Prevalensi Kejadian Nyeri Punggung Bawah
description
Transcript of Prevalensi Kejadian Nyeri Punggung Bawah
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah salah satu masalah
kesehatan yang umum dijumpai dalam masyarakat industri. Kondisi yang
tidak mengenakan atau nyeri kronik minimal keluhan 3 bulan disertai adanya
keterbatasan aktivitas yang diakibatkan nyeri apabila melakukan pergerakan
atau mobilisasi (Helmi, 2014).
Menurut Charted Institute of Personal and Development pada tahun
2009, di Inggris salah satu alasan ketidakhadiran kerja adalah karna kejadian
nyeri punggung bawah (Low Back Pain) pada karyawan di mana angka
kejadiannya sekitar 3,5 juta hari kerja mengalami ketidakhadiran karyawan
dengan alasan karna gangguan muskuloskletal terutama masalah nyeri
punggung bawah (Low Back Pain) (Health and Safety Executive, 2009).
Prevalensi nyeri Muskuloskletal termasuk Low Back Pain di
deskripsikan sebagai sebuah epidemik. Sekitar 80 persen dari populasi
pernah menderita nyeri punggung bawah paling tidak sekali dalam hidupnya.
(Delitto et al., 2012).
Prevalensi penyakit Muskuloskletal di Indonesia berdasarkan pernah di
diagnosis oleh tenaga kesehatan yaitu 11,9 persen dan berdasarkan diagnosis
atau gejala yaitu 24,7 persen (Riskesdas, 2013)
Prevalensi penyakit Muskuloskletal tertinggi berdasarkan pekerjaan
adalah pada petani, nelayan, dan buruh yaitu 31,2 persen (Riskesdas, 2013)
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) pada pekerja pada umumnya
dimulai pada usia dewasa muda dengan puncak prevalensi pada kelompok
usia 45-65 tahun dengan sedikit perbedaan berdasarkan jenis kelamin
(University of Michigan Health System, 2007).
Kebanyakan nyeri punggung bawah (Low Back Pain) disebabkan oleh
dua faktor yaitu: (1) faktor mekanik, itu di karenakan kelainan anatomi yang
berupa ketidaksamaan panjang tungkai, perubahan struktur tulang belakang,
spondilitis, fraktur vetebra, (2) faktor nonmekanik, itu di karenakan penyakit
yang didapat seperti syndrome neurologis, osteoporosis, neoplasma,
gangguan ginjal (Helmi, 2014).
Penyebab mekanik nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
menyebabkan nyeri mendadak yang timbul setelah posisi mekanis yang
merugikan. Nyeri nonmekanik merupakan suatu peringatan karena mungkin
menunjukkan adanya suatu kondisi terselubung seperti adanya suatu
keganasan ataupun infeksi (Helmi, 2014).
Cedera punggung di karenakan kegiatan kerja yang dilakukan pekerja
yang bersifat statis, seperti duduk lama, berdiri, mendorong, menarik beban,
serta penggunan peralatan yang tidak sesuai dengan pekerjaan sangat
berpengaruh bagi kinerja (Bimariotejo, 2009)
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul prevalensi kejadian nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
pada penjahit PT. Gimli di area Sewing.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas maka dapat dirumuskan
masalah sebagai berikut: “Bagaimana angka kejadian nyeri punggung bawah
(Low Back Pain) pada penjahit PT. Gimli di area Sewing pada tahun 2015?”.
C. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui prevalensi nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
pada penjahit PT. Gimli di area Sewing dengan menggunakan kuesioner.
D. Manfaat Penelitian
1. Peneliti
Untuk mengetahui pengetahuan penulis tentang prevalensi nyeri
punggung bawah (Low Back Pain) pada penjahit PT. Gimli di area
Sewing pada tahun 2015.
2. Institusi Peneliian
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur ilmiah untuk
penelitian selanjutnya tentang prevalensi nyeri punggung bawah (Low
Back Pain) pada penjahit PT. Gimli di area Sewing pada tahun 2015.
