xviii
DAFTAR TABEL ...................................................................................... xix
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................. xx
DAFTAR SITUS ......................................................................................... xxi
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................ 8
C. Tujuan Penelitian ............................................................................. 9
D. Manfaat Penelitian ........................................................................... 9
E. Ruang Lingkup ................................................................................ 10
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pragmatik ....................................................................................... 12
B. Tindak Tutur ................................................................................. 15
C. Konteks ......................................................................................... 17
D. Prinsip Kerja Sama ....................................................................... 21
1. Maksim Kuantitas ............................................................... 22
2. Maksim Kualitas ................................................................. 23
3. Maksim Relevansi ............................................................... 24
4. Maksim Cara ....................................................................... 26
E. Kick Andy ..................................................................................... 27
F. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA ....................................... 29
xvii
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian ........................................................................... 42
B. Data dan Sumber Data ................................................................... 43
C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data ......................................... 43
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil ................................................................................................. 47
B. Pembahasan .......................................................................................49
1. Penaatan Prinsip Kerja Sama .............................................. 49
a. Penaatan Maksim Kuantitas ......................................... 49
b. Penaatan Maksim Kualitas ........................................... 53
c. Penaatan Maksim Relevansi ........................................ 58
d. Penaatan Maksim Cara ................................................. 63
2. Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ......................................... 68
a. Pelanggaran Maksim Kuantitas ................................... 68
b. Pelanggaran Maksim Kualitas ..................................... 73
c. Pelanggaran Maksim Cara ........................................... 75
d. Pelanggaran Maksim Relevansi ................................... 78
C. Implikasi Penelitian Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia
di SMA ............................................................................................. 83
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan ...........................................................................................99
B. Saran ...............................................................................................101
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................102
LAMPIRAN ................................................................................................105
DAFTAR SINGKATAN
1. Dt : Data
2. PK : Prinsip Kerja Sama
3. Pn : Penaatan
4. Pl : Pelanggaran
5. MKn : Maksim Kuantitas
6. MK : Maksim Kualitas
7. MR : Maksim Relevansi
8. MC : Maksim Cara
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel
3.1 Indikator Penaatan Prinsip Kerja Sama ................................................. 46
3.2 Indikator Pelanggaran Prinsip Kerja Sama ........................................... 46
4.1 Distribusi Frekuensi Data Prinsip Kerja Sama ...................................... 49
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran
1. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran ..................................................... 105
2. Transkrip Data ....................................................................................... 129
3. Korpus ................................................................................................. 162
DAFTAR SITUS
https://id.wikipedia.org/wiki/Kick_Andy diakses pada Jumat, 15 Maret 2019
pukul 11.27 WIB.
https://id.wikipedia.org/wiki/Andy_F._Noya diakses pada Jumat, 15 Maret 2019
pukul 11.30 WIB.
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bahasa merupakan sarana penting untuk berkomunikasi antarmanusia. Bahasa
digunakan untuk mengungkapkan pendapat, pikiran, dan ide. Bahasa juga
sebagai sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang digunakan manusia
sebagai alat komunikasi atau alat interaksi sosial (Aslinda, 2010:1; Chaer,
2010:14;Finocchiaro, 1964:4; Oka, 1994:3). Bahasa juga merupakan alat
komunikasi antaranggota masyarakat berupa simbol bunyi yang dihasilkan oleh
alat ucap manusia (Keraf, 1984:1). Hal ini menunjukkan bahwa pentingnya
bahasa dalam komunikasi setiap orang sehingga manusia sadar bahwa mereka
adalah makhluk yang membutuhkan komunikasi dan bersosialisasi.
Manusia sebagai makhluk sosial, tindakan pertamanya ialah tindakan sosial.
Tarigan (2008: 8) menyebutkan tindakan sosial adalah suatu tindakan saling
menukar pengalaman, saling mengemukakan dan menerima pikiran, saling
mengutarakan perasaan atau saling mengekspresikan, serta menyetujui suatu
pendirian atau keyakinan. Sementara itu, komunikasi dapat berlangsung
melalui kegiatan berbicara. Kegiatan berbicara tersebut tidak terlepas dari
tindakan sosial ketika manusia saling berinteraksi. Oleh karena itu, agar dapat
2
melakukan tindakan sosial, manusia memerlukan bahasa sebagai alat
komunikasi.
Komunikasi dipandang sebagai suatu kombinasi perbuatan-perbuatan atau
tindakan-tindakan serangkaian unsur-unsur yang mengandung maksud dan
tujuan (Tarigan, 2008:10; Hardjana, 2003:23). Dengan demikian, komunikasi
dipergunakan untuk menyelesaikan atau mencapai maksud-maksud tertentu.
Selain itu, dalam berkomunikasi dituntut juga untuk bekerja sama dalam
mencapai tujuan komunikasi. Komunikasi dapat berjalan dengan baik apabila
tidak terjadi kesalahan dalam menafsirkan oleh mitra tutur. Tuturan dalam
kegiatan sosial akan dapat berlangsung dengan baik apabila peserta tutur
terlibat secara aktif dalam proses bertutur.
Jika terdapat satu atau lebih pihak yang tidak terlibat secara aktif dalam proses
bertutur, maka dapat dipastikan proses bertutur tidak akan berlangsung dengan
baik. Dalam hal ini, supaya pesan yang disampaikan dapat diterima dengan
baik perlu adanya kerja sama dalam tuturan. Hal itu dikenal dengan prinsip
kerja sama (cooperative principle) dalam percakapan. Grice (dalam Rusminto,
2015: 92) berpendapat bahwa dalam berkomunikasi seseorang akan
menghadapi kendala-kendala yang mengakibatkan komunikasi tidak
berlangsung sesuai dengan yang diharapkan. Oleh karena itu, guna menghadapi
kendala-kendala tersebut diperlukan kerja sama yang baik antarpenutur dan
mitra tutur sehingga komunikasi berlangsung dengan baik dan pesan
tersampaikan.
3
Prinsip kerja sama Grice berbunyi “Buatlah percakapan Anda sedemikian rupa
sebagaimana diharapkan; pada tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan
percakapan yang disepakati atau oleh arah percakapan yang sedang Anda ikut.”
Dalam hal ini, sumbangan informasi harus sesuai dengan konteks tempat
terjadinya percakapan, tujuan percakapan, dan giliran percakapan yang terjadi.
Prinsip tersebut dijabarkan menjadi empat maksim tutur, yaitu kuantitas,
kualitas, relevansi, dan cara. Keempat maksim tersebut berguna bagi penutur
dalam bertindak tutur agar semua yang disampaikannya dapat dengan mudah
dipahami dan tidak merugikan mitra tutur untuk mencapai tujuan tuturan.
Terkadang, dalam suatu percakapan mitra tutur tidak memberikan kerja sama
yang baik. Hal itu akan membuat percakapan menjadi gagal. Banyak faktor
yang menyebabkan percakapan menjadi gagal. Chaer (2010: 39) menyebutkan
faktor-faktor itu biasanya datang dari lawan tutur. Faktor-faktor tersebut
meliputi (1) lawan tutur tidak memunyai pengetahuan yang dibicarakan, (2)
lawan tutur dalam keadaan “tidak sadar”, (3) lawan tutur tidak tertarik dengan
topik yang dituturkan, (4) lawan tutur tidak berkenan dengan cara penutur
menyampaikan informasi, (5) lawan tutur tidak mempunyai yang diinginkan si
penutur, (6) lawan tutur tidak memahami yang dimaksud si penutur, dan (7)
lawan tutur tidak mau melanggar kode etik.
Kick Andy ialah salah satu gelar wicara di Metro Tv yang dipandu oleh Andy
F. Noya. Acara ini tayang setiap hari Jumat pukul 20.05 WIB dan tayangan
ulangnya dapat disaksikan pada Sabtu pukul 13.30 WIB. Tema yang diangkat
acara ini cukup beragam dan tak lepas dari human interest. Tak jarang Andy F.
4
Noya menampilkan narasumber dari tempat terpencil dengan karya dan kisah
hidupnya menjadi inspirasi banyak orang. Hal ini pula membuat Metro Tv
membuat acara turunan bertajuk Kick Andy Heroes, Kick Andy Young Heroes,
Kick Andy Hope, dan Kick Andy on Location. Cara pembicaraan acara Kick
Andy ini mirip dengan acara The Oprah Winfrey Show oleh Oprah Gail
Winfrey sebagai acara bincang-bincang yang sangat populer di Amerika
Serikat.
Kick Andy mulai tayang pada 1 Maret 2006 hingga sekarang. Acara tersebut
menghadirkan kisah kehidupan nyata, informatif, edukatif, dan inspiratif.
Narasumber yang dihadirkan tidak dibatasi profesi sehingga banyak kisah seru
seputar kehidupan masyarakat seluruh Indonesia. Dalam pembawaannya,
pembawa acara ini mempunyai karakter dan gaya bahasa yang unik. Setiap
pertanyaan bersifat langsung namun tidak sarkastik justru mengundang tawa
dan narasumber merasa nyaman ketika menjawab pertanyaan.
Episode Miskin Tapi Cumlaude ditayangkan pada tanggal 27 Maret 2015. Pada
episode itu dihadirkan dua orang bintang tamu bernama Angga Dwituti Lestari
dan Mochammad Najmul Afad. Keduanya merupakan mahasiswa berprestasi
dari keluarga kurang mampu secara ekonomi. Kisah hidup keduanya dalam
berjuang mengangkat derajat keluarga dan memutus mata rantai kemiskinan
melalui pendidikan memberikan inspirasi bagi masyarakat Indonesia.
Berdasarkan pengamatan penulis, acara Kick Andy memiliki penaatan dan
pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapannya. Penaatan dan
pelanggaran tersebut dilakukan oleh pembawa acara dan para bintang tamunya.
5
Guna mengetahui hal-hal tersebut, perlu diteliti prinsip kerja sama yang
terdapat di dalam percakapannya. Hal ini akan bermanfaat dalam pembelajaran
debat. Berikut contoh penaatan prinsip kerja sama yang terdapat di dalam gelar
wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude. Percakapan tersebut terjadi
di dalam studio Kick Andy pada segmen pertama dengan peserta tutur Andy
dan Angga. Andy menanyakan pekerjaan orang tua Angga untuk menggali
informasi lebih lanjut tentang latar belakang kehidupan Angga.
Andy: Pekerjaan orang tua apa?
Angga: Buruh tani di desa. Dt-04/PKPn-02/MKn-01
Percakapan tersebut telah menaati maksim kuantitas. Penaatan dilakukan oleh
Angga dalam menjawab pertanyaan Andy. Penaatan maksim cara terdapat pada
tuturan “Buruh tani di desa.” Situasi percakapan dalam konteks serius.
Maksim kuantitas menghendaki peserta tutur memberikan informasi dalam
jumlah yang tepat, tidak berlebihan atau tidak terlalu sedikit. Tuturan tersebut
disampaikan secara tepat, tidak berlebihan ataupun terlalu sedikit.
