presus Hernia

54
BAB I PENDAHULUAN I.1. Kanalis Inguinalis I.1.1. Anatomi Panjang kanalis inguinalis pada orang dewasa adalah 4 cm. Terbentuk dari annulus inguinalis profundus atau interna sampai annulus inguinalis superfisialis atau eksterna. Kanalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas ligamen inguinalis. Pada neonatus, annulus inguinalis interna terletak hampir tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga kanalis inguinalis pada usia ini sangat pendek. Kemudian, annulus interna bergerak ke arah lateral akibat pertumbuhan. Gambar 1. Kanalis Inguinalis 1

description

koas bedah

Transcript of presus Hernia

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Kanalis Inguinalis

I.1.1. Anatomi

Panjang kanalis inguinalis pada orang dewasa adalah 4 cm. Terbentuk dari

annulus inguinalis profundus atau interna sampai annulus inguinalis

superfisialis atau eksterna. Kanalis inguinalis terletak sejajar dan tepat di atas

ligamen inguinalis. Pada neonatus, annulus inguinalis interna terletak hampir

tepat posterior terhadap annulus inguinalis eksterna sehingga kanalis

inguinalis pada usia ini sangat pendek. Kemudian, annulus interna bergerak ke

arah lateral akibat pertumbuhan.

Gambar 1. Kanalis Inguinalis

Anulus profunda merupakan pintu pada fasia tranversalis. Letaknya di

pertengahan antara spina iliaka anterior superior dan tuberkulum pubikum.

Pembuluh darah epigastrika inferior lewat disebelah medial anulus profunda.

Anulus superficialis merupakan defek berbentuk segitiga (Hesselbach’s

triangle) pada aponeurosis m. obliquus externus abdominis dan dasarnya

dibentuk oleh crista pubica. Pinggir annulus merupakan origo fascia

spermatica externa. Batas lateral adalah arteri epigastrika inferior, batas

1

medial adalah m. rectus abdominis bagian lateral, dan batas inferior adalah

ligamen inguinalis.

Gambar 1. Hesselbach’s triangle

I.1.2. Dinding Kanalis Inguinalis

Anterior: m.obliqus eksterna menutupi seluruh panjang kanalis di

anterior. Pada sepertiga lateral di gantikan oleh m.obliqus interna.

Superior: m.obliqus interna melengkung ke posterior membentuk atap

kanalis.

Posterior: fasia tranversalis membentuk bagian lateral dinding

posterior. Tendon gabungan (insersi komunis gabungan dari m.obliqus

interna dan m.tranversus ke linea pektineal) membentuk bagian medial

dinding posterior.

Inferior: ligamentum inguinale.

I.1.3. Isi Kanalis Inguinalis

a. Korda spermatika (atau ligamentum rotundum pada wanita)

2

Korda spermatika dilapisi oleh tiga lapisan yang keluar dari

lapisan-lapisan dinding bawah abdomen saat korda melewati kanalis

inguinalis. Ketiga lapisan tersebut adalah:

Fasia spermatika eksterna: dari aponeurosis m.obliqus eksterna

Fasia dan otot kremaster: dari aponeurosis m.obliqus interna

Fasia spermatika interna : dari fasia tranversalis

Duktus vas deferens atau ligamentum rotundum

A.testikularis : cabang dari aorta abdominalis

Pleksus vena pampiriformis : bergabung membentuk

v.Testikularis di regio anulus profunda

Limfatik : dari testis dan epididimis mengalir ke kelenjar getah

bening preaorta

Saraf otonom

b. Nervus ilioinguinalis (L1)

I.2. Hernia

I.2.1. Definisi

Hernia adalah protrusi atau penonjolan suatu rongga melalui defek

atau bagian lemah dari dinding rongga yang bersangkutan. Pada hernia

abdomen, isi perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan

muskulo-aponeurotik dinding perut. Hernia terdiri atas cincin, kantong,

dan isi hernia.

Pada hernia scrotalis, isi perut (usus) menonjol melalui defek pada

lapisan musculo-aponeurotik dinding perut melewati canalis inguinalis dan

turun hingga ke rongga scrotum. Dengan kata lain, hernia scrotalis adalah

hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai rongga scrotum.

3

I.2.2 Klasifikasi

Dilihat dari macam dan jenis hernia, maka dapat diklasifikasikan

sebagai berikut :

1. Berdasarkan terjadinya :

a. Hernia bawaan atau congenital

Hernia yang terdapat pada waktu lahir.

b. Hernia dapatan atau akuisita

Hernia yang disebabkan oleh pengangkatan benda berat atau

strain atau cedera berat.

2. Menurut letaknya

a. Hernia Diafragma

Herniasi struktur abdomen atau retroeritoneum ke dalam rongga

dada.

b. Hernia Inguinal

Hernia lengkung usus ke dalam kanalis inguinalis.

c. Hernia Umbilikal

Sejenis hernia abdominalis dengan sebagian usus menonjol di

umbilikus dan ditutupi oleh kulit dan jaringan subkutan.

d. Hernia Femoral

Hernia gelung usus ke dalam kanalis femoralis.

e. Hernia Epigastrika

Hernia abdominalis melalui linea alba diatas umbilikus.

f. Hernia Lumbalis

Herniasi omentum atau usus di daerah pinggang melalui ruang

lesshaft atau segitiga lumbal.

3. Menurut sifatnya

a. Hernia reponibel

Disebut hernia reponibel bila isi hernia dapat kembali ke dalam

rongga perut dengan sendirinya. Usus keluar jika berdiri atau

mengedan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong masuk

ke perut, tidak ada keluhan nyeri ataupun gejala obstruksi usus.

4

b. Hernia Ireponibel

Disebut hernia ireponibel bila isi kantong tidak dapat direposisi

kembali ke dalam rongga perut. Ini biasanya disebabkan oleh

perlekatan isi kantong pada peritoneum kantong hernia. Tidak

ada keluhan rasa nyeri ataupun tanda sumbatan usus.

c. Hernia Inkarserata

Disebut hernia inkarserata bila isinya terjepit oleh cincin hernia

sehingga isi kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke

dalam rongga perut. Akibatnya, terjadi gangguan pasase seperti

muntah, tidak bisa flatus maupun buang air besar. Secara klinis,

hernia inkarserata lebih dimaksudkan untuk hernia ireponibel

dengan gangguan pasase.

d. Hernia Strangulata

Disebut hernia strangulata bila telah terjadi gangguan

vaskularisasi. Pada keadaan sebenarnya, gangguan vaskularisasi

telah terjadi pada saat jepitan dimulai, dengan berbagai tingkat

gangguan mulai dari endungan sampai nekrosis.

I.2.3 Epidemiologi

Hampir 75% dari hernia abdomen merupakan hernia ingunalis.

Hernia inguinalis dibagi menjadi hernia ingunalis lateralis (indirek) dan

hernia ingunalis medialis (direk) dimana hernia ingunalis lateralis

ditemukan lebih banyak dua pertiga dari hernia ingunalis. Sepertiga

sisanya adalah hernia inguinalis medialis. Hernia ingunalis lebih banyak

ditemukan pada pria daripada wanita, sedangkan pada wanita lebih sering

terjadi hernia femoralis. Perbandingan antara pria dan wanita untuk hernia

ingunalis 7 : 1. Prevalensi hernia ingunalis pada pria dipengaruhi oleh

umur. Hernia inguinalis lateralis lebih sering terjadi pada bayi prematur

daripada bayi aterm di mana sebanyak 13,7% berkembang pada bayi yang

lahir pada usia kandungan di bawah 32 minggu.