3. Karyawan PT. Gimli di area Sewing
Peningkatan pengetahuan tentang prevalensi nyeri punggung bawah
(Low Back Pain) pada penjahit PT. Gimli di area Sewing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Ergonomi
Istiah ergonomi (ergonomics) berasal dari kata ergo (Yunani) yang
berarti kerja. Dalam hal ini pengertian yang dipakai cukup luas, termasuk
faktor lingkungan kerja dan metode kerja, sedangkan International
Labour (ILO) mendefinisikan ergonomi sebagai berikut : penerapan ilmu
biologi manusia sejalan dengan ilmu rekayasa untuk mencapai
penyesuaian bersama antara pekerjaan dan manusia secara optimal
dengan tujuan agar bermanfaat demi efisiensi dan kesejahteraan.
Ergonomi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masalah
manusia dalam kaitan dengan pekerjaannya. Atau, satu upaya dalam
bentuk ilmu, teknologi dan seni untuk menyerasikan peralatan, mesin,
pekerjaan, sistem, organisasi dan lingkungan dengan kemampuan,
keahlian dan keterbatasan manusia, sehingga tercapai satu kondisi dan
lingkungan yang sehat, aman dan nyaman, efisien dan produktif, melalui
pemanfaatan fungsional tubuh manusia secara optimal dan maksimal.
(Kroemer and Grandjean, 1997).
Dari beberapa pendapat tersebut, istilah ergonomi sesuai dengan
makna dasar, yaitu ergon atau kerja (work) dan nomos atau hukum-
hukum alam (natural laws). Oleh karena itu, dalam pendekatan ergonomi
memerlukan keselarasan antara kemampuan tubuh dan pekerjaan. Sikap
tubuh serta aktivitas tertentu terhadap alat kerja, berpotensi menimbulkan
sesuatu gangguan kesehatan, bahkan penyakit. Hal ini bukan berarti
pemacuan atau peningkatan kemampuan tubuh berpotensi menimbulkan
gangguan. Biasanya apabila menghendaki peningkatan kemampuan
tubuh, maka bebrapa hal sekitar lingkungan kerja, misalnya alat kerja,
lingkungan fisik, posisi gerak, perlu dimodifikasi atau di desain sesuai
dengan kemampuan tubuh tenaga kerja. Demikian pula sebaliknya, jika
alat kerja dan lingkungan fisik tidak sesuai dengan kemampuan alamiah
tenaga kerja, hasil erja tidak optimal, bahkan berpotensi mengakibatkan
penyakit akibat kerja (Anies)
2.2 Prinsip Ergonomi
Ergonomi dapat digunaka dalam menelaah sistem manusia dan
produksi yang kompleks. Hal ini berlaku baik dalam industri maupun
sektor informal. Dengan mengetahui prinsip ergonomi tersebut dapat
ditentukan pekerjaan apa yang sesuai bagi tenaga kerja atau kontruksi
alat seperti apa yang layak digunakan agar mengurangi kemungkinan
keluhan dan menunjang produktivitas (Anies)
Banyak sekali prinsip ergonomi yang harus diterapkan, untuk
mencari keserasian antara tenaga kerja dan alat (Kroemer and Grandjean,
1997). Namun berikut ini dikemukakan contoh beberapa prinsip
ergonomi sebagai pegangan:
- Sikap tubuh dalam pekerjaan sangat dipengaruhi oleh bentuk ,
susunan, ukuran dan tata letak peralatan, penempatan alat-alat petunjuk,
cara-cara memperlakukan peralatan seperti macam gerak, arah dan
kekuatan
- Dalam hal normalisasi ukuran perlatan, harus diambil ukuran
terbesar sebagai dasar, untuk selanjutnya dapat di atur, misalnya ukuran
dibesarkan dan dikecilkan, atau dapat dinaik turunkan, disetel maju atau
mundur dan lain- lain
- Uuran-ukuran kerja dengan menganut prinsip antropometri harus
menjadi pertimbangan utama, misalnya:
*Pada pekerja tangan yang dilakukan dengan berdiri, tinggi kerja
sebaiknya 5-10 cm di bawah tinggi siku.
