Presus Keratitis

24
KERATITIS Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Mata di BRSD KRT. Setjonegoro Diajukan Kepada : dr. Rochmad Haryanto, Sp. M Disusun Oleh : Muhammad Faris. N 2007.031.0150 FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

Transcript of Presus Keratitis

Page 1: Presus Keratitis

KERATITIS

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Dalam Mengikuti

Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Mata

di BRSD KRT. Setjonegoro

Diajukan Kepada :

dr. Rochmad Haryanto, Sp. M

Disusun Oleh :

Muhammad Faris. N

2007.031.0150

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

BAGIAN ILMU KESEHATAN MATA

BRSD WONOSOBO

2013

Page 2: Presus Keratitis

BAB I

PENDAHULUAN

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang ditandai dengan timbulnya

infiltrat pada lapisan kornea, biasanya diklasifikasikan menurut lapisan kornea

yang terkena; yaitu keratitis superfisialis apabila mengenal lapisan epitel atau

bowman dan keratitis profunda atau interstisialis (atau disebut juga keratitis

parenkimatosa) yang mengenai lapisan stroma (Vaughan, 2002). Keratitis

superfisial adalah radang kornea yang mengenai lapisan epitel dan membran

bowman, keratitis dapat terjadi pada anak-anak maupun dewasa. Kornea

merupakan salah satu media refraksi penglihatan dan berperan besar dalam

pembiasan cahaya diretina. Oleh karena itu setiap kelainan pada kornea termasuk

infeksi dapat menyebabkan terganggunya penglihatan, terganggunya penglihatan

biasanya karena terjadi kekeruhan pada kornea akibat keberadaan infiltrat pada

lapisan kornea. Bakteri pada umumnya tidak dapat menyerang kornea yang sehat,

namun beberapa kondisi dapat menyebabkan infeksi bakteri terjadi. Contohnya,

luka atau trauma pada mata dapat menyebabkan kornea terinfeksi. Mata yang

sangat kering juga dapat menurunkan mekanisme pertahanan kornea.

Beberapa etiologi yang dapat meningkatkan kejadian terjadinya keratitis

antara lain: perawatan lensa kontak yang buruk, penggunaan lensa kontak yang

berlebihan, trauma, keracunan obat, infeksi jamur, bakteri, virus, alergi, defisiensi

vitamin A, kekebalan tubuh yang menurun karena penyakit lain. Keratitis dapat

menimbulkan gejala pada mata berupa tajam penglihatan menurun, tanda radang

pada kelopak mata, rasa nyeri, mata merah, fotofobia, mata berair, sensasi benda

asing didalam mata (Ilyas, 2009).

Di Indonesia kekeruhan kornea masih merupakan masalah kesehatan mata

sebab kelainan ini menempati urutan kedua dalam penyebab utama kebutaan.

Kekeruhan kornea ini terutama disebabkan oleh infeksi mikroorganisme berupa

bakteri, jamur dan virus dan bila terlambat di diagnosis atau diterapi secara tidak

tepat akan mengakibatkan kerusakan stroma dan meninggalkan jaringan parut

yang luas.

Page 3: Presus Keratitis

BAB II

LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien

Nama : Tn. O

Alamat : Ciledok, Kaliwiro

Umur : 43 tahun

Pekerjaan : Buruh

Nomor CM : 55 22 60

Datang ke poli : 05 Februari 2013

B. Anamnesis

Keluhan utama : Mata nrocos, nyeri, penglihatan kabur

Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang diantar keluarganya ke poli

mata BRSD KRT Setjonegoro dengan keluhan mata kiri nrocos dan disertai

penglihatan tidak jelas/kabur. Pasien juga mengeluhkan mata terasa nyeri dan

terasa ada yang mengganjal. Keluhan dirasakan sejak ± 7 hari yang lalu.

Sebelumnya mata pasien terkena serpihan kayu yang halus di tempat kerjanya

kemudian terasa gatal. Pasien kemudian berobat ke Puskesmas Kaliwiro dan

diberi obat tetes mata, namun keluhan kumat lahi setelah 3 hari pengobatan.

Keluhan muncul kembali ketika pasien kembali ke tempat kerja sebagai

buruh bangunan.

