Prevalensi Karsinoma Mammae Di Rumah Sakit Immanuel Bandung
-
Upload
lukas-jonathan -
Category
Documents
-
view
70 -
download
5
description
Transcript of Prevalensi Karsinoma Mammae Di Rumah Sakit Immanuel Bandung
Prevalensi Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel Bandung
KARYA TULIS ILMIAH
Karya Tulis Ini Dibuat Sebagai Salah Satu Syarat
Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Cory Primaturia
0610040
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN MARANATHA
BANDUNG
2009
LEMBAR PERSETUJUAN
JUDUL : PREVALENSI KARSINOMA MAMMAE DI RUMAH SAKIT IMMANUEL BANDUNG
NAMA : CORY PRIMATURIA
NRP : 0610040
BANDUNG, November 2009
MENYETUJUI,
Pembimbing I, Pembimbing II,
dr.Freddy Tumewu A.,M.S dr. Hartini Tiono
NIK. 110026 NIK. 110197
SURAT PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini :
Nama : Cory Primaturia
NRP : 0610040
Menyatakan bahwa Karya Tulis Ilmiah ini adalah hasil karya sendiri, bukan
duplikasi dari hasil karya orang lain.
Apabila di kemudian hari diketahui ini tidak benar, maka saya bersedia
menerima sanksi sesuai aturan yang berlaku.
Demikian pernyataan saya Bandung, 16 november 2009
4X6
Cory Primaturia
ABSTRAK
Prevalensi Karsinoma Mammae di Rumah Sakit Immanuel
Cory Primaturia, 2009 Pembimbing Utama : dr.Freddy TumewuA.,M.S
Pembimbing Dua : dr. Hartini Tiono
Karsinoma mammae adalah keganasan nomor satu di dunia pada wanita. Di Indonesia, karsinoma mammae menduduki urutan kedua setelah karsinoma serviks. Tujuan dari penelitian adalah untuk mengetahui adanya hubungan obesitas sebagai salahsatufakto risiko dari karsinoma mammae, pola usia,tipehistopatologis, lamanya riwayat benjolan, lokasi, dan ada tidaknya penyebaran ke KGB regional. Penelitian dilakukan secara deskriptif dengan pengambilan data secara retrospektif terhadap kasus-kasus karsinoma mammae di bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung selama tahun 2008. Hasil penelitian menunjukkan kejadian karsinoma mammae di Rumah Sakit Immanuel selama tahun 2008 paling banyak pada golongan usia 41-50 tahun (41%), tipe paling sering karsinoma duktal invasive (56%),lokasi terbanyak adalah mammae kanan (54%), status index masa tubuh terbanyak adalah obesitas I (44%) dan riwayat benjolan telah disadari dalam kurun 1-2 tahun (51%). Kesimpulan, usia paling banyak mengalami karsinoma mammae adalah usia 41-50 tahun dengan tipe terbanyak adalah karsinoma duktal invasif dan lokasi tersering adalah mammae sebelah kanan, yang disertai dengan faktor risiko status Body Mass Index terbanyak adalah obesitas I. Sebagian penderita sudah mengalami metastasis ke KGB regional. Lamanya riwayat benjolan paling banyak adalah dalam masa waktu 1-2 tahun sebelum penderita memeriksakan diri ke dokter.
Kata kunci: karsinoma mammae, usia, tipe, lokasi, lamaya riwayat benjolan, penyebaran ke KGB regional.
ABSTRACT
Prevalence Carcinoma of Breast at Immanuel HospitalBandung
During Year 2009
Cory Primaturia, 2009 Tutor I : dr.Freddy Tumewu A.M.S
Tutor II : dr. Hartini Tiono
Breast Carcinoma is ferocity of first one in the world at woman. In Indonesia, breast carcinoma occupy second sequence after carcinoma cervix. Purpose of this research is to know existence of relation of obesities as one of factor of risk from breast carcinoma, age pattern, histopatologis type, duration of bump history, location, and there are not it spreading to KGB regional. This research done descriptively with intake of data by retrospective to case of breast carcinoma in division of Medical Record of Immanuel Hospital Bandung during year 2008. Result of this research show occurrence breast carcinoma at Immanuel Hospital during year 2008 at most at age group 4l-50 years (41%), type most often carcinoma duktal invasive (56%), location a lot of is right breast (54%), index status a period to body a lot of obesities I ( 44%) and the bump history have been realized in range of 1-2 year. Conclusion from research, age at most experiencing of breast carcinoma is age 41-50 years with type lot of carcinoma duktal invasive and location often is right breast, joined with factor risk of status Body Mass Index a lot of obesities I. And some of patient have experienced of metastasis to KGB regional. Bump history duration at most in a period to time 1-2 year before patient check to physician.
Keyword: breast carcinoma, age, type, location, duration of bump history, spreading to KGB regional.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur sedalam-dalamnya penulis panjatkan kepada Allah
SWT yang telah memberikan berkat dan rahmatnya sehinnga penulis dapat
menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah dengan judul Prevalensi Karsinoma
Mammae dis Rumah Sakit Immanuel Bandung selama tahun 2008.
Karya Tulis Ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat dalam rangka
menyelesaikan studi program sarjana pada Fakultas Kedokteran
Universitas Kristen Maranatha.
Dalam usaha penulisan, penulis tidak lepas dari bantuan serta
dukungandari beberapa pihak, sehingga sudah selayaknya bila penulis
menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan
setinggi-tingginya kepada:
1. dr. Freddy Tumewu Andries,M.S. sebagai pembimbing utama dan dr.
Hartini Tiono sebagai pembimbing pendamping yang telah meluankan
waktu, tenaga dan pikiran dalam membimbing penulis menyelesaikan
karya tulis ini sampai selesai.
2. dr. Sri Nadya Harjon Saanin, M.Kes dan dr Sonja yang telah
meluangkan waktu untuk hadir sebagai penguji dalam sidang.
3. Staf Bagian Rekam Medis RS ImmanuelBandung yang telah
meluangkan waktunya untuk mencarikan arsip yang dibutuhkan
penulis.
4. Untuk keluraga saya Mama dan Papa (almarhum) yang telah berjasa
tanpa henti-hentinya, terimakasih atas semua dukungann dan
perhatiannya, kakak saya Maya, Agung, Rita, Ririn dan Ray (makasih
atas perhatian dan tumpangnganya )
5. Terimakasih terdalam saya ucapkan kepada suami saya, yang telah
memberikan saya semangat sehingga saya mampu melewatkan 3,5
tahun masa-masa sulit.
6. Kepada teman-teman saya yang telah membantu saya baik langsung
maupun tidak langsung : Indah, nja’, Vina,Anin, Dhimas, Komang,
Madya, Reno, Om Wisnu, dan untuk semua teman berbagi saya, Erni,
Dezty, Dyah, Rose, Dilan, Ken.
7. Saudara-saudara saya yang telah banyak membantu, Hendro, Bg Aldi,
Bg Gepenk, Bg Hengki, Erik, dan Bg Boan
Penulis sepenuhnya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh
dari sempurna sehingga duperlukan adanya kritik dan saran yang
membangun dan berguna untuk penulisan selanjutmnya dikemudian hari.
Akhirnya. Semoga karya tulis ilmiah ini berguna bagi banyak pihak.
Bandung, 16 Desember 2009
Cory Primaturia
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN.............................................................................
SURAT PERNYATAAN…………………………………………………….
ABSTRAK……………………………………………………………………
ABSTRACT……………………………………………………………………
KATA PENGANTAR………………………………………………………...
DAFTAR ISI………………………………………………………………….
DAFTAR TABEL…………………………………………………………….
DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………
DAFTAR GRAFIK…………………………………………………………..
DAFTAR LAMPIRAN…………………………............................................
ii
iii
iv
vi
vii
ix
xiii
xv
xvi
xvii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang …………………………………………..………….
1.2 Identifikasi Masalah …………………………………...…………...
1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian ………………………………...…...
1.4 Manfaat Penelitian..............................................................................
1.4.1 Manfaat Akademis................…………………….....………...
1.4.2 Manfaat Praktis.........................................................................
1.5 Kerangka Pemikiran...........................................................................
1.6 Metodologi Penelitian ……………………………………………...
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian………………………………………..
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelenjar Mammae.......................................................................................
2.1.1 Embriologi Kelenjar Mammae..................................................
2.1.2 Anatomi dan Histologi Kelenjar Mammae................................
2.1.3 Fisiologi Kelenjar Mammae......................................................
2.2 Karsinoma mammae...................................................................................
2.2.1 Definisi Karsinoma mammae...................................................
2.2.2 Insidensi dan Epidemiologi Karsinoma mammae...................
2.2.3 Faktor risiko Karsinoma mammae.............................................
2.2.4 Etiologi dan Patogenesis Karsinoma mammae..........................
2.2.5 Predileksi Karsinoma mammae................................................
2.2.6 Klasifikasi Karsinoma mammae................................................
2.2.6.1 Non-invasif karsinoma...................................................
2.2.6.2 Invasif Karsinoma..........................................................
2.2.7 Gambaran klinik..........................................................................
2.2.8 Derajat dan Stadium....................................................................
2.2.8.1 Pembagian Stadium Karsinoma
mammae Menurut AJCC, 1992.....................................
2.2.9 Pemeriksaan Karsinoma mammae..............................................
2.2.9.1 Pembagian Stadium Karsinoma
mammae Menurut AJCC, 1992......................................
2.2.9.2 Pemeriksaan Mammogram.............................................
2.2.9.3 Ultrasonografi (USG).....................................................
2.2.9.4 Tumor Marker................................................................
2.2.9.5 Biopsi ............................................................................
2.2.10 Terapi Karsinoma mammae.....................................................
2.2.10.1 Pembedahan………………………….......................
2.2.10.2 Radioterapi……….…………………........................
2.2.10.3 Terapi sistemik ……………......................................
2.2.10.3.1 Kemoterapi................................................
2.2.10.3.2 Terapi Hormonal.......................................
2.2.10.3.3 Terapi Biologis..........................................
2.2.11 Komplikasi Karsinoma mammae.............................................
2.2.12 Pencegahan Karsinoma mammae............................................
2.2.13 Prognosis Karsinoma mammae...............................................
BAB III BAHAN/SUBYEK DAN METODE PENELITIAN
3.1 Bahan/Subyek Penelitian.....................................................................
3.1.1 Bahan Penelitian........................................................................
3.1.2 Subyek Penelitian ......................................................................
3.1.3 Tempat dan Waktu
Penelitian ..................................................
3.2 Metode Penelitian................................................................................
3.2.1 Desain Penelitian .......................................................................
3.2.2 Besar Sampel Penelitian ............................................................
3.2.3 Prosedur Kerja............................................................................
3.2.5 Cara Pemeriksaan...................................................................... 1
3.2.6 Metode Analisis.........................................................................
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil.....................................................................................................
4.2 Pembahasan..........................................................................................
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan..........................................................................................
5.2 Saran.....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................
LAMPIRAN ....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP………………………………………………………….
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 : Metastasis hematogen karsinoma mammae (Sjamsuhidajat, Wim
de Jong, 2005)….............................................................................
Tabel 2.2: Ketahanan hidup lima tahun bedasrkan stadium karsinoma
mammae (Lippman, 2005)...........................................................
Tabel 4.1 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan status obesitas
Penderita…………………….…………………………………
Tabel 4.2 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan berat badan, tinggi
badan penderita serta hubungannya dengan status obesitas
penderita sebagai faktor risiko karsinoma mammae
…………………………………………
Tabel 4.3 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan golongan usia tahun
2008 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung
…………………………………………………………..............
Tabel 4.4 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan predileksi tumor
mammae yang terdeteksi pada pemeriksaan fisik yang
dilakukan pada tahun 2008 di Bagian Rekam Medis Rumah
Sakit Immanuel Bandung…………….........................................
Tabel 4.5 :Distribusi karsinoma mammae berdasarkan lamanya riwayat
benjolan yang dirasakan penderita sampai terdiagnosis sebagai
karsinoma mammae di Rumah Sakit Immanuel pada tahun
2008…..........................................................................................
Tabel 4.6 :Distribusi karsinoma mammae berdasarkan ada tidaknya
penyebaran karsinoma ke daerah kelenjar getah bening
regional……………………………………………...................
Tabel 4.6 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan tipe karsinoma
mammae terbanyak yang di dapat dari hasil pemeriksaan
Laboratorium Patologi Anatomi di Rumah Sakit Immanuel
dalam kurun waktu tahun 2008…………...................................