*Apabila bekerja sambil berdiri dengan pekerjaaan diatas meja dan
jika dataran tinggi siku disebut 0, hendaknya dataran kerja yang
memerlukan ketelitian harus 0 + (5-10) cm, sedangkan untuk pekerjaan
berat seperti mengangkat barang berat yang memerlukan kerja otot-otot
punggung adalah 0 - (10-20) cm
- Dari sudut otot, sikap duduk yang paling baik adalah sedikit
membungkuk. Namun dari sudut tulang lebih tegak, agar unggung tidak
bungkuk dan otot perut tidak lemas. Untuk itu di anjurkan memiliki sikap
duduk yang tegak, diselingi istirahat dengan sedikit membungkuk
- Arah penglihatan untuk pekerjaan yang berdiri adalah 23-37 derajat
ke bawah, sedangkan untuk pekerjaan duduk 32-44 derajat kebawah.
Arah penglihatan ini sesuai dengan sikap kepala yang istirhat, sehingga
tidak mudah lelah.
- Gerakan ritmis seperti memutar roda, mangayuh, mendayung,
memerlukan frekuensi optimal, yaitu 60 x/menit
- Batas kesanggupan kerja sudah tercapai, apabila bilangan nadi
kerja menjadi 30/menit diatas bilangan nadi istirahat. Sementara nadi
kerja tersebut tidak terus menanjak dan sehabis bekerja pulih kembali
pada nadi istirahat setelah kurang 15 menit
- Kemampuan seseorang bekerja sehari adalah 8-10 jam. Lebih dari
itu efisiensi dan kualitas kerja sangat menurun.
- Kondisi mental psikologis dipertahankan dengan motivasi, iklim
kerja yang baik dan lain-lain
2.3 Defini Nyeri Punggung
Bawah (Low Back Pain)
Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) adalah nyeri pada daerah
punggung bawah yang berkaitan dengan masalah vertebra lumbar, diskus
intervetebralis, ligamentum di antara tulang belakang dengan diskus,
medula spinalis, dan saraf otot punggung bawah, organ internal pada
pelvis dan abdomen atau kulit yang menutupi area lumbar (Medicine
dictionary, 2012)
Nyeri punggung bawah (Low Back Pain) adalah salah satu masalah
kesehatan yang umum dijumpai dalam masyarakat industri. Kondisi yang
tidak mengenakan atau nyeri kronik minimal keluhan 3 bulan disertai
adanya keterbatasan aktivitas yang diakibatkan nyeri apabila melakukan
pergerakan atau mobilisasi (Helmi, 2014).
2.4 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya Low
Back Pain terbagi menjadi 2 jenis yaitu :
1. Acute Low Back Pain
Acute Low Back Pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang secara
tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari
sampai beberapa minggu. Acute Low Back Pain dapat disebabkan karena
luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa nyeri dapat
hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan,
juga dapat melukai otot, ligamen, dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih
serius, fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh
sendiri. Sampai saat ini penatalaksanaan awal nyeri punggung akut
terfokus pada istirahat dan pemakaian analgesik.
2. Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada Chronic Low Back Pain bisa menyerang lebih dari 3
bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini
biasanya memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang
lama. Chronic Low Back Pain dapat terjadi karena Osteoarthritis,
Rhematoidarthritis,, proses degenerasi Discus Intervertebralis dan Tumor.
2.5 Epidemiologi Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)
Di Jerman, sekitar 30% populasi menderita nyeri punggung, dan 125
diantaranya dialami setiap hari. Nyeri punggung menempati posisi
pertama dalam menimbulkan hari cuti kerja (80 juta hari cuti kerja/tahun)
dan ikut berperan sebagaian besar angka rawat inap di rumah sakit (5 juta
hari rawat inap/tahun). Setiap 5 orang yang mengalami pensiun dini, bila
ditelusuri, akan menjadikan nyeri punggung sebagai alasan mereka
pensiun. Biaya yang harus dikeluarkan karena keadaan tersebut sangat
cepat meningkat (peningkatan biaya tersebut di Amerika Serikat sejak
1970 dengan faktor kelipatan sebesar 2000!)
(L. Tarau & M. Burst, 2009)
Data epidemiologik mengenai nyeri punggung bawah di Indonesia belum
ada. Diperkirakan 40% penduduk Jawa Tengah berusia diatas 65 tahun
pernah menderita nyeri pinggang dan prevalensinya pada laki-laki 18,2%
dan pada wanita 13,6%. Prevalensi ini meningkat sesuai dengan
meningkatnya usia (Sadeli dkk, 2001).