5

I.2.4. Hernia Skrotalis

Hernia scrotalis adalah hernia inguinalis lateralis (indirek) yang mencapai

rongga scrotum.

I.2.4.1 Etiologi

Penyebab terjadinya hernia scrotalis yaitu :

1. Kongenital atau bawaan sejak lahir di mana tidak terjadi penutupan

processus vaginalis yang menghubungkan rongga peritoneum dengan

scrotum.

2. Dapatan, seperti:

a. Kelainan yang menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen

seperti batuk kronis, hipertrofi prostat, asites, dan konstipasi

b. Kelemahan dinding abdomen karena faktor usia

I.2.4.2 Patofisiologi

Terjadinya hernia disebabkan oleh dua faktor yang pertama adalah

faktor kongenital yaitu kegagalan penutupan prosesus vaginalis pada waktu

kehamilan yang dapat menyebabkan masuknya isi rongga pertu melalui kanalis

inguinalis, faktor yang kedua adalah faktor yang dapat seperti hamil, batuk

kronis, pekerjaan mengangkat benda berat dan faktor usia, masuknya isi rongga

perut melalui kanal ingunalis, jika cukup panjang maka akan menonjol keluar

dari anulus ingunalis ekstermus. Apabila hernia ini berlanjut tonjolan akan

sampai ke skrotum karena kanal inguinalis berisi tali sperma pada laki-laki,

sehingga menyebakan hernia. Hernia ada yang dapat kembali secara spontan

maupun manual juga ada yang tidak dapat kembali secara spontan ataupun

manual akibat terjadi perlengketan antara isi hernia dengan dinding kantong

hernia sehingga isi hernia tidak dapat dimasukkan kembali.

Keadaan ini akan mengakibatkan kesulitan untuk berjalan atau

berpindah sehingga aktivitas akan terganggu. Jika terjadi penekanan

terhadap cincin hernia maka isi hernia akan mencekik sehingga terjadi

hernia strangulate yang akan menimbulkan gejala illeus yaitu gejala

6

abstruksi usus sehingga menyebabkan peredaran darah terganggu yang akan

menyebabkan kurangnya suplai oksigen yang bisa menyebabkan Iskemik. Isi

hernia ini akan menjadi nekrosis.

Jika kantong hernia terdiri atas usus dapat terjadi perforasi yang

akhirnya dapat menimbulkan abses lokal atau prioritas jika terjadi hubungan

dengan rongga perut. Obstruksi usus juga menyebabkan penurunan

peristaltik usus yang bisa menyebabkan konstipasi. Pada keadaan

strangulate akan timbul gejala illeus yaitu perut kembung, muntah dan

obstipasi pada strangulasi nyeri yang timbul lebih berat dan kontinyu,

daerah benjolan menjadi merah.

I.2.4.3 Manifestasi Klinis

Pada hernia yang reponibel bisa saja tidak ditemukan gejala apapun

termasuk penonjolan pada lokasi hernia, sedangkan pada hernia ireponibel

penonjolan jelas terlihat pada lokasi hernia akan tetapi tidak menimbulkan

keluhan seperti nyeri dan defans muskular.

Pada hernia inkarserata, tampak penonjolan pada lokasi hernia dengan

disertai rasa nyeri dan tanda-tanda obstruksi saluran cerna seperti muntah,

sulit flatus, sulit buang air besar, dan peningkatan bising usus.

Pada hernia strangulata tampak gejala seperti pada hernia inkarserata

namun pasien tampak lebih toksik. Keadaan toksik ini kemungkinan

disebabkan oleh isi hernia yang telah mengalami iskemia atau bahkan

nekrosis.

I.2.4.4 Diagnosis

Diagnosis hernia scrotalis dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis dan

pemeriksaan fisik.

A. Inspeksi Daerah Inguinal

Meskipun hernia dapat didefinisikan sebagai setiap penonjolan viskus,

atau sebagian daripadanya, melalui lubang normal atau abnormal, 90%

dari semua hernia ditemukan di daerah inguinal. Biasanya impuls hernia

lebih jelas dilihat daripada diraba.

7

Pasien disuruh memutar kepalanya ke samping dan batuk atau

mengejan. Lakukan inspeksi daerah inguinal dan femoral untuk melihat

timbulnya benjolan mendadak selama batuk, yang dapat menunjukkan

hernia. Jika terlihat benjolan mendadak, mintalah pasien untuk batuk lagi

dan bandingkan impuls ini dengan impuls pada sisi lainnya. Jika pasien

mengeluh nyeri selama batuk, tentukanlah lokasi nyeri dan periksalah

kembali daerah itu.

B. Pemeriksaan Hernia Inguinalis

Palpasi hernia inguinal dilakukan dengan meletakan jari pemeriksa di

dalam skrotum di atas testis kiri dan menekan kulit skrotum ke dalam.

Harus ada kulit skrotum yang cukup banyak untuk mencapai cincin

inguinal eksterna. Jari harus diletakkan dengan kuku menghadap ke luar

dan bantal jari ke dalam. Tangan kiri pemeriksa dapat diletakkan pada

pinggul kanan pasien untuk sokongan yang lebih baik.

Telunjuk kanan pemeriksa harus mengikuti korda spermatika di lateral

masuk ke dalam kanalis inguinalis sejajar dengan ligamentum inguinalis

dan digerakkan ke atas ke arah cincin inguinal eksterna, yang terletak

superior dan lateral dari tuberkulum pubikum. Cincin eksterna dapat

diperlebar dan dimasuki oleh jari tangan.

Dengan jari telunjuk ditempatkan pada cincin eksterna atau di dalam

kanalis inguinalis, mintalah pasien untuk memutar kepalanya ke samping

dan batuk atau mengejan. Seandainya ada hernia, akan terasa impuls tiba-

tiba yang menyentuh ujung atau bantal jari penderita. Jika ada hernia,

suruh pasien berbaring terlentang dan perhatikanlah apakah hernia itu

dapat direduksi dengan tekanan yang lembut dan terus-menerus pada

massa itu. Jika pemeriksaan hernia dilakukan dengan perlahan-lahan,

tindakan ini tidak akan menimbulkan nyeri.

Setelah memeriksa sisi kiri, prosedur ini diulangi dengan memakai jari

telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan. Sebagian pemeriksa lebih

suka memakai jari telunjuk kanan untuk memeriksa sisi kanan pasien, dan

jari telunjuk kiri untuk memeriksa sisi kiri pasien. Cobalah kedua teknik

ini dan lihatlah cara mana yang anda rasakan lebih nyaman.

8

Jika ada massa skrotum berukuran besar yang tidak tembus cahaya,

suatu hernia inguinal indirek mungkin ada di dalam skrotum. Auskultasi

massa itu dapat dipakai untuk menentukan apakah ada bunyi usus di dalam

skrotum, suatu tanda yang berguna untuk menegakkan diagnosis hernia

inguinal indirek.