Selain itu, terdapat pula pelanggaran yang dilakukan oleh pembawa acara
dengan para bintang tamunya dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin
tapi Cumlaude. Berikut contoh pelanggaran prinsip kerja sama. Percakapan
tersebut terjadi dalam studio Kick Andy pada segmen pertama dengan peserta
tutur Andy dan Angga. Andy memulai percakapan dengan perkenalan pada
Angga. Percakapan ini merupakan pertanyaan pertama Andy sebagai pembawa
acara kepada Angga sebagai bintang tamu acaranya malam itu.
Andy: Jadi, Angga ini berasal dari mana, sih?
Angga: Saya berasal dari sebuah desa di pinggiran dari kota
Yogyakarta. Dt-02/PKPl-01/MC-01
6
Percakapan tersebut telah melanggar maksim cara. Pelanggaran dilakukan oleh
Angga dalam menjawab pertanyaan Andy. Pelanggaran maksim cara terdapat
pada tuturan “Saya berasal dari sebuah desa di pinggiran dari kota
Yogyakarta.” Situasi percakapan dalam konteks serius. Maksim cara
menghendaki peserta tutur memberikan informasi secara teratur, ringkas, jelas,
dan tidak ambigu. Sebaliknya, hal tersebut tidak dilakukan oleh Angga dalam
menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Andy. Tuturan tersebut tidak
dilakukan secara jelas, melainkan ambigu. Sebuah desa di pinggiran kota
Yogyakarta menimbulkan ketaksaan dalam menafsirkan pertanyaan tempat.
Walaupun demikian, dalam percakapan telah terdapat prinsip kerja sama yang
mengatur pelanggaran prinsip kerja sama tetap saja ada. Hal itu terkadang
sengaja diciptakan agar mencapai tujuan tertentu, misalnya candaan atau
gurauan. Tuturan yang melanggar prinsip kerja sama ini umumnya disertai
implikatur. Hal ini penting diketahui terutama dalam pembelajaran debat sebab
akan membantu peserta didik bercakap dengan tepat terhadap mosi debat
maupun antarargumen peserta debat.
Pada kurikulum 2013 revisi tahun 2018 dimuat satu pasang Kompetensi Dasar
(KD) tentang debat. KD tersebut untuk pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas X sekolah menengah atas (SMA). Adapun KD yang dimaksud adalah
KD 3.12 Menghubungkan permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat untuk menemukan esensi dari debat
dan 4.12 Mengonstruksi permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat secara lisan untuk menunjukkan
7
esensi dari debat. Pengimplikasian empat maksim prinsip kerja sama dirasa
dapat membantu peserta didik dalam pembelajaran praktik debat. Peserta didik
dapat mengimplikasikan pengetahuan mereka tentang penaatan dan
pelanggaran prinsip kerja sama dalam percakapan debat.
Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul
tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif
dan ditolak, disangkal oleh pihak lain yang disebut penyangkal atau negatif
(Tarigan, 2008:92; Dipodjojo, 1982:59). Sementara itu, debat juga diartikan
sebagai suatu cara menyampaikan ide secara logika dalam bentuk argumen
disertai bukti-bukti yang mendukung kasus dari setiap pihak debat (Hamdani,
2016:32-33). Debat biasanya memiliki dua tim dengan tiga orang anggota.
Setiap anggota tersebut dalam praktik debat memiliki batasan istilah pada
argumen yang digunakan. Istilah tersebut berkaitan dengan mosi atau topik
debat. Setiap tim debat juga mempersiapkan laporan-laporan singkat sekaitan
dengan masalah yang bersangkutan guna memperkuat argumen tim.
Pembelajaran bahasa Indonesia khususnya debat diimplikasikan dengan prinsip
kerja sama dapat membantu proses kegiatan pembelajaran debat di kelas X
SMA supaya berjalan dengan baik dan mencapai tujuan pembelajaran pada KD
yang bersangkutan. Oleh karena itu, penelitian tentang penerapan prinsip kerja
sama dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude ini sangat
perlu dilakukan. Pendidik dapat menggunakan hasil penelitian ini sebagai
contoh percakapan dalam materi debat dengan prinsip kerja sama.
8
Penelitian seperti ini sebelumnya dilakukan oleh Lidanti (2013), Janurwati
(2013), dan Sari (2017). Lindati mengkaji penaatan dan pelanggaran pada
talkshow Bukan Empat Mata Trans7. Janurwati mengkaji penaatan dan
pelanggaran prinsip kerja sama dalam Novel Ranah 3 Warna Karya Ahmad
Fuadi. Sari mengkaji penaatan dan pelanggaran pada talkshow Ini Talkshow di
NET TV dengan implikasinya pada pembelajaran teks diskusi di SMP.
Perbedaan dalam penelitian ini adalah selain sumber data yang diambil dari
acara Kick Andy, disertai juga implikasinya dalam pembelajaran bahasa
Indonesia tentang debat di SMA kelas X pada Kurikulum 2013 revisi tahun
2018. Oleh karena itu, judul penelitian ini “Prinsip Kerja Sama dalam Gelar
Wicara Kick Andy dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa
Indonesia di SMA”.
B. Rumusan Masalah
Berdasar latar belakang yang telah disampaikan, masalah penelitian dapat
dirumuskan sebagai berikut.
1. Bagaimanakah penaatan prinsip kerja sama yang terdapat dalam gelar
wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude?
2. Bagaimanakah pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam gelar
wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude?
3. Bagaimanakah implikasi penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama
dalam pembelajaran bahasa Indonesia di SMA?
9
C. Tujuan Penelitian
Berdasar pada rumusan masalah tersebut, tujuan penelitian ini dapat
dideskripsikan sebagai berikut.
1. Penaatan prinsip kerja sama yang terdapat dalam gelar wicara Kick Andy
episode Miskin tapi Cumlaude.
2. Pelanggaran prinsip kerja sama yang terdapat dalam gelar wicara Kick
Andy episode Miskin tapi Cumlaude?.
3. Implikasi penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam
pembelajaran bahasa Indonesia di SMA.
D. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai percakapan dalam acara Kick Andy ini diharapkan dapat
bermanfaat, baik secara teoretis maupun praktis. Manfaat-manfaat tersebut
diuraikan sebagai berikut.
1. Manfaat Teoretis
Penelitian ini dibuat untuk menambah referensi dan memperkaya ilmu
pengetahuan di bidang kebahasaan, khususnya dalam kajian pragmatik.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi guru sebagai rujukan dalam pembelajaran debat di SMA.
b. Bagi mahasiswa sebagai referensi penelitian di bidang yang sama,
khususnya dalam bidang kajian pragmatik.
c. Bagi masyarakat tambahan informasi atau memperluas wawasan,
khususnya mengenai percakapan.
d. Bagi siswa sebagai sumber belajar debat.
10
E. Ruang Lingkup
Adapun ruang lingkup penelitian ini meliputi hal-hal sebagai berikut.
1. Grice (dalam Rusminto, 2015: 92) menyebutkan prinsip kerja sama
berbunyi, “Buatlah percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana
diharapkan; pada tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan
percakapan yang disepakati atau oleh arah percakapan yang sedang Anda
ikut.” Prinsip kerja sama mengatur apa yang harus dilakukan peserta tutur
agar percakapan itu terdengar koheren dan berjalan lancar. Prinsip tersebut
dijabarkan menjadi empat maksim tutur. Pertama, maksim kuantitas yang
menghendaki informasi tepat, tidak berlebihan atau terlalu sedikit. Kedua,
maksim kualitas menghendaki informasi yang benar, terbukti kebenarannya,
dan terpercaya. Ketiga, maksim relasi yang menghendaki informasi sesuai
dengan tajuk percakapan. Keempat, maksim cara yang menuntut informasi
diberikan secara teratur, ringkas, jelas, dan tidak ambigu.
2. Terkadang, dalam suatu percakapan mitra tutur tidak memberikan kerja
sama yang baik. Hal tersebut melanggar empat maksim prinsip kerja sama.
Pelanggaran maksim kuantitas berupa informasi yang diberikan secara
berlebihan atau terlalu sedikit. Pelanggaran maksim kualitas berupa
informasi yang diberikan tidak terbukti kebenarannya dan kurang dapat
dipercaya. Pelanggaran maksim relevansi berupa informasi yang diberikan
tidak sesuai tajuk percakapan, basa-basi dan bergurau secara berlebihan.
Pelanggaran maksim cara berupa informasi diberikan secara tidak runtut
dan jelas, berbelit-belit, dan ambigu. Hal itu akan membuat percakapan
menjadi gagal.
11
3. Implikasi pada hasil penelitian ini ada pada Kompetensi Dasar (KD) 3.12
dan 4.12 kelas X SMA. Pada KD 3.12 Menghubungkan permasalahan/isu,
sudut pandang dan argumen beberapa pihak dan simpulan dari debat untuk
menemukan esensi dari debat, peserta didik diharapkan dapat memahami
permasalahan, baik dari sudut pandang maupun argumen beberapa pihak
hingga mampu menyimpulkan esensi debat tersebut. Pada KD 4.12
Mengonstruksi permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen beberapa
pihak dan simpulan dari debat secara lisan untuk menunjukkan esensi dari
debat, peserta didik diharapkan dapat membangun pemahaman terhadap
permasalahan, baik dari sudut pandang maupun argumen beberapa pihak
hingga mampu melisankan simpulan yang didapatkan dari esensi debat
tersebut.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Pragmatik
Dalam kegiatan komunikasi yang wajar, penutur tidak hanya bermaksud untuk
mencapai tujuan pribadi, melainkan tujuan sosial. Linguistik sebagai ilmu
kajian bahasa memiliki berbagai cabang dan pragmatik salah satunya.
Pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa
menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks
secara tepat (Tarigan, 2009:33; Levinson 1983:21). Pragmatik juga merupakan
cabang ilmu linguistik yang membahas tentang apa yang termasuk struktur
bahasa sebagai alat komunikasi antara penutur dan mitra tutur, dan sebagai
pengacuan tanda-tanda bahasa pada hal ekstralingual yang dibicarakan
(Verhaar, 1999:14; Nadar, 2013:2).
Menurut Searle, Kiefer, dan Bierwish (dalam Nadar, 2013:5) pragmatik
memiliki beberapa aspek yang tidak dapat dijelaskan dengan acuan langsung
pada kondisi sebenarnya dari kalimat yang dituturkan. Pragmatik merelasikan
bahasa dan konteks sebagai dasar pemahaman bahasa. Kehadiran pragmatik ini
memberikan solusi terhadap keterbatasan kajian linguistik formal murni yang
tidak dapat menjangkau pemecahan masalah makna yang muncul pada konteks
pemakaian kalimat dalam berkomunikasi. Dengan demikian, pragmatik
13
merupakan bidang kajian bahasa mengenai hubungan antara bahasa dan
konteks yang disandikan dalam struktur bahasa.