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 : gambaran histologist kelenjar mammae …………………….
Gambar 2.2 :Anatomi kelenjar mammae dan kelenjar limfe regional
mammae ………………………… .........................................
Gambar 2.3: Gambaran mammogram normal (kiri) dan Karsinoma (Kanan)
………………….……………....................................
DAFTAR GRAFIK
Grafik 4.1 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan berat badan, tinggi
badan penderita serta hubungannya dengan status obesitas
penderita sebagai faktor risiko karsinoma mammae
…………………………………………………………
Grafik 4.2 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan golongan usia tahun
2008 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung
…………………………………………………………
Grafik 4.3 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan predileksi tumor
mammae yang terdeteksi pada pemeriksaan fisik yang dilakukan
pada tahun 2008 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit
Immanuel Bandung………………………………………………
Grafik 4.4 : Distribusi karsinoma mammae berdasarkan lamanya riwayat
benjolan yang dirasakan penderita sampai terdiagnosis sebagai
karsinoma mammae di Rumah Sakit Immanuel pada tahun
2008………………………………………………
Grafik 4.5: Distribusi karsinoma mammae berdasarkan ada tidaknya
penyebaran karsinoma ke daerah kelenjar getah bening regional
………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan bahwa lima besar karsinoma
di dunia adalah karsinoma paru-paru, karsinoma mammae, karsinoma usus besar
dan karsinoma lambung dan karsinoma hati. Sementara data dari pemeriksaan
patologi di Indonesia menyatakan bahwa urutan lima besar karsinoma adalah
karsinoma mulut rahim, karsinoma mammae, kelenjar getah bening, kulit dan
karsinoma nasofaring (Hopkins,V., Zava, D., john, R;2008).
Di Amerika Serikat karsinoma mammae merupakan 28 % karsinoma pada
wanita kulit putih dan 25 % pada wanita kulit hitam (Sjamsuhidajat,Wim de Jong
2005). Kurva frekuensi bertambah terutama pada usia 30 – 35 tahun dan
meningkat pada umur 30 – 50 tahun atau meningkat dengan seiring dengan
peningkatan usia. Karsinoma ini paling sering ditemukan pada usia 45 – 66 tahun.
Insidensi karsinoma mammae pada laki-laki hanya 1 % sedangkan pada wanita 80
% . Angka kematian akibat karsinoma mammae mencapai 5 juta/tahun pada
wanita di seluruh dunia. Data terakhir tahun 2008 menunjukkan bahwa kematian
akibat karsinoma mammae pada wanita adalah peringkat ke 2 tertinggi setelah
karsinoma rahim di Indonesia (Lincoln,J, 2007).
Padahal, karsinoma mammae adalah salah satu jenis karsinoma yang dapat
dideteksi dini, jadi setiap wanita perlu kesadaran diri untuk senantiasa
memeriksakan mammaenya sedini mungkin, karena tingkat kesadaran masyarakat
yang rendah menyebabkan tingginya tingkat insidensi pasien karsinoma mammae
di Indonesia. Berdasarkan pernyataan di atas maka penulis bemaksud ingin
mengetahui prevalensi dan karakteristik karsinoma mammae di Rumah Sakit
Immanuel dalam kurun waktu tertentu.
1.2 Identifikasi Masalah
Yang menjadi pokok permasalahan yang akan diidentifikasi penulis adalah
sebagai berikut :
Berapa kisaran umur tersering seorang wanita terdiagnosis
karsinoma mammae.
Apa jenis karsinoma mammae terbanyak di RS imanuel
menurut hasil pemeriksaan laboratorium patologi anatomi.
sejak berapa lama pasien sudah menyadari adanya benjolan
sampai terdiagnosis karsinoma mammae.
Dimana lokasi terbanyak timbulnya benjolan awal karsinoma
mammae.
Berapa banyak pasien yang sudah mengalami penyebaran ke
kelenjar getah bening regional.
Adakah hubungan obesitas dengan karsinoma mammae.
1.3 Maksud dan Tujuan
1.3.1 Maksud Penelitian:
Penelitian ini bermaksud untuk mengetahui prevalensi karsinoma
mammae di Rumah Sakit Immanuel.
1.3.2 Tujuan Penelitian :
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik karsinoma
mammae di Rumah Sakit Immanuel dengan mengambil data dari rekam
medis yang memiliki hubungan dengan identifikasi masalah yang ingin
diketahui, diantaranya adalah:
1. Untuk mengetahui kisaran usia tersering seorang wanita
terdiagnosis karsinoma mammae.
2. Untuk mengetahui jenis karsinoma mammae terbanyak di
Rumah Sakit Immanuel.
3. Untuk mengetahui sejak berapa lama pasien menyadari adanya
benjoaln sampai terdiagnosis karsinoma mammae.
4. Untuk mengetahui lokasi terbanyak timbulnya benjolan awal
karsinoma mammae.
5. Untuk mengetahui jumlah pasien yang sudah mengalami
penyebarab ke kelenjar getah bening regional.
6. Untuk mengetahui adakah hubungan obesitas dengan
karsinoma mammae.
1.4 Manfaat Penilitian
1.4.1 Manfaat Akademis
o Karya tulis ilmiah ini bertujuan untuk memberikan informasi
mengenai karsinoma mammae, dengan memaparkan hal-hal yang
menjadi tujuan dari penilitian ini.
1.4.2 Manfaat Praktis
o Untuk memberikan masukan pada pembaca dan klinisi mengenai
prevalensi dan stadium karsinoma mammae terbanyak pada saat
pemeriksaan pertama kali sehingga dapat diberikan penyuluhan
untuk deteksi dini karsinoma mammae secara mandiri.
1.5 Kerangka Pemikiran
Karsinoma mammae adalah pertumbuhan yang ganas dari jaringan mammae.
Sel dari kelenjar mammae dapat dengan mudah di induksi untuk tumbuh dan
bermultipikasi oleh hormon. Jika terjadi pertumbuhan diluar kontrol maka akan
terbentuk karsinoma. Karsinoma mammae terjadi ketika sel dalam kelenjar
mammae mulai tumbuh diluar kontrol dan menginvasi jaringan di dekatnya atau
menyebar ke seluruh tubuh (Dolinsky,2009; wikipedia, 2008). Karsinoma
mammae pada wanita menduduki urutan nomor dua stelah karsinoma serviks
uterus.
Di Amerika Serikat, karsinoma mammae merupakan 28% karsinoma pada
warna kulit putih, dan 25% pada wanita kulit hitam (Sjamsuhidajat,Wim de Jong
2005).
Kurva insidensi-usia bergerak naik terus sejak usia 30 tahun. Karsinoma ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tertinggi
terdapat pada usia 45-66 tahun, insidensi karsinoma mammae pada pria hanya 1%
dari kejadian pada wanita (Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005).
Karsinoma mammae biasanya lebih banyak mengenai mammae kiri daripada
mammae kanan. Pada 4% sampai 10% penderita ditemukan tumor primer
bilateral. Prediksi karsinoma mammae berdasarkan persentase kejadian karsinoma
mammae adalah sebagai berikut: kuadran luar atas (50%), bagian tengah (20%),
kuadran kuar bawah (10%), kuadran dalam atas (10%), kuadran dalam bawah
(10%).
Secara teori, semua jenis jaraingan pada kelenjar mammae dalam bentuk
karsinoma, tapi biasanya terbentuk dari epitel duktus (90%) dan epitel lobulus
(10%). Karsinoma duktus dan lobulus dibagi menjadi yang belum menembus
pembatas selaput basal (tidak berinfiltrasi) dan yang menembus (berinfiltrasi)
(Kumar, Cotran, Robbins, 2007; Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
Karsinoma mammae memiliki berbagai macam faktor risiko, hal inilah yang
menyebabkan jumlah penderita karsinoma mammae pada wanita meningkat
secara signifikan, diantaranya adalah:
Peningkatan usia : Wanita dengan umur 20-24 tahubn memiliki
kemungkinan terkena karsinoma mammae lebih sedikit dibandingkan wanita
dengan umur 40 tahun atau lebih tua. Kejadia karsinoma mammae akan
meningkat secara menetap sampai saat menopause.
Predisposisi genetik dan riwayat keluarga karsinoma payudra: beberapa
keluarga menunjukan kecenderungan mempunyai genetik untuk terjadinya
karsinoma payudaara.
Lama usia reproduksi : Risiko meningkat pada menarche dini (sebelum
usia 12 tahun) dan menopause lambat (setelaj usia 55 tahun).
Paritas: Lebih sering pada nulipara daripada multipara.
Usia saat kelahiran anak pertama: Risiko meningkat bila usia lebih dari 30
tahun saat anak pertama kali.
Obesitas: Risiko meningkat karena sintesis estrogen dalam timbunan
lemak.
Estrogen eksogen: Beberapa dara menunjukkan peningkatan risiko
karsinoma mammae dengan penggunaan hormon replacement therapy
(HRT) dosis tinggi pada pengobatan gejala menopause.
Kontrasepsi oral: Penggunaan kontrasepsi oral tidak terlalu menunjukkan
peningkatan resiko yang tinggi terhadap karsinoma mammae; tergantung
pada usia, lama penggunaan, dan faktor lainnya. Belum diketahui bagaiman
efek dari pil setelah berhenti menggunakannya.
Alkohol: Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas sehari dikaitkan dengan
peningkatan risiko karsinoma mammae.
Zat kimia: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemaparan zat kimia
estrogen seperti pada pestisida, kosmetik dan prosuk industri lainnya
kemungkinan dapa menyebabkan risiko karsinoma mammae.
Radiasi: Orang yang pernah terpapar radiasi, terutama pada anak-anak,
dapat meningkatkan karsinoma mammae pada masa dewasa. Khususnya
risiko bagi orang yang menerima penyinaran dada untuk karsinoma
sebelumnya.
Perubahan fibrokistik dengan hiperplasia epitel atipik: Risikonya
meningkat.
Pengaruh geografi: lima kali lebih banyak di Amerika Serikat daripada
jepang dan taiwan. (Kumar, Cotran, Robbins, 2007; Dolinsky,
2009;Wikipedia, 2008).
1.6 Metodologi Penelitian
Penilitian dilakukan secara deskriptif dengan pengambilan data secara
retrospektif terhadap kasus-kasus karsinoma mammae yang diperiksa secara
histopatologi di RSI Bandung periode 2008-2009.
1.7 Lokasi dan Waktu
Lokasi : penilitian dilakukan di laboratorium Patologi Anatomi RS Immanuel
Waktu: penelitian dilakukan selama Maret 2009 – Juli 2009
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kelenjar Mammae
2.1.1 Embriologi Kelenjar Mammae
Kelenjar mammae adalah kelenjar yang terdapat pada lapisan subkutis yang
tumbuh pada minggu ke enam masa embrio, yaitu berupa penenbalan ektodermal
sepanjang garis yang disebut garis susu yang terbentang dari aksila sampai ke
regio inguinal. Beberapa hari setelah lahir, pada bayi dapat terjadsi pembesaran
mammae unilateral ataupun bilateral diikuti dengan seresi cairan keruh. Keadaan
ini disebut mastitis neonatorum ini disebabkan oleh berkembangnya sistem duktus
dan tumbuhnya asinus serta vaskularisasi pada stroma yang dirangsang secara
tidak langsung oleh tingginya kadar estrogen ibu dalam sirkulasi darah bayi.
Setelah lahir, kadar hormon ini menurun, dan ini merangsang hipofisis untuk
memproduksi prolaktin. Prolaktin inilah yang menimbulkan perubhan pada
mammae (Sjamsuhidajat,Wim de Jong 2005).
Kelenjar mammae merupakan kelenjar asesoris dari sistem generatis.
Kelenjar mammae tidak hanya terdapat pada wanita tetapi terdapat juga pada pria.
Pada pria pertumbuhan kelenjar mammae berhenti setelah lahir dan hanya berupa
duktus yang tersusun rudimenter. Ukuran dan beratnya dapat berbeda – berbeda
pada setiap periode kehidupan, dan juga berbeda pada setiap individu. Pada
umumnya mammae sebelah kiri lebih besar daripada sebelah kanan.(Gray’s
anatomy, 2005).
2.1.2 Anatomi dan Histologi Kelenjar Mammae
Pada wanita pubertas, kelenjar mammae lambat laum membesar dan
bentuknya yang setengah lingkaran diduga akibat pengaruh hormon ovarium.
