Presus Kolelitiasis

38
PRESENTASI KASUS KOLELITIASIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo Disusun Oleh : Ghinna Septhiana Pratiwi 20100310160 Pembimbing : dr. Syamsul Burhan, Sp. B SMF BEDAH RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA 2015 1

description

kolelitiasis

Transcript of Presus Kolelitiasis

Page 1: Presus Kolelitiasis

PRESENTASI KASUS

KOLELITIASIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Penyakit Dalam RSUD Saras Husada Purworejo

Disusun Oleh :

Ghinna Septhiana Pratiwi

20100310160

Pembimbing :

dr. Syamsul Burhan, Sp. B

SMF BEDAH

RSUD SARAS HUSADA PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2015

1

Page 2: Presus Kolelitiasis

HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

KOLELITIASIS

Telah disetujui pada tanggal Januari 2015

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bedah

dr. Syamsul Burhan, Sp. B

2

Page 3: Presus Kolelitiasis

BAB I

PENDAHULUAN

Sampai saat ini kolelitiasis masih merupakan salah satu penyakit

gastrointestinal yang sering ditemui. Di beberapa negara barat dilaporkan bahwa

keluhan yang berkaitan dengan penyakit batu empedu dan komplikasinya merupakan

penyebab terbanyak perawatan untuk kelompok kelainan gastrointestinal. Meskipun

sebagian besar pengidap batu tanpa gejala, manakala simtom muncul tidak jarang

berlanjut dengan masalah dan penyulit yang penatalaksanaannya membutuhkan biaya

tinggi. Diperkirakan sedikitnya sekitar 10% populasi di negara barat mengidap

penyakit batu empedu. Di Amerika Serikat dilaporkan bahwa lebih dari 20 juta

penduduk memiliki batu empedu, dan tercatat sebanyak 700.000 tindakan operasi

kolesistektomi dilakukan setiap tahun. Prevalensi ini tampaknya juga berkaitan

dengan ras, karena didapatkan angka sangat fantastis pada suku indian, yaitu sekitar

20%.

Di Indonesia belum diketahui angka pasti pengidap batu empedu, tetapi

sebuah studi populasi di sebuah area sub-urban ( depok, jawa barat ) yang dilakukan

tahun 2000 mendapatkan angka 3,6%. Insidens penyakit batu empedu dan penyakit

saluran empedu lainnya di indonesia diduga tidak berbeda jauh dengan angka di

negara lain di asia tenggara dan sejak tahun 1980-an berkaitan erat dengan cara

mendiagnosis dengan menggunakan ultrasonografi. Tipe batu empedu di Indonesia

yang lebih umum adalah batu kolesterol, namun insidens batu pigmen lebih tinggi

dibanding yang terdapat di negara barat. Di indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan

perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas.

Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan.

3

Page 4: Presus Kolelitiasis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Kolelithiasis

Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,

kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah

batu empedu, gallstones, biliary calculus. Kandung empedu merupakan kantong

berongga berbentuk bulat lonjong seperti buah advokat yang terletak tepat di bawah

lobus kanan hati. Fungsi utama kandung empedu adalah menyimpan dan memekatkan

empedu. Dikenal tiga jenis batu empedu yaitu batu kolesterol, batu pigmen atau batu

bilirubin, yang terdiri dari kalsium bilirubinat, dan batu campuran.

B. Anatomi Kandung Empedu

Kandung empedu (vesika felea), yang merupakan organ berbentuk seperti

buah advokat, berongga dan menyerupai kantong dengan panjang 7,5 hingga 10 cm,

terletak dalam suatu cekungan yang dangkal pada permukaan inferior hati oleh

jaringan ikat yang longgar. Dinding kandung empedu terutama tersusun dari otot

polos. Kandung empedu dihubungkan dengan duktus koledokus lewat duktus sistikus.

Kandung empedu memiliki bagian berupa fundus, korpus, dan kolum. Fundus

berbentuk bulat, berujung buntu pada kandung empedu sedikit memanjang di atas tepi

hati. Korpus merupakan bagian terbesar dari kandung empedu. Kolum adalah bagian

4

Page 5: Presus Kolelitiasis

sempit dari kandung empedu yang terletak antara korpus dan duktus sistika. Empedu

yang disekresikan dari hati akan disimpan sementara waktu dalam kandung empedu.

Saluran empedu terkecil yang disebut kanalikulus terletak diantara lobulus hati.

Kanalikulus menerima hasil sekresi dari hepatosit dan membawanya ke

saluran empedu yang lebih besar yang akhirnya akan membentuk duktus hepatikus.

Duktus tersebut keluar dari permukaan bawah hati sebagai duktus hepatikus kanan

dan kiri yang kemudian segara bersatu membentuk duktus hepatikus komunis

(common hepatic duct). Duktus hepatikus bergabung dengan duktus sistikus

membentuk duktus koledokus (common bile duct) yang akan mengosongkan isinya ke

dalam intestinum. Pada sebagian besar orang, duktus koledokus bersatu dengan

duktus pankreatikus membentuk ampula Vateri (bagian duktus yang melebar)

sebelum bermuara ke duodenum. Bagian terminal dari kedua saluran dan ampula

dikelilingi oleh serabut otot sirkular yang dikenal sebagai sfingter Oddi.