Riwayat penyakit dahulu :

Riwayat mondok : Belum pernah

Riwayat alergi obat : Disangkal

Riwayat penyakit dalam : Disangkal

Riwayat operasi : Pasien blm pernah dioperasi sebelumnya

Riwayat BAB hitam : Disangkal

Riwayat penyakit keluarga :

Riwayat penyakit serupa di keluarga : Tidak ada

Page 4: Presus Keratitis

Anamnesis Sistem :

Neuromuskular : pusing (-), nyeri otot (-)

Respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)

Kardiovaskuler : nyeri dada (-), berdebar-debar (-)

Gastrointestinal : kembung (-), mual(-), muntah (-), perut sakit (-)

Urologi : BAK tidak ada keluhan

C. Pemeriksaan Fisik

Kesadaran : Compos mentis

Pemeriksaan Subyektif :

Pemeriksaan OD OS

Visus jauh

Refraksi

Koreksi

Visus Dekat

Proyeksi sinar

Persepsi warna (merah, hijau)

5/5

-

-

-

-

5/10

-

-

-

-

Pemeriksaan Obyektif :

Pemeriksaan OD OS

1. Sekitar mata

Supercilia

2. Kelopak Mata

Pasangan

Gerakan

Lebar rima

Kulit

Lebar kelopak

Margo intermarginalis

3. Apparatus Lakrimalis

Simetris dan

distribusi merata

Simetris

Normal

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Lakrimasi (-)

Simetris dan

distribusi merata

Simetris

Normal

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Lakrimasi (+)

Page 5: Presus Keratitis

Sekitar gl lakrimalis

Sekitar saccus lakrimalis

Uji fluresin

Uji regurgitasi

4. Bola mata

Pasangan

Gerakan

Ukuran

5. Tekanan bola mata

6. Konjungtiva

K.Palpebra superior

K.Palpebra inferior

K.forniks

K.bulbi

7. Sklera

Episklera

8. Kornea

Ukuran

Kecembungan

Limbus

Permukaan

Medium

Dinding belakang

Uji Fluresin

Placido

9. Camera occuli anterior

Ukuran kedalaman

Isi

Lakrimasi (-)

-

-

Simetris

Simetris

Dbn

Normal

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Hiperemis (-)

Putih

Putih

Dbn

Dbn

Dbn

Dbn

Licin

Dbn

Dbn

-

-

Dalam

Jernih

Lakrimasi (+)

-

-

Simetris

Simetris

Dbn

Normal

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Hiperemis (+)

Tampak bercak

putih (+)

Dbn

Dbn

Dbn

Tidak rata

Dbn

Dbn

-

-

Dalam

Jernih

Page 6: Presus Keratitis

10. Iris

Warna

Pasangan

Gambaran

Bentuk

11. Pupil

Ukuran

Bentuk

Tempat

Tepi

Reflek direk

Reflek indirek

12. Lensa

Ada/Tidak ada

Kejernihan

Letak

Warna Kekeruhan

13. Korpus vitreum

14. Refleks fundus

15. Skiaskopi

Coklat

Simetris

-

Regular

2-3 mm

Regular

Tengah

Regular

+

+

Ada

putih

Simetris sentral

putih

-

-

-

Coklat

Simetris

-

Regular

2-3 mm

Regular

Tengah

Regular

+

+

Ada

Putih

Simetris sentral

Putih

-

-

-

D. Diagnosa Kerja

OS : Keratitis

E. Planning

Cefadroxyl 500mg tab 3x1

Na Diclofenac 3x1

C. Xytrol tiap 2 jam

Metampiron tab 2/3 3x1

Dexametasone tab 2/3 3x1

BAB III

Page 7: Presus Keratitis

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Keratitis adalah infeksi pada kornea yang biasanya diklasifikasikan

menurut lapisan kornea yang terkena yaitu keratitis superfisialis apabila

mengenal lapisan epitel atau bowman dan keratitis profunda atau

interstisialis (atau disebut juga keratitis parenkimatosa) yang mengenai

lapisan stroma (Ilyas, 2006).

B. Etiologi dan Faktor Pencetus

Penyebab keratitis bermacam-macam. Bakteri, virus dan jamur

dapat menyebabkan keratitis. Penyebab paling sering adalah virus herpes

simplex tipe 1. Selain itu penyebab lain adalah kekeringan pada mata,

pajanan terhadap cahaya yang sangat terang, benda asing yang masuk ke

mata, reaksi alergi atau mata yang terlalu sensitif terhadap kosmetik mata,

debu, polusi atau bahan iritatif lain, kekurangan vitamin A dan

penggunaan lensa kontak yang kurang baik (Mansjoer, 2001).