Salurannya memanjang, tetapi ukuran kelenjar yang membesar disebabkan
karena penimbunan lemak. Dasar kelenjar mammae terbentang dari iga 1-6 dan
dari pinggir lateral sternum sampai linea midaksilaris. Sebagian kelenjar terletak
pada fascia superficialis. Sebagian kecil, yang dinamakan ekor aksilar, meluas ke
atas dan lateral, menembus fascia profunda pada pinggir bawah m. Pectoralis
mayor dan berhubungan erat dengan av. aksilaris (Snell, 2006).
Setiap kelenjar mammae terdiri 15-20 lobus yang tersusun dari lobulus-
lobulus. Masing-masing lobus mempunyai saluran keluar menuju papila mammae
yang disebut duktus laktiferus. Setiap lobulus merupan unit sekresi fungsional
yang terdiri dari tubuli dan alveoli. Saluran utama setiap lobus bermuara secara
terpisah pada puncak puting dan mempuyai ampulla yang melebar tepat sebelum
ujungnya. Dasar puting dikelilingi oleh areola. Tonjolan halus pada areola
diakibatkan oleh kelenjar areola dibawahnya. Lobus – lobus kelenjar dipisahkan
oleh septa fibrosa. Septa pada bagian atas kelenjar berkembang dan terbentang
dari kulit sampai fascia profunda: septa fibrosa berperan sebagai ligamentum
suspensorium dari fascia profunda yang melipiti otot dibawahnya oleh daerah
jaringan ikat jarang yang dikenal sebagai spatium retromamillaris (Gray’s
anatomy, 2005 ; Snell, 2006).
Duktus laktiferus terdiri dari dua lapisan epitelium yaitu sel kuboid pada
basal dan sel kolumnar pada superfisial. Pada dasar papila mammae, duktus
laktiferus mengalami dilatasi menjadi sinus laktiferus, yang berfungsi
menampung susu, cabang dari duktus laktiferus dilapisi oleh epitel selapis kuboid
atau kolumnar. Sel mioepitel selapis selalu ada di antara epitelium dengan
membran basal dari cabang duktus laktiferus dan alveoli. Kontraksi dan sel
mioepitel akan merangsang pengeluaran oxytocin oleh kelenjar pituitari posterior.
Kontraksi ini disebut milk ejection reflex (Slomnianka, 2009 ; Calof,2009).
Berikut ini merupakan gambaran histologis dari kelenjar mammae.
Gambar 2.1. gambaran histologist kelenjar mammae.
Sumber : Slomnianka, 2009
Perdarahan mammae terutama berasal dari a. Perforantes anterior cabang
dari a. Mamaria interna, a. Torakalis lateralis yang bercabang dari arteri aksilaris,
dan beberapa a. Interkostalis (Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005).
Persarafan kulit mammae diurus oleh cabang plexus sevikalis dan n.
Interkostalis. Jaringan kelenjar mammae sendiri diurus oleh saraf simpatik. Yang
berperan dalam mengurus sensibilitas daerah aksila dan bagian medial lengan atas
adalah n. Interkostobrakhialis dan n. Kutaneus brakius medius
(Sjamsuhidajat,Wim de Jong2005).
Penyaluran limfe dari mammae kurang kebih 75% ke aksila, sebagian lagi
ke kelenjar parasternal, terutama dari bagian yang sentral dan medial dan ada juga
ke penyaluran ke kelenjar interpektoralis. Pada aksila terdapat 50 (berkisar 10-90)
buah kelenjar getah bening yang berada disepanjang arteri dan vena brakialis.
Saluran limfe dari seluruh mammae mengalir ke kelompok aksila, kelompok
sentral aksila, kelenjar aksila bagian dalam, yang lewat sepanjang vena aksilaris
dan berlanjut langsung ke kelenjar servikal bagian kaudal dalam di fossa
supraklavikuler (Sjamsuhidajat,Wim de Jong,2005).
Jalur limfe yang lain berasal dari daerah sentarl dan medial selain menuju ke
kelenjar sepanjang pembuluh mamaria interna, juga menuju ke daerah aksila
kontralateral, ke m. Rektus abdominis lewat ligamentum falsiparum hepatitis ke
hati, pleura, dan mammae konta lateral ( Sjamsuhidajat,Wim de Jong,2005).
Gambaran anatomi kelenjar mammae dan kelenjar limfe di sekitarnya dapat
dilihat pada gambar 2.2.
Gambar 2.2. Anatomi kelenjar mammae dan kelenjar limfe regional
mammae.
Sumber :
2.1.3 Fisiologi Kelenjar Mammae
Kelenjar mammae mengalami tiga macam perubahan yang dipengaruhi
hormon. Perubahan pertama ialah mulai dari masa hidup anak melalui masa
pubertas, masa fertilitas, sampai klimakterium, dan menopause. Sejak pubertas
pengaruh estrogen dan progesteron yang di produksi ovarium dan juga hormon
hipofise telah menyebabkan duktus berkembang dan timbulnya asinus.
(Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005).
Perubahan kedua adalah perubahan sesuai dengan daur haid. Sekitar hari ke- 8
haid, payudar menjadi lebih besar dan beberapa hari sebelum haid berikutnya
terjadi pembesaran maksimal. Kadang –kadang timbul benjolan yang nyeri dan
tidak rata. Selama beberapa hari menjelang haid, mammae menjadi tegang dan
nyeri sehingga pemeriksaan fisik, terutama palpasi, tidak mungkin dilakukan.
Begitu haid mulai, semuanya mulai berkurang (Sjamsuhidajat,Wim de
Jong,2005).
Perubahan ketiga terjadi pada masa hamil dan menyusui. Pada kehamilan,
mammae menjadi lebih besar terutama epitel duktus, lobulus dan alveolus
proliferasi, dan tumbuh duktus baru. Sekesi hormon prolaktin dan hipofise
anterior memicu laktasi. Air susu di produksi oleh sel-sel alveolus, mengisi
asinus, kemudian dikeluarjan melalui duktus ke papila mammae
(Sjamsuhidajat,Wim de Jong,2005).
Kelenjar mammae dalam perkembangan dan fungsinya sangat mudah
diinduksi berbagai hormon, salah satunya adalah hormon estrogen yang berperan
dalam pertumbuhan karsinoma mammae, fungsi estrogen diantarnya adalah:
perkembangan jaringan stroma mammae, pertumbuhan sistem duktus yang luas,
deposit lemak pada mammae. Lobulus dan alveoli mammae sedikit berkembang
dipengaruhi estrogen, namun sebenarnya progesteron dan prolaktin yang
mengakibatkan pertumbuhan nyata dan berfungsinya struktur-struktur tersebut.
Estrogen mempengaruhi pertumbuhan mammae dan alat-alat pembentuk air susu
mammae, serta berperan dalam pertumbuhan karakteristik dan penampilan luar
dari mammae wanita dewasa. Namun tak mengubah mammae menjadi organ
yang memproduksi susu. Pertumbuhan mammae yang jauh lebih besar terjadi saat
kehamilan, dimana jaringan kelenjar berkembang sempurna untuk pembentukan
air susu.
Pertumbuhan sistem duktus-peranan estrogen
Selama kehamilan, sejumlah besar estrogen disekresikan oleh plasenta
sehingga sistem duktus mammae tumbuh dan bercabang. Stroma mammae juga
bertambah besar dan sejumlah besar lemak terdapat di dalam stroma.
Terdapat 4 hormon lain yang penting dalam pertumbuhan sistem duktus : growth
factor, prolactin, glucocorticoid adrenal, dan insulin.
Perkembangan sistem lobulus alveolus-peranan progesteron
Untuk memproduksi air susu, mammae perlu progesteron. Bersamaan dengan
ke-4 hormon lain di atas dan estrogen, progesteron menyebabkan pertumbuhan
lobulus, pertunasan alveolus, dan perkembangan sifat-sifat sekresi dari sel-sel
alveoli. Perubahan ini analog dengan efek sekresi progesteron pada endometrium
uterus selama pertengahan akhir siklus seksual wanita.
Permulaan laktasi-fungsi prolaktin
Prolaktin berperan dalam meningkatkan sekresi air susu. Konsentrasi di dalam
darah ibu meningkat secara tetap dari minggu ke-5 kehamilan sampai kelahiran
bayi, yang meningkat 10 sampai 20 kali kadar normal saat tak hamil. Didukung
juga oleh plasenta yang mensekresi human chorionic somatomammotropin, yang
mungkin mempunyai sifat laktogenik ringan. Segera setelah bayi dilahirkan,
hilangnya sekresi estrogen dan progesteron oleh plasenta yang tiba-tiba
memungkinkan efek laktogenik prolaktin dari kelenjar hipofisis ibu mengambil
peran dalam produksi air susu, dalam 1 sampai 7 hari kemudian dengan diukung
oleh hormon pertumbuhan, kortisol, hormon paratiroid dan insulin
(Guyton,Hall,1997).
2.2 Karsinoma mammae
2.2.1 Definisi Karsinoma mammae
Karsinoma mammae adalah proliferasi malignan dari sel epitel yang
melapisi duktus atau lobulus mammae. Karsinoma bisa mulai tumbuh di dalam
kelenjar susu, saluran susu, jaringan lemak maupun jaringan ikat pada mammae
(Sessile)
Karsinoma mammae adalah pertumbuhan yang ganas dari jaringan
mammae. Sel dari kelenjar mammae Sel dari kelenjar mammae memiliki
sensitifitas yang tinggi terhadap pengaruh hormon yang memfasilitasi sel untuk
bermultipikasi. Jika terjadi pertumbuhan diluar kontrol maka akan terbentuk
karsinoma. Karsinoma mammae terjadi ketika sel dalam kelenjar mammae mulai
tumbuh di luar kontrol dan menginvasi jaringan di dekatnya atau menyebar ke
seluruh tubuh (Dolinsky,2009; wikipedia, 2008).
2.2.2 Insidensi dan Epidemiologi Karsinoma mammae
Karsinoma mammae pada wanita menduduki urutan nomor dua stelah
karsinoma serviks uterus. Di Amerika Serikat, karsinoma mammae merupakn
28% karsinoma pada warna kulit putih, dan 25% pada wanita kulit hitam
(Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005).
Kurva insidens-usia bergerak naik terus sejakusia 30 tahun. Karsinoma ini
jarang sekali ditemukan pada wanita usia dibawah 20 tahun. Angka tetinggi
terdapat pada usia 45-66 tahun, insidensi karsinoma mammae pada pria hanya 1%
dari kejadian pada wanita(Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2005).
2.2.3 Faktor risiko Karsinoma mammae
1. Peningkatan usia : Didapatkan risiko yang signifikan lebih tinggi untuk
timbulnya karsinoma mammae pada wanita dengan umur 40 tahun atau
lebih tua dibandingkan dengan wanita dengan umur 20-24 tahun yang
memiliki kemungkinan terkena karsinoma mammae lebih sedikit.
Kejadian karsinoma mammae akan meningkat secara menetap sampai
saat menopause.
2. Faktor genetik dan riwayat keluarga : Risiko karsinoma terjadinya
mammae meningkat pada saudara turunan pertama (kakak, adik)
penderita karsinoma, terutama apabila turunan tersebut pre-menopause.
Sebagai contoh, risiko meningkat sembilan kali lebih tinggi pada wanita
pre-menopause yang merupakan saudara turunan pertama dari wanita
karsinoma mammae bilateral.
3. Lama usia reproduksi : Risiko meningkat pada menarche dini (sebelum
usia 12 tahun) dan menopause lambat (setelaj usia 55 tahun). Karena itu
wanita yang memiliki aktivitas menstruasi selama 40 tahun atau lebih
mempunyai risiko dua kali lipat utntuk yimbulnya karsinoma mammae
dibandingkan dengan dengan wanita yang aktifitas menstruasinya
kurang dari 30 tahun.
4. Paritas: Lebih sering pada nulipara daripada multipara.
5. Usia saat kelahiran anak pertama: Risiko meningkat bila usia lebih dari
30 tahun saat anak pertama kali.
6. Obesitas: Risiko meningkat karena sintesis estrogen dalam timbunan
lemak.
7. Estrogen eksogen: Beberapa dara menunjukkan peningkatan risiko
karsinoma mammae dengan penggunaan hormon replacement therapy
(HRT) dosis tinggi pada pengobatan gejala menopause.
8. Kontrasepsi oral: Penggunaan kontrasepsi oral tidak terlalu
menunjukkan peningkatan resiko yang tinggi terhadap karsinoma
mammae; tergantung pada usia, lama penggunaan, dan faktor lainnya.