C. Transluminasi Massa Skrotum

Jika anda menemukan massa skrotum, lakukanlah transluminasi. Di

dalam suatu ruang yang gelap, sumber cahaya diletakkan pada sisi

pembesaran skrotum. Struktur vaskuler, tumor, darah, hernia dan testis

normal tidak dapat ditembus sinar. Transmisi cahaya sebagai bayangan

merah menunjukkan rongga yang mengandung cairan serosa, seperti

hidrokel atau spermatokel.

I.2.4.5. Diagnosis Banding

Adapun diagnosis banding dari hernia scrotalis seperti yang terlihat

pada tabel di bawah ini.

Tabel 1. Diagnosis Banding Pembesaran Skrotum yang Lazim Dijumpai

I.1.4.6 Penatalaksanaan

1. Konservatif

a. Reposisi Spontan

9

Berikan analgesik dan sedativa untuk mencegah nyeri dan merelaksasikan

pasien. Pasien harus istirahat untuk mengurangi tekanan intraabdomen.

Pasien tidur dengan posisi telentang dan letakkan bantal di bawah lutut

pasien.

Tempat tidur pasien dimiringkan 15⁰ - 20⁰, di mana kepala lebih rendah

daripada kaki (Trandelenburg).

Kaki yang ipsi lateral dengan tonjolan hernia diposisikan fleksi dan

eksternal rotasi maksimal (seperti kaki kodok).

Tonjolan hernia dapat dikompres menggunakan kantong es atau air dingin

untuk mengurangi nyeri dan mencegah pembengkakan.

Ditunggu selama 20-30 menit, bila berhasil operasi dapat direncanakan

secara elektif

b. Reposisi bimanual: Tangan kiri memegang isi hernia membentuk corong

sedangkan tangan kanan mendorongnya ke arah cincin hernia dengan tekanan

lambat dan menetap sampai terjadi reposisi. Penekanan tidak boleh dilakukan

pada apeks hernia karena justru akan menyebabkan isi hernia keluar melalui

cincin hernia. Konsultasi dengan dokter spesialis bedah bila reposisi telah dicoba

sebanyak 2 kali dan tidak berhasil.

2. Pembedahan

Indikasi pembedahan:

Reduksi spontan dan manual tidak berhasil dilakukan

Adanya tanda-tanda strangulasi dan keadaan umum pasien memburuk

Ada kontraindikasi dalam pemberian sedativa misal alergi

Hernia pada anak-anak harus diperbaiki secara operatif tanpa penundaan,

karena adanya risiko komplikasi yang besar terutama inkarserata, strangulasi,

yang termasuk gangren alat-alat pencernaan (usus), testis, dan adanya peningkatan

risiko infeksi dan rekurensi yang mengikuti tindakan operatif. Pada pria dewasa,

operasi cito terutama pada keadaan inkarserata dan strangulasi. Pada pria tua, ada

beberapa pendapat bahwa lebih baik melakukan elektif surgery karena angka

mortalitas, dan morbiditas lebih rendah jika dilakukan cito surgery. Pada anak-

10

anak pembedahan dilakukan dengan memotong cincin hernia dan membebaskan

kantong hernia (herniotomy). Sedangkan pada orang dewasa dilakukan

herniotomy dan hernioraphy, selain dilakukan pembebasan kantong hernia juga

dilakukan pemasangan fascia sintetis berupa mesh yang terbuat dari proline untuk

memperbaiki defek. Kedua tindakan herniotomy dan hernioraphy disebut juga

dengan hernioplasty.

Manajemen Operasi Hernia

a. Anestesi. Anestesi dapat general, epidural (spinal) atau lokal. Anestesi

epidural atau lokal dengan sedasi lebih dianjurkan.

b. Insisi. Oblique atau tranverse, 0,5 inchi diatas titik midinguinal (6-8 cm).

Setelah memotong fascia scarpa dan vena superfisialis, insisi diperdalam

hingga mencapai aponeurosis musculus obliquus eksternus.

c. Membuka canalis inguinalis. Identifikasi ring eksterna yang terletak pada

aspek superior dan lateral dari tuberculum pubicum. Dinding anterior dari

kanalis inguinalis dibuka sejajar serat dari aponeursis musculus obliquus

eksternus, lakukan preservasi N. Iliohipastric dan N.ilioinguinal. Lakukan

identifkasi dan mobilisasi spermatic cord, dimulai dari bagian tuberculum

pubicum, mobilisasi secara sirkular, dan retraksi dengan penrose drain atau

kateter foley.

d. Identifikasi kantong hernia. Kantong hernia indirek ditemukan pada aspek

anteromedial dari spermatic cord. Setelah dijepit dengan klem, kantong

diotong ke arah proksimal. Pada hernia direk, kantong hernia ditemukan di

trigonum Hesselbach.

e. Eksisi kantong hernia. Pada kantong hernia indirek, setelah kantong dibuka

semua isi kantong hernia, dapat berupa usus atau omentum, dimasukkan ke

dalam intra-abdomen. Kemudian leher hernia dijahit dan diligasi. Kantong

dieksisi dibagian distal dari ligasi. Sementara pada hernia direk kantong

dapat diinsersikan ke rongga peritoneum, namun pada kantong yang besar

diakukan eksisi pada kantong.

Pada bayi dan anak-anak, operasi hernia terbatas dengan memotong kantong

hernia. Tidak diperlukan repair pada hernia bayi dan anak. Hal ini didasarkan

11

bahwa sebagian besar hernia pada anak tidak disertai dengan kelemahan dinding

abdomen.

Teknik Hernia Repair

a. Bassini repair

Teknik ini mulai diperkenalkan pada tahun 1889, merupakan teknik

yang simple dan cukup efektif. Prinsipnya adalah approksimasi fascia

tranversalis, otot tranversus abdominis dan otot obliqus internus

(ketiganya dinamai the bassini triple layer) dengan ligamentum inguinal.

Approksimasi dilakukan dengan menggunakan jahitan interrupted. Teknik

dapat digunakan pada hernia direk dan hernia indirek.

b. Tension-Free Herniorrhaphy/ Lichtenstein

Teknik ini menggunakan mesh prostetik untuk untuk mencegah

terjadinya tension. Dapat dilakukan dengan anastesi lokal. Beberapa

penelitian menunjukkan bahwa teknik ini memberikan outcome yang lebih

baik; pasien lebih cepat untuk kembali berkerja, nyeri pasca operasi yang

lebih minimal, pasien lebih nyaman dan rekurensi yang lebih minimal.

Teknik ini dapat digunakan baik pada hernia direk maupun hernia indirek.

Variasi teknik dengan menggunakan mesh telah berkembang hingga

menggunakan mesh plug, disamping mesh patch seperti tenik diatas. Mesh

plug digunakan untuk mengisi defek pada hernia. Mesh patch ini dapat

dikombinasikan dengan mesh plug, dan teknik ini cukup berkembang saat

ini. Teknik ini juga dapat digunakan pada kasus-kasus hernia rekuren.

12

c. McVay (Cooper Ligament) repair

Pada teknik ini terdapat dua komponen penting; repair dan relaxing

incision. Repair dilakukan dengan approksimasi fasia tranversalis ke

ligamentum Cooper. Repair menggunakan benang nonabsorbable, 2.0 atau

0. Repair dimulai dari tuberculum pubicum dan berjalan ke arah lateral.

Jahitan pertama merupakan jahitan terpenting karena pada bagian tersebut

sering terjadi rekurensi. Langkah kedua adalah relaxing incision secara

vertikal pada fascia anterior musculus rectus. Teknik ini dapat digunakan

untuk hernia inguinalis dan femoralis.

d. Shouldice Repair

13

Teknik ini dipopulerkan di Kanada, merupakan modifikasi dari Bassini

repair. Pada tenik ini jahitan yang digunakan adalah running

sutures/countinues. Jahitan pertama dimulai dari tuberculum pubicum

kemudian ke lateral untuk aproksimasi otot obliqus internus, otot

tranversus abdominis dan fascia tranversalis (bassini triple layers) dengan

ligamentum inguinal. Jahitan diteruskan hingga ke arah ring interna.

Jahitan yang sama kemudian dilanjutkan dengan berbalik arah, dari ring

interna ke tuberculum pubicum. Jahitan kedua dilakukan aproksimasi

antara otot obliqus internus dengan ligamentum inguinal dengan

ligamentum inguinal dimulai dari tuberculum pubicum. Karena jahitan

aproksimasi pada teknik ini yang berlapis, kejadian rekurensi dari teknik

ini jarang dilaporkan.

e. Repair Dengan Laparoskopi

Terdapat tiga teknik yang berkembang untuk repair hernia dengan

laparoskopi yaitu; transabdominal preperitoneal (TAPP), intraperitoneal

onlay mesh (IPOM), totally ekstraperitoneal (TEP). Mengenai ketiga

teknik laparoslopi ini akan ada pembahasan khusus.

I.2.4.7. Komplikasi

Komplikasi saat pembedahan antara lain:

Perdarahan, arteri-vena epigastrika inferior atau arteri vena spermatika.

Lesi nervus ileohypogastrika,ileoinguinalis.

Lesi vas defferens, buli buli, usus

14

Komplikasi segera setelah pembedahan:

Hematome

Infeksi

Komplikasi lanjut:

Hidrokel

Atrofi Testis

Hernia residif

I.3. Usus Halus

I.3.1. Anatomi

Usus halus merupakan suatu tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan

membentang dari pylorus hingga katup ileosekal. Panjang usus halus pada

orang hidup sekitar 12 kaki (3,6 m). Usus ini mengisi bagian tengah dan

bawah rongga abdomen. Ujung proksimalnya berdiameter sekitar 3,8 cm,

tetapi makin ke bawah garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi

sekitar 2,5 cm.

Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Pemisahan

duodenum dan jejunum ditandai oleh adanya ligamentum Treitz, yaitu suatu

pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra diafragma dekat hiatus

esophagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan jejunum.

Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium. Jejenum

terletak di region midabdominalis sinistra, sedangkan ileum cenderung

terletak di region abdominalis dekstra sebelah bawah.

Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan

serosa) dibentuk oleh peritoneum. Peritonemu memiliki lapisan visceral dan

parietal, dan ruang diantara lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum.

15

Gambar. Anatomi Usus Halus

I.3.2. Histologi

Usus halus memiliki tiga struktur yang sangat menambah luas

permukaan dan membantu fungsi utamanya yaitu absorpsi. Lapisan mukosa

dan submukosa membentuk lipatan-lipatan sirkular yang disebut sebagai

valvula koniventes (lipatan Kerckring) yang menonjol ke dalam lumen

sekitar 3-10 mm. Vili merupakan tonjolan mukosa seperti jari-jari yang

jumlahnya sekitar 4-5 juta dan terdapat disepanjang usus halus. Mikrovili

merupakan tonjolan menyerupai jari-jari yang panjangnya sekitar 1 m pada

permukaan luar setiap vilus.

Epitel vilus terdiri atas dua jenis sel yaitu sel goblet penghasil mukus

dan sel absorptif yang berguna untuk absorpsi bahan makanan yang telah

tercerna. Disekitar vilus terdapat beberapa sumur kecil yang disebut kripte

Lieberkuhn, yang berguna untuk menghasilkan sekret yang mengandung

enzim-enzim pencernaan.

Gambar. Histologi Usus Halus

16

I.3.3. Fisiologi

Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu:

1) Pencernaan

Proses pemecahan makanan menjadi bentuk yang dapat tercerna

melalui kerja berbagai enzim dalam saluran gastrointestinal.

2) Absorpsi

Pemindahan hasil-hasil akhir pencernaan karbohidrat, protein,

lemak, dan protein (gula sederhana, asam lemak, dan asam amino)

melalui dinding usus ke dalam sirkulasi darah dan limfe untuk

digunakan oleh sel-sel tubuh. Selain itu juga diabsorpsi air, elektrolit,

dan vitamin. Absorpsi berbagai zat berlangsung dengan mekanisme

transport aktif dan pasif.

1.4. Obstruksi Usus

I.4.1. Definisi

Obstruksi usus adalah keadaan dimana isi lumen saluran cerna tidak bisa

disalurkan ke distal atau anus karena ada sumbatan atau hambatan yang

disebabkan kelainan dalam lumen usus, dinding usus, atau luar usus yang

menekan, atau kelainan vaskularisasi pada suatu segmen usus yang menyebabkan

nekrose segmen usus tersebut.

I.2.2. Klasifikasi

Tipe obstruksi usus terdiri dari:

A. Mekanis (Ileus obstruktif)

Suatu penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh

peristaltik. Ileus ini dapat akut seperti pada hernia strangulate atau kronis

akibat karsinoma yang melingkari, misalnya intususepsi, tumor polipoid,

dan neoplasma stenosis, obstruksi batu empedu, striktura, perlengketan,

hernia, dan abses.

B. Neurogenik/fungsional (Ileus paralitik)

Obstruksi yang terjadi karena suplai saraf otonom mengalami paralisis dan

peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi usus.

17

Contohnya amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin, seperti diabetes

mellitus, atau gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson.

I.4.3. Ileus Obstruktif

I.4.3.1. Definisi

Ileus obstruktif disebut juga ileus mekanis (ileus dinamik). Suatu

penyebab fisik menyumbat usus dan tidak dapat diatasi oleh peristaltik baik

sebahagian maupun total. Ileus obstruktif ini dapat akut seperti pada hernia

strangulate atau kronis akibat karsinoma yang melingkari.

I.4.3.2. Klasifikasi

A. Menurut sifat sumbatannya

Menurut sifat sumbatannya, ileus obstrutif dibagi menjadi 2 tingkatan,

yaitu:

a. Obstruksi biasa (simple obstruction) yaitu penyumbatan mekanis di

dalam lumen usus tanpa gangguan pembuluh darah, antara lain karena

atresia usus dan neoplasma

b. Obstruksi strangulasi yaitu penyumbatan di dalam lumen usus disertai

oklusi pembuluh darah seperti hernia strangulasi, intususepsi, adhesi,

dan volvulus.

B. Menurut letak sumbatannya

Menurut letak sumbatannya, maka ileus obstruktif dibagi menjadi 2:

a) Obstruksi tinggi, bila mengenai usus halus

b) Obstruksi rendah, bila mengenai usus besar

C. Menurut etiologinya

Menurut etiologinya, ileus obstruktif dibagi menjadi 3, yakni:

a) Lesi ekstrinsik (ekstraluminal) yaitu yang disebabkan oleh adhesi

(postoperative), hernia (inguinal, femoral, umbilical), neoplasma

(karsinoma), dan abses intraabdominal

b) Lesi intrinsic yaitu di dalam dinding usus, biasanya terjadi karena

kelainan congenital (malrotasi), inflamasi (Chron’s disease,

diverticulitis), neoplasma, traumatik, intususepsi

18

c) Obstruksi menutup (intraluminal) yaitu penyebabnya dapat berada di

dalam usus, misalnya benda asing, batu empedu.