C. Tanda dan Gejala Umum

Tanda patognomik dari keratitis ialah terdapatnya infiltrat di

kornea. Infiltrat dapat ada di seluruh lapisan kornea, dan menetapkan

diagnosis dan pengobatan keratitis. Pada peradangan yang dalam,

penyembuhan berakhir dengan pembentukan jaringan parut (sikatrik),

yang dapat berupa nebula, makula, dan leukoma. Adapun gejala umum

adalah :

Keluar air mata yang berlebihan

Nyeri

Penurunan tajam penglihatan

Radang pada kelopak mata (bengkak, merah)

Mata merah

Sensitif terhadap cahaya (Mansjoer, 2001).

D. Klasifikasi

Page 8: Presus Keratitis

Keratitis biasanya diklasifikasikan berdasarkan lapisan kornea

yang terkena : yaitu keratitis superfisialis apabila mengenai lapisan epitel

dan bowman dan keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma.

Bentuk-bentuk klinik keratitis superfisialis antara lain adalah (Ilyas, 2006):

1. Keratitis punctata superfisialis

Berupa bintik-bintik putih pada permukaan kornea yang dapat

disebabkan oleh sindrom dry eye, blefaritis, keratopati logaftalmus,

keracunan obat topical, sinar ultraviolet, trauma kimia ringan dan

pemakaian lensa kontak.

2. Keratitis flikten

Benjolan putih yang yang bermula di limbus tetapi mempunyai

kecenderungan untuk menyerang kornea.

3. Keratitis sika

Suatu bentuk keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi

kelenjar lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva.

4. Keratitis lepra

Suatu bentuk keratitis yang diakibatkan oleh gangguan trofik

saraf, disebut juga keratitis neuroparalitik.

5. Keratitis nummularis

Bercak putih berbentuk bulat pada permukaan kornea biasanya

multiple dan banyak didapatkan pada petani.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :

1. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital

2. Keratitis sklerotikans.

E. Patofisiologi

Karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan

tidak segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak

vaskularisasi. Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang

terdapat dalam stroma kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru

kemudian disusul dengan dilatasi pembuluh darah yang terdapat dilimbus

dan tampak sebagai injeksi perikornea. Sesudahnya baru terjadi infiltrasi

Page 9: Presus Keratitis

dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit polimorfonuklear (PMN),

yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak sebagai bercak

berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas dan permukaan tidak

licin, kemudian dapat terjadi kerusakan epitel dan timbulah ulkus kornea

(Vaughan, 2009).

Kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi

pada kornea baik superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa

sakit dan fotofobia. Rasa sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan

palpebra (terutama palbebra superior) pada kornea dan menetap sampai

sembuh. Kontraksi bersifat progresif, regresi iris, yang meradang dapat

menimbulkan fotofobia, sedangkan iritasi yang terjadi pada ujung saraf

kornea merupakan fenomena reflek yang berhubungan dengan timbulnya

dilatasi pada pembuluh iris. Fotofobia, yang berat pada kebanyakan

penyakit kornea, minimal pada keratitis herpes karena hipestesi terjadi

pada penyakit ini, yang juga merupakan tanda diagnostik berharga.

Meskipun berair mata dan fotofobia umumnya menyertai penyakit

kornea, umumnya tidak ada tahi mata kecuali pada ulkus bakteri purulen

(Vaughan, 2009).

Karena kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan mem-

biaskan berkas cahaya, lesi kornea umumnya agak mengaburkan

penglihatan, terutama kalau letaknya di pusat (Vaughan, 2009).

F. Diagnosa

Anamnesis pasien penting pada penyakit kornea. Sering dapat

diungkapkan adanya riwayat trauma---kenyataannya, benda asing dan

abrasi merupakan dua lesi yang umum pada kornea. Adanya riwayat

penyakit kornea juga bermanfaat. Keratitis akibat infeksi herpes simpleks

sering kambuh, namun karena erosi kambuh sangat sakit dan keratitis

herpetik tidak, penyakit-penyakit ini dapat dibedakan dari gejalanya.