Belum diketahui bagaiman efek dari pil setelah berhenti
menggunakannya.
9. Alkohol: Konsumsi alkohol lebih dari 2 gelas sehari dikaitkan dengan
peningkatan risiko karsinoma mammae.
10. Zat kimia: Beberapa penelitian menunjukkan bahwa pemaparan zat
kimia estrogen seperti pada pestisida, kosmetik dan prosuk industri
lainnya kemungkinan dapa menyebabkan risiko karsinoma mammae.
11. Radiasi: Orang yang pernah terpapar radiasi, terutama pada anak-anak,
dapat meningkatkankarsinoma mammae pada masa dewasa. Khususnya
risiko bagi orang yang menerima penyinaran dada untuk karsinoma
sebelumnya.
12. Perubahan fibrokistik dengan hiperplasia epitel atipik: Risikonya
meningkat.
13. Pengaruh geografi: lima kali lebih banyak di Amerika Serikat daripada
jepang dan taiwan. (Kumar, Cotran, Robbins, 2007;
Dolinsky,2009;Wikipedia,2008 ; Underwood,JCE,1999).
2.2.4 Etiologi dan Patogenesis Karsinoma mammae
Etiologi pasti penyebab karsinoma mammae masih diragukan tapi
diperkirakan ada beberapa hal yang mendukung terjadinya karsinoma mammae,
yaitu :
1. Faktor genetik
Dua jenis gen autosomal dominan yang ditemukan berhubungan dengan
terjadinya kankr mammae yaitu BRCA1 dan BRCA2. Gen p53 dan BARD
1 juga memiliki hubungan dengan yang penting dengan karsinoma
mammae. Beberapa penelitian telah mengidentifikasi beberapa dari gen
yang kurang baik dapat menyebabkan karsinoma mammae, termasuk
BRCA3 Noey2 (yang mana penyakit ini diturunkan hanya dari pihak ayah
dan keluarga). BRCA1 yang bermutasi juga dihubungkan dengan
peningkatan risiko karsinoma ovarium (20%-40%). BRCA2 lebih kurang
berhubungan dengan karsinoma ovarium (10%-20%) tetapi lebih
berhuungan dengan karsinoma mammae pada pria. Karier BRCA1 dan
BRCA2 juga berhubungan dengan karsinoma lain seperti kolon, prostat,
dan pankreas. BRCA1 dan BRCA2 berfungsi sebagai tumor supresor, bila
kehilangan fungsi akan meningkatkan risiko untuk berkembangnya suatu
keganasan. Fungsinya banyak antara lain pengaturan transkripsi, kontrol
siklus sel, ubiquitin-mediated protein degradation pathways, dan
remodeling kromatin. Fungsi utamanya yaitu mencegah kerusakan genom
dengan cara menghentikan siklus sel dan memulai perbaikan DNA yang
rusak. Bila ada kerusakan DNA, maka BRCA1 akan terfosforilasi dan
menyalurkan sinyal dari kinase di checkpoint ke protein efektor. BRCA2
dapat berikatan langsung dengan DNA dan berfungsi untuk memperbaiki
kerusakan pada rantai ganda DNA. Mengapa hilangnya fungsi-fungsi ini
bisa mempengaruhi mammae masih belum diketahui secara jelas.
Mungkin karena epitel mammae berproliferasi secara intermiten
(kebalikan dengan kolon dan epitel yang berproliferasi secara terus
menerus), menyebabkan organ ini lebih rentan terhadap akumulasi dari
kerusakan gen, atau mungkin sel tipe lain memiliki mekanisme tambahan
perbaikan DNA yang sel mammae tidak memiliki. BRCA1, tetapi tidak
BRCA2, berinteraksi dengan ER dan terlibat dalam inaktivasi kromosom
X, inilah mengapa karsinoma mammae spesifik gender. Menariknya,
karsinoma mammae pada pria meningkat pada mutasi BRCA2. Karsinoma
mammae juaga menunjukkan ekspresi yang berlebihan terhadap HER-2.
HER-2 (human epidermal growth factor receptor 2 ) adalah gen yang
mengatur pertumbuhan, pembelahan dan perbaikan sel. Sel ini memiliki
banyak gen ini akan tumbuh sangat cepat. HER-2 berperan dalam
perubahan sel yang sehat menjadi sel karsinoma.HER-2 merupakan
reseptor yang diekspresikan oleh beberapa karsinoma mammae. Jika
karsinoma mammae mengekspresikan HER-2 kemungkina besara akan
terjadi kekambuhan setelah pembedahan (Kumar, Cotran, Robbins, 2007;
Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
2. Hiperestrenisem estrogen : Faktor risiko utama pada kelompok ini
berhubungan dengan pajanan terhadap hormon: jenis kelamin, usia saat
menarche dan menopause, riwayat reproduksi, menyusui, dan estrogen
eksogen. Karsinoma ini sering terjadi pada wanita postmenopause dan
over ekspresi dari reseptor estrogen. Estrogen memiliki dua peran utama
dalam perkembangan karsinoma mammae. Metabolit estrogen dapat
menyebabkan mutasi atau menghasilkan radikal bebas yang merusak
DNA. Melalui aktivitas hormonalnya, estrogen menyebabkan proliferasi
dari lesi premaligna. Bagaimanapun mekanisme lain juga berperan,
sebagaimana ditemukan kasus karsinoma mammae pada penderita dengan
reseptor estrogen yang rendah dan tidak adanya peningkatan pajanan
estrogen. Perubahan morfologi pada mammae yang berhubungan dengan
faktor risiko terkecil karsinoma adalah penambahan jumlah sel epitel
(perubahan proliferatif). Perubahan ini mingkin berhubungan dengan tidak
berfungsinya sinyal penghambat pertumbuhan, penghambatan apoptosis,
dan pemenuhan sendiri kebutuhan sinyal pertumbuhan. Perubahan genetik
mungkin terjadi belakangan, sebagaimana jarang dideteksi pada perubahan
proliferatif tetapi menjadi sering pada atipikal hiperplasia dan menjadi
umum pada karsinoma in situ. Pembesaran nukleus, tidak teratur, dan
hiperkromasi, hanya terlihat pada high-grade ductal carcinoma in situ
(DCIS) dan beberapa karsinoma invasif. Kemampuan replikasi yang tidak
terbatas ditunjukkan dengan kemampuan sel untuk mengisi total seluruh
system duktus di mammae. Peningkatan angiogenesis disekitar duktus
disebabkan stimulasi langsung oleh sel ganas, stimulasi sekunder oleh sel
jaringan ikat, atau hilangnya kemampuan sel myoepitel untuk
menghambat angiogenesis. Ketika terjadi perubahan yang disebutkan di
atas terjadi pada sel luminal (atau, lebih jarang sel myoepitel), perubahan
juga terjadi melalui mutasi atau perubahan genetik (missal, DNA metilasi),
atau melalui jalur transmisi sinyal abnormal, menghasilkan hilangnya
interaksi sel normal dan struktur jaringan. Hilangnya fungsi normal ini
juga terjadi pada bertambahnya umur, oleh karena itulah bertambahnya
umur meningkatkan faktor risiko karsinoma mammae. Sel-sel karsinoma
insitu dapat menembus membran basal, kemungkinan disebabkan
hilangnya integritas membran basal dan jaringan karena fungsi abnormal
dari sel myoepitel dan sel stroma (Kumar, Cotran, Robbins, 2007;
Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
3. Virus dikatakan dapat menyebakan terjadinya karsinoma mammae pada
tikus . namun pada kenyataanya pernyataan ini belum begitu jelas (Kumar,
Cotran, Robbins, 2007; Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
4. Pengaruh makanan: Makanan dengan kandunga lemak hewani yang tinggi
merupakan faktor penyebab penting. Di katakan bahwa sel- sel lemak
memproduksi aromatase yang berperan dalam produksi estrogen pada
wanita post menopause (Kumar, Cotran, Robbins, 2007;
Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
2.2.5 Predileksi Karsinoma mammae
Karsinoma mammae biasanya lebih banyak menegenai mammae kiri daripada
mammae kanan. Pada 4% sampai 10% penderita ditemukan tumor primer bilateral
atau sebagai kedua yang tumbuh kemudian. Prediksi karsinoma mammae
berdasarkan persentase kejadian karsinoma mammae adalah sebagai berikut:
kuadran luar atas (50%), bagian tengah (20%), kuadran kuar bawah (10%),
kuadran dalam atas (10%), kuadran dalam bawah (10%).
Secara teori, semua jenis jaraingan pada kelenjar mammae dalam bentuk
karsinoma, tapi biasnya terbentuk dari epitel duktus (90%) dan epitel lobulus
(10%). Karsinoma duktus dan lobulus dibagi menjadi yang belum menembus
pebatas selaput basal (tidak berinfiltrasi) dan yang menembus(berinfiltrasi)
(Kumar, Cotran, Robbins, 2007; Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
2.2.6 Klasifikasi Karsinoma mammae
Menurut WHO (World Health Organization), klasifikasi karsinoma
mammae
berdasarkan gambaran histopatologisnya adalah sebagai berikut:
2.2.6.1 Non-invasif karsinoma
Non-invasif duktal karsinoma
Karsinoma mammae jenis ini dimulai dari sel yang melapisi duktus yang
membawa susu ke papila mammae. Karsinoma intraduktus merupakan 5%
karsinoma mammae. Secara klinik merupakan tumor yang dapat diraba
( sampai diameter 5 cm ) atau seperti tali dalam mammae, yang timbul sebagai
akibat proliferasi epitel duktus, yang cenderung tumbuh dalam duktus tanpa
menembus selaput basal duktus dan jaringan mammae dibawahnya.
Akhirnya, duktus terisi oleh jaringan nekrotik menyerupai keju, yang
dapat menonjol keluar bila ditekan secara ringan bila duktus dipotong
melintang. Secara histologis, sel noeplasma pada awalnya dapat berupa
susunan kelenjar atau tertimbun dalam duktus membentuk pertumbuhan yang
tidak teratur (Kumar, Cotran, Robbins, 2007 ).
Lobular karsinoma in situ
Karsinoma lobular in situ tidak dapat diraba dan hanya dapat ditentukan
secara histologis. Dengan mikroskop, seluruh lobulus menujukan asini
(Duktuli terminal) yang dipenuhi oleh sel-sel neoplastik. Sel-sel sedikit lebih
besar dari normal dan agak renggang, berinti bulat atau oval dengan nucleolus
yang kecil. Pelebaran asini merupakan tanda khas tumor ini (Kumar, Cotran,
Robbins, 2007 )
2.2.6.2. Invasif Karsinoma
a. Invasif duktal karsinoma
Papilobular karsinoma
Karsinoma ini jarang ditemukan dan timbul pada wanita post-
menopause. Karsinoma ini biasanya berupa tumor berbatas tegas disertai
nekrosis fokal, dengan reaksi stroma yang ringan. Tumor ini membentuk
struktuk papiler.
Scirrhous karsinoma
Bentuk sederhana atau yang umum (termasuk karsinoman sirrhous).
Karsinoma sirrhous merupakan 75% karsinoma mammae. Secara klinik,
merupakan tumor yang batasnya meragukan, jarang melibihi diameter 3
sampai 4 cm, konsistensi keras seperti batu. Pada potongan melintang,
tumor tampak berinfiltrasi dan mengkerut dibawah jaringan ikat dan
lemak, dan memberikan gambaran berbintik dan bersuara bila tumor
digores dengan pisau. Tempat dengan nekrosis putih menyerupai kapur
dan kadang bentuk kalsifikasi sering tampak pada permukaan irisan.