I.4.3.3. Patofisiologi

Perubahan patofisiologi utama pada ileus obstruktif dapat dilihat pada

lumen usus yang tersumbat secara progresif yang akan teregang oleh cairan dan

gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan tekanan intralumen, yang

menurunkan pengaliran air dan natrium dari lumen ke darah. Oleh karena sekitar 8

liter cairan di ekskresikan ke dalam saluran cerna setiap hari, tidak adanya

absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen dengan cepat. Muntah dan

penyedotan usus setelah pengobatan dimulai merupakan sumber kehilangan utama

cairan dan elektrolit. Pengaruh atas kehilangan cairan dan elektrolit ini adalah

penciutan ruang cairan ekstrasel yang mengakibatkan syok sampai hipotensi,

pengurangan curah jantung, penurunan perfusi jaringan, dan asidosis metabolik.

Peregangan usus yang terus menerus dapat mengakibatkan penurunan absorpsi

cairan dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus

adalah iskemia akibat distensi dan peningkatan permeabilitas akibat nekrosis,

disertai absorpsi toksin-toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan sirkulasi

sistemik sehingga menyebabkan bakteremia.

Segera setelah timbulnya ileus obstruktif pada ileus obstruksi sederhana,

distensi timbul tepat di proksimal dan menyebabkan refleks muntah. setelah

berkurang, peristaltik akan berusaha untuk melawan obstruksi agar isi usus dapat

melewatinya yang akan menyebabkan nyeri episodik dengan masa relatif tanpa

nyeri diantara episode nyeri. Aktivitas peristaltic yang mendorong udara dan

cairan melalui gelung usus, akan menyebabkan adanya gambaran auskultasi yang

khas pada ileus obstruktif. Dengan berlanjutnya obstruksi, maka aktivitas

peristaltik menjadi lebih jarang dan akhirnya tidak ada.

19

I.4.3.4. Faktor Resiko

Obstruksi usus yang sering ditemukan pada umur pasien

Kelompok Umur Penyakit

Bayi/neonates Atresia, volvulus, penyakit Hirschsprung

Anak-anak Intususepsi, hernia strangulasi inguinalis, kelainan

congenital, penyakit Hirschsprung

Dewasa Neoplasma usus besar, adhesi, hernia strangulasi inguinalis,

femoralis dan umbilikalis, dan penyakit Hirschsprung

Orang tua Neoplasma usus besar, penyakit divertikulum kolon, hernia

strangulasi, fecalith, adhesi, dan volvulus

a. Adhesi atau perlengketan

Ileus karena adhesi umumnya tidak disertai dengan strangulasi.

Adhesi adalah pita-pita jaringan fibrosa yang sering menyebabkan

obstruksi usus halus pasca bedah setelah operasi abdomen. Sebagian besar

obstruksi disertai oleh adhesi dan dapat terjadi setelah minggu kedua pasca

bedah. Adhesi dapat berupa perlengketan bentuk tunggal maupun multiple

yang setempat atau luas. Pada pembedahan, perlengketan dilepaskan dan

pita dipotong agar pasase usus pulih kembali.

b. Hernia Inkarserata

Hernia terjadi bila terdapat suatu defek pada dinding rongga perut,

maka akibat tekanan intraabdominal yang meninggi, suatu alat tubuh dapat

terdorong keluar melalui defek tersebut. Jika kantong hernia cukup besar

maka isi usus dapat didorong masuk kembali dan disebut reponible, jika

tidak dapat masuk lagi disebut inkarserata. Pada keadaan tersebut terjadi

bendungan pembuluh-pembuluh darah yang disebut strangulasi. Akibat

gangguan sirkulasi darah akan terjadi kematian jaringan setempat. Hernia

yang menunjukkan strangulasi pembuluh darah dan tanda-tanda

inkarserata akan menimbulkan gejala-gejala ileus.

c. Invaginasi

Invaginasi disebut juga “intussusceptio”. Biasanya pada anak, bagian

oral (proksimal) usus menerobos masuk ke dalam rongga bagian anal

20

(distal) seperti suatu teleskop. Ada beberapa jenis bergantung pada

lokasinya :

- Enterika: Usus halus masuk ke dalam usus halus

- Entero-colics: Ileum masuk ke dalam coecum atau colon, jenis ini

paling sering ditemukan

- Colica: Usus besar masuk ke dalam usus besar

- Prolapsus ani: Rektum keluar melalui anus

Bagian dalam disebut intussusceptium, sedang bagian luar yang

melingkarinya intussusceptum. Mesentrium yang mengandung pembuluh

darah intussusceptium akan ikut tertarik dan pembuluh darah akan terjepit

hingga terjadi gejala-gejala ileus. Penyebab terjadinya pada anak-anak

adalah ketidakseimbangan kontraksi otot usus-usus, adanya jaringan

limfoid yang berlebihan (terutama sekitar perbatasan bagian ileo-cekal)

dan antiperistaltik kolon melawan peristaltik ileum. Pada orang dewasa

disebabkan karena adanya dinding tumor yang menonjol/bertangkai

(polip) dan oleh gerakan peristaltik didorong ke bagian distal dan dalam

gerakan ini dinding usus ikut tertarik.

d. Volvulus

Volvulus di usus halus agak jarang ditemukan. Disebut pula dengan

torsi dan merupakan pemutaran usus dengan mesenterium sebagai poros.

Usus melilit atau memutar sampai 180-360 derajat. Volvulus dapat

disebabkan oleh mesentrium yang terlalu panjang, yang merupakan

kelainan kongenital pada usus halus, pada obstisipasi yang menahun,

terutama pada sigmoid, pada hernia inkarcerata, usus dalam kantong

hernia menunjukkan tanda-tanda torsi; pada tumor dalam dinding usus

atau tumor dalam mesentrium. Akibat volvulus terjadi gejala-gejala

strangulasi pembuluh darah dengan infark dan gejala-gejala ileus.

e. Radang kronik

Setiap radang kronik, terutama morbus Crohn, dapat menyebabkan

obstruksi karena udehm, hipertrofi, dan fibrosis yang biasanya terjadi pada

penyakit kronik.

21

I.4.3.5. Manifestasi Klinis

a) Obstruksi sederhana

Pada obstruksi usus halus proksimal akan timbul gejala muntah, jarang

menjadi muntah fekal walaupun obstruksi berlangsung lama. Nyeri abdomen

bervariasi dan sering dirasakan sebagai perasaan tidak enak di perut bagian

atas. Obstruksi bagian tengah atau distal menyebabkan kejang di daerah

periumbilikal atau nyeri yang sulit dijelaskan lokasinya. Kejang hilang timbul

dengan adanya fase bebas keluhan. Muntah akan timbul kemudian, waktunya

bervariasi tergantung sumbatan. Semakin distal sumbatan, maka muntah yang

dihasilkan semakin fekulen. Obstipasi selalu terjadi terutama pada obstruksi

komplit.

Tanda vital normal pada tahap awal, namun akan berlanjut dengan

dehidrasi akibat kehilangan cairan dan elektrolit. Suhu tubuh bisa normal

sampai demam. Distensi abdomen dapat minimal atau tidak ada pada

obstruksi proksimal dan semakin jelas pada sumbatan di daerah distal.