Hendaknya pula ditanyakan pemakaian obat lokal oleh pasien, karena

mungkin telah memakai kortikosteroid, yang dapat merupakan

predisposisi bagi penyakit bakteri, fungi, atau oleh virus, terutama keratitis

Page 10: Presus Keratitis

herpes simpleks. Juga mungkin terjadi imunosupresi akibat penyakit-

penyakit sistemik, seperti diabetes, AIDS, dan penyakit ganas, selain oleh

terapi imunosupresi khusus (Vaughan, 2009).

Dokter memeriksa di bawah cahaya yang memadai. Pemeriksaan

sering lebih mudah dengan meneteskan anestesi lokal. Pemulusan

fluorescein dapat memperjelas lesi epitel superfisialis yang tidak mungkin

tidak telihat bila tidak dipulas. Pemakaian biomikroskop (slitlamp) penting

untuk pemeriksaan kornea dengan benar; jika tidak tersedia, dapat dipakai

kaca pembesar dan pencahayaan terang. Harus diperhatikan perjalanan

pantulan cahaya saat menggerakkan cahaya di atas kornea. Daerah kasar

yang menandakan defek pada epitel terlihat dengan cara ini (Vaughan,

2009).

Mayoritas kasus keratitis bakteri pada komunitas diselesaikan

dengan terapi empiris dan dikelola tanpa hapusan atau kultur.Hapusan dan

kultur sering membantu dalam kasus dengan riwayat penyakit yang tidak

jelas. Hipopion yang terjadi di mata dengan keratitis bakteri biasanya

steril, dan pungsi akuos atau vitreous tidak perlu dilakukan kecuali ada

kecurigaan yang tinggi oleh mikroba endophthalmitis.

Kultur adalah cara untuk mengidentifikasi organisme kausatif dan

satu-satunya cara untuk menentukan kepekaan terhadap antibiotik. Kultur

sangat membantu sebagai panduan modifikasi terapi pada pasien dengan

respon klinis yang tidak bagus dan untuk mengurangi toksisitas dengan

mengelakkan obat-obatan yang tidak perlu. Dalam perawatan mata secara

empiris tanpa kultur dimana respon klinisnya tidak bagus, kultur dapat

membantu meskipun keterlambatan dalam pemulihan patogen dapat

terjadi.

Sampel kornea diperoleh dengan memakai agen anestesi topikal

dan menggunakan instrumen steril untuk mendapatkan atau mengorek

sampel dari daerah yang terinfeksi pada kornea. Kapas steril juga dapat

digunakan untuk mendapatkan sampel. Ini paling mudah dilakukan dengan

perbesaran Slit Lamp.

Page 11: Presus Keratitis

Biopsi kornea dapat diindikasikan jika terjadi respon yang minimal

terhadap pengobatan atau jika kultur telah negatif lebih dari satu kali

dengan gambaran klinis yang sangat mendukung suatu proses infeksi. Hal

ini juga dapat diindikasikan jika infiltrat terletak di pertengahan atau

dalam stroma dengan jaringan atasnya tidak terlibat.

Pada pasien kooperatif, biopsi kornea dapat dilakukan dengan

bantuan Slit Lamp atau mikroskop operasi. Setelah anestesi topikal,

gunakan sebuah pisau untuk mengambil sepotong kecil jaringan stroma,

yang cukup besar untuk memungkinkan pembelahan sehingga satu porsi

dapat dikirim untuk kultur dan yang lainnya untuk histopatologi. Spesimen

biopsi harus disampaikanke laboratorium secara tepat waktu.

G. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan keratitis bergantung pada etiologi yang