Perluasan tumor menimbulkan perubahan pada kulit seperti kulit jeruk, retraksi
putting susu atau fiksasi pada dinding dada. Secara histologis, terdiri sdari
jaringan ikat padat tersebar berupa sarang-sarang atau alur-alur sel tumor. Sel-sel
biasanya berbentuk bulat sampai polygonal atau tertekan, dan bentuk inti sama,
gelap, kecil, dengan sedidkit gambaran mitosis. Pada tepi tumor, sel-sel
neoplasma infiltrasi kejaringan sekitarnya dan invasi ke ruang perivaskuler dan
perineural (Kumar, Cotran, Robbins, 2007)
Solid-tubular karsinoma
b. Tipe Spesial
Mucinous karsinoma
Karsinoma ini lebih jarang dibandingkan karsinoma medular. Ditandai dengan
pembentukan musim, baik intrasel maupun ektrasel. Secara histologis terdapat
salah satu atau lebih dari tiga bentuk. Bentuk pertama, sel tumor tampak sebagi
pulau-pulau kecil , atau sel-sel terisolasi, mengambang dalam danau cairan musin
basofilik yang mengalir ke dalam ruang jaringan. Beberapa sel memberikan
gambaran vakuola karena terdapat musin intrasel. Bentuk kedua, sel neoplasma
tumbuh dalam susunan kelenjar berbatas jelas, lumennya mengandung secret
musin. Sel neoplasma ini juga mengalami vakuolisasi. Bentuk ketiga, terdiri atas
susunan jaringan yang tidak teratur berisi sel tumor tanpa diferensiasi, sebagian
besar berbentuk sel cincin stempel (signet-ring-cell), yang melebar dengan adanya
vakuola besar berisi musin (Kumar, Cotran, Robbins, 2007)
Medulare karsinoma
Karsinoma medular merupakan 5% karsinoma mammae. Morfologisnya lunak,
lebuh menyerupai daging daripada menyerupai batu yang keras, dan sering
membesar (mencapai diameter 10 cm), Pada penampang melintang, tumor
menonjol dari sekitarnya, daripada berkerut dibawahnya. Karsinoma ini memiliki
sedikt stroma. Sel tumor tumbuh membesar, berbentuk polygonal atau lonjong
yang berdifernsiasi buruk dalam bentuk yang tidak teratur. Terdapat infiltrasi
limfosit yang nyata dalam jumlah sedang diantara sel tumor, khususnya ditepi
jaringan tumor (Kumar, Cotran, Robbins, 2007)
Invasif lobular karsinoma
Karsinoma lobular tidak berbatas jelas dan berkonsistensi seperti karet.
Kadang-kadang kelainan ini keras dan scirrhous. Secara histologis, bentuk
klasiknya berupa jalur sel tumor yang sering terjadi dari satu sel lebar yang
kurang beredar dalam jaringan stroma fibrosa. Kadang-kadang sel ini mengitari
asini atau duktuli normal yang disebut ’’ Bentuk Mata sapi ’’, yang dianggap
tanda khas (Kumar, Cotran, Robbins, 2007; Wikipedia, 2008).
Karsinoma tubuler
Karsinoma tubuler merupakan karsinoma yang berdiferensiasi baik yang
terdiri dari atas sel ganas yang tersusun tubuker. Karsinoma ini biasanya berupa
lesi kecil, berdiameter kurang dari 10mm, kenyal, membentuk benjolan dengan
batas ireguler. Karsinoma tubuler merupakan 1-2% dari karsinoma invasive,
dimana tumor ini banyak terdeteksi pada saat skrining. Secara histologist,
karsinoma terdiri atas struktur tubuler yang sempurna, sel yang aga pleomorfik
dengan aktivitas mitotic ringan. Stroma tersebut padat, sering disertai elastosis.
Lain- lainya:
Adenoid cystic karsinoma
karsinoma sel squamos
karsinoma sel spindel
Apocrin karsinoma
Karsinoma dengan metaplasia kartilago atau osseus metaplasia
Sekretori karsinoma
c. Penyakit Paget
Merupakan bentuk yang tidak umum dari karsinoma pada saluran kelenjar
mammae, mengenai wanita yang berumur sedikit lebuh tua daroipada bentuk
lainnya. Dimulai sebagai karsinoma intraduktus yang khas, tetapi mengenai
duktus ekskretorius utama, lalu infiltrasi ke kulit puting susu dan areola
mammae. Sebagai akibatnya, terjadinya perubahan eksematosa pada putting
susu dan areola, mendahuli pembentukan tumor yang dapat di raba pada
mammae. Kulit areola dan sekitarnya sering mengalami fisura, ulkus, dan
keluar cairan. Daerah sekitarnya mengalami hipereni, peradangan dan edema
dan sering terjadi infeksi kuman. Tanda khas Histologik dari tumor ini ialah
invasi epidermis oleh sel neoplasma potognomonik yang disebut sel-sel paget,
yaitu sel besar hiperkromasi dikelilingi oleh daerah yang bening (clear halo),
yang merupakan penimbunan mukopolisakarida intraseluler ( Kumar, Cotran,
Robbins, 2007).
2.2.7 Gambaran klinik
Stadium awal dari karsinoma mammae kadang tidak menunjukan
gejala-gejala. Karena itu penting sekali untuk mengikuti rekomendasi
skrining.
Gejala Karsinoma mammae :
Gumpalan dan massa pada mammae dari pemeriksaan
mammae, biasanya tidak nyeri, tegas dank eras dengan batas
yang tidak teratur.
Terdapat Massa atau gumpalan di daerah aksila.
Perubahan ukuran dan bentuk mammae
Sekret yang abnormal dari papilla mammae.
- Biasanya berdarah atau cairan berwarna kuning jernih
atau hijau
- Dapat berupa pus (purulent)
Perubahan warna dan perabaan dari kulit mammae, putting
susu atau areola
o Mengerut atau bersisik
o Retrasi, gambaran peau d’orange (seperti kulit jeruk)
o Kemerahan.
o Penonjolan Vena pada permukaan mammae
Perubahan gambaran dan sensasi dari putting susu
- Retraksi, Pelebaran atau rasa gatal
Nyeri dan Pembesaran mammae, atau rasa tidak enak hanya
pada satu sisi.
Gejala dari penyakit lanjutan seperti nyeri tulang, penurunan
berat badan, pembengkakan pada salah satu lengan, dan
ulserasi kulit (Levin, 2009;Dolinsky, 2009: Wikipedia, 2008)
2.2.8 Derajat dan Stadium
2.2.8.1 Klasifikasi TNM Karsinoma mammae menurut American
Joint
Committee on Cancer ( AJCC )
Tomur Primer ( T ) :
TX Tumor Primer tidak dapat ditentukan
Tis Karsinoma insitu dan penyakit paget pada papila
tanpa teraba tumor
TO Tidak ada bukti adanya Tumor Primer
T1 Tumor < 2 cm
T1mic Tumor < 0.1 cm
T1a Tumor 0.1 – 0.5 cm
T1b Tumor 0.5 – 1,0 cm
T1c Tumor 1.0 – 2.0 cm
T2 Tumor 2 – 5 cm
T3 Tumor > 5 cm
T4 Tumor dengan penyebaran langsung ke dinding
thoraks atau kulit ( Diding thoraks adalah tulang
iga, otot interkostal, dan otot seratus anterior tanpa
otot pektoralis)
T4a Tumor menyebar ke dinding thoraks.
T4b Tanda udem dan peau d’orange atau ulserasi pada
kulit atau modul satelit kulit.
T4c T4a, T4b
T4d Inflamasi karsinoma
Kelenjar Regional ( N ) :
NX Kelenjar Regional tidak dapat ditemukan
NO Tidak teraba kelenjar aksila
N1 Teraba Kelenjar aksila homolateral yang tidak
melekat
N2 Teraba kelenjar aksila homolateral yang melekat
satu sama lain atau melekat pada jaringan
sekitarnya
N3 Terdapat kelenjar mamaria interna homolateral
Klasifikasi potologi ( pN ) :
pNX Kelenjar Regional tidak dapat ditemukan
pNO Tidak ditemukan metastase kelenjar regional
pN1 Metastase ke kelenjar regional homolateral yang
tidak melekat.
pN1a Micrometastase < 0.2 cm
pN1b Metastase > 0.2 cm
pNbi Penyebaran pada 1 – 3 kelenjar regional; > 0.2 cm
sampai < 2.0 cm
pNbii Penyebaran ke 4 atau lebih kelenjar regional;
> 0.2 cm sampai < 2.0 cm
pNbiii Penyebaran sampai ke kapsul dari kelenjar
regional;2.0 cm
pNbiv Penyebaran ke kelenjar regional > 2.0 cm
pN2 Metastase ke kelenjar aksila homolateral yang
melekat satu sama lain atau melekat pada jaringan
sekitarnya
pN3 Metastase ke kelenjar mamaria internal homolateral
Metastase (M) :
MX Tidak dapat ditemukan metastase jauh
MO Tidak ada Metastase jauh
M1 Terdapat metastase jauh termasuk ke kelenjar
supraklavikuler (National Cancer Institute, 2009)
2.2.8.1 Pembagian Stadium Karsinoma mammae Menurut AJCC, 1992
Stadium 0 Tis N0 M0
Stadium I T1 N0 M0
Stadium IIA T0 N1 M0
T1 N1 M0
T2 N0 M0
Stadium IIB T2 N1 M0
T3 N0 M0
Stadium IIIA T0 N2 M0
T1 N2 M0
T2 N2 M0
T3 N1,N2 M0
Stadium IIIB T4 Semua N M0
Semua T N3 M0
Stadium IV Semua T Semua N M0
(Lippman, 2005)
2.2.9. Pemeriksaan Karsinoma mammae
2.2.9.1 Pemeriksaan Klinik Mammae
Dilakukan setiap tiga tahun sekali untuk usia 20 sampai 39 tahun
dan setiap satu tahun sekali diatas 40 tahun. Pemerikasaan klinik mammae
dilakukan oleh tenaga kesehatan professional untuk memeriksa adanya
gumpalan dan melihat perubahan ukuran dan bentuk dari mammae.
Anamnesis
Pemeriksaan fisik :
Inspeksi : dengan meminta penderita duduk dengan tangan
jatuh bebas di samping lalu di atas kepala (akan lebih
terlihat asimetris, cekungan kulit, retraksi). Pemeriksa
berdiri di depan kurang lebih sama tinggi (simetris, papil,
letak, bentuk). Ketika tangan di atas kepala dilihat apakah
ada bayangan tumor di bawah kulit yang mengikuti atau
tertinggal.
Palpasi : pasien duduk lalu palpasi aksila dan
supraclavicula. Palpasi mammae ketika duduk dan
berbaring(dengan ganjal bantal) dengan tangan abduksi
dengan cara tangan pemeriksa memutari mammae mulai
dari costae 2 sampai distal costae 6 daerah subareolar dan
papila dilakukan sentrifugal. Jika tidak teraba tapi pasien
merasa ada maka USG dapat dipakai sebagai pemeriksaan
penunjang konfirmasi. Waktu periksa rapatkan keempat
jari gunakan ujung dan perut jari berlawanan arah jarum
jam palpasi lembut dilarang meremas mammae. Kemudian
lembut pijat areola mammae, papilla mammae apakah
keluar sekret. Jika terdapat tumor catat : lokasi, ukuran,
konsistensi, batas, permukaan, mobilitas terhadap kulit, otot
pektoralis dan dinding dada, nyeri tekan,dll. Pemeriksaan
KGB : aksila (mammaria eksterna di anterior bawah tepi
otot pektoralis, subkapsularis di posterior aksila, sentral di
pusat aksila, apikal di ujung atas fasia aksilaris) supra dan
infraklavikula, KGB leher utama.
Yang dapat ditemukan :
Bisa dapat dengan atau tanpa benjolan dan biasanya tidak nyeri
(jika nyeri →kelainan fibrokistik)
Kulit mammae,areola, puting susu terlihat merah, teraba hangat,
dan nyeri/tidak
Keluarnya cairan abnormal (discharge) pada puting susu → curiga
karsinoma lebih besar biasa terjadi pada karsinoma papillar dalam
duktus yang besar atau tumor mengenai duktus yang besar,
pembesaran atau inversi puting susu (biasanya papiloma/kelainan
intraduktal)
Rigiditas pada kulit mammae seperti kulit jeruk (peau de orange)
→ edem kulit akibat obstruksi limfatik dan folikel rambut
tenggelam ke bawah.
Pembesaran KGB awalnya mobil lalu saling berkoalesensi atau
adhesi ke jaringan sekitar, kelenjar limfe supraklavikuler dapat
menyusul membesar. Ada juga terdapat limfadenopati namun tidak
teraba massa mammae → karsinoma mammae tipe tersembunyi.
Mammae imobile(pada stadium lanjut dapat terfiksasi ke dinding
toraks), ireguler, asimetris (pendataran, skin dimpling(cekungan
kulit→ karena mengenai ligamen sehingga ligamen tertarik),
berkerut, retraksi puting susu yang baru terjadi akibat tumor
menginvasi jaringan subpapilar)
jauh (Sjamsuhidayat, Wim de Jong 2005;Levin, 2005;Dolinsky,
2009)
2.2.9.2 Pemeriksaan Mammogram
Sudah digunakan sejak tahun 1960 di Amerika Utara, dengan
konvensional 0,1cGy.Penekanan mammae di antara 2 plat dengan film
beresolusi tinggi dan x ray penetrasi rendah(<0,4 cGy),dengan 2
penampang mediolateral obliq (MLO) dan craniocaudal (CC) ke tengah-
tengah dada. MLO dapat melihat sebagian besar dari jaringan mammae
termasuk upper outer quadran samapi aksila. CC dapat melihat lebih baik
dari medial. Biasanya untuk memperjelas CC dengan 90o lateral dan spot
compression view.
Karsinoma memiliki gambaran sebagai densitas opak tepi luar ireguler,
berspikula, mikrokalsifikasi tidak khas untuk karsinoma di dalam/luar
lesi,kulit menebal, penyimpangan bentuk, nodus dapat terlihat dan terlibat.
Mikrokalsifikasi → DCIS. Mammogram sering mendeteksi massa tumor
sebelum dapat dirasakan dan mengindentifikasi adanya mikrokalsifikasi
yang dapat menjadi tanda awal karsinoma. Pemeriksaan mammogram
yang teratur dapat menurunkan mortalitas dari karsinoma mammae 30%.
Wanita sebaiknya melakukan pemeriksaan mammogram setiap tahun
mulai dari usia 40 tahun. Dan wanita yang mewarisi mutasi genetic yang
dapat meningkatkan resiko dan yang mempunyai riwayat keluarga
karsinoma mammae pemeriksaan mammogram dimulai lebih dini
(Martini, 2004; Levin, 2009;Sjamsuhidayat,Wim de Jong 2005;Dolinsky,
2009;Wikipedia, 2008)
Gambar 2.3 Gambaran mammogram normal (kiri) dan Karsinoma
(Kanan) (wikipedia 2008)
2.2.9.3 Ultrasonografi (USG)
Pemeriksaan ultrasonografi dilakukan bila terdapat kista atau pada
wanita muda yang mempunyai kelenjar mammae yang padat.ultrasonografi
menggunakan gelombang suara frekuensi tinggi untuk memperlihatkan
daerah yang mencurigakan pada mammae.pemeriksaan ini tidak
menimbulkan nyeri dan dapat membedakan antara lesi yang jinak atau
ganas,dan masa padat atau berisi cairan. Interpretasi : kista (transparan),
lesi jinak (batas jelas), karsinoma (batas tidak jelas).
(martini;2004;Levin,2009; dolinsky,2009;wikipedia,2008)
2.3.9.4 Tumor Marker
CA 15.3 (carbohydrate antigen 15,3, epithelial mucin) digunakan sebagai
tumor marker dalam darah (wikipedia,2008)
2.3.9.5 Biopsi
Merupakan pemeriksaan terpenting karena hanya ini satu-satunya cara
yang dapat memastikan apakah itu suatu karsinoma, yaitu dengan
mengambil sel dan memeriksanya di bawah mikroskop. Ada beberapa tipe
biopsy, yaitu :
1. FNAC (Fine Needle Aspiration Cytology) /Tru cut
a. Jarum kecil 21-23 panjang 1,5 inchi dengan spuit 10 ml dapat
dibaca dalam 30 menit
b. Dilakukan fiksasi 95% etanol dan preparat kering
c. Dapat membedakan solid/kistik
d. Hasil positif bukan indikasi bedah radikal karena dapat terjadi
hasil positif
palsu. Kemungkinan false positif → 1-2%. False negatif 10%.
e. Biopsi dengan jarum halus (FNA=fine needle aspiration
biopsy):Dapat dipakai untuk menentukan apakah akan segera
disiapkan pembedahan dengan sediaan beku ataun akan
dilanjutkan dengan pemeriksaan lain langsung akan dilakukan
ekstirpasi.
2. Core Biopsi
a. Jarum lebih besar 14 dimasukkan ke bagian inti yang mudah
dipalpasi
b. Jaringan ditempatkan di formalin dan dibuat parafin blok
c. Mengambil beberapa inti dari massa/area mikrokalsifikasi
d. Masalah utamanya adalah salah penempatan jarum → false
negatif.
3. Open Biopsi
a. Hanya pada pasien yang telah diperiksa dengan imaging,
FNAC, core
b. Anestesi : general/lokal
c. Biopsi eksisi → mengangkat seluruh jaringan tumor beserta
sedikit jaringan sehat sekitarnya bila tumor < 5 cm.
d. Biopsi insisi → mengangkat sebagian jaringan tumor dan
sedikit jaringan sehat dilakukan untuk tumor-tumor
inoperable / > 5cm.
4. FS (Frozen Section)
a. Sudah tidak praktis lagi
b. Dapat dipakai menilai kel. Limfe namun sensitivitasnya 80%.
(Levin, 2009;Sjamsuhidayat,Wim de Jong 2005; Dolinsky, 2009;
Wikipedia, 2008)
2.2.10 Terapi Karsinoma mamma
Sebelum merencanakan terapi karsinoma mammae, dioagnosa klinis
dan histoptologik serta stadium penyakit harus ditentukan dahulu
(Sjamsuhidayat,Wim de Jong 2005).
2.2.10.1 Pembedahan
Hampir semua wanita penderita karsinoma mammae akan memilih
pembedahan sebagai pengobatan. Tujuan dari pembedahan yaitu
membuang sejumlah besar karsinoma yang mungkin dilakukan. Dan ada
cara pembedahan yang berbeda yang mungkin dilakukan, termasuk
diantaranya:
Breast Conservation Therapy (BCT)
Keuntungan dari BCT adalah tidak memerlukan rekonstruksi atau
prosthesis
untuk memperlihatkan kembali keadaan sebelum pembedahan.
a. Lumpectomy: membuang tumor dengan dengan sedikit jaringan
mammae disekitarnya tapi tidak membuang seluruh mammae.
Pembedahan ini selalu membutuhkan kombinasi dengan terapi
radiasi. Pada saat pembedahan, ahli bedah juga dapat
memotong kelenjar getah bening dibawah aksila sehingga
bagian yang patologis dapat diperiksa sebagai tanda dari
karsinoma. Lumpectmy dengan terapi radiasi efektif untuk
karsinoma intraduktus.
b. Mastectomy partial atau segmental :membuang seluruh
jaringan mammae (tapi tidak seluruh mammae).pembedahan
ini memerlukan kombinasi dengan terapi radiasi.mastectomy
efektif untuk membuang jaringan mammae pada karsinoma
stadium1dan 11.
Modified radical mastectomy:membuang seluruh jaringan mammae
dan memotong kelenjar getah bening dibawah aksila
(martini,2004;Levin,2009;Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2005;
Dolinsky, 2009;Wikipedia, 2008)
2.2.10.2 Radioterapi
Radioterapi menggunankan x-ray kekuatan tinggi atau sinar
gamma (XRT) untuk membunuh sel-sel karsinoma. X-ray dihantarkan
oleh mesin yang disebut linear accelerator atau LINEC. Cara alternative
menggunakan implantasi kateter radioaktif (Brachyterapy). Pengobatan di
lakukan 5 hari dalam seminggu selama 6 minggu. Pengobatan memerlukan
waktu beberapa menit tanpa rasa sakit. Terapi radiasi dilakukan setelah
pembedahan dengan tujuan untuk mengurangi kesempatan karsinoma
untuk kambuh. Radasi juga dapat menyebabkan kerusakan jaringan
normal disekitar tumor tapi jaringan sehat yang normal dapat menjadi baik
lagi. Terapi radiasi direkomendasikan untuk yang telah menerima
pembedahan (Sjamsuhidajat,Wim de Jong 2005; Levin, 2009;Dolinsky,
2009)
Indikasi terapi radiasi :
Pengobatan adjuvant untuk karsinoma mammae yang menggunakan
teknik lumpectomy
Pengobatan neoadjuvant sebelum mastectomy: secara klinik tumor > 5
cm, tumor > 2 cm setelah pengobatan dengan kemoterapi.
Pengobatan adjuvant setelah mastectomy : Tumor primer > 5 cm dan
meliputi 4 atau lebih kelenjar getah bening
Efek samping dari terapi radiasi :
Kemerahan pada kulit
Kekakuan otot
Bengkak ringan
Kelembekan pada area tersebut
Mammae yang disinari menyusut (Levin, 2009; Dolinsky, 2009;
Wikipedia, 2008)
2.2.10.3 Terapi sistemik
Terapi sistemik menggunakan obat-obatan untuk pengobatan sel-sel
karsinoma diseluruh tubuh (Sjamsuhidajat,Wim de Jong, 2005; Wikipedia,
2008)
2.2.10.3.1 Kemoterapi
Meskipun tumor dapat dibuamng melalui pembedahan, tapi selalu ada
kemungkinan untuk kambuh karena mungkin secara mikrokroskopis sel-
sel karsinoma sudah menyebar kebagian yang jauh dalam tubuh. Untuk
mengurangi resiko kekambuhan dapat dilakukan kemoterapi. Kemoterapi
dapat diberikan sebelum atau sesudah pembedahan (Levin, 2009;
Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005; Dolinsky, 2009; Wikipedia, 2008)
Kemoterapi adalah terapi dengan menggunakan obat anti karsinoma
yang akan masuk keseluruh tubuh. Stadium karsinoma yang tinggi penting
menerima kemoterapi. Ada beberapa obat untuk kemoterapi dan biasanya
diberikan dalam bentuk kombinasi untuk tiga sampai enam bulan setelah
dilakukan pembedahan. Obat yang digunakan :
CMF:cyclophosphamide,methotrexate dan 5-fluorouracil
FAC:5-fluorouracil,doxorubicin,cyclophospohamide
AC:doxorubicin dan cyclophosphamide
AC:dengan paclitaxel dilakukan setelah AC
TAC:docetaxel,doxorubicin,dan cyclophosphamide
FEC:5 –fluorouracil,epirubicin,dan cyclophosphamide untuk 5
siklus
FEC:untuk tiga siklus dilanjutkan dengan docetaxel untuk tiga
siklus
AC:doxorubicin dan cyclophosphamide dilanjutkan paclitaxel
TC: taxotere (docetaxel) dan cyclophosphamide (Levin,2005;
dolinsky,2006;wikipedia,2006)
Kemoterapi yang diberikan sebelum dilakukan
pembedahan.biasanya digunakan untuk memperkecil ukuran
karsinoma sebelum dilakukan pembedahan. Kemoterapi adjuvant
diberikan setelah pembedahan untuk mengurangi risiko
kekambuhan (National Cancer Institute,2009)
2.2.10.3.2 Terapi Hormonal
Terapi hormonal terutama mencakup bedah dan terapi hormon
terapi hormonal bedah terutama adalah ooforektomi (disebut juga kastrasi)
terhadap wanita pramenopause, sedangkan adrenalektomi dan hipofisektomi
sudah praktis ditinggalkan terapi hormonal medikamentosa yang dewasa ini
digunakan di klinis terutama adalah :
1. obat antiestrogen
tamoksifen penyekat reseptor estrogen, mekanisme utama : berikatan
dengan ER secara kompetitif, menyekat transmisi informasi ke dalam
sel tumor sehingga berefek terapi. Merupakan obat terapi hormonal
yang paling luas dipakai dewasa ini. Memiliki efek mirip estrogen :
efek samping trombosis vena dalam, karsinoma endometrium, dll
sehingga perlu diperhatikan dan diperiksa berkala.
2. inhibitor aromatase
pada wanita pasca menopause, estrogen terutama berasal dari
kolesterol yang disekresi lapisan retikular kelenjar adrenal dan
androstendion yang terdapat di jaringan lemak, hati, otot, dll.
kedua zat tersebut melalui efek enzim aromatase diubah menjadi
estradiol dan estrogen
inhibitor aromatase menghambat kerja enzim aromatase sehingga
menghambat atau mengurangi perubahan androgen menjadi
estrogen
inhibitor aromatase yang yang digunakan di klinis dewasa ini
generasi ketiga : golongan nonsteroid anastrozol, letrozol, dan
golongan steroid eksemestan
inhibitor aromatase hanya digunakan untuk pasien pasca
menopause dengan reseptor hormon +
Efek sampingnya : osteolisis, sehingga harus dilakukan
pemantauan sesuai
3. Obat sejenis LH-RH (luteinizing hormone-releasing hormone)
Contohnya goserelin menghambat sekresi gonadotropin,
menghambat fungsi ovarium secara keseluruhan sehingga kadar
estradiol serum turun. Jadi obat jenis ini dapat mencapai efek
ooforektomi medikamentosa secara selektif sehingga
menghambat pertumbuhan tumor.
4. Obat sejenis progesteron
Yang sering digunakan medroksiprogesteron asetat (MPA) dan
megesterol asetat (MA). Terutama digunakan bagi pasien pasca
menopause atau pasca ooforektomi. Mekanisme utama :melalui
umpan balik hormon progestin menyebabkan inhibisi aksis
hipotalamus-hipofisis-adrenal, androgen menurun sehingga
mengurangi sumber perubahan menjadi estrogen dengan hasil
turunnya kadar estrogen. (Matini, 2004; Levin,
2009;Sjamsuhidajat, Wim de Jong,2005; Dolinsky, 2009;
Wikipedia, 2008).
2.2.10.3.3 Terapi Biologis
Obat anti karsinoma sebagai terapi biologis yang digunakan adalah Herseptin
berefek terapi nyata terhadap karsinoma mamae dengan overekspresi gen cerbB-2
(HER-2). Herseptin suatu antibodi monoklonal hasil teknologi transgenik yang
berefek anti protein HER-2 secara langsung. Tidak hanya menyekat sinyal
pertumbuhan dalam sistem HER-2 tapi juga menghasilkan efek sitotoksik yang
dimediasi sel dan bergantung antibodi, sehingga berefek antitumor. Dipakai
tunggal atau dalam kemoterapi kombinasi, efek klinisnya memuaskan, termasuk
dalam meningkatkan survival (Lenvin, 2005;Dolinsky, 2009; Wikipedia, 2008).
Penatalaksanaan Karsinoma mammae per Stadium
Stadium 0
- mastectomy total + radioterapi (jarang) / lumpectomy + radiasi /
lumpectomy saja
- terapi hormonal : sudah didiagnosis pasti karsinoma dengan reseptor
hormon positif
Stadium I
- modifikasi mastectomy radikal + radioterapi / lumpectomy + radioterapi /
lumpectomy dengan atau tanpa radioterapi internal
- pengangkatan nodus limfatikus aksila
- kemoterapi mencegah rekurensi
- terapi hormonal individu dengan karsinoma reseptor hormon positif
Stadium II A dan II B
- modifikasi mastectomy radikal + radioterapi / lumpectomy + radioterapi
dan kadang dilanjutkan kemoterapi
- pengangkatan nodus limfatikus aksila + radioterapi pada nodus limfatikus
mammilaris interna
- kemoterapi biasanya dianjurkan
- terapi hormonal individu dengan karsinoma reseptor hormon positif
Stadium III A dan III C (operable)
- modifikasi mastectomy radikal dan diikuti radioterapi / lumpectomy +
radioterapi diikuti kemoterapi
- pengangkatan nodus limfatikus aksila + radioterapi pada nodus limfatikus
mammilaris interna
- kemoterapi hampir selalu direkomendasikan
- terapi hormonal individu dengan karsinoma reseptor hormon positif.
(amaerican cancer society, 2006 )
2.2.11 Komplikasi Karsinoma mammae
Meskipun dengan pengobatan yang tepat, karsinoma mammae dapat metastasis
ke bagian lain dari tubuh seperti otak, pleura, paru, hati, dan tulang. Komplikasi
lain Didapat setelah pembedahan, drainase kelenjar getah bening pada aksila,
pengaruh radiasi pengobatan kemoterapi dan tamoxifen (Levin, 2009)
Tabel 2.1 Metastasis hematogen karsinoma mammae (Sjamsuhidajat, Wim de
Jong, 2005)
Letak Gejala dan tanda utama
Otak Nyeri kepala, mual-muntah, epilepsy,
ataksia, paresis, parestesia
Pleura Efusi, sesak nafas
Paru Tanpa Gejala
Hati Kadang tanpa gejala
Massa, ikterus obstruktif
Tulang
Tengkorak Nyeri, Kadang tanpa gejala
Vertebra Kempaen sum-sum tulang
Iga Nyeri, patah tulang
tulang panjang Nyeri, patah tulang
2.2.12Pencegahan Karsinoma mammae
Beberapa factor risiko yang berhubungan dengan perkembangan karsinoma
mammae tidak dapat dikontrol secara individual. Semakin cepat karsinoma
mammae ditemukan semakin mudah melakukan pengobatan. Untuk itu perlu
dilakukan pemeriksaan untuk mencegah berkembangnya karsinoma mammae.
Mammogram:deteksi dini untuk karsinoma mammae
Pemeriksaan psendiri: dilakukan setiap hari
Profilaksis oophorectomy (pengangkatan ovarium)
Tidak menggunakan hormone replacement therapy (HRT)
bagi yang
mempunyai riwayat keluarga karsinoma mammae
Menghindari factor-faktor risiko yang dapat memicu
terjadinya karsinoma
mammae (Levin, 2009;Dolinsky, 2009; Wikipedia, 2008)
2.2.13 Prognosis Karsinoma mammae
Prognosis karsinoma mammae ditemukan oleh tingkat penyebaran dan potensi
metastasis berdasarkan klasifikasi TNM, Biula tidak di obati ketahanan hidup
lima tahun adalah 16 – 22%, Sedangkan ketahanan hidup sepuluh tahun adalah 1
– 5%. Ketahanan hidup bergantung pada stadium penyakit, saat mulai
pengobatan, gambaran histopatologik, uji reseptor estrogen yang bila positf lebih
baik ( Sjamsuhidayat, 2005)
Tabel 2.2 Ketahanan hidup lima tahun bedasrkan stadium karsinoma mammae
(Lippman, 2005)
Stadium Ketahanan hidup lima tahun (%)
O 99
I 92
I1a 82
IIB 65
IIIA 47
IIIB 44
IV 14
Prognosis berdasarkan Nottingham Grading
Indikator prognostic Nottingham Prognostic Index (NPI)
Besar tumor dalam cm.
Status KGB:
o 1 : tidak ada KGB terkena
o 2 : KGB yang terkena 1 -3
o 3 : KGB yang terkena > 4
Histopatologis
o Grade 1 (nilai 3 – 5) skor 1
o Grade 2 (nilai 6 – 7) skor 2
o Grade 3 (nilai 8 atau 9) skor 3
NPI = (0,2 x besar tumor) + status KGB + grade histopatologis
Grup Nilai Indeks
10 years survival rate
(%)
Excellent < 2,4 98%
Good < 3,4 90%
Moderate I < 4,4 83%
Moderate II < 5,4 75%
Poor < 6,4 47%
(Levin, 2009)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Bahan penelitian/ subjek penelitian
3.1.1 Bahan penelitian
Bahan penelitian adalah data sekunder berupa rekaman medis pasien
karsinoma mammae mammae pada Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel
Bandung.
3.1.2 Subjek Penelitian
Data – data pasien yang terdiagnosis karsinoma mammae yang terdapat di
dalam rekam medis Rumah Sakit Immanuel dalam kurun waktu tahun 2008.
3.1.3 Tempat dan Waktu penelitian
Penelitian dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi dan pada Bagian
Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.
3.2 Metode Penelitian
3.2.1 Desain penelitian
Penelitian bersifat survey dekskriptif dengan pengambilan data secara
retrospektif. Data-data yang diperlukan diambil dari Bagian Rekam Medis
Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2008. Dari data-data tersebut dicatat usia
pasien, jenis karsinoma mammae, riwayat benjolan, riwayat pasien yang telah
mengalami penyebaran ke kelnjar getah bening, berat badan, tinggi badan,
ukuran tumor, dan lokasi tumor, kemudian dari data yang sudah ada, disajikan
dalam bentuk tabel dan dilakukan perhitungan secara persentase.
3.2.2 Besar sampel penelitian
Semua data rekam medis dengan diagnosis karsinoma mammaei pada Bagian
Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung selama tahun 2008.
3.2.3 Prosedur Kerja
3.2.4 Cara Pemeriksaan
Data yang telah terkumpul dari rekam medis diseleksi, dicatat dan isajikan
dalam bentuk tabel dengan format jumlah dan perhitungan secara persentase.
3.2.5 Metode Analisis
Hasil penelitian dianalisis secara deskriptif dan dibandingkan dengan hasil-
hasil penelitian sebelumnya dan dengan kepustakaan yang sudah ada.
Surat Pengatar dari Fakultas
Bagian Bedah
Bagian Rekam Medis
Pencarian dan PencatatanData
Penyelesaian KTI
(BAB II,IV,V)
Pembuatan BABI & III
BB TB BMI
58 160 25,766 159 26,135 145 1677 165 28,559 150 26,248 160 18,654 152 23,552 155 21,759 158 24,568 158 2849 154 2162 168 22 - - -43 - -65 159 2660 149 27,260 160 23,455 155 22,978 155 32,548 150 21,346 150cm 20,446 150cm 20,463 151cm 27,6
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Immanuel
mengenai Prevalensi Karsinoma Mammae, didapatkan 41 kasus penderita
karsinoma mammae selama tahun 2008. Data yang dinilai dan diolah berdasarkan
karakteristik statistik : usia, berat badan (dalam kilogram), tinggi badan (dalam
sentimeter), riwayat benjolan. Lokasi benjolan, ukuran tumor, penyebaran ke
kelenjar getah bening, serta pemeriksaan laboratorium dan hasil histopatologisnya
untuyk menegakkan diagonosis karsinoma mammae. Dibawah ini adalah tabel
dan diagram yang berisi data – data yang didapat dari data rekam medis dibagian
Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung tahun 2008.
Table 4.1. Distribusi karsinoma mammae berdasarkan status obesitas
penderita
59 155 2459 150 26,248 150 21,3
158 60 kg 25159 149 26,858 158 cm 24,258 149 26,463 151 27,460 158 cm 2565 155 cm 27,140 157 1640 158 1658 150 25,850 150 22,264 153 27,839 150 17,362 155 25,865 150 28,9
Kategori BMI (kg/m2) Cumulative %
Underweight < 18,5 4 10%Normal 18,5 - 22,9 12 29%Overweight > 23 - pre-obese 23,0 - 24,9 5 12% - Obese I 25,0 - 29,9 18 44% - Obese II > 30 - -No. Ket - 2 5%
Tabel 4.2.Distribusi karsinoma mammae berdasarkan berat badan, tinggi
badan penderita serta hubungannya dengan status obesitas penderita
sebagai faktor risiko karsinoma mammae.
Grafik 4.1 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan berat badan, tinggi badan
penderita serta hubungannya dengan status obesitas penderita sebagai
faktor risiko karsinoma mammae.
Umur Jml Penderita %
30 - 40 thn 3 org 7%41 - 50 thn 17 org 41%51 - 60 thn 8 org 20%>60 thn 13 org 32%
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
30 - 40 thn 41 - 50 thn 51 - 60 thn >60 thn
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
Underw eight Normal pre-obese Obese I Obese II No. Ket
Dari data di atas didapatkan kelompok penderita karsinoma mammae yang
dibagi berdasarkan status Body Mass Index, melihatkan hasil terbanyak
adalah penderita dengan status obesitas tingkat 1.
Tabel 4.3 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan golongan usia tahun 2008 di
Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Grafik 4.2 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan golongan usia tahun 2008
di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
35%
40%
45%
30 - 40 thn 41 - 50 thn 51 - 60 thn >60 thn
Berdasarkan hasil data yang didapatkan, maka dapat disimpulkan bahwa golongan
usia penderita karsinoma mammae terbanyak adalah usia 41 – 50 tahun, dan
diikuti dengan golongan usia lebih dari 60 thaun sebagai ke dua terbanyak.
Tabel 4.4 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan predileksi tumor mammae
yang terdeteksi pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada tahun
2008 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung.
Lokasi Benjolan Cumulative %(dalam persen)
Sinistra 14 34%
Dextra 22 54%
Bilateral 5 12%
Grafik 4.3 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan predileksi tumor
mammae yang terdeteksi pada pemeriksaan fisik yang dilakukan
pada tahun 2008 di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel
Bandung.
Dextra Sinistra Bilateral0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
Dari data diatas, maka dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa, predileksi
terbanyak pada penderita karsinoma mammae adalah mammae dextra, yaitu
sebanyak 54%.
Tabel 4.5 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan lamanya riwayat benjolan
yang dirasakan penderita sampai terdiagnosis sebagai karsinoma
mammae di Rumah Sakit Immanuel pada tahun 2008.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
< 1 thn 1 - 2 thn 2,1 - 3 thn 3,1 - 4 thn 4,1 - 5 thn > 5 thn No. Ket
Riwayat benjolan Cumulative %
< 1 thn 9 22%
1 - 2 thn 21 51%
2,1 - 3 thn 3 7%
3,1 - 4 thn 2 5%
4,1 - 5 thn 3 7%
> 5 thn 1 2%
No. Ket 2 5%
Grafik 4.4 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan lamanya riwayat benjolan
yang dirasakan penderita sampai terdiagnosis sebagai karsinoma
mammae di Rumah Sakit Immanuel pada tahun 2008.