Peristaltik usus yang mengalami dilatasi dapat dilihat pada pasien yang kurus.

Bising usus yang meningkat dan metallic sound dapat didengar sesuai dengan

timbulnya nyeri pada obstruksi di daerah distal.

b) Obstruksi disertai proses strangulasi

Gejalanya seperti obstruksi sederhana tetapi lebih nyata dan disertai

dengan nyeri hebat. Hal yang perlu diperhatikan adalah adanya bekas operasi

atau hernia. Bila dijumpai tanda-tanda strangulasi berupa nyeri iskemik

dimana nyeri yang sangat hebat, menetap dan tidak menyurut, maka dilakukan

tindakan operasi segera untuk mencegah terjadinya nekrosis usus.

c) Obstruksi pada kalon

Obstruksi mekanis di kolon timbul perlahan-lahan dengan nyeri akibat

sumbatan biasanya terasa di epigastrium. Nyeri yang hebat dan terus menerus

menunjukkan adanya iskemia atau peritonitis. Borborygmus dapat keras dan

timbul sesuai dengan nyeri. Konstipasi atau obstipasi adalah gambaran umum

obstruksi komplit. Muntah lebih sering terjadi pada penyumbatan usus besar.

Muntah timbul kemudian dan tidak terjadi bila katup ileosekal mampu

mencegah refluks. Bila akibat refluks isi kolon terdorong ke dalam usus halus,

22

akan tampak gangguan pada usus halus. Muntah fekal akan terjadi kemudian.

Pada keadaan valvula Bauchini yang paten, terjadi distensi hebat dan sering

mengakibatkan perforasi sekum karena tekanannya paling tinggi dan

dindingnya yang lebih tipis. Pada pemeriksaan fisik akan menunjukkan

distensi abdomen dan timpani, gerakan usus akan tampak pada pasien yang

kurus, dan akan terdengar metallic sound pada auskultasi. Nyeri yang

terlokalisasi, dan terabanya massa menunjukkan adanya strangulasi.

1.4.3.6. Komplikasi

Strangulasi menjadi penyebab dari kebanyakan kasus kematian akibat

ileus obstruktif. Isi lumen usus merupakan campuran bakteri yang mematikan,

hasil-hasil produksi bakteri, jaringan nekrotik dan darah. Usus yang mengalami

perforasi mungkin mengalami perforasi dan menggeluarkan materi tersebut ke

dalam rongga peritoneum yang menyebabkan peritonitis. Tetapi meskipun usus

tidak mengalami perforasi, bakteri dapat melintasi usus yang permeabel tersebut

dan masuk ke dalam sirkulasi tubuh melalui cairan getah bening dan

mengakibatkan syok septik. Komplikasi lain yang dapat timbul antara lain syok

hipovolemia, abses, pneumonia aspirasi dari proses muntah dan dapat

menyebabkan kematian.

I.4.3.7. Pencegahan

Upaya pencegahan terhadap penyakit harus dilakukan sedini mungkin baik

pencegahan primordial, primer, sekunder dan tersier untuk mengurangi angka

morbiditas dan mortalitas.

Demikian juga pada penyakit ileus obstruktif, tindakan pencegahan harus

dilakukan untuk mencegah terjadinya ileus obstruktif dan menghindari akibat fatal

yang disebabkan ileus obstruktif.

A. Pencegahan Primordial

Pencegahan primordial merupakan upaya pencegahan pada orang-

orang yang belum memiliki faktor risiko terhadap ileus obstruktif. Biasa

dilakukan dengan promosi kesehatan atau memberikan pendidikan

kesehatan yang berkaitan ileus obstruktif atau dengan melakukan

23

penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan dan kemampuan masyarakat

dalam menjaga kesehatannya oleh kemampuan masyarakat.

B. Pencegahan Primer

Pencegahan tingkat pertama ini merupakan upaya mempertahankan

orang yang agar tetap sehat atau mencegah orang yang sehat menjadi sakit.

Pencegahan primer berarti mencegah terjadinya ileus obstruktif. Upaya

pencegahan ini dimaksudkan untuk mengadakan pencegahan pada

masyarakat. Pencegahan primer yang dilakukan antara lain:

- Bergaya hidup sehat

- Meningkatkan asupan makanan bergizi yang meningkatkan daya tahan

tubuh

- Diet Serat

Berbagai penelitian telah melaporkan hubungan antara konsumsi

serat dan insidens timbulnya berbagai macam penyakit. Hasil

penelitian membuktikan bahwa diet tinggi serat mempunyai efek

proteksi untuk kejadian penyakit saluran pencernaan. Untuk membantu

mencegah kanker kolorektal, makan diet seimbang rendah lemak

dengan banyak sayur dan buah, tidak merokok, dan segera untuk

skrining kanker kolorektal setahun sekali setelah usia 50 tahun.Untuk

mencegah hernia, hindari angkat berat, yang meningkatkan tekanan di

dalam perut dan mungkin memaksa satu bagian dari usus untuk

menonjol melalui daerah rentan dinding perut.

C. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder yang dapat dilakukan terhadap ileus obstruktif

adalah dengan cara mendeteksi secara dini, dan mengadakan

penatalaksanaan medik untuk mengatasi akibat fatal ileus obstruktif.

Cara mendeteksi secara dini ileus obstruktif adalah dengan melakukan

pemeriksaan. Pemeriksaan yang dilakukan adalah

a) Pemeriksaan Fisik

Gambaran fisik pasien yang menderita ileus obstruktif bervariasi

dan tergantung kapan dilakukan pemeriksaan. Jika pemeriksaan

dilakukan beberapa jam atau sehari setelah mulainya obstruksi

24

mekanik sederhana, maka akan terbukti beberapa gejala-gejala ileus.

Tetapi jika dibiarkan lewat beberapa hari, maka tanda tambahan akan

mulai bermanifestasi. Alasan ini didasarkan atas respon patofisiologi

terhadap ileus obstruktif. Gambaran pertama dalam pemeriksaan

pasien yang dicurigai menderita ileus obstruktif merupakan adanya

tanda dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit maupun mulut

dan lidah kering. Karena lebih banyak cairan disekuestrasi ke dalam

lumen usus, maka bisa timbul demam, takikardia dan penurunan

tekanan dalam darah. Dalam pemeriksaan abdomen diperhatikan

kemunculan distensi, hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang

kurus bukti gelombang peristaltik terlihat pada dinding abdomen dan

dapat berkorelasi dengan nyeri kolik. Tanda demikian menunjukkan

obstruksi strangulata. Gambaran klasik dalam mekanik sederhana

adalah adanya episode peristaltik bernada tinggi pada waktu penderita

dalam kondisi tenang. Dan yang harus dilakukan pemeriksaan adalah

pemeriksaan rektum dan pelvis. Apabila dalam pemeriksaan ini

ditemukan tumor serta adanya feses di dalam rektum menggambarkan

terjadinya obstruksi di proksimal. Jika darah makroskopik ditemukan

di dalam rektum, maka sangat mungkin bahwa obstruksi didasarkan

atas lesi intrinsik di dalam usus.

b) Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan sinar-X dan foto abdomen yang tegak dan berbaring

sangat bermanfaat dalam mendiagnosa ileus obstruktif. Jika penderita

tidak dapat duduk selama 15 menit, maka posisi dekubitus lateral kiri

dapat dilakukan untuk foto abdomen.

Adanya gelung usus yang terdistensi dengan batas udara-cairan

dalam pola anak tangga pada foto tegak menggambarkan bahwa

penderita menderita ileus obstruktif. Hal ini karena fakta bahwa udara

biasanya tidak terlihat pada usus halus dan hanya terdapat pada usus

yang terdistensi.

c) Pemeriksaan Penunjang

- HB (hemoglobin), MCV: meningkat akibat dehidrasi

25

- Leukosit : normal atau sedikit meningkat; ureum + elektrolit:

ureum meningkat, Na+ dan Cl- rendah

- Rontgen toraks : diafragma meninggi akibat distensi abdomen

- Enema kontras tunggal (pemeriksaan radiografi menggunakan

suspense barium sulfat sebagai media kontras pada usus besar) :

untuk melihat tempat dan penyebab

- CT Scan pada usus halus: mencari tempat dan penyebab,

sigmoidoskopi untuk menunjukkan tempat obstruksi.

Operasi atau pembedahan

a. Usus halus

Operasi dapat dimulai setelah pasien telah direhidrasi kembali dan

organ-organ vital telah dapat berfungsi dengan normal. Kalau obstruksi

disebabkan karena hernia skrotalis, maka daerah tersebut harus disayat.

Perincian operatif tergantung pada penyebab obstruksi. Perlengketan atau

adhesi dilepaskan atau bagian yang mengalami obstruksi dibuang, usus

yang mengalami strangulasi harus dipotong.

b. Usus besar

Pada usus besar, operasi terdiri dari proses sesostomi dekompresi atau

hanya kolostomi tranversal pada pasien yang sudah lanjut usia, pasien

dengan obstruksi terjadi di daerah sekum, maka bagian tersebut akan

dipotong, biasanya disertai anastomosis primer. Kanker pada kolon

sebelah kiri dan anastomosis yang mengakibatkan obstruksi pada pasien

juga akan dipotong dan disertai anastomosis juga.

26

BAB II

LAPORAN KASUS

II.1 Identitas Pasien

Nama : Tn.R

Usia : 45 tahun

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Alamat : Krajan 5/1 Bedono Jambu Kab. Semarang

Pekerjaan : Swasta

Agama : Islam

Status Pernikahan : Sudah Menikah

Tanggal Masuk : 21 Maret 2014 13:47

II.2 Anamnesa

Keluhan utama : Benjolan di kantung kemaluan sebelah kiri

Riwayat Penyakit Sekarang : Benjolan di kantung kemaluan kiri

dirasakan kurang lebih sejak 6 bulan yang lalu. Sebelumnya benjolan

dirasakan hilang timbul, timbul atau diperberat saat pasien mengangkat

beban berat dan hilang atau membaik saat pasien tiduran. Namun sekarang

benjolan dirasakan menetap. Pasien merasakan nyeri pada benjolan

tersebut. Pasien juga mengeluhkan kurang lebih 3 hari SMRS pasien

merasa demam (+), mual (+), muntah (+), nafsu makan menurun (+),

lemas (+), dan perut terasa melilit dan kembung, BAB (-) kentut (-) sejak 3

hari, BAK normal.

Riwayat Penyakit Dahulu : Keluhan yang sama sebelumnya (-), riwayat

pembesaran prostat (-), riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-),

alergi (-).

Riwayat Penyakit Keluarga : Keluhan yang sama (-), riwayat tumor (-),

riwayat kencing manis (-), riwayat darah tinggi (-).

Riwayat Pengobatan : Belum pernah berobat ke dokter hanya pergi ke

tempat pemijatan dan keluhan tidak membaik.

27

Kebiasaan : Pasien suka mengangkat beban berat kurang lebih 50 kg

setiap harinya. Minum air putih 5 gelas/hari, minum kopi (+) 1 gelas/hari,

jarang makan sayur, merokok 3 bungkus/hari, riwayat konsumsi alkohol

(-), olahraga sangat jarang

II.3 Pemeriksaan Fisik

Status generalis

Keadaan umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Compos Mentis (GCS : E4V5M6)

Tanda Vital : Tekanan Darah 120/90 mmHg

Nadi 80 x/menit

RR 20 x/menit, regular

Suhu 36,9oC (axilla)

Kepala : Mesocephal, rambut merata, tidak mudah dicabut

Mata : Konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik

(-/-), pupil isokor (3mm/3mm)

Telinga : Sekret (-/-), darah (-/-), nyeri tekan mastoid (-/-)

Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-/-), keluar

darah (-/-), napas cuping hidung (-)

Mulut : Sianosis (-), mukosa normal, gusi berdarah (-),

tonsil (T1/T1), faring hiperemis (-)

Leher : Trakea di tengah, pembesaran KGB (-), nyeri tekan

(-), JVP tidak meningkat

Thorax : Simetris saat statis dan dinamis, retraksi (-)

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat, thrill (-)

Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar

Auskultasi : BJ I-II normal, regular, bising (-)

Pulmo

Inspeksi : Ekspansi dinding dada simetris

Palpasi : Fremitus taktil simetris, nyeri tekan (-)

28

Perkusi : Sonor

Auskultasi : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)

Abdomen

Inspeksi : Distensi (+), massa (-), luka bekas operasi (-)

Auskultasi : Bising usus (+) sedikit menurun

Perkusi : Hipertimpani di seluruh lapang abdomen

Palpasi :Perut terasa tegang (+), nyeri tekan (-), defense

muskular (-)

Ekstremitas atas : Akral hangat, CRT < 2 detik

Ekstremitas bawah : Akral hangat, CRT < 2 detik

Status lokalis genitalia :

I : Terlihat benjolan di skrotum kiri berbentuk seperti bola.

Benjolan menetap. Skrotum kiri lebih besar daripada skrotum

kanan. Eritema (-) luka (-).

A : Menyentuh ujung jari, benjolan teraba lunak, nyeri tekan (-).

Pemeriksaan Transluminasi : Cahaya tidak tembus Massa.

II.4 Diagnosa Banding

A. Hernia inguinal sinistra

DD:

- Hidrokel

- Orkitis

B. Ileus Obstruktif

DD: Ileus paralitik

II.5 Pemeriksaan Penunjang

Hasil Laboratorium :

Tanggal : 21 Maret 2014

29

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Hematologi

darah rutin :

Hemoglobin 16,5 13,5 – 17,5 g/dl

Leukosit 11 4 – 10 ribu

Eritrosit 5,41 5 – 6 juta

Hematokrit 51,9 37 – 45 %

Trombosit 265 150 – 400 ribu

MCV 95,9 82 – 98 mikro m3

MCH 30,5 ≥ 27 pg

MCHC 31,8 32 – 36 g/dl

RDW 12,8 10 – 16 %

MPV 7,9 7 – 11 mikro m3

Limfosit 1,7 1,0 – 4,5 103/mikroL

Monosit 0,6 0,4 – 3,1 103/mikroL

Granulosit 8,7 2 – 4 103/mikroL

Limfosit % 15,3 25 – 40 %

Monosit % 5,7 2 – 8 %

Granulosit % 79 50 – 80 %

PCT 0,209 0,2 – 0,5 %

PDW 13,9 10 – 18 %

Golongan Darah A

Clotting Time 4 : 30 3-5 (menit:detik)