Pragmatik berkaitan dengan bahasa pada tingkatan yang lebih konkret, yakni
penggunaan bahasa dalam komunikasi yang sebenarnya. Dowty (dalam
Tarigan, 2009:33) menyebutkan bahwa pragmatik adalah telaah mengenai
kegiatan ujaran langsung dan tak langsung, presuposisi, implikatur
konvensional dan konversasional, dan sejenisnya. Telaah mengenai bagaimana
cara melakukan sesuatu dengan memanfaatkan kalimat-kalimat adalah telaah
mengenai tindak ujar (speech acts). Dalam hal ini, menelaah tindak ujar
menyadarkan betapa pentingnya konteks ucapan atau ungkapan. Teori tindak
ujar bertujuan mengutarakan bahwa bila mengemukakan pertanyaan padahal
yang dimaksud adalah menyuruh atau bila kita mengatakan sesuatu hal dengan
intonasi khusus (sarkastis) padahal yang dimaksud justru sebaliknya.
Wijana dan Rohmadi (2010:14) menyebutkan bahwa makna dapat saja
bermacam-macam dari tuturan yang dikemukakan oleh penutur. Sehubungan
dengan hal tersebut berikut ini beberapa aspek yang senantiasa harus
dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik.
1. Penutur dan Lawan Tutur
Konsep penutur dan lawan tutur mencakup penulis dan pembaca bila
tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek
yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar
belakang sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan
sebagainya.
14
2. Konteks Tuturan
Kontek tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek
fisik atau setting social yang relevan dengan tuturan. Di dalam pragmatik
konteks pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan
(background knowledge) yang dipahami bersama oleh penutur dan lawan
tutur.
3. Tujuan Tuturan
Bentuk-bentuk tuturan yang diutaran oleh penutur dilatarbelakangi oleh
maksud dan tujuan. Dalam hal ini, hubungan tersebut bermacam-macam
digunakan untuk menyatakan maksud yang sama atau hal sebaliknya,
berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan yang sama. Di
dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang berorientasi pada
tujuan (goal oriented activities).
4. Tuturan sebagai Bentuk Tindakan atau Aktivitas
Bila gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang
abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi
semantik, dan sebagainya. Pragmatik menangani tindak verbal (verbal act)
yang terjadi dalam situasi tertentu. Pragmatik menangani bahasa dalam
tingkatan yang lebih konkret dibandingkan tata bahasa. Tuturan sebagai
entitas yang konkret jelas penutur, lawan tutur, waktu, dan tempat
pengutaraannya.
5. Tuturan sebagai Produk Tindak Verbal
Tuturan yang digunakan oleh pragmatik merupakan bentuk dari tindak
tutur. Oleh karena itu, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari
15
tindak verbal. Sebagai contoh kalimat Apakah rambutmu terlalu panjang?
Dapat ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dengan demikian,
dapat disimpulkan bahwa kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil
kebahasaan yang diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi
tertentu. Selain itu, tuturan juga memiliki dasar yang. Hal tersebut
dijelaskan dalam tindak tutur.
B. Tindak Tutur
Austin (dalam Rusminto, 2015:66) mengemukakan aktivitas bertutur tidak
hanya terbatas pada penuturan sesuatu, tetapi juga melakukan sesuatu atas
dasar tuturan itu. Searle (dalam Rusminto, 2015:66) mendukung pernyataan
tersebut dengan mengatakan bahwa unit terkecil komunikasi bukanlah kalimat,
melainkan tindakan tertentu, seperti membuat pernyataan, pertanyaan, perintah,
dan permintaan. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa tindak tutur mencari
hubungan tuturan dengan tindakan yang dilakukan oleh penutur kepada mitra
tutur. Rusminto (2015:67) menegaskan tindakan merupakan karakteristik
tuturan dalam berkomunikasi dan diasumsikan bahwa dalam merealisasikan
tuturan atau wacana seseorang berbuat sesuatu, yaitu performansi tindakan atau
tuturan performatif.
Secara pragmatis setidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan
oleh seorang penutur. Searle (dalam Tarigan, 2009:20) menyebutkan bahwa
tiga jenis tindakan tersebut, yaitu tindak lokusi (locutionary act), tindak ilokusi
(ilocutionary act), dan tindak perlokusi (perlocutionary act). Tindak lokusi
adalah tindak tutur atau tindak proposisi untuk menyatakan sesuatu sehingga
16
disebut sebagai The Act of Saying Something. Oleh karena itu, tindak lokusi
mengutamakan isi tuturan yang diungkapkan oleh penutur. Wujud lokusi
adalah tuturan-tuturan yang berisi pernyataan atau informasi tentang sesuatu.
Leech (dalam Rusminto, 2015:67) menyatakan bahwa tindak bahasa ini lebih
kurang dapat disamakan dengan sebuah tuturan kalimat yang mengandung
makna dan acuan.
Tindak ilokusi adalah tindak tutur yang berfungsi untuk mengatakan atau
menginformasikan sesuatu dan melakukan sesuatu (Rohmadi, 2004:31).
Tindak ini dengan kata lain memiliki daya untuk melakukan tindakan tertentu
dalam hubungannya dengan mengatakan sesuatu. Oleh karena itu, tindak
ilokusi disebut sebagai The Act of Doing Something. Wujudnya seperti janji,
tawaran, atau pertanyaan yang terungkap dalam tuturan. Tindak ini sangat suka
diidentifikasi karena lebih dahulu harus mempertimbangkan siapa penutur dan
lawan tutur, kapan dan di mana tindak tutur itu terjadi, dan saluran apa yang
digunakan. Jadi, tindak ilokusi merupakan bagian sentral atau terpenting untuk
memahami tindak tutur.
Tindak perlokusi adalah efek atau dampak yang ditimbulkan oleh tuturan
terhadap mitra tutur (Austin, 1962:101) sehingga mitra tutur melakukan
tindakan berdasarkan isi tuturan. Dalam hal ini, suatu tuturan yang mempunyai
daya pengaruh (perlocutionary force) ketika diutarakan kepada mitra tutur
disebut tindak perlokusi sehingga tindak ini dikenal dengan istilah The Act of
Affecting Someone. Levinson (dalam Rusminto, 2015:68) menyebutkan tindak
perlokusi lebih mementingkan hasil sebab tindak ini dikatakan berhasil jika
17
mitra tutur melakukan sesuatu yang berkaitan dengan tuturan penutur. Tuturan
juga erat kaitannya dengan konteks. Tuturan sebagai bahasa memerlukan
konteks dalam pemakaiannya dan tindak bahasa. Hal tersebut akan dijelaskan
lebih lanjut dalam pembahasan konteks.
C. Konteks
Bahasa dan konteks merupakan dua hal yang berkaitan erat (Duranti dalam
Rusminto, 2015:47; Rahmawati, 2016:51). Bahasa membutuhkan konteks
dalam pemakaiannya dan konteks akan memiliki makna apabila terdapat tindak
bahasa di dalamnya. Dengan demikian, bahasa bukan hanya memiliki fungsi
dalam situasi interaksi yang diciptakan, tetapi juga membentuk dan
menciptakan situasi tertentu dalam interaksi yang sedang terjadi. Tidak hanya
itu, konteks bahkan sering kali dianggap sebagai sebuah dunia bagi orang yang
memproduksi tuturan sebab orang-orang dengan berbagai komunitas
berinteraksi dapat di berbagai macam situasi, baik sosial maupun budaya. Oleh
karena itu, konteks tidak hanya berkenaan dengan pengetahuan saja, tetapi juga
merupakan suatu rangkaian lingkungan, tempat bagi tuturan dimunculkan dan
diinterpretasikan sebagai realisasi berdasarkan aturan yang berlaku dalam
masyarakat pemakai bahasa.
Setiap peristiwa tutur selalu terdapat unsur-unsur yang melatarbelakangi
terjadinya komunikasi antarpenutur dan mitra tutur. Unsur-unsur tersebut
sering disebut sebagai ciri-ciri konteks dengan meliputi segala sesuatu yang
berbeda di sekitar penutur dan mitra tutur ketika peristiwa tutur berlangsung.
Hymes (dalam Rusminto, 2015:52) menyebutkan unsur-unsur tersebut
18
mencakup beberapa komponen dengan singkatan SPEAKING. Singkatan
tersebut dapat diuraikan sebagai berikut.
1. Setting, yang meliputi waktu, tempat, atau kondisi fisik lain yang berbeda
di sekitar tempat terjadinya peristiwa tutur.
2. Participants, yang meliputi penutur dan mitra tutur yang terlibat dalam
peristiwa tutur.
3. Ends, yaitu tujuan atau hasil yang diharapkan dapat dicapai dalam
peristiwa tutur yang sedang terjadi.
4. Act Sequences, yaitu bentuk dan isi pesan yang ingin disampaikan.
5. Instrumentalities, yaitu saluran yang digunakan dan dibentuk tuturan yang
dipakai oleh penutur dan mitra tutur.
6. Keys, yaitu cara berkenaan dengan sesuatu yang harus dikatakan oleh
penutur (serius, kasar, atau main-main).
7. Norms, yaitu norma-norma yang digunakan dalam interaksi yang sedang
berlangsung.
8. Genres, yaitu register khusus yang dipakai dalam peristiwa tutur.
Sementara itu, Grice (dalam Rusminto, 2015:50) menyebutkan konteks sebagai
latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh penutur dan mitra
tutur yang memungkinkan mitra tutur memperhitungkan implikasi tuturan dan
memaknai arti tuturan di penutur. Pandangan ini didasari oleh adanya prinsip
kerja sama, yakni situasi yang menunjukkan bahwa penutur dan mitra tutur
menganggap satu sama lain sudah saling percaya dan saling memikirkan.
Penutur dan mitra tutur berusaha memberikan kontribusi percakapan sesuai
19
dengan yang diharapkan dengan cara menerima maksud atau arah percakapan
yang diikuti.
Peristiwa tutur selalu terjadi pada waktu, tempat, dan tujuan tertentu. Oleh
karena itu, Sperber dan Wilson (dalam Rusminto, 2015:53) mengemukakan
kajian terhadap penggunaan bahasa harus memperhatikan konteks yang seutuh-
utuhnya. Hal ini karena dalam berkomunikasi dapat diperoleh relevansi secara
maksimal. Kegiatan berbahasa pun harus melibatkan dampak kontekstual yang
melatarinya. Semakin besar dampak kontekstual sebuah percakapan, semakin
besar pula relevansinya. Besarnya peranan konteks bagi pemahaman sebuah
tuturan dapat dibuktikan dengan adanya kenyataan bahwa sebuah tuturan
seperti pada contoh berikut dapat memiliki maksud yang berbeda jika terjadi
pada konteks yang berbeda. Contoh pada tuturan berikut.
“Buk, lihat sepatuku!”