Dari data yang didapat mengenai riwayat benjolan yang dirasakan penderita, maka
dalam kurun waktu 1- 2 tahun adalah waktu terbanyak dimana penderita
karsinoma mammae sudah dapat merasakan adanya benjolan tersebut.
Tabel 4.6 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan ada tidaknya penyebaran
karsinoma ke daerah kelenjar getah bening regional.
Penyebaran Cumulative %
KGB (+)
KGB (-)
No. Ket
Kelenjar
Getah Bening
KGB (+) 21 51%
KGB (-) 13 32%
No. Ket 7 17%
Grafik 4.5 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan ada tidaknya penyebaran
karsinoma ke daerah kelenjar getah bening regional.
Pada hasil data yang didapatkan, maka 51% penderita karsinoma mammae yang
terdiagnosis pada tahun 2008 di Rumah Sakit Immanuel telah mengalami
penyebaran ke kelenjar getah bening regional.
Tabel 4.7 Distribusi karsinoma mammae berdasarkan tipe karsinoma mammae
terbanyak yang di dapat dari hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi
Anatomi di Rumah Sakit Immanuel dalam kurun waktu tahun 2008.
DISTRIBUSI PEMERIKSAAN
JUMLAH
PENDERITA
%
LAB.PATOLOGI.ANATOMI
Tidak ada Lab. P.A 9 22%
Non-invasif karsinoma
Duktal karsinoma insitu
Lobular karsinoma insitu
9
0
22%
0%
Invasif karsinoma
Invasif duktal karsinoma 23 56%
Special types 0 0%
Jumlah 41 100%
Pada data yang diambil dari hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi di
Rumah sakit Immanuel maka didapatkan, tipe terbanyak dari karsinoma mammae
adalah invasif duktal karsinoma, yaitu sebanyak 56 % penderita.
4.2 Pembahasan
Jumlah kasus penderita karsinoma mammae pada data yang diambil dari
rekam medis selama kurun waktu tahun 2008 di Rumah Sakit Immanuel, maka
terdapat 41 kasus(lihat lampiran).
Dari hasil yang didapatkan di Rumah sakit Immanuel Bandung, distribusi
status obesitas sebagai salah satu faktor risiko karsinoma mammae, maka dari 41
kasus penderita karsinoma mammae selama tahun 2008, didapatkan 10 persen
penderita dengan status underweight, status normal sebanyak 29%, status pre-
obesitas sebanyak 12%, status obesitas I sebanyak 44%, dan tanpa keterabgan
mengenai tinggi badan dan berat badan sebanyak 5%. Maka penderita karsinoma
mammae dengasitas merupakann status kelehihan berat badan didapatkan
sebanyak 66%, hal ini membuktikan bahwa obesitas memiliki hubungan yang
erat sebagai faktor risiko pada penderita karsinoma mammae. Hal ini tidak jauh
berbeda pengan penelitian yang dilakukan oleh American Cancer Society, yang
menyatakan bahwa wanita dengan obesitas pada saat atau setelah menopause
memiliki kesempatan yang lebih besar terkena karsinoma mammae dibandingkan
wanita yang tidak obesitas. Risiko kasinoma mammae meningkat bersamaan
dengan meningkat BMI dan umur. Di perkirakan terjadi peningktan risiko
sebanyak 3% setiap peningkatan BMI 1kg/m2. Wanita obesitas dengan BMI yang
tinggi memiliki dua kali risiko kematian karena karsinoma mammae
dibandingkan dengan wanita yang BMI normal.
Menurut Wingert dan Kantrowitz didalam penelitiannya setelah menopause,
kelebihan berat badan meningkatkan jumlah sirkulasi estrogen, yang dapat
mempercepat pertumbuhan sel-sel tumor dari karsinoma mammae. Sebelum
menopause, wanita mendapat estrogen dari ovarium. Proses ini berhenti saat
menopause, tapi sel-sel lemak tetap memproduksi estrogen dengan bantuan
aromatase, yang dapat mengubah androgen menjadi estrogen. (Winger dan
Kantrowitz, 2007 )
Dari tabel distribusi karsinoma mammae berdasarkan golongan usia tahun 2008
di Bagian Rekam Medis Rumah Sakit Immanuel Bandung, maka didapatkan
golongan usia terbanyak menderita karsinoma mammae adalah umur 41-50
tahun, data ini tidak jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
American Cancer society yang menyatakan bahwa rata-rata usia penderita
karsinoma mammae adalah 45-55 tahun dan terjadi peningkatan risiko seiring
dengan pertambahan umur. Dari data yang didapatkan dari sumber yang berbeda,
Yayasan Karsinoma Indonesia (1998) mengumpulkan data sebanyak 394 kasus
dari 513 (76,4%) kasus karsinoma mammae merupakan tipe karsinoma duktal
invasif. Menurut Prof Teguh Aryandono dari Universitas Gajah Mada, yang
mengadakan penelitian di Yogyakarta menunjukkan terjadi pergeseran umur
penderita karsinoma mammae, menjadi lebih muda. Usia terbanyak antara 40-49
tahun, sedangkan di negara barat biasanya terjadi pada masa monopause.
Dari penelitian didapatkan predileksi mammae yang paling sering terjadi yaitu
mammae kanan sebanyak 54%. Pada mammae kiri sebanyak 34% dan sisanya
adalah bilateral. Hasil ini berbeda dengan yang didapatkan Yayasan Karsinoma
Indonesia yaitu 276 dari 513 kasus(53,4%) karsinoma mammae terjadi pada
sebelah kiri. Menurut Kumar, Cotran, Robbins, menyatakan dalam bukunya
bahwa karsinoma mammae biasanya lebih banyak menegenai mammae kiri
daripada mammae kanan. Pada 4% sampai 10% penderita ditemukan tumor
primer bilateral atau sebagai kedua yang tumbuh kemudian.
Pada tabel distribusi karsinoma mammae berdasarkan lamanya riwayat
benjolan yang dirasakan penderita sampai terdiagnosis sebagai karsinoma
mammae di Rumah Sakit Immanuel pada tahun 2008, maka didapatkan
kesimpulan bahwa kurun waktu terbanyak penderita karsinoma mammae sudah
menyadari adanya benjolan di mammaenya adalah sebanyak 51% penderita
memiliki riwayat benjolan selama 1-2 tahun, dan riwayat benjolan paling sedikit
persentasenya adalah penderita dengan riwayat benjolan >5 tahun, yaitu
sebanyak 2 %. Hal ini mungkin dapat dikaitkan dengan ukuran tumor, tipe
karsinoma payudara, adanya rasa nyeri, serta tingkat kesadaran dan tingkat
pendidikan penderita mengenai karsinoma mammae dan faktor penolakan secara
psikologis.
Dari tabel Distribusi karsinoma mammae berdasarkan ada tidaknya
penyebaran karsinoma ke daerah kelenjar getah bening regional, maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa adanya peyebaran karsinoma mammae ke kelnjar
getah benih regional sebanyak 51 % kasus dari 41 penderita karsinoma mammae
di Rumah Sakit Immanuel dan 32% tanpa bukti adanya penyebarn ke kelenjar
getah bening regional, 17 % tidak ada keterangan mengenai penyebaran ke KGB
regional pada data yang di dapat.
Hal ini tidak terlalu jauh berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh
Silverstein dan kawan-kawan, dari penelitiannya dilaporkan bahwa metastase
Kelenjar Getah Bening (KGB) dijumpai 3 % dari 96 pasien dengan tumor ≤ 0,5
cm dan 50 % dari pasien ini menderita karsinoma insitu intra duktal dengan
daerah-daerah yang didapati karsinoma mikro invasif. Data sebelumnya dari
penulis menyatakan bahwa tumor yang terdeteksi dengan mamografi
(”unpalpable tumor”) memiliki insiden metastase KGB 7 % dan tumor yang
teraba memiliki tingkat insidensi adanya metastase sebanyak 24 %. Hasil studi
Silverstein menunjukkan bahwa ukuran tumor berhubungan dengan metastase
KGB aksila tapi belum terbukti hubungannya dengan tipe histopatologi. (Haris
dkk,1996).
Pada distribusi karsinoma mammae berdasarkan tipe karsinoma mammae
terbanyak yang di dapat dari hasil pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi
di Rumah Sakit Immanuel dalam kurun waktu tatuh 2008, maka didapatkan
sebanyak 56% penderita terdiagnosis invasif duktal karsinoma mammae, yaitu 23
penderita dari 41 penderita yang tercatat dalam rekam medis. Persentase ke dua
terbanyak adalah duktal karsinoma insitu, yaitu sebayak 22%, persentase yang
sama juga ditemukan pada penderita yang tidak melakukan pemeriksaan
Laboratorium Patologi Anatomi. Dan tidak ditemukannya tipe lobular karsinoma
insitu dan tipe special dari karsinoma mammae diantara 41 penderita karsinoma
mammae selama tahun 2008. Menurut Rosen, Invasif duktal karsinoma
merupakan grup terbesar dari tumor ganas mammae , yaitu 65 – 80 % dari
karsinoma mammae. Adanya kombinasi dengan invasif lobular karsinoma
didapati pada 6 % kasus. ( Rosen, 1996). Dan menurut penelirtian yang
dilakukan oleh Guiliano,dkk tahun 1996 menyatakan dari 259 penderita, dengan
rentang usia 31 – 88 tahun (median 55 tahun) dengan ukuran tumor rata-rata 14
mm, dijumpai 91 % adalah tipe invasif duktal karsinoma dan 8 % adalah tipe
infiltrating lobular carcinoma. Tiga pasien menderita tubular karsinoma. Secara
teori, semua jenis jaraingan pada kelenjar mammae dalam bentuk karsinoma, tapi
biasnya terbentuk dari epitel duktus (90%) dan epitel lobulus (10%). Karsinoma
duktus dan lobulus dibagi menjadi yang belum menembus pembatas selaput
basal (tidak berinfiltrasi) dan yang menembus(berinfiltrasi) (Kumar, Cotran,
Robbins, 2007; Dolinsky,2009;Wikipedia,2008).
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Dari data yang dikumpulkan dapat disimpulkan bahwa penderita karsinoma
mammae yang terdiagnosis di RS Immanuel, Bandung selama tahun 2008
terdapat sebanyak 41 kasus. Usia paling banyak mengalami karsinoma mammae
adalah usia 41-50 tahun dengan tipe terbanyak adalah karsinoma duktal invasif
dan lokasi tersering adalah mammae sebelah kanan, yang disertai dengan faktor
risiko status Body Mass Index terbanyak adalah obesitas I. Dan sebagian
penderita sudah mengalami metastasis ke KGB regional. Lamanya riwayat
benjolan paling banyak adalah dalam masa waktu 1-2 tahun sebelum penderita
memeriksakan diri ke dokter.
5.2. Saran
1. Wanita - wanita memiliki kesadaran yang tinggi dalam melakukan
pemeriksaan terhadap diri sendiri yang merupakan suatu tindakan preventif
terhadap karsinoma mammae. Hal ini tentunya harus didukung oleh
pemberian informasi, yang dapat dilakukan melalui media cetak, media
elektronik, dan penyuluhan.
2. Wanita – wanita diatas umur 40 tahun diharapkan melakukan mamografi rutin
setahun sekali
3. Memiliki kesadaran untuk memeriksakan diri ke dokter apabila terdapat
gejala-gejala pada saat pemeriksaan mammae mandiri maupun mamografi
agar dapat didiagnosis dan terapi secara dini sehing memilik angka harapan
hidup yang lebih baik.
4. Dan disarankan pada wanita untuk menjaga berat badan yang ideal untuk
mengurangi risiko terjadinya karsinoma mammae postmenopause.
5. Dan disarankan dilakukan pemeriksaan Laboratorium Patologi Anatomi
sebagai baku emas dalam menegakkan diagnosis karsinoma mammae.
LAMPIRAN
DATA DARI REKAM MEDIS MENGENAI PENDERITA KARSINOMA MAMMAE DENGAN KARAKTERISTIKUSIA, STATUS OBESITAS, RIWAYAT TUMOR, LOKASI, TIPE DAN PENYEBARAN KE KGB