Presus Psoriasis

36
1 BAB I LAPORAN KASUS A. Identitas Nama : Tn. W Usia : 62 tahun Jenis Kelamin : Laki-laki Alamat : Sikapat Rt 02/06 Blumbang No. Rekam Medik : 00867632 Tanggal Periksa : 4 Mei 2015 B. Anamnesis Keluhan Utama : Gatal di daerah punggung Riwayat Penyakit Sekarang (RPS) Onset : sekitar 2 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu Lokasi : punggung dan kepala Kronologis : awalnya pasien mengeluhkan timbul bercak kemerahan pada kulit punggung dan kepala disertai gatal. Bercak itu semakin bertambah gatal, meninggi dan meluas. Bercak pertama kali muncul kira kira sebesar koin sekarang mencapai setengah bagian punggung. Bercak yang meninggi dilapisi oleh sisik yang terkadang tipis namun bisa tebal jika sedang banyak pikiran. Gatal dirasakan memberat ketika malam hari atau cuaca

description

nk

Transcript of Presus Psoriasis

5

BAB I

LAPORAN KASUS

A. Identitas

Nama : Tn. W

Usia: 62 tahun

Jenis Kelamin: Laki-laki

Alamat: Sikapat Rt 02/06 Blumbang

No. Rekam Medik: 00867632

Tanggal Periksa: 4 Mei 2015

B. Anamnesis

Keluhan Utama: Gatal di daerah punggung

Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)

Onset : sekitar 2 tahun yang lalu dan memberat sejak 1 minggu

Lokasi: punggung dan kepala

Kronologis: awalnya pasien mengeluhkan timbul bercak kemerahan pada kulit punggung dan kepala disertai gatal. Bercak itu semakin bertambah gatal, meninggi dan meluas. Bercak pertama kali muncul kira kira sebesar koin sekarang mencapai setengah bagian punggung. Bercak yang meninggi dilapisi oleh sisik yang terkadang tipis namun bisa tebal jika sedang banyak pikiran. Gatal dirasakan memberat ketika malam hari atau cuaca dingin. Ketika pasien sedang menggaruk lesi kulit tersebut, sisik putih dapat rontok seperti ketombe. Pasien merasa lesi di kulit tersebut dirasakan hilang timbul, dapat meninggi dan menebal sisiknya ketika sedang stres.

Kualitas: pasien merasa gatal sekali hingga mengganggu aktivitas

Kuantitas: keluhan gatal dirasakan sepanjang hari

Faktor memperberat: kondisi cuaca yang dingin dan stres

Faktor memperingan: minum obat dan diberi salep

Gejala penyerta: keluhan gatal disertai dengan rasa perih. Pasien menyangkal adanya riwayat kontak dengan bahan atau benda tertentu sebelumnya, menyangkal bertambah gatal jika berkeringat.

Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)

Keluhan sama sebelum 1 tahun yang lalu disangkal

Asma disangkal

Diabetes mellitus disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)

Keluhan yang sama dengan pasien disangkal

Riwayat alergi disangkal

Riwayat Sosial Ekonomi

Pasien tinggal bersama istri dengan penghasilan pas pasan untuk kebutuhan sehari hari.

Pemeriksaan Fisik

Keadaan umum / kesadaran : sedang / komposmentis

Tanda vital :

TD = 190/110 mmHg;

N = 80x/menit;

RR = 20x/mnt

S = 36,5oC

Berat Badan = 69 kg; Tinggi Badan = 164 cm

Status Generalis

Kepala : bentuk mesochepal

Mata: konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)

Hidung: napas cuping hidung (-/-), discharge (-/-)

Telinga: simetris, discharge (-/-)

Mulut: bibir sianosis (-), faring hiperemis (-)

Thoraks: bentuk normal, simetris, retraksi (-), ketinggalan gerak (-)

Cor/Pulmo: dalam batas normal

Abdomen: dalam batas normal

Status Lokalis (Dermatologis)

Regio dorsum thorax

Efloresensi : plakat plakat eritematosa berbatas tegas disertai dengan skuama tebal berlapis lapis

Regio capitis

Efloresensi : plak eritematosa berbatas tegas disertai skuama tebal

C. Resume

Pasien laki-laki berusia 62 tahun datang ke poli kulit-kelamin RSMS dengan keluhan gatal di punggungdan kepala sejak 1 tahun yang memberat sejak 1 minggu yang lalu. Gatal dirasakan sepanjang hari hingga mengganggu aktivitas dan tidur. Gatal memberat saat pasien merasa stres dan suhu dingin dan gatal dirasakan berkurang setelah pasien meminum obat dan mengolesi dengan salep. Pasien menyangkal merasakan bertambah gatal ketika berkeringat. Pasien dan keluarga tidak memiliki keluhan serupa, menyangkal mempunyai penyakit diabetes mellitus maupun alergi. Pada pemeriksaan status dermatologis, didapatkan papul eritematosa, plakat eritematosa, batas tegas pada regio dorsum thorax et capitis

D. Diagnosis Kerja

Psoriasis

E. Diagnosis Banding

Diagnosis banding dermatitis atopi

a. Tinea corporis

b. Liken simplek kronikus

F. Pemeriksaan Anjuran

1. Pemeriksaan kobner (lesi kulit bekas garukan),autspitz sign (bintik kemerahan setelah skuama dikeruk)

2. pemeriksaan darah lengkap

3. pemeriksaan histopatologi : akantosis reteridge, perpanjangan papilla dermis, penebalan suprapapiller epidermis dan dilatasi pembuluh darah