Tuturan tersebut dapat mengandung maksud „meminta dibelikan sepatu baru‟
jika disampaikan dalam konteks sepatu penutur sudah dalam kondisi rusak,
penutur baru pulang sekolah dan merasa malu dengan keadaan sepatu yang
dimilikinya, dan penutur mengetahui bahwa ibu sedang memiliki cukup uang
untuk membeli sepatu (misalnya, pada waktu tanggal muda). Sebaliknya,
tuturan tersebut dapat mengandung maksud „memamerkan sepatu kepada ibu‟
jika disampaikan dalam konteks penutur baru membeli sepatu bersama ayah,
sepatu itu cukup bagus untuk dipamerkan kepada ibu, dan penutur merasa lebih
cantik memakai sepatu baru tersebut.
20
Konteks pemakaian bahasa dapat dibedakan menjadi empat macam, yaitu
konteks fisik, konteks epistemis, konteks linguistik, dan konteks sosial (Imam
Syafii dalam Lubis, 2011:60). Konteks fisik (physical context) yang meliputi
tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang
disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para
peran dalam peritiwa komunikasi itu. Konteks epistemis (epistemic context)
atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara
ataupun pendengar. Konteks linguistik (linguistic context) yang terdiri atas
kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan
tertentu dalam peristiwa komunikasi. Sedangkan konteks sosial (social
context), yakni relasi sosial dan latar setting yang melengkapi hubungan antara
pembicara (penutur) dengan pendengar.
Keempat konteks tersebut saling memengaruhi kelancaran komunikasi. Ciri-
ciri konteks harus dapat diidentifikasi untuk menangkap pesan penutur.
Awalnya, lihat pentingnya pemahaman tentang konteks linguistik karena dapat
memahami dasar suatu komunikasi. Tanpa mengetahui struktur bahasa dan
wujud kalimat tentu tidak akan dapat berkomunikasi dengan baik. Pengetahuan
tentang struktur bahasa saja tidak cukup sehingga harus dilengkapi dengan
pengetahuan konteks fisiknya, yaitu di mana komunikasi itu terjadi, apa objek
yang dibicarakan, dan bagaimana tindakan penutur.
Kemudian, ditambah dengan pengetahuan tentang konteks sosial, yaitu
bagaimana hubungan antara penutur dan mitra tutur dalam “lingkungan
sosialnya”. Terakhir, pemahaman konteks epistemik harus dikuasai. Kalau
21
penutur mengemukakan (X) umpamanya dan mitra tutur tidak mengetahui apa
(X) itu, komunikasi akan terganggu. Hal tersebut seperti membicarakan tentang
kalimat dengan anak yang baru masuk SD. Tentu komunikasi akan macet
karena mitra tutur (anak tersebut) tidak memahami konteks epistemik tersebut.
D. Prinsip Kerja Sama
Percakapan dapat berjalan dengan lancar apabila terdapat aturan percakapan.
Dalam suatu percakapan, seseorang dituntut untuk menguasai kaidah-kaidah
percakapan sehingga percakapan dapat berjalan dengan lancar. Supaya
percakapan dapat berjalan dengan baik, maka pembicara harus menaati dan
memerhatikan prinsip-prinsip yang ada dalam percakapan. Satu di antara
prinsip percakapan tersebut adalah prinsip kerja sama.
Prinsip kerja sama adalah seperangkat asumsi atau tuturan yang mengatur suatu
pertuturan supaya peserta tutur bertutur secara efektif dan efisien (Yulaehah,
2012). Prinsip kerja sama harus dilakukan antara penutur dan mitra tutur dalam
sebuah percakapan. Hal itu dimaksudkan agar proses komunikasi berjalan
lancar. Prinsip ini mengatur apa yang harus dilakukan pesertanya agar
percakapan itu terdengar koheren. Prinsip kerja sama menurut Grice (1975:45)
berbunyi “Buatlah percakapan Anda sedemikian rupa sebagaimana diharapkan;
pada tingkatan percakapan yang sesuai dengan tujuan percakapan yang
disepakati atau oleh arah percakapan yang sedang Anda ikut.” Dalam hal ini,
sumbangan informasi harus sesuai dengan konteks tempat terjadinya
percakapan, tujuan percakapan, dan giliran percakapan yang terjadi.
22
Di dalam berbicara, penutur dan lawan tutur sama-sama menyadari bahwa ada
kaidah-kaidah yang mengatur tindakannya, penggunaan bahasanya, dan
interpretasi-interpretasinya terhadap tindakan dan ucapan lawan tuturnya. Allan
(Wijana dan Rohmadi, 2010:41) menyebutkan setiap peserta tindak tutur
bertanggung jawab terhadap tindakan dan penyimpangan terhadap kaidah
kebahasaan di dalam interaksi lingual itu. Di dalam kajian pragmatik prinsip itu
disebut maksim, yaitu berupa pernyataan ringkas yang mengandung ajaran atau
kebenaran. Prinsip kerja sama dibagi menjadi empat maksim yang berguna
bagi penutur dalam bertindak tutur. Hal itu agar semua yang disampaikannya
dapat dengan mudah dipahami dan tidak merugikan mitra tutur untuk mencapai
tujuan tuturan. Keempat maksim dalam prinsip kerja sama sebagai berikut.
1. Maksim Kuantitas
Maksim kuantitas pada hakikatnya peserta percakapan harus memberikan
informasi yang tepat dalam peristiwa tutur. Wijana dan Rohmadi (2010:42)
menyebutkan maksim kuantitas menghendaki setiap peserta pertuturan
memberikan kontribusi yang secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan oleh
mitra tuturnya. Maksim ini berprinsip bahwa informasi diberikan secara
informatif sesuai yang dibutuhkan dan jangan melebihi yang dibutuhkan.
Kuantitas menyangkut jumlah kontribusi terhadap koherensi percakapan.
Maksim ini mengarahkan kontribusi yang cukup memadai dari seorang penutur
dan petutur di dalam suatu percakapan. Grice (dalam Tarigan, 2009:38)
memberikan penjelasan maksim kuantitas dengan beberapa pernyataan sebagai
berikut:
23
(i) Buatlah simpulan Anda seinformatif mungkin;
(ii) Jangan membuat sumbangan Anda lebih informatif daripada yang
diinginkan.
Maksim kuantitas memberikan tekanan pada tidak dianjurkannya pembicara
untuk memberikan informasi lebih daripada yang diperlukan. Hal ini karena
informasi tersebut hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga. Selain itu,
kelebihan informasi tersebut dapat menimbulkan salah pengertian. Lebih
luasnya, Leech (dalam Rusminto, 2015:93) menyebutkan bahwa prinsip
kuantitas tidak hanya mengatur apa yang dituturkan, tetapi juga berlaku untuk
yang tidak dituturkan. Kondisi „diam‟ dapat menjadi suatu pilihan. Jadi,
maksim kuantitas berbunyi “jangan berbicara sama sekali kalau tidak terdapat
informasi yang perlu Anda sampaikan”. Sebagai contoh menurut Chaer
(2010:34), tuturan (1) telah menaati maksim kuantitas. Berbeda dengan tuturan
(2) yang tidak menaati maksim kuantitas. Tuturan (2) terdapat kata yang betina
yang tidak perlu sebab semua ayam yang bertelur sudah tentu ayam betina.
(1) Ayam saya telah bertelur.
(2) Ayam saya yang betina telah bertelur.
Pada intinya, menurut Grice (dalam Rusminto, 2010: 38) maksim kuantitas
dianalogikan dengan “Kalau saya memerlukan dua buah obeng, maka
kontribusi yang diharapkan adalah Anda memberi dua buah obeng, bukan tiga
atau satu.”
2. Maksim Kualitas
Wijana dan Rohmadi (2010:45) yang menyatakan bahwa maksim ini
mewajibkan setiap peserta percakapan hendaknya didasarkan pada bukti-bukti
yang memadai. Percakapan hendaknya didasari oleh kebenaran. Maksim
kualitas memiliki prinsip jangan mengatakan sesuatu yang diyakini tidak benar
24
dan jangan mengatakan sesuatu yang bukti kebenarannya kurang meyakinkan
atau kurang sahih. Maksim kualitas berisi nasehat untuk memberikan
kontribusi yang benar dengan bukti-bukti tertentu. Grice (dalam Tarigan,
2009:38) memberikan penjelasan maksim kualitas sebagai berikut:
(i) Jangan katakan apa yang Anda yakini salah;
(ii) Jangan katakan apa yang Anda tidak tahu persis.
Maksim ini menghendaki agar peserta pertuturan itu mengatakan hal yang
sebenarnya; hal yang sesuai dengan data dan fakta, kecuali kalau memang tidak
tahu. Sebagai contoh menurut Chaer (2010:34), tuturan (1) telah menaati
maksim kualitas, sedangkan tuturan (2) melanggar maksim kualitas karena A
mengatakan Bung Karno adalah presiden kedua Republik Indonesia.
(1) A: Coba kamu Ahmad, kota Makassar ada di mana?
B: Ada di Sulawesi Selatan, Pak.
(2) A: Deny, siapa presiden pertama Republik Indonesia?
B: Jendral Suharto, Pak!
A: Bagus, kalau begitu Bung Karno adalah presiden kedua.
Pada intinya, menurut Grice (dalam Rusminto, 2010:38) maksim kualitas
dianalogikan dengan “Kalau saya memerlukan gula untuk adonan kue, maka
saya tidak mengharapkan Anda memberikan garam atau tepung. Atau kalau
saya membutuhkan sendok teh, maka saya tidak mengharapkan Anda
memberikan sendok makan.”
3. Maksim Relevansi
Setiap peserta percakapan hendaknya memberikan tuturan yang relevan dengan
masalah pembicaraan. Maksim relevansi menyarankan penutur untuk
mengatakan apa-apa yang relevan. Dengan demikian, sama halnya dengan
mengikuti prinsip kerja sama yang akan menghasilkan tuturan bersifat
25
kooperatif. Sebaliknya, tidak mengikuti atau melanggar sama dengan tidak
menjalankan prinsip kerja sama yang akan menghasilkan tuturan yang tidak
kooperatif. Kontribusi penutur yang relevan dengan masalah yang dibicarakan
merupakan keharusan bagi penutur dalam mengikuti maksim relevansi ini.
Wijana dan Rohmadi (2010:46) menyebutkan bahwa maksim relevansi
mengharuskan setiap peserta percakapan memberikan kontribusi yang relevan
dengan masalah pembicaraan. Sebagai contoh perhatikan tuturan (1) dan (2)
berikut.
(1) A: Pak ada tabrakan motor lawan truk di pertigaan.
B: Yang menang apa hadiahnya?
(2) A: Pukul berapa sekarang, Bu?
B: Tukang koran baru lewat.
Tuturan (1) merupakan percakapan antara seorang ayah dengan anaknya. Bila
sang bapak sebagai peserta percakapan yang kooperatif, maka tidak
selayaknyalah ia mempersamakan peristiwa kecelakaan yang dilihat anaknya
dengan sebuah pertandingan atau kejuaraan. Agaknya, di luar maksud untuk
melucu kontribusi B sulit dicari hubungan implikasionalnya. Sedangkan
tuturan (2), B memang tidak secara eksplisit menjawab pertanyaan A tetapi
dengan memperhatikan kebiasaan tukang koran mengantarkan surat kabar atau
majalah kepada mereka, A dapat membuat inferensi pukul berapa ketika itu.
Terlihat penutur dan lawan tutur memiliki asusi yang sama sehingga hanya
dengan mengatakan Tukang koran baru lewat, A sudah merasa terjawab
pertanyaannya. Pada intinya, menurut Grice (dalam Rusminto, 2010:38)
maksim relevansi dianalogikan dengan “Bila saya sedang mencampur bahan-
bahan adonan kue maka saya tidak mengharapkan Anda memberikan kain
oven walaupun benda yang terakhir ini saya butuhkan pada saatnya nanti.”
26
4. Maksim Cara
Maksim cara sebagai bagian prinsip kerja sama menyarankan penutur untuk
mengatakan sesuatu dengan jelas. Chaer (2010:36) menyebutkan maksim
keempat ini mengharuskan penutur berbicara secara langsung, tidak kabur,
tidak taksa, tidak berlebih-lebihan, dan runtut. Berbicara dengan jelas berarti
penutur hendaknya mengupayakan tuturan yang jelas dapat didengar dan
maksud yang jelas pula. Oleh karena itu, maksim cara menyebutkan supaya
penutur bertutur dengan teratur, ringkas, dan jelas. Grice (dalam Tarigan,
2009:38) menjelaskan maksim cara sebagai berikut:
(i) Hindarilah ketidakjelasan ekspresi;
(ii) Hindarilah ketaksaan (ambiguitas);
(iii) Berilah laporan singkat (hindarilah laporan yang bertele-tele);
(iv) Tertib dan rapilah selalu.
Sebagai contoh, Chaer (2010:36) memberikan tuturan (1) belum menaati
maksim cara dan tuturan (2) telah menaati maksim cara berikut.
(1) A: Rumahmu di jalan Kencana?
B: Ya, benar!
A: Yang mana?
B: Yang pagarnya tidak hijau.
(2) A: Coba kamu Ahmad, kota Makassar ada di mana?
B: Ada di Sulawesi Selatan, Pak.
Tuturan (1) tidak menaati maksim cara karena informasi “Yang pagarnya tidak
hijau” tidak lugas dan tidak jelas. “Yang tidak hijau” bisa berarti yang biru,
yang kuning, atau pun yang merah. Sedangkan tuturan (2) pada jawaban dari B
telah disampaikan dengan lugas dan jelas. Tuturan (3) berikut juga telah
menaati maksim cara.
(3) A: Barusan kamu dari mana?
B: Dari belakang, habis b-e-r-a-k.
27
Pada tuturan (3) jawaban dari B telah melaksanakan maksim cara, yaitu dengan
mengeja huruf demi huruf kata berak. Hal ini dilakukan untuk menghindari
pengucapan kata tabu dan menjaga kesopanan. Dalam maksim ini, seorang
penutur juga diharuskan menafsirkan kata-kata yang digunakan oleh mitra
tuturnya secara taksa berdasarkan konteks-konteks pemakaiannya. Hal ini
didasari oleh prinsip bahwa ketaksaan tidak akan muncul bila kerja sama
antarpeserta tindak tutur selalu dilandaskan oleh pengamatan yang seksama
terhadap kriteria-kriteria pragmatik yang digariskan oleh Leech dengan konsep
situasi tuturnya. Pada intinya, menurut Grice (dalam Rusminto, 2010:38)
maksim cara dianalogikan dengan “Saya mengharapkan teman kerja saya
memahami kontribusi yang harus dilakukannya dan melaksanakan secara
rasional.”
Prinsip-prinsip kerja sama tersebut diasumsikan dalam interaksi normal.
Akibatnya penutur jarang menyebutkannya. Tetapi, ada beberapa jenis
ungkapan tertentu yang dipakai oleh penutur. Ungkapan tersebut digunakan
untuk menandai bahwa ungkapan-ungkapan itu berbahaya bila tidak
sepenuhnya mengikuti prinsip-prinsip itu. Jenis ungkapan-ungkapan itu disebut
sebagai pembatas (Yule, 2014:65).
E. Kick Andy
Kick Andy merupakan sebuah program pertelevisian dengan kemasan gelar
wicara di Metro Tv. Pemandu program gelar wicara tersebut adalah Andy
Flores Noya. Pria kelahiran Surabaya, 6 November 1960 ini berlatar belakang
profesi sebagai wartawan sekaligus pembawa acara pertelevisian Indonesia,
28
namun lebih dikenal ketika membawakan acara Kick Andy. Selain sebagai
pembawa acara, Andy F. Noya juga menjadi moderator namun ia bukan
menjadi bintang utama gelar wicara tersebut seperti kebanyakan acara gelar
wicara lainnya.
Kick Andy tayang setiap hari Jumat pukul 20.05 WIB dengan durasi 90 menit.
Tayangan ulang acara ini dapat disaksikan di hari Sabtu pukul 13.30 WIB.
Tema yang diangkat acara ini beragam dan tak lepas dari human interest. Kick
Andy menampilkan para narasumber dari tempat terpencil dengan karya dan
kisah hidup inspiratif. Cara pembicaraan di acara ini mirip dengan acara Oprah
oleh Oprah Winfrey di Amerika Serikat.
Kick Andy mulai tayang pada tanggal 1 Maret 2006 hingga sekarang. Acara ini
menghadirkan kisah kehidupan nyata yang informatif, edukatif, dan inspiratif.
Tamu yang dihadirkan tidak dibatasi oleh profesi sehingga banyak cerita seru
seputar kehidupan masyarakat seluruh Indonesia. Dalam pembawaannya,
pembawa acara Kick Andy mempunyai karakter dan gaya bahasa yang unik.
Pada setiap nilai pertanyaan bersifat langsung. Namun, tidak sarkastik malah
mengundang tawa dan para narasumber merasa nyaman ketika menjawab
pertanyaan. Kick Andy selalu membagi-bagikan buku gratis karangan orang
ternama dan best seller.
Kehadiran gelar wicara ini tidak hanya mengangkat kisah perjuangan hidup
seseorang dan menampilkannya supaya dilihat orang, tetapi juga memberikan
aksi nyata untuk membantu narasumbernya. Pada akhirnya, gelar wicara Kick
Andy menghasilkan acara turunan bertajuk Kick Andy Heroes, Kick Andy
29
Young Heroes, Kick Andy Hope, dan Kick Andy On Location. Kick Andy
Heroes merupakan acara turunan yang diselenggarakan setiap tahun sekali
dengan memberikan penganugerahan kepada sosok-sosok inspiratif yang
dianggap sebagai pahlawan dan diambil dari kalangan muda. Kick Andy Hope
merupakan acara turunan yang diselenggarakan setiap hari Jumat ketiga setiap
bulannya, berisi penyampaian motivasi dari orang-orang yang mampu bertahan
dalam kesulitan bahkan mencapai kesuksesan. Kick Andy On Location
merupakan acara turunan Kick Andy yang diambil langsung dari tempat
narasumber berada.
F. Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMA
Pembelajaran berbahasa Indonesia adalah pembelajaran tentang teori-teori
kebahasaindonesiaan dan cara pengunaannya yang efektif. Sementara itu,
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menyatakan bahwa kurikulum 2013
mata pelajaran bahasa Indonesia secara umum bertujuan agar peserta didik
mampu menyimak, mewicara, membawa, dan menulis. Menurut Permendikbud
Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan susasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik
secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual
keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta
keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa, dan negara.
Artinya, pembelajaran bahasa Indonesia sebagai suatu kegiatan pendidikan
dilakukan secara sadar dan terencana dalam mengoptimalisasi empat
keterampilan berbahasa peserta didik dan membelajarakan teori juga cara
pengunaan kebahasaindonesiaan.
30
Saat ini sistem pembelajaran di Indonesia dituntut untuk dapat mengikuti
perkembangan zaman. Sistem itu kenal dengan sebutan sistem pembelajaran
abad 21. Sistem pembelajaran abad 21 menjadi pola baru dalam kegiatan
belajar mengajar. Sistem tersebut menjadi suatu peralihan pembelajaran dari
kurikulum yang berpusat pada pendidik (teacher-centered learning) menjadi
berpusat pada peserta didik (student-centered learning). Kecakapan berpikir
dan belajar menjadi tuntutan utama dengan sistem ini guna memenuhi tuntutan
dunia masa depan. Kecakapan-kecakapan tersebut meliputi kecakapan
memecahkan masalah (problem solving), berpikir kritis (critical thinking),
kolaborasi (collaboration), dan komunikasi (communication).
Pembelajaran berpusat pada peserta didik menanamkan karakter pembelajaran
abad 21. Karakter-karakter tersebut dikenal dengan singkatan 4C yang meliputi
communication (komunikasi), collaboration (kolaborasi), critical thinking and
problem solving (berpikir kritis dan pemecahan masalah), dan creativity and
innovation (daya cipta dan inovasi). Pada karakter komunikasi peserta didik
dituntut untuk dapat memahami, mengelola, dan mencipta komunikasi efektif
dengan berbagai bentuk dan isi secara lisan, tulis, maupun multimedia dalam
mengutarakan gagasan pikiran dan perasaan. Selanjutnya, pada karakter
kolaborasi peserta didik dituntut untuk dapat memiliki kemampuan bekerja
sama dalam berkelompok, kepemimpinan, beradaptasi dengan berbagai peran
dan tanggungjawabnya, produktif, empati pada tempatnya, dan menghormati
persepektif yang berbeda. Kemudian, pada karakter berpikir kritis dan
pemecahan masalah peserta didik dituntut untuk mau berusaha menalar dan
membuat pilihan yang rumit serta memahami interkoneksi antarsistem hingga
31
mampu mengantarkan dirinya pada penyelesaian suatu masalah. Sementara itu,
pada karakter berdaya cipta dan berinovasi peserta didik diharapkan dapat
mengembangkan, melaksanakan, dan menyampaikan gagasan-gagasan baru
kepada orang lain, bersikap terbuka, dan responsif terhadap persepektif baru
juga berbeda.
Suatu proses pembelajaran memerlukan tujuan pembelajaran yang akan dicapai
dan komponen pembelajaran lain. Saat ini kehadiran sistem pembelajaran baru
turut menggeser tujuan pendidikan yang ada. Pada abad 19 dikenal sebagai era
industri. Pendidikan diselenggarakan untuk mempersiapkan manusia dalam
dunia sederhana, statis, dan dapat diramalkan. Peserta didik diharapkan dapat
melakukan berbagai kegiatan dengan perilaku rutinnya. Berbeda dengan
dengan abad 21 yang menjadi era pengetahuan. Pendidikan diselenggarakan
untuk mempersiapkan manusia dalam dunia pasang-surut, dinamis, tidak bisa
diramalkan, perilaku kreatif, kecerdasan individu yang unik dibebaskan, dan
inovator dilahirkan. Setiap individu dituntut untuk dapat hidup mandiri sebagai
peserta didik yang mandiri.
Tujuan pembelajaran menjadi satu komponen penting dari proses
pembelajaran. Tujuan pembelajaran yang jelas akan menentukan proses
pembelajaran guna mencapai tujuan tersebut. Agar tujuan pembelajaran
tersebut dapat tercapai dalam proses pembelajaran, terdapat komponen
pembelajaran yang saling berkaitan erat. Komponen-kompenen pembelajaran
itu, seperti strategi pembelajaran, materi pembelajaran, media pembelajaran,
evaluasi pembelajaran, pendidik, dan peserta didik.
32
Tidak hanya 4C yang dituntut oleh perkembangan sistem pembelajaran abad
21, tetapi juga kemampuan menyelesaikan masalah dengan kemampuan
menelaah dan mengaplikasikan pengetahuan terhadap berbagai situasi.
Kemampuan tersebut dikenal sebagai Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Menurut Saputra (2016:91), HOTS merupakan suatu proses berpikir peserta
didik dalam level kognitif yang lebih tinggi dengan dikembangkan dari
berbagai konsep juga metode kognitif dan taksonomi pembelajaran, seperti
metode problem solving, taksonomi bloom, dan taksonomi pembelajaran,
pengajaran, dan penilaian. Peserta didik dapat membedakan ide atau gagasan
secara jelas, berargumen dengan baik, mampu memecahkan masalah,
mengonstruksi penjelasan, berhipotesis, dan memahami hal-hal kompleks
menjadi lebih jelas (Widodo, 2013:162). Dengan demikian, HOTS menjadi
kemampuan peserta didik dalam menghubungkan, memanipulasi, dan
mengubah pengetahuan serta pengalaman yang sudah dimiliki secara kritis dan
kreatif dalam menentukan putusan penyelesaian masalah pada situasi baru.
Tujuan utama Higher Order Thinking Skills adalah meningkatkan kemampuan
berpikir peserta didik pada level yang lebih tinggi, terutama yang berkaitan
dengan kemampuan untuk berpikir secara kritis dalam menerima berbagai jenis
informasi, berpikir kreatif dalam memecahkan suatu masalah, menggunakan
pengetahuan yang dimiliki, serta membuat keputusan dalam situasi-situasi
yang kompleks (Saputra, 2016:91—91). Di sisi lain, menurut Krathwohl
(2002) dalam A Revision of Bloom’s Taxonomy menyatakan bahwa indikator
mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi, meliputi: menganalisis (C4),
yaitu kemampuan memisahkan konsep ke dalam beberapa komponen dan
33
menghubungkan satu sama lain untuk memeroleh pemahaman atas konsep
secara utuh; mengevaluasi (C5), yaitu kemampuan menetapkan derajat sesuatu
berdasarkan norma, kriteria atau patokkan tertentu; dan mencipta (C6), yaitu
kemampuan memadukan unsur-unsur menjadi sesuatu bentuk baru yang utuh
dan luas, atau membuat sesuatu yang orisinil.
Salah satu usaha menghadapi tuntutan abad 21 ialah mengembangkan
kemampuan atau keterampilan literasi. Literasi menjadi kemampuan atau
keterampilan dalam membaca dan menulis. Literasi diperkuat dalam
pendidikan karakter yang saat ini dikenal sebagai penguatan pendidikan
karakter (PPK) di Indonesia. Menurut Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 87 Tahun 2017, PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung
jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui
harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan
kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian
dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM). PPK menanamkan karakter
bagi peserta didik sebagai siswa berkarakter Indonesia dengan nilai-nilai
religius, nasionalis, integritas, mandiri, dan gotong-royong.
Saat ini kurikulum yang digunakan di Indonesia adalah kurikulum 2013 revisi
2018. Perubahan kurikulum tersebut sebagai upaya penyempurnaan kurikulum
sebelumnya. Kurikulum selanjutnya diimplikasikan pada kegiatan
pembelajaran di sekolah dalam silabus. Silabus merupakan acuan penyusunan
kerangka pembelajaran untuk setiap bahan kajian mata pelajaran. Menurut
Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016, silabus mencakup identitas mata
34
pelajaran, identitas sekolah, kompetensi inti, kompetensi dasar, tema, materi
pokok, pembelajaran, penilaian, alokasi waktu, dan sumber belajar. Silabus
tersebut dirumuskan ke dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).
Rencana pelaksanaan pembelajaran merupakan rencana kegiatan pembelajaran
tatap muka untuk satu pertemuan atau lebih. RPP dikembangkan dari silabus
untuk mengajarahkan kegiatan pembelajaran peserta didik dalam upaya
mencapai Kompetensi Dasar (KD). Terdapat beberapa komponen RPP dalam
kurikulum 2013 menurut Permendikbud Nomor 22 Tahun 2016 meliputi.
1. Identitas sekolah, yaitu nama satuan pendidikan.
2. Identitas mata pelajaran atau tema/subtema.
3. Kelas/semester.
4. Materi pokok.
5. Alokasi waktu ditentukan sesuai dengan keperluan untuk pencapaian KD
dan beban belajar dengan mempertimbangkan jumlah jam pelajaran yang
tersedia dalam silabus dan KD yang harus dicapai.
6. Tujuan pembelajaran yang dirumuskan berdasarkan KD dengan
menggunakan kata kerja opersional yang dapat diamati dan diukur, yang
mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.
7. Kompetensi dasar dan indikator pencapaian kompetensi.
8. Materi pembelajaran, memuat fakta, konsep, prinsip, dan prosedur yang
relevan, dan ditulis dalam bentuk butir-butir sesuai dengan rumusan
indikator ketercapaian kompetensi.
9. Metode pembelajaran, digunakan oleh pendidik untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik mencapai KD
35
yang disesuaikan dengan karakteristik peserta didik dan KD yang akan
dicapai.
10. Media pembelajaran, berupa alat bantu proses pembelajaran untuk
menyampaikan materi pelajaran.
11. Sumber belajar, dapat berupa buku, media cetak dan elektronik, alam
sekitar, atau sumber belajar lain yang relevan.
12. Langkah-langkah pembelajaran dilakukan melalui tahapan pendahuluan,
inti, dan penutup.
13. Penilaian hasil pembelajaran.
Adapun dalam menyusun RPP hendaknya memperhatikan prinsip-prinsip
berikut.
1. Perbedaan individual peserta didik antara lain kemampuan awal, tingkat
intelektual, bakat, potensi, minat, motivasi belajar, kemampuan sosial,
emosi, gaya belajar, kebutuhan khusus, kecepatan belajar, latar belakang
budaya, norma, nilai, dan/atau lingkungan peserta didik.
2. Partisipasi aktif peserta didik.
3. Berpusat pada peserta didik untuk mendorong semangat belajar, motivasi,
minat, kreativitas, inisiatif, inspirasi, inovasi, dan kemandirian.
4. Pengembangan budaya membaca dan menulis yang dirancang untuk
mengembangkan kegemaran membaca, pemahaman beragam bacaan, dan
berekspresi dalam berbagai bentuk tulisan.
36
5. Pemberian umpan balik dan tindak lanjut RPP memuat rancangan
program pemberian umpan balik positif, penguatan, pengayaan, dan
remedi.
6. Penekanan pada keterkaitan dan keterpaduan antara KD, materi
pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator pencapaian kompetensi,
penilaian, dan sumber belajar dalam satu keutuhan pengalaman belajar.
7. Mengakomodasi pembelajaran tematik-terpadu, keterpaduan lintas mata
pelajaran, lintas aspek belajar, dan keragaman budaya.
8. Penerapan teknologi informasi dan komunikasi secara terintegrasi,
sistematis, dan efektif sesuai dengan situasi dan kondisi.
Berikutnya ialah pelaksanaan pembelajaran. Menurut Permendikbud Nomor
22 Tahun 2016, pelaksanaan pembelajaran merupakan implementasi dari RPP,
meliputi kegiatan pendahuluan, inti, dan penutup sebagai berikut.
1. Kegiatan Pendahuluan
Dalam kegiatan pendahuluan guru wajib melakukan hal-hal berikut.
a. Menyiapkan peserta didik secara psikis dan fisik untuk mengikuti proses
pembelajaran.
b. Memberi motivasi belajar peserta didik secara kontekstual sesuai manfaat
dan aplikasi materi ajar dalam kehidupan sehari-hari, dengan memberikan
contoh dan perbandingan lokal, nasional dan internasional, serta
disesuaikan dengan karakteristik dan jenjang peserta didik.
c. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang mengaitkan pengetahuan
sebelumnya dengan materi yang akan dipelajari.
37
d. Menjelaskan tujuan pembelajaran atau kompetensi dasar yang akan
dicapai.
e. Menyampaikan cakupan materi dan penjelasan uraian kegiatan sesuai
silabus.
2. Kegiatan Inti
Kegiatan inti menggunakan model pembelajaran, metode pembelajaran, media
pembelajaran, dan sumber belajar yang disesuaikan dengan karakteristik
peserta didik dan mata pelajaran. Pemilihan pendekatan tematik dan/atau
tematik terpadu dan/atau saintifik dan/atau inkuiri (discovery/inquiry learning)
dan penyingkapan (discovery) dan/atau pembelajaran yang menghasilkan
karya berbasis masalah (project based learning) disesuaikan dengan
karakteristik kompetensi dan jenjang pendidikan dan/atau berbasis proyek
(project based laerning).
a. Sikap
Sesuai dengan karakteristik sikap, maka salah satu alternatif yang dipilih
adalah proses afeksi mulai dari menerima, menjalankan, menghargai,
menghayati, hingga mengamalkan. Seluruh aktivitas pembelajaran
berorientasi pada tahapan kompetensi yang mendorong peserta didik untuk
melakuan aktivitas tersebut.
b. Pengetahuan
Pengetahuan dimiliki melalui aktivitas mengetahui, memahami,
menerapkan, menganalisis, mengevaluasi, hingga mencipta. Karakteritik
aktivitas belajar dalam domain pengetahuan ini memiliki perbedaan dan
kesamaan dengan aktivitas belajar dalam domain keterampilan. Guna
38
memperkuat pendekatan saintifik, tematik terpadu, dan tematik sangat
disarankan untuk menerapkan belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning). Guna mendorong peserta didik
menghasilkan karya kreatif dan kontekstual, baik individual maupun
kelompok, disarankan yang menghasilkan karya berbasis pemecahan
masalah (project based learning).
c. Keterampilan
Keterampilan diperoleh melalui kegiatan mengamati, menanya, mencoba,
menalar, menyaji, dan mencipta. Seluruh isi materi (topik dan sub topik)
mata pelajaran yang diturunkan dari keterampilan harus mendorong
peserta didik untuk melakukan proses pengamatan hingga penciptaan.
Guna mewujudkan keterampilan tersebut perlu melakukan pembelajaran
yang menerapkan modus belajar berbasis penyingkapan/penelitian
(discovery/inquiry learning) dan pembelajaran yang menghasilkan karya
berbasis pemecahan masalah (project based learning).
3. Kegiatan Penutup
Dalam kegiatan penutup, guru bersama peserta didik baik secara individual
maupun kelompok melakukan refleksi untuk mengevaluasi:
a. seluruh rangkaian aktivitas pembelajaran dan hasil-hasil yang diperoleh
untuk selanjutnya secara bersama menemukan manfaat langsung maupun
tidak langsung dari hasil pembelajaran yang telah berlangsung;
b. memberikan umpan balik terhadap proses dan hasil pembelajaran;
c. melakukan kegiatan tindak lanjut dalam bentuk pemberian tugas, baik
tugas individual maupun kelompok; dan
39
d. menginformasikan rencana kegiatan pembelajaran untuk pertemuan
berikutnya.
Setelah memahami pembelajaran bahasa Indonesia, sistem pembelajaran abad
21, kurikulum 2013, komponen pembelajaran, silabus, dan RPP beserta
komponen RPP, prinsip penyusunannya serta kegiatan pembelajaran, materi
pembelajaran dapat mulai diajarkan kepada peserta didik. Implikasi penaatan
dan pelanggaran prinsip kerja sama pada pembelajaran bahasa Indonesia SMA
kelas X dengan KD dapat diuraikan sebagai berikut.
3.12 Menghubungkan permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat untuk menemukan esensi dari
debat.
4.12 Mengonstruksi permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen beberapa
pihak dan simpulan dari debat secara lisan untuk menunjukkan esensi
dari debat.
Debat merupakan suatu argumen untuk menentukan baik tidaknya suatu usul
tertentu yang didukung oleh satu pihak yang disebut pendukung atau afirmatif
dan ditolak atau disangkal oleh satu pihak yang disebut penyangkal atau
negatif (Tarigan, 2008:92). Biasanya ada dua tim yang masing-masing
memunyai tiga orang anggota. Setelah batasan setiap istilah ditentukan.
Kemudian, kedua tim mempersiapkan laporan-laporan singkat mereka yang
ada kaitannya dengan masalah-masalah yang bersangkutan. Pembicara
pertama mengemukakan kasus bagi afirmatif serta menyatakan masalah-
40
masalah yang harus dipertahankan oleh kedua rekannya. Begitu pula pihak
negatif pun membuat persiapan yang sama.
Seorang pembicara, penangkis, atau penyangkal pun dipilih dari tiap pihak.
Setelah pidato resmi disajikan, para pembicara penangkis pun mengemukakan
sangkalan-sangkalan mereka. Suatu persiapan yang matang sangat jelas
diperlukan. Persiapan debat menjadi tugas kelompok. Setiap anggota tim harus
ikut serta dan mengambil bagian dalam telaah dan riset data untuk mendukung
argumen. Langkah pertama adalah pemilihan serta susunan kata pengutaraan
usul.
Ketika pihak-pihak negatif dan afirmatif telah terpilih, maka setiap tim
mulailah menbuat persiapan. Istilah-istilah yang digunakan harus dibatasi
dengan jelas dan asal-usul serta sejarah pokok pembicaraan harus ditelaah.
Dengan demikian, setiap anggota tim dapat menyusun organisasi bahan-bahan
bagi permasalahan yang akan dipertahankan. Telaah dan riset dalam debat
memberi nilai bagi bahan yang disajikan.
Sang pendebat harus menemui penunjang yang menarik dan memunyai kaitan
langsung terhadap masalah yang dikemukakannya, membuat catatan yang
memadai untuk menunjang pernyajian laporan singkat. Hal tersebut menjadi
tugas semua anggota. Persiapan pendahuluan bagi tangkisan atau bantahan
harus dibuat dengan baik, tetapi pembicara harus siap menyesuaikan bahannya
untuk tuntutan situasi. Sang pendebat harus bersikap sebaik mungkin dan siap
sedia menyesuaikan bahannya untuk menemui serta menangkis argumen-
argumen yang dikemukakan lawannya.
41
Berdasarkan hal tersebut, dalam pembelajaran bahasa Indonesai tampak bahwa
terdapat materi yang dapat dikaitkan dengan penaatan dan pelanggaran prinsip
kerja sama yang dapat membantu peserta didik mengimplikasikan
pengetahuan mereka dalam percakapan. Guru dapat menggunakan hasil
penelitian ini sebagai contoh-contoh percakapan dalam materi debat. Sebelum
peserta didik melakukan praktik debat, guru dapat memberikan hasil penelitian
ini sebagai contoh tentang penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama.
Dengan demikian, peserta didik akan paham penaatan dan pelanggaran prinsip
kerja sama serta bagaimana seharusnya menaati prinsip tersebut. Pada
akhirnya, peserta didik diharapkan dapat melakukan praktik debat dengan
menerapkan pengetahuan mereka tentang prisip kerja sama dalam debat.
42
III. METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Tujuan penelitian ini ialah mendeskripsikan prinsip kerja sama yang terdapat
dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin Tapi Cumlaude. Guna mencapai
tujuan tersebut digunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian
kualitatif digunakan karena penelitian ditetapkan tidak hanya berdasarkan
variabel penelitian, tetapi juga keseluruhan situasi sosial yang diteliti yang
meliputi aspek tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang
berinteraksi secara sinergis (Sugiyono, 2018:207). Dengan demikian, metode
deskriptif kualitatif menggambarkan ciri-ciri dan data secara akurat sesuai
dengan sifat ilmiah itu sendiri. Penulis menggunakan metode penelitian
deskriptif kualitatif (qualitative descriptive reseacrh) sebab menekankan
interpretasi dalam meneliti. Hal-hal yang diteliti tidak diukur dengan angka,
melainkan uraian atau deskripsi.
Peneliti akan menggambarkan dan menganalisis setiap individu dalam
percakapan yang dituturkannya melalui pendekatan kualitatif. Kemudian,
melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha menggambarkan secara jelas
dan sistematis pemahaman percakapan yang dituturkan. Dengan demikian,
pendekatan deskriptif kualitatif ini dinilai dapat mendeskripsikan penaatan dan
43
pelanggaran prinsip kerja sama guna memberikan gambaran secara objektif
tentang prinsip kerja dalam gelar wicara Kick Andy di Metro TV.
B. Data dan Sumber Data
Sumber data berupa video dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin Tapi
Cumlaude yang tayang pada tanggal 27 Maret 2015 dengan durasi selama 90
menit. Data dalam penelitian ini ialah percakapan dalam gelar wicara Kick
Andy episode Miskin Tapi Cumlaude. Pada episode ini, Andy F. Noya sebagai
pembawa acara menghadirkan dua orang bintang tamu bernama Angga Dwituti
Lestari dan Mochammad Najmul Afad. Data diambil dalam penelitian ini
adalah tuturan lisan peserta tutur (kedua bintang tamu dan pembawa acara)
dalam kaitannya dengan penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama yang
terdiri atas empat maksim, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan
cara. Data diperoleh melalui pengamatan dan pencatatan percakapan dalam
video. Kemudian, data-data tersebut akan dianalisis berdasarkan prinsip
percakapan, yaitu prinsip kerja sama.
C. Teknik Pengumpulan dan Analisis Data
Penelitian ini menggunakan teknik simak, yaitu memeroleh data dengan
menyimak percakapan. Lalu, dalam praktik selanjutnya diikuti dengan teknik
lanjutan berupa simak bebas libat cakap dan teknik catat. Pada teknik simak
bebas libat cakap peneliti tidak terlibat dalam percakapan. Peneliti hanya
menyimak percakapan dialog antarpenutur. Selanjutnya, teknik catat dengan
mentranskripsikan dan mencatat tuturan dalam video.
44
Teknik analisis data merupakan upaya yang dilakukan mengklasifikasikan dan
mengelompokkan data. Pada tahap ini dilakukan upaya mengelompokkan,
menyamakan, dan membedakan data, serta menyisihkan pada kelompok lain
data yang serupa, tetapi tidak sama (Mahsun, 2015: 229). Teknis analisis data
pada penelitian ini menggunakan analisis teks percakapan. Pada penelitian ini
dapat dilakukan dengan tahap-tahap yang dijabarkan melalui kegiatan-kegiatan
sebagai berikut.
1. Mengunduh video gelar wicara Kick Andy episode Miskin Tapi Cumlaude
dari YouTube.
2. Menyimak video gelar wicara Kick Andy episode Miskin Tapi Cumlaude
yang telah diunduh.
3. Mentranskripsikan percakapan video gelar wicara Kick Andy episode
Miskin Tapi Cumlaude yang telah disimak ke dalam bentuk tulisan.
4. Mengidentifikasi tuturan yang mengandung penaatan dan pelanggaran
prinsip kerja sama.
5. Mengklasifikasikan data penaatan ke dalam empat maksim, yaitu maksim
kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara serta
memberi nomor data.
6. Mengklasifikasikan data pelanggaran ke dalam empat maksim, yaitu
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara
serta memberi nomor data.
7. Mendeskripsikan data yang telah diklasifikasikan.
8. Menarik simpulan.
9. Mengimplikasikan penaatan dan pelanggaran prinsip kerja sama dalam
45
gelar wicara Kick Andy episode Miskin Tapi Cumlaude terhadap
pembelajaran bahasa Indonesia di SMA pada kompetensi dasar (KD)
sebagai berikut.
3.12 Menghubungkan permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat untuk menemukan esensi dari
debat, peserta didik diharapkan dapat memahami permasalahan, baik
dari sudut pandang maupun argumen beberapa pihak hingga mampu
menyimpulkan esensi debat tersebut.
4.12 Mengonstruksi permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen
beberapa pihak dan simpulan dari debat secara lisan untuk
menunjukkan esensi dari debat, peserta didik diharapkan dapat
membangun pemahaman terhadap permasalahan, baik dari sudut
pandang maupun argumen beberapa pihak hingga mampu melisankan
simpulan yang didapatkan dari esensi debat tersebut.
Agar data penelitian dapat dianalisis dengan lebih mudah diperlukan indikator
untuk menentukannya. Indikator tersebut diambil dari pengertian mengenai
maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi, dan maksim cara.
Adapun indikator yang dimaksud adalah sebagai berikut.
46
Tabel 3.1 Indikator Penaatan Prinsip Kerja Sama
No. Maksim Prinsip
Kerja Sama
Indikator
1. Maksim Kuantitas Peserta tutur memberikan informasi dalam
jumlah yang tepat, tidak berlebihan atau
tidak terlalu sedikit.
2. Maksim Kualitas Peserta tutur memberikan informasi benar,
terbukti kebenarannya, terpercaya, emosi,
gestur, mimik, dan intonasi yang
mendukung.
3. Maksim Relevansi Peserta tutur memberikan informasi yang
sesuai dengan percakapan sebelum dan
sesudah pada konteks.
4. Maksim Cara Peserta tutur memberikan informasi secara
teratur, ringkas, jelas, dan tidak ambigu.
(Grice dalam Rusminto, 2015:93—94)
Guna menentukan pelanggaran prinsip kerja sama yang terjadi dalam gelar
wicara Kick Andy episode Miskin Tapi Cumlaude diperlukan juga indikator
untuk memudahkan menganalisis data. Berikut indikator pelanggaran prinsip
kerja sama.
Tabel 3.2 Indikator Pelanggaran Prinsip Kerja Sama
No. Maksim Prinsip
Kerja Sama
Indikator
1. Maksim Kuantitas Peserta tutur memberikan informasi secara
berlebihan atau terlalu sedikit.
2. Maksim Kualitas Peserta tutur memberikan informasi tidak
terbukti kebenarannya, bohong, dan
kurang dapat dipercaya.
3. Maksim Relevansi Peserta tutur memberikan informasi yang
tidak sesuai dengan topik, basi-basi secara
berlebihan, dan bergurau secara
berlebihan.
4. Maksim Cara Peserta tutur memberikan informasi secara
berbelit-belit, tidak runtut dan jelas, dan
ambigu.
(Grice dalam Rusminto, 2015:93—94)
99
V. SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai prinsip kerja sama dalam gelar wicara Kick
Andy episode Miskin tapi Cumlaude di Metro Tv ditemukan data berupa penaatan
dan pelanggaran. Penaatan dan pelanggaran ini mencakup semua maksim yang ada
dalam prinsip kerja sama, yaitu maksim kuantitas, kualitas, relevansi, dan cara.
Jumlah data yang diperoleh dalam penelitian ini sebanyak 237 data. Pada gelar
wicara Kick Andy episode Miskin tapi Cumlaude di Metro Tv penaatan prinsip
kerja sama lebih banyak ditemukan daripada pelanggaran prinsip kerja sama. Data
penaatan prinsip kerja sama ditemukan sebanyak 184 data, sedangkan data
pelanggaran sebanyak 53 data. Berikut disajikan simpulan hasil penelitian.
1. Penaatan prinsip kerja sama dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin tapi
Cumlaude di Metro Tv biasanya dilakukan oleh penutur saat berada pada
konteks serius. Misalnya, ketika pembawa acara sedang memberikan
pertanyaan kepada narasumber dan menjelaskan sesuatu. Begitupun penaatan
prinsip kerja sama oleh narasumber yang dilakukan ketika menjawab
pertanyaan dan menjelaskan sesuatu kepada pembawa acara. Maksim paling
banyak ditaati, yaitu maksim kuantitas sejumlah 122 data, sedangkan paling
100
sedikit ditaati, yaitu maksim kualitas sejumlah 19 data. Penaatan maksim
relevansi sebanyak 23 data dan cara sebanyak 20 data.
2. Pelanggaran prinsip kerja sama dalam gelar wicara Kick Andy episode Miskin
tapi Cumlaude di Metro Tv ada yang disengaja dan tidak disengaja.
Pelanggaran yang disengaja adalah kesengajaan penutur (pembawa acara,
narasumber, maupun bintang tamu) dalam menyimpangkan atau melanggar
maksim prinsip kerja sama. Hal tersebut dilakukan untuk memunculkan
implikatur, seperti membuat penasaran, kelucuan, menyindir, melebih-
lebihkan, memberikan nasihat, mencairkan suasana, dan mencari perhatian.
Pelanggaran yang disengaja ini tidak menimbulkan kesalahpahaman antara
penutur dan mitra tutur sebab pemahaman yang sama terhadap konteks. Hal
tersebut justru menambah kesan akrab, daya tarik, lucu, dan menghibur
penonton. Sementara itu, pelanggaran yang tidak disengaja merupakan
ketidaktahuan penutur bahwa telah melanggar maksim prinsip kerja sama.
Maksim pelanggaran paling banyak, yaitu maksim relevansi sebanyak 34 data,
sedangkan paling sedikit, yaitu maksim kualitas sebanyak 2 data. Pelanggaran
maksim kuantitas sebanyak 6 data dan cara sebanyak 11 data.
3. Hasil penelitian ini dapat diimplikasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia
di sekolah menengah atas (SMA), yaitu pada materi debat sebagai contoh
percakapan yang menaati dan melanggar prinsip kerja sama dalam menyusun
argumen atau tanggapan agar sesuai mosi debat secara lisan. Hal tersebut
dengan cara dituangkan dalam skenario pembelajaran dan dirinci pada RPP
sintak model pembelajaran discovery learning. Materi ini terdapat pada KD
101
3.12 Menghubungkan permasalahan/isu, sudut pandang dan argumen beberapa
pihak dan simpulan dari debat untuk menemukan esensi dari debat dan 4.12
Mengonstruksi permasalahn/isu, sudut pandang dan argumen beberapa pihak,
dan simpulan dari debat secara lisan untuk menunjukkan esensi dari debat.
Peserta didik melalui pembelajaran prinsip kerja sama ini diharapkan mampu
menghubungkan, memahami, dan menyimpulkan suatu permasalahan dengan
beragumen secara lisan dari sudut pandang tertentu untuk menemukan esensi
debat.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah disajikan pada bagian
terdahulu. Berikut saran yang dapat disampaikan oleh penulis.
1. Pendidik bahasa Indonesia kiranya dapat memanfaatkan hasil penelitian ini
dalam pembelajaran debat.
2. Peneliti yang berminat pada kajian yang sama dipersilakan meneliti prinsip
percakapan lain, yaitu prinsip kesantunan dan ironi.
3. Bagi peserta didik dapat menerapkan prinsip kerja sama pada pembelajaran
teks debat.
102
DAFTAR PUSTAKA
Aslinda, L.S. (2010). Pengantar Sosiolinguistik. Refika Aditama, Bandung. 129 hlm.
Austin, J.L. 1962. How to Do Things with Words. Oxford University Press, London. 167 hlm.
Chaer, Abdul. 2010. Kesantunan Berbahasa. Rineka Cipta, Jakarta. 120 hlm.
Dinni, Husna Nur. 2018. HOTS (Higher Order Thinking Skills) dan Kaitannya dengan
Kemampuan Literasi Matematika. Universitas Negeri Semarang, Semarang. 170 hlm.
Dipodjojo, A. 1982. Komunikasi Lisan. PD. Lukman, Yogyakarta.
Fistin, Lidanti. 2013. Penerapan Prinsip Percakapan dalam Talkshow Bukan Empat Mata
Trans7 dan Implikasinya Universitas Lampung, Bandarlampung. Volume 1, Nomor 6.
Grice, H.P. 1975. Logic and Conversation. Academic Press, New York.
Hamdani. 2016. Kesantunan Berbahasa pada Debat Politik di Tv One dan Implikasinya
sebagai Bahan Ajar di SMA. Universitas Lampung, Bandarlampung. Volume 5,
Nomor 2.
Hardjana, Agus M. 2003. Komunikasi Interpersonal dan Komunikasi Intrapersonal. Penerbit
Kanisius, Yogyakarta. 121 hlm.
Janurwati, Umi. 2013. Prinsip Kerja Sama Tuturan Antartokoh dalam Novel Ranah 3 Warna
Karya Ahmad Fuadi dan Implikasinya Terhadap Pembelajaran Bahasa di SMA.
Universitas Lampung, Bandarlampung. Volume 1, Nomor 5.
Kemendikbud. 2003. Sistem Pendidikan Nasional.
. 2016. Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah.
. 2016. Standar Isi Pendidikan Dasar dan Menengah.
. 2018. Kurikulum 2013.
. 2018. Kompetensi Inti dan Kompetensi Dasar Pelajaran Pada Kurikulum 2013
Pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan Menengah.
Keraf, Gorys. 1984. Diksi dan Gaya Bahasa. PT. Gramedia Pustaka, Jakarta. 155 hlm.
103
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Linguistik. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. 314
hlm.
Levinson, Stephen C. 1983. Pragmatics. Cambridge University Press, Cambridge. 100 hlm.
Lubis, A. Hamid Hasan. 2011. Analisis Wacana Pragmatik. Angkasa, Bandung. 122 hlm.
Mahsun. 2005. Metode Penelitian Bahasa. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. 178 hlm.
Nadar, F.X. 2013. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Graha Ilmu, Yogyakarta. 260 hlm.
Oka, I.G.N. (1994). Linguistik Umum/I.G.N. Oka, Suparno. Proyek Pembinaan dan
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan Dikti, Jakarta. 248 hlm.
Perpres. 2017. Penguatan Pendidikan Karakter.
Rahmawati, Ida Yeni. 2016. Analisis Teks dan Konteks pada Kolom Opini “Latihan Bersama
Al Komodo 2014” Kompas. Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Ponorogo. Volume
5.
Rohmadi, Muhammad. 2004. Pragmatik: Teori dan Analisis. Lingkar Media, Yogyakarta.
132 hlm.
Rusminto, Nurlaksana Eko. 2015. Analisis Wacana Kajian Teoritis dan Praktis. Graha Ilmu,
Bandarlampung. 120 hlm.
Sari, Mustavida. 2017. Prinsip Kerja Sama Pada Ini Talkshow di Net TV dan Implikasinya
Terhadap Pembelajaran Bahasa Indonesia di SMP. Universitas Lampung,
Bandarlampung. Volume 5, Nomor 1
Saputra, Hatta. 2016. Pengembangan Mutu Pendidikan Menuju Era Global: Penguatan Mutu
Pembelajaran dengan Penerapan HOTS (Higher Order Thinking Skills). SMILE’s
Publishing, Bandung. 178 hlm.
Sugiyono. 2018. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Alfabeta, Bandung. 334
hlm.
Tarigan, Henry Guntur. 2008. Berbicara sebagai Suatu Keterampilan Berbahasa. Angkasa,
Bandung. 120 hlm.
. 2009. Pengajaran Pragmatik. Angkasa, Bandung. 167 hlm.
Verhaar, J.M.W. 1999. Asas-Asas Linguistik Umum. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. 412 hlm.
Widodo, T dan Kadarwati, S. 2013. Higher Order Thingking Berbasis Pemecahan Masalah
untuk Meningkatkan Hasil Belajar Berorientasi Pembentukkan Karakter Siswa. Cakrawala
Pendidikan 31 (1), 161-171.
Wijana, I Dewa Putu dan Muhammad Rohmadi. 2010. Analisis Wacana Pragmatik (Kajian
104
Teori dan Analisis). Yuma Pustaka, Surakarta. 314 hlm.
Yulaehah, Fikri. 2012. Analisis Prinsip Kerja Sama pada Komunikasi Facebook. Volume 1,
Nomor 9.
Yule, George. 2014. Pragmatik. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. 240 hlm.