Bleeding Time 2: 00 1-3 (menit:detik)

Kimia Klinik

GDS 102 70 – 110 mg/dl

Ureum 61,9 10 – 50 mg/dl

Creatinin 0,99 0,62 – 1,1 mg/dl

SGOT 18 0 – 50 U/L

SGPT 14 0 – 50 IU/L

Serologi

30

HbsAg Non Reaktif Non Reaktif

Hasil Rontgen BNO :

1. Preperitoneal fat line tidak jelas

2. Psoas line tidak jelas

3. Tampak udara mengisi usus halus sehingga terlihat distensi pada

usus halus dan berbentuk seperti step ladder

4. Tidak tampak adanya udara bebas di rongga peritoneum

Kesan: Ileus Obstruktif

31

II.6 Diagnosa Kerja

Ileus obstruktif et causa hernia scrotalis sinistra inkarserata

II.7 Terapi

Farmakologi

Infus RL 20 tpm

Injeksi ketorolac 3x30 mg

Injeksi ranitidine 2x1 amp

Non-farmakologi

Bed rest

Konsul ke Sp.B untuk dilakukan tindakan operasi : herniorraphy

II.8. Prognosis

Dubia ad bonam

32

BAB III

ANALISA KASUS

III.1. S (Subjective)

Pasien bernama Tn. R datang ke IGD RSUD Ambarawa dengan keluhan

timbul benjolan di skrotum kiri sejak 6 bulan yang lalu. Sebelumnya benjolan

dirasakan hilang timbul, timbul saat pasien mengangkat beban berat dan

hilang saat pasien tiduran. Namun sekarang benjolan dirasakan menetap.

Pasien merasakan nyeri pada benjolan tersebut. Pasien juga mengeluhkan

kurang lebih 3 hari SMRS pasien merasa demam (+), mual (+), muntah (+),

nafsu makan menurun (+), lemas (+), dan perut terasa melilit dan kembung,

BAB (-) kentut (-) sejak 3 hari, BAK normal. Diagnosis hernia pada kasus ini

didasarkan pada anamnesis dan pemeriksaan fisik. Dari anamnesis

didapatkan keluhan timbul benjolan di skrotum kiri sejak seminggu yang lalu.

dan benjolan ini tidak dapat masuk kembali ini mengarahkan ke arah hernia

skrotalis ireponibel.

Pasien juga mengeluhkan nyeri pada daerah benjolan, mual (+), muntah

(+), BAB (-) dan kentut (-) sejak 3 hari SMRS. Nyeri di tempat benjolan

tersebut berupa nyeri visceral akibat regangan peritoneum ketika usus masuk

ke cincin hernia. Adanya mual (+) dan muntah (+) serta BAB (-)

menunjukkan adanya hernia inkarserata atau strangulate yang dapat

menyebkan gejala obstruksi dan nekrosis. Pasien juga memiliki kebiasaan

mengangkat beban berat yang dapat menjadi salah satu faktor resiko

terjadinya hernia.

III.2 O (Objective)

Berdasarkan pemeriksaan yang dilakukan terhadap Tn. R pada daerah

genital didapatkan benjolan di skrotum kiri yang menetap dan lebih jelas

ketika pasien berdiri. Skrotum kiri lebih besar daripada skrotum kanan.

Menetapnya benjolan menunjukkan bahwa hernia bersifat ireponibel. Pada

33

pemeriksaan transluminasi (-) cahaya tidak tembus menunjukkan adanya

massa yaitu hernia.

Hipotesis hidrokel dan orkhitis dapat dilemahkan karena pada hidrokel

mempunyai batas tegas, tidak dapat dimasukkan kembali, dan transluminasi

(+). Sedangkan pada orkhitis juga dapat dilemahkan karena pada pasien tidak

ditemukan adanya kemerahan di testis, dan tidak nyeri, meskipun tanda

infeksi seperti demam (+).

Pada pemeriksaan abdomen saat auskultasi didapatkan bising usus (+)

sedikit menurun dan pada saat perkusi didapatkan hipertimpani diseluruh

lapang abdomen. Hal ini bisa terjadi karena adanya gangguan peristaltik pada

usus yang dapat disebabkan karena adanya obstruksi atau paralisis. Untuk

menegakkan diagnosis dilakukan pemeriksaan penunjang dengan BNO. Dan

didapatkan hasil foto BNO yaitu tampak udara yang mengisi usus halus dan

menyebabkan distensi sehingga dapat terlihat menyerupai step ladder. Kesan:

ileus obstruktif.

III.3 A (Assesment)

Berdasarkan gejala klinis dan temuan klinis yang ditemukan dari hasil

anamnesa dan pemeriksaan fisik pada pasien dapat ditegakan diagnosis Tn. R

adalah ileus obstruksi et causa hernia skrotalis sinistra inkarserata.

III.4 P (Planning)

1. Infus RL 20 tpm

Ringer laktas merupakan larutan isotonis. Komposisi ringer laktat adalah

Na (130 mĒq/L), Cl (109 mĒq/L) dan laktat (28 mĒq/L).

2. Injeksi Ketorolac 3x30 mg

Ketorolac adalah salah satu dari obat anti inflamasi non steroid

(NSAID), yang biasa digunakan untuk analgesik, antipiretik dan anti

inflamasi. Indikasi penggunaan ketorolac adalah untuk inflamasi akut

dalam jangka waktu penggunaan maksimal selama 5 hari. Obat ini

menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi asam arakidonat

menjadi PG2 terganggu. Ketorolak merupakan penghambat

34

siklooksigenase yang non selektif. Selain menghambat sintese

prostaglandin, juga menghambat tromboksan A2.

3. Injeksi Ranitidine 2x1 amp

Pemberian ranitidin adalah untuk penyeimbang efek samping dari

pemberian ciprofloxacin, karena ciprofloxacin dapat mengakibatkan

gangguan GIT serta menyebabkan mual. Ranitidin adalah obat golongan

antasida yang diindikasikan untuk status hipersekresi setelah OP,

hipersekresi patologis, dan tukak peptik. Dosisnya adalah 50 mg tiap 6-8

jam dengan pemberian secara iv.

4. Operasi

Pasien di konsulkan ke dokter spesialis bedah untuk dilakukan tindakan

operatif yang terdiri dari hernioraphy.

35

DAFTAR PUSTAKA

Cook, John. 2000. Hernia. General Surgery at the Distric Hospital. Switzerland. WHO. 151-

156.Sjamsuhidayat, R.; Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta : EGC,

pp. 519-37

Debas, Haile T. 2003. Gastrointestinal Surgery, Pathophysiology and Management. New York:

Springer

Nicks, Bret A. 2012. Hernias. Diakses dari http://emedicine.medscape.com/article/775630-

overview#showall pada tanggal 30 Maret 2014.

Norton, Jeffrey A. 2001. Hernias And Abdominal Wall Defects. Surgery Basic Science and

Clinical Evidence. New York. Springer. 787-803.

Price, A. Sylvia. 2006. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1 Edisi 6.

Jakarta: EGC

Swartz, M.H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Alih Bahasa: Lukmanto P, Maulany R.F,

Tambajong J. Jakarta: EGC

Townsend, Courtney M. 2004. Hernias. Sabiston Textbook of Surgery 17th Edition.

Philadelphia: Elsevier Saunders. page 1199-1217

36