G. Penatalaksanaan

1. Non farmakologis

a. Mengurangi stres emosi

b. Mengkondisikan dengan penghangat ketika suhu dalam keadaan dingin.

c. Istirahat cukup

d. Menganjurkan untuk menggunakan pelembab kulit untuk mengatasi kulit kering

e. Memberitahukan untuk tidak menggaruk luka atau daerah kulit yang gatal karena akan memperluas lesi kulit dan risiko infeksi.

f. Minum obat dan kontrol ke dokter dengan teratur

2. Farmakologis

a. Metilprednisolon setiap jam 7 sampai 3 kali

b. Loratadine tablet; 2 x 10 mg per hari

c. Betamethason 0,05%

H. Prognosis

1. Ad vitam: Ad bonam

2. Ad fungsionam: Ad bonam

3. Ad sanationam: Ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

DERMATITIS ATOPIK

A. Definisi

Dermatitis atopik (D.A.) adalah perdangan kulit kronik dan residif, disertai gatal, yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita (D.A., rhinitis alergika, dan atau asma bronkhial). Kelainan kulit berupa papul gatal, yang kemudian mengalami ekskoriasi dan likenifikasi, distribusinya di lipatan (fleksural).

Dermatitis atopik dibagi 2 tipe yaitu :

1. Tipe 1 : murni

Yaitu dermatitis atopik yang tidak disertai keterlibatan saluran napas, ada 2 tipe yaitu :

a. Intrinsik : tidak terdeteksi adanya sensitasi IgE spesifik dan tidak terdapat peningkatan IgE total serum.

b. Ekstrinsik : terbukti dengan adanya sensitasi terhadap alergen hirup dan alergen makanan pada uji kulit dan pada serum.

2. Tipe 2 : bentuk campuran

Yaitu dermatitis atopik yang disertai gejala saluran napas dan terdapat sensitasi IgE. Diperkirakan angka kejadian di masyarakat adalah sekitar 1-3% dan pada anak < 5 tahun sebesar 3,1%, sedangkan prevalensi DA pada anak meningkat 5-10% pada 20-30 tahun terakhir. Sangat mungkin peningkatan prevalensi ini berasal dari faktor lingkungan, seperti bahan kimia industri, makanan olahan, atau benda asing lainnya. Ada dugaan bahwa peningkatan ini juga disebabkan perbaikan prosedur diagnosis dan pengumpulan data.

B. Epidemiologi

Berbagai penelitian menyatakan bahwa prevalensi D.A. makin meningkat sehingga merupakan masalah kesehatan besar. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara industri lain, prevalensi D.A. pada anak mencapai 10-20%, sedangkan pada dewasa kira-kira 1-3%. Distribusi terbanyak pada bayi sekitar usia 2 bulan-2 tahun, pada anak sekitar usia 3-10 tahun dan pada dewasa sekitar usia 13-30 tahun. Wanita lebih banyak menderita D.A. disbanding pria dengan rasio 1,3 : 1. D.A. cenderung diturunkan, lebih dari seperempat anak dari ibu yang menderita D.A. akan mengalami D.A. pada masa kehidupan 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi, lebih separuh jumlah anak akan mengalami gejala alergi sampai usia 2 tahun, dan meningkat sampai 79% bila kedua orang tua menderita atopi. Risiko mewarisi D.A. lebih tinggi bila ibu yang menderita D.A. dibandngkan dengan ayah. Namun, bila dermatitis atopi yang dialami berlanjut hingga masa dewasa, maka risiko untuk mewariskan kepada anaknya sama saja, yaitu sekitar 50%.

C. Etiopatogenesis

Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik,lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya D.A. adalah melaluireaksi imunologik.

Faktor Genetik

D.A. adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat besar.Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran kromosom 5 q31 33 karena mengandung gen penyandi IL-3, IL-4, IL-13 dan GM CSF (Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) yang diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi D.A., ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan D.A. tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitis alergika. Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetik D.A.

Respons imun pada kulit

Salah satu faktor yang berperan pada D.A. adalah faktor imunologik. Di dalamkompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan selLangerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas.Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigenataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, makaantigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan selmas atau IgE yang ada di membran SL epidermis.Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akanmengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akankeluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipecepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil.Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FcRI,FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya denganbekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive)yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadidiferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arahTH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17,sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut D.A. didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi.Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgEsehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Padapemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yangterdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil.Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasiepidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehinggatimbul dugaan adanya autoimunitas pada DA.Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin TH1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi.Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampumenginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinositepidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin(P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi olehsel B.

Respons sistemik

Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :

1. Sintesis IgE meningkat.

2. IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat

3. Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

4. Respons hipersensitivitas lambat terganggu

5. Eosinofilia

6. Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat

7. Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun

8. Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

9. Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-13dan PGE2

Sawar kulit

Umumnya penderita D.A., mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadiakibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skincapacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit inimengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasiuntuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehinggamemudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui kulit dengansegala akibat-akibatnya.

Faktor lingkungan

Peran lingkungan terhadap tercetusnya D.A. tidak dapat dianggap remeh. Alergimakanan lebih sering terjadi pada anak usia