C. Fisiologi Kandung Empedu

Kandung empedu berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu. Kapasitas

kandung empedu adalah 30-50ml empedu. Empedu yang ada di hati akan dikeluarkan

di antara saat-saat makan, ketika sfingter Oddi tertutup, empedu yang diproduksi oleh

hepatosit akan memasuki kandung empedu. Selama penyimpanan, sebagian besar air

dalam empedu diserap melalui dinding kandung empedu sehingga empedu dalam

kandung empedu lebih pekat lima hingga sepuluh kali dari konsentrasi saat

disekresikan pertama kalinya oleh hati.

Pengaliran cairan empedu diatur oleh 3 faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati,

kontraksi kandung empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Dalam keadaan puasa,

empedu yang diproduksi akan dialih-alirkan ke dalam kandung empedu. Setelah

makan, kandung empedu berkontraksi, sfingter relaksasi, dan empedu mengalir ke

duodenum. Memakan makanan akan menimbulkan pelepasan hormon duodenum,

yaitu kolesistokinin (CCK), yang merupakan stimulus utama bagi pengosongan

kandung empedu, lemak merupakan stimulus yang lebih kuat. Reseptor CCK telah

dikenal terletak dalam otot polos dari dinding kandung empedu. Pengosongan

maksimum terjadi dalam waktu 90-120 menit setelah konsumsi makanan. Empedu

secara primer terdiri dari air, lemak, organik, dan elektrolit, yang normalnya disekresi

oleh hepatosit. Zat terlarut organik adalah garam empedu, kolesterol, dan fosfolipid.

Sebelum makan, garam-garam empedu menumpuk di dalam kandung empedu dan

5

Page 6: Presus Kolelitiasis

hanya sedikit empedu yang mengalir dari hati. Makanan di dalam duodenum memicu

serangkaian sinyal hormonal dan sinyal saraf sehingga kandung empedu berkontraksi.

Sebagai akibatnya, empedu mengalir ke dalam duodenum dan bercampur dengan

makanan.

Empedu memiliki fungsi, yaitu membantu pencernaan dan penyerapan lemak,

berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama hemoglobin yang

berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol, garam empedu

meningkatkan kelarutan kolesterol, lemak dan vitamin yang larut dalam lemak untuk

membantu proses penyerapan, garam empedu merangsang pelepasan air oleh usus

besar untuk membantu menggerakkan isinya, bilirubin (pigmen utama dari empedu)

dibuang ke dalam empedu sebagai limbah dari sel darah merah yang dihancurkan

serta obat dan limbah lainnya dibuang dalam empedu dan selanjutnya dibuang dari

tubuh.

Garam empedu kembali diserap ke dalam usus halus, disuling oleh hati dan

dialirkan kembali ke dalam empedu. Sirkulasi ini dikenal sebagai sirkulasi

enterohepatik. Seluruh garam empedu di dalam tubuh mengalami sirkulasi sebanyak

10-12 kali/hari. Dalam setiap sirkulasi, sejumlah kecil garam empedu masuk ke dalam

usus besar (kolon). Di dalam kolon, bakteri memecah garam empedu menjadi

berbagai unsur pokok. Beberapa dari unsur pokok ini diserap kembali dan sisanya

dibuang bersama tinja. Hanya sekitar 5% dari asam empedu yang disekresikan dalam

feses.

D. Etiologi Kolelithiasis

Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui

secara pasti, namun beberapa diduga menjadi faktor predisposisi :

- Pada wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal, pembentukan batu

empedu terjadi karena adanya peningkatan saturasi kolesterol bilier.

- Kegemukan merupakan faktor yang signifikan untuk terjadinya batu

kandung empedu. Pada keadaan ini hepar memproduksi kolesterol yang

berlebih, kemudian dialirkan ke kandung empedu sehingga konsentrasinya

dalam kandung empedu menjadi sangat jenuh. Keadaan ini merupakan

faktor predisposisi terbentuknya batu

- Orang dengan usia lebih dari 40 tahun lebih cenderung untuk terkena

kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia lebih muda. Hal ini

6

Page 7: Presus Kolelitiasis

terjadi akibat bertambahnya sekresi kolesterol oleh hati dan menurunnya

sintesis asam empedu.Selain itu adanya proses aging, yaitu suatu proses

menghilangnya secara perlahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki

diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi

normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki

kerusakan yang diderita.

- Makanan. Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak

hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan

komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan

empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama

kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan

yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu

dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu.

E. Tipe Batu Empedu

Ada dua tipe utama batu empedu yaitu batu yang terutama tersusun dari pigmen dan

batu terutama yang tersusun dari kolesterol (Smeltzer dan Bare, 2002). Komposisi

dari batu empedu merupakan campuran dari kolesterol, pigmen empedu, kalsium dan

matriks inorganik.

1. Batu kolesterol

Batu kolesterol mengandung lebih dari 50% kolesterol dari seluruh beratnya,

sisanya terdiri dari protein dan garam kalsium. Batu kolesterol sering mengandung

kristal kolesterol dan musin glikoprotein. Kristal kolesterol yang murni biasanya

agak lunak dan adanya protein menyebabkan konsistensi batu empedu menjadi

lebih keras.Batu kolesterol terjadi karena konsentrasi kolesterol di dalam cairan

empedu tinggi. Ini akibat dari kolesterol di dalam darah cukup tinggi. Jika

kolesterol dalam kandung empedu tinggi, pengendapan akan terjadi dan lama

kelamaan menjadi batu. Kolesterol yang merupakan unsur normal pembentuk

empedu bersifat tidak larut dalam air. Kelarutannya bergantung pada asam-asam

empedu dan lesitin (fosfolipid) dalam empedu. Pada pasien yang cenderung

menderita batu empedu akan terjadi penurunan sintesis asam empedu dan

peningkatan sintesis kolesterol dalam hati; keadaan ini mengakibatkan

supersaturasi getah empedu oleh kolesterol yang kemudian keluar dari getah

empedu, mengendap dan membentuk batu. Getah empedu yang jenuh oleh

7

Page 8: Presus Kolelitiasis

kolesterol merupakan predisposisi untuk timbulnya batu empedu dan berperan

sebagai iritan yang menyebabkan peradangan dalam kandung empedu.

2. Batu Pigmen

Batu pigmen merupakan campuran dari garam kalsium yang tidak larut, terdiri

dari kalsium bilirubinat, kalsium fosfat, dan kalsium karbonat. Kolesterol terdapat

dalam batu pigmen dalam jumlah yang kecil yaitu 10% dalam batu pigmen hitam

dan 10- 30% dalam batu pigmen coklat. Batu pigmen dibedakan menjadi dua

yaitu batu pigmen hitam dan batu pigmen coklat, keduanya mengandung garam

kalsium dari bilirubin. Batu pigmen hitam mengandung polimer dari bilirubin

dengan musin glikoprotein dalam jumlah besar, sedangkan batu pigmen coklat

mengandung garam kalsium dengan sejumlah protein dan kolesterol yang

bervariasi. Batu pigmen hitam umumnya dijumpai pada pasien sirosis atau

penyakit hemolitik kronik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen

coklat sering dihubungkan dengan kejadian infeksi. Batu pigmen akan terbentuk

bila pigmen tak terkonyugasi dalam empedu mengadakan presipitasi

(pengendapan) sehingga terjadi batu.

F. Patogenesis Batu Empedu

Patogenesis terbentuknya batu kolesterol diawali adanya pengendapan

kolesterol yang membentuk kristal kolesterol. Batu kolesterol terbentuk ketika

8

Page 9: Presus Kolelitiasis

konsentrasi kolesterol dalam saluran empedu melebihi kemampuan empedu untuk

mengikatnya dalam suatu pelarut, kemudian terbentuk kristal yang selanjutnya

membentuk batu. Pembentukan batu kolesterol melibatkan tiga proses yang panjang

yaitu pembentukan empedu yang sangat jenuh (supersaturasi), pembentukan kristal

kolesterol dan agregasi serta proses pertumbuhan batu. Proses supersaturasi terjadi

akibat peningkatan sekresi kolesterol, penurunan sekresi garam empedu atau

keduanya.

Patogenesis batu pigmen melibatkan infeksi saluran empedu, stasis empedu,

malnutrisi, dan faktor diet. Kelebihan aktivitas enzim b-glucuronidase bakteri dan

manusia (endogen) memegang peran kunci dalam patogenesis batu pigmen pada

pasien dinegara Timur. Hidrolisis bilirubin oleh enzim tersebut akan membentuk

bilirubin tak terkonjugasi yang akan mengendap sebagai calcium bilirubinate. enzim

b-glucuronidase bakteri berasal kuman E.coli dan kuman lainnya di saluran empedu.

Enzim ini dapat dihambat glucarolactone yang kadarnya meningkat pada pasien

dengan diet rendah protein dan rendah lemak.

Patogenesis batu pigmen hitam banyak dijumpai pada pasien-pasien sirosis,

penyakit hemolitik seperti thalasemia dan anemia sel sikle. Batu pigmen hitam terjadi

akibat melimpahnya bilirubin tak terkonyugasi dalam cairan empedu. Peningkatan ini

disebabkan karena peningkatan sekresi bilirubin akibat hemolisis, proses konjugasi

bilirubin yang tidak sempurna (penyakit sirosis hati) dan proses dekonjugasi.

Bilirubin tak terkonjugasi ini kemudian membentuk kompleks dengan ion kalsium

bebas membentuk kalsium bilirubinat yang mempunyai sifat sangat tidak larut. Proses

adifikasi yang tidak sempurna menyebabkan peningkatan pH, dan keadaan ini

merangsang pembentukan garam kalsium. Kalsium bilirubinat yang terbentuk terikat

dengan musin tertahan di kandung empedu. Hal ini sebagai awal proses terbentuknya

batu.

Patogenesis batu pigmen coklat umumnya terbentuk dalam duktus biliaris

yang terinfeksi. Batu pigmen coklat mengandung lebih banyak kolesterol dibanding

batu pigmen hitam, karena terbentuknya batu mengandung empedu dan kolesterol

yang sangat jenuh. Garam asam lemak merupakan komponen penting dalam batu

pigmen coklat. Palmitat dan stearat yang merupakan komponen utama garam tersebut

tidak dijumpai bebas dalam empedu normal, dan biasanya diproduksi oleh bakteri.

Kondisi stasis dan infeksi memudahkan pembentukan batu pigmen coklat.

9

Page 10: Presus Kolelitiasis

Dalam keadaan infeksi kronis dan stasis empedu dalam saluran empedu,

bakteri memproduksi enzim b-glucuronidase yang kemudian memecah bilirubin

glukoronida menjadi bilirubin tak terkonjugasi. Bakteri juga memproduksi

phospholipase A-1 dan enzim hidrolase garam empedu. Phospholipase A-1 mengubah

lesitin menjadi asam lemak jenuh dan enzim hidrolase garam empedu mengubah

garam empedu menjadi asam empedu bebas. Produk-produk tersebut kemudian

mengadakan ikatan dengan kalsium membentuk suatu garam kalsium. Garam kalsium

bilirubinat, garam kalsium dari asam lemak (palmitat dan stearat) dan kolesterol

membentuk suatu batu lunak. Bakteri berperan dalam proses adhesi dari pigmen

bilirubin.

G. Gambaran Klinis

Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang

mengalami gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat

mengalami dua jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu

itu sendiri dan gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh

batu empedu. Gejalanya bisa bersifat akut atau kronis. Gangguan epigastrium, seperti

rasa penuh, distensi abdomen dan nyeri yang samar pada kuadran kanan atas abdomen

dapat terjadi. Gangguan ini dapat terjadi bila individu mengkonsumsi makanan yang

berlemak atau yang digoreng.

Gejala yang mungkin timbul pada pasien kolelitiasis adalah nyeri dan kolik

bilier, ikterus, perubahan warna urin dan feses dan defisiensi vitamin. Pada pasien

yang mengalami nyeri dan kolik bilier disebabkan karena adanya obstruksi pada

duktus sistikus yang tersumbat oleh batu empedu sehingga terjadi distensi dan

menimbulkan infeksi. Kolik bilier tersebut disertai nyeri hebat pada abdomen kuadran

kanan atas, pasien akan mengalami mual dan muntah dalam beberapa jam sesudah

mengkonsumsi makanan dalam porsi besar. Gejala kedua yang dijumpai pada pasien

kolelitiasis ialah ikterus yang biasanya terjadi pada obstruksi duktus koledokus. Salah

satu gejala khas dari obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam duodenum yaitu

penyerapan empedu oleh darah yang membuat kulit dan membran mukosa berwarna

kuning sehingga terasa gatal-gatal di kulit. Gejala selanjutnya terlihat dari warna urin

yang berwarna sangat gelap dan feses yang tampak kelabu dan pekat. Kemudian

gejala terakhir terjadinya defisiensi vitamin atau terganggunya proses penyerapan

10

Page 11: Presus Kolelitiasis

vitamin A, D, E dan K karena obstruksi aliran empedu, contohnya defisiensi vitamin

K dapat menghambat proses pembekuan darah yang normal.

H. Gambaran Laboratoris

Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan padapenderita batu empedu di

antaranya hitung sel darah lengkap, urinalisis, pemeriksaan feses, tes fungsi hati dan

kadar amilase serta lipase serum. Pada episode kolik biliaris, sebagian besar penderita

mempunyai hasil laboratorium yang normal. Tetapi bila disertai komplikasi dapat

menunjukkan leukositosis dan peningkatan kadar enzim hati (aspartat

aminotransferase, alanine aminotrasferase, fosfatase alkali), gammma glutamyl

transferase dan bilirubin serum, terutama jika terdapat batu pada duktus koledokus

(sindrom Mirizzi).

Pada pemeriksaan urinalisis, adanya bilirubin tanpa adanya urobilinogen

dalam urin dapat mengarahkan pada kemungkinan adanya obstruksi saluran empedu.

Sedangkan pada pemeriksaan feses, tergantung pada obstruksi oleh batu empedu, bila

terjadi obstrksi total saluran empedu, maka feses tampak pucat (akholis).

Pada penderita batu empedu dengan pankreatitis dapat terjadi peningkatan

kadar amilase dan lipase serum, di samping tes fungsi hati yang abnormal. Diduga

terdapat kolesistitis akut jika ditemukan leukositosis dan sampai 15% penderita

mempunyai peningkatan sedang dari aspartate aminotransferase, alanine

minotranferase, fosfatase alkali dan bilirubin serum.

I. Diagnosis

Sebagian besar penderita batu empedu terutama yang tanpa gejala ditemukan

secara kebetulan pada saat penderita melakukan pemeriksaan radiologi karena

keluhan lain. Pada anamnesis kadang dapat ditemuan riwayat kolik biliaris, yaitu rasa

nyeri di daerah epigastrium atau daerah kuadran kanan atas perut.

J. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan pada pasien kolelitiasis adalah :

1. Ultrasonography (USG)

Pemeriksaan ultrasonografi adalah pemeriksaan yang pertama kali dilakukan pada

pasien dengan kelainan pada saluran empedu. Pemeriksaan ini bersifat non

11

Page 12: Presus Kolelitiasis

invasif, tidak nyeri, tidak menimbulkan resiko radiasi pada pasien, dan dapat

dilakukan pada pasien – pasien dengan segala kondisi (baik s/d jelek). Organ-

organ di sekitarnya dapat diperiksa pada saat yang sama. Pasien yang gemuk,

pasien dengan obesitas, dan pasien dengan distensi usus mungkin sulit untuk

diperiksa dengan ultrasonografi. Saluran empedu ekstrahepatal dapat terlihat

dengan baik dengan ultrasonografi, kecuali pada saluran empedu retroduodenal.

Ultrasonograhy mempunyai spesifisitas 90% dan sensitivitas 95% dalam

mendeteki adanya batu kandung empedu. Indikasi adanya kolesistitis akut pada

pemerikaan USG ditunjukkan dengan adanya batu (acoustic shadow), penebalan

dinding kandung empedu (double layer), cairan perikolesistikus dan Murphy sign

positif akiba ontak dengan probe USG.

2. CT scan.

Pada pemeriksaan ini gambaran suatu organ ditampilkan dalam satu seri potongan

cross sectional yang berdekatan, biasanya 10-12 image. CT scan abdomen lebih

inferior dibanding USG dalam mendiagnosis batu empedu, tetapi lebih superior

dibanding USG dalam pemeriksaan pasien dengan obesitas dan banyaknya gas

dalam sistem usus. Penggunaan CT scan terutama adalah untuk menilai status

saluran ekstrahepatal dan struktur – struktur di dekatnya. Pada kasus akut,

pemeriksaan ini dapat menunjukkan adanya penebaln dinding kandung empedu

atau adanya cairan perikolesistikus akibat kolesistitis akut.

3. PTC (Percutaneus Transhepatic Cholangiography)

Pemeriksaan ini dengan cara menyuntikkan bahan kontras langsung ke dalam

percabangan bilier. Karena konsentrasi bahan kontras yang disuntikkan itu relatif

besar, maka semua komponen pada sistem bilier (duktus hepatikus, duktus

koledokus, duktus sistikus dan kandung empedu) dapat dilihat garis bentuknya

dengan jelas. Resiko tindakan ini adalah perdarahan, kolangitis, leakage empedu

4. ERCP (Endoscopic Retrograd Cholangio Pancreaticography)

ERCP adalah pemeriksaan untuk mendeteksi batu empedu di dalam duktus

koledokus dan mempunyai keuntungan terapeutik untuk mengangkat batu

empedu. ERCP adalah suatu teknik endoskopi untuk visualisasi duktus koledokus

dan duktus pankreatikus. Pada pemeriksaan ini menggunakan suatu kateter untuk

memasukkan alat yang dimasukkan ke dalam duktus biliari dan pankreatikus

untuk mendapatkan gambaran x-ray dengan fluoroscopy. Selama prosedur, klinis

12

Page 13: Presus Kolelitiasis

dapat melihat langsung gambaran endoskopi dari duodenum dan papila major,

serta gambaran duktus biliari dan pankreatikus.

5. Scintigraphy

Pemeriksaan cholescintigraphy menggunakan zat radioaktif yang dimasukkan ke

dalam tubuh secara intravena, zat ini akan diabsorpsi hati dan dieksresikan ke

dalam empedu. Scan secara serial menunjukkan radioaktivitas di dalam kendung

empedu, duktus koledokus danusus halus dalam 30-60 menit. Pemeriksaan ini

dapat memberikan keterangan mengenai adanya sumbatan pada duktus sistikus.

Cholescintigraphy mempunyai nilai akurasi 95% untuk pasien dengan kolesistitis

akut, tetapi pemeriksaan ini mempunyai nilai positif palsu 30-40% pada pasien

yang telah dirawat beberapa minggu karena masalah kesehatan lain, terutama jika

psien tersebut telah menapat nutrisi parenteral.

K. Komplikasi

1. Kolesistisis

Kolesistisis adalah Peradangan kandung empedu, saluran kandung empedu

tersumbat oleh batu empedu, menyebabkan infeksi dan peradangan kandung

empedu.

2. Kolangitis

Kolangitis adalah peradangan pada saluran empedu, terjadi karena infeksi yang

menyebar melalui saluran-saluran dari usus kecil setelah saluran-saluran menjadi

terhalang oleh sebuah batu empedu.

3. Hidrops

Obstruksi kronis dari kandung empedu dapat menimbulkan hidrops kandung

empedu. Dalam keadaan ini, tidak ada peradangan akut dan sindrom yang

berkaitan dengannya. Hidrops biasanya disebabkan oleh obstruksi duktus sistikus

sehingga tidak dapat diisi lagi empedu pada kandung empedu yang normal.

Kolesistektomi bersifat kuratif.

4. Empiema

Pada empiema, kandung empedu berisi nanah. Komplikasi ini dapat

membahayakan jiwa dan membutuhkan kolesistektomi darurat segera.

L. Penatalaksanaan

1. Penanggulangan non bedah

13

Page 14: Presus Kolelitiasis

i. Disolusi Medis

Disolusi medis sebelumnya harus memenuhi kriteria terapi non operatif

diantaranya batu kolesterol diameternya <20mm dan batu kurang dari 4

batu, fungsi kandung empedu baik, dan duktus sistik paten.

ii. Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP)

Untuk mengangkat batu saluran empedu dapat dilakukan ERCP terapeutik

dengan melakukan sfingterektomi endoskopik. Teknik ini sebagai standar

baku terapi non-operatif untuk batu saluran empedu. Selanjutnya batu di

dalam saluran empedu dikeluarkan dengan basket kawat atau balon

ekstraksi melalui muara yang sudah besar tersebut menuju lumen

duodenum sehingga batu dapat keluar bersama tinja. Untuk batu saluran

empedu sulit (batu besar, batu yang terjepit di saluran empedu atau batu

yang terletak di atas saluran empedu yang sempit) diperlukan beberapa

prosedur endoskopik tambahan sesudah sfingterotomi seperti pemecahan

batu dengan litotripsi mekanik dan litotripsi laser.

iii. Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy (ESWL)

Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) adalah Pemecahan batu

dengan gelombang suara. ESWL Sangat populer digunakan beberapa

tahun yang lalu, analisis biaya manfaat pada saat ini memperlihatkan

bahwa prosedur ini hanya terbatas pada pasien yang telah benar-benar

dipertimbangkan untuk menjalani terapi ini.

2. Penanggulangan bedah, yaitu:

i. Kolesistektomi terbuka

Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien dengan

kolelitiasis simtomatik. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi

adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.

ii. Kolesistektomi laparoskopik

Kolesistektomi laparoskopik mulai diperkenalkan pada tahun 1990 dan

sekarang ini sekitar 90% kolesistektomi dilakukan secara laparoskopik.

Delapan puluh sampai sembilan puluh persen batu empedu di Inggris

dibuang dengan cara ini. Kandung empedu diangkat melalui selang yang

dimasukkan lewat sayatan kecil di dinding perut. Indikasi pembedahan

batu kandung empedu adalah bila simptomatik, adanya keluhan bilier yang

mengganggu atau semakin sering atau berat. Indikasi lain adalah yang

14

Page 15: Presus Kolelitiasis

menandakan stadium lanjut, atau kandung empedu dengan batu besar,

berdiameter lebih dari 2 cm, sebab lebih sering menimbulkan kolesistitis

akut dibanding dengan batu yang lebih kecil. Kolesistektomi laparoskopik

telah menjadi prosedur baku untuk pengangkatan batu kandung empedu

simtomatik. Kelebihan yang diperoleh pasien dengan teknik ini meliputi

luka operasi kecil (2-10 mm) sehingga nyeri pasca bedah minimal

Setelah penanganan bedah maupun non-bedah dilakukan, maka selanjutnya dilakukan

perawatan paliatif yang fungsinya untuk mencegah komplikasi penyakit yang lain,

mencegah atau mengurangi rasa nyeri dan keluhan lain, serta meningkatkan kualitas

hidup pasien. Perawatan tersebut bisa dilakukan dengan salah satu cara yaitu

memerhatikan asupan makanan dengan intake rendah lemak dan kolesterol.

15

Page 16: Presus Kolelitiasis

BAB III

LAPORAN KASUS

IDENTITAS

Nama : Rusji

Usia : 38 tahun

Tanggal masuk RS : 13 Januari 2015

Diagnosa masuk :

- Obstruksi jaundice ec. multiple cholelithiasis dgn pelebaran CBD

KELUHAN UTAMA

- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas (+), pusing (+), nafsu makan

menurun (+), BAB konsistensi lembek berwarna putih seperti dempul (+), dan BAK

berwarna coklat pekat seperti teh.

RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

- Pasien mengeluhkan nyeri perut kanan atas seperti melilit yang menjalar hingga ulu

hati dan punggung (+) sejak tanggal 2 januari 2015 (sekitar 12 hari sebelum masuk

RSUD), mual (+), muntah (+), BAB berwarna putih seperti dempul, pasien mengaku

selama 10 hari terakhir baru 3 kali BAB, dan BAK berwarna coklat pekat seperti teh.

Pasien tidak menyadari sejak kapan tepatnya mata beliau tampak kuning (+). Pasien

sudah berobat ke puskesmas sebelumnya dan sudah diberi obat namun dirasa tidak

membaik. Lalu pasien berobat ke RS Palang Biru Kutoarjo. Setelah dilakukan USG

abdomen, hasilnya menunjukan bahwa tampak batu multipel di dalam kandung

empedu, lalu pasien dirujuk ke RSUD Saras Husada.

RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Pasien belum pernah merasakan keluhan yang serupa sebelumnya.

- Diabetes Mellitus (-), Hipertensi (-), dan Jantung (-).

RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

- Keluarga tidak ada yang memiliki keluhan yang sama

16

Page 17: Presus Kolelitiasis

- Riwayat keluarga tidak ada penyakit kronis seperti diabetes mellitus, hipertensi, dan

jantung.

ANAMNESIS SISTEMIK

a. Sistem saraf pusat : penurunan kesadaran (-)

b. Sistem integumentum : ascites (-), perut distended (-), udema ekstremitas bawah

D/S (-).

c. Sistem muskuloskeletal : nyeri (-), pegal (-)

d. Sistem gastrointestinal : nyeri perut kanan atas (+), mual (+), muntah (-), BAB

lembek warna putih seperti dempul (+)

e. Sistem urinaria : BAK berwarna coklat pekat seperti teh (+)

f. Sistem respiratori : sesak nafas (-), batuk (-).

g. Sistem cardiovascular : bunyi jantung abnormal (-)

PEMERIKSAAN

Kesan umum : cukup, dapat berkomunikasi dengan baik

Kesadaran : compos mentis

Vital sign :

- Tekanan darah : 130/90

- Nadi : 88x/menit

- Pernafasan : 24x/menit

- Suhu badan : 36,6oC

Pemeriksaan kepala : bentuk mesocephal, rambut warna hitam, distribusi merata

- Mata : Konjungtiva anemis (-/-), dan sklera ikterik(+/+)

- Telinga : secret (-), perdarahan (-)

- Hidung : secret (-), epistaksis (-), tidak ada deviasi septum

- Mulut : sianosis (-), lidah kotor (-), pharing hiperemis (-)

- Bibir : kering (-), sianosis (-)

Pemeriksaan leher :

- Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan

17

Page 18: Presus Kolelitiasis

- Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan

- Vena jugular : meningkat (-)

Pemeriksaan jantung :

Bentuk dada : simetris (+)

Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis teraba pada sela iga ke 5 line midclaviclaris.

Perkusi : Batas jantung

Kanan atas : SIC II linea para sternalis kanan

Kiri atas : SIC II linea para sternalis kiri

Kanan bawah : SIV IV linea para sternalis kanan

Kiri bawah : SIC V linea midclavicularis kiri

Auskultasi : bunyi jantung I-II reguler, murmur (-), gallop (-),irama derap(-).

Pemeriksaan paru-paru :

Paru-paru

Kanan Kiri

Inspeksi Tampak simetris, retraksi subcostalis (-),

retraksi supraclavicularis (-), retraksi

intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Tampak simetris, retraksi subcostalis (-),

retraksi supraclavicularis (-), retraksi

intercostalis (-), ketinggalan gerak (-)

Palpasi Ketinggalan gerak (-), deformitas (-) Ketinggalan gerak (-), deformitas (-)

Perkusi Sonor pada seluruh lapangan paru Sonor pada seluruh lapangan paru

Auskultasi Suara dasar vesicular, ronkhi basah kasar

(-), rhonki basah halus (-), rhonki kering

(-), wheezing ekpiratory (-), wheezing

inspirator (-), stridor inspiratory (-),

ekspiratory diperpanjang (-)

Suara dasar vesicular, ronkhi basah kasar

(-), rhonki basah halus (-), rhonki kering

(-), wheezing ekpiratory (-), wheezing

inspirator (-), stridor inspiratory(-),

ekspiratory diperpanjang (-)

18

Page 19: Presus Kolelitiasis

Pemeriksaan abdomen :

Inspeksi : flat (+), sikatrik (-), ascites (-) , distended (-)

Auskultasi : peristaltik (+)

Perkusi : Redup kuadran kanan atas (+), pekak beralih (-)

Palpasi : Supel (+), nyeri tekan perut kuadran kanan atas (+), murphy sign

(+), defans muskular (-), massa (-), turgor cukup, hepar dan lien

tidak teraba.

Pemeriksaan Genital :

Pembesaran scrotum (-)

Pemeriksaan ekstremitas :

- Superior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary refill <2 detik, akral

hangat, tonus otot cukup

- Inferior : oedem (-/-), tremor (-/-), sianosis (-/-), capillary refill <2 detik, akral

hangat, tonus otot cukup

Kesimpulan anamesis dan diagnosa fisik :

- Pasien datang dengan keluhan nyeri perut kanan atas seperti melilit menjalar hingga

ulu hati dan punggung ± 12 hari, mual (+), muntah (+), pusing (+), nafsu makan

menurun (+), BAB lembek berwarna putih seperti dempul (+) dan 10 hari terakhir

baru 3 kali BAB, BAK berwarna coklat pekat seperti teh (+), mata berwarna kuning

sejak itu (+).

Sebelumnya pasien sudah berobat ke puskesmas lalu ke RS Palang Biru Kutoarjo dan

sudah dilakukan USG abdomen.

- KU : cukup, Compos Mentis

- Vital Sign : TD: 130/90 mmHg; HR : 88x/m; RR : 24x/m; S : 36,6oC

- Kepala : mata CA (-/-) SI (+/+)

- Paru : wheezing (-/-) RB (-/-) simetris (+/+) vesikuler (+/+)

- Abdomen : flat (+), nyeri perut kuadran kanan atas (+), murphy sign (+)

19

Page 20: Presus Kolelitiasis

- Ekstremitas : udem (-)

Pemeriksaan EKG :

Normo Sinus Rhytm

Pemeriksaan USG Abdomen Atas :

Hepar : tampak pelebaran seperti bilier intra hepatal, sudut lancip, tepi licin

VF : tampak multiple lesi hyperechoic dengan acoustic shadow, tampak

sludge, dinding licin, tampak pelebaran CBD.

Pancreas : tak tervisualisasi

Kesan : pelebaran seperti bilier intra hepatal, multiple cholelithiasis dengan

sludge, pelebaran CBD.

Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

Tanggal: 13 Januari 2015

PARAMETERHASI

LSATUA

NNILAI

NORMAL

HB 14,3 gr % 13,2 – 17,2 AL (Angka Leukosit) 11,6 ribu/ul 3,8 – 10,6 AE (Angka Eritrosit) 4,7 juta/ul 4,40 – 5,90

AT (Angka Trombosit) 277 ribu/ul 150-450HMT (Hematokrit) 39 % 40 -52MCV 84   80 – 100MCH 31   26 – 34MCHC 36   32 - 36DIFFERENTIAL COUNTNeutrofil 75,8    Limfosit 10,7    Monosit 12,7    Eosinofil 0,7    Basofil 0,1    Masa pendarahan/BT 2,4    Masa pembekuan/CT 3,35    Kimia klinikGula Darah sewaktu 62    Sero ImunologiHBsAg Negatif    

20

Page 21: Presus Kolelitiasis

Tanggal :14 Januari 2015

PARAMETER HASILSATUA

NNILAI

NORMAL

Gula darah sewaktu 102 mg/dL  Ureum 26 mg/dL  Creatinin 0,61 mg/dL  

SGOT 141 U/L  SGPT 282 U/L  Total protein 6,7 g/dL  Albumin 3,3 g/dL  Globulin 3,4 g/dL  Bilirubin Total 9,44 mg/dL  Bilirubin Direk 6,47 mg/dL  Bilirubin Indirek 2,97    Gamma GT 531 U/L  

Tanggal : 19 Januari 2015

PARAMETER HASIL SATUANNILAI

NORMAL

SGOT 49 U/LSGPT 61 U/LBilirubin Total 2,97 mg/dL

Bilirubin Direk 1,83 mg/dLBilirubin Indirek 1,14  

PENATALAKSANAAN

- IVFD RL 28 tpm

- Inj. Ceftriaxon 2x1 gr

- Inj. Ketorolac 3x30mg

- Inj. Ranitidin 2x1A

- Diet bebas TKTP

Tanggal : 21 Januari 2015

- Pro cholesitektomy

21

Page 22: Presus Kolelitiasis

BAB IV

PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik yang telah

dilakukan, didapatkan beberapa tanda dan gejala yang mengarah pada keluhan yang sering

didapat pada kolelithiasis yaitu nyeri perut kanan atas yang menjalar hingga punggung (+),

disertai mual (+), muntah (+), disertai penurunan nafsu makan (+). Selain itu, ditemukan

juga beberapa keluhan yang terkait dengan ikterus obstruksi dimana BAB berwarna putih

seperti dempul dan BAK berwarna coklat pekat seperti teh, hal ini berkaitan degen

metabolisme bilirubin post hepatik yang terganggu. Sklera mata pasien juga tampak ikterik

yang diduga karena adanya sindrom mirizzi dimana terdapat batu yang menyumbat pada

collum vesica fellea sehingga membentuk kantung Hartmann dan mendesak duktus

koledokus.

Pasien sudah melakukan pemeriksaan penunjang di rumah sakit sebelumnya yaitu

USG abdomen dan dinyatakan bahwa terdapat pelebaran bilierintrahepatal, multiple

kholelithiasis dgn sludge dan pelebaran CBD. Lalu dilakukan pemeriksaan penunjang yaitu

laboratorium untuk darah lengkap. Dari hasil laboraturium, pasien didapatkan AL=11,6 (yang

menunjukan bahwa terdapat tanda-tanda infeksi atau peradangan. Pada hasil tes fungsi hati

yang meliputi HbsAg, aminotransferase, bilirubin dan albumin. Pasien mengalami

peningkatan aminotransferase dengan nilai SGOT=141 dan SGPT=282 serta HbsAg (-).

Kenaikan angka transaminase ini juga menunjukan beratnya kerusakan parenkim hati.

Konsentrasi bilirubin pun meningkat dengan bilirubin total=9.44, bilirubin direk=6.47, dan

bilirubin indirek=2.97 dikarenakan terjadi obstruksi posthepatik yang membuat bilirubin

direk tidak bisa dieksresikan dari tubuh dan menumpuk di dalam tubuh. Konsentrasi albumin

yang sintesisnya terjadi di jaringan parenkim hati akan mengalami penurunan sesuai dengan

derajat perburukan fungsi hati dikarenakan terjadi perubahan metabolisme protein, dengan

angka albumin=3.3. pemeriksaan gamma glutamyl transferase, dimana enzim ini sensitif

untuk mendeteksi penyakit parenkim hati yang berasal dari hepatoseluler dan hepatobilier,

hasilnya juga menunjukan peningkatan yang sangat tinggi sehingga mengartikan bahwa

terdapat gangguan atau penyumbatan aliran cairan empedu dari hati.

22

Page 23: Presus Kolelitiasis

BAB V

KESIMPULAN

1. Kolelitiasis adalah massa inorganik yang terbentuk di dalam kandung empedu,

kadang-kadang di dalam duktus koledokus atau duktus hepatikus. Sinonimnya adalah

batu empedu, gallstones, biliary calculus.

2. Penyebab dan faktor resiko terjadinya batu empedu masih belum diketahui secara

pasti, namun wanita yang menggunakan kontrasepsi hormonal,kegemukan, usia >40

tahun, dan makanan diduga menjadi faktor predisposisi tinggi.

3. Manifestasi klinik pada pasien kolelitiasis sangat bervariasi, ada yang mengalami

gejala asimptomatik dan gejala simptomatik. Pasien kolelitiasis dapat mengalami dua

jenis gejala: gejala yang disebabkan oleh penyakit kandung empedu itu sendiri dan

gejala yang terjadi akibat obstruksi pada jalan perlintasan empedu oleh batu empedu.

4. Sebagian besar penderita batu empedu terutama yang tanpa gejala ditemukan secara

kebetulan pada saat penderita melakukan pemeriksaan radiologi karena keluhan lain.

Pada anamnesis kadang dapat ditemuan riwayat kolik biliaris, yaitu rasa nyeri di

daerah epigastrium atau daerah kuadran kanan atas perut.

5. Penatalaksanaan kasus kholelithiasis dapat dengan terapi medis (non-operatif)

maupun pembedahan (operatif).

23

Page 24: Presus Kolelitiasis

DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, et.al. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi V. Jilid I. Interna

Publishing, Jakarta.

2. Corwin, J.E. 2009. Buku Saku Patofisiologi. EGC, Jakarta.

3. Wilson & Price. 2005. Patofisiologi. Edisi 6. EGC, Jakarta.

24