mendasarinya. Bentuk sediaan yang diberikan dapat berupa tetes mata, pil,

atau intravena. Semua benda asing yang ada pada kornea dan konjungtiva

harus dihilangkan. Keratitits pungtata superficial penyembuhannya dapat

berakhir dengan sempurna. Infeksi keratitis biasanya membutuhkan

antibakteri, antifungal, atau terapi antiviral, apabila virus yang menjadi

penyebabnya, keratitis tidak perlu mendapatkan pengobatan yang khusus

karena biasanya dapat sembuh lebih kurang dalam 3 minggu. Pemberian

cendo citrol tetes mata (6 x 1 tetes) yang diindikasikan kortikosteroid

dapat menekan infeksi sekunder. Tetes mata steroid sering diberikan untuk

mengurangi inflamasi dan scar yang mungkin timbul. Tindakan ini harus

dilakukan dengan hati-hati karena beberapa infeksi dapat lebih buruk

setelah penggunaan. Jika penyebab keratitis adalah mata kering, dapat

diberikan salep dan air mata buatan. Jika penyebabnya adalah

sinar ultraviolet atau lensa kontak, diberikan salep antibiotik dan obat

untuk melebarkan pupil. Jika penyebabnya adalah reaksi terhadap obat-

obatan, maka sebaiknya pemakaian obat dihentikan. Pada umumnya,

pengguna kontak lensa akan diberi nasihat untuk tidak meneruskan

kembali, walaupun tidak berakaitan dengan sebab timbulnya keratitis.

Page 12: Presus Keratitis

H. Prognosis

Prognosis pada setiap kasus tergantung pada beberapa faktor,

termasuk luas dan dalamnya lapisan kornea yang terlibat, ada atau

tidaknya perluasan ke jaringan orbita lain, status kesehatan pasien

(contohnya immunocompromised), virulensi patogen,ada atau tidaknya

vaskularisasi dan deposit kolagen pada jaringan tersebut, waktu

penegakkan diagnosis klinis yang dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan

penunjang seperti kultur pathogen di laboratorium. Pasien dengan infeksi

ringan dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis

yang baik; bagaimana pun, kontrol dan eradikasi infeksi yang meluas

didalam sklera atau struktur intraokular sangat sulit. Diagnosis awal dan

terapi tepat dapat membantu mengurangi kejadian hilangnya penglihatan.

Imunitas tubuh merupakan hal yang penting dalam kasus ini karena

diketahui reaksi imunologik tubuh pasien sendiri yang memberikan respon

terhadap virus ataupun bakteri. Pada keratitis superfisialis pungtata

penyembuhan biasanya berlangsung baik meskipun tanpa pengobatan.

BAB IV

PEMBAHASAN

Page 13: Presus Keratitis

Pada pasien ini, keluhan yang dirasakan adalah mata kiri nrocos dan

disertai penglihatan menjadi tidak jelas/kabur. Pasien juga mengeluhkan mata

terasa nyeri dan terasa ada yang mengganjal. Keluhan dirasakan sejak ± 7 hari

yang lalu. Sebelumnya mata pasien terkena serpihan kayu yang halus di tempat

kerjanya kemudian terasa gatal. Pasien kemudian berobat ke Puskesmas Kaliwiro

dan diberi obat tetes mata, namun keluhan kumat lahi setelah 3 hari pengobatan.

Keluhan muncul kembali ketika pasien kembali ke tempat kerja sebagai buruh

bangunan.

Dari gejala yang muncul, pasien diperkirakan menderita keratitis. Tanda-

tanda seperti mata nrocos, kemerahan, dan nyeri yang disertai dengan pandangan

kabur menjadi awal penegakan diagnosis keratitis pada pasien ini. Selain itu,

penegakan diagnosis juga dibantu dengan pemeriksaan fisik. Visus 5/5 pada OD

dan visus 5/10 pada OS menjadi bukti bahwa terjadi penurunan tajam penglihatan

yang dialami pasien. Kemudian dari pemeriksaan fisik area sekitar mata yang

ditemukannya mata merah, reflek cahaya (+/+) baik direk maupun indirek. Pada

pemeriksaan bilik mata depan dengan menggunakan senter dari lateral mata,

cahaya dapat menyinari hampir seluruh bagian iris pada mata kanan dan kiri.

Dari anamnesis yang didapatkan berupa mata nrocos dan nyeri disertai

dengan penurunan tajam penglihatan, serta adanya riwayat trauma fisik pada mata

dimungkinkan pasien menderita keratitis pada mata kiri. Adanya riwayat trauma

pada mata juga bisa digunakan sebagai patokan dalam penegakan diagnosis

keratitis karena kornea avaskuler, maka pertahanan pada waktu peradangan tidak

segera datang, seperti pada jaringan lain yang mengandung banyak vaskularisasi.

Maka badan kornea, wandering cell dan sel-sel lain yang terdapat dalam stroma

kornea, segera bekerja sebagai makrofag, baru kemudian disusul dengan dilatasi

pembuluh darah yang terdapat dilimbus dan tampak sebagai injeksi perikornea.

Sesudahnya baru terjadi infiltrasi dari sel-sel mononuclear, sel plasma, leukosit

polimorfonuklear (PMN), yang mengakibatkan timbulnya infiltrat, yang tampak

sebagai bercak berwarna kelabu, keruh dengan batas-batas tak jelas. Pada pasien

juga didapatkan keluhan berupa penurunan tajam penglihatan, hal ini dikarenakan

Page 14: Presus Keratitis

kornea berfungsi sebagai jendela bagi mata dan membiaskan berkas cahaya, lesi

kornea umumnya agak mengaburkan penglihatan, terutama kalau letaknya di

pusat. Pada pasien juga mengeluhkan mata yang nyeri, hal ini disebabkan karena

kornea mempunyai banyak serabut saraf maka kebanyakan lesi pada kornea baik

superfisial maupun profunda dapat menimbulkan rasa sakit dan fotofobia. Rasa

sakit juga diperberat dengan adanaya gesekan palpebra (terutama palbebra

superior) pada kornea dan menetap sampai sembuh.

Penatalaksanaan keratitis bergantung pada etiologi yang mendasarinya.

Pada pasien ini diberikan antibiotik spektrum luas untuk mencegah adanya

kemungkinan terjadinya infeksi sekunder pada pasien ini. Pasien juga

mendapatkan pengobatan berupa tetes mata cendo xitrol yang diindikasikan

kortikosteroid dapat menekan infeksi sekunder. Tetes mata steroid sering

diberikan untuk mengurangi inflamasi dan scar yang mungkin timbul. Untuk

mengatasi nyerinya pasien juga diberikan analgetik.

Prognosis pada pasien ini sebenarnya masih cukup baik karena pasien

datang lebih awal untuk memeriksakan diri sehingga visus yang menurun pada

pasien masih bisa terkoreksi lebih dini. Virulensi dari kuman patogen juga dapat

menjadi patokan terhadap prognosis pada pasien ini. Pasien dengan infeksi ringan

dan diagnosis mikrobiologi yang lebih awal memiliki prognosis yang baik.

BAB V

KESIMPULAN

Page 15: Presus Keratitis

Keratitis adalah suatu peradangan kornea yang disebabkan oleh bakteri, virus,

dan jamur. Keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lapis kornea yang terkena

seperti keratitis superficial dan profunda, atau berdasarkan penyebabnya yaitu

keratitis karena berkurangnya sekresi air mata, keratitis karena keracunan obat,

keratitis reaksi alergi, infeksi, reaksi kekebalan, reaksi terhadap konjungtivitis

menahun.

Pada Keratitis sering timbul rasa sakit yang berat oleh karena kornea

bergesekan dengan palpebra, karena kornea berfungsi sebagai media untuk

refraksi sinar dan merupakan media pembiasan terhadap sinar yang yang masuk

ke mata maka lesi pada kornea umumnya akan mengaburkan penglihatan terutama

apabila lesi terletak sentral dari kornea. Fotofobia terutama disebabkan oleh iris

yang meradang  Keratitis dapat memberikan gejala mata merah, rasa silau dan

merasa ada yang mengganjal atau kelilipan.

Manajemen yang tepat dapat mengurangi insidensi kehilangan penglihatan

dan membatasi kerusakan kornea. Keterlambatan diagnosis infeksi adalah salah

satu faktor yang berperan terhadap terapi awal yang tidak tepat. Kebanyakan

gangguan penglihatan ini dapat dicegah, namun hanya bila di diagnosis

penyebabnya ditetapkan secara dini dan diobati secara memadai.

BAB VI

DAFTAR PUSTAKA

Page 16: Presus Keratitis

Ilyas, Sidarta. 2006. Ilmu Penyakit Mata, Edisi 3. Balai Penerbit FKUI Jakarta.

Mansjoer, Arif M. 2001. Kapita Selekta edisi-3 jilid-1. Jakarta: Media Aesculapius FKUI. Hal: 56

Vaughan, Daniel. Oftalmologi Umum. Edisi 14 Cetakan Pertama. Widya Medika Jakarta, 2009