2.5 Faktor-faktor Risiko terjadinya nyeri punggung bawah
Beberapa pekerjaan / aktifitas berikut ini merupakan faktor risiko yang
menyebabkan nyeri punggung bawah.
- Umur
- jenis kelamin
- Indeks Masa Tubuh (IMT)
- Pekerjaan
- Mengangkat benda berat dan getaran yang terus menerus
- Mengemudi kendaraan bermotor tertentu.
- Sering hamil
- Kecemasan dan Depresi
2.6 Etiologi Nyeri Punggung Bawah
Etiologi Low Back Pain menurut Adelia Risma (2007) dapat berupa :
1. Proses Degeneratif, seperti Spondilosis, Stenosis Spinalis, dan
Osteoarthritis.perubahan degeneratif juga dapat menyerang anulus
fibrosus dari diskus intervetebralis.
2. Penyakit Inflamasi, seperti Rhematoid Arthritis yang sering timbul
sebagian penyakit akut dengan ciri persendian ke empat gerak terkena
secara serentak atau spondilitis ankilopoetika dengan keluhan sakit
punggung dan pinggang yang bersifat pegal,kaku.
3. Osteoporosis, pada orang tua dan jumpo terutama menyerang kaum
wanita. Sakit bersifat pegal,tajam dan radikuler.
4. Kelainan Kongenital yang diperlihatka foto Rontgen polos dari Vetebra
Lubosakralis sering di anggap sebagai penyebab low back pain.
5. Gangguan Sirkulasi, seperti Aneurisma Aorta Abdominalis dapat
menyebabkan Low Back Pain yang hebat. Gangguan Sirkulasi lain seperti
Trombosis Aorta Terminalis, dengan gejala nyeri yang menjalar sampai
bokong, belakang paha dan tungkai kedua sisi.
6. Tumor, dapat berupa Tumor jinak seperti Osteoma,
Osteoblastoma,Hemangioma, atau Tumor ganas seperti Mieloma Multipel,
maupun sekunder.
7. Infeksi Akut, yang disebabkan oleh kuman piogenik seperti Spondilitis
Tuberkolosis, dan Osteomielitis.
8. Psikoneuritik, seperti Histeria,Depresi, dan Malingering.
2.7 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)
Ada beberapa mekanisme yang telah di ajukan mengenai proses
perkembangan nyeri punggung dan kelumpuhan yang bisa digunakan
untuk menentukan apakah proses patologis yang terlihat pada gambaran
radiologis berhubungan dengan gejala yang dialami pasien.nyeri pada
bagian apapun memerlukan perlepasan dari agen-agen inflamasi yang
menstimulasi reseptor nyeri dan menyebabkan sensasi nyeri pada jaringan,
tulang belakang merupakan struktur yang unik karena memiliki banyak
jaringan di sekitarnya yang dapat memicu nyeri. Inflamasi pada sendi
tulang belakang, intervetebral diskus,ligamen, dan otot, meninges dan akar
saraf dapat menyebabkan nyeri punggung bawah. Jaringan-jaringan ini
memberikan respon terhadap nyeri dengan melepaskan beberapa agen
kimia seperti bradikinin,prostagladin, dan leukotrin.agen-agen kimia ini
mengaktifkan ujung saraf dan menyebabkan impuls yang menjalar ke
korda spinalis.saraf-saraf nosiseptif yang teraktivasi akan melepaskan
neuropeptida, dimana yang paling banyak adalah substansi P.
Neuropeptida ini bekerja pada pembulu darah,menyebabkan
ekstravasai,dan menstimulasi sel mast untuk melepas histamin dan
melebarkan pembuluh darah. Sel mast juga melepaskan leukotrin dan
agen-agen inflamasi lainnya yang menarik leukosit dan onosit. Pproses
tersebut menghasilkan gejala-gejala inflamasi sepertii pembengkakan
jaringan ,kongesti vaskular dan stimulasi ujung-ujung saraf bebas.impuls
nyeri tersebut dihasilkan oleh jaringan tulang belakang yang mengalami
inflamasi.korda sinalis dan otak memiliki mekanisme khusus dalam
memodifikasi nyeri yang berasal di daerah jaringan spinal.korda
spinalis,impuls nyeri terkonversi pada neuron yang juga menjadi resptor
sensoris. Hal ini menyebabkan perubahan derajat sensasi nyeri yang di
transmisikan ke otak melalui proses yang disebut Gate Control
System.impuls nyeri selanjutnya akan masuk ke proses yang kompleks
dan berlangsung pada berbagai tingkatan saraf pusat.otak akan
mengeluarkan substansi kimiawi yang merespon nyeri yang disebut
Endorfin.endorfin merupakan analgesik alami yang dapat menghambat
respon terhadap nyeri melalui serotonorgic pathway. (Haldeman,2002).
2.8 Penatalaksanaan nyeri punggung bawah (Low Back Pain)
Penatalaksanaan nyeri punggung didsarkan pada empat pilar:
- Terapi Medikamentosa
- Intervensi Operatif
- Terapi Perilaku
- Rehabilitasi Fungsional
Farmakologi
Penatalaksanaan Medikamentosa mencakup berbagai golongan obat:
- antirheumatik non-steroid (NSAID)
- kortikoid
- relaksans/pelemas otot
- antidepresan dan antikonvulsan
- opioid
- anastesi lokal
- fitofarmaka
Terapi medikamentosa harus ditentukan secara individual dan menurut
rencana bertahap yang sesuai dengan lama keluhan (terapi kombinasi,
pemberian obat-obatan yang disusun berdasarkan prioritas)
Minggu ke-1 (Nyeri punggung akut)
- NSAID
- Flupirtin
- anastesi lokal terapeutik
- relaksans/pelemas otot (contohnya,Mydocalm,Tetrazzepam; harus
diberikan dengan sangat hati-hati karena dapat menimbulkan
ketergantungan!)
Dengan lama keluhan yang mencapai 3 bulan:
- Flupirtin
- NSAID
- Opioid ( opioid lemah dianjurkan, opioid kuat diberikan pada indikasi
yang kritis)
- anestesi lokal
- pelemas otot
Pada lama keluhan yang melampaui 3 bulan:
- antidepresan (golongan antidepresan trisiklik,dengan dosis
rendah,contohnya amitriptilin 5-10 mg atau doksepin 5mg)
- opioid
- flupiritin
- NSAID
Hal yang dapat dilihat dari rencana terapi bertahap diatas adalah bahwa
nilai terapeutik NSAID makin berkurang pada terapi nyeri punggung
dengan bertambahnya keadaan kronik, dan opioid serta flupirtin semakin
mendapatkan prioritas utama.kenyataan ini berasal dari kebutuhan untuk
menentukan suatu obat yang digunakan sebagai terapi jangka
panjang.analgetik yang baik dapat ditoleransi dengan baik dalam jangka
panjang,menimbulkan sedikit toksisitas pada organ,bentuk penggunaan
yang bervariasi,tidak memiliki potensi untuk menimbulkan
ketergantungan, memiliki efek melemaskan otot, dan memiiki sifat
mengmenghambat timbulnya keadaan kronik.analgetik yang ideal belum
tersedia,tetapi opioid dan flupirtin paling mendekati dalam memenuhi
kebutuhan tersebut sehingga paling sesuai digunakan untuk
penatalaksanaan jangka panjang.
Antirheumatik non-steroid (NSAID) (Non-Steroid Anti-inflammatory
Drug)
- Ibuprofen: 3 x 600 mg
- Diklofenak: 2 x 100 mg
NSAID tetap merupakan golongan obat yang paling sering diberikan
dengan jumlah 100 juta kali peresepan per tahunnya di seluruh dunia
meskipun obat ini menimbulkan penyakit yang bermakna, yang di
timbulkan obat tersebut pada terapi jangka panjang: 10% pasien
mengalami ulkus; hingga 30000 upaya pengobatan dengan NSAID
berujung pada kematian dan terapi kombinasi dengan kortikoid juga
menimbulkan kematian hingga pada 1000 pengobatan jangka panjang.
Coxibe (Coc-2-inhibitor)
- Celecoxib: 2 x 400 mg/hari
- etoricoxib: 1 x 60-90 mg/hari
Inhibitor siklooksigenase 2 selektif tampaknya menjadi jalan keluar dari
dilema tersebut. Berbeda dengan NSAID yang konvensional, inhibitor
Cox-2 menunjukan keunggulan karena kurang menimbulkan toksisitas
saluran cerna. Meskipun begitu,relevansi terapeutik efek tersebut relatif
kecil pada beberapa kelompok pasien, yang berlawanan dengan harapan
(contohnya, penggunaan tambahan asam asetil salisilat untuk profilaksis
infark jantung). Efek samping kardiovaskular yang dapat timbul
membatasi penggunaan inhibitor Cox-2.
Kortikoid
Rute pembberian yang dipilih adalah periradikular atau peridural pada
gejala radikular, yang kebanyakan dikombinasi dengan anestesi lokal.
Teknik terapi nyeri secara invasif harus dilaksanakan oleh rekan sejawat
spesialis yang berpengalaman.
Pelemas otot
Ketegangan otot yang timbul akibat refleks merupakan gejala yang sering
timbul pada nyeri punggung. Obat lain adalah dengan sifat pelumas otot
yang perlu dipertimbangkan adalah benzodiazepin (potensi yang tinggi
dalam menimbulkan ketergantungan, risiko untuk terjatuh, waktu paruh
yang lama):
- Flupirtin: mengendalikan tonus otot
- Tolperison: penyekat kanal natrium dengan cara menstabilkan membran
di perifer (penyekat kanal natrium juga bekerja dengan menghambat
proses kronik nyeri)
- Metokarbamol (Ortoton)
Flupirtin (contohnya, katalodon) merupakan pembuka kanal kalium
selektif dan bekerja seperti antagonis reseptor NMDA fungsional,yang
menunjukan efek analgetik, pelemas otot dan neuroprotektif. Mekanisme
kerja obat tersebut di tingkat saraf pusat (katalodon mensupresi fenomena
wind-up) menjelaskan pentingnya peran obat ini dalam mencegah
timbulnya keadaan nyeri kronik. Flupirtin juga cocok digunakan dalam
jangkau panjang. Kombinasi flupirtin dengan suatu NSAID yang tidak
selektif atau suatu inhibitor Cox-2 yang selektif juga cukup sesuai
sehingga banyak faktor patogenik yang dapat ditangani secara terapeutik:
peradangan, ketegangan otot, komponen neurobiologis, dan nyeri.
Antidepresan dan Antikonvulsen
Indikasi pemberian pada nyeri punggung dengan komponen neuropatik
(radikulopati, gangguan sensibilitas.)
Opioid
Ketergantungan opioid merupakan nyeri, yang tidak dapat diredakan
dengan analgetik yang biasa, dengan kronik yang beresiko timbul atau
sudah terjadi atau tidak dapat ditoleransi pada penggunaan NSAID akibat
efek samping yang ditimbulkan. Keuntungan opioid terletak pada
kemampuannya ditoleransi dengan baik dalam jangka panjang karena
jarang menimbulkan toksisitas organ, bentuk pemberian yang bervariasi,
rentang dosis obat yang lebar, banyaknya kemungkinan kombinasi terapi
dan akhirnya, adanya bentuk sediaan lepas lambat yang alami. Indikasi
pemberian opioid harus ditentukan dan disesuaikan secara individual.
Peningkatan dosis obat secara bertahap pada opioid lemah (tilidin,
tramadol) dalam bentuk sediaan lepas-lambat juga dianjurkan. Bentuk
sediaan alami obat dengan masa kerja singkat hanya diindikasikan sebagai
penyelamat untuk nyeri yang sangat menyiksa.
Indikasinya adalah nyeri punggung dengan derajat kronisitas yang tinggi:
- Osteoporosis
- Nyeri radikular kronik tanpa indikasi operasi
- Stenosis canalis spinalis
- Nyeri punggung yang tidak spesifik (pengecualian absolut!)
Anestesi lokal untuk injeksi terapeutik
Anestesi lokal dengan atau tanpa steroid pada struktur yang terasa nyeri
(radiks saraf, ruang epidural, sendi antar vertebra, ligamen) akan memutus
lingkaran setan nyeri memungkinkan rehabilitas fisik dengan lebih cepat.
Penatalaksanaannya harus dilakukan dengan pertimbangan yang sangat
cermat dan mengikuti implementasi pada konsep penatalaksanaan secara
keseluruhan. Monoterapi dengan serangkaian injeksi sudah ditingalkan
(Madl et al. 2007; Karppinen 2001)
Fitofarmaka
Tersedia fitoformika untuk nyeri punggung yang ringan sampai yang
cukup bersifat tidak spesifik, yang memberi hasil yang memuaskan karena
ditoleransi dengan baik dan menimbulkan efektivitas yang relavan secara
klinis:
- Ekstrak Harpagophytum (devil`s claw, Rivoltan)
memengaruhikemampuan reaksi sensorik dan vaskular otot serta resistensi
otot sehingga menunjukan efek analgetik dan pelemas otot. Dosis yang di
anjurkan: 2 x 480 mg/hari, lama terapi 4 minggu atau lebih lama.
- Ekstrak berkonsentrasi tinggi dari kulit tanaman willow ungu: bekerja
dengan menimbulkan efek antiinflamasi, analgetik dan antipiretik karena
kandungan salisin yang terdapat di dalamnya. Fitoanalgetik dapat
diberikan pada nyeri punggung yang tidak spesifik dengan intesitas nyeri
yang lemah dan dapat - seperti halnya NSAID - dikombinasi dengan agen
terapeutik lainnya. Dosis yang dianjurkan: 800 mg/hari.
Operasi
Meskipun operasi biasanya dianggap sebagai `harapan terakhir`, pilihan
terapi ini perlu dipikirkan secara kritis dan penggunaannya dibatasi
(Bogduk, Barnsley 1999).
Indikasi operasi dibatasi pada:
- Keadaan peringatan (red flag situation)
- Sindrom cauda
- Paresis yang parah dan progresif
- Stenosis canalis spinalis dengan claudicatio spinalis yang bermanifestasi
secara klinis
- Keadaan instabilitas
- Sedikitnya kumpulan gejala lain
Nyeri persisten maupun perubahan yang terdiagnosis dari pemeriksaan
radiologis tidak menjadi indikasi operasi. Risiko penempatan indikasi
operasi yang tidak dilakukan secara kritis akan menyebabkan keadaan
nyeri kronik yang tidak dapat dihindari (contohnya sindrom
pascanukleotomi).
Terapi perilaku
Pendekatan terapi perilaku dengan penerapan strategi penanganan untuk
mengurangi perilaku menghindar-gerakan dan pengkondisian ulang (linton
2002).
Rehabilitasi Fungsional
Rehabilitasi dalam arti senam terarah pada pasien berdasarkan sudut
pandang neurofisiologis atau terapeutik manual secara `aktivasi` dan
motivasi pasien untuk melakukan latihan dalam jangka panjang. Melalui
program terapi berintensitas tinggi (`restorasi fungsional`), sekitar 60-80%
pasien nyeri punggung dengan derajat keadaan kronik yang rendah dapat
di integrasikan kembali ke lingkungan kerja.keberhasilan terapi ini
dibatasi oleh beberapa faktor:
- Keadaan nyeri kronik yang sudah timbul (nyeri yang timbul dalam
jangka lama dan ketidakmampuan bekerja, operasi berulang kali, berbagai
sesi terapi yang melelahkan)
- Inaktivasi
- Usia lanjut
- Tingkat pendidikan yang rendah
- Gejala depresi hebat
- gangguan somatisasi
Hal yang menentukan pada keberhasilan terapi: pengenalan tanda-tanda
keadaan kronik sejak dini dan terapi dengan konsep multimodalitas,
dengan titik berat yang terletak pada penggunaan berbagai metode terapi
secara bersamaan. Karena itu, pasien perlu dirujuk secepat mungkin dan
perlunya kerjasama antar disiplin.
Ergonomi
Sikap tubuh serta aktifitas tertentu terhadap alat kerja
Dapat menimbulkan gangguan kesehatan bahkan penyakit
Faktor Resiko
Umur Jenis Kelamin Indeks Massa Tubuh Mengangkat benda
berat dan getaran terus menerus
Mengemudi kendaraan bermotor tertentu
Sering hamil Kecemasan dan depresi
Prinsip Ergonomi
Mengetahui dapatnya ditentuntakan pekerjaan apa yang sesuai bagi tenaga kerja
Mengurangi kemungkinan keluhan dan menunjang produktivitas kerja